Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Peran Knowledge Management Infrastructures dalam Mendukung Knowledge Management Processes Organisasi:
Studi Kasus PT XL Axiata Tbk
Ida Ayu Kadek Trisnanty dan Putu Wuri Handayani
Information System, Faculty of Computer Science, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak Pengetahuan merupakan aset strategis yang sangat penting bagi suatu organisasi. Dengan memanfaatkan pengetahuan, organisasi dapat memperoleh competitive advantages dari kompetitor lainnya. Manajemen pengetahuan yang efektif dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dalam melakukan manajemen pengetahuan, organisasi harus mengetahui peran KM infrastructures dalam mendukung KM processes organisasi. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai seberapa besar peran KM infrastructures organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi. Model penelitian yang digunakan merupakan modifikasi dari model penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan model KM infrastructures dan KM processes dari Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010). Model ini digunakan karena dianggap mencakup semua KM infrastructures dan KM processes yang telah diteliti sebelumnya. Pendekatan partial least squares digunakan untuk menganalisis data dari 58 responden yang berasal dari PT XL Axiata Tbk. Temuan dari penelitian ini adalah lebih dari 80% KM processes organisasi dipengaruhi oleh KM infrastructures yang ada sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan KM infrastructures memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap KM processes organisasi.
Analysis The Role of Knowledge Management Infrastructures in Supporting Organizational Knowledge Management Processes:
A Case Study of PT XL Axiata Tbk
Abstract Knowledge is a strategic asset for an organization. By utilizing the knowledge, organization can gain competitive advantages from other competitors. Effective knowledge management can improve organization performance. In implementing knowledge management, the organization must know the role of KM infrastructures in supporting organizational KM processes. Therefore, this research is aimed to assess the role of KM infrastructures implemented by the organization in supporting organizational KM processes. The research model used in this research is a modification from the research model from Allameh, Zare, and Davoodi (2011) and the model of KM infrastructures and KM processes from Becerra-Fernandez and Sabherwal (2010). This proposed model is used because it covers all of KM infrastructures and KM processes that have been researched before. Partial least squares approach is used to analyze data of 58 respondents from PT XL Axiata Tbk. The finding from this study is that more than 80% KM processes are influenced by KM infrastructures so it can be concluded that KM infrastructures provide a significant influence on organizational KM processes. Keywords: Knowledge Management, KM infrastructures, KM processes, partial least square Pendahuluan
Pengetahuan menjadi sumber daya dan aset yang sangat penting bagi suatu organisasi.
Organisasi mulai merubah pendekatan bisnisnya dari yang berlandaskan sumber daya seperti
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
tanah, mesin, pabrik, bahan baku, dan tenaga kerja, menjadi ke arah yang berlandaskan
pengetahuan dan penciptaan nilai baru melalui pemanfaatan pengetahuan [1]. Druker (1995)
menyatakan bahwa pengetahuan dapat menjadi kunci utama ekonomi dan dominan dan akan
menjadi satu-satunya sumber keunggulan yang komparatif [2].
Organisasi harus dapat memanfaatkan pengetahuan organisasi dengan baik untuk
mencapai tujuan organisasi. Pendekatan manajemen pengetahuan dilakukan untuk mengatur
pengetahuan yang ada di organisasi. Zack (2009) menyatakan bahwa tujuan dari implementasi
manajemen pengetahuan adalah untuk mengatur alur pengetahuan agar mengalir secara
efektif di dalam organisasi [2]. Mengingat pentingnya manajemen pengetahuan, infrastruktur
organisasi harus mampu dalam mendukung manajemen pengetahuan di organisasi.
Infrastruktur organisasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap KM processes yang
dilakukan dan akan berdampak pada kinerja organisasi [3].
Banyak organisasi yang sudah memanfaatkan pengetahuan untuk memperoleh
competitive advantages dan nilai lebih bagi organisasi. Organisasi-organisasi itu pula telah
mengimplementasikan manajemen pengetahuan untuk memaksimalkan KM processes. Untuk
memfasilitasi penciptaan manajemen pengetahuan yang efektif, organisasi harus mengetahui
peran kemampuan infrastruktur organisasi dan mampu memaksimalkannya dalam mendukung
proses manajemen pengetahuan untuk meningkatkan kinerja organisasi [3].
Penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana peran KM
infrastructures yang diimplementasikan organisasi dalam mendukung KM processes
organisasi. Penelitian ini akan memperlihatkan KM infrastructures apa yang paling
mempengaruhi dalam memberikan dukungan terhadap KM processes organisasi. Model yang
akan digunakan dalam penelitian ini merupakan model hasil modifikasi model penelitian dari
[1] dengan model KM infrastructures dan KM processes dari [4].
PT XL Axiata, Tbk (XL) sebagai salah satu perusahaan yang menerapkan manajemen
pengetahuan diambil sebagai objek studi kasus penelitian ini. Dalam melakukan manajemen
pengetahuan diharapkan XL dapat memahami peran KM infrastructures dalam mendukung
KM processes yang dilakukan di dalam perusahaan.
Landasan Teori
Manajemen pengetahuan sangat penting bagi organisasi. Davenport dan Prusak (1998)
menyatakan bahwa hampir semua proyek KM memiliki salah satu dari tiga tujuan: (1) untuk
membuat pengetahuan tampak dan menunjukkan peran pengetahuan dalam suatu organisasi;
(2) untuk mengembangkan budaya berbasis pengetahuan dengan mendorong terciptanya
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
perilaku berbagi pengetahuan dan proaktif dalam mencari pengetahuan; dan (3) untuk
membangun suatu infrastruktur pengetahuan, bukan hanya merupakan suatu sistem teknis,
tetapi merupakan suatu jaringan yang terhubung antar orang dan dorongan untuk saling
berinteraksi dan berkolaborasi [5]. KM enablers, dalam hal ini mengacu pada infrastruktur
organisasi, dianggap dapat meningkatkan efisiensi dari aktivitas manajemen pengetahuan
yang dilakukan [2]. Infrastruktur organisasi harus mampu dalam mendukung KM processes
yang ada di organisasi. Knowledge enablers (dalam hal ini adalah KM infrastructures)
mempunyai pengaruh terhadap KM processes organisasi [6].
A. KM Infrastructures
KM infrastructures merefleksikan fondasi jangka panjang dari manajemen
pengetahuan yang diimplementasikan yang dibagi ke dalam 5 komponen, yaitu organization
culture, organization structure, IT infrastructure, common knowledge, dan physical
environment [4].
1) Organization Culture
Organization culture merefleksikan nilai, norma, dan keyakinan yang memandu
perilaku dari organisasi (Iftikhar, 2003 dalam [7], [4]). Armbrecht et al. (2001) menyatakan
bahwa atribut dari organization culture meliputi pemahaman anggota organisasi akan nilai
KM, dukungan dari semua level manajemen, insentif untuk berbagi pengetahuan, dan
dukungan akan terjadinya interaksi untuk proses penciptaan dan berbagi pengetahuan [4].
Atribut-atribut inilah yang mempengaruhi implementasi KM di organisasi
2) Organization Structure
McKenna (1999) mendefinisikan struktur organisasi sebagai hubungan formal dan
alokasi kegiatan dan sumber daya yang ada [2]. Desain struktur organisasi dapat membantu
untuk menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan dan lingkunga yang sesuai agar KM
processes organisasi dapat berjalan dengan baik [8]. KM bergantung pada beberapa aspek
yang ada pada struktur organisasi, yaitu hirarki struktur organisasi, struktur organisasi dapat
memfasilitasi KM melalui communities of practices (CoP), dan adanya peran serta struktur
special yang mendukung KM [4].
3) IT Infrastructure
KM juga difasilitasi oleh infrastruktur teknologi informasi yang ada di organisasi [4,
9]. Penggunaan infrastruktur teknologi informasi meliputi pemrosesan data, penyimpanan
data, dan teknologi komunikasi [4]. Daft dan Lengel (1986) serta Evans dan Wurster (1999)
mengemukakan bahwa kemampuan infrastuktur teknologi informasi suatu organisasi harus
mempunyai 4 aspek penting, yaitu reach, depth, richness, dan aggregation [4].
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
4) Common Knowledge
Grant (1996) menyatakan bahwa common knowledge merupakan komponen
infrastruktur penting lainnya yang dapat mendukung KM [4]. Common knowledge dianggap
dapat menciptakan kesatuan organisasi dan meningkatkan pengetahuan individu dengan
mengintegrasikannya dengan pengetahuan orang lain. Common knowledge meliputi bahasa
umum dan kosakata yang sering digunakan, pengakuan terhadap pengetahuan individu pada
bidang tertentu, common cognitive schema, norma-norma yang diakui bersama, dan unsur
pengetahuan khusus yang umum diketahui oleh seluruh individu.
5) Physical Environment
Lingkungan fisik organisasi merupakan fondasi penting lainnya untuk mendukung
KM [4]. Lingkungan fisik dianggap dapat mendukung KM dengan menyediakan kesempatan
bagi karyawan untuk bertemu dan berbagi ide. Lingkungan fisik meliputi desain gedung
(ruang kantor, ruang rapat, lobi, pintu masuk, dan lain-lain) dan ruang-ruang yang didesain
secara khusus untuk memfasilitasi proses berbagi pengetahuan secara informal (seperti kedai
kopi, kafe, dan lain-lain).
B. KM Processes
KM processes dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mendapatkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang diperlukan serta mempertahankan pengetahuan
tersebut dengan efektif untuk mendukung karyawan agar dapat bekerja lebih baik (Grant
(1996) serta Khalifa dan Liu (2003), dalam [7]). Model KM processes dibagi ke dalam 4
proses, yaitu knowledge discovery process, knowledge capture process, knowledge sharing
process, dan knowledge application process [4].
1) Knowledge Discovery Process
Knowledge discovery process dapat didefinisikan sebagai pengembangan dari
pengetahuan tacit atau explicit baru dari data dan informasi atau dari sintesis pengetahuan
sebelumnya yang telah ada [4]. Knowledge discovery process bergantung pada 2 (dua)
subproses lainnya yaitu combination dan socialization. Pengembangan pengetahuan explicit
baru bergantung pada proses combination sedangkan pengembangan pengetahuan tacit baru
bergantung pada proses socialization.
2) Knowledge Capture Process
Knowledge capture process dapat didefinisikan sebagai proses menangkap atau
mendapatkan pengetahuan explicit atau tacit yang ada dalam masyarakat, artifak, atau entitas
organisasi [4]. Nonaka (1994) menyatakan bahwa 2 (dua) subproses KM yang memberikan
dampak secara langsung terhadap knowledge capture process yaitu internalization dan
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
externalization. Externalization merupakan proses konversi pengetahuan tacit menjadi
pengetahuan explicit dalam bentuk kata-kata, konsep, gambar, atau bahasa kiasan lainnya
(misalnya dalam bentuk analogi, metafora, dan narasi) sedangkan internalization merupakan
proses konversi pengetahuan explicit menjadi pengetahuan tacit [4].
3) Knowledge Sharing Process
Knowledge sharing process dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
pengetahuan explicit atau tacit dikomunikasikan ke individu yang lain [4]. Ada 2 (dua)
subproses KM yang memberikan dampak secara langsung terhadap knowledge sharing
process, yaitu seperti yang disebutkan oleh Nonaka (1994) yang pertama adalah socialization
dan yang kedua menurut Grant (1996) adalah exchange; berbeda dengan socialization,
exchange berfokus pada berbagi pengetahuan explicit antar individu, grup, dan organisasi [4].
4) Knowledge Application Process
Pengetahuan dianggap dapat memberikan kontribusi langsung terhadap kinerja
organisasi ketika digunakan dalam pengambilan keputusan dan pengerjaan tugas [4].
Knowledge application process bergantung pada pengetahuan yang ada dan pengetahuan itu
sendiri bergantung pada ketiga KM processes sebelumnya yaitu knowledge discovery process,
knowledge capture process, dan knowledge sharing process. Grant (1996) menyatakan bahwa
knowledge application bergantung pada 2 subproses KM yaitu direction dan routines [4].
C. Penelitian Terdahulu
Banyak peneliti yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara KM enablers
dengan KM processes organisasi. Penelitian yang menjadi acuan dari penelitian ini adalah
penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi tahun 2011 (Gambar 1). Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari hubungan antara enablers sebagai variabel independen dengan knowledge
management sebagai variabel dependen. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa enablers
secara signifikan memiliki hubungan terhadap knowledge management processes dan dengan
meningkatkan kondisi enablers yang ada di organisasi dapat menyebabkan efisiensi KM
processes organisasi. Pada penelitian ini, model Lawson (2003) digunakan untuk mengukur
KM processes dan model Lee dan Choi (2003) yang mengadaptasi dari model Gold et al.
(2001) digunakan untuk mengukur enablers.
Model Lawson (2003) menjelaskan bahwa KM processes suatu organisasi terdiri dari
6 (enam) buah proses, yaitu knowledge creation, knowledge capture, knowledge organization,
knowledge storage, knowledge dissemination, dan knowledge application.
1) Knowledge Creation Process
Nonaka dan Takeushi (1995) mendefinisikan knowledge creation process sebagai
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
kemampuan suatu organisasi untuk menciptakan pengetahuan dan mensirkulasikannya pada
organisasi, produk, jasa, dan sistem [1]. Nonaka (1995) juga percaya bahwa organisasi yang
sukses adalah organisasi yang secara konsisten menciptakan dan mensirkulasikan
pengetahuan baru di dalam organisasi dan mengaplikasikannya terhadap produk baru [1].
2) Knowledge Capture Process
Pentland (1995) mendefinisikan knowledge capture process sebagai proses
mengembangkan konten baru dan menggantikan konten yang ada dalam organisasi yang
berupa pengetahuan tacit dan explicit organisasi [1]. Park (2006) juga menjelaskan bahwa
organisasi harus mampu menangkap pengetahuan dari berbagai sumber baik internal maupun
eksternal organisasi dan anggota organisasi juga harus mampu untuk saling bertukar
pengetahuan sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan yang mereka miliki secara
konstan melalui benchmarking atau pemberian feedback dari pengalaman-pengalaman proyek
yang telah lalu [1].
3) Knowledge Organization Process
Knowledge organization process berkaitan dengan knowledge structure, knowledge
listing dan modeling, serta knowledge sharing process [1]. Dalam knowledge organization
process, pengetahuan diatur dan disusun berdasarkan suatu filter tertentu agar tercipta suatu
daftar yang komprehensif dan dapat dicari, diperiksa, dan disimpan dengan baik [10].
4) Knowledge Storage Process
Knowledge storage process erat kaitannya dengan organizational memory. Tan et al.
(1998) menjelaskan bahwa organizational memory termasuk pengetahuan yang berada dalam
bentuk yang bermacam-macam seperti dokumen tertulis, informasi terstruktur yang tersimpan
dalam database elektronik, pengetahuan individu yang disimpan dalam expert systems,
dokumentasi proses dan prosedur organisasi, dan pengetahuan tacit yang didapatkan oleh
individu dan sekelompok individu [1, 5].
5) Knowledge Dissemination Process
Alavi dan Leidner (2001) mendefinisikan knowledge dissemination process sebagai
proses transfer pengetahuan di seluruh organisasi yang mana dapat terjadi antar individu,
grup, maupun organisasi dengan menggunakan berbagai jenis channel komunikasi [1]. Pada
dasarnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku individu dalam knowledge
dissemination process. Chennamaneni (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut
adalah seperti mengenai isu alat dan teknologi yang digunakan, motivasi dan insentif untuk
berbagi pengetahuan, budaya organisasi, nilai-nilai dan identitas pribadi, dan rasa percaya [1].
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
6) Knowledge Application Process
Probst, Rub, dan Rumhardt (2000) menyatakan bahwa kunci utama dari manajemen
pengetahuan adalah memastikan bahwa pengetahuan yang ada di organisasi diaplikasikan
secara produktif untuk memberikan keuntungan bagi organisasi [1]. Davenport dan Klahr
(1998) juga menyatakan bahwa penerapan pengetahuan efektif dapat membantu organisasi
untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya yang dikeluarkan [1].
Gambar 1. Model Penelitian Allameh, Zare, dan Davoodi (2011)
Chan dan Chau (2005) mendefinisikan KM enablers sebagai faktor-faktor yang dapat
memfasilitasi aktivitas knowledge management organisasi seperti kodifikasi dan berbagi
pengetahuan antar individu [1]. Model Lee dan Choi (2003) yang digunakan merupakan hasil
adaptasi dari model KM enablers Gold, Malhotra, dan Segars (2001) yang terdiri dari 3
(buah) enablers, yaitu technology, structure, dan organizational culture.
1) Technology
Teknologi informasi memegang peranan penting dalam menghilangkan batasan
komunikasi yang seringkali menghalangi terjadinya interaksi antar bagian yang ada di
organisasi. Technology disini merujuk pada infrastruktur teknologi informasi beserta
kemampuannya dalam mendukung KM [1].
2) Structure
O’Dell dan Grayson (1998) menyatakan struktur organisasi yang mendukung perilaku
individu untuk memperoleh pengetahuan dapat menciptakan KM yang efektif di organisasi
[1]. Leonard (1995) menjelaskan bahwa sistem penghargaan dan insentif juga akan
mempengaruhi bagaimana pengetahuan diakses dan bagaimana aliran dari pengetahuan
KM Enablers
KM Processes
Knowledge Creation
Knowledge Capture
Knowledge Organization
Knowledge Storage
Knowledge Dissemination
Knowledge Application
Technology
Structure
Culture
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
tersebut [9].
3) Organizational Culture
Organizational culture merupakan faktor penting dalam menciptakan KM yang
efektif. Suatu organizational culture yang efektif berperan dalam menyediakan lingkungan
yang cocok untuk berbagi pengetahuan dan mendukung knowledge activities lainnya [1].
D. Pemetaan
Model penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan hasil modifikasi
dari model penelitian terdahulu dengan model KM infrastructures dan KM processes [4].
Tabel 1 memperlihatkan perbandingan model KM enablers dan KM infrastructures pada
kedua model tersebut sedangkan Tabel 2 menjelaskan mengenai perbandingan model KM
processes pada kedua model tersebut. Tabel 1. Perbandingan Model KM Enablers pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan Model KM
Infrastructures pada Model Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010)
Model KM Enablers pada Model Allameh, Zare, dan
Davoodi (2011)
Model KM Infrastructures pada Model Becerra-
Fernandez dan Sabherwal (2010)
Technology IT Infrastructure Structure Organization Structure Organizational Culture Organization Culture Common Knowledge Physical Environment
Tabel 2. Perbandingan Model KM Processes pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011) dengan Model KM
Processes pada Model Becerra-Fernandez dan Sabherwal (2010)
Model KM Processes pada Model Allameh, Zare, dan Davoodi (2011)
Model KM Processes pada Model Becerra-Fernandez dan
Sabherwal (2010) Knowledge Creation Processes Knowledge Discovery Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Organization Processes Knowledge Storage Processes Knowledge Capture Processes Knowledge Dissemination Processes Knowledge Sharing Processes Knowledge Application Processes Knowledge Application Processes
Dari hasil pemetaan ini, maka model penelitian ini akan menggunakan model KM
infrastructures yang terdiri dari 5 dimensi, yaitu organization culture, organization structure,
IT infrastructure, common knowledge, dan physical environment, sedangkan model KM
processes terdiri dari 5 buah proses, yaitu knowledge discovery process, knowledge capture
process, knowledge sharing process, knowledge application process, dan knowledge
organization process.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
E. Model Penelitian dan Hipotesis
Model penelitian ini memiliki 10 buah variabel laten first order yang terdiri dari 5
variabel eksogen (independen) dan 5 dimensi variabel endogen (dependen), serta 2 variabel
endogen second order. Kelima variabel eksogen tersebut merupakan dimensi dari KM
infrastructures yaitu organization culture (BO), organization structure (SO), IT
infrastructure (TI), common knowledge (PU), dan physical environment (LF) sedangkan
kelima variabel endogen tersebut merupakan dimensi dari KM processes yaitu knowledge
discovery process (KD), knowledge capture process (KC), knowledge organization process
(KO), knowledge sharing process (KS), dan knowledge application process (KA). Kedua
variabel endogen second order tersebut adalah KM infrastructures (KMI) dan KM processes
(KMP). Gambar 2 menjelaskan model yang digunakan untuk penelitian ini.
Gambar 2. Model Penelitian
Penelitian ini akan menguji 6 buah hipotesis, yaitu sebagai berikut:
H1. Organization culture memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes
organisasi.
H2. Organization structure memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes
organisasi.
H3. IT infrastructure organisai memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM
processes organisasi.
H4. Common knowledge organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM
processes organisasi.
H5. Physical environment organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM
processes organisasi.
H6. KM infrastructures organisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM
processes organisasi.
KM Infrastructures KM Processes
Organization Culture
Organization Structure
IT Infrastructure
Common Knowledge
Physical Environment
Knowledge Discovery Process
Knowledge Capture Process
Knowledge Organization Process
Knowledge Sharing Process
Knowledge Application Process
H1
H2
H3 H4
H5
H6
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data secara kualitatif yang dilakukan yaitu dengan
melakukan studi dokumen company knowledge profile. Pendekatan kuantitatif dilakukan
dengan melakukan survei kepada sampel dari populasi yang ditentukan. Penelitian ini
merupakan penelitian yang bertipe studi kasus. Studi kasus ini dilakukan untuk mengetahui
peran KM infrastructures organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di organisasi
tersebut dengan objek studi kasus PT XL Axiata Tbk.
A. Pengukuran
Perumusan pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner diambil dari beberapa
studi literatur [4, 6, 9, 11, 12]. Pertanyaan-pertanyaan tersebut berjumlah 51 buah dan diukur
dengan menggunakan skala Likert yang menunjukkan tingkat persetujuan responden terhadap
pertanyaan tersebut. Skala Likert yang digunakan adalah skala Likert-5 yang bernilai dari 1
hingga 5. Skala 1 digunakan untuk menyatakan sangat tidak setuju (STS), skala 2 digunakan
untuk menyatakan tidak setuju (TS), skala 3 digunakan untuk menyatakan netral (N), skala 4
digunakan untuk menyatakan setuju (S), dan skala 1 digunakan untuk menyatakan sangat
setuju (SS). Semakin besar angka pada skala Likert yang dipilih oleh responden, maka
semakin tinggi juga tingkat persetujuan responden terhadap pertanyaan kuesioner yang
dimaksud. Sebelum kuesioner disebar, kuesioner harus melalui uji keterbacaan terlebih
dahulu untuk mengidentifikasi kesalahan dalam pemahaman dan ambiguitas dari pernyataan-
pernyataan yang ada pada kuesioner. Uji keterbacaan ini dilakukan kepada 18 orang yang
terdiri dari 9 orang mahasiswa dan 9 orang karyawan untuk melihat dari 2 sudut pandang
yang berbeda, yaitu sudut pandang mahasiswa yang umumnya telah mengenai istilah-istilah
KM dan sudut pandang karyawan yang tidak terlalu mengenai istilah-istilah KM.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh karyawan di PT XL Axiata Tbk (XL).
Penelitian ini mengambil 58 orang karyawan XL sebagai sampel penelitian. Jumlah sampel
penelitian ini telah memenuhi jumlah sampel minimum berdasarkan keperluan analisis
dengan menggunakan PLS yaitu 30 sampel [13]. Teknik pengambilan sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan karena peneliti tidak memiliki
akses terhadap keseluruhan populasi dan tidak mungkin untuk dilakukan random sampling
pada populasi yang ada.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner baik secara online
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
maupun menggunakan hardcopy kepada responden. Pengumpulan data melalui survei
menggunakan kuesioner berlangsung selama kurang lebih 4 minggu. Data yang berhasil
dikumpulkan melalui kuesioner akan dianalisis dengan menggunakan metode partial least
square (PLS). Tools yang digunakan untuk melakukan metode analisis PLS pada penelitian
ini adalah WarpPLS versi 3.0. Tools ini dipilih karena memiliki kelengkapan dalam menguji
variabel laten. Tools ini dapat melakukan pengujian variabel laten pada tingkat tertentu
sehingga pengujian variabel laten second order dapat dilakukan.
Pembahasan
A. Knowledge Management PT XL Axiata Tbk
Sejak tahun 2003, XL telah mengembangkan sebuah unit Knowledge Management di
dalam divisi Human Capital Development untuk mengatur pengembangan pengetahuan di XL
dan menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan antar para karyawan. XL mempunyai Chief
Knowledge Officer (CKO) yang dibantu oleh tim Knowledge Management dan tim
Knowledge Advisor XL [14]. XL menerapkan 4 bidang konsep KM, yaitu content, behavior &
culture, process, dan sharing media (infrastructure). Aspek Content mencakup upaya untuk
menyediakan wadah untuk menampung keseluruhan pengetahuan yang dibutuhkan oleh
semua karyawan dan mengkategorikannya sesuai dengan pengetahuan yang ada di
perusahaan. Aspek Behavior & Culture, yang mencakup upaya untuk menumbuhkan budaya
knowledge sharing dan kolaborasi baik di internal maupun eksternal perusahaan, dapat
dikembangkan melalui berbagai kegiatan. Aspek Sharing Media (infrastructure) mencakup
penyediaan infrastruktur teknologi informasi yang bertujuan untuk mengakomodir proses
berbagi pengetahuan. Aspek Process di XL dikelola secara khusus oleh Corporate Business
System and Process (CBSP) dan mencakup semua proses dan SOP yang berlaku di XL.
XL mendefinisikan knowledge management sebagai mengelola dan melaksanakan
proses knowledge di perusahaan. Proses-proses knowledge management di XL meliputi:
1) Knowledge Sharing
Perusahaan menumbuhkan budaya saling berbagi pengetahuan antar karyawan dan
para pelanggan. Knowledge sharing ini didukung dengan adanya CoP, e-knowledge portal,
focus group discussion, cross department sharing session, budaya kerja yang berbasis
pengetahuan, dan juga struktur organisasi yang fleksibel dengan hierarki yang sejajar yang
memudahkan terciptanya kerjasama yang baik dan efisien antar departemen.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
2) Knowledge Creation
Perusahaan menciptakan pengetahuan demi kemajuan XL di mata karyawan dan para
pelanggan. Knowledge creation ini didukung dengan adanya program-program learning yang
terencana dan terstruktur seperti program talent management dan adanya e-knowledge portal.
3) Knowledge Development
Perusahaan berusaha untuk mengembangkan pengetahuan agar sesuai dengan strategi
XL untuk para pelanggannya. Knowledge development ini didukung dengan adanya suatu unit
khusus untuk knowledge management yang berfungsi untuk mengatur pengembangan
pengetahuan perusahaan dan juga adanya sistem data warehouse dan data mining yang
digunakan untuk memahami pola-pola perilaku pelanggan.
4) Knowledge Preservation
Perusahaan berusaha untuk melindungi pengetahuan perusahaan khususnya
pengetahuan yang bersifat intangible. Knowledge preservation didukung dengan adanya
social network tools seperti K-profile dan adanya sistem knowledge reward yang diberikan
kepada karyawan.
B. Data Demografi
Dari 58 responden, sebanyak 7 orang (12%) responden berasal dari divisi CEO office
dan sebanyak 9 orang (15.5%) berasal dari divisi Marketing. Responden terbanyak berasal
dari divisi Service Management, yaitu sebanyak 39 orang (67.3%), sedangkan hanya 3 orang
(5.2%) responden berasal dari divisi Commerce (Gambar 3).
Gambar 3. Representasi Diagram Batang Divisi Responden
Dari 58 responden, sebanyak 31% (18 orang) telah bekerja di XL lebih dari 6 tahun
dan sebanyak 19% (11 orang) telah bekerja di XL selama 4 hingga 6 tahun. Paling banyak
responden merupakan responden yang telah bekerja di XL dari 1 hingga 3 tahun yaitu
12% 15.5%
5.2%
67.3%
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45
CEO Office Marketing Commerce Service Management
Divisi
Divisi
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
mencapai 34.5% (20 orang) dan hanya 15.5% (9 orang) responden yang bekerja di XL selama
kurang dari 1 tahun (Gambar 4).
Gambar 4. Representasi Diagram Batang Lama Bekerja Responden
C. Analisis Data Pendekatan PLS
Sebelum melakukan analisis data dengan menggunakan pendekatan PLS, 58 data yang
berasal dari kuesioner direkap dan dilakukan verifikasi apakah terdapat outlier atau tidak.
Verifikasi data dilakukan melalui tahapan preprocessing data pada WarpPLS, yaitu dengan
melakukan pengecekan terhadap missing values, kolom zero variance, kolom dengan nama
identik, rank problems, dan melakukan standarisasi data. Dari hasil verifikasi data didapatkan
bahwa terdapat 1 buah data yang merupakan outlier, sehingga data tersebut dibuang dan tidak
dimasukkan untuk tahapan analisis selanjutnya.
Analisis data dengan pendekatan PLS dilakukan melalui 4 (empat) tahap yaitu
pembentukan diagram jalur (path diagram), melakukan evaluasi terhadap model pengukuran
baik first order maupun second order, melakukan evaluasi terhadap model struktural, dan
melakukan pengujian terhadap hipotesis.
1) Pembentukan Diagram Jalur
Diagram jalur yang akan dibentuk disesuaikan dengan model penelitian pada Gambar
2. Hubungan antara KMP dan KMI dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya juga
dimodelkan secara reflektif. Penyusunan model reflektif ini dianggap lebih tepat karena
kelima variabel laten dimensi first order dari KMP merupakan bentuk manifestasi dari
knowledge management processes dan kelima variabel laten dimensi first order dari KMI
merupakan bentuk manifestasi dari knowledge management infrastructures.
2) Evaluasi Model Pengukuran
Model penelitian ini memiliki variabel laten second order sehingga evaluasi model
pengukuran dilakukan melalui 2 tahap yaitu evaluasi variabel laten first order lalu evaluasi
15.5%
34.5%
19%
31%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
< 1 tahun 1 - 3 tahun 4 - 6 tahun > 6 tahun
Lama Bekerja
Lama Bekerja
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
terhadap variabel laten second order itu sendiri. Evaluasi variabel laten first order dilakukan
dengan penghitungan PLS terhadap indikator-indikatornya (Gambar 5).
Gambar 5. Model Evaluasi Variabel Laten First Order (Sebelum Validasi)
Evaluasi variabel laten first order dilakukan dengan melihat validitas convergent,
validitas discriminant, dan reliability. Indikator dikatakan memenuhi validitas convergent,
indikator-indikator dari suatu variabel laten harus memiliki korelasi yang tinggi, apabila
memiliki loading factor lebih dari 0,7 [13]. Berdasarkan hasil uji, terdapat sebuah indikator
yang memiliki nilai loading factor kurang dari 0,7, yaitu SO4 (0,610). Indikator yang
memiliki nilai loading factor kurang dari 0,7 dapat dihapus dari model karena tidak
memenuhi syarat (Gambar 6). Selain melihat nilai loading factor, untuk mengukur validitas
convergent, dapat dilihat melalui nilai AVE dari setiap variabel laten yang ada. Seperti yang
direkomendasikan oleh Fornell dan Lacker (1981) bahwa nilai AVE yang memenuhi syarat
adalah lebih besar dari 0,5 [13]. Setelah penghitungan PLS dilakukan pada variabel laten first
order, didapatkan bahwa nilai AVE untuk seluruh variabel laten first order berkisar pada
0,743-0,863 sehingga dapat dikatakan bahwa validitas convergent terpenuhi.
Untuk menguji validitas discriminant, dilihat dengan membandingkan akar kuadrat
AVE untuk setiap variabel laten dengan nilai korelasi antar variabel laten dalam model. Suatu
variabel laten dianggap telah memenuhi validitas discriminant apabila nilai akar kuadrat AVE
dari variabel laten tersebut lebih besar dibandingkan dengan variabel laten lainnya. Dari hasil
pengujian terlihat bahwa hampir semua variabel laten yang ada memiliki nilai akar kuadrat
AVE lebih besar dibandingkan dengan variabel laten lainnya, kecuali knowledge capture
process (KC). Untuk meningkatkan nilai validitas discriminant, Chin (1998b)
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
merekomendasikan untuk membandingkan nilai cross loading suatu indikator dimana nilai
loading indikator suatu variabel laten yang berkaitan secara teori harus lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai loading indikator lain terhadap variabel laten tersebut [15]. Dari
perbandingan nilai cross loading tersebut, terlihat bahwa semua indikator KC sudah lebih
besar dibandingkan dengan nilai korelasinya dengan variabel laten lainnya, sehingga
permasalahan ini dapat diabaikan dan validitas discriminant telah terpenuhi.
Untuk memenuhi reliability, suatu variabel laten harus memiliki nilai Cronbach Alpha
(CA) > 0,7 dan Composite Reliability (CR) > 0,7. Berdasarkan hasil penghitungan PLS
terhadap model evaluasi variabel laten first order, semua variabel laten first order memiliki
nilai CA > 0,7 dan CR > 0,7 sehingga reliability variabel telah terpenuhi.
Gambar 6. Model Evaluasi Variabel Laten First Order (Setelah Validasi)
Setelah evaluasi model pengukuran first order, selanjutnya dilakukan evaluasi model
pengukuran second order. Model yang mempunyai variabel laten second order, dievaluasi
dengan menggunakan pendekatan repeated indicators approach atau hierarchical component
model [13]. Nilai faktor variabel laten first order akan digunakan sebagai nilai indikator dari
variabel laten second order. Baik evaluasi variabel laten second order KMP maupun variabel
laten second order KMI, keduanya telah memenuhi syarat validitas convergent, validitas
discriminant, dan reliability (Tabel 3 dan Tabel 4).
Tabel 3. Evaluasi Variabel Laten Second Order KMP
KD KC KO KS KA KMP AVE 0,756 0,768 0,863 0,777 0,826 0,792 CA 0,918 0,924 0,947 0,928 0,947 0,934 CR 0,939 0,943 0,962 0,946 0,960 0,950
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Tabel 4. Evaluasi Variabel Laten Second Order KMI
BO SO TI PU LF KMI AVE 0,743 0,762 0,775 0,808 0,778 0,749 CA 0,930 0,921 0,941 0,940 0,903 0,916 CR 0,945 0,941 0,954 0,955 0,933 0,937
3) Evaluasi Model Struktural
Evaluasi model struktural dilakukan dengan berdasarkan nilai dari koefisien
determinasi (R2), koefisien jalur (β), ukuran efek (f 2), dan relevansi prediktif (Q2). Evaluasi
model struktural yang dilakukan berjumlah 2 kali karena terdapat 2 variabel laten second
order yang masing-masing digunakan untuk menguji hipotesis yang berbeda. Gambar 7
menunjukkan evaluasi model struktural pertama dan Gambar 8 untuk evaluasi model
struktural kedua.
Gambar 7. Evaluasi Model Struktural Pertama
Berdasarkan hasil penghitungan, untuk variabel second order KMP, didapatkan bahwa
nilai R2 untuk setiap variabel laten endogen berada pada rentang 0,714-0,879. Menurut Chin
(1998), nilai ini menunjukkan bahwa model merupakan model yang substansial karena nilai
R2-nya melebihi 0,67 [13, 15]. Nilai R2 untuk KM processes adalah 0,810. Hal ini
mengindikasikan bahwa sebesar 81,0% variansi KM processes ditentukan oleh variabel laten
dimensinya. Hasil pengujian terhadap model struktural menunjukkan bahwa semua variabel
laten memiliki nilai koefisien jalur melebihi 0,1 dan nilai p dari jalur-jalur tersebut adalah
<0,05 kecuali jalur BO-KMP yang bernilai 0,20. Ukuran efek (f2) antara variabel laten second
order KM processes (KMP) dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya berkisar
pada nilai 0,714-0,879. Nilai ini menunjukkan bahwa KM processes memberikan dampak
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
yang cukup besar terhadap kelima dimensi KM processes tersebut. Organization culture
(BO), IT infrastructure (TI), dan physical environment (LF) dianggap memberikan dampak
yang rendah terhadap KMP, dilihat dari nilai f2 masing-masing sebesar 0,106, 0,149, dan
0,127. Menurut rekomendasi Cohen (1998) f2 rendah jika nilainya berada pada rentang 0,020-
0,150 [13] sedangkan organization culture (SO) dan common knowledge (PU) dianggap
memberikan dampak sedang terhadap KMP karena masing-masing memiliki nilai f2 sebesar
0,214, sesuai dengan rekomendasi Cohen (1998) f2 sedang jika nilainya berada pada rentang
0,150-0,350 [13]. Nilai relevansi prediktif (Q2) menunjukkan apakah suatu model memiliki
prediksi yang relevan atau tidak. Semua variabel laten endogen memiliki nilai Q2 lebih dari 0,
yaitu berkisar pada rentang 0,715-0,879. Nilai Q2 yang positif atau lebih dari 0 menunjukkan
bahwa model ini memiliki prediksi yang relevan.
Gambar 8. Evaluasi Model Struktural Kedua
Berdasarkan hasil penghitungan, untuk variabel second order KMI, didapatkan bahwa
nilai R2 untuk setiap variabel laten endogen berada pada rentang 0,728-0,807. Nilai ini
menunjukkan bahwa model merupakan model yang substansial karena nilai R2-nya melebihi
0,67. Nilai kelima variabel laten dimensi dari KM infrastructures (BO, SO, TI, PU, dan LF)
memiliki nilai R2 di atas 0,700. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 70% variansi kelima
variabel laten dimensi KM infrastructures dapat dijelaskan oleh KM infrastructures.
Berdasarkan hasil pengujian model struktural, nilai koefisien jalur yang ada melebihi 0,1 dan
nilai p dari jalur-jalur tersebut adalah < 0,05. Ukuran efek (f 2) antara variabel laten second
order KM infrastructures (KMI) dengan kelima variabel laten dimensi first order-nya
berkisar pada nilai 0,732-0,807. Nilai ini menunjukkan bahwa KM infrastructures
memberikan dampak yang cukup besar terhadap kelima dimensi KM infrastructures tersebut.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
Berdasarkan hasil pengujian, nilai Q2 positif atau lebih dari 0, yaitu berkisar pada rentang
0,715-0,879. Hal ini menunjukkan bahwa model ini memiliki prediksi yang relevan.
4) Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menentukan apakah hipotesis penelitian
diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan
dari evaluasi model struktural dan dihubungkan dengan kondisi kenyataan yang ada. Hasil uji
hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis Jalur β p f 2 Keterangan Hasil H1 BO à KMP 0,14 0,20 0,106 Memiliki pengaruh, tidak
signifikan, efek lemah Ditolak
H2 SO à KMP 0,27 < 0,01 0,214 Memiliki pengaruh, signifikan, efek medium
Diterima
H3 TI à KMP 0,19 0,04 0,149 Memiliki pengaruh, signifikan, efek lemah
Diterima
H4 PU à KMP 0,27 0,02 0,214 Memiliki pengaruh, signifikan, efek medium
Diterima
H5 LF à KMP 0,17 0,02 0,127 Memiliki pengaruh, signifikan, efek lemah
Diterima
H6 KMP à KMI 0,88 < 0,01 0,781 Memiliki pengaruh, signifikan, efek kuat
Diterima
Kesimpulan
A. Diskusi
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peran KM infrastructures
yang diimplementasikan oleh organisasi dalam mendukung KM processes yang ada di
organisasi dan memperlihatan KM infrastructures apa yang paling mempengaruhi dalam
memberikan dukungan terhadap KM processes organisasi. Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara
keseluruhan KM infrastructures memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM
processes organisasi. Semua komponen KM infrastructures yaitu budaya organisasi, struktur
organisasi, infrastruktur TI, common knowledge, dan lingkungan fisik memberikan pengaruh
terhadap KM processes organisasi. Hanya budaya organisasi yang memberikan pengaruh
yang kurang signifikan terhadap KM processes organisasi. Organization culture dianggap
sebagai tantangan yang paling utama dalam menciptakan KM yang efektif di organisasi [9].
B. Implikasi dan Limitasi
Implementasi knowledge management di suatu organisasi bukan merupakan hal yang
mudah untuk dilakukan. Temuan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi penting
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
dalam bidang knowledge management khususnya mengenai implementasi KM infrastructures
terhadap KM processes organisasi pada perusahaan telekomunikasi.
Di antara kelima komponen KM infrastructures, hanya organization culture yang
dianggap tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap KM processes
organisasi. Hal ini berarti bahwa pengaruh yang diberikan oleh organization culture belum
cukup signifikan terhadap KM processes yang ada di organisasi. Organization structure, IT
infrastructure, common knowledge, dan physical environment organisasi dianggap cukup
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KM processes organisasi. Temuan dari
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dari KM infrastructures yang telah
diimplementasikan. Budaya organisasi dapat menjadi fokus selanjutnya dalam implementasi
KM infrastructures sehingga nantinya dapat memberikan pengaruh yang lebih signifikan
terhadap KM processes organisasi. Dengan memperhatikan bagaimana KM infrastructures
diimplementasikan dalam suatu organisasi, maka hal ini akan dapat mempengaruhi KM
processes yang ada di organisasi tersebut dan akan sejalan dengan peningkatan kinerja pada
organisasi tersebut.
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu ukuran sampel yang relatif sedikit (n = 58).
Meskipun jumlah sampel ini telah memenuhi batas minimum yang dianjurkan dalam
penggunaan metode analisis PLS (n = 30), penggunaan jumlah sampel yang lebih banyak
akan membuat hasil penelitian ini menjadi lebih valid dan reliable. Selain itu, penelitian
hanya dilakukan pada satu perusahaan telekomunikasi sebagai tempat studi kasus penelitian.
Untuk penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan di beberapa perusahaan
telekomunikasi dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Daftar Pustaka
[1] Allameh, Zare, & Davoodi, M.R., “Examining the Impact of KM Enablers on Knowledge
Management Processes”. Procedia Computer Science 3, pp. 1211-1223, 2011.
[2] Beliveau, B., Bernstein E. H., & Hsin-Jung H., “Knowledge Management Strategy,
Enablers, and Process Capability in U.S. Software Companies”. Journal of
Multidisciplinary Research, Vol. 3, No. 1, pp. 25-46, 2011.
[3] Chang T., & Chuang S., “Performance Implications of Knowledge Management
Processes: Examining The Roles of Infrastructure Capability and Business Strategy”.
Expert System with Applications 38 (2011), pp. 6170-6178, 2011.
[4] Becerra-Fernandez, I., & Sabherwal, R., “Knowledge Management Systems and
Processes”. New York: M. E. Sharpe, Inc, 2010.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013
[5] Alavi, M., & Leidner, D. E., “Review: Knowledge Management and Knowledge
Management Systems: Conceptual Foundations and Research Issues”. MIS Quarterly,
Vol. 25, No. 1, pp. 107-136, March 2001.
[6] Lee, H., & Choi, B., “Knowledge Management Enablers, Processes, and Organizational
Performance: An Integrative View and Empirical Examination”. Journal of Management
Information Systems, Vol. 20, No. 1, Summer 2003, pp. 179-228, 2003.
[7] Cho, Taejun, “Knowledge Management Capabilities and Organizational Performance: An
Investigation into The Effects of Knowledge Infrastructure and Processes on
Organizational Performance". Ph.D. dissertation, Philosophy in Human Resource
Education, University of Illinois, Urbana, 2011.
[8] Claver-Cortes, E., Zaragoza-Saez, P. & Pertusa-Ortega, E., “Organizational Structure
Features Supporting Knowledge Management Processes”. Journal of Knowledge
Management, Vol. 11, No. 4, pp. 45-47, 2007.
[9] Gold, A. H., Malhotra, A., & Segars, A. H., “Knowledge Management: An
Organizational Capabilities Perspective”. Journal of Management Information Systems,
Vol. 18, No. 1, Summer 2001, pp. 185-214, 2001.
[10] Rahgozar, H., Afshangian, F., & Esteshami, K. Z., “The Relationship between
Organizational Culture and Knowledge Management (A Case Study at the University of
Shiraz)”. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2, 4, pp. 3198-3207, 2012.
[11] Chin-Loy, C., & Mujtaba, B. G., “The Influence of Organizational Culture on The
Success of Knowledge Management Practices with North American Companies”.
International Business & Economics Research Journal. Vol. 6, No. 3, pp. 15-28, 2007.
[12] Chen, Y., & Huang, H., “Knowledge Management Fit and Its Implications for Business
Performance: A Profile Deviation Analysis”. Knowledge-Base System 27, pp. 262-270,
2011.
[13] Latan, H., & Ghozali, I., “Partial Least Squares: Konsep, Teknik, dan Aplikasi SmartPLS
2.0 M3”. Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2012.
[14] XL Company Knowledge Profile, “Company Knowledge Profile”. CKP, 2011.
[15] Urbach, N., & Ahlemann, F., “Structural Equation Modeling in Information Systems
Research Using Partial Least Squares”. Journal of Information Technology Theory and
Application, Vol. 11, pp. 5-40, 2010.
Analisis peran…, Ida Ayu Kadek Trisnanty, Fasilkom UI, 2013