Upload
buikhue
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi
oleh penulis dalam penelitian ini :
1. Faradila A. Salim (2015)
Meneliti tentang “Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalam
mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin
Manado”. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jenis data
penelitian ini menggunakan data kualitatif berupa data sekunder mengenai sejarah
perusahaan, sistem informasi akuntansi dan pengendalian intern pemberian kredit
pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung
pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado
sudah dijalankan dengan baik.
Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang membahas tentang
peran pengendalian internal dalam sektor perbankan. Metode penelitian
menggunakan metode deskriptif.
Perbedaan: Penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada seluruh bagian
kredit, sedangkan penelitian sekarang memfokuskan penelitian pada kredit
9
konsumsi. Penelitian terdahulu dilakukan pada PT. Bank Bukopin Cabang
Manado, sedangkan Penelitian yang sekarang dilakukan pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
2. Maznifar Amriassyifa (2013)
Meneliti tentang “Pengaruh faktor prosedur audit internal terhadap efektivitas
pemberian kredit pada Bank Perkreditan Rakyat (studi empiris Bank Perkreditan
Rakyat di kabupaten Jember)”.Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan
teknik purposive sampling dalam menentukan sampel. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa komponen dari prosedur internal audit yang terdiri dari
perencanaan audit, pengujian dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil
audit, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh positif terhadap variable
efektivitas pemberian kredit. Penelitian ini hanya menggunakan kuisioner dan
darta sekunder yang berkaitan dengan sejarah objek penelitian sebagai alat
pengumpulan data.
Persamaan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit internal
terhadap efektifitas kredit.
Perbedaan: Obyek penelitian terdahulu pada Bank Perkreditan Rakyat di
Kabupaten Jember, sedangkan obyek penelitian sekarang pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya. Penelitian terdahulu
menggunakan fokus penelitian pada bagian pemberian kredit, sedangkan
penelitian yang sekarang fokus pada bagian kredit konsumsi.
10
3. Ni Made Diah Dianawati dan Wayan Ramantha (2013)
Meneliti tentang “Pengaruh independensi, keahlian professional, dan pengalaman
kerja auditor internal terhadap efektivitas struktur pengendalian internal Bank
Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar” Pengumpulan data dilakukan melalui
dokumentasi dan kuisioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi
linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, keahlian
professional, dan pengalaman kerja auditor internal (badan pengawas)
berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal pada Bank
Perkreditan Rakyat di kabupaten Gianyar.
Persamaan: Penelitian ini membahas topik peran auditor internal dan
pengendalian internal dalam sektor perbankan.
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan variabel independensi, keahlian
professional, dan pengalaman kerja auditor internal untuk mengetahui pengaruh
terhadap efektifitas struktur pengendalian internal, sedangkan penelitian sekarang
berfokus pada pemeriksaan internal untuk menunjang efektifitas pengendalian
internal pada prosedur kredit konsumsi. Objek yang digunakan pada penelitian
sebelumnya adalah PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar,
sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan objek penelitian di PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
4. Ni Wayan Wedayani dan I Ketut Jati (2012)
Meneliti tentang “Efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor
dalam pengawasan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kecamatan Rending,
Selat, Sidemen, dan Manggis Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali”. Penelitian
11
dilakukan dengan menggunakan data primer berupa penyebaran kuisioner kepada
ketua LPD, kasir, dan tata usaha yang terkait langsung dengan pemberian kredit.
Dari 51 LPD aktif yang ada di Kecamatan Rendang, Selat, Sidemen, dan
Manggis, sebanyak 44 LPD atau 86,27% tingkat efektivitas fungsi badan
pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan terhadap pemberian kredit
telah dilaksanakan secara efektif dan sisanya sebanyak 7 LPD atau 13,73% tingkat
efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan
terhadap pemberian kredit dilaksanakan kurang efektif.
Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama
menggunakan variabel peran internal auditor.
Perbedaan: Penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungsi
badan pengawas sebagai auditor internal terhadap pemberian kredit, sedangkan
penelitian sekarang bertujuan untuk mengetahui peran auditor internal dalam
efektivitas pengendalian internal kredit konsumsi. Sampel yang digunakan dalam
penelitian terdahulu adalah Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD), sedangkan
sampel yang digunakan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
5. Bambang Pamungkas (2012)
Meneliti tentang “Peranan internal audit dalam meningkatkan pengendalian intern
piutang studi kasus pada PT. Vaksindo Satwa Nusantara”. Penelitian ini berfokus
pada peran audit internal dalam pengendalian intern piutang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa peranan internal audit PT. Vaksindo Satwa Nusantara telah
berjalan cukup baik dalam pengendalian intern piutang, Dengan demikian peran
12
internal audit dalam perusahaan untuk menilai efektivitas pengendalian internal
piutang telah berjalan dengan baik.
Persamaan: Penelitian ini menggunakan topik peran auditor internal dan
pengendalian internal.
Perbedaan: Penelitian terdahulu peneliti mencoba untuk mengetahui peran
auditor internal dalam pengendalian internal pada bagian piutang perusahaan,
sedangkan peneliti saat ini mencoba untuk meneliti peran audit internal dalam
efektifitas pengendalian internal kredit konsumsi bank. Objek penelitian yang
digunakan dalam penelitian terdahulu adalah perusahaan produsen vaksin dan
obat hewan yang diperuntukkan bagi hewan peliharaan yaitu PT. Vaksindo Satwa
Nusantara, sedangkan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat
Indonesia di Surabaya (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
2.2 Landasan Teori
Berikut ini beberapa teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian
ini, yaitu :
2.2.1 Pemeriksaan Internal
Menurut Board of Directors Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 1999
mendefinisikan audit internal adalah sebagai berikut : internal auditing is an
independent, objective assurance and consulting activity designed to add value
and improve an organization’s operations. Its help an organization accomplish its
objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve
the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Maksud
dari definisi tersebut adalah sebagai berikut : pemeriksaan intern adalah aktivitas
13
pengujian yang memberikan keandalan atau jaminan yang independen, objektif,
dan aktifitas konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan
melakukan perbaikan terhadap operasi organisasi. Aktivitas tersebut membantu
organisasi dalam mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis, disiplin
untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan keefektifan manajemen risiko,
pengendalian dan proses yang jujur, bersih, dan baik. (Akmal, 2009: 12)
Sukrisno Agoes (2013 : 204) menyatakan bahwa pemeriksaan internal
adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan,
terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan
terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan
terhadap peraturan pemerintahan dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang
berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan bidang perpajakan, pasar
modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-lain.
Ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.
2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2013:205) tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh
internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen)
dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilian,
saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai
tujuan tersebut , internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut :
a) Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan
dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern, dan
14
pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian
yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-
prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
c) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggung jawabkan
dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian,
kecurangan, dan penyalahgunaan.
d) Memastikan bahwa pengelola data yang dikembangkan dalam
organisasi dapat dipercaya.
e) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang
diberikan oleh manjemen.
f) Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi
agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu,
pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran-
saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang
efektif dengan biaya yang wajar (Hiro Tugiman, 1997: 11).
2.2.3 Wewenang dan Tanggung Jawab Auditor Internal
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyatakan secara terperinci mengenai
tanggung jawab auditor internal dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) (2001 : 322) auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa
analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan, rekomendasi dan informasi kepada
15
manajemen entitas dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan
tanggung jawab tersebut. Auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang
berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000 : 21) tanggung jawab auditor
internal adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan
aktivitas-aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan
untuk pemeriksaan semua unit perusahaan, menyajikan program yang telah dibuat
untuk persetujuan. Secara garis besar dan tanggung jawab seorang auditor internal
di dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atas
kelemahan-kelemahan yang ditemukannya.
2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan
untuk mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan.
2.2.4 Kedudukan dan Peran Auditor Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2013: 222) ada empat alternatif kedudukan auditor
dalam struktur organisasi yaitu:
1. Bagian internal audit berada dibawah direktur keuangan (sejajar dengan
bagian akuntansi keuangan).
2. Bagian internal audit merupakan staf direktur utama.
3. Bagian internal audit merupakan staf dari dewan komisaris.
4. Bagian internal audit dipimpin oleh seorang internal audit director.
Peran auditor internal bisa sangat membantu manajemen dengan
mengevaluasi sistem pengendalian dan menunjukkan kelemahan-kelemahan
16
dalam pengendalian internal. Bukti ketaatan terhadap kebijakan, prosedur,
peraturan, atau undang-undang yang sudah ditetapkan, baik oleh manajemen
maupun pemerintah terletak pada pedokumentasian yang layak. Jika sistem
pengendalian didokumentasikan dengan baik, suatu organisasi dapat lebih siap
mematuhi peraturan-peraturan yang relevan. Dalam mengevaluasi pengendalian
internal, auditor internal harus mengingat bahwa pengendalian dirancang untuk
mencapai tujuan mereka (Wuryan Andayani, 2008: 58).
2.2.5 Program Pemeriksaan Internal
Program audit merupakan alat yang menghubungkan survey pendahuluan dengan
pekerjaan lapangan. Dalam survey pendahuluan, auditor internal mengidentifikasi
tujuan operasi, risiko, kondisi-kondisi operasi, dan kontrol yang diterapkan.
Dalam pekerjaan lapangan, auditor mengumpulkan bahan bukti tentang efektifitas
sistem pengendalian, efisiensi operasi, pencapaian tujuan, dan dampak risiko
terhadap perusahaan. Dengan demikian progam audit internal digunakan sebagai
pedoman bagi auditor untuk melaksanakan auditnya dan mengumpulkan bahan
bukti (Wuryan Andayani, 2008:93). Menurut Hiro Tugiman (1997 : 58) program
audit haruslah mencakup :
1. Membuktikan prosedur pemeriksaan dalam pengumpulan, analisis,
penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama
pemeriksaan.
2. Menetapkan tujuan pemeriksaan.
3. Menentukan lingkup dan tingkat pengujian yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pemeriksaan.
17
4. Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang
akan diteliti.
5. Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.
6. Merupakan persiapan awal pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan, dan
perubahan bila dipandang perlu selama pemeriksaan.
2.2.6 Efektifitas
Efektifitas yaitu melakukan hal yang benar (doing the right things). Efektifitas
menekankan hasil aktual dari dampak atau kekuatan untuk menghasilkan dampak
tertentu. Sesuatu bisa jadi efektif tetapi tidak efisien atau ekonomis. Program
untuk membuat sistem menjadi lebih efisien atau ekonomis juga bisa menjadi
lebih efektif (Wuryan Andayani, 2008:96).
Handoko (2001:44) mengemukakan efektifitas merupakan kemampuan
untuk memilih tujuan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas berhubungan dengan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.7 Pengendalian Internal
Horngern, Walter, dan Linda (2006:372) mendefinisikan pengendalian internal
sebagai suatu perencanaan organisasi dan semua tindakan yang terkait diterapkan
oleh suatu entitas untuk menjaga aktiva, mendorong karyawan untuk mengikuti
kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasi dan memastikan keandalan
pencatatan akuntansi. Menurut Committee of Sponsoring Organizations Report
(COSO) dalam Amin Widjaja Tunggal (2000:70) pengertian pengendalian
internal adalah sebagai berikut : Internal control is a process, effected by an
18
entity’s of directors, management, and other personnel, designed to provide
reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following
categories :
1. Reliability of financial reporting
2. Compliance with applicable laws and regulations, and
3. Effectiveness and efficiency of operations.
Maksud dari definisi tersebut bahwa pengendalian internal adalah proses yang
dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, personalia lainnya yang disusun
untuk memberikan jaminan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut
ini :
1. Efektifitas dan efisiensi kegiatan
2. Dapat dipercayanya laporan keuangan, dan
3. Kesesuaian dengan undang-undang dan aturan yang ditetapkan.
2.2.8 Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Sawyer dalam Wuryan Andayani (2008 : 49) mengatakan bahwa terdapat lima
komponen pengendalian internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO
(Committee of Sponsoring Organization) atau disebut dengan pengendalian
COSO. Kelima komponen tersebut adalah :
1. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah menggambarkan keseluruhan sikap
organisasi yang mempengaruhi kesadaran dan tindakan personel organisasi
mengenai pengendalian.
19
2. Penentuan risiko
Penentuan risiko meliputi penentuan risiko di semua aspek organisasi
penentu kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko, serta pertimbangan
tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian
organisasi bekerja secara harmonis.
3. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat oleh
manajemen. Aktivitas pengendalian tersebut meliputi persetujuan,
tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian,
rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dan jujur, dan audit internal.
4. Informasi dan Komunikasi
Komunikasi dan informasi tentang operasi pengendalian internal
memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk
mengevaluasi efektifitas pengendalian dan untuk mengelola operasi.
5. Pengawasan
Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi
yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian
manajemen.
20
2.2.9 Pengendalian Internal dalam Perbankan
Beberapa bentuk aplikasi dari Internal Control dalam Perbankan dapatlah
diuraikan sebagai berikut : (Teguh Pudjo Muljono, 1987: 25)
1. Division of Duties
Division of Duties dalam kegiatan Perbankan ini dapat berupa pemisahan
fungsi-fungsi administratif, operasionil dan fungsi penyimpanan. Di
samping itu pembagian wewenang ini juga dapat dibedakan dari tingkatan
jabatan yang ada.
2. Dual Control
Pengertian dari Dual Control di sini, dapat diartikan sebagai kegiatan
pengecekan kembali atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh
petugas sebelumnya untuk menetapkan,
1. Apakah petugas yang pertama tersebut, telah bertindak sesuai dengan
batasan-batasan wewenangnya untuk menangani transaksi yang telah
dilakukan,
2. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut telah dicatat,
dibukukan, diadministrasikan dengan prosedur yang benar.
3. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut, telah diselesaikannya
dengan prosedur yang benar.
Adanya Dual Control yang memadai ini, juga merupakan element internal
control yang penting harus dievaluasi oleh Bank Auditor apakah telah
memadai atau belum.
21
3. Joint Custody/Dual Custody
Di dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh suatu bank, banyak
mengelola berbagai barang-barang berharga yang sangat likuid (mudah
sekali dicairkan). Mulai dari uang tunai sendiri, bermacam-macam Bank
Note (mata uang valuta asing), bilyet saham obligasi, sertifikat barang
jaminan ataupun formulir surat berharga yang belum terpakai. Misalnya,
formulir traveller check dan lain-lain. Untuk menjaga berbagai
kemungkinan dari pemegang kunci/kombinsi kode-kode pintu besi dan
strong room tersebut, maka perlulah dibuat suatu sistem pemegang kunci
lebih dari satu orang. Kalau mungkin, para pemegang kunci tersebut
adalah orang yang mempunya perbedaan fungsi di kantornya. Sehingga
kalau seseorang akan membuka pintu khasanah, maka diperlukan
pemegang kunci yang lainnya harus hadir.
4. Mandatory vacation
Sebagian orang memperkirakan bahwa cuti merupakan hak dari setiap
karyawan. Oleh karena itu, ia bebas menggunakan hak cuti tersebut , atau
kata lain boleh cuti dan boleh juga tidak cuti tergantung pada yang
bersangkutan. Ada pula sebagian mengatakan karyawan yang tidak pernah
cuti mempunyai loyalitas yang tinggi. Pendapat itu semua adalah salah,
sebab cuti disamping hak, juga merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh semua karyawan/pejabat.
22
5. Number Control
Seperti telah dikemukakan di muka bahwa sifat pekerjaan di dunia bank
sebagian besar berupa pekerjaan administrative/elerical works yang terus
menerus dari hari ke hari. Dan sesuai dengan sifatnya ini, sudah tentu
berbagai jenis mungkin pula ribuan jenis formulir akan digunakan untuk
melaksanakan berbagai transaksinya. Agar arus pekerjaan dan pemakaian
dsri formulir-formulir kerja tersebut disusun secara prenumbered.
6. Outside Activities of Bank Personnel
Kegiatan pegawai bank di luar pekerjaannya perlu pula diatur sedemikian
rupa, hingga memberikan dampak positif bagi bank yang bersangkutan.
Semua kegiatan pegawai bank di luar jam dinas sebaiknya sepengetahuan
dari atasan pegawai masing-masing, sebab banyak kegiatan di luar jam
kerja yang akan memberikan dampak negative terhadap bank yang
bersangkutan.
7. Rotation of Duty Assignment
Sebagaimana halnya dalam pelaksanaan cuti, maka mutasi pegawa, pejabat
bank juga mempunyai pengaruh yang positif baginya untuk
menghilangkan berbagai kejenuhan bekerja secara routine untuk jngka
waktu yang relative lama, yang memungkinkan seseorang mengalami
depresi mental sehingga yang bersangkutan akan apatis dan kehilangan
self motivatif untuk memajukan usahanya / maupun dirinya sendiri. Tujuan
lain dari mutasi jabatan yaitu untuk menghilangkan akibat-akibat negatif
antara lain :
23
1. Untuk menghindarkan seorang pejabat bank menguasai suatu
pekerjaan secara terus menerus, yang memungkinkan ia untuk
menyembunyikan suatu manipulasi. Maka dengan dimutasikannya
yang bersangkutan ke tempat lain sudah tentu ada petugas yang lain
yang menggantikannya, sehingga apabila terjadi kejanggalan-
kejanggalan akan segera diketahui.
2. Dengan menduduki suatu jabatan yang terlalu lama maka seseorang
dapat membentuk suatu persekongkolan baik disengaja ataupun tidak
sengaja (self dealing) yang dapat merugikan bank, dengan adanya
mutasi tersebut maka segala bentuk persekongkolan (collusion) dapat
dipatahkan secara otomatis.
3. Dengan adanya mutasi ini, hubungan baik dengan para debitur /
maupun pihak extern ini juga akan mengakibatkan timbulnya self
dealing yang mengorbankan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat.
8. Independence Balancing
Dari hasil praktek sistem akuntansi yang baik di suatu bank, akan
diperoleh keseimbangan secara otomatis antara saldo suatu rekening
dengan rekening lainnya selama pencatatan, klasifikasi, pelaporan
transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan benar. Dari accounting
equation (persamaan akuntansi) ini dapat dimanfaatkan untuk alat control
yaitu menilai keseimbangan-keseimbangan tersebut. Hal-hal yang perlu
diperhatikan auditor dalam mengecheck independence balancing pada
proses accounting secara manual, dapat membandingkan angka-angka
24
buku besar yang dibuat oleh bagian accounting. Sedangkan perincian-
perincian buku besar harus dibuat oleh bagian operasional yang mengelola
pos rekening tersebut, dan tiap sore harus dibandingkan apakah telah
terdapat kecocokan.
2.2.10 Indikasi Keberhasilan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal
dalam Perbankan
Menurut Tjukria P. Tawaf (1999 : 49) sebagai indikasi dari keberhasilam
pelaksanaan pengendalian bisa dilihat antara lain:
1. Menurunnya angka pengaduan atau keluhan nasabah.
2. Menurunnya angka penyelewengan dan kebocoran.
3. Berkurangnya kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan pekerjaan.
4. Berkurangnya frekuensi audit khusus pada umumnya ataupun
berkurangnya kasus-kasus khusus.
5. Meningkatnya keterampilan pegawai bank dalam pelaksanaan pekerjaan.
6. Meningkatnya efisiensi pelayanan bank.
7. Meningkatnya disiplin kerja pegawai yang diimbangi pula dengan
meningkatnya kegairahan, prestasi dan produktivitas kerjanya.
8. Dan akhirnya, meningkatnya kesehatan bank secara keseluruhan.
2.2.11 Pengendalian Internal Kredit
Pengendalian internal kredit meliputi unsur-unsur pengendalian internal berupa
penelaahan dan penekanan pada tujuan pengendalian yang ingin dicapai
perusahaan. Menurut La Midjan (1994 : 355) memuat prinsip-prinsip-prinsip
sebagai berikut :
25
1. Perlu adanya pemisahan fungsi antara :
a. Fungsi pembahasan kredit pada bagian analisa kredit.
b. Fungsi realisai kredit pada bagian penyelenggaraan kredit atau
administrasi kredit.
c. Fungsi pengawasan kredit berada pada bagian pengawasan kredit.
2. Perlu disusun pencatatan dan pelaporan harian yang baik dan tepat waktu
mengenai posisi dana dengan kredit.
3. Perlu penyusunan ikhtisar mutasi bulanan.
4. Perlu pelaksanaan investarisasi fisik dalam waktu yang pendek berikut
pengawasan administrasi.
5. Perlu diciptakan peraturan-peraturan intern yang akan menjamin
keamanan atau kelayakan, baik bersifat preventif maupun represif.
6. Penandatanganan surat-surat berharga oleh dua orang pejabat.
7. Perlu disusun sistem pencatatan dan pengarsipan surat-surat dan berkas
pemberian kredit berikut rekening-rekening giro, kredit dan lain-lain.
2.2.12 Kredit
Menurut Anwar (2002 : 14) kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu
pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada jangka
waktu tertentu pada masa yang akan datang disertai dengan kontraprestasi (balas
jasa) yang berupa uang. Undang-undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998
menyatakan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam menulasi utangnya
26
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2005: 92).
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit menurut
Kasmir (2005 : 94) adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan
(berupa uang, barang, atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa
tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana
sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik
secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang
kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2. Kesepakatan
Disampimg unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara si pemberi dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini
dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak
menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu
ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka
waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
4. Resiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu
resiko tidak tertagih atau macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu
27
kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini
menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang
lalai, maupun oleh resiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana
alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan
lainnya.
5. Balas jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut
yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan
biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi
bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan
bagi hasil.
2.2.13 Tujuan dan Fungsi Kredit
Menurut Kasmir (2005:95) Pemberian suatu fasilitas kredit mempunya tujuan
tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank
tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain :
1. Mencari keuntungan
Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil
tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai
balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang
terus menerut menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut
akan dilikuidir (dibubarkan).
28
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan
dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan
dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti
adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai
berikut : (Kasmir. 2005: 97)
1. Untuk meningkatkan daya guna uang.
Kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya
disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.
Diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan
barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke
wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang
dari daerah lainnya.
29
3. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur
untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau
bermanfaat.
4. Meningkatkan peredaran barang.
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu
wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari
satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula
meningkatkan jumlah barang yang beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
Memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena
dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang
diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam
mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga
meningkatkan devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha.
Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan
berusaha, apa lagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk
membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja
sehingga, dapat pula menurangi pengangguran. Disamping itu bagi
30
masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya
seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa
lainnya.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan
antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberi kredit oleh
negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.
2.2.14 Prinsip-prinsip pemberian kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa
kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh
dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria penilaian
yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar
menguntungkan dilakukan dengn analisis 5 C dan 7 P. Adapun penjelasan untuk
analisis 5 C kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2005: 104) :
1. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar
belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun
yang bersifat pribadi.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang
dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur
dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan
31
pemerintah. Begitu pula dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya
selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam mengembalikan
kredit yang disalurkan.
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus
dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Colleteral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang
diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi
suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan
secepat mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik
sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta
prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang
usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik,
sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
32
Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai
berikut :
1. Personality
Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari-
hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi,
tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2. Party
Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalita serta
karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan
tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose
Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit
dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja
atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.
4. Prospect
Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek
atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit
yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi
akan tetapi juga nasabah.
33
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk
pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur
maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi
akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
6. Profitability
Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari period eke periode apakah akan tetap sama
atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang
akan diperoleh.
7. Protection
Menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.
2.2.15 Jenis-jenis Kredit
Kredit yang dinerikan oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk
masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Menurut Kasmir (2005: 99) secara umum
jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain :
1. Dilihat dari segi kegunaan
a. Kredit investasi
Kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek atau pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk
34
suatu periode yang relative lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini
adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
b. Kredit modal kerja
Kredit yang digunakan untuk keperluan peningkatan produksi dalam
operasionalnya. Contoh : kredit modal kerja diberikan untuk membeli
bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang
berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja
merupakan kredit yang dicarikan untuk membantu kredit investasi yang
sudah ada.
2. Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau
investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan
sesuatu baik berupa barang maupun jasa.
b. Kredit konsumtif
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.
Kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan
karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau
badan usaha.
c. Kredit perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagang yang
35
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan
tersebut. Kredi ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen
perdagangan yang akan membeli baramg dalam jumlah tertentu.
3. Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari
satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk
keperluan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga
tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa bank
mengklasfikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.
c. Kredit jangka panjang
Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yaitu di atas tiga
tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi
jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, atau manufaktur,
dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
4. Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut
dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap
kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan
si calon debitur.
36
b. Kredit tanpa jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit
jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta
loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang
bersangkutan.
5. Dilihat dari segi sektor usaha
a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sector
perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa
jangka pendek atau jangka panjang.
b. Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu
yang relative pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit
jangka panjang seperti kambing atau sapi.
c. Kredit industri , yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik
untuk industri kecil, menengah, atau besar.
d. Kredit pertambangan, yaitu kredit untuk usaha tambang yang dibiayai,
biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau
tambang timah.
e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun
sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk
pada mahasiswa yang sedang belajar.
f. Kredit profesi, diberikan kepada kalangan profesional seperti dosen,
dokter, atau pengacara.
37
g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau
pembelian perumahan.
2.2.16 Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi (pada sebagian bank disebut Consummers Credit) adalah kredit
yang diberikan bank untuk keperluan pembelian barang kebutuhan yang sifatnya
jangka panjang seperti rumah, kendaraan bermotor (mobil dan motor), bahkan
untuk peralatan rumah tangga seperti kulkas, Tv, dan lainnya. Pemberian kredit
konsumsi harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan nasabah,
khususnya penghasilannya (gaji dan lainnya) yang harus cukup untuk membayar
cicilan tetap selama kredit berjalan. Lazimnya calon dianggap cukup mampu
apabila yang dipakai untuk cicilan kredit < 40% dari gajinya. Artinya dianggap
sisa gaji sebesar 60% masih cukup untuk biaya hidup yang bersangkutan dengan
keluarganya. Angka 40% tersebut tidak mutlak, karena semakin tinggi
penghasilan persentase tersebut dapat pula menjadi lebih rendah. Disamping itu
share nasabah harus disetor tunai (antara 20% s/d 40%) umumnya dengan
memperhitungkan suku bunga secara flat. Jadi kalau suku bunga setahun
ditetapkan 10% maka 5 tahun bunganya menjadi 50%. Pokok ditambah bunga
dibagi jangka waktu kredit adalah cicilan yang harus dibayar oleh debitur Selain
dengan sistem bunga flat, ada juga yang melakukannya dengan perhitungan bunga
berdasarkan sisa hutang (baki debet), namun tetap dengan cicilan pokok dan
bunga yang jumlahnya sama setiap bulan (anuitet). Sistem mana yang dipakai
sepenuhnya sesuai kebijakan bank yang bersangkutan, cara mana yang dipandang
lebih praktis dan lebih menguntungkan. Persaingan yang semakin tajam,
38
cenderung memaksa bank mengenakan bunga yang lebih ringan sehingga semakin
banyak bank yang menerapkan suku bunga riil berdasarkan sisa hutang (Z.Dunil,
2005:309).
Menurut Kasmir (2005:100) kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan
untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang
atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh
seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perunmahan, kredit
mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.
2.2.17 Alasan Kegagalan Kredit
Menurut Teguh Pudjo Muljono (1987 : 98) sebab-sebab kegagalan kredit adalah:
1. Adanya Self Dealing : yaitu adanya Vested Interest (kepentingan pribadi)
dari para eksekutif bank dalam memutuskan kreditnya sehingga tidak
obyektif lagi dan melanggar prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Self
dealing ini erat hubungannya dengan masalah mental yang kurang baik
dari pejabat kredit bank.
2. Tidak terdapatnya kebijaksanaan kredit yang sehat (Non Existence of
Sound lending Policies) yaitu ketidakadaan perencanaan kredit maupun
ketidakaadaan pedoman dalam pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan
yang sehat serta tidak adanya pedoman atau dasar/teknik yang realistik
dalam pemutusan pemberian kredit oleh suatu bank kepada para
nasabahnya.
3. Incomplete Credit Information, yaitu jeleknya management information
system, baik dari lingkungan bank itu sendiri maupun informasi-informasi
39
yang menyangkut kegiatan usaha nasabah yang bersangkutan. Akan
mengakibatkan analisa pemutusan kredit didasarkan informasi-informasi
yang tidak lengkap hingga mengakibatkan keputusan yang salah.
4. Failure to Obtain or Enforce liquidation agreement, yaitu
ketidakmampuan untuk memperoleh atau mengambil tindakan likuidasi
sesuai isi perjanjian kredit yang disebabkan mungkin posisi yuridis bank
yang tidak menguntungkan, tidak lengkapnya dokumen yang menyangkut
legalitas nasabah dan seterusnya.
5. Technical Incompetency, yaitu kurangnya kemampuan teknis para pejabat
kredit dalam menganalisa permohonan kredit sehingga menghasilkan
keputusan-keputusan yang salah, begitu juga kurangnya kemampuan
teknis para pengelola kredit sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
pengelolaan kredit.
6. Poor Selection of Risk, yaitu ketidakmampuan eksekutif kredit dari bank
yang bersangkutan dalam melakukan seleksi resiko dalam pemberian
kredit kepada para nasabahnya.
7. Overfinancing Underfinancing, yaitu ketidakmampuan pengelolah kredit
dalam memberikan kredit dalam memberikan kredit dalam jumlah sesuai
dengan kebutuhan, baik ditinjau dari jumlahnya maupun ditinjau dari
waktunya, mungkin pemberian kredit terlalu lambat ataupun juga terlalu
cepat.
40
8. Lack of Supervising. Banyak pinjaman yang cukup sehat pada saat kredit
diberikan tetapi karena tidak adanya pengawasan yang efektif, maka
kredit-kredit tersebut menjurus kearah kredit macet dan lain-lain.
Jika diteliti lebih mendalam sebab-sebab kegagalan kredit di atas terlihat
terutama disebabkan karena lemahnya internal kontrol. Oleh karena itu dalam
audit ini auditor bank perlu memberikan perhatian yang besar pada penilaian
Internal Control bidang perkreditan apakah telah memadai atau belum.
Dalam upaya menekan atau meminimalisir kegagalan dalam pemberian
kredit Bank Indonesia pada tanggal 31 Juli 1995 telah mengeluarkan SE
No.27/7/UPDB yang menetapkan tentang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
perkreditan bank pada setiap bank umum. Ada enam hal yang perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) tersebut yaitu:
1. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan
Untuk menghindari kegagalan dalam pemberian kredit maka dalam
pemberian kredit tersebut setiap bank wajib memiliki pokok-pokok
peraturan mengenai tata cara pemberian kredit kepada pihak yang
terkait dengan bank dan debitur besar tertentu, kredit yang mengandung
risiko yang tinggi serta kredit yang perlu dihindari, untuk memantau
kualitas kredit yang diberikan tersebut, bank juga diharuskan
melakukan penilaian kolektibilitas kredit sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
41
2. Organisasi dalam manajemen perkreditan
Untuk lebih mendukung pemberian kredit yang sehat dan telah
mengandung unsur pengendalian intern mulai tahap awal proses
kegiatan perkreditan, maka setiap bank juga wajib memiliki Komite
Kebijakan Perkreditan (credit policy committee) dan komite ini
mempunya tugas membantu direksi bank dalam merumuskan
kebijaksanaan, memantau perkembangan dan kondisi portofolio
perkreditan serta memberikan saran-saran langkah perbankan.
3. Kebijakan persetujuan kredit
Persetujuan pemberian kredit merupakan langkah yang kritis dalam
proses perkreditan oleh karena itu bank diwajibkan memiliki
kebijaksanaan persetujuan kredit yang sekurang-kurangnya mencakup
konsep hubungan total permohonan kredit (Total Credit Relationship
Concept), penetapan batas wewenang kredit, tanggungjawab pejabat
pemutus kredit, proses persetujuan kredit, perjanjian kredit dan proses
persetujuan pencairan kredit.
4. Dokumentasi dan administrasi kredit
Bank harus menetapkan jenis-jenis dokumen yang diperlukan sesuai
dengan jenis kredit yang diberikan, serta harus memastikan keabsahan
dan legalitas setiap dokumen kredit yang diterbitkan oleh bank maupun
yang diterima dari nasabah. Selanjutnya dokumen kredit tersebut harus
disimpan dengan aman dan tertib. Tata cara penggunaan atau
42
pengambilan dokumen kredit dari tempat penyimpanan harus
mengandung unsur pengamanan ganda.
5. Pengawasan kredit
Mengingat perkreditan merupakan salah satu kegiatan usaha bank yang
mengandung kerawanan yang dapat merugikan bank yang pada
gilirannya dapat berakibat pada kepentingan masyarakat penyimpan
dana dan pengguna jasa perbankan, maka setiap bank wajib
menerapkan dan melaksanakan fungsi pengawasan kredit yang
menyeluruh. Setiap bank harus mempunyai struktur pengendalian intern
yang memadai dalam perkreditan yang mampu menjamin bahwa dalam
pelaksanaan perkreditan dapat dicegah terjadinya penyalahgunaan
wewenang oleh berbagai pihak yang dapat merugikan bank dan
terjadinya praktik pemberian kredit yang tidak sehat.
6. Penyelesaian kredit bermasalah Didalam proses perkreditan bank akan
selalu dihadapkan pada risiko timbulnya kredit bermasalah yang selalu
harus diwaspadai dan sedapat mungkin dapat dicegah. Dalam upaya
untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap kredit-kredit
yang akan atau di duga akan merugikan bank, maka bank wajib
melakukan pengawasan secara khusus dan secara berkala wajib
melakukan evaluasi terhadap daftar kredit dalam pengawasan khusus
tersebut serta hasil penyelesaiannya. Apabila jumlah seluruh kredit
yang kolektabilitasnya tergolong diragukan dan macet telah mencapai
43
7,5% atau kriteria lain yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia maka
bank wajib untuk:
a. Melaporkan kredit bermasalah ke Bank Indonesia
b. Membentuk satuan kerja penyelesaian kredit bermasalah
c. Menyusun program penyelesaian kredit bermasalah
d. Melaksanakan program penyelesaian kredit bermasalah
e. Melakukan evaluasi efektivitas program penyesuaian kredit
bermasalah.
2.2.18 Tujuan Pemeriksaan Substantif atas Kredit Konsumsi
Menurut Z. Dunil (2005 : 309) tujuan pemeriksaan mencakup hal-hal sebagai
berikut :
1. Untuk meyakini bahwa prosedur analisa dan keputusan pembelian kredit
konsumsi telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
(termasuk aspek pengendalian intern yang built in dalam prosedur,
memperhatikan risiko yang akseptabel bagi bank).
2. Untuk meyakini bahwa perhitungan besarnya limit kredit telah sesuai
dengan batasan yang ditetapkan.
3. Untuk meyakini bahwa pencairan kredit atau penyerahan barang kepada
debitur dilakukan setelah semua dokumen perkreditan menyangkut
perjanjian kredit, pengikatan jaminan, dan dokumenkredit lainnya telah
dilaksanakan seluruhnya.
4. Untuk meyakini bahwa cicilan kredit dilakukan sesuai jadwal yang
disepakati.
44
5. Untuk melihat kemungkinan adanya penyimpangan baik yang dilakukan
petugas atau pejabat maupun nasabah yang dapat merugkan bank.
6. Untuk menilai apakah pemberian kredit konsumsi secara keseluruhan
cukup menguntungkan bagi bank, bagaimana tingkat pengembalian
kreditnya (recovery rate) apakah lebih baik dibandingkan kredit lainnya.
7. Catatan :
Sering dijumpai bahwa dalam penyaluran kredit konsumsi, bank
bekerjasama dengan pihak ketiga seperti developer, dealer kendaraan,
supplier/vendor tertentu. Apabila terdapat kerjasama seperti itu, maka
tujuan audit hendaknya mencakup pula hal-hal sebagai berikut : untuk
meyakini bahwa kerjasama dengan dealer atau developer untuk pemberian
kredit konsumsi (untuk kendaraan bermotor maupun kepemilikan rumah)
telah dibuat dengan memperhatikan keterbatasan bank dan tidak bersifat
mutlak, melainkan menurut pertimbangan bank.
2.2.19 Prosedur Pemeriksaan Substantif untuk Kredit Konsumsi
Prosedur pemeriksaan substantive kredit konsumsi dilakukan sebagai berikut : (Z.
Dunil, 2005: 310)
1. Pelajari analisa kredit konsumsi yang dibuat, apakah sudah dilakukan
sesuai dengan pendoman yang mengaturnya, menyangkut besarnya setoran
uang muka, biaya asuransi jaminan, besarnya gaji atau penghasilan
bulanan (minimal) debitur. Dipelajari juga data lain debitur, apakah tinggal
di rumah sendiri atau masih menyewa atau kontrak, apakah ada
penghasilan lain, apakah istrinya bekerja, apakah anak-anak masih
45
sekolah, disekolah pemerintah atau swasta? Semuanya untuk menilai
kemampuan debitur dalam memenuhi cicilan kredit dikaitkan dengan
besarnya sisa gaji dan kebutuhan pengeluarannya. Pedoman umum
mengenai hal ini, cicilan kredit (termasuk bunga) setiap bulannya haruslah
lebih kecil dari 40% dari gaji atau penghasilan debitur. Dengan persentase
tersebut diperkirakan debitur masih dapat memenuhi kebutuhannya secara
layak (sepanjang jumlah gaji minimal yang disyaratkan terpenuhi).
Analisis atau perhitungan resiko kredit untuk kredit konsumsi lazimnya
dilakukan oleh Kantor Pusat Bank dan kepada Cabang Pelaksana
ditetapkan persyaratan-persyaratan yang seragam yang telah
memperhitungkan tingkat risiko yang akseptabel. Demikian juga
penyusunan profil risiko terhadap kredit konsumsi, lazimnya diberikan
pedoman oleh KP (Satuan Kerja Manajeman Risiko Kredit), sehingga
Cabang dapat menyusun profil risiko debitur kredit konsumsi berdasarkan
data yang ada di cabang. Dalam realisasinya di Cabang Pelaksana auditor
perlu memeriksa apakah persyaratan yang ditetapkan telah dipatuhi
sebagaimana mestinya. Penyimpangan dari persyaratan yang ditetapkan
dapat menyebabkan risiko pemberian kredit menjadi lebih tinggi dari
risiko yang akseptabel bagi bank. Begitu juga dalam penyusunan profil
risiko kredit konsumsi, auditor perlu mereview apakah telah sesuai dengan
pedoman yang ada.
2. Periksa apakah bukti kepemilikan dari barang yang dibeli secara kredit
berupa sertifikat tanah dan IMB untuk rumah, BPKB, dan Faktur untuk
46
kendaraan bermotor dari developer atau supplier yang bersangkutan. Dan
apakah penyerahan dari developer dan supplier dilakukan dalam waktu
yang wajar? Apakah masih ada yang outstanding atau bukti kepemilikan
yang belum diserahkan melebihi batas waktu yang ditetapkan? Apa
tindakan yang dilakukan bank mengenai keterlambatan tersebut? Apakah
bank mempunyai daftar jaminan yang masih belum diterima dari
developer atau supplier yang selalu update? Apakah jaminan telah
disimpan dengan tertib atau aman? Periksa apakah dokumen peningkatan
jaminan (APHT/Sertifikat Hak Tangguhan untuk rumah dan Jaminan
Fidusia/Kuasa Jual untuk harta gerak lainnya) sudah dipenuhi oleh debitur
sebelum barang diserahkan? Periksa prosedur pelepasan jaminan, apakah
sudah diteliti bahwa kredit benar-benar telah lunas dan tidak mempunyai
kewajiban lainnya kepada bank?
3. Periksa apakah cicilan telah dilakukan dengan tertib, dan apakah telah di
bukukan dengan benar bagian yang menjadi pengurang hutang pokok dan
porsi yang menjadi Laba Rugi.
4. Buatkan daftar kredit konsumsi yang menunggak. Periksa apakah nasabah
yang menunggak telah diingatkan (per-telpon atau surat). Apakah debitur
menunggak telah digolongkan sesuai dengan kolektabilitasnya Dalam
Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL), Diragukan (DR) atau
Macet (M). Tindakan apa yang dilakukan terhadap debitur yang
menunggak?
47
5. Berdasakan penilaian terhadap prosedur, kondisi kualitas kredit konsumsi
dan temuan-temuan penyimpangan yang terjadi umpamanya banyaknya
debitur yang tidak memenuhi syarat sebagainya, auditor hendaknya
menilai kemungkinan-kemungkinan adanya unsur kesengajaan atau fraud
terhadap pemberian kredit konsumsi. Kalau ditemukan gejala kearah
tersebut hendaknya digali lebih dalam, terutama alasan-alasan yang
diberikan analis terhadap penyimpangan yang terjadi.
6. Apakah secara keseluruhan pemberian kredit konsumsi tersebut masih
menguntungkan? Berapa % yang tergolong KL, DR, dan M. Bagaimana
recovery rate dari kredit yang tergolong macet dan berapa lama proses
pengembaliannya rata-rata? Apakah sebab terjadinya NPL pada kredit
konsumsi pada umumnya telah dipelajari oleh auditee? Apakah penyebab
NPL pada kredit konsumsi telah mendapatkan perhatian dari auditee dalam
penilaian pemberian kredit konsumsi berikutnya?
7. Pelajari perjanjian kerjasama antara bank dengan perusahaan atau supplier
yang melakukan kerjasama untuk penjualan produknya dengan memakai
sistem kredit dari bank (biasanya dalam bentuk gentlemen agreement),
menyangkut kewajiban masing-masing pihak. Dalam perjanjian tersebut
periksa apakah ada klausula yang dapat merugikan atau memaksa bank
harus memberikan kredit. Karena pada prinsipnya bank hanya dapat
memberikan kredit berdasarkan pertimbangan sendiri. Bukan hanya
berdasarkan pemenuhan syarat dari calon debitur tetap juga berdasarkan
pertimbangan lain dimana hanya bank yang mengetahuinya a.l tersedianya
48
data atau likuiditas yang cukup, ada prioritas yang lebih tinggi dan
sebagainya. Jadi dalam kerjasama tersebut bank harus bebas memutuskan
memberikan atau menolak suatu permohonan kredit semata-mata
berdasarkan pertimbangan bank. Porsi kredit konsumsi pada suatu bank
harus diatur dan ditetapkan dengan jelas dalam perencanaan kredit agar
tidak memakan porsi kredit lainnya yang lebih diprioritaskan seperti kredit
eksport dan kredit sektor produksi atau perdagangan. Pelajari apakah
dalam perjanjian sudah dimuat adanya pernyataan kewajiban bagi supplier
yang bersangkutan untuk menyelesaikan dokumen kepemilikan dari
barang yang dibeli oleh debitur (sertifikat tanah, IMB, BPKB, dan lainnya)
langsung kepada bank dalam limit waktu tertentu?
49
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, untuk itu disusun
kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini seperti yang tersaji dalam gambar
berikut ini :
Problem Solving
Gambar 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Permasalahan :
Bagaimana peran
pemeriksaan internal
dalam menunjang
efektifitas pengendalian
internal kredit konsumsi
Observasi dan wawancara dengan
Satuan Kerja Audit Intern dan
Bagian Kredit Konsumsi
Peran pemeriksaan internal
Indikator :
1. Independensi
2. Kemampuan profesional
3. Lingkup pekerjaan
4. Pelaksanaan kegiatan
audit
Meningkatkan Efektifitas
Pengendalian Internal
Tidak Meningkatkan
Efektifitas Pengendalian
Internal
Kredit Konsumsi
(Lancar) Kredit Konsumsi
(Macet)
Laporan Keuangan
50
2.4 Proposisi Penelitian
Proposisi dalam penelitian ini adalah: jika pemeriksaan internal dapat
menunjang efektifitas pengendalian internal pada prosedur kredit konsumsi maka
risiko kredit macet yang akan diperoleh oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk. Kantor Wilayah Surabaya adalah kecil.