36
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seorang farmasis dituntun untuk menguasasi berbagai metode yang digunakan untuk menetapkan kadar maupun pembakuan suatu bahan atau menganalisis senyawa obat salah satunya adalah dengan titrasi nitrimetri yang termasuk kedalam titrasi volumetric dan titrasi iodimetri yang termasuk kedalam titrasi redoks. Nitrimetri umumnya digunakan sebagai penentuan sebagian besar obat sulfonamida dan obat-obat lain sesui penggunaannya. Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I 2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodide Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap suatu senyawa dengan menggunakan peniter sehingga terjadi reduksi dan oksidasi dalam proses titrasi tersebut. Terjadinya reaksi inilah yang akan menentukan titik akhir titrasi yang diperjelas dengan penambahan indikator. Salah satu penerapan titrasi redoks adalah titrasi iodimetri. Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium 1

Analisis Nitritometri dan Redoks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum Kimia Farmasi Analisis

Citation preview

Page 1: Analisis Nitritometri dan Redoks

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seorang farmasis dituntun untuk menguasasi berbagai metode yang

digunakan untuk menetapkan kadar  maupun pembakuan suatu bahan atau

menganalisis senyawa obat salah satunya adalah dengan titrasi nitrimetri yang

termasuk kedalam titrasi volumetric dan titrasi iodimetri yang termasuk kedalam

titrasi redoks. Nitrimetri umumnya digunakan sebagai penentuan sebagian besar

obat sulfonamida dan obat-obat lain sesui penggunaannya. Iodimetri merupakan

titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang

pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau

terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodide

Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap suatu senyawa dengan

menggunakan peniter sehingga terjadi reduksi dan oksidasi dalam proses titrasi

tersebut. Terjadinya reaksi inilah yang akan menentukan titik akhir titrasi yang

diperjelas dengan penambahan indikator. Salah satu penerapan titrasi redoks

adalah titrasi iodimetri.

Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif dengan

menggunakan larutan baku natrium nitrit..Nitritometri disebut juga dengan

metode titrasi diazotasi. Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan kadarnya

dengan metode nitritometri diantaranya adalah penisilin dan sulfamerazin.

Penetapan kadar senyawa ini dilakukan untuk mengetahui kemurnian zat tersebut

dalam satu sample.

Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan gugusan

amino aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai untuk penetapan

sulfanilamida dan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugus amino

aromatis.

Metode nitritometri antara lain sulfamerazin, sulfadiazine, sulfanilamide.

Senyawa-senyawa ini dalam farmasi  sangat bermanfaat seperti sulfanilamide

1

Page 2: Analisis Nitritometri dan Redoks

sebagai antimikroba. Melihat kegunaannya tersebut, maka percobaan ini perlu

dilakukan.

Analisis titrimetri adalah pemeriksaan atau penentuan sesuatu bahan

dengan teliti. Analisis ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu analisis kuantitatif

dan analisis kulitatif. Analisis kulitatif adalah pemeriksaan sesuatu berdasarkan

komposisi atau kualitas, sedangkan analisisi kuantitatif adalah pemeriksaan

berdasarkan jumlahnya atau kuantitinya . Pada saat ini yang dibahas hanyalah

analisis kuantitatif. Salah satu cara analisis kuntitatif adalah titirimetri, yaitu

analisis penentuan konsentrasi dengan mengukur volume larutan yang akan

ditentukan konsentrasinya dengan volume larutan yang telah diketahui

konsentrasinya dengan teliti atau analisis yang berdasarkan pada reaksi kimia.

Reaksi pada penentuan ini harus berlangsung secara kuantitatif.

.

I.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah

1. Mengetahui kemurnian dari suatu bahan baku vitamin C dengan penetapan

kadar vitamin C dengan metode iodimetri berdasarkan titrasi redoks

2. Mengetahui kemurnian dari suatu bahan baku sulfadiazine dengan

penetapan kadar sulfadiazine dalam suatu bahan baku berdasarkan titrasi

nitrimetri

3. Mengetahui teknik analisis secara titrasi redoks dan titrasi nitrimetri

2

Page 3: Analisis Nitritometri dan Redoks

BAB II

PUSTAKA

II.1 Titrasi Redoks

Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk

zat anorganik maupun organik.

Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi

redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu

titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan

indikator.

Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi

redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri

danm permanganometri.

1. Iodimetri dan Iodometri

Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa

iodine dengan natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan

oleh reaksi dibawah ini :

I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt

Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan

amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi

diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau

amilopektin.

Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan

titrasi iodimetri. Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara

menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine,

dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine

secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan

indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan

yang berwarna ungu jika mengandung iodine.

3

Page 4: Analisis Nitritometri dan Redoks

2. Permanganometri

Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan

standar Kalium permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam

suasana asam maupun dalam suasana basa. Dalam suasana asam, kalium

permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan persamaan reaksi :

MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O

Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan

oksidasinya, maka berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya

seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.

Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam

sulfat, dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.

Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk

larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan

permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat

dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam

N-fenil antranilat.

Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam

analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan.

Pertama-tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang

sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan

penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui

titik akhir titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa

Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau

penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi

dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida .Iodimetri

adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar. Dalam reaksi redoks harus selalu ada

oksidator dan reduktor ,sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya 

(melepaskan electron ), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang

atau turun (menangkap electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun

4

Page 5: Analisis Nitritometri dan Redoks

reduktor saja. Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2

tereduksi menjadi ion iodida :

A ( Reduktor ) + I2 →       A ( Teroksidasi ) + 2 I -

Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat

yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah

amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .

I2 + 2 e - →   2 I-

Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25 ◦C ,

namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk

kompleks triiodida dengan iodida :

I2 + I- →   I3-

Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan hipoiodit :

I2 + H2O  →        HIO + H+ + I-

Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian

HIO oleh cahaya matahari .

2HIO      →     2 H+ + 2 I- +O2 (g)

Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sendiri sebagai

indikator. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung pada pelarut seperti

CCl4 atau kloroform, dan kadang-kadang itu digunakan untuk mendeteksi titik akhir.

Namun lebih lazim digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati-

iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan

sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida .

Molekul iod diikat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji.

Larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil , sehingga perlu distandarisasi

berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna, karena

itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain

dengan mengatur pH atau dengan menambahkan bahan pengkompleks.

5

Page 6: Analisis Nitritometri dan Redoks

Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3 . selain itu bahan baku

primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH tengah, Berdasarkan reaksi :

I2 + 2 e- →     2 I- E◦= 0,536 volt

H3AsO3 + H2O  →    H3AsO4 + 2 H+ + 2 e- E◦= 0, 559 volt

———————————————————————–

H3AsO3 + H2O + I2 H3 →    AsO4 + 2 H+ + 2 I- E◦= -0,023 volt

Reaksi diatas menunjukkan, bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk

mengoksidasi H3AsO4 . Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi , maka

kesetimbangan digeser kekanan ( H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan yang

berkelebihan OH- itu) . Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan 9, tidak terlalu basa ,

karena akan mendorong disproporsional I2 terlalu banyak .Untuk mengatur pH tersebut,

larutan yang agak asam dijenuhi dengan NaHCO3 yang akan menghasilkan penahan

dengan pH antara 7 dan 8.

II.2 Titrasi Nitrimetri

Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni metode

penetapan kadar secara kuantitatif dengan mengunakan larutan baku natrium

nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni reaksi antara amina

aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam

diazonium. Nitrimetri adalah suatu cara penetapan kadar, suatu zat dengan larutan

nitrit.

Titrasi nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa

senyawa-senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer.

Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic)

dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam diazonium. Reaksi

ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang berlangsung dalam

dua tahap seperti dibawah ini :

NaNO2 + HCl → NaCl + HONO

Ar- NH2 + HONO + HCl → Ar-N2Cl + H2O

6

Page 7: Analisis Nitritometri dan Redoks

Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang

terbentuk mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen.

Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat

dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.

Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam

diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat

dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.

Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna

dari pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar. Kelebihan asam

nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat

berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan

mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru.

Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit.

Reaksi perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :

KI +HCl → KCl + HI

2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O

I2 + Kanji yod (biru)

Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin

dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat

ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina sebagai indikator

elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai elektroda acuan.

Prinsip Titrasi Nitrimetri

Adapun prinsip adalah reaksi diazotasi yaitu sebagai berikut :

1. Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatic primer

(amin aromatic sekuder dan gugus nitro aromatic);

2. Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik sekunder

3. Pembentukan senyawa azidari gugus hidrazida dan

4. Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya nitrasi

dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana asam.

7

Page 8: Analisis Nitritometri dan Redoks

Contoh zat yang memiliki gugu amin aromatic primer misalnya

benzokain, sulfa; yang mempunyai gugus amin alifatis  misalnya Na siklamat;

yang memiliki gugus hidrazida misalnya INH; yang memiliki gugus amin

aromatis sekunder adalah parasetamol, fenasetin, dan yang memiliki  gugus

nitroaromatik adalah kloramfenikol.

Hal-hal yang diperhatikan dalam nitrimetri  

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nitrimetri adalah :

a. Suhu

Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-150C. walaupun

sebenarnya pembentukan garam diazonium berlangsung pada suhu

yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada temperature 5-150C digunakan

KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam suhu

tinggi karena :

HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi.

Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi

fenol.

b. Keasaman

Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk

mengubah NaNO2 menjadi HNO2 dan pembentukan garam diazonium.

c. Kecepatan reaksi

Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar reaksi

sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahan-lahan dan dengan

pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada awal titrasi kira-kira 1

ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit.

8

Page 9: Analisis Nitritometri dan Redoks

Indicator Nitrimetri

Untuk menentukan titik akhir titrasi nitrimetri dapat digunakan 2 indikator

yaitu:

a. Indikator dalam

Yaitu indicator yang digunakan dengan cara memasukkan

indicator tersebut ke dalam larutan yang akan akan dititrasi, contohnya

tropeolin 00 dan metilen blue (5 : 3).

Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen

biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna

merah dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh

adanya kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai

pengkontras warna sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi

perubahan dari ungu menjadi biru sampai hijau tergantung senyawa

yang dititrasi.

b. Indikator luar

Dimasukkan asam Sulfanilat ke dalam Erlenmeyer usahakan

terlokalisasi pada satu titik, agar tidak diperlukan banyak ammonia

untuk melarutkannya. Setelah asam sulfanilat larut, larutan kemudian

diasamkan dengan HCI 25% sampai pH 2, karena asam nitrit terbentuk

pada suasana asam. Kemudian tembahan KBr, yang pada titrasi

nitrimetri diperlukan sebagai :

1. Katalisator, yaitu untuk mempercepat reaksi karena KBr dapat

mengikat NO2 membentuk nitrosobromid, yang akan meniadakan

teaksi tautomerasi dari bentuk keto dan langsung membentuk

fenol.

2. Stabilisator, yaitu untuk mengikat NO2 agar asam nitrit tidak

terurai atau menguap.

Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat

pula menggunakan kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada

pasta atau kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi

9

Page 10: Analisis Nitritometri dan Redoks

iodide menjadi iodium dan dengan adanya kanji-iodida ini peka

terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan.

Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang

dititrasi pada pasta kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan

terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa

saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi

iodide oleh udara (O2) menurut reaksi :

4KI + 4HCI + O2      2H2O + 212 + 4 KCI

I2 + Kanji      kanji iod (biru)

Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir

titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit.

Pemakaian kedua indicator ini ternyata memiliki kekuarangan. Pada

indicator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang diperlukan, sebab

kalau tidak tahu perkiraan jumlah titra yang dibutuhkan, maka sering melakukan

pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi atau belum. Di samping itu,

kalau sering melakukan pengujian, dikhawatirkan akan banyak larutan yang

dititrasi (sampel) yang hilang pada saat pengujian titik akhir sementara itu pada

pemakaian indicator dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali

untuk mengatasi hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara

potensiomerti.

Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan berat

molekulnya karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam nitrit dan

menghasilkan 1 mol garam diazonium. Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri,

konsentrasi larutan baku sering dinyatakan dengan molitas (M) karena

maloritasnya sama dengan normalitasnya.

Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat menggunakan

indicator luar, indicator dalam, dan secara potensiometri.

10

Page 11: Analisis Nitritometri dan Redoks

Metode Potensiometri

Metode yang beik untuk penetapan titik akhir nitrimetri adalah metode

potensiometri dengan menggunakan electrode kolomelplatina yang dicelupkan ke

dalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi (adanya kelebihan asam nitrit), akan

terjadi depolarisasi elektoda sehingga akan terjadi perubahan arus yang sangat

tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0,90 Volt. Metode ini sangat cocok untuk

sampel dalam bentuk sediaan sirup yang berwarna.

Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :

Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus amin

aromatis primer bebas seperti selfamilamid.

Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin aromatic

terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil sulfatiazol

dan parasetamol.

Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic yang

terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis

lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk

selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam

membentuk garam diazonium.

Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis seperti

kloramfenikol.

Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya secara

nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan senyawa amin

aromatis primer.

Kloramfenikol yang mepunyai gugus nitro aromatis direduksi terlebih

dahulu dengan Zn/HCI untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer yang

bebas yang selanjutnya bereaksi dengan asam nitric untuk membentuk garam

diazonium. Pada penetapan kloramfenikol reaksi yang terjadi seperti dalam

gambar 7.14. Dalam farmakope Indonesia, titrasi diazotasi digunakan untuk

menetapkan kadar: benzokain; primakuin fosfat dan sediaan tabletnya; prokain

HCI;sulfasetamid;natriumsulfasetamid;sulfametazin;selfadoksin;sulfametoksazl;te

trakain; dan tetrakain SCI.

11

Page 12: Analisis Nitritometri dan Redoks

Penggunaan suatu zat warna azo sebagai indikator - metil jingga

Senyawa Azo berisi sistem yang sangat terdelokalisasi elektron yang

mengambil di kedua cincin benzena dan atom nitrogen dua menjembatani cincin.

The delokalisasi juga dapat diperluas pada hal-hal yang melekat pada cincin

benzena juga.

Jika cahaya putih jatuh pada salah satu molekul, beberapa panjang

gelombang yang diserap oleh elektron terdelokalisasi. Warna yang Anda lihat

adalah hasil dari panjang gelombang non-diserap. Kelompok-kelompok yang

memberikan kontribusi pada delokalisasi (dan sehingga untuk penyerapan cahaya)

dikenal sebagai sebuah kromofor.

Memodifikasi kelompok hadir dalam molekul dapat memiliki efek pada

cahaya diserap, dan sebagainya pada warna yang Anda lihatAnda dapat

mengambil keuntungan dari hal ini dalam indikator. Metil oranye adalah zat

warna azo yang ada dalam dua bentuk tergantung pada pH.

Zat Warna Azo

Zat warna azo adalah senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah

tekstil, yaitu sekitar 60 % - 70 %. Senyawa azo memiliki struktur umum

R─N═N─R’, dengan R dan R’ adalah rantai organik yang sama atau berbeda.

Senyawa ini memiliki gugus ─N═N─ yang dinamakan struktur azo. 

Nama azo berasal dari kata  azote, merupakan penamaan untuk nitrogen bermula

dari bahasa Yunani a (bukan) + zoe (hidup). Untuk membuat zat warna azo ini

dibutuhkan zat antara yang direaksikan dengan ion diazonium.

Senyawa azo dapat berupa senyawa aromatik atau alifatik. Senyawa azo

aromatik bersifat stabil dan mempunyai warna menyala. Senyawa azo alifatik

seperti dimetildiazin (Gambar 2) lebih tidak stabil. Dengan kenaikan suhu atau

iradiasi, ikatan nitrogen dan karbon akan pecah secara simultan melepaskan gas

nitrogen dan radikal. Dengan demikian, beberapa senyawa azo alifatik digunakan

sebagai  inisiator radikal.

12

Page 13: Analisis Nitritometri dan Redoks

BAB III

METODELOGI

III.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

Buret 25 ml

Labu asah

Pipet gondok 10 ml

Labu ukur 100 ml

Labu ukur 250 ml

Labu ukur 1000 ml

Batang pengaduk

Beaker glass

Corong kaca

Kertas saring

Allumunium voil

Statif

Bahan yang digunakan :

1. Titrasi Redoks (Penetapan Kadar Vitamin C)

Serbuk vitamin C

(bahan baku)

Air bebas CO2

H2SO4 0,1 N

I2 0,1 N

Na2S2O3 0,1N

K2Cr2O7

KI

HCl

Indikator kanji

2. Titrasi Nitrimetri (Penetapan Kadar Sulfadiazin)

Sulfadiazine

Aqua dest

HCl pekat

KBr

Indikator metilen biru

0,1%

Natrium nitrit (NaNO2 0,05 M)

Es balok + air

Asam sulfanilat

Amoniak

Indikator Tropeolin 0,1%

III.2 Cara Kerja

13

Page 14: Analisis Nitritometri dan Redoks

A. Titrasi Redoks

Standarisasi Na2S2O3 dengan Kalium bikromat

1. Ditimbang 100 mg K2Cr2O7 lalu dimasukkan ke labu ukur 50 ml

tepatkan volumenya dengan air

2. Dari larutan diatas dipipet 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu

asah, ditambahkan 250 mg KI dan 2 ml HCl 6 N titer dengan

Na2S2O3 0,1 N hingga warna kuning muda

3. Lalu ditambahkan indikator kanji hingga warna biru

4. Larutan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai titik akhir titrasi

tidak berwarna (biru lembayung)

Penetapan kadar Vitamin C

1. Vitamin C ditimbang sebanyak 100 mg, lalu dilarutkan dalam 6 ml

air bebas CO2 yang dibuat dengan mendidihkan air sehingga CO2

menguap

2. Kedalam campuran diatas ditambahkan 1,5 ml H2SO4 0,1 N dan 15

ml I2 0,1 N

3. Lalu dititrasi dengan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning,

setelah itu ditambahkan indikator kanji hingga larutan berwarna

biru

4. Titrasi dilanjutkan hingga titik akhir titrasi yaitu larutan berwarna

bening.

B. Titrasi Nitrimetri

Standarisasi NaNO2 0,05 M dengan Asam Sulfanilat

1. Ditimbang sebanyak 100 mg asam sulfanilat dimasukkan kedalam

labu ukur lalu dilarutkan dengan 10 ml air dan teteskan amoniak

sampai sampel melarut

2. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl p dan 1 gram KBr lalu

ditambahkan air hingga 100 ml

14

Page 15: Analisis Nitritometri dan Redoks

3. Dari larutan tersebut dipipet 10 ml dan ditambahkan indikator

campur lalu dititrasi dengan NaNO2 hingga titik akhir titrasi yaitu

larutan berwarna biru toska.

Penetapan kadar sulfadiazine

1. Sebanyak 100 mg sulfadiazine dilarutkan dalam 20 ml air dan

ditambahkan 10 ml HCl p serta 1 g KBr dan ditambahkan air

dalam labu ukur hingga 100 ml

2. Dari larutan diatas dipipet sebanyak 10 ml larutan sampel, lalu

didinginkan dalam campuran es dan air hingga suhu antara 0o – 5o

3. Setelah sampel memenuhi suhu standar ditambahkan 5 tetes

indikator tropealin 0,1% dan 3 tetes indikator metil biru 0,1%

4. Dititrasi dengan NaNO2 hingga titik akhir titrasi yaitu larutan

berwarna biru toska.

15

Page 16: Analisis Nitritometri dan Redoks

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan

1. Penetapan Kadar vitamin C dengan metode Iodimetri (Titrasi Tidak langsung)

Standarisasi Na2S2O3 dengan Kalium Bikromat

Reaksi:

Cr2O7 + 10H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O

(I2 + 2e 2I- ) x 3

(2S2O32- S2O4

2- + 2e ) x 3

(2I- I2 + 2e) x 3

Cr2O7 + 10H+ + 6S2O32- 2Cr3+ + 7H2O + 3S2O4

2-

(Bst K2Cr2O7 = 1/6 x BM K2Cr2O7)

Data hasil standarisasi:

V1 = 2,75 ml

V2 = 2,50 ml

Vrata = 2,625 ml

Bst K2Cr2O7 = 1/6 x 294,18 = 49,03

Berat K2Cr2O7 = 253 mg

Faktor Pengenceran = 250/10 = 25

Jadi Normalitas Na2S2O3 adalah :

Mg K2Cr2O7

N = ml titran x Bst K2Cr2O7 x fp

253N =

2,625 x 49,03 x 25

N = 253/3217,59 = 0,0786 N

16

Page 17: Analisis Nitritometri dan Redoks

Analisis Kadar Vitamin C

Reaksi: (Titrasi Tidak Langsung/Titrasi Kembali)

C6H8O6 C6H6O6 + 2H+ + 2e

I2 + 2e 2I-

2S2O32- S4O6

2- + 2e

I2 + 2e 2I-

C6H8O6 + 2I2 + 2S2O32- C6H6O6 + 2H+ + 4I- + S4O6

2-

(Bst vit.C = 1/2 x BMvit.C)

Data Hasil Praktikum:

Volume titran Na2S2O3 0,0786 N = 1,75 ml

Berat Vitamin C = 101,9 mg

Volume I2 0,1 N = 15 ml

Bst vit.C = 1/2 x BM = 1/2 x 176,13 = 88,065

Pada titik akhir titrasi :

mgrek Vit.C = mgrek I2 – mgrek Na2S2O3

= (mlI2 x NI2) – (ml titran x Nstd)

= (15 x 0,1) – (1,75 x 0,0786)

= 1,5 – 0,13755

= 1,36245 mgrek

17

Sebelum dilakukan titrasi larutan berwarna coklat

Setelah dititrasi dengan natrium tiosulfat warna larutan menjadi biru pudar.

Page 18: Analisis Nitritometri dan Redoks

Maka mg Vitamin C stelah dititrasi adalah :

Mg Vit.C = mgrek Vit C x Bst vit C

= 1,36245 x 88,065

= 119,98 mg

Jadi kadar vitamin C hasil pengujian adalah :

Kadar Vit.C = Berat Vit.C titrasi/berat Vit.C awal x 100%

= 119,98/101,9 x 100%

= 1,17743 x 100%

= 117,743 %

= 117,74 %

2. Penetapan Kadar sulfadiazine dengan metode nitrimetri (Titrasi Langsung)

Standarisasi NaNO2 0,05 M dengan Asam sulfanilat

V1 = 1,15 ml

V2 = 1,1 ml

Vrata = 1,125 ml

BM Asam Sulfanilat = 191,02

Mg Asam Sulfanilat = 100,8 mg

Faktor pengenceran = 100/10 = 10

Jadi molaritas standarisasi dari NaNO2 adalah :

Mg As.sulfanilatM =

ml titran x BM as.sulfanilat x fp

100,8M =

1,125 x 191,02 x 10

M = 100,8/2148,975 = 0,0469 M

Reaksi yang terjadi :

NaNO2 + HCl   NaCl + HONO

NH2C6H5SO3H + HONO + 2HCl N2ClC6H5SO3 + 2H2O

(asam Sulfanilat) (garam diazonium)

18

Page 19: Analisis Nitritometri dan Redoks

N

NNH2

SO2NH

NH2

SO2NH

N=N Cl

Analisis Kadar Sulfadiazin

Volume titran = 0,65 ml

M NaNO2 = 0,0469 M

Factor pengenceran (fp) = 100/10 = 10

Mg sulfadiazine yang ditimbang (bobot awal) = 100,2 mg

Kesetaraan :

1 ml NaNO2 0,1 M setara dengan 25,027 mg Sulfadiazin

Jadi kadar sulfadiazine setelah dilakukan titrasi adalah :

Ml titran x Mstd/0,05 x kesetaraan x fpKadar Sulfadiazin = x 100%

Mg sulfadiazine awal

0,65 x 0,0469/0,1 x 25,027 x 10= x 100%

100,2

= 76,295/100,2 x 100%

= 76,14 %

Reaksi yang terjadi :

NaNO2 + HCl   NaCl + HONO

+ HONO + 2HCl + 2H2O

(N-2-piridinil sulfanilamide)

(Sulfadiazine) (Garam diazonium sulfadiazine)

19

Sebelum dilakukan titrasi, larutan berwarna ungu

Sebelum dilakukan

titrasi, larutan berwarna ungu

Setelah dilakukan titrasi, larutan berwarna biru toska

Setelah dilakukan

titrasi, larutan berwarna biru

toska

Page 20: Analisis Nitritometri dan Redoks

IV.2 Pembahasan

Menetukan kemurnian suatu bahan baku obat dapat dilakukan dengan uji

kualitatif dan kuantitatif serta semi kuantitatif. Pada praktikum kali ini dilakukan

pengujian kemurnian suatu bahan baku obat secara kuantitatif yaitu dengan

penetapan kadar berdasarkan titrasi iodimetri dan titrasi nitrimetri. Penetapan

kadar secara iodimetri dilakukan pada sampel bahan baku yaitu vitamin C,

sedangkan penetapan kadar secara titrasi nitrimetri dilakukan terhadap sampel

bahan baku yaitu sulfadiazine.

Pada analisis kadar vitamin C dengan metode iodimetri dilakukan secara

titrasi tidak langsung, dimana menggunakan 2 penitar yaitu I2 dan natrium

tiosulfat. Disini vitamin C akan bereaksi terlebih dahulu dengan I2 sehingga

membentuk warna jingga kecoklatan. Kelebihan I2 akan dititrasi dengan natrium

tiosulfat yang bila telah terbentuk warna kuning muda baru ditambahkan indikator

kanji sehingga warna larutan menjadi biru, kemudian titrasi dilanjutkan hingga

warna larutan bening yang menunjukan titik akhir titrasi. Sebelum dilakukannya

penetapan kadar ini terlebih dahulu natrium tiosulfat distandarisasi dengan kalium

bikromat. Standarisasi ini dilakukan pada suasana asam dengan penambahan HCl

dan penambahan KI berfungsi sebagai stabilator serta mempercepat terjadinya

reaksi, KI juga akan bereaksi dengan ion tiosulfat sehingga dapat memudarkan

warna ion oleh ion tiosulfat. Indikator ditambahkan setelah larutan kalium

bikromat dititrasi dengan natrium tiosulfat sehingga membentuk larutan berwarna

kuning muda/pucat, dan setelah penambahan indikator kanji ini maka akan

terbentuk larutan berwarna biru tua dan titrasi kembali dengan natrium tiosulfat

sampai larutan berwarna biru lembayung. Pada proses standarisasi ini ion

bikromat akan tereduksi menjadi ion chromium , sedangakn ion tiosulfat akan

teroksidasi menjadi ion tetrationat akibat bereaksi dengan iod. Karena reaksi

tersebut warna iod akan dihilangkan dengan penambahan natrium tiosulfat. Dari

titrasi standarisasi ini diperoleh normalitas natrium tiosulfat yang sebenarnya

adalah 0,0786 N. Analisis penetapan kadar vitamin C dilakukan dengan

melarutkan sampel dalam air bebas CO2 karena dengan adanya CO2 larutan akan

teroksidasi dengan cepat sebelum dilakukannya titrasi dalam suasana asam (asam

20

Page 21: Analisis Nitritometri dan Redoks

sulfat). Dari proses analsis ini diperoleh kadar vitamin C yaitu sebesar 117,74 %.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemurnian bahan baku vitamin C yang dianalisis

tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam Farmakope Indonesia

edisi IV tahun 1995 yaitu asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0%

dan tidaj lebih dari 100,5% C6H8O6. Ada beberapa factor yang mempengaruhi

kemurnian dari vitamin C hasil analisis ini yaitu karena penyimpanan yang kurang

tepat sehingga vitamin C akan teroksidasi sehingga kadarnyapun akan berkurang,

saat melakukan titrasi suasana titrasi tidak dijaga dengan tepat dimana tidak

ditutupnya larutan uji dengan alumunium foil dalam erlemeyer atau penggunaan

labu asah dengan tutup. Atau dapat juga dikarenakan penentuan titik akhir titrasi

yang kurang tepat.

Penetapan kadar sulfadiazine yang dilakukan dengan titrasi nitrimetri

menggunakan peniter yaitu natrium nitrit. Titrasi harus dilakukan pada suasana

asam agar NaNO2 dapat diubah menjadi HNO2 sehingga pembentukan garam

diazonium dapat terjadi. Titrasi nitrimetri sering disebut juga titrasi diazonium

yakni titrasi untuk mengidentifikasi gugus amina dari suatu senyawa. Sebelum

dilakukan titrasi penetapan kadar sulfadiazine terlebih dahulu dilakukan

standarisasi terhadap larutan peniter yaitu natrium nitrit. Standarisasi natrium

nitrit dilakukan dengan asam sulfanilat. Asam sulfanilat sendiri merupakan

senyawa yang mempunyai gugus amina primer dalam strukturnya sehingga dapat

digunakan sebagai zat untuk standarisasi. Titrasi dilakukan dengan penambahan

indikator dalam yaitu trofeolin 0,1% dan metil biru 0,1%. Titik akir titrasi

dintandai dengan berubahnya warna larutan dari merah keunguan menjadi biru

toska. Setelah proses standarisasi ini diperolehlah molaritas natrium nitirit yang

sebenarnya adalah 0,0469 M. penetapan kadar sulfadiasin dilakukan dengan

melarutkan sulfa dalam 20 ml lalu ditetesi dengan ammonia sampai sampel

melarut. Hal ini dilakukan karena sulfa diazin tidak larut dalam air, agak sukar

larut dalam etanol dan dalam aseton, tetapi mudah larut dalam asam mineral encer

serta larutan alkali hidroksida, yaitu digunakan ammonia. Pada saat melakukan

titrasi ini, suhu harus antara 5-150C. walaupun sebenarnya pembentukan garam

diazonium berlangsung pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada praktikum

21

Page 22: Analisis Nitritometri dan Redoks

ini dilakukan titrasi pada suhu 60C dan digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi

tidak dapat dilakukan dalam suhu tinggi karena HNO2 yang terbentuk akan

menguap pada suhu tinggi, garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi

fenol. Titrasi ini juga digunakan indikator dalam yaitu campuran trofeolin dan

metilen biru (5:3). Titik akhir titrasi juga ditandai dengan terjadinya perubahan

warna larutan dari ungu menjadi biru toska. Dari hasil analisis ini diperoleh kadar

sulfadiazine adalah 76,14%. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahan baku

sulfadiazine titik memenuhi persyaratan kemurniannya seperti yang tertera dalam

Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 yaitu sulfadiazine mengandung tidak

kurang dari 99,0% C10H10N4O2S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Ketiksesuaian ini dapat dikarena berbgai factor misalnya kurang tepatnya

penentuan titik akhir titrasi baik saat proses standarisasi ataupun penetapan kadar

sulfadiazine. Dapat juga diakibatkan karena pengaruh suhu saat titrasi sehingga

garam diazonium tidak terbentuk secara maksimal.

22

Page 23: Analisis Nitritometri dan Redoks

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Jadi kedua sampel yaitu vitamin C dan sulfadiazine yang diuji tidak

memenuhi persyaratan kemurniannya menurut Farmakope Indonesia edisi III dan

IV. Dimana pada penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri diperoleh

kadarnya sebesar 117,74% sedangkan pada penetapan kadar sulfadiazine dengan

metose nitrimetri diperoleh kadar sulfadiazine sebesar 76,14%. Ini berarti kadar

vitamin C yang kita uji melebihi batas yang tertera dalam Farmakope Indonesia

edisi IV dan kadar sulfadiazine yang diuji kurang dari ketentuan yang tertera

dalam farmakope Indonesia edisi III.

23

Page 24: Analisis Nitritometri dan Redoks

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Jakarta : Departemen Kesehatan

republic Indonesia.

Anonim. 1995. “Farmakope Indonesia Edisi IV”. Jakarta : Departemen Kesehatan

republic Indonesia.

Indigomorie. 2010. “Titrasi Redoks’. Sumber : http://kimiaanalisa.web.id/titrasi-

redoks/. diakses tanggal : 15 Desember 2011, jam 20.22

Zulfikar. 2010. “Titrasi Nitrimetri”. Sumber:

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-

analisis/titrasi-nitrimetri/. Diakses tanggal : 15 Desember2011 jam: 20.25

Zulfikar. 2010. “Titrasi Redoks”. Sumber:

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/pemisahan-kimia-dan-

analisis/titrasi-redoks/. diakses tanggal : 15 Desember 2011. Jam 20.45

Septyaningrum, Riana. 2009.”Definisi Iodimetri” . Sumber: http://www.chem-is-

try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/iodimetri/definisi-iodimetri/. Diakses

tanggal: 15 desember 2011, jam: 20.35

Anonym.2011. “Kimia Farmasi Analisis : Titrasi Nitrimetri”. Sumber:

http://malapharmacheticalword.blogspot.com/2011/03/kimia-farmasi-analisis-

2nitrimetri.html. diakses tanggal: 15 desember 2011, jam : 21.02

24