Analisis Perusahaan PT. Astra Agro Lestari, Tbk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisis Fundamental dan Teknikal Perusahaan

Citation preview

Tugas Akhir Manajemen Investasi 25

Analisis Fundamental dan TeknikalPT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk.

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Manajemen Investasi

Dosen : Dr. Andarwati, SE., ME.

Disusun Oleh :Iin Agustina(146020200111052)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISPROGRAM PASCASARJANAMAGISTER MANAJEMENUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

2015PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk.

Profil PerusahaanPT. Astra Agro Lestari, Tbk. (AALI) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, teh, cokelat dan minyak masak. Perusahaan yang telah berdiri sejak tanggal 3 Oktober 1988 ini merupakan produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia yang telah memenuhi berbagai segmen pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan ini memperluas cakupan bisnisnya dengan merangkul perusahaan induknya yakni PT Astra International Tbk yang memutuskan untuk menciptakan bisnis baru di sektor perkebunan singkong dankaret. Disamping itu, karena bisnis kelapa sawit terlihat sangat menjanjikan di pasaran, maka membuat AALI lebih fokus dalam pengembangan bisnis kelapa sawit.Pada tahun 1984, management bersama PT. Tunggal Perkasa Plantations yang telah memiliki lebih dari 15.000 hektar perkebunan kelapa sawit yang terletak di Riau, Sumatera bekerja dalam pertumbuhan produksi kelapa sawit. Beberapa tahun kemudian, pada 1988 PT. Astra International Tbk memutuskan untuk membentuk bisnis kelapa sawit terbaru yang berlabel PT. Suryaraya Cakrawala untuk lebih memperkokoh kedudukan industri ini. Selanjutnya, pada tahun 1989 perusahaan ini kembali berubah nama menjadi PT. Astra Agro Niaga, yang pada akhirnya bersama PT. Surya Raya Bahtera melakukan merger membentuk perusahaan baru bernama PT. Astra Agro Lestari pada tahun 1997.Sejak Desember 1997, perusahaan ini telah berhasil masuk dalam daftar saham di Bursa Efek Jakarta dengan kepemilikan saham publik sebesar 20,3%. Hingga sekarang, perusahaan ini telah mempekerjakan lebih dari 28.109 orang karyawan yang bertanggung jawab untuk mengelola lebih dari 272.994 hektar perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan sulawesi. Salah satu bentuk prestasi yang ditorehkan AALI adalah berhasil mendapatkan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) pada tanggal 8 Maret 2013. Dengan komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap perkembangan kelapa sawit Indonesia, AALI kedepannya diharapkan bisa menjaga eksistensinya sebagai perusahaan sector perkebunan yang paling produktif dan inovatif di dunia.

Analisis Fundamental PerusahaanUntuk melakukan analisis fundamental diperlukan beberapa tahapan analisis, yaitu:1. Analisis Kondisi Makro Ekonomi dan Kondisi PasarMelemahnya rupiah hingga mencapai angka di atas Rp. 13,000 per US Dollar saat ini merupakan posisi terendah sejak krisis moneter tahun 1998. Bahkan ketika krisis global tahun 2008, posisi nilai tukar rupiah tidak pernah turun sampai serendah ini, rupiah hanya turun sampai Rp 12,768 per US Dollar sebagai titik terendahnya, namun kemudian segera kembali ke level normalnya yakni Rp 9,000-an per US Dollar. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya para investor tidak terlalu mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan tetap fokus pada faktor fundamental perusahaan dalam berinvestasi di pasar saham.Menariknya, kita tahu bahwa pada tahun 1998 dan juga 2008, Indonesia sempat dilanda krisis ekonomi termasuk bursa saham ketika itu juga hancur berantakan. Akan tetapi, hal tersebut menunjukkan kondisi yang sebaliknya saat ini, karena meski kondisi rupiah tampak mengkhawatirkan namun kondisi perekonomian secara umum tampak masih berjalan normal, dan IHSG justru malah suksesbreak new high dalam beberapa bulan terakhir.Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dari kalangan terutama para investor yang bermain di pasar bursa.Untuk mengetahui bagaimana kondisi yang berkebalikan ini bisa terjadi, sebelumnya kita akan flashback ke tahun 2013, yang mana rupiah saat itu sudah menembus Rp 11,000 per USD dan kondisi pasar saham berbanding terbalik dengan saat ini yakni IHSG terpuruk di level 4,200-an, atau anjlok lebih dari 1,000 poin dibanding posisi puncaknya pada bulan Mei di tahun yang sama. Sehingga dapat diketahui bahwa masalah yang dihadapi pemerintah saat itu ada dua, yakni pelemahan rupiah itu sendiri (yang dikeluhkan para pelaku usaha riil), dan juga pelemahan IHSG (yang dikeluhkan para investor dan pelaku pasar modal lainnya). Permasalahan yang sesungguhnya dihadapi Indonesia ketika itu (tahun 2013) adalah1) Perlambatan pertumbuhan ekonomi,akibat 2)Defisitnya neraca ekspor impor, yang disebabkan oleh 3) Meningkatnya nilai impor peralatan dan mesin-mesin industri karena pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri, dan 4) Turunnya nilai ekspor karena turunnya harga batubara, CPO, serta karet, yang merupakan tiga komoditas utama ekspor Indonesia.Sehingga ini merupakan refleksi dari perlambatan pertumbuhan ekonomi, dimana jika fundamental perekonomian Indonesia melemah, maka rupiah sebagai saham Indonesia juga akan turut melemah.Adapun beberapa paket kebijakan pemerintah dalam penyelamatan ekonomi pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan menekan impor, sehingga defisit perdagangan diharapkan tidak akan terjadi lagi. Paket kebijakan diatas masih menyentuh akar permasalahan dari defisit tersebut, yakni penurunan harga komoditas CPO dan batubara yang merupakan andalan ekspor Indonesia, dan peningkatan impor peralatan dan mesin-mesin industri. Dan sayangnya bahkan sampai hari ini harga CPO dan batubara masih belum pulih kembali. Dalam kondisi seperti, sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang meskipun mungkin tidak bisa secara langsung menyentuh akar permasalahan, namun paling tidak bisa lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan juga bisa dengan cepat diimplementasikan, seperti: Ekspor terbesar Indonesia setelah migas, CPO, dan batubara, adalah ekspor alat-alat listrik, karet, dan mesin-mesin mekanik. Jadi Pemerintah mungkin bisa memberikan insentif tertentu pada perusahaan-perusahaan alat-alat listrik dan mesin mekanik, agar mereka bisa meningkatkan nilai ekspor. Ekspor terbesar Indonesia hingga saat ini adalah migas, entah itu berbentuk minyak mentah, gas, ataupun minyak olahan. Jadi Pemerintah melalui kementerian dan badan-badan terkait mungkin bisa mendorong perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di tanah air, baik asing maupun lokal, untuk meningkatkan produksinya. Impor terbesar Indonesia juga terletak di migas. Jadi Pemerintah harus segera merencanakan pembangunan kilang-kilang pengolahan minyak di dalam negeri, agar kita tidak harus impor bensin dan solar lagi, atau minimal dikurangi. Memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit agar mereka mau mengembangkan industri hilir CPO, termasuk mengembangkan biodiesel, agar Indonesia bisa mengekspor produk hilir CPO yang memiliki nilai tambah, dan juga mengurangi impor solar. Diluar masalah defisit neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi tidak hanya didorong oleh meningkatnya ekspor dan menurunnya impor, melainkan juga didorong oleh meningkatnya belanja pemerintah, konsumsi, dan investasi. Sehingga pemerintah tentunya punya banyak opsi untuk meningkatkan ketiga hal tersebut, tinggal pilih yang mana yangbisa diimplementasikan dalam waktu dekat.

IHSG bisa naik dan turun kapan saja, dan kalaupun akan turun maka penurunannya bisa sampai berapa saja. Untuk tahun 2015 kinerja para emiten di BEI masih cukup bagus, dan valuasi IHSG masih belum terlalu mahal (masih lebih rendah dibanding ketika IHSG mencapai posisi 5,250 pada bulan Mei 2013 lalu), meski juga sudah tidak bisa dikatakan murah lagi. Jadi kalau investor asing masih terus masuk seperti sebulan terakhir ini, maka IHSG juga masih bisa naik karena dari sisi valuasi IHSG masih memiliki ruang untuk naik lebih lanjut, selain karena masih ada sentimen positif dari keluarnya laporan keuangan perusahaan serta pembagian dividen dalam waktu satu dua bulanan kedepan.

2. Analisis IndustriGabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Produsen Oleokimia Indonesia (APOLIN), dan Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) memprediksi ekspor produk sawit dan turunannya di tahun 2015 ada di kisaran 23,7 juta ton. Total ekspor tersebut hanya meningkat 0,4 persen dari total ekspor produk sawit tahun 2014 yang sebesar 23,6 juta ton. Sementara itu, komposisi ekspor sawit dan turunannya tahun 2015 diproyeksikan identik dengan tahun 2014 yaitu terdiri dari ekspor hulu sawit (Crude Palm Oils /CPO dan lainnya) sebesar 9,9 juta ton atau 42 persen dan ekspor hilir sawit (Processed Palm Oil/PPO) sebesar 13,8 juta ton atau 58 persen.Perkembangan profil ekspor kelapa sawit tersebut tidak menggembirakan, khususnya bagi Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKP). Tahun 2012 ekspor hilir sawit mencapai 60,8 persen dari total ekspor kelapa sawit, sedangkan tahun 2013 ekspor hilir sawit mencapai 61 persen. Menurunnya minat ekspor hilir sawit disinyalir karena mandulnya instrumen bea keluar pada sawit. Dalam program hilirisasi, selain pemberian insentif pajak bagi investasi IHKS, produksi hilir sawit seharusnya dikenai bea keluar lebih rendah dibandingkan produk hulu.Harga CPO dunia yang menurun drastis sejak kwartal ketiga tahun 2014 menyebabkan bea keluar sawit berada di level 0 persen. Nihil bea keluar untuk sawit menyebabkan eksportir lebih menyukai ekspor hulu sawit dibandingkan hilir. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 93/M-AG/PER/12/2014, produk CPO akan bebas bea keluar apabila harga dunia (CIF Rotterdam) di bawah USD 750 per ton. Sampai dengan Januari 2015 tercatat Harga Patokan Ekspor (HPE) CPO sebesar USD 625 dolar AS per ton.Pengamat memperkirakan kombinasi dari banjir yang baru terjadi di Malaysia dan waktu tunggu (time-lagged) yang mengakibatkan kekurangan di area produksi kelapa sawit, akan meningkatkan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk dua bulan kedepan.

3. Analisis Kondisi Spesifik PerusahaanPT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) adalah salah satu emiten teraktif di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan ini menjadi fenomena BEI sejak lama dan AALI termasuk emiten yang terdaftar dalamdaftar saham Indeks LQ45. Di bawah ini merupakan data kepemilikan saham pada 2015. Hampir semua aset yang berada di PT. Agro Astra Lestari Tbk. dimiliki oleh PT. Astra Internasional Tbk. yang mencapai 79.68%, selebihnya 20.32% dimiliki oleh perusahaan yang menginvestasikan saham kePT. AgroAstra Lestari Tbk. Yang diantaranya ada perusahaan asing menginvestasikan saham, yaitu perusahaan Jardine Cycle & Carriage Limited, Singapura, Jardine Strategic Holdings Limited, Bermuda di London, dan Jardine Matheson Holdings Limited, Bermuda di London.

Manajemen PT Astra Agro Lestari Tbk memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 716 per saham dari kinerja tahun buku perseroan tahun 2014. Dividen itusudah termasuk dividen interim sebesar Rp 244 per saham yang telah dibayarkan pada 28 Oktober 2014. Dari hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), perusahaan memutuskan untuk membagikan dividen sisanya sebesar Rp 472 per saham pada 15 Mei 2015. Para pemegang saham yang menerima dividen adalah mereka yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham perseroan pada 24 April 2015. Berdasarkan data laporan keuangan yang disajikan dalam bentuk grafik di atas, diketahui bahwa perolehan laba dari tahun 2010 sampai dengan 2012 mengalami kenaikan, sedangkan untuk tahun 2013 sempat menurun, namun ditahun 2014 kembali naik. Untuk total aset dan kewajian serta total ekuitas perusahaan mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai dengan 2014, dan kenaikan tersebut tampak proporsional setiap tahunnya. Dilihat dari total pendapatan diketahui bahwa perusahaan mengalami kenaikan pendapatan di tahun 2010 sampei dengan 2014.Sedangkan dari laporan keuangan pada kuartal I 2015, diketahui bahwa AALI mencetak penurunan laba bersih pada Q1 2015 sebesar 80,11% menjadi Rp156,09 miliar atau Rp. 99,12 per saham darilaba bersih Q1 2014 yang mencapai Rp784,61 miliar atau Rp. 498,24 per saham. Anjiloknya kinerja AALI tersebut disebabkan oleh penurunan penjualan yang cukup besar yaitu 13,40% menjadi Rp. 3,23 triliun di Q1 2015 dari penjualan Q1 tahun 2014 sebesar Rp. 3,73 triliun, dan kerugian kurs yang sangat besar yaitu Rp. 246,33 miliar, sedangkan di Q1 2014 mengalami keuntungan kurs sebesar Rp. 165,73 miliar. Beban pokok penjualan mengalami penurunan sedikit dari Rp. 2,52 triliun menjadi Rp. 2,47 triliun, dan beban usaha mengalami kenaikan dari Rp. 234,59 miliar menjadi Rp. 274,35 miliar, serta beban keuangan mengalami kenaikan dari Rp. 12,92 miliar menjadi Rp. 18,72 miliar.Total Aset AALI mencapai Rp. 19,94 triliun di Q1 2015, naik 7,44% dari total aset tahun 2014 yaitu Rp. 18,56 triliun, dan total utang mengalami kenaikan dari Rp. 6,72 triliun menjadi Rp. 7,91 triliun.Pendapatan terbesar AALI dikontribusikan dari pendapatan minyak sawit mentah dan turunannya dengan pendapatan Q1 2015 dan 2014 masing-masing sebesar Rp. 2,86 triliun dan Rp. 3,27 triliun, selain itu Inti Sawit dan turunannya Rp. 374,77 miliar dan Rp. 447,99 miliar, serta lainnya Rp. 0,04 miliar dan Rp. 8,28 miliar. Di bawah ini adalah rincian Penjualan AALI berdasarkan segmen Geografis yaitu: Sumatera Rp.1,53 triliun dan Rp.1,95 triliun. Kalimantan Rp.1,36 triliun dan Rp.1,65 triliun. Sulawesi Rp.1,56 triliun dan Rp.1,44 triliun. Eliminasi Rp.1,22 triliun dan Rp.1,31 triliun.

Guna meningkatkan kapasitas produksi, PT. Astra Agro Lestari Tbk (AALI) berencana menambah dua pabrik pengolahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Selain itu, AALI diketahui telah menyiapkan capexatau belanja modal sebesar Rp 3 triliun. Sesuai rencana, penggunaan capex akan dibagi ke dalam tiga pos mulai dari upaya penanaman baru dan berulang (replanting) sawit di kebun yang dikelolanya, pengembangan produk dan pabrik kelapa sawit di wilayah-wilayah baru, serta membangun sejumlah infrastruktur di sekitar area tanam. Manajemen AALI menyatakan masih menunggu realisasi pemberlakuan dana pengembangan kelapa sawit atau CPO Supporting Fund yang saat ini tengah digodok pemerintah. Pemberlakuan CPO Supporting Fund dinilai akan memberi dampak pada kinerja perseroan ke depan dan rencananya dimaksudkan untuk mengembangkan industri CPO serta menutupi beban pemerintah sewaktu membeli produk olahan kelapa sawit berupa biodiesel.Pemberlakuan CPO fund akan memberikan dampak negatif pada arus kas Astra Agro untuk jangka pendek. Namun kebijakan tersebut justru akan berdampak positif bagi anak usaha Grup Astra itu dalam jangka menengah dan panjang. Hal ini dikarenakan dari adanya penerapan mandatori biodiesel 15 persen (B15) sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) yang sudah ditetapkan pemerintah belum lama ini. B15 akan berdampak positif pada permintaan CPO domestik. Apabila permintaan CPO melonjak maka harganya juga akan naik.

4. Analisis Rasio KeuanganDi bawah ini merupakan data rasio keuangan perusahaan dari tahun 2010 sampai dengan 2014, berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk.

Dari data rasio keuangan di atas, kemudian akan dianalisis berdasarkan masing-masing kelompok rasio keuangan, yaitu:a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.NoRasioTahunKriteriaAnalisis

20102011201220132014

1

Current Ratio193.17130.97

68.46

45.0044.74Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar utang lancar dengan aktiva lancar yang tersedia. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.Current ratio dari tahun 2010 ke tahun 2014 mengalami penurunan, sehingga hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki semakin berkurang.

b. Rasio Leverage (Leverage Ratio)Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau dibiayai oleh pihak luar.NoRasioTahunKriteriaAnalisis

20102011201220132014

1

2

Debt to Asset Ratio (DAR)

Debt to Equity Ratio (DER)

0.15

0.18

0.17

0.21

0.25

0.33

0.31

0.46

0.38

0.62

DAR mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang atau modal yang berasal dari kreditur. Semakin besar rasio maka semakin besar pula risiko yang dihadapi.

DER diukur dari perbandingan antara utang dengan ekuitasnya. Tingkat DER yang aman biasanya kurang dari 50 persen. Semakin kecil DER maka akan semakin baik bagi perusahaan.DAR dari tahun 2010 sampai 2014 mengalami kenaikan sehingga mengindikasikan bahwa risiko yang dihadapi perusahaan setiap tahunnya semakin meningkat karena jumlah aset yang dibiayai dengan utang juga semakin besar.

Meskipun DER dari tahun 2010 sampai 2014 mengalami kenaikan, namun kenaikan tersebut masih dalam tingkat aman (dibawah 50 %), sehingga menunjukkan proporsi utang yang relatif kecil dari total keseluruhan ekuitasnya.

c. Rasio kemampulabaan (Profitability Ratio)Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendirinya. Rasio ini sangat diperhatikan oleh calon maupun pemegang saham karena akan berkaitan dengan harga saham serta dividen yang akan diterima.NoRasioTahunKriteriaAnalisis

20102011201220132014

1

2

3

4Return on Asset (ROA) (%)

Return on Equity (ROE) (%)

Gross Profit Margin (GPM) (%)

Net Profit Margin (NPM) (%)

23.93

28.21

40.81

23.79

24.48

29.65

36.53

23.19

20.29

26.91

37.68

21.79

12.72

18.53

32.20

15.01

10.85

17.59

31.31

16.76ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui akiva yang dipergunakan. Standar ROA Perusahaan minimal 20%, semakin besar ROA maka semakin baik kinerja perusahaan.

ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Standar ROE perusahaan minimal 20%, semakin besar ROE maka semakin baik kinerja keuangan.

GPM mengukur tingkat laba kotor dibandingkan dengan volume penjualan. Semakin tinggi GPM maka menunjukkan kinerja penjualan yang semakin baik dalam menghasilkan laba kotor.

NPM mengukur tingkat laba bersih setelah pajak dibandingkan dengan volume penjualan. Semakin tinggi NPM maka menunjukkan kinerja penjualan yang semakin baik dalam menghasilkan laba bersih setelah pajak.ROA dari tahun 2010 ke 2011 mengalami kenaikan, akan tetapi dari tahun 2011 sampai 2014 terus mengalami penurunan hingga di bawah standar minimal perusahaan (