Upload
doduong
View
293
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Perawatan Mesin Filling R125 Menggunakan Metode Risk Based Maintenance (RBM) pada Plant Large Volume Parenteral (LVP) PT XYZ
Natasha Aluna1,*, Judi Alhilman2 , dan Fransisikus Tatas Dwi Atmaji1
1Telkom University, Faculty of Industrial Engineering, West Java, Bandung 2Telkom University, Faculty of Industrial Engineering, West Java, Bandung
Abstrak. PT XYZ merupakan perusahaan grup swasta yang bergerak di bidang farmasi dimana
memproduksi dan melakukan pengembangan formulasi salah satunya adalah cairan infus. Dalam proses
pembuatan infus salah satu mesin yang paling krusial adalah mesin Filling R125 yang memiliki kerusakan
paling tinggi. Hal tersebut dapat merugikan perusahaan maka dari itu perlu penanganan lebih lanjut. Pada
penelitian ini penulis menggunakan metode Risk Based Maintenance (RBM) untuk mendapatkan kebijakan
perawatan yang optimal, mengetahui konsekuensi dan risiko kegagalan ketiga komponen kritis dari mesin
Filling R125 yaitu tube tong, bag transfer dan film transport. Berdasarkan hasil perhitungan RBM
konsekuensi dan risiko sebesar Rp 2,462,150,809 atau mencapai 2.80% dari kapasitas produksi dalam
setahun. Angka tersebut melewati batas kategori penerimaan risiko yang ditetapkan oleh perusahaan sebesar
2%. Maka dari itu dilakukan perancangan interval perawatan usulan dari kebijakan eksisting yaitu dilakukan
preventive maintenance setiap 720 jam menjadi 360 jam untuk masing-masing komponen kritis. Hal tersebut
menurunkan angka konsekuensi dan risiko menjadi Rp 1,718,125,370 atau sebesar 1.95% yakni dibawah
kategori penerimaan perusahaan.
Kata kunci—komponen kritis; risk based maintenance; interval perawatan
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
PT XYZ merupakan perusahaan grup swasta yang bergerak di bidang farmasi dimana memproduksi dan
melakukan pengembangan formulasi obat-obatan medis, infus dan vaksin yang aman dan berkualitas tinggi.
Cairan infus merupakan salah satu produk yang dimiliki PT XYZ dengan kualitas terbaik memenuhi
standarisasi Farmakope dunia seperti USP (US Pharmacopeia), EP (European Pharmacopeia), BP (British
Pharmacopeia) .
Pada setiap tahapan proses pembuatan infus terdapat beberapa mesin yang terlibat salah satunya yang
paling krusial adalah mesin Filling yang terdiri dari R124, R125 dan R125A. Mesin Filling merupakan mesin
yang berfungsi untuk mengalirkan WFI (Water for Injection) yaitu air yang telah melewati enam tahapan
destilasi yang diolah pada plant Clean Utility dan disalurkan menuju ke plant Large Volume Parenteral
(LVP) kemudian diproses pada mesin Mixing untuk menjadi cairan infus yang akan diisi ke dalam kemasan
softbag berukuran 500ml. Mesin Filling tersebut bekerja selama 24 jam dalam sehari selama satu tahun atau
beroperasi selama 8760 jam dalam setahun. Mesin Filling tersebut dioperasikan dengan jumlah operator
sebanyak 6 orang yang dibagi menjadi 3 shift atau 2 orang per shift dimana masing-masing shift tersebut
terdiri dari 8 jam. Jumlah produk yang dihasilkan rata-rata per jam sebesar 558 unit dengan harga infus
persatuannya Rp18,000 sehingga nilai hourly rate atau nilai ekonomis per jam yang dihasilkan sebesar
Rp10,044,00 per jam. Namun terdapat kerusakan tertinggi terdapat pada salah satu mesin Filling seperti yang
ditunjukan pada diagram batang di bawah:
* Corresponding author: [email protected]
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
SUBMISSION 28
Gambar 1 Jumlah kerusakan mesin Filling
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa mesin Filling R125 memiliki jumlah kerusakan
tertinggi yaitu 184 kerusakan diantara mesin Filling lainnya. Jumlah kerusakan yang tinggi mengakibatkan
reliabilitas mesin kecil sehingga mengakibatkan jumlah produktivitas fluktuatif seperti grafik di bawah:
Gambar 2 Jumlah produksi mesin Filling R125
Jumlah produktivitas fluktuatif dikarenakan indikator tingkat produktivitas ditentukan dari nilai reliabilitas
mesin tersebut [1]. Oleh sebab itu diperlukan tindakan perawatau atau pemeliharaan fasilitas perusahaan
diantaranya perbaikan, setting atau penggantian agar aktivitas produksi berjalan sesuai jadwal yang ditentukan
[2]. Kebijakan perawatan eksisting pada perusahaan dengan menerapkan kegiatan preventive maintenance
sebanyak 13 kali dalam setahun. Namun kenyataan mesin Filling R125 masih mengalami kerusakan yang
tinggi dan menghabiskan total waktu perbaikan sebesar 241.39 jam dalam setahun sehingga dapat merugikan
perusahaan maka perlu penanganan lebih lanjut untuk mengatasi hal tersebut. Pada penelitian ini penulis
menggunakan metode Risk Based Maintenance (RBM) yaitu metode yang digunakan dalam menentukan
rencana atau program kegiatan perawatan berdasarkan risiko (risk) kegagalan serta akibat kegagalan yang
terjadi dari komponen melalui pendekatan reliabilitasnya [3]. Penelitian tentang RBM pernah dilakukan oleh
Destina [4] dan Meiriza [5]. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan kebijakan perawatan yang optimal,
mengetahui konsekuensi dan risiko kegagalan dengan menentukan peta risiko (risk matrix) terlebih dahulu
[6]. Consequence risk matrix yanng digunakan pada penelitian sebelumnya diantaranya personnel safety
effect, environmental threat, economic loss dan performance [3,6]. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini
menggunakan consequences yang sama untuk risk matrix.
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
b. Tujuan
• Bagaimana menentukan konsekuensi dan risiko komponen kritis pada mesin Filling R125?
• Bagaimana perancangan kegiatan perawatan selanjutnya untuk meminimalisir risiko dan biaya
preventive maintenance
c. Cakupan Penelitian
• Objek penelitian hanya membahas tentang mesin Filling R125 pada PT XYZ.
• Penentuan level risiko menggunakan risk matrix sesuai standar perusahaan.
• Terdapat asumsi perhitungan standar terhadap biaya yang bersifat rahasia.
• Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 99%
• Pengukuran metode RBM berdasarkan konsekuensi system performance loss selama setahun
2. DASAR TEORI
Maintenance adalah pemeliharaan didefinisikan sebagai probabilitas bahwa komponen atau sistem yang
gagal akan dipulihkan atau diperbaiki ke kondisi tertentu dalam periode waktu pemeliharaan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang ditentukan [7]. Keseluruhan kegiatan yang sesuai untuk mengembalikan suatu
item atau mengembalikan kondisi seperti semula [8]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa maintenance
merupakan kombinasi dari teknik pemeliharan dan aktivitas managerial selama siklus hidup suatu item untuk
mempertahankan, atau mengembalikan ke kondisi keadaan sehingga dapat berfungsi semula. Risk Based
Maintenance (RBM) merupakan suatu metode kuantitatif yang didasarkan dari integrasi melaului pendekatan
reliabilitas dan sebuah strategi risiko yang bertujuan untuk mengoptimumkan jadwal maintenance dimana
dalam metode RBM terdapat beberapa tahapan yang harus dilewati yang dibagi menjadi tiga yaitu risk
estimation, risk evaluation dan maintenance planning [3].
a. Risk Estimation
• Penentuan skenario kegagalan
• Consequence assessment
• Perhitungan peluang kegagalan
• Prakiraan risiko
b. Risk Evaluation
• Membandingkan risiko terhadap kategori penerimaan
c. Maintenance Planning
• Optimasi interval perawatan usulan
3. METODE PENELITIAN
Berdasarkan pada model konseptual gambar di bawah, tahapan dalam melakukan penelitian dimulai dari
pengumpulan data. Selanjutnya melakukan system breakdown structure terdiri dari subsistem mekanik,
elektrik dan pneumatik. Dari ketiga subsistem tersebut terpilih subsistem mekanik yang nantinya akan dibuat
ke dalam risk matrix. Kemudian dari hasil risk matrix diperoleh komponen kritis yaitu tube tong, bag transfer,
dan film transport. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data biaya diantaranya loss revenue cost, equipment
cost, harga komponen, labor maintenance cost. Selain data biaya terdapat data kerusakan, kebijakan
maintenance eksisting, produksi, dan lainnya. Selanjutnya data TTR dan TTF dilakukan uji statistik dengan
bantuan software Minitab17 untuk menentukan distribusi yang akan dipilih dan Avsim9.0+ untuk
mendapatkan nilai parameter dari distribusi yang terpilih. Hasil dari parameter tersebut akan digunakan untuk
mendapatkan nilai MTTR dan MTTF berdasarkan rumus distribusi terpilih yang nantinya akan digunakan
untuk perhitungan RBM. Adapun tahapan dalam perhitungan RBM dimulai dari risk estimation, risk
evaluation dan maintenance planning. Hasil perhitungan RBM berupa nilai konsekuensi dan risiko dari
kegagalan yang nantinya akan dibandingkan dengan nilai konsekuensi dan risiko usulan.
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
Penentuan
sub sistem
kritis
Risk matrix
Critical
components
TTFTTR
MTTR MTTF
System
breakdown
structure
Uji
statistik
Risk
estimation
Risk
evaluation
Maintenance
planning
Optimasi interval
waktu perawatan
Kebijakan
perawatan
RBM
Mesin
Filling
Lox
revenue
cost
Equipment
cost
Harga
komponen
Labor
maintenan
ce cost
Gambar 3 Model konseptual
4. HASIL
a. Perancngan Risk Matrix
Berikut hasil perhitungan rancangan risk matrix untuk mengetahui komponen kritis mana yang akan
diteliti lebih lanjut. Pada penelitian ini penulis memilih komponen kritis yang memiliki level dengan kategori
‘high’ atau komponen yang memiliki nilai risk score lebih dari 5. Average consequences diperoleh dari rata-
rata consequences safety, cost, environment dan performance. Sedangkan risk score merupakan perkalian
antara average consequences dengan likelihood. Adapun komponen yang terpilih adalah tube tong, bag
transfer, film transport.
Tabel 1 Risk matrix
No Critical
Components
Consequences
Ave
rag
e
Co
nse
qu
ence
s
sco
re
Lik
elih
oo
d
Ris
k S
core
Level
Sa
fety
Co
st
En
viro
nm
ent
Per
form
an
ce
1 Printing 1 2 1 3 1.75 2 3.5 Medium
2 Bag Hanger 1 1 1 3 1.5 1 1.5 Low
3 Bag Infeed 1 1 1 3 1.5 1 1.5 Low
4 Tong Opener 3 4 1 4 3 1 3 Low
5 Vacum 1 2 1 3 1.75 1 1.75 Low
6 Welding 2 1 1 3 1.75 2 3.5 Medium
7 Tube Tong 1 1 1 4 1.75 3 5.25 High
8 Bag Making 3 2 1 3 2.25 1 2.25 Low
9 Bag Outfeed 1 1 1 3 1.5 2 3 Low
10 Bag Transfer 1 1 1 4 1.75 3 5.25 High
11 Clamp 1 2 1 3 1.75 1 1.75 Low
12 Conveyor 1 2 1 3 1.75 1 1.75 Low
13 Cylinder 3 4 1 4 3 1 3 Low
14 Film Transport 1 3 1 4 2.25 3 6.75 High
15 Main Drive 1 2 1 3 1.75 1 1.75 Low
16 Noozle 1 1 1 3 1.5 1 1.5 Low
17 Stopper 1 1 1 3 1.5 2 3 Low
18 Power Pack 2 1 1 3 1.75 1 1.75 Low
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
b. Penentuan Distribusi Time to Failure dan Time to Repair
Menentukan distribusi mana yang akan dipilih dalam perhitungan Mean Time to Failure (MTTF) dan
Mean Time to Repair (MTTR) dari masing-masing komponen kritis terpilih maka dilakukan Uji Anderson
Darling untuk membandingkan antara distribusi Normal, Eksponensial dan Weibull. Berikut ditampilkan
pada table di bawah:
Tabel 2 Distribusi time to failure dan time to repair terpilih
Komponen Distribusi
TTF TTR
Bag transfer Weibull Weibull
Film transfer Weibull Weibull
Tube tong Weibull Weibull
c. Perhitungan Mean Time to Failure (MTTF) dan Mean Time to Repair (MTTR)
Dalam perhitungan MTTF, MTTR dan MDT karena data berdistribusi Weibull maka menggunakan
rumus berikut [7] :
MTTF/MTTR = ) (1)
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus (1) diperoleh hasil nilai MTTF dan MTTR seperti
yang dipaparkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 3 Perhitungan MTTF berdistribusi Weibull
Komponen Distribusi η ) ) MTTF
Tube tong Weibull 252.356 0.475 3.107 2.212 558.286
Bag transfer Weibull 206.027 0.498 3.006 2.011 414.415
Film transport Weibull 310.588 0.479 3.086 2.168 673.283
Tabel 4 Perhitungan MTTR berdistribusi Weibull
Komponen Distribusi η ) ) MTTR
Tube tong Weibull 1.947 1.316 1.759 0.9212 1.794
Bag transfer Weibull 3.949 1.039 1.963 0.985 3.888
Film transport Weibull 4.452 0.663 2.508 1.337 5.952
d. Tahapan RBM
1) Risk Estimation
• Penentuan Skenario Kegagalan
Tabel 5 Skenario kerusakan mesin Filiing R125
Subsistem Komponen Kemungkinan
kerusakan Akibatnya
Mekanik
Tube tong
Spring patah Griffer tidak bisa bergerak
Griffer lepas Tidak bisa menjepit tube
Griffer not center Posisi filling nozzle tidak sesuai
dengan tube
Griffer kurang
ngapit Tube jatuh
Tong opener not ok Tidak dapat membuka griffer
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
Skenario risiko tersebut dibuat berdasarkan kerusakan yang paling sering terjadi pada masing-
masing komponen. Berikut skenario risiko dari kerusakan mesin Filling R125 :
Tabel 6 Skenario kerusakan mesin Filiing R125 (lanjutan)
Subsistem Komponen Kemungkinan
kerusakan Akibatnya
Mekanik
Bag transfer
Spring not center Tidak bisa membawa softbag ke
posisi tujuan
Baut patah Tidak bisa membawa softbag ke
posisi tujuan
Spring terlalu besar Bag infeed tidak bisa membawa ke
tube tong
Bag pusher nabrak Softbag jatuh (tidak masuk ke bag
transfer)
Film transport
Griffer bengkok Tidak dapat menjepit plastik film
dari gulungan
Griffer nabrak Tidak dapat menjepit plastik film
dari gulungan
Plastik film terlipat
Dapat merusak Contour welding,
griffer film transfer bengkok, pisau
contour bengkok
Spring film claim
broken
Tidak dapat menarik plastik film
dari gulungan
IC linear plat
nabrak tidak dapat menggerakan stopper
• Consequence assessment
Selanjutnya penentuan nilai normalisasi berdasarkan kategori system performance loss. Berikut
normalisasi dari kemungkinan kerusakan tiap-tiap komponen kritis:
Tabel 7 Normalisasi kerusakan
Subsistem Komponen Kemungkinan kerusakan Normalisasi
Mekanik
Tube tong
Spring patah 9
Griffer lepas 9
Griffer not center 9
Griffer kurang ngapit 9
Tong opener not ok 9
Bag transfer
Spring not center 9
Baut patah 9
Spring terlalu besar 9
Bag pusher nabrak 9
Film
transport
Griffer bengkok 9
Griffer nabrak 9
Plastik film terlipat 9
Spring film claim broken 9
IC linear plat nabrak 9
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
• Perhitungan peluang kegagalan
Peluang kegagalan Q(t) merupakan peluang kegagalan yang dihitung selama mesin beroperasi 1
tahun. Untuk Q(t) dan R(t) diperoleh menggunakan rumus distribusi Weibull sebagai
berikut [7]:
R (t) = (2)
Q(t) = 1- R(t) (3)
Hasil perhitungan nilai Q(t) dan R(t) seperti yang dipaparkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 8 Analisis kegagalan probabilistik
Komponen Distribusi
terpilih
Parameter Distribusi Periode T
(hours) R (T) Q (T)
η β
Tube tong Weibull 252.356 0.475 8760 0.004586 0.99541
Bag transfer Weibull 206.027 0.498 8760 0.001529 0.99847
Film
transport Weibull 310.588 0.479 8760 0.007023 0.99298
• Prakiraan risiko
Hasil perhitungan SPL diperoleh berdasrakn rumus berikut:
SPL = Loss revenue + equipment cost + harga komponen + labor maintenance cost (3)
Tabel di bawah menampilkan hasil perhitungan SPL dengan rumus (3) dari ketiga komponen
kritis yaitu tube tong, bag transfer dan film transport.
Tabel 9 Nilai konsekuensi system performance loss
Komponen
Lost
Revenue cost
(Rp)
Equipment
cost
(Rp)
Harga
Komponen
(Rp)
Labor
Maintenance
cost
(Rp)
SPL
(Rp)
Total SPL
(Rp)
Tube tong 468,460,164 3,440,018 11,232,000 1,360,356 484,492,539 2,473,715,172
Bag transfer 820,173,921 2,778,476 17,132,000 2,381,694 842,466,092
Film transport 1,135,883,202 2,513,860 5,061,000 3,298,479 1,146,756,541
Perhitungan risiko berdasarkan peluang kegagalan yang terjadi pada ketiga komponen kritis:
Tabel 10 Nilai risiko
No Komponen Q(T) Risk
(Rp)
1 Tube tong 0.995 482,270,508
2 Bang transfer 0.998 841,177,863
3 Film transport 0.993 1,138,702,438
Total 2,462,150,809
2) Risk Evaluation
• Membandingkan risiko terhadap kategori penerimaan
Penentuan kategori penerimaan risiko berdasarkan hasil wawancara ke pihak yang bersangkutan
bahwa perusahaan menetapkan sebesar 2% dari kapasitas produksi mesin. Persentase 2.80%
diperoleh dari hasil pembagian Risk tanpa preventive maintenance dengan Kapasitas produksi
mesin selama 1 tahun. Berikut hasil perhitungannya:
Tabel 11 Kategori penerimaan risiko
Periode
(hours)
Hourly Rate
(Rp)
Kapasitas produksi
mesin selama 1 tahun
(Rp)
Risk tanpa
preventive
maintenance
(Rp)
% Kategori
Penerimaan
8760 10,044,000 87,985,440,000 2,462,150,809 2.80 2.00%
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112
3) Maintenance Planning
• Optimasi interval perawatan usulan
Dalam merancang interval perawatan usulan penulis melakukan perhitungan konsekuensi dan
risiko dengan memperhitungkan biaya preventive maintenance dari equipment yang digunakan
dan biaya risiko yang ditinjau dari system performance loss. Persentase 1.95% diperoleh dari
hasil pembagian total dengan kapasitas produksi mesin selama 1 tahun. Nilai persentase dari
interval perawatan usulan mengalami penurunan sebesar 0.85% dari persentase risiko
sebelumnya yakni 2.80% (interval perawatan eksisting). Sedangkan total diperoleh dari
penjumlahan total risiko dan biaya perawatan PM dari keseluruhan komponen kritis. Berikut
hasil perhitungan konsekuensi dan risiko dari interval perawatan usulan:
Tabel 12 Usulan interval perawatan
Komponen
Interval
perawa-
tan
(hours)
Total risiko
dan biaya
perawatan
PM
(Rp)
Total
(Rp)
Kapasitas
produksi
(Rp)
% Kategori
penerimaan
Tube tong 360 339,382,821
1,718,125,370 87,985,440,000 1.95 2% Bag transfer 360 620,798,508
Film
transport 360 757,944,041
Berdasarkan hasil perhitungan bahwa terjadi perubahan interval perawatan dari eksisting setiap
720 jam dilakukan preventive maintenance menjadi setiap 360 jam dilakukan preventive
maintenance atau sebanyak 24 kali dalam satu tahun selama dalam masa operasi mesin. Dengan
jadwal perawatan interval usulan diharapkan biaya risiko yang dihasilkan rendah apabila terjadi
kegagalan namun terjadi peningkatan biaya perawatan dikarenakan jumlah perawatan
mengalami kenaikan dari eksisting sebanyak 13 kali dalam setahun menjadi 24 kali dalam
setahun.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan RBM diperoleh nilai konsekuensi dan risiko dari komponen kritis yaitu
tube tong, bag transfer dan film transport pada perawatan eksisitng sebesar Rp 2,462,150,809 atau sebesar
2.80% dari kapasitas produksi selama 1 tahun. Angka tersebut melewati batas kategori penerimaan risiko
yang ditetapkan perusahaan yaitu 2%. Perancangan interval perawatan usulan dengan mempertimbangkan
total risiko dan biaya perawatan preventive yang ditinjau dari equipment yang digunakan dalam melakukan
perbaikan yaitu sebesar Rp 1,718,125,370 atau sebesar 1.95%. Angka tersebut berada di bawah dari batas
kategori penerimaan risiko yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 2%. Interval perawatan eksisting
dilakukan preventive maintenance setiap 720 jam atau 13 kali dalam setahun sedangkan interval perawatan
usulan dilakukan preventive maintenance setiap 360 jam selama waktu operasi atau 24 kali dalam setahun.
DAFTAR PUSTAKA
[1] D. P. Sari dan F. Ridho, “Evaluasi Manajemen Perawatan dengan Metode Reliability Centered Maintenance (Rcm)
II pada Mesin Blowing I di Plant I PT Pisma Putra Textile,” J. Tek. Ind., vol. 11, no. 2, hal. 73–80, (2016).
[2] S. Assauri, Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI., (1993).
[3] F. I. Khan dan M. M. Haddara, “Risk Based Maintenance (RBM): A Quantitative Approach for
Maintenance/Inspection Scheduling and Planning,” J. Loss Prev. Process Ind., vol. 16, no. 6, hal. 561–573, (2003).
[4] N. Dhamayanti, D. S., Alhilman, J., & Athari, “Usulan Preventive Maintenance pada Mesin KOMORI LS440
dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM II) dan Risk Based Maintenance (RBM) di
PT ABC,” J. Rekayasa Sist. Ind., vol. 3, no. April, hal. 31–37, (2016).
[5] I. Meiriza, N. Athari, dan F. Tatas Dwi Atmaji, “Perancangan Kebijakan Maintenance Mesin Vibro Menggunakan
Metode Risk Based Maintenance dan Life Cycle Cost (LCC) di PT Perkebunan Nusantara VIII,” J. Rekayasa Sist.
Ind., vol. 4, no. 2, hal. 2673–2680, (2017).
[6] F. I. Khan dan M. R. Haddara, “Risk Based Maintenance of Ethylene Oxide Production Facilities,” J. Hazard.
Mater., vol. 108, no. 3, hal. 147–159, (2004).
[7] C. E. Ebeling, An Introduction to Reliability and Maintainability Engineering. Singapore: The McGraw-Hill
Companies, Inc., (1997).
[8] B. Dhillon, Engineering Maintenance: A Modern Approach. United States of America: CRC Press LLC, (2002).
e-ISSN : 2621-5934
p-ISSN : 2621-7112