Upload
boi-bolang
View
442
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Praktikum Kimia Farmasi Analisis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Seorang farmasis dituntun untuk menguasasi berbagai metode yang
digunakan untuk menetapkan kadar maupun pembakuan suatu bahan atau
menganalisis senyawa obat salah satunya adalah dengan titrasi nitrimetri yang
termasuk kedalam titrasi volumetric dan titrasi iodimetri yang termasuk kedalam
titrasi redoks. Nitrimetri umumnya digunakan sebagai penentuan sebagian besar
obat sulfonamida dan obat-obat lain sesui penggunaannya. Iodimetri merupakan
titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang
pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodide
Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap suatu senyawa dengan
menggunakan peniter sehingga terjadi reduksi dan oksidasi dalam proses titrasi
tersebut. Terjadinya reaksi inilah yang akan menentukan titik akhir titrasi yang
diperjelas dengan penambahan indikator. Salah satu penerapan titrasi redoks
adalah titrasi iodimetri.
Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif dengan
menggunakan larutan baku natrium nitrit..Nitritometri disebut juga dengan
metode titrasi diazotasi. Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan kadarnya
dengan metode nitritometri diantaranya adalah penisilin dan sulfamerazin.
Penetapan kadar senyawa ini dilakukan untuk mengetahui kemurnian zat tersebut
dalam satu sample.
Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan gugusan
amino aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai untuk penetapan
sulfanilamida dan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amino
aromatis.
Metode nitritometri antara lain sulfamerazin, sulfadiazine, sulfanilamide.
Senyawa-senyawa ini dalam farmasi sangat bermanfaat seperti sulfanilamide
1
sebagai antimikroba. Melihat kegunaannya tersebut, maka percobaan ini perlu
dilakukan.
Analisis titrimetri adalah pemeriksaan atau penentuan sesuatu bahan
dengan teliti. Analisis ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu analisis kuantitatif
dan analisis kulitatif. Analisis kulitatif adalah pemeriksaan sesuatu berdasarkan
komposisi atau kualitas, sedangkan analisisi kuantitatif adalah pemeriksaan
berdasarkan jumlahnya atau kuantitinya . Pada saat ini yang dibahas hanyalah
analisis kuantitatif. Salah satu cara analisis kuntitatif adalah titirimetri, yaitu
analisis penentuan konsentrasi dengan mengukur volume larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya dengan volume larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dengan teliti atau analisis yang berdasarkan pada reaksi kimia.
Reaksi pada penentuan ini harus berlangsung secara kuantitatif.
.
I.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah
1. Mengetahui kemurnian dari suatu bahan baku vitamin C dengan penetapan
kadar vitamin C dengan metode iodimetri berdasarkan titrasi redoks
2. Mengetahui kemurnian dari suatu bahan baku sulfadiazine dengan
penetapan kadar sulfadiazine dalam suatu bahan baku berdasarkan titrasi
nitrimetri
3. Mengetahui teknik analisis secara titrasi redoks dan titrasi nitrimetri
2
BAB II
PUSTAKA
II.1 Titrasi Redoks
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk
zat anorganik maupun organik.
Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi
redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu
titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan
indikator.
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi
redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri
danm permanganometri.
1. Iodimetri dan Iodometri
Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa
iodine dengan natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan
oleh reaksi dibawah ini :
I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan
amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi
diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau
amilopektin.
Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan
titrasi iodimetri. Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara
menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine,
dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine
secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan
indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan
yang berwarna ungu jika mengandung iodine.
3
2. Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan
standar Kalium permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam
suasana asam maupun dalam suasana basa. Dalam suasana asam, kalium
permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan
oksidasinya, maka berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya
seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam
sulfat, dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk
larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan
permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat
dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam
N-fenil antranilat.
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam
analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan.
Pertama-tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang
sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan
penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui
titik akhir titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa
Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau
penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi
dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida .Iodimetri
adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada
oksidator dan reduktor ,sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya
(melepaskan electron ), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang
atau turun (menangkap electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun
4
reduktor saja. Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2
tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2 → A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat
yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah
amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .
I2 + 2 e - → 2 I-
Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25 ◦C ,
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk
kompleks triiodida dengan iodida :
I2 + I- → I3-
Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan hipoiodit :
I2 + H2O → HIO + H+ + I-
Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian
HIO oleh cahaya matahari .
2HIO → 2 H+ + 2 I- +O2 (g)
Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sendiri sebagai
indikator. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung pada pelarut seperti
CCl4 atau kloroform, dan kadang-kadang itu digunakan untuk mendeteksi titik akhir.
Namun lebih lazim digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati-
iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan
sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida .
Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji.
Larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil , sehingga perlu distandarisasi
berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena
itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain
dengan mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks.
5
Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3 . selain itu bahan baku
primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH tengah, Berdasarkan reaksi :
I2 + 2 e- → 2 I- E◦= 0,536 volt
H3AsO3 + H2O → H3AsO4 + 2 H+ + 2 e- E◦= 0, 559 volt
———————————————————————–
H3AsO3 + H2O + I2 H3 → AsO4 + 2 H+ + 2 I- E◦= -0,023 volt
Reaksi diatas menunjukkan, bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk
mengoksidasi H3AsO4 . Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi , maka
kesetimbangan digeser kekanan ( H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan yang
berkelebihan OH- itu) . Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan 9, tidak terlalu basa ,
karena akan mendorong disproporsional I2 terlalu banyak .Untuk mengatur pH tersebut,
larutan yang agak asam dijenuhi dengan NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan
dengan pH antara 7 dan 8.
II.2 Titrasi Nitrimetri
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni metode
penetapan kadar secara kuantitatif dengan mengunakan larutan baku natrium
nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina
aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam
diazonium. Nitrimetri adalah suatu cara penetapan kadar, suatu zat dengan larutan
nitrit.
Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa
senyawa-senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer.
Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic)
dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam diazonium. Reaksi
ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang berlangsung dalam
dua tahap seperti dibawah ini :
NaNO2 + HCl → NaCl + HONO
Ar- NH2 + HONO + HCl → Ar-N2Cl + H2O
6
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang
terbentuk mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen.
Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat
dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam
diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat
dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna
dari pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar. Kelebihan asam
nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat
berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan
mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru.
Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit.
Reaksi perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin
dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat
ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina sebagai indikator
elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai elektroda acuan.
Prinsip Titrasi Nitrimetri
Adapun prinsip adalah reaksi diazotasi yaitu sebagai berikut :
1. Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatic primer
(amin aromatic sekuder dan gugus nitro aromatic);
2. Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder
3. Pembentukan senyawa azidari gugus hidrazida dan
4. Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya nitrasi
dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana asam.
7
Contoh zat yang memiliki gugu amin aromatic primer misalnya
benzokain, sulfa; yang mempunyai gugus amin alifatis misalnya Na siklamat;
yang memiliki gugus hidrazida misalnya INH; yang memiliki gugus amin
aromatis sekunder adalah parasetamol, fenasetin, dan yang memiliki gugus
nitroaromatik adalah kloramfenikol.
Hal-hal yang diperhatikan dalam nitrimetri
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nitrimetri adalah :
a. Suhu
Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-150C. walaupun
sebenarnya pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu
yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada temperature 5-150C digunakan
KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam suhu
tinggi karena :
HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi.
Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi
fenol.
b. Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk
mengubah NaNO2 menjadi HNO2 dan pembentukan garam diazonium.
c. Kecepatan reaksi
Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi
sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahan-lahan dan dengan
pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada awal titrasi kira-kira 1
ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit.
8
Indicator Nitrimetri
Untuk menentukan titik akhir titrasi nitrimetri dapat digunakan 2 indikator
yaitu:
a. Indikator dalam
Yaitu indicator yang digunakan dengan cara memasukkan
indicator tersebut ke dalam larutan yang akan akan dititrasi, contohnya
tropeolin 00 dan metilen blue (5 : 3).
Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen
biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna
merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh
adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai
pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi
perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa
yang dititrasi.
b. Indikator luar
Dimasukkan asam Sulfanilat ke dalam Erlenmeyer usahakan
terlokalisasi pada satu titik, agar tidak diperlukan banyak ammonia
untuk melarutkannya. Setelah asam sulfanilat larut, larutan kemudian
diasamkan dengan HCI 25% sampai pH 2, karena asam nitrit terbentuk
pada suasana asam. Kemudian tembahan KBr, yang pada titrasi
nitrimetri diperlukan sebagai :
1. Katalisator, yaitu untuk mempercepat reaksi karena KBr dapat
mengikat NO2 membentuk nitrosobromid, yang akan meniadakan
teaksi tautomerasi dari bentuk keto dan langsung membentuk
fenol.
2. Stabilisator, yaitu untuk mengikat NO2 agar asam nitrit tidak
terurai atau menguap.
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat
pula menggunakan kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada
pasta atau kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi
9
iodide menjadi iodium dan dengan adanya kanji-iodida ini peka
terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan.
Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang
dititrasi pada pasta kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan
terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa
saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi
iodide oleh udara (O2) menurut reaksi :
4KI + 4HCI + O2 2H2O + 212 + 4 KCI
I2 + Kanji kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir
titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit.
Pemakaian kedua indicator ini ternyata memiliki kekuarangan. Pada
indicator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab
kalau tidak tahu perkiraan jumlah titra yang dibutuhkan, maka sering melakukan
pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di samping itu,
kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak larutan yang
dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir sementara itu pada
pemakaian indicator dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali
untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara
potensiomerti.
Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan berat
molekulnya karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan
menghasilkan 1 mol garam diazonium. Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri,
konsentrasi larutan baku sering dinyatakan dengan molitas (M) karena
maloritasnya sama dengan normalitasnya.
Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan
indicator luar, indicator dalam, dan secara potensiometri.
10
Metode Potensiometri
Metode yang beik untuk penetapan titik akhir nitrimetri adalah metode
potensiometri dengan menggunakan electrode kolomelplatina yang dicelupkan ke
dalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi (adanya kelebihan asam nitrit), akan
terjadi depolarisasi elektoda sehingga akan terjadi perubahan arus yang sangat
tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0,90 Volt. Metode ini sangat cocok untuk
sampel dalam bentuk sediaan sirup yang berwarna.
Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :
Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin
aromatis primer bebas seperti selfamilamid.
Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic
terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol
dan parasetamol.
Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang
terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis
lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk
selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam
membentuk garam diazonium.
Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti
kloramfenikol.
Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara
nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa amin
aromatis primer.
Kloramfenikol yang mepunyai gugus nitro aromatis direduksi terlebih
dahulu dengan Zn/HCI untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer yang
bebas yang selanjutnya bereaksi dengan asam nitric untuk membentuk garam
diazonium. Pada penetapan kloramfenikol reaksi yang terjadi seperti dalam
gambar 7.14. Dalam farmakope Indonesia, titrasi diazotasi digunakan untuk
menetapkan kadar: benzokain; primakuin fosfat dan sediaan tabletnya; prokain
HCI;sulfasetamid;natriumsulfasetamid;sulfametazin;selfadoksin;sulfametoksazl;te
trakain; dan tetrakain SCI.
11
Penggunaan suatu zat warna azo sebagai indikator - metil jingga
Senyawa Azo berisi sistem yang sangat terdelokalisasi elektron yang
mengambil di kedua cincin benzena dan atom nitrogen dua menjembatani cincin.
The delokalisasi juga dapat diperluas pada hal-hal yang melekat pada cincin
benzena juga.
Jika cahaya putih jatuh pada salah satu molekul, beberapa panjang
gelombang yang diserap oleh elektron terdelokalisasi. Warna yang Anda lihat
adalah hasil dari panjang gelombang non-diserap. Kelompok-kelompok yang
memberikan kontribusi pada delokalisasi (dan sehingga untuk penyerapan cahaya)
dikenal sebagai sebuah kromofor.
Memodifikasi kelompok hadir dalam molekul dapat memiliki efek pada
cahaya diserap, dan sebagainya pada warna yang Anda lihatAnda dapat
mengambil keuntungan dari hal ini dalam indikator. Metil oranye adalah zat
warna azo yang ada dalam dua bentuk tergantung pada pH.
Zat Warna Azo
Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah
tekstil, yaitu sekitar 60 % - 70 %. Senyawa azo memiliki struktur umum
R─N═N─R’, dengan R dan R’ adalah rantai organik yang sama atau berbeda.
Senyawa ini memiliki gugus ─N═N─ yang dinamakan struktur azo.
Nama azo berasal dari kata azote, merupakan penamaan untuk nitrogen bermula
dari bahasa Yunani a (bukan) + zoe (hidup). Untuk membuat zat warna azo ini
dibutuhkan zat antara yang direaksikan dengan ion diazonium.
Senyawa azo dapat berupa senyawa aromatik atau alifatik. Senyawa azo
aromatik bersifat stabil dan mempunyai warna menyala. Senyawa azo alifatik
seperti dimetildiazin (Gambar 2) lebih tidak stabil. Dengan kenaikan suhu atau
iradiasi, ikatan nitrogen dan karbon akan pecah secara simultan melepaskan gas
nitrogen dan radikal. Dengan demikian, beberapa senyawa azo alifatik digunakan
sebagai inisiator radikal.
12
BAB III
METODELOGI
III.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
Buret 25 ml
Labu asah
Pipet gondok 10 ml
Labu ukur 100 ml
Labu ukur 250 ml
Labu ukur 1000 ml
Batang pengaduk
Beaker glass
Corong kaca
Kertas saring
Allumunium voil
Statif
Bahan yang digunakan :
1. Titrasi Redoks (Penetapan Kadar Vitamin C)
Serbuk vitamin C
(bahan baku)
Air bebas CO2
H2SO4 0,1 N
I2 0,1 N
Na2S2O3 0,1N
K2Cr2O7
KI
HCl
Indikator kanji
2. Titrasi Nitrimetri (Penetapan Kadar Sulfadiazin)
Sulfadiazine
Aqua dest
HCl pekat
KBr
Indikator metilen biru
0,1%
Natrium nitrit (NaNO2 0,05 M)
Es balok + air
Asam sulfanilat
Amoniak
Indikator Tropeolin 0,1%
III.2 Cara Kerja
13
A. Titrasi Redoks
Standarisasi Na2S2O3 dengan Kalium bikromat
1. Ditimbang 100 mg K2Cr2O7 lalu dimasukkan ke labu ukur 50 ml
tepatkan volumenya dengan air
2. Dari larutan diatas dipipet 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu
asah, ditambahkan 250 mg KI dan 2 ml HCl 6 N titer dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga warna kuning muda
3. Lalu ditambahkan indikator kanji hingga warna biru
4. Larutan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai titik akhir titrasi
tidak berwarna (biru lembayung)
Penetapan kadar Vitamin C
1. Vitamin C ditimbang sebanyak 100 mg, lalu dilarutkan dalam 6 ml
air bebas CO2 yang dibuat dengan mendidihkan air sehingga CO2
menguap
2. Kedalam campuran diatas ditambahkan 1,5 ml H2SO4 0,1 N dan 15
ml I2 0,1 N
3. Lalu dititrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning,
setelah itu ditambahkan indikator kanji hingga larutan berwarna
biru
4. Titrasi dilanjutkan hingga titik akhir titrasi yaitu larutan berwarna
bening.
B. Titrasi Nitrimetri
Standarisasi NaNO2 0,05 M dengan Asam Sulfanilat
1. Ditimbang sebanyak 100 mg asam sulfanilat dimasukkan kedalam
labu ukur lalu dilarutkan dengan 10 ml air dan teteskan amoniak
sampai sampel melarut
2. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl p dan 1 gram KBr lalu
ditambahkan air hingga 100 ml
14
3. Dari larutan tersebut dipipet 10 ml dan ditambahkan indikator
campur lalu dititrasi dengan NaNO2 hingga titik akhir titrasi yaitu
larutan berwarna biru toska.
Penetapan kadar sulfadiazine
1. Sebanyak 100 mg sulfadiazine dilarutkan dalam 20 ml air dan
ditambahkan 10 ml HCl p serta 1 g KBr dan ditambahkan air
dalam labu ukur hingga 100 ml
2. Dari larutan diatas dipipet sebanyak 10 ml larutan sampel, lalu
didinginkan dalam campuran es dan air hingga suhu antara 0o – 5o
3. Setelah sampel memenuhi suhu standar ditambahkan 5 tetes
indikator tropealin 0,1% dan 3 tetes indikator metil biru 0,1%
4. Dititrasi dengan NaNO2 hingga titik akhir titrasi yaitu larutan
berwarna biru toska.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
1. Penetapan Kadar vitamin C dengan metode Iodimetri (Titrasi Tidak langsung)
Standarisasi Na2S2O3 dengan Kalium Bikromat
Reaksi:
Cr2O7 + 10H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O
(I2 + 2e 2I- ) x 3
(2S2O32- S2O4
2- + 2e ) x 3
(2I- I2 + 2e) x 3
Cr2O7 + 10H+ + 6S2O32- 2Cr3+ + 7H2O + 3S2O4
2-
(Bst K2Cr2O7 = 1/6 x BM K2Cr2O7)
Data hasil standarisasi:
V1 = 2,75 ml
V2 = 2,50 ml
Vrata = 2,625 ml
Bst K2Cr2O7 = 1/6 x 294,18 = 49,03
Berat K2Cr2O7 = 253 mg
Faktor Pengenceran = 250/10 = 25
Jadi Normalitas Na2S2O3 adalah :
Mg K2Cr2O7
N = ml titran x Bst K2Cr2O7 x fp
253N =
2,625 x 49,03 x 25
N = 253/3217,59 = 0,0786 N
16
Analisis Kadar Vitamin C
Reaksi: (Titrasi Tidak Langsung/Titrasi Kembali)
C6H8O6 C6H6O6 + 2H+ + 2e
I2 + 2e 2I-
2S2O32- S4O6
2- + 2e
I2 + 2e 2I-
C6H8O6 + 2I2 + 2S2O32- C6H6O6 + 2H+ + 4I- + S4O6
2-
(Bst vit.C = 1/2 x BMvit.C)
Data Hasil Praktikum:
Volume titran Na2S2O3 0,0786 N = 1,75 ml
Berat Vitamin C = 101,9 mg
Volume I2 0,1 N = 15 ml
Bst vit.C = 1/2 x BM = 1/2 x 176,13 = 88,065
Pada titik akhir titrasi :
mgrek Vit.C = mgrek I2 – mgrek Na2S2O3
= (mlI2 x NI2) – (ml titran x Nstd)
= (15 x 0,1) – (1,75 x 0,0786)
= 1,5 – 0,13755
= 1,36245 mgrek
17
Sebelum dilakukan titrasi larutan berwarna coklat
Setelah dititrasi dengan natrium tiosulfat warna larutan menjadi biru pudar.
Maka mg Vitamin C stelah dititrasi adalah :
Mg Vit.C = mgrek Vit C x Bst vit C
= 1,36245 x 88,065
= 119,98 mg
Jadi kadar vitamin C hasil pengujian adalah :
Kadar Vit.C = Berat Vit.C titrasi/berat Vit.C awal x 100%
= 119,98/101,9 x 100%
= 1,17743 x 100%
= 117,743 %
= 117,74 %
2. Penetapan Kadar sulfadiazine dengan metode nitrimetri (Titrasi Langsung)
Standarisasi NaNO2 0,05 M dengan Asam sulfanilat
V1 = 1,15 ml
V2 = 1,1 ml
Vrata = 1,125 ml
BM Asam Sulfanilat = 191,02
Mg Asam Sulfanilat = 100,8 mg
Faktor pengenceran = 100/10 = 10
Jadi molaritas standarisasi dari NaNO2 adalah :
Mg As.sulfanilatM =
ml titran x BM as.sulfanilat x fp
100,8M =
1,125 x 191,02 x 10
M = 100,8/2148,975 = 0,0469 M
Reaksi yang terjadi :
NaNO2 + HCl NaCl + HONO
NH2C6H5SO3H + HONO + 2HCl N2ClC6H5SO3 + 2H2O
(asam Sulfanilat) (garam diazonium)
18
N
NNH2
SO2NH
NH2
SO2NH
N=N Cl
Analisis Kadar Sulfadiazin
Volume titran = 0,65 ml
M NaNO2 = 0,0469 M
Factor pengenceran (fp) = 100/10 = 10
Mg sulfadiazine yang ditimbang (bobot awal) = 100,2 mg
Kesetaraan :
1 ml NaNO2 0,1 M setara dengan 25,027 mg Sulfadiazin
Jadi kadar sulfadiazine setelah dilakukan titrasi adalah :
Ml titran x Mstd/0,05 x kesetaraan x fpKadar Sulfadiazin = x 100%
Mg sulfadiazine awal
0,65 x 0,0469/0,1 x 25,027 x 10= x 100%
100,2
= 76,295/100,2 x 100%
= 76,14 %
Reaksi yang terjadi :
NaNO2 + HCl NaCl + HONO
+ HONO + 2HCl + 2H2O
(N-2-piridinil sulfanilamide)
(Sulfadiazine) (Garam diazonium sulfadiazine)
19
Sebelum dilakukan titrasi, larutan berwarna ungu
Sebelum dilakukan
titrasi, larutan berwarna ungu
Setelah dilakukan titrasi, larutan berwarna biru toska
Setelah dilakukan
titrasi, larutan berwarna biru
toska
IV.2 Pembahasan
Menetukan kemurnian suatu bahan baku obat dapat dilakukan dengan uji
kualitatif dan kuantitatif serta semi kuantitatif. Pada praktikum kali ini dilakukan
pengujian kemurnian suatu bahan baku obat secara kuantitatif yaitu dengan
penetapan kadar berdasarkan titrasi iodimetri dan titrasi nitrimetri. Penetapan
kadar secara iodimetri dilakukan pada sampel bahan baku yaitu vitamin C,
sedangkan penetapan kadar secara titrasi nitrimetri dilakukan terhadap sampel
bahan baku yaitu sulfadiazine.
Pada analisis kadar vitamin C dengan metode iodimetri dilakukan secara
titrasi tidak langsung, dimana menggunakan 2 penitar yaitu I2 dan natrium
tiosulfat. Disini vitamin C akan bereaksi terlebih dahulu dengan I2 sehingga
membentuk warna jingga kecoklatan. Kelebihan I2 akan dititrasi dengan natrium
tiosulfat yang bila telah terbentuk warna kuning muda baru ditambahkan indikator
kanji sehingga warna larutan menjadi biru, kemudian titrasi dilanjutkan hingga
warna larutan bening yang menunjukan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukannya
penetapan kadar ini terlebih dahulu natrium tiosulfat distandarisasi dengan kalium
bikromat. Standarisasi ini dilakukan pada suasana asam dengan penambahan HCl
dan penambahan KI berfungsi sebagai stabilator serta mempercepat terjadinya
reaksi, KI juga akan bereaksi dengan ion tiosulfat sehingga dapat memudarkan
warna ion oleh ion tiosulfat. Indikator ditambahkan setelah larutan kalium
bikromat dititrasi dengan natrium tiosulfat sehingga membentuk larutan berwarna
kuning muda/pucat, dan setelah penambahan indikator kanji ini maka akan
terbentuk larutan berwarna biru tua dan titrasi kembali dengan natrium tiosulfat
sampai larutan berwarna biru lembayung. Pada proses standarisasi ini ion
bikromat akan tereduksi menjadi ion chromium , sedangakn ion tiosulfat akan
teroksidasi menjadi ion tetrationat akibat bereaksi dengan iod. Karena reaksi
tersebut warna iod akan dihilangkan dengan penambahan natrium tiosulfat. Dari
titrasi standarisasi ini diperoleh normalitas natrium tiosulfat yang sebenarnya
adalah 0,0786 N. Analisis penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan
melarutkan sampel dalam air bebas CO2 karena dengan adanya CO2 larutan akan
teroksidasi dengan cepat sebelum dilakukannya titrasi dalam suasana asam (asam
20
sulfat). Dari proses analsis ini diperoleh kadar vitamin C yaitu sebesar 117,74 %.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemurnian bahan baku vitamin C yang dianalisis
tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam Farmakope Indonesia
edisi IV tahun 1995 yaitu asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0%
dan tidaj lebih dari 100,5% C6H8O6. Ada beberapa factor yang mempengaruhi
kemurnian dari vitamin C hasil analisis ini yaitu karena penyimpanan yang kurang
tepat sehingga vitamin C akan teroksidasi sehingga kadarnyapun akan berkurang,
saat melakukan titrasi suasana titrasi tidak dijaga dengan tepat dimana tidak
ditutupnya larutan uji dengan alumunium foil dalam erlemeyer atau penggunaan
labu asah dengan tutup. Atau dapat juga dikarenakan penentuan titik akhir titrasi
yang kurang tepat.
Penetapan kadar sulfadiazine yang dilakukan dengan titrasi nitrimetri
menggunakan peniter yaitu natrium nitrit. Titrasi harus dilakukan pada suasana
asam agar NaNO2 dapat diubah menjadi HNO2 sehingga pembentukan garam
diazonium dapat terjadi. Titrasi nitrimetri sering disebut juga titrasi diazonium
yakni titrasi untuk mengidentifikasi gugus amina dari suatu senyawa. Sebelum
dilakukan titrasi penetapan kadar sulfadiazine terlebih dahulu dilakukan
standarisasi terhadap larutan peniter yaitu natrium nitrit. Standarisasi natrium
nitrit dilakukan dengan asam sulfanilat. Asam sulfanilat sendiri merupakan
senyawa yang mempunyai gugus amina primer dalam strukturnya sehingga dapat
digunakan sebagai zat untuk standarisasi. Titrasi dilakukan dengan penambahan
indikator dalam yaitu trofeolin 0,1% dan metil biru 0,1%. Titik akir titrasi
dintandai dengan berubahnya warna larutan dari merah keunguan menjadi biru
toska. Setelah proses standarisasi ini diperolehlah molaritas natrium nitirit yang
sebenarnya adalah 0,0469 M. penetapan kadar sulfadiasin dilakukan dengan
melarutkan sulfa dalam 20 ml lalu ditetesi dengan ammonia sampai sampel
melarut. Hal ini dilakukan karena sulfa diazin tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol dan dalam aseton, tetapi mudah larut dalam asam mineral encer
serta larutan alkali hidroksida, yaitu digunakan ammonia. Pada saat melakukan
titrasi ini, suhu harus antara 5-150C. walaupun sebenarnya pembentukan garam
diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada praktikum
21
ini dilakukan titrasi pada suhu 60C dan digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi
tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi karena HNO2 yang terbentuk akan
menguap pada suhu tinggi, garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi
fenol. Titrasi ini juga digunakan indikator dalam yaitu campuran trofeolin dan
metilen biru (5:3). Titik akhir titrasi juga ditandai dengan terjadinya perubahan
warna larutan dari ungu menjadi biru toska. Dari hasil analisis ini diperoleh kadar
sulfadiazine adalah 76,14%. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahan baku
sulfadiazine titik memenuhi persyaratan kemurniannya seperti yang tertera dalam
Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 yaitu sulfadiazine mengandung tidak
kurang dari 99,0% C10H10N4O2S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Ketiksesuaian ini dapat dikarena berbgai factor misalnya kurang tepatnya
penentuan titik akhir titrasi baik saat proses standarisasi ataupun penetapan kadar
sulfadiazine. Dapat juga diakibatkan karena pengaruh suhu saat titrasi sehingga
garam diazonium tidak terbentuk secara maksimal.
22
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Jadi kedua sampel yaitu vitamin C dan sulfadiazine yang diuji tidak
memenuhi persyaratan kemurniannya menurut Farmakope Indonesia edisi III dan
IV. Dimana pada penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri diperoleh
kadarnya sebesar 117,74% sedangkan pada penetapan kadar sulfadiazine dengan
metose nitrimetri diperoleh kadar sulfadiazine sebesar 76,14%. Ini berarti kadar
vitamin C yang kita uji melebihi batas yang tertera dalam Farmakope Indonesia
edisi IV dan kadar sulfadiazine yang diuji kurang dari ketentuan yang tertera
dalam farmakope Indonesia edisi III.
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Jakarta : Departemen Kesehatan
republic Indonesia.
Anonim. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”. Jakarta : Departemen Kesehatan
republic Indonesia.
Indigomorie. 2010. “Titrasi Redoks’. Sumber : http://kimiaanalisa.web.id/titrasi-
redoks/. diakses tanggal : 15 Desember 2011, jam 20.22
Zulfikar. 2010. “Titrasi Nitrimetri”. Sumber:
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-
analisis/titrasi-nitrimetri/. Diakses tanggal : 15 Desember2011 jam: 20.25
Zulfikar. 2010. “Titrasi Redoks”. Sumber:
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-
analisis/titrasi-redoks/. diakses tanggal : 15 Desember 2011. Jam 20.45
Septyaningrum, Riana. 2009.”Definisi Iodimetri” . Sumber: http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/iodimetri/definisi-iodimetri/. Diakses
tanggal: 15 desember 2011, jam: 20.35
Anonym.2011. “Kimia Farmasi Analisis : Titrasi Nitrimetri”. Sumber:
http://malapharmacheticalword.blogspot.com/2011/03/kimia-farmasi-analisis-
2nitrimetri.html. diakses tanggal: 15 desember 2011, jam : 21.02
24