22
Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor Batubara pada Proses Pemanggangan Saprolit Al-Muntasar, Badrul Munir, Johny Wahyuadi M.Soedarsono 1. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia 2. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia 3. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Nikel ada dialam bebas dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah saprolit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh reduktor batubara terhadap hasil yang didapatkan dari proses pembakaran bijih saprolit dengan menggunakan perbandingan massa yang berbeda. Perbandingan massa saprolit dan reduktor batubara adalah 1:4, 1:3, 1:2, dan 1:1. Proses pemanggangan ini berlangsung selama 60 menit pada suhu 1000 Celsius. Proses pembakaran dikarakterisasi dengan XRD untuk melihat senyawa dan kadarnya. Hasil pengujian menunjukkan peningkatan kadar Ni pemurnian yang tinggi yaitu 10% dengan perbandingan 1:2. Senyawa yang didapatkan dari hasil reduksi yang awalnya berbentuk Lizardit menjadi beberapa hasil reduksi seperti NiS, NiFeO 4 , dan Fe 3 O 4 . Mass Effect Comparison Analysis Between Saprolite and Coal as Reductor on Saprolite Roasting Abstract Nickel exist in the soil in several forms, one of it is the saprolite. The purpose of this study was to determine the influence of the coal reductant to the results obtained from the combustion process saprolite ore using a different mass ratio. Saprolite and reducing agent mass ratio of coal is 1: 4, 1: 3, 1: 2 and 1: 1. The roasting process lasts for 60 minutes at a Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor Batubara pada Proses Pemanggangan Saprolit

Al-Muntasar, Badrul Munir, Johny Wahyuadi M.Soedarsono

1. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

2. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

3. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Nikel ada dialam bebas dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah saprolit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh reduktor batubara terhadap hasil yang didapatkan dari proses pembakaran bijih saprolit dengan menggunakan perbandingan massa yang berbeda. Perbandingan massa saprolit dan reduktor batubara adalah 1:4, 1:3, 1:2, dan 1:1. Proses pemanggangan ini berlangsung selama 60 menit pada suhu 1000 Celsius. Proses pembakaran dikarakterisasi dengan XRD untuk melihat senyawa dan kadarnya. Hasil pengujian menunjukkan peningkatan kadar Ni pemurnian yang tinggi yaitu 10% dengan perbandingan 1:2. Senyawa yang didapatkan dari hasil reduksi yang awalnya berbentuk Lizardit menjadi beberapa hasil reduksi seperti NiS, NiFeO4, dan Fe3O4.

Mass Effect Comparison Analysis Between Saprolite and Coal as Reductor on Saprolite Roasting

Abstract

Nickel exist in the soil in several forms, one of it is the saprolite. The purpose of this study was to determine the influence of the coal reductant to the results obtained from the combustion process saprolite ore using a different mass ratio. Saprolite and reducing agent mass ratio of coal is 1: 4, 1: 3, 1: 2 and 1: 1. The roasting process lasts for 60 minutes at a

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 2: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

temperature of 1000 Celsius. The roasting products was characterized by XRD to observe compounds and percentage levels. The results showed elevated levels of high purification Ni is 10% with a ratio of 1: 2. Compounds obtained from the roasting of lizardite were NiS, NiFeO4, and Fe3O4.

Keywords: saprolite; coal; ratio mass; roasting; XRD

Pendahuluan

Kebutuhan nikel didunia saat ini sangatlah tinggi. Hal ini dipengaruhi

kegunaan Ni yang sangat banyak dalam industri saat ini, seperti pembuatan baterai,

elektroplatting, dan untuk baja tahan karat. Indonesia merupakan salah satu produsen

nikel yang terkenal dengan kualitas yang sangat baik. Cadangan nikel Indonesia

nomor enam dunia setelah Australia, New Kaledonia, Brasil, Rusia, dan Kuba[1]. Di

Indonesia sendiri, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1, penyebaran nikel ada di

beberapa daerah dan telah dieksplorasi oleh beberapa Perusahaan, seperti di Pomalaa,

Sulawesi Tenggara.

Deposit nikel dialam ada dua jenis yang bernilai ekonomis untuk diolah yaitu

konsentrasi residual nikel silika hasil pelapukan batuan ultrabasa yang sering disebut

endapan nikel laterit dan deposit deposit yang terbentuk akibat injeksi magma yang

sering disebut nikel sulfida[3]. Umumnya, laterit diklasifikasikan didalam dua

kelompok, yaitu kelompok bijih dengan kadar magnesia yang rendah, seperti saprolit

dan kadar magnesia yang tinggi, seperti limonit. Saprolit memiliki kadar nikel yang

cukup tinggi berkisar 1.5%-3% [4]. Di dalam laterit, saprolit merupakan mineral yang

lebih kaya akan nikel dibandingkan limonit.

Pengolahan laterit merupakan salah satu yang sangat proses yang

membutuhkan energi yang sangat tinggi. Hal yang sangat mempengaruhi proses ini

adalah banyaknya proses yang harus dilalui untuk bisa mengekstraksi laterit menjadi

konsentrat, seperti rotary-kiln dan high pressure acid leaching. Untuk bijih laterit

dengan kadar rendah harus dilakukan peningkatan kadar nikel untuk menghasilkan

hasil yang sama. Hal ini membuat biaya produksi akan semakin membengkak, belum

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 3: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

lagi kondisi pertambangan yang tidak menentu akan membuat proses ini akan sulit

untuk dilakukan[5].

Untuk bijih laterit dengan kadar tinggi akan menghasilkan energi yang sangat

besar untuk mengekstraksi bijih laterit yang ada. Belum lagi efek rumah kaca yang

timbul dengan peningkatan kadar konsumsi energi yang ada, dan hal ini juga tentu

akan berefek ke pembiayaan yang lebih besar lagi. Dengan pertimbangan lingkungan

yang sekarang menjadi isu hangat, sektor pertambangan, dan industri yang

berhubungan dengan pengolahan logam dibawah sorotan untuk bisa mengurangi

pemakaian bahan bakar fosil untuk mengurangi pemakaian energi dan gas rumah kaca

yang dihasilkan. Maka dibuuthkan sebuah proses yang lebih mengurangi pemakaian

bahan bakar fosil ini lagi kedepannya[5].

Dari beberapa sumber yang diperoleh, telah dilakukan beberapa penelitian

yang menyangkut tentang ekstraksi saprolit, seperti Ulum (2008) telah meneliti

tentang pengaruh variasi massa antrasit terhadap proses karbotermik bijih nikel

saprolit, Suprayogi (2012) mempelajari tentang pengaruh penambahan batubara untuk

proses roating batubara dan pelindian dalam asam sulfat 1 M, Bunjaku (2013) telah

meneliti tentang pengaruh mineral, sulfur dan gas sisa terhadap kemampuan reduksi

saprolit, Zhang et. al (2015) meneliti tentang pengendapan Fe2O3 dari Ni dan Co, Ma

et. al (2013) meneliti tentang proses reduksi laterit limonit untuk mendapatkan Besi

dengan kadar tinggi, Li (1999) mempelajari secara umum tentang proses reduksi nikel,

Tambunan (2008) meneliti tentang pengaruh proses float sink dan roasting reduction

terhadap transformasi bijih nikel dari bijih saprolit, Arif (2007) mempelajari tentang

penggunaan HPAL di Indonesia untuk mengolah bijih nikel laterit, dan Pournaderi et.

al (2014) mempelajari tentang kemampuan reduksi bijih nikel limonit laterit dari

Central Anatolia.

Rumusan masalah yang menjadi perhatian untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses pemanggangan saprolit dengan menggunakan batubara pada

suhu 1000 C?

2. Seberapa besar pengaruh perbandingan massa saprolit dan batubara pada

proses pemanggangan ini?

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 4: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

1. Mengetahui efek dari proses pemanggangan saprolit dengan menggunakan

batu bara.

2. Mengetahui perbandingan massa saprolit dan batu bara yang akan

menghasilkan nikel yang optimal.

Cakupan untuk penelitian ini adalah:

1. Bahan-bahan yang digunakan adalah bijih nikel saprolit, dan batu bara.

Peletakan saprolit dan batu bara dengan sandwich, yaitu saprolit diapit antara

batubara.

2. Proses penghalusan bijih saprolit dan batubara menggunakan ballmill.

3. Formulasi yang digunakan adalah berat saprolit dan berat batubara 1:1, 1:2, 1:3

dan 1:4.

4. Proses pemanggangan dilakukan pada suhu 1000 C.

5. Karakterisasi sampel bijih saprolit menggunakan XRF dan XRD.

TINJAUAN PUSTAKA

 

Nikel merupakan salah satu senyawa yang penting dalam perkembangan dunia

selama ini. Penggunaan nikel yang besar bisa ditemukan pada industri stainless steel

sebesar 62% dan diikuti pada industri lainnya yang sangat dibutuhkan saat ini[6]. Nikel

bisa didapat dari dua tipe deposit, yaitu sulfida dan oksida. Indonesia memiliki deposit

nikel yang cukup tinggi dalam bentuk oksida, yaitu berupa laterit. Laterit mudah

ditemukan pada daerah tropis dan subtropis. Pembentukan lapisan deposit laterit ini

tergantung pada beberapa kondisi seperti[7],

1. Pembentukan awal batuan

2. Cuaca

3. Topografi wilayah

4. Riwayat geomorfik

Laterit ini memiliki beberapa lapisan, seperti lapisan yang kaya silika, lapisan

limonit, dan lapisan saprolit. Tipe kaya silika bisa diproses menggunakan

pirometalurgi, sedangkan tipe limonit bisa diproses menggunakan hidrometalurgi.

Lapisan saprolit ini merupakan hasil pelapukan batuan peridotit berwarna kekuning-

coklatan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonit dengan ketebalan rata-rata 7

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 5: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

meter.saprolit ini memiliki kadar sekitar 1,5-3% Ni, 10-25% Fe, 10-35% MgO, 0,02-

0,1% Co[8].

Berdasarkan komposisi mineral, deposit nikel laterit bisa dibagi kedalam 5

zona, yaitu [9]:

1. Iron Capping Zone

2. Limonite Zone

3. Transition atau Intermediate Zone

4. Saprolite Zone

5. Bed Rock

Komposisi kimia setiap lapisan ada di Tabel 2.1 sebagai perbandingan unsur

yang terdapat didalam zona-zona tersebut dan pada Gambar 2.1 merupakan gambaran

lapisan secara garis besar yang menjelaskan tentang pembagian zona tersebut.

Tabel 2. 1 Tabel komposisi kimia tiap zona[9]

Nama Formula Ni%

Limonite Zone:

Goethite

Lithiophorite

Cryptomelane

(Fe,Al,Ni)OOH

Mn,Fe,Co,Ni oxide

0.5~1.5

1~10

Intermediate Zone:

Nontronite

Quartz

(Ca,Na,K)0.5(Fe3+,Ni,Mg,Al)8O20(OH)4

SiO2

0~5

0

Saprolite Zone:

Nickeliferrous Serpentine

Garnierite

(Mg,Fe,Ni)3Si2O5(OH)4

(Ni,Mg)3Si4O10(OH)2

1~10

10~24

Periodite bedrock:

Olivine

Orthopyroxene

Serpentine

(Mg,Fe,Ni)2SiO4

(Mg,Fe)SiO3

Mg3Si2O5(OH)4

0.25

0.05

0.25

Batubara merupakan salah satu hasil tambang Indonesia yang dijadikan barang

tambang saat ini. Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 6: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Bahan organik utama yaitu tumbuhan

yang dapat ditengarai berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora,

pollen, damar dan lain-lain.

 

Gambar 2. 1 Lapisan Pembagian Zona Saprolit[5]

Batubara dikelompokkan berdasarkan kualitas dan bentuk fisiknya adalah[11]:

a) Antrasit

• Warna hitam sangat mengkilap, kompak

• Nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi

• Kandungan air, abu dan sulfur sangat sedikit

b) Bitumen/subbitumin

• Warna hitam mengkilat, kurang kompak

• Nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi

• Kandungan air, abu dan sulfur sedikit

c) Lignit

• Warna hitam dan sifatnya rapuh

• Nilai kalor rendah dan kandungan karbon sedikit

• Kandungan air tinggi

• Kandungan abu dan sulfur tinggi

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 7: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Batubara adalah bahan bakar padat yang banyak dikonsumsi di dunia saat ini

sehingga membuat batubara merupakan material yang sangat penting saat ini.

Konsumsi dunia saat ini mencapai 4x109 ton/tahun. Indonesia merupakan salah satu

negara penghasil batubara yang sangat potensial. Potensi batubara Indonesia mencapai

61.366 miliar ton yang tersebar di 19 provinsi termasuk Sumatera Selatan. Batubara

Indonesia memiliki terletak pada kadar bituminous sampai sub-bituminous. Di

indonesia, kadar panas dari batubara as-received memiliki kadar panas sebesar 5300

kcal/kg (gar).

Batubara yang digunakan pada penelitian ini memiliki komposisi kimia seperti

pada Tabel 2.2

Tabel 2. 2 Tabel komposisi batubara [13]

Parameter As Received As Dried Dried Basis

Total Moisture (%) 7.36 - -

Inherent Moisture (%) - 7.48 -

Ash Content (%) 14.15 14.13 15.27

Volatile Matte (%) 28.43 28.39 30.69

Fixed Carbon (%) 50.06 50 54.04

Total Sulfur (%) 0.3 0.3 0.32

Gross Calorific Value (Kcal/kg) 5292 5252 56.77

Pengolahan bijih nikel disesuaikan dengan tipe deposit dan produk yang

diharapkan dari proses pengolahannya tersebut. Nikel bisa didapatkan dengan dua

cara, yaitu pirometalurgi atau hidrometalurgi seperti yang ada pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Alur Proses Pengolahan Nikel[5] Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 8: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Proses pirometalurgi adalah proses yang bisa digunakan untuk mendapatkan

nikel dari saprolit. Pada proses pirometalurgi secara konvensional, deposit yang ingin

diekstrak akan dibakar atau dikeringkan pada suhu tertentu, lalu dikalsinasi pada

rotary kiln dan akan dilebur dalam electric arc furnace. Matte akan didapatkan jika

ditambahkan sulfur didalam prosesnya. Matte ini yang akan digunakan pada

pengaplikasiaannya. Proses pirometalurgi akan membutuhkan bahan bakar untuk

peleburan deposit tersebut, itu bisa didapat dari batubara, bahan organik yang

mengandung karbon yang tinggi, seperti arang atau tenaga listrik. Sekitar 40% dari

deposit bijih laterit ketika di roasting akan membentuk hydrous nickel-magnesium

silicates[4].

Ada beberapa proses yang telah diterapkan pada dunia industri pengolahan

nikel selama ini, yaitu[9]:

1. Matte Smelting Process

2. Reduction Roast-Ammonia Leach Process

3. Electric Furnace Smelting to Ferronickel

4. Pressure Leaching of Oxide Ores with Sulphuric Acid

5. Reduction Roast and Electric Furnace Smelt

Teknik pirometalurgi sangat cocok untuk mengolah saprolit dimana hasil

garniete akan tinggi dan besi akan menurun. Kekurangan utama dari metode ini adalah

membutuhkan energi yang substansial. Sehingga pada prosesnya, ada fase yang

disebut dengan pre-reduksi sebelum menuju furnace untuk mengurangi beban pada

furnace[14].

Proses reduksi ini akan menghasilkan paduan alloy dan wustite,yang terdiri

dari nikel dan kobalt. Proses reaksi reduksi ini, reaksi yang biasa terdapat adalah[15]:

C + CO2 2CO (II. 1)

NiO + C Ni + CO (II. 2)

NiO + CO Ni + CO2 (II. 3)

Salah satu fungsi karbometrik yang diperhitungkan pada proses karbotermik

adalah diagram Ellingham. Diagram Ellingham adalah diagram yang menunjukkan

proses pembentukan oksida dengan plot energi Gibbs, energi yang menunjukkan

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 9: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

besaran gaya yang menghasilkan reaksi dengan spontan tanpa energi dari luar, dan

temperatur. Pada diagram Ellingham seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3, ada 3

jenis kemiringan dari garis yang ada, yakni kemiringan positif, nol dan kemiringan

dengan gradient negatif. Kita bisa melihat dari diagram Ellingham yang tercantum,

garis CO2 hampir mendekati kemiringan nol. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan

suhu pada CO2 tidak akan berefek terlalu besar terhadap kestabilannya[16].

Perpotongan antara garis reaksi karbon (C) dengan garis reaksi logam akan

menunjukkan temperatur minimal yang dibutuhkan untuk bisa mereduksi logam

tersebut menjadi oksidanya[4].

Diagram yang dipertimbangkan untuk reaksi karbotermik ini adalah reaksi

Boudard. Gaussner-Bouduard membuat sebuah diagram yang menggambarkan

kesetimbangan antara besi, hematit, magnetie, wustit, karbon padat, karbon monoksida

dan karbon dioksida. Diagram ini merupakan dasar untuk reduksi langsung dengan

karbon[17].

Diagram Bouduard, yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, dipergunakan sebagai

alat untuk memperkirakan pembentukan senyawa-senyawa saat dilakukannya proses

karbotermik. Dalam hal ini, temperatur reduksi yang dilakukan pada 1000 Celsius dan

kadar karbon yang digunakan adalah 50%, 66,67%, 75% dan 80%.

Gambar 2. 3 Diagram Ellingham[16]

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 10: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

 Gambar 2. 4 Diagram Boudard[17]

XRD adalah suatu metode karakterisasi dengan memanfaatkan prinsip kerja

X-Ray. Proses analisis menggunakan X-ray diffraction (XRD) merupakan salah satu

metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga

sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material

dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran

partikel. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi

sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron

eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar X memilki panjang

gelombang 10-10 s/d 5-10 nm, berfrekuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi 103-

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 11: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom

sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. SinarX dihasilkan dari

tumbukan elektron berkecepatan tinggi dengan logam sasaran. Olehk arena itu, suatu

tabung sinar X harus mempunyai suatu sumber elektron, voltase tinggi, dan logam

sasaran. Selanjutnya elektron elektron yang ditumbukan ini mengalami pengurangan

kecepatan dengan cepat dan energinya diubah menjadi foton[18].

X-Ray Flourescence (XRF) adalah teknik analisis unsur yang membentuk

suatu material dengan dasar interaksi sinar-X dengan material analit. Teknik ini

banyak digunakan dalam analisa batuan karena membutuhkan jumlah sampel yang

relatif kecil ( sekitar 1 gram). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur unsur-

unsur yang terutama banyak terdapat dalam batuan atau mineral[1].

METODOLOGI PENELITIAN

 

Gambar 3.1 adalah alur penelitian yang dilakukan:

 Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

 

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 12: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Alat yang digunakan adalah furnace, timbangan, ballmill, penggerus, plastik

klip, dan alat uji XRD. Bahan yang diperlukan adalah saprolit dan batubara.

Prosedur sampel yang dilakukan Sampel pada harus bersih dari segala material

lain yang bukan merupakan bagian dari saprolit, maka sampel harus dibersihkan

terlebih dahulu dan dipastikan kering. Sampel dan reduktor harus memiliki kehalusan

yang sama, maka di crushing terlebih dahulu sebelum selanjutnya dilakukan proses

grinding. Menghitung perbandingan massa saprolit dan batubara 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4

dengan total berat per sampel adalah 100gr. Di crucible, saprolit dan batubara

diletakkan seperti sandwich, dimana saprolit terletak ditengah-tengah antara batubara.

Berat batubara yang dibagian atas sama dengan berat batubara dibagian bawah.

Sampel yang telah siap dimasukkan kedalam furnace dengan suhu 1000 C selama 1

jam. Perlu dicatat bahwa pemasukan sampel kedalam furnace dilakukan ketika furnace

telah berada pada suhu 1000 C.Sampel yang diambil untuk pengujian adalah sampel

yang terletak ditengah, tempat saprolit awalnya berada. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi kemungkinan bercampurnya saprolit yang telah direduksi dengan

batubara. Sampel awal dan sampel setelah direduksi selanjutnya dilakukan pengujian

XRD dan XRF untuk dilihat senyawa-senyawa penyusunnya dan kadar setiap senyawa

tersebut. Ini adalah fase terakhir untuk melihat hasil pengujian yang telah dilakukan

dan dilakukan perbandingan dengan pengujian yang terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN  

Dari data perbandingan hasil XRD yang didapat untuk masing-masing sampel

meunjukkan adanya perubahan pada setiap perlakuannya. Yang kita cari dari proses reduksi

ini adalah perubahan bijih saprolite menjadi FeNi.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 13: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

 

Grafik 4. 1 Hasil uji XRD Untuk Bijih

Dari Grafik 4.1, dapat dilihat hasil uji XRD dari raw material saprolite memiliki

beberapa unsur seperti SiO2, Lizardite ((Mg, Al)3(Si,Al)2O5(OH)4), Thallium Nickel Iron

Fluoride (TiNiFeF6) dan beberapa senyawa lainnya. Persentase terbesar dari senyawa tersebut

adalah SiO2 hal ini bisa dilihat dari puncak tertinggi dari senyawa tersebut.

 

Grafik 4. 2 Hasil Uji XRD Untuk Sampel 1:1

Pada perlakuan sampel dengan menggunakan perbandingan berat saprolit dan batu

bara 1:1 bisa dilihat dari Grafik 4.2, didapatkan hasil bahwa material mengandung silika

(SiO2), Nickel diiron(III) oxide (NiFe2O4) dan Nickel Sulfide (NiS). Disini terlihat bahwa

Lizardite ((Mg, Al)3(Si,Al)2O5(OH)4) yang awalnya ada di sampel awal sudah tereduksi dan

tidak didapatkan lagi pada sampel ini. 3 senyawa yang paling dominan adalah SiO2, NiFe2O4,

dan NiS.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 14: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

FeNi yang didapat dalam sampel 1:1 adalah dalam bentuk Nikel diiron(III) oksida

(NiFe2O4). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan dari dalam bentuk raw NiFe dalam

bentuk Thallium Nickel Iron Fluoride (TiNiFeF6) dan berhasil direduksi dalam bentuk oksida.

 

Grafik 4. 3 Hasil XRD Untuk Sampel 1:2

Pada Grafik 4.3 merupakan hasil dari uji XRD terhadap sampel 1:2, hasil

menunjukkan bahwa material mengandung silika (SiO2), Nickel diiron(III) oxide (NiFe2O4)

dan Nickel Sulfide (NiS).

Dalam sampel 1:2 bentuk oksida yang dicari juga didapatkan dalam bentuk Nikel

diiron(III) oksida (NiFe2O4).

Dari pengujian XRD untuk sampel 1:3 di Grafik 4.4, hasil menunjukkan bahwa

material mengandung dengan 3 terbesar adalah silika (SiO2), Magnetite (Fe3O4) dan Nickel

Sulfide (NiS).

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 15: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

 

Grafik 4. 4 Hasil XRD pada sampel 1:3

Pada pengujian XRD untuk sampel 1:4 bisa dilihat pada Grafik 4.5, hasil

menunjukkan bahwa material mengandung silika (SiO2), Nikel diiron(III) oxide (NiFe2O4)

dan Nickel Sulfide (NiS) dan ini sesuai dengan perkiraan peneliti terhadap adanya unsur Nikel

diiron(III) oksida (NiFe2O4) sebagai hasil roasting dari bijih saprolite.

Jadi dari pengujian XRD, tiga senyawa yang terdapat dengan peak tertinggi adalah didapat

pada Tabel 4.1 berikut ini.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 16: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

 

Grafik 4. 5 Hasil XRD pada sampel 1:4

Dari Tabel 4.1, bisa dilihat bahwa saprolit berhasil direduksi menjadi FeNi pada

senyawa oksida pada berbagai perbandingan massa. Hal ini menunjukkan bahwa batu bara

bisa digunakan sebagai salah satu reduktor untuk saprolite untuk menghasilkan FeNi dan

dilanjutkan untuk proses selanjutnya.

Tabel 4. 1 Tabel Mineral yang didapat dari XRD

Raw SiO2 Lizardite ((Mg, Al)3(Si,Al)2O5(OH)4)

Thallium Nickel Iron Fluoride (TiNiFeF6)

Perbandingan 1:1 SiO2 Nickel diiron(III) oxide (NiFe2O4) Nickel Sulfide (NiS) Perbandingan 1:2 SiO2 Nickel diiron(III) oxide (NiFe2O4) Nickel Sulfide (NiS) Perbandingan 1:3 SiO2 Magnetite (Fe3O4) Nickel Sulfide (NiS) Perbandingan 1:4 SiO2 Nickel diiron(III) oxide (NiFe2O4) Nickel Sulfide (NiS)

Dari penelitian Li, 1999[9],Nikel dari saprolit ini merupakan hasil dari hidrasi dari

olivine dan pyroxene. Reaksi thermal ini penting karena berhubungan dengan mineral dan

proses perubahan mineral pada proses perubahan nikel. Pada penelitian ini, pemanasan

dilakukan pada suhu 1000 Celsius selama 1 jam. Pada prosesnya tersebut, terjadi beberapa

proses yang terkait dengan kenaikan suhu ini. Pada 100 Celsius, dari sampel terjadi

penghilangan unsur airnya. Pada 250 Celsius, terjadi disosiasi geothite pada sampel. Pada

jarak 550-650 terjadi penghilangan kristal air, yang sering disebut reaksi dehidrosilasi.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 17: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Selanjutnya terjadi reaksi kristalisasi pada interval suhu 650-820 Celsius. Hal ini juga sama

dengan apa yang didapat pada penelitian ini.

Pada perbandingan massa 1:3 terdapat perbedaan mineral dibandingkan yang lainnya,

yaitu terdapatnya Fe3O4 pada 3 peak tertingginya. Hal ini disebabkan oleh laju kristalisasi

lebih tinggi dibandingkan kekuatan reduksi pada proses roastingnya, sehingga akan membuat

ada Ni yang tidak tereduksi. Fenomena ini sama dengan apa yang ditemukan oleh Li, 1999[9].

Menurut (Bunjaku, Kekkonen, & Holappa, 2013)[36],Reaksi reduksi ini melingkupi 3

titik temperatur yang termasuk kedalam reaksi endotermik menentukan proses reduksi ini,

yaitu:

1. Menghilangkan air pada suhu 100 Celsius

2. Disosiasi goethite pada suhu 250 Celsius

3. Reaksi dehidrosilasi pada suhu 550-650 Celsius

selanjutnya akan dilanjutkan reaksi reaksi eksotermik yang akan menjadi kritalisasi fasa baru

pada suhu 850 Celsius.

Untuk sampel 1:3 karena mendapatkan Fe3O4. Sedangkan dengan dua sampel sebelumnya

didapatkan NiFe2O4. Hal ini mirip dengan yang diteliti oleh (Swamy, Kar, & Mohanty,

2001)[20] dan Bunjaku, 2013[5] yang terjadi karena adanya tingginya kristalinitas goethite

sehingga membuat laju kristalinitas lebih tinggi daripada laju reduksi. Hal ini membuat proses

reduksi ferronikel yang diharapkan tidak terjadi dengan baik.

4.2 Hasil Pengujian Kuantitatif XRD Pengujian Kuantitaif ini didapatkan untuk bisa melihat seberapa besar kadar yang

dikandung oleh sampel untuk bisa dibandingkan dengan sampel setelah direduksi. Pada

pengujian XRD, kita melihat bahwa telah terjadi reduksi untuk Hasil Ni yang didapatkan bisa

dilihat pada Tabel 4.3 dan Grafik 4.11.

Tabel 4. 2 Tabel Perbandingan Hasil Ni yang diperoleh

Ni

Raw

5%

1:1

9%

1:2

10%

1:3

7%

1:4

9%

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 18: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

 

Grafik 4. 6 Persentase Ni yang didapat dari uji XRF

Pada penelitian oleh (Arif, 2007) [21], unsur Ni pada Pomalaa berkisar 1.8-2.6 % dan

memenuhi hasil yang ditunjukkan pada hasil XRD ini dan dari hasil uji XRD jga

memperlihatkan adanya reduksi Ni yang terjadi, karena adanya peningkatan kadar jumlah Ni.

Hal ini berlaku untuk semua sampel yang dipakai, yaitu 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Hal ini sesuai

dengan reaksi yang terjadi pada diagram Ellingham, hal yang juga ditunjukkan oleh Ulum,

2008[1].

Pada sampel 1:2, terjadi penurunan kadar Ni yang didapat, tapi tidak terlalu signifikan.

Hal ini tidak terlalu berpengaruh signifikan karena perbedaan yang terlalu mencolok. Hal ini

bisa disebabkan karena abu roasting menumpuk, sehingga pada saat terjadi reduksi terjadi

penumpukan abu, sehingga ada lapisan yang menghambat reduksi yang lebih lanjut terjadi.

Hal ini juga terjadi pada penelitian (Pournaderi, Keskinkilic, Gevei, & Topkaya, 2014)[22].

Pada sampel 1:3 terjadi penurunan kadar Ni yang didapat, yaitu hanya 5.415%. Hal ini

bisa terjadi karena pada proses roasting ini ada dua reaksi yang terjadi, yaitu reaksi reduksi

dan kristalisasi mineral. Pada penelitian yang dilakukan oleh Li, 1999[42], kedua reaksi saling

berkompetisi dalam merebut reduktor yang ada. Maka ketika ada satu reaksi yang terjadi,

maka reaksi yang lain akan tidak efektif terjadi. Dan hal inilah yang terjadi pada sampel

perbandingan massa 1:3. Hal ini bisa terjadi karena adanya banyak pengaruh lingkungan pada

sampel, yaitu pada furnace, karena sampel ini dibakar terakhir dan roasting dilakukan tidak

0%  

2%  

4%  

6%  

8%  

10%  

12%  

Raw   1:01   1:02   1:03   1:04  

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 19: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

tertutup, sehingga sudah terlalu banyak gas yang ada di furnace tersebut sehingga membuat

sampel lebih mudah terkristalisasi dibandingkan tereduksi.

Pembentukan layer pada batas antara saprolit dan batubara juga memiliki andil untuk

menghambat peoses reduksi yang terjadi. Hal ini bisa menurunkan intersepsi karbon ke

saprolit sehingga akan mengurangi laju reduksi yang ada. Hal ini sama dengan yang

dijelaskan Yang, S, 2015[23].

4.2.2 Hasil Fe yang diperoleh   Fe dan Ni merupakan logam yang sulit untuk dipisahkan karena memiliki beberapa

kemiripan sifat. Maka wajar apabila ketika membahas Ni, maka Fe secara tidak langsung akan

ikut berpengaruh dan itu bisa dilihat dari Tabel 4.3.  

Tabel 4. 3 Tabel Fe yang diperoleh

Fe

Raw

32%

1:1

45%

1:2

49%

1:3

40%

1:4

44%

Dari Grafik 4.12, bisa dilihat persentase Fe yang didapat dari proses reduksi ini

menunjukkan suatu grafik yang sedikit anomali. Pada bijih didapatkan Fe sebesar 32%, dan

pada sampel 1:1 didapatkan 45% dan meningkat pada sampel 1:2 menjadi 49% dan turun

menjadi 40% pada sampel 1:3 dan naik lagi menjadi 44%. Proses ini terjadi karena pengaruh

laju kristalisasi mineral. Maka Fe yang tereduksi tidak maksimal karena jumlah hal yang

masih bebas dan mudah untuk direduksi berkurang dan akan menyebabkan hasil reduksi yang

diperoleh akan berkurang juga.

 

Grafik 4. 7 Grafik persentase Fe yang didapat

0%  

10%  

20%  

30%  

40%  

50%  

60%  

Raw   1:01   1:02   1:03   1:04  

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 20: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

Hal lain yang bisa memepngaruhi persentase Fe ini adalah oleh jumlah O2 dan H2 yang

ada diudara akan bisa berdifusi Hal ini didapat dari kemiripan proses pada penelitian yang

dilakukan oleh Terekhov, Dimitri, 2013[24] (Terekhov & Emanuel, 2013). Furnace yang

digunakan tidak kedap udara, sedangkan di udara terdapat O2 dan H2 yang bisa menjadi

reduktor, sehingga laju reduksi yang didapatkan untuk reaksi ini menjadi tidak terukur dengan

baik lagi.

KESIMPULAN

1. Pada pengujian kualitatif XRD, peak untuk silika (SiO2) merupakan peak yang paling

tinggi dibandingkan yang lain. Pembakaran dari bijih saprolit berhasil menghasilkan

nikel diiron (III) oksida (NiFe2O4). Hal ini menunjukkan bahwa batu bara bisa

digunakan sebagai salah satu reduktor untuk mendapatkan FeNi yang selanjutnya akan

diproses selanjutnya. Dari hasil XRD, proses pemanggangan menggunakan reduktor

batubara bisa digunakan untuk mendapatkan nikel dari bijih saprolit.

2. Dari pengujian kuantitatif XRD, hasil pembakaran memperlihatkan hasil yang

signifikan dari yang awalnya 5% menjadi 9%, 10%, 7% dan 9% . Untuk adanya

anomali pada hasil pengujian pada perbandingan massa 1:3 didapatkan kadar Ni

sebesar 7% dibandingkan sampel 1:1, 1:2 dan 1:4.Hhal ini disebabkan oleh pengaruh

lingkungan karena sampel 1:3 merupakan sampel terakhir yang dibakar. Maka kadar

yang optimal untuk mendapatkan kadar Ni yang baik adalah 1:2.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 21: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

DAFTAR PUSTAKA

1. Ulum, Reza M. "Studi pengaruh penambahan 10, 13, 15 dan 20% reduktor antrasit dan arang batok kelapa terhadap reaksi karbotermik bijih nikel saprolit." 2008.

2. PT. INCO. "Nickel Business in Indonesia." 2009.

3. MacCarthy, J., Nosrati, A., Skinner, W., & Addai-Mensah, J. (2014). Acid leaching and rheological behaviour of a siliceous goethitic nickel laterite ore: Influence of particle size and temperature.

4. Suprayogi. (2012). Studi Pengaruh Penambahan Batubara Pada Proses Roasting Reduction Bijih Nikel Saprolit dan Pelindian (Leaching) Dalam Larutan Asam Sulfat 1 M.

5. Bunjaku, A. (2013). The effect of mineralogy, sulphur, and reduing gases on the reducibility of saprolitic nickel ores.

6. Zhang, P., Guo, Q., Wei, G., Qu, J., & Qi, T. (2015). Precipitation of alpha-Fe2O3 and recovery of Ni and Co from synthetic laterite-leaching solutions.

7. Fan, C., Zhai, X., Fu, Y., & Chang, Y. (2010). Extraction of nickel and cobalt from reduced limonitic laterite using a selective chlorination-water leaching process.

8. Ma, B., Wang, c., Yang, W., Yin, F., & Chen, Y. (2013). Screening and reduction roastinf of limonitic laterite and ammonia-carbonate leaching of nickel-cobalt to produce a high grade iron concentrate.

9. Li, S. (1999). Study Of Nickeliferrous Laterite Reduction.

10. Bayuseno, A., Sulistyo, & Istadi. (2009). Pengaruh Sifat Fisik dan Struktur Mineral Batu Bara Lokal Terhadap Sifat Pembakaran.

11. Alfian, Z. (2015). Proses Pemanfaatan Limbah Karet dengan Menggunakan Batubara.

12. Ewart, D. L., Vaughn, R., & Marston. (n.d.). Review the Indonesian thermal coal industri. Indonesian coal .

13. Drossman, V. (2002). Air Pollution from Energy Use.

14. Lu, J., Lio, S., Shangguan, J., & Du, W. (2013). The effect of sodium sulphate on the hydrogen reduction process of nickel laterite ore.

15. Das, G., & de Lange, J. (2010). Reductive atmospheric acid leaching of West Australian smectitic nickel laterite in the presence of sulphur dioxide and copper (II).

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016

Page 22: Analisis Pengaruh Perbandingan Massa Saprolit dan Reduktor

16. Kishimoto, H., Yamaji, K., Brito, M. E., Horita, T., & Yokokawa. (2008). Generalized Ellingham Diagrams For Utilization in Solid Oxide Fuel Cells.

17. Hol, W. (2011). Principles of X-ray Diffraction.

18. Arezki, B. (2011). X-Ray Flourescence: Energy-Dispersive analysis (EDXRF).

19. Sato, Yohta. (1970). Method of Producing Ferronickel or Metallic Nickel

20. Swamy, S. V., Kar, B. B., & Mohanty, J. K. (2001). Physico-chemical characterization and sulphatization roasting of low-grade nickeliferrosu laterites.

21. Arif, A. (2007). Prospek Penggunaan Proses HPAL Untuk Pengolahan Bijih Nikel Laterit Kadar Rendah Indonesia.

22. Pournaderi, S., Keskinkilic, E., Gevei, A., & Topkaya, Y. (2014). Reducibility of nickeliferous limonitic laterite ore from Central Anatolia.

23. Yang, J., Zhang, G., Jahanshasi, S., & Ostrovski, O. (2015). Reduction Of A

Garnieritic Laterite Ore Ore By CO-CO2 Gas Mixture.

24. Terekhov, D., & Emanuel, N. (2013). Direct extraction of nickel and iron from

laterite ores using the carbonyl process.

Analisis pengaruh ..., Al Muntasar, FT UI, 2016