Upload
ledieu
View
236
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PELAKSANAAN RISK ASSESSMENT PADA PROYEK
CIBIS TOWER 9 JAKARTA SELATAN PT WASKITA KARYA
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
RIDANTI LENGGO GENI
NIM : 1111101000088
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 September 2015
Ridanti Lenggo Geni
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN DAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN
Skripsi, Oktober 2015
Ridanti Lenggo Geni, NIM. 1111101000088
Analisis Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015
xiii + 159 halaman, 9 tabel, 15 gambar, 6 lampiran
ABSTRAK
PT Waskita Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak dibidang jasa konstruksi. PT Waskita Karya pada tahun 2013 kasus
kecelakaan kerja meningkat sebanyak 7 kali serta terdapat 19 kecelakaan pada
Proyek Cibis Tower 9. Untuk mencegah kecelakaan tidak terjadi PT Waskita
Karya melakukan risk assessment. Pelaksanaan Risk Assessment diketahui tidak
dilakukan dengan tepat, baik dari segi waktu, alur proses, revisi, pengumpulan
informasi serta komunikasi kepada pekerja.
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya tahun 2015. Data penelitian didapatkan dengan cara
mengumpulkan data primer didapatkan dengan cara observasi dan wawancara
informan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan telaah dokumen. Penyebab
ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment dianalisis dengan teknik Management
Oversight and Risk Tree pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa hal-hal yang menyebabkan tidak
tepatnya pelaksanaan risk assessment adalah sistem pengumpulan informasi,
waktu analisis risiko, lingkup analisis risiko, pelaksana analisis risiko, temuan
bahaya, kesesuaian pengendalian dengan hirarki pengendalian, arahan
penggunaan pengendalian, kesesuaian pengendalian dengan situasi yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian maka Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita
Karya disarankan untuk mengubah waktu sistem pertemuan dan membuat jadwal
shift safety morning, melaksanakan risk assessment sesuai prosedur yang ada dan
ditinjau secara berkala, mengkomunikasikan hasil risk assessment kepada Kepala
Proyek dan divisi terkait, memberikan pelatihan tentang risk assessment kepada
personil, melakukan pemantauan pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar
dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya, membuat
jadwal pengawas untuk pekerja di lapangan.
Daftar bacaan: 46 (Tahun 2003 – 2014)
Kata Kunci: Analisis Risk Assessment, MORT
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduate Thesis, October 2015
Ridanti Lenggo Geni, NIM. 1111101000088
Analysis the Implementation of Risk Assessment at Cibis Tower 9 South
Jakarta Project of PT Waskita Karya 2015
xiii + 159 pages, 9 tables, 15 pictures, 6 attachments
ABSTRACT
PT Waskita Karya is one of State Owned Enterprises who are competent
in the construction service. During 2013 PT Waskita Karya cases of occupational
accidents increased by seven time and there were 19 cases of accidents that occur
in Cibis Tower 9 Project. PT Waskita Karya applying risk assessment to prevent
the accidents . The implementation of risk assessment known were not done
properly in terms of time, the process, revision and communication to employers.
The study is a qualitative research to find the cause of problem in the
implementation if risk assessment at PT Waskita Karya Cibis Tower 9 Project
2015. Type of data used is primary data by observation and interviews, adn
secondary data by document review. The causes of problem is analyzed by using
Management Oversight and Risk Tree (MORT) on Task Specific Risk
Assessment LTA.
The result showed that causes inaccurate implementation of risk
assessment is the information systems, timing of risk analysis, scope of risk
analysis, implementing risk analysis, hazard identification, suitability of the
hierarchy control, directive of equipment used, and suitability to different
situations.
Based on the research, Waskita’s Project Cibis Tower 9 advised to change
the system time meeting and make a shift for safety morning, carrying out risk
assessment according to existing procedures and reviewed periodically,
communicate the results of the risk assessment to the Head of Project and related
divisions, provide a training on risk assessment to personnel, monitoring the
implementation of the risk assessment made in order to undetected errors in
hazard prioritizing, scheduling supervisor to workers in the field.
Reading List: 46 (2003 – 2014)
Keywords: Analysis Risk Assessment, MORT
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi
ANALISIS PELAKSANAAN RISK ASSESSMENT PADA PROYEK
CIBIS TOWER 9 JAKARTA SELATAN PT WASKITA KARYA
TAHUN 2015
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 September 2015
Oleh
Ridanti Lenggo Geni
NIM. 1111101000088
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Yuli Prapanca Satar, MARS Fase Badriah, Ph.D
NIP. 19530730 198011 1 001 NIP. 19710605 200604 2 012
v
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
RIDANTI LENGGO GENI
NIM: 1111101000088
LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta, 30 September 2015
Penguji I,
Ratri Ciptaningtyas, MHS
NIP: 19840404 200912 2 007
Penguji II,
Dr. Iting Shofwati, ST. MKKK
NIP: 19760808 200604 2 003
Penguji III,
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.Si, M.KKK
vi
CURRICULUM VITAE
PERSONAL DETAILS
Name : Ridanti Lenggo Geni
Place of Birth : Jakarta
Date of Birth : March, 17th
1994
Gender : Female
Address : Kp.Kelapa RT04/05 No.39
Kel. Rawapanjang, Kec. Bojonggede. Kab. Bogor
No. Telephone : 085692540253
Email : [email protected]
EDUCATIONAL BACKGROUND
Formal Education
2011 – 2015 : Bachelor Degree of Public Health Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Faculty of Medicine
and Health Science
2008 – 2011 : SMA Negeri 5 Depok
2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Depok
1999 – 2005 : SD Negeri Citayam 04
Informal Education
2006 – 2009 : Language Institute and Professional Education PEC
ORGANIZATIONAL EXPERIENCE
2006– 2008 : Anggota Paskibra SMP Negeri 1 Depok
2006– 2008 : Bendahara Pramuka SMP Negeri 1 Depok
2009 – 2010 : Anggota Osis SMA Negeri 5 Depok
2008 –2011 : Sekertaris Paskibra SMA Negeri 5 Depok
2009 –2010 : Anggota Tari Tradisional SMA Negeri 5 Depok
2010 –2011 : Anggota Bulutangkis SMA Negeri 5 Depok
2011 – 2014 : Bendahara Tari Saman FKIK UIN Jakarta
2013 – 2014 : Manager Finance FSK3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
maka penulis mampu merampungkan skripsi yang berjudul “Analisis
Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya Tahun 2015”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta Mama Isnaeni Nasaroh, Papa Ery Supridha dan Adinda
Retno Sekar Hutami yang dengan doa, restu serta dukungan yang
diberikan tanpa mengenal batas waktu..
2. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku pembimbing I yang telah
memberi arahan dan masukan kepada penulis.
5. Ibu Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
6. Bapak Asi Samosir selaku sekretaris K3LMP Proyek Cibis Tower 9
Cilandak yang memberikan informasi serta arahan selama kegiatan turun
lapangan berlangsung.
7. Pak Gallang Wicaksono, Pak Majuandi Situmorang dan Ibu Nidaa
A’diilah selaku staff K3LMP yang senantiasa memberikan ilmu dan
pengalaman berarti mengenai K3.
8. Para penguji skripsi, Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, Ibu Dr. Iting
Shofwati, MKKK dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK yang senantiasa
memberi masukan demi perbaikan penyusunan skripsi.
viii
9. Seluruh informan dari Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita
Karya yang telah memberikan banyak informasi terkait penelitian.
10. Kawan Sholihah dan anggota Bukan 5cm yang selalu memberikan
dukungan dan motivasi untuk penulis.
11. Kawan Peminatan K3 angkatan 2011 yang senantiasa memberi semangat
dalam menyusun skripsi.
12. Rekan-rekan Kesehatan Masyarakat angkatan 2011 yang selalu berbagi
informasi terkait penyusunan skripsi.
13. Pihak lainnya yang sudah membantu namun tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna.
Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat
dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis, rekan mahasiswa, instansi pendidikan serta perusahaan
terkait.
Terimakasih atas perhatiannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, 4 September 2015
Ridanti Lenggo Geni
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... v
CURRICULUM VITAE ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN.................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
C. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5
D. Tujuan ............................................................................................................ 5
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 5
2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ..................................... 6
x
2. Bagi Proyek Cibis dan PT Waskita Karya ............................................. 6
3. Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................... 7
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................................................ 8
B. Kecelakaan Kerja.......................................................................................... 8
1. Kecelakaan Kerja Konstruksi ................................................................. 9
2. Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja ............................ 9
C. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja .............................................................. 11
1. Teori Domino ....................................................................................... 12
2. ILCI Loss Causation Model ................................................................. 13
3. Fault Tree Analysis .............................................................................. 16
4. Management Oversight and Risk Tree (MORT) ................................. 16
D. Manajemen Risiko ....................................................................................... 19
1. Tahapan Manajemen Risiko ................................................................. 20
2. Risk Assessment .................................................................................... 21
3. Cabang Risk Assessment dalam MORT ............................................... 25
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 36
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ........................................ 37
A. Kerangka Pikir ............................................................................................. 37
B. Definisi Istilah ............................................................................................. 40
xi
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 42
A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 42
B. Lokasi dan Waktu ........................................................................................ 42
C. Informan Penelitian ..................................................................................... 42
1. Informan Utama ................................................................................... 43
2. Informan Pendukung ............................................................................ 43
D. Instrumen Penelitian .................................................................................... 45
E. Pengumpulan Data....................................................................................... 45
F. Analisis Data dan Pengolahan Data ............................................................ 47
G. Penyajian Data ............................................................................................. 48
BAB V HASIL PENELITIAN................................................................................... 49
A. Gambaran Umum Perusahaan dan Proyek .................................................. 49
1. Sejarah Perkembangan PT Waskita Karya (Persero) ........................... 49
2. Visi dan Misi Perusahaan ..................................................................... 50
3. Kebijakan K3 ....................................................................................... 50
4. Jenis Kegiatan Usaha ........................................................................... 51
5. Gambaran Area Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ................................. 53
6. Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ........................... 54
7. Sistem Manajemen K3LMP Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ............. 55
B. Karakteristik Informan ................................................................................ 55
xii
C. Gambaran Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ..................................................... 57
D. Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ............................. 62
E. Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 .................................................... 102
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 104
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 104
B. Pembahasan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 .................................................... 104
C. Pembahasan Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment
pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015 ...... 110
1. Cabang Task Spesific Risk Analysis ................................................... 110
2. Cabang Recommended Risk Controls LTA ........................................ 123
D. Pembahasan Pohon MORT Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015 ............................ 134
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 140
A. Simpulan .................................................................................................... 140
B. Saran .......................................................................................................... 143
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 144
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ 152
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Cabang Utama Pohon MORT ............................................................. 18
Bagan 2. 2 Tahapan Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004............................... 21
Bagan 2. 3 Cabang Risk Assessment MORT ....................................................... 27
Bagan 2. 4 Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed..................... 28
Bagan 2. 5 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ..................................... 34
Bagan 2. 6 Kerangka Teori ................................................................................... 36
Bagan 3. 1 Kerangka Pikir.....................................................................................39
Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak...........................54
Bagan 5. 2 Alur Proses Risk Assessment K3LMP ............................................... 59
Bagan 5. 3 Pohon MORT pelaksanaan risk assessment ..................................... 102
Bagan 6. 1 Proses Manajemen Risiko AS / NZS 4360 : 2004.............................106
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Perbandingan Teori Kecelakaan Kerja ................................................ 19
Tabel 2. 2 Arti Simbol dalam MORT ................................................................... 35
Tabel 2. 3 Kode Warna Pohon MORT.................................................................. 35
Tabel 3. 1 Definisi Istilah.......................................................................................39
Tabel 4. 1 Informan Penelitian .............................................................................. 43
Tabel 4. 2 Triangulasi Sumber .............................................................................. 44
Tabel 4. 3 Triangulasi Teknik ............................................................................... 46
Tabel 5. 1 Karakteristik Informan..........................................................................56
Tabel 5. 2 Tanggung Jawab Pelaksana Risk Assessment ..................................... 76
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Teori Domino ................................................................................... 12
Gambar 2. 2 Teori ILCI Loss Causation Model ................................................... 14
Gambar 5. 1 Lokasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak ........................................53
Gambar 5. 2 Lembar Persetujuan Hasil Risk Assessment .................................... 60
Gambar 5. 3 Prosedur Persetujuan Hasil Penilaian Risiko ................................... 60
Gambar 5. 4 Topik Toolbox Meeting ................................................................... 65
Gambar 5. 5 Absensi Safety Morning ................................................................... 68
Gambar 5. 6 Revisi Hasil Risk Assessment .......................................................... 70
Gambar 5. 7 Form Hasil Risk Assessment Proyek Cibis Tower 9 ....................... 75
Gambar 5. 8 Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan
Pengendalian Risiko .............................................................................................. 80
Gambar 5. 9 Matriks Penilaian Tingkat Risiko ..................................................... 82
Gambar 5. 10 Matriks Penentuan Pengendalian ................................................... 83
Gambar 5. 11 Contoh Pengendalian Risiko .......................................................... 85
Gambar 5. 12 Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri ............................................... 95
Gambar 5. 13 Form Bukti Pelanggaran K3LMP .................................................. 99
xvi
DAFTAR ISTILAH
K3LMP : Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu,
Pengamanan
HIRADC : Hazard Identification, Risk Assessment and Determining Control
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
IADL : Identifikasi Aspek Dampak Lingkungan
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
HSE : Health Safety and Environment
ISO : International Organization for Standardization
OHSAS : Occupational Health and Safety Assessment Series
APD : Alat Pelindung Diri
AS/NZS : Australia/New Zealand Standard
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam sebuah industri
merupakan bagian yang sangat penting. Masalah K3 secara umum di
Indonesia masih sering terabaikan, hal ini ditunjukkan dengan masih
tingginya angka kecelakaan kerja (Kani, 2013).
Jumlah kecelakaan di Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan
ASEAN. Pada tahun 2010, 32% dari kasus kecelakaan kerja yang terjadi di
sektor konstruksi melibatkan semua jenis proyek kerja seperti pembangunan
jalan, jembatan, terowongan dan bendungan. Kecelakaan kerja sektor
konstruksi menempati presentase tertinggi yakni 32%, diikuti dengan sektor
industri 31,60%, sektor transportasi 9,30%, sektor kehutanan 3,80%, sektor
pertambangan 2,60% dan lain-lain 21% (Jamsostek, 2011). Dibandingkan
dengan sektor pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan, sektor
konstruksi menjadi perhatian karena terus mendaftarkan tingkat korban
kecelakaan kerja tertinggi (Camino López dkk., 2008).
Pada Industri konstruksi pekerja menghadapi bahaya dan risiko kerja 2
- 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain pada umumnya
(Sucita dan Broto, 2011). Bahaya dan risiko K3 dapat diketahui dengan
melakukan identifikasi bahaya dan risiko K3 yang memungkinkan terjadinya
kerugian (Rijanto, 2012). Terdapat berbagai risiko tinggi dalam industri
konstruksi seperti tertimpa material, tersengat listrik, terjatuh dari ketinggian
2
(Adiyanto dan Irawan, 2013). Hal ini sejalan dengan masih tingginya angka
kecelakaan kerja di Indonesia.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia menurut data Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada tahun 2013 diketahui kecelakaan
kerja menimpa sebanyak 192.911 orang (BPJS Ketenagakerjaan, 2013). Di
Indonesia, angka kecelakaan kerja tertinggi terdapat pada sektor konstruksi.
Hampir 32% kasus kecelakaan kerja yang ada di Indonesia pada tahun 2010
terjadi di sektor konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek
gedung, jalan, jembatan, terowongan, irigasi bendungan dan sejenisnya
(Jamsostek, 2011).
Perseroan Terbatas (PT) Waskita Karya adalah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang konstruksi. Dilihat dari
aspek keselamatan kerja, tingkat kecelakaan kerja di PT Waskita Karya
meningkat sebanyak 7 kali dalam proyek yang sedang dikerjakan selama
tahun 2013 (PT Waskita Karya, 2013). PT Waskita Karya menaungi
beberapa proyek di Indonesia, salah satunya proyek yang sedang berjalan
periode tahun 2014-2015 adalah Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan.
Kecelakaan kerja pada Proyek Cibis Tower 9 tercatat sebanyak 19 kecelakaan
sejak September 2014 sampai dengan akhir Juli 2015 (Laporan Bulanan
Proyek Cibis Tower 9, 2015).
Salah satu langkah untuk menghindari terjadinya kecelakaan dengan
melakukan risk assessment untuk seluruh proses pekerjaan yang ada pada
proyek konstruksi (Pinto dkk., 2011). Risk assessment merupakan upaya
untuk menghitung besarnya suatu risiko dan menetapkan kemungkinan risiko
3
tersebut dapat diterima atau tidak (Bachtiar dan Sulaksmono, 2013). Risk
assessment dilakukan untuk memisahkan risiko kecil dengan risiko yang
besar dan menyediakan data evaluasi dan perbaikan risiko (Brown, 2014).
Selain itu risk assessment menjadi syarat penyusunan Program K3 yang
kemudian digunakan untuk merencanakan dan melakukan tindakan
pengendalian dan pencegahan risiko (Labombang, 2011).
Pelaksanaan risk assessment dapat dianalisis dengan menggunakan
Task Spesific Risk Assessment LTA (Less Than Adequate) dan Task Spesific
Risk Assessment Not Performed yang merupakan cabang dari teknik
Management Oversight and Risk Tree (MORT) dalam menyelidiki
kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang tersedia (Ericson,
2005). Pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed digunakan
untuk menganalisis risk assessment yang tidak dilaksanakan sedangkan Task
Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk
Assessment (Noordwijk Risk Initiative, 2009). Pada penelitian Pratiwi tahun
2014 mengenai analisis penyebab masalah dalam pelaksanaan risk assessment
pada pekerjaan Direktorat Produksi PT Dirgantara Indonesia, untuk
menganalisis pelaksanaan risk assessment berdasarkan teknik MORT yaitu
terletak pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task
Spesific Risk Assessment LTA yang akan menjadi fokus analisis untuk
mengetahui penyebab ketidaktepatan pada pelaksanaan risk assessment.
Langkah awal dalam menerapkan sistem manajemen K3 adalah dengan
melakukan risk assessment. Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui
bahwa Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya telah berupaya
4
melaksanakan risk assessment dengan adanya prosedur Penilaian Risiko (Risk
Assessment) dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01, serta hasil risk
assessment dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01-01. Pelaksanaan risk
assessment Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya diketahui tidak
dilakukan di waktu yang tepat, belum sesuai alur proses penilaian risiko,
ketidaktepatan juga meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak
dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja atau karyawan lain
termasuk pimpinan.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
analisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diketahui bahwa PT Waskita Karya pada
tahun 2013 kasus kecelakaan kerja meningkat sebanyak 7 kali serta terdapat
19 kecelakaan pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan sejak September
2014 sampai dengan akhir Juli 2015. Untuk mencegah agar kecelakaan
tersebut tidak terjadi PT Waskita Karya melakukan risk assessment.
Pelaksanaan Risk Assessment dibuktikan dengan adanya prosedur Penilaian
Risiko (Risk Assessment) dengan nomor dokumen PW-K3LMP-01 akan
tetapi diketahui pelaksanaan Risk Assessment tidak dilakukan dengan tepat,
baik dari segi waktu, alur proses, revisi, pengumpulan informasi serta
komunikasi kepada pekerja. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan analisis
pelaksanaan risk assessment dengan Task Spesific Risk Assessment pada
5
Teknik MORT pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya
Tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana mengetahui gambaran umum PT Waskita Karya dan Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan Tahun 2015?
2. Bagaimana pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015?
3. Apakah yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment
dari cabang Task Spesific Risk Analysis LTA pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015?
4. Apakah yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment
dari cabang Recommended Risk Controls LTA pada Proyek Cibis Tower
9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015?
5. Bagaimana gambaran pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis pelaksanaan risk assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umum PT Waskita Karya dan Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan risk assessment pada
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015.
6
c. Untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk
assessment dari cabang Task Spesific Risk Analysis LTA pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015.
d. Untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk
assessment dari cabang Recommended Risk Controls LTA pada
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015.
e. Untuk mengetahui gambaran pohon MORT pelaksanaan risk
assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita
Karya tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan
untuk civitas akademik program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini sebagai sarana dalam mengembangkan keilmuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, khususnya mengenai pelaksanaan risk
assessment pada kegiatan konstruksi.
2. Bagi Proyek Cibis dan PT Waskita Karya
Hasil penelitian dapat menjadi informasi dan rekomendasi untuk
perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan untuk
memperbaiki pelaksanaan risk assessment pada kegiatan konstruksi PT
Waskita Karya.
7
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana meningkatkan
kompetensi peneliti dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
khususnya mengenai pelaksanaan risk assessment pada kegiatan
konstruksi. Bagi penelitian selanjutnya dapat menjadi referensi untuk
meneliti risk assessment pada cabang Task spesific not performed yang
tidak digunakan dalam penelitian ini, selain itu juga dapat dilakukan
penelitian terkait penyebab kecelakaan kerja dengan teori yang sama
yakni MORT pada cabang lainnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengetahui penyebab
ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan
selama bulan Februari tahun 2015 sampai dengan September tahun 2015.
Data penelitian didapatkan dengan cara mengumpulkan data primer dan
data sekunder. Data primer didapatkan dengan observasi dan wawancara
informan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan cara telaah dokumen
terkait risk assessment. Penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment
dianalisis dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree
(MORT) pada cabang Task Spesific Risk Assessment.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 menurut
PP RI No. 50 Tahun 2012 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai segala daya dan upaya serta pemikiran yang
dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi
terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi,
analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian
bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja (Depnaker, 2005).
B. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah suatu insiden yang menyebabkan cidera, sakit
penyakit atau kematian (OHSAS 18001, 2007). Kecelakaan kerja merupakan
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan
pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui (Menakertrans,
2012).
9
1. Kecelakaan Kerja Konstruksi
Menurut Permen PU Nomor 05/PRT/M/2014, pekerjaan konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup bangunan
gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan elektrikal serta jasa
pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik
lain dalam jangka waktu tertentu. Kecelakaan kerja konstruksi
merupakan kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja pada seluruh
kegiatan dalam pekerjaan konstruksi baik dalam rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang disingkat K3
Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.
2. Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja
Faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga
kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3, kondisi – kondisi yang
membahayakan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti penempatan
mesin dan bahan – bahan yang mengganggu, lingkungan pekerjaan yang
kurang mendukung, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja. Selain itu,
tindakan yang membahayakan seperti kurangnya pengetahuan
keterampilan pelaksana, cacat tubuh yang tidak kentara, keletihan dan
10
kelesuan, serta sikap dan tingkah laku yang tidak sempurna juga
menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Srijayanti dkk., 2013).
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan tenaga
kerja adalah kelemahan sistem manajemen K3 (Srijayanti dkk., 2013).
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3 yang
diibaratkan sebagai mata uang dengan dua sisi. Jika tidak ada bahaya dan
risiko, maka upaya K3 tidak diperlukan dan sebaliknya manajemen K3
diperlukan sebagai antisipasi terhadap adanya bahaya dan risiko (Ramli,
2010).
a. Bahaya
Bahaya adalah segala sesuatu atau kondisi yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan atau membahayakan kesehatan atau
sumber potensial yang dapat merusak energi (Taylor, 2004). Banyak
definisi mengenai bahaya, namun istilah ini akan menjadi sangat
umum saat dibicarakan pada keselamatan dan kesehatan ditempat
kerja dimana suatu bahaya (hazard) bisa menjadi sumber dari potensi
kerusakan, gangguan efek kesehatan yang mempengaruhi sesuatu
atau seseorang di bawah kondisi-kondisi tertentu dtempat kerja
(workplace) (CCOHS, 2009). Keberadaan bahaya dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa
dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan
(Ramli, 2010).
11
b. Risiko
Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu
yang dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko
diukur berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau
konsekuensi yang dapat ditimbulkannya (AS/NZS 4360, 2004).
Risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian
berbahaya atau paparan dengan keparahan suatu cidera atau sakit
penyakit yang dapat disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut
(OHSAS 18001, 2007).
Risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar.
Oleh karena itu, risiko dalam organisasi sangat beragam sesuai
dengan sifat, lingkup, skala, dan jenis kegiatannya. Risiko juga
menggambarkan besarnya potensi bahaya untuk dapat menimbulkan
insiden atau cidera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan
dan keparahan yang diakibatkannya, sehingga diperlukan
manajemen risiko sebagai bentuk pengelolaan manajemen K3 yang
baik (Ramli, 2010)
C. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia
kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan
pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja,
yaitu:
12
1. Teori Domino
Gambar 2. 1 Teori Domino
Heinrich mengemukan sebuah teori yang dikenal sebagai “Teori
Domino”. Dalam teorinya tersebut dinyatakan mengenai lima faktor yang
terjadi secara berurutan dan berakhir dengan suatu kerugian. Lima faktor
tersebut adalah (Stranks, 2007):
a. Kebiasaan atau lingkungan sosial (uncestry or social environment).
Kebiasaan merupakan karakter sifat individu seperti sombong,
keras kepala, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan sosial yang
mempengaruhi terbangunnya karakter sifat tersebut.
b. Kesalahan manusia (Fault by the person) meliputi: Keterampilan
dan pengetahuan pekerja yang minim, masalah fisik dan mental,
motivasi yang minim atau salah penempatan, perhatian yang
kurang.
c. Kondisi tidak aman dan atau tindakan tidak aman (unsafe condition
and or unsafe action). Tindakan tidak aman seperti berdiri di
bawah tumpukan barang, menyalakan mesin tanpa memperhatikan
13
peringatan, memindahkan alat pengaman dan lain-lain. Sedangkan
kondisi tidak aman seperti peralatan yang tidak dilengkapi
pengaman, pencahayaan yang kurang, dan hal lainnya yang secara
langsung menyebabkan kecelakaan.
d. Kecelakaan (accident) kejadian seperti terjatuh, oleh objek yang
melayang dan lain-lain yang mana kecelakaan tersebut dapat
menyebab cedera.
e. Cidera atau kerusakan peralatan (loss/injury) Patah tulang, luka,
dan lain-lain yang mana merupakan cedera akibat kecelakaan.
Salah satu kesulitan/kendala dari penggunaan teori Heinrich ini
adalah model tersebut masih terlalu luas dan dapat diartikan dalam
banyak cara. Model ini tidak menyediakan gambaran umum atau
klasifikasi yang dapat dijadikan dasar penelitian ilmiah. Model ini juga
melibatkan faktor perilaku manusia, dan faktor mekanik atau fisik dalam
klasifikasi yang sama (Stranks, 2007).
2. ILCI Loss Causation Model
The International Loss Control Institute mengembangkan suatu
sistem pencegahan kerugian yang disebut sebagai ILCI Loss Causation
Model yang juga mengacu pada urutan peristiwa yang akan berakibat
pada kerugian. Pada buku Practical Loos Control leadershift (1986),
Frank E. Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang
saling berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan
peralatan atau terhentinya proses. Urutan kejadian tersebut adalah (Sklet,
2004) :
14
Gambar 2. 2 Teori ILCI Loss Causation Model
a. Kurang Pengendalian/ Kontrol
Kontrol merupakan salah satu diantara fungsi manajemen yang
penting meliputi, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengontrolan. Seseorang secara propesional memimpin perusahaan
mengetahui tentang program keselamatan/loss control, mengetahui
standar-standar, memimpin karyawan guna mencapai standar,
mengukur kinerja dirinya sendiri dan orang lain, mengevaluasi hasil
dan keperluan, mengomentari dan mengoreksi guna pengembangan
kinerja. Tanpa itu, rangkaian kecelakaan berawal dan menyebabkan
faktor-faktor penyebab yang berkelanjutan mengarah pada kerugian.
Tanpa pengontrolan manajemen memadai, penyebab kecelakaan dan
pengaruh rangkaian di mulai dan tanpa koreksi, mengarah pada
kerugian.
b. Penyebab Dasar
Penyebab dasar adalah akar masalah, penyebab nyata setelah
gejala-gejala, alasannya mengapa terjadi tindakan dan kondisi tidak
standar, faktor yang bila dikenali membuat pengendalian manajemen
yang berarti. Seringkali mengacu pada berbagai sumber penyebab
15
diantaranya penyebab dasar, penyebab tidak langsung dan penyebab
utama. Penyebab dasar juga membantu menjelaskan mengapa timbul
kondisi yang tidak standar.
c. Penyebab Langsung
Penyebab langsung kecelakaan merupakan suatu kejadian yang
terjadi sebelum terjadi kontak, biasanya dapat dilihat. Keadaan ini
biasanya disebut keadaan dan tindakan tidak aman.
d. Insiden/ Kejadian
Insiden disebabkan adanya suatu kontak dengan sumber nergi yang
melampaui ambang batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau
benda. Setiap kali timbul potensi kecelakaan maka selalu terbuka
kemungkinan terjadinya suatu kontak/kejadian, baik yang
mengakibatkan kerugian atau tidak. Bilamana tenaga yang dipindahkan
terlalu banyak, menyebabkan seseorang cidera/luka atau kerugian harta
benda, yang disebabkan karena energy kinetic, listrik, panas, radiasi,
kimia dan lain-lain.
e. Kerugian/ Loss
Akibat dari kecelakaan adalah kerugian berupa cidera ringan
bahkan kematian pada karyawan/pekerja, kerusakan peralatan, kerugian
harta benda atau kerugian proses produksi. Jenis dan derajat kerugian
sebagian tergantung hal-hal yang dilakukan untuk
mengurangi/memperkecil resiko kerugian. Konsep tentang kontrol
kerugian yang dikemukakan oleh Frank. E. Bird dan George Germani
merupakan penyesuaian dari model yang dikemukakan oleh H.W
16
Heinrich, pada tahun 1969 di Amerika Utara menyimpulkan tentang
formula 1-10-30-600, dapat diartikan bahwa setiap adanya suatu
kejadian cidera berat seperti fatality, cidera kehilangan jam kerja selalu
ada kurang lebih 30 property damage, serta 600 kajian yang tidak
terlihat adanya cidera atau kerusakan material (termasuk neermiss
incident).
3. Fault Tree Analysis
Fault Tree Analysis (FTA) merupakan deduktif untuk
mengidentifikasi penyebab terjadinya bahaya dengan pendekatan bersifat
top-down, dengan memulai analisis dari kejadian yang tidak diinginkan
atau kerugian yang terjadi kemudian menganlisa penyebab dari kejadian
tersebut yang dideskripsikan dalam bentuk sebuah pohon kesalahan (fault
tree) (Stranks, 2007). FTA adalah daftar peristiwa kegagalan, suatu
metode model grafik dan logika dengan kombinasi kejadian yang
memungkinkan yaitu rusak atau baik, yang terjadi dalam sistem (Susanto,
2010). Terdapat 5 tahapan untuk melakukan analisa dengan FTA, yaitu:
a. Mendefinisikan masalah dan kondisi batas dari sistem yang ditinjau
b. Penggambaran model grafis Fault Tree
c. Mencari minimal cut set dari analisa Fault Tree
d. Melakukan analisa kualitatif dari Fault Tree
e. Melakukan analisa kuantitatif dari Fault Tree
4. Management Oversight and Risk Tree (MORT)
Management Oversight and Risk Tree (MORT) merupakan sebuah
prosedur untuk menganalisis serta menyelidiki penyebab dan faktor yang
17
berkontribusi atas kejadian kecelakaan dan insiden (Noordwijk Risk
Initiative, 2009). Secara luas pendekatan manajemen untuk menemukan
penyebab kecelakaan adalah dengan sistem MORT. Pendekatan MORT
merupakan mata rantai penyebab dari level pekerja hingga level
manajemen tingkat atas (Oakley, 2003).
Metode MORT adalah sebuah pernyataan logika dari sebuah fungsi
yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk mengatur risiko secara
efektif. MORT dapat diaplikasikan di berbagai industri yang berbeda.
Filosofi MORT menyatakan bahwa cara yang paling efektif mengatur
keselamatan adalah menyatukannya ke dalam manajemen bisnis dan
pengendalian operasi. MORT sering digunakan sebagai alat untuk
menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang
ada (Ericson, 2005).
MORT menjadi prosedur analisis yang komprehensif yang
menyediakan metode disiplin untuk menentukan penyebab dan faktor-
faktor utama yang berkontribusi kecelakaan. Secara total, sekitar 1.500
peristiwa dasar tercakup oleh bagan MORT. Di bagian bawah, MORT
terdiri dari kumpulan pertanyaan. Kriteria yang memandu keputusan
apakah peristiwa dan kondisi tertentu yang memuaskan atau kurang
memadai berasal dari pertanyaan-pertanyaan ini. Bagan MORT pada
dasarnya adalah bagan logika yang rumit. Bagan MORT bagan sangat
efektif dalam menjamin perhatian pada akar penyebab yang mendasari
manajemen bahaya (International Crisis Management Association, 2014).
18
Bagan 2. 1 Cabang Utama Pohon MORT
19
Tabel 2. 1 Perbandingan Teori Kecelakaan Kerja
Teori Kelebihan Kekurangan
Domino - Spesifik
- Bisa digunkan untuk semua
sektor industri
- Mencakup model sekuensial,
pengolahan dan informasi oleh
manusia
- Kecelakaan bersumber pada
genetika pekerja
- Dilakukan oleh ahli
ILCI - Spesifik
- Bisa digunakan untuk semua
sektor industri
- Fokus pada tindakan dan
kondisi tidak aman
- Hanya mampu
menganalisis penyebab
sampai level manajemen
perusahaan
- Dilakukan oleh ahli
FTA - Bersifat terbuka
- Segala kemungkinan penyebab
mempunyai peluang yang
sama untuk dipilih
- Dilakukan oleh ahli
- Tidak memiliki dasar teori
kecelakaan kerja
- Pengguna harus memiliki
pengalaman dan terlatih
MORT - Model sekuensial (Memiliki
daftar penyebab-penyebab
yang telah ditentukan)
- Bersifat deduktif
- Memiliki pedoman pertanyaan
- Dilakukan oleh ahli
Sumber: (Katsakiori dkk, 2009)
D. Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah
yang telah dirumuskan dengan baik, mempunyai urutan (langkah-langkah)
dan membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat
risiko dan dampak yang dapat ditimbulkan. Manajemen risiko merupakan
20
metode yang sistematis yang terdiri dari menetapkan konteks,
mengidentifikasi, meneliti, mengevaluasi, perlakuan, monitoring dan
mengkomunikasikan risiko yang berhubungan dengan aktivitas apapun,
proses atau fungsi sehingga dapat memperkecil kerugian perusahaan
(AS/NZS 4360, 2004).
1. Tahapan Manajemen Risiko
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah
menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat
luas dan bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah manajemen
risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan penentuan
konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko
kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks
tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen
risiko untuk aktifitas rumah sakit, industri kimia, kilang minyak, dan
bidang lainnya.
Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi
serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan kriteria risiko
yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen
risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis,
dan evaluasi risiko serta menentukan langkah atau straregi
pengendaliannya. Proses manajemen risiko harus dilakukan secara
komprehensif dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
manajemen proses. Proses manajemen risko digambarkan sebagai berikut
(AS/NZS 4360, 2004):
21
Bagan 2. 2 Tahapan Manajemen Risiko AS/NZS 4360:2004
2. Risk Assessment
Risk assessment adalah metode sistematis untuk menentukan risiko
dari suatu aktivitas dapat ditoleransi atau tidak. Risk assessment akan
bermanfaat jika hasil risiko yang telah teridentifikasi dan diprioritaskan
tersebut ditindaklanjuti dengan cara mengelola (mengendalikan/
memperlakukan) risiko tersebut dengan baik. Tujuannya adalah
memberikan masukan untuk keputusan tentang apakah risiko perlu
dikendalikan dan strategi pengendalian risiko yang tepat dan hemat
biaya. Risk assessment melibatkan pertimbangan sumber risiko,
keparahan dan kemungkinan terjadinya. Pengendalian sendiri berfungsi
untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang posistif
(AS/NZS 4360, 2004).
22
Dalam melaksanakan identifikasi, penilaian dan pengendalian
risiko harus dilakukan oleh pekerja yang mempunyai kompetensi yang
ditetapkan. Orang yang menganalisis risiko harus memiliki pemahaman
yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk menemukan bahaya.
Melibatkan pekerja akan membantu meminimalkan kelalaian,
memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk solusi.
Ada berbagai pendekatan dalam menggambarkan kemungkinan dan
keparahan suatu risiko baik secara kualitatif, semi kuantitatif atau
kuantitatif (AS/NZS 4360, 2004).
a. Penilaian risiko dengan analisis kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif
untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan
yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk
menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan.
Dalam metode analisis kualitatif terdapat 2 unsur yang dijadikan
pertimbangan, yaitu:(AS/NZS 4360, 2004):
1) Konsekuensi
Konsekuensi adalah nilai yang menggambarkan suatu keparahan
dari efek yang ditimbulkan oleh sumber risiko pada setiap tahapan
pekerjaan.
2) Kemungkinan
Kemungkinan adalah nilai yang menggambarkan kecenderungan
terjadinya konsekuensi dari sumber risiko pada setiap tahapan
pekerjaan.
23
Tingkat risiko pada analisis kualitatif merupakan hasil perkalian nilai
variabel konsekuensi dan kemungkinan dari risiko-risiko keselamatan
kerja yang terdapat pada setiap tahapan pekerjaan.
b. Penilaian risiko dengan analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif menggunakan hasil perhitungan numerik untuk
tiap konsekuensi dan tingkat kemungkinan dengan menggunakan variasi,
seperti:
Catatan-catatan terdahulu
Pengalaman kejadian yang relevan
Literatur-literatur yang beredar dan relevan
Marketing tes dan penelitian pasar
Percobaan-percobaan dan prototype
Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis memiliki
keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko lainnya.
c. Penilaian risiko dengan analisis semi kuantitatif
Pada analisis semikuantitatif penilaian numerik diberikan kepada
tingkat likelihood dan consequences berdasarkan penilaian subyektif.
Nilai tersebut tidak mencerminkan secara tepat ukuan relatif dari
penilaian deskriptif. Analisis semi kuantitatif menghasilkan prioritas
yang lebih rinci dibandingkan dengan analisis kualitatif karena risiko di
agi menjadi beberapa kategori. Metode ini pada prinsipnya hampir sama
dengan metode analisis kualitatif, perbedaannya terletak pada uraian atau
deskripsi dari parameter yang ada pada analisis semi kuantitatif
24
dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Analisis semi kuantitatif
mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu
probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.
Terdapat hubungan yang sangat kuat antara frekuensi dari paparan
dengan probabilitas terjadinya risiko (AS/NZS 4360, 2004).
Hasil dari analisis risko kemudian di evaluasi dengan
membandingkan nilai risiko yang diperoleh dengan kriteria risiko yang
ditentukan apakah risiko yang di analisis dapat diterima atau tidak. Jika
risiko masih berada di atas batas yang dapat diterima, harus dilakukan
langkah pengendalian (Ramli, 2010).
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan
dalam keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui besar
dan potensi risikonya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai
dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Dalam menentukan
pengendalian harus mempertimbangkan hirarki pengendalian, sebagai
berikut (Ramli, 2010) :
1) Eliminasi
Eliminasi merupakan teknik pengendalian dengan
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif karena sumber
bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan.
2) Subtitusi
Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti
alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahay dengan yang lebih
aman atau lebih rendah bahayanya.
25
3) Pengendalian Teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau saran teknis
yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat
dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan
pemasangan peralatan pengaman.
4) Pengendalian Administratif
Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif
misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau
prosedur kerja yang lebih aman, rotasi kerja atau pemeriksaan
kesehatan.
5) Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan
memakai alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung
tangan, pelindung pernapasan, pelindung jatuh dan pelindung kaki.
Dalam konsep K3 penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau
last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena
APD bukan untuk mencegah kecelakaan namun hanya sekedar
mengurangi efek atau keparahan kecelakaan.
3. Cabang Risk Assessment dalam MORT
Tujuan dari MORT adalah untuk merumuskan sistem manajemen
keselamatan yang ideal berdasarkan sintesis terbaik elemen program
keselamatan sehingga tersedia teknik manajemen keselamatan. MORT
digunakan sebagai alat praktis dalam penyelidikan kecelakaan dan
evaluasi program keselamatan yang ada (Ericson, 2005). Pertanyaan-
26
pertanyaan di MORT memiliki urutan tertentu, yang dirancang untuk
membantu mengklarifikasi fakta-fakta seputar insiden.
Struktur MORT menyerupai sebuah pohon dan berasal dari fault
tree (pohon kegagalan). Dilihat dari struktur pohon MORT, kerugian
akibat kecelakaan dan insiden timbul dari dua sumber yang berbeda.
Sumber pertama berasal dari risiko yang sudah diidentifikasi lalu risiko
tersebut diterima dengan pengelolaan yang benar (assumed risk) dan
sumber kedua berasal dari risiko yang belum dikelola dengan benar.
Sumber kedua ini dimasukkan sebagai kelalaian (oversight and
omission).
Bagan MORT berperan sebagai daftar yang memungkinkan untuk
berkonsentrasi pada isu-isu terungkap melalui proses. Bagan MORT
dasar dapat digunakan untuk memfasilitasi dan memeriksa proses
identifikasi bahaya secara keseluruhan (International Crisis Management
Association, 2014). Bagan MORT memiliki dua kegunaan langsung yaitu
untuk menganalisis manajemen dan faktor organisasi relatif terhadap
kecelakaan yang telah terjadi dan untuk mengevaluasi atau mengaudit
program keselamatan dalam kaitannya dengan kecelakaan yang
signifikan yang memiliki potensi untuk terjadi (ILO, 2011).
Untuk menganalisis penyebab masalah pelaksanaan risk
assessment berdasarkan teknik MORT yaitu terletak pada cabang Task
Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk
Assessment LTA (Less Than Adequate). Cabang Task Spesific Risk
27
Assessment Not Performed membahas tidak terlaksananya risk
assessment. Sedangkan cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
membahas ketidaktepatan pelaksanaan risk Assessment.
Bagan 2. 3 Cabang Risk Assessment MORT
Berikut ini penjelasan cabang Task Spesific Risk Assessment Not
Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA (Noordwijk Risk
Initiative, 2009):
28
a. Task Spesific Risk Assessment Not Performed
Pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed
membahas tentang risk assessment yang. Permasalahan dapat
timbul jika penilaian risiko tidak dilakukan pada pekerjaan yang
memiliki risiko tinggi.
Bagan 2. 4 Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed
29
1) Task Analysis Not Required
Cabang ini merupakan cabang pertama pada lapisan
Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e1. Cabang
ini akan membahas apakaah perusahaan mewajibkan pelaksanaan
pre-job analysis pada setiap pekerjaan.
2) Task Analysis LTA
Cabang ini merupakan cabang kedua pada lapis Supervision
and Stuff Peformance LTA dengan kode e2. Jika perusahaan
mewajibkan pre-job analysis maka cabang ini akan membahas
ketepatan job analysis yang ditinjau dari identifikasi bahaya pada
setiap langkah proses kerja.
3) Task Analysis Not Made
Cabang ini merupakan cabang ketiga pada lapis kelima
Supervision and Stuff Peformance LTA dengan kode e3. Pada
cabang Task Analysis Not Made terdapat empat cabang lagi yang
wajib dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job
analysis, yakni:
a) Authority LTA
Cabang ini merupakan cabang pertama yang menjurus
bahwa kelemahan risk assessment disebabkan oleh
ketidakahlian analisis menganalisis sebuah pekerjaan.
b) Budget LTA
Cabang ini merupakan cabang kedua yang menekankan
pada aspek pembiayaan untuk pelaksanaan risk assessment.
30
c) Time LTA
Cabang ini merupakan cabang yang membahas tentang
permasalahan waktu untuk pelaksanaan risk assessment.
d) Supervisor Judgement LTA
Cabang ini merupakan cabang keempat yang membahas
tentang ketidaktepatan supervisor mengambil keputusan dalam
pelaksanaan pre-job analysis.
b. Task Spesific Risk Assessment LTA
Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA merupakan
cabang yang akan menjadi fokus analisis untuk mengetahui
penyebab ketidaktepatan pada pelaksanaan risk assessment.
Berikut merupakan cabang dari Task Spesific Risk Assessment:
1) Task Spesific Risk Analysis LTA
Cabang dengan kode D10 ini mempertimbangkan kualitas
analisis risiko pekerjaan yang sudah dilakukan.
a) Knowledge LTA
Cabang dengan kode E4 ini mempertimbangkan
pengetahuan yang memadai tersedia untuk analisis risiko.
i. Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA
Cabang dengan kode F5 ini mempertimbangkan saran dan
input pekerja yang memadai digunakan dalam analisis
risiko.
31
ii. Technical Information Systems LTA
Cabang dengan kode F6 ini mempertimbangkan
analisis risiko pekerjaan cukup didukung oleh sistem
informasi teknis.
b) Execution LTA
Cabang dengan kode E5 ini mempertimbangkan hal-hal
yang memengaruhi kualitas analisis risiko.
iii. Time LTA
Cabang dengan kode F7 ini mempertimbangkan
waktu yang cukup untuk melakukan analisis risiko.
iv. Budget LTA
Cabang dengan kode F8 ini mempertimbangkan
anggaran yang memadai untuk melakukan analisis risiko.
v. Scope
Cabang dengan kode F9 ini mempertimbangkan
ruang lingkup dan detail dari analisis risiko pekerjaan yang
cukup untuk mencakup semua risiko yang terkait dengan
pekerjaan/ proses tersebut.
vi. Analytical Skill LTA
Cabang dengan kode F10 ini mempertimbangkan
pengalaman dan keterampilan para pengawas dan peserta
lain yang memadai untuk menyelesaikan penilaian risiko
pekerjaan yang diperlukan.
32
vii. Hazard Selection LTA
Cabang dengan kode F11 ini menganggap bahaya
yang tidak dicantumkan memicu masalah. Temuan bahaya
sangat penting untuk kecukupan analisis risiko.
- Hazard Identification LTA
Cabang dengan kode G1 ini mempertimbangkan
kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya.
- Hazard Prioritisation LTA
Cabang dengan kode G2 ini mempertimbangkan
metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya
yang telah diidentifikasi.
2. Recommended Risk Control LTA
Cabang dengan kode D11 ini mempertimbangkan
kecukupan pengendalian yang direkomendasikan oleh penilaian
risiko pekerjaan.
c. Clarity LTA
Cabang dengan kode E6 ini mempertimbangkan
rekomendasi dari penilaian risiko pekerjaan cukup jelas untuk
mengizinkan penggunaannya mudah dan paham.
d. Compatibility LTA
Cabang dengan kode E7 ini mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan kompatibel dengan
persyaratan yang ada.
33
e. Testing of Control LTA
Cabang dengan kode E8 ini mempertimbangkan
pengendalian diuji untuk efektivitas sebelum diimplementasikan.
f. Directive LTA
Cabang dengan kode E9 ini mempertimbangkan arahan
untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan.
g. Availability LTA
Cabang dengan kode E10 ini mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan tersedia untuk digunakan
oleh personil yang terlibat.
h. Adaptability LTA
Cabang dengan kode E11 ini mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan dirancang dengan cara yang
memungkinkan mereka untuk secara memadai disesuaikan dengan
situasi yang berbeda-beda.
i. Use Not Mandatory
Cabang dengan kode E12 ini mempertimbangkan
penggunaan pengendalian yang direkomendasikan adalah wajib.
34
Berikut ini cabang Task Spesific Risk Assessment LTA:
Bagan 2. 5 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
35
Berikut arti simbol-simbol dalam MORT (Noordwijk Risk Initiative, 2009):
Tabel 2. 2 Arti Simbol dalam MORT
Simbol Arti
Simbol ini digunakan untuk menyatakan suatu
kegagalan atau kelalaian.
Simbol ini mendeskripsikan komponen dasar dari
sebuah cabang.
Simbol ini menyatakan akhir dari sebuah rangkaian
tanpa informasi dan solusi yang cukup. Cabang ini
baru dapat dianalisis pada cabang Assumed Risk.
Gerbang DAN.
Gerbang ATAU.
Simbol yang digunakan untuk perpindahan ke lokasi
lain.
Untuk meninjau proses lebih mudah menggunakan kode warna bagan
(Noordwijk Risk Initiative, 2009):
Tabel 2. 3 Kode Warna Pohon MORT
Warna Arti
Merah Masalah ditemukan
Hijau Isu telah relevan dan dinilai memuaskan
Biru Menunjukan masalah relevan tetapi tidak memiliki informasi
yang cukup untuk menilai masalah besar
36
c12
d10 d11
e4 e5 e6 e7 e8 e9 e10 e11 e12
f5
f6 f7
f8
f9
f10
f11
g1 g2
E. Kerangka Teori
Berdasarkan teori MORT yang dikeluarkan Noordwijk Risk Initiative (2009) untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Bagan 2. 6 Kerangka Teori
Task Spesific Risk
Assessment
LTA
Task Spesific
Risk Analysis
LTA
Rceommended
Risk Control
LTA
Knowledge
LTA
Execution
LTA Clarity
LTA
Compatibility
LTA
Testing of Control
LTA
Directive to Use
LTA
Availabi
lity LTA
Adaptabili
ty LTA
Use Not
Mandatory
Use of workers
Input LTA
Technical
Information
System LTA Time
LTA
Budget
LTA
Scope
LTA
Analytical
Skill
LTA
Hazard
Selection LTA
Hazard Identificatio
n LTA
Hazard
Prioritisatio
n LTA
37
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya tahun 2015. Proyek Cibis Tower 9 merupakan kegiatan
industri konstruksi yang dalam proses pekerjaanya mengandung sumber
bahaya serta risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan. Penelitian ini akan
dilaksanakan berdasarkan studi pendahuluan yang menyatakan bahwa
pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
diketahui tidak dilakukan di waktu yang tepat, belum sesuai alur proses
penilaian risiko, ketidaktepatan juga meliputi revisi dokumen, identifikasi
bahaya serta tidak dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja
atau karyawan lain termasuk pimpinan.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti melakukan proses analisis
pelaksanaan risk assessment dengan menggunakan teknik Management
Oversight and Risk Tree (MORT). Teknik MORT yang digunakan adalah
cabang yang fokus pada risk assessment, yakni cabang Task Spesific Risk
Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas
pelaksanaan risk assessment yang tidak tepat. Cabang Task Spesific Risk
Assessment LTA ini yang menjadi fokus analisis pelaksanaan risk assessment
pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
38
Peneliti akan menganalisis letak permasalahan dan mencari informasi
lebih dalam tentang penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment
melalui observasi, wawancara dan telaah dokumen. Penyebab berdasarkan
cabang Task Spesific Risk Assessment LTA yaitu Task Spesific Risk Analysis
LTA dan Recommended Risk Control Controls LTA.
Pada cabang Task Spesific Risk Analysis LTA, peneliti akan melihat
status ada tidaknya ketidaktepatan dari cabang-cabang yang terkait.
Kemudian pada cabang Recommended Risk Controls LTA, peneliti juga akan
melihat status dari cabang-cabang yang terkait apakah memadai atau belum.
Hasil analisis tersebut akan didapatkan output yaitu penyebab tidak tepatnya
pelaksanaan risk assessment. Penyebab tersebut akan digambarkan melalui
pohon MORT dan pembahasannya sehingga diketahui cabang-cabang
manakah yang kurang memadai dalam pelaksanaan risk assessment pada
Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
39
Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3. 1 Kerangka Pikir
Pelaksanaan risk assessment
Analisis pelaksanaan risk assessment dengan MORT.
Task Spesific Risk Assessment LTA:
a. Task Spesific Risk Analysis LTA
(Use of workers's input, Technical information system, Time, Budget, Scope, Analytical Skill, Hazard identification, Hazard Prioritisation)
b. Recommended Risk Controls LTA
(Clarity, Compatibility, Testing of control, Directive to use, Availability, Adaptability, Use
not mandatory)
Ada tidaknya ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment dan penyebabnya
40
B. Definisi Istilah
Tabel 3. 1 Definisi Istilah
No Istilah Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil
1.
Pelaksanaan Risk
Assessment
Proses atau cara melaksanakan risk assessment
dibandingkan dengan teori AS/NZS 4360
Tahun 2004 tentang Manajemen Risiko.
Telaah dokumen,
Wawancara
Daftar dokumen,
Pedoman
wawancara
Gambaran
pelaksanaan risk
assessment
2. Analisis
pelaksanaan risk
assessment
Analisis terhadap masalah dalam pelaksanaan
risk assessment berdasarkan teknik MORT
cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
yang terdiri dari 2 cabang utama, yaitu Task
Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended
Risk Controls LTA.
Wawancara,
Observasi, Telaah
dokumen
Pedoman
wawancara,
Lembar observasi,
Daftar dokumen
Status ada tidaknya
masalah pada
cabang Task Spesific
Risk Analysis LTA
dan Recommended
Risk Control LTA
a. Cabang Task
Spesific Risk
Analysis LTA
Analisa yang mempertimbangkan kualitas risk
assessment yang meliputi, Use of workers's
input, Technical information system, Time,
41
No Istilah Definisi Cara Ukur Instrumen Hasil
Budget, Scope, Analytical Skill, Hazard
identification, Hazard Prioritisation pada
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya.
b. Cabang
Recommended Risk
Controls LTA
Analisa yang mempertimbangkan kecukupan
pengendalian yang direkomendasikan oleh
penilaian risiko yang meliputi, Clarity,
Compatibility, Testing of control, Directive to
use, Availability, Adaptability, Use not
mandatory pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan PT Waskita Karya.
3. Penyebab tidak
tepatnya
pelaksanaan Risk
Assessment
Hal yang menyebabkan pelaksanaan risk
assessment tidak terlaksana secara tepat.
Wawancara,
Observasi, Telaah
dokumen
Pedoman
Wawancara,
Lembar
Observasi, Daftar
Dokumen
Hal-hal yang
menyebabkan tidak
tepatnya pelaksanaan
risk assessment
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang biasanya digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti berperan sebagai
instrumen (Sugiyono, 2009). Pada penelitian ini ingin menganalisis
ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Ketidaktepatan pelaksanaan
risk assessment dianalisis dengan menggunakan teknik Management
Oversight and Risk Tree (MORT) dan difokuskan pada cabang Task Spesific
Risk Assessment LTA.
B. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan
PT Waskita Karya. Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari hingga
September tahun 2015.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini diambil berdasarkan metode Purposive
Sampling. Purposive Sampling merupakan teknik pengambilan informan
dengan pertimbangan tertentu yakni informan dianggap paling tahu tentang
apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek
atau situasi sosial yang sedang diteliti (Sugiyono, 2009). Informan penelitian
dipilih berdasarkan suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti
43
berdasarkan ciri-ciri informan yang sudah diketahui sebelumnya. Pada
penelitian ini ada beberapa kategori informan penelitian yang harus terpenuhi
agar informasi didapatkan bervariasi yaitu:
1. Informan Utama
Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam
objek yang diteliti, dalam penelitian ini Informan utama yang diplih untuk
wawancara adalah Sekertaris K3LMP dan staf K3LMP.
2. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah Kepala Proyek,
safety koordinator, dan pekerja. Hal ini dapat memberikan telaah secara
mendalam mengenai pelaksanaan risk assessment di Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan.
Tabel 4. 1 Informan Penelitian
No.
Kategori
Informan
Jabatan
Jumlah
Informan
1. Informan Utama
Sekertaris K3LMP 1
Staf K3LMP 2
2.
Informan
Pendukung
Kepala Proyek 1
Safety Koordinator 1
Pekerja Besi 1
Pekerja Kayu 1
Pekerja Coran 1
44
Tabel 4. 2 Triangulasi Sumber
No. Data
Informan
Sekertaris
K3LMP
Kepala
Proyek
Staf
K3LMP
Safety
Koordina
tor
Pekerja
1. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA
– Cabang Knowledge LTA
a Cabang Use of Workers
Suggestion & Input LTA -
b Cabang Technical
Information System LTA -
– Cabang Execution LTA -
c Cabang Time LTA - - -
d Cabang Budget LTA - - -
e Cabang Scope LTA - - -
f Cabang Analytical Skill LTA -
g Cabang Hazard
Identification LTA - - - -
h Cabang Hazard
Prioritisation LTA - - - -
2. Cabang Recommended Risk Controls LTA
i Cabang Clarity LTA - -
j Cabang Compatibility LTA - - -
k Cabang Testing of Control
LTA - - -
l Cabang Directive LTA - -
m Cabang Availability LTA -
n Cabang Adaptability LTA - -
o Cabang Use Not Mandatory - -
45
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Untuk
mengumpulkan data peneliti menggunakan pedoman wawancara, lembar
observasi, dokumen terkait, alat perekam suara, kamera, laptop dan alat tulis.
E. Pengumpulan Data
Data penelitian ini didapatkan dengan cara mengumpulkan data primer
dan data sekunder.
1. Data primer didapatkan dengan cara observasi dan wawancara pihak-
pihak terkait.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong, 2007). Wawancara menggunakan pedoman
wawancara dari teknik MORT cabang Task Spesific Risk Assessment
LTA yang ditujukan kepada informan yang telah ditetapkan.
Observasi merupakan pengamatan yang didasarkan atas pengalaman
secara langsung (Moleong, 2007). Proses observasi menggunakan
lembar observasi dan didukung dengan kamera. Selain itu, didukung
dengan peralatan seperti alat perekam dan alat tulis.
2. Sedangkan data sekunder didapatkan dari telaah dokumen perusahaan
seperti:
1. Kebijakan risk assessment
2. Form risk assessment
3. Lembar inspeksi
46
4. Anggaran dana
5. Daftar pengendalian risiko
6. Risalah pertemuan
7. Metode kerja
8. Form Hazard Identification
9. Hasil risk assessment
10. Form bukti pelanggaran
11. Lembar penerimaan dokumen
12. Instruksi Kerja
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi data membandingkan dan
mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data (Moleong, 2007).
Tabel 4. 3 Triangulasi Teknik
No Data Sumber Data
Wawancara Observasi Telaah Dokumen
1. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA
– Cabang Knowledge LTA
a Use of Workers’ Suggestion
and Input LTA (6)
b Technical Information System
LTA (6)
– Cabang Execution LTA
c Time LTA - (1,9)
d Budget LTA - (4)
e Scope LTA (1,2,9)
f Analytical Skill LTA - (1,9)
g Hazard Identification LTA - (1,7,8)
47
No Data Sumber Data
Wawancara Observasi Telaah Dokumen
H Hazard Prioritisation LTA - (1,9)
2. Cabang Recommended Risk Controls LTA
i Clarity LTA - (1,2,5)
j Compatibility LTA - (1,2,4)
k Testing of Control LTA - (2,9)
l Directive LTA (2,5,10,12)
m Availability LTA (4,11)
n Adaptability LTA (9)
o Use Not Mandatory (1,3,10)
F. Analisis Data dan Pengolahan Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola dan kategori. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah content analysis atau kajian isi. Teknik
kajian isi digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan
karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong,
2007). Sesuai dengan penjelasan teknik analisis data kualitatif yaitu analisis
isi, semua data yang sudah diperoleh selanjutnya dinarasikan dan disusun
kedalam transkrip untuk kemudian dibuat matriksnya.
Pengolahan data yang dilakukan dengan mengumpulkan semua data
yang diperoleh dari wawancara, observasi dan telaah dokumen. Kemudian
data yang terkumpul disusun dalam bentuk transkrip data. Data yang telah
disusun dikategorikan sesuai kode dalam cabang Task Spesific Risk
Assessment LTA dari pohon Management Oversight and Risk Tree (MORT).
Analisis data dan interpretasi data mengikuti cabang Task Spesific Risk
Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA, sehingga dapat diketahui
48
penyebab ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis
Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015. Seluruh data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan matriks serta
pohon MORT.
G. Penyajian Data
Penyajian data penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat
dengan teks yang bersifat naratif dan disajikan dalam bentuk matriks
berdasarkan unsur yang diteliti.
49
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan dan Proyek
1. Sejarah Perkembangan PT Waskita Karya (Persero)
PT Waskita Karya merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) di Indonesia yang memainkan peran utama dalam
pembangunan negara. PT Waskita Karya didirikan pada 1 Januari 1961
dan sejak 1973 status hukum PT Waskita Karya telah diubah menjadi
“Persero”. Sejak saat itu, perusahaan mulai mengembangkan usahanya
sebagai kontraktor umum terlibat dalam jangkauan yang lebih luas dalam
kegiatan konstruksi termasuk jalan raya, jembatan, pelabuhan, bandara,
bangunan, tanaman pembuangan limbah, pabrik semen, pabrik dan
fasilitas industri lainnya.
Memasuki tahun 1990, PT Waskita Karya (Persero) telah
menyelesaikan banyak bangunan bertingkat dengan reputasi baik
diterima seperti BNI City (bangunan tertinggi di Indonesia), Bank
Indonesia Bangunan Kantor, Graha Niaga Tower, Mandiri Plaza Tower,
Shangri-La Hotel dan beberapa apartemen bertingkat bangunan di Jakarta
dan kota-kota lainnya di Indonesia.
Upaya selalu dilakukan untuk mengutamakan kualitas terdepan apa
pun telah memungkinkan PT Waskita Karya (Persero) dalam
memperoleh sertifikasi ISO 9002:1994 pada bulan November 1995; yang
menjadi pengakuan internasional meyakinkan tentang Sistem Manajemen
50
Mutu ISO dilaksanakan oleh perusahaan dan titik awal menuju era global
kompetisi. Pada bulan Juni 2003, PT Waskita Karya (Persero) telah
berhasil memperbarui Sistem Manajemen Mutu dan mampu
mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000 dan pada tahun 2007
melanjutkan proses restrukturisasi dan siap menjalani provatisasi untuk
pengembangan usahanya. Hingga saat ini PT Waskita Karya (Persero)
terdiri dari beberapa wilayah dan divisi, kantor cabang dan anak
perusahaan yang tersebar di Indonesia dan luar negeri.
2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi
Menjadi perusahaan jasa konstruksi terbaik yang memberikan nilai
tambah bagi stakeholder.
b. Misi
Meningkatkan nilai perusahaan yang kompetitif dan berkualitas
dengan:
1) Sumber daya manusia yang kompeten
2) Sinergi dengan pelanggan, mitra kerja dan lembaga keuangan serta,
3) Berorientasi pada keselamatan, kesehatan dan peduli lingkungan
3. Kebijakan K3
PT Waskita Karya (Persero) sebagai Badan Usaha Jasa Konstruksi
selalu mengendalikan risiko terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Lingkungan dan Mutu dengan cara menerapkan Sistem Manajemen PT
Waskita Karya (Persero) untuk memenuhi kepuasan stakeholders.
Sebagai bentuk komitmen tersebut, manajemen selalu:
51
a. Mematuhi peraturan perundangan dan persyaratan lain yang berlaku.
b. Meningkatkan kinerja secara berkesinambungan
c. Mencegah cidera, sakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan
d. Memberikan pelatihan, menyediakan tempat dan sarana kerja yang
sehat, aman dan nyaman kepada seluruh stakeholders.
4. Jenis Kegiatan Usaha
PT Waskita Karya (Persero) saat ini memiliki 5 (lima) bidang
bisnis yang meliputi Jasa Konstruksi, Beton Precast,
Properti, Engineering dan Procurement, serta Jasa Pengoperasian dan
Pemeliharaan Jalan Tol.
a. Konstruksi
Jasa konstruksi mencakup dua bidang usaha, yaitu Konstruksi Sipil
dan Konstruksi Gedung. Konstruksi Sipil dikelola oleh Divisi Sipil
yang berkedudukan di Jakarta. Daerah operasi Divisi Sipil mencakup
Jabodetabek dan Banten (NK ≥ 30 M), Pulau Jawa (≥ 100 M), dan Luar
Jawa (≥ 250 M). Divisi Sipil mengerjakan proyek-proyek infrastruktur
seperti jalan dan jembatan, irigasi, bendungan, dermaga, pelabuhan,
serta bandara.
b. Beton Precast
PT Waskita Karya melakukan inovasi dan terobosan dalam
pengembangan usaha produksi beton dengan mendirikan anak
perusahaan PT Waskita Beton Precast. Fasilitas Beton Precast adalah
pengembangan dan diversifikasi dalam bidang selain kontraktor dan
memiliki core bisnis yang menunjang Waskita Karya sebagai
52
perusahaan jasa konstruksi di Indonesia. PT Waskita Beton Precast
memiliki visi agar menjadi unit bisnis di bidang Precast dan Ready Mix
yang dapat memberikan profit dengan menghasilkan produk-produk
Precast & Ready Mix yang bermutu tinggi dan harga yang kompetitif.
c. Properti
Proyek-proyek property dikelola oleh PT Waskita Karya Realty,
yang berkedudukan di Jakarta. Divisi ini melaksanakan kegiatan
perusahaan dalam bidang Pemasaran sampai dengan produksi, dengan
jenis usaha Rumah Tapak (real estate, town house), Rumah Susun
(rusun, apartemen, kondominium, condotel), serta Commercial
Building (perhotelan, perkantoran, ruko/rukan/soho, mall, industrial
building, sekolah, rumah sakit).
d. EPC
Kegiatan perusahaan dalam kegiatan pemasaran, engineering dan
procurement proyek-proyek dilaksanakan oleh Divisi EPC. Segmen
usaha Engineering, Procurement, Construction (EPC)mencakup
pekerjaan bangunan pabrik dan energi. Pekerjaan bangunan pabrik
meliputi bangunan sarana industri, konstruksi dan pabrikasi, serta
maintenance.
e. Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol
Usaha Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol dilakukan
oleh PT Waskita Toll Road, yang merupakan anak perusahaan PT
Waskita Karya (Persero). Jasa pengoperasian dan pemeliharaan untuk
53
saat ini meliputi Jalan Tol Pejagan - Pemalang serta Jalan Tol Kriyan -
Legundi - Bunder.
5. Gambaran Area Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Nama Proyek : Cibis Tower 9
Lokasi Proyek : Jl. Cilandak kko. Jakarta Selatan
Waktu Pelaksanaan : 23 September 2014 s/d 23 April 2016
Pemilik Proyek : PT. Bhumyanca Sekawan
Batas Area Proyek : Sisi Utara : Traxindo Build
Sisi Timur : Jalan Raya Cilandak KKO
Sisi Barat : Kawasan Komersial
Sisi Selatan : Toserba Seven Eleven
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Gambar 5. 1 Lokasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
54
6. Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Bagan 5. 1 Struktur Organisasi Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
55
7. Sistem Manajemen K3LMP Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
PT Waskita Karya (Persero) selalu berupaya untuk memastikan
proyek dalam pelaksanaannya selalu menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan, Kesehatan Kerja, Lingkungan dan Mutu serta Sistem
Manajemen Pengamanan (SM-K3LMP), sesuai dengan kebijakan
perusahaan di dalam masalah Keselamatan, Kesehatan Kerja,
Lingkungan, Mutu dan Pengamanan yang terukur sesuai yang
disyaratkan dalam regulasi peraturan perundangan Republik Indonesia
dan peraturan daerah setempat, terlaksana dan terukur dengan baik dan
sesuai Nilai Ambang Batas yang disyaratkan.
Ruang lingkup implementasi Sistem Manajemen Keselamatan,
Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (SM-K3LMP) di
proyek mencakup semua persyaratan yang diminta di dalam standar
OHSAS 18001:2007, ISO 14001:2004 dan ISO 9001:2008 serta SMP
SMK3 Perkap RI No. 24 : 2007, selama proses pelaksanaan proyek dari
awal hingga selesai.
B. Karakteristik Informan
Informan penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti, sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang
diharapkan sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi
sosial yang sedang diteiti. Informan tersebut sebagai berikut:
56
Informan Utama
Informan utama yang di wawancara dalam penelitian ini adalah
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan risk assessment di Proyek
Cibis Tower 9 yaitu Sekertaris K3LMP dan staf K3LMP.
Informan Pendukung
Informan pendukung yang di wawancara dalam penelitian ini
adalah safety koordinator, kepala proyek dan pekerja terkait.
Dalam penelitian ini peneliti didampingi oleh seseorang yang ahli
dalam obyek yang diteliti guna memperkuat hasil penelitian pada saat
dilapangan. Peneliti didampingi oleh orang yang berpengalaman di bidang
K3 dan tersertifikasi manajemen risiko. Pada saat mewawancarai informan
peneliti didampingi oleh seorang safety leader di salah satu perusahaan
konstruksi swasta di Indonesia.
Tabel 5. 1 Karakteristik Informan
No. Kategori
Informan Informan Jabatan
1. Informan Utama PRA1 Sekertaris K3LMP
PRA2 Staf K3LMP
PRA3 Staf K3LMP
2. Informan
Pendukung
PRA4 Kepala Proyek
PRA5 Safety Koordinator
PRA6 Pekerja Besi
PRA7 Pekerja Kayu
PRA8 Pekerja Coran
57
C. Gambaran Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015
Penilaian risiko merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko.
Manajemen risiko merupakan bagian dari sistem manajemen PT Waskita
Karya yang dirancang untuk mengantisipasi dan pengendalian risiko potensial
(PT Waskita Karya, 2013). Dalam prosedur penilaian risiko dengan nomor
dokumen PW-K3LMP-01 memiliki detail pelaksanaan prosedur penilaian
risiko harus mencakup identifikasi bahaya dan aspek lingkungan, penilaian
dan pengendalian risiko serta persetujuan, pemantauan dan update penilaian
risiko.
a. Tujuan Risk Assessment
Tujuan PT Waskita Karya (persero) membuat prosedur terkait
penilaian risiko adalah guna memastikan bahwa seluruh proses penilaian
risiko yang mencakup Keselamatan Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu
dan Pengamanan (K3LMP) ditetapkan, diterapkan dan dirawat.
Proyek Cibis Tower 9 membuat penilaian risiko yang dimulai dari
HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment and Determining
Control) dan IADL (Identifikasi Aspek Dampak Lingkungan) dan
penyusunan program Kesehatan, Keselamatan Kerja dan lingkungan
bertujuan dapat memenuhi peraturan hukum seperti Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor:05/PRT/M/2014 tentang pedoman SMK3
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan peraturan-peraturan lainnya yang
berlaku di Indonesia khususnya serta di International umumnya untuk
menjamin tidak terjadinya gangguan kesehatan, kecelakaan kerja dan
58
penurunan kualitas lingkungan di proyek seperti OHSAS 18001: 2007
tentang sistem manajemen K3.
Dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
(Persero) menyebutkan bahwa tujuan risk assessment adalah untuk
memastikan bahwa semua potensi bahaya teridentifikasi, dinilai risiko
yang meliputi:
- Identifikasi Bahaya
Memperkirakan suatu aktifitas yang dilakukan terhadap sesuatu
yang memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan cidera, sakit
atau kerusakan konstruksi / properti yang terkandung dalam suatu
obyek atau aktifitas.
- Penilaian Risiko
Proses pembobotan yang dilakukan untuk mengklasifikasikan
potensi-potensi bahaya ke dalam kategori tinggi, menengah atau
rendah dengan menggunakan parameter atau skor.
- Pengendalian Risiko
Suatu upaya untuk meminimalkan atau menghilangkan celaka atau
sakit atau kerusakan terhadap properti perusahaan dalam suatu
proses kegiatan.
b. Tahapan Pelaksanaan Risk Assessment
Prosedur risk assessment secara tertulis tidak tercantum alur
tahapan penerapan penilaian risiko akan tetapi berdasarkan hasil
wawancara dengan narasumber diketahui bahwa alur tahapan penerapan
prosedur risk assessment dapat digambarkan sebagai berikut:
59
Bagan 5. 2 Alur Proses Risk Assessment K3LMP
Pada pelaksanaannya berdasarkan hasil studi pendahuluan yakni
wawancara dengan narasumber sekertaris K3LMP selaku yang membuat
risk assessment K3 mengatakan bahwa pelaksanaan penilaian risiko masih
belum sesuai alur. Diketahui dalam alur proses bahwa penerapan risk
assessment di proyek dilakukan setelah organisasi membuat metode kerja
dan spesifikasi teknis, akan tetapi dalam pelaksanaannya penialaian risiko
dilakukan sebelum metode kerja dan spesifikasi dibuat.
Dalam alur proses risk assessment, hasil risk assessment wajib
ditanda tangani oleh organisasi, hal ini merupakan salah satu bentuk
bahwa hasil penilaian risiko juga telah dikomunikasikan kepada pihak
terkait. Namun dalam pelaksanaanya diketahui bahwa pada dokumen
K3LMP
Mempelajari Spesifikasi Teknis, Mengidentifikasi Bahaya & Aspek Lingkungan, Menilai Risiko, Menentukan Pengendalian Risiko, Melakukan
Pemantauan dan Pengukuran
Organisasi Organisasi
Membuat Metode Kerja Menyetujui Hasil Penilaian danSpesifikasi Teknis Risiko, Meninjau Hasil
Penilaian Risiko Periodik
Waskita Pusat
Membuat Organisasi Proyek
OWNER
Menunjuk Waskita sebagai Kontraktor
60
Form PW-K3LMP-01-01 hasil penilaian risiko yang dibuat pada bulan
oktober tersebut belum disetujui.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Gambar 5. 2 Lembar Persetujuan Hasil Risk Assessment
Pada tahapan penilaian risiko hasil penilaian harus disetujui oleh
pimpinan/ manajer yang terkait dalam organisasi perusahaan. Hal ini tertera
dalam dokumen PW-K3LMP-01:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 Cilandak
Gambar 5. 3 Prosedur Persetujuan Hasil Penilaian Risiko
Identifikasi bahaya dan aspek lingkungan termasuk dalam prosedur
wajib penilaian risiko di PT Waskita Karya (Persero). Dalam prosedur
61
penilaian risiko untuk melakukan identifikasi bahaya dan aspek
lingkungan harus mempertimbangkan antara lain sebagai berikut:
a. Aktifitas rutin dan non rutin
b. Aktifitas seluruh personil yang mempunyai akses tempat kerja
c. Perilaku/kebiasaan dan kemampuan adaptasi manusia
d. Bahaya-bahaya yang terjadi disekitar tempat kerja
e. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja
f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, baik milik
sendiri maupun milik subkontraktor.
g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di perusahaan,
aktifitas-aktifitasnya atau material
h. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan semen
tara dan dampaknya kepada operasional, proses dan aktifitas.
i. Melihat kondisi saat ini, masa lampau dan pekerjaan yang akan
dilakukan.
j. Sumber daya yang akan dipergunakan termasuk sumber daya
manusia, energi dan infrastruktur.
k. Kapan pekerjaan akan dikerjakan
l. AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL
Dalam mengidentifikasi bahaya, aspek lingkungan menjadi salah
satu perhatian dalam prosedur penilaian risiko.
AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL merupakan salah satu alternatif untuk
meminimalisasi dampak negatif. Berdasarkan hasil telaah dokumen
diketahui bahwa dalam pelaksanaan pembangunan proyek Cibis Tower 9
62
tidak terdapat dokumen AMDAL. Tidak adanyanya dokumen AMDAL
menjadi salah satu masalah penting dalam penilaian risiko. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan wawancaara dengan Sekertaris K3LMP
mengungkapkan pengajuan AMDAL telah dilakukan akan tetapi belum
disetujui oleh pihak terkait, akibatnya proyek Cibis Tower 9 dibangun
tanpa adanya izin lingkungan.
D. Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun 2015
Berdasarkan ketidaktepatan dalam pelaksanaan risk assessment pada
Proyek Cibis Tower 9, maka peneliti melakukan analisis pelaksanaan risk
assessment dengan menggunakan teknik Management Oversight and Risk
Tree (MORT) pada cabang Task Spesific Risk Assessment. Dalam teknik
MORT, pada lapis kesepuluh terdapat dua cabang yang membahas risk
assessment yaitu cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan
Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment
Not Performed membahas tidak terlaksananya risk assessment. Sedangkan
cabang Task Spesific Risk Assessment LTA membahas ketidaktepatan
pelaksanaan risk assessment (Noordwijk Risk Initiative, 2009).
Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang akan menjadi fokus
analisis karena pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan risk assessment
dilaksanakan namun terdapat ketidaktepatan pelaksanaannya. Berikut ini
penjabaran penyebab masalah berdasarkan cabang Task Spesific Risk
Assessment LTA:
63
a. Cabang Task Spesific Risk Analysis LTA
1) Cabang Knowledge LTA
Cabang knowledge dengan kode E4 mempertimbangkan
pengetahuan yang memadai harus tersedia untuk pelaksanaan risk
assessment. Terdapat dua cabang yang mempengaruhi pengetahuan,
yaitu:
a) Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input LTA
Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input dengan kode
F5 mempertimbangkan saran dan masukan pekerja yang memadai
digunakan dalam pelaksanaan risk assessment. Proyek Cibis Tower
9 melibatkan pekerja dalam pemberian informasi terkait bahaya
atau risiko yang dihadapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan, diketahui bahwa pekerja dilibatkan sebagai objek yang
akan memberikan informasi terkait bahaya yang dihadapi. Berikut
ini kutipan pernyataan informan utama:
“Pekerja nggak terlibat langsung dalam pembuatan risk
assessment nya, tapi mereka cukup terlibat dalam memberi
masukan ke kita risiko sama bahaya apa aja yang ada di
lapangan.. nanti setelah mereka kasih tau ke kita, kita kasih
tindakan koreksi nya...“ PRA1.
“Selama ini pekerja sudah banyak yang terlibat.. Ketika ada
kemungkinan yang bisa menimpa pekerja, pekerja nya itu
melaporkan risiko apa yang dia lihat ke K3. Dari laporan itu
langsung di antisipasi dan dimasukan ke hiradc...” PRA2.
64
“Kalau terlibat pasti terlibat...dari pekerja seumpama ada risiko
atau bahaya yang menyangkut kondisi pekerja biasanya langsung
melapor ke K3 atau ke pelaksana di lapangan, nanti pelaksana
dilapangan akan memberitahu orang K3 nya...“ PRA3.
Selanjutnya hasil wawancara dengan pekerja mendukung
pernyataan dari informan utama, berikut ini kutipan pernyataan
informan pendukung:
“Keterlibatan pekerja ya ada ya, kalopun intelektual mereka
backgroundnya hanya SD SMP tapi mereka tetap dilibatkan... ya
kalo ada risiko gitu mereka lapor ke kita...“ PRA5.
“Setau saya pekerja disini sering kasih masukan mbak, risiko disini
kan sering jadi pekerja aktif kasih tau orang K3 supaya ada
tindakan gitu mbak...“ PRA7.
“Kita kerja diketinggian pasti hubungannya dengan jatuh, risiko
yang ekstrim gitu pasti harus lapor. Kalo saya si seringnya lapor
ke pelaksana...” PRA8.
Dari hasil kutipan wawancara diatas dapat diketahui bahwa
pekerja terlibat dengan memberikan informasi risiko yang dihadapi
di area kerja kepada tim K3LMP dan pelaksana di lapangan.
Selama pengamatan berlangsung di lapangan terlihat beberapa
pekerja menemui tim K3LMP baik saat sedang berpatroli ataupun
saat safety morning untuk menyampaikan bahaya dan risiko yang
dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta penanggulangan
kepada petugas K3LMP atau kepada Pelaksana di lapangan untuk
65
risiko yang mereka hadapi, tidak hanya mandor atau wakil mandor
tetap anak buah pun ikut melaporkan atas temuan risiko yang
mereka hadapi dan melaporkannya dengan kritis.
Berdasarkan hasil telah dokumen topik toolbox meeting
dengan nomor dokumen WK/HSE/TBM/CBS/I/2015 diketahui
penyampaian topik disesuaikan dari keluhan pekerja di lapangan
setiap minggu nya.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 4 Topik Toolbox Meeting
b) Cabang Technical Information Systems LTA
Cabang Technical Information Systems LTA dengan kode
F6 mempertimbangkan risk assessment didukung oleh sistem
informasi. Proyek Cibis Tower 9 dalam melaksanakan risk
assessment didukung oleh sistem informasi teknis, yaitu memilki
pertemuan rutin satu kali dalam seminggu. Namun tidak semua
pekerja hadir berdasarkan dokumen absen hasil pertemuan safety
morning yang diadakan satu minggu sekali banyak karyawan dan
66
pekerja yang tidak menghadiri pertemuan tersebut. Berdasarkan
hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa terdapat
sistem pertemuan guna mengumpulkan berbagai macam informasi
terkait K3 yang terjadi di tempat kerja. Berikut ini kutipan
pernyataan narasumber:
“Sistem informasi komunikasi langsung dengan pekerja ada setiap
hari jumat pagi safety morning, ada juga rapat orang kantor setiap
hari rabu siang. Disitu semua informasi selama satu minggu
terkumpul untuk di evaluasi juga...“ PRA1.
“Pengumpulan informasi untuk analisa risiko tentu saja ada
komunikasi dengan tim, baik itu kapro, kalap, maupun tim dari
K3LMP. Setiap hari ada briefing dan seminggu sekali juga ada
safety morning walau yang datang tidak banyak....“ PRA2.
“Safety morning seminggu sekali kita jabarkan bahaya apa aja
dihadapan pekerja, tapi jujur disini masih susah masih kurang
kompak dari tim kantor yang jarang hadir, safety dilapangan cuma
2 orang, pekerja ada 300 bangunan ada 16 lantai harus patrol...”
PRA3
Dari kutipan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa
pertemuan safety morning yang diadakan satu kali dalam seminggu
merupakan wadah untuk mengevaluasi risiko yang ada di tempat
kerja. Akan tetapi dalam pelaksanaannya safety koordinator dan
beberapa pekerja menyatakan bahwa pertemuan kurang efektif
67
akibat kehadiran pekerja dan karyawan yang tidak maksimal.
Berikut ini kutipan pernyataan pekerja:
“Pertemuan ya ada briefing setiap pagi ada juga yang seminggu
sekali buat sharing antara pekerja dengan karyawan kantortapi
kurang efektif ya banyak yang telat dan malahan tidak datang...
Kepagian mungkin ya kan safety morning jam 7 pagi jadi pada
telat, kalau sudah telat ya mungkin tidak datang...”PRA5
“Safety morning tapi saya ndak pernah ikut, emang udah masuk
tapi nggak ikut aja. Apalagi briefing itu jarang sekali...”PRA6
“Ya situ pernah ikut safety morning kan, bagus buat evaluasi cuma
sayang yang ikut sedikit...“ PRA8.
Selama pengamatan di lapangan ada pertemuan antara
seluruh pekerja yakni pada safety morning dan ada pertemuan rapat
antar karyawan kantor. Safety morning dilaksanakan Jumat pagi
pukul 07.00 – 09.30 yang membahas perkembangan pekerjaan
setiap minggu nya dan evaluasi secara keseluruhan tentang aspek
K3LMP. Terkait pertemuan setiap hari yakni briefing tidak
diwajibkan sehingga berdasarkan hasil pengamatan briefing tidak
dilakukan oleh semua pihak, hanya staf K3LMP dan safety
koordinator.
Sepanjang pengamatan safety morning yang dilakukan
seminggu sekali ini berjalan akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh
sedikit pekerja dan karyawan. Beberapa pertemuan juga tidak
dihadiri oleh pimpinan. Selain itu karyawan juga banyak yang telat
68
dan tidak menghadiri safety morning akibat pertemuan yang
dijadwalkan mulai cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal
dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri. Padahal agenda
safety morning adalah untuk mengumpulkan informasi terkait yang
terjadi selama seminggu hari kerja untuk menjadi bahan evaluasi.
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa jumlah
pekerja dan karyawan yang mengikuti safety morning masih kurang
dari jumlah pekerja dan karyawan yang ada dan diketahui pula
dalam beberapa pertemuan pimpinan tidak hadir. Berikut ini
merupakan daftar absensi yang mengikuti safety morning:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 5 Absensi Safety Morning
69
2) Cabang Execution LTA
Cabang Execution LTA dengan kode E5 mempertimbangkan hal-
hal yang memengaruhi kualitas risk assessment. Terdapat 5 cabang
yang mempengaruhi kualitas risk assessment, yaitu:
c) Cabang Time LTA
Cabang Time LTA dengan kode F7 mempertimbangkan
waktu yang cukup untuk membuat risk assessment dan
melaksanakannya. Proyek Cibis Tower 9 melaksanakan risk
assessment tidak sesuai prosedur akibat keterbatasan personil dan
spesifikasi teknis tentang pekerjaan juga belum diberikan padahal
dikejar oleh waktu pembangunan.
Pembuatan risk assessment dibuat setelah proyek berjalan
selama satu bulan, berdasarkan hasil wawancara dengan informan
diketahui bahwa waktu pelaksanaan analisis risiko tidak di awal
pekerjaan dan tidak di revisi secara berkala sesuai dengan prosedur
penilaian risiko PT Waskita Karya. Penyebab ketidaktepatan waktu
pelaksanaan risk assessment diketahui akibat keterlambatan
spesifikasi teknis yang diberikan tidak di awal pekerjaan, setelah
satu bulan proyek berlangsung. Berikut ini kutipan pernyataan
sekertaris K3LMP:
“Risk assessment dibuat satu bulan setelah proyek mulai, memang
di prosedur harusnya diawal pekerjaan. Pada saat proyek jalan
spesifikasi teknis baru diberikan sehingga pembuatan risk
assessment lama....“ PRA1.
70
Safety koordinator sebagai informan pendukung memberikan
informasi bahwa risk assessment tidak dibuat di awal proyek atau
ada keterlambatan. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Assessment ya? Waduh udah lama ya itu dibuat waktu proyek
sudah berjalan.. Harusnya sih sebelum pelaksanaan pekerjaan itu
udah dibikin...“ PRA5.
Selanjutnya berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui
bahwa hasil dari penilaian risiko dengan nomor dokumen PW-
K3LMP-01-01 masih memiliki revisi 02, 07 Oktober 2011. Dalam
prosedur penilaian risiko telah ditetapkan bahwa hasil penilaian
risiko secara periodik ditinjau minimal 6 bulan sekali sehingga
terdapat ketidaktepatan antara pelaksanaan dan prosedur yang
berlaku.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 6 Revisi Hasil Risk Assessment
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa dalam
prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dengan nomor
dokumen PW-K3LMP-01 dijabarkan bahwa revisi dilakukan secara
on going dimana jika ada perubahan aktivitas maka perlu dibuat
penilaian risiko yang baru atau di review. Selama pekerjaan
71
berlangsung terdapat aktivitas baru yakni tahap plumbing dan
finishing akan tetapi penilaian risiko tidak dilakukan kembali atau
direvisi.
d) Cabang Budget LTA
Cabang budget LTA dengan kode F8 mempertimbangkan
anggaran yang cukup untuk melakukan analisis risiko. Proyek
Cibis Tower 9 memiliki anggaran untuk melaksanakan program
K3LMP dan risk assessment masuk kedalam anggaran program
tersebut. Proyek Cibis Tower 9 berjalan dengan anggaran yang
diberikan oleh perusahaan terdapat pada Rencana Keselamatan,
Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (RK3LMP).
Anggaran dana untuk keperluan risk assessment mencakup
semua pengendalian risiko yang perlu diterapkan di lapangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa
anggaran untuk melaksanakan risk assessment masuk ke dalam
anggaran program K3LMP secara keseluruhan. Berikut ini kutipan
pernyataan narasumber:
“Untuk budget risk assessment hanya print hiradc saja mungkin
untuk pengendalian risiko yang butuh biaya, tidak ada masalah,
karna berapa biaya yang harus dihabiskan dari awal sampai akhir
dihitung dan dan setiap bulan juga dibuat laporan bulanan yang
dikasih ke pimpinan..“ PRA1.
“Sudah ada anggaran dana nya, untuk K3LMP 3,2% dari biaya
keseluruhan..” PRA4.
72
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa anggaran
dana untuk melaksanakan risk assessment termasuk dalam
anggaran dana rencana K3LMP. Anggaran dana yang ada
dikatakan cukup dan dapat mendukung berlangsungnya
pengendalian risiko dan program K3LMP di Proyek Cibis Tower 9.
Jumlah anggaran dana 3,2% dari total keseluruhan dana untuk
pembangunan sehingga anggaran dana tersebut dirasa cukup untuk
memenuhi seluruh kebutuhan program K3LMP termasuk
pelaksanaan risk assessment.
Berdasarkan hasil telaah dokumen anggrana dana pada
RK3LMP diketahui terdapat biaya perencanaan yang didalamnya
termasuk biaya fotokopi dan biaya jilid untuk dokumen risk
assessment. Akan tetapi dokumen anggaran dana tidak dapat
dilampirkan karena merupakan dokumen rahasia perusahaan.
Berikut uraian biaya dalam anggaran RK3LMP
Biaya Fotocopy dan jilid
Biaya Distribusi
Biaya Pengadaan Dokumen Perusahaan
Biaya APD & Perlengkapan K3LMP + Alat Safety Deck
Biaya Pembuatan Laporan & Alat Security + CCTV
Biaya Medical Check & Obat
Biaya Penyelenggaraan Training
Biaya Seminar-seminar K3LMP Eksternal/Internal
Biaya Inspeksi dan Tes Lapangan
73
Biaya Perawatan Akibat Kecelakaan
Biaya Kalibrasi Peralatan
Biaya Perawatan dan Penyimpanan Alat
Biaya Audit K3LMP
e) Cabang Scope LTA
Cabang scope LTA dengan kode F9 mempertimbangkan
ruang lingkup dan detail dari risk assessment untuk mencakup
semua risiko yang terkait dengan pekerjaan/ proses pada Proyek
Cibis Tower 9. Lingkup pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis
Tower 9 dibuat berdasarkan proses secara umum pada kegiatan
konstruksi. Pada prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9
dijelaskan bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh
proses bisnis di PT Waskita Karya termasuk pihak luar yang
bekerja untuk atau atas nama Waskita.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber diketahui
bahwa lingkup pelaksanaan risk assessment masih ada
kekurangan. Terdapat proses kerja baru yang tidak dianalisis
risikonya yakni proses plumbing yang dilakukan oleh pihak
subkontraktor yang tergabung dengan perusahaan. Padahal proses
plumbing juga merupakan tanggungjawab PT Waskita Karya.
Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Lingkupnya ya konstruksi, kita melihat item pekerjaan bagi
pekerjaan nya apa aja, risiko paling sering terjadi tertusuk paku.
74
Kalau di konstruksi risiko yang paling tinggi itu nilai 6 jatuh dari
ketinggian...“ PRA1.
“Bisa dilihat dalam dokumen hiradc, semua kegiatan harus
dicantumkan dan sudah memang seharusnya mendetail. Tapi
beberapa hal yang tidak tercantumkan karena lingkup kerja yang
baru seperti plumbing.. Ya belum sempat ya kan Bapak juga
megang proyek lain....”PRA2
Berdasarkan hasil telaah dokumen risk assessment Proyek
Cibis Tower 9 terdapat kolom lokasi namun kolom tersebut
digabung dengan kolom peralatan, perkakas dan material sehingga
pengisian tidak lengkap. Area lokasi yang pernah disebutkan dalam
hasil risk assessment hanya area proyek tidak ada area kantor atau
lokasi lainnya. Meskipun risk assessment berdasarkan aktivitas
akan tetapi terdapat kekurangan aktivitas dalam hasil risk
assessment yakni tidak ada nya aktivitas plumbing dan finishing.
Selanjutnya terkait detail risiko yang dianalisis adalah risiko
K3LMP baik tinggi, sedang, maupun rendah yang disesuaikan
dengan prosedur penilaian risiko.
Pada saat telaah dokumen ditemukan dokumen hasil audit
internal yang di lakukan pada bulan Juli 2015 terdapat temuan
terkait tingkatan risiko. Untuk beberapa pekerjaan yang
mengakibatkan jari terputus tingkat risiko tersebut termasuk tingkat
3 yaitu cacat permanen akan tetapi dalam hasil risk assessment
75
keparahan tersebut masih dinilai 2. Akan tetapi dokumen tidak
dapat ditampilkan karena merupakan rahasia perusahaan.
Selain itu berdasarkan telaah dokumen prosedur risk
assessment Proyek Cibis Tower 9 tipe risiko yang dianalisis adalah
risiko terhadap keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Namun
pada form hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 risiko yang
dianalisis hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap
manusia. Padahal berdasarkan pengamatan, terdapat risiko
pencemaran udara dari pekerjaan pengecoran dan pembongkaran.
Berikut ini merupakan contoh hasil risk assessment:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 7 Form Hasil Risk Assessment Proyek Cibis Tower 9
f) Cabang Analytical Skill LTA
Cabang Analytical Skill LTA dengan kode F10
mempertimbangkan pengalaman dan keterampilan pelaksana yang
dibutuhkan untuk membuat dan melaksanakan risk assessment.
Proyek Cibis Tower 9 tidak menentukan pelaksana risk assessmen
76
secara khusus akan tetapi pelaksana harus termasuk dalam divisi
K3LMP. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 pelaksana risk assessment secara tanggung
jawab berada pada divisi K3LMP dan kepala proyek serta unit
kerja terkait. Berikut ini merupakan pembagian tugas dan tanggung
jawab pelaksana risk assessment:
Tabel 5. 2 Tanggung Jawab Pelaksana Risk Assessment
No. Uraian Kegiatan Penanggungjawab
1. Menyiapkan input HIRADC dan aspek
dampak lingkungan yang berupa seluruh
proses bisnis.
Divisi K3LMP
2. Melakukan Identifikasi bahaya, aspek
dampak lingkungan baik dalam kondisi
normal, abnormal dan darurat.
Divisi K3LMP
3. Melakukan identifikasi dengan melihat
kondisi lapangan/ ruangan/ tempat kerja dan
lingkungan sekitarnya observasi dan
wawancara kepada personil terkait.
Divisi K3LMP
4. Melakukan identifikasi persyaratan hukum
dan persyaratan lainnya yang berlaku untuk
aktivitas produk atau jasa tersebut.
Divisi K3LMP
5. Menghitung risiko awal dengan matriks dan
mengklasifikasikan skala risiko awal sesuai
dengan matriks penilaian risiko.
Divisi K3LMP
6. Melakukan identifikasi pengendalian risiko
sesuai hirarki meliputi Eliminasi dan
Subtitusi.
Divisi K3LMP
7. Melakukan identifikasi pengendalian risiko
sesuai hirarki meliputi pengendalian
rekayasa, pengendalian administratif dan
alat pelindung diri serta penghitungan sisa
risiko.
Unit kerja terkait &
K3LMP
77
8. Pemantauan dan pengukuran terhadap
pengendalian risiko serta persetujuan hasil
penilaian risiko
Unit kerja terkait
9. Meninjau penilaian risiko secara on going
dan periodik 6 bulan sekali.
Divisi K3LMP &
Kapro
Berdasarkan tanggung jawab tersebut hampir secara
keseluruhan divisi K3LMP bertugas dalam pelaksanaan risk
assessment. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
pelaksana risk assessment telah memiliki pengalaman yang cukup
panjang dibidang konstruksi seperti pada pernyataan berikut ini:
“Kalau melihat pengalaman sudah pengalaman di konstruksi
sudah bertahun-tahun juga, beliau tau risk assessment
bagaimana... “ PRA2.
“Oh Bapak sih sudah melanglang buana, saya juga sudah hampir
7 tahun kerja di waskita...”PRA3
Selain itu, pada prosedur risk assessment dijelaskan bahwa tidak
hanya divisi K3LMP saja yang memiliki tanggung jawab dalam
pelaksanaan risk assessment. Pimpinan juga dilibatkan dalam
pelaksanaan risk assessment, Kepala proyek bertugas meninjau
hasil risk assessment. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
“Semua yang disini sudah berpengalaman. Untuk risk assesment
saya belum memeriksa yang si Asi (Sekertaris K3LMP) buat
makanya kemarin pas audit masih ada yang harus
diperbaiki...”PRA4
78
“Pelaksana risk assessment disini bagus pengalamannya sudah
banyak di bidang konstruksi...”PRA5
Dari kutipan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa
pelaksana telah memiliki banyak pengalaman dibidang konstruksi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP juga
menjelaskan bahwa risk assessment dibuat berdasarkan data
sebelumnya saja. Staf ikut terlibat dalam pelaksanaan risk
assessment namun tidak memiliki sertifikasi akan hal tersebut,
seperti pada kutipan berikut ini:
“Risk assessment dibuat berdasarkan pengalaman selama di
proyek. Disini tidak ada yang sertifikasi tentang risk assessment,
staf K3LMP kita suruh untuk mengoreksi hasil risk assessment
yang dibuat saja...“ PRA1
g) Cabang Hazard Selection LTA
Cabang hazard selection LTA dengan kode F11
mempertimbangkan tentang kesesuaian temuan bahaya pada
analisis risiko dengan bahaya yang ada. Temuan bahaya sangat
penting untuk kecukupan risk assessment. Terdapat 2 cabang yang
mempengaruhi hazard selection, yaitu:
- Cabang Hazard Identification LTA
Cabang hazard identification LTA dengan kode G1
mempertimbangkan kriteria yang digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya. Proyek Cibis Tower 9
79
mengidentifikasi bahaya menggunakan form yang telah
disediakan oleh perusahaan yaitu form identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan penentuan pengendalian risiko dengan
nomor dokumen PW-K3LMP-01-01. Bahaya diidentifikasi
berdasarkan aktivitas proses pekerjaan, akan tetapi kolom lokasi,
proses, peralatan, material dijadikan dalam satu kolom sehingga
terdapat ketidakjelasan atau membingungkan dalam pengisian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP,
diketahui bahwa terdapat prosedur khusus identifikasi bahaya
K3LMP dengan form yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya. Berikut merupakan kutipan pernyataan
informan:
“Untuk identifikasi bahaya menggunakan form yang ada di
PWK3LMP, form nya diisi bahaya nya apa lalu dinilai
keparahannya...“ PRA1.
Hal tersebut didukung dengan hasil telaah dokumen yang
dilakukan peneliti, memang benar terdapat form khusus
identifikasi aspek K3LMP dengan nomor dokumen PW-01-01.
Berikut ini form identifikasi aspek K3LMP:
80
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 8 Form Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Penentuan
Pengendalian Risiko
Selanjutnya pada prosedur risk assessment Proyek Cibis
Tower 9, dijelaskan bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan
secara on going dimana jika terjadi perubahan aktivitas
penilaian risiko dibuat yang baru. Berdasarkan hasil telaah
dokumen metode kerja dengan nomor dokumen WK-CIBIS-
ENG-MS-BS-009 dengan hasil form risk assessment dengan
nomor dokumen PW-K3LMP-01-01 diketahui terdapat
ketidaksesuaian tahapan yang di analisis. Terdapat tahapan kerja
yang tidak dianalisis adalah proses kerja yakni plumbing.
Namun dokumen metode kerja tidak dapat dilampirkan karena
dokumen tersebut merupakan rahasia perusahaan.
81
- Cabang Hazard Prioritisation LTA
Cabang hazard prioritisation LTA dengan kode G2
mempertimbangkan metode yang digunakan dalam
memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi. Pada Proyek
Cibis Tower 9 terdapat ketidaktepatan penentuan kategori
analisis risiko antara prosedur dengan form hasil risk
assessment. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
diketahui bahwa metode analisis terdapat pada prosedur
perusahaan. Berikut ini kutipan pernyataan informan:
“Ya bahaya di prioritaskan sesuai risiko nya dilihat keparahan
dan kemungkinannya rendah, sedang, tinggi, 1, 2, 3 gitu di tabel
di PWK3, saya sudah pernah kasih lihat sama kamu
kan...“PRA1.
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen prosedur
penilaian risiko Proyek Cibir Tower 9 PT Waskita Karya,
metode analisis yang digunakan adalah metode analisis
kualitatif. Hal tersebut terlihat dari tahapan pelaksanaan pertama
yaitu menentukan kemungkinan dan selanjutnya menentukan
keparahan. Berikut merupakan pengkategorian kemungkinan
dan keparahan serta kategori tingkat risiko yang terlampir
dalam prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9:
82
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 9 Matriks Penilaian Tingkat Risiko
Penilaian tingkat risiko dilakukan dengan memadukan nilai
kemungkinan terjadinya peristiwa risiko K3 dengan keparahan
yang ditimbulkannya. Dalam prosedur penialaian risiko Proyek
Cibis Tower juga menjelaskan bahwa kerugian yang diakibatkan
bisa karena kerusakan harta benda atau lingkungan. Risiko awal
dikategorikan penting jika nilainya lebih besar dari dua. Setelah
83
didapatkan tingkat risiko maka masuk ke tahap selanjutnya
untuk penentuan tindakan dan skala waktu pengendalian risiko.
Berikut merupakan matriks penentuan pengendalian risiko:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 10 Matriks Penentuan Pengendalian
b. Cabang Recommended Risk Controls LTA
3) Cabang Clarity LTA
Cabang clarity LTA dengan kode E6 mempertimbangkan kejelasan
rekomendasi dari penilaian risiko untuk memudahkan memahami dan
melaksanakannya. Pengendalian yang direkomendasikan telah ditulis
dalam form hasil risk assessment, didalam hasil tersebut juga
memasukan pengendalian sesuai dengan hirarki pengendalian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
84
rekomendasi pengendalian tertulis dalam form hasil risk assessment.
Berikut ini kutipan pernyataan informan utama:
“Pengendalian ada di hiradc dari mulai eliminasi sampai APD
ditambah juga RTD (Rencana tanggap darurat. Mayoritas pekerja
juga sudah paham pengendalian yang ada dilapangan.Ya kaya jalur
evakuasi, rambu-rambu juga jelas, peringatan untuk area wajib APD
juga...“ PRA1.
“Sejauh yang saya ketahui rekomendasi pengendalian sangat jelas, di
lapangan, pemahaman pekerja tentang APD cukup baik ya...”PRA3
Selain itu, dilapangan pekerja juga diberi petunjuk terkait
pengendalian yang direkomendasikan. Berikut ini kutipan pernyataan
informan:
“Kalau pengendalian saya paham, misal yang simple aja ketinggian
harus pake bodyharness...“PRA6.
“Sudah jelas sih mbak, kan kita pakai APD setiap masuk proyek ada
papan nya didepan area kerja kita cara-cara pakainya...“ PRA7.
Menurut staf K3LMP pekerja memahami pengendalian yang
direkomendasikan karena pekerja memiliki pengalaman bekerja di
area kerja yang sama yakni pekerja konstruksi. Berikut merupakan
kutipan pernyataan staf K3LMP:
“Pengendalian disini jelas dan sebagian pekerja sudah paham kan
sudah lama di proyek...“ PRA2.
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen form hasil risk
assessment Proyek Cibis Tower 9, terdapat kolom rekomendasi
85
pengendalian. Kolom pengendalian risiko dalam hasil risk assessment
diisi dengan rekomendasi pengendalian. Berikut merupakan salah satu
rekomendasi pengendalian risiko yang dilakukan di Proyek Tower 9:
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 11 Contoh Pengendalian Risiko
4) Cabang Compatibility LTA
Cabang compatibility LTA dengan kode E7 mempertimbangkan
pengendalian yang direkomendasikan kompatibel dengan persyaratan
yang ada. Proyek Cibis Tower 9 mengatur rekomendasi pengendalian
harus dengan hirarki pengendalian dalam prosedurnya. Berdasarkan
telaah dokumen prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9,
rekomendasi pengendalian yang diberikan sesuai hirarki. Berikut ini
hirarki pengendalian pada prosedur:
a. Eliminasi yaitu menghilangkan bahaya atau risiko dari
sumbernya
86
b. Subtitusi yaitu mengganti dengan bahan atau sumber bahaya
yang lebih kecil
c. Pengendalian rekayasa (Engineering control) yaitu cara
pengendalian risiko dengan cara rekayasa
d. Pengendalian administratif yaitu cara pengendalian risiko
dengan memasang tanda-tanda peringatan serta melalui
penerapan suatu prosedur atau sistem kerja
e. Alat pelindung diri (APD) yaitu pengendalian risiko dengan
cara memakai peralatan APD sesuai dengan jenis dan sumber
bahayanya.
Namun berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya, rekomendasi
pengendalian yang diberikan lebih banyak kontrol administratif.
Padahal dalam menerapkan pengendalian terdapat hirarki
pengendalian lain sebelum pengendalian administratif. Salah satu
contoh diketahui dari hasil risk assessment proses pekerjaan struktur
pada aktivitas pemasangan baja casteleted beam di ketinggian, untuk
aktivitas tersebut dapat dikendalikan dengan pengendalian teknis
seperti pemasangan safety net akan tetapi dalam hasil analisis
pengendalian yang dilakukan langsung pada poin pengendalian
administratif. Hal tersebut dapat dilhat dalam hasil risk assessment
dalam kolom pengendalian pada Gambar 5.11 Contoh Pengendalian
Risiko.
87
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
rekomendasi pengendalian mempertimbangkan hirarki pengendalian
dalam prosedur. Berikut ini kutipan pernyataan informan:
“Sesuai peraturan kan dimasukan juga di form nya, pengendalian
juga sudah sesuai hirarki kan kamu bisa baca sendiri...“ PRA1.
Selain itu, berdasarkan pernyataan informan pendukung diketahui
bahwa pada pelaksanaannya pengendalian yang dilaksanakan tidak
semua sesuai dengan hirarki yang terdapat pada form hasil hiradc.
Berikut merupakan penyataan infroman pendukung:
“Ya kalau selama pekerjaan tuh ya liat HIRADC berdasarkan itu aja
pengendaliannya tapi tidak semua diikuti. APD dan rambu-rambu
paling yang diterapkan...”PRA5
Berdasarkan telaah dokumen anggaran dana membuktikan bahwa
ada rincian biaya APD dan perlengkapan K3LMP. Biaya untuk
keperluan pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan
pencegahan lain juga tersedia hanya saja dalam pelaksanaan dengan
hirarki pengendalian mayoritas difokuskan pada perlengkapan
K3LMP.
5) Cabang Testing of Control LTA
Cabang testing of control LTA dengan kode E8
mempertimbangkan pengujian pengendalian untuk efektivitas sebelum
diimplementasikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan,
diketahui bahwa pengujian pengendalian tidak dilakukan akibat
keterbatasan waktu. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
88
“Tidak ada pengujian ya kita siapkan pengendalian sesuai standar aja
karena sistem kerja disini yang cepat jadi tidak melakukan pengujian-
pengujian...“ PRA1.
Rekomendasi pengendalian langsung diterapkan pada pekerja.
Selain itu, menurut informan lain pengendalian sudah tersedia saja
sudah cukup sehingga tidak diperlukan pengjuian. Berikut kutipan
pernyataan informan:
“Pengujian dari supllier lah dek, disini mah tinggal make aja
pekerjanya...“ PRA2.
“Tidak sih tidak ada. Sudah efektif jadi kalau disini langsung
diterapkan saja pengendaliannya. Pengendalian yang digunakan juga
tidak jauh berbeda dengan proyek kita yang lain...“ PRA3.
“Ya seharusnya ada pengujian tapi disini tidak ada karena sudah ada
saja sudah bagus..”PRA5
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 terdapat pengendalian yang harus dilakukan
pengujian seperti pengujian jalur evakuasi tanggap darurat, APD,
peralatan kerja, dan lain-lain. Meskipun tidak dilakukan pengujian
berdasarkan observasi dapat diketahui spesifikasi alat pelindung diri
yang digunakan di Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan.
Hasil identifikasi jenis dan kualitas kesesuaian APD dengan :
a) Safety helmet (MSA V-Gard)
89
Keterangan:
Putih : Karyawan, Tamu, Subkontraktor
Oren : Pekerja K3 harian, serba/i, logistik
Merah, Biru : Pekerja besi
Kuning : Pekerja Galian dan Cor
Hijau : Pekerja Kayu
Safety helmet merupakan alat pelindung kepala dari bahaya
kejatuhan atau benturan sesuai dengan bahaya dan risiko yang ada di
tempat kerja. Safety helmet yang terdapat di perusahaan telah
memenuhi kualitas standar ANSI Z89.1 2009. Safety helmet yang
digunakan adalah dengan kelas G yakni helm berjenis umum yang
telah diuji ketahanannya pada tegangan 2.200 volts.
b) Safety shoes
90
Safety shoes merk King’s ini dilengkapi dengan steel toe cap
diproduksi menggunakan bahan yang relevan dari EN ISO
20345:2004 & AS/NZS 2210.3:2009 untuk kinerja dan kualitas. Safety
shoes berfungsi melindung kaki dari bahaya kejatuhan benda,
terlindas benda berat dan bahaya terpeleset sesuai dengan bahaya yang
ada di tempat kerja. Sepatu ini memiliki ketahanan perlindungan
beban sebanyak 20Kg (200 Joules) dan perlindungan tekanan sebesar
15.000 Newtons.
Sedangkan sepatu boots merk Petrova dan AP boots terbuat dari
bahan karet yang kuat dengan guratan yang bisa melekat pada
permukaan yang licin sehingga mencegah pekerja yang memakai dari
bahaya terpeleset di area kerja.
c) Safety full body harness
Konstruksi merupakan sektor industri yang sangat erat kaitannya
dengan bahaya jatuh dari ketinggian, untuk itu perusahaan
menyediakan safety full body harness untuk mencegah cedera yang
lebih parah pada pekerja yang bekerja di ketinggian. Safety full body
harness memiliki kualitas yang baik, mampu menahan beban kerja
91
aman (safety working load) sebesar 590 kg dan daya renggang
(breaking strength) sebesar 1000kgs.
d) Vest
Pekerja harus berpakaian dan dilengkapi rompi pada saat bekerja,
selain untuk sebagai identitas rompi juga berfungsi untuk menandakan
bahwa sedang ada pekerjaan terutama pada saat malam hari. Rompi
tersebut akan memantulkan sinar, hal ini sangat berguna untuk pekerja
yang bekerja pada malam hari ataupun pada saat bekerja di area yang
gelap seperti confined space.
e) Face shield (Kedok)
Face shield berfungsi melindungi wajah dan mata pekerja. Di area
kerja terdapat aktifitas pengelasan sehingga face shield merupakan
salah satu alat pelindung diri yang diperlukan dan disediakan oleh
92
perusahaan. Face shield dapat melindungi pekerja dari paparan
radiasi, benda panas dan cahaya sesuai dengan jenis bahaya yang ada
di tempat kerja.
f) Sarung tangan
Sarung tangan katun digunakan pada pekerja besi beton, pekerjaan
bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk
pekerjaan ketinggian. Sarung tangan ini sesuai dengan jenis bahaya
yang ada, untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cedera lecet atau
terluka pada tangan.
g) Safety Eyewear
\
Safety eyewear ini merupakan safety glasses yang memenuhi
standard ANSI Z87.1+2010 dan EN166. Kaca yang berwarna gelap
ini digunakan pekerja saat siang hari. Safety eyewear ini memiliki
kualitas yang baik dalam menangkal sinar UV hingga 99,9% serta
memiliki lapisan yang kuat terhadap goresan.
93
6) Cabang Directive LTA
Cabang directive LTA dengan kode E9 mempertimbangkan arahan
untuk penggunaan pengendalian yang direkomendasikan dalam risk
assessment. Proyek Cibis Tower 9 memberi arahan terkait
pengendalian. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan,
diketahui bahwa arahan untuk penggunaan pengendalian diberikan
oleh staf K3LMP kepada para pekerja. Berikut ini kutipan pernyataan
narasumber:
“Gini arahan ke pekerja ada pas safety morning selalu diulang
bahaya apa aja pengendalian apa aja seperti induksi. Kita punya
banyak karakter sifat pekerja ada yang bandel, ada yang cuek, ada
yang tertib. K3LMP memberikan arahan ke pekerja jika masih
bertindak tidak aman akan kita tegur lagi....“ PRA1.
“Kalau disini semua arahan pengendalian di lapangan, dikantor sih
jarang ada arahan ya...“ PRA2.
“Arahan pengendalian untuk menggunakan APD, bertindak safety,
tanggap darurat juga. Tidak hanya K3LMP tapi pelaksana kadang
juga kasih arahan karena pekerja sebanyak ini susah ya kalau yang
ngawas cuma berdua saja..” PRA3.
Dari kutipan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa
rekomendasi pengendalian yang diarahkan oleh staf K3LMP dan atau
pelaksana di lapangan. Pekerja dengan jumlah yang banyak
menyulitkan petugas K3LMP yang hanya berjumlah dua orang untuk
memberikan pengarahan atau teguran. Hal ini juga dirasakan oleh
94
pekerja sebagai mandor yang terkadang perlu ikut menegur pekerja
yang tidak bertindak aman atau tidak menggunakan APD, berikut
pernyataan pekerja:
” Masih jarang yang pakai APD masih kurang pengawasan untuk
pekerja nya, ya kita mandor suka bantu tegur saja..”PRA7
Berdasarkan hasil pengamatan juga diketahui terdapat arahan
kepada pekerja, namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih
membandel dikarenakan pengawasan yang masih kurang. Seperti
terdapat pekerja yang bekerja di ketinggian namun tidak
menggunakan body harness
Kemudian berdasarkan telaah dokumen, terdapat dokumen terkait
pengendalian yaitu instruksi kerja penggunaan APD dengan nomor
dokumen IK-PW-K3LMP-APD-08. Pada dokumen tersebut,
dijelaskan bahwa divisi K3LMP bertanggungjawab untuk memberikan
pelatihan cara penggunaan APD kepada seluruh pekerja termasuk
pengunjung.
95
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 12 Instruksi Kerja Alat Pelindung Diri
7) Cabang Availability LTA
Cabang availability LTA dengan kode E10 mempertimbangkan
ketersediaan perlengkapan pengendalian yang direkomendasikan
untuk digunakan oleh personil yang terkait. Proyek Cibis Tower 9
memberikan rekomendasi pengendalian risiko yang tersedia dengan
lengkap. Berdasarkan dokumen anggaran dana pada RK3LMP Proyek
Cibis Tower membuktikan bahwa ada terdapat anggaran baik untuk
tindakan pencegahan maupun pemeliharaan. Anggaran untuk tindakan
pencegahan meliputi, pengadaan APD, alat safety deck, obat-obatan,
CCTV, safety reward, pelatihan, biaya administrasi dan lain-lain.
96
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
pengadaan perlengkapan pengendalian dilakukan oleh Divisi K3LMP
serta divisi Logistik dan Peralatan. Kemudian pengadaan
perlengkapan juga telah mencakup semua aspek baik K3, lingkungan
dan pengamanan. Berikut ini kutipan pernyataan informan:
“Saya rasa perlengkapan sudah cukup karna banyak yang
dimodifikasi dari proyek sebelumnya untuk keperluan safety disini.
Walaupun disini K3 digabung dengan Mutu, Lingkungan dan
Pengamanan semua pengendalian yang dibutuhkan sudah terpenuhi
semua ya...“ PRA1.
“Di lapangan kalau untuk perlengkapan safety sudah ada semua kan
bisa dilihat juga APD, rambu-rambu sampai ruang medis semua
ada...“ PRA3.
Selain itu Kepala Proyek juga selalu mengingatkan terkait
pengadaan pengendalian di lapangan dengan memantau anggaran
dana. Seperti pada pernyataan Kepala Proyek berikut ini:
“Untuk perlengkapan itu bagian K3LMP dan Logistik, selama ini
kalau butuh apa-apa selalu siap sedia sih kita. Saya juga selalu
ingatkan anggaran dana kan ada jadi saya tidak mau sampai lah ada
kekurangan...“PRA4.
Selanjutnya pekerja sebagai informan pendukung menyatakan
bahwa pengendalian tersedia di lapangan memang benar tersedia
dengan lengkap. Berikut ini kutipan pernyataan narasumber:
97
“Alhamdulillah perlengkapan cukup mbak. Ya kaya helm, sepatu,
body harness ada...“ PRA6.
“Kalau disini lengkap pengendaliannya..”PRA7
“Dari pada proyek yang dulu di Bogor mending disini sih lebih
lengkap. Ya kaya ada bu dokter, APD, APAR terus juga ada safety net
gitu...“ PRA8
Dalam pengamatan diketahui bahwa ketersediaan perlengkapan
sudah cukup memenuhi terdapat ruang medis, APAR, APD, rambu-
rambu, safety net, dan lain sebagainya. Ketersediaan perlengkapan
telah sesuai dengan bahaya yang ada dalam proses kerja dan
lingkungan kerja. Perlengkapan yang tersedia disesuaikan dengan
keadaan di lapangan seperti risiko kecelakaan ringan, bahaya bekerja
diketinggian dan lain-lain. Jika ada persediaan yang diperlukan tim
K3LMP segera menghubungi bagian logistik untuk mendapatkan
persediaan perlengkapan.
8) Cabang Adaptability LTA
Cabang adaptability LTA dengan kode E11 mempertimbangkan
situasi yang berbeda-beda sesuai dengan rancangan pengendalian
yang direkomendasikan. Pekerja proyek Cibis Tower 9 melakukan
pekerjaan yang sama setiap harinya di area kerja yang menetap.
Pengendalian yang dirberikan disama ratakan di setiap pekerjaan,
namun beberapa pengendalian tidak sesuai dengan beberapa pekerjaan
tersebut.
98
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui
bahwa rekomendasi pengendalian yang diberikan hampir sama di
setiap pekerjaan. Namun ada beberapa penambahan untuk bagian
pekerjaan tertentu seperti pengelasan, bekerja diketinggian. Berikut ini
kutipan pernyataan informan:
“Semua pekerjaan pengendalian di lapangan di sama ratakan, sarung
tangan, masker, helm, sepatu tapi akan ada penambahan dari jenis
pekerjaannya. Seperti bagian las perlu pakai kedok, bagian cor
bekisting pakai body harness...“PRA1.
Pernyataan diatas didukung oleh penyataan staf K3LMP yang
menjelaskan bahwa di lapangan pekerja mendapatkan pengendalian
yang sama agar lebih mudah. Berikut pernyataan staf K3LMP:
“Ndak ada beda-beda sama semua, ribet kalau harus dibeda-
bedain...“ PRA2.
“Harusnya sih disesuaikan tapi ya begini. Mungkin kalau di hiradc
dibedakan tapi sudah di lapangan sama saja semua pakai, terkadang
pekerja nya sendiri suka lalai tidak pakai APD...“PRA3.
Dari hasil kutipan wawancara tersebut, diketahui bahwa
pengendalian yang direkomendasikan sama jenisnya. Selama
pengamatan didapatkan semua pekerja menggunakan pengendalian
yang sama. Pekerja diberikan APD seperti helm dan sepatu. Pekerjaan
yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian cor, pembesian,
dan kayu yang memiliki risiko yang berbeda. Seperti pada bagian cor
99
yang memerlukan masker dan bagian besi yang memerlukan sarung
tangan.
Berdasarkan telaah dokumen pada form hasil risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 menunjukkan bahwa pengendalian dari setiap
proses kerja telah disesuaikan dengan situasi masing-masing proses
kerja tersebut.
9) Cabang Use Not Mandatory
Cabang use not mandatory dengan kode E12
mempertimbangkan kewajiban atas penggunaan pengendalian yang
direkomendasikan. Proyek Cibis Tower 9 memiliki peraturan yang
diwajibkan atas pelaksanaan pengendalian yang direkomendasikan
didukung dengan adanya punishment. Komitmen ini dibuktikan
dengan adanya dokumen form bukti pelanggaran dengan nomor
dokumen 03/IM/WK/DG/DG2814122/2015.
Sumber: Dokumen Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
Gambar 5. 13 Form Bukti Pelanggaran K3LMP
100
Form bukti pelanggaran dipergunakan untuk memberi hukuman
kepada pekerja yang tidak bertindak aman dan tidak menggunakan
APD pada saat di area kerja. Staf K3LMP bertugas mengisi form
pelanggaran tersebut didukung oleh adanya dokumen lembar inspeksi
harian dengan nomor dokumen PW-K3LMP-06-10. Temuan di
lapangan terkait pelanggaran tidak bertindak aman dan tidak
menggunakan APD akan dimasukan kedalam form bukti pelanggaran.
Kemudian pekerja yang melanggar akan dikenakan denda berupa
pemotongan honor sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Proyek Cibis
Tower 9 menerapkan sistem punishment dan reward. Punishment
diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran namun masih
tidak merubah tindakannya. Sedangkan reward diberikan kepada
pekerja yang tertib. Berikut pernyataan informan terkait hal tersebut:
“Oh ya ada punishment nya denda kan kamu juga bantu bagikan form
denda nya. Ada jenis-jenis pelanggaran nya juga kan kamu sudah
tahu. Kita buat itu supaya mereka patuh terhadap peraturan demi
keselamatan mereka juga. Untuk reward juga ada kita pantau di
lapangan mandor siapa yang anak buahnya rapih kerja nya itu akan
dikasih reward nya ya uang bonus buat mereka...”PRA1
“Ada hukuman denda kalau pekerja tidak menggunakan APD, jika
pekerja tetap bandel dan tidak ada perubahan kita langsung buat
surat untuk pengeluaran pekerja. Sedangkan kalau reward ada dalam
101
bentuk uang biasanya pas safety morning dikasih reward untuk
pekerja yang rajin...”PRA2.
Kutipan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa
pengendalian yang direkomendasikan merupakan hal yang wajib
untuk dilaksanakan didukung dengan adanya punishment yang
ditetapkan. Punishment yang diberikan berupa teguran dan potong
gaji. Berikut ini kutipan pernyataan pekerja selaku::
“Kalau disini ditegur sekali dua kali lalu difoto sistemnya dipotong
upahnya bukan ke pekerja tapi ke mandor. Hm reward nya kalau
safety morning aja ada nya...“ PRA8.
“Ditegur kadang juga dikasih sanksi kadang ada yang disuruh keluar
proyek disuruh pulang dulu ambil helm. Jarang denda atau
dikeluarkan tapi pernah kalau ada pekerja yang bandel diarahin
malah membantah...”PRA7
Kutipan diatas selaras dengan hasil selama pengamatan
berlangsung memang terdapat punishment dan reward di tempat kerja.
Punishment diberikan kepada pekerja yang tidak patuh menggunakan
APD di area kerja. Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja
yang sangat membantah setelah diberikan teguran beberapa kali lalu
dilakukan pemecatan. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja
yang tertib dan rajin. Reward diberikan pada saat safety morning
setiap minggu nya.
102
E. Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015
Task Spesific Risk
Assessment
LTA
Task Spesific
Risk Analysis
LTA
Rceommended
Risk Control
LTA
Knowledge
LTA
Execution
LTA Clarity
LTA Compa
tibility
LTA
Testing of
Control
LTA
Directive
to Use
LTA
Availabi
lity LTA
Adaptabili
ty LTA
Use Not
Mandator
y
Use of
workers
Input LTA
Technical
Information System LTA
Time
LTA
Budget
LTA
Scope
LTA
Analytical
Skill
LTA
Hazard
Selection
LTA
Hazard
Identificati
on LTA
Hazard
Prioritisati
on LTA
Keterangan:
Warna Merah = Bermasalah
Warna Hijau = Tidak Bermasalah
= Atau
= Basic Cause
= Intermediate Cause
= Undeveloped Cuase
Bagan 5. 3 Pohon MORT pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
103
Pohon MORT diatas menggambar hasil penelitian yang dilakukan
bahwa dari semua cabang yang diteliti pada cabang Task Spesific Risk
Assessment LTA terdapat lima cabang yang tidak bermasalah yakni cabang
Use of Workers Input LTA, Budget LTA, Clarity LTA, Testing of Control
LTA, Availability LTA dan Use not Mandatory. Sedangkan cabang
Technical InformationSystem LTA, Time LTA, Scope LTA, Analytical Skil
LTA, Hazard Identification & Prioritisation LTA, Compatibility LTA,
Directive to Use LTA dan Adaptability LTA merupakan cabang yang
bermasalah dalam ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment pada
Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya tahun 2015.
104
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian mengenai analisis pelaksanaan risk
assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya,
peneliti menghadapi beberapa keterbatasan seperti pada beberapa dokumen
tidak dapat ditampilkan dalam tulisan ini. Dokumen yang tidak dapat
ditampilkan dalam tulisan ini adalah dokumen anggaran dana secara
mendalam, hasil audit internal dan dokumen metode kerja. Peneliti hanya
boleh melihat dokumen tersebut pada saat itu juga dikarenakan dokumen
tersebut merupakan dokumen rahasia perusahaan.
B. Pembahasan Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015
Risk assessment merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko.
Manajemen risiko merupakan bagian dari sistem manajemen PT Waskita
Karya yang dirancang untuk mengantisipasi dan pengendalian risiko potensial
(PT Waskita Karya, 2013). Dalam prosedur penilaian risiko dengan nomor
dokumen PW-K3LMP-01 memiliki detail pelaksanaan prosedur penilaian
risiko harus mencakup identifikasi bahaya dan aspek lingkungan, penilaian
dan pengendalian risiko serta persetujuan, pemantauan dan update penilaian
risiko.
105
Tujuan PT Waskita Karya membuat prosedur terkait penilaian risiko
adalah guna memastikan bahwa seluruh proses penilaian risiko yang
mencakup Keselamatan Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan
Pengamanan (K3LMP) ditetapkan, diterapkan dan dirawat.
Tujuan tersebut selaras dengan sebuah standar yakni AS / NZS 4360 :
2004 yang pada intinya penilaian dan pengendalian risiko dilakukan untuk
meminimalisasi meluasnya kejadian yang tidak diinginkan, meminimalkan
kerugian, menyusun dan melaksanakan program dengan tepat dan efisien.
Tujuan melaksanakan program secara tepat dan efisien dirasa relevan
dengan memaksimalkan pencapaian tujuan menjamin tidak terjadinya
gangguan kesehatan, kecelakaan kerja dan penurunan kualitas lingkungan
yang tertera dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT
Waskita Karya.
Dalam RK3LMP Proyek Cibis Tower 9 menyebutkan bahwa tujuan risk
assessment adalah untuk memastikan bahwa semua potensi bahaya
teridentifikasi, dinilai risiko yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian
risiko dan pengendalian risiko.
Tujuan penilaian risiko yang dibuat oleh PT Waskita Karya dalam
RK3LMP telah sesuai dengan sistem manajemen K3. Penilaian risiko
merupakan proses evaluasi risiko-risiko yang diakibatkan adanya bahaya-
bahaya dengan memperhatikan kecukupan pengendalian yang dimiliki, dan
menentukan apakah risikonya dapat diterima atau tidak. Perusahaan harus
membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi
106
bahaya yang ada, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian yang
diperlukan. (OHSAS 18001, 2007).
Proyek konstruksi sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya hal–hal
yang tidak diinginkan menjadi risiko. Risiko tersebut ada dalam semua aspek
yang membutuhkan perencanaan dan pengaturan, akan tetapi kompleksitas
dan tingkat risiko dalam tiap-tiap pekerjaan sangat variatif tergantung
seberapa besar pekerjaan dan bidang yang dijalankan (Banaitiene dan
Banaitis, 2013).
Prosedur risk assessment atau penilaian risiko secara tertulis tidak
tercantum alur tahapan penerapan penilaian risiko akan tetapi dijelaskan
berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber. Proses manajemen risiko
harus dilakukan secara komprehensif dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manajemen proses. Proses penialaian risiko diperusahaan
telah sejalan dengan proses manajemen risko digambarkan sebagai berikut
(AS/NZS 4360, 2004):
Bagan 6. 1 Proses Manajemen Risiko AS / NZS 4360 : 2004
107
Tahap pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9
mempelajari spesifikasi teknis selaras dengan proses manajemen risiko
AS/NZS 4360:2004 yakni menetapkan konteks. Sedangkan mengidentifikasi
bahaya dan aspek lingkungan, menilai risiko, menentukan pengendalian
risiko juga terdapat dalam standar yang sama.
Pada pelaksanaannya berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber
sekertaris K3LMP selaku yang membuat penilaian risiko K3 mengatakan
bahwa pelaksanaan risk assessment masih belum sesuai alur. Diketahui dalam
alur proses bahwa penerapan penilaian risiko di proyek dilakukan setelah
organisasi membuat metode kerja dan spesifikasi teknis, akan tetapi dalam
pelaksanaannya penialaian risiko dilakukan sebelum metode kerja dan
spesifikasi dibuat.
Dalam alur proses penialain risiko, hasil risk assessment wajib ditanda
tangani oleh organisasi, hal ini merupakan salah satu bentuk bahwa hasil risk
assessment juga telah dikomunikasikan kepada pihak terkait. Namun dalam
pelaksanaanya diketahui bahwa pada dokumen Form PW-K3LMP-01-01
hasil penilaian risiko yang dibuat pada bulan oktober tersebut belum
disetujui. Penyetujuan hasil risk assessment merupakan salah satu bentuk
bahwa risk assessment telah dikomunikasikan.
Hasil penilaian risiko yang tidak disetujui menjadi salah satu
ketidaktepatan pelaksanaan risk assessment. Selain tidak sesuai dengan
prosedur, hal ini juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.50 Tahun
2012 tentang Penerapan SMK3 pasal 13 ayat 3 (a) yang menyatakan bahwa
prosedur informasi K3 harus dikomunikasikan kepada semua pihak dalam
108
perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan. Sebagaimana berdasarkan
lampiran I pada Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012, hasil identifikasi,
penilaian, dan pengendalian risiko serta sumber bahaya yang meliputi
keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-
bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi
harus dikomunikasikan.
Pertimbangan dalam melakukan identifikasi bahaya dan aspek
lingkungan pada prosedur penilaian risiko di Proyek Cibis Tower 9 telah
sesuai dengan standar OHSAS 18001:2007 yakni prosedur untuk
mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko harus memperhatikan:
a. Aktifitas rutin dan non rutin
b. Aktifitas seluruh personil yang mempunyai akses tempat kerja
(termasuk kontraktor dan tamu)
c. Perilaku/kebiasaan manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia
lainnya
d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak
pada kesehatan dan keselamatan personil
e. Bahaya-bahaya yang terjadi disekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja
f. Prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, baik milik sendiri
maupun milik subkontraktor.
g. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di perusahaan, aktifitas-
aktifitasnya atau material
h. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan semen tara
dan dampaknya kepada operasional, proses dan aktifitas.
109
i. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait penilaian risiko
dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan..
j. Rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi,
mesin/peralatan dan organisasi kerja serta adaptasinya kepada
kemampuan manusia.
Prosedur identifikasi bahaya Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai dengan
pertimbangan yang diatur dalam OHSAS 18001:2007. Pertimbangan
melakukan identifikasi bahaya telah cukup baik dengan melebihkan dua poin
yakni kapan pekerjaan akan dikerjakan dan AMDAL/RKL/RPL/UKL/UPL.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan proyek Cibis Tower 9 tidak terdapat dokumen AMDAL.
Peraturan Pemerintah RI No.27 tahun 2012 mengatur bahwa setiap Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki Izin Lingkungan.
Berdasarkan telaah dokumen, tidak adanyanya dokumen AMDAL
menjadi salah satu masalah penting dalam penilaian risiko karena AMDAL
merupakan bentuk dari penilaian risiko dari aspek lingkungan. Narasumber
mengungkapkan pengajuan AMDAL telah dilakukan akan tetapi belum
disetujui oleh pihak terkait, akibatnya proyek Cibis Tower 9 dibangun tanpa
adanya izin lingkungan. AMDAL berguna untuk mengantisipasi adanya
dampak buruk atau kerusakan terhadap lingkungan. Dalam pendirian
bangunandengan tanpa memperhatikan dampak dari usaha atau industri yang
akandibangunan dapat merusak lingkungan fisik dan biologis secara perlahan
dan tidaklangsung (Azevedo dkk., 2014).
110
C. Pembahasan Penyebab Ketidaktepatan Pelaksanaan Risk Assessment
pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya Tahun
2015
1. Cabang Task Spesific Risk Analysis
a. Cabang Knowledge LTA
Cabang ini mempertimbangkan pengetahuan yang memadai harus
tersedia untuk analisis risiko. Terdapat dua cabang yang
mempengaruhi pengetahuan, yaitu:
1) Cabang Use of Workers’ Suggestion and Input LTA
Proyek Cibis Tower 9 dalam pelaksanaan risk assessment
mendukung adanya keterlibatan pekerja. Saran dan masukan pekerja
digunakan dalam menganalisis risiko yang ada di tempat kerja.
Pelaksanaan risk assessmen dengan melibatkan pekerja akan
membantu meminimalkan kelalaian pelaksana risk assessment,
memastikan kualitas analisis dan memperdalam analisis untuk
menemukan pengendalian risiko tersebut (AS/NZS 4360, 2004).
Adanya masukan dari pekerja dibuktikan dengan adanya dokumen
toolbox meeting, dalam dokumen ini diketahui terdapat penyampaian
topik yang disesuaikan dengan keluhan pekerja di lapangan.
Berrdasarkan hasil wawancara, pekerja terlibat dengan
memberikan informasi risiko yang dihadapi di area kerja kepada tim
K3LMP dan pelaksana di lapangan. Pekerja merupakan bagian yang
berhubungan langsung dengan risiko dalam pekerjaan atau proses
yang dilakukan. Sehingga, informasi yang didapatkan dari pekerja
111
dapat membantu pelaksana mengidentifikasi dan menganalisis risiko
yang ada di tempat kerja. Informasi dapat dijadikan pertimbangan
masukan untuk pelaksanaan risk assessment dan dapat dijadikan
dasar revisi atau peninjauan ulang risk assessment.
Sesuai dengan salah satu ketentuan peninjauan dan peningkatan
kinerja SMK3 dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 pasal
15 ayat 4 (h) yaitu perusahaan harus memperhatikan masukan dari
pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh. Kemudian hasil
pengamatan juga mendukung adanya keterlibatan pekerja, di
lapangan terlihat beberapa pekerja menemui tim K3LMP baik saat
sedang berpatroli ataupun saat safety morning untuk menyampaikan
bahaya dan risiko yang dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta
pengendalian risiko yang mereka hadapi kepada petugas K3LMP
atau kepada pelaksana di lapangan. Seperti dalanm Undang undang
No. 1 Tahun 1970 yang menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja
berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan.setiap pekerja wajib memberikan informasi
terkait bahaya di lapangan sehinggan seluruh pekerja mendapatkan
perlindungan (Reese dan Eidons, 2006). Berdasarkan hasil
penelitian, cabang Use of Workers’ Suggestion and Inputs LTA
dilaksanakan dengan tepat atau dengan kata lain cabang ini tidak
bermasalah. Pekerja dilibatkan dalam pemberian masukan terkait
risiko yang dihadapi di tempat kerja.
112
2) Cabang Technical Information Systems LTA
Sistem informasi merupakan salah satu cara untuk mendukung
pelaksanaan risk assessment di tempat kerja. Salah satu sistem
informasi yang sering diterapkan adalah pertemuan atau rapat.
Pertemuan merupakan wadah untuk evaluasi dari hasil kerja yang
telah dilakukan yang dapat memberikan umpan balik dengan
pengusulan langkah-langkah dalam menghadapi masalah di tempat
kerja (Macdonald, 2004).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat sistem
pertemuan rutin di Proyek Cibis Tower 9 yang dilakukan satu
minggu sekali yakni safety morning. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya safety koordinator dan beberapa pekerja menyatakan
bahwa pertemuan kurang efektif akibat kehadiran pekerja dan
karyawan yang tidak maksimal. Padahal dalam Peraturan Pemerintah
no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1,
dijelaskan bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan
bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Hal tersebut juga didukung
hasil pengamatan, bahwa ada pertemuan antara seluruh pekerja yakni
pada safety morning dan ada pertemuan rapat antar karyawan kantor.
Safety morning sebagai bentuk pengumpulan sistem informasi
dilaksanankan setiap Jumat pagi pukul 07.00 – 09.30. Sepanjang
pengamatan safety morning yang dilakukan seminggu sekali ini
berjalan akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh sedikit pekerja dan
karyawan bahkan pimpinan. Selain itu karyawan juga banyak yang
113
telat dan tidak menghadiri safety morning akibat pertemuan yang
dijadwalkan mulai cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal
dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri. Pimpinan
merupakan figur penting dalam sebuah organisaasi.
Pimpinan harus terlibat komunikasi dengan pekerja dengan
upaya konsultasi guna pengambilan keputusan. Selain itu keberadaan
pimpinan penting untuk mengembangkan rencana pengendalian
risiko pada semua proses kerja (AS/NZS 4360, 2004). Pelaksanaan
safety morning mewajibkan seluruh pekerja menghadiri setiap
kegiatannya. Sistem informasi yang dibuat perusahaan juga berguna
mengontrol sumber daya, sehingga dalam mengambil dapat
menghasilkan keputusan-keputusan strategis. Dengan peraturan yang
mewajibkan seluruh pekerja hadir dirasakan tidak efektif sebab akan
ada proses kerja yang terhambat saat kegiatan berlangsung.
Penggantian jadwal posisi kerja dalam mengikuti kegiatan secara
bergiliran memungkinkan keefektifan kegiatan berlangsung. Proses
kerja yang tetap berjalan dan safety morning juga tetap berjalan.
Berdasarkan hasil penelitian, cabang Technical Information
Systems tidak dilaksanakan dengan tepat atau dapat dikatakan
bermasalah. Hal tersebut dikarenakan sistem pertemuan yang ada
tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua karyawan dan
pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan. Absensi yang
ditemukan juga menunjukan pekerja yang mengikuti safety morning
sedikit jumlahnya. Akibat dari ketidakhadiran tersebut adalah tidak
114
terkumpulnya informasi untuk analisis risiko yang dirasakan pekerja
kepada pimpinan. Oleh sebab itu disarankan untuk mengubah waktu
sistem pertemuan menjadi lebih siang yaitu jam 08.00 – 09.30 WIB.
Selain mengubah waktu pertemuan pihak K3LMP juga
membagi jadwal untuk karyawan yang mengikuti safety morning di
setiap posisi kerja, membuat jadwal shift anggota yang mengikuti
safety morning., agar proses kerja tidak terhambat dan jumlah
kehadiran peserta safety morning lebih terkontrol.
b. Cabang Execution LTA
Cabang execution LTA mempertimbangkan hal-hal yang
memengaruhi kualitas risk assessment. Terdapat 5 cabang yang
memengaruhi kualitas risk assessment, yaitu:
1) Cabang Time LTA
Waktu merupakan bagian penting dalam sebuah proses
pelaksanaan risk assessment. Pelaksanaan risk assessment harus
dilakukan sebelum dan selama proses pekerjaan berjalan. Risk
assesment dilakukan sebelum pekerjaan bertujuan melindungi
pekerja dari dampak buruk yang dapat terjadi.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa waktu
pelaksanaan analisis risiko tidak di awal pekerjaan dan tidak di revisi
secara berkala sesuai dengan prosedur penialain risiko PT Waskita
Karya disebabkan oleh keterlambatan spesifikasi teknik yang
merupakan dokumen yang dibutuhkan untuk menganalisis risiko.
Selain itu dari hasil telaah dokumen ditemukan adanya
115
ketidaktepatan hasil revisi dokumen risk assessment. Ketentuan
dalam merevisi dokumen risk assessment telah ditentukan dalam
prosedur penilaian risiko telah ditetapkan bahwa hasil penilaian
risiko secara periodik ditinjau minimal 6 bulan sekali.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang
penerapan SMK3 pasal 15 ayat 4 peninjauan risk assessment
dilakukan bila adanya tuntutan dari pihak terkait pasar, adanya
perubahan produk dan kegiatan perusahaan, terjadinya perubahan
peraturan perundangan, adanya masukan dari pekerja/buruh, terjadi
perubahan struktur organisasi serta adanya pelaporan. Diketahui
selama proses pekerjaan berlangsung terdapat aktivitas baru yang
dilakukan yakni plumbing dan finishing yang tidak dilakukan risk
assessment. Padahal dalam proses kerja tersebut juga memiliki
risiko-risiko yang harus dianalisis.
Pemantauan dan peninjauan ulang perlu dilakukan untuk
memonitor efektifitas. Pemantauan perlu dilakukan untuk
mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi.
Perubahanperubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk
selanjutnya dilakukan perbaikan (AS/NZS 4360, 2004).
Ketidaktepatan tersebut tidak hanya terletak pada prosedur PT
Waskita Karya tetapi juga tidak sejalan dengan standar yang
diadopsi oleh perusahaan yakni OHSAS 18001: 2007 SMK3 yang
menyatakan bahwa organisasi harus mendokumentasikan dan
116
memelihara hasil identifikasi bahaya, penilaian risko dan penetapan
pengendalian selalu terbaru (OHSAS 18001, 2007).
2) Cabang Budget LTA
Anggaran dana dalam suatu perusahaan sangat diperlukan untuk
mendukung berjalannya sistem. Penyediaan anggaran dana yang
cukup pada suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja merupakan
komitmen yang harus dipenuhi oleh manajemen perusahaan (Pinto,
2014). Uang merupakan persediaan asset yang digunakan untuk
aktivitas perekonomian baik transaksi barang dan jasa. Hal ini akan
berhubungan dengan jumlah uang yang harus disediakan perusahaan
untuk menyediakan peralatan yang dibutuhkan perusahaan dan gaji
yang harus dikeluarkan untuk orang yang bekerja (Mankiw, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Proyek Cibis
Tower 9 memiliki anggaran untuk melaksanakan program K3LMP
dan risk assessment masuk kedalam anggaran program tersebut.
Proyek Cibis Tower 9 berjalan dengan anggaran yang diberikan oleh
perusahaan terdapat pada Rencana Keselamatan, Kesehatan Kerja,
Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (RK3LMP). Pada RK3LMP
diketahui terdapat biaya perencanaan yang didalamnya termasuk
biaya fotokopi dan biaya jilid untuk dokumen risk assessment.
Anggaran dana terkait pelaksanaan risk assessment juga
mencakup biaya penyelenggaraan training, biaya seminar K3LMP
internal/eksternal. Salah satu bentuk pengendalian kecelakaan kerja
117
dalam PP No.50 tahun 2012 adalah pelatihan. Berdasarkan risiko dan
bahaya yang terdapat pada sektor konstruksi, Proyek Cibis Tower 9
Jakarta Selatan PT Waskita Karya memiliki anggaran program
pelatihan dan seminar K3LMP yang bertujuan agar karyawan
mengetahui risiko dan bahaya di tempat kerja.
Berdasarkan hasil wawancara anggaran dana yang ada dikatakan
cukup dan dapat mendukung berlangsungnya pengendalian risiko
dan program K3LMP di Proyek Cibis Tower 9. Jumlah anggaran
dana 3,2% dari total keseluruhan dana untuk pembangunan sehingga
anggaran dana tersebut dirasa cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan program K3LMP termasuk pelaksanaan risk assessment.
Berdasarkan hasil penelitian, cabang Budget telah sesuai untuk
memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh sehingga
dapat dikatakan tidak bermasalah.
3) Cabang Scope LTA
Lingkup pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9
dibuat berdasarkan proses secara umum pada kegiatan konstruksi.
Pada prosedur penilaian risiko Proyek Cibis Tower 9 dijelaskan
bahwa pelaksanaan risk assessment dilakukan di seluruh proses
bisnis di PT Waskita Karya termasuk pihak luar yang bekerja untuk
atau atas nama Waskita.
Ruang lingkup risk assessment harus mencakup semua risiko
yang terkait dengan pekerjaan/ proses yang ada di tempat kerja. Risk
Assessment wajib dilakukan di seluruh aktifitas pekerjaan, termasuk
118
aktifitas rutin dan non rutin, baik pekerjaan tersebut dilakukan oleh
karyawan langsung atau kontrak, suplier dan kontraktor, serta
aktifitas fasilitas atau personil yang masuk ke tempat kerja (AS/NZS
4360, 2004).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa lingkup
pelaksanaan risk assessment masih ada kekurangan. Terdapat proses
kerja baru yang tidak dianalisis risikonya yakni proses plumbing
yang dilakukan oleh pihak subkontraktor yang tergabung dengan
perusahaan. Padahal proses plumbing juga merupakan
tanggungjawab PT Waskita Karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tidak semua proses dilaksanakan risk assessment. Padahal proses
tersebut tentu memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda di
tempat kerja. Jika terdapat proses kerja yang tidak di analisis risiko
nya maka dapat menyebabkan tidak teridentifikasinya potensi
bahaya dan risiko yang ada pada proses kerja tersebut, sehingga
pengendaliannya pun tidak akan dilakukan.
Risiko adalah kemungkinan atau peluang terjadinya sesuatu yang
dapat menimbulkan suatu dampak dari suatu sasaran, risiko diukur
berdasarkan adanya kemungkinan terjadinya suatu kasus atau
konsekuensi yang dapat ditimbulkannya (AS/NZS 4360, 2004). Oleh
sebab itu, seluruh risiko yang ada di tempat kerja harus dianalisis.
Berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek Cibis
Tower 9 terdapat kolom lokasi namun kolom tersebut digabung
dengan kolom peralatan, perkakas dan material sehingga pengisian
119
tidak lengkap. Area lokasi yang pernah disebutkan dalam hasil risk
assessment hanya area proyek tidak ada area kantor atau lokasi
lainnya. Dalam mengidentifikasi bahaya terdapattiga sumber potensi
bahaya yang dapat terjadi yakni pada manusia, peralatan dan
lingkungan (Russ, 2010).
Meskipun risk assessment berdasarkan aktivitas akan tetapi
terdapat kekurangan aktivitas dalam hasil risk assessment yakni
tidak ada nya aktivitas plumbing dan finishing. Namun pada form
hasil risk assessment Proyek Cibis Tower 9 risiko yang dianalisis
hanya risiko keselamatan dan kesehatan terhadap manusia, sehingga
tidak ditemukan upaya mencegah pencemaran lingkungan. Padahal
berdasarkan pengamatan, terdapat risiko pencemaran udara dari
pekerjaan pengecoran dan pembongkaran. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan merupakan
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan Jadi pada pelaksanaan risk assessment mengalami
ketidaktepatan dalam lingkup pelaksanaannya.
4) Cabang Analytical Skill LTA
Pengalaman dan keterampilan pelaksana yang dibutuhkan untuk
membuat dan melaksanakan risk assessment. Proyek Cibis Tower 9
mengharuskan pelaksana risk assessment termasuk dalam divisi
120
K3LMP. Berdasarkan telaah dokumen prosedur risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 pelaksana risk assessment secara tanggung
jawab berada pada divisi K3LMP dan kepala proyek serta unit kerja
terkait. Petugas yang melakukan risk assessment harus memiliki
pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan pengetahuan untuk
menemukan bahaya (AS/NZS 4360, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaksana telah
memiliki banyak pengalaman dibidang konstruksi. Tidak hanya
divisi K3LMP saja yang memiliki tanggung jawab dalam
pelaksanaan risk assessment. Pimpinan juga dilibatkan dalam
pelaksanaan risk assessment, Kepala proyek bertugas meninjau hasil
risk assessment akan tetapi berdasarkan pengakuan Kepala Proyek
belum memeriksa hasil risk assessment yang dibuat. Berdasarkan
hasil wawancara dengan sekertaris K3LMP juga menjelaskan bahwa
risk assessment dibuat berdasarkan data sebelumnya saja. Staf ikut
terlibat dalam pelaksanaan risk assessment namun tidak memiliki
sertifikasi akan hal tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3
pasal 10 ayat 3, yang menyatakan bahwa pelaksana harus memiliki
kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat serta
kewenangan di bidang K3. Hal ini berakibat ketidakpahaman
pelaksanaan risk assessment mulai dari tahapan pelaksanaan sampai
metode yang digunakan.
121
Pengalaman dan keterampilan pelaksana dapat disimpulkan
belum memadai. Sehingga, cabang Analytical Skill LTA bermasalah.
Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya
menetapkan pelaksana secara struktural dengan deskripsi kerja jelas
yang dituangkan dalam surat izin kerja, serta membekali para
personil dengan pelatihan khusus.
5) Cabang Hazard Selection LTA
Cabang ini menganggap bahaya yang tidak dicantumkan dapat
memicu masalah. Temuan bahaya sangat penting untuk kecukupan
analisis risiko. Terdapat 2 cabang yang mempengaruhi, yaitu:
a) Cabang Hazard Identification LTA
Prosedur risk assessment Proyek Cibis Tower 9 menjelaskan
bahwa identifikasi bahaya harus dilakukan secara on going
dimana jika terjadi perubahan aktivitas penilaian risiko dibuat
yang baru. Berdasarkan hasil telaah dokumen metode kerja
dengan nomor dokumen WK-CIBIS-ENG-MS-BS-009 dengan
hasil form risk assessment dengan nomor dokumen PW-K3LMP-
01-01 diketahui terdapat ketidaksesuaian tahapan yang di analisis.
Terdapat tahapan kerja yang tidak dianalisis adalah proses kerja
yakni plumbing. Selain itu bahaya diidentifikasi berdasarkan
aktivitas proses pekerjaan, akan tetapi kolom lokasi, proses,
peralatan, material dijadikan dalam satu kolom sehingga terdapat
ketidakjelasan atau membingungkan dalam pengisian.
122
Untuk itu, sebaiknya Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita
Karya melakukan revisi form risk assessment aspek K3LMP,
yaitu dengan memisahkan kolom lokasi, peralatan dan material.
b) Cabang Hazard Prioritisation LTA
Metode yang digunakan dalam memprioritaskan bahaya
perlu diperhatikan saat melakukan identifikasi bahaya. Proyek
Cibir Tower 9 menggunakan metode analisis kualitatif dalam
menentukan prioritas bahaya. Hal tersebut terlihat dari tahapan
pelaksanaan pertama yaitu menentukan kemungkinan dan
selanjutnya menentukan keparahan. Kelebihan menggunakan
analisis kualitatif adalah mudah dimengerti, tidak menggunakan
sumber daya yang mahal, dan dapat digunakan ketika tidak
tersedia data yang baik (Cross, 1998). Berdasarkan kelebihan
tersebut, maka Proyek Cibis Tower 9 telah sesuai memilih metode
kualitatif. Kondisi Proyek Cibis Tower 9 yang memiliki sumber
daya yang seperti personil, waktu, dan lain-lain.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun
2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1, bahwa prosedur
informasi harus memberikan jaminan bahwa informasi K3
dikomunikasikan. Namun dalam pelaksanaan risk assessment
terdapat ketidaksesuaian dengan prosedur, yaitu penentuan
kategori terkait tingkatan risiko. Untuk beberapa pekerjaan yang
mengakibatkan jari terputus tingkat risiko tersebut termasuk
tingkat 3 yaitu cacat permanen akan tetapi dalam hasil risk
123
assessment keparahan tersebut masih dinilai 2. Berdasarkan hasil
penelitian, cabang Hazard Prioritisation bermasalah. Hal tersebut
karena terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori tingkatan
risiko kemungkinan dan keparahan antara prosedur serta form
hasil risk assessment. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis
Tower 9 memantau pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar
dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan
bahaya.
2. Cabang Recommended Risk Controls LTA
a. Cabang Clarity LTA
Pengendalian yang direkomendasikan oleh Proyek Cibis Tower
9 telah ditulis dalam form hasil risk assessment, didalam hasil tersebut
juga memasukan pengendalian sesuai dengan hirarki pengendalian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa
rekomendasi pengendalian tertulis dalam form hasil risk assessment.
Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan
yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan
peluang positif (AS/NZS, 2004).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui pekerja memahami
pengendalian yang direkomendasikan karena pekerja memiliki
pengalaman bekerja di area kerja yang sama yakni pekerja konstruksi.
Berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek Cibis
Tower 9, terdapat kolom rekomendasi pengendalian. Kolom
pengendalian risiko dalam hasil risk assessment diisi dengan
124
rekomendasi pengendalian. Pengendalian risiko merupakan langkah
penting dalam menentukan keseluruhan manajemen risiko (Ramli,
2010). Dengan adanya pengendalian yang jelas dari pengendalian
risiko dan pemahaman pekerja atas pengendalian yang
direkomendasikan maka tidak terdapat masalah dalam cabang Clarity.
b. Cabang Compatibility LTA
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan
dalam keseluruhan manajemen risiko. Risiko yang telah diketahui
besar dan potensi risikonya harus dikelola dengan tepat, efektif dan
sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Dalam
menentukan pengendalian harus mempertimbangkan hirarki
pengendalian, sebagai berikut: (Ramli, 2010)
1. Eliminasi merupakan teknik pengendalian dengan
menghilangkan sumber bahaya. Cara ini sangat efektif karena
sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat
dihilangkan.
2. Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan
mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahay dengan
yang lebih aman atau lebih rendah bahayanya.
3. Pengendalian Teknis, sumber bahaya biasanya berasal dari
peralatan atau saran teknis yang ada di lingkungan kerja. Karena
itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada
desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan
pengaman.
125
4. Pengendalian Administratif, pengendalian bahaya juga
dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur
jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih
aman, rotasi kerja atau pemeriksaan kesehatan.
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan pilihan
terakhir untuk mengendalikan bahaya misalnya pelindung kepala,
sarung tangan, pelindung pernapasan, pelindung jatuh dan
pelindung kaki. Dalam konsep K3 penggunaan APD merupakan
pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal
ini disebabkan karena APD bukan untuk mencegah kecelakaan
namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan.
Berdasarkan telaah dokumen form hasil risk assessment Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya, rekomendasi
pengendalian yang diberikan lebih banyak kontrol administratif.
Padahal dalam menerapkan pengendalian terdapat hirarki
pengendalian lain sebelum pengendalian administratif. Seperti pada
hasil risk assessment proses pekerjaan struktur pada aktivitas
pemasangan baja casteleted beam dalam hasil analisis pengendalian
yang dilakukan langsung pada poin pengendalian administratif.
Padahal rekayasa teknis merupakan pengendalian yang terbaik karena
menghilangkan bahaya yang ada atau menghilangkan kemungkinan
bahaya tersebut mengenai pekerja. Sedangkan kontrol administratif
tidak menghilangkan bahaya secara langsung, tetapi digunakan untuk
membatasi waktu kontak antar pekerja dengan bahaya.
126
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pada
pelaksanaannya pengendalian yang dilaksanakan tidak semua sesuai
dengan hirarki yang terdapat pada form hasil hiradc hanya saja dalam
pelaksanaan dengan hirarki pengendalian mayoritas difokuskan pada
perlengkapan K3LMP. Padahal perlengkapan atau APD digunakan
sebagai cara terakhir untuk melindungi pekerja bila pengendalian
teknis dan administratif tidak mungkin dilakukan atau dalam keadaan
darurat. APD tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang
ada, karena hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan
menempatkan penghalang antara pekerja dengan bahaya. Hal ini dapat
mengakibatkan ketidakefektifan dalam mengatasi risiko yang ada,
karena tidak ada pertimbangan tingkat risiko dalam menerapkan
pengendalian.
Pada lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3 Peraturan
Pemerintah no. 50 tahun 2012, menyatakan bahwa apabila upaya
pengendalian risiko diperlukan, maka upaya tersebut ditetapkan
melalui tingkat pengendalian. Berdasarkan hasil penelitian, cabang
Compatibility bermasalah. Hal disebabkan biaya untuk keperluan
pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan pencegahan lain
tersedia akan tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus kepada APD
sehingga pengendaian yang direkomendasikan tidak kompatibel
dengan hirarki pengendalian. Oleh sebab itu, sebaiknya Proyek Cibis
Tower 9 melakukan tinjauan ulang terhadap rekomendasi
127
pengendalian yang dibuat agar sejalan dengan yang dilaksanakan,
yaitu dengan mengutamakan berdasarkan hirarki pengendalian.
c. Cabang Testing of Control LTA
Risiko yang terdapat di tempat kerja wajib dikendalikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber, diketahui bahwa
pengujian pengendalian tidak dilakukan akibat keterbatasan waktu.
Selain itu, rekomendasi pengendalian langsung diterapkan pada
pekerja. Berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment Proyek
Cibis Tower 9 terdapat pengendalian yang harus dilakukan pengujian
seperti pengujian jalur evakuasi tanggap darurat, APD, peralatan
kerja, dan lain-lain. Pengujian sendiri merupakan proses, cara,
perbuatan untuk mengetahui mutu sesuatu (KBBI, 2015).
Pengendalian sebelum diimplementasikan harus diuji untuk
efektivitas. Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan
atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau
meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360, 2004).
Pengendalian risiko akan langsung diterapkan, apabila ada
masalah baru akan dilaporkan. Dampaknya adalah masih besar
kemungkinan tidak efektifnya pengendalian yang direkomendasikan,
dibandingkan dengan apabila sudah dilakukan pengujian terlebih
dahulu, karena dengan pengujian dapat mengetahui mutu sesuatu.
Selanjutnya berdasarkan telaah dokumen hasil risk assessment,
terdapat kolom resultant index, yaitu evaluasi ulang indeks risiko
setelah pengujian tindakan pengendalian. Meskipun tidak dilakukan
128
pengujian langsung akan tetapi berdasarkan observasi diketahui
bahwa terdapat spesifikasi alat pelindung diri yang digunakan telah
disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, cabang Testing of Controls tidak
bermasalah. Hal ini dikarenakan meskipun pengendalian yang
direkomendasikan tidak diuji langsung sebelum diimplementasikan
akan tetapi spesifikasi ketersediaan perlengkapan pengendalian telah
disesuaikan dengan kebutuhan pekerja. Pada lampiran I tentang
pedoman penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah no. 50 tahun 2012,
bahwa upaya pengendalian di evaluasi apabila terjadi ketidaksesuaian
atau perubahan pada proses kerja. Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan disarankan untuk menerapkan pengujian pengendalian yang
direkomendasikan secara langsung guna meningkatkan kualitas
pengendalian.
d. Cabang Directive LTA
Penerapan pengendalian dalam pelaksanaannya perlu diikuti
dengan arahan yang tepat. Pekerja perlu diarahkan oleh seorang
pemimpin untuk bisa bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku di
perusahaan tersebut (Brown, 2014). Pekerja yang kurang
mendapatkan arahan dapat menyebabkan proses kerja terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rekomendasi
pengendalian yang diarahkan oleh staf K3LMP dan atau pelaksana di
lapangan. Pekerja dengan jumlah yang banyak menyulitkan petugas
K3LMP yang hanya berjumlah dua orang untuk memberikan
129
pengarahan atau teguran. Hal ini juga dirasakan oleh pekerja sebagai
mandor yang terkadang perlu ikut menegur pekerja yang tidak
bertindak aman atau tidak menggunakan APD. Peraturan Pemerintah
no. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 pasal 13 ayat 1,
menjelaskan bahwa prosedur informasi harus memberikan jaminan
bahwa informasi K3 dikomunikasikan. Dikomunikasikannya prosedur
kepada pekerja adalah salam bentuk arahan saat bekerja.
Berdasarkan hasil pengamatan juga diketahui terdapat arahan
kepada pekerja, namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih
membandel dikarenakan pengawasan yang masih kurang. Seperti
terdapat pekerja yang bekerja di ketinggian namun tidak
menggunakan body harness . Padahal, berdasarkan telaah dokumen,
terdapat dokumen terkait pengendalian yaitu instruksi kerja
penggunaan APD dengan nomor dokumen IK-PW-K3LMP-APD-08.
Pada dokumen tersebut, dijelaskan bahwa divisi K3LMP
bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan cara penggunaan APD
kepada seluruh pekerja termasuk pengunjung.
Dalam instruksi kerja APD tersebut dituliskan Unit K3LMP
harus merencanakan kebutuhan APD di masing-masing kegiatan
sesuai jenis pekerjaan, melakukan pengadaan APD sesuai kebutuhan
dan jadwal penggunaannya, memberikan APD kepada para pekerja
serta memberikan pelatihan cara penggunaan kepada seluruh pekerja.
Pada Peratran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor
130
PER./08/MEN/VII/2010 Pasal 4 ayat 1 tentang APD tertulis
manajemen APD yakni:
a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD.
b. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan
kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh.
c. Pelatihan.
d. Penggunaan, perawatan dan penyimpanan.
e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan.
f. Inspeksi dan,
g. Evaluasi dan pelaporan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan cabang Directive
mengalami masalah. Hal ini diakibatkan masih kurangnya arahan dan
pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP,
sehingga disarankan untuk pihak Proyek Cibis Tower 9 melakukan
pelatihan terkait pengendalian di lapangan guna pengawasan bagi
pekerja saat menggunakan APD.
h. Cabang Availability LTA
Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau
tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau
meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360, 2004). Proyek Cibis
Tower 9 memberikan rekomendasi pengendalian risiko yang tersedia
dengan lengkap. Berdasarkan dokumen anggaran dana pada RK3LMP
Proyek Cibis Tower membuktikan bahwa ada terdapat anggaran baik
untuk tindakan pencegahan maupun pemeliharaan. Anggaran untuk
131
tindakan pencegahan meliputi, pengadaan APD, alat safety deck, obat-
obatan, CCTV, safety reward, pelatihan, biaya administrasi dan lain-
lain.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengadaan
perlengkapan pengendalian dilakukan oleh Divisi K3LMP serta divisi
Logistik dan Peralatan. Selain itu selaras dengan cabang Testing of
Control yang diketahui bahwa perlengkapan pengendalian memiliki
spesifikasi sesuai dengan bahaya dan risiko yang ada ditempat kerja.
Hal ini membuktikan bahwa upaya penyediaan pengendalian
dilaksanakan, sehingga pengendalian yang direkomendasikan dapat
diterapkan. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan terbukti bahwa
ketersediaan perlengkapan sudah cukup memenuhi terdapat ruang
medis, APAR, APD, rambu-rambu, safety net, dan lain sebagainya.
Hal ini sejalan dengan lampiran I tentang pedoman penerapan SMK3
Peraturan Pemerintah no.50 tahun 2012, bahwa pengadaan prasarana
dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan pengendalian, dan
peralatan pelindung diri. Berdasarkan hasil penelitian, cabang
Availability tidak memiliki masalah sebab pengadaan peralatan
pengendalian sudah terpenuhi di lapangan.
i. Cabang Adaptability LTA
Pekerja proyek Cibis Tower 9 melakukan pekerjaan yang sama
setiap harinya di area kerja yang menetap. Pengendalian yang
diberikan disama ratakan di setiap pekerjaan, namun beberapa
pengendalian tidak sesuai dengan beberapa pekerjaan tersebut.
132
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama diketahui
bahwa rekomendasi pengendalian yang diberikan hampir sama di
setiap pekerjaan. Namun ada beberapa penambahan untuk bagian
pekerjaan tertentu seperti pengelasan, bekerja diketinggian.
Berdasarkan telaah dokumen pada form hasil risk assessment
Proyek Cibis Tower 9 menunjukkan bahwa pengendalian dari setiap
proses kerja telah disesuaikan dengan situasi masing-masing proses
kerja tersebut. Alat pelindung diri merupakan seperangkat alat yang
digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh
tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja (Budiono,
2003). Seperti diketahui bahwa APD memilki persyaratan tersendiri
salah satunya adalah memberikan perlindungan yang efektif terhadap
jenis bahaya yang dihadapainya (Suma'mur, 2009). Akan tetapi
selama pengamatan didapatkan semua pekerja menggunakan
pengendalian yang sama. Pekerja diberikan APD seperti helm dan
sepatu. Pekerjaan yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian
cor, pembesian, dan kayu yang memiliki risiko yang berbeda. Seperti
pada bagian cor yang memerlukan masker dan bagian besi yang
memerlukan sarung tangan.
Ketidaksesuaian pengendalian ini selaras dengan cabang
Directive yang dimana kurangnya arahan dan pengawasan dari staf
K3LMP yang mempengaruhi ketidaksesuaian pengendalian di
lapangan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi pengendalian
yang direkomendasikan terdapat pengendalian yang belum sesuai
133
dengan hirarki pengendalian seperti pada cabang Compatibility yang
juga bermasalah.
Pada pelaksanaan risk assessment Proyek Cibis Tower 9
terdapat ketidaktepatan pada cabang Adaptability LTA yang juga
dipengaruhi oleh beberapa cabang lainnya sebab pengendalian yang
ada di tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis
pekerjaan. Sehingga Proyek Cibis Tower 9 perlu melakukan perbaikan
terhadap pelaksanaan kesesuaian pengendalian sesuai dengan jenis
pekerjaan.
j. Cabang Use Not Mandatory
Proyek Cibis Tower 9 memiliki peraturan yang diwajibkan atas
pelaksanaan pengendalian yang direkomendasikan didukung dengan
adanya punishment. Sejalan dengan lampiran I tentang pedoman
penerapan SMK3 Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012, bahwa
tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan.
Komitmen ini dibuktikan dengan adanya dokumen form bukti
pelanggaran dengan nomor dokumen
03/IM/WK/DG/DG2814122/2015. Punishment diberikan kepada
pekerja yang telah terkena teguran namun masih tidak merubah
tindakannya. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib.
Untuk mencapai perilaku aman yang baik, sangat penting untuk
memberikan beberapa bentuk penghargaan atau reward begitupun
sebaliknya, punishment dapat digunakan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya perilaku buruk yang sama (Reese dan
134
Eidons, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, Punishment diberikan
kepada pekerja yang tidak patuh menggunakan APD di area kerja.
Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja yang sangat
membantah setelah diberikan teguran beberapa kali lalu dilakukan
pemecatan. Sedangkan reward diberikan kepada pekerja yang tertib
dan rajin. Reward diberikan pada saat safety morning setiap
minggunya.
Uraian diatas menjelaskan bahwa untuk cabang use not
mandatory telah dilakukan dengan tepat atau tidak ada masalah.
Terdapat peraturan yang mendorong pekerja untuk melakukan
pengendalian. Terbukti berdasarkan hasil pengamatan, bahwa
punishment diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran
namun masih tidak merubah tindakannya. Berdasarkan hasil
penelitian, cabang Use Not Mandatory tidak bermasalah. Hal tersebut
karena terdapat punishment apabila pengendalian tidak diterapkan.
D. Pembahasan Pohon MORT Pelaksanaan Risk Assessment pada Proyek
Cibis Tower 9 Jakarta Selatan PT Waskita Karya tahun 2015
Pada struktur pohon MORT, pada lapis kesepuluh terdapat dua cabang
yang fokus membahas terkait risk assessment yaitu cabang Task Spesific Risk
Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang
Task Spesific Risk Assessment LTA ini yang menjadi fokus analisis karena
pada Proyek Cibis Tower 9 PT Waskita Karya risk assessment dilaksanakan,
namun terdapat ketidaktepatan pelaksanaannya. Dalam pohon MORT, cabang
Task Spesific Risk Assessment LTA terdiri dari 2 cabang, yaitu Task Spesific
135
Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA. Pada cabang Task
Spesific Risk Analysis LTA, cabang yang terkait diantaranya cabang
Knowledge LTA dan Execution LTA.
Cabang Knowledge LTA terdiri dari Use of Workers’ Suggestion and
Inputs LTA dan Technical Information Systems LTA. Cabang Use of Workers’
Suggestion and Inputs LTA tidak bermasalah karena pekerja dilibatkan dalam
pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi. Sedangkan cabang
Technical Information Systems LTA bermasalah karena sistem pertemuan
yang ada tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua karyawan dan
pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan.
Antara cabang Knowledge dengan cabang Use of Workers’ Suggestion
and Inputs LTA dan Technical Information Systems LTA terdapat simbol
“gerbang ATAU”. Artinya apabila salah satu saja antara cabang Use of
Workers’ Suggestion and Inputs LTA dan cabang Technical Information
Systems LTA tidak dilaksanakan dengan tepat, maka akan menyebabkan
masalah pada cabang Knowledge LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian,
cabang Knowledge LTA dapat dikatakan memiliki masalah, karena cabang
Technical Information Systems LTA tidak dilaksanakan dengan tepat.
Kemudian cabang Execution LTA terdiri dari Time LTA, Budget LTA,
Scope LTA, Analytical Skill LTA, dan Hazard Selection LTA. Berikut ini hasil
penelitiannya:
a. Cabang Time LTA bermasalah karena pelaksanaan risk assessment tidak
sesuai air pelaksanaan dan tidak direvisi secara berkala.
136
b. Cabang Budget LTA tidak bermasalah karena telah tersedia anggaran
dana untuk memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh.
c. Cabang Scope LTA bermasalah karena terdapat proses kerja yang tidak
di lakukan analisis risiko.
d. Cabang Analytical Skill LTA bermasalah karena pengalaman dan
keterampilan pelaksana dapat disimpulkan belum memadai.
e. Cabang Hazard Selection LTA terdiri dari cabang Hazard Identification
LTA dan Hazard Prioritisation LTA. Cabang Hazard Identification LTA
bermasalah karena terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori
konsekuensi dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk
assessment.
Antara cabang Hazard Selection LTA dengan cabang Hazard
Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA terdapat simbol “ATAU”.
Sehingga apabila salah satu saja antara cabang Hazard Identification LTA dan
Hazard Prioritisation LTA bermasalah, maka akan menyebabkan
ketidaktepatan pelaksanaan pada cabang Hazard Selection LTA. Jadi
berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa cabang Hazard Selection
LTA bermasalah. Selanjutnya antara cabang Execution LTA dengan cabang
Time LTA, Budget LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA dan Hazard
Selection LTA terdapat simbol “ATAU”. Artinya apabila salah satu cabang
bermasalah maka akan menyebabkan masalah pada cabang Execution LTA.
Jadi berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa cabang Execution
LTA juga bermasalah. Berdasarkan hasil penelitian cabang Knowledge LTA
dan Execution LTA bermasalah. Antara cabang Task Spesific Risk Analysis
137
LTA dengan cabang Knowledge LTA dan Execution LTA terdapat simbol
“ATAU”, sehingga apabila salah satu dari cabang Knowledge LTA dan
Execution LTA bermasalah menyebabkan masalah juga pada cabang Task
Spesific Risk Analysis LTA. Dengan demikian, masalah pada cabang
Knowledge LTA dan Execution LTA akan mempengaruhi cabang Task
Spesific Risk Analysis LTA.
Kemudian pada cabang Recommended Risk Controls LTA, cabang yang
terkait diantaranya cabang Clarity LTA, Compatibility LTA, Testing of
Control LTA, Directive LTA, Availability LTA, Adaptability LTA, dan Use Not
Mandatory. Berikut ini hasil penelitiannya:
a. Cabang Clarity LTA tidak terdapat masalah sebab pemahaman pekerja
atas pengendalian yang direkomendasikan telah jelas diterima.
b. Cabang Compatibility LTA tidak dilaksanakan dengan tepat karena
biaya untuk keperluan pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan
pencegahan lain tersedia akan tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus
kepada APD.
c. Cabang Testing of Control LTA tidak bermasalah karena pengendalian
yang direkomendasikan disesuaikan dengan spesifikasi kebutuhan
pengendalian di lapangan.
d. Cabang Directive LTAdikatakan bermasalah akibat masih kurangnya
arahan dan pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP.
e. Cabang Availability LTA tidak bermasalah sebab pengadaan peralatan
pengendalian sudah terpenuhi di lapangan.
138
f. Cabang Adaptability LTA bermasalah dikarenakan pengendalian yang
ada di tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis pekerjaan.
g. Cabang Use Not Mandatory tidak bermasalah sebab terdapat
punishment diberikan kepada pekerja yang telah terkena teguran namun
masih tidak merubah tindakannya.
Antara Recommended Risk Controls LTA dengan cabang Clarity LTA,
Compatibility LTA, Testing of Control LTA, Directive LTA, Availability LTA,
Adaptability LTA, dan Use Not Mandatory terdapat simbol “gerbang ATAU”.
Artinya apabila salah satu saja antara cabang Clarity LTA, Compatibility LTA,
Testing of Control LTA, Directive LTA, Availability LTA, Adaptability LTA,
dan Use Not Mandatory bermasalah, maka akan menyebabkan masalah pada
cabang Recommended Risk Controls LTA. Jadi berdasarkan hasil penelitian,
dapat dikatakan bahwa cabang Recommended Risk Controls LTA bermasalah.
Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian cabang Task Spesific Risk
Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA bermasalah. Antara
cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dengan cabang Task Spesific Risk
Analysis LTA dan Recommended Risk Controls LTA terdapat simbol
“ATAU”, sehingga jika salah satu antara cabang Task Spesific Risk Analysis
LTA dan Recommended Risk Controls LTA bermasalah, maka menyebabkan
masalah pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Jadi, masalah pada
cabang Task Spesific Risk Analysis LTA dan Recommended Risk Controls
LTA akan mempengaruhi cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Dengan
demikian hal-hal yang menyebabkan tidak tepatnya pelaksanaan risk
assessment adalah sistem pengumpulan informasi, penentuan waktu risk
139
assessment, lingkup pelaksanaan risk assessment, pelaksana risk assessment,
identifikasi bahaya, kesesuaian dengan hirarki pengendalian, arahan untuk
penggunaan pengendalian, dan kesesuaian rancangan pengendalian dengan
situasi.
140
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. PT Waskita Karya merupakan perusahaan yang memiliki bidang bisnis
jasa konstruksi, Beton Precast, Properti, Engineering dan Procurement,
serta Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Tol.Proyek Cibis Tower
9 Cilandak merupakan salah satu proyek yang dibangun oleh PT Waskita
Karya (Persero) dengan menerapkan program Keselamatan Kesehatan
Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan (K3LMP).
2. Pelaksanaan risk assessment pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan
PT Waskita Karya belum sesuai alur proses penilaian risiko.
Ketidaksesuaian meliputi revisi dokumen, identifikasi bahaya serta tidak
dikomunikasikannya hasil penilaian risiko pada pekerja atau karyawan lain
termasuk pimpinan.
3. Dalam menganalisis penyebab masalah dalam pelaksanaan risk
assessment berdasarkan MORT, berikut ini status dari cabang task spesific
risk assessment LTA:
a. Cabang task spesific risk analysis LTA
1) Cabang yang tidak bermasalah yaitu:
- Cabang use of workers’ suggestion and inputs karena pekerja
dilibatkan dalam pemberian masukan terkait risiko yang dihadapi.
- Cabang Budget LTA karena telah tersedia anggaran dana untuk
memenuhi kebutuhan program K3LMP secara menyeluruh.
141
2) Cabang yang bermasalah yaitu:
- Cabang technical information system karena sistem pertemuan
yang ada tidak dilaksanakan dengan tepat, yaitu tidak semua
karyawan dan pekerja bahkan pimpinan mengikuti pertemuan.
- Cabang Time LTA karena pelaksanaan risk assessment tidak
sesuai air pelaksanaan dan tidak direvisi secara berkala.
- Cabang Scope LTA karena terdapat proses kerja yang tidak di
lakukan analisis risiko.
- Cabang Analytical Skill LTA keterampilan pelaksana belum
memadai.
- Cabang Hazard Selection LTA terdiri dari cabang Hazard
Identification LTA dan Hazard Prioritisation LTA. Cabang
Hazard Identification LTA bermasalah karena Proyek Cibis
Tower 9 tidak melihat bahaya terhadap aktivitas kerja baru.
Kemudian cabang Hazard Prioritisation LTA bermasalah karena
terdapat terdapat ketidaksesuaian penentuan kategori konsekuensi
dan kemungkinan antara prosedur dengan form hasil risk
assessment.
b. Cabang recommended risk coontrols LTA
1) Cabang yang tidak bermasalah yaitu:
- Cabang Clarity LTA karena pemahaman pekerja atas
pengendalian yang direkomendasikan telah jelas diterima.
- Cabang Testing of Control LTA karena pengendalian yang
direkomendasikan disesuaikan dengan spesifikasi kebutuhan.
142
- Cabang Availability LTA karena pengadaan peralatan
pengendalian sudah terpenuhi di lapangan.
- Cabang Use Not Mandatory karena terdapat punishment
diberikan kepada pekerja yang bertindak tidak aman.
2) Cabang yang bermasalah yaitu:
- Cabang Compatibility LTA karena biaya untuk keperluan
pengendalian administrasi, pelatihan dan tindakan pencegahan
lain tersedia tetapi dalam pelaksanaan hanya fokus kepada APD.
- Cabang Directive LTA karena masih kurangnya arahan dan
pengawasan terkait pengendalian diberikan oleh staf K3LMP.
- Cabang Adaptability LTA karena pengendalian yang ada di
tempat kerja masih kurang sesuai dengan beberapa jenis
pekerjaan.
4. Hal-hal yang menyebabkan masalah dalam pelaksanaan risk assessment
berdasarkan pohon MORT adalah sistem pengumpulan informasi,
penentuan waktu risk assessment, lingkup pelaksanaan risk assessment,
pelaksana risk assessment, identifikasi bahaya, kesesuaian dengan hirarki
pengendalian, pengujian pengendalian sebelum diimplementasikan, arahan
untuk penggunaan pengendalian, dan kesesuaian rancangan pengendalian
dengan situasi.
143
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan
PT Waskita Karya disarankan:
- Mengubah waktu sistem pertemuan menjadi lebih siang 08.00 – 09.30
WIB dan membuat jadwal shift anggota yang mengikuti safety
morning.
- Melaksanakan risk assessment sesuai prosedur yang ada dan ditinjau
secara berkala yakni 6 bulan sekali.
- Mengkomunikasikan hasil risk assessment kepada Kepala Proyek dan
divisi terkait.
- Memberikan pelatihan tentang risk assessment kepada seluruh staff
K3LMP dan personil terkait.
- Melakukan pemantauan pelaksanaan risk assessment yang dibuat agar
dapat terdeteksi kesalahan-kesalahan dalam memprioritaskan bahaya.
- Melakukan tinjauan ulang terhadap rekomendasi pengendalian yang
dibuat agar sejalan dengan yang dilaksanakan.
- Membuat jadwal personil K3LMP dalam melakukan pengawasan
untuk pekerja di lapangan.
144
DAFTAR PUSTAKA
Adiyanto, B. & Irawan, S. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada Pekerjaan Struktur Bawah dan Struktur Atas Gedung
Bertingkat. Jurnal Teknik Sipil.
AS/NZS 4360 2004. Risk Management. Sidney: Council of Standards Australia
and Council of Standards New Zealand.
Azevedo, R. C. d., Ensslin, L. & Jungles, A. E. 2014. A review of Risk
Management in Construction: Opportunities for Improvement. Modern
Economy, 5, 367-383.
Bachtiar, D. S. & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment Pada Pekerjaan
Welding Confined Space di Bagian Ship Building PT Dok Dan Perkapalan
Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2,
52-60.
Banaitiene, N. & Banaitis, A. 2013. Risk Management in Construction Projects.
INTECH.
BPJS Ketenagakerjaan 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report
2013.
Brown, A. S. 2014. Chapter 6 - Risk Management. In: Taktak, A., Ganney, P.,
Long, D. & White, P. (eds.) Clinical Engineering. Oxford: Academic
Press.
Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja, Semarang,
Universitas Diponegoro.
145
Camino López, M. A., Ritzel, D. O., Fontaneda, I. & González Alcantara, O. J.
2008. Construction industry accidents in Spain. Journal of Safety
Research, 39, 497-507.
CCOHS 2009. Canadian Centre for Occupational Health and Safety
Depnaker 2005. Modul SMK3 Jakarta: Direktorat Pengawasan Keselamatan
Kerja.
Ericson, C. A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety, Virginia,
Wiley Interscience.
ILO 2011. Hazard Analysis: Organizational Factors – MORT.
International Crisis Management Association 2014. The Management Oversight
and Risk Tree (MORT).
Jamsostek. 2011. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi Diakses
melalui.: http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828. Diakses
melalui [Accessed Access Date Access Year]|.
Kani, B. R. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek
Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT. Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statik,
1, 430-433.
Adiyanto, B. & Irawan, S. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) pada Pekerjaan Struktur Bawah dan Struktur Atas Gedung
Bertingkat. Jurnal Teknik Sipil.
AS/NZS 4360 2004. Risk Management. Sidney: Council of Standards Australia
and Council of Standards New Zealand.
146
Azevedo, R. C. d., Ensslin, L. & Jungles, A. E. 2014. A review of Risk
Management in Construction: Opportunities for Improvement. Modern
Economy, 5, 367-383.
Bachtiar, D. S. & Sulaksmono, M. 2013. Risk Assessment Pada Pekerjaan
Welding Confined Space di Bagian Ship Building PT Dok Dan Perkapalan
Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2,
52-60.
Banaitiene, N. & Banaitis, A. 2013. Risk Management in Construction Projects.
INTECH.
BPJS Ketenagakerjaan 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report
2013.
Brown, A. S. 2014. Chapter 6 - Risk Management. In: Taktak, A., Ganney, P.,
Long, D. & White, P. (eds.) Clinical Engineering. Oxford: Academic
Press.
Budiono, S. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja, Semarang,
Universitas Diponegoro.
Camino López, M. A., Ritzel, D. O., Fontaneda, I. & González Alcantara, O. J.
2008. Construction industry accidents in Spain. Journal of Safety
Research, 39, 497-507.
CCOHS 2009. Canadian Centre for Occupational Health and Safety
Depnaker 2005. Modul SMK3 Jakarta: Direktorat Pengawasan Keselamatan
Kerja.
Ericson, C. A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety, Virginia,
Wiley Interscience.
147
ILO 2011. Hazard Analysis: Organizational Factors – MORT.
International Crisis Management Association 2014. The Management Oversight
and Risk Tree (MORT).
Jamsostek. 2011. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi Diakses
melalui.: http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828. Diakses
melalui [Accessed Access Date Access Year]|.
Kani, B. R. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek
Konstruksi (Studi Kasus: Proyek PT. Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statik,
1, 430-433.
Labombang, M. 2011. Manajemen Risiko Dalam Proyek Konstruksi. Jurnal
SMARTek, 9.
Macdonald, D. 2004. Practical Industrial Safety, Risk Assessment, and Shutdown
System, Elsevier Science & Technology Books.
Mankiw, G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta, Salembat Empat.
Menakertrans 2012. Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja. In: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia (ed.). Jakarta.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya.
Noordwijk Risk Initiative 2009. NRI MORT User's Manual, Netherlands, The
Noorwidjk Risk Initiative Foundation.
Oakley, J. S. 2003. Accident Investigation Techniques, United States, The
American Society of Safety Engineers.
148
OHSAS 18001 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja -
Persyaratan. British Standard Institution.
Pinto, A. 2014. QRAM a Qualitative Occupational Safety Risk Assessment Model
for the construction industry that incorporate uncertainties by the use of
fuzzy sets. Safety Science, 63, 57-76.
Pinto, A., Nunes, I. L. & Ribeiro, R. A. 2011. Occupational risk assessment in
construction industry – Overview and reflection. Safety Science, 49, 616-
624.
PT Waskita Karya 2013. Laporan Tahunan 2013 Annual Report.
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001, Jakarta, Dian Rakyat.
Reese, C. D. & Eidons, J. V. 2006. Handbook of OSHA Construction Safety and
Health, United States of America, CRC Press.
Rijanto, B. 2012. Pencegahan Kecelakaan di Industri, Jakarta, Mitra Wacana
Media.
Russ, K. 2010. Risk Assessment in the UK Health and Safety System: Theory and
Practice. Safety and Health at Work, 1, 11-18.
Sklet, S. 2004. Methods for Accident Investigation, Norwegian University of
Science and Technology, ROSS.
Srijayanti, N. L. P., Sudipta, I. G. K. & Putera, A. 2013. Kecelakaan Tenaga Kerja
Pada Proyek Konstruksi di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Elektronik
Infrastruktur Teknik Sipil, 12, 1-6.
Stranks, J. 2007. Human Factor and Behavioural Safety, Burlington, UK, Elsevier
Ltd.
149
Sucita, I. K. & Broto, A. B. 2011. Identifikasi dan Penanganan Risiko K3 Pada
Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal Teknik Sipil, 10, 83-92.
Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Bandung, Alfabeta.
Suma'mur 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Gunung
Agung.
Susanto, H. 2010. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Pada
Pembangunan Gedung Perkantoran dan Perkuliahan Tahap III
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Taylor, G. 2004. Enhancing Occupational Safety and Health, Jordan Hill, Oxford.
Labombang, M. 2011. Manajemen Risiko Dalam Proyek Konstruksi. Jurnal
SMARTek, 9.
Macdonald, D. 2004. Practical Industrial Safety, Risk Assessment, and Shutdown
System, Elsevier Science & Technology Books.
Mankiw, G. 2006. Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta, Salembat Empat.
Menakertrans 2012. Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja. In: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia (ed.). Jakarta.
Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya.
Noordwijk Risk Initiative 2009. NRI MORT User's Manual, Netherlands, The
Noorwidjk Risk Initiative Foundation.
Oakley, J. S. 2003. Accident Investigation Techniques, United States, The
American Society of Safety Engineers.
150
OHSAS 18001 2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja -
Persyaratan. British Standard Institution.
Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
PERMENPU No: 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Pinto, A. 2014. QRAM a Qualitative Occupational Safety Risk Assessment Model
for the construction industry that incorporate uncertainties by the use of
fuzzy sets. Safety Science, 63, 57-76.
Pinto, A., Nunes, I. L. & Ribeiro, R. A. 2011. Occupational risk assessment in
construction industry – Overview and reflection. Safety Science, 49, 616-
624.
Pratiwi, Sinta. 2014. Analisis Penyebab Masalah dalam Pelaksanaan Risk
Assessment dari Management Oversight and Risk Tree (MORT) Tahun
2014. Skripsi FKIK UIN Jakarta.
PT Waskita Karya 2013. Laporan Tahunan 2013 Annual Report.
PT Waskita Karya 2014. Laporan Bulanan Proyek Cibis Tower 9 Jakarta Selatan
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001, Jakarta, Dian Rakyat.
Reese, C. D. & Eidons, J. V. 2006. Handbook of OSHA Construction Safety and
Health, United States of America, CRC Press.
151
Rijanto, B. 2012. Pencegahan Kecelakaan di Industri, Jakarta, Mitra Wacana
Media.
Russ, K. 2010. Risk Assessment in the UK Health and Safety System: Theory and
Practice. Safety and Health at Work, 1, 11-18.
Sklet, S. 2004. Methods for Accident Investigation, Norwegian University of
Science and Technology, ROSS.
Srijayanti, N. L. P., Sudipta, I. G. K. & Putera, A. 2013. Kecelakaan Tenaga Kerja
Pada Proyek Konstruksi di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Elektronik
Infrastruktur Teknik Sipil, 12, 1-6.
Stranks, J. 2007. Human Factor and Behavioural Safety, Burlington, UK, Elsevier
Ltd.
Sucita, I. K. & Broto, A. B. 2011. Identifikasi dan Penanganan Risiko K3 Pada
Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal Teknik Sipil, 10, 83-92.
Sugiyono 2009. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, Bandung, Alfabeta.
Suma'mur 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Gunung
Agung.
Susanto, H. 2010. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja Pada
Pembangunan Gedung Perkantoran dan Perkuliahan Tahap III
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Taylor, G. 2004. Enhancing Occupational Safety and Health, Jordan Hill, Oxford.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970. Tentang Keselamatan
Kerja
152
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara.......................................................................................153
2. Lembar Observasi............................................................................................158
3. Dokumentasi....................................................................................................160
4. Transkrip Wawancara......................................................................................161
5. Daftar Dokumen...............................................................................................172
6. Surat Keterangan..............................................................................................173
153
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Penelitian :
"Analisis Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan PT. Waskita Karya Tahun 2015"
No. Informan :
Tanggal Penelitian :
Pewawancara :
A. Identitas Informan
Inisial Informan :
Jabatan :
B. Pendahuluan
1. Memperkenalkan diri
2. Menjelaskan tujuan wawancara disertai dengan manfaat penelitian,
serta menjelaskan bahwa kerahasiaan informan terjamin.
3. Meminta kesediaan calon informan menandatangani surat pernyataan
kesediaan menjadi informan.
4. Melakukan kontrak wawancara, menawarkan waktu wawancara 10
sampai 30 menit.
C. Pertanyaan Wawancara
Setelah calon informan menandatangani surat pernyataan kesediaan
menjadi informan, selanjutnya peneliti mewawancarai informan dengan
merekam isi pembicaraan.
154
Analisis Pelaksanaan Risk Assessment Pada Proyek Cibis Tower 9 Jakarta
Selatan PT. Waskita Karya Tahun 2015
Sekertaris K3LMP
No Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana keterlibatan pekerja dalam
pelaksanaan risk assessment? (Probing: saran dan
masukan pekerja)
2. Bagaimana dukungan sistem pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment?
(Probing: rapat/ pertemuan)
3. Kapan dan berapa lama pelaksanaan risk
assessment?
4. Bagaimana anggaran dana untuk melaksanakan
risk assessment pekerjaan? Berapa anggaran yang
disediakan?
5. Bagaimana lingkup dan detail dari risk
assessment? (Probing: lokasi dan tipe risiko)
6. Bagaimana pengalaman dan keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian)
7. Bagaimana metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya?
8. Bagaimana metode yang digunakan dalam
memprioritaskan bahaya yang telah diidentifikasi?
(Probing: metode analisis)
9. Bagaimana kejelasan pengendalian yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja)
10. Bagaimana kesesuaian atau keterkaitan
pengendalian yang direkomendasikan dengan
persyaratan yang ada? (Probing: hirarki
pengendalian)
11. Bagaimana sistem pengujian pengendalian untuk
efektivitas sebelum diimplementasikan?
12. Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian
yang direkomendasikan?
155
No Pertanyaan Jawaban
13. Bagaimana ketersediaan perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang
terlibat?
14. Bagaimana rancangan pengendalian yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang
berbeda-beda?
15. Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan
pengendalian yang direkomendasikan adalah
wajib? (Probing: reward and punishment)
Kepala Proyek
1. Bagaimana anggaran dana untuk melaksanakan
risk assessment pekerjaan? Berapa anggaran yang
disediakan?
2. Bagaimana pengalaman dan keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian)
3. Bagaimana ketersediaan perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang
terlibat?
Staf K3LMP
1. Bagaimana keterlibatan pekerja dalam
pelaksanaan risk assessment?
2. Bagaimana dukungan sistem pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment?
(Probing: rapat/ pertemuan)
3. Bagaimana lingkup dan detail dari risk
assessment? (Probing: lokasi dan tipe risiko)
4. Bagaimana pengalaman dan keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian)
5. Bagaimana kejelasan pengendalian yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja)
6. Bagaimana sistem pengujian pengendalian untuk
efektivitas sebelum diimplementasikan?
7. Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian
yang direkomendasikan?
156
No Pertanyaan Jawaban
8. Bagaimana ketersediaan perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang
terlibat?
9. Bagaimana rancangan pengendalian yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang
berbeda-beda?
10. Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan
pengendalian yang direkomendasikan adalah
wajib? (Probing: reward and punishment)
Safety Koordinator
1. Bagaimana keterlibatan pekerja dalam
pelaksanaan risk assessment? (Probing: saran dan
masukan pekerja)
2. Bagaimana dukungan sistem pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan risk assessment?
(Probing: rapat/ pertemuan)
3. Kapan dan berapa lama pelaksanaan risk
assessment?
4. Bagaimana pengalaman dan keterampilan
pelaksana risk assessment? (Probing: keahlian)
5. Bagaimana kesesuaian atau keterkaitan
pengendalian yang direkomendasikan dengan
persyaratan yang ada? (Probing: hirarki
pengendalian)
Pekerja
1. Bagaimana keterlibatan pekerja dalam
pelaksanaan analisis risiko? (Probing: saran dan
masukan pekerja)
2. Bagaimana dukungan sistem pengumpulan
informasi untuk pelaksanaan analisis risiko?
3. Bagaimana kejelasan pengendalian yang
direkomendasikan? (Probing: pemahaman pekerja)
4. Bagaimana arahan untuk penggunaan pengendalian
yang direkomendasikan?
157
No Pertanyaan Jawaban
5. Bagaimana ketersediaan perlengkapan
pengendalian untuk digunakan oleh personil yang
terlibat?
6. Bagaimana rancangan pengendalian yang
direkomendasikan sesuai dengan situasi yang
berbeda-beda?
7. Bagaimana upaya menekankan bahwa penggunaan
pengendalian yang direkomendasikan adalah
wajib? (Probing: reward and punishment)
Sumber: NRI MORT User's Manual ( Noordwijk Risk Initiative, 2009)
158
LEMBAR OBSERVASI
No. Data Catatan
1 Keterlibatan Pekerja Selama pengamatan di lapangan terlihat beberapa
pekerja menemui K3LMP yang sedang berpatroli
untuk menyampaikan bahaya dan risiko yang
dihadapi di area kerja. Pekerja juga meminta
penanggulangan kepada petugas K3LMP atau kepada
Pelaksana di lapangan untuk risiko yang mereka
hadapi, tidak hanya mandor atau wakil mandor tetap
anak buah pun ikut melaporkan atas temuan risiko
yang mereka hadapi dan melaporkannya dengan
kritis.
2 Sistem Pengumpulan
Informasi
Selama pengamatan di lapangan ada pertemuan
antara seluruh pekerja yakni pada safety morning dan
ada pertemuan rapat antar karyawan kantor. Safety
morning dilaksanankan Jumat pagi pukul 07.00 –
09.30 yang membahas perkembangan pekerjaan
setiap minggu nya dan evaluasi secara keseluruhan
tentang aspek K3LMP. Sepanjang pengamatan safety
morning yang dilakukan seminggu sekali ini berjalan
akan tetapi pertemuan ini dihadiri oleh sedikit
pekerja dan karyawan. Beberapa pertemuan juga
tidak dihadiri oleh pimpinan. Selain itu karyawan
juga banyak yang telat dan tidak menghadiri safety
morning akibat pertemuan yang dijadwalkan mulai
cukup pagi. Sehingga pertemuan tidak maksimal
dikarenakan tidak ada pimpinan yang menghadiri.
3 Lingkup Risk Assessment Selama pengamatan terdapat tahap pekerjaan baru
yakni plumbing dan finishing. Pelaksana bagian
plumbing dan finishing sudah memulai pekerjaan
akan tetapi pekerjaan tersebut belum dilaksanakan
analisis risiko. Selain itu terdapat risiko terkait
lingkungan pencemaran udara dari pekerjaan
pengecoran dan pembongkaran.
159
No. Data Catatan
4 Arahan Penggunaan
Pengendalian Yang
Direkomendasikan
Selama pengamatan terdapat arahan kepada pekerja,
namun terdapat juga beberapa pekerja yang masih
membandel dikarenakan pengawasan yang masih
kurang. Terdapat pekerja yang bekerja di ketinggian
namun tidak menggunakan body harness.
5 Ketersediaan
Perlengkapan
Pengendalian
Dalam pengamatan diketahui bahwa ketersediaan
perlengkapan sudah cukup memenuhi terdapat ruang
medis, APAR, APD, rambu-rambu, safety net, dan
lain sebagainya. Jika ada persediaan yang diperlukan
tim K3LMP segera menghubungi bagian logistik
untuk mendapatkan persediaan perlengkapan.
6 Kesesuaian Rekomendasi
Pengendalian
Selama pengamatan didapatkan semua pekerja
menggunakan pengendalian yang sama. Pekerja
diberikan APD seperti helm dan sepatu. Pekerjaan
yang dihadapi pekerja berbeda-beda seperti bagian
cor, pembesian, dan kayu yang memiliki risiko yang
berbeda. Seperti pada bagian cor yang memerlukan
masker dan bagian besi yang memerlukan sarung
tangan.
7 Kewajiban Penggunaan
Pengendalian
Selama pengamatan terdapat punishment dan reward
di tempat kerja. Punishment diberikan kepada pekerja
yang tidak patuh menggunakan APD di area kerja.
Seperti teguran dan denda terdapat juga pekerja yang
sangat membantah setelah diberikan teguran
beberapa kali lalu dilakukan pemecatan. Sedangkan
reward diberikan kepada pekerja yang tertib dan
rajin. Reward diberikan pada saat safety morning
setiap minggu nya.
160
Lampiran foto ketersediaan pengendalian:
Gambar 1. Alat Pelindung Diri
Gambar 2. Safety Net
Gambar 3. Ruang Medis dan Obat-obatan
Gambar 4. APAR dan Rambu-rambu
161
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
1. Bagaimana
keterlibatan pekerja
dalam pelaksanaan
analisis risiko
“Pekerja nggak terlibat langsung
dalam pembuatan risk assessment
nya.. ya tapi mereka cukup
terlibat dalam memberi masukan
ke kita risiko sama bahaya apa
aja yang ada di lapangan.. nanti
setelah mereka kasih tau ke kita,
kita kasih tindakan koreksi nya.”
“Selama ini pekerja sudah banyak
yang terlibat.. ketika ada
kemungkinan yang bisa menimpa
pekerja, pekerja nya itu
melaporkan bahaya apa yang dia
lihat ke K3. Dari laporan itu
langsung di antisipasi dan
dimasukan ke hiradc”
“Kalau terlibat pasti terlibat...dari
pekerja seumpama ada risiko atau
bahaya yang menyangkut kondisi
pekerja biasanya langsung melapor
ke K3 atau ke pelaksana di
lapangan, nanti pelaksana
dilapangan akan memberitahu
orang K3 nya.”
“Keterlibatan pekerja ya ada
ya, kalopun intelektual mereka
backgroundnya hanya SD SMP
tapi mereka tetap dilibatkan...
ya kalo ada risiko gitu mereka
lapor ke kita.”
No. PRA6 PRA7 PRA8
1. “hm pasti dilaporin kaya apa
kalau ada bahaya ya pasti
manggil K3 dulu”
“Setau saya pekerja disini sering
kasih masukan mbak, risiko disini
kan sering jadi pekerja aktif kasih
tau orang K3 supaya ada
tindakan gitu mbak.”
“Kita kerja diketinggian pasti
hubungannya dengan jatuh, risiko
yang ekstrim gitu pasti harus lapor.
Kalo saya si seringnya lapor ke
pelaksana.”
162
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
2. Bagaimana
dukungan sistem
pengumpulan
informasi dalam
pelaksanaan
analisis risiko
“Sistem informasi komunikasi
langsung dengan pekerja ada
setiap hari jumat pagi safety
morning, ada juga rapat orang
kantor setiap hari rabu siang.
Disitu semua informasi selama
satu minggu terkumpul untuk di
evaluasi juga.”
“Pengumpulan informasi untuk
analisa risiko tentu saja ada
komunikasi dengan tim, baik itu
kapro, kalap, maupun tim dari
K3LMP. Setiap hari ada briefing
dan seminggu sekali juga ada
safety morning walau yang
datang tidak banyak.”
“Safety morning seminggu sekali
kita jabarkan bahaya apa aja
dihadapan pekerja, tapi jujur disini
masih susah masih kurang kompak
dari tim kantor yang jarang hadir,
safety dilapangan cuma 2 orang,
pekerja ada 300 bangunan ada 16
lantai harus patrol.”
“Pertemuan ya ada briefing
setiap pagi ada juga yang
seminggu sekali buat sharing
antara pekerja dengan
karyawan kantortapi kurang
efektif ya banyak yang telat dan
malahan tidak datang...
Kepagian mungkin ya kan safety
morning jam 7 pagi jadi pada
telat, kalau sudah telat ya
mungkin tidak datang.”
No. PRA6 PRA7 PRA8
2. “Safety morning
tapi saya ndak
pernah ikut, emang
udah masuk tapi
nggak ikut aja.
Apalagi briefing itu
jarang sekali”
“Safety morning itu selalu
penyampaian kembali ke faktor
risiko cara pengendaliannya
arahan bekerja yang aman.”
“Ya situ pernah ikut safety
morning kan, bagus buat
evaluasi cuma sayang yang ikut
sedikit.”
163
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
3. Kapan dan berapa
lama pelaksanaan
analisis risiko
“Risk assessment dibuat satu
bulan setelah proyek mulai,
memang di prosedur harusnya
diawal pekerjaan...
Pada saat proyek jalan spesifikasi
teknis baru diberikan sehingga
pembuatan risk assessment
lama.”
“Buat risk assessment di awal
proyek harusnya jadi.”
“Setelah saya masuk risk
assessment dibuat berbarengan
dengan RK3LMP.”
“Assessment ya? Waduh udah
lama ya itu dibuatwaktu proyek
sudah berjalan.. harusnya sih
sebelum pelaksanaan pekerjaan
itu udah dibikin.”
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA4
4. Bagaimana
anggaran dana
untuk
melaksanakan
analisis risiko?
Berapa anggaran
yang disediakan?
“Untuk budget risk assessment
hanya print hiradc saja mungkin
untuk pengendalian risiko yang
butuh biaya, tidak ada masalah,
karna berapa biaya yang harus
dihabiskan dari awal sampai
akhir dihitung dan setiap bulan
juga dibuat laporan bulanan yang
dikasih ke pimpinan.”
“Anggaran dana untuk K3 sudah
diatur oleh divisi dan selama ini
sudah terpenuhi.. kalau analisa
risiko hasilnya kan di print aja
penyediaan kertas dari divisi
logistik.”
“oh untuk anggaran dana tidak
pernah kurang.”
“Sudah ada anggaran dana nya,
untuk K3LMP 3,2% dari biaya
keseluruhan.”
164
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3
5. Bagaimana lingkup
dan detail dari
analisa risiko?
“Lingkupnya ya konstruksi, kita
melihat item pekerjaan bagi
pekerjaan nya apa aja, risiko
paling sering terjadi tertusuk
paku. Kalau di konstruksi risiko
yang paling tinggi itu nilai 6 jatuh
dari ketinggian.”
“Bisa dilihat dalam dokumen
hiradc, semua kegiatan harus
dicantumkan dan sudah memang
seharusnya mendetail. Tapi
beberapa hal yang tidak
tercantumkan karena lingkup
kerja yang baru seperti
plumbing.. Ya belum sempat ya
kan Bapak juga megang proyek
lain.”
“Lokasi untuk proyek ini masih di
Jakarta.. Detail risiko nya ada di
prosedur sesuai tingkatannya.”
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA4 PRA5
6. Bagaimana
pengalaman dan
keterampilan
pelaksana penilaian
risiko?
“Risk assessment dibuat
berdasarkan pengalaman
selama di proyek. Disini
tidak ada yang sertifikasi
tentang risk assessment,
staf K3LMP kita suruh
untuk mengoreksi hasil
risk assessment yang
dibuat saja.”
“Kalau melihat
pengalaman sudah
pengalaman di
konstruksi sudah
bertahun-tahun juga,
beliau tau risk
assessment bagaimana.”
“Oh Bapak sih sudah
melanglang buana, saya
juga sudah hampir 7 tahun
kerja di waskita.”
“Semua yang disini sudah
berpengalaman. Untuk risk
assesment saya belum
memeriksa yang si Asi
(Sekertaris K3LMP) buat
makanya kemarin pas audit
masih ada yang harus
diperbaiki.”
“Pelaksana risk
assessment disini bagus
pengalamannya sudah
banyak di bidang
konstruksi.”
165
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3
7. Bagaimana metode
yang digunakan untuk
mengidentifikasi
bahaya?
“Untuk identifikasi bahaya
menggunakan form yang ada di
PWK3LMP, form nya diisi bahaya
nya apa lalu dinilai keparahannya..”
“Identifikasi bahaya ya form kan
sudah ada jadi tinggal di isi saja itu
Pak Asi yang isi.”
“Wah kalau itu Sekertaris K3LMP
yang mengidentifikasi, saya kan di
lapangan saja.”
No Pertanyaan PRA1
8. Bagaimana metode
yang digunakan dalam
memprioritaskan
bahaya yang telah
diidentifikasi?
“Ya bahaya di prioritaskan sesuai
risiko nya dilihat keparahan dan
kemungkinannya rendah, sedang,
tinggi, 1, 2, 3 gitu di tabel di PWK3,
saya sudah pernah kasih lihat sama
kamu kan.”
166
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3
9. Bagaimana kejelasan
pengendalian yang
direkomendasikan?
“Pengendalian ada di hiradc dari
mulai eliminasi sampai APD
ditambah juga RTD (Rencana
tanggap darurat. Mayoritas pekerja
juga sudah paham pengendalian
yang ada dilapangan.
Ya kaya jalur evakuasi, rambu-rambu
juga jelas, peringatan untuk area
wajib APD juga .”
“Pengendalian disini jelas dan
sebagian pekerja sudah paham kan
sudah lama di proyek.”
“sejauh yang saya ketahui
rekomendasi pengendalian sangat
jelas, di lapangan, pemahaman
pekerja tentang APD cukup baik ya.”
No PRA6 PRA7 PRA8
9. “Kalau pengendalian saya paham,
misal yang simple aja ketinggian
harus pake bodyharness."
“Sudah jelas sih mbak, kan kita pakai
APD setiap masuk proyek ada papan
nya didepan area kerja kita cara-
cara pakainya.”
“Bagus ya kaya APD gitu ada, di
proyek-proyek kecil belum tentu
ada.”
167
No Pertanyaan PRA1 PRA5
10 Bagaimana kesesuaian
atau keterkaitan
pengendalian yang
direkomendasikan
dengan persyaratan
yang ada?
“Sesuai peraturan kan dimasukan
juga di form nya, pengendalian juga
sudah sesuai hirarki kan kamu bisa
baca sendiri.”
“Ya kalau selama pekerjaan tuh ya
liat HIRADC berdasarkan itu aja
pengendaliannya tapi tidak semua
diikuti. APD dan rambu-rambu
paling yang diterapkan.”
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
11
.
Bagaimana sistem
pengujian
pengendalian untuk
efektivitas sebelum
diimplementasikan?
“Tidak ada pengujian ya kita
siapkan pengendalian sesuai
standar aja karena sistem kerja
disini yang cepat jadi tidak
melakukan pengujian-pengujian.”
“Pengujian dari supllier lah dek,
disini mah tinggal make aja
pekerjanya.”
“Tidak sih tidak ada. Sudah
efektif jadi kalau disini langsung
diterapkan saja pengendaliannya.
Pengendalian yang digunakan
juga tidak jauh berbeda dengan
proyek lainnya.”
“Ya seharusnya ada pengujian
tapi disini tidak ada karena sudah
ada saja sudah bagus.”
168
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
12 Bagaimana arahan
untuk penggunaan
pengendalian yang di
rekomendasikan?
“Gini arahan ke pekerja ada pas
safety morning selalu diulang
bahaya apa aja pengendalian apa
aja seperti induksi. Kita punya
banyak karakter sifat pekerja ada
yang bandel, ada yang cuek, ada
yang tertib. K3LMP memberikan
arahan ke pekerja jika masih
bertindak tidak aman akan kita
tegur lagi.
“Kalau disini semua arahan
pengendalian di lapangan, dikantor
sih jarang ada arahan ya.”
“Arahan pengendalian untuk
menggunakan APD, bertindak
safety, tanggap darurat juga.
Tidak hanya K3LMP tapi
pelaksana kadang juga kasih
arahan karena pekerja sebanyak
ini susah ya kalau yang ngawas
cuma berdua saja.”
“Sudah benar ya ada arahan
mungkin kalau pekerja belum
melaksanakan sesuai
pengendalian ya itu memang
mereka juga yang tidak sayang
sama diri sendiri.”
No PRA6 PRA7 PRA8
12 “Ada arahan pas baru masuk kesini.
Wah kalau arahan di safety morning
tidak tahu saya tidak pernah ikut.”
“Masih jarang yang pakai APD
masih kurang pengawasan untuk
pekerja nya, ya kita mandor suka
bantu tegur saja.”
“Pengarahan sendiri setiap minggu
ada pengarahan. Ya udah berjalan
kaya sepatu APD kita gunakan
semaksimal mungkin ya untuk action
nya belum semuaya kadang kan
terlalu ribet.”
169
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA4
13 Bagaimana
ketersediaan
perlengkapan
pengendalian untuk
digunakan oleh
personil yang
terlibat?
“Saya rasa perlengkapan sudah
cukup karna banyak yang
dimodifikasi dari proyek
sebelumnya untuk keperluan safety
disini. Walaupun disini K3
digabung dengan Mutu,
Lingkungan dan Pengamanan
semua pengendalian yang
dibutuhkan sudah terpenuhi semua
ya.”
“Ketersediaan pengendalian untuk
pekerja sudah lengkap dari APD
atau teknis.”
“Di lapangan kalau untuk
perlengkapan safety sudah ada
semua kan bisa dilihat juga APD,
rambu-rambu sampai ruang
medis semua ada.”
“Untuk perlengkapan itu bagian
K3LMP dan Logistik, selama ini
kalau butuh apa-apa selalu siap
sedia sih kita. Saya juga selalu
ingatkan anggaran dana kan ada
jadi saya tidak mau sampai lah
ada kekurangan.”
No PRA6 PRA7 PRA8
13 “Alhamdulillah perlengkapan cukup
mbak. Ya kaya helm, sepatu, body
harness ada.”
“Kalau disini lengkap
pengendaliannya.”
“Dari pada proyek yang dulu di
Bogor mending disini sih lebih
lengkap. Ya kaya ada bu dokter,
APD, APAR terus juga ada safety net
gitu.”
170
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
14 Bagaimana
rancangan
pengendalian yang
direkomendasikan
sesuai dengan situasi
yang berbeda-beda?
“Semua pekerjaan pengendalian di
lapangan di sama ratakan, sarung
tangan, masker, helm, sepatu tapi
akan ada penambahan dari jenis
pekerjaannya. Seperti bagian las
perlu pakai kedok, bagian cor
bekisting pakai body harness.”
“Ndak ada beda-beda sama semua,
ribet kalau harus dibeda-bedain.”
“Harusnya sih disesuaikan tapi
ya begini. Mungkin kalau di
hiradc dibedakan tapi sudah di
lapangan sama saja semua pakai
terkadang pekerja nya sendiri
suka lalai tidak pakai APD.”
“Situasi di setiap pekerjaan
memang berbeda tapi
pengendalian dari K3LMP tidak
dibedakan sejauh ini semua
pekerja menggunakan APD yang
sama.”
No PRA6 PRA7 PRA8
14 “Kurang ya, padahal kan kerja di
besi itu kan karat kadang kita harus
minta dulu baru dikasih sarung
tangan kalau ngga minta ya ngga
pakai. Dikasih tapi sarung tangan
kan nggak seawet helm”
“Susah ya namanya proyek situasi
beda-beda kadang pekerja juga harus
aktif gitu, sering sih kita lapor kalau
butuh apa-apa gitu ke K3LMP nya.”
“Ya alhamdulillah disini masih ada
APD biar ngga spesifik juga tapi
alhamdulillah lah sudah dikasih
helm, sepatu.”
171
No Pertanyaan PRA1 PRA2 PRA3 PRA5
15 Bagaimana upaya
menekankan bahwa
penggunaan
pengendalian yang di
rekomendasikan
adalah wajib?
“Oh ya ada punishment nya denda
kan kamu juga bantu bagikan form
denda nya. Ada jenis-jenis
pelanggaran nya juga kan kamu
sudah tahu. Kita buat itu supaya
mereka patuh terhadap peraturan
demi keselamatan mereka juga.
Untuk reward juga ada kita pantau
di lapangan mandor siapa yang
anak buahnya rapih kerja nya itu
akan dikasih reward nya ya uang
bonus buat mereka.”
“Ada hukuman denda kalau pekerja
tidak menggunakan APD, jika
pekerja tetap bandel dan tidak ada
perubahan kita langsung buat surat
untuk pengeluaran pekerja.
Sedangkan kalau reward ada dalam
bentuk uang biasanya pas safety
morning dikasih reward untuk
pekerja yang rajin.”
“Hukuman paling berat ya
dikeluarkan kalau ada pekerja
yang berantem, kalau pekerja
yang tidak patuh paling kita
potong gaji dari mandornya.”
“Ada dari waskita sendiri ada
punishment berupa denda atau
kita bikin surat peringatan
terlebih dahulu. Rewardnya ya
situ kan pernah ikut lah safety
morning kan ya dari waskita
sendiri suka memberikan reward
kan.”
No PRA6 PRA7 PRA8
15 “Ada kalau terus membandel dari
mandor juga kena dendanya potong
progres, teguran biasanya dari
memo. Untuk reward untuk yang
tertib.”
“Ditegur kadang juga dikasih sanksi
kadang ada yang disuruh keluar
proyek disuruh pulang dulu ambil
helm. Jarang denda atau dikeluarkan
tapi pernah kalau ada pekerja yang
bandel diarahin malah membantah.”
“Kalau disini ditegur sekali dua kali
lalu difoto sistemnya dipotong
upahnya bukan ke pekerja tapi ke
mandor. Hm reward nya kalau safety
morning aja ada nya.”
172
DAFTAR DOKUMEN
No. Dokumen yang
Dibutuhkan Checklist Nomor Dokumen Judul Dokumen
1. Kebijakan Risk
Assessment
PW-K3LMP-01 Prosedur Penilaian
Risiko
2.
Form Risk
Assessment
PW-K3LMP-01-01 Form Identifikasi
Bahaya, Penilaian
Risiko dan Penentuan
Pengendalian Risiko
3. Lembar
Inspeksi
PW-K3LMP-06-10 Inspeksi Harian
4. Anggaran Dana - Rincian Biaya K3LMP
5. Daftar
Pengendalian
Risiko
- Penilaian dan
Pengendalian Risiko
6. Risalah
Pertemuan
PW-K3LMP-04 Formulir Absensi
7. Metode Kerja - Metode Kerja
8.
Form Hazard
Identification
PW-K3LMP-01-01 Identifikasi Bahaya,
Penilaian Risiko dan
Penentuan
Pengendalian Risiko
9.
Hasil Risk
Assessment
PW-K3LMP-01-01 Identifikasi Bahaya,
Penilaian Risiko dan
Penentuan
Pengendalian Risiko
10. Form Bukti
Pelanggaran
03/IM/WK/DG/DG2814122/2015 Form Bukti
Pelanggaran
11. Lembar
Penerimaan
Dokumen
- Tanda Terima
Dokumen
12. Instruksi Kerja
APD
IK-PW-K3LMP-APD-08 Instruksi Kerja Alat
Pelindung Diri