171
ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI NO.43/DSN-MUI/VIII/2004 TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK SYARIAH BUKOPIN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) oleh: Muis Hidayat NIM: 105046101687 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI NO.43/DSN-MUI/VIII/2004

TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK

SYARIAH BUKOPIN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

oleh:

Muis Hidayat NIM: 105046101687

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI NO.43/DSN-MUI/VIII/2004

TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK

SYARIAH BUKOPIN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E.Sy)

Oleh :

Muis Hidayat NIM: 105046101687

Di bawah bimbingan:

Pembimbing

Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA. NIP : 19601171985051001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M i

Page 3: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

PENGESAHAN PANITIA SIDANG

Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI NO.43/DSN-MUI/VIII/2004 TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK SYARIAH BUKOPIN” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juni 2010, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 21 Juni 2010

Dekan,

Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. NIP. 19550505 198203 1 012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : D r . E u i s A ma l i a , M A . (…………………………) NIP. 19710701 199803 2 002 Sekretaris : H. Ah.Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. (....………………………) NIP. 19740725 200112 1 001 Pembimbing : Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA. (...……………………….) NIP. 19601107198505 1 001 Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. (…………………………) NIP. 195703121985031 003 Penguji II : H. Ah.Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. (...……………………….) NIP. 19740725 200112 1 001

ii

Page 4: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

ABSTRAKSI

Muis Hidayat. Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ta’widh pada Pembiayaan Murabahah di PT Bank Syariah Bukopin, Skripsi Konsentrasi Perbankan Syari’ah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan konsep ta’widh yang telah dikeluarkan oleh DSN MUI melalui fatwa DSNMUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 dan Mengetahui penerapan dan aplikasi ta’widh pada pembiayaan murabahah dan cara penyelesaiannya di PT Bank Syariah Bukopin.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan memadukan antara penelitian lapangan (field research) yakni dengan wawancara secara langsung kepada pihak DSN-MUI dan PT Bank Syariah Bukopin yang memiliki kepentingan terhadap penulisan skripsi ini dan penelitian kepustakaan (library research) yakni dengan mengambil bahan-bahan pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah ta’widh.

Hasil penelitian ini Ta’widh merupakan sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang merasa kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan atas dasar kemaslahatan dan biaya – biaya ril yang dikeluarkan oleh bank syariah karena terjadinya proses perpanjangan dalam pembiayaan murabahah akibat dari penundaan pelunasan oleh nasabah debitur.

Berbeda dengan ta’zir sebagai denda yang masuk dananya ke dalam pendapatan non halal atau dana kebajikan. Sedangkan ta’widh merupakan dana ril yang telah dikeluarkan pihak bank syariah, sehingga dana ganti rugi yang didapat masuk ke dalam pendapatan bank syariah dalam perhitungannya. Hal ini dilakukan agar menjaga kinerja dan kolektibilitas bank syariah.

Kata kunci: Ta’widh, Ta’zir, kolektibilitas, ganti rugi

iii

Page 5: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 20 Juni 2010

Muis Hidayat

iv

Page 6: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw.

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menerima bimbingan

dan saran dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati

penulis persembahkan untaian terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ayah dan Ibu penulis yang telah membesarkan dan merawat sejak kecil hingga

dewasa dan memberikan kesempatan agar dapat melanjutkan kuliah hingga

lulus saat ini, jasa kalian tak akan pernah terbilang oleh kata-kata. Hadiah ini ku

persembahkan kepada orang tua yang tercinta.

2. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Ibu Dr. Euis Amalia, M,Ag. selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah

dan Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. selaku Sekretaris Program

v

Page 7: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

Studi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang selalu memberikan arahan, saran serta motivasi selama penulisan skripsi

ini.

5. Dosen dan Karyawan di Lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan

dan bantuannya kepada penulis.

6. Bapak Kanny Hidayat dari DSN-MUI dan bapak Noor Cholis dari PT Bank

Syariah Bukopin yang telah memberikan kesempatan waktunya kepada penulis

untuk dapat diwawancarai, sehingga penulisan ini dapat selesai dengan baik.

7. Kepada teman-teman Gontor 2003 Zagreenada De Nature, dan teman – teman

kelas PSD 05 (Matroji, Rizki, Beni, Irul, olied, Muhajir, Irfan, dll) semoga

sukses selalu.

8. Kepada teman – teman kantor di PP MES (Iqbal, Farizal,Dedi, Yuni n’ Janu)

yang telah memotivasi agar dapat buru-buru menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman – teman LDK (Reza, Iqbal, Rudi, Anwar, Fathim, Bibah, Ari,

Husnul, Rani, Rini,dll ) yang selalu menanyakan kapan nih akh? Tar kebalap

dengan kami loh...syukron atas doa dan ”pecutan”semangatnya.

vi

Page 8: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

10. Kepada temen-temen lingkar Studi Ekonomi Syariah (Lisensi) (Jihad, wahyu,

Asbah, dll) yang telah menyempatkan waktunya untuk dapat berdiskusi

bersama.

11. Dan kepada teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan disini, tanpa

mengurangi kontribusi kalian terhadap penulis yang begitu besar.

Semoga amal dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis dapat

diterima oleh Swt dengan pahala yang melimpah. Besar harapan penulis bahwa

skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi banyak pihak.

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam peulisan skripsi ini, sehingga

penulis berharap peneliti-peneliti selanjutnya dapat melakukan perbaikan.

Penulis,

MUIS HIDAYAT

vii

Page 9: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………………. i

LEMBAR PENGESAHAN PANTIA UJIAN………………………………… ii

ABSTRAK ………………………………………………………………………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. v

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………………….... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………….... 8

D. Kajian Pustaka …………………………………………………………. 9

E. Kerangka Teori dan Konsep …………………………………………… 12

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ……………………………... 16

G. Sistematika Penulisan………………………………………………….. 18

BAB II TINJAUAN TEORITIS MENGENAI KONSEP MURABAHAH

DAN TA’WIDH

A. Pengertian Murabahah

1. Definisi Murabahah ……………………………………………….. 20

2. Rukun dan Syarat Murabahah ……………………………………. 19

3. Landasan Hukum Murabahah …………………………………….. 24

4. Jenis-jenis Murabahah ……………………………………………. 27

viii

Page 10: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

5. Manfaat dan Resiko Murabahah …………………………………. 28

6. Penerapan Murabahah dalam Perbankan Syariah ………………… 29

B. Pengertian Ta’widh

1. Definisi Ta’widh …………………………………………………… 30

2. Dasar Hukum Ta’widh ……………………………………………. 33

3. Ketentuan Umum dan Khusus Ta’widh ………………………………. 35

4. Pendapat Para Ulama Mengenai Ta’widh …………………………. 37

C. Perbedaan antara ta’widh dan denda (ta’zir) …………….…………....... 40

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PT BANK SYARIAH BUKOPIN

A. Sejarah Singkat Bank Syari’ah ……………………………………….. 41

B. Falsafah, Visi dan Misi Perusahaan …………………………………... 42

C. Struktur Organisasi …………………………………………………… 43

D. Produk-Produk Bank Syari’ah ………………………………………. 44

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Konsep ta’widh pada fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/VIII/2004

…………….......................................................................................................48

B. Penerapan ta’widh pada Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah .......51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………….63

B. Saran …………………………………………………………………65

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 66

LAMPIRAN ix

Page 11: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

x

Page 12: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi syariah cukup pesat dan besar, banyak

bermunculan lembaga keuangan syariah yang baru menambah kemampuan ekonomi

berbasis syariah menjadi pilihan utama atas permasalahan ekonomi yang dihadapi

saat ini. Islam membawa suatu sistem ekonomi syariah yang diperuntukkan untuk

mencapai kesejahteraan dan keadilan serta jauh dari tindakan-tindakan yang

merugikan orang lain, baik itu untuk muslim sendiri atau pun non-muslim.

Kesempurnaan ajaran Islam yang membawa rahmatan lil’alamin kepada seluruh

makhluk di muka bumi ini.

Khususnya perkembangan perbankan syariah saat ini cukup luar biasa,

walaupun tidak mencapai target yang diinginkan. Undang- Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah merupakan penyempurnaan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1998, menandai sejarah

baru di bidang perbankan yang mulai memberlakukan sistem ganda duel system

banking di Indonesia, yaitu perbankan konvensional dengan piranti bunga dan

perbankan syariah dengan piranti akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip

syariah1. Ini menunjukkan bahwa legalitas dan dukungan pemerintah terhadap

1 Ahmad Kamil dan M. Fuazan, “Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah”,( Jakarta: Kencana, 2007) cet. 1, h. I

1

Page 13: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

2

perbankan syariah menjadi kekuatan tersendiri akan pertumbuhannya dari masa ke

masa nantinya.

Berdasar data publikasi BI per September 2009, industri perbankan syariah

mencatat aset Rp 58 triliun, meningkat 29 persen dari periode sama tahun lalu yang

sebesar Rp 45,8 triliun. Pada akhir 2008, aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp

49,5 triliun. Di sisi pembiayaan per September 2009 sebanyak Rp 44,5 triliun dan

DPK Rp 45,3 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari akhir 2008 dimana pembiayaan

sebesar Rp 38,1 triliun dan DPK Rp 36,8 triliun. Sementara itu ekuivalen tingkat bagi

hasil bank syariah untuk tabungan naik dari 3,02 persen di Agustus menjadi 3,06

persen pada September 2009 dan untuk deposito bagi hasil antara 6,78 persen dan

8,42 persen di kuartal III. Per September, pembiayaan dengan akad mudharabah

memiliki tingkat bagi hasil 19,33 persen, musyarakah 11,04 persen dan murabahah

15,78 persen.2

Seiring dengan perkembangan sejarah kehidupan manusia, tentu akan

dibarengi juga dengan perubahan aktivitas manusia yang selalu berubah-ubah. Dalam

sistem ekonomi memiliki tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan. Sistem Ekonomi

Islam lebih komprehensif dan utuh didasarkan pada pandangan–pandangan yang

2 http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/174/kat/17 , BI Rate Pacu Kinerja Bank

Syariah

Page 14: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

3

benar terhadap hakekat manusia. Sistem – sistem yang ada memiliki filosofi yang

berbeda-beda tentang manusia sekalipun berasal dari yang sama yaitu materialisme3.

Hal tersebut bisa terjadi karena perubahan struktur dan kondisi alam atau

perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Perubahan aktivitas manusia tersebut

tidak terlepas dari ancaman risiko. Segala macam risiko yang berasal dari musibah

dan bencana alam merupakan qadha dan qadhar dari Allah SWT. Allah SWT

berfirman dalam surat al Luqman (31) Ayat 34 :

... ⌧

☺ ) 34:لقمان (

“… dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan

diusahakan esok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia

akan mati. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” (QS.

Luqman[31] : 34)

Dari ayat di atas kita dapat mengambil hikmah bahwa dalam menghadapi

kehidupan yang penuh dengan ketidak pastian, manusia tidak dapat mengelak dari

kehendak Allah SWT, tetapi manusia wajib untuk berikhtiar untuk dapat

mengatasinya.

Dalam konsep ekonomi Islam, setiap transaksi ekonomi yang membutuhkan

kerjasama (mudharabah,musyarakah, dll) menggunakan sistem bagi hasil, maka

3 A. Riawan Amin, “Menata Perbankan Syariah di Indonesia”,(Jakarta;UIN Press 2001) cet.

1, h.22

Page 15: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

4

ketika terjadi resiko, maka akan ada proses berbagi risiko juga. Di bidang ritel,

nasabah dan bank membagi risiko dari segala investasi sesuai dengan peraturan yang

telah disetujui serta membagi keuntungan yang didapat. Melihat kedigdayaan

keuangan syariah tersebut, kini Inggris mulai melirik sistem keuangan syariah ini. Di

negara asal ekonom besar Adam Smith ini, industri syariah telah masuk ke banyak

sektor kehidupan, termasuk kredit perumahan. Para nasabah yang kebanyakan non-

Muslim merasa perlu mengambil kredit mortgage-nya melalui sistem syariah. Hal ini

terjadi karena mereka tertarik dengan transparansi dan stabilitas bisnis perbankan

syariah setelah kehancuran bank-bank konvensional akibat krisis properti, subprime

mortgage4.

Dalam bisnis pasti ada yang diuntungkan dan dirugikan, tapi dalam Islam

sendiri dalam prinsipnya berbagi keuntungan dan kerugian baik antara pelaku bisnis

(mudhorib) atau pemilik uang (shohibul mal), sehingga tidak ada yang dizalimi satu

sama lain. Bank syariah sebagai lembaga intermediary yang seiring dengan situasi

lingkungan eksternal dan internal, mengalami perkembangan pesat yang akan selalu

berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam

dan melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan

suatu kejadian yang potensial, baik yang diperkirakan maupun yang tidak dapat

diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank.

4 Republika Newsroom, “ Ketika Barat Jatuh Cinta pada Sistem Ekonomi Syariah”, artikel

diakses pada 6 November 2009 dari http://www.republika.co.id/berita/31514

Page 16: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

5

Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan5.

Dalam Islam kerugian yang harus dipertanggung jawabkan adalah kerugian riil, hal

ini bisa disebabkan oleh adanya wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan menunda-

nunda pembayaran6.

Menurut Imam asy-Syatibi, sesungguhnya syariah itu bertujuan

mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan, dalam hal ini,

diartikan pelbagai sesuatu yang menyangkut rezeki manusia, pemenuhan

penghidupan manusia dan perolehan apa-apa yang dituntut oleh kualitas-kualitas

emosional dan intelektualnya, dalam pengertian yang mutlak. Beliau melanjutkan,

kemaslahatan ini dapat terealisasi apabila lima unsur pokok yang harus diwujudkan

dan dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta7, ini dikenal dengan

nama Maqosidhu as Syariah.

Dengan melihat itu semua, maka diketahui bahwa dalam pemenuhan suatu

kemaslahatan dalam kehidupan manusia haruslah dapat memenuhi kelima unsur

pokok diatas sebagai landasan awal, apalagi dalam hal bermuamalah, khususnya

dalam berekonomi. Hal ini bisa terkait dengan proses memenuhi kebutuhan hidup

dalam berekonomi dengan cara proses transaksi atau jual beli dan akad – akad yang

5 Adiwarman A. karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta:Rajawali press),

cet.3, hal. 255 6 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah, h. 828 7 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,

(Jakarta;Pusataka Asatruss) h. 208-209. Lihat pula pada, Asy-Syatibi, al- Muwafaqat fi Ushul asy-Syariah, Kairo: mustofa Muhammad , t.th) jilid 2

Page 17: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

6

telah diperjanjikan pun haruslah dipenuhi, agar tidak ada yang dirugikan oleh masing-

masing pihak. Islam menggambarkan dalam al-Quran surat al-Maidah (5), ayat 1, :

)1: ا لمائدة (… “Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”.

Dalam risiko yang dihadapi seperti halnya adanya wanprestasi atau

kelalaian nasabah dengan menunda-nunda pembayaran. Hal ini tentunya sangat

kontradiktif dengan syariah Islam yang sangat melindungi kepentingan semua pihak

yang bertransaksi, baik lembaga keuangan syariah maupun nasabah, sehingga tidak

boleh ada satu pun pihak yang dirugikan hak-haknya. Salah satu bentuk perlindungan

yang ada dalam Syariah Islam adalah adanya mekanisme ta’widh (pemberian ganti

rugi) kepada pihak yang hak-haknya dilanggar8.

Perlu dipahami bersama, ta’widh berbeda dengan ta’zir, walaupun proses

yang terjadi adanya kesamaan dikarenakan kelalaian dengan menunda-nunda

pembayaran. Ta’zir (denda) dana yang dikumpulkan masuk kedalam dana sosial,

biasanya sudah ada dalam perjanjian dan besarannya pun telah ditentukan dan bukan

karena kasus force majeur, sedangkan ta’widh (ganti rugi) dananya masuk sebagai

pendapatan bank dan besarannya pun ditentukan sesuai dengan kerugian rilnya serta

bukan karena kehilangan kesempatan atau time value of money. Fatwa ta’widh ini

telah keluar, walaupun sempat tertunda karena para ulama dan pembuat kebijakan di

8 Ahmad Kamil dan M. Fauzan,Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah, h.828

Page 18: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

7

Bank Indonesia keberatan dengan klausul ta’widh. Nasabah yang mengulur-ulur

pembayaran sudah bisa ditindak dengan adanya fatwa MUI no 17 tahun 2000 tentang

sanksi (ta’zir).

Berdasarkan fatwa tersebut, nasabah yang lalai bisa dikenakan denda atau

ta’zir. Selain itu dananya juga tidak dimasukkan pendapatan bank melainkan sebagai

dana sosial, tentu hal ini berbeda dengan ta’widh seperti yang telah dikatakan

sebelumnya. Dan fatwa tentang ta’zir No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentu berbeda

dengan Fatwa No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang ta’widh.

Hal ini dilakukan agar memberikan manfaat yang lebih luas dan

pemahaman yang baik, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pihak bank syariah

maupun nasabah. Bagi bank syariah membantu pengelolaan dan kinerja perusahaan,

jika hal ini tidak dilakukan akan berdampak kepada penurunan kolektibilitas terhadap

kinerja bank syariah sendiri, karena kewajiban yang belum dilunasi. Ini juga sebagai

kompetitif terhadap bank konvensional yang menerapkan bunga dengan mengambil

konsep kehilangan kesempatan time value of money. Ta’widh tentu berbeda yang

diterapkan oleh bank syariah sebagai ganti rugi terhadap segala biaya-biaya ril yang

telah dikeluarkan agar tidak kehilangan ongkos kerja dan diakui sebagai pendapatan

bank syariah.

Dengan konsep ta’widh ini memberikan pembelajaran kepada nasabah

pembiayaan yang nakal dan membantu bank syariah agar mendorong nasabah untuk

melunasi kewajibannya tepat waktu. Bagi nasabah pun akan berpikir ulang untuk

melunasi secepatnya dan sesuai dengan perjanjian.

Page 19: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

8

Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh

mengenai proses ta’widh sendiri dan aplikasinya dalam bank syariah, khusus dalam

proses jual beli atau Murabahah. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis memilih

judul : “ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI NO. 43/DSN-

MUI/VIII/2004 TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH

DI PT BANK SYARIAH BUKOPIN”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam penulisan, maka penulis memberikan batasan

dalam pembahasan ini hanya berfokus pada ta’widh atau ganti rugi terhadap transaksi

murabahah dalam perbankan syariah.

Agar mempermudah dalam penyusunan, maka perlu kiranya dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep ta’widh pada fatwa MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 ?

2. Bagaimana penerapan ta’widh yang digunakan dalam bank syariah dan proses

penyelesaiannya pada murabahah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian sudah pasti mempunyai tujuan dan manfaat. Adapun tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep ta’widh pada fatwa MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004.

Page 20: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

9

2. Mengetahui penerapan dan aplikasi ta’widh dalam bank syariah dan cara

penyelesaiannya pada murabahah.

Sedangkan manfaat penelitian ini terbagi empat, antara lain :

1. Bagi Peneliti : Dapat menambah wawasan dan pengetahuan akan proses

ta’widh dalam bank syariah dan mengetahui pula akan perbandingan antara

konsep dan aplikasi.

2. Bagi Pengusaha : Memberikan informasi penting mengenai proses ta’widh

atau ganti rugi yang sesuai dengan syariah.

3. Bagi Masyarakat : Dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang

proses ganti rugi pada bank syariah.

4. Dapat menjadi sumber referensi dan sarana pemikiran bagi kalangan para

akademisi dalam menunjang penelitian lainnya.

D. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini penulis mengacu pada skripsi terdahulu yang telah dilakukan

yaitu :

1. Peneliti Yesi Iryanti, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, FSH, perbankan syariah

Judul “Analisis Penanganan Pembiayaan Murabahah

Bermasalah” (Studi Kasus Pada Bank DKI Syariah

dan BPRS Wakalumi)

Page 21: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

10

Metodelogi Penelitian Deskriptif kualitatif

Hasil Penelitian - faktor penyebab nasabah mengalami wanprestasi

yaitu kebanyakan dari faktor eksternal karena jenis

pembiayaan yang dilakukan digunakan untuk

menambah modal usaha.

- Akibatnya nasabah tidak mampu mengembalikan

pembiayaan tepat pada waktunya yang telah

ditentukan, bank akan mengalami kerugian baik

financial maupun tenaga akibat tidak

dikembalikannya dana bank tersebut.

- Dalam proses penanganannya diawal memberikan

surat teguran atau pemanggilan, eksekusi jaminan,

jika belum berhasil dilakukan hapus buku. Dalam

proses akhir ini jarang dilakukan karena hal tersebut

dapat merugikan pihak bank

2 Peneliti Yetty Nur Indah Sari, Perbankan Syariah, melakukan

penelitian tahun 2008

Judul “ Denda Murabahah Dalam Pandangan Sistem

Ekonomi Islam” ( Studi Kasus Di Bank Syariah Mega

Indonesia)

Page 22: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

11

Metodelogi Penelitian Deskriptif kualitatif

Hasil Penelitian - Denda (ta’zir) diberikan akibat kelalaian nasabah,

jika nasabah mampu dan tak mau membayar,

biasanya ini sudah ada dalam perjanjian atau akad

diawal, hal ini sebagai proses hukuman atas

kelalaiannya. Penyelesaian denda murabahah dibayar

pada akhir masa jangka waktu pembiayaan dan dana

ini dimasukkan sebagai dana sosial atau kebajikan.

3 Peneliti Enung Nurjannah, Perbankan Syariah, melakukan

penelitian tahun 2008

Judul “Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada

Pembiayaan Multiguna BTN Syariah” ( Studi Kasus

pada Bank BTN Syariah Kantor Cabang Syariah

Tangerang )

Metodelogi Penelitian Kualitatif deskriptif

Hasil Penelitian - Dalam upaya menyelesaikan pembiayaan multiguna

(murabahah), dilakukan dari reschedulling, melalui

pembinaan melalui pendekatan pada nasabah,

collection, pengurangan tungakkan pokok

pembiayaan, eksekusi jaminan asset atau objek

Page 23: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

12

pembiayaan dalam rangka pelunasan pembiayaan,

menghapus buku atau membebaskan hutang

Dari keterangan diatas dijelaskan mengenai permasalahan akan pembiyaan

bermasalah dan cara proses penyelesaian, khususnya dalam pembiyaan murabahah.

Terdapat pula di dalam ta’zir atau denda yang disebabkan kelalaian dalam menunda

pembayaran, padahal mempunyai kemampuan untuk membayar. Akan tetapi dana

dari denda tersebut masuk ke dalam dana sosial atau kebajikan.

Hal ini tentu saja berbeda dengan penulis sendiri, karena pembahasan ini akan

dititik beratkan kepada proses ta’widh atau ganti rugi atas biaya-biaya yang telah

dikeluarkan bank. Dalam prosesnya tentu pembiayaan ini berhubungan dengan

pembiayaan bermasalah atau wanprestasi yang terjadi. Dan dana yang dikumpulkan

tersebut sebagai pendapatan bank syariah.

E. Kerangka Teori dan Konsep

Kerangka Teori

Murabahah adalah transaksi kepercayaan, sebab pembeli telah

mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal barang yang dibelinya. Oleh

karena itu, ketika bank menawarkan skim pembiayaan murabahah, maka sebenarnya

bank menawarkan kepercayaan dan good-will yang tinggi kepada nasabah, dan

sebalknya nasabah juga memberikan kepercayaan yang penuh kepada pihak bank.

Page 24: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

13

Konsep amanah dan saling mempercayai inilah yang membedakan murabahah

dengan pinjaman berbasis bunga tetap9.

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan/margin yang disepakati10. Dalam jual beli ini, penjual harus memberi

tahu harga pokok pembelian barang dan menentukan tingkat keuntungan tertentu

sebagai tambahan dan menjelaskannya kepada pembeli. Murabahah menekankan

adanya pembelian komoditas berdasarkan permintaan nasabah, bukan hanya

pinjaman semata sebagaimana dalam sistem kredit di perbankan konvensional.

Dalam praktek pembiayaan murabahah, nasabah datang mengajukan

pembiayaan atas sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, pada tahap ini terjadi

negosiasi dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua pihak. Kemudian bank

memesan barang kepada supplier sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah.

Setelah barang tersebut resmi menjadi milik bank, baru kemudian terjadi kontrak jual

beli antara nasabah dan pihak bank. Barang dan dokumen dikirimkan kepada

nasabah, kemudian nasabah melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

Perbankan syariah merupakan lembaga intermediasi keuangan yang hadir

utnuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk transaksi yang dijalankan

berdasarkan prinsip syariah. Namun, adakalanya dalam menjalankan transaksi para

pihak dihadapkan sejumlah resiko yang bisa menyebabkan terjadinya kerugian.

9 Ahmad Kamil dan M. Fauzan,Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah, h. 306 10 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid, Juz. II(Beirut: Dar al Fikr 1415

M/1995 H) h. 172

Page 25: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

14

Risiko tersebut diantanya bisa disebabkan wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan

menunda-nunda pembayaran. Dalam hal ini murabahah juga memiliki tingkat risiko

yang sama dengan diatas11.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan syariah yang sangat melindungi

kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik bank syariah maupun nasabah,

sehingga tidak boleh ada satu pun pihak yang dirugikan hak-haknya. Salah satu

bentuk perlindungan yang ada dalam Syariah adalah adanya mekanisme ta’widh

(pemberian ganti rugi) kepada pihak yang hak-haknya dilanggar. Sedangkan yang

dimaksud dengan ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat

pelanggaran atau kekeliruan12.

Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh adalah kerugian riil yang dapat

diperhitungkan dengan jelas, yaitu kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan

pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran

tersebut, seperti biaya-biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang

seharusnya dibayarkan. 13

Besar ganti rugi (ta’widh) harus disesuaikan dengan kerugian riil (real loss),

bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potensial loss). Hal ini karena obyek

11 karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 254

12 Ahmad Kamil dan M. Fauzan,Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah, h. 828 13 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum,(Bogor:Ghalia

Indonesia,2009),h.64

Page 26: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

15

ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diizinkan syariat untuk

dimanfaatkan)14.

Kerangka konsep :

Bank Syariah

Transaksi Murabahah

Nasabah

Proses pelunasan

Wanprestasi

Penyelesaian Masalah

Denda/Ta’widh

Analisa Kesesuaian dengan prinsip syariah terhadap proses penyelesaian

14 Ibid ., h. 832

Page 27: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

16

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Jenis Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode diskriptif , yaitu

mendiskripsikan dan menganalisis temuan-temuan yang diperoleh, menggambarkan

atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

hubungan antar fenomena yang diselidiki.

- Pendekatan ?

- Jenis data ?

Tehnik penulisan yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penyusunan skripsi ini adalah:

1. Penelitian lapangan (field research), yaitu :

a. Studi kasus dengan menginventarisir beberapa kasus yang berkaitan dengan

topik penelitian.

b. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara terstruktur dengan

pihak yang terkait.

2. Penelitian perpustakaan (library research), yaitu dengan mengambil bahan-bahan

pustaka dan dokumen yang relevan dengan masalah yang dibahas.

Teknik penulisan berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi,

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”, dengan

beberapa pengecualian, sebagai berikut :

1. Dalam daftar kepustakaan, al-Qur’an al-Karim ditulis pada urutan pertama

sebagai tanda penghormatan.

Page 28: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

17

2. Kutipan ayat-ayat al-Qur’an tidak diberi footnote tetapi hanya diberi nama surat

dan nomor ayat di akhir terjemahannnya, dan terjemahan dari ayat-ayat tersebut

berpedoman pada “al-Qur’an dan Terjemahannya”, terbitan Departemen Agama

Republik Indonesia.

3. Terjemahan dari ayat-ayat al-Qur’an berjarak satu spasi dengan di awali dan di

akhiri dengan tanda kutip.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN. Berisi tentang latar belakang, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,Kajian pustaka,

kerangka Teori dan konsep, metode penelitian dan teknik penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS MENGENAI KONSEP TA’WIDH DAN

MURABAHAH . Definisi Murabahah, Rukun dan Syarat Murabahah,

Landasan Hukum Murabahah, Jenis-jenis Murabahah, Manfaat dan

Resiko Murabahah, Penerapan Murabahah dalam Perbankan Syariah.

Definisi Ta’widh, Dasar Hukum Ta’widh, Ketentuan Umum dan

Khusus Ta’widh, Pendapat Para Ulama Tentang Ta’widh, Perbedaan

antara ta’widh, ganti rugi dan denda (ta’zir)

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH MANDIRI. Bab

ini memaparkan tentang sejarah singkat Bank Syariah, falsafah, visi dan

Page 29: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

18

misi Bank Syariah, struktur organisasi Bank Syariah dan produk-produk

Bank Syariah.

BAB IV : HASIL PENELITIAN . Berisi tentang konsep ta’widh pada fatwa

DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/VIII/2004, Penerapan ta’widh pada

pembiayaan murabahah di bank syariah.

BAB V : PENUTUP. Berisi kesimpulan dan saran.

Page 30: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

19

BAB II

Tinjauan Teoritis Mengenai Konsep Murabahah dan Ta’widh

A. Pengertian Murabahah

Salah satu skim fiqh yang paling popular digunakan perbankan syariah adalah

skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah

Saw dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan

barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya,

seseorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan

tertentu15.

Murabahah merupakan jenis transaksi dengan dasar kepercayaan, sebab pembeli

telah mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal yang dibelinya. Oleh

karena itu, ketika bank syariah menawarkan skim pembiayaan murabahah, maka

sebenarnya bank syariah menawarkan kepercayaan dan good will yang tinggi kepada

nasabah dan sebaliknya nasabah juga memberikan kepercayaan yang penuh kepada

pihak bank syariah.

1. Definisi Murabahah

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الربح)

yang berarti keuntungan, pemasukan atau laba16. Sedangkan dalam definisi para

15 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,(Jakarta: Rajawali Press),

cet. 3, h. 113

16 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,( Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak), cet. I, h. 954

Page 31: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

20

Dengan melihat adanya ketentuan diatas “ keuntungan yang disepakati”, maka

murabahah adalah penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pembelian

barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut,

baik sebesar satu dinar maupun satu dirham18. Misalnya, si Fulan membeli unta 30

dinar, biaya-biaya yang dikeluarkan 5 dinar, maka ketika menawarkan untanya, ia

mengatakan: “ Saya menjual unta ini 50 dinar dengan mengambil keuntungan 15

dinar.”19

Dalam prakteknya pembiayaan murabahah, yaitu pembiayaan berupa

talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang dengan

kewajiban mengembalikan talangan tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan

pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga

beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.20

2. Rukun dan Syarat Murabahah

a. Rukun :

17 Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al-’Imraani, al-’Uqud al-Maaliyah al-Murakkabah,

(Dirasah Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyah, 1427H),h. 257

18 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Beirut:Daar Al fikri), h. 172

19 Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,h. 113

20 Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Ausransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 20005), h. 106

Page 32: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

21

1) Pihak yang berakad (aqidain) :

a) Penjual

b) Pembeli

2) Objek yang diadakan (ma’qud alaih) :

a) Barang yang diperjualbelikan

b) Harga

3) Akad (Shighot):

a) Serah (ijab)

b) Terima (qabul)

b. Syarat :

1) Syarat yang terkait dengan shighot

Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijaba qabul sebagai

berikut:

a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal

menurut jumhur ulama, dan berakal menurut ulama hanafiah.

b) Qabul sesuai dengan ijabnya.

c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.21

2) Syarat yang berakad

Para ulama sepakat bahwa yang melakukan akad jual beli harus

memenuhi syarat baligh dan berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang

dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila,

21 Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 116

Page 33: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

22

hukumnya tidak sah. Adapun anak kecil yang sudah mumayyiz,

menurut ulama Hanafiah, hukumnya sah jika yang dilakukan

membawa keuntungan bagi anak kecil tersebut, dan tidak sah jika

membawa kerugian.22

3) Syarat objek yang diadakan

Para ulama membedakan al-tsaman dengan al-si’ir. Menurut

mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-

tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-si’ir adalah modal

barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual

kepada konsumen. Adapun syarat dari al-tsaman adalah harga yang

disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlah dan jenisnya.

Sedangkan syarat barang yang diperjual belikan, boleh

diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang

disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.23

Syarat – syarat murabahah menurut Syafi’i Antonio adalah

sebagai berikut :

1) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2) Kontrak pertama harus sah.

3) Kontrak harus bebas dari riba.

22 Nasrun, Fiqh Muamalat, h.117 23 Nasrun, Fiqh Muamalat, h.118

Page 34: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

23

4) Penjual harus menjelaskan setiap cacat yang terjadi sesudah

pembelian dan harus membuka semua hal yang berhubungan dengan

cacat.

5) Penjual harus membuka semua ukuran yang berlaku bagi harga

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

6) Jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki

pilihan:

a.melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

b.kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan.

c.membatalkan kontrak24.

3. Landasan Hukum Murabahah25 (Istidlal)

a. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:

..منكم تراض عن تجارة تكون أن إال بالباطل بينكم أموالكم التأآلوا آمنوا الذين أيها يآ

)29:اء ا لنس(

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”

Pada ayat di atas menjelaskan akan jual beli yang didasari suka rela dan tidak

saling menzholimi satu sama lain. Khususnya pada murabahah dengan akad jual

beli diharuskan adanya kejujuran dalam transaksi tersebut dan tidak ada yang

24 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), cet. 1, h. 102

25 Dewan Syariah Nasional-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: DSN, 2005),h.13

Page 35: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

24

dizholimi satu sama lain, misalnya manipulasi barang, gharar, atau penipuan

lainnya.

b. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:

)275: ا لبقرة (…الربا وحرم البيع اهللا وأحل …

"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…."

Disini jelas bahwa Allah telah menghalalkan jual beli yang salah satunya

adalah murabahah dan yang terpenting tidak melakukan transaksi dengan riba.

Karena hal ini akan merusak akad yang telah dilakukan dan dapat merugikan

yang lainnya.

c. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:

)1:ا لمائدة(… بالعقود أوفوا آمنوا الذين ياأيها

“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

Setiap perjanjian atau akad yang telah disepakati bersama haruslah masing-

masing pihak dapat memenuhi hak dan kewajibannya. Khususnya dalam transaksi

murabahah harus dijelaskan masing-masing hak dan kewajiban antara kedua

belah pihak, jika ada hal yang dilanggar maka akan dapat merugikan yang lainnya

dan ini termasuk ke dalam zhulm.

d. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

)280: ا لبقرة ( ...ميسرة إلى فنظرة ذوعسرة آان وإن

Page 36: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

25

“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…”

Dalam setiap transaksi jual beli atau transaksi lainnya, kemungkinan besar ada

hal yang tidak dapat diduga seperti terjadinya kepailitan atau bangkrut di salah

satu pihak atau pun terjadinya force majure,. Apabila hal tersebut terjadi dan

bukan karena kesengajaan, maka diberikan kelonggaran atau kemudahan adalah

lebih baik, agar dapat menjalankan kewajibannya dalam melunasi akad yang telah

disepakati.

e. Hadis Nabi saw.:

:قال وسلم وآله عليه اهللا صلى اهللا رسول أن عنه اهللا رضي الخدري سعيد أبي عن

)حبان ابن وصححه ماجه وابن البيهقي رواه(،)تراض عن البيع إنما(

Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban)26.

Hadis di atas menjelaskan bahwa jual beli harus didasari atas suka sama suka.

Intinya tidak adanya pemaksaan dalam setiap transaksi muamalah, khususnya

pada murabahah yang didasari kejujuran dan diantara kedua belah pihak yang

bertransaksi harus pula suka sama suka dengan suka rela tanpa paksaan.

f. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

والمقارضة، أجل، إلى البيع :البرآة فيهن ثالث :قال وسلم وآله عليه اهللا صلى النبي أن

26 Muhammad Fuad Abdu al Baqi, Sunan al Hafizh Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid al Qazwiny Ibn Majah, (Lebanon: Darul Kutub al Libany, t.th) juz 2, hadist ke- 2185, h. 736-737

Page 37: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

26

“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)27.

g. Kaidah fiqh:

.28تحريمها على دليل يدل أن إال اإلباحة المعامالت فى األصل

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya.”

4. Jenis-jenis Murabahah

a) Murabahah Naqdan (tunai)

Yakni jual beli secara kontan atau tunai. Sebagai contoh, penjual A dan B

sepakat jual beli kambing yang diserahkan saat itu juga dengan harga Rp. 500

ribu dibayar dibayar tunai29. Dengan penjual mendapatkan keutungan Rp 100

ribu dari harga sebenarnya sebesar 400ribu.

b) Murabahah muajjal (cicilan)

Yakni pembiyaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk

membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan talangan dana

tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan bank pada waktu jatuh

27 Abdu al Baqi, Sunan Ibn Majah, hadist ke-2289, h. 768

28 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: kencana,2007), cet.ke-2, h. 10 29 Karim, Bank Islam Analisis fiqh dan Keuangan, h. 118

Page 38: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

27

tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari

pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.30

5. Manfaat dan Resiko Murabahah

Bai’ al-murabahah memberi banyak menfaat kepada bank syariah

salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari

penjual dengan harga jual kepada nasabah31. Sedangkan manfaat yang dapat

dirasakan oleh nasabah adalah adanya kemudahan dalam mendapatkan barang

yang diinginkan dengan sistem yang sederhana.

Diantara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain

sebagai berikut :

a. Default atau kelalaian: nasabah sengaja tidak membayar angsuran

b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di

pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak

bisa mengubah harga jual beli tersebut.

c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh

nasabah karena pelbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam

perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu,

sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena

30 Wirdyaningsih, karnaen Perwataatmadja, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(

Jakarta:Kencana, 2005), h. 106 31 Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 106

Page 39: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

28

nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia

pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan

penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan

demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak

lain.

d. Dijual; karena bai’ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang,

maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik

nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap asset miliknya

tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko

akan default akan besar. 32

6. Penerapan Murabahah dalam Perbankan Syariah

Secara umum, aplikasi perbankan dari bai’ al-murabahah dapat digambarkan

dalam skema berikut ini :

Gambar I.

32 Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 106

Page 40: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

29

Nasabah datang mengajukan pembiayaan atas sebuah komoditas dengan

kriteria tertentu, pada tahap ini terjadi negosiasi dan persyaratan yang harus

dipenuhi oleh kedua pihak . Kemudian bank memesan barang kepada supplier

sesuai dengan kriteria yang diinginkan nasabah. Setelah barang tersebut resmi

menjadi milik bank, baru kemudian terjadi kontrak jual beli antara nasabah

dan pihak bank. Barang dan dokumen dikirimkan kepada nasabah, kemudian

nasabah melakukan pembayaran sesuai dengan kesepakatan33.

B. Pengertian Ta’widh

1. Definisi Ta’widh (terminologis)

Kata al-Ta’widh berasal dari kata ‘Iwadha (عوض), yang artinya ganti

atau konpensasi. Sedangkan al-ta’widh sendiri secara bahasa berarti

mengganti (rugi) atau membayar konpensasi34. Adapun menurut istilah adalah

menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan.35

Adanya dhaman ( tanggung jawab) untuk menggantikan atas sesuatu

yang merugikan dasarnya adalah kaidah hukum Islam, “Bahaya (beban berat)

dihilangkan,” (adh-dhararu yuzal), artinya bahaya(beban berat) termasuk di

dalamnya kerugian harus dihilangkan dengan menutup melalui pemberian

ganti rugi. Kerugian disini adalah segala gangguan yang menimpa seseorang,

baik menyangkut dirinya maupun menyangkut harta kekayaannya, yang

33 Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 108 34 Atabik dan Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, h. 1332

35 Wahbab al-Zuhaili, Nazariyah al- Dhaman, ( Damsyiq: Dar al-Fikr, 1998), h. 87

Page 41: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

30

terwujud dalam bentuk terjadinya pengurangan kuantitas, kualitas ataupun

manfaat.36

Dalam kaitan dengan akad, kerugian yang terjadi lebih banyak

menyangkut harta kekayaan yang memang menjadi objek dari suatu akad atau

menyangkut fisik seseorang. Sedangkan yang menyangkut moril

kemungkinan sedikit sekali, yaitu kemungkinan terjadinya kerugian moril.

Misalnya seseorang dokter dengan membukakan rahasia pasiennya yang

diminta untuk disembunyikan sehingga menimbulkan rasa malu pada pasien

tersebut.37 Dalam kasus ini tentu saja yang berhubungan dengan harta

kekayaan atau sesuatu yang telah dikeluarkan.

2. Dasar Hukum Ta’widh38 (istidlal)

a. QS. Al Maidah (5):1

)1:ا لمائدة(… بالعقود أوفوا آمنوا الذين اياأيه

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…”

b. QS. al-Baqarah (2);279-280 :

☺ ☺ ⌧

36 Jadurrabb, al-Ta’wis al-Ittifaqi ‘an ‘Adam Tanfidz al-Iltizam au at-Ta’akhkhur fih: Dirasah

Muqaranah Baina al-Fiqh al-Islami wa al-Qanun al-Wadhi’I, (Iskandariah : Dar al-Fikr al-Jamai’I, 2006), h. 170

37 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalah,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 335

38 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi

Syariah,h.820

Page 42: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

31

“…kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

c. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat

Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:

الضرر والضرار

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”

d. Kaidah Fiqh :

39ىتحريمهل ع أن يدل دليل فى المعامالت اإلباحة إالصلاأل“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

الضرر يزال

“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan”40

3. Ketentuan Umum dan Khusus Ta’widh

Hal ini mengingatkan secara tradisional, setiap bentuk penambahan

apa pun terhadap pokok pembiayaan merupakan bentuk-bentuk riba’. Namun,

PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi

39 A. Djazuli, Kaidah – kaidah Fiqh, h. 10 40 A. Djazuli, Kaidah- kaudah Fiqh, h. 16

Page 43: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

32

Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu

berkenaan dengan pengaturan ganti kerugian (ta’widh) dalam pembiayaan

dimaksud memberi kemungkinan pengenaan ganti kerugian dalam hal dan

dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut41.

a. Ketentuan umum42

1. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan

sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari

ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam

ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang

dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.

4. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real

loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan

kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya

peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

5. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang

menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta

murabahah dan ijarah.

41 Adrian Sutedi, S.H., M.H., Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum,

(Bogor:Ghalia Indonesia, 2009),h. 64 42 Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah,, h.

825

Page 44: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

33

6. Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh

dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah

apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.

b. Ketentuan khusus

1. Besarnya ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan bank adalah

sesesuai dengan nilai kerugian (real loss) yang berkaitan dengan upaya

bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian

yang diperkirakan akan terjadi (potensial loss) karena adanya peluang

yang hilang (opportunity loss/al-fursah al-dha’iah).

2. Klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam akad

dan dipahami oleh nasabah.43

3. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan

tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya

lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara44.

4. Pendapat Para Ulama Mengenai Ta’widh (dirubah)

Dalam hal ini ada beberapa Ulama menyampaikan pernyatan mengenai

ta’widh atau ganti rugi secara Islam, sebagai berikut :

43 Bank Indonesia (BI), PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,( Jakarta:BI, 2005),bab.3,pasal 19,h.22

44 Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah,h. 826

Page 45: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

34

a. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al Mughni, bahwa penundaan

pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian dan karenanya harus

dihindarkan; ia menyatakan:45

“Jika orang berutang (debitur) bermaksud melakukan perjalanan,

atau jika pihak berpiutang (kreditur) bermaksud melarang debitur

(melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan sebagai berikut.

Apabila jatuh tempo utang ternyata sebelum masa kedatangannya dari

perjalanan --misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana debitur

masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo utang pada bulan

Muharram atau Dzulhijjah-- maka kreditur boleh melarangnya

melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita

kerugian (dharar) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada

saat jatuh tempo. Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin

atau menyerahkan jaminan (qadai) yang cukup untuk membayar

utangnya pada saat jatuh tempo, ia boleh melakukan perjalanan

tersebut, karena dengan demikian, kerugian kreditur dapat

dihindarkan.”

b. Pendapat Wahbah al-Zuhaili :

45 Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, al Mughni Libni

Qudamah, (Riyadh:Maktabah Riyadh al Haditsah), h. 503

Page 46: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

35

““Ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat

pelanggaran atau kekeliruan” 46. Ketentuan umum yang berlaku pada

ganti rugi dapat berupa:

(a) menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti

memperbaiki dinding

(b) memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti

semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang

dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan,

maka wajib menggantinya denganbenda yang sama (sejenis) atau

dengan uang”47.

Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang

belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka

menurut ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti

(dimintakan ganti rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta

yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat untuk

memanfaat-kannya” 48.

c. Pendapat `Abd al-Hamid Mahmud al-Ba’li :

“Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu

didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan

46 Wahbab Zuhaily, Nazariyah al- Dhaman, (Damsyiq:Daar al fikr, 1998),h. 87 47 Wahbab Zuhaily, Nazariyah al- Dhaman, h.93 48 Wahbab Zuhaily, Nazariyah al- Dhaman, h.96

Page 47: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

36

pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan

pembayaran tersebut.49”

d. Pendapat ulama yang membolehkan ta’widh sebagaimana dikutip oleh `Isham

Anas al-Zaftawi :

“ Kerugian harus dihilangkan berdasarkan kaidah syari’ah dan kerugian itu

tidak akan hilang kecuali jika diganti; sedangkan penjatuhan sanksi atas

debitur mampu yang menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan

manfaaat bagi kreditur yang dirugikan. Penundaan pembayaran hak sama

dengan ghashab; karena itu, seyogyanya stastus hukumnya pun sama, yaitu

bahwa pelaku ghashab bertanggung jawab atas manfaat benda yang di-

ghasab selama masa ghashab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun

harus menanggung harga (nilai) barang tersebut bila rusak.”

5. Perbedaan antara ta’widh, dan ta’zir

Secara umum pengertian ta’widh adalah menutup kerugian yang

terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan50 dengan ketentuan kerugian riil

yang dapat diperhitungkan dengan jelas dengan upaya untuk memperoleh

pembayaran dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potensial

49 `Abd al-Hamid Mahmud al-Ba’li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah,( al

Qahirah: al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996), h. 115. 50 Zuhaily, Nazariyah al- Dhaman, h. 87

Page 48: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

37

loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-fursah al-

dha’iah)51.

Ganti rugi dalam pandangan hukum perdata yakni menutup kerugian

atas segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak

dan terjadi kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang

diakibatkan oleh kelalaian si debitur begitu pula dengan kerugian berupa

kehilangan keuntungan (bunga) yang sudah dibanyangkan atau dihitung oleh

kreditur.52

Sedangkan ta’zir adalah sanksi terhadap nasabah mampu yang

menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau tidak ada kemauan dan

itikad yang baik untuk membayar hutangnya. Denda dapat berupa uang yang

ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akan ditandatangani,

sedangkan hasil dari denda tersebut digunakan untuk dana sosial.53

51 Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah,, h.

831 52 Subekti., Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2001),cet.18,h.47 53 Dewan Syariah Nasional-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,h.65

Page 49: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

38

BAB III

Tinjauan Umum Tentang PT. Bank Syariah Bukopin

A. Sejarah Singkat Bank Syariah Bukopin

Perjalanan PT Bank Syariah Bukopin dimulai dari sebuah bank umum, PT

Bank Persyarikatan Indonesia (BPI), didirikan berdasarkan Akta No. 102

tertanggal 29 Juli 1990 dengan nama PT. Swansarindo Internasional yang dibuat

dihadapan Dr. Wijdojo Wilami, SH., Notaris di Samarinda. Dalam

perkembangannya diakuisisi oleh PT Bank Bukopin Tbk untuk dikembangkan

menjadi sebuah Bank Syariah yang kini menjadi PT. Bank Syariah Bukopin.

Dalam praktiknya, Bank Syariah Bukopin mulai beroperasi dengan

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah setelah memperoleh izin

operasi Syariah dari Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2008 dan pada

tanggal 11 Desember 2008 telah diresmikan oleh Wakil Presiden Republik

Indonesia. Komitmen penuh dari PT Bank Bukopin Tbk sebagai pemegang saham

mayoritas diwujudkan dengan menambah setoran modal dalam rangka untuk

menjadikan PT Bank Syariah Bukopin sebagai bank syariah dengan pelayanan

terbaik.

Pada semester kedua 2009, tepatnya, tanggal 10 Juli 2009 melalui Surat

Persetujuan Bank Indonesia, PT Bank Bukopin Tbk telah mengalihkan Hak dan

Kewajiban Usaha Syariah-nya kedalam PT Bank Syariah Bukopin. Dalam

bisnisnya, PT. Bank Syariah Bukopin memposisikan sebagai bank yang fokus

Page 50: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

39

pada pembiayaan, mikro, kecil, dan menegangah (UMKM) dengan segmentasi

usaha pendidikan, kesehatan, konstruksi, dan perdagangan. Selain hal tersebut, PT.

Bank Syariah Bukopin juga melakukan penghimpunan dana dari masyarakat

(Individu-individu) dan perusahaan- perusahaan yang ada di Tanah Air.

PT. Bank Syariah Bukopin telah memiliki Kantor Pusat, 7 Kantor Cabang

(KC), 4 Kantor Cabang Pembantu (KCP), dan 29 kantor Layanan Syariah (KLS)

yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Dengan dukungan infrastruktur dan

sumber daya insani (SDI) yang professional dan dapat diandalkan, PT Bank

Syariah Bukopin selalu siap melayani kebutuhan nasabah di mana pun berada.

B. Visi, Misi dan Nilai-Nilai Perusahaan

1. Visi

“Menjadi Bank Syariah Pilihan dengan Pelayanan Terbaik”

2. Misi

• Memberikan pelayanan terbaik pada nasabah

• Membentuk sumber daya insani yang profesional dan amanah

• Memfokuskan pengembangan usaha pada sektor UMKM (Usaha Mikro

Kecil & Menengah)

• Meningkatkan nilai tambah kepada stakeholder

3. Nilai – Nilai Perusahaan

• Amanah

• Integritas

Page 51: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

40

• Peduli

• Kerjasama

• Kualitas

C. Struktur Organisasi

• Komisaris Utama : Ir. Harry Harmono Busiri

• Komisaris Independen : Drs. Hajriyanto Y. Thohari, MA

• Komisaris Independen : Prof. DR Bambang Setiaji, M.Sc

Page 52: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

41

• Direktur Utama : Riyanto

• Direktur Pelayanan & Consumer : Tantri Indrawati

• Direktur Bisinis : Eriandi

• Direktur Manajemen Resiko & Kepatuhan : Djoni Edward

• Ketua : Prof. DR HM Din Syamsudin, MA

• Anggota : DR H. Anwar Abbas, MA., M.Ag.

• Anggota : H. Ikhwan Abidin, MA

D. Produk- Produk Bank Syariah Bukopin

1. Pendanaan

a. Tabungan iB SiAga : Simpanan dalam mata uang rupiah yang penyetoran

dan penarikannya dapat dilakukan sewaktu-waktu.

b. Tabungan iB Rencana : Jenis tabungan berjangka dengan potensi bagi hasil

yang kompetitif guna memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang,

sekaligus memberikan manfaat proteksi asuransi jiwa gratis.

c. Tabungan iB SiAga Bisnis : menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah,

sehingga nasabah memperoleh kepastian Bagi Hasil.

d. Tabungan iB Haji : Simpanan untuk perorangan dalam bentuk mata uang

rupiah yang mempunyai rencana menunaikan ibadah Haji atau Umroh.

e. Giro iB : Simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan

penarikannyadapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek atau

sarana perintah pembayaran lainnya atau melalui pemindahbukuan lainnya.

Page 53: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

42

f. Deposito iB : Jenis simpanan dalam mata uang rupiah yang penarikannya

hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara

deposan dengan pihak bank.

g. TabunganKu iB : tabungan untuk perorangan dengan persyaratan mudah

dan ringan yang diterbitkan secara bersama oleh bank-bank di Indonesia

guna menumbuhkan budaya menabung serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

2. Pembiayaan

a. Pembiayaan iB Jual-beli (Murabahah) : Jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati

b. Pembiayaan iB Pemilikan Mobil : Fasilitas pembiayaan yang digunakan

untuk pembelian Kendaraan roda empat sebagai kendaraan pribadi

c. Pembiayaan iB Pemilikan Rumah : Pembiayaan untuk pemilikan rumah

tinggal, ruko, rukan, apartemen atau rumah peristirahatan (vila) baik

kondisi baru maupun lama dan prioritas pembiayaan untuk kepemilikan

pertama dan ditempati sendiri

d. Pembiayaan iB Bagi hasil (Musyarakah) : Kerjasama 2 pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi

dana dan atau karya/keahlian dengan kesepakatan keuntungan dan resiko

menjadi tanggungan bersama sesuai kesepakatan

e. Pembiayaan iB Bagi hasil (Mudharabah) : Kerjasama antara pemilik modal

dan pengelola untuk suatu usaha tertentu dengan kesepakatan bagi hasil

Page 54: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43

f. Mudharabah iB Investasi Terikat (Mudharabah Muqoyyadah) :

Pembiayaan yang diinvestasikan nasabah/pemilik dana khusus untuk bisnis

tertentu dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh nasabah

g. Pembiayaan iB Kepada Koperasi Karyawan/Pegawai untuk Anggota (K3A

Pola Syariah) : Pembiayaan yang diberikan oleh Bank Bukopin Syariah

(Bank) kepada Koperasi Karyawan (kopkar), Koperasi Pegawai, Koperasi

Pegawai Negeri (KPN) atau koperasi sejenis lainnya yang diteruskan

kepada anggotanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan

h. Pembiayaan iB Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA-

Relending Syariah) : Pembiayaan dengan prinsip syariah dalam bentuk

investasi dan modal kerja kepada koperasi primer untuk diteruskan kepada

anggotanya dengan sumber dana berasal dari Kredit Likuiditas Bank

Indonesia (KLBI) yang dikelola oleh PT. Permodalan Nasional Madani

(PNM)

i. Pembiayaan iB Pinjaman (Qordh) : Fasilitas pinjam meminjam dana tanpa

imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok

pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu

j. Pembiayaan iB Perjalanan Haji (Talangan haji) : Fasilitas pinjaman yang

diberikan kepada penabung SiAga Haji yang sudah mencapai nilai

tabungan dalam jumlah tertentu dan memenuhi persyaratan lainnya untuk

mendapatkan kepastian pemberangkatan ibadah haji

Page 55: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

44

k. Pembiayaan iB Jaminan Tunai : Pemberian pembiayaan dengan jaminan

cash collateral yang ada di Bank Syariah Bukopin dan diblokir sampai

dengan pembiayaan lunas

l. Pembiayaan iB Istishna Pararel : Pembiayaan yang digunakan untuk jual

beli dimana bank (penjual) memesan barang kepada pihak lain (Produsen)

untuk menyediakan barang sesuai dengan kriteria dan persyaratan tertentu

yang telah disepakati nasabah (pembeli) dengan pembayaran sesuai dengan

kesepakatan

3. Jasa

a. Kartu ATM SiAga Syariah : Fasilitas layanan kepada nasabah untuk

melakukan transaksi perbankan dengan perangkat mesin ATM (Automated

Teller Machine) yang dimiliki atau ditunjuk oleh Bank Bukopin

b. Kartu SiAga Visa Electron Syariah : Jasa yang diberikan kepada nasabah

untuk dapat melakukan transaksi belanja dan transaksi lainnya di merchant

atau ATM yang berlogo VISA atau VISA Electron

c. SMS Banking Syariah Bukopin : Fasilitas layanan kepada nasabah untuk

melakukan transaksi perbankan dengan berbasis teknologi seluler

d. Internet Banking Syariah Bukopin : Fasilitas layanan kepada nasabah

untuk melakukan transaksi perbankan dengan menggunakan Internet

Page 56: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Proses terbentuk fatwa DSN-MUI No. 34/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ta’widh

Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga intermediasi keuangan yang

hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk transaksi yang

dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Namun, adakalanya dalam

menjalankan trasaksi di lembaga keuangan syariah para pihak dihadapkan pada

sejumlah resiko yang bisa menyebabkan terjadinya kerugian. Risiko tersebut di

antaranya bisa disebabkan oleh adanya wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan

menunda-nunda pembayaran.

Hal ini tentunya sangat kotradiktif dengan syariah Islam yang sangat

melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik Lembaga Keungan

Syariah maupun nasabah, sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang dirugikan

hak-haknya. Salah satu bentuk perlindungan yang ada dalam syariah Islam adalah

mekanisme ta’widh (pemberian ganti rugi) kepada pihak yang hak-haknya dilanggar.

Sedangkan dimaksud dengan ta’widh adalah menutup kerugian yang terjadi akibat

pelanggaran atau kekeliruan.

DSN-MUI memperbolehkan ta’widh berdasarkan beberapa ketentuan, salah

satunya karena bank dalam melayani nasabah membutuhkan biaya tambahan apabila

terjadi permasalahan dalam pembiayaan atau penundaan pembiayaan, maka

dikeluarkan biaya riil untuk menutupi kekurangan tersebut dengan pengenaan

Page 57: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

46

ta’widh. Karena denda (ta’zir) yang selama ini diterapkan kepada nasabah yang

menunda – nunda pembayarannya tidak masuk ke dalam pendapatan bank melainkan

masuk ke dalam dana kebajikan.

Dalam hukum Islam, Alquran surat al Maidah ayat 1, “Hai orang yang

beriman! Penuhilah akad-akad itu….” dan dalam hadis ال ضرار وال ضرار “Tidak

boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain”

kaidah fiqh ا لضرار يزال “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan”, dengan

demikian ini dapat meyakinkan kepada kita agar selalu bisa menjaga suatu perjanjian

yang telah kita buat agar tidak saling membahayakan diri sendiri atau pun orang lain

dan bahaya atau beban yang ditanggung harus dihilangkan.

Dalam prosesnya ta’widh beda dengan riba karena bukan sebagai tambahan

pinjaman. Oleh karena itu, fatwa Ini dikeluarkan untuk kemaslahatan atas biaya-biaya

yang telah dikeluarkan oleh pihak bank dalam rangka melindungi haknya. Misalnya

untuk kebutuhan biaya transport, biaya telepon, makan, minum, dan lain-lainya yang

dikeluarkan secara riil tanpa ada tambahan, sedangkan pihak peminjam atau debitur

haruslah mengganti itu semuanya sesuai yang dikeluarkan berdasarkan laporan atau

bukti-bukti yang ada54.

Ketentuan khusus fatwa ini dikeluarkan bahwa ganti rugi yang diterima dalam

transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang

menerimanya, jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan

54 Wawancara pribadi dengan bapak Kanny Hidayat, di kantor MUI, tanggal 4 Februari 2010

Page 58: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

47

tata cara pembayarannya tergantung kesepakatann para pihak, bisarnya ganti rugi

tidak boleh dicantumkan dalam akad, dan pihak yang cedera janji bertanggung jawab

atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.

Fatwa DSN No. 43/DSN-MUI/IX/2004 tentang ta’widh yang telah

dikeluarkan oleh DSN-MUI juga didasari diantaranya oleh :

- Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu

yang Menunda-nunda Pembayaran. Fatwa ini menyebutkan bahwa sanksi yang

diterima berupa ta’zir (denda) dengan tujuan untuk mendisiplinkan nasabah

dalam menyelesaikan kewajibannya, tetapi dana yang diterima berupa denda

dimasukkan ke dalam dana kebajikan (non halal) pada laporan keuangan bank

syariah.

- Fatwa DSN No. 18/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pencadangan Penghapusan

Aktiva Produktif dalam Lembaga Keuangan Syariah. Ini merupakan

pencadangan sejumlah dana oleh bank syariah berdasarkan kualitas dari

pembiayaan yang telah diberikan dengan tujuan menciptakan stabilitas bisnis

perbankan melalui pengelolaan aktiva produktif bank secara hati-hati (prudent).

Page 59: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

48

B. Penerapan ta’widh pada Proses Pembiayaan Murabahah

1. Proses ta’widh yang berjalan di PT. Bank Syariah Bukopin

Artinya :

“ ... maka,barangsiapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia,

seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah kepada

Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al

Baqarah : 194)

Dari penggalan ayat di atas menunjukkan bahwa seseorang harus mengganti

atas kerugian yang telah dialami oleh orang lain atas dirinya dan besaran kerugian itu

pun sesuai dengan kerugian yang riil. Dalam dunia perbankan proses ini dikenal

dengan ta’widh yakni menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau

kerugian. Hal ini pula Bank Syariah Bukopin (BSB) menerapkan prinsip – prinsip

syariah di atas.

Dalam praktiknya BSB selain memberikan sanksi atau denda kepada nasabah

yang melakukan penundaan, padahal debitur mampu membayarnya. Hal ini dilakukan

Page 60: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

49

sebagai bentuk pendisiplinan nasabah agar mendapatkan efek jera. Selain itu BSB

juga memberikan ta’widh atas penundaan dan perpanjangan masa pembayaran

apabila belum dilunasi ketika jatuh tempo, hal ini sebagai bentuk mekanisme

perbankan untuk mewaspadai kerugian pada pihak bank.

Apabila perpanjangan pembayaran atas jatuh tempo terjadi, hal ini akan

berdampak kepada penurunan kolektibilitas, sehingga pencadangan penghapusan

aktiva produktif akan meningkat. Ini dapat mengurangi perhitungan keuntungan bagi

lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu bank syariah selain mengenakan sanksi

atau ta’zir kepada nasabah, memberlakukan pula ta’widh atau ganti rugi atas kerugian

secara riil yang dialami oleh bank syariah selama masa perpanjangan itu. Jika tidak,

akan terjadi kezaliman terhadap salah satu pihak.

Dalam proses pengenaan ta’zir atau denda dana yang diterima masuk ke

dalam dana kebajikan bukan pendapatan bank syariah, adapun dengan ta’widh masuk

ke dalam dana pendapatan bank syariah sesuai dengan kerugian yang telah

dikeluarkan. Hal inilah yang membedakan antara ta’zir dengan ta’widh, ta’zir telah

ditentukan besaran presentasenya sejak awal akad dibuat sedangkan ta’widh tidak

ditentukan di awal karena disesuaikan dengan besaran nominal yang telah dikeluakan

oleh pihak bank syariah.

Page 61: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

50

Ketentuan ta’widh yang harus diperhatikan adalah ;

a. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja

atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan

akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

b. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss)

yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian

yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang

hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

c. Besarnya ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan bank adalah

sesesuai dengan nilai kerugian (real loss) yang berkaitan dengan upaya bank

untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang

diperkirakan akan terjadi (potensial loss).

d. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata

cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

e. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang

menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta murabahah

dan ijarah.

Dalam proses ta’widh ini sudah dijelaskan pada fatwa DSN No.43/DSN-

MUI/VII/2004 tentang ta’widh dan menjadi sumber kekuatan hukum tertentu yang

ditegaskan atau dikuatkan lagi pada Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005

Page 62: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

51

tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Dengan peraturan dan fatwa di atas menunjukkan bahwa bank khususnya

Bank Syariah Bukopin diperbolehkan untuk menerapkan ta’widh terhadap nasabah

yang lalai sehingga terjadi kerugian. Kerugian yang dimaksud adalah kerugian secara

real akibat logis dari perpanjangan pembayaran yang telah jatuh tempo, seperti biaya

administrasi, biaya perpanjangan, overhead, dan biaya monitoring (penagihan,

survey, pengawasan). Adapun besaranya tidak bisa ditetapkan oleh nominal tertentu,

karena berdasarkan kepada besaran dana yang dikeluarkan dalam proses ini. Dana

ta’widh ini diberikan diakhir masa perpanjangan ditambah dengan sisa pembayaran

yang belum dilunasi.

2. Proses Perhitungan ta’widh pada Bank Syariah Bukopin

Besaran nominal dalam ta’widh tidak bisa ditentukan sejak awal akad

perjanjian dilakukan, perhitungan berdasarkan nominal real yang telah dikeluarkan

oleh bank syariah selama proses perpanjangan ini. Berbeda dengan denda yang

dikeluarkan, sudah didasarkan pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh setiap bank.

Dalam murabahah ketentuannya ada harga beli, margin, harga jual, jangka

waktu. Bank Syariah Bukopin (BSB) memberikan pembiayaan murabahah berupa

modal investasi sebesar 100 juta kepada nasabah dengan marginnya 10 juta sehingga

yang harus dibayar oleh nasabah sebesar 110 juta dengan masa angsurannya 2 tahun.

Dalam perjalanan masa pelunasan hingga tahun ke dua ternyata tidak mencapai target

sesuai kesepakatan, dengan selisih kekurangan sebesar 30 juta. Setelah diproses oleh

Page 63: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

52

pihak bank syariah ternyata debitur memiliki prospek atau ada upaya bisa

melunasinya dan terjadi kesepakatan antara pihak BSB dengan nasabah debitur agar

dapat rekstrukturisasi pembiayaan, lalu diperpanjang 6 bulan dengan sisa

pembiayaan 30 juta dari total pembiayaan 110 juta. BSB menentukan perpanjangan 6

bulan ini tidak ditambah margin. Oleh karena itu dikenakanlah ta’widh atas biaya riil

yang dikeluarkan oleh pihak bank syariah selama proses perpanjangan 6 bulan yang

telah jatuh tempo dan bank syariah tidak boleh mengambil keuntungan atau

menambahkan dari biaya riil yang telah dikeluarkan. Di dalam memperpanjang masa

angsurannya ternyata BSB mengeluarkan dana berupa biaya over head, khususnya

biaya perpanjangan , biaya monitoring, biaya penagihan, seluruh biaya ini dibebankan

kepada nasabah.

Dengan perincian:

- Biaya administrasi (Atk, listrik, pulsa, dll) : Rp. 1.000.000, -

- Biaya Monitoring (pengawasan, survey,Penagihan) : Rp. 3.000.000, -

- Biaya perpanjangan (administrasi) : Rp. 500.000, -

TOTAL : Rp. 4.500.000,-

Jadi debitur mengembalikan sisa masa pembayaran ditambah dengan biaya-

biaya diatas sebesar Rp. 34.500.000, - dimasa akhir perpanjangan. Dalam proses

pengembalian ini, perhitungan ta’widh atau ganti rugi yang diterapkan BSB sudah

sesuai dengan prosedur peraturan bank yang berlaku, biasanya harus dengan

kesepakatan antara kedua belah pihak agar tidak terjadi manipulasi atau gharar.

Proses ini dilakukan agar pihak bank tidak mengalami kerugian financial atas biaya

Page 64: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

53

yang telah dikeluarkan dan dana ini akan masuk sebagai hak pendapatan bank

syariah55.

3. Upaya Penyelesaian Proses Ganti Rugi

Bahwa dalam melaksanakan setiap transaksi dalam lembaga keuangan syariah

terkadang mengalami risiko kerugian akibat wanprestasi atau kelalaian dengan

menunda-nunda pembayaran oleh pihak lain yang melanggar perjanjian. Dalam

syariah Islam melindungi semua pihak yang bertransaksi, baik nasabah maupun LKS,

sehingga tidak boleh satu pun pihak yang dirugikan hak-haknya. Kewajiban agar

tidak saling merugikan satu sama lain ditekankan dalam Al Quran surat al Baqarah:

279-280 :

...

☺ ☺

Artinya :

55 Wawancara pribadi dengan Bapak Noor Cholis, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan

Cabang, di kantor PT. Bank Syariah Bukopin, lt. 6, tanggal 20 April 2010

Page 65: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

54

“ … Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula)

dianiaya. dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah

tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua

utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Berdasarkan ayat di atas, bahwa salah satu pihak tidak boleh menganiaya

lainnya dalam bertransaksi, apabila ini terjadi terhadap bank, maka harus mengambil

tindakan-tindakan terntentu dalam menyelesaikan permasalahan dan harus tetap

berpegang kepada prinsip syariah. Dalam proses penyelesaian pembiayaan

bermasalah BSB melakukan berbagai cara :

a. Resktrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka

membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajiban. Proses ini

dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengambil

langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah diresktruturisasi dalam

keadaan lancar. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar

permohonan secara tertulis dari nasabah yang memenuhi criteria : nasabah

mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan/atau memiliki prospek

usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.

Proses ini hanya dapat dilakukan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang

Lancar, Diragukan dan Macet yang didukung dengan analisis dan bukti-bukti

yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Restrukturisasi pembiayaan

dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu akad

pembiayaan awal dan untuk yang kedua dan ketiga dapat dilakukan paling

Page 66: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

55

cepat 6 (enam) bulan setelah restrukturisasi sebelumnya. Restrukturisasi bisa

melalui:

1. Pejadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal

pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

2. persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian

atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal

pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian

potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang

harus dibayarkan kepada bank;

3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan

pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning,

antara lain meliputi :

a) Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank;

b) Konversi akad pembiayaan;

c) Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah

berjangka waktu menengah;

d) Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal

sementara pada perusahaan nasabah. Ini merupakan

penyertaan modal BUS atau UUS, antara lain berupa

pembelian saham dan/atau konversi pembiayaan menjadi

saham dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi

kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam

Page 67: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

56

jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Bank Indonesia yang berlaku56.

b. Penjualan angunan dilakukan apabila usaha dalam penyehatan pembiayaan

belum juga dapat memenuhi hutang yang harus dibayarkan, antara lain dengan

cara:

o Debitur : debitur menjual angunannya sendiri kepada pihak lain agar

menutupi pembiayaan yang belum dibayar, sesuai jumlah dan jangka

waktu yang disepakati;

o Account Officer : pihak AO (bank) akan menjual barang angunan tersebut

dengan nilai tertentu, apabila terjadi kelebihan dari harga jual tersebut

dengan nilai hutangnya, maka dana tersebut dikembalikan kepada debitur;

o Bank : Pihak bank akan membeli angunan atau mengambil alih angunan

tersebut, prosesnya hampir sama dengan AO, dimana jika terdapat

kelebihan harus dikembalikan kepada debitur.

c. Cara lain dengan proses penagihan pembiayaan melalui pihak ketiga

(collection agent) atau dengan eksekusi pembiayaan melalui perwasitan atau

pengadilan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) dan

Pengadilan Agama sesuai dengan kesepakatan awal akad perjanjian. Eksekusi

ini merupakan proses pengembalian atau pelunasan atau penjualan jaminan

pembiayaan dengan melalui musyarwarah di depan arbitrase atau pengadilan

56 Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, bab 1, ketentuan Umum Pasal 1-3

Page 68: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

57

untuk mendapatkan keputusan yang akan didaftarkan ke pengadilan negeri

untuk dieksekusi.

4. Pengalokasian Dana Ta’widh

Dalam Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108 tentang

Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah bahwa dalam

rangka restrukturisasi yang diberikan kepada debiutr yang tidak bisa melunasi

utangnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati. Penjadwalan kembali

tagihan murabahah dilakukan dengan ketentuan57 :

- tidak menambah jumlah utang yang tersisa;

- pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah biaya riil; dan

- perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah

pihak.

Biaya riil yang terkait dengan proses penjadwalan kembali tagihan

murabahah yang dibebankan kepada debitur diakui sebagai pendapatan58. Biaya riil

dalam proses penjadwalan kembali piutang murabahah adalah biaya langsung

(direct cost) dari aktivitas kreditur dalam melakukan penjadwalan kembali

tersebut59. Jika ada kerugian yang timbul atas restrukuturisasi piutang murabahah

disajikan secara terpisah dalam laporan laba rugi.60

57 Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108 : Akuntansi Penyelesaian

Utang Piutang Murabahah Bermasalah, Ikatan Akuntan Indonesia, hal. 108.3-4, paragaf 13 58 Ibid., h. 108.4, paragaf 14 59 Ibid., h. 108.4, paragaf 15 60 Ibid., h. 108.5, paragaf 20

Page 69: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

58

Dalam mekanisme pengelolaan pada BSB, dana ta’widh atas proses

perpanjangan masa angsuran atau masa restrukturisasi ini masuk ke dalam salah

satu pendapatan administrasi pada pendapatan operasional lainnya. Hal ini sesuai

dengan aturan akuntansi yang berlaku, penulisannya dalam laporan keuangan PT.

Bank Syariah Bukopin :

Page 70: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

59

Gambar 2.

Page 71: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

60

Gambar 3

Page 72: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

61

Jika kita melihat catatan laporan keuangan BSB (Gambar 2), menurut BSB

pencatatan ta’widh dimasukkan ke salah satu pendapatan administrasi, lalu dalam

laporan laba rugi (Gambar 3) terlihat bahwa pendapatan administrasi (pendapatan

operasional) sebagai salah satu pendapatan (beban) operasonal lainnya. Menurut

BSB, hal ini sesuai dengan perlakuan akuntansi syariah mengenai laporan keuangan

yang didasari oleh prinsip syariah yang berlaku khususnya pada Fatwa DSN-MUI

No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ta’widh, Peraturan Bank Indonesia nomor:

7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang

melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip Syariah, Peraturan Bank

Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelakasanaan Prisnip Syariah dalam

Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank

Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi

Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan ED PSAK 108:

Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah.

Page 73: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

62

BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Sungguh penting dalam setiap bertransaksi ekonomi, kita dituntut agar lebih hati-

hati dan haruslah transparan dalam segala kegiatan. Transparan merupakan modal

utama dalam melaksanakan kegiatan ekonomi , karena disitu seseorang dituntut agar

lebih bertanggung jawab dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi syariah juga demikian,

khususnya pada saat akad karena akan menjadi pedoman apabila terjadi kesalahan-

kesalahan dalam kegiatan ekonomi. Islam melarang terdapat tambahan dari pinjaman

dengan bunga, begitu pula dengan halnya seseorang yang telah habis masa

pinjamannya (pembiayaan) tidak boleh dikenakan tambahan karena keterlambatan,

walaupun kena denda, tapi itu pun dananya masuk ke dalam dana kebajikan. Hal ini

akan mempengaruhi kinerja dari bank tersebut. Oleh karena itu terdapat ta’widh atau

ganti rugi atas kerugian yang telah dikeluarkan oleh bank selama proses

perpanjangan.

1. Setiap tambahan dalam pinjaman akan menjadi bunga, tapi beda dengan

ta’widh karena prosesnya bukan sebagai tambahan pinjaman. Ta’widh

merupakan sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah

satu pihak yang merasa kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan. Hal Ini

didasarkan kemaslahatan, karena dalam Islam dianjurkan bisa saling tolong-

menolong dan tidak menzholimi satu sama lain. Sehingga perlulah dibuat

Page 74: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

63

suatu sistem yang mengatur agar proses ini tidak terjadi kesalahan dan

dirugikan satu sama lain, maka dikeluarkanlah fatwa yang mengatur hal ini.

Dalam prosesnya, tawidh haruslah biaya riil yang telah dikeluarkan oleh

pihak bank dan ini haruslah diganti oleh pihak debitur sesuai dengan besaran

yang telah dikeluarkan.

2. Dalam proses pemberian pembiayaan tentulah ada margin yang telah

disepakati dalam perjanjian, akan tetapi apabila proses pengembalian tidak

lancar bahkan macet, hal ini tentu saja dapat mempengaruhi kinerja bank,

khususnya yang menyangkut kolektibilitas. Apalagi dalam proses

perpanjangan masa pinjaman, dimana bank tidak boleh mengambil

keuntungan dari keterlambatan ini. Bank pun mengenakan denda atas

keterlambatan, tetapi dananya tidak masuk sebagai pendapatan bank dan

masuk ke dalam dana kebajikan. Dalam proses perpanjangan terdapat biaya-

biaya yang harus dikeluarkan oleh bank seperti biaya administrasi, overhead,

akomodasi, dll dan ini bersifat riil bukan dari keuntungan yang hilang

(oppurtinity lost), ini bisa diklaim oleh bank sebagai pendapatan bank yang

tentu saja sesuai dengan besaran riil yang telah dikeluarkan.

3. Sesungguhnya proses ta’widh merupakan proses ganti rugi yang terjadi akibat

kesalahan satu pihak yang dapat merugikan pihak lain. Dalam Islam, ganti

rugi dimaksud adalah sesuatu yang riil bukan akibat dari keuntungan yang

hilang seperti halnya bunga. Dalam praktiknya BSB menerapkan prinsip

ta’widh tersebut terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan, khususnya

Page 75: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

64

dalam proses perpanjangan yang membutuhkan beberapa dana atau biaya

yang harus dikeluarkan oleh pihak bank dan selanjutnya harus diganti oleh

pihak debitur atau nasabah peminjam pembiayaan. Semua ini sesuai dengan

proses dan kaidah ketentuan yang berlaku baik dari fatwa DSN atau pun

Peraturan Bank Indonesia. Sehingga sesuai dengan kaidah atau prinsip

syariah.

B. Saran

Bank syariah haruslah berhati-hati dalam memberikan pembiayaan

terhadap nasabah, karena apabila terjadi kesalahan yang rugi juga pihak bank.

Setelah proses ini telah sesuai dengan prosedur barulah membuat akad yang lebih

jelas dan transparan agar masing – masing pihak tidak saling dirugikan atau

terzholimi.

Dalam proses ta’widh, bank harus mengedepankan prinsip kejujuran dan

transparan agar tidak terjerumus ke dalam riba, karena sedikit saja dalam

penambahan terhadap pinjaman yang tidak jelas dari mana asalnya dan bukan riil

sudah termasuk ke dalam katagori riba.

Page 76: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

65

DAFTAR PUSTAKA Abdul , Hakim, Mabaadiy Awwaliyah, Jakarta: Saadiyah Putra, 1927 Abdul , Mujies, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta : PT Pustaka Firdaus, 1994 Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, al Mughni

Libni Qudamah, (Riyadh:Maktabah Riyadh al Haditsah), Abd al-Hamid Mahmud al-Ba’li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah,( al

Qahirah: al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996), Al-’Imraani, Abdullah bin Muhammad bin Abdullah, DR, al-’Uqud al-Maaliyah al-

Murakkabah, (Dirasah Fiqhiyah Ta’shiliyah wa Tathbiqiyah, 1427H),h. 257 Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,

Jakarta;Pusataka Asatruss Anshori, Abdul Ghofur, Tanya Jawab Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press,

2008 Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengalaman Umum, Jakarta:

Tazkia, 2000, cet. 1 Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah; Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih

Muamalah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-

Indonesia,(Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, cet. I, h. 954

Daryanto, Bahasa Kamus Indonesia Lengkap, Surabaya: APOLLO, 1997 Jadurrabb, al-Ta’wis al-Ittifaqi ‘an ‘Adam Tanfidz al-Iltizam au at-Ta’akhkhur fih:

Dirasah Muqaranah Baina al-Fiqh al-Islami wa al-Qanun al-Wadhi’I, (Iskandariah : Dar al-Fikr al-Jamai’I, 2006),

Kamil, Ahmad dan M. Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan

Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, 2007, cet.1 Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: GIP,

2001, cet.1

Page 77: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

66

--------------------------, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:Rajawali

press, cet.3 Muhammad, Bank Syariah Analisis kekuatan, Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan

Ancaman, Yogyakarta: Ekononisia, cet. 1 ---------------, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: LPP AMP YKPN, 2002 Nasrun, H. Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, cet. 1 Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia,UIn Press, UIN Syarif

Hidaytullah Jakarta,2001 cet. 1 Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Beirut:Daar Al fikri) Siamat, Dahlan, Manajemen lembaga Keuangan, Jakarta: LPFEUI, 1999, edisi. 2 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2001, cet. 18 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 2003 Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta: UII Press, 2005 Zuhaily, Wahbah, al – Islamy Wa Adillatuhu, Beirut: Dar al Fikr, 2002 , Vol. 2 http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/174/kat/17 , BI Rate Pacu Kinerja Bank Syariah wawancara pribadi dengan Kanny Hidayat, DSN-MUI, 4 Februari 2010 wawancara pribadi dengan Noor Cholis, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan

Cabang PT. Bank Syariah Bukopin, 20 April 2010 Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108 : Akuntansi

Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah, Ikatan Akuntan Indonesia.

Peraturan Bank Indonesia nomor: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Perhimpunan dan

Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 78: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

67

Peraturan Bank Indonesia nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

Peraturan Bank Indonesia nomor: 10/18/2008 tentang Rektrukturisasi Pembiayaan

Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Page 79: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

FATWA

DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 04/DSN-MUI/IV/2000

Tentang

MURABAHAH

بسم اهللا الرحمن الرحيم

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli;

b. bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melang-sungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba;

c. bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah.

Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:

يآ أيها الذين آمنوا التأكلوا أموالكم بينكم بالباطـل إال أن تكـون كماض منرت نة عارتج...

“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.

2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:

…وأحل اهللا البيع وحرم الربا… "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba…."

3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:

…ياأيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

4. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

...وإن كان ذوعسرة فنظرة إلى ميسرة

Page 80: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

04 Murabahah

Dewan Syariah Nasional MUI

2

“D an jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…”

5. Hadis Nabi SAW.:

عن أبي سعيد الخدري رضي اهللا عنه أن رسول اهللا صلى اهللا عليـه ـ (إنما البيع عن تراض، : وآله وسلم قال ن ماجـه رواه البيهقي واب

)وصححه ابن حبان Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,

"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

البيع إلى : ثالث فيهن البركة: لنبي صلى اهللا عليه وآله وسلم قال أن ا رواه ابن ماجه (أجل، والمقارضة، وخلط البر بالشعير للبيت ال للبيع

)عن صهيب “Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual

beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:

لمنيسالم نيب ائزج لحا الصامرل حأح الال أوح مرا حلحإال ص والمسلمون على شروطهم إال شرطا حرم حالال أو أحل حراما

.)رواه الترمذي عن عمرو بن عوف( “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali

perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).

8. Hadis Nabi riwayat jama’ah:

طل الغمظلم ني… “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang

mampu adalah suatu kezaliman…”

9. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:

هتبقوعو هضحل عراجد يالو لي.

Page 81: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

04 Murabahah

Dewan Syariah Nasional MUI

3

“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

10. Hadis Nabi riwayat `Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam:

لهع فأحيان فى الببرن العع لمسه وليلى اهللا عل اهللا صوسئل رس هأن “Rasulullah SAW. ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam

jual beli, maka beliau menghalalkannya.”

11. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161; lihat pula al-Kasani, Bada’i as-Sana’i, juz 5 Hal. 220-222).

12. Kaidah fiqh:

.األصل فى المعامالت اإلباحة إال أن يدل دليل على تحريمها

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH

Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

Page 82: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

04 Murabahah

Dewan Syariah Nasional MUI

4

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:

1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka

a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:

1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Keempat : Utang dalam Murabahah:

1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

Page 83: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

04 Murabahah

Dewan Syariah Nasional MUI

5

3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:

1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.

2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:

Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H. 1 April 2000 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris,

Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani

Page 84: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008

S U R A T E D A R A N

Kepada

SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DI INDONESIA

Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor

10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan

bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4898), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat

Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut:

I. UMUM

1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Umum Syariah

yang selanjutnya disebut BUS dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya

disebut UUS perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan

meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola risiko kredit

dari aktivitas Pembiayaan (credit risk) serta meminimalkan potensi

kerugian.

2. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang

disebabkan oleh Pembiayaan bermasalah, BUS dan UUS dapat

melakukan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang

mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan masih memiliki

prospek …

Page 85: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

2

prospek usaha yang baik serta mampu memenuhi kewajiban setelah

restrukturisasi.

3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal

pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau

seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal

pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian

potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang

harus dibayarkan kepada BUS atau UUS; dan/atau

c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan

Pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau

reconditioning, antara lain meliputi:

1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BUS atau UUS;

2) konversi akad Pembiayaan;

3) konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka

Waktu Menengah;

4) konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada

perusahaan nasabah.

4. Dalam melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan, BUS dan UUS harus

menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta prinsip

akuntansi yang berlaku.

II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling

kurang hal-hal sebagai berikut:

1. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi

Pembiayaan.

2. Penetapan …

Page 86: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

3

2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi.

3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.

4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan,

termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi

kepada satuan kerja khusus dan penyerahan kembali Pembiayaan yang

telah berhasil direstrukturisasi kepada satuan kerja pengelola

Pembiayaan.

5. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi.

III. SATUAN KERJA KHUSUS

1. Pembentukan satuan kerja khusus Restrukturisasi Pembiayaan

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing BUS dan

UUS.

2. Pejabat atau pegawai yang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan harus

berbeda dengan pejabat atau pegawai yang terlibat dalam pemberian

Pembiayaan.

3. Keputusan Restrukturisasi Pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat

yang kedudukannya lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan

pemberian Pembiayaan.

4. Dalam hal keputusan pemberian Pembiayaan dilakukan oleh pihak yang

memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar perusahaan, maka

keputusan Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan oleh pejabat yang

kedudukannya setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian

Pembiayaan.

IV. PELAKSANAAN

1. Pembiayaan yang akan direstrukturisasi dianalisis berdasarkan:

a. prospek usaha nasabah dan/atau kemampuan membayar sesuai

proyeksi arus kas untuk nasabah Pembiayaan usaha produktif; atau

b. kemampuan …

Page 87: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

4

b. kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas untuk nasabah

Pembiayaan non produktif.

2. Pembiayaan kepada pihak terkait yang akan direstrukturisasi dianalisis

oleh konsultan keuangan independen yang memiliki izin usaha dan

reputasi yang baik.

3. Analisis yang dilakukan BUS atau UUS dan konsultan keuangan

independen terhadap Pembiayaan yang direstrukturisasi dan setiap

tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan

didokumentasikan secara lengkap dan jelas.

4. Restrukturisasi Pembiayaan dituangkan dalam addendum akad

Pembiayaan dan/atau melakukan akad Pembiayaan yang baru mengikuti

karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3 dan

angka 4 juga diterapkan dalam hal dilakukan Restrukturisasi

Pembiayaan yang kedua dan ketiga.

V. PENERAPAN PRINSIP SYARIAH

1. BUS dan UUS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah

dalam rangka Restrukturisasi Pembiayaan.

2. Ganti rugi ditetapkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka

penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan

potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena

adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah).

3. Perubahan-perubahan yang disepakati antara BUS atau UUS dengan

nasabah dalam Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan ganti

rugi harus dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan.

4. Dalam hal Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan melalui konversi akad

maka harus dibuat akad Pembiayaan baru.

VI. TATACARA …

Page 88: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

5

VI. TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN

Semua jenis Pembiayaan dapat dilakukan restrukturisasi sebagaimana

dimaksud pada butir I angka 3 dengan memperhatikan karakteristik masing-

masing bentuk Pembiayaan, sebagai berikut:

1. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’

Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna’

dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah

yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat

Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah

angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang

tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan

kepada BUS atau UUS.

c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

piutang murabahah atau piutang istishna’ sebesar sisa kewajiban

nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau

musyarakah.

Konversi piutang dimaksud dilakukan sebagai berikut:

1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

piutang murabahah atau piutang istishna’ dengan

memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’.

Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah

dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui

sebagai berikut:

a) apabila …

Page 89: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

6

a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban

nasabah, maka BUS atau UUS mengakui kerugian sebesar

selisih tersebut;

b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban

nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka

ijarah muntahiyyah bittamlik atau menambah porsi modal

nasabah untuk musyarakah atau mengurangi modal

mudharabah dari BUS atau UUS.

2) Obyek murabahah atau istishna’ sebelumnya menjadi dasar

untuk pembuatan akad Pembiayaan baru.

3) BUS atau UUS melakukan akad Pembiayaan baru dengan

mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan

nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah.

Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi

mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam

ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip syariah.

4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan

sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru.

d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah.

Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu

Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut:

1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

piutang murabahah atau piutang istishna’.

2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah

dengan nasabah atas Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu

Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang

dibiayai.

3) BUS …

Page 90: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

7

3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka

Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.

e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

menjadi Penyertaan Modal Sementara.

Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan

sebagai berikut:

1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada

nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum

Perseroan Terbatas.

2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

piutang murabahah atau piutang istishna’.

3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah

untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan

nasabah atas usaha yang dilakukan.

4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara paling

tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.

Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang murabahah atau

piutang istishna’ sebagaimana dimaksud pada butir VI.1 huruf a sampai

dengan huruf e merupakan jumlah pokok dan margin yang belum

dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.

2. Piutang Salam

Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses

restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi

dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah

kepada BUS atau UUS.

b. Persyaratan …

Page 91: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

8

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–

syarat Pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka

waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan/atau

lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan nasabah

kepada BUS atau UUS.

c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.

Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS

atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat

kembali berjalan dengan baik.

3. Piutang Qardh

Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses

restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah

yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–

syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah

angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang

tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan

kepada BUS atau UUS.

Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi pembiayaan qardh

sebagaimana dalam butir VI.3 huruf a dan huruf b merupakan jumlah

pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan

restrukturisasi.

4. Mudharabah …

Page 92: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

9

4. Mudharabah dan Musyarakah

Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat

dilakukan proses restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah

yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–

syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran,

jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok

dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus

dibayarkan kepada BUS atau UUS.

c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.

Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS

atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat

kembali berjalan dengan baik.

d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah.

Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu

Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut:

1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

mudharabah atau musyarakah.

2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah

dengan nasabah untuk Surat Berharga Berjangka Waktu

Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang

dibiayai.

3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka

Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.

e. Penataan …

Page 93: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

10

e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

menjadi Penyertaan Modal Sementara.

Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan

sebagai berikut:

1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada

nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum

Perseroan Terbatas.

2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

mudharabah atau musyarakah.

3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah

untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan

nasabah atas usaha yang dilakukan.

4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar

sisa kewajiban nasabah.

Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam

bentuk mudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam

butir VI.4 huruf a, huruf b, huruf d dan huruf e merupakan jumlah pokok

yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.

5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik

Pembiayaan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyyah bittamlik

dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo Pembiayaan, dan BUS atau UUS dapat menetapkan

kembali besarnya ujrah yang harus dibayar nasabah dengan kondisi

sebagai berikut:

1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS

Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur

ekonomis aktiva ijarah.

2) Aktiva …

Page 94: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

11

2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS

Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan

berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah.

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat

Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal

pembayaran, pemberian potongan ujrah dan/atau lainnya, dan BUS

atau UUS dapat menetapkan kembali ujrah yang harus dibayar

nasabah, dengan kondisi sebagai berikut:

1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS

Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka

waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai

dengan umur ekonomis aktiva ijarah.

2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS

Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka

waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai

dengan berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah.

c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad

ijarah atau akad ijarah muntahiyyah bittamlik menjadi mudharabah

atau musyarakah.

Konversi pembiayaan terhadap aktiva ijarah yang dimiliki oleh BUS

atau UUS dilakukan sebagai berikut:

1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik dengan

memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah.

Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah

dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran

ijarah, maka diakui sebagai berikut:

a) apabila …

Page 95: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

12

a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah

tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui

kerugian sebesar selisih tersebut;

b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah

tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui

keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan

diamortisasi selama masa akad mudharabah atau musyarakah.

2) BUS atau UUS membuat akad Pembiayaan baru dengan

mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan

nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah.

Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi

wajib mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur

dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip

syariah.

3) BUS atau UUS mencatat pembiayaan dalam bentuk mudharabah

atau musyarakah sebesar nilai wajar aktiva ijarah.

4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan

sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru.

d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi

menjadi Penyertaan Modal Sementara.

Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan

sebagai berikut:

1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada

nasabah yang merupakan badan usaha yang berbentuk hukum

Perseroan Terbatas.

2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk

ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik dengan

memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah.

Dalam …

Page 96: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

13

Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah

dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran

ijarah, maka diakui sebagai berikut:

a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah

tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui

kerugian sebesar selisih tersebut;

b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah

tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui

keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan

diamortisasi selama masa Penyertaan Modal Sementara.

3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah

untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan

nasabah atas usaha yang dilakukan.

4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar

nilai wajar aktiva ijarah.

6. Ijarah Multijasa

Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat dilakukan proses

restrukturisasi dengan cara:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling).

Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu

jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah

yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.

b. Persyaratan kembali (reconditioning).

Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat

Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal

pembayaran, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa

menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada

BUS atau UUS.

VII. PENUTUP …

Page 97: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

14

VII. PENUTUP

Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku

pada tanggal 22 Oktober 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman

Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita

Negara Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.

BANK INDONESIA,

SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR

Page 98: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL

NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004

Tentang

GANTI RUGI (TA’WIDH)

بسم اهللا الرحمن الرحيم

Dewan Syari’ah Nasional setelah,

Menimbang : a. bahwa lembaga keuangan syari’ah (LKS) beroperasi berdasarkan prinsip syari’ah untuk menghindarkan praktik riba atau praktik yang menjurus kepada riba, termasuk masalah denda finansial yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional;

b. bahwa para pihak yang melakukan transaksi dalam LKS terkadang mengalami risiko kerugian akibat wanprestasi atau kelalaian dengan menunda-nunda pembayaran oleh pihak lain yang melanggar perjanjian;

c. bahwa syari’ah Islam melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik nasabah maupun LKS, sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang dirugikan hak-haknya;

d. bahwa kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian tersebut;

e. bahwa masyarakat, dalam hal ini para pihak yang bertransaksi dalam LKS meminta fatwa kepada DSN tentang ganti rugi akibat penunda-nundaan pembayaran dalam kondisi mampu;

f. bahwa dalam upaya melindungi para pihak yang bertransaksi, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang ganti rugi (ta’widh) untuk dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT.; antara lain: a. QS. al-Ma’idah [5]:1:

…ياأيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود “Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu…”.

b. QS. al-Isra’ [17]: 34:

.وأوفوا بالعهد، إن العهد كان مسئوال…“…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya.”

c. QS. al-Baqarah [2]: 194:

Page 99: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43 Ganti Rugi (Ta’widh) 2

Dewan Syariah Nasional MUI

… ،كمليى عدتا اعه بمثل مليا عودتفاع كمليى عدتن اعفمنقيتالم عم ا أن اللهولماعو ،قوا اللهاتو.

“…maka, barang siapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia, seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

d. QS. al-Baqarah [2]: 279-280:

تظلمون وال تظلمون؛ وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ال… .ميسرة وأن تصدقوا خير لكم إن كنتم تعلمون

”... Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:

a. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:

الم نيب ائزج لحا الصامرل حأح الال أوح مرا حلحإال ص لمنيس .والمسلمون على شروطهم إال شرطا حرم حالال أو أحل حراما

“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

b. Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Nasa’i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majah dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Malik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):

ظلم نيطل الغم… “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…”

c. Hadis Nabi riwayat Nasa’i dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid, dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:

هتبقوعو هضحل عراجد يالو لي.

Page 100: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43 Ganti Rugi (Ta’widh) 3

Dewan Syariah Nasional MUI

“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

d. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya:

ارالضرو ررالض. “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”

3. Kaidah Fiqh; antara lain:

لى تل عليل ددة إال أن ياحالت اإلبامعل فى المااألصمهريح. “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

.الضرر يزال“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

Memperhatikan : 1. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz IV, hlm 342, bahwa penundaan pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian (dharar) dan karenanya harus dihindarkan; ia menyatakan:

فإن كان : من عليه الدين إذا أراد السفر أو أراد غريمه منعه نظرناحل قدل من قبيحل الدإلى م هفرن سكوفر مثل أن يالس مه منو

ة، فلهذي الحج م أورححل في المي هنيدفر وس إال في مقوالي جالحن أقام منعه من السفر، ألن عليه ضررا في تأخير حقه عند محله؛ فإ

ررألن الض ،فرالس حل، فلهالم دن عنيبالد فيا ينهر فعد ا أونميضل بذلكوزي.

“Jika orang berutang (debitur) bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang (kreditur) bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan sebagai berikut. Apabila jatuh tempo utang ternyata sebelum masa kedatangannya dari perjalanan --misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo utang pada bulan Muharram atau Dzulhijjah-- maka kreditur boleh melarangnya melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita kerugian (dharar) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo. Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan jaminan (qadai) yang cukup untuk membayar utangnya pada saat jatuh tempo, ia boleh melakukan perjalanan tersebut, karena dengan demikian, kerugian kreditur dapat dihindarkan.”

Page 101: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43 Ganti Rugi (Ta’widh) 4

Dewan Syariah Nasional MUI

2. Pendapat beberapa ulama kontemporer tentang dhaman atau ta’widh; antara lain sebagai berikut:

a. Pendapat Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, Damsyiq: Dar al-Fikr, 1998:

ضويعطأ : التأو الخ يدعاقع بالتر الورة الضطيغت و٨٧(ه ( هو إزالة الضرر عينا، : األصل العام في الضمان أو التعويض

ا كان أو جبر المتلف وإعادته صحيحا كم... كإصالح الحائط بجو ذلك ذرعا، فإن تححير صوكسة المادكان كإعاإلم دعن

قديأو الن المثلي ضويع٩٤(الت( أي (وأما ضياع المصالح والخسارة المنتظرة غير المؤكدة

فال يعوض عنها في و األضرار األدبية أو المعنويةأ) المستقبلة دوجوال المالم وض هويعل التحألن م ،كم الفقهيل الحأص

وهبة الزحيلي، نظرية ) (٩٦(المحقق فعال والمتقوم شرعا )١٩٩٨فكر، دمشق، الضمان، دار ال

“Ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan” (h. 87).

“Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa: (a) menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya), seperti memperbaiki dinding... (b) memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan uang” (h. 93).

Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaat-kannya” (h. 96).

b. Pendapat `Abd al-Hamid Mahmud al-Ba’li, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, al-Qahirah: al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996:

ضمان المطل مداره على الضرر الحاصل فعال من جراء التأخير )١١٥(في السداد، وكان الضرر نتيجة طبيعية لعدم السداد

Page 102: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43 Ganti Rugi (Ta’widh) 5

Dewan Syariah Nasional MUI

“Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran tersebut.”

c. Pendapat ulama yang membolehkan ta’widh sebagaimana dikutip oleh `Isham Anas al-Zaftawi, Hukm al-Gharamah al-Maliyah fi al-Fiqh al-Islami, al-Qahirah: al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1997:

الضرر يزال حسب قواعد الشريعة، وال إزالة إال بالتعويض، . ن المضرورومعاقبة المدين المماطل ال تفيد الدائ

وهو ،هكمذ حأخأن ي غيبنيو ،بصالغ بهشي قاء الحأد رأخيتأن الغاصب يضمن منافع المغصوب مدة الغصب عند الجمهور،

)١٦-١٥(ك إلى جنب ضمانه قيمة المغصوب لو هل“Kerugian harus dihilangkan berdasarkan kaidah syari’ah dan kerugian itu tidak akan hilang kecuali jika diganti; sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur mampu yang menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan manfaaat bagi kreditur yang dirugikan. Penundaan pembayaran hak sama dengan ghashab; karena itu, seyogyanya stastus hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku ghashab bertanggung jawab atas manfaat benda yang di-ghasab selama masa ghashab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun harus menanggung harga (nilai) barang tersebut bila rusak.”

3. Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran.

4. Fatwa DSN No 18/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS

5. Rapat BPH DSN MUI – BI – Perbankan Syari’ah, 18 Juli 2004 di Lippo Karawaci-Tangerang.

6. Rapat Pleno DSN-MUI, hari Rabu, 24 Jumadil Akhir 1325 H/11 Agustus 2004.

Dengan memohon taufiq dan ridho Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG GANTI RUGI (TA’WIDH)

Pertama : Ketentuan Umum 1. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang

dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Page 103: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

43 Ganti Rugi (Ta’widh) 6

Dewan Syariah Nasional MUI

2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.

4. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah).

5. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta murabahah dan ijarah.

6. Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.

Kedua : Ketentuan Khusus 1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui

sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya. 2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil

dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.

Ketiga : Penyelesaian Perselisihan Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keempat : Ketentuan Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 24 Jumadil Akhir 1425 H 11 Agustus 2004 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris,

K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

Page 104: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

Daftar pertanyaan kepada Bank Syariah mengenai proses ta’widh (ganti rugi ) terhadap

Murabahah.

Tempat : PT. Bank Syariah Bukopin, Lt. 6

Jl. Salemba Raya, Jakarta Pusat

Tanggal : 20 April 2010

Nara sumber : Bapak Noor Cholis, kepala Divisi Pengembangan dan Suvervisi Bisnis

Cabang

1. Produk apa saja yang ditawarkan oleh PT. Bank Bukopin Syariah?

a. Produk Funding (pendanaan) : calon nasabah yang memiliki kelebihan dana

ditawarkan produk :

- Tabungan iB SiAga, iB Rencana, iB SiAga Bisnis, iB Haji,

- Giro iB

- Deposito iB

b. Produk Financing ( Pembiayaan)

- Murabahah (Jual beli, Kepemilikan Mobil, Rumah )

- Musyarakah (Bagi Hasil)

- Mudharabah (Bagi Hasil)

- Mudhorobah Muqoyyadah ( Investasi Terikat)

- Qordh (Pinjaman dengan pengembalian yang pokok)

- Isthisna Pararel

c. Produk Jasa

- Pengiriman uang (transfer)

- RTGS (Transfer Via on line dengan nominal di atas 100 juta )

- Payment PLN, PDAM, pulsa, dll

- SDB ( Save Deposit Box )

2. Penilaian seperti apa yang dilakukan bank syariah dalam menilai kelayakan seseorang

yang menerima pembiayaan khususnya pembiayaan murabahah?

Penilaian secara garis besar haruslah prudent, dengan melihat dari 5C :

konsep 5C, yaitu

1. Character (karakter),

2. Capacity (kemampuan mengembalikan utang),

Page 105: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

3. Collateral (jaminan),

4. Capital (modal), dan

5. Condition (situasi dan kondisi).

Bagi orang bank, nasabah yang memenuhi criteria 5C adalah orang yang sempurna untuk

mendapatkan Pembiayaan. Bank melihat orang yang mempunyai karakter kuat,

kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal yang kuat, dan kondisi

perekonomian yang aman bagaikan melihat sebuah mutiara. Orang seperti ini adalah

nasabah potensial untuk diajak bekerja sama atau orang yang layak mendapatkan

penyaluran kredit. Pendeknya orang yang mempunyai 5C yang baik adalah manusia yang

ideal, menurut criteria orang bank.

3. Bagaimana dengan jaminan/angunan dalam proses ini?

Secara prosesnya jaminan ini haruslah dari debitur sendiri atau kerabat keluarga

agar terhindar dari permasalahan. Proses ini dilihat dengan dua cara yakni dari segi

juridisnya (hukum legal) dan Apprasial (nilai). Juridis dilihat dari analisa objeknya

rumah/tanah yang memiliki sertifikat tanah, kendaraan bermotor seperti mobil, motor

yang memiliki BPKB, dan tanda bukti sah lainnya.

Sedangkan dari segi appraisal (nilai) dengan melihat dari penilaian suatu barang

/objek tersebut artinya penilaian secara quality, dari pihak bank sendiri terdapat bagian

penilaian tersendiri (kredit investigator) dengan asumsi nilai yang masih di bawah 5

milyar. Kalau untuk nilai barang yang di atas 5 Milyar dengan menggunakan jasa

Independent Apprasial, suatu lembaga independen yang menilai suatu barang tertentu

dengan nilai yang cukup besar.

4. Apa yang dilakukan apabila terjadi pembiayaan macet, bagaimana penyelesaiannya?

Pembayaran bermasalah terjadi maka langkah selanjutnya dengan cara ;

a. Penyehatan kembali pembiayaan

- Restrukturisasi

- Rescheduling

- Penataan kembali

Dengan syarat gejala menurunnya usaha dan memiliki potensi usaha yang cukup

menjanjikan.

b. Penjualan angunan (jika langkah peyehatan di atas tidak bisa dilakukan)

Page 106: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- Debitor ; debitor menjual angunannya sendiri agar menutupi pembiayaan yang

belum dibayar

- AO : pihak AO (bank) akan menjual barang angunan tersebut dengan nilai

tertentu, apabila terjadi kelebihan dari harga jual tersebut dengan nilai hutangnya,

maka dana tersebut harus dikembalikan kepada debitur.

- Bank : Pihak bank akan membeli angunan tersebut (ayda : angunan yang diambil

alih), intinya sama dengan AO, dimana jika terdapat kelebihan harus dikembalikan

kepada debitur. (PBI mengenai resktrustur..?)

c. Cara lain dengan variasi- variasi yang lain seperti di take over dengan pihak lain atau

dibayar dengan pihak lainnya, dan mencari sumber dari pihak lain. Misalkan ada

permaslahan hukum sehingga harus menggunakan pengadilan.

5. Bagaimana dengan nasabah yang enggan memenuhi kewajiban padahal mereka mampu?

Bagi nasabah yang enggan membayar padahal dia mampu di berikan funishment

berupa denda (ta’zir) dengan nilai tertentu, biasanya dikenakan perbulan dan denda atau

ta’zir ini merupakan kesepakatan dari awal perjanjian dengan tertulis di dalam akad

perjanjian. Denda dimungkinkan presentasi dari tunggakan dan dana denda ini tidak

dimasukkan sebagai sumber pendapatan bank Syariah, dana ini harus masuk dalam dana

non halal atau qardhul hasan dengan ketentuan dari DSN-MUI yang berasumsi bahwa

penambahan nilai atas pinjaman masuk ke dalam katagori riba, sehingga denda ini harus

dipisahkan tersendiri. Ini berbeda dengan konvensional yang merupakan sebagai

pendapatan bank karena dikenakan bunga atas tunggakan.

6. Apa yang membedakan antara bunga, ta’zir (denda) dan ta’widh (ganti rugi)?

- Bunga : penambahan suatu nilai suatu barang dengan jumlah yang sudah

ditentukan, biasanya bunga ini harus tetap dibayar dengan jumlah yang tetap

walaupun terdapat permasalahan dalam pinjaman tersebut.

- Ta’zir ; denda ini di berikan kepada nasabah yang enggan untuk membayar

angsuran pembiayaannya padahal mampu untuk membayarnya ini sebagai

punishment. Dana ini masuk ke dalam dana qardhul hasan bukan sebagai sumber

pendapatan bank.

- Ta’widh ; ganti rugi yang harus dibayar atas kerugian riil atas kompensansi biaya

yang telah dikeluarkan bank. Dana ini akan masuk sebagai sumber pendapatan

bank.

Page 107: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

7. Mengenai pengenaan ganti rugi (ta’widh), Apa saja yang dikenakan ganti rugi dan

bagaimana dengan mekanismenya dalam pembiayaan murabahah?

Dalam ketentuan murabahah bahwa mengambil margin atau kelebihan dari nilai

yang telah disepakati termasuk dalam katagori riba. Oleh karena itu terdapat ganti rugi

yang dikenakan kepada debitur yang belum melunasi angsuran telah jatuh tempo dengan

memperpanjang angsurannya, dan selama masa perpanjangan angsuran tersebut terdapat

biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh bank dengan nilai yang riil, seperti halnya biaya

overhead, proses montoring, penagihan, proses perpanjangan dan tidak adanya

penambahan (mark up) atas nilai tersebut. Hal inilah yang harus diganti oleh pihak debitur

atas biaya – biaya riil yang telah dikeluarkan oleh bank. Dana dari ganti rugi ini masuk ke

dalam salah satu sumber pendapatan bank.

Sebagai contoh : Murabahah ketentuannya ada beli, margin, harga jual, jangka

waktu, misalnya jangka waktuny 2 tahun margin nya 5 juta, kemudian belum bisa bayar,

lalu kita perpanjang lagi menjadi 3 tahun dengan sisa pembiayaan 50 juta dari total

pembiayaan 100 juta, di tahun ke 2 tidak mampu bayar, diperpanjangan 1 tahun.

Ketentuan meurabahah perpanjangan 1 tahun ini tidak bioleh di tambahkan margin. Oleh

karena itu dikenakan ta;’widh atas biaya riil yang dikeluarkan selama jangka waktu 1

tahun yang telah jauth tempo. Bank tidak boleh mengambil keuntungan dan hanya boleh

riil costnya. Di dalam mengeluarkan 50 juta ada biaya over head cost, khususnya biaya

perpanjangan , biaya monitoring, biaya penagihan, seluruh biaya ini dibebankan kepada

nasabah. Misalnya riil cost sebesar 3 juta dari 50 juta sehingga harus diganti sesuai

dengan besaran yang dikeluarkan oleh pihak bank. maka kita tidak boleh mengambil

keuntungan, dimisalkan dilebihkan 1 juta menjadi 4 juta dan ini tidak boleh.

8. Apa yang dilakukan dengan proses perhitungan ganti rugi ini?

Sesuai dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bank Syariah tanpa adanya tambahan

biaya atau mark up, misalkan untuk biaya monitoring sebesar 1 juta, yah harus 1 juta yang

diganti. Intinya biaya ril yang dikeluarkan bank. Contoh lain : debitur telah jatuh tempo

masa angsurannya selama 2 tahun dan diperpanjang masa angsurannya dimisalkan 1

tahun dengan sisa angsuran Rp. 50.000.000,- dari Rp. 100.000.000, - (ini nominal

akumulatif selama 1 tahun)

- Biaya Overhead (Atk, listrik, pulsa, dll) : Rp. 1.000.000, -

- Biaya Monitoring (pengawasan, survey,Penagihan) : Rp. 3.000.000, -

Page 108: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- Biaya perpanjangan (administrasi) : Rp. 500.000, -

TOTAL : Rp. 4.500.000,-

Jadi Perkiraan Debitur mengembalikan sisa masa pembayaran ditambah dengan biaya-

biaya diatas sebesar Rp. 54.000.000, - dimasa akhir perpanjangan.

9. Bagaimana dengan pengalokasiaan dana ta’widh atau ganti rugi dalam bank syariah?

Dalam pengalokasiannya dana tersebut masuk sebagai sumber dana pendapatan

operasional

10. Apa keuntungan pihak bank syariah dengan dikeluarkannya fatwa DSN-MUI No.

34/DSN-MUI/ VIII/ 2004 tentang Ta’widh (ganti rugi) dan PBI No. 7/46/PBI/2005

tentang Akad Perhimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan

Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, yaitu berkenaan dengan pengaturan ganti kerugian

(ta’widh)?

murabahah; perpanjangan tidak boleh ada margin, oleh karena itu apabila ini

(perpanjanga) dilakukan maka ini merupakan peluang yang baik bagi bank syariah

dengan dikeluarkannya ta’widh, dimana nasabah harus mengganti kerugian atas dana

yang sebesar yang dikeluarkan oleh bank.

Pewancara

Muis Hidayat

Diwancarai

Page 109: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

Daftar Pertanyaan untuk DSN MUI, Mengenai analisa dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI No.

34/DSN-MUI/ VIII/ 2004 Tentang Ta’widh (ganti Rugi).

Tgl : 4 Februari 2010

Tempat : Gedung MUI lt.3

Nara Sumber : Bapak Kanny Hidayat (DSN-MUI)

1. DSN-MUI telah mengeluarkan fatwa No. 34/DSN-MUI/ VIII/ 2004 Tentang Ta’widh (

Ganti Rugi), Apa yang melatar belakangi lahirnya fatwa tersebut ?

Awal dari akibat suatu denda yakni memberikan seuatu dendan atau ta’zir kepada nasabah

yang tidak mau membayar pinjaman dan ditentukan. Tuk besarannya bisa dikenakan lebih

besar agar jera. Dan dananya bukan buat bank tapi sebagai dana kebajikan. Dibolehkan

denda sebesar-besarnya karena dana tersebut tuk sodaqoh dan kemaslahatan. Untuk

ta’widh sendiri dimisalkan ketika melayani nasabah membutuhkan biaya transport, biaya

telpon, dan lain-lain yang dikeluarkan secara riil tanpa ada tambahan.

2. Bagaimana Proses terbentuknya fatwa tersebut ?

Karena bank merasa untuk melayani nasabah membutuhkan biaya tambahan. Bank tidak

hanya mengeluarkan denda saja karena denda tersebut masuk ke dalam dana kebajikan

bukan pendapatan. Dan untuk biaya tambahan diluar pinjaman, karena dikeluarkan sesuai

kebutuhan riil sebagai pendapatan bank, maka diperlukan suatu fatwa yang mengatur

tentang itu.

3. Apakah hukum Islam mengatur tentang proses ta’widh?

Setiap dari tambahan dalam pinjaman akan menjadi bunga, tapi beda dengan ta’widh

karena prosesnya bukan sebagai tambahan pinjaman. Ini di dasarkan kemaslahatan, karena

atas biaya riil yang telah dikeluarkan bank.

Page 110: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

4. Bagaimana dengan perhitungan ta’widh sendiri?

Perhitungannya sesuai dengan pengeluaran yang riil.

5. Ada sumber mengatakan bahwa fatwa ini sempat tertunda lantaran para ulama dan

pembuatan kebijakan di BI keberatan dengan klausul ta’widh. Bagaimana solusinya?

Dalam proses ini tidak ada hambatan dan semuanya lancar sampai fatwa ini keluar.

6. Menurut anda, apa yang harus dilakukan oleh Bank Syariah dalam proses ta’widh ini?

Harus biaya riil yang diganti, jangan ada tambahannya karena bisa masuk ke dalam riba.

7. Agar lebih jelas, bisa dijelaskan apa yang membedakan antara ta’widh, ta’zir dan ganti

rugi?

Ta’widh merupakan ganti rugi secara Islam karena tuk kemaslahatan dengan mengganti

yakni biaya- biaya yang dikeluarkan secara riil tanpa ada tambahannya, seperti transport,

telepon,dll.

Ta’zir merupakan denda yang diberikan kepada nasabah atas kelalaiannya atau menunda

membayar, dan dana tersebut masuk ke dalam dana kebajikan bank, bukan untuk bank.

Untuk ganti rugi dalam konvensional, meraka tidak memikirkan akan dampak yang terjadi,

terserah mau dikenakan berapa, tanpa harus membedakan antara riil atau denda

lainnya(ta’widh atau ta’zir).

Penanya

Muis Hidayat

Penjawab

Kanny Hidayat

Page 111: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

PERATURAN BANK INDONESIA

NOMOR: 10/18/PBI/2008

TENTANG

RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH

DAN UNIT USAHA SYARIAH.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya;

b. bahwa salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha

nasabah pembiayaan, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat

melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki

prospek usaha dan/atau kemampuan membayar;

c. bahwa restrukturisasi pembiayaan harus memperhatikan prinsip

syariah dan prinsip kehati-hatian;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu diatur kembali ketentuan

mengenai Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit

Usaha Syariah dalam Peraturan Bank Indonesia.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

(Lembaran ...

Page 112: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-2-

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,

Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3843)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG RESTRUKTURISASI

PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA

SYARIAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:

1. Bank adalah Bank Syariah dan Unit Usaha syariah.

2. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank

Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah.

3. Bank Umum Syariah, yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank

Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

4. Bank ...

Page 113: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-3-

4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS

adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

5. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja

dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai

kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari

suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan

kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor

induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

6. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan

dengan itu berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan

istishna’;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi

multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah

dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai

dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan

atau bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

7. Restrukturisasi ...

Page 114: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-4-

7. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank

dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan

kewajibannya, antara lain melalui:

a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal

pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;

b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian

atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan

jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau

pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban

nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank;

c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan

Pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning,

antara lain meliputi:

1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank;

2) konversi akad Pembiayaan;

3) konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah

berjangka waktu menengah;

4) konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara

pada perusahaan nasabah.

8. Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah adalah surat

bukti investasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim

diperdagangkan di pasar uang dan/atau pasar modal berjangka waktu

3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan menggunakan akad

mudharabah atau musyarakah .

9. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan modal BUS atau

UUS, antara lain berupa pembelian saham dan/atau konversi

Pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah untuk

mengatasi ...

Page 115: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-5-

mengatasi kegagalan penyaluran dana dan/atau piutang dalam jangka

waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang berlaku.

Pasal 2

(1) Bank dapat melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan dengan

menerapkan prinsip kehati-hatian.

(2) Bank wajib menjaga dan mengambil langkah-langkah agar kualitas

Pembiayaan setelah direstrukturisasi dalam keadaan Lancar.

BAB II

RESTRUKTURISASI

Pasal 3

Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan dengan tujuan

untuk menghindari:

a. penurunan penggolongan kualitas Pembiayaan;

b. pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar;

atau

c. penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara akrual.

Pasal 4

Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar

permohonan secara tertulis dari nasabah.

Pasal 5 ...

Page 116: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-6-

Pasal 5

(1) Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah

yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan

b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu

memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.

(2) Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk

Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

(3) Restrukturisasi Pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan

bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik.

Pasal 6

(1) Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)

kali dalam jangka waktu akad Pembiayaan awal.

(2) Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling

cepat 6 (enam) bulan setelah Restrukturisasi Pembiayaan

sebelumnya.

Pasal 7

Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang memiliki beberapa

fasilitas Pembiayaan dari Bank, dapat dilakukan terhadap masing-masing

Pembiayaan.

BAB III ...

Page 117: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-7-

BAB III

PERLAKUAN AKUNTANSI

Pasal 8

Dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, Bank wajib

menerapkan perlakuan akuntansi sesuai dengan Pernyataan Standar

Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah

Indonesia yang berlaku.

BAB IV

PRINSIP SYARIAH

Pasal 9

Restrukturisasi Pembiayaan dilaksanakan dengan memperhatikan fatwa

Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.

BAB V

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Pasal 10

(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure

tertulis mengenai Restrukturisasi Pembiayaan.

(2) Kebijakan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib disetujui oleh Komisaris.

(3) Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dikinikan dan disetujui

oleh Direksi dan Dewan Pengawas Syariah.

(4) Pelaksanaan ...

Page 118: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-8-

(4) Pelaksanaan kebijakan Restrukturisasi Pembiayaan wajib diawasi

secara aktif oleh Komisaris.

(5) Kebijakan dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi

Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih

lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

BAB VI

PENETAPAN KUALITAS PEMBIAYAAN

Pasal 11

(1) Kualitas Pembiayaan setelah dilakukan restrukturisasi ditetapkan

sebagai berikut:

a. paling tinggi Kurang Lancar untuk Pembiayaan yang sebelum

dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet;

b. kualitas Pembiayaan tidak berubah untuk Pembiayaan yang

sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Kurang Lancar.

(2) Kualitas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:

a. menjadi Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan selama 3 (tiga)

kali periode pembayaran angsuran pokok dan/atau margin/bagi

hasil/fee/ujrah secara berturut-turut sesuai dengan perjanjian

Restrukturisasi Pembiayaan; atau

b. menjadi sama dengan kualitas Pembiayaan sebelum dilakukan

Restrukturisasi Pembiayaan atau menjadi lebih buruk, jika

nasabah tidak memenuhi kriteria dan/atau syarat-syarat dalam

perjanjian Restrukturisasi Pembiayaan dan/atau pelaksanaan

Restrukturisasi Pembiayaan tidak didukung dengan analisis dan

dokumentasi yang memadai;

(3) Dalam ...

Page 119: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-9-

(3) Dalam hal periode pembayaran angsuran pokok dan/atau margin/bagi

hasil/fee/ujrah kurang dari 1 (satu) bulan, peningkatan kualitas

menjadi Lancar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat

dilakukan paling cepat dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dilakukan

Restrukturisasi Pembiayaan;

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)

berlaku juga untuk Restrukturisasi Pembiayaan yang kedua dan

ketiga.

Pasal 12

Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari 3 (tiga) kali, digolongkan

Macet sampai dengan Pembiayaan lunas.

Pasal 13

Pembiayaan yang direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu

pembayaran (grace period) ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut:

a. selama grace period, kualitas mengikuti kualitas Pembiayaan

sebelum dilakukan restrukturisasi; dan

b. setelah grace period berakhir, kualitas Pembiayaan mengikuti

penetapan kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Pasal 14

(1) Untuk BUS dan UUS, kualitas Pembiayaan yang telah

direstrukturisasi wajib dinilai berdasarkan prospek usaha, kinerja

(performance) nasabah dan/atau kemampuan membayar, sesuai

dengan penggolongan nasabah, setelah 1 (satu) tahun sejak penetapan

kualitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);

(2) Untuk ...

Page 120: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-10-

(2) Untuk BPRS, kualitas Pembiayaan yang telah direstrukturisasi wajib

dinilai berdasarkan ketepatan dan/atau kemampuan membayar

kewajiban nasabah.

BAB VII

TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN

Pasal 15

(1) Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’

dapat direstrukturisasi dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling);

b. persyaratan kembali (reconditioning); dan

c. penataan kembali (restructuring).

(2) Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat direstrukturisasi

dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling); dan

b. persyaratan kembali (reconditioning).

(3) Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah dapat

direstrukturisasi dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling);

b. persyaratan kembali (reconditioning); dan

c. penataan kembali (restructuring).

(4) Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik

dapat direstrukturisasi dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling);

b. persyaratan kembali (reconditioning); dan

c. penataan kembali (restructuring).

(5) Pembiayaan ...

Page 121: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-11-

(5) Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat direstrukturisasi

dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling); dan

b. persyaratan kembali (reconditioning).

(6) Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat direstrukturisasi

dengan cara:

a. penjadualan kembali (rescheduling);

b. persyaratan kembali (reconditioning); dan

c. penataan kembali (restructuring).

(7) Tata cara Restrukturisasi Pembiayaan akan diatur lebih lanjut dalam

Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 16

Restrukturisasi Pembiayaan dengan cara penataan kembali

(restructuring) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dalam bentuk

konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu

Menengah dan Penyertaan Modal Sementara tidak berlaku bagi BPRS.

Pasal 17

(1) Bank wajib melepaskan Penyertaan Modal Sementara apabila:

a. telah sampai jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun; atau

b. perusahaan nasabah tempat Penyertaan Modal Sementara telah

memperoleh laba kumulatif.

(2) Bank wajib menghapus buku Penyertaan Modal Sementara apabila

telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun.

BAB VIII ...

Page 122: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-12-

BAB VIII

LAPORAN RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN

Pasal 18

Bank wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan kepada Bank

Indonesia.

Pasal 19

Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 bagi BUS dan UUS mengacu pada ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai Laporan Berkala Bank Umum.

Pasal 20

(1) Laporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18, untuk BPRS wajib disampaikan setiap bulan paling lambat

tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.

(2) BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila BPRS

menyampaikan laporan melampaui batas waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sampai dengan tanggal 21 pada bulan

berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.

(3) BPRS dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila BPRS belum

menyampaikan laporan sampai dengan batas waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) jatuh pada hari Sabtu, Minggu

atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.

(5) Pelaporan ...

Page 123: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-13-

(5) Pelaporan Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

BAB IX

SANKSI

Pasal 21

Bank yang melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana diatur

dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (3), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1) sampai

dengan ayat (4), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18 dikenakan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) Undang–

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Pasal 22

(1) BPRS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi berupa denda uang sebesar

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan dan paling

banyak seluruhnya sebesar Rp700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah).

(2) BPRS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 ayat (3) dikenakan sanksi berupa denda uang sebesar

paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 23

Pengenaan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan Pasal 12,

tidak mengurangi pengenaan sanksi dalam ketentuan Bank Indonesia

mengenai Laporan Bulanan Bank Umum Syariah dan Laporan Bulanan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Pasal 24 ...

Page 124: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-14-

Pasal 24

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) tidak

mengurangi kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan

Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

Restrukturisasi Pembiayaan yang telah dilakukan Bank sebelum

berlakunya ketentuan ini tidak dihitung sebagai Restrukturisasi

Pembiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia

ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Dengan dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia ini maka:

a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR

tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit;

b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni

2000 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang

Restrukturisasi Kredit;

c. Pasal 47 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5

Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang

Melaksanakan ...

Page 125: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-15-

Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;

d. Pasal 46 dan Pasal 46A Peraturan Bank Indonesia Nomor

9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juni 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan

Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas

Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip Syariah;

e. Pasal 23 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tanggal 5

Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank

Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Ketentuan pelaksanaan tentang Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana

diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini akan diatur lebih lanjut

dengan Surat Edaran Bank Indonesia.

Pasal 28 ...

Page 126: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-16-

Pasal 28

Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Tanggal 25 September 2008

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BOEDIONO

undangkan di Jakarta

Pada tanggal l 25 Sep. 08

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 138......... DPbS

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 25 September 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

ANDI MATTALATTA

Page 127: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-17-

Page 128: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN BANK INDONESIA

NOMOR 10/18/PBI/2008

TENTANG

RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH

DAN UNIT USAHA SYARIAH

I. UMUM

Dalam rangka memelihara kesinambungan usahanya, Bank harus mengelola

risiko kredit dari aktivitas Pembiayaan (credit risk), sehingga dapat meminimalkan

potensi kerugian yang akan terjadi. Penurunan kegiatan usaha dan/atau kemampuan

pembayaran nasabah dapat mempengaruhi kelancaran pemenuhan kewajiban

nasabah yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko kredit bagi Bank.

Untuk menurunkan risiko kredit dalam aktivitas Pembiayaan, Bank dapat

melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah

pembiayaan. Langkah-langkah tersebut antara lain dengan melakukan

Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang masih memiliki prospek usaha

dan/atau kemampuan membayar.

Kebutuhan dan penggunaan dana nasabah pada prinsipnya berbeda-beda

sehingga Bank menyediakan fasilitas Pembiayaan kepada nasabah dalam beragam

akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Masing-masing akad Pembiayaan

memiliki karakteristik khusus yang harus dipertimbangkan Bank dalam

pengelolaan Pembiayaan.

Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan pada Bank selain memperhatikan

prinsip syariah juga harus memenuhi prinsip kehati-hatian. Ketentuan

Restrukturisasi Pembiayaan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya memenuhi

kebutuhan ...

Page 129: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-2-

kebutuhan Bank. Oleh karena itu, diperlukan suatu ketentuan khusus yang

mengatur tentang pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1 sampai dengan angka 9

Cukup Jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Restrukturisasi Pembiayaan untuk nasabah Pembiayaan non produktif

antara lain didasarkan pada ada tidaknya sumber pembayaran angsuran

yang jelas dari nasabah setelah dilakukan restrukturisasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “bukti-bukti yang memadai” antara lain adalah

adanya laporan keuangan nasabah yang menunjukkan perbaikan

kinerja ...

Page 130: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-3-

kinerja perusahaan, adanya kontrak kerja yang diperoleh nasabah atau

adanya sumber pembayaran lain yang jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Pembatasan frekuensi restrukturisasi dimaksudkan agar Bank tidak

melakukan restrukturisasi dalam rangka menghindari penurunan

penggolongan kualitas Pembiayaan.

Yang dimaksud dengan “jangka waktu akad Pembiayaan awal” adalah

jangka waktu yang disepakati oleh Bank dan nasabah dalam akad

Pembiayaan sebelum dilakukan restrukturisasi.

Contoh :

Bank dan nasabah pada tanggal 1 September 2008 melakukan akad

Pembiayaan dengan jangka waktu selama 3 (tiga) tahun. Pada tanggal

1 September 2009, Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan

pertama dengan cara memperpanjang jangka waktu menjadi 5 (lima)

tahun. Restrukturisasi Pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan

paling lambat pada tanggal 1 September 2011.

Ayat (2)

Contoh :

Berdasarkan contoh pada ayat (1), Restukturisasi Pembiayaan kedua

paling cepat dilakukan pada tanggal 1 Maret 2010 dan apabila

dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan ketiga maka Restrukturisasi

Pembiayaan paling cepat dilakukan pada tanggal 1 September 2010.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8 ...

Page 131: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-4-

Pasal 8

Cukup Jelas.

Pasal 9

Yang dimaksud dengan “fatwa Majelis Ulama Indonesia” adalah fatwa yang

dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia.

Pasal 10

Ayat (1)

Kebijakan dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi

Pembiayaan merupakan bagian dari kebijakan manajemen risiko Bank

sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Pokok-pokok yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia antara

lain satuan kerja atau petugas khusus Restrukturisasi Pembiayaan,

limit wewenang memutus Restrukturisasi Pembiayaan, dan sistem

informasi manajemen Restrukturisasi Pembiayaan.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12 ...

Page 132: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-5-

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Yang dimaksud dengan “grace period” adalah masa tenggang yang diberikan

Bank kepada nasabah untuk tidak melakukan pembayaran angsuran pokok

dan margin untuk akad Murabahah atau Istishna’ atau angsuran Ijarah untuk

akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penggolongan nasabah” adalah

pengelompokkan nasabah yang didasarkan pada:

a. besar kecilnya jumlah penyediaan dana yang diberikan oleh Bank

kepada nasabah,

b. Usaha Kecil dan Menengah dengan mempertimbangkan Sistem

Pengendalian Risiko, Kondisi Tingkat Kesehatan dan Rasio

Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum Bank.

Ayat (2)

Kualitas Pembiayaan bagi BPRS dinilai berdasarkan ketepatan

dan/atau kemampuan membayar kewajiban nasabah.

Pasal 15

Cukup Jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17 ...

Page 133: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-6-

Pasal 17

Pelepasan Penyertaan Modal Sementara pada prinsipnya harus segera

dilakukan walaupun belum mencapai 5 (lima) tahun.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Cukup Jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Hal-hal yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia antara lain

format laporan dan tata cara pelaporan.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22 ...

Page 134: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

-7-

Pasal 22

Cukup Jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4898

Page 135: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

PERATURAN BANK INDONESIA

NOMOR: 7/46/PBI/2005

TENTANG

AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK

YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN

PRINSIP SYARIAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa perbankan syariah harus senantiasa menjaga

kepercayaan masyarakat baik dari aspek finansial maupun

kesesuaian terhadap prinsip syariah yang menjadi dasar

operasinya;

b. bahwa setiap pelaku dalam industri perbankan syariah,

termasuk pengelola bank/pemilik dana/pengguna dana, serta

otoritas pengawas harus memiliki kesamaan cara pandang

terhadap Akad-Akad produk penghimpunan dan penyaluran

dana bank syariah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan b dipandang perlu untuk menetapkan

ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana

bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,

Tambahan …

Page 136: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 2 -

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10

Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3790);

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3

Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4357);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG AKAD

PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI

BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA

BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:

1. Bank …

Page 137: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 3 -

1. Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,

yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.

2. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

angka 13 Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;

3. Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul

(penerimaan) antara Bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban

masing-masing pihak sesuai dengan prinsip Syariah;

4. Wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang

pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima

titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.

5. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)

kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,

dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and

loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua

belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

6. Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk

mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan

pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati

sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/ modal

berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing.

7. Murabahah …

Page 138: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 4 -

7. Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah

dengan margin keuntungan yang disepakati.

8. Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat

tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.

9. Istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang

dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran

sesuai dengan kesepakatan.

10. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah

mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa

atau imbalan jasa;

11. Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak

peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan

dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 2

(1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana Bank

wajib membuat Akad sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank

Indonesia ini.

(2) Dalam Akad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditegaskan jenis

transaksi syariah yang digunakan.

(3) Transaksi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh

mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram

dan maksiat.

BAB II …

Page 139: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 5 -

BAB II

PERSYARATAN AKAD PENGHIMPUNAN

DAN PENYALURAN DANA

Bagian Pertama

Penghimpunan Dana

Pasal 3

Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan

Wadi'ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai

pemilik dana titipan;

b. dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah

nominal;

c. dana titipan dapat diambil setiap saat;

d. tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada

nasabah;

e. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.

Pasal 4

Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan

Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak

sebagai pengelola dana (mudharib);

b. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya

melakukan Akad Mudharabah dengan pihak lain;

c. modal …

Page 140: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 6 -

c. modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah

nominalnya;

d. nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh Bank

dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan

rekening;

e. pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan

dituangkan dalam Akad pembukaan rekening.

f. pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap

akhir bulan laporan.

g. Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah

keuntungan yang menjadi haknya; dan

h. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa

persetujuan yang bersangkutan.

Pasal 5

Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito

berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai

pemilik dana;

b. dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;

c. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam

bentuk nisbah;

d. pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib meng-

investasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank

dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan

rekening;

e. nasabah …

Page 141: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 7 -

e. nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;

f. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau deposito

dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;

g. Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa

persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan

h. Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam

perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Penyaluran Dana

Paragraf 1

Penyaluran Dana Berdasarkan Mudharabah dan Musyarakah

Pasal 6

Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan

Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh,

dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam

kegiatan usaha;

b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;

c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak

dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;

d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;

e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan

jumlahnya;

f. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang

diserahkan …

Page 142: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 8 -

diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar;

g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk

nisbah yang disepakati;

h. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika

nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang

mengakibatkan kerugian usaha;

i. nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu

investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;

j. nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya

berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;

k. pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung

dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue

sharing);

l. pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan

laporan hasil usaha dari usaha mudharib;

m. dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang

dibiayai Bank, maka berlaku ketentuan;

(i) nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib;

(ii) atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai

tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi

modalnya, sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara Bank dan

nasabah;

n. pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad untuk

pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan

secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah;

dan …

Page 143: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 9 -

dan

o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko

apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam

Akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.

Pasal 7

Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan

Mudharabah muqayyadah (restricted investment) berlaku persyaratan paling

kurang sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent)

kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha

dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor;

b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank;

c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak

dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;

d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;

e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang

diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar;

f. Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang

perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;

g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam

bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah;

h. Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko

kerugian usaha yang dibiayai; dan

i. investor …

Page 144: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 10 -

i. investor sebagai pemilik dana Mudharabah muqayyadah menanggung

seluruh risiko kerugian kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan

kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian

usaha.

Pasal 8

Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan

Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan

bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu

kegiatan usaha tertentu;

b. nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha

dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang

yang disepakati;

c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah

untuk mengelola usaha;

d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;

e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang

diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan;

f. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan

ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;

g. biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan;

h. pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk

nisbah yang disepakati;

i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi

modal …

Page 145: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 11 -

modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi

perjanjian dari salah satu pihak;

j. nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu

investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;

k. nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya

berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;

l. pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi

(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);

m. pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan

keuangan nasabah;

n. pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad atau

dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha;

dan

o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko

apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam

Akad karena kelalaian dan atau kecurangan.

Paragraf 2

Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’

Pasal 9

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan

Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli

barang.

b. jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank

ditentukan …

Page 146: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 12 -

ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;

c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang

yang telah disepakati kualifikasinya;

d. dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli

barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara

prinsip menjadi milik Bank;

e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun

saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;

f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan

selain barang yang dibiayai Bank;

g. kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak

berubah selama periode Akad;

h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara

proporsional.

(2) Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai

berikut :

a. dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang

setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari

uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang

muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai

kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta

lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah;

b. dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang

telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar

kerugian …

Page 147: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 13 -

kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan

jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Pasal 10

(1) Dalam pembiayaan Murabahah Bank dapat memberikan potongan dari total

kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan

kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang

mengalami penurunan kemampuan pembayaran.

(2) Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan dalam

Akad dan diserahkan kepada kebijakan Bank.

Pasal 11

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam

berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a. Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah,

jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;

b. pembayaran harga oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan secara

penuh pada saat Akad disepakati;

c. pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk

pembebasan kewajiban nasabah kepada Bank ;

d. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan

kesepakatan;

e. Bank sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;

f. dalam rangka meyakinkan bahwa penjual dapat menyerahkan barang

sesuai kesepakatan maka Bank dapat meminta jaminan pihak ketiga

sesuai …

Page 148: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 14 -

sesuai ketentuan yang berlaku; dan

g. Bank hanya dapat memperoleh keuntungan atau kerugian pada saat

barang yang dibeli Bank telah dijual kepada pihak lain, kecuali terdapat

perubahan harga pasar terhadap harga perolehan, sebelum barang dijual

kepada pihak lain.

(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu

penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank

memiliki pilihan untuk :

a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana

hak Bank;

b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau

c. meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang

sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang

pesanan semula;

(3) dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang

lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali

terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;

(4) dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang

lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh

menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 12

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam

paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam

paralel …

Page 149: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 15 -

paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai penjual;

b. kewajiban dan hak dalam kedua Akad Salam tersebut harus terpisah;

c. Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam tidak boleh tergantung

pada Akad Salam lainnya;

d. Bank yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam paralel harus

memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam

Akad Salam tidak memenuhi Akad Salam;

e. Bank menjual barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi,

kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;

f. pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh

pada saat Akad disepakati;

g. dalam hal pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan

secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah;

h. pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk

pembebasan kewajiban Bank kepada nasabah;

i. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan

kesepakatan;

j. nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum

diterima;

k. dalam rangka meyakinkan Bank dapat menyerahkan barang sesuai

kesepakatan, maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai

ketentuan yang berlaku.

(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu

penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah

memiliki pilihan untuk:

a. membatalkan …

Page 150: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 16 -

a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana

hak nasabah;

b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau

c. meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang

sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang

pesanan semula;

(3) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang

lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali

terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;

(4) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang

lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh

menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 13

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'

berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas,

jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;

b. pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk

pembebasan hutang nasabah kepada Bank;

c. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan

kesepakatan;

d. pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada Bank dilakukan secara

bertahap atau sesuai kesepakatan;

(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu

penyerahan …

Page 151: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 17 -

penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah

memiliki pilihan untuk:

a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana

kepada Bank;

b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau

c. meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang

sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang

pesanan semula;

(3) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang

lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali

terdapat kesepakatan antara nasabah dengan Bank;

(4) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang

lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka nasabah tidak

boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 14

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'

paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad

Istishna' paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai

pembeli;

b. kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;

c. pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung

pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;

d. dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna'

paralel …

Page 152: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 18 -

paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila

nasabah dalam Akad Istishna’ tidak memenuhi Akad Istishna’;

e. Dalam hal pembayaran dilakukan secara angsuran, harus dilakukan

secara proporsional.

(2) Ketentuan Istishna’ berlaku pula pada Istishna’ Paralel sebagai berikut :

a. Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah,

jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;

b. pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk

pembebasan hutang nasabah kepada Bank;

c. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan

kesepakatan;

d. pembayaran oleh Bank selaku pembeli kepada nasabah dilakukan secara

bertahap atau sesuai kesepakatan;

e. dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas

yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga;

f. dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas

yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka Bank

tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Paragraf 3

Penyaluran dana berdasarkan Akad Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik

dan Qardh

Pasal 15

Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk

transaksi sewa menyewa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank …

Page 153: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 19 -

a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah

dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain

untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;

b. objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara

spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka

waktunya;

c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas

maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang

sewa sesuai kesepakatan;

d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya

materiil dan struktural sesuai kesepakatan;

e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan

disewa oleh nasabah;

f. nasabah wajib membayar sewa secara tunai, menjaga keutuhan barang sewa,

dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan

kesepakatan;

g. nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi

bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah ;

Pasal 16

(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan berdasarkan Ijarah

muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai

berikut :

a. IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan

kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud;

b. pelaksanaan …

Page 154: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 20 -

b. pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi;

c. Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah

berdasarkan hibah, pada akhir periode perjanjian sewa;

d. pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan dalam

Akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai;

(2) Ketentuan Ijarah berlaku pula pada Akad IMBT sebagai berikut :

a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah

dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak

lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;

b. objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi

secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa

dan jangka waktunya;

c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas

maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang

sewa sesuai kesepakatan;

d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang

sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;

e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang

akan disewa oleh nasabah;

f. nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan

barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai

dengan kesepakatan;

g. nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yang

terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah;

Pasal 17 …

Page 155: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 21 -

Pasal 17

Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk

transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa

keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,

ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;

b. dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk

transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;

c. besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk

nominal bukan dalam bentuk prosentase.

Pasal 18

Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dana berdasarkan Qardh

berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank dapat memberikan pinjaman Qardh untuk kepentingan nasabah

berdasarkan kesepakatan;

b. nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman Qardh yang diterima

pada waktu yang telah disepakati;

c. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi sehubungan

dengan pemberian pinjaman Qardh;

d. nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada

Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad;

e. dalam hal nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada waktu yang telah disepakati karena nasabah tidak

mampu, maka Bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau

menghapus …

Page 156: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 22 -

menghapus buku sebagian atau seluruh pinjaman nasabah atas beban

kerugian Bank;

f. dalam hal nasabah digolongkan mampu dan tidak mengembalikan sebagian

atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank

dapat menjatuhkan sanksi kewajiban pembayaran atas kelambatan

pembayaran atau menjual agunan nasabah untuk menutup kewajiban

pinjaman nasabah;

g. sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat sosial dapat

berasal dari modal, keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak;

h. sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan

dana komersial jangka pendek (short term financing) diperbolehkan dari

Dana Pihak Ketiga yang bersifat investasi sepanjang tidak merugikan

kepentingan nasabah pemilik dana;

Bagian Ketiga

Ketentuan Ganti Rugi (Ta’widh)

Pasal 19

Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan:

a. Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas kerugian riil yang

dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau

karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad

dan mengakibatkan kerugian pada Bank;

b. Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank adalah sesuai

dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank

untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang

diperkirakan …

Page 157: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 23 -

diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang

(opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah);

c. ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan Akad yang

menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna’ serta

Murabahah, yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai;

d. ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan

Bank sebagai shahibul maal apabila bagian keuntungan Bank yang sudah

jelas tidak dibayarkan oleh nasabah sebagai mudharib;

e. klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan

dipahami oleh nasabah; dan

f. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan

antara Bank dengan nasabah.

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA BANK

DAN NASABAH

Pasal 20

(1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana

diperjanjikan dalam Akad atau jika terjadi perselisihan di antara Bank dan

Nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah;

(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai

kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui

alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase Syariah;

BAB IV …

Page 158: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 24 -

BAB IV

SANKSI

Pasal 21

(1) Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal

19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10

Tahun 1998 berupa:

a. teguran tertulis;

b. penurunan tingkat kesehatan; dan atau

c. penggantian pengurus.

(2) Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak melaksanakan pengawasan terkait

dengan pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19

Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran tertulis; dan atau

b. pencabutan izin usaha UUS.

BAB V

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

Akad-Akad Bank yang telah jatuh tempo dan akan diperpanjang wajib disesuaikan

dengan Peraturan Bank Indonesia ini.

BAB VI …

Page 159: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 25 -

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal : 14 November 2005

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BURHANUDDIN ABDULLAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 124

DPbS

Page 160: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN BANK NDONESIA

NOMOR: 7/46/PBI/2005

TENTANG

AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG

MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN

PRINSIP SYARIAH

UMUM

Sejalan dengan perkembangan pesat industri perbankan syariah

dimungkinkan pula adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad produk

dan jasa bank syariah yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif

bagi bank syariah dan ketidak pastian bagi para pihak terkait dan stakeholders

lainnya. Dengan demikian diperlukan pengaturan Akad penghimpunan dan

penyaluran dana bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat

terhadap bank syariah.

Dengan adanya ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran

dana bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang

berkepentingan yang pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah

yang sehat. Selain itu, kejelasan Akad akan membantu operasional bank sehingga

menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk

bagi pengawas dan auditor bank syariah.

Ketentuan persyaratan minimum Akad ini disusun berpedoman kepada

fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan memberikan

penjelasan …

Page 161: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 2 -

penjelasan lebih rinci aspek teknis perbankan guna menyediakan landasan hukum

yang cukup memadai bagi para pihak yang berkepentingan.

Ketentuan persyaratan minimum Akad ini mengikuti proses yang

berkesinambungan (evolving process) dengan memperhatikan perubahan dan

perkembangan kondisi regulasi dan sistem perundangan yang berlaku

Prinsip-prinsip umum yang diatur dalam ketentuan persyaratan minimum

Akad ini meliputi antara lain prinsip transparansi produk dan jasa dalam upaya

mewujudkan bank syariah yang penuh integritas dan amanah, asas keberlakuan

secara universal sehingga bank syariah dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan

masyarakat, dan pengutamaan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah

secara musyawarah, memenuhi rasa keadilan dan efisiensi biaya dalam

penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase

syariah.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1 sampai dengan angka 11

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan jenis transaksi syariah yang maksud adalah

Wadi’ah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’,

Ijarah dan Qardh.

Ayat (3) …

Page 162: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 3 -

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan:

"Gharar" adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu

pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.

"Maysir" adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-

untungan atau spekulatif yang tinggi.

"Riba" adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam

transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau

bertentangan dengan ajaran Islam.

"Zalim" adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian

dan penderitaan pihak lain.

"Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau

bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan

fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.

"Barang haram dan maksiat" adalah barang atau fasilitas yang dilarang

dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Huruf a sampai dengan huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan "biaya operasional" adalah biaya yang berkaitan

langsung dengan fasilitas pengelolaan rekening nasabah misalnya biaya

kartu …

Page 163: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 4 -

kartu ATM, cetak buku/cek/bilyet giro, cetak laporan traksaksi dan

saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.

Huruf h

Cukup jelas

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Huruf a

Yang dimaksud dengan Mudharabah dalam pengaturan pasal ini

adalah Mudharabah mutlaqah.

Huruf b sampai dengan huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Harga pasar digunakan untuk barang yang telah dimiliki oleh Bank

atau bukan pengadaan baru.

Nasabah mengembalikan dana Bank sebesar nilai nominal yang

ditetapkan berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar pada saat Akad.

Huruf g sampai dengan huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil

usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua

belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Huruf m …

Page 164: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 5 -

Huruf m sampai dengan huruf o

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Huruf a sampai dengan huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil

usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua

belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Huruf n dan huruf o

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui

jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.

Huruf b dan huruf c

Cukup jelas

Huruf d …

Page 165: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 6 -

Huruf d

Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad

Murabahah.

Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam

wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang

ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan

kuitansi pembelian.

Huruf e sampai dengan huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan

Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta

jangka waktu angsuran. Contoh :

� Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

� Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)

� Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan

� Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu

juta rupiah)

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan

kemampuan membayar adalah nasabah yang kegiatan usahanya

terkena dampak bencana alam atau krisis perekonomian yang

ditetapkan …

Page 166: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 7 -

ditetapkan secara resmi oleh pemerintah sebagai krisis nasional.

Pemotongan kewajiban pembayaran ditetapkan berdasarkan kebijakan

Bank.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud ‘barang’ adalah hasil pertanian dan atau hasil

tambang.

Huruf b

Yang dimaksud dengan pembayaran secara penuh pada saat

Akad adalah pembayaran segera setelah Akad disepakati atau

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Akad disepakati.

Huruf c sampai dengan huruf e

Cukup Jelas

Huruf f

Jaminan pihak ketiga antara lain dalam bentuk garansi

berdasarkan prinsip syariah.

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3) …

Page 167: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 8 -

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Pembiayaan berdasarkan Salam paralel muncul pada saat Bank

membeli barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud ‘barang’ adalah proyek infrastruktur dan atau

hasil industri manufaktur.

Huruf b sampai dengan huruf d

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat 3 …

Page 168: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 9 -

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Pembiayaan Istishna’ paralel muncul pada saat Bank memesan barang

untuk dijual kembali kepada pihak lain.

Ayat (2)

Huruf a

Nasabah adalah termasuk nasabah produsen, pemasok atau

penyedia.

Huruf b sampai dengan huruf f

Cukup jelas

Pasal 15

Huruf a

Yang dimaksud ‘barang’ adalah barang bergerak atau tidak bergerak

yang dapat diambil manfaat sewa.

Huruf b dan huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural sesuai

kesepakatan dituangkan dalam Akad

Huruf e …

Page 169: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 10 -

Huruf e

Akad mewakilkan kepada nasabah di buatkan secara terpisah dari

Akad Ijarah

Huruf f dan huruf g

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan IMBT adalah Ijarah dengan janji (wa’ad)

yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan

kepemilikan kepada penyewa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Huruf a sampai dengan huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Kondisi “nasabah tidak mampu” adalah ketidak mampuan nasabah

terhadap hal-hal di luar kemampuan nasabah karena musibah bencana

alam atau krisis perekonomian nasional yang ditetapkan sebagai krisis

oleh pemerintah.

Huruf f dan huruf g

Cukup jelas

Huruf h …

Page 170: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 11 -

Huruf h

Dalam rangka kehati-hatian pemberian pinjaman Qardh untuk kegiatan

usaha yang bersifat talangan dana komersial, Bank dapat meminta

agunan kepada nasabah.

Pasal 19

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan oleh Bank dalam

rangka penagihan hak Bank yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah.

Huruf c sampai dengan huruf f

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Badan arbitrase syariah yang digunakan adalah badan arbitrase syariah

yang berdomisili paling dekat dengan kantor Bank yang bersangkutan

atau yang ditunjuk sesuai kesepakatan Bank dan nasabah.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) …

Page 171: ANALISIS PENERAPAN FATWA DSN-MUI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21714/2/MUIS... · TENTANG TA’WIDH PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI PT BANK ... F. Metode Penelitian

- 12 -

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4563