Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP
KUALITAS WILAYAH PESISIR DI PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
OLEH:
Suryo Tamtomo
NIM: 1113084000001
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020M/1441H
i
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Suryo Tamtomo
2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 03 Juli 1995
3. Alamat : Jln. Kampung Irian II No 17
RT 004 RW 06 Kelurahan Serdang,
Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat
4. Agama : Islam
5. No. Telepon : 082261131361
6. Email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Wahyu Hidayat
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Mei 1969
2. Ibu : Tuti Suprapti
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Desember 1972
III. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 011 Pagi Serdang Tahun 2001-2007
2. SMPS YMIK Jakarta Barat Tahun 2007-2010
3. SMAS Taman Siswa Jakarta Pusat Tahun 2010-2013
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013-2019
vi
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota PPTS (Osis) SMA Taman Siswa periode 2011-2013
2. Anggota departemen data dan informasi PMII Komisariat Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Masa Khidmat 2014 – 2015
3. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan
Periode 2015
V. PENGALAMAN BEKERJA
1. Staff Penindakan Panwascam Penjaringan BAWASLU Jakarta
Utara 2018-2019
VI. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Meet and Greet “ Rahasia Mahasiswa Ideal ” LDK KOMDA
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
2. Dialog Jurusan & Seminar Konsentrasi “ Mengenal Lebih Dekat
dengan Jurusan Sendiri ” HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013.
3. Sosialisasi Kebijakan Fiskal “ Kebijakan Fiskal dalam Menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Ekonomi Hijau ” Badan
Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2013
4. Seminar Nasional “ Pembangunan Ekonomi Berbasis Inovasi dan
Imtaq Menuju Indonesia yang Maju, Adil, Makmur, Berdaulat dan
di Ridhai Allah SWT ” HIMA-CITA & HMPS Mu’amalat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
5. Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “ Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa
Ekonomi yang Berprestasi dalam Bidang Akademik ” HMJ IESP
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014
6. Company Visit “ Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter ” HMJ
Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014
7. Company Visit “ Road to Bank Indonesia ” HMJ IESP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014
vii
8. Company Visit “ Road to Dana Reksa Securities and IDX ”
Laboratorium Pasar Modal Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014
9. Seminar Investasi Pasar Modal “ Take Your Chance, Get
Knowledge, Grab Your Gain ” Laboratorium Pasar Modal Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014
10. Bedah Buku “ Islam Moderat dan Isu-isu Kontemporer ” Pusat
Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017
11. Seminar Nasional “ Mengurangi Kemiskinan Perempuan Menuju
Ekonomi Indonesia yang Kuat dan Berkeadilan ” Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia Fraksi Partai Demokrat, 2018
12. National Youth Summit “ Kepemimpinan Utama untuk
Entrepreneur Muda ” Deputi Pengembangan Pemuda, Kementerian
Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia, 2019
13. Relawan “ Uji Coba Aplikasi Computer Aided Web Interviewing
(CAWI) Sensus Penduduk 2020 ” Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia, 2019
viii
ABSTRACT
This study aims to determine the relationship of Fisheries Sub-Sector
(Fisheries Capturing Sea Aquaculture and Aquaculture) to Regional Quality
(GRDP of Agriculture, Poverty and HDI Sector) in the Coastal of East Java
Province. The analysis technique used for hypothesis testing is to use Pearson
correlation and Canonical Correlation. Pearson Correlation and Canonical
Correlation aim basically the same as simple or multiple correlation, which wants
to know whether there is a relationship (association) between two variables. While
the sampling technique used in this study is purposive sampling technique which is
the determination of the sample is determined by determining specific
characteristics that fit the purpose of the study so that it is expected to answer the
research problem, then the sample studied is only coastal areas.
From the results of this study indicate that the Fisheries Sub-Sector
(Fisheries Capturing Sea Waters and Aquaculture) has a positive and significant
relationship with Regional Quality (GRDP of the Agriculture, Poverty and HDI
Sector) on the coast of East Java Province. The two independent variables, have a
positive relationship, have a direction value which means that if the capture of sea
waters and aquaculture fisheries increase, the GDP of the Agriculture Sector,
Poverty and HDI also increases.
Keywords: Fisheries Capture Sea Waters, Aquaculture Fishery, Gross Regional
Domestic Product (GRDP) of Agriculture Sector, Poverty, Human
Development Index (HDI).
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Sub Sektor Perikanan
(Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan Budidaya) terhadap Kualitas
Wilayah (PDRB Sektor Pertanian, Kemiskinan dan IPM) di Pesisir Provinsi Jawa
Timur. Teknik analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah dengan
menggunakan korelasi pearson dan Korelasi Kanonikal. Korelasi Pearson dan
Korelasi Kanonikal bertujuan secara dasar sama dengan korelasi sederhana atau
berganda, yakni ingin mengetahui apakah ada hubungan (asosiasi) antara dua
variabel. Sedangkan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Teknik purposive sampling merupakan teknik dimana penentuan sampel ditentukan
dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian
sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian, Maka sampel yang
diteliti hanya wilayah pesisisr.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa Sub Sektor Perikanan
(Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan Budidaya) mempunyai hubungan
positif dan signifikan dengan Kualitas Wilayah (PDRB Sektor Pertanian,
Kemiskinan dan IPM) di pesisir Provinsi Jawa Timur. Kedua variabel independen,
memiliki hubungan positif, mempunyai nilai yang searah yang artinya jika
perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya naik maka PDRB Sektor
Pertanian, Kemiskinan dan IPM juga naik.
Kata kunci: Perikanan Tangkap Perairan Laut, Perikanan Budidaya, Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian, Kemiskinan,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’allaikum Wr.Wb
Alhamdulillah Alhamdulillah hirabbil ‘alamin washolatu washala mu’ala ashrafil
ambiya iwal mushalin wa’ala alihi waashabihi ajma’il ammaba’du
Asholatu wassalamu alaika yaa sayyidi yaa rosulallah khudz biyadi qollat hilati
adrikni.
Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, berkat izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan segala kemudahan dan kelancaran yang
Allah berikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rosulullah
Shallallahu’Alaihi Wasallam beserta keluarga para sahabatnya dan kita selaku
umatnya.
Hanya dengan ridho dan pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “ANALISIS PENGARUH SUB SEKTOR
PERIKANAN TERHADAP KUALITAS WILAYAH PESISIR DI PROVINSI
JAWA TIMUR TAHUN 2017” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan moril
maupun materil terutama kepada:
1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, atas izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua penulis, Bapak Wahyu Hidayat dan Ibu Tuti Suprapti tercinta
yang selalu mendukung, menasehati dan mendoakan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Kedua adik penulis, Wulan Purnama S.AP dan Gunawan S.I.Kom yang selalu
mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
xi
4. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE.,Ak.,M.Si.,CA.,QIA.,BKP.,CRMP selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Bapak Dr. Hartana Iswandi Putra. M.Si dan Bapak Deni Pandu Nugraha SE.
M.Sc selaku Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Arief Fitrijanto M.Si, terimakasih atas
seluruh kesediaan waktu, tenaga, pikiran dan ilmu yang bermanfaat yang telah
diberikan hingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga bapak beserta keluarga
selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.
7. Seluruh Jajaran Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat selama perkuliahan ini, dan menjadi tempat
berdiskusi , yang banyak memberikan pengetahuan baru dan wawasan lebih
luas.
8. Seluruh staff kepegawaian Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh staff kepegawaian Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
10. Kawan Kawan Seperjuangan di Ekonomi Pembangunan 2013 terima kasih atas
kebersamaan, keceriaan, suka duka yang pernah kita lalui bersama. Semoga
kita semua di pertemukan dengan kesuksesan.
11. Iqbal, Rizal, Yoga, Indra, Ridwan, Faisal, Wawan, Ajie, Ucup, Rika, Sendy
dan Hilda selaku sahabat penulis yang selalu memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabati PMII Komfeis Cabang Ciputat
13. Keluarga Besar BAWASLU Jakarta Utara, khususnya PANWASCAM
Penjaringan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian dan hasil yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberikan
xii
manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa
dikembangkan lagi lebih lanjut.
Wassalamuallaikum Wr.Wb
Jakarta, Maret 2020
Suryo Tamtomo
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ...….…………………………….ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH …….…….. ………………iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI………….……...……….…………………iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................................ v
ABSTRACT ..................................................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xviii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 12
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 13
BAB II ............................................................................................................................... 14
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 14
A. Landasan Teori ...................................................................................................... 14
1. Sub-Sektor Perikanan ........................................................................................ 14
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ....................................................... 20
3. Kemiskinan ....................................................................................................... 24
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ............................................................... 29
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................................. 33
C. Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 45
D. Hipotesis ............................................................................................................... 46
BAB III ............................................................................................................................. 47
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 47
xiv
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 47
B. Metode Penentuan Sampel .................................................................................... 47
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 47
1. Data Sekunder ................................................................................................... 48
2. Studi Kepustakaan ............................................................................................ 48
D. Metode Analisis data ............................................................................................. 48
1. Analisis Deskriptif ............................................................................................ 49
2. Analisis Inferensial ........................................................................................... 49
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................................................ 55
1. Variabel Dependen (Y) ..................................................................................... 55
2. Variabel Independen (X) ................................................................................... 56
BAB IV ............................................................................................................................. 57
ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 57
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...................................................................... 57
Kondisi Geografis ..................................................................................................... 57
B. Deksripsi Data Penelitian ...................................................................................... 58
1. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian ............................................................ 58
2. Perkembangan Kemiskinan............................................................................... 61
3. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia ................................................. 64
4. Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut ................. 67
5. Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya ...................................... 70
C. Hasil Uji Instrumen Penelitian .............................................................................. 72
a. Uji Korelasi Pearson ......................................................................................... 72
b. Uji Korelasi Kanonikal ..................................................................................... 77
D. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................................ 83
1. Bobot (Weight) .................................................................................................. 83
2. Muatan (Loadings) ............................................................................................ 84
BAB V .............................................................................................................................. 90
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 90
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 92
xv
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 98
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Peringkat 10 besar penghasil perikanan tangkap perairan laut di
Indonesia menurut Provinsi Tahun 2016 (Ton) ...................................................... 4
Tabel 1.2 Peringkat 10 besar penghasil perikanan budidaya di Indonesia menurut
Provinsi Tahun 2016 (Ton) ..................................................................................... 5
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu .............................................................................. 38
Tabel 3.1 Pedoman tingkat keeratan korelasi ....................................................... 50
Tabel 4.1 Jumlah PDRB sektor pertanian di 22 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017................................................................................................. 60
Tabel 4.2 Perkembangan indeks pembangunan manusia di 22 Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 ......................................................................... 66
Tabel 4.3 Perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap perairan laut di 22
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 (Ton) .................................... 68
Tabel 4.4 Perkembangan jumlah produksi perikanan budidaya di 22
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 (Ton) .................................... 71
Tabel 4.5 Hasil uji korelasi pearson ...................................................................... 73
Tabel 4.6 Hasil uji korelasi pearson ...................................................................... 73
Tabel 4.7 Hasil uji korelasi pearson ...................................................................... 74
Tabel 4.8 Hasil uji korelasi pearson ...................................................................... 75
Tabel 4.9 Hasil uji korelasi pearson ...................................................................... 75
Tabel 4.10 Hasil uji korelasi pearson .................................................................... 76
Tabel 4.11 Hasil perhitungan korelasi kanonikal .................................................. 77
Tabel 4.12 Hasil perhitungan signifikansi korelasi kanonikal .............................. 78
Tabel 4.13 Hasil perhitungan secara kelompok dengan empat prosedur korelasi
kanonikal. .............................................................................................................. 79
Tabel 4.14 Hasil perhitungan koefisien kanonikal standar untuk variabel
dependen………. .................................................................................................. 80
Tabel 4.15 Hasil perhitungan koefisien kanonikal kasar untuk kovariats ............ 81
Tabel 4.16 Hasil perhitungan koefisien kanonikal standar untuk kovariats ......... 81
Tabel 4.17 Hasil perhitungan kanonikal Loadings untuk dependen variats ......... 82
Tabel 4.18 Hasil perhitungan korelasi kovariat dan variabel kanonikal ............... 83
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Komposisi PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Timur 2017atas
dasar harga konstan 2010 menurut lapangan usaha ............................................... 6
Gambar 1.2 Presentase jumlah penduduk miskin menurut Provinsi di Indonesia
Tahun 2017 ........................................................................................................... 8
Gambar 1.3 Perkembangan indeks pembangunan manusia Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013-2017 ................................................................................................. 10
Gambar 2.1 Kerangka pemikiran ......................................................................... 46
Gambar 3.1 Matriks korelasi kanonikal ................................................................ 53
Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Timur .................................................................. 57
Gambar 4.2 Perkembangan PDRB sektor pertanian dan sub sektor perikanan
Provinsi Jawa Timur (Milliar Rupiah) .................................................................. 59
Gambar 4.3 Perkembangan presentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2014-2017 .................................................................................................. 62
Gambar 4.4 Presentase penduduk miskin 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017................................................................................................. 63
Gambar 4.5 Perkembangan indeks pembangunan manusia di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013-2017 ................................................................................................. 65
Gambar 4.6 Perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap perairan laut
Provinsi Jawa Timur Tahun 2013-2017 (Ton) ..................................................... 67
Gambar 4.7 Perkembangan jumlah produksi perikanan budidaya Provinsi Jawa
Timur Tahun 2013-2017 (Ton) ............................................................................. 70
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data penelitian (Log) ......................................................................... 98
Lampiran 2 Hasil analisis korelasi kanonikal ....................................................... 99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bertujuan untuk
menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara atau daerah dalam
jangka panjang. Kenaikan PDB tersebut lebih besar dari pada tingkat
pertumbuhan penduduk, singkatnya, pembangunan ekonomi adalah suatu proses
yang bertujuan untuk menaikkan PDB suatu negara atau daerah melebih tingkat
pertumbuhan penduduk, di Indonesia pembangunan ekonomi diawali dengan
perencanaan pembangunan ekonomi, Indonesia lebih berorientasi pada masalah
pertumbuhan. Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi
pembangunan di negara sedang berkembang adalah terjadinya pertumbuhan
penduduk yang cukup pesat yang seiring dengan laju pertumbuhan angkatan
kerja yang cepat pula. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor penghambat
pembangunan apabila tidak diimbangi dengan perkembangan kesempatan kerja.
Djojohadikusumo (1985: 27)
Pembangunan nasional sendiri ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, yang tertera didalam undang-undang dasar 1945
alenia ke empat. Oleh karena itu kebijaksanaan pemerintah dalam pembangunan
diperlukan untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan kesejakteraan
masyarakat serta diharapkan dapat memberi dukungan pada upaya ekonomi
masyarakat didaerah.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan ekonomi di indonesia terus
mengalami perubahan menyesuaikan dengan sistem pemerintahan yang
berjalan. Pembangunan tidak lagi bersifat sentralisasi yang dimana pemerintah
daerah hanya memiliki kewenangan yang terbatas dan semua kewenangan
dikendalikan oleh pemerintah pusat. Tetapi sejak terjadinya reformasi pada
tahun 1998 pada era presiden habibi pembangunan berubah menjadi sistem
2
otonomi daerah, dimana kewenangan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota
masing-masing yang ditetapkan dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999 dan
undang-undang nomor 25 tahun 1999. Lalu pada tahun 2004 undang-undang
tersebut direvisi menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah dan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Undang-undang tersebut
mengisyaratkan agar pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
dapat mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki. Kebijakan otonomi daerah
dicanangkan agar mendorong pemerintah daerah untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan antar wilayah sesuai dengan
keadaan wilayahnya masing-masing (Nugroho, 2003). Pembangunan daerah
harus sesuai dengan kondisi potensi serta aspirasi masyarakat yang tumbuh dan
berkembang. Apabila pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang sesuai
dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah maka pemanfaatan
sumber daya yang ada akan menjadi kurang optimal.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok
pembangunan ekonomi daerah adalah pada penekanan terhadap kebijakan-
kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia kelembagaan
dan sumber daya fisik secara lokal (daerah/wilayah). (Lincolin Arsyad, 1999)
Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang melaksanakan
otonomi daerah dalam proses pembangunan ekonominya, yaitu membangun
daerah dengan berlandaskan pada kemampuan dan kemandirian daerahnya
sendiri. Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi terluas dipulau jawa dengan
luas wilayah 47.922 km2 Provinsi yang terletak di ujung timur pulau jawa,
berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah dibagian Barat, Laut Jawa
dibagian Utara, Selat Bali dibagian Timur dan Samudra Hindia dibagian Selatan.
3
Provinsi Jawa Timur memiliki 38 wilayah kabupaten dan kota yang terdiri dari
29 Kabupaten dan 9 Kota. Sedangkan Kabupaten dan Kota untuk wilayah pesisir
sebanyak 22 wilayah. Wilayah yang masuk dalam kawasan pesisir untuk
Provinsi Jawa Timur terbagi lagi menjadi 19 Kabupaten dan 3 Kota.
Menurut Nontji (2002), wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara
daratan dan laut, ke arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi
oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan
ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami
yang ada di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang
dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Sedangkan Masyarakat
pesisir adalah sekumpulan masyarakat (Nelayan, pembudidaya ikan, dan lain-
lain) yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan
memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada
pemanfaatan sumber daya pesisir.
Sektor perikanan memiliki potensi penggerak perekonomian baik secara
makro atau nasional maupun mikro. Secara makro sektor perikanan menjadi
penyumbang devisa dengan kegiatan ekspor. Secara mikro sektor perikanan
memberi dampak penyediaan tenaga kerja dan meningkatkan daya beli
masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan para pelaku usaha di bidang
perikanan (Nugroho, 2013). Sumber daya perikanan merupakan salah satu
sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki potensi
sebagai penggerak utama ekonomi nasional. (Daryanto, 2007)
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan jumlah
17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km yang merupakan garis
pantai terpanjang nomer dua didunia setelah kanada dan luas laut sekitar 6,4 juta
km² (290 ribu km² perairan teritorial, 3 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia dan 3,1 juta km² luas perairan pedalaman dan perairan kepulauan).
Indonesia memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar yang
tersebar di setiap provinsi di indonesia.
4
Tabel 1.1
Peringkat 10 Besar Penghasil Perikanan Tangkap Perairan Laut di Indonesia
Menurut Provinsi Tahun 2016 (Ton)
No Provinsi Jumlah Produksi
1 Maluku 583.639
2 Sumatera Utara 475.638
3 Jawa Timur 390.271
4 Jawa Tengah 334.298
5 Sulawesi Selatan 295.143
6 Maluku Utara 254.856
7 Papua 222.528
8 Jawa Barat 218.194
9 Sulawesi Tengah 210.141
10 Sumatera Barat 200.610
Sumber: Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki potensi kelautan
dan perikanan yang cukup besar, Dari data diatas menunjukan Provinsi Jawa
Timur merupakan penghasil perikanan tangkap perairan laut terbesar nomer 3 di
Indonesia setelah Provinsi Maluku sebesar 583.639 dan Provinsi Sumatera Utara
sebesar 475.638. Pada tahun 2016 Total jumlah produksi perikanan tangkap
perairan laut Provinsi Jawa Timur sebesar 390.271 Ton, Berkontribusi 6,38%
dari total hasil produksi perikanan tangkap perairan laut Indonesia yang sebesar
6.115.469 Ton. Menurut Triarso (2004), sumberdaya perikanan mencakup
sumberdaya perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya. Perikanan
budidaya merupakan suatu usaha memanfaatkan sumberdaya dikawasan pesisir
dalam hal memelihara berbagai jenis ikan, udang, kerangan-kerangan, dan
lainnya yang bernilai ekonomis penting. Selain perikanan tangkap perairan laut,
Provinsi Jawa Timur juga mempunyai potensi di sektor perikanan budidaya.
5
Tabel 1.2
Peringkat 10 Besar Penghasil Perikanan Budidaya di Indonesia Menurut
Provinsi Tahun 2016 (Ton)
No Provinsi Jumlah Produksi
1 Sulawesi Selatan 3.564.788
2 Nusa Tenggara Timur 1.859.670
3 Sulawesi Tengah 1.341.620
4 Jawa Barat 1.185.042
5 Nusa Tenggara Barat 1.183.112
6 Jawa Timur 1.178.593
7 Sulawesi Tenggara 912.610
8 Jawa Tengah 534.191
9 Kalimantan Utara 532.526
10 Sulawesi Utara 432.696
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari data diatas menunjukan Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil
perikanan budidaya terbesar nomer 6 di Indonesia dengan jumlah produksi
sebesar 1.178.593, setelah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 3.564.788, Provinsi
Nusa Tenggara Timur sebesar 1.859.670, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar
1.341.620, Provinsi Jawa Barat sebesar 1.185.042 dan Provinsi Nusa Tenggara
Barat sebesar 1.183.112. Perikanan budidaya terdiri dari perikanan budidaya
laut, budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring
apung dan budidaya sawah minapadi. Pada tahun 2017 Total jumlah produksi
perikanan budidaya Provinsi Jawa Timur sebesar 1.189.443 Ton, dari total hasil
produksi perikanan budidaya Indonesia yang sebesar 6.115.469 Ton. Sub sektor
perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya apabila dikelola dengan
baik kedepannya dapat menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jawa Timur karena mempunyai potensi yang cukup besar.
Menurut Suryono, (2010) Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan
pembangunan yang dapat dijadikan tolak ukur secara makro adalah
6
pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, meskipun telah digunakan sebagai indikator
pembangunan, pertumbuhan ekonomi masih bersifat umum dan belum
mencerminkan kemampuan masyarakat secara individual. Pembangunan daerah
diharapkan akan membawa dampak positif pula terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dicerminkan dari perubahan PDRB dalam
suatu wilayah. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas
perekonomian secara menyeluruh. (BPS, 2016).
Gambar 1.1
Komposisi PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Timur 2017 Atas Dasar
Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS Jawa Timur
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sub-sektor tanaman pangan
berkontribusi paling besar terhadap pembentukan PDRB sektor pertanian yaitu
sebesar 31%. Sedangkan sub-sektor perikanan berkontribusi sebesar 20% dari
total pembentukan PDRB sektor pertanian. Dilanjutkan sub-sektor peternakan
sebesar 19%, sub-sektor perkebunan sebesar 15%, Sub sektor tanaman
31%
10%
15%
19%
1%
4%
20%
PDRB Sektor PertanianTanaman Pangan
Tanaman Holtikura
Perkebunan
Peternakan
Jasa Pertanian dan Pemburuan
Kehutanan dan PenebanganKayu
Perikanan
7
holtikultura sebesar 10%, sub-sektor kehutanan dan penebangan kayu sebesar
4%, dan Sub sektor jasa pertanian dan pemburuan sebesar 1%. Hal ini
menunjukan bahwa dari seluruh aktifitas semua unit usaha sektor pertanian di
Provinsi Jawa Timur, sub-sektor perikanan merupakan penyumbang terbesar
kedua setelah sub-sektor tanaman pangan dalam PDRB sektor pertanian. Sektor
pertanian sendiri belum berkontribusi besar terhadap PDRB di Provinsi Jawa
Timur dari total sebesar 1.482.299 milliar rupiah, tercatat PDRB sektor pertanian
hanya berkontribusi sekitar 11,29% yaitu sebesar 167.358 Milliar Rupiah,
berada di posisi ke 3 setelah sektor industri pengolahan sebesar 434.114 Milliar
Rupiah dan sektor perdagangan besar dan enceran sebesar 273.213 Milliar
Rupiah dari total PDRB di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Pada umumnya masyarakat pesisir termasuk kelompok masyarakat yang
relatif tertinggal secara ekonomi dan sosial (khususnya dalam hal Pendidikan)
dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Dari segi tingkat Pendidikan
masyarakat pesisir sebagian besar masih tergolong rendah (Sumber Daya
Manusia) dan dari segi ekonomi masyarakat pesisir relatif berada dalam tingkat
kesejakterahan yang rendah (Kemiskinan).
Kemiskinan merupakan masalah besar yang banyak terjadi di setiap negara
khususnya di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia. permasalahan
ini bersifat kompleks, sehingga berbagai upaya yang dilakukan dalam
mengentaskan kemiskinan harus diimplementasikan secara baik dan benar.
8
Gambar 1.2
Presentase Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Indonesia Tahun
2017
Sumber: Badan Pusat Statistik
16.89
10.22
6.87
7.78
8.19
13.19
16.45
13.69
5.2
6.06
3.77
8.71
13.01
13.02
11.77
5.45
4.25
16.07
21.85
7.88
5.37
4.73
6.19
7.22
8.1
14.14
9.38
12.81
17.65
11.3
18.45
6.35
25.1
27.62
0 5 10 15 20 25 30
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Presentase Penduduk Miskin
9
Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa Provinsi Jawa Timur mempunyai
presentase penduduk miskin peringkat nomer 15 di Indonesia dengan jumlah
presentase terhadap jumlah penduduk sebesar 11.77%. Untuk Provinsi yang
memiliki presentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia yaitu Provinsi
Papua dengan jumlah presentase terhadap jumlah penduduk sebesar 27.62%.
Sedangkan Provinsi yang memiliki presentase penduduk miskin terendah di
Indonesia yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah presentase terhadap jumlah
penduduk sebesar 3.77%. Hal ini menunjukan bahwa masih tingginya presentase
penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur sebesar 11.77% atau sebanyak 4,6 juta
jiwa penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur dari total jumlah penduduk
Provinsi Jawa Timur sebanyak 39,2 juta jiwa.
Berbagai Kegiatan pembangunan ekonomi harus dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan. Salah satunya upaya
meningkatkan pendapatan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
pesisir dan laut, dengan adanya pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut secara
intensif, optimal dan terkendali dapat mendorong adanya pertumbuhan ekonomi
lokal yang tinggi serta dapat memberikan efek keuntungan yang besar bagi
kesejahterahan masyarakat pesisir. Namun pada kenyataannya wilayah pesisir
dan laut belum menjadi prioritas utama bagi pertumbuhan ekonomi secara
Nasional maupun Provinsi dan belum dapat memberikan kesejahteraan bagi
masyarakatnya, sehingga pada saat ini dapat dilihat bahwa sebagian besar
masyarakat pesisir masih berada dibawah garis kemiskinan.
Pencapaian pembangunan ekonomi suatu wilayah dipengaruhi oleh proses
pembangunan manusia. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari seberapa besar
kualitas manusia di suatu wilayah. Indikator yang bisa mengukur kualitas
manusia disuatu daerah yaitu dengan cara Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM merupakan indikator yang di gunakan untuk mengukur salah satu aspek
penting yang berkaitan dengan kualitas dari hasil pembangunan ekonomi. IPM
dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH), Rata-rata
Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) yang mempunyai tiga
unsur yaitu kesehatan, pendidikan yang dicapai, dan standar kehidupan atau
10
sering disebut ekonomi. Jadi ketiga unsur ini sangat penting dalam menentukan
tingkat kemampuan suatu provinsi untuk meningkatkan IPMnya. Ketiga unsur
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling memengaruhi satu sama yang
lainnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti ketersediaan
kesempatan kerja, yang pada akhirnya ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi,
infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Jadi IPM di suatu daerah akan
meningkat apabila ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan, nilai IPM yang
tinggi menandakan keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
Gambar 1.3
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
Provinsi Jawa Timur Tahun 2013-2017
Sumber: BPS Jawa Timur
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan IPM di
Provinsi Jawa Timur dari tahun 2013 sampai tahun 2017 terus meningkat setiap
tahunnya. Pencapaian IPM tertinggi berada pada tahun 2017 sebesar 70.27
persen. Sedangkan capaian terendah berada pada tahun 2013 sebesar 67.55
persen. Meskipun IPM Provinsi Jawa Timur terus mengalami peningkatan dan
masuk dalam kategori skala IPM menengah atas namun jika dibandingkan
67.55
68.14
68.95
69.74
70.27
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
70
70.5
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Pembangunan Manusia
11
dengan IPM dari Provinsi lain di Indonesia, IPM Provinsi Jawa Timur pada
tahun 2017 masih berada di urutan ke 15 peringkat IPM dari total 34 Provinsi
seluruh Provinsi di Indonesia.
Mengacu pada potensi yang dimilikinya tersebut tentunya Provinsi Jawa
Timur seharusnya dapat meningkatkan kualitas wilayahnya serta
mensejahterakan kehidupan masyarakatnya khususnya masyarakat pesisir di
wilayah Provinsi Jawa Timur.
B. Rumusan Masalah
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi perikanan yang besar. Baik itu perikanan tangkap perairan laut
maupun perikanan budidaya, kedua-duanya memiliki potensi yang besar.
Tercatat Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil perikanan tangkap perairan
laut terbesar nomer 3 di Indonesia setelah Provinsi Maluku dan Provinsi
Sumatera Utara, serta penghasil perikanan budidaya terbesar nomer 3 di
Indonesia setelah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
yang terdiri dari perikanan budidaya laut, budidaya tambak, budidaya kolam,
budidaya keramba, budidaya jaring apung dan budidaya sawah minapadi.
Melihat potensi tersebut, tentunya sub sektor perikanan (perikanan
tangkap perairan laut dan perikanan budidaya) diharapkan akan membawa
dampak positif terhadap PDRB Provinsi Jawa Timur. Selain, PDRB, potensi
sub sektor perikanan juga diduga mempengaruhi perubahan peningkatan
pendapatan tenaga kerja pada bidang sub sektor perikanan. Peningkatan ini
selanjutnya diduga akan berdampak pada kemiskinan dan Indeks Pembangunan
Manusia di Provinsi Jawa Timur.
12
Penulis ingin menyajikan seperti apa permasalahan yang telah
dikemukakan diatas, dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor perikanan
terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto di wilayah pesisir
Provinsi Jawa Timur?
2. Seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor perikanan
terhadap Kemiskinan di wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur?
3. Seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor perikanan
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di wilayah pesisir Provinsi
Jawa Timur?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan
penulisan ini adalah:
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor
perikanan terhadap Produk Domestik Regional Bruto di wilayah pesisir
Provinsi Jawa Timur.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor
perikanan terhadap Kemiskinan di wilayah pesisir Provinsi Jawa
Timur.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah produksi sub sektor
perikanan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di wilayah pesisir
Provinsi Jawa Timur.
13
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Akademisi
Sebagai wawasan akademis, terkait pengaruh dari adanya potensi
sub sektor perikanan terhadap kualitas wilayah pesisir serta sebagai
bahan pembanding dan refrensi bagi penulisan karya ilmiah
selanjutnya.
2. Bagi Pihak Swasta
Sebagai refrensi bagi pengusaha di bidang sub sektor perikanan yang
ingin mengembangkan usahanya.
3. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak yang
berkompeten lainya, dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan potensi sub sektor perikanan dimasa yang akan
dating.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Sub-Sektor Perikanan
a. Pengertian Perikanan
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai
dari praproduksi, produksi pengolahan sampai dengan pemasaran, yang
dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
b. Jenis-Jenis Perikanan
Jenis-jenis perikanan dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Perikanan Pantai
Perikanan pantai dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak
tempuh kurang dari 60 mil dari pantai. Jenis penangkapan ikan ini biasa
dilakukan oleh nelayan tradisional yang menggunakan perahu dayung
atau kapal motor tempel. Oleh karena peralatan yang digunakan sangat
terbatas, hasil tangkapannyapun kurang memuaskan. Jenis ikan yang
sering ditangkap, antara lain kembung, teri, petek, lemuru, dan
beberapa jenis moluska, seperti cumi dan ubur-ubur.
2. Perikanan Laut Dalam
Perikanan laut dalam merupakan jenis penangkapan ikan di laut
lepas atau samudra yang biasa dilakukan oleh nelayan modern atau
perusahaan perikanan dengan peralatan canggih. Mereka biasa pergi
menangkap ikan dengan kapal trawl serta alat penangkap ikan berupa
pukat harimau. Jala ikan jenis ini mampu menjaring ikan dalam jumlah
yang banyak, mulai dari ikan-ikan besar sampai yang ukurannya kecil.
15
Komoditas yang menjadi andalan tangkapan adalah tuna dan cakalang.
Beberapa wilayah di Indonesia yang merupakan kawasan perikanan
laut yang potensial antara lain sebagai berikut:
a) Sekitar Selat Malaka dengan pusat di daerah Bagansiapiapi. Di
wilayah ini banyak mengandung ikan terumbuk.
b) Sekitar perairan pantai utara Jawa, dan Segara Anakan
(Cilacap). Selain ikan di wilayah ini banyak terdapat rumput
laut dan agaragar.
c) Sekitar Air Tembaga, Bitung, dan Sulawesi Utara yang banyak
menghasilkan jenis ikan tuna dan cakalang.
d) Perairan Maluku (sekitar Ambon) yang merupakan salah satu
zona up welling curent sehingga menjadi kawasan yang kaya
dengan ikan. Di wilayah ini banyak terdapat jenis ikan
cakalang, rumput laut, dan beberapa jenis ikan hias.
e) Di daerah Dobo (sekitar Kepulauan Aru) dan Kepulauan Kei
banyak mengandung mutiara, udang laut, tripang, bunga
karang dan rumput laut.
f) Perairan sekitar Pulau Solor dan Alor.
3. Perikanan Darat
Selain perikanan laut juga mengenal perikanan darat yang
dilakukan di air tawar dan air payau. Bentang perairan darat yang biasa
dijadikan wilayah penangkapan atau pembudidayaan ikan antara lain
sungai, danau, empang atau kolam, sawah, dan bendungan (waduk atau
danau buatan). Budidaya ikan di sungai biasanya dilakukan dengan
sistem arus deras (water running system) yang memanfaatkan aliran
sungai. Dengan pola ini pertumbuhan ikan relatif cepat, sebab ikan
senantiasa bergerak untuk menahan aliran air dan selalu terjadi
pergantian air. Bentang perairan darat yang juga potensial sebagai
kawasan penangkapan ikan adalah danau, seperti Danau Poso dan
Tempe di Sulawesi.
16
Di wilayah danau dapat juga diupayakan budidaya perikanan
dengan sistem jala terapung atau keramba. Pola budidaya ikan jala
terapung telah dilakukan oleh penduduk yang tinggal di sekitar
Bendungan Jatiluhur, Saguling, dan Ci Rata (Jawa Barat). Jenis ikan
yang biasa diusahakan antara lain ikan mas dan nila. Bentuk
pembudidayaan ikan di sawah dikenal dengan istilah minapadi, yang
merupakan bentuk tumpang sari antara ikan dengan padi sawah. Pada
saat lahan pertanian sawah telah dibajak dan bibit padi mulai
disemaikan, benih ikan juga mulai ditebar, dengan harapan sebelum
tanaman padi besar, ikan sudah dipanen. Jenis ikan yang biasa
Perikanan Darat Selain perikanan laut juga mengenal perikanan darat
yang dilakukan di air tawar dan air payau. Bentang perairan darat yang
biasa dijadikan wilayah penangkapan atau pembudidayaan ikan antara
lain sungai, danau, empang atau kolam, sawah, dan bendungan (waduk
atau danau buatan).
Budidaya ikan di sungai biasanya dilakukan dengan sistem arus
deras (water running system) yang memanfaatkan aliran sungai.
Dengan pola ini pertumbuhan ikan relatif cepat, sebab ikan senantiasa
bergerak untuk menahan aliran air dan selalu terjadi pergantian air.
Bentang perairan darat yang juga potensial sebagai kawasan
penangkapan ikan adalah danau, seperti Danau Poso dan Tempe di
Sulawesi. Di wilayah danau dapat juga diupayakan budidaya perikanan
dengan sistem jala terapung atau keramba. Pola budidaya ikan jala
terapung telah dilakukan oleh penduduk yang tinggal di sekitar
Bendungan Jatiluhur, Saguling, dan Ci Rata (Jawa Barat). Jenis ikan
yang biasa diusahakan antara lain ikan mas dan nila. Bentuk
pembudidayaan ikan di sawah dikenal dengan istilah minapadi, yang
merupakan bentuk tumpang sari antara ikan dengan padi sawah.
Pada saat lahan pertanian sawah telah dibajak dan bibit padi mulai
disemaikan, benih ikan juga mulai ditebar, dengan harapan sebelum
tanaman padi besar, ikan sudah dipanen. Jenis ikan yang biasa
17
diupayakan adalah ikan mas atau nila. Sistem mina padi ini memberikan
keuntungan ganda bagi para petani. Di daerah sekitar pantai dan dataran
rendah sering kita jumpai budidaya ikan di air payau, berupa perikanan
tambak. Jenis ikan yang sering diupayakan, antara lain ikan bandeng,
gurame atau udang. Budidaya ikan air payau agak berbeda dengan air
tawar. Ada beberapa persyaratan fisik yang harus dipenuhi, antara lain
sebagai berikut:
1. Perbedaan tinggi muka air saat laut pasang naik dan pasang surut
harus jelas, mengingat ikan bandeng biasanya bertelur di air laut
dan nantinya dijaring untuk dibudidayakan lebih lanjut di air
payau.
2. Daerah di sekitarnya harus subur bagi tumbuhnya berbagai jenis
rumput-rumputan yang berfungsi sebagai makanan utama ikan
bandeng.
c. Faktor Produksi Perikanan
Faktor produksi dikenal dengan istilah input production faktor.
Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang
diperoleh. Optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya
adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien
mungkin sehingga menghasilkan produksi yang maksimum. Adapun
faktor produksi perikanan sebagai berikut:
1. Faktor Alam
Faktor alam (sumber daya alam) sebagai salah satu faktor
produksi yang berpengaruh. pada usaha perikanan sumber daya alam
berupa tanah dan perairan (sungai, waduk, rawa, genangan dan laut).
Perairan adalah suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan
untuk usaha pembudidayaan dan penangkapan ikan. Perairan
bersifat milik bersama, namun tidak menutup kemungkinann adanya
aturan-aturan yang diberlakukan oleh golongan atau kelompok
masyarakat yang telah berlangsung turun temurun, misalnya aturan
18
adat (hukum laut). Pada usaha perikanan kedua tempat tersebut
sangat erat keterkaitannya dan disinilah dilaksanakan proses
produksi hingga menghasilkan produksi. Salah satu bukti bahwa
perairan merupakan faktor produksi dapat dilihat dari tinggi
rendahnya balas jasa baik yang berupa sewa atau bagi hasil yang
sesuai dengan permintaan dan penawaran dalam masyarakat tertentu
pada daerah tertentu.
2. Faktor Sarana Produksi
Faktor ini merupakan inti dari berbagai faktor produksi
lainnya, artinya tanpa tersedianya faktor ini tidak mungkin
dilaksanakan kegiatan berproduksi. Ketersediaan sarana produksi
dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang baik, akan mempengaruhi
kelancaran proses produksi. Sarana produksi pada dasarnya
digolongkan berdasarkan:
1) Sarana produksi yang habis dipakai dalam satu siklus atau
sarana produksi yang tidak tahan lama, meliputi Solar/BBM,
Umpan Pancing, Es, Bahan Makanan Melaut (beras, lauk
pauk, air tawar, dll).
2) Sarana produksi yang tidak habis dipakai/digunakan dalam
satu siklus atau yang tahan lama, meliputi Bangunan, Kapal
dan Mesin Kapal (Body kapal, Mesin Utama, Mesin Bantu dan
Generator), Alat Tangkap (Jaring, Pancing, dll), Alat Bantu
Penangkapan (Rumpon, Sampan, dll), dll.
3. Faktor Tenaga Kerja
Keberhasilan pembangunan ekonomi akan dipengaruhi oleh
banyak faktor produksi. Faktor produksi tersebut salah satunya
adalah tenaga kerja (Sumber Daya Manusia). Tenaga kerja dalam
bidang perikanan pada umumnya terdiri dari tenaga kerja tetap dan
tenaga kerja tidak tetap (sambilan). Tenaga kerja tetap umumnya
19
berasal dari keluarganya sendiri (tenaga inti) dan atau tenaga kerja
yang mendapat upah secara tetap pada periode tertentu, misalnya
bulanan. Sementara tenaga kerja tidak tetap (sambilan) atau dapat
juga disebut tenaga kerja harian lepas, umumnya bersifat buruh.
4. Faktor Modal
Modal adalah faktor produksi buatan yang merupakan input
sekaligus output dalam perekonomian (Paul Samuelson &
WilliamD. Nordhaus). Modal salah satu faktor produksi yang
penting untuk menggerakkan seluruh rangkaian proses produksi.
Dalam kegiatan produksi modal dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu modal tetap dan modal variabel. Perbedaan ini disebabkan
karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi
seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam
kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap dapat
didefinisikan sebagai biaya yang tidak habis dalam sekali proses
produksi tersebut. Misalnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku dan bahan penolong atau yang dibayarkan untuk
pembayaran tenaga kerja.
5. Faktor Teknologi
Faktor teknologi dalam kegiatan usaha perikanan, berarti
melakukan pilihan-pilihan terhadap teknologi yang digunakan. Hal
ini penting, karena potensi sumber daya perikanan yang tersedia dan
jenis usaha yang dapat dikembangkan juga cukup beragam, dan pada
umumnya bersifat padat modal. Perkembangan teknologi, sangat
memungkinkan bagi pelaku usaha perikanan untuk meningkatkan
produksi dan produktivitasnya. Dengan teknologi, produk hasil
perikanan yang dikenal cepat rusak/busuk, dapat dipertahankan
tingkat kesegarannya (mutunya) untuk waktu yang cukup lama.
20
6. Faktor Manajemen
Penerapan faktor manajemen pada dasarnya adalah bagaimana
menggabungkan dan menselaraskan seluruh fungsi-fungsi
manajemen dengan faktor-faktor produksi yang ada. Usaha
perikanan yang terdiri dari banyak sub-sub system, memungkinkan
masing-masing sub system tersebut menerapkan fungsi-fungsi
manajemen baik berdiri sendiri maupun merupakan satu kesatuan
utuh dari kegiatan usaha. Dari semua faktor produksi yang ada,
faktor ini sering diabaikan oleh pelaku usaha perikanan terutama
pada skala rumah tangga/kecil. Tetapi pada skala usaha menengah
keatas, faktor ini sudah diterapkan walaupun belum maksimal.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah nilai tambah
yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah
dengan menerapkan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan seluruh unit ekonomi. PDRB sendiri dapat diartikan sebagai
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau jumlah
seluruh nilai barang dan jasa oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah
selama kurun waktu tertentu dan biasanyasatu tahun (BPS, 2017)
PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola
sumber daya alam yang dimilikinya. Besaran PDRB yang dihasilkan oleh
masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya
alam dan faktor produksi daerah tersebut. Dengan itu pertumbuhan
ekonomi menggambarkan perkembangan aktivitas perekonomian.
Menurut aryanto (2011), yang lebih relevan untuk digunakan adalah nilai
PDRB berdasarkan harga konstan dari pada PDRB atas dasar harga
berlaku.
b. Pendekatan Penyusunan PDRB
21
Menurut Case and Fair (2010), PDRB dapat dihitung dengan tiga
pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran.
1. Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendekatan yang jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu wilayah pada suatu
periode tertentu (biasanya setahun). Unit-unit produksi tersebut dalam
penyajian ini dikelompokkan menjadi 17 lapangan usaha (sektor) yaitu:
1. Pertanian.
2. Pertambangan dan Penggalian.
3. Industri Pengolahan.
4. Pengadaan Listrik dan Gas.
5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang.
6. Konstruksi.
7. Perdagangan Besar dan Eceran.
8. Transportasi dan Pergudangan.
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum.
10. Informasi dan Komunikasi.
11. Jasa Keuangan dan Asuransi.
12. Real Estate.
13. Jasa Perusahaan.
14. Administrasi Pemerintah.
15. Jasa Pendidikan.
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
17. Jasa Lainnya.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Pendekatan ini merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor- faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa
22
faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga
kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal)
dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan/enterpreneurship),
semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung
lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan
pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari:
1. pengeluaran konsumsi rumah tangga.
2. lembaga non profit yang melayani rumah tangga.
3. pengeluaran konsumsi pemerintah.
4. pembentukan modal tetap domestik bruto.
5. perubahan inventori.
6. ekspor neto (ekspor dikurangi impor).
c. Jenis-Jenis Produk Domestik Regional Bruto
Menurut Badan Pusat Statistik (2017), jenis-jenis Produk Domestik
Regional Bruto terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
PDRB atas dasar harga berlaku atau PDRB nominal adalah PDRB
yang di ukur dengan nilai harga pada tahun berjalan atau nilai uang saat
ini. Semua komponen PDRB dinilai pada harga saat ini. PDRB ini
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga berlaku
digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi.
2) PDRB Atas Dasar Harga Tetap
PDRB dengan harga tetap atau PDRB rill, PDRB yang di ukur
dengan nilai yang didasarkan kepada harga satu tahun dasar tertentu.
23
Angka-angka PDRB tetap merupakan hasil perkalian antara jumlah
produksi (Q) dan harga (P), apabila harga-harga mengalami kenaikan
dari satu tahun ke tahun yang di sebabkan oleh inflasi, maka besarnya
PDRB akan naik juga, tetapi belum tentu menunjukan kenaikan jumlah
produksi (PDRB rill).
d. Kegunaan Produk Domestik Regional Bruto
Data PDRB adalah salah satu indikator ekonomi makro yang dapat
menunjukan kondisi perekonomian daerah setiap tahun. Manfaat yang
dapat diperoleh dari data ini antara lain:
1. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) manunjukan kemampuan
sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai
PDRB yang besar menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi
yang besar, begitu juga sebaliknya.
2. PDRB atas dasar harga konstan (rill) dapat digunakan untuk
menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau
setiap lapangan usaha dari tahun ke tahun.
3. Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha
menunjukan struktur perekonomian atau peranan setiap lapangan
usaha dalam setiap daerah. Lapangan usaha yang mempunyai peran
besar menunjukan basis perekonomian suatu daerah.
4. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukan nilai PDRB
per kepala atau per satu orang penduduk.
5. PDRB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui
pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu daerah.
Rahardjo Adisasmita (2011) berpendapat bahwa indikator yang
dipergunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu:
1. PDRB dihitung atas dasar konsep arus barang, artinya perhitungan
PDRB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada suatu
24
periode tertentu. Aliran konsep ini memungkinkan kita untuk
membandingkan jumlah output yang dihasilkan pada tahun ini
dengan tahun sebelumnya.
2. Batas wilayah perhitungan PDRB adalah daerah (perekonomian
domestik). Hal ini memungkinkan untuk mengukur sejauh mana
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu
mendorong aktivitas perekonomian domestik.
3. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan pada umumnya mengacu pada keadaan kekurangan
uang dan barang untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menjamin
kelangsungan hidup. Oleh karena itu, seseorang termasuk kategori miskin
apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokoknya.
Pengertian kemiskinan menurut beberapa ahli atau lembaga adalah sebagai
berikut:
- BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional)
mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang
terjadi bukan karena kehendak si miskin, melainkan karena keadaan
yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
- World Bank (2007:5) mengartikan kemiskinan sebagai kondisi dimana
seseorang tidak dapat menikmati segala macem pilihan dan kesempatan
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi
kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa
dihormati seperti orang lain (kemiskinan absolut). World bank
mengukur kemiskinan absolut sebagai orang yang hidup dengan
pendapatan dibawah USD $ 1,00 per hari dan kemiskinan menengah
untuk pendapatan dibawah USD $ 2,00 per hari.
- Friedman (1979) mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan
kesempatan untuk memformulasikan basis kekuasaan sosial, yang
meliputi: asset (tanah, perumahan, peralatan, kesehatan), sumber
25
keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai), organisasi sosial
politik yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan bersama,
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa,
pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi yang
berguna.
- Michael P. Todaro (2004) mengemukakan kemiskinan absolut, yaitu
sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk tersebut hidup di
bawah tingkat pendapataan riil minimum tertentu atau di bawah garis
kemiskinan internasional.
Berdasarkan beberapa pengertian kemiskinan di atas dapat
disimpulkan bahwa kemiskinan adalah sulitnya seseorang mengakses hal-
hal vital dalam hidup yang disebabkan minimnya pendapatan yang bisa
didapat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk mengindikasikan
kemiskinan digunakan garis kemiskinan (poverty line) yang menunjukkan
ketidakmampuan seseorang melampaui ukuran garis kemiskinan. Garis
kemiskinan adalah ukuran yang didasarkan pada kebutuhan konsumsi
minimum baik konsumsi makanan, pakaian, maupun perumahan.
Garis kemiskinan berdasarkan konsumsi (consumption-based
poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu:
1. Pengeluaran untuk memenuhi standar gizi minimum dan kebutuhan
mendasar lainnya.
2. Jumlah kebutuhan lain yang bervariasi, yang mencerminkan biaya
partisipasi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Menurut Sharpe et. al. (1997:215), sumber kemiskinan terdiri dari
beberapa hal, yaitu:
1. Rendahnya kualitas angkatan kerja
26
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena
rendahnya kualitas Angkatan kerja. Kualitas Angkatan kerja bisa dilihat
dari angka buta huruf.
2. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal
Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan
tenaga kerja menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada
akhirnya menjadi faktor penyebab kemiskinan.
3. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi
Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah
mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula, tingkat
produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal
ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi Teknik produksi
yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang rendah
salah satunya bisa dilihat dari penggunaan alat-alat produksi yang
masih bersifat tradisional.
4. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan
secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan
sumber daya biasanya bersifat tradisional yang menyebabkan
terjadinya inefisiensi.
5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Menurut teori malthus jumlah penduduk yang berkembang sesuai
deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai deret
hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan
bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu
indikasi terjadinya kemiskinan.
b. Teori-Teori Kemiskinan
Menurut Amartya Sen, Bloom dan Canning dalam Ravi Dwi
Wijayanto (2010:77) bahwa seseorang dikatakan miskin apabila
mengalami “capability deprivation” dimana seseorang tersebut mengalami
27
kekurangan kebebasan yang substantif. Kebebasan substantif ini memiliki
dua sisi: kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan.
Menurut para ahli, kemiskinan itu bersifat multidimensional, artinya
karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan pun
memiliki banyak aspek, dilihat dari kebijakan umum maka kemiskinan
meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial
politik, pengetahuan, dan keterampilan serta aspek sekunder yang berupa
miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi.
Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk
kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang
kurang baik, dan tingkat Pendidikan yang rendah (Lincolin Arsyad,
2010:57).
Sedangkan menurut Jacobus, dkk (2018) menjelaskan bahwa
dimensi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers memberi
penjelasan mengenai bentuk persoalan kemiskinan dan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kemiskinan berikut merupakan 4 bentuk dari
kemiskinan, yaitu:
1. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut merupakan kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya atau yang
berada di bawah garis kemiskinan yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas hidup mereka. Jenis kemiskinan ini banyak digunakan sebagai
standart garis kemiskinan.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif adalah bentuk kemiskinan yang terjadi karena
adanya pengaruh dari kebijakan pembangunan yang belum merata,
sehingga dapat menimbulkan kesenjangan atau ketimpangan. Daerah
seperti ini disebut dengan daerah tertinggal.
3. Kemiskinan Kultural
28
Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang terjadi karena
bentuk pola pikir manusia atau masyarakat yang tidak mau merubah
dirinya, biasanya karena faktor budaya yang mempengaruhinya.
4. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya
terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang
kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan.
Teori lingkaran perangkap kemiskinan, teori ini merupakan salah
satu teori kemiskinan yang dikemukakan oleh Togar Saragih (2006:48)
yang mengatakan bahwa ada 2 lingkaran perangkap kemiskinan yaitu:
1. Dari segi penawaran (supply)
Tingkat pendapatan masyarakat yang rendah diakibatkan oleh
produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan menabung
masyarakat rendah. Kemampuan untuk menabung yang rendah
menyebabkan tingkat pembentukan modal (investasi), yang kemudian
akan menyebabkan kekurangan modal dan demikian tingkat
produktivitasnya rendah.
2. Dari segi permintaan (demand)
Di negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan
modal sangat rendah, karena luas pasar untuk berbagai jenis barang
terbatas, hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat yang rendah.
Pendapatan yang rendah tersebut dikarenakan tingkat produktivitas
yang rendah sebagai wujud dari tingkat pembentukan modal yang
terbatas di masa lalu, disebabkan kekurangan perangsang untuk
menanam modal dan seterusnya.
Pada dasarnya teori perangkap kemiskinan berpendapat bahwa:
1. Ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup.
2. Kurangnya perangsangan untuk melakukan penanaman modal.
3. Taraf Pendidikan, pengetahuan dan kemahiran relatif kurang.
29
Ketiga faktor utama tersebut diatas merupakan faktor yang
menghambat terciptanya pembentukan modal dan perkembangan
ekonomi yang pesat di negara-negara yang sedang berkembang. Secara
ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik,
kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang
mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat menentukan
kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan
sumber daya. Secara sosial psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari
tingkat kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam
mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
a. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Lathifah, dkk (2017) Indeks Pembangunan Manusia
adalah ukuran pencapaian pembangunan manusia yang berbasis
pada sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Menurut Syaifullah
dan Malik (2017) IPM merupakan indeks kompisit yang dihitung
sebagai rata-rata sederhana dari 3 indeks yang menggambarkan
kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu
Indeks Harapan Hidup, Indeks Pendidikan, dan Indeks standar hidup
layak, yang dirumuskan sebagai berikut:
IPM = 1/3 (X1 + X2 + X3)
Keterangan:
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pendidikan
X3 = Indeks Standar Hidup Layak
Indeks pembangunan manusia merupakan konsep yang
mendasari pembangunan untuk mencapai kesejahteraan manusia
sebagai tujuan akhir pembangunan. Upaya untuk mensejahterakan
30
masyarakat di dalam pembangunan manusia mencakup tiga
komponen dasar yaitu peluang hidup (kesehatan), pengetahuan
(Pendidikan) dan hidup layak (pendapatan). Proses pembangunan
sumber daya manusia adalah suatu proses yang berjangka panjang
yang membutuhkan interaksi dari semua sektor yang akan terjadi
dengan bertahap (UNDP, 2008). Dalam mengukur kualitas
pembangunan manusia yaitu berdasarkan kondisi fisik manusia
(kesehatan dan kesejahteraan) maupun berdasarkan kondisi non fisik
(intelektualitas). Pembangunan dari kondisi fisik didasarkan dari
angka harapan hidup dan kemampuan daya beli, sedangkan
pembangunan dari kondisi non-fisik dilihat dari kualitas pendidikan
manusia (Susanti, 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik (2017), indeks pembangunan
manusia adalah suatu ukuran yang digunakan dalam mengetahui
kualitas hidup pembangunan manusianya. Adapun indikator dalam
indeks pembangunan manusia yaitu capaian umur Panjang dibidang
kesehatan, kemudian capaian bidang pendidikan yang dilihat melalui
angka melek huruf, rata-rata sekolah dan rata-rata lamanya
bersekolah serta kemampuan data beli masyarakat yang dilihat dari
pengeluaran perkapita.
b. Tujuan Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1995), tercapainya tujuan pembangunan
manusia, ada empat hal penting yang harus diperhatikan adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.
Empat hal pokok tersebut memuat pijakan-pijakan yang dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
1. Produktivitas
Kemampuan masyarakat dalam meningkatkan
produktifitas dan berperan penuh dalam proses penciptaan
pendapatan dan memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga
31
pembangunan ekonomi juga dapat digolongkan dalam bagian
pembangunan manusia.
2. Pemerataan
Dalam hal mendapatkan kesempatan dan akses terhadap
semua sumber daya ekonomi dan sosial, penduduk memiliki
kesmpatan yang sama dalam hal tersebut. Oleh karena itu
kegiatan yang dapat meminimalisir kesempatan untuk
mendapatkan akses tersebut harus diperhatikan, sehingga mereka
dapat memperoleh manfaat dan kesempatan yang ada dan ikut
berperan dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan
kualitas hidup.
3. Kesinambungan
Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus
dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga
disiapkan untuk generasi yang akan dating. Segala bentuk sumber
daya baik fisik, manusia maupun lingkungan harus senantiasa
diperbarui.
4. Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam hal keputusan dan proses yang akan
menentukan arah kehidupan mereka, penduduk harus turut
berpartisipasi dan berperan penuh. Begitu pula dalam hal
mengambil manfaat dari proses pembangunan penduduk juga
harus dilibatkan.
c. Komponen Indeks Pembangunan Manusia
Menurut Alhudori (2017) menjelaskan bahwa ada tiga
komponen yang digunakan untuk mengukur ukuran dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), yaitu:
1. Komponen Kesehatan
Dalam Indeks Pembangunan Manusia, komponen
kesehatan ini tercermin dalam usia harapan hidup masyarakat
yaitu rata-rata perkiraan banyak tahun yang ditempuh seseorang
32
selama hidup. Dalam perhitungan Angka Harapan Hidup,
terdapat dua jenis yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak
Masih Hidup (AMH). Untuk menghitung indeks harapan hidup
digunakan nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP,
batas umur tertinggi 85 dan terendah 25.
2. Komponen Pendidikan
Dalam komponen pendidikan diwakili oleh Angka Melek
Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah. Angka Melek Huruf
(AMH) yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun
ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan jumlah
penduduk 15 tahun ke atas. Sesuai dengan standar UNDP batas
maksimim 100 batas minimum 0. Rata-rata lama sekolah adalah
rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan penduduk 15 tahun ke atas
yang menempuh semua jenjang pendidikan formal. Batas
maksimium rata-rata lama sekolah yaitu 15 tahun, dan batas
minimum 0 tahun.
3. Komponen Daya Beli
Komponen daya beli diwakili oleh Pendapatan Perkapita
Riil yang disesuaikan yaitu rata-rata pengeluaran perkapita
penduduk yang distandarkan dengan mendeflasikan melalui
harga konsumen.
d. Skala Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia menegaskan bahwa manusia harus
turut serta berpartisipasi dalam merangsang proses-proses yang
dapat meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia itu sendiri.
Dasar pembuatan indeks pembangunan manusia ini adalah karena
melihat betapa pentingnya memperhatikan kualitas dari sumber
daya manusia. Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan
oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB), menetapkan peringkat
kinerja manusia pada skala 0.0-100.0 dengan katagori sebagai
berikut:
33
1. Tinggi : IPM lebih dari 80.0
2. Menengah atas: : IPM antara 66.0-79.9
3. Menengah bawah : IPM antara 50.0-65.9
4. Rendah : IPM kurang dari 50.0
Nilai IPM suatu Negara maupun daerah menunjukan sejauh
mana suatu Negara atau daerah mampu mencapai sasaran yang
ditentukan yaitu berupa angka harapan hidup 85 tahun. Pendidikan
dasar bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, serta tingkat
konsumsi dan pengeluaran yang telah mencapai standar hidup yang
layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100,
semakin dekat jalan yang capaian yang harus dicapai untuk
mencapai sasaran tersebut.
B. Penelitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini, berbagai penelitian telah
banyak dilakukan yang berkaitan dengan peran sub sektor perikanan (perikanan
tangkap perairan laut dan perikanan budidaya) terhadap kualitas wilayah
(PDRB, Kemiskinan, dan IPM). Pada bagian ini ditampilkan beberapa penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Hamka (2017). Analisis Pergeseran Sub-Sektor Perikanan Dalam
Pembentukan Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten Barru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sub sektor perikanan
mengalami pergeseran dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Barru.Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang
bersifat deskriptif kuantitatif dengan model analisis shift share data yang
digunakan adalah data sekunder dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.
Hasil analisis menyatakan bahwa pergeseran sub sektor perikanan Kabupaten
Barru menghasilkan nilai positif yang tutrut memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan PDRB pada periode 2011-2015. Selain itu pertumbuhan
komoditas perikanan tangkap pada sub sektor perikanan Kabupaten Barru
34
pada 2011-2015 telah mengalami perubahan struktur ke komoditas perikanan
budidaya. Berubahnya peranan komoditas sub sektor perikanan ini didukung
oleh produktivitas budidaya perikanan yang meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya pengelolaan udang serta semakin berkembangnya area tempat
pembudidayaan.
2. Adhyaksa Dault, Abdul Kohar, & Agus Suherman (2009). Analisis
Kontribusi Sektor Perikanan pada Struktur Perekonomian Jawa Tengah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kontribusi sektor perikanan pada
struktur perekonomian Jawa Tengah pembentukan input dan output,
permintaan antara, dan permintaan akhir. Metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis input output dengan menggunakan Tabel
input output atas dasar harga produsen Jawa Tengah Tahun 2017 yang
merupakan hasil up dating, dengan sektor produksi 19 sektor. Penggunaan
Tabel input output ini untuk mengetahui kontribusi sektor perikanan dalam
perekonomian Jawa Tengah melalui pembentukan input output.
Pembentukan input terdiri dari jumlah input antara dan (PDRB), sedangkan
pembentukan output terdiri dari totsl output antara dan total konsumsi. Hasil
analisis menunjukan bahwa sektor perikanan mempunyai kontribusi yang
masih kecil pada perekonomian Jawa Tengah dengan total input sebesar
0,07% dari total input, sedangkan untuk total output yang terbentuk dari
sektor perikanan sebesar 0,27% dari total output. dengan demikian output
yang diciptakan dari sektor perikanan yang digunakan sebagai input bagi
sektor yang lain masih rendah dan akan berdampak pada masih kecilnya
kontribusi sektor perikanan dalam pembentukan PDRB Provinsi Jawa
Tengah.
3. Jamilah Mawardati (2019). Kabupaten Aceh Timur. Hubungan Tingkat
Kemiskinan Dengan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Tangkap Pada
Kawasan Minapolitan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan
tingkat kemiskinan nelayan dengan pemanfaatan sumber daya
perikanantangkap pada kawasan Minapolitan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis survey dengan pendekatan explanatory research.
35
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Kabupaten Aceh Timur memiliki
potensi perikanan yang cukup besar sebagai motor penggerak ekonomi
wilayah dan dapat dikembangkan secara terintegrasi dalam kawasan
minapolitan, namun tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap
belum maksimal.
4. Styawan Iqbal, Teguh Hadi Priyono & Sebastiana Viphindrarti (2015)
Jember. Peran Sektor Perikanan dalam Perekonomian di Jawa Timur:
Analisis Input-Output. penelitian ini bertujuan menganalisis peran sektor
perikanan, keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lainnya, tingkat
pemanfaatan intput-output. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran
sektor perikanan pada 5 tahun terakhir mengalami kenaikan terus menerus
secara signifikan, keterkaitan langsung maka tambahan output akan
didistribusikan kepada sektor yang menggunakan input dari sektor perikanan
dan keterkaitan tidak langsung dalam sektor perikanan setiap kenaikan satu
unit output sektor perikanan. Maka tambahan output tersebut akan
didistribusikan kepada sektor yang menggunakan input dari sektor perikanan,
sehingga mendorong peningkatan proses sektor produksi. Angka pengganda
output sektor perikanan relatif kecil maka perubahan permintaan akhir pada
sektor perikanan pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap pembentukan
output angka pengganda pendapatan rumah tangga sektor perikanan relatif
kecil maka balas jasa atau upah tenaga kerja pada sektor perikanan masih
rendah.
5. Nurlia (2011) Makassar. Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap PDRB dan
Kesempatan Kerja di Kabupaten Pinrang periode 2005-2009. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar peranan subsektor perikanan
dalam menunjang produk domestik regional bruto (PDRB) dan seberapa
besar peranan subsektor perikanan dalam menunjang penyerapan tenaga kerja
di Kabupaten Pinrang. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif
yang menggunakan peralatan statistik sederhana lalu dideskriptifkan kedalam
Perhitungan Pertumbuhan Produksi, Jumlah Tenaga Kerja yang diserap,
Kontribusi Dalam Pembentukan PDRB, Elastisitas Kesempatan Kerja dari
36
Sub Sektor Perikanan & Pendapatan Perkapita. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa sub sektor perikanan di Kabupaten Pinrang telah
memberikan manfaat yang besar dalam menunjang PDRB Kab Pinrang,
terutama dalam meberikan kontribusinya terhadap sektor pertanian
khususnya, maupun sektor ekonomi secara keseluruhan pada umumnya.
Selain itu, sub sektor perikanan juga menyerap sejumlah tenaga kerja dan
meningkatkan output yang dihasilkan serta meningkatkan pendapatan
masyarakat di Kabupaten Pinrang.
6. Retno Dea Gitawati (2018) Jakarta. Analisis Pengaruh Nilai Produksi
Perikanan Budidaya Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pada Sembilan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui analisis pengaruh nilai produksi perikanan budidaya
terhadap Produk Domestik Regional Bruto pada Sembilan Kabupaten di
Provinsi Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis model
regresi data panel, Generalized Least Square (GLS) melalui pendekatan Fixed
Effect Model (FEM) terhadap sembilan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara simultan maupun parsial tambak,
kolam dan minapadi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Produk
Domestik Regional Bruto pada sembilan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
7. Muhendar Rostar, Hendrik & Lamun Bathara (2013) Kabupaten Kepulauan
Meranti. Kontribusi Sub Sektor Perikanan Terhadap Produk Domestik
Regional Bruto di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sub sektor perikanan terhadap
pendapatan domestik regional bruto (PDRB), mengetahui basis dan non basis
sub sektor perikanan, mengetahui dampak sub sektor perikanan terhadap
pendapatan wilayah dan tenaga kerja. Sub sektor perikanan terdiri dari hasil
penangkapan, budidaya dan pengolahan. Metode yang digunakan adalah
metode Location Quontient (LQ), data yang digunakan adalah data rangkai
waktu (time series data) dari tahun 2008 sampai 2012. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa Hasil kontribusi sub sektor perikanan pada tahun 2008 –
2011 mengalami kenaikan dari 3,89% – 4,11%, sementara pada tahun 2011–
37
2012 mengalami penurunan menjadi 4,09%. Berdasarkan hasil Locationt
Quetient (LQ) sub sektor perikanan dari tahun 2008–2012 merupakan sektor
basis dengan nilai LQ berkisar 2,67 – 2,90. Hasil multiplier effect sub sektor
perikanan dari tahun 2009-2012 berkisar 18,49 – 25,49.
8. Oyinbo Oyakhilomen (2014). Agricultural production and economic growth
in nigeria: implication for rural poverty alleviation. Penelitian ini bertujuan
untuk menyediakan informasi mengenai hubungan produksi pertanian dan
pertumbuhan ekonomi di Nigeria yang berfokus pada penurunan kemiskinan.
Dalam penelitian ini menunggunakan data time series dengan unit root test
dan pendekatan ARDL test. Hasil analisis menunjukan bahwa produksi
pertanian berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria.
9. K.E Uma, F.E Eboh & P.C Obidike (2013). Appraisal of the influence of
agriculture on economic growth: empirical evidence from Nigeria. Hasil
menunjukkan bahwa produksi pertanian, peternakan dan perikanan tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan produksi kehutanan
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun secara
simultan semua variabel berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
10. Kamil Sertoglu, Sevin Ugural, Festus Victor Bekun (2013). The
contribution of agricultural sector on economic growth of Nigeria. Hasil
analisis menunjukkan dalam jangka pendek, terdapat hubungan yang positif
antara nilai output pertanian dan GDP. Serta terdapat hubungan jangka
panjang antara semua variabel.
38
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Penulis dan Tahun Judul Variabel dan
Alat Analisis
Hasil Penelitian
1 Hamka (2017).
Makassar
Analisis
Pergeseran
Sub-Sektor
Perikanan
Dalam
Pembentukan
Produk
Domestik
Regional Bruto
di Kabupaten
Barru
Variabel:
Perikanan
Tangkap,
Perikanan
Budidaya, dan
PDRB
Alat Analisis:
Shift Share
Hasil analisis
menunjukan sub
sektor perikanan
Kabupaten Barru
menghasilkan nilai
positif yang turut
memberikan
sumbangan
terhadap
pertumbuhan PDRB.
2 Adhyaksa Dault,
Abdul Kohar, &
Agus Suherman
(2009). Semarang
Analisis
Kontribusi
Sektor
Perikanan pada
Struktur
Perekonomian
Jawa Tengah
Variabel:
Jumlah Input,
Total Output,
Total Konsumsi,
serta PDRB
Alat Analisis:
Analisis Input
Output
Hasil analisis
menunjukan sektor
perikanan
mempunyai
kontribusi yang
masih kecil pada
perekonomian Jawa
Tengah dengan total
input sebesar 0,07%
dari total input,
sedangkan untuk
total
output yang
terbentuk dari sektor
perikanan sebesar
39
0,27% dari total
output. Dengan
demikian output
yang diciptakan dari
sektor perikanan
yang digunakan
sebagai input bagi
sektor yang lain
masih rendah dan
akan berdampak
pada masih kecilnya
kontribusi sektor
perikanan dalam
pembentukan
produk domestik
bruto (PDRB) Jawa
Tengah
3 Jamilah Mawardati
(2019). Kabupaten
Aceh Timur
Hubungan
Tingkat
Kemiskinan
Dengan
Pemanfaatan
Sumber Daya
Perikanan
Tangkap Pada
Kawasan
Minapolitan.
Variabel:
Kemiskinan,
Nelayan,
Pemanfaatan
dan Sumber
Daya
Alat Analisis:
Analisis Survey
dengan
Pendekatan
Explanatory
Research.
Hasil analisis
menunjukan bahwa
Kabupaten Aceh
Timur memiliki
potensi perikanan
yang cukup besar
sebagai motor
penggerak ekonomi
wilayah dan dapat
dikembangkan
secara terintegrasi
dalam kawasan
minapolitan, namun
tingkat pemanfaatan
40
sumber daya
perikanan tangkap
belum maksimal.
4 Styawan Iqbal,
Teguh Hadi
Priyono &
Sebastiana
Viphindrarti
(2015). Jember
Peran Sektor
Perikanan
dalam
Perekonomian
di Jawa Timur:
Analisis Input-
Output
Variabel: Sektor
Perikanan &
PDRB
Alat Analisis:
Analisis Input
Output
Hasil analisis
menunjukan
kontribusi sektor
perikanan pada 5
tahun terakhir
mengalami kenaikan
terus menerus secara
signifikan. Pada
tahun 2010, Sektor
perikanan
menyumbangan
2.078% dari
total PDRB Jawa
Timur.
Pada tahun 2014
peningkatan sektor
perikanan tidak
sebesar
tahun 2013,
Namun hal ini tetap
meningkatkan
kontribusinya
terhadap
PDRB Jawa Timur
yaitu sebesar
2.274% naik 0.019%
dari
41
tahun sebelumnya.
Tren positif dari
sektor perikan ini
menunjukkan
kontribusi sektor
perikanan dari tahun
ketahun
semakin
memberikan dampak
yang semakin baik
pada
perekonomian
Provinsi Jawa
Timur.
5 Nurlia (2011).
Makassar
Peranan Sub
Sektor
Perikanan
Terhadap
PDRB dan
Kesempatan
Kerja di
Kabupaten
Pinrang
periode 2005-
2009
Variabel: Output
Sub Sektor
Perikanan,
PDRB &
Kesempatan
Kerja
Alat Analisis:
Perhitungan
Pertumbuhan
Produksi,
Jumlah Tenaga
Kerja yang
diserap,
Kontribusi
Dalam
Pembentukan
Hasil penelitian
menunjukan sub
sektor perikanan di
Kabupaten Pinrang
telah memberikan
manfaat yang besar
dalam menunjang
PDRB Kab Pinrang,
terutama dalam
meberikan
kontribusinya
terhadap sektor
pertanian khususnya,
maupun sektor
ekonomi secara
keseluruhan pada
umumnya. Selain itu,
42
PDRB,
Elastisitas
Kesempatan
Kerja dari Sub
Sektor
Perikanan &
Pendapatan
Perkapita
sub sektor perikanan
juga menyerap
sejumlah tenaga
kerja dan
meningkatkan output
yang dihasilkan serta
meningkatkan
pendapatan
masyarakat di
Kabupaten Pinrang.
6 Retno Dea Gitawati
(2018). Jakarta
Analisis
Pengaruh Nilai
Produksi
Perikanan
Budidaya
Terhadap
Produk
Domestik
Regional Bruto
(PDRB) Pada
Sembilan
Kabupaten di
Provinsi Jawa
Barat
Variabel: Nilai
Produksi
Perikanan
Budidaya
Tambak, Kolam,
Minapadi &
PDRB
Alat Analisis:
Analisis Model
Regresi Data
Panel,
Generalized
Least Square
(GLS) &
Pendekatan
Fixed Effect
Model (FEM)
Hasil penelitian
menunjukan bahwa
secara simultan
maupun parsial
tambak, kolam dan
minapadi
mempunyai
pengaruh yang
signifikan terhadap
Produk Domestik
Regional Bruto pada
sembilan Kabupaten
di Provinsi Jawa
Barat.
7 Muhendar Rostar,
Hendrik & Lamun
Kontribusi Sub
Sektor
Variabel: hasil
penangkapan,
Hasil penelitian
menunjukan
43
Bathara (2013).
Kabupaten
Kepulauan Meranti
Perikanan
Terhadap
Produk
Domestik
Regional Bruto
di Kabupaten
Kepulauan
Meranti
Provinsi Riau
budidaya dan
pengolahan serta
PDRB
Alat Analisis:
Location
Quotient (LQ)
kontribusi sub sektor
perikanan pada tahun
2008 – 2011
mengalami kenaikan
dari 3,89% – 4,11%,
sementara pada tahun
2011 – 2012
mengalami
penurunan menjadi
4,09%. Berdasarkan
hasil Locationt
Quetient (LQ) sub
sektor perikanan dari
tahun 2008 – 2012
merupakan sektor
basis dengan nilai
LQ berkisar 2,67 –
2,90. Hasil multiplier
effect sub sektor
perikanan dari tahun
2009- 2012 berkisar
18,49 – 25,49.
8 Oyinbo
Oyakhilomen
(2014). Nigeria
Agricultural
production and
economic
growth in
Nigeria:
implication for
rural poverty
alleviation
Variable:
Produksi,
pertumbuhan
ekonomi Alat
analisis:
kointegrasi
Hasil menunjukan
bahwa produksi
pertanian signifikan
mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi di Nigeria.
44
9 K.E Uma, F.E Eboh
& P.C Obidike
(2013). Nigeria
Appraisal of
the influence of
agriculture on
economic
growth:
empirical
evidence from
Nigeria
Variabel: Crop
production,
output of
livestock, output
of fishing,
output of
foresty, Real
Gross Domestic
Product (RGDP)
Alat analisis:
Ordinary least
square
Hasil analisis
menunjukkan bahwa
produksi pertanian,
peternakan dan
perikanan tidak
signifikan terhadap
pertumbuhan
ekonomi sedangkan
produksi kehutanan
berpengaruh
signifikan terhadap
pertumbuhan
ekonomi. Serta
kombinasi efek
secara simultan
berpengaruh
signifikan terhadap
pertumbuhan.
10 Kamil Sertoglu,
Sevin Ugural,
Festus Victor
Bekun (2013).
Nigeria.
The
contribution of
agricultural
sector on
economic
growth of
Nigeria
Variabel:
agricultural
output, Oil
Rents, GDP
Alat analisis:
Cointegrasi dan
VECM
Hasil analisis
menunjukkan dalam
jangka pendek,
terdapat hubungan
yang positif antara
nilai output pertanian
dan GDP. Serta
terdapat hubungan
jangka panjang
antara semua
variabel.
45
C. Kerangka Pemikiran
Sub-sektor perikanan memiliki potensi penggerak perekonomian baik
secara makro atau nasional maupun mikro. Secara makro sektor perikanan
menjadi penyumbang devisa dengan kegiatan ekspor. Secara mikro sektor
perikanan memberi dampak penyediaan tenaga kerja dan meningkatkan daya
beli masyarakat seiring dengan peningkatan pendapatan para pelaku usaha di
bidang perikanan (Nugroho, 2013). Berdasarkan pemaparan diatas penulis
ingin melihat bagaimana pengaruh Sub-sektor perikanan terhadap kualitas
wilayah pesisir di Provinsi Jawa Timur yang dapat dilihat dari PDRB,
Kemiskinan dan IPM.
Maka penulis dapat membangun sebuah kerangka pemikiran teoritis
menggunakan metode analisis korelasi pearson dan korelasi kanonikal.
Dengan melihat 2 variabel independen dari sub sektor perikanan yaitu
perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya yang mempengaruhi
3 variabel dependen dari kualitas wilayah yang memiliki keterkaitan antar
variabel yaitu PDRB, Kemiskinan dan IPM seperti yang tersaji dalam
Gambar 2.1 sebagai berikut:
46
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Dengan mengacu pada dasar pemikiran teoritis dan studi empiris yang
pernah dilakukan dengan penilitian dibidang ini, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Sub Sektor Perikanan berpengaruh positif dan hubungannya kuat terhadap
Produk Domestik Regional Bruto.
2. Sub Sektor Perikanan berpengaruh negatif dan hubungannya kuat terhadap
Kemiskinan.
3. Sub Sektor Perikanan berpengaruh positif dan hubungannya kuat terhadap
Indeks Pembangunan Manusia.
Perikanan Tangkap
Perairan Laut (X1)
Perikanan Budidaya
(X2)
PDRB (Y1) Kemiskinan (Y2) IPM (Y3)
Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Timur
Sub Sektor Perikanan
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif karena data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang berbentuk angka
(Arikunto, 2010). Penelitian ini berfokus terhadap ruang lingkup Jumlah
Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Jumlah Produksi Perikanan
Budidaya Wilayah Pesisir di Provinsi Jawa Timur dengan pertimbangan masih
dalam jangkauan peneliti. Penelitian ini menggunakan metode analisis Korelasi
Kanonikal yang terdiri dari tiga variabel dependen yaitu Produk Domestik
Regional Bruto, Kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia Pada Wilayah
Pesisir di Provinsi Jawa Timur dan dua variabel independen yaitu Jumlah
Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan Budidaya.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sedangkan populasi merupakan keseluruhan subjek dari penelitian.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive
sampling, teknik purposive sampling merupakan teknik dimana penentuan
sampel ditentukan dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian,
Maka sampel yang diteliti hanya wilayah pesisir.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sangat penting untuk memperoleh hasil yang
sesuai dengan tujuan penelitian yang dikehendaki maka diperlukan data dan
informasi yang mendukung penelitian ini. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan studi kepustakaan.
48
1. Data Sekunder
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan telah diolah oleh pihak lain.
Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah satu tahun pada
tahun 2017 dengan menggunakan metode data cross section. Sumber data
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data tersebut meliputi:
a. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
b. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya
c. PDRB sektor pertanian
d. Kemiskinan
e. Indeks Pembangunan Manusia
2. Studi Kepustakaan
Teknik pengambilan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian
ini dengan cara membaca, memahami dan menganalisa data, adapun data
yang digunakan adalah data satu tahun yang bersumber dari BPS.
D. Metode Analisis data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
metode analisis kuantitatif, yaitu metode yang menekankan pada angka-angka
dalam penelitianya. Dari data angka yang telah diperoleh maka diharapkan dapat
memberi kesimpulan atau hasil yang tepat, meliputi: analisis statistik deskriptif
dan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi
analisis perkembangan produksi sub sektor perikanan, perkembangan PDRB
sektor pertanian, perkembangan kemiskinan dan perkembangan IPM sedangkan
analisis statistik inferensial dalam penelitian ini meliputi: korelasi product
moment dari pearson dan korelasi kanonikal.
49
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan pendeskripsian variabel data penelitian
melalui pengumpulan, klasifikasi, dan diinterprestasikan secara objektif,
sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.
2. Analisis Inferensial
a. Korelasi Pearson
Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang
berskala interval atau rasio (parametrik).
Rumus Korelasi Pearson:
𝑟 =∑𝑥𝑦 −
(∑𝑥)(∑𝑦)
𝑛
√((∑𝑥2 − (∑𝑥)2
𝑛) ((∑𝑦2 −
(∑𝑦)2
𝑛)
Dimana:
x = variabel x
y = variabel y
r = nilai korelasi
Dengan ketentuan yaitu:
r > 0 Berarti terdapat hubungan yang positif antara x dan y
r < 0 Berarti terdapat hubungan yang negatif antara x dan y
r = 0 Berarti tidak terdapat hubungan antara x dan y
Menurut Nugroho (2005:36) sifat korelasi akan menentukan arah
dari korelasi. Keeratan korelasi dapat interpretasikan kuat dan lemahnya
tingkat hubungan variabel dalam penelitian didasarkan pada ketentuan
sebagai berikut:
50
Tabel 3.1
Pedoman Tingkat Keeratan Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Keeratan Korelasi
0,00-0,20 Sangat Lemah
0,21-0,40 Lemah
0,41-0,70 Kuat
0,71-0,90 Sangat Kuat
0,91-0,99 Sangat Kuat Sekali
1 Korelasi Sempurna
Sumber: Nugroho, 2005:36
b. Korelasi Kanonikal
Hipotesis penelitian ini adalah: Sub Sektor Perikanan (Jumlah
Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Jumlah Produksi
Perikanan Budidaya) secara serempak mempunyai hubungan yang
signifikan dengan Kualitas Wilayah (PDRB, Kemiskinan dan IPM). Untuk
pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi kanonikal. Analisis
korelasi kanonikal adalah studi mengenai hubungan antara sekelompok
variabel independen dengan sekelompok variabel dependen. Tujuan
analisis korelasi kanonikal adalah untuk menentukan:
1. Sifat hubungan antara dua kelompok variabel.
2. Jumlah hubungan yang secara statistik signifikan antara dua
kelompok variabel.
3. Sejauh mana varians kelompok variabel yang satunya (variabel
dependen) bergantung pada kelompok variabel lainya (variabel
independen). Catatan walaupun klasifikasi variabel menjadi
dependen dan independen dalam konteks hubungan noncausal
(seperti dalam analisis korelasi kanonikal ini) kurang tepat.
4. Bobot yang menentukan peran sebuah variabel sedemikian rupa
sehingga korelasi antara dua kelompok variabel memiliki korelasi
yang tertinggi.
51
secara dasar korelasi kanonik sama dengan korelasi sederhana atau
berganda, yaitu ingin mengetahui apakah ada hubungan (asosiasi) antara
dua variabel atau lebih. “Namun berbeda dengan korelasi sederhana, pada
korelasi kanonik jumlah variabel dependen dan independen lebih dari satu,
sehingga alat analisis korelasi kanonik bisa digolongkan pada
multivariate”. (Santoso, 2015:265).
Jenis data dalam variat kanonikal yang digunakan dalam analisis
korelasi kanonikal dapat bersifat metrik maupun nonmetrik. Bentuk
umum fungsi kanonikal adalah sebagai berikut:
Y1 + Y2 + Y3 …. Yq = X1 + X2 + X3 …. Xp
(metrik, nonmetrik) (metrik, nonmetrik)
Keterangan:
Y = Variabel dependen
X = Variabel independen
Secara umum, jika terdapat sejumlah p variabel bebas X1 , X2 , ….,
Xp dan q variabel tidak bebas Y1 , Y2, …..., Yq maka banyak pasangan
varians adalah minimum p dan q. jadi Jadi hubungan linier yang mungkin
terbentuk adalah:
U1 = a11X1 + a12X2 + … a1pXp
U2 = a21X1 + a22X2 + … a2pXp
…..
…..
Ur = a11X1 + a12X2 + … a1pXp
Dan
52
V1 = b11Y1 + b12Y2 + … b1pXq
V2 = b21Y1 + b22Y2 + … b2pXq
….
…..
…..
Vr = br1Y1 + br2Y2 + … brpXq
dimana r adalah nilai minimum p dan q. Hubungan ini dipilih
sedemikian sehingga korelasi antara U1 dan V1 menjadi korelasi
maksimum: korelasi U2 V2 juga maksimum diantara variabel-variabel
yang tidak berhubungan dengan U1 dan V1: korelasi U1, V1, U1, dan V2,
dan seterusnya. Setiap pasang variabel kanonikal (U1, V1), (U2, V2), dan
(Ur, Vr) merepresentasikan ‘dimensi’ bebas dalam hubungan antara dua
himpunan variabel (X1, X2, …, Xp) dan (Y1, Y2, …, Yq). Pasangan pertama
(U1, V1) mempunyai korelasi tertinggi karena merupakan korelasi penting
pasangan kedua (U2, V2) mempunyai korelasi tertinggi kedua karenanya
menjadi korelasi terpenting kedua dan seterusnya.
Analisis korelasi kanonikal dimulai dengan matriks korelasi antara
variabel X1, X2, dan Xp dan variabel Y1, Y2, …,Yq. Dimensi matriks
korelasi tersebut adalah (p + q) × (p + q). matriks korelasi dapat dipecah
menjadi empat partisi yaitu matriks A, C, Cdan B, seperti disajikan dalam
gambar 3.1.
53
Gambar 3.1
Matriks Korelasi Kanonikal
X1, X……, Xp Y1, Y2…., Yq
X1X2.Xp
Y1Y2.Yq
[
matriks 𝑝 x 𝑝
A
matriks 𝑝 x 𝑞
C
matriks 𝑞 x p
C′
matriks 𝑞 x 𝑞
B ]
Dari matriks korelasi dapat dihitung suatu matriks berdimensi q×q
hasil perkalian matriks B-1C’A-1C, selanjutnya nilai eigen (Eigen value)
didapat dari persamaan:
(B-1C’A-1C- λi ) b = 0
Nilai eigen λ1 > λ2 > … > λr merupakan kuadrat korelasi antara variat
kanonikal. Vektor eigen pada analisis ini adalah (beturut-turut) b1, b2, …,
br menjadi koefisien variabel Y untuk variat kanonikal. Koefisien Ui ,
untuk variat kanonikal ke-i untuk variabel X didapat dari elemen vektor:
ai = A-1 Cbi
dari persamaan (1) dan (2) pasangan variat kanonikal ke-1 dihitung
dengan perkalian berikut:
Ui = a’iX = (ai1, ai2 … aip)
[ X1X2...
Xp]
dan
54
Vi = b’iY = (bi1, bi2 … bip)
[ Y1Y2...
Yp]
Interpretasi variat kanonikal dilakukan dengan interpretasi tiga
koefisien, yaitu bobot kanonik (canonical weights), muatan kanonik
(canonical loadings) dan muatan-silang kanonik (canonical cross-
loadings).
1. Bobot (Weight) kanonik merupakan koefisien kanonik yang telah
dibakukan, dapat diinterpretasikan sebagai besarnya kontribusi variabel
asal terhadap variat kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini
menyatakan semakin tinggi tingkat keeratan variabel yang
bersangkutan terhadap variabel kanonik dan sebaliknya semakin kecil
nilai bobot kanonik maka semakin rendah tingkat keeratan variabel.
Bobot kanonik mempunyai sifat sifat yang tidak stabil karena pengaruh
multikolinieritas sehingga dalam mengoptimalkan hasil perhitungan
korelasi kanonik lebih tepat menggunakan muatan kanonik dan muatan
silang kanonik untuk menginterpretasikan hasil analisis kanonik.
2. Muatan (loadings) kanonik telah banyak digunakan untuk interpretasi
karena kekurangan sifat dari bobot kanonik. Muatan kanonik dapat
disebut korelasi struktur kanonik, muatan kanonik merupakan korelasi
linier sederhana antara variabel asal dengan masing-masing variabel
kanoniknya, menggambarkan keragaman variabel Bersama yang
diamati dengan variabel kanonik dan dapat diinterpretasikan seperti
faktor loading dalam menaksir kontribusi relatif masing-masing
variabel terhadap fungsi kanoniknya.
3. Muatan-silang (Cross loadings) kanonik disarankan sebagai sebuah
alternatif daripada muatan kanonik. Muatan silang kanonik
memberikan sebuah ukuran yang lebih tepat untuk hubungan variabel
dependen dan independen, dapat dihitung dari perkalian nilai korelasi
55
kanonik dengan nilai muatan kanonik. Perhitungan ini mencakup
korelasi tiap himpunan variabel dependen dengan variabel kanonik dari
himpunan variabel independen dan juga sebaliknya, semakin besar
muatan silang kanonik mencerminkan semakin dekat hubungan
variabel kanonik.
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
a. PDRB (Y1)
PDRB menurut BPS yaitu jumlah nilai tambah yang dihasilkan
untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah dengan
menerapkan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
seluruh unit ekonomi. PDRB sendiri dapat diartikan sebagai jumlah nilai
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau jumlah seluruh nilai
barang dan jasa oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah selama kurun
waktu tertentu dan biasanya satu tahun.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
BPS Provinsi Jawa Timur dengan kurun waktu 1 tahun (2017) pada 22
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur yang dinyatakan dalam
satuan milliar Rupiah.
b. Kemiskinan (Y2)
Kemiskinan menurut BAPPENAS yaitu sebagai situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin, melainkan
karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada
padanya.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
BPS Provinsi Jawa Timur dengan kurun waktu 1 tahun (2017) pada 22
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur yang dinyatakan dalam
persentase.
c. Indeks Pembangunan Manusia (Y3)
56
Menurut UNDP (2008), Indeks Pembangunan Manusia merupakan
suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia
yang dianggap sangat mendasar, yaitu usia hidup (longevity), pengetahuan
(knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
BPS Provinsi Jawa Timur dengan kurun waktu 1 tahun (2017) pada 22
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur yang dinyatakan dalam
indeks.
2. Variabel Independen (X)
a. Perikanan Tangkap Perairan Laut (X1)
Perikanan tangkap perairan laut merupakan jenis penangkapan ikan
di laut, yang dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak tempuh
kurang dari 60 mil dari pantai maupun di laut lepas atau Samudra.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
BPS Provinsi Jawa Timur dengan kurun waktu 1 tahun (2017) pada 22
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur yang dinyatakan dalam
satuan Ton.
b. Perikanan Budidaya (X2)
Perikanan budidaya merupakan usaha pemeliharaan dan
pengembangbiakan ikan atau hewan air lainnya yang dilakukan di air
tawar, air laut maupun air payau. Jenis perikanan budidaya antara lain
budidya laut, budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba,
budidaya jaring apung dan budidaya sawah minapadi.
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
BPS Provinsi Jawa Timur dengan kurun waktu 1 tahun (2017) pada 22
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur yang dinyatakan dalam
satuan Ton.
57
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Kondisi Geografis
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang terletak dibagian timur
pulau jawa, dengan luas wilayahnya sebesar 47.922 km2 dan jumlah
penduduknya sebesar 39.698.631 jiwa. Provinsi Jawa Timur memiliki
wilayah terluas diantara 6 Provinsi yang ada dipulau jawa dan memiliki
jumlah penduduk terbanyak kedua diindonesia setelah Provinsi Jawa barat.
Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan laut jawa di bagian utara, selat bali
di bagian timur, samudra hindia di bagian selatan, serta Provinsi Jawa Tengah
di bagian barat.
Gambar 4.1
Peta Provinsi Jawa Timur
Sumber: Wikipedia
58
Provinsi Jawa Timur secara administratif terdiri dari 38 wilayah
kabupaten dan kota yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Sedangkan
Kabupaten dan Kota untuk wilayah pesisir sebanyak 22 wilayah. Wilayah
yang masuk dalam kawasan pesisir untuk Provinsi Jawa Timur terbagi lagi
menjadi 19 Kabupaten dan 3 Kota. Antara lain: Kabupaten Pacitat, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang,
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Sumenep, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, dan Kota Surabaya.
B. Deksripsi Data Penelitian
1. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian
PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah (BPS).
Sedangkan PDRB sektor pertanian sendiri termasuk dalam salah satu
komponen dari 9 komponen dalam pembentukan PDRB yang mencakup
seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan dari sektor pertanian.
PDRB sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor diantaranya Sub
sektor Tanaman Pangan, Sub sektor Tanaman Holtikultura, Sub sektor
perkebunan, Sub sektor peternakan, Sub sektor Jasa Pertanian dan
Pemburuan, Sub sektor Kehutanan dan Penebangan dan Sub sektor
Perikanan.
59
Gambar 4.2
Perkembangan PDRB Sektor Pertanian dan Sub Sektor Perikanan Provinsi
Jawa Timur
(Milliar Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
155781160889 164769 167360
28752 30393 31931 33471
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
160000
180000
2014 2015 2016 2017
PDRB Provinsi Jawa Timur
PDRB Sektor Pertanian PDRB Sub Sektor Perikanan
60
Tabel 4.1
Jumlah PDRB Sektor Pertanian di 22 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017
Kabupaten/Kota PDRB Sektor Pertanian
Kab. Pacitat 2595700000
Kab. Trenggalek 3067300000
Kab. Tulungagung 4536700000
Kab. Blitar 7171000000
Kab. Malang 9994100000
Kab. Lumajang 7262200000
Kab. Jember 13851700000
Kab. Banyuwangi 15612200000
Kab. Situbondo 3753200000
Kab. Probolinggo 7350300000
Kab. Pasuruan 5907000000
Kab. Sidoarjo 2654500000
Kab. Tuban 7325400000
Kab. Lamongan 8717100000
Kab. Gresik 6174900000
Kab. Bangkalan 3693900000
Kab. Sampang 3953400000
Kab. Pamekasan 3137600000
Kab. Sumenep 7682000000
Kota Probolinggo 456000000
Kota Pasuruan 117000000
Kota Surabaya 589900000
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
61
Perkembangan PDRB Sektor pertanian dan Sub Sektor Perikanan di
Provinsi Jawa Timur relatif mengalami peningkatan selama tahun 2014-2017.
Hal ini menunjukan bahwa kinerja ekonomi di Sektor Pertanian cukup baik.
Sedangkan untuk jumlah PDRB Sektor Pertanian di 22 Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur yang tertinggi terdapat pada Kabupaten Banyuwangi
dan yang terendah terdapat di Kota Pasuruan. Faktor-faktor yang
menyebabkan bervariasinya PDRB Sektor Pertanian di masing-masing
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur juga cukup bervariasi, antara lain
pengembangan sektoral yang berbeda antar Kabupaten/Kota, efisiensi
kebijakan, jumlah penduduk dan tenaga kerja yang berbeda antar
Kabupaten/Kota.
2. Perkembangan Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek yang
tidak lagi dipandang hanya sebatas kemampuan ekonomi saja, tetapi
kegagalan dalam memenuhi hak-hak dasar yang mengakibatkan perlakuan
yang berbeda dalam menjalankan kehidupan yang bermartabat. Oleh karena
itu pemerintah berusaha keras untuk mengatasi masalah-masalah kemiskinan
tersebut sehingga pembangunan dilakukan secara terus menerus. World Bank
(2007:5) mengartikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang tidak
dapat menikmati segala macem pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup
layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.
62
Gambar 4.3
Perkembangan Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Timur Tahun
2014-2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
12.2812.34
12.05
11.77
11.4
11.5
11.6
11.7
11.8
11.9
12
12.1
12.2
12.3
12.4
2014 2015 2016 2017
Presentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Timur
63
Gambar 4.4
Presentase Penduduk Miskin 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
15.42
12.96
8.04
9.8
11.04
10.87
11
8.64
13.05
20.52
10.34
6.23
16.87
14.42
12.8
21.32
23.56
16
19.62
7.84
7.53
0 5 10 15 20 25
Kab. Pacitat
Kab. Trenggalek
Kab. Tulungagung
Kab. Blitar
Kab. Malang
Kab. Lumajang
Kab. Jember
Kab. Banyuwangi
Kab. Situbondo
Kab. Probolinggo
Kab. Pasuruan
Kab. Sidoarjo
Kab. Tuban
Kab. Lamongan
Kab. Gresik
Kab. Bangkalan
Kab. Sampang
Kab. Pamekasan
Kab. Sumenep
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Series 1
64
Perkembangan presentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 presentase penduduk miskin
mengalami peningkatan dari 12.28% pada tahun 2014 menjadi 12.34% pada
tahun 2015. Namun setelah itu presentase penduduk miskin mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 12.05% dan tahun 2017 menjadi
11.77%. Sedangkan untuk Presentase penduduk miskin di 22
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang tertinggi terdapat pada
Kabupaten Sampang dan yang terendah terdapat di Kota Surabaya. Faktor-
faktor yang menyebabkan bervariasinya presentase penduduk miskin di
masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur juga cukup
bervariasi, antara lain tingkat pendapatan yang berbeda antar
Kabupaten/Kota, efisiensi kebijakan, jumlah pengangguran dan tenaga kerja
yang berbeda antar Kabupaten/Kota.
3. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
Pengukuran tercapainya keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak
hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonomi saja, namun juga
mencakup kualitas manusianya. Oleh karena itu, konsep pengukuran
keberhasilan pembangunan harus berorientasi kepada manusia atau
masyarakatnya, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan
seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas manusianya.
Pembangunan manusia yang mencakup 3 dimensi pokok yaitu kesehatan
(umur Panjang), pendidikan (pengetahuan) dan daya beli (standar kehidupan
layak) dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di
suatu wilayah.
65
Gambar 4.5
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013-2017
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
67.55
68.14
68.95
69.74
70.27
66
66.5
67
67.5
68
68.5
69
69.5
70
70.5
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Pembangunan Manusia
66
Tabel 4.2
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di 22 Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Timur Tahun 2017
Kabupaten/Kota Indeks Pembangunan Manusia
Kab. Pacitat 66,51
Kab. Trenggalek 68,10
Kab. Tulungagung 71,24
Kab. Blitar 69,33
Kab. Malang 68,47
Kab. Lumajang 64,23
Kab. Jember 64,23
Kab. Banyuwangi 69,64
Kab. Situbondo 65,68
Kab. Probolinggo 64,28
Kab. Pasuruan 66,69
Kab. Sidoarjo 78,70
Kab. Tuban 66,77
Kab. Lamongan 71,11
Kab. Gresik 74,84
Kab. Bangkalan 62,30
Kab. Sampang 59,90
Kab. Pamekasan 64,93
Kab. Sumenep 64,28
Kota Probolinggo 72,09
Kota Pasuruan 74,39
Kota Surabaya 81,07
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
mengalami kenaikan di setiap tahunnya, mulai dari tahun 2013 sampai tahun
67
2017. Pencapaian IPM tertinggi berada pada tahun 2017 sebesar 70.27 persen.
Sedangkan capaian terendah berada pada tahun 2013 sebesar 67.55 persen.
Sedangkan untuk Indeks Pembangunan Manusia di 22 Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur yang tertinggi terdapat pada Kota Surabaya dan yang
terendah terdapat di Kabupaten Sampang. Faktor-faktor yang menyebabkan
bervariasinya Indeks Pembangunan Manusia di masing-masing
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur juga cukup bervariasi, antara lain
tingkat pendapatan yang berbeda antar Kabupaten/Kota, efisiensi kebijakan,
presentase penduduk miskin, jumlah pengangguran dan tenaga kerja yang
berbeda antar Kabupaten/Kota.
4. Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut
Perikanan tangkap perairan laut merupakan jenis penangkapan ikan di
laut, yang dilakukan di kawasan laut dangkal dengan jarak tempuh kurang
dari 60 mil dari pantai maupun di laut lepas atau Samudra. Berikut ini data
perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap perairan laut di Provinsi
Jawa Timur:
Gambar 4.6
Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Provinsi
Jawa Timur Tahun 2013-2017 (Ton)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
381574385879
395930390271
414644
360000
370000
380000
390000
400000
410000
420000
2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Produksi Perikanan
68
Tabel 4.3
Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut di 22
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 (Ton)
Kabupaten/Kota Jumlah Produksi
Kab. Pacitat 11054
Kab. Trenggalek 18473
Kab. Tulungagung 6958
Kab. Blitar 8735
Kab. Malang 13395
Kab. Lumajang 4808
Kab. Jember 9413
Kab. Banyuwangi 44383
Kab. Situbondo 13831
Kab. Probolinggo 21961
Kab. Pasuruan 19704
Kab. Sidoarjo 15057
Kab. Tuban 11489
Kab. Lamongan 73356
Kab. Gresik 23975
Kab. Bangkalan 24449
Kab. Sampang 7485
Kab. Pamekasan 17834
Kab. Sumenep 47547
Kota Probolinggo 19239
Kota Pasuruan 6276
Kota Surabaya 8417
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
69
Perkembangan jumlah produksi perikanan tangkap perairan laut di
Provinsi Jawa Timur mengalami fluktuasi. Pada tahun 2013 sampai tahun
2015 jumlah produksi perikanan mengalami peningkatan dari tahun 2013
sebesar 381574 Ton, tahun 2014 sebesar 385879 Ton dan tahun 2015 sebesar
395930 Ton. Pada tahun 2016 jumlah produksi perikanan mengalami
penurunan menjadi 390271 Ton dan tahun 2017 jumlah produksi perikanan
meningkat menjadi 414644 Ton. Sedangkan untuk jumlah produksi perikanan
tangkap perairan laut di 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang
tertinggi terdapat pada Kabupaten lamongan dan yang terendah terdapat di
Kota pasuruan. Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya jumlah
produksi perikanan tangkap perairan laut di masing-masing Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Timur juga cukup bervariasi, antara lain jumlah tenaga kerja
yang berbeda antar Kabupaten/Kota dibidang perikanan, kondisi alam,
fasilitas, modal, dan jumlah armada kapal yang berbeda antar
Kabupaten/Kota.
Kabupaten Lamongan menjadi yang tertinggi dalam jumlah produksi
perikanan tangkap perairan laut. Pada tahun 2016 Kabupaten Lamongan
mampu memberikan kontribusi sebesar 18,74% dari total produksi perikanan
tangkap perairan laut di Provinsi Jawa Timur dan merupakan penghasil ikan
terbesar di Provinsi Jawa Timur, yaitu sekitar 73.142 ton kurang lebih senilai
Rp. 719 milyar. Salah satu faktor tingginya jumlah produksi perikanan
tangkap perairan laut di Kabupaten Lamongan adalah banyaknya jumlah
nelayan dan jumlah armada kapal penangkap ikan. Tercatat jumlah nelayan
di Kabupaten Lamongan sebanyak 19.030 nelayan atau sekitar 8,74% dari
total jumlah nelayan di Provinsi Jawa Timur serta jumlah armada kapal
penangkap ikan sebanyak 3.344 armada kapal pada tahun 2016. Produksi
Perikanan Tangkap Perairan Laut yang dihasikan Kabupaten Lamongan
secara garis besar terdiri dari kelompok ikan plagis, kelompok ikan demersal
dan kelompok non-ikan.
Produksi ikan yang memiliki nilai ekonomis didominasi ikan plagis
yaitu: Ikan layang, lemuru, tenggiri, tuna, cakalang dan tongkol. Sedangkan
70
untuk kelompok ikan demersal yang bernilai ekonomis didominasi oleh jenis
Ikan manyung, kerapu, kurisi, swanggi/mata besar dan layur. Selanjutnya,
untuk kelompok non-ikan yang bernilai ekonomis didominasi oleh jenis
rajungan, kepiting, udang putih, remis, kerang darah dan cumi-cumi.
5. Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya
Perikanan budidaya merupakan usaha pemeliharaan dan
pengembangbiakan ikan atau hewan air lainnya yang dilakukan di air tawar,
air laut maupun air payau. Jenis perikanan budidaya antara lain budidya laut,
budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung
dan budidaya sawah minapadi.
Gambar 4.7
Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013-2017 (Ton)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
995948 1043888 10931131178593 1200961
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah Produksi Perikanan
71
Tabel 4.4
Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Budidaya di 22 Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Timur Tahun 2017 (Ton)
Kabupaten/Kota Jumlah Produksi
Kab. Pacitat 4026
Kab. Trenggalek 7434
Kab. Tulungagung 15394
Kab. Blitar 4218
Kab. Malang 17276
Kab. Lumajang 3003
Kab. Jember 11714
Kab. Banyuwangi 24910
Kab. Situbondo 8552
Kab. Probolinggo 10274
Kab. Pasuruan 16795
Kab. Sidoarjo 18120
Kab. Tuban 5743
Kab. Lamongan 32369
Kab. Gresik 49627
Kab. Bangkalan 12746
Kab. Sampang 3325
Kab. Pamekasan 9844
Kab. Sumenep 65069
Kota Probolinggo 9461
Kota Pasuruan 12763
Kota Surabaya 8006
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
72
Perkembangan jumlah produksi perikanan budidaya di Provinsi
Jawa Timur mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2013 sampai
tahun 2017 jumlah produksi perikanan mengalami peningkatan dari tahun
2013 sebesar 995948 Ton, tahun 2014 sebesar 1043888 Ton, tahun 2015
sebesar 1093113 Ton, tahun 2016 sebesar 1178593 Ton dan tahun 2017
jumlah produksi sebesar 1200961 Ton. Sedangkan untuk jumlah produksi
perikanan budidaya di 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang
tertinggi terdapat pada Kabupaten Sumenep dan yang terendah terdapat di
Kabupaten Lumajang. Faktor-faktor yang menyebabkan bervariasinya
jumlah produksi perikanan budidaya di masing-masing Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur juga cukup bervariasi, antara lain jumlah tenaga kerja
yang berbeda antar Kabupaten/Kota dibidang perikanan, fasilitas, modal, dan
luas area yang berbeda antar Kabupaten/Kota.
Perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya merupakan
jenis dari Sub-sektor perikanan yang termasuk dalam bagian dari PDRB
sektor pertanian di Provinsi Jawa Timur.
C. Hasil Uji Instrumen Penelitian
a. Uji Korelasi Pearson
Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat yang
berskala interval atau rasio (parametrik).
Dari hasil korelasi pearson diperoleh tingkat hubungan antar 2
variabel yakni sebagai berikut:
1. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut terhadap PDRB
Sektor Pertanian
73
Tabel 4.5
Hasil Uji Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananLa
ut LNPDRB
LNPe
rikana
nLaut
Pearson Correlation 1 .341
Sig. (2-tailed) .121
N 22 22
LNPD
RB
Pearson Correlation .341 1
Sig. (2-tailed) .121
N 22 22
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.5 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,121. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan tangkap perairan laut terhadap PDRB tidak berpengaruh
signifikan. Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar 0,341. Nilai
tersebut berada di interval koefisien 0,21-0,40 dengan tingkat keeratan
korelasi lemah.
2. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut terhadap Kemiskinan
Tabel 4.6
Uji Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananLa
ut LNKemiskinan
LNPe
rikana
nLaut
Pearson Correlation 1 .297
Sig. (2-tailed) .180
N 22 22
LNKe
miski
nan
Pearson Correlation .297 1
Sig. (2-tailed) .180
N 22 22
74
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.6 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,180. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan tangkap perairan laut terhadap Kemiskinan tidak
berpengaruh signifikan. Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar
0,297. Nilai tersebut berada di interval koefisien 0,21-0,40 dengan tingkat
keeratan korelasi lemah.
3. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut terhadap IPM
Tabel 4.7
Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananLa
ut LNIPM
LNPe
rikana
nLaut
Pearson Correlation 1 -.032
Sig. (2-tailed) .887
N 22 22
LNIP
M
Pearson Correlation -.032 1
Sig. (2-tailed) .887
N 22 22
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.7 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,887. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan tangkap perairan laut terhadap IPM tidak berpengaruh
signifikan. Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar 0,032. Nilai
tersebut berada di interval koefisien 0,00-0,20 dengan tingkat keeratan
korelasi sangat lemah.
75
4. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya terhadap PDRB Sektor Pertanian
Tabel 4.8
Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananBu
didaya LNPDRB
LNPerika
nanBudid
aya
Pearson Correlation 1 .178
Sig. (2-tailed) .429
N 22 22
LNPDRB Pearson Correlation .178 1
Sig. (2-tailed) .429
N 22 22
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.8 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,429. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan budidaya terhadap Kemiskinan tidak berpengaruh
signifikan. Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar 0,178. Nilai
tersebut berada di interval koefisien 0,00-0,20 dengan tingkat keeratan
korelasi sangat lemah.
5. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya terhadap Kemiskinan
Tabel 4.9
Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananBu
didaya LNKemiskinan
LNPerikan
anBudiday
a
Pearson Correlation 1 -.059
Sig. (2-tailed) .795
N 22 22
LNKemiski
nan
Pearson Correlation -.059 1
Sig. (2-tailed) .795
N 22 22
76
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.9 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,795. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan budidaya terhadap Kemiskinan tidak berpengaruh
signifikan. Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar -0,059. Nilai
tersebut berada di interval koefisien 0,00-0,20 dengan tingkat keeratan
korelasi sangat lemah.
6. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya terhadap IPM
Tabel 4.10
Korelasi Pearson
Correlations
LNPerikananBu
didaya LNIPM
LNPerikan
anBudiday
a
Pearson Correlation 1 .302
Sig. (2-tailed) .172
N 22 22
LNIPM Pearson Correlation .302 1
Sig. (2-tailed) .172
N 22 22
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson pada tabel 4.10 menunjukan
bahwa nilai Sig (2-tailed) sebesar 0,172. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai signifikan hubungan untuk
jumlah perikanan budidaya terhadap IPM tidak berpengaruh signifikan.
Sedangkan untuk nilai korelasi pearson sebesar 0,302. Nilai tersebut
berada di interval koefisien 0,21-0,40 dengan tingkat keeratan korelasi
lemah.
77
b. Uji Korelasi Kanonikal
1. Pengujian secara individual
Pertama sekali akan ditetapkan root dalam korelasi kanonikal,
dimana banyaknya root berdasarkan jumlah variabel independen.
Sehingga root dalam korelasi kanonikal ini ada dua, root pertama
adalah hubungan variabel independen, yaitu perikanan tangkap perairan
laut (X1) dengan variabel-variabel dependen, yaitu PDRB (Y1),
Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3), sedangkan root kedua adalah hubungan
variabel independen, yaitu perikanan budidaya (X1) dengan variabel-
variabel dependen, yaitu PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3).
Untuk membentuk perhitungan korelasi kanonikal terhadap
kedua root tersebut, terdapat dua hal penting yang harus dihitung
terlebih dahulu, yaitu Eigenvalues dan Canonical Correlations.
Pertama adalah Eigenvalues atau nilai eigen, yaitu nilai yang diperoleh
pada saat penggalian akar kanonik. Ini dapat diartikan sebagai proporsi
varians dicatat dengan korelasi antara variates kanonik masing-masing.
Proporsi ini dihitung relative terhadap varians dari variates kanonik,
yaitu dari nilai jumlah tertimbang dari dua set variabel, root 1 dan root
2. Kedua adalah Canonical Correlations, yaitu besarnya korelasi
kanonik antara variabel-variabel independen dengan dependen pada
root 1 dan root 2. Hasil perhitungan Eigenvalues dan Canonical
Correlations untuk root 1 dan root 2 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11
Hasil Perhitungan Korelasi Kanonikal
Eigenvalues and Canonical Correlations
Root No. Eigenvalue Pct. Cum. Pct. Canon Cor. Sq. Cor
1 .55947 65.62232 65.62232 .59896 .35876
2 .29309 34.37768 100.00000 .47609 .22666
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa eigenvalue pada root 1
adalah 0,55947 dan eigenvalue pada root 2 adalah 0,29309. Jadi
78
eigenvalue pada root 1 lebih besar dari eigenvalue pada root 2.
Sedangkan Canonical Correlations untuk root 1 adalah 0,59896 dan
Canonical Correlations untuk root 2 adalah 0,47609. Jadi Canonical
Correlations pada root 1 lebih besar dari Canonical Correlations pada
root 2. Selanjutnya nilai Canonical Correlations kedua root ini akan
diuji signifikansinya sebagai berikut:
Tabel 4.12
Hasil Perhitungan Signifikansi Korelasi Kanonikal
Dimension Reduction Analysis
Roots Wilks L. F Hypoth. DF Error DF Sig. of F
1 TO 2 .49590 2.38026 6.00 34.00 .050
2 TO 2 .77334 2.63780 2.00 18.00 .099
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai signifikansi korelasi
kanonikal root 1 adalah 0,050 dan nilai signifikansi korelasi kanonikal
root 2 adalah 0,099. Hasil ini berarti nilai signifikansi root 1 lebih kecil
dari 0,05, sedangkan root 2 lebih besar dari 0,05 yang artinya root 1
signifikan secara individual. Oleh karena itu root 1 akan diproses lebih
lanjut.
2. Pengujian Secara Kelompok
Pengujian secara kelompok atau bersama-sama dapat dilihat
dalam tabel berikut:
79
Tabel 4.13
Hasil Perhitungan Secara Kelompok dengan Empat Prosedur korelasi
kanonikal
Multivariate Tests of Significance (S = 2, M = 0, N = 7 1/2)
Test Name Value Approx. F Hypoth. DF Error DF Sig. of F
Pillais .58541 2.48304 6.00 36.00 .041
Hotellings .85256 2.27348 6.00 32.00 .061
Wilks .49590 2.38026 6.00 34.00 .050
Roys .35876
Note.. F statistic for WILKS' Lambda is exact.
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Dengan menggunakan empat prosedur dari Pillais, Hotellings,
Wilks dan Roys, maka hasilnya adalah semuanya signifikan karena lebih
kecil dari 0,05, kecuali Hotellings karena lebih besar dari 0,05. Dengan
demikian jika digabung secara bersama-sama, kanonikal root 1 dan
kanonikal root 2 dapat diproses lebih lanjut. Hasil pengujian individu
dan kelompok terdapat perbedaan korelasi kanonik, yaitu terlihat pada
tabel 4.11, dengan nilai korelasi kanonik root 1 = 0,59896 dan nilai
korelasi kanonik root 2 = 0,47609. Oleh karena root 1 memiliki nilai
korelasi kanonik yang lebih tinggi dan signifikan individu maupun
kelompok, maka analisis selanjutnya hanya menitikberatkan pada root
1 dengan mengabaikan root 2.
3. Interpretasi kanonikal Variates
Analisis ini merupakan kelanjutan dari pengujian sebelumnya
yang menetapkan kanonik root 1. Oleh karena itu dalam analisis ini
hanya memperhatikan kanonikal root 1. Dalam penelitian ini ada dua
kanonik variates, yaitu independen kanonik variates yang berisi
perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya dan kanonik
dependen variates yang berisi PDRB, kemiskinan dan IPM. Analisis ini
berfungsi untuk mengetahui apakah variabel independen dalam
kanonik variates berhubungan dengan dependen variates, yang diukur
80
dengan besaran korelasi masing-masing independen variabel dengan
variatenya. Pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu Kanonikal
Weight dan Kanonikal loadings.
1) Kanonikal Weight
Kanonikal Weight menunjukkan besarnya korelasi dalam
perhitungan korelasi kanonikal. Hasil perhitungannya sebagai
berikut :
Tabel 4.14
Hasil Perhitungan Koefisien Kanonikal Standar Untuk Variabel
Dependen
Standardized canonical coefficients for DEPENDENT variables
Function No.
Variable 1 2
LNPDRB .65152 -.12257
LNKemiskanan 1.38586 .45415
LNIPM 1.59339 -.64024
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui hubungan variabel dependen
PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3) dengan variabel
independennya (perikanan tangkap perairan laut dan perikanan
budidaya) pada fungsi 2 diabaikan. Koefisien kanonikal standar pada
fungsi 1 untuk variabel PDRB adalah 0,65152, variabel Kemiskinan
adalah 1,38586 dan untuk variabel IPM adalah 1,59339. Hal ini
menunjukkan bahwa koefisien kanonikal standar untuk variabel
PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3) bernilai positif dan
hubungannya kuat. Selanjutnya adalah menghitung koefisien
kanonikal kasar untuk kovariats (Perikanan Tangkap Perairan Laut
dan Perikanan Budidaya) terhadap PDRB, Kemiskinan dan IPM.
Hasil perhitungannya sebagai berikut:
81
Tabel 4.15
Hasil Perhitungan Koefisien Kanonikal kasar untuk Kovariats
Raw canonical coefficients for COVARIATES
Function No.
COVARIATE 1 2
LNPerikananLaut 1.05425 1.78709
LNPerikananBudidaya .41997 -1.71169
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.15 yang dianalisis adalah fungsi 1 yang
berasal dari root 1 dan fungsi 2 diabaikan. Koefisien kanonikal kasar
covariats terhadap variabel PDRB dan variabel IPM adalah:
Perikanan Tangkap Perairan Laut adalah 1.05425 dan Perikanan
Budidaya adalah 0,41997. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
secara koefisien kanonikal kasar covariats Perikanan tangkap
Perairan Laut dan perikanan Budidaya mempunyai nilai yang searah
dengan tanda positif, maksudnya jika kovariatnya naik maka PDRB
dan IPM juga naik.
Tabel 4.16
Hasil Perhitungan Koefisien Kanonikal Standar untuk Kovariats
Standardized canonical coefficients for COVARIATES
CAN. VAR.
COVARIATE 1 2
LNPerikananLaut .72721 1.23272
LNPeriknanBudidaya .34104 -1.39001
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.16, dengan hanya memperhatikan root 1,
terlihat deretan nilai korelasi IPM (Y3) dengan variabel covariatnya.
Nilai koefisien kanonikal tertinggi yaitu 0,72721 untuk Perikanan
Tangkap Perairan Laut, sedangkan untuk Perikanan Budidaya yang
terendah yaitu 0,34104.
82
2) Kanonikal Loadings
Selain kanonikal weight, interpretasi dilakukan dengan
melihat besaran kanonikal loadings. Kanonikal loadings atau sering
disebut canonical structure mengukur korelasi linier sederhana
antara variabel awal (original) dalam variabel dependen atau
independen dan set canonical variate. Kanonikal loading
mencerminkan varians bahwa observed variabel share dengan
canonical variate dan dapat diinterpretasikan seperti factor loading
dalam menilai kontribusi relative setiap variabel pada setiap fungsi
kanonikal. Hasil perhitungannya sebagai berikut :
Tabel 4.17
Hasil Perhitungan Kanonikal Loadings untuk Dependen Variats
Correlations between DEPENDENT and canonical
variables
Function No.
Variable 1 2
LNPDRB .51453 .36325
LNKemiskanan .32659 .93910
LNIPM .13316 -.96532
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.17 diketahui hubungan variabel PDRB
(Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3) dengan variabel independennya
(Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan Budidaya) pada
fungsi 1 dan fungsi 2 diabaikan. Koefisien kanonikal untuk variabel
PDRB adalah 0,51453, variabel Kemiskinan adalah 0,32659 dan
untuk variabel IPM adalah 0,13316, variabel PDRB mempunyai
korelasi kanonikal loading yang kuat karena nilainya mendekati 1,0.
Selanjutnya adalah menghitung koefisien kanonikal untuk
kovariats (Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan
83
Budidaya) terhadap PDRB, Kemiskinan dan IPM dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.18
Hasil Perhitungan Korelasi Kovariat dan Variabel Kanonikal
Correlations between COVARIATES and canonical
variables
CAN. VAR.
Covariate 1 2
LNPerikananLaut .97120 .23828
LNPerikananBudidaya .86130 -.50810
Sumber: Diolah dari lampiran 1 (2017)
Berdasarkan tabel 4.18 dengan hanya melihat root 1,
diperoleh nilai korelasi loading masing-masing variabel independen.
Kedua variabel kanonikal loading memiliki nilai positif yaitu:
Perikanan Tangkap Perairan Laut: 0,97120 dan Perikanan Budidaya:
0,86130. Dengan demikian kovariat yang positif memberikan
pengaruh yang searah, berdasarkan kanonikal weight dan kanonikal
loadings tersebut maka dapat disimpulkan jika Perikanan Tangkap
Perairan Laut dan Perikanan Budidaya mempunyai hubungan yang
siginifikan dengan kualitas wilayah (PDRB, Kemiskinan dan IPM).
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan yamng telah dibahas
sebelumnya, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Bobot (Weight)
Dalam penelitian ini terdapat dua root, root 1 adalah hubungan
variabel independen, yaitu Perikanan Tangkap Perairan Laut (X1)
dengan variabel-variabel dependen, yaitu PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2)
dan IPM (Y3), sedangkan root 2 adalah hubungan variabel independen,
84
yaitu Perikanan Budidaya (X2) dengan variabel-variabel dependen,
yaitu PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3).
Berdasarkan perhitungan kanonikal weight pada tabel 4.14,
PDRB: 0,65152, Kemiskinan: 1,38586 dan IPM adalah 1,59339, yang
menunjukan koefisien kanonik standar untuk variabel PDRB (Y1),
Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3) adalah kuat karena nilainya diatas 0,5.
Dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara Perikanan
Tangkap Perairan Laut (X1) dan Perikanan Budidaya (X2) terhadap
PDRB (Y1), Kemiskinan (Y2) dan IPM (Y3).
2. Muatan (Loadings)
Berdasarkan tabel 4.18 Kedua variabel independen memiliki nilai
positif, yaitu: Perikanan Tangkap Perairan Laut dan Perikanan
Budidaya. Dengan demikian kovariat yang positif memberikan
pengaruh yang searah, jika kovariatnya naik maka PDRB sektor
pertanian, Kemiskinan dan IPM juga naik. Perikanan Tangkap Perairan
Laut memiliki hubungan yang lebih kuat dengan nilai sebsar 0,97120
dibandingkan dengan Perikanan Budidaya dengan nilai sebesar
0,86130. Hal ini dapat dipahami karena letak geografis Provinsi Jawa
Timur berdekatan dengan Selat Bali, yang dimana mempunyai potensi
yang besar. Selain itu mayoritas kabupaten/Kota di Provinsi Jawa
Timur merupakan daerah pesisir, sehingga mampu menghasilkan
produksi perikanan tangkap perairan laut yang besar. Provinsi Jawa
Timur merupakan salah satu Provinsi penghasil perikanan tangkap
perairan laut dan perikanan budidaya terbesar diindonesia. Jumlah
produksi perikanan tangkap perairan laut Provinsi Jawa Timur terbilang
cukup besar dengan rata-rata jumlah produksi sebesar 393.659 Ton ikan
pertahun dalam kurun waktu 5 tahun. Sedangkan perikanan budidaya
rata-rata jumlah produksi sebesar 1.110.650 Ton ikan pertahun dalam
kurun waktu 5 tahun. Dalam hal ini perikanan budidaya lebih besar
dikarenakan perikanan budidaya di Provinsi Jawa Timur tidak hanya
85
diproduksi di Kabupaten/Kota daerah pesisir saja melainkan juga di
produksi di daerah Kabupaten/Kota non-pesisir.
Berdasarkan tabel 4.17 menunjukan bahwa:
1). Pengaruh Sub Sektor Perikanan Terhadap PDRB Sektor Pertanian
Variabel sub sektor perikanan memiliki pengaruh positif
terhadap PDRB sektor pertanian di wilayah pesisir Provinsi Jawa
Timur. Dimana nilai koefisien dari PDRB sektor pertanian sebesar
0,51453 > 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel sub sektor
perikanan memiliki pengaruh yang kuat dan positif terhadap PDRB
sektor pertanian. Dengan demikian variabel sub sektor perikanan
yang positif dan kuat memberikan pengaruh yang searah, jika
variabel sub sektor perikanan naik maka PDRB sektor pertanian juga
naik.
Dengan adanya sub sektor perikanan akan berdampak terhadap
meningkatnya pendapatan bagi masyarakat di wilayah pesisir,
seiring dengan meningkatnya jumlah produksi yang dihasilkan.
Pendapatan masyarakat yang baik secara tidak langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah yang baik juga, yang
tercermin dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).
Pendapatan Domestik Regional Bruto melalui pendekatan produksi
dikelompokan menjadi 17 unit lapangan usaha (sektor), salah
satunya sektor pertanian. Pendapatan Domestik Regional Bruto
Sektor pertanian sendiri pun terdiri dari beberapa sub sektor,
diantaranya sub sektor perikanan. Secara khusus sub sektor
perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah
serta penyedia lapangan kerja, oleh karena itu perikanan merupakan
salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap
kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006).
86
2). Pengaruh Sub Sektor Perikanan Terhadap Kemiskinan
Variabel sub sektor perikanan memiliki pengaruh positif
terhadap Kemiskinan di wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur.
Dimana nilai koefisien dari Kemiskinan sebesar 0,32659 < 0,5
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel sub sektor perikanan
memiliki pengaruh yang lemah dan positif terhadap PDRB sektor
pertanian. Dengan demikian variabel sub sektor perikanan yang
positif dan lemah memberikan pengaruh yang searah, jika variabel
sub sektor perikanan naik maka Kemiskinan juga naik.
Hal ini menandakan bahwa hubungan sub sektor perikanan
yang terdiri dari perikanan tangkap perairan laut dan perikanan
budidaya terhadap Kemiskinan tidak berpengaruh, karna bernilai
positif bukan negatif yang dimana jika perikanan tangkap perairan
laut dan perikanan budidaya naik maka presentase kemiskinan akan
turun. Pendapatan yang berfluktuasi, pengeluaran yang konsumtif
dan pendidikan yang rendah merupakan salah satu ciri dari
kemiskinan di wilayah pesisir. Kemiskinan di wilayah pesisir lebih
dekat kepada bentuk kemiskinan struktural daripada bentuk
kemiskinan fisik (absolute). Menurut Muhammad, (2002) kawasan
pesisir memiliki permasalahan antara lain:
1. Pemanfaatan sumber daya melebihi kapasitas dan daya dukung
2. Kompetisi antara skala industri
3. Distribusi hasil tidak seimbang dan adil karena akses terhadap
usaha perikanan yang berbeda
4. Kebijakan secara spasial untuk daerah pesisir pantai dan pulau
kecil sehingga mengakibatkan banyak area yang rusak
5. Kelebihan investasi pada beberapa sektor, sementara investasi
sektor yang lain terbatas
6. Kemiskinan struktural terutama di desa pesisir/desa nelayan
87
Selain itu menurut Muhammad, (2002) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan dalam penguasaan
penangkapan ikan yaitu jangkauan wilayah perairan pantai dan laut
yang dapat mudah ditempuh, intensitas pemakaian modal kerja,
perbaikan dan stabilitas harga ikan serta penyebaran informasi pasar.
Gambaran kemiskinan di wilayah pesisir dalam hal ini nelayan
mencerminkan keterbatasan nelayan, baik itu dalam proses
penangkapan ikan, pembudidayaan, media alat tangkap dan peluang
pemanfaatan sumberdaya perikanan. Mayoritas sumber pendapatan
rumah tangga nelayan adalah hasil penjualan ikan yang sangat
bergantung terhadap musim, besarnya hasil tangkap, pengelolaan
dan pemasaran ikan. Pemanfaatan potensi laut dan perikanan diukur
berdasarkan kapasitas penangkapan dan budidaya.
Pengembangan perikanan harus memperhatikan ketersediaan
potensi sumberdaya ikan, modal, pelatihan dan infrastruktur
perikanan seperti pelabuhan perikanan dan tempat pelelangan ikan.
Pembangunan pelabuhan perikanan harus memperhatikan
keberadaan nelayan dan ketersediaan makanan ikan dalam budidaya
ikan dan ketersediaan pengolahan yang memadai, seperti cold
storage, fasilitas pengisian bahan bakar, serta ketersedian listrik agar
dapat dieksploitasi dengan optimal dan terkendali.
3). Pengaruh Sub Sektor Perikanan Terhadap IPM
Variabel sub sektor perikanan memiliki pengaruh positif
terhadap IPM di wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur. Dimana nilai
koefisien dari IPM sebesar 0,13316 < 0,5 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel sub sektor perikanan memiliki
pengaruh yang lemah dan positif terhadap IPM. Dengan demikian
variabel sub sektor perikanan yang positif dan lemah memberikan
pengaruh yang searah, jika variabel sub sektor perikanan naik maka
IPM juga naik.
88
Menurut Badan Pusat Statistik (2017), Indeks Pembangunan
manusia adalah suatu ukuran yang digunakan dalam mengetahui
kualitas hidup pembangunan manusianya. Adapun indikator dalam
Indeks Pembangunan Manusia yaitu capaian umur panjang dibidang
kesehatan, kemudian capaian angka melek huruf, rata-rata sekolah
dan rata-rata lamanya bersekolah dibidang pendidikan serta
kemampuan daya beli masyarakat yang dilihat dari pengeluaran
perkapita dibidang ekonomi.
Dengan adanya sub sektor perikanan akan berdampak terhadap
meningkatnya pendapatan bagi masyarakat di wilayah pesisir,
seiring dengan meningkatnya jumlah produksi yang dihasilkan.
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat secara tidak langsung
akan berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia karena
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi pendidikan, kesehatan
maupun ekonomi.
Sub sektor perikanan memiliki hubungan yang bernilai positif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia di wilayah pesisir Provinsi
Jawa Timur. Meskipun bernilai positif, hubungan sub sektor
perikanan terhadap Indeks pembangunan Manusia bersifat lemah.
Dikarenakan sub sektor perikanan belum menjadi prioritas utama
penggerak ekonomi di wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur. Akan
tetapi perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi
Jawa Timur terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pada tahun 2013
pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayan mulai mencanangkan program wajib belajar selama 12
tahun yang dimana sebelumnya hanya 9 tahun. Dengan adanya
program wajib belajar 12 tahun, maka seluruh lapisan masyarakat
dapat menikmati pendidikan secara gratis baik itu masyarakat miskin
89
maupun kaya. Sehingga capaian rata-rata lama sekolah dan harapan
lama sekolah dibidang pendidikan relatif meningkat. Selain itu pada
tahun 2014 pemerintah Indonesia melalu lebaga BPJS mulai
mengimplementasikan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu
Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dengan adanya program tersebut,
maka seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati layanan
kesehatan secara gratis khusunya masyarakat miskin. Sehingga
capaian angka harapan hidup dibidang kesehatan relatif meningkat.
Hal tersebut merupakan salah satu faktor mengapa sub sektor
perikanan mempunyai hubungan positif terhadap IPM di Provinsi
Jawa Timur.
90
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah Produksi Sub Sektor Perikanan mempunyai pengaruh positif dan
hubungannya kuat terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sektor
Pertanian di wilayah pesisir Provinsi Jawa Timur.
2. Jumlah Produksi Sub Sektor Perikanan mempunyai pengaruh positif dan
hubungannya lemah terhadap Kemiskinan di wilayah pesisir Provinsi Jawa
Timur.
3. Jumlah Produksi Sub Sektor Perikanan mempunyai pengaruh positif dan
hubungannya lemah terhadap Indeks Pembangunan Manusia di wilayah
pesisir Provinsi Jawa Timur.
B. Saran
Saran berdasarkan hasil penelitian analisis pengaruh sub sektor perikanan
terhadap kualitas wilayah pesisir di Provinsi Jawa Timur adalah:
1. Bagi Civitas Akademika
Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti sub sektor perikanan,
diharapakan menambah beberapa variabel lain yang berkaitan dengan sub
sektor perikanan serta data yang lebih luas dan beragam, agar dapat diketahui
secara lebih banyak lagi mengenai pengaruh dari sub sektor perikanan.
2. Bagi Pihak Swasta
Perlu adanya peran dari pihak swasta untuk membantu pemerintah
dalam hal infrastruktur, sarana dan prasarana dibidang perikanan. Mulai dari
penangkapan, pembudidayaan, pengelolaan dan pemasaran ikan agar
distribusi hasil dapat seimbang, adil dan pemanfaatan sumber daya perikanan
91
dapat maximal. Sehingga mampu meningkatkan perekonomian di daerah
pesisir di Provinsi Jawa Timur. Karena sub sektor perikanan merupakan salah
satu sektor yang memiliki potensi sangat besar khususnya bidang perikanan
tangkap perairan laut dan perikanan budidaya.
3. Bagi Pemerintah
Perlu adanya kebijakan dari pemerintah yang dapat mereduksi
terjadinya fluktuasi jumlah produksi perikanan tangkap perairan laut. serta
kebijakan dari pemerintah untuk membenahi infrastruktur, sarana dan
prasarana dalam hal penangkapan, pembudidayaan, pengelolaan dan
pemasaran ikan, agar akses distribusi hasil dapat seimbang, adil dan
pemanfaatan sumber daya perikanan dapat maximal. sehingga hasil dari
perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya dapat meningkatkan
perekonomian di daerah pesisir di Provinsi Jawa Timur. karena jumlah
produksi perikanan tangkap perairan laut dan perikanan budidaya
berpengaruh positif terhadap produk domestik regional bruto dan Indeks
pembangunan Manusia.
92
DAFTAR PUSTAKA
Adam, L, 2012. Kebijakan Pengembangan Perikanan Berkelanjutan (Studi Kasus:
Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Pulau Morotai
Provinsi Maluku Utara). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 2(2):115-126.
Adiningsih, sri, 1999. Ekonomi mikro. BPPE: Yogyakarta
Arsyad, Lincolin, 1999. Ekonomi Pembangunan, Edisi keempat. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Badan Pusat Statistik. 2017. Persentase Penduduk Miskin Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2017. BPS Provinsi
Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Perikanan Tangkap Perikanan Laut Menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Ton) 2010-2017. BPS Provinsi Jawa Timur
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Perikanan di Jawa Timur Tahun 2010-2017
(ton). BPS Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Provinsi dan
Subsektor 2000-2017 (ton). Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi dan
Jenis Budidaya 2000-2017 (ton). Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
Menurut Kabupaten/Kota, 2013-2018. BPS Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2018. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi
2010-2018. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Timur Menurut Lapangan Usaha 2014-2018. BPS Provinsi
Jawa Timur.
93
Badan Pusat Statistik. 2019. Presentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi 2007-
2019. Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2013. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2013. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2014. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2015. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2015. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2016. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2017. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2018. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2018. BPS
Provinsi Jawa Timur.
Dahuri, R, 2002. Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir Indonesia. PKSPL. Institut
Pertanian Bogor.
Daryanto, Arief, 2007. Dari kluster menuju peningkatan daya saing industry
perikanan. Bulletin Craby & Starky. Edisi januari 2007. Ditjen pengolahan
dan pemasaran perikanan.
Ghozali, Imam, 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
23. Semarang : BP UNDIP.
Gitawati, Retno Dea, 2018. Analisis Pengaruh Nilai Produksi Perikanan Budidaya
Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pada Sembilan
Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
94
Gujarati, Damodar N, 2004. Basic Econometrics. Jakarta: Salemba Empat.
Gunawan, Didik, 2018. Analisis Kanonikal Indeks Saham Global, Harga
Komoditas dan Kurs Rupiah Terhadap Dolar Dengan Indeks Pasar Modal
Indoneisa. Tesis Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Hamka, 2017. Analisis Pergeseran Sub Sektor Perikanan Dalam Pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto di Kabupaten Barru. Skripsi Universitas
Islam Negeri Alaudin Makasar.
Kamil Sertoglu, Sevin Ugural, Festus Victor Bekun, 2013. The contribution of
agricultural sector on economic growth of Nigeria. Economics and Financial
Issues Journal.
K.E Uma, F.E Eboh & P.C Obidike, 2013. Appraisal of the influence of agriculture
on economic growth: empirical evidence from Nigeria. Science and
Education Publishing Journal.
Mawardati, Jamilah, 2019. Hubungan Tingkat Kemiskinan Dengan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Tangkap Pada Kawasan Minapolitan. Jurnal
Universitas Malikussaleh Aceh Timur.
Muhammad, S, 2002. Ekonomi Rumah Tangga Nelayan dan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Di Jawa Timur: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Mulki, M harrafi. Potensi Sumber Daya Alam dan Kemaritiman Indonesia. Artikel
diakses pada 25 desember 2019 dari http://mybooksanddreams.
blogspot.co.id/2017/09/ potensi-sumber-daya-alam-dan-kemaritiman-
indonesia.html
M. zulkarnain. 2013. Analisis Pengaruh Nilai Produksi Perikanan Budidaya
Terhadap Produk Domestik Bruto Sektor Perikanan di Indonesia. Jurnal
ECSOFiM Vol. 1 No. 1, 2013
95
Nugroho E, Kristanto, A, 2013, Panduan Lengkap Ikan Konsumsi Air Tawar
Popupler, Cetakan 3, Penebar Swadaya: Jakarta.
Nurlia 2011, Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan Kesempatan Kerja Di Kabupaten Pinrang Periode 2005-
2009, Skripsi, Makassar: Universitas Hasanuddin.
Oyinbo oyakhilomen (2014). Agricultural production and economic growth in
Nigeria: implication for rural poverty alleviation. Journal Ahmadu Bello
University Nigeria.
Paul a samuelson & William d nordhaus. 1996. Mikroekonomi. Erlangga Cetakan
keempat. Jakarta.
Prof. Gudono, Ph.D. CMA, 2015. Analisis Data Multivariat Edisi 4. BPFE:
Yogyakarta
Rinanti, Pusparani, 2013. Analisis peranan subsektor perikanan terhadap
peningkatan produk domestik regional bruto di kabupaten blitar. Skripsi
Universitas Brawijaya.
Rostar, Muhendar, 2013. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap produk
domestik regional bruto di kabupaten kepulauan meranti provinsi riau .
Skripsi Universitas Riau.
Santoso, Singgih, 2015. Statistik multivariat. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Saputro, Agung Utomo Hudi, 2015. Analisis Pengaruh Tingkat Pengangguran,
Pendidikan dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Jumlah
Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota daerah Istimewa Yogyakarta Tahun
2008-2013. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Soekartawi. 2003. Teori ekonomi produksi. Rajawali: Jakarta.
Sudarman, Ari, 2004. Teori ekonomi mikro. BPFE: Yogyakarta.
96
Sugiarto dkk, 2002. Ekonomi mikro: sebuah kajian komprehensif. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Sugiharto E, Salmani, Gunawan BI, 2013. Studi tingkat kesejahteraan masyarakat
nelayan di Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau.
Dalam: Jurnal Ilmu Perikanan Tropis. 3(2): 87-94.
Sukirno, Sadono, 2000. Makroekonomi Modern: perkembangan pemikiran klasik
hingga Keynesian baru. Raja grafindo persada. Jakarta.
Sukirno, Sadono, 2006. Ekonomi Pembangunan. Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Sukirno, Sadono, 2013. Teori Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Ketiga. Jakarta:
Rajawali Press.
Todaro, Michael P 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta:
Erlangga.
Todaro, Michael P, 2011. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi kelima.
Alih Bahasa: Aminuddin dan Drs. Mursid. Jakata: Erlangga.
Triarso, I, 2012. Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap
Di Pantura Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1): 186-197.
Undang-undang no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
dan Daerah.
Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
97
Undang-undang no 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat
dan Daerah.
Undang-undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Wikipedia. Provinsi Jawa Timur. Artikel diakses pada 12 januari 2020 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
Yunianto. Peran sub sector perikanan budidaya dalam perekonomian nasional.
Artikel diakses pada 12 desember 2019 dari
www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=1041
Yusuf, Maulana, 2019. Pengaruh Tenaga Kerja, Pengangguran dan Indeks
Pembangunan Manusia Terhadap PDRB di Provinsi DKI Jakarta Tahun
2010-2017. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
98
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian (Log)
Kab/Kota LNPerikananLaut LNPerikananBudidaya LNPDRB LNKEMISKINAN LNIPM
Kab. Pacitat 9.310548 8.300529 21.677122 2.735348 4.197352
Kab. Trenggalek 9.824065 8.913819 21.844064 2.561879 4.220977
Kab. Tulungagung 8.847647 9.641733 22.235466 2.084653 4.266054
Kab. Blitar 9.075093 8.347116 22.693311 2.282031 4.238878
Kab. Malang 9.502637 9.757074 23.025261 2.401329 4.226396
Kab. Lumajang 8.478036 8.007367 22.705949 2.386290 4.162470
Kab. Jember 9.149847 9.368540 23.351674 2.397460 4.193888
Kab. Banyuwangi 10.700612 10.123025 23.471318 2.156283 4.243339
Kab. Situbondo 9.534668 9.053920 22.045875 2.569126 4.184794
Kab. Probolinggo 9.997023 9.237372 22.718007 3.021551 4.163249
Kab. Pasuruan 9.888577 9.728837 22.499404 2.335754 4.200055
Kab. Sidoarjo 9.619598 9.804772 21.699522 1.828625 4.365643
Kab. Tuban 9.349145 8.655737 22.714614 2.825634 4.201254
Kab. Lamongan 11.203080 10.384956 22.888552 2.668687 4.264228
Kab. Gresik 10.084767 10.812290 22.543759 2.549769 4.315353
Kab. Bangkalan 10.104345 9.452973 22.029949 3.059495 4.131961
Kab. Sampang 8.920656 8.109225 22.097842 3.159654 4.092677
Kab. Pemekasan 9.788862 9.194617 21.866724 2.772898 4.173310
Kab Sumenep 10.769474 11.083204 22.762146 2.976573 4.163249
Kota Probolinggo 9.864695 9.154933 19.938003 2.059052 4.277915
Kota Pasuruan 8.744488 9.454306 18.577684 2.018333 4.309322
Kota Surabaya 9.038009 8.987947 20.195464 1.684113 4.395313
99
Lampiran 2: Hasil Analisis Korelasi Kanonikal
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
The default error term in MANOVA has been changed from WITHIN CELLS to
WITHIN+RESIDUAL. Note that these are the same for all full factorial designs.
* * * * * * * * * * * * * * * * * A n a l y s i s o f V a r i a n c e * * * * * *
* * * * * * * * * * *
22 cases accepted.
0 cases rejected because of out-of-range factor values.
0 cases rejected because of missing data.
1 non-empty cell.
1 design will be processed.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
* * * * * * * * * * * * * * * * * A n a l y s i s o f V a r i a n c e -- Design
1 * * * * * * * * * * * * * * * * *
EFFECT .. WITHIN CELLS Regression
Multivariate Tests of Significance (S = 2, M = 0, N = 7 1/2)
Test Name Value Approx. F Hypoth. DF Error DF Sig. of F
Pillais .58541 2.48304 6.00 36.00 .041
Hotellings .85256 2.27348 6.00 32.00 .061
Wilks .49590 2.38026 6.00 34.00 .050
Roys .35876
Note.. F statistic for WILKS' Lambda is exact.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Eigenvalues and Canonical Correlations
Root No. Eigenvalue Pct. Cum. Pct. Canon Cor. Sq. Cor
1 .55947 65.62232 65.62232 .59896 .35876
2 .29309 34.37768 100.00000 .47609 .22666
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Dimension Reduction Analysis
100
Roots Wilks L. F Hypoth. DF Error DF Sig. of F
1 TO 2 .49590 2.38026 6.00 34.00 .050
2 TO 2 .77334 2.63780 2.00 18.00 .099
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
EFFECT .. WITHIN CELLS Regression (Cont.)
Univariate F-tests with (2,19) D. F.
Variable Sq. Mul. R Adj. R-sq. Hypoth. MS Error MS F Sig. of F
LNPDRB .12488 .03277 1.77178 1.30692 1.35569 .282
LNKemisk .23815 .15796 .41130 .13850 2.96972 .075
LNIPM .21757 .13521 .01256 .00476 2.64164 .097
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Raw canonical coefficients for DEPENDENT variables
Function No.
Variable 1 2
LNPDRB .56049 -.10545
LNKemisk 3.41714 1.11982
LNIPM 21.48739 -8.63381
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Standardized canonical coefficients for DEPENDENT variables
Function No.
Variable 1 2
LNPDRB .65152 -.12257
LNKemisk 1.38586 .45415
LNIPM 1.59339 -.64024
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Correlations between DEPENDENT and canonical variables
Function No.
Variable 1 2
LNPDRB .51453 .36325
LNKemisk .32659 .93910
LNIPM .13316 -.96532
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Variance in dependent variables explained by canonical variables
CAN. VAR. Pct Var DEP Cum Pct DEP Pct Var COV Cum Pct COV
1 12.97087 12.97087 4.65337 4.65337
101
2 64.85620 77.82707 14.70017 19.35354
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Raw canonical coefficients for COVARIATES
Function No.
COVARIATE 1 2
LNPerika 1.05425 1.78709
LNPeri_1 .41997 -1.71169
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Standardized canonical coefficients for COVARIATES
CAN. VAR.
COVARIATE 1 2
LNPerika .72721 1.23272
LNPeri_1 .34104 -1.39001
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Correlations between COVARIATES and canonical variables
CAN. VAR.
Covariate 1 2
LNPerika .97120 .23828
LNPeri_1 .86130 -.50810
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Variance in covariates explained by canonical variables
CAN. VAR. Pct Var DEP Cum Pct DEP Pct Var COV Cum Pct COV
1 30.22611 30.22611 84.25273 84.25273
2 3.56925 33.79535 15.74727 100.00000
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Regression analysis for WITHIN CELLS error term
--- Individual Univariate .9500 confidence intervals
Dependent variable .. LNPDRB
COVARIATE B Beta Std. Err. t-Value Sig. of t Lower -95% CL- Upper
LNPerika 7369121710 .4372950804 .51762 1.42367 .171 -.34647 1.82029
LNPeri_1 -.1936450674 -.1352818143 .43968 -.44043 .665 -1.11390 .72661
Dependent variable .. LNKemiskinan
COVARIATE B Beta Std. Err. t-Value Sig. of t Lower -95% CL- Upper
LNPerika .4076765924 .6933881056 .16850 2.41941 .026 .05500 .76036
LNPeri_1 -.2770516477 -.5547476443 .14313 -1.93566 .068 -.57663 .02252
Dependent variable .. LNIPM
COVARIATE B Beta Std. Err. t-Value Sig. of t Lower -95% CL- Upper
102
LNPerika -.0546677680 -.5085240741 .03122 -1.75087 .096 -.12002 .01068
LNPeri_1 .0608172476 .6660104673 .02652 2.29311 .033 .00531 .11633
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
* * * * * * * * * * * * * * * * * A n a l y s i s o f V a r i a n c e -- Design
1 * * * * * * * * * * * * * * * * *
EFFECT .. CONSTANT
Multivariate Tests of Significance (S = 1, M = 1/2, N = 7 1/2)
Test Name Value Exact F Hypoth. DF Error DF Sig. of F
Pillais .98978 548.91625 3.00 17.00 .000
Hotellings 96.86757 548.91625 3.00 17.00 .000
Wilks .01022 548.91625 3.00 17.00 .000
Roys .98978
Note.. F statistics are exact.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Eigenvalues and Canonical Correlations
Root No. Eigenvalue Pct. Cum. Pct. Canon Cor.
1 96.86757 100.00000 100.00000 .99488
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
EFFECT .. CONSTANT (Cont.)
Univariate F-tests with (1,19) D. F.
Variable Hypoth. SS Error SS Hypoth. MS Error MS F Sig. of F
LNPDRB 29.51798 24.83147 29.51798 1.30692 22.58592 .000
LNKemisk .13683 2.63148 .13683 .13850 .98798 .333
LNIPM 1.83429 .09035 1.83429 .00476 385.72899 .000
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
EFFECT .. CONSTANT (Cont.)
Raw discriminant function coefficients
Function No.
Variable 1
LNPDRB .47482
LNKemisk 4.01438
LNIPM 28.67494
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
103
Standardized discriminant function coefficients
Function No.
Variable 1
LNPDRB .54281
LNKemisk 1.49397
LNIPM 1.97740
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Estimates of effects for canonical variables
Canonical Variable
Parameter 1
1 132.55533
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Correlations between DEPENDENT and canonical variables
Canonical Variable
Variable 1
LNPDRB .11078
LNKemisk .02317
LNIPM .45780
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - -
Abbreviated Extended
Name Name
LNKemisk LNKemiskinan
LNPeri_1 LNPerikananbudidaya
LNPerika LNPerikananLaut