Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PERFORMANSI PENERAPAN MIMO ( MULTIPLE INPUT MULTIPLEOUTPUT) PADA PLC ( POWER LINE COMMUNICATION)
Ady Rachmat Fuadi¹, M. Ary Murti², Rina Pudji Auti³
¹Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom
AbstrakPower Line Communication (PLC) adalah suatu teknologi yang memanfaatkan kabel listriksebagai media komunikasi data. Prinsip dasar dari teknologi ini adalah menginjeksikan sinyal-sinyal data ke dalam saluran daya listrik pada frekuensi antara 1 – 30 MHz[4]. Teknologi inimuncul karena perkembangan telekomunikasi yang sangat cepat sehingga memaksa paraoperator untuk mencari alternatif lain dalam memberikan kemudahan akses komunikasi kepadapara pelanggannya.Dalam prakteknya PLC dihadapkan dengan kendala-kendala yang cukup rumit. Hal inidisebabkan karena PLC mengambil tempat secara langsung pada jaringan dimana kebanyakandari peralatan listrik rumah tangga dioperasikan, akibatnya level noise pada jaringan akanmenjadi tinggi. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kualitas pengiriman suara dan data,sehingga diperlukan suatu metode atau teknik yang mampu memberikan solusi pemecahannya.Beberapa penelitian menyatakan bahwa teknik Multiple Input Multiple Output (MIMO) dapatmeningkatkan performansi sistem komunikasi wireless[5]. Oleh karena itu pada tugas akhir iniakan dilakukan simulasi penerapan MIMO pada sistem PLC untuk mengetahui sejauh manateknik ini dapat meningkatkan performansi sistem jika dibandingkan dengan tanpa MIMO padaPLC.Pada tugas akhir ini dianalisa unjuk kerja sistem PLC menggunakan MIMO dibandingkan dengantanpa MIMO. Dari hasil simulasi, pada frekuensi 15 MHz PLC menggunakan MIMO terbukti lebihbaik performansinya dibandingkan dengan PLC tanpa MIMO yaitu mencapai BER 10-4 pada SNR8 dB. Selain itu PLC menggunakan MIMO relatif lebih baik untuk setiap range frekuensi yangdiujikan yaitu mencapai 10-5 pada SNR 10 dB. Hasil optimal dicapai pada kondisi frekuensi 15MHz dengan jarak antar transmitter maupun receiver 4 1 atau 5 meter yaitu BER 10-4 pada SNR8 dB.
Kata Kunci : PLC, MIMO, Channel Coding
AbstractPower Line Communication (PLC) is data transmission system by exploiting power cable astransmission media. Elementary principle from this technology is data signals hypodermic intoelectricity channel at intermediate frequency 1 - 30 MHz[4]. This technology emerges because ofthe quickly developed telecommunication technology that forces the operators to look for otheralternative in giving amenity of communications access to its customer.In practice, PLC confronted with constraints that are complicated enough. This thing is caused byPLC to take place directly at network where most of electrical equipment of household isoperated; as a result level noise at network will become height. Of course this thing will influencequality of delivery of voice and data, so that it required a method or technique that capable togive solution of this problem.Some researchs express that Multiple Input Multiple Output (MIMO) technique can increasewireless communications system’s performance[5]. Therefore at this final task the simulation ofapplying of MIMO at system PLC to know how far this technique can increase system performanceif it is compared to without MIMO at PLC will be done.At this final task the performance of PLC system with and without MIMO will be analyzed andcompared. From the result of simulation, at frequency 15 MHz, it has proven that PLC with MIMOis better than PLC without MIMO that is reaching BER 10-4 at SNR 8 dB. Otherwise, PLC thatapplies MIMO has relatively better performance for every range frequency tested that is reaching10-5 at SNR 10 dB. The optimal result reached at condition of 15 MHz frequency with distancebetween transmitter and also receiver at 4 1 or 5 meter is BER 10-4 at SNR 8.
Keywords : PLC, MIMO, Channel Coding
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Power line communication (PLC)
Power line communication adalah penggunaan jaringan distribusi daya listrik untuk
tujuan komunikasi, komunikasi melalui kabel listrik dengan menggunakan trafo distribusi
tegangan rendah sebagai base station untuk berkomunikasi dengan pelangggan. Pada
awalnya kanal hanya dirancang untuk distribusi daya dan bukan untuk transmisi data
karena kanal ini mempunyai sifat karakteristik yang tidak menguntungkan seperti noise
dan atenuasi yang tinggi. Komponen multipath yang muncul sebagai akibat dari terminasi
yang tidak sempurna dan adanya impedansi yang tidak matching serta penggunaan
bermacam jenis kabel yang semuanya itu menyebabkan terjadinya pantulan pada saluran.
2.2 Kanal PLC
2.2.1 Propagasi sinyal multipath[13]
Propagasi sinyal tidak hanya bersifat line of sight tetapi terdapat path propagasi
(echoes) yang harus dipertimbangkan. Komponen multipath mewakili keadaan struktur
power line terhubung dari jenis peralatan dan berbagai jenis kabel yang memiliki
karakteristik impedansi yang berbeda-beda, menyebabkan propagasi sinyal tidak dapat
dipandang sebagai suatu transmisi yang line of sight(LOS) karena adanya pantulan dari
sambungan-sambungan yang tidak matched.
Propagasi sinyal dengan lintasan jamak dipelajari dengan contoh sederhana yang dapat
dengan mudah dianalisa (gambar 2.1). Saluran memiliki satu cabang dan terdiri dari
segmen (1), (2), dan (3) dengan panjang l 1, l 2, l 3 dan karakteristik impedansi ZL1, ZL2, ZL3.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
5
Gambar 2.1 Contoh Jaringan listrik
Untuk kasus dimana A dan C sepadan (matched), yang berarti bahwa ZA = ZL1 dan ZC =
ZL2. Pemantulan antara (B) dan (C), dengan faktor pantul sebesar:
132
1321 )//(
)//(
LLL
LLLB ZZZ
ZZZr
(2.1)
dan
312
3123 )//(
)//(
LLL
LLLB ZZZ
ZZZr
(2.2)
dan sebagian lagi diteruskan dengan faktor transmisi sebesar :
||1 11 BB rt
(2.3)
||1 33 BB rt
(2.4)
Sedangkan sebagian sinyal yang datang dari titik (B) dan (D) dipantulkan dengan faktor
pantul sebesar :
3
33
LD
LDD ZZ
ZZr
(2.5)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
6
dan sebagian lagi diteruskan dengan faktor transmisi sebesar :
||1 33 DD rt
(2.6)
Hal tersebut dapat diamati pada tabel 2.1. Lintasan ke-i memiliki faktor bobot
(weighting factor) gi , yang merupakan perkalian faktor pantul dan faktor transmisi
disepanjang lintasan yang dilalui sinyal.
Tabel 2.1 Propagasi sinyal path dari jaringan sederhana
Masing – masing lintasan memiliki faktor bobot gi, yang mewakili faktor transmisi
dan faktor pantulan pada lintasan i. Delay t i tiap lintasan bernilai:
p
ii v
d
(2.7)
di merupakan panjang lintasanan p
adalah kecepatan fasa melalui medium kabel listrik
yang memiliki nilai:
r
op
cv
(2.8)
er adalah permitivitas relative dari kabel. co adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa
(co = 3.108 m/s).
No Path Sinyal Path Weighting Factor gi Panjang Path di
1 A
B
C t1B I1 + I2
2 A
B
D
B
C t1B.r3D.t3B I1 + 2 I3 + I2
: : :
N A
B ( D
B)N-1
C t1B.r3D.(r3B.r3D)(N-2)t3B I1+2(N-1)I3+ I2
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
7
Loss kabel menyebabkan redaman A(f,d) yang meningkat seiring dengan jarak dan
frekuensi. Dan hasilnya, fungsi transfer A ke C merupakan superposisi dari semua
komponen lintasan dapat dinyatakan sebagai :
ifjN
ii edfAgfH
2
1
).,(.)( (2.9)
Berdasarkan analisis parameter kabel R’, G’, L’, dan C’, didapatkan faktor propagasi
kompleks :
jCjGLjR )'')('( (2.10)
Dengan asumsi bahwa R’<<?L’ dan G’<< ?C’ maka pendekatan berikut adalah valid :
âIm(ã
áRe(ã
'''2
1'
2
1CLjZG
Z
RL
L
(2.11)
Dengan
ffZG
Z
Rf L
L
..2
'.
2
')( 21
(2.12)
pvCL ''. (2.13)
Disini R’/2ZL menggambarkan akibat dari skin effect, dan G’ZL/2 adalah loss dielektrik
dalam material penyekatan. Pendekatan lebih jauh mengarah kepada persamaan :
).()( 1k
o faaf
(2.14)
Dimana koefisien ao, a1, dan k secara umum adalah konstan.
Didapatkan nilai faktor redaman yang dipengaruhi oleh frekuensi dan panjang
lintasan A(f,d) adalah :
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
8
dfaadf k
eedfA )..()( 10),( (2.15)
Dari penurunan rumus di atas didapatkan fungsi transfer lengkap dari kanal jaringan
listrik dengan mempertimbangkan propagasi multipath dan redaman kabel:
delayfaktor
v
dfjN
i redamanfaktor
dfaa
bobotfaktor
ip
ik
eegfH_
2
1 _
)..(
_
..)( 10
(2.16)
Harga faktor pantul dan faktor transmisi
satu, sehingga faktor bobot (gi) yang
merupakan perkalian antara faktor pantul dan faktor transmisi
satu.
1ig (2.17)
,1||,1|| jxjX tr dimana j = 1,2,... ; X = A,B,C,D,...
r(t)
Gambar 2.2 Model kanal power line communication
Pada Tugas Akhir ini fungsi transfer dimodelkan sebagai sebuah tap-delay sesuai
gambar 2.2. Perilaku dasar dari kanal transmisi jaringan listrik yang mengandung N buah
sinyal echos seperti yang dilihat pada gambar tersebut dapat dituliskan sebuah respon
impulse.
N
iii tcth
1
)()(
(2.18)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
9
Dimana koefisien t i melambangkan delay sinyal tiap lintasan dan faktor ci mewakili
redaman tiap lintasan. Maka nilai koefisien ci adalah :
idkfaa
i egdfc)( 10.),( (2.19)
s(t) r(t)
Gambar 2.3 Fungsi transfer kanal
2.2.2 Noise pada Power Line Communication[4]
Telah banyak pengamatan dan pengukuran dalam usaha memberikan gambaran
lengkap tentang karakteristik noise dalam lingkungan PLC. Sumber noise dapat
dikelompokkan menjadi 5 kategori:
1. Noise latar berwarna (tipe 1) – yang dimana kerapatan spektral daya (psd) relatif
lebih rendah dan menurun terhadap frekuensi. Tipe noise ini utamanya disebabkan
oleh superposisi dari banyak sumber noise intensitas rendah. Parameter noise ini
akan bervariasi terhadap waktu.
2. Noise pita sempit (tipe 2) – yang biasa berbentuk sinyal sinus, dengan amplituda
termodulasi. Tipe ini biasa menempati beberapa sub-pita yang relatif kecil dan
tidak putus terhadap spektrum frekuensi. Noise ini biasanya dihasilkan oleh stasiun
broadcast dan penyiaran yang menggunakan penjang gelombang pendek. Aplituda
biasanya akan bervariasi sepanjang hari dan akan menjadi lebih besar diwaktu
malam, ketika pengaruh pemantulan atmosfer menjadi lebih kuat.
3. Noise impuls tidak berulang, tidak sinkron terhadap frekuensi utama (tipe 3) –
noise dalam bentuk impuls yang biasanya memiliki kecepatan pengulangan antara
50KHz dan 200KHz. Noise ini biasanya disebabkan oleh switching perbekalan
daya.
Multipath Fading + Redaman
2
1 1
i
N Nj f
i i ii i
h t C t H f C e
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
10
4. Noise impuls berulang, sinkron terhadap frekuensi utama (tipe 4) – impulse
memiliki kecepatan pengulangan 50 atau 100 Hz yang sinkron terhadap frekuensi
utama listrik. Seperti impulse yang memiliki durasi cepat (dalam mikrodetik) dan
memiliki rapat spektral daya yang terus turun terhadap frekuensi. Noise ini
biasanya disebabkan oleh perangkat power supply yang beroperasi sinkron
terhadap frekuensi utama, seperti converter daya yang terkoneksi kepada pencatuan
utama.
5. Noise impuls tidak sinkron (tipe 5) – impulse utamanya disebabkan oleh transient
proses switching dalam jaringan. Impulse ini memiliki durasi mulai dari beberapa
mikrodetik hingga beberapa milidetik dan memiliki waktu antar kedatangan yang
berubah-ubah. Kerapatan spektral daya dapat lebih dari 50dB diatas noise latar.
Dilihat dari karakteristiknya, impulse ini merupakan penyebab utama terjadi
kesalahan dalam komunikasi dijital melalui jaringan PLC.
Gambar 2.4 Tipe Noise pada kanal PLC
Hasil pengukuran pada umumnya menampilkan noise tipe 1, 2, dan 3 yang
biasanya bersifat stasioner dan memiliki perioda yang panjang. Oleh karena itu ketiga
noise tersebut dapat digabungkan dalam satu kelas noise yang dilihat sebagai kelas noise
latar PLC berwarna dan disebut sebagai generalized background noise. Noise tipe 4 dan 5
memiliki karakteristik yang berlawanan, memiliki variasi rentang waktu dalam milidetik
dan mikrodetik. Kedua noise tersebut dapat digabungkan dalam satu kelas noise yang
disebut “noise impulse”. Dikarenakan noise tipe 4 dan 5 memiliki amplitude yang relatif
tinggi, maka noise impulse merupakan penyabab utama terjadinya error data transmisi
ketika menggunakan frekuensi tinggi pada media PLC.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
11
Untuk mensimulasikan pengaruh noise impulse digunakan model two-term
Gaussian mixture[2] , dengan probability density function dan dapat dimodelkan sebagai
berikut :
(1 + e)N(0,s2) + e N (o,ks2), (2.20)
dengan s > 0,0 = e = 1, dan k = 1.
Gambar 2.5 Pemodelan impulse noise
Distribusi N(0,s 2) merepresentasikan background noise (Gaussian dengan zero
mean dan variance s 2) dan bagian N (o,ks 2) merepresentasikan komponen noise impulse
(Gausiian dengan zero mean dan variance ks 2) dan e merupakan peluang terjadinya
impuls.
2.3 MIMO (Multiple Input Multiple Output)[1]
Suatu sistem MIMO (Multiple Input Multiple Output) merupakan suatu sistem
wireless yang dilengkapi dengan NT antena di sisi transmitter dan NR antena di sisi
receiver, dimana setiap antena transmitter akan mengirimkan informasi yang berbeda satu
dengan yang lain. Ide dasar dalam sistem ini adalah untuk memanfaatkan efek multipath
fading, dimana multipath fading itu sendiri merupakan pengganjal yang biasa terjadi dan
seringkali mengganggu dalam komunikasi wireless. Fading merupakan suatu fenomena
pelemahan daya sinyal yang sampai di antenna penerima dengan adanya variasi peredaman
gelombang radio yang bersifat acak oleh media transmisi. Fenomena fading ini dapat
dibatasi dengan penggunaan beberapa antena sekaligus yang terpisahkan oleh jarak
tertentu, teknik ini biasa disebut dengan space diversity.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
12
Gambar 2.6 Blok diagram system transmisi MIMO Pada pemancar sistem MIMO, aliran data laju tinggi yang akan memodulasi
frekuensi pembawa (carrier frequency) dibagi-bagi ke dalam sejumlah aliran dengan laju
yang lebih rendah. Aliran data laju rendah ini masing-masing akan memodulasi frekuensi
pembawa yang sama namun dipancarkan melalui antena-antena yang berbeda.
Pada receiver, setiap antena sebenarnya menerima sinyal campur aduk dari semua
sinyal yang dikirimkan oleh transmitter yang masing-masing telah merambat melalui
berbagai lintasan. Meskipun demikian, unit pengolah sinyal dua dimensi di balik deretan
antena array pada receiver akan mampu memilah-milah kembali sinyal yang berasal dari
antena pemancar yang berbeda.
MIMO menggunakan prinsip space-time signal processing, dimana waktu
digabungkan dengan dimensi ruang yang merupakan konsekuensi dari penggunaan
multiple antena yang diatur dalam suatu media. Keuntungan dari penggunaan sistem
MIMO antara lain:
? Memiliki kapasitas yang lebih besar dengan mempertahankan alokasi spektrum
frekuensi yang diberikan dengan topologi jaringan BTS yang ada.
? Dapat memberikan kualitas transmisi yang lebih baik, misalnya dengan parameter
nilai BER yang dihasilkan.
? Dapat memperluas area cakupan.
Pada dasarnya ada dua keuntungan yang mendasar dari MIMO, yaitu diversity gain
dan multiplexing gain. Diversity gain dapat dicapai dengan menerapkan teknik diversitas
pada sistem komunikasi. Prinsip dari diversitas adalah mengirimkan beberapa replika
sinyal informasi pada kanal independent fading, sehingga pada penerima terdapat minimal
satu sinyal informasi yang tidak mengalami fading terburuk. Teknik diversitas yang biasa
digunakan adalah diversitas waktu, diversitas frekuensi dan diversitas antena.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
13
01
10
21
SS
SS
Tt
t
TT xx
? Diversitas waktu
Pada diversitas waktu, sinyal informasi yang sama dikirim pada timeslot yang
berbeda .
? Diversitas frekuensi
Pada diversitas frekuensi, sinyal informasi yang ditransmisikan menggunakan
beberapa frekuensi carier yang terpisahkan dengan jarak tertentu satu sama lain, agar
sinyal mengalami fading yang saling independen.
? Diversitas antena
Diversitas antena menggunakan multi antena, baik di transmitter ataupun di
receiver, dengan memilih jarak antar antenna (dmin = ) sehingga menjamin terjadinya
fading yang saling independent.
Pada sistem MIMO, teknik diversitas yang digunakan adalah diversitas antena untuk
mencapai diversity gain. Sedangkan multiplexing gain dapat dicapai dengan menggunakan
spatial multiplexing pada sinyal yang akan dikirim. Pada prinsipnya, simbol yang akan
dikirim dipecah menjadi beberapa simbol yang kemudian ditransmisikan secara simultan
dengan bandwidth yang sama pada masing-masing antena, sehingga memberikan
peningkatan data rate dan efisiensi spektral.
2.4 Space Time Block Code (STBC)[1]
Space Time Block Code (STBC) merupakan salah satu teknik dari MIMO yang
menggunakan teknik diversitas ruang dimana sebuah simbol mempunyai sinyal replika
yang akan ditransmisikan orthogonal satu sama lainnya dengan menggeser
kekompleksitasannya dan perancangannya tergantung pada jumlah antena pemancar. Space
Time Block Code menawarkan gain diversitas namun tidak menawarkan coding gain.
Skema ini telah dijelaskan oleh alamouti sebagai berikut :
Gambar 2.7 Skema Matriks Transmisi Orthogonal Space Time Block Code
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
14
Pada saat t, Tx1 memancarkan sinyal S0 dan Tx2 memancarkan sinyal S1, kemudian saat
t+T, Tx1 memancarkan sinyal –S1* dan Tx2 memancarkan sinyal S0*. Tanda * merupakan
operasi konjugat dari persamaan sinyal yang dimaksud.
Gambar 2.8 Space Time Block Code dengan dua buah antenna receiver
Tabel 2.1 : Notasi Sinyal Terima
Pada Skema 2x2
Dari gambar diatas terlihat bahwa pada antena Rx persamaan sinyal yang diterima
adalah :
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
15
Pada kasus diatas jumlah receiver sebanyak 2 buah. Pada blok combiner, sinyal-
sinyal yang diterima akan dikombinasikan untuk memisahkan sinyal yang ditransmisikan,
S0 dan S1, dari sinyal-sinyal r0, r1, r2 dan r3. Sinyal-sinyal 0~s dan 1
~s hasil keluaran
combiner memiliki persamaan sebagai berikut :
(2.25)
(2.26)
Sinyal-sinyal 0~s dan 1
~s yang didapat dari blok combiner kemudian dilewatkan ke
maximum likelihood detector yang terlihat pada gambar diatas. Didasarkan pada Euclidean
distances antar sinyal dan semua kemungkinan simbol yang dikirimkan. Keputusan simbol
yang dikirim ditentukan oleh maximum likelihood detector.
2.5 Signal Mapping QPSK [14]
Data digital urutan serial akan dipetakan menjadi simbol in-phase dan quadrature.
Pada mapping QPSK terdapat empat buah level sinyal, yang merepresentasikan empat
kode binary, yaitu ‘00’, ‘01’, ‘11’, ‘10’. Masing-masing level sinyal tersebut disimbolkan
dengan perbedaan fasa 900. Jadi, data serial akan di-mapping-kan menjadi simbol-simbol
data kompleks sesuai dengan diagram konstelasi QPSK (Gambar 2.9) , dimana 1 simbol
QPSK akan membawa 2 bit data. Output dari mapping QPSK adalah bilangan kompleks
dengan data rate-nya adalah R/2 dengan R adalah datarate. Gambar 2.9 menunjukkan
konstelasi QPSK menggunakan gray mapping, yang akan dipergunakan pada simulasi
Tugas Akhir ini.
Persamaan sinyal untuk QPSK :
SQPSK (t) =
cos 0= t = T, ; i = 1,2,3,4 (2.27)
Es = energi persimbol modulasi
Ts = durasi simbol modulasi
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
16
Dengan QPSK akan diperoleh empat kemungkinan data simbol, yang
direpresentasikan dengan perbedaan fasa, dimana ada berbagai metode dalam urutan
datanya. Gambar berikut menunjukkan konstelasi gray mapping, yang juga digunakan pada
simulasi ini.
Gambar 2.9 Konstelasi QPSK Gray Mapping
2.6 CHANNEL CODING
Channel coding berfungsi untuk menjaga informasi atau data digital dari error
yang mungkin terjadi selama proses transmisi. Channel code yang digunakan untuk
mendeteksi error disebut error detection codes, sedangkan yang juga mampu untuk
mengkoreksi kesalahan tersebut disebut error correction code.
Menurut Shannon, error yang terjadi akibat induksi kanal ataupun media
penyimpanan yang bersifat noisy dapat ditekan mencapai level tertentu tanpa
mengorbankan rate transmisi informasi atau rate penyimpanan dengan menerapkan suatu
mekanisme pengkodean pada informasi. Teori Shannon ini dapat direpresentasikan dalam
formula :
C = B log2 (1 + P/NoB ) = B log2 ( 1 + S/N ) (2.28)
dimana C adalah kapasitas kanal, B adalah bandwidth transmisi (Hz), P adalah daya sinyal
yang diterima (watt), dan No adalah single sided noise power density (watt/Hz). Daya yang
diterima oleh receiver adalah sebesar :
P = EbRb (2.29)
dimana Eb adalah energi rata-rata tiap bit, dan Rb adalah bit rate transmisi. Dengan
mensubstitusikan persamaan (2.29 ke persamaan (2.28) maka akan didapat :
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
17
C/B = log2 (1 + EbRb/NoB ) (2.30)
dimana C/B adalah efisiensi bandwidth.
Tujuan utama dari teknik error deteksi dan koreksi ini adalah untuk memperbaiki
performansi sistem transmisi data digital. Dengan menambahkan bit redundansi kedalam
data yang akan dikirim maka akan meningkatkan rate transmisi. Channel coding beroperasi
pada data digital dengan mengkodekan sumber informasi ke dalam urutan kode untuk
ditransmisikan melalui kanal. Ada dua macam tipe dasar channel coding yaitu block code
dan convolutional code. Pada tugas akhir ini digunakan tipe convolutional code.
2.6.1 Convolusional Code[6]
Convolutional code adalah jenis kode yang memiliki perbedaan mendasar dari
block code dimana urutan bit informasi tidak dikelompok-kelompokkan dalam blok-blok
yang berbeda sebelum dikodekan. Proses yang terjadi adalah bit informasi sebagai
masukan secara kontinyu dimapping kedalam urutan bit output encoder. Teknik ini mampu
meningkatkan coding gain yang lebih besar dibandingkan jika digunakan block coding
dengan kompleksitas yang sama.
Kode konvolusi dapat terdiri dari m memori (jumlah shift register) dan n output yang
tidak hanya tergantung dari k input pada suatu waktu tertentu tapi juga input sebelumnya.
Besar n dan k merupakan integer yang rendah, dengan k < n, sedangkan jumlah ,memori m
besar untuk mendapatkan kemampuan koreksi yang baik. Kode konvolusi dapat ditulis
dalam bentuk (n,k,m). Dengan code rate r = 1/n
Constraint length K adalah jumlah bit maksimum pada suatu output yang dapat
dipengaruhi oleh bit input. Secara praktisnya constraint length diambil dari panjang input
shift register yang terpanjang ditambah satu. K= 1+m
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
18
Gambar 2.10 Blok encoder kode konvolusi rate ½
Teknik convolutional code ini ada banyak macamnya, salah satu metoda yang paling
populer adalah algoritma Viterbi. Algoritma ini pertama kali diperkenalkan oleh A.J.
Viterbi.
2.6.2 Algoritma Viterbi [6]
Untuk melakukan proses dekoding maka digunakan algoritma viterbi, algoritma ini
didasarkan pada metode pencarian maximum likelihood secara matematis sehingga dapat
melakukan koreksi kesalahan untuk kata kode yang panjang. Setiap kali didapat kata kode
dengan jarak paling kecil,maka kata kode ini disimpan dalam suatu register, kata kode ini
dinamakan survivor. Kemampuan koreksi dari decoder ini dinyatakan dengan :
(2.31)
dimana df (free distance) merupakan jarak hamming minimum antara encoded sequence
yang berbeda.
Dalam proses dekoding jika pada beberapa level ditemukan sebuah path tidak mungkin
dapat menghasilkan metrik terbesar,maka path tersebut akan dibuang oleh dekoder
tersebut.
Maka sebuah dekoder yang membandingkan metrik tersebut dari seluruh path yang
memasuki sebuah kondisi (state) dan yang hanya menyimpan survivor pada kondisi
tersebut akan menghasilkan lintasan yang termirip jika operasi diulang untuk seluruh
kondisi pada setiap level.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
19
Viterbi decoder menempatkan pada setiap cabang dari setiap jalur surviving suatu
metrik yang sebanding dengan jarak hamming dari percabangan antara output transisi
dengan kode terima. Jumlah branch metrik menghasilkan path metrik dan akhirnya
dikodekan sebagai survival path dengan metrik paling besar.
Berikut langkah algoritma viterbi untuk proses dekoding, yaitu :
1) Langkah 1 : Sampai dengan level 0<j<m, hitung metrik cabang untuk lintasan
tunggal yang memasuki setiap kondisi dan simpan metrik gabungan dari setiap
kondisi. Untuk sebuah BSC(Binary Symetric Channel) hitung jarak dari r cabang
yang memasuki setiap kondisi.
2) Langkah 2 : Untuk m<j<L, hitung metrik lintasan gabungan untuk seluruh path yang
memasuki sebuah kondisi dengan menambah metrik cabang yang memasuki
kondisi tersebut ke metrik lintasan path level sebelumnya. Simpan lintasan yang
survivor dengan metrik terbesar dan buang seluruh non survivor.
3) Langkah 3 : untuk L<j<m+L dalam porsi ekor dari struktur trellis, ada sedikit
kondisi karena enkoder menembalikan ke kondisi all zero. Ulangi langkah ke-2
untuk setiap level. Metrik untuk setiap lintasan dihitung dengan menambah metrik
dari survivor pada level sebelumnya ke cabang metrik sendiri. Hentikan pada level
L+m dimana hanya ada satu kondisi all zero. Maka algoritma berhenti. Untuk
melakukan proses dekoding dari kode konvolusi melalui analisa dari diagram trelis
enkodingnya.
Anggap data yang diterima di dekoder konvolusi adalah 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0
Gambar 2.11 Data terima dekoder
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
20
Langkah pertama :
Mulai dari state A, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, tetapi yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1(terdapat satu
bit error). Angka 1 ditulis pada jalur A ke B. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis
enkoding, output adalah 11, tetapi yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya
adalah 1. Angka 1 ditulis pada jalur A ke C.
Langkah kedua :
Mulai dari state B, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur B ke D Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 11, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur B ke E.
Mulai dari state C, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 10, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2
ditulis pada jalur C ke F. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 01, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0
ditulis pada jalur C ke G. Jumlahkan jarak Hamming yang masuk ke state D, E, F dan G. D
= 2, E = 2, F = 3, G = 1. Survival path ditentukan menuju nilai yang paling kecil yaitu A –
C – G .
Langkah ketiga :
Mulai dari state D, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur D ke H. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 11, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur D ke I.
Mulai dari state E, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 10, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2
ditulis pada jalur E ke J. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 01, yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis
pada jalur E ke K.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
21
Mulai dari state F, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 11, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur F ke H. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, tetapi yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1
ditulis pada jalur F ke I.
Mulai dari state G, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 01, yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis
pada jalur G ke J. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 10,
yang diterima adalah 01. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2 ditulis pada jalur G
ke K.
Jumlahkan jarak Hamming yang masuk ke state H, I, J dan K. H = (3,4), I =(3,4), J
= (4,1), K = (2,3). Dari masing-masing state buang nilai yang lebih besar. Sehingga H = 3,
I =3, J = 1, K = 2. Survival path dilanjutkan menjadi A – C – G – J.
Langkah keempat :
Mulai dari state H, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis
pada jalur H ke L. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 11,
yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis pada jalur H
ke M.
Mulai dari state I, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 10, yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis
pada jalur I ke N. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 01,
yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2 ditulis pada jalur I
ke O.
Mulai dari state J, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 11, yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis
pada jalur J ke L. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 00,
yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis pada jalur J
ke M.
Mulai dari state K, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 01, yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2 ditulis
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
22
pada jalur K ke N. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 10,
yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis pada jalur K
ke O. Jumlahkan jarak Hamming yang masuk ke state L, M, N dan O. L = (4,1), M =(4,2),
N = (3,2), O = (3,2). Dari masing-masing state buang nilai yang lebih besar. Sehingga L =
1, M = 2, N = 2, O = 2. Survival path dilanjutkan menjadi A – C – G – J – L.
Langkah kelima :
Mulai dari state L, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 00, yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis
pada jalur L ke P. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 11,
yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2 ditulis pada jalur L
ke Q.
Mulai dari state M, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 10, yang diterima adalah 10. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis
pada jalur M ke R. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 01,
yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis pada jalur M
ke S.
Mulai dari state N, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 11, yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 2. Angka 2 ditulis
pada jalur N ke P. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 00,
yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 0. Angka 0 ditulis pada jalur N
ke Q.
Mulai dari state O, jika input adalah 0. Menurut diagram trelis enkoding, output
adalah 01, yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis
pada jalur O ke R. Jika input adalah 1, menurut diagram trelis enkoding, output adalah 10,
yang diterima adalah 00. Maka jarak Hammingnya adalah 1. Angka 1 ditulis pada jalur O
ke S.
Jumlahkan jarak Hamming yang masuk ke state P, Q, R dan S. P = (0,2), Q =(0,2),
R = (1,1), S = (1,1). Dari masing-masing state buang nilai yang lebih besar. Sehingga P =0,
Q = 0, R = 1, S = (1).Survival path dari awal sampai akhir adalah A- C – G – J – L – P (
yang berwarna merah).Seperti gambar di bawah ini.
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
PEMODELAN DAN ANALISIS ROBUST DECODER
Analisis Performansi Penerapan MIMO ( Multiple Input Multiple Output) pada PLC (Power Line Communication)
23
Gambar 2.13 Survival Path
Langkah kelima :
Setelah didapat survival path, dapat ditelusuri informasi yang dihasilkan pada
output enkoder dengan melihat nilai untuk tiap-tiap survival path pada trelis enkoding yaitu
1 1 0 1 0 1 1 1 0 0. Sedangkan untuk bit input enkoder adalah 1 1 0 0 0.
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
48
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan simulasi dan hasil analisa, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. MIMO dapat memperbaiki performansi kanal PLC pada setiap range
frekuensi yang diujikan dengan nilai BER mencapai 10-5 pada SNR 10 dB.
2. PLC dengan MIMO terbukti lebih baik performansinya dibanding PLC tanpa
MIMO pada frekuensi 15 MHz dengan nilai BER 10-4 pada SNR 8 dB.
Disamping itu, PLC dengan MIMO ternyata mempunyai nilai BER yang
relatif menurun konstan yaitu mencapai 10-5 pada SNR 10 dB. Hal ini
menunjukan bahwa penerapan MIMO pada PLC masih bisa dipertimbangkan
kegunaannya.
3. Dari kelima frekuensi yang diujikan pada kanal PLC dengan MIMO didapat
performansi terbaik saat f= 15MHz dengan L=5 meter.
4. Banyak nya jumlah lintasan (N) menyebabkan membesarnya nilai BER yang
berarti menurunkan performansi pada kanal PLC dengan MIMO. Hal ini
membuktikan bahwa propagasi sinyal multipath sangat mempengaruhi kanal
PLC.
5.2. Saran
1. Perlu di simulasikan MIMO PLC dengan frekuensi uji yang lebih banyak.
2. Untuk hasil optimal perlu dikaji penggunaan MIMO-OFDM pada kanal
PLC.
3. Untuk meningkatkan unjuk kerja perlu dikaji penggunaan MIMO dengan
Robust Decoder[9].
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adhi Putra, Crhistian Wahyudi. “Estimasi Kanal Sistem MIMO-OFDM 2x2 dan 2x3
dengan Metoda MMSE”. Telkom Institut of Technology. Bandung. 2007.
[2] Amirshahi-Shirazi, Pouyan. ”Broadband Access and Home Networking Through
Powerline Networks”. The Pennsylvania State University. 2006.
[3] Anatory, Justinian and Friends. “Broadband PowerLine Communications: Performance
Analysis”. 2006.
[4] Halid Hrasnica,Halid dan Haidine, Abdelfatteh . ” Broadband Powerline
Communications Networks” . Dresden University of Technology, Germany. 2004.
[5] Hendratoro, Gamantyo. “Menuju 4G dengan MIMO”. WWW.KOMPAS.COM.
[6] Ivan Maulana T, Aulia. “Analisis Performansi Viterbi OFDM Pada Kanal PLC”. Telkom
Institut of Technology. Bandung. 2008.
[8] Made Yuliandana, I. “Pemodelan Fungsi Transfer pada Power Line Communication”.
Telkom Institut of Technology. Bandung. 2003.
[9] Rahmawati, Kartika. ”Pemodelan dan Analisis Robust Decoder Untuk Kanal Power Line
Communication (PLC)”. Telkom Institut of Technology. Bandung. 2007.
[10] R’oka,Ratislav dan Dlh’an, Stanislav. ”Modelling of Transmission Channels Over The
Low-Voltage Power Distribution Network” . 2005.
[11] Sunardi, Hasta. “Komunikasi Power line”. Disampaikan pada Seminar Akademik STMIK
MDP. Palembang. 2003.
[12] Trung Q. Bui. “Coded Modulation Techniques With Bit Interleaving and Iterative
Processing for Impulsive Noise Channels”. University of Saskatchewan. 2006.
[13] Zimmermann, M dan Dostert K.A. “Multi-path Signal Propagation Model for Power Line
Channel in the High Frequency Range”. Institute of Industrial Information System.
Germany,1999.
[14] Sutejo, Anjar. “Perancangan dan Analisis Kinerja Sistem MIMO 2X2 dengan Adaptive
Beamforming pada standar WiMAX IEEE 802.16e. Telkom Institut of Technology.
Bandung.2006.
[15] Lin, Shu. Costello, Daniel J.Jr. Error Control Coding Fundamental and Aplications.
Virginia: Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Tugas Akhir - 2009
Fakultas Teknik Elektro Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi