Analisis PDB Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perekonomian Indonesia

Citation preview

PRODUK DOMESTIK BRUTO SISI PENGELUARAN (C, I, G, X, M) PADA TAHUN 1960-1973Berdasarkan data yang telah disajikan dalam bentuk grafik di atas, terlihat bahwa PDB Indonesia mulai pada tahun 1966 (memasuki masa orde baru) mengalami laju pertumbuhan yang meningkat drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di mana pada tahun sebelumnya yaitu periode 1960-1966 (Masa Orde Lama) perkiraan laju pertumbuhan PDB Indonesia hanya 1,90%, dan memasuki Masa Orde Baru pada periode (1966-1973) laju pertumbuhan PDB Indonesia telah memasuki masa-masa cemerlang dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 6%. Hal ini dapat dikatakan sebagai dampak pemberlakuan Repelita I dan repelita-repelita yang berikutnya. Pada Repelita I, pemerintah menekankan pada pembangunan sektor pertanian dan industri-industri terkait, seperti agroindustri. Pemerintah juga memfokuskan perhatian pada pembangunan-pembangunan industri yang dapat menghasilkan devisa lewat ekspor dan substitusi impor. Grafik 1.1 Tingkat Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDB (1960-1973)

Peningkatan PDB yang mengagumkan pada masa orde baru yang bermula pada tahun 1966 merupakan hasil kontribusi dari tingkat konsumsi rumah tangga (C) yang juga mengalami laju peningkatan setiap tahunnya. Dari grafik yang tersaji terlihat bahwa hampir setiap pergerakan dari laju PDB merupakan refleksi dari pergerakan tingkat konsumsi rumah tangga (C). Hal ini dikarenakan tingkat konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang paling besar terhadap hasil PDB pada tahun 1966-1973, di mana posisinya sebesar 63% dari PDB.Grafik 1.2 Tingkat Investasi terhadap PDB (1960-1973)

Kebijakan ekonomi pada Repelita I yang terpusat pada pembangunan industri-industri terlihat berakibat pada peningkatan di sektor investasi. Penurunan tingkat investasi terakhir terjadi pada tahun 1967. Dan berawal pada tahun 1968 tingkat investasi mulai mengalami peningkatan hingga tahun 1973. Hal ini memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan laju pertumbuhan PDB.Grafik 1.3 Tingkat Konsumsi Pemerintah terhadap PDB (1960-1973)

Berdasarkan pada grafik di atas, terlihat jelas bahwa sektor konsumsi pemerintah tidak mengalami trend pertumbuhan seperti hal nya tingkat konsumsi rumahtangga. Dari grafik tersebut nampak bahwa sektor konsumsi pemerintah hanya mengalami laju pergerakan yang hampir konstan di setiap tahunnya baik itu pada masa orde lama maupun memasuki masa orde baru. Kontribusi yang hanya sebesar 7% mengakibatkan pergerakan yang terjadi pada sektor ini hanya memiliki pengaruh yang sangat sedikit terhadap nilai PDB. Grafik 1.4 Tingkat Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (1960-1973)

Seperti halnya tingkat investasi, kebijakan Repelita I yang diterapkan oleh pemerintah juga memberikan dampak yang positif pada laju pertumbuhan tingkat ekspor barang dan jasa. Ini terlihat dengan adanya trend pertumbuhan positif sejak memasuki masa awal orde baru.Grafik 1.5 Tingkat Impor Barang dan Jasa terhadap PDB (1960-1973)

Pada periode ini, tingkat impor memiliki posisi peningkatan dan penurunan yang sama dengan tingkat ekspor. Sehingga menghasilkan kontribusi yang sama terhadap terhadap PDB, di mana kedua sektor ini masing-masing memiliki kontribusi sebesar 11% terhadap PDB.

PRODUK DOMESTIK BRUTO SISI PENGELUARAN (C, I, G, X, M) PADA TAHUN 1973-1983Peningkatan laju pertumbuhan PDB masih berlanjut sampai tahun 1983. Ini menunjukkan kesuksesan pembangunan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Peningkatan yang cukup besar memasuki tahun 1980an pada sektor konsumsi rumahtangga merupakan dampak dari peningkatan pendapatan per kapita. Walaupun sektor konsumsi mengalami peningkatan, akan tetapi kontribusinya terhadap PDB mengalami penurunan, di mana pada periode sebelumnya 63% namun pada periode kali ini hanya sebesar 45%. Ini terjadi karena sektor lainnya (I, G, X, dan M) mengalami peningkatan. Kebijakan Presiden Soeharto yang mengutamakan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta pertumbuhan ekonomi berdasarkan sistem ekonomi terbuka membuat kepercayaan pihak Barat terhadap prospek ekonomi Indonesia sangat besar. Sehingga terjadilah peningkatan pada sektor penanaman modal khususnya ketika memasuki tahun 1980an. Tidak hanya itu, akibat dari system ekonomi terbuka yang diterapkan, sektor impor barang dan jasa pun mengalami peningkatan yang cukup besar pada tahun 1981. Akan tetapi, akibatnya sektor ekspor mengalami penurunan yang bermula pada tahun 1979. Ini sepertinya disebabkan karena pada waktu itu barang hasil produksi dalam negeri masih belum mampu bersaing dengan barang yang ditawarkan Negara lain pada daerah ekspor yang dituju. Akibat kebijakan itu pula, sektor konsumsi pemerintah terus mengalami peningkatan di periode ini.

PRODUK DOMESTIK BRUTO SISI PENGELUARAN (C, I, G, X, M) PADA TAHUN 1983-1993Pada periode ini tingkat PDB masih dapat bertahan pada trend pertumbuhan yang positif walaupun terdapat beberapa sektor yang mengalami sedikit fluktuasi, seperti sektor penanaman modal, ekspor, dan impor. Ketiga sektor ini dapat dikatakan sebagai sektor yang saling memiliki keterkaitan yang besar. Sektor penanaman modal memang mengalami fluktuasi sepanjang periode ini, akan tetapi perannya sebagai kontributor PDB mengalami peningkatan sebesar 5% dibandingkan periode sebelumnya. Tidak hanya itu, dari grafik di atas terlihat bahwa sektor penanaman modal ini memberikan refleksi terhadap sektor ekspor. Sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan sektor penanaman modal pada periode ini memberikan pengaruh yang positif terhadap ekspor. Ini mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pada sektor ekspor barang dan jasa. Adanya peningkatan ini membuktikan bahwa keberadaan industri-industri hasil dari investasi yang dilakukan oleh pihak asing memberikan dampak positif dalam membangun produksi barang dan jasa dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PRODUK DOMESTIK BRUTO SISI PENGELUARAN (C, I, G, X, M) PADA TAHUN 1993-2000Laju pertumbuhan PDB yang sangat cemerlang pada periode-periode sebelumnya di Masa Orde Baru berakhir pada periode ini. Hal-hal positif yang telah dibentuk oleh kebijakan-kebijakan pemerintahan Presiden Soeharto ternyata mengeluarkan biaya yang sangat mahal (high cost economy) dan fundamental ekonomi yang rapuh. Salah satu akibatnya adalah memburuknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman, dan impor. Ini lah yang mengakibatkan terjadinya penurunan yang sangat drastic pada PDB di tahun 1998. Di mana pada saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi yang besar yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pertengahan tahun 1997.Grafik 4.1 Tingkat Konsumsi Rumah Tangga terhadap PDB (1993-2000)

Akibat dari krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar yang dihadapi Indonesia pada pertengahan tahun 1997 berimbas pada tingkat konsumsi rumah tangga yang langsung mengalami penurunan drastis pada tahun 1998. Penurunan tingkat konsumsi rumahtangga ini sangat berpengaruh besar terhadap laju PDB dikarenakan kontribusinya yang sangat besar pada PDB yaitu sebesar 42%. Maka dari itu penurunan tingkat konsumsi rumahtangga tersebut membuat PDB juga otomatis mengalami penurunan secara drastis pada tahun 1998.Grafik 4.2 Tingkat Investasi terhadap PDB (1993-2000)

Perekonomian yang dinilai tidak lagi sehat sejak krisis nilai tukar yang dialami Indonesia pada pertengahan tahun 1997 memberikan imbasnya pada tingkat penanaman modal asing. Adanya keraguan akan kegagalan yang dapat diakibatkan oleh hal tersebut membuat para investor harus mengurungkan niat untuk berinvestasi dan bahkan menarik investasinya. Sehingga mengakibatkan anjloknya tingkat penanaman modal di tahun 1998. Akan tetapi hal ini tidak berlangsung lama, setelah memasuki masa reformasi yakni di tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia sudah mulai menunjukkan adanya perbaikan. Dengan laju pertumbuhan PDB yang mulai memasuki angka positif. Ini dinilai sebagai langkah awal untuk kembali ke kondisi yang stabil. Keadaan ini memberikan dampak pada sektor penanaman modal, hasilnya pada tahun 2000 sektor ini mulai memasuki kondisi yang lebih baik.

Grafik 4.3 Tingkat Konsumsi Pemerintah terhadap PDB (1993-2000)

Berdasarkan grafik di atas, tingkat konsumsi pemerintah tidak merasakan dampak krisis yang dialami pada tahun 1997 dan 1998. Hal ini terlihat dari kestabilan nilai dari sektor ini dari tahun 1993 sampai 2000. Grafik 4.4 Tingkat Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (1993-2000)

Tidak seperti sektor penanaman modal dan konsumsi rumahtangga yang mengalami penurunan pada tahun 1998. Sektor ekspor barang dan jasa justru mengalami peningkatan ketika krisis nilai tukar rupiah tersebut terjadi. Terlihat bahwa sektor ini malah mengalami penurunan justru ketika perekonomian sudah mulai dipulihkan kembali.Adanya peningkatan pada sektor ekspor barang dan jasa ini pada tahun 1998 mungkin diakibatkan karena harga jual yang ditetapkan untuk produk yang diekspor menggunakan nilai dolar sehingga ketika terjadi krisis nilai tukar rupiah, para pelaku dalam sektor ini justru memeperoleh keuntungan.

Grafik 4.5 Tingkat Impor Barang dan Jasa terhadap PDB (1993-2000)

Penurunan tingkat impor baranga dan jasa juga terjadi pada tahun 1998, akan tetapi penurunan tersebut tidak terjadi secara drastis pada tahun terjadinya krisis ekonomi di Indonesia. Akan tetapi penurunan tingkat impor baru terjadi pada tahun 1999 yang diperkirakan setelah berakhirnya masa pemerintahan transisi. Ini disebabkan kebijakan yang diambil pada masa pemerintahan transisi tersebut.

PRODUK DOMESTIK BRUTO SISI PENGELUARAN (C, I, G, X, M) PADA TAHUN 2000-2011Setelah melalui masa-masa krisis terbesar bagi Indonesia di akhir tahun 1990an. Awal tahun 2000 PDB telah menunjukkan langkah yang positif. Sejak tahun 2000-2011 PDB kembali memperlihatkan trend pertumbuhan yang positif. Ini terlihat dari peningkatan nilai PDB yang terjadi setiap tahunnya. Diikuti dengan tingkat konsumsi rumah tangga, penanaman modal, dan konsumsi pemerintah yang juga berada pada trend pertumbuhan yang positif. Akan tetapi untuk sektor ekspor dan impor barang dan jasa terjadi fluktuasi. Sektor ekspor dan impor barang dan jasa kerap kali mengalami kenaikan dan penurunan dalam periode kali ini. Dan titik terendah yang dialaminya terjadi pada tahun 2002. Hal ini terjadi karena ketidakstabilan politik dan social yang semakin surut selama pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menaikkan country risk Indonesia. Ditambah dengan memburuknya hubungan Indonesia dengan IMF. Ini membuat para pelaku bisnis, termasuk investor asing menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis di Indonesia sehingga hal ini sangat berdampak pada tingkat ekspor dan impor yang terjadi di Indonesia.Walaupun demikian, tingkat ekspor barang dan jasa Indonesia dapat dikatakan jauh lebih baik pada periode kali dibandingkan periode-periode sebelumnya. Karena tingkat ekspor di periode ini lebih besar dibandingkan tingkat impor yang ada. Dan tentunya hal ini membawa pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan industri yang ada.Persentase Perkembangan Setiap Komponen dalam Sektor Pengeluaran terhadap PDB dari Tahun 1960-2011

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa seluruh komponen dari sektor pengeluaran mengalami pergerakan yang berfluktuasi. Pada sektor konsumsi rumahtangga, persentase terbesar terjadi pada tahun 1960-1973. Dan setelah periode tersebut pergerakannya cenderung kea rah penurunan. Hingga pada periode 2000-2011 merupakan persentase terendah yaitu hanya sebesar 26%. Untuk sektor konsumsi pemerintah, persentase terbesarnya yaitu pada periode 1973-1983 dengan nilai melebihi 10%. Dilihat dari jumlah persentase sektor konsumsi pemerintah di setiap periodenya, dapat dikatakan bahwa sektor ini memberikan kontribusi yang paling kecil terhadap PDB. Ini menunjukkan bahwa peranan swasta relative lebih besar dalam perekonomian Indonesia.Sektor penanaman modal hanya mengambil peranan tidak lebih dari 20% dari PDB di setiap periodenya. Di mana persentase terbesarnya hanya 19%, yang terjadi pada periode 1983-1993 yaitu pada Masa Orde Baru. Untuk sektor ekspor dan impor barang dan jasa, walaupun sistem perekonomian terbuka telah diterapkan sejak masa orde baru, namun para pengusaha dalam negeri masih siap untuk menghadapi persaingan pasar. Ini terbukti dari tingkat persentase ekspor yang masih bisa mengungguli sektor impor hingga periode baru-baru ini yaitu 2000-2011.1