95
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA Oleh HANA FITRI H24102133 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING … · ABSTRAK Hana Fitri. H24102133. Analisis Preferensi Konsumen dan Positioning Produk Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah

Embed Size (px)

Citation preview

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING

PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA

Oleh

HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

ABSTRAK

Hana Fitri. H24102133. Analisis Preferensi Konsumen dan Positioning Produk Wardah di Pasar Kosmetika Jakarta. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis dan Farida Ratna Dewi.

Kosmetika telah menjadi kebutuhan wanita pada umumnya untuk mengatasi masalah kecantikan, maka saat ini banyak industri kosmetika bermunculan, khususnya di Indonesia yang salah satunya adalah PT. Pusaka Tradisi Ibu yang menggunakan bahan-bahan alami dan memiliki label halal untuk produk yang diproduksinya, yaitu Wardah. Memilih kosmetika merupakan hak setiap konsumen, maka dari itu penting bagi PT. Pusaka Tradisi Ibu untuk menanamkan citra suatu produk ke dalam benak konsumen dalam menghadapi persaingan merebut pangsa pasar produk kosmetika.

Penelitian ini bertujuan menganalisis proses pengambilan keputusan pembelian konsumen produk Wardah, mengetahui atribut yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian dan preferensi konsumen, serta menganalisis posisi produk Wardah dibandingkan dengan pesaing bila dilihat dari atribut kosmetika pada umumnya. Pemilihan responden sebanyak 100 orang dilakukan secara judgement sampling dengan populasi pada penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-35 tahun yang berdomisili di wilayah Jakarta Selatan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari data perusahaan dan studi literatur. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan software SPSS versi 12.0.

Dari hasil penelitian dengan Importance-Performance Analysis (IPA) didapatkan hasil berupa penilaian tingkat kepentingan konsumen (4,57) untuk atribut kecocokan dan tingkat pelaksanaan perusahaan (4,58) untuk atribut kehalalan, yang kemudian dipetakan dalam diagram Kartesius. Untuk atribut yang menjadikan produk unggul di mata pelanggan terdapat di kuadran II, diantaranya atribut kehalalan, kecocokan dengan kulit, komposisi produk (kandungan bahan) yang aman bagi kulit, mutu bahan yang bagus, serta variasi warna dan jenis. Penganalisaan preferensi konsumen dengan menggunakan analisis IPA ini ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan atau keinginan konsumen yang menjadi preferensi bagi konsumen pengguna produk kosmetika Wardah. Dari analisis perilaku pembelian didapatkan hasil perilaku konsumen dalam keputusan pembelian melalui beberapa tahapan dan dari analisis Biplot didapatkan hasil berupa posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya yang diperagakan melalui grafik Biplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa posisi relatif merek Wardah lebih dekat dengan atribut kehalalan, merek Mustika Ratu lebih dekat posisinya dengan atribut merek terkenal dan merek Sariayu memiliki lebih dekat dengan atribut desain kemasan yang menarik.

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK

WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HANA FITRI

H24102133

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN DAN POSITIONING PRODUK WARDAH DI PASAR KOSMETIKA JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HANA FITRI

H24102133

Menyetujui, September 2006

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis,MS,Dipl.Ing.,DEA Farida Ratna Dewi, SE, MM Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, MSc. Ketua Departemen Manajemen

Tanggal Ujian : 28 Agustus 2006 Tanggal Lulus :

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Juli 1984, dari pasangan

Mohammad Saproji dan Kurniasih, dan merupakan anak pertama dari lima

bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Parakan Muncang II pada

tahun 1996, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1

Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu, penulis menamatkan

pendidikan menengah atas di SMUN 1 Leuwiliang, dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002, penulis diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi

dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI sebagai mahasiswa

Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 39.

Selama melakukan studi di IPB, penulis pernah aktif dalam berbagai

kepanitiaan, diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Profesi Departemen

Manajemen, Centre of Management (Com@) periode 2003-2004, sebagai

Sekretaris Direktorat Operasi. Pada periode yang sama, penulis juga pernah

terlibat dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas/Departemen bagi mahasiswa

baru angkatan 41 serta kepanitiaan Seminar Event Organizer and Work

Management (TEAM) yang diselenggarakan oleh Direktorat Operasi.

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi Rabbil’aalamiin, segala puji dan syukur hanya milik

Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas

ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Setiap perusahaan berupaya untuk meningkatkan keuntungan, salah

satunya dengan mengoptimalkan pendistribusian produk ke setiap wilayah

pemasaran agar biaya yang ditimbulkan minimal. Skripsi ini berjudul

”Optimalisasi Distribusi Sarimi Pada PT Sari Indo Prakarsa di Wilayah Bogor dan

Depok”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M. Ec selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bimbingan, saran, masukan, pengarahan, dan motivasi yang

sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dra. Siti Rahmawati, M. Pd dan Bapak Mukhamad Najib, S. TP, MM atas

kesediaannya menjadi dosen penguji.

3. Bapak Ir. Koesmadi, SP selaku Branch Manager PT Sari Indo Prakarsa,

Bogor atas segala bantuan, bimbingan, dan kemudahan yang diberikan kepada

penulis selama menjalankan penelitian.

4. Ibu Rita dan semua staff PT Sari Indo Prakarsa yang telah memberikan

bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalankan penelitian.

5. Seluruh dosen pengajar dan staff pendukung di Departemen Manajemen,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

6. Mas Deddy Cahyadi Sutarman, S. TP atas masukan dan saran selama

pengolahan data.

v

7. Keluarga saya tercinta, Ibu, Bapak, dan Adik-adik (Wahyu, Widi, Ade, dan

Cici) atas segala dukungan, kasih sayang, dan doa yang tiada putus-putusnya.

Nenek, Kakek, Bi Chami, dan saudara-saudara yang lain atas bantuan dan

doanya.

8. Sahabat-sahabat saya, Mala, Sri. S, Sri. N, Dini, Hana, Ajeng, dan Okti yang

telah menemani dalam suka dan duka, dan yang selalu memberikan bantuan,

dukungan, semangat, doa, serta kasih sayangnya.

9. Teh Sri atas tausiyah-tausiyahnya yang selalu mencerahkan, teman-teman liqo

atas kebersamaannya selama ini serta kelucuan-kelucuan yang kalian hadirkan

yang menjadi penghibur di saat-saat sulit selama menjalankan penelitian.

10. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan, Okka, Rihza, Fezzi, Azis, Arya,

AP, Nanien, dan Anggi yang selalu memberikan semangat, bantuan dan

masukan dalam menjalankan penelitian.

11. Lili, Lia, Ida, Gupit, Dian, Ani, Leny, Andin, Mumut, Via, Inne, Reni Aulia,

atas semua bantuan dan doanya.

12. Teman-teman Manajemen ’39 dan Ekbang ’39 yang telah menjadi bagian

dalam hidup saya.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat saya sebutkan satu per satu.

Terakhir penulis ingin menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang

sempurna di dunia ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Semua saran

dan kritik akan sangat berguna bagi penulis untuk perbaikan-perbaikan di masa

datang. Kebenaran itu mutlak dari Allah SWT, sedangkan kesalahan berasal dari

diri penulis sendiri. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2006

Penulis

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8 2.1. Mi Instan ............................................................................................ 8 2.2. Pemasaran .......................................................................................... 10 2.2.1. Definisi Pemasaran.................................................................. 10 2.2.2. Bauran Pemasaran................................................................... 11 2.2.3. Saluran Pemasaran .................................................................. 12 2.3. Distribusi ............................................................................................ 18 2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik) ....................................................... 18 2.3.2. Saluran Distribusi.................................................................... 20 2.4. Program Linier ................................................................................... 25 2.5. Model Transportasi ............................................................................ 28 2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang ................................................. 29 2.7. Optimalisasi ....................................................................................... 31 2.8. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 31

III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 35 3.1. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 35 3.2. Metode Penelitian ............................................................................. 37

3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 37 3.3.2. Metode Pengumpulan Data .................................................... 37 3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data........................................ 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 43 4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan ............................ 43 4.2. Bidang Usaha Perusahaan.................................................................. 43 4.3. Struktur Organisasi ........................................................................... 46 4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP......................................... 46 4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor......................... 52

4.5.1. Analisis Primal ....................................................................... 53

vii

4.5.2. Analisis Dual .......................................................................... 55 4.5.3. Analisia Sensitivitas ............................................................... 57

4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal .............................................................................................. 61 4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal .................................................................... 63

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 65 1. Kesimpulan.......................................................................................... 65 2. Saran .................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 68

LAMPIRAN.................................................................................................... 70

viii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perkembangan industri mi instan di Indonesia ......................................... 2 2 Trend permintaan mi instan ...................................................................... 3 3 Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004 ......... 4 4 Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota....................... 5 5 Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok...................................................................................... 48 6 Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan .............................. 53 7 Analisis primal terhadap biaya distribusi ................................................. 54 8 Analisis dual terhadap penjualan Sarimi .................................................. 56 9 Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan ................................................................................................. 59 10 Analisis sensitivitas terhadap kendala permintaan dan penjualan ............ 60 11 Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton) ............................................................................................ 62 12 Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp) ....... 63

ix

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer ......................... 16 2 Saluran distribusi barang konsumen......................................................... 21 3 Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi ................................ 23 4 Kerangka pemikiran penelitian................................................................. 36 5 Pola saluran distribusi Sarimi .................................................................. 51 6 Saluran distribusi PT SIP.......................................................................... 51

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Daftar pertanyaan wawancara................................................................... 70 2 Struktur organisasi PT SIP........................................................................ 71 3 Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005............................................. 72 4 Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005 ..................................................... 73 5 Biaya distribusi aktual .............................................................................. 74 6 Nama kecamatan di wilayah Bogor dan Depok serta variabel yang mewakilinya.............................................................................................. 75 7 Hasil pengalokasian optimal produk Sarimi............................................. 76 8 Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan....................... 77 9 Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming) ............. 78 10 Input data (model linear programming).................................................... 79 11 Hasil output optimal ................................................................................. 80

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi

informasi telah menyebabkan perubahan dalam pola hidup masyarakat yang

ditandai dengan gaya hidup yang serba cepat dan praktis. Perubahan ini

terjadi juga dalam pola konsumsi makanan. Masyarakat lebih suka memilih

makanan yang praktis dan cepat disajikan seperti mi instan. Mi instan

seringkali menjadi makanan pilihan di saat lapar di antara waktu makan

utama. Selain karena praktis dalam penyajiannya, mi instan disukai karena

harganya yang relatif murah dan rasanya pun beragam.

Mi instan sudah merupakan salah satu makanan terfavorit warga

Indonesia. Bisa dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mi instan

atau mempunyai persediaan mi instan di rumah. Bahkan tak jarang orang

membawa mi instan saat ke luar negeri sebagai persediaan “makanan lokal”

jika makanan di luar negeri tidak sesuai selera.

Pasar mi instan di Indonesia memang menggiurkan. Ketergantungan

masyarakat Indonesia terhadap mi cepat saji ini cukup besar. Tidak heran

jika dari waktu ke waktu banyak perusahaan baru melirik pasar mi instan.

Berdasarkan data, jumlah produsen mi instan di Indonesia tahun 2005

mencapai 84 perusahaan, dengan produksi sekitar 1,272 juta ton

sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Produsen yang mendominasi produksi mi instan di Indonesia adalah

PT Indofood Sukses Makmur (PT ISM) yang memproduksi Indomie,

Supermi, dan Sarimi. Indomie adalah merek mi instan yang paling terkenal

di Indonesia, begitu terkenalnya hingga orang Indonesia memanggil mi

instan dengan sebutan “indomie” walaupun yang dikonsumsi tidak bermerek

Indomie. Merek mi instan lainnya yang terkenal antara lain Supermi,

Sarimi, Mi Sedaap1.

1 Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan.[23

Agustus 2006]

2

Tabel 1. Perkembangan industri mi instan di Indonesia No. Uraian Satuan 2001 2002 2003 2004 2005 1. Jumlah

Perusahaan Unit Usaha

57 59 65 70 84

2. Kapasitas Ribu Ton

914 915 933 980 1.175

3. Produksi Ribu Ton

862 906 958 975 1.272

4. Utilisasi % 94,31 99,01 102,67 99,48 108,21 5. Ekspor Ribu

Ton 8,5 5,5 2,4 1,6 0,5

US$ 4.389.000 2.452.000 1.858.000 1.087.000 354.000 6. Impor Ribu

Ton 0,8 0,9 0,8 0,8 0,7

US$ 589.000 783.000 791.000 687.000 586.000 7. Nilai

Investasi Rp Juta 1.225 1.225 1.311 1.536 1.843

8. Jumlah Tenaga Kerja

Orang 16.000 16.320 12.847 15.474 18.569

Sumber: Investor (2006)2

Laporan International Ramen Manufacturers Association (IRMA,

2004) menyatakan bahwa produsen mi instan terbesar di dunia saat ini

dikuasai oleh Nissin Food asal Jepang, sementara Indofood di posisi kedua.

Di Jepang, Nissin Food menguasai sekitar 40% pasar mi instan dan 10%

pasar mi instan di dunia. Sampai September 2005, Indofood menguasai 73%

pasar mi instan di Indonesia3. Seperti diketahui, pangsa pasar mi instan

Indofood terus terkikis setelah masuknya produk dari Group Wings Food

yaitu Mie Sedaap pada tahun 2003. Selama tempo dua tahun, produk yang

relatif baru itu diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi instan sebesar

15%-20%. Padahal, Indofood sang pemimpin pasar adalah penguasa yang

sangat dominan dan bertahan selama puluhan tahun di posisi ini. Bahkan,

pada tahun 2002 pangsa pasar Indofood di bisnis mi instan mencapai 90%

dengan nilai sekitar Rp 8 trilyun4.

Cina dengan penduduknya yang besar tentu saja menjadi konsumen

mi instan terbesar di dunia. Menurut IRMA per akhir 2004, permintaan mi

instan terbesar dunia datang dari Cina dan Hongkong yang mencapai 39 2 Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Menggerogoti Pasar Si Raja Mi. Hlm. 14-

19. 3 Kompas. 16 Desember 2005. Indofood Angkat Pangsa Pasar. (http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0512/16/ekonomi/2293147.htm, [28 Maret 2006]) 4 Swamajalah. 26 Januari 2006. Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap?

(http://www.swa.co.id/swamajalah/artikellain/details.php?cid=1&id=3859, [24 Maret 2006])

3

miliar bungkus. Ini berarti, hampir separuh dari permintaan mi instan

seluruh dunia yang mencapai 79,6 miliar bungkus.

Indonesia berada pada posisi kedua dengan total permintaan 12 miliar

bungkus pada tahun yang sama. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Trend permintaan mi instan (miliar bungkus)

No. Negara/Area 2001 2002 2003 2004

1. China, Hongkong 21,2 23,1 32,0 39,0

2. Indonesia 9,9 10,9 11,2 12,01

3. Jepang 5,35 5,27 5,4 5,54

4. Amerika Serikat 3,0 3,3 3,78 3,8

5. Korea Selatan 3,64 3,65 3,6 3,65

6. Philipina 1,8 2,0 2,2 2,5

7. Vietnam 1,14 1,7 2,3 2,48

8. Thailand 1,65 1,7 1,72 1,78

9. Russia 0,6 1,5 1,5 1,52

10. Brazil 1,04 1,19 1,11 1,15

Total 53,08 58,5 69,35 79,57

Sumber: IRMA dalam Investor (2006)5

Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan

Badan Pusat Statistik, mi instan digolongkan ke dalam makanan untuk

konsumsi lainnya (miscellaneous food item). Mi instan menduduki peringkat

ke dua setelah mi basah untuk makanan konsumsi lainnya yang dikonsumsi

penduduk Indonesia. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Kinerja mi instan di PT ISM pada tahun 2004 dibandingkan dengan

tahun 2003 tetap konsisten. Penjualan bersih mencapai Rp 6 trilyun,

sementara volume penjualan mengalami sedikit peningkatan menjadi 9,9

miliar bungkus dari 9,8 miliar bungkus di tahun sebelumnya (PT ISM,

2004).

Pasar mi instan di seluruh Indonesia berkembang sangat pesat. Para

pesaing menggunakan strategi periklanan dan promosi yang agresif,

sehingga terjadi peningkatan jenis produk dan pilihan harga yang ditawarkan

5 Investor (Jakarta), Edisi 143, 21 Maret-3 April 2006. Kisah Mi Instan Menaklukkan Dunia.

Hlm. 30-31.

4

kepada para konsumen. Situasi pasar yang kompetitif membuat para pelaku

pasar berusaha meningkatkan pangsa pasar dengan mengorbankan tingkat

perolehan laba. Hal ini menekan tingkat marjin laba dari para pelaku lama

yang sudah mapan seperti Indofood. Marjin laba usaha (Earn Before

Interest and Tax/EBIT) menurun hingga 10,4% dari 15,2% sebagai

konsekuensi dari langkah Perseroan menerapkan program promosi dan harga

yang komprehensif untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Berdasarkan

data industri, di penghujung tahun 2004 mi instan Indofood berhasil

menguasai sekitar 78% dari seluruh pangsa pasar mi instan di Indonesia (PT

ISM, 2004).

Tabel 3. Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita seminggu untuk makanan konsumsi lainnya (miscellaneous food item) tahun 2004

Perkotaan Pedesaan Perkotaan+Pedesaan No. Jenis Satuan Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai

1. Mi Basah Kg 0.004 14 0.002 7 0.003 10

2. Mi Instan 80 gr 0.680 607 0.429 369 0.538 472

3. Bihun Ons 0.012 9 0.009 6 0.010 7

4. Makaroni Ons 0.010 7 0.011 9 0.011 8 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004

Sarimi sebagai salah satu merek mi instan yang diproduksi oleh PT

ISM memiliki potensi yang cukup baik di masa datang. Tabel 4

memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di enam kota besar di

Indonesia, Sarimi menduduki posisi keempat sebagai merek mi instan yang

paling dikenal oleh konsumen.

Pemasaran yang dilakukan umumnya tidak lepas dari kegiatan

pemasaran dasar yang meliputi strategi produk, promosi, harga, dan tempat

atau distribusi yang disebut juga bauran pemasaran (marketing mix).

Namun, seringkali pihak perusahaan tidak melancarkan strategi masing-

masing komponen secara proporsional. Suatu produk meskipun memiliki

kualitas terbaik, harga yang kompetitif dan dipromosikan secara gencar,

belum tentu produk tersebut mampu bersaing di dalam perebutan pasar

apabila perusahaan tidak mendistribusikan produk tersebut secara benar.

Berdasarkan asumsi bahwa produk bermutu, harga kompetitif, dan produk

dipromosikan, maka strategi distribusi akan jauh lebih berperan dalam

5

melengkapi ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, kegiatan distribusi

barang merupakan salah satu poin penting yang memerlukan strategi yang

tepat.

Tabel 4. Top of mind brand awareness mi instan berdasarkan kota Kota Penelitian Total

No. Merek Jakarta %

Bandung %

Semarang %

Surabaya %

Medan %

Makassar % %

1. Indomie 76.4 40.8 58.5 49.1 56.4 73.5 61.0 2. Mie

Sedaap 12.6 16.7 25.0 46.3 2.4 9.2 19.6

3. Supermi 6.3 15.1 6.0 1.8 10.0 4.1 6.9 4. Sarimi 3.4 20.1 4.5 1.5 5.6 8.2 6.4 5. Mie 100 0.2 2.3 2.0 0.0 7.6 0.0 1.6 6. Alhami 0.0 0.0 0.0 0.0 10.4 0.5 1.4 7. Mie

Gaga 0.5 0.3 1.0 0.3 5.6 0.0 1.1

8. Mie ABC

0.0 3.0 0.5 0.0 1.6 1.5 0.9

9. Salam Mie

0.2 1.0 0.5 0.3 0.0 0.5 0.4

10. Selera Rakyat

0.0 0.0 1.0 0.5 0.0 0.0 0.2

11. Lainnya 0.5 0.7 1.0 0.3 0.4 2.6 0.7

Sumber: Surveyone(http://www.marketing.co.id/img/Survey-mie-instant.gif, [25 Februari 2006])

Sistem distribusi merupakan suatu proses yang terintegrasi yang

memiliki tujuan untuk menyampaikan suatu produk kepada konsumen

setelah produk tersebut selesai diproduksi. Kegiatan ini sangat penting

karena setelah perusahaan menghasilkan produk dan memperkenalkannya

kepada calon konsumen, semuanya tidak akan berarti apabila calon

konsumen tidak dapat menemukannya pada tempat di mana mereka biasa

membeli produk atau barang. Kompetisi di pasar menjadi sangat ketat dan

pemasaran menjadi lebih kompleks. Hal ini semakin menuntut adanya

sistem distribusi yang terintegrasi.

Banyak cara yang dapat dilakukan perusahaan dalam upaya

mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen. Sebuah perusahaan

mungkin mendistribusikan barangnya langsung kepada konsumennya

meskipun jumlah barang cukup besar, sedangkan perusahaan lain

mendistribusikan barangnya melalui jasa perantara. Kombinasi saluran

distribusi dapat dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai segmen

pasar yang berbeda.

Sebagian besar produsen tidak langsung menjual barang mereka

kepada pemakai akhir. Terdapat saluran pemasaran di antara produsen dan

6

pemakai, yaitu sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai

fungsi dan menyandang berbagai nama. Beberapa perantara seperti

pedagang besar dan pengecer akan membeli, mengambil alih hak dan

menjual kembali barang dagangan itu, mereka disebut pedagang (merchant).

Beberapa daerah terpencil sangat tergantung pada pasar sebagai

suatu tempat untuk menyalurkan barang-barang kebutuhan masyarakat.

Kebutuhan pasar-pasar tersebut tentu saja dipasok oleh para pedagang

besar/distributor yang merupakan penghubung antara produsen dengan

konsumen. Para pedagang besar/distributor ini menyalurkan barang-barang

melalui toko-toko grosir dan pengecer yang ada di pasar-pasar atau daerah-

daerah tertentu.

PT Sari Indo Prakarsa (PT SIP) sebagai salah satu perusahaan yang

bergerak di bidang distribusi barang-barang konsumsi (consumers goods)

memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan

masyarakat. PT SIP melakukan penyaluran barang-barang konsumsi yang

berasal dari beberapa produsen kepada toko-toko grosir yang ada di wilayah

Jabodetabek. Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. PT

ISM menunjuk dua perusahaan distributor yaitu PT SIP dan PT Indomarco

Adi Prima (PT IAP) untuk mendistribusikan Sarimi ke seluruh wilayah

Indonesia. PT SIP merupakan distributor yang dipercaya oleh PT ISM

untuk memasarkan dan mendistribusikan Sarimi di wilayah Bogor dan

Depok, sedangkan pendistribusian Sarimi di luar wilayah Bogor dan Depok

dipegang oleh PT IAP. PT SIP memasarkan Sarimi yang berasal dari PT

ISM langsung kepada toko-toko grosir yang ada di 33 kecamatan di seluruh

wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Para pedagang

besar tersebut, kemudian disalurkan lagi kepada para pengecer hingga

akhirnya sampai di tangan konsumen akhir.

1.2. Perumusan Masalah

PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang

menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, tidak terlepas dari kondisi

persaingan pemasaran dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis.

Konsumen perlu diyakinkan bahwa produk tersebut tersedia setiap saat

7

ketika dibutuhkan. PT SIP perlu melakukan strategi yang tepat agar

penyaluran barang kepada konsumen berjalan seoptimal mungkin.

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan pertimbangan kepada

perusahaan dalam meminimalisasi biaya distribusi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut:

1) Bagaimana sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP?

2) Bagaimana alokasi distribusi Sarimi yang dilakukan PT SIP ke

kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor dan Depok?

3) Apakah distribusi aktual yang dilakukan sudah optimal?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi sistem distribusi Sarimi yang dilakukan oleh PT SIP.

2) Menganalisis alokasi distribusi Sarimi dari PT SIP ke kecamatan-

kecamatan di wilayah Bogor dan Depok.

3) Menganalisis penyimpangan distribusi aktual terhadap distribusi

optimal.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perusahaan sebagai salah satu bahan acuan atau informasi juga sebagai

bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam mengambil

keputusan yanng diperlukan. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi tambahan sumber informasi serta bahan

pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mi Instan

Mi instan adalah mi yang sudah dimasak terlebih dahulu dan

dicampur dengan minyak, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya

dengan menambahkan air panas dan bumbu. Mi instan diciptakan oleh

Momofuku Ando pada 1958, yang kemudian mendirikan perusahaan Nissin

dan memproduksi produk mi instan pertama di dunia Chikin Ramen (ramen

adalah sejenis mi Jepang rasa ayam). Peristiwa penting lainnya terjadi pada

1971 di mana Nissin memperkenalkan Cup Noodle (bahasa Indonesia: mi

gelas), produk mi instan dalam wadah styrofoam tahan air yang bisa

digunakan untuk memasak mi tersebut. Inovasi berikutnya termasuk

menambahkan sayuran kering ke gelas, melengkapi hidangan mi tersebut.

Menurut sebuah survei Jepang pada tahun 2000, mi instan adalah ciptaan

terbaik Jepang abad ke-20, (karaoke di urutan kedua dan CD hanya di urutan

ketiga)6.

PT Capricorn Indonesia Consult Inc (2002) menyatakan bahwa mi

atau noodle secara umum adalah sejenis produk makanan berbentuk pasta

yang bahan baku utamanya berasal dari tepung terigu, tepung beras, dan

lainnya yang diolah dengan merebus dalam air panas untuk kemudian

disajikan sesuai selera. Seiring perkembangannya, mi dapat dibedakan lagi

menjadi mi kering, mi basah, dan mi kering berbumbu atau mi instan.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3551-2000, yang

dikeluarkan oleh Dewan Standarisasi Nasional (SNI), mi instan atau instant

noodle dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya

sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya.

Definisi tersebut meliputi mi (dari terigu), bihun (dari beras dan sagu),

sohun (dari pati kacang hijau dan atau sagu), dan kwetiaw (dari beras dan

atau terigu). Mi instan sendiri dicirikan dengan adanya penambahan bumbu

dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi.

6 Wikipedia. 17 Juli 2006. Mi Instan (http://id.wikipedia.org/wiki/Mi-instan, [25 Februari 2006])

9

Mi instan terbuat dari tiga bahan baku yaitu: tepung terigu, minyak

sayur, dan bumbu penyedap (seasoning). Secara sederhana proses

pembuatan mi instan diawali dengan menyediakan bahan baku yang akan

digunakan, kemudian dilakukan proses pencampuran antara air, bahan baku

utama, dan bahan baku tambahan yang bertujuan untuk membentuk teksur

(mixing).

Setelah pencampuran, selanjutnya tahap pressing, yaitu proses yang

menghasilkan lembaran-lembaran untaian mi dan siap untuk pengukusan

(steaming). Tahap steaming, selain berguna untuk membunuh bakteri

pengukusan juga merupakan proses yang menentukan dalam tekstur mi.

Setelah pengukusan kemudian dilakukan proses pemotongan (cutting) dan

siap untuk proses penggorengan (frying).

Proses penggorengan (frying) dilakukan agar diperoleh manfaat

antara lain:

a. Mi menjadi lebih awet (karena kadar air rendah).

Digoreng dengan palm oil yang mengandung tokoferol sebagai

antioksidan dan karoten sebagai zat warna alami.

b. Palm oil tidak menyebabkan penimbunan kolesterol.

Proses selanjutnya adalah pendinginan (cooling). Terakhir adalah

proses pengemasan (packing), yang fungsinya untuk melindungi produk dari

pengaruh luar.

Industri mi instan di Indonesia diawali dengan berdirinya PT Lima

Satu Sankyu pada April 1668. Perusahaan ini merupakan patungan antara

pengusaha domestik dengan Sankyu Shakushin Kabushiki dari Jepang.

Pada 1977, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Lima Satu Sankyu

Indonesia, dan kemudian berubah lagi menjadi PT Supermie Indonesia,

sesuai dengan merek mi instan andalannya, yaitu Supermi. Bahkan Supermi

sempat menjadi brand generik untuk instan noodle sampai akhir dekade

1980-an.

Tahun 1970, pasar mi instan diramaikan lagi dengan berdirinya PT

Sanmaru Food Manufacturing, sebagai salah satu anak perusahaan baru dari

Jangkar Jati Group yang memproduksi mi instan dengan merek Indomie.

10

Disusul kemudian dengan berdirinya PT Sarimi Asli Jaya (Salira Group)

pada 1982 dengan lokasi pabrik di Tangerang, Jawa Barat. Perusahaan ini

memproduksi mi instan dengan merek Sarimi.

Industri ini makin meriah dengan mulai beroperasinya PT Sampurna

Pangan Indonesia (Sidoarjo) pada 1972, PT Khong Guan Biscuit Factory

Ind. Ltd. (Jakarta) pada 1976, PT Radiance Food Indonesia Corp. (Jakarta)

dan PT Pandu Sari (Purbalingga) pada 1977, PT Asia Megah Food

Manufacturing (Padang) pada 1980, PT Supmi Sakti (Tangerang) dan

produsen-produsen lainnya. Sejak saat itu, pasar mi instan mulai ditandai

dengan persaingan yang sangat ketat. Terutama setelah Indofood (Salim

Group) bergabung dengan Jangkar Jati Group pada 1984, dengan membuat

PT Indofood Interna Corporation. Perusahaan inilah yang merupakan cikal

bakal Indofood Group yang bernaung dibawah bendera PT ISM Tbk.

Langkah berikutnya terjadi lagi pengkristalan dalam industri mi instan

ketika pada 1986, PT Indofood Interna Corporation melalui anak perusahaan

PT Lambang Insan Makmur mengambil alih PT Supermie Indonesia.

Usaha penguasaan pasar mi instan oleh Indofood atau Salim Group

tidak berhenti sampai disitu. Tahun 1992, group ini mengambil alih seluruh

saham Jangkar Jati Group di PT Indofood Interna Corporation. Puncaknya

adalah ketika Indofood mencabut produknya dari jaringan distributor PT

Wicaksana Overseas dan dialihkan ke PT IAP. Sejak saat itu dominasi

Indofood dengan mi instan dengan merek Indomie, Supermie dan Sarimi

semakin menguasai pasar mi instan di pasar domestik.

2.2. Pemasaran

2.2.1. Definisi Pemasaran

Pemasaran terdiri dari tindakan-tindakan yang menyebabkan

berpindahnya hak milik atas benda-benda dan jasa-jasa dan yang

menimbulkan distribusi fisik (Winardi, 1980). Oleh karenanya,

proses pemasaran meliputi baik aspek mental maupun aspek fisik.

Mental dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang

diinginkan para pembeli, dan pembeli harus pula mengetahui apa

yang dijual dan fisik dalam arti bahwa benda-benda harus

11

dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada

waktu mereka dibutuhkan. Pemasaran adalah suatu proses sosial

yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang

mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,

dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler,

2002).

Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha

yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,

mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat

memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli

potensial (Stanton dalam Swastha, 2002),. Definisi ini menunjukkan

bahwa sebenarnya pemasaran terjadi atau dimulai jauh sejak sebelum

barang-barang diproduksi. Keputusan-keputusan dalam pemasaran

harus dibuat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya dan

promosinya. Kegiatan berakhir pada saat penjualan dilakukan.

2.2.2. Bauran Pemasaran

Assauri (2004) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau

marketing mix merupakan kombinasi variabel atau kegiatan yang

merupakan inti dari sistem pemasaran, variabel yang dapat

dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi reaksi para

pembeli atau konsumen. Jadi, marketing mix terdiri dari himpunan

variabel yang dapat dikendalikan dan digunakan oleh perusahaan

untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya.

Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan

dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin dalam

melakukan tugas/kegiatan pemasarannya. Swastha (2002) juga

menyebutkan bahwa bauran pemasaran adalah kombinasi dari empat

variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran

perusahaan, yakni, produk, struktur harga, kegiatan promosi dan

sistem distribusi.

Kotler (2002) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai

seperangkat alat pemasaran yang digunakan secara terus-menerus

12

untuk mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Bauran

pemasaran atau marketing mix ini terdiri dari empat aspek atau

variabel yang disebut juga sebagai 4P, yaitu:

1. Product (produk), faktor-faktor yang termasuk seperti keragaman

produk, kualitas, desain, ciri, nama merek, kemasan, ukuran,

pelayanan, garansi dan imbalan.

2. Price (harga), seperti daftar harga diskon, potongan harga

khusus, periode pembayaran dan syarat kredit.

3. Promotion (promosi), seperti promosi penjualan, periklanan,

tenaga penjualan, public relation dan pemasaran langsung.

4. Place (tempat), seperti saluran pemasaran, cakupan pasar,

pengelompokan, lokasi, persediaan dan transportasi.

2.2.3. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling

tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau

jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2002). Revzan

dalam Swastha (1999) menyatakan, saluran merupakan suatu jalur

yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan

akhirnya sampai pada pemakai.

The American Marketing Association dalam Swastha (1999)

juga menjelaskan bahwa saluran merupakan suatu struktur unit

organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas

agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, sebuah komoditi produk,

atau jasa dipasarkan melalui saluran-saluran tersebut. Walters dalam

Swastha (1999) mengemukakan, saluran adalah sekelompok

pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara

pemindahan fisik dan mana dari suatu produk untuk menciptakan

kegunaan bagi pasar tertentu.

Sebuah saluran pemasaran melaksanakan fungsi

memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu dapat

mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang

13

memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan

atau menginginkannya.

Tujuan saluran berbeda-beda sesuai dengan karakteristik

produk. Produk yang mudah rusak lebih memerlukan pemasaran

langsung. Produk berukuran besar, seperti bahan bangunan,

memerlukan saluran yang meminimumkan jarak pengiriman dan

jumlah penanganan dalam perpindahan produk dari produsen ke

konsumen.

Secara luas, terdapat dua golongan besar lembaga-lembaga

pemasaran yang mengambil bagian dalam saluran distribusi

(Swastha, 1999). Mereka ini disebut:

1. Perantara pedagang.

2. Perantara agen.

Istilah ”pedagang” digunakan di sini untuk memberikan

gambaran bahwa usahanya mempunyai hubungan yanng erat dalam

pemilikan barang. Mereka berhak memiliki barang-barang yang

dipasarkan, meskipun pemilikannya tidak secara fisik. Pedagang

dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Produsen, yang membuat sekaligus menyalurkan barang ke

pasar.

2. Pedagang besar, yang menjual barang kepada pengusaha lain.

3. Pengecer, yang menjual barang kepada konsumen akhir.

Perantara agen atau sering disebut sebagai agen saja

dibedakan dari lembaga saluran di muka. Menurut Walters dalam

Swastha (1999) agen ini dapat didefinisikan sebagai lembaga yang

melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa-jasa atau

fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan atau distribusi

barang, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk memiliki barang

yang diperdagangkan.

The American Marketing Association dalam Swastha (1999)

menyatakan agen adalah lembaga yang membeli atau menjual

barang-barang kepada pihak lain. Agen mempunyai kegiatan

14

setingkat dengan pedagang besar. Kenyataannya, agen dapat

beroperasi pada semua tingkat dalam suatu saluran pemasaran.

Sering agen menjual barang kepada pedagang besar dan pengecer.

Jika daerah operasinya luas, agen dapat menggunakan pedagang

besar dalam saluran distribusinya. Jika daerah operasinya tidak

begitu luas, maka penjualan barang dapat langsung ke para pengecer.

Secara garis besar, agen dapat dibagi ke dalam dua kelompok

yaitu :

1. Agen Penunjang (Facilitating Agent)

Merupakan agen yang mengkhususkan kegiatannya dalam

beberapa aspek pemindahan barang dan jasa. Mereka dibagi

dalam beberapa golongan, yaitu:

a) Agen pengangkutan borongan (bulk transportation agent).

b) Agen penyimpanan (storage agent).

c) Agen pengangkutan khusus (speciality shipper).

d) Agen pembelian dan penjualan (purchase and sales agent).

Kegiatan agen penunjang adalah membantu memindahkan

barang-barang sedemikian rupa sehingga berhubungan langsung

dengan pembeli dan penjual. Jadi, agen penunjang ini melayani

kebutuhan-kebutuhan dari setiap kelompok secara serempak.

2. Agen Pelengkap (Supplemental Agent)

Agen pelengkap berfungsi melaksanakan jasa-jasa tambahan

dalam penyaluran barang dengan tujuan memperbaiki adanya

kekurangan-kekurangan. Apabila pedagang atau lembaga lain

tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan

dengan penyaluran barang, maka agen pelengkap dapat

menggantikannya. Jasa-jasa yang dilakukannya antara lain:

a) Jasa pembimbingan/konsultasi.

b) Jasa finansial.

c) Jasa informasi.

d) Jasa khusus lainnya.

15

The American Marketing Association dalam Swastha (1999),

mendefinisikan pengecer sebagai seorang pedagang yang kegiatan

pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen

akhir. Definisi ini didasarkan kepada siapa mereka menjual. Jadi,

perdagangan eceran meliputi semua kegiatan pemasaran yang

berhubungan dengan usaha-usaha untuk menjual kepada konsumen

akhir. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pengecer antara lain:

1. Mengkombinasikan beberapa jenis barang tertentu.

2. Melaksanakan jasa-jasa eceran untuk barang tersebut.

3. Menempatkan diri sebagai sumber barang-barang bagi

konsumen.

4. Menciptakan keseimbangan antara harga dan kualitas barang

yang diperdagangkan.

5. Menyediakan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan

konsumen.

6. Melakukan tindakan-tindakan dalam persaingan.

Beberapa faktor yang menjadi dasar penggolongan untuk

mengetahui pengecer yaitu :

1. Luasnya Product Line

Berdasarkan luasnya product line, pengecer dapat dibedakan ke

dalam tiga golongan yaitu specialty store, toko serba ada dan

single line store.

2. Bentuk Pemilikan

Menurut bentuk pemilikannya pengecer dapat digolongkan ke

dalam : independent store dan corporate chain store.

3. Penggunaan Fasilitas

Pengecer dapat digolongkan menurut penggunaan fasilitas yang

mereka lakukan dalam mengadakan hubungan dengan konsumen.

Terdapat dua kelompok pengecer, yaitu toko pengecer dan

pengecer tanpa toko.

16

4. Ukuran Toko

Ukuran toko dapat diketahui dengan melihat volume

penjualannya sehingga masing-masing pengecer mempunyai

ukuran yang berbeda-beda dengan masalah-masalah manajemen

yang berbeda pula. Kegiatan-kegiatan promosi keuangan,

pembelian dan sebagainya dipengaruhi oleh besarnya volume

penjualan toko tersebut. Berdasarkan ukuran tokonya, pengecer

dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pengecer kecil

(small scale retailer) dan pengecer besar (large scale retailer).

The American Marketing Association dalam Swastha (1999)

juga mendefinisikan pedagang besar sebagai sebuah unit usaha yang

membeli barang-barang dagangan dan menjualnya lagi kepada para

pengecer serta pedagang lain dan/atau kepada lembaga-lembaga

industri serta pemakai komersial. Pedagang besar dalam pasar

industri dikenal sebagai distributor industri. Pedagang besar

menempati posisi antara produsen dan pengecer pada saluran

distribusi, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Saluran distribusi melalui pedagang besar dan pengecer (Swastha, 1999)

Pedagang besar dapat digolongkan berdasarkan beberapa

faktor, yaitu :

1. Fungsi yang dilakukan

Pedagang besar dibagi ke dalam dua golongan menurut

fungsi yang dilakukan, yaitu:

a. Pedagang besar dengan fungsi penuh (full function wholesaler)

Merupakan jenis pedagang besar yang paling tua atau

paling awal digunakan. Fungsi-fungsi pemasaran yang

Produsen Pedagang

Besar

Pengecer

Konsumen

17

dilakukan antara lain: fungsi pembelian, fungsi penjualan,

fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, fungsi

keuangan, fungsi pengambilan resiko dan sebagainya.

b. Pedagang besar dengan fungsi terbatas (limited function wholesaler)

Pedagang besar dengan fungsi terbatas hanya menjalankan

fungsi atau jasa yang terbatas. Pedagang besar dengan

fungsi terbatas ini diawali dengan perubahan bentuk

daripada pedagang besar jenis yang pertama (pedagang

besar dengan fungsi penuh). Peningkatan efisiensi yang

mereka lakukan sekarang hanya terbatas pada beberapa

fungsi pemasaran secara terbatas. Fungsi-fungsi yang

mereka tinggalkan, sekarang dilakukan oleh produsen

dan/atau pengecer, sehingga biaya operasi yang harus

ditanggungnya menjadi berkurang.

2. Daerah yang dilayani

Pedagang besar dapat digolongkan menurut daerah yang

dilayaninya menjadi :

a. Pedagang besar nasional yang melayani daerah operasi

seluruh Indonesia.

b. Pedagang besar regional yang mempunyai daerah operasi

meliputi satu propinsi.

c. Pedagang besar lokal yang hanya melayani langganan-

langganannya di satu kota atau satu daerah kabupaten.

3. Integrasi

Tidak semua perdagangan besar selalu dilakukan sepenuhnya

oleh lembaga-lembaga yang disebut pedagang besar. Kadang-

kadang perdagangan besar dikombinasikan dengan kegiatan

pengolahan atau perdagangan eceran. Kombinasi semacam ini

disebut perdagangan besar yang terintegrasi (integrated

wholesaling), karena menyangkut pemilikan lebih dari satu

macam perantara saluran.

18

Perdagangan besar yang dikombinasikan dengan produsen

merupakan satu jenis integrasi yang terjadi apabila fungsi

perdagangan besar dikombinasikan dengan fungsi-fungsi

produsen.

Tiga jenis saluran pemasaran menurut Kotler (2002), yang

digunakan pemasar untuk mencapai sasarannya adalah :

1. Saluran Komunikasi

Digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari

pembeli sasaran. Saluran komunikasi ini meliputi surat kabar,

majalah, radio, televisi, pos, telepon, papan iklan, poster,

pamflet, CD, audiotape dan internet.

2. Saluran Distribusi

Digunakan untuk memamerkan atau menyerahkan produk fisik

atau jasa kepada pembeli atau pengguna. Kita mengenal ada

saluran distribusi fisik dan saluran distribusi jasa, yang

termasuk didalamnya adalah pergudangan, sarana transportasi

dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan

pengecer.

3. Saluran Penjualan

Digunakan untuk mempengaruhi transaksi dengan pembeli

potensial. Saluran penjualan mencakup tidak hanya distributor

dan pengecer melainkan juga bank-bank dan perusahaan

asuransi yang memudahkan transaksi.

2.3. Distribusi

2.3.1. Distribusi Fisik (Logistik)

Distribusi fisik adalah seperangkat kegiatan yang mencakup

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan arus bahan atau barang

jadi dari tempat asal menuju tempat pemakai atau konsumen untuk

memenuhi kebutuhan. Tujuan distribusi fisik adalah mengantarkan

produk pada waktu yang tepat dengan tingkat biaya yang serendah

mungkin (Kotler, 2002).

19

Menurut Chandradhy (1978), tujuan utama dari distribusi

secara fisik adalah untuk menyalurkan barang-barang yang tersedia,

sedangkan hanya sedikit perhatian yang dicurahkan pada keinginan

serta kebutuhan para konsumen, atau pada cara-cara memberikan

pelayanan yang lebih baik kepada mereka. Banyak produsen tidak

menaruh perhatian pada pemasaran. Hal ini telah menimbulkan

suatu kekosongan dalam rantai distribusi yang kemudian diisi oleh

pedagang menengah (intermediaries).

Pedagang besar atau grosir (disebut juga distributor) berbeda

dengan pegecer dalam beberapa hal. Pertama, pedagang-pedagang

besar kurang memperhatikan promosi, suasana dan lokasi karena

mereka bertransaksi dengan pelanggan bisnis dan bukan konsumen

akhir. Kedua, transaksi perdagangan besar biasanya lebih besar

daripada transaksi eceran dan pelanggan besar biasanya meliputi

daerah perdagangan yang lebih luas daripada pengecer. Ketiga,

pemerintah berhubungan dengan pedagang besar dan pengecer

dengan cara yang berbeda dalam hal hukum dan pajak (Kotler

(2002).

Istilah distribusi fisik dipakai untuk menggambarkan luasnya

kegiatan pemindahan suatu barang ke tempat tertentu pada saat

tertentu. Penyaluran suatu barang ke tempat tertentu pada saat yang

tepat dapat dilakukan untuk memaksimumkan kesempatan pada

volume penjualan yang menguntungkan. Produsen kegiatan

distribusi fisik ini, tidak hanya meliputi pemindahan barang jadi dari

akhir proses produksi sampai ke konsumen akhir, tetapi juga

menyangkut arus bahan baku dari suatu sumber sampai pada akhir

proses produksi. Terdapat dua masalah penting yang terdapat dalam

kegiatan distribusi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan.

Berhasil tidaknya usaha pemasaran/penjualan sangat

tergantung pada cara penyaluran yang digunakan dan kelancarannya.

Hal ini menunjukkan terdapat pengertian penyaluran yang diartikan

sebagai proses penyampaian atau mengalirnya suatu produk dari

20

sumber yaitu produsen, sampai ke tempat tujuan atau ke tangan

konsumen. Pengertian ini kadang-kadang dihubungkan atau

dikaitkan dengan pengertian logistik, yaitu kegiatan pengadaan dan

penyaluran fisik suatu produk (barang-barang) yang dibutuhkan

dalam proses pelaksanaan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.

Logistik berkaitan dengan penyampaian produk sampai ke tempat

tujuan yaitu konsumen yang membutuhkan produk tersebut dan

keberhasilannya sangat ditentukan oleh pengadaan atau

penyediaannya. Aspek logistik ini mencakup semua kegiatan mulai

mendapatkan atau mengadakan barang, menyimpan barang tersebut,

menyediakan dan menyampaikannya, sehingga meliputi logistik

usaha (business logistic) dan logistik pemasaran (marketing logistic).

2.3.2. Saluran Distribusi

Distribusi barang dari produsen ke konsumen adalah suatu

mata rantai untuk meluaskan pasar, dimulai dari yang terdekat

dengan produsen, yaitu distributor, agen sampai pengecer. Semakin

dekat ke produsen, harga yang diperoleh makin rendah, tetapi dengan

jumlah pembelian yang besar. Semakin jauh dari produsen, harga

yang diperoleh makin mahal.

Kotler (2005) mengemukakan bahwa saluran distribusi dapat

dibedakan berdasarkan jumlah tingkatannya. Setiap perantara yang

melakukan usaha menyalurkan barang kepada pembeli akhir

membentuk suatu tingkat akhir saluran. Secara umum saluran

distribusi barang konsumen disajikan dalam Gambar 2.

Saluran tingkat nol adalah proses penjualan produk secara

langsung dari produsen kepada konsumen. Penjualan langsung ini

dapat dilakukan dengan cara dari rumah ke rumah oleh wakil

produsen, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko produsen.

Saluran tingkat satu mempunyai satu perantara, misalnya pengecer.

Saluran tingkat dua mempunyai dua perantara misalnya pedagang

besar dan pengecer. Saluran tingkat tiga dibagi menjadi tiga, yaitu

pedagang besar, pemborong dan pengecer.

21

Baik tidaknya saluran distribusi yang digunakan oleh sebuah

perusahaan itu dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri

maupun pasarnya. Beberapa masalah yang dapat ditinjau dalam

memilih saluran distribusi (Swastha, 1999) adalah :

1. Panjangnya saluran distribusi.

Alternatif saluran yang digunakan sering dikaitkan dengan

golongan barang yang ada. Terdapat dua macam saluran, yaitu:

saluran distribusi untuk barang konsumsi dan saluran distribusi

untuk barang industri. Pada prinsipnya, kedua macam saluran ini

sama.

Gambar 2. Saluran distribusi barang konsumen(Kotler, 2002)

Secara luas terdapat lima macam saluran dalam pemasaran

barang-barang konsumsi. Produsen mempunyai alternatif untuk

menggunakan kantor dan cabang penjualan pada masing-masing

saluran. Selain itu juga terdapat kemungkinan penggunaan agen

pedagang besar dan pengecer. Kelima macam saluran tersebut

adalah:

a. Produsen-Konsumen akhir

Merupakan saluran distribusi yang paling pendek dan paling

sederhana untuk barang-barang konsumsi. Sering juga

disebut saluran langsung karena tidak melibatkan pedagang

P R O D U S E N

Pedagang Besar

Pedagang Besar

Pemborong

Pengecer

Pengecer

Pengecer

K O N S U M E N

22

besar. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya

melalui pos atau mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke

rumah).

b. Produsen-Pengecer-Konsumen akhir

Beberapa pengecer besar membeli secara langsung dari

produsen. Ada juga beberapa produsen yang mendirikan

toko pengecer untuk melayani penjualan langsung pada

konsumennya, tetapi kondisi saluran semacam ini tidak

umum dipakai.

c. Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir

Saluran ini disebut juga saluran tradisional dan banyak

digunakan oleh produsen. Produsen hanya melayani

penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar.

d. Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen akhir

Selain menggunakan pedagang besar, produsen dapat pula

menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara agen

lainnya untuk mencapai pengecer, terutama pengecer besar.

e. Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen akhir

Produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam

penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian

menjualnya kepada toko-toko kecil untuk mencapai pengecer

kecil.

Kelima macam saluran dalam distribusi barang konsumsi dapat

dilihat pada Gambar 3.

2. Banyaknya perantara atau penyalur yang dibutuhkan.

Produsen mempunyai tiga alternatif pilihan dalam menentukan

jumlah perantara untuk ditempatkan sebagai pedagang besar atau

pengecer, yaitu:

a. Distribusi Intensif

Umumnya dilakukan oleh produsen yang menjual barang

convenience dan memiliki saluran distribusi yang panjang.

Perusahaan berusaha menggunakan penyalur, terutama

23

pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan

mencapai konsumen. Semua ini dimaksudkan untuk

mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen.

b. Distribusi Selektif

Biasa dipakai untuk memasarkan produk baru, barang

shopping atau barang spesial, dan barang industri jenis

accessory equipment. Umumnya memiliki saluran distribusi

yang sedang. Penggunaan saluran ini dimaksudkan untuk

meniadakan penyalur yang tidak menguntungkan dan

meningkatkan volume penjualan dengan jumlah transaksi

lebih terbatas.

Gambar 3. Saluran distribusi untuk produsen barang konsumsi(Swastha, 1999)

c. Distribusi Eksklusif

Umumnya dipakai untuk menjual barang-barang spesial,

dengan panjang saluran yang lebih pendek. Distribusi

eksklusif dilakukan oleh perusahaan dengan hanya

Produsen Produsen Produsen Produsen Produsen

Agen Agen

Pedagang Besar

Pedagang Besar

Pengecer Pengecer Pengecer Pengecer

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir

Konsumen Akhir

24

menggunakan satu pedagang besar atau pengecer dalam

daerah pasar tertentu. Hanya dengan satu penyalur, maka

produsen akan lebih mudah mengadakan pengawasan,

terutama pengawasan dalam tingkat harga eceran maupun

usaha kerjasama dengan penyalur dalam periklanan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan saluran.

Pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi dalam

pemilihan saluran oleh manajemen. Faktor lain yang perlu

dipertimbangkan adalah produk, perantara dan perusahaan itu

sendiri. Perusahaan yang mengadakan pemilihan saluran

distribusi harus menganut tiga kriteria, yaitu : pengawasan

saluran, pencakupan pasar dan ongkos.

4. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda.

Beberapa saluran (disebut juga saluran distribusi ganda) dapat

digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang

berbeda. Ini dilakukan apabila produsen menjual:

a. Produk yang sama untuk konsumen dan pasar industri.

b. Produk yang tidak ada hubungannya.

Saluran distribusi ganda ini sering juga digunakan untuk

mencapai pasar yang sama meskipun ada perbedaan sedikit

dalam jumlah pembeli atau kepadatan pada bagian pasarnya.

Produsen yang menjual produk yang sama kepada konsumen dan

pemakai industri biasanya menggunakan struktur saluran yang

terpisah.

Penggunaan saluran ganda ini dapat menimbulkan pertentangan

dalam saluran karena produk yang bermerek sama, lama

kelamaan memasuki pasar yang sama. Hal ini dapat berakibat

pada harga eceran yang berbeda, di mana satu macam barang

disalurkan melalui rantai saluran yang berbeda.

25

5. Pemilihan saluran distribusi untuk produk baru atau perusahaan

baru.

Masalah-masalah khusus dalam penyaluran produk akan

dijumpai oleh produsen yang menjual produk baru atau

perusahaan baru dengan produk baru atau produk yang telah ada.

Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan

berikut :

a. Produk tersebut dan banyaknya keinginan konsumen yang

dapat direalisir.

b. Beberapa produk baru atau perusahaan baru, promosi adalah

sangat penting.

c. Produsen dapat menjumpai kesulitan dalam penentuan

saluran yang dibutuhkan hanya karena perantara tidak

bersemangat dalam menjual produk-produknya. Hal ini

menunjukkan bahwa produsen perlu menggunakan beberapa

saluran.

2.4. Program Linier

Subagyo, dkk (2000) mendefinisikan Linear Programming (LP)

sebagai suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan

masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.

Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau

menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana

masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan

jumlahnya terbatas. LP mencakup perencanaan kegiatan-kegiatan untuk

mencapai suatu hasil yang optimal, yaitu suatu hasil yang mencerminkan

tercapainya sasaran tertentu yang paling baik (menurut model matematis) di

antara alternatif-alternatif yang mungkin, dengan menggunakan fungsi

linear.

Model LP adalah bentuk matematis dari perumusan masalah umum

pengalokasian sumber daya untuk berbagai kegiatan. Model LP ini

menyajikan bentuk dan susunan dari masalah-masalah yang akan

dipecahkan dengan teknik LP. Fungsi dalam model LP dikenal dua macam

26

fungsi yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi kendala (constraint

function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran

di dalam permasalahan LP yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal

sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal.

Umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z, sedangkan

fungsi kendala merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan

kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai

kegiatan.

Asumsi dasar yang melandasi model matematik dari program linear

(Subagyo, dkk, 2000) adalah :

1. Proportionality

Naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang

tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan

tingkat kegiatan.

2. Additivity

Nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam LP

dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh

kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian

nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain

3. Divisibility

Keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa

bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.

4. Deterministic (Certainty)

Semua parameter yang terdapat dalam model LP ( ijijij Cba ,, ) dapat

diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.

Untuk mengemukakan permasalahan LP, disusun suatu model

matematis sebagai berikut:

Fungsi tujuan :

Maks/Min : jj XCXCXCXCZ ++++= ......332211 .................(1)

27

Fungsi kendala : 11313212111 ......... bXaXaXaXa jj ≤++++

.

.

.

ijijiii bXaXaXaXa ≤++++ .........332211

0.,.........0,0 21 ≥≥≥ jXXX ...............................(2)

Di mana:

Z : Nilai yang dioptimalkan (maksimum atau minimum). jC : Parameter yang dijadikan kriteria optimasi.

jX : Peubah pengambilan keputusan yang ingin dicari, tidak diketahui.

ija : Koefisien teknologi peubah pengambil keputusan dalam kendala ke-i.

ib : Sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan yang bersangkutan.

Fungsi tujuan dalam LP mencerminkan atau menggambarkan tujuan

yang ingin dicapai dalam pemecahan suatu masalah LP. Pemograman linear

terlalu bervariasi untuk digambarkan secara lengkap.Pengertian mengenai

mengalokasi sumber-sumber daya terbatas di antara kegiatan-kegiatan yang

bersaing mungkin kurang sesuai sekarang, tetapi terlepas dari pengertiannya

atau konteksnya, yang diperlukan adalah bahwa pernyataan matematis di

dalam masalah sesuai dengan bentuk yang diizinkan.

Pemecahan masalah dalam penelitian ini, perlu membahas beberapa

masalah pemograman linear yang khusus jenisnya. Jenis-jenis khusus ini

mempunyai beberapa sifat-sifat penting. Pertama, jenis khusus ini sering

manual dalam berbagai konteks. Kecenderungannya adalah bahwa

dibutuhkan banyak kendala dan variabel, sehingga menerapkan secara

langsung metode simpleks dengan komputer akan memakan usaha

komputasi banyak sekali. Beruntung bahwa ciri yang lain adalah bahwa

kebanyakan koefisien ija dalam kendala-kendala nol, dan koefisien tidak nol

yang relatif sedikit muncul menurut pola yang jelas. Akibatnya adalah

dikembangkannya versi-versi metode simpleks yang khusus disederhanakan

yang dapat menghemat usaha komputasi dengan memanfaatkan struktur

khusus masalah yang bersangkutan.

28

Barangkali jenis khusus yang paling penting dalam masalah

pemograman linear adalah masalah transportasi. Prosedur penyelesaian

khususnya akan dibahas, khususnya untuk memperlihatkan jenis

penyederhanaan metode simpleks yang diperoleh dengan memanfaatkan

struktur khusus dari masalah yang bersangkutan.

2.5. Model Transportasi

Mulyono (2004) menyatakan bahwa masalah transportasi

berhubungan dengan distribusi suatu produk tunggal dan beberapa sumber,

dengan penawaran terbatas, menuju beberapa tujuan, dengan permintaan

tertentu, pada biaya transpor minimum. Suatu tempat tujuan dapat

memenuhi permintaannya dari satu atau lebih sumber karena hanya ada satu

dua macam barang.

Subagyo, dkk (2000) mengemukakan bahwa metode transportasi

adalah suatu metode yang digunakan untuk mengatur distribusi dari

sumber-sumber yang menyediakan produk yang sama, ke tempat-tempat

yang membutuhkan secara optimal. Alokasi produk ini harus diatur

sedemikian rupa, karena terdapat perbedaan biaya-biaya alokasi dari satu

sumber ke tempat-tempat tujuan berbeda dan dari beberapa sumber ke suatu

tempat tujuan juga berbeda.

Taha (1996) mengemukakan bahwa model transportasi berusaha

menentukan sebuah rencana transportasi sebuah barang dari sejumlah

sumber ke sejumlah tujuan. Data dalam model ini mencakup:

1. Tingkat penawaran di setiap sumber dan jumlah permintaan di setiap

tujuan.

2. Biaya transportasi per unit barang dari setiap sumber ke setiap tujuan.

Sebuah tujuan dapat menerima permintaannya dari suatu sumber atau

lebih karena hanya terdapat satu barang. Tujuan dari model ini adalah

menentukan jumlah yang harus dikirim dari setiap sumber ke setiap tujuan

sedemikian rupa sehingga biaya transportasi total diminimumkan.

Asumsi dasar dari model ini adalah bahwa biaya transportasi di

sebuah rute tertentu adalah proporsional secara langsung dengan jumlah unit

29

yang dikirimkan. Definisi ”unit transportasi” akan bervariasi tergantung

pada jenis ”barang” yang dikirimkan.

Dimyanti dan Dimyanti dalam Aditya (2002) menyatakan bahwa

ciri-ciri khusus persoalan transportasi adalah:

1. Terdapat sejumlah sumber dan tujuan tertentu.

2. Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber

dan yang diminta oleh setiap tujuan tertentu.

3. Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu

tujuan besarnya sesuai dengan permintaan dan atau kapasitas sumber.

4. Ongkos pengangkutan dari suatu sumber ke suatu tujuan besarnya

tertentu.

Bentuk umum model transportasi dengan tujuan meminimumkan

biaya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Fungsi tujuan : Min ij

m

i

n

jij XCZ ∑∑

= =

=1 1

...................................................(3)

Fungsi Kendala : i

m

iij aX ≤∑

=1 ; i = 1, 2, 3, ......, m

j

n

jij bX ≥∑

=1

; j = 1, 2, 3, ......, n

0≥ijX untuk semua i dan j .......................................(4)

Keterangan notasi:

ijC = Biaya transportasi per unit produk ijX dari sumber i ke tujuan j

ijX = Jumlah satuan yang dikirimkan dari sumber i ke tujuan j

ia = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber i

jb = Jumlah permintaan di daerah permintaan tujuan j m = Jumlah daerah sumber n = Jumlah daerah tujuan

2.6. Masalah Transportasi Tak Seimbang

Suatu model transportasi dinyatakan seimbang (balanced

transportation model) ketika penawaran total sama dengan permintaaan total

( ∑∑ ===

n

j jm

i i ba11

). Penawaran tidak selalu dapat dipastikan sama dengan

permintaan atau melebihinya dalam kenyataan, yang sering terjadi adalah

30

jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran. Jika hal itu terjadi

maka model persoalannya disebut sebagai model transportasi tak seimbang

(unbalanced transportation model), dan dalam penyelesaiannya metode

solusi transportasi membutuhkan sedikit modifikasi.

Pertidaksamaan (≤ ) kendala permintaan menunjukkan bahwa semua

unit yang tersedia akan dikirimkan. Namun, satu atau lebih kendala

permintaan tak akan terpenuhi. Keadaan ini dicerminkan dengan

menambahkan suatu baris dummy.

Pengaruhnya, suatu sumber khayalan telah ditambahkan hingga

menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Sesungguhnya kotak dummy

ini adalah analog dengan variabel slack, yang nilai kontribusinya dalam

fungsi tujuan sama dengan nol.

Jika jumlah permintaan melebihi penawaran, maka dibuat suatu

sumber dummy yang akan menambah jumlah penawaran, yaitu sebanyak

∑∑ − ij ab . Sebaliknya, jika jumlah penawaran lebih besar daripada

jumlah permintaan. Maka dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap

kelebihan tersebut, yaitu sebanyak ∑∑ − ji ba .

Ongkos transportasi per unit ( ijC ) dari sumber dummy ke seluruh

tujuan adalah nol. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya dari

sumber dummy tidak terjadi pengiriman. Begitu pula dengan ongkos

transportasi per unit dari semua sumber ke tujuan dummy adalah nol.

Sumber ditulis dalam baris-baris dan tujuan dalam kolom-kolom.

Tabel tersebut mempunyai kotak bernilai m x n. Biaya transport per unit

( ijC ) dicatat pada kotak kecil di bagian atas setiap kotak. Permintaan dari

setiap tujuan terdapat pada baris paling bawah, sementara penawaran setiap

sumber dicatat pada kolom paling kanan. Kotak pojok kanan bawah

menunjukkan bahwa penawaran sama dengan permintaan (S=D). Variabel

ijX pada setiap kotak menunjukkan jumlah barang yang diangkut dari

sumber i ke tujuan j (yang akan dicari) (Mulyono, 2004).

31

2.7. Optimalisasi

Optimalisasi adalah serangkaian proses untuk mendapatkan gugus

kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi

tertentu. Optimalisasi dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik suatu

masalah yang diarahkan pada tujuan maksimalisasi atau minimalisasi

melalui fungsi tujuan dengan pendekatan normatif (Nasendi dan Anwar

dalam Aditya, 2002).

Nilai atau keuntungan maksimum yang dihasilkan dari proses

produksi untuk meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses

produksi dengan memperhatikan kendala-kendala yang berada di luar

jangkauan pelaku kegiatan, merupakan tujuan dilakukannya optimalisasi.

Oleh karena itu, dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut. Kegiatan

produksi berusaha untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas di

antara berbagai yang bersaing (Buffa dan Sarin dalam Yuni, 2000).

Riset operasi berusaha menentukan arah tindakan terbaik (optimum)

dari sebuah masalah pengambilan keputusan di bawah pembatasan sumber

daya yang terbatas. Dengan demikian riset operasi merupakan sebuah

teknik pemecahan masalah yang membantu proses optimalisasi.

2.8. Penelitian Terdahulu

Analisis tentang optimalisasi telah banyak dilakukan, di antaranya

pada beberapa kasus khusus seperti masalah transportasi dan distribusi.

Sukhawati (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Optimalisasi Distribusi

Lada Putih dan Hitam Indonesia untuk Pasar Ekspor serta Daya Saingnya di

Pasar Internasional, berusaha mempelajari dan menganalisis distribusi

optimal lada putih dan hitam Indonesia untuk pasar ekspor dengan biaya

transportasi minimum, serta daya saingnya di pasar internasional. Analisis

data dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah optimal distribusi

lada dalam model transportasi pada program linier dan daya saing ekspor

lada Indonesia melalui elastisitas substitusi ekspor dan regresi sederhana,

serta secara kualitatif atau deskripif untuk mengetahui perkembangan luas

areal, produksi, konsumsi, volume dan nilai ekspor lada Indonesia.

32

Berdasarkan hasil optimal menunjukkan bahwa pendistribusian

ekspor lada putih dan hitam Indonesia dari Bangka dan Lampung ke-19

negara importir utama masih belum efisien dan dapat diperbaiki dengan cara

menekan atau meminimumkan biaya transportasi melalui optimalisasi

distribusi. Pola distribusi yang optimal diperoleh pada iterasi ke 11 dengan

nilai fungsi tujuan sebesar US$6.783.190 dan terdapat selisih total biaya

transportasi sebesar US$ 11.168 dari distribusi aktual.

Analisis daya saing ekspor lada Indonesia di pasar internasional

selama tahun 1986-1999 menunjukkan bahwa: (1) terhadap ekspor lada

Brazil bersifat substitusi di wilayah pasar Amerika, Eropa Barat dan Asia-

Afrika Pasifik, (2) terhadap ekspor lada India bersifat substitusi di keempat

wilayah pasar, (3) terhadap ekspor lada Malaysia bersifat substitusi di

wilayah pasar Amerika, Eropa Timur dan Asia-Afrika Pasifik, (4)terhadap

ekspor negara lain bersifat substitusi di wilayah pasar Eropa Barat, Eropa

Timur, dan Asia-Afrika Pasifik. Meskipun pada umumnya hasil analisis ini

tidak nyata atau tidak signifikan menurut uji statistik, berdasarkan tanda

koefisien elastisitas dapat dinyatakan bahwa perdagangan lada Indonesia

memiliki tingkat persaingan yang cukup tinggi di pasar internasional.

Penelitian Aditya (2002) menganalisis tingkat optimalisasi distribusi

teh botol sosro di PT Sasana Caraka Mekarjaya khususnya unit Cakung

Tugu. Penelitian dengan alat analisis LP ini, dapat diketahui bahwa

distribusi aktual yang dilakukan PT Sinar Sosro belum optimal dalam

menghemat biaya distribusi. Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat

aktual berbeda dengan distribusi pada tingkat optimal. Pada tingkat optimal

terjadi penghematan biaya distribusi sebesar Rp 843.541,00 per tahun dari

anggaran perusahaan. Selain itu, hasil pengolahan LP untuk kasus

transportasi ini menunjukkan bahwa persentase pengiriman terbesar adalah

menuju Kranji. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh murahnya biaya

angkut per krat dari gudang ke dister yang terdapat di Kranji.

Barani (2002) meneliti optimasi distribusi beras dari daerah Sentra

Produksi ke Sub Dolog Tujuan di wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jalur perencanaan pemasokan beras

33

dan jumlah optimum alokasi pemasokan beras dari daerah-daerah surplus

produksi ke Sub Dolog-Sub Dolog tujuan di Jawa Barat dan Jawa Tengah

yang menimbulkan total biaya angkutan adalah minimum. Metode yang

digunakan adalah Model Transportasi dan Model Goal Programming.

Penelitian ini menggunakan dua model untuk wilayah Jawa Barat maupun

wilayah Jawa Tengah. Model pertama adalah minimalisasi biaya distribusi

beras dari daerah surplus produksi ke lokasi gudang-gudang Sub Dolog

tanpa dibedakan letak geografisnya. Model kedua adalah minimalisasi biaya

angkutan beras dari daerah surplus produksi ke lokasi-lokasi gudang yang

dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan letak geografis yaitu wilayah

Utara dan wilayah Selatan. Daerah tujuan distribusi dalam model adalah

delapan wilayah kerja Sub Dolog untuk Jawa Barat dan enam wilayah kerja

Sub Dolog untuk Jawa Tengah.

Pada Model I dan Model II baik wilayah Jawa Barat maupun Jawa

Tengah dapat diketahui bahwa perencanaan distribusi beras dengan Model I

lebih efisien dibandingkan dengan Model II. Total biaya angkutan dengan

Model I untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.006.276.000,00 dan untuk Jawa

Tengah sebesar Rp 21.252.109.321,88. Sedangkan total biaya angkutan

dengan Model II untuk Jawa Barat sebesar Rp 21.298.035.555,28 dan Jawa

Tengah sebesar Rp 21.343.860.421,88. Hal ini berarti perencanaan

distribusi beras dengan Model I untuk wilayah Jawa Barat akan lebih hemat

sebesar Rp 291.759.552,28 dan Jawa Tengah akan lebih hemat sebesar Rp

91.751.100,00 jika dibandingkan dengan menerapkan Model II.

Berdasarkan telaah pustaka, hingga saat ini belum pernah dilakukan

penelitian mengenai optimalisasi distribusi produk mi instan di IPB.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada beberapa

kasus, optimalisasi distribusi dapat dianalisis secara baik dengan

menggunakan pendekatan metode LP. LP adalah alat analisis kuantitatif

yang memiliki keunggulan dalam efisiensi penggunaan waktu, biaya, dan

perolehan informasi (Aprido, 2005). Model yang digunakan dalam

penelitian ini hampir sama dengan penelitian Aditya (2002), yaitu model

transportasi dengan metode stepping stone. Penelitian Sukhawati (2001)

34

selain model transportasi juga digunakan elastisitas substitusi ekspor dan

regresi sederhana. Metode yang digunakan pada penelitian Barani adalah

menggunakan Model Transportasi dan Model Goal Programming.

Kelebihan dari penelitian ini adalah pengkajian dilakukan terhadap

salah satu produk mi instan yang cukup populer di masyarakat, yaitu Sarimi.

Mi instan sebagai salah satu makanan yang saat ini umum digunakan

sebagai pengganti nasi memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti. Selain

itu, dalam penelitian ini digunakan banyak variabel yang memungkinkan

pemanfaatan sumber daya secara optimal. Penggunaan software LINDO

sangat memudahkan dalam pengolahan data, keluarannya sangat informatif

dan dapat sekaligus diperoleh analisis sensitivitasnya.

35

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

PT SIP merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha

penyaluran (distribusi) barang-barang konsumsi. Secara umum, PT SIP

memiliki perkembangan yang cukup baik, terlihat dari pangsa pasarnya yang

sudah meliputi seluruh wilayah Jabodetabek.

Salah satu produk yang dijual oleh PT SIP adalah Sarimi. Omzet

penjualan Sarimi oleh PT SIP memang cukup besar. Upaya promosi yang

dilakukan oleh PT SIP tidak cukup untuk meyakinkan pelanggan untuk tetap

setia membeli Sarimi. Pelanggan harus diyakinkan agar produk yang

dibutuhkan, yaitu Sarimi, tersedia setiap saat dan mudah diperoleh di mana

saja dan untuk menjamin hal itu PT SIP perlu melakukan upaya distribusi

yang maksimal. Distribusi merupakan salah satu fungsi pemasaran selain

strategi produk, harga, dan promosi yang perlu ditetapkan secara tepat oleh

sebuah perusahaan. Melalui strategi distribusi yang baik, diharapkan saluran

pemasaran produk dan status kepemilikan dari produksi ke konsumen dapat

dilakukan sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Titik perhatian dalam penelitian ini difokuskan pada pengalokasian

distribusi yang dapat meminimalisasikan biaya distribusi yang dilakukan

oleh PT SIP Bogor. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Gambar 4.

36

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Perusahaan • Maksimalisasi keuntungan • Minimalisasi biaya

Alokasi Distribusi Optimal

Biaya Angkut

Jumlah Penawaran

Jumlah Permintaan

Pemodelan dengan LP

Dianalisa dengan metode Transportasi

Output: • Primal • Dual • Sensitivitas

Distribusi Aktual

Umpan Balik

Analisis Penyimpangan

1 2 3

37

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di PT SIP yang merupakan

perusahaan distributor yang menjual berbagai macam barang

konsumsi. PT SIP berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp.

Tunggilis, Kedung Halang, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan PT SIP adalah salah

satu perusahaan distributor yang cukup besar dan memiliki tingkat

perkembangan yang baik. Pengumpulan data dilaksanakan pada

bulan April-Juni 2006.

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan, wawancara

dengan staf terkait. Data sekunder diperoleh dari data perusahaan

meliputi kegiatan umum perusahaan (proses distribusi, jumlah

penawaran, jumlah permintaan, biaya transportasi dan distribusi),

berbagai studi kepustakaan seperti BPS (Badan Pusat Statistik),

Departemen Perdagangan dan literatur lainnya yang relevan dengan

penelitian ini.

3.3.3. Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif atau deskriptif untuk

mengidentifikasi sistem/pola pendistribusian Sarimi di PT SIP dan

perkembangannya, serta secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah

optimal dan aktual distribusi Sarimi di wilayah Bogor dengan

menggunakan model transportasi pada program linier. Model ini

akan memberikan solusi alokasi barang optimal yang akan

meminimumkan biaya.

Fungsi tujuan dari model perencanaan ini adalah

meminimumkan total biaya angkut dari PT SIP ke toko-toko grosir

yang ada di 33 kecamatan di wilayah Bogor dan Depok, dengan

kendala-kendala sebagai berikut:

38

Fungsi Tujuan : Min ij

m

i

n

jij XCZ ∑∑

= =

=1 1

.......................................(5)

Fungsi Pembatas : i

m

iij aX =∑

=1

j

n

jij bX ≤∑

=1

,0≥ijX untuk semua i dan j ...........................(6)

Keterangan notasi:

ijC = Biaya angkut (Rp/karton) dari sumber pada tahun i ke tujuan j

ijX = Jumlah karton yang dikirimkan dari sumber pada tahun i ke tujuan j

ia = Jumlah penawaran yang tersedia di daerah sumber pada tahun i

jb = Jumlah permintaan (karton) di daerah permintaan tujuan j m = Jumlah daerah sumber n = Jumlah daerah tujuan i = Data tahunan j = Daerah tujuan

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menyelesaikan

persoalan transportasi adalah mencari solusi awal. Beberapa metode

untuk mencari solusi layak dasar awal adalah :

a. Metode North-west Corner

Metode ini adalah yang paling sederhana di antara tiga metode

yang telah disebutkan untuk mencari solusi awal. Kenyataannya,

metode ini adalah yang paling tidak efisien, karena ia tidak

mempertimbangkan biaya transport per unit dalam membuat

alokasi. Akibatnya, mungkin diperlukan beberapa iterasi solusi

tambahan sebelum solusi optimum diperoleh.

b. Metode Least-Cost

Metode Least-Cost berusaha mencapai tujuan minimalisasi biaya

dengan alokasi sistematik kepada kotak-kotak sesuai dengan

besarnya biaya transport per unit. Pada umumnya, metode Least-

Cost akan memberikan solusi awal lebih baik (biaya lebih

39

rendah) dibanding metode North-West Corner, karena metode

Least-Cost menggunakan biaya per unit sebagai kriteria alokasi

sementara metode North-West tidak. Akibatnya, banyaknya

iterasi tambahan yang diperlukan untuk mencapai solusi

optimum lebih sedikit. Namun, dapat terjadi meskipun jarang, di

mana solusi awal yang sama atau lebih baik dicapai melalui

metode North-West Corner.

c. Metode Aproksimasi Vogel (VAM)

VAM selalu memberikan suatu solusi awal yang lebih baik

dibanding metode North-West Corner dan seringkali lebih baik

daripada metode Least-Cost. Kenyataannya, pada beberapa

kasus, solusi awal yang diperoleh melalui VAM akan menjadi

optimum. VAM melakukan alokasi dalam suatu cara yang akan

meminimumkan penalty (opportunity cost) dalam memilih kotak

yang salah untuk suatu alokasi.

Perbaikan untuk mencapai solusi optimum dilakukan setelah

solusi layak dasar awal diperoleh. Dua metode yang digunakan

untuk mencari solusi optimal di antaranya metode stepping stone dan

modified distribution.

Menurut Mulyono (2004), metode stepping stone merupakan

proses evaluasi variabel non basis yang memungkinkan terjadinya

perbaikan solusi dan kemudian mengalokasikan kembali. Pencarian

solusi optimum pada metode stepping stone dikenal dengan proses

jalur tertutup. Setiap kotak kosong menunjukkan suatu variabel

nonbasis. Bagi variabel nonbasis yang akan memasuki solusi, ia

harus memberi sumbangan dalam penurunan fungsi tujuan.

Beberapa hal penting yang perlu disebutkan dalam kaitannya

dengan penyusunan jalur stepping stone.

1. Arah yang diambil, baik searah maupun berlawanan arah dengan

jarum jam adalah tidak penting dalam membuat jalur tertutup.

2. Hanya ada satu jalur tertutup untuk setiap kotak kosong.

40

3. Jalur hanya harus mengikuti kotak terisi (di mana terjadi

perubahan arah), kecuali pada kotak kosong yang sedang

dievaluasi.

4. Namun, baik kotak terisi maupun kosong dapat dilewati dalam

penyusunan jalur tertutup

5. Suatu jalur dapat melintasi dirinya

6. Sebuah penambahan dan sebuah pengurangan yang sama besar

harus kelihatan pada setiap baris dan kolom pada jalur itu.

Tujuan dari jalur ini adalah untuk mempertahankan kendala

penawaran dan permintaan sambil dilakukan alokasi ulang barang ke

suatu kotak kosong.

Pembahasan dalam penelitian ini diantaranya meliputi tiga

analisis yaitu analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas.

Masalah program linier yang dikemukakan mula-mula disebut primal

dan dimulai dari suatu pemecahan dasar yang layak dan berlanjut

untuk berulang melalui pemecahan dasar yang layak berikutnya

sampai titik optimum dicapai. Solusi optimal untuk masalah primal

menunjukkan nilai dari variabel-variabel keputusan yang

memaksimumkan atau meminimumkan nilai dari fungsi tujuan.

Masalah primal selalu memiliki masalah tandingan yang

disebut dual. Solusi optimal untuk masalah dual cukup penting

karena solusi itu menyediakan ukuran marginal value dari sumber

daya primal yang disebut shadow prices/dual price. Shadow prices

menunjukkan jumlah perbaikan pada fungsi tujuan optimal bila nilai

sisi kanan kendala tujuan ditingkatkan sebesar satu satuan dengan

parameter-parameter lain konstan (Cook and Russel dalam Aditya,

2002).

Asumsi deterministik dalam model program linier

menyatakan bahwa semua parameter model ( jiji bCa ,, ) diketahui

konstan. Asumsi ini sulit sekali atau tidak sama sekali terjadi. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan analisis pasca optimal yang disebut

analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas ditujukan untuk mengetahui

41

perubahan-perubahan solusi optimum sebagai responsi terhadap

perubahan parameter-parameter input.

Dua tipe dari analisa sensitivitas dasar adalah analisis Right

Hand Side (ruas sisi kanan) dan fungsi kendala dan analisis

perubahan koefisien dari fungsi tujuan. Tujuan dari analisis RHS

adalah menentukan berapa banyak nilai sisi kanan dari fungsi

kendala dapat ditingkatkan atau diturunkan tanpa mengubah nilai

shadow prices-nya dengan parameter kiri dipertahankan konstan.

Analisis perubahan koefisien fungsi tujuan terhadap solusi optimal

dengan parameter lain dipertahankan konstan (Cook and Russel

dalam Aditya, 2002).

Pengolahan data dilakukan dengan software LINDO (Linear

Interactive of Descrete Optimizer). LINDO merupakan salah satu

program komputer yang dapat membantu menemukan pemecahan

optimal dengan metode simpleks. Seperti juga pada pengerjaan

metode simpleks secara manual, LINDO terdiri atas input berupa

fungsi tujuan dan fungsi kendala, dan output berupa penyelesaian

optimal.

Input berupa fungsi tujuan dan beberapa fungsi kendala

dimasukkan ke dalam program. Setelah itu akan keluar penyelesaian

optimal yang terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama dari

penyelesaian optimal adalah tabel simpleks ke-0 sampai tabel

simpleks di mana telah ditemukan solusi optimalnya. Bagian kedua

adalah nilai penyelesaian optimal jika variabel-variabel optimal

dimasukkan ke dalam fungsi tujuan. Selanjutnya bagian ketiga

adalah nilai variabel dan kendala pada kondisi optimal.

Pada bagian ketiga terdapat istilah reduced cost yang

menunjukkan penurunan nilai koefisien fungsi tujuan yang harus

dilakukan agar variabel bernilai positif. Jadi selagi nilai variabel

keputusan positif, nilai reduced cost akan selalu nol dan baru akan

bernilai positif bila variabel keputusan bernilai kurang dari nol.

42

Istilah slack or surplus adalah untuk menandai sisa atau

kelebihan kapasitas yang akan terjadi pada nilai variabel optimal

yang ditunjukkan oleh kolom variabel. Apabila nilai slack or surplus

nol berarti seluruh kapasitas pada kendala dipergunakan semua, yang

berarti kendala tersebut menentukan terbentuknya nilai variabel

optimal atau disebut juga kendala aktif.

Istilah dual price menunjukkan besarnya kenaikan nilai

tujuan sebagai akibat dari kenaikan satu unit kapasitas kendala aktif.

Perubahan (kenaikan/penurunan) kapasitas kendala agar nilai dual

price-nya tidak berubah dapat dilihat pada bagian terakhir yaitu

Right Hand Side Ranges. Pada bagian ini terdapat istilah allowable

increase dan allowable decrease yaitu nilai interval kenaikan dan

penurunan yang diizinkan. Bagian sebelumnya adalah objective

coeficient ranges yang menunjukkan interval kenaikan atau

penurunan nilai koefisien fungsi tujuan agar nilai optimal variabel

keputusan tidak berubah.

43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum dan Perkembangan Perusahaan

PT SIP adalah suatu perusahaan Perseroan Terbatas yang bergerak

dalam bidang distribusi produk food dan non food. Perusahaan yang

berlokasi di Jl. Pangkalan II No. 42 Kp. Tunggilis, Kedung Halang, Bogor

ini berdiri pada tahun 1991, didirikan atas dasar motivasi yang tinggi untuk

ikut berperan serta dalam perekonomian Indonesia. Selain itu, perusahaan

ini didirikan karena memandang pentingnya suatu badan usaha yang

bergerak dalam penyaluran barang dari produsen ke konsumen dengan

memenuhi semua tingkat kepuasan yang diterima konsumen, efisiensi, dan

peningkatan penjualan. Saat ini, PT SIP telah berkembang dan mempunyai

beberapa cabang di wilayah Jabodetabek, dan memiliki gudang di beberapa

daerah yaitu Bogor, Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang dan Sukabumi.

Perusahaan ini pun telah memiliki tenaga-tenaga ahli yang terlatih dan

berpengalaman yang mampu mengikuti inovasi dan gerak dinamis yang

cepat. Staf administrasi telah dilengkapi dengan sistem komputer (Local

Area Network), sehingga dapat memperlancar kegiatan operasional sehari-

hari. Perusahaan ini juga telah mempunyai armada pengiriman yang cukup

banyak untuk menunjang program 1 x 24 jam delivery service. Untuk itu,

perusahaan telah menyediakan lebih dari 70 unit kendaraan dengan berbagai

macam ukuran seperti L300, Mitsubishi/single dan Mitsubishi/double.

Era persaingan bisnis yang semakin ketat, membuat PT SIP selalu

berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai dengan standar distribusi

yang berlaku. Modal perilaku yang baik dan modal kejujuran merupakan

prioritas dalam menjalin hubungan kerja, baik dengan produsen maupun

dengan konsumen.

4.2. Bidang Usaha Perusahaan

PT SIP bergerak dalam jasa distribusi berbagai macam produk dari

produsen-produsen yang telah bekerja sama dengan PT SIP kepada

pedagang-pedagang besar yang ada di wilayah Jabodetabek, untuk kemudian

disalurkan lagi kepada pengecer-pengecer dan konsumen akhir. Dalam

44

proses pendistribusian produk-produk tersebut, PT SIP selalu

mengutamakan kualitas dengan cara memberikan pelayanan secara

profesional baik untuk pihak produsen maupun customer sesuai dengan

moto “Kepuasan Pelanggan”.

Perusahaan ini sangat memperhatikan tingkat kepuasan konsumen,

efisiensi dan peningkatan penjualan, karena yang paling penting pada

perusahaan distribusi adalah pelayanan kebutuhan konsumen sehingga

konsumen merasa puas dan percaya, sedang pada sisi lain efisiensi dan

peningkatan penjualan yang menjadi tujuan utama supplier dapat tercapai,

dengan demikian supplier-supplier akan mendapatkan laba sesuai yang

diinginkan.

Adapun supplier-supplier yang telah menggabungkan diri dan

mempercayakan proses penyaluran barangnya pada PT SIP adalah sebagai

berikut:

1) PT Bali Maya Permai, yang mempercayakan penyaluran produk sarden

dengan merek Botan dan Three Star.

2) PT Citra Usaha Lamindo, yang mempercayakan penyaluran produk

popok bayi dengan merek Huggies Dry.

3) PT Danone Dairy Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk

minuman dengan merek Milkuat.

4) PT Dunia Bintang Walet, yang mempercayakan penyaluran produk

agar-agar dengan merek Walet.

5) PT Dwi Satrya Utama, yang mempercayakan penyaluran produk korek

api dengan merek Bintang.

6) PT Ekamas Sarijaya, yang mempercayakan penyaluran berbagai

macam produk jelly.

7) PT Frisian Flag Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk

susu seperti susu kental manis kemasan kaleng dan sachet, susu bubuk,

dan susu steril.

8) PT Gizindo Prima Nusantara, yang mempercayakan penyaluran

produk makanan bayi dengan merek Sun.

45

9) PT Graha Kerindo Utama, yang mempercayakan penyaluran produk

tissue dengan merek Tessa.

10) PT Gunanusa Eramandiri, yang mempercayakan penyaluran produk

kacang kupas.

11) PT ISM, yang mempercayakan penyaluran produk mi instan dengan

merek Sarimi.

12) PT Johnson&Johnson Indonesia, yang mempercayakan penyaluran

berbagai macam produk perawatan bayi dengan merek

Johnson&Johnson.

13) Kaldu Sari Nabati Indonesia, yang mempercayakan penyaluran produk

snack dan wafer dengan merek Nabati.

14) PT Kara Santan Pertama, yang mempercayakan penyaluran produk

santan instan kemasan dengan merek Kara.

15) PT Maya Muncar, yang mempercayakan penyaluran produk sarden

dengan merek Maya.

16) National Panasonic Gobel, yang mempercayakan penyaluran produk

batu baterai dengan merek National.

17) PT Nirwana Lestari, yang mempercayakan penyaluran berbagai

macam produk seperti Silverqueen, Ceres, dan Top.

18) Nestle Indofood Citarasa Indonesia, yang mempercayakan penyaluran

produk kecap, sambal dan bumbu instan.

19) PT Perfetti Vanmele Indonesia, yang mempercayakan penyaluran

produk permen dengan merek Mentos, Fruitella, dan Marbels.

20) PT Sari Agrotama Persada, yang mempercayakan penyaluran produk

minyak goreng kemasan dengan merek Sania dan Fortune.

21) CV Sepeda Balap, yang mempercayakan penyaluran produk the

dengan merek Sepeda Balap.

22) PT Sentosa Karya Gemilang, yang mempercayakan penyaluran produk

larutan Cap Kaki Tiga.

23) PT Smaxindo Multirasa, yang mempercayakan penyaluran produk

makanan ringan (snack).

46

24) PT Utama Pangan Sentosa, yang mempercayakan penyaluran produk

permen dengan merek Candico.

25) PT Ulam Tiba Halim, yang mempercayakan penyaluran produk

minuman serbuk dengan merek Marimas dan Mariteh.

Khusus untuk penelitian ini, penulis hanya membahas mengenai

produk Sarimi yang diproduksi oleh PT ISM. PT SIP dipercaya oleh PT

ISM sejak awal berdirinya tahun 1991, untuk menyalurkan produknya yaitu

Sarimi khusus di wilayah Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok.

4.3. Struktur Organisasi

Boone dan Kurtz dalam Swastha (2002) menyatakan bahwa

organisasi adalah suatu proses tersusun yang orang-orangnya berinteraksi

untuk mencapai tujuan. Manajer harus menyusun struktur organisasi formal

yang orang-orang serta sumber-sumber fisiknya dipersiapkan dengan baik

untuk melaksanakan rencana dan mencapai tujuan keseluruhan.

Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk mengatur semua tingkat aktivitas

sesuai dengan lingkungan dan jenis pekerjaan, sekaligus untuk

menempatkan personel yang cocok dalam melaksanakan pekerjaan tersebut.

PT SIP merupakan perusahaan yang menggunakan struktur organisasi

fungsional. Secara lebih jelas, struktur organisasi dapat dilihat pada

Lampiran 2.

4.4. Sistem Distribusi yang Dilakukan PT SIP

PT SIP sebagai perusahaan distributor yang cukup besar, yang

menguasai pasar di seluruh Jabodetabek, memiliki tugas dalam memasarkan

dan menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen. Agar barang

tersebut mudah dijangkau dalam keadaan dan waktu yang tepat serta

memiliki ketersediaan yang mencukupi, maka diperlukan adanya sistem

distribusi yang tepat agar proses penyaluran barang kepada konsumen dapat

berjalan seoptimal mungkin.

Masalah pengiriman barang bagi setiap perusahaan memang

merupakan suatu masalah yang penting. Oleh karena itu, PT SIP berusaha

selalu menyalurkan barang dengan sebaik mungkin agar diperoleh hasil

yang efektif dan efisien. Cakupan pasar PT SIP yaitu sampai ke pelosok-

47

pelosok daerah di wilayah Bogor dan Depok, dengan cakupan pasar tersebut

maka PT SIP harus dapat mengontrol persediaan stok barang dan mengisi

produk-produknya yang ada baik itu di supermarket, toko-toko grosir, retail

dan lain-lain agar jangan sampai kosong. Untuk itu, diperlukan suatu sistem

distribusi yang terkoordinasi dengan baik.

Salah satu produk yang dipasarkan PT SIP adalah Sarimi, salah satu

produk mi instan yang diproduksi oleh PT ISM. PT SIP memperoleh

pasokan Sarimi langsung dari pabrik Indofood yang ada di Cibitung. Dalam

memasarkan dan menyalurkan produk Sarimi, PT SIP membagi wilayah

pemasarannya berdasarkan kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah

Bogor (meliputi kota dan kabupaten) dan Depok. Selengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 5. Luasnya wilayah pemasaran tidak terlalu menjadi

hambatan dalam proses pendistribusian Sarimi, karena setiap dua atau tiga

kecamatan ditangani oleh satu orang salesman sesua kebutuhan tiap

kecamatan.

Setiap kecamatan tersebut dipilih beberapa outlet yang akan

meneruskan proses pemasaran dan penyaluran Sarimi kepada pengecer-

pengecer kecil dan konsumen akhir. Bentuk dan tipe outlet-outlet yang

dipilih PT SIP antara lain :

1. Grosir dalam pasar

2. Grosir pinggir jalan/perumahan

3. Retail dalam pasar

4. Retail pinggir jalan

5. Special outlet 1, kategori outlet dengan peringkat 50 besar berdasarkan

jumlah pengambilan.

6. Special outlet 2, kategori outlet dengan peringkat 51-100 besar

berdasarkan jumlah pengambilan.

7. Horeka, yaitu hotel, restoran, dan kantor.

8. Koperasi, meliputi koperasi perusahaan, koperasi instansi pemerintah.

9. Mini market.

10. Super market.

11. Hypermarket

48

Keberadaan outlet-outlet ini sangat penting bagi perusahaan sebagai

perantara penyaluran produk Sarimi dari PT SIP kepada para konsumen

akhir. Oleh karena itu, kepuasan dari masing-masing outlet harus benar-

benar diperhatikan.

Tabel 5. Daerah pemasaran Sarimi PT SIP di wilayah Bogor dan Depok No. Kecamatan No. Kecamatan

1. Beji 18. Ciomas

2. Bogor Barat 19. Cisarua

3. Bogor Selatan 20. Citeureup

4. Bogor Tengah 21. Dramaga

5. Bogor Timur 22. Gunung Putri

6. Bogor Utara 23. Jasinga

7. Bojong Gede 24. Jonggol

8. Caringin 25. Kemang

9. Cariu 26. Leuwiliang

10. Ciampea 27. Mega Mendung

11. Ciawi 28. Pancoran Mas

12. Cibinong 29. Parung

13. Cibungbulang 30. Sawangan

14. Cigudeg 31. Sukaraja

15. Cijeruk 32. Sukmajaya

16. Cileungsi 33. Tanah Sareal

17. Cimanggis

Sumber : PT SIP

Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi

intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat

penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Sistem

distribusi intensif ini biasanya digunakan untuk memasarkan barang-barang

kebutuhan sehari-hari, agar konsumen dapat memperoleh barang tersebut

dengan cepat dan mudah bila memerlukan.

Ciri-ciri barang yang disalurkan melalui distribusi intensif antara

lain: permintaan yang luas, pembelian lebih sering dalam jumlah kecil, tidak

perlu pengetahuan teknis untuk menjual, harganya relatif rendah dan hampir

tidak memerlukan pelayanan purna jual dan fasilitas reparasi serta

persediaan onderdil. Oleh sebab itu, PT SIP sebagai distributor Sarimi

49

menggunakan sistem distribusi intensif. Hal ini menunjukkan bahwa

perusahaan harus banyak menggunakan penyalur (outlet-outlet) untuk

mendekati dan mencapai konsumen akhir, penyebarannya harus merata dan

tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target yang diinginkan.

Setelah salesman melakukan perundingan dengan pemilik outlet

yaitu dengan melakukan penawaran mengenai produk-produk, harga dan

promosi yang sedang dijalankan, maka outlet tersebut akan melakukan

permintaan dan pemesanan. Selain melalui salesman yang bertugas,

pemesanan dapat juga dilakukan melalui telepon atau faksimile ke kantor PT

SIP.

Pelayanan pengiriman yang diberikan PT SIP kepada outletnya

mengenai kapan barang akan dikirim, biasanya sehari setelah adanya order

(permintaan), dengan demikian pelayanan yang cepat akan menambah

kepercayaan dan kepuasan outlet tersebut. PT SIP telah menyediakan 10

kendaraan yang terdiri dari truk engkel dan double untuk memenuhi

permintaan Sarimi di wilayah Bogor dan Depok ini. Tujuh diantaranya

merupakan kendaraan yang digunakan secara tetap dalam melakukan

pengiriman sesuai dengan rute salesman. Sedangkan tiga lainnya digunakan

untuk menangani order by phone, yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.

Jangka waktu pembayaran barang oleh konsumen yaitu dari

diterimanya order lalu dibuatkan faktur pengiriman dan selanjutnya sampai

ke tangan konsumen. PT SIP memberi kelonggaran pembayaran dua

minggu setelah barang diterima konsumen. Pembayaran ini dapat dilakukan

melalui kolektor atau melalui bank. Pembayaran melalui kolektor dilakukan

oleh salesman secara langsung pada waktu kunjungan outlet, sedangkan

pembayaran melalui bank dilakukan dengan menggunakan bilyet giro.

Sarimi sebagai barang konsumsi tentunya memiliki masa berlaku

sampai kapan produk tersebut layak dikonsumsi (kadaluarsa). Selain itu,

produk yang sudah berada di outlet kadangkala mengalami kerusakan. Oleh

karenanya, PT SIP memberikan jaminan terhadap toko dengan menanggung

penggantian produk yang sudah kadaluarsa atau rusak dengan produk yang

baru. Produk yang sampai ke tangan konsumen harus diusahakan berada

50

dalam kondisi yang bagus, sehingga konsumen dapat memiliki barang

tersebut dalam keadaaan yang bagus.

Untuk mengurangi dan menghindari resiko yang menjadi hambatan

dalam manajemen saluran, seperti pemilik toko yang kabur beserta barang-

barangnya atau giro kosong yang diterbitkan oleh outlet, maka PT SIP perlu

untuk mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi agar dapat

mengambil keputusan dengan tepat. Hambatan yang seringkali terjadi

adalah jauhnya rute yang harus dilalui salesman yang menyebabkan

salesman tersebut terlambat menyerahkan daftar pesanan dari pelanggan

kepada bagian pengiriman. Akibatnya pengiriman menjadi terlambat. Untuk

mengatasi hal ini perusahaan sangat menyarankan kepada pelanggan agar

melakukan order by phone.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pihak PT SIP, masih

terdapat inefisiensi dalam proses distribusi Sarimi yang dilakukan selama

ini. Salah satunya adalah besarnya pengeluaran biaya distribusi yaitu

sebesar 0,6%-0,9% dari total pengeluaran perusahaan. Hal ini disebabkan

oleh beberapa hal diantaranya adalah:

1. Pungutan ilegal

2. Pengiriman yang tidak jadi karena outlet tutup, padahal biaya sudah

terlanjur dikeluarkan.

3. Order yang hanya separuh dari kapasitas mobil, padahal biaya yang

dikeluarkan penuh.

Nilai 0,6%-0,9% masih belum memenuhi standar perusahaan sebesar

0,5% dari total pengeluaran perusahaan. Tapi pihak PT SIP yakin bahwa

jumlah tersebut masih bisa dikurangi, salah satunya dengan memadatkan

kapasitas mobil untuk pengiriman.

Pembiayaan dalam penanganan dan pengiriman barang dari gudang

supplier (PT ISM) sampai ke gudang distributor (PT SIP) sepenuhnya

ditanggung oleh pihak supplier. Sedangkan biaya penyaluran barang dari

gudang distributor sampai ke konsumen ditanggung oleh pihak distributor.

Selanjutnya pola saluran distribusi yang digunakan dalam

memasarkan produk Sarimi dapat dilihat pada Gambar 5.

51

Gambar 5. Pola saluran distribusi Sarimi

Secara umum pola saluran distribusi yang digunakan oleh PT SIP

dapat juga dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, dapat

diuraikan saluran distribusi PT SIP adalah sebagai berikut.

Gambar 6. Saluran distribusi PT SIP

1. PT ISM–PT SIP–Modern Market–Konsumen

Pada saluran distribusi ini, PT ISM mempercayakan penyaluran produk

Sarimi pada PT SIP khususnya untuk wilayah Bogor. Di sini PT SIP

menekankan saluran pada modern market seperti mini market dan super

market, kemudian ke konsumen. Pola ini bertujuan untuk menjangkau

konsumen kaum urban dan efisiensi. Pasar yang dikuasai oleh PT SIP

berdasarkan pola ini sebesar 2%.

2. PT ISM–PT SIP–Traditional Market–Pengecer – Konsumen

Pada saluran ini, PT SIP sebagai distributor yang menangani pemasaran

produk Sarimi di wilayah Bogor, menyalurkan produk ke traditional

Produsen Agen Pedagang Besar

Pengecer Konsumen Akhir

Produsen Agen Pengecer Konsumen Akhir

PT ISM

PT SIP

MODERN MARKET

TRADITIONAL MARKET

INSTITUSI

PENGECER

KONSUMEN

52

market seperti toko-toko grosir yang ada di dalam pasar atau yang ada di

pinggir jalan/perumahan, kemudian dilanjutkan ke pengecer sebagai

saluran distribusi terdekat ke konsumen akhir sehingga konsumen akhir

bisa mendapatkan produk Sarimi. Saluran ini bertujuan untuk

menjangkau konsumen kelas menengah ke bawah dan pemerataan

distribusi sampai ke pelosok-pelosok daerah yang ada di wilayah Bogor.

Pasar yang dikuasai oleh PT SIP dari pola ini sebesar 95%.

3. PT ISM–PT SIP–Institusi

Pada saluran distribusi ini, PT SIP menekankan penyaluran produk ke

institusi-institusi yang sekaligus menjadi konsumen akhir seperti hotel,

restoran dan kantor (horeka) serta koperasi-koperasi perusahaan.

Saluran ini bertujuan untuk menjangkau konsumen yang tidak memiliki

waktu banyak dalam melaksanakan aktivitas belanja, serta untuk

meningkatkan penjualan karena permintaan pesanan pada konsumen

horeka ini lumayan tinggi meski hanya terjadi sebulan sekali. Pasar

yang dikuasai oleh PT SIP berdasarkan pola ini adalah sebesar 3%.

4.5. Analisis Alokasi Distribusi Sarimi di PT SIP Bogor

Hasil optimal yang telah diperoleh dalam meminimalisasi biaya

setiap bulan, maka PT SIP melakukan pendistribusian produk ke tiap

kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan Depok. Perincian kecamatan-

kecamatan yang menjadi tujuan distribusi dan variabel yang mewakili dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Minimalisasi biaya pengalokasian produk ke kecamatan-kecamatan

tersebut dilakukan dengan pertimbangan biaya angkut per karton, jumlah

permintaan masing-masing kecamatan, permintaan total per bulan dan

penawaran per bulan. Satu karton Sarimi berarti satu dus Sarimi yang berisi

40 bungkus. Semua data ini diolah dengan menggunakan LP. Biaya angkut

merupakan hasil bagi antara biaya distribusi selama satu tahun dengan

jumlah penjualan di daerah tujuan pada semester awal tahun 2006 (Januari-

Juni). Biaya distribusi disini terdiri dari fixed cost dan variable cost.

Variable cost berpengaruh lebih besar terhadap biaya angkut per karton.

53

Misalnya kita ambil contoh biaya angkut per karton Sarimi untuk wilayah

Beji adalah sebesar Rp 713, seperti disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Struktur biaya angkut per karton berdasarkan tujuan No. Komponen Lokasi Jumlah

1. a. Biaya Distribusi (Rp) Beji 432900 2. b. Jumlah Penjualan (Karton) Beji 607 Biaya Angkut (Rp) (a/b) 713,18

Dari hasil pengolahan LP terlihat bahwa biaya angkut per karton

terbesar adalah pada pengiriman menuju Cimanggis yaitu sebesar Rp. 1204.

Maka yang sebaiknya dilakukan adalah melakukan prioritas pendistribusian

dimulai dari kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton paling

rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton

paling tinggi.

4.5.1. Analisis Primal

Berdasarkan hasil olahan optimal dengan menggunakan

software LINDO, diperoleh jumlah distribusi optimal yang dapat

meminimalisasi biaya distribusi berdasarkan data penjualan dan

permintaan pada semester awal tahun 2006.

Biaya distribusi minimum yang dapat dicapai pada kondisi

optimal adalah sebesar Rp 141.005.500,00. Selain itu, pada bagian

ini ditampilkan hasil olahan optimal setelah dilakukan penghitungan

pada biaya distribusi. Variable adalah variabel keputusan yaitu X11,

X12, X13, ..., X133 (jumlah distribusi Sarimi dari sumber 1 (PT SIP) ke

tujuan 1, 2, 3, ..., 33 yaitu kecamatan-kecamatan yang ada di wilayah

Bogor dan Depok). Value adalah nilai optimal untuk masing-masing

variabel keputusan. Nilai optimal untuk masing-masing variabel

keputusan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 7 (dalam satuan

karton). Reduced Cost adalah besarnya penurunan koefisien fungsi

tujuan agar apabila variabel yang bernilai nol (berarti tidak masuk

dalam solusi) dipaksa untuk positif (berarti masuk dalam solusi).

Jika value variabel bernilai positif nilai reduced cost pasti akan sama

dengan nol, tetapi jika value variabel bernilai nol baru reduced cost

akan positif. Nilai reduced cost menunjukkan apabila suatu variabel

54

yang memiliki nilai reduced cost dipaksakan menjadi satu atau setiap

penambahan variabel tersebut sebesar 1 satuan maka akan

menambah nilai fungsi tujuannya sebesar nilai reduced cost-nya.

Tabel 7. Analisis primal terhadap biaya distribusi No. Variabel Kecamatan Value Reduced Cost 1. X11 Beji 0 559 2. X12 Bogor Barat 7757 0 3. X13 Bogor Selatan 48556 0 4. X14 Bogor Tengah 356787 0 5. X15 Bogor Timur 9481 0 6. X16 Bogor Utara 379642 0 7. X17 Bojong Gede 10232 0 8. X18 Caringin 0 296 9. X19 Cariu 0 496

10. X110 Ciampea 32454 0 11. X111 Ciawi 11742 0 12. X112 Cibinong 0 6 13. X113 Cigudeg 0 28 14. X114 Cijeruk 0 214 15. X115 Cileungsi 0 23 16. X116 Cimanggis 0 1050 17. X117 Ciomas 0 602 18. X118 Cisarua 0 184 19. X119 Citeureup 66786 0 20. X120 Dramaga 0 82 21. X121 Gunung Putri 0 131 22. X122 Jasinga 37205 0 23. X123 Jonggol 0 16 24. X124 Kemang 32963 0 25. X125 Leuwiliang 93649 0 26. X126 Mega Mendung 0 426 27. X127 Pancoran Mas 17674 0 28. X128 Parung 15630 0 29. X129 Sawangan 17189 0 30. X130 Sukaraja 43125 0 31. X131 Sukmajaya 0 187 32. X132 Tanah Sareal 0 505

Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 16

variabel yang memiliki nilai optimal positif dan 16 variabel yang

memiliki nilai optimal nol. Beberapa hasil yang didapat adalah X11=

0 (distribusi di Beji), X12= 7757 (distribusi di Bogor Barat), X13=

48556 (distribusi di Bogor Selatan). Pengiriman produk sebaiknya

tidak dilakukan ke kecamatan-kecamatan yang memiliki nilai

optimal nol, karena bila dilaksanakan maka akan meningkatkan

biaya distribusi yang harus dikeluarkan perusahaan. Seluruh

kecamatan yang nilai optimalnya nol tersebut memiliki nilai reduced

55

cost. Variabel yang memiliki nilai reduced cost terbesar yaitu

variabel X116 sebesar 1050, artinya jika PT SIP tetap memaksakan

untuk melakukan pengiriman, maka biaya distribusi akan bertambah

sebesar Rp 1050 per karton. Apabila perusahaan terpaksa harus

melakukan pengiriman, sebaiknya ditunggu sampai persediaan

Sarimi di kecamatan tersebut habis dengan memprioritaskan variabel

(kecamatan) yang memiliki nilai reduced cost terkecil sampai dengan

yang terbesar.

4.5.2. Analisis Dual

Besarnya penggunaan input-input atau kapasitas dapat

diketahui dari nilai slack or surplus dan nilai dual prices/shadow

prices-nya. Jika nilai slack or surplus tersebut sama dengan nol

berarti kapasitas tersebut habis terpakai (langka). Sebaliknya jika

nilai slack-nya tidak sama dengan nol berarti input-input tersebut

dalam jumlah berlebih. Angka slack menunjukkan jumlah kelebihan

(surplus).

Nilai dual dari suatu input yang langka atau pembatas

merupakan shadow prices dari input-input tersebut. Setiap

perubahan satu unit ketersediaan akan menyebabkan perubahan dari

nilai fungsi tujuan sebesar shadow prices-nya. Dari shadow prices

ini akan diketahui input-input yang menjadi kendala utama dalam

mencapai hasil yang optimal yaitu kendala yang memiliki shadow

prices terbesar.

Nilai shadow prices menunjukkan besarnya pengurangan

pada biaya distribusi yang akan diberikan jika ketersediaan sumber

daya tersebut ditambah sebesar satu satuan. Dalam kasus ini, jika

nilai shadow prices-nya negatif, maka setiap kenaikan sebanyak satu

karton akan menambah biaya distribusi yang dilakukan oleh PT SIP.

Tabel 8 menunjukkan nilai slack or surplus untuk kendala

penjualan sama dengan nol, artinya kapasitas penawaran yang ada

habis terjual, tidak ada lagi sisa. Nilai shadow prices menunjukkan

jika jumlah penjualan Sarimi di PT SIP ditambah sebesar satu unit

56

(satu karton) maka akan menambah biaya distribusi sebesar Rp

150,00.

Tabel 8. Analisis dual terhadap penjualan Sarimi No. Baris Slack or Surplus Dual Prices 1. 2 0 -154 2. 3 698 0 3. 4 0 54 4. 5 0 23 5. 6 8002 0 6. 7 0 4 7. 8 0 39 8. 9 0 55 9. 10 3551 0 10. 11 5786 0 11. 12 0 116 12. 13 0 66 13. 14 38690 0 14. 15 17178 0 15. 16 3810 0 16. 17 62347 0 17. 18 722 0 18. 19 1255 0 19. 20 4633 0 20. 21 0 23 21. 22 4263 0 22. 23 9577 0 23. 24 0 6 24. 25 39666 0 25. 26 0 32 26. 27 0 71 27. 28 1408 0 28. 29 0 68 29. 30 0 72 30. 31 0 82 31. 32 0 143 32. 33 2191 0 33. 34 671 0

Begitu juga dengan kendala permintaan untuk wilayah Beji,

Bogor Tengah, Caringin, Cariu, Cibinong, Cigudeg, Cijeruk,

Cileungsi, Cimanggis, Ciomas, Cisarua, Dramaga, Gunung Putri,

Jonggol, Mega Mendung, Sukmajaya dan Tanah Sareal

menunjukkan nilai slack or surplus positif dan nilai shadow prices

nol. Misalnya untuk kecamatan Beji, memiliki nilai slack or surplus

698, artinya perusahaan belum mampu melakukan pengiriman sesuai

dengan permintaan maksimum, karena masih ada kelebihan kapasitas

permintaan sebesar 698 karton.

57

Kendala permintaan di wilayah Bogor Barat, Bogor Selatan,

Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong Gede, Ciampea, Ciawi,

Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran Mas, Parung,

Sawangan dan Sukaraja memiliki nilai slack or surplus positif dan

nilai shadow prices nol . Misalnya untuk kecamatan Bogor Barat,

memiliki nilai slack or surplus nol dan nilai shadow prices 54. Nilai

ini menunjukkan jika terjadi peningkatan permintaan sebanyak satu

karton, maka biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan akan

berkurang sebesar Rp 54.

Adanya nilai shadow prices dapat digunakan sebagai

pertimbangan bagi perusahaan untuk menambah jumlah permintaan

yang sebaiknya diikuti juga dengan peningkatan pasokan. Hal ini

akan membantu perusahaan dalam mengurangi biaya distribusi yang

dikeluarkan.

4.5.3. Analisis Sensitivitas

Kondisi optimal dapat mengalami perubahan sebagai akibat

dari adanya perubahan nilai-nilai yang terdapat dalam model yang

digunakan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan terhadap

nilai ruas kanan kendala, perubahan terhadap koefisien input-output

kendala, maupun perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan. Untuk

dapat mengetahui pengaruh dari perubahan tersebut terhadap

kondisis optimal maka dilakukan analisis sensitivitas yang

menghasilkan selang kepekaan.

Analisis sensitivitas yang terdapat dalam program LINDO

yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam dua bagian.

Bagian pertama memuat analisis sensitivitas nilai-nilai koefisien

fungsi tujuan (Objective Coefficient Ranges), sedangkan pada bagian

kedua memuat analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala-kendala

(Righthand Side Ranges).

Analisis sensitivitas bagian pertama menjelaskan interval

perubahan nilai-nilai koefisien fungsi tujuan yang diizinkan agar

nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Besarnya perubahan

58

minimalisasi biaya per unit yang diizinkan dapat dilihat pada kolom

allowable increase dan pada kolom allowable decrease. Kolom

allowable decrease menunjukkan batas maksimum penurunan yang

diperbolehkan atau diizinkan terhadap nilai-nilai koefisien fungsi

tujuan agar nilai optimal variabel-variabel keputusan tidak berubah.

Sedangkan pada kolom allowable increase menunjukkan batas

maksimum yang diperbolehkan atau diizinkan agar nilai optimal

variabel-variabel keputusan tidak berubah.

Analisis sensitivitas bagian pertama dalam model penelitian

ini yaitu menganalisis terhadap perubahan biaya angkut per karton

dari PT SIP ke tiap-tiap kecamatan yang ada di wilayah Bogor dan

Depok. Koefisien fungsi tujuan pada model adalah biaya angkut

setiap pengiriman satu karton Sarimi. Dari hasil analisis sensitivitas

terhadap koefisien fungsi tujuan dari model minimalisasi biaya

distribusi di PT SIP, terdapat beberapa variabel yang tidak memiliki

batas kenaikan atau penurunan nilai koefisien. Kenaikan atau

penurunan tanpa batas ini disebut infinity. Hasil olahan optimal

analisis sensitivitas terhadap koefisien fungsi tujuan dapat dilihat

pada Tabel 9.

Variabel X11 yaitu pengiriman ke kecamatan Beji,

mempunyai batas maksimum kenaikan yang tidak terbatas (infinity),

sedangkan penurunan minimum yang diizinkan adalah sebesar 559.

Hal ini berarti biaya distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari

kegiatan pengiriman Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak

terbatas dan dapat turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim

barang tidak berubah.

Variabel X12 yaitu pengiriman ke Bogor Barat mempunyai

batas maksimum kenaikan sebesar 54 dan batas penurunan minimum

yang diizinkan adalah tak terbatas. Hal ini berarti berarti biaya

distribusi yang dikeluarkan perusahaan dari kegiatan pengiriman

Sarimi ke kecamatan Beji dapat meningkat tak terbatas dan dapat

turun hingga Rp 154 agar keputusan mengirim barang tidak berubah.

59

Agar diperoleh biaya minimum, sebaiknya diikuti dengan

peningkatan penjualan, karena akan mengurangi biaya distribusi

totalnya.

Tabel 9. Analisis sensitivitas terhadap biaya angkut/karton di tiap-tiap kecamatan

No. Variabel Koefisien Allowable Increase

Allowable Decrease

Satuan

1. X11 713 INFINITY 559 Rupiah 2. X12 100 54 INFINITY Rupiah 3. X13 131 23 INFINITY Rupiah 4. X14 154 6 4 Rupiah 5. X15 150 4 INFINITY Rupiah 6. X16 115 39 INFINITY Rupiah 7. X17 99 55 INFINITY Rupiah 8. X18 450 INFINITY 296 Rupiah 9. X19 650 INFINITY 496 Rupiah 10. X110 38 116 INFINITY Rupiah 11. X111 88 66 INFINITY Rupiah 12. X112 160 INFINITY 6 Rupiah 13. X113 182 INFINITY 28 Rupiah 14. X114 368 INFINITY 214 Rupiah 15. X115 177 INFINITY 23 Rupiah 16. X116 1204 INFINITY 1050 Rupiah 17. X117 756 INFINITY 602 Rupiah 18. X118 338 INFINITY 184 Rupiah 19. X119 131 23 INFINITY Rupiah 20. X120 236 INFINITY 82 Rupiah 21. X121 285 INFINITY 131 Rupiah 22. X122 148 6 INFINITY Rupiah 23. X123 170 INFINITY 16 Rupiah 24. X124 122 32 INFINITY Rupiah 25. X125 83 71 INFINITY Rupiah 26. X126 580 INFINITY 426 Rupiah 27. X127 86 68 INFINITY Rupiah 28. X128 82 72 INFINITY Rupiah 29. X129 72 82 INFINITY Rupiah 30. X130 11 143 INFINITY Rupiah 31. X131 341 INFINITY 187 Rupiah 32. X132 659 INFINITY 505 Rupiah

Analisis sensitivitas bagian kedua menjelaskan selang

perubahan kapasitas kendala yang diizinkan yang tidak akan

menyebabkan perubahan terhadap nilai dual prices-nya. Interval

perubahan nilai ruas kanan kendala tersebut ditunjukkan oleh kolom

allowable decrease yang menunjukkan batas maksimum penurunan

yang diizinkan. Sedangkan pada kolom allowable increase

menunjukkan batas maksimum kenaikan yang diizinkan.

60

Analisis sensitivitas terhadap nilai ruas kanan kendala dalam

model optimalisasi distribusi sarimi di PT SIP ini menunjukkan

bahwa batas maksimum kenaikan dan penurunan jumlah minimal

distribusi produk ke setiap daerah pemasaran yang diizinkan yang

tidak akan menyebabkan perubahan pada nilai dual prices-nya. Data

selengkapnya disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Sensitivitas terhadap Kendala Permintaan dan Penjualan

No. Baris Right Hand Side

Allowable Increase

Allowable Decrease

Satuan

1. 2 1180872 8002 356787 Karton 2. 3 698 INFINITY 698 Karton 3. 4 7757 356787 7757 Karton 4. 5 48556 356787 8002 Karton 5. 6 364789 INFINITY 8002 Karton 6. 7 9481 356787 8002 Karton 7. 8 379642 356787 8002 Karton 8. 9 10232 356787 8002 Karton 9. 10 3551 INFINITY 3551 Karton 10. 11 5786 INFINITY 5786 Karton 11. 12 32454 356787 8002 Karton 12. 13 11742 356787 8002 Karton 13. 14 38690 INFINITY 38690 Karton 14. 15 17178 INFINITY 17178 Karton 15. 16 3810 INFINITY 3810 Karton 16. 17 62347 INFINITY 62347 Karton 17. 18 722 INFINITY 722 Karton 18. 19 1255 INFINITY 1255 Karton 19. 20 4633 INFINITY 4633 Karton 20. 21 66786 356787 8002 Karton 21. 22 4263 INFINITY 4263 Karton 22. 23 9577 INFINITY 9577 Karton 23. 24 37205 356787 8002 Karton 24. 25 39666 INFINITY 39666 Karton 25. 26 32963 356787 8002 Karton 26. 27 93649 356787 8002 Karton 27. 28 1408 INFINITY 1408 Karton 28. 29 17674 356787 8002 Karton 29. 30 15630 356787 8002 Karton 30. 31 17189 356787 8002 Karton 31. 32 43125 356787 8002 Karton 32. 33 2191 INFINITY 2191 Karton 33. 34 671 INFINITY 671 Karton

Analisis sensitivitas ruas kanan kendala penjualan

menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang masih

diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal. Jika

61

selang perubahan berada di antara 824085 karton hingga 1188874

karton, maka solusi optimal tidak akan berubah.

Analisis sensitivitas ruas kanan kendala permintaan juga

masih menunjukkan kenaikan dan penurunan nilai ruas kanan yang

masih diperbolehkan agar dapat mempertahankan kondisi optimal.

Terdapat 17 kecamatan yang memiliki kenaikan jumlah permintaan

tanpa batas. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Beji (X11), Bogor

Tengah (X14), Caringin (X18), Cariu (X19), Cibinong (X112), Cigudeg

(X113), Cijeruk (X114), Cileungsi (X115), Cimanggis (X116),

Ciomas(X117), Cisarua (X118), Dramaga (X120), Gunung Putri (X121),

Jonggol (X123), Mega Mendung (X126), Sukmajaya (X131) dan Tanah

Sareal (X132). Hal ini menunjukkan bahwa untuk ke-17 kecamatan

tersebut jika terjadi peningkatan permintaan hingga berapapun, maka

solusi optimal tidak akan berubah.

4.6. Analisis Penyimpangan Distribusi Aktual terhadap Distribusi Optimal

Pada kenyataannya, distribusi aktual sarimi untuk tahun 2006

berbeda dengan distribusi optimalnya. Penyimpangan ini terjadi disebabkan

oleh adanya perbedaan antara permintaan dan penjualan aktual. Dari

penyimpangan tersebut perusahaan dapat menentukan prioritas pengiriman

ke setiap kecamatan, sehingga biaya distribusi dapat diminimalisasi.

Penyimpangan tingkat distribusi aktual Sarimi terhadap distribusi

optimalnya untuk tiap kecamatan selama tahun 2006 ditampilkan pada Tabel

11. Total distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah

sebesar 6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton

dari total distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan

dalam distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal

ke Bogor Barat.

62

Tabel 11. Penyimpangan antara distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (karton)

No. Kecamatan Aktual Optimal Penyimpangan 1 Beji 607 0 6072 Bogor Barat 6464 7757 -12933 Bogor Selatan 40463 48556 -80934 Bogor Tengah 303991 356787 -527965 Bogor Timur 7901 9481 -15806 Bogor Utara 316368 379642 -632747 Bojong Gede 8897 10232 -13358 Caringin 3228 0 32289 Cariu 5260 0 5260

10 Ciampea 29504 32454 -295011 Ciawi 10210 11742 -153212 Cibinong 32242 0 3224213 Cigudeg 15616 0 1561614 Cijeruk 3313 0 331315 Cileungsi 54215 0 5421516 Cimanggis 602 0 60217 Ciomas 1091 0 109118 Cisarua 4029 0 402919 Citeureup 55655 66786 -1113120 Dramaga 3875 0 387521 Gunung Putri 7981 0 798122 Jasinga 33823 37205 -338223 Jonggol 36060 0 3606024 Kemang 29966 32963 -299725 Leuwiliang 85135 93649 -851426 Mega Mendung 1225 0 122527 Pancoran Mas 14728 17674 -294628 Parung 13591 15630 -203929 Sawangan 14947 17189 -224230 Sukaraja 37500 43125 -562531 Sukmajaya 1826 0 182632 Tanah Sareal 559 0 559

Total 1180872 1180872 0Terdapat 16 daerah yang distribusi aktualnya melampaui distribusi

optimalnya, yaitu Beji dengan penyimpangan sebesar 607 karton, Caringin

dengan penyimpangan 3228 karton, Cariu dengan penyimpangan 5260

karton, Cibinong dengan penyimpangan 32242 karton, Cigudeg dengan

penyimpangan 15616 karton, Cijeruk dengan penyimpangan 3313 karton,

Cileungsi dengan penyimpangan 54215 karton, Cimanggis dengan

penyimpangan 602 karton, Ciomas dengan penyimpangan 1091, Cisarua

dengan penyimpangan 4029 karton, Dramaga dengan penyimpangan 3875

karton, Gunung Putri dengan penyimpangan 7981 karton, Jonggol dengan

63

penyimpangan 36060, Mega Mendung dengan penyimpangan 1225 karton,

Sukmajaya dengan penyimpangan 1826 karton dan Tanah Sareal dengan

penyimpangan 559 karton.

4.7. Perbandingan Biaya Distribusi Sarimi Pada Kondisi Aktual dengan Kondisi Optimal

Tabel 12. Penyimpangan biaya distribusi aktual dan optimal tahun 2005 (Rp)

No. Kecamatan Aktual Optimal Penyimpangan 1 Beji 432900 0 4329002 Bogor Barat 647400 775700 -1283003 Bogor Selatan 5318845 6360836 -10419914 Bogor Tengah 46677441 54945198 -82677575 Bogor Timur 1186183 1422150 -2359676 Bogor Utara 36471552 43658830 -71872787 Bojong Gede 881400 1012968 -1315688 Caringin 1453400 0 14534009 Cariu 3416880 0 3416880

10 Ciampea 1128400 1233252 -10485211 Ciawi 898300 1033296 -13499612 Cibinong 5160228 0 516022813 Cigudeg 2843948 0 284394814 Cijeruk 1219400 0 121940015 Cileungsi 9621470 0 962147016 Cimanggis 724800 0 72480017 Ciomas 825000 0 82500018 Cisarua 1360000 0 136000019 Citeureup 7265315 8748966 -148365120 Dramaga 912600 0 91260021 Gunung Putri 2276075 0 227607522 Jasinga 4993725 5506340 -51261523 Jonggol 6130820 0 613082024 Kemang 3670000 4021486 -35148625 Leuwiliang 7030105 7772867 -74276226 Mega Mendung 710600 0 71060027 Pancoran Mas 1261000 1519964 -25896428 Parung 1111500 1281660 -17016029 Sawangan 1082900 1237608 -15470830 Sukaraja 405600 474375 -6877531 Sukmajaya 623200 0 62320032 Tanah Sareal 368600 0 368600

Total 158109587 141005496 17104091

Untuk melihat apakah distribusi Sarimi telah dilakukan secara

optimal atau belum, maka dilakukan perbandingan antara distribusi pada

kondisi aktual dengan kondisi optimal. Distribusi pada kondisi aktual

64

adalah distribusi Sarimi yang sebenarnya terjadi di PT SIP, sedangkan

distribusi pada kondisi optimal adalah distribusi Sarimi yang sebaiknya

diterapkan di PT SIP.

Penyimpangan untuk total biaya distribusi ditampilkan pada Tabel

12. Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp

158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program

linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00.

Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP,

sehingga diharapkan pengalokasian dengan program linier ini dapat menjadi

acuan dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil

olahan LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi

prioritas dalam pertimbangan minimalisasi biaya.

65

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem distribusi yang dilakukan oleh PT SIP adalah sistem distribusi

intensif, yaitu dengan menyediakan barang sebanyak mungkin di tempat

penjualan karena pada umumnya pasar yang dilayani sangat luas. Oleh

sebab itu, sebagai distributor Sarimi PT SIP memilih beberapa outlet dari 33

kecamatan yang ada di daerah Bogor dan Depok sebagai penyalur untuk

mendekati dan mencapai konsumen akhir. Dengan kata lain penyebarannya

harus merata dan tersebar luas agar penjualannya dapat mencapai target

yang diinginkan.

Secara umum ada tiga pola saluran distribusi yang digunakan oleh

PT SIP, yaitu:

1. PT ISM – PT SIP – Modern Market – Konsumen,

2. PT ISM – PT SIP – Traditional Market – Pengecer – Konsumen, dan

3. PT ISM – PT SIP – Institusi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi distribusi aktual Sarimi

yang dilakukan oleh PT SIP berbeda dengan distribusi optimalnya. Total

distribusi aktual Sarimi di Bogor Barat selama tahun 2006 adalah sebesar

6464 karton yang berarti terdapat kekurangan sebesar 1293 karton dari total

distribusi optimalnya yang mencapai 7757 karton. Penyimpangan dalam

distribusi ke Bogor Barat ini mencapai 16,6% dari distribusi optimal ke

Bogor Barat.

Penyimpangan distribusi aktual yang pengirimannya berada di

bawah distribusi optimalnya berturut-turut adalah Bogor Barat, Bogor

Selatan, Bogor Tengah, Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Utara, Bojong

Gede, Ciampea, Ciawi, Citeureup, Jasinga, Kemang, Leuwiliang, Pancoran

Mas, Parung, Sawangan dan Sukaraja.

Biaya distribusi aktual untuk semester awal tahun 2006 mencapai Rp

158.109.587,00. Setelah dilakukan pengalokasian produk dengan program

linier maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 141.005.496,00.

Biaya yang dapat dihemat sebesar Rp 17.104.091,00 dari anggaran PT SIP,

66

sehingga diharapkan pengalokasian dengan LP ini dapat menjadi acuan

dalam pendistribusian produk ke setiap kecamatan. Selain itu, hasil olahan

LP juga dapat menentukan kecamatan-kecamatan yang menjadi prioritas

dalam pertimbangan minimalisasi biaya.

Hasil dari pengoptimasian yang dilakukan PT SIP sesuai yang

diharapkan yaitu terdapat penghematan biaya distribusi sebesar Rp

17.104.091,00 pada awal semester tahun dari anggaran perusahaan.

Berdasarkan hasil pengolahan LP persentase pengiriman yang terbesar

adalah menuju kecamatan Bogor Utara (untuk data selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 8). Hal ini disebabkan oleh biaya angkut/karton dari

gudang PT SIP ke lokasi toko-toko yang ada di Bogor Utara yang relatif

murah.

Hasil analisa penyimpangan menunjukkan bahwa distribusi aktual

yang dilakukan PT SIP belum optimal dalam menghemat biaya distribusi.

Hal ini disebabkan distribusi pada tingkat aktual berbeda dengan distribusi

pada tingkat optimal.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, setelah dilakukan

pengalokasian produk dengan program linier maka biaya yang dikeluarkan

hemat sebesar Rp 17.104.091,00 per tahun, sehingga diharapkan hal ini

dapat menjadi acuan dalam pendistribusian produk. Saran yang dapat

diberikan untuk PT SIP adalah agar melakukan prioritas dalam pengiriman

produk dimulai dari kecamatan yang memiliki biaya angkut per karton

paling rendah kemudian ke kecamatan yang memiliki biaya angkut per

karton paling tinggi dengan pertimbangan minimalisasi biaya dan penentuan

anggaran yang lebih rendah. Alokasi biaya per karton dalam penelitian ini

adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan meliputi data

permintaan, data penjualan dan biaya distribusi. Agar hasil alokasi biaya per

karton bisa lebih mendekati kondisi optimal, maka untuk penelitian

selanjutnya perlu dilengkapi dengan data-data tambahan.

67

Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dilakukan penelitian

mengenai optimalisasi untuk memaksimalkan keuntungan. Selain itu perlu

juga diteliti mengenai kebijakan harga di PT SIP.

68

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, T. 2002. Optimalisasi Distribusi Teh Botol Sosro Di PT Sasana Caraka Mekarjaya Unit Cakung Tugu. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Adu Strategi Merebut Pasar Mi Instan. 15 Februari 2004.

http://www.csahome.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=206.[25 Februari 2006]

Aprido, B. 2005. Optimalisasi Distribusi dan Penyimpanan Persediaan Karkas

Ayam Broiler pada PT. Fast Food Indonesia, Tbk di Wilayah Jabotabek. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran Dasar, Konsep dan Strategi. PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta. BPS. 2004. Konsumsi Penduduk Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Chandradhy, D. 1978. Strategi-strategi Pemasaran di Indonesia. Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Melasih, E. 2005. Optimalisasi Pasokan Sayuran di Sentul Farm. Skripsi pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Farhani, D. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Salam Mie: Studi Kasus: PT

Sentrafood Indonesia Corporation. Skripsi pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Isnaini, A. 2005. Model dan Strategi Pemasaran. NTP Press, Mataram.

Kotler, P. 2002a. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta.

______ . 2002b. Manajemen Pemasaran. PT PrenhalLINDO, Jakarta.

Kotler, P & Alan R. Andreasen. 1995. Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universits

Indonesia, Jakarta. Pikiran Rakyat. 1 Oktober 2004. Pertumbuhan Ritel Diperkirakan 75%.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/01/0601.htm.[29 Januari 2006] PT Capricorn Indonesia Consult Inc. 2002. Prospek Industri dan Pemasaran Mie

Instant di Indonesia. Indocommercial, 294 : Hlm. 3-6. PT Indofood Sukses Makmur. 2004. Laporan Tahunan. Jakarta.

69

Rangkuti, F. 2003. Riset Pemasaran. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Solihin, A. 2005. Mempelajari Sistem Distribusi Pemasaran Produk Pada PT

Elang Perdana Tyre Industry. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Subagyo, P dkk. 2000. Dasar-dasar Operations Research. BPFE, Yogyakarta. Supranto, J. 1991. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. _________. 1983. Linear Programming. Edisi Kedua. Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Swastha, B. 1999. Saluran Pemasaran. Edisi 1. BPFE, Yogyakarta. Swastha, B dan Ibnu Sukotjo. 2002. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga.

Liberty, Yogyakarta. Taha, H.A. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid 1. Edisi 5. Binarupa

Aksara, Jakarta. Winardi. 1980. Azas-azas Marketing. Alumni, Bandung.

70

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara 1. Apa bidang usaha PT SIP?

2. Produk apa saja yang dijual di PT SIP?

3. Bagaimana pola/sistem distribusi yang diterapkan di PT SIP?

4. Bagaimana dengan wilayah pemasaran PT SIP?

5. Apakah ada kendala dalam upaya distribusi Sarimi ke daerah Bogor dan

Depok?

6. Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh PT SIP untuk mengatasi kendala-

kendala yang muncul dalam proses pendistribusian Sarimi?

7. Apakah ada kemungkinan-kemungkinan terjadinya inefisiensi dalam distribusi

produk Sarimi?

8. Jika ada, apakah penyebabnya?

9. Apakah distribusi yang dilakukan saat ini cukup efektif mengingat luasnya

wilayah pemasaran?

10. Apakah ada kendala-kendala yang dihadapi? Upaya apa saja yang dilakukan

untuk mengatasinya?

11. Bagaimana dengan sistem transportasi? Berapa armada yang telah dimiliki PT

Sari Indo cabang Bogor?

12. Apakah sistem transportasi yang sekarang juga cukup efektif?

13. Berapa persentase biaya distribusi Sarimi yang dikeluarkan dari total

pengeluaran perusahaan?

14. Apakah angka tersebut sudah memenuhi standar atau masih terlalu besar?

15. Apakah biaya-biaya tersebut masih bisa dikurangi jumlahnya?

71

Lampiran 2. Struktur organisasi PT SIP

72

Lampiran 3. Jumlah penjualan aktual Sarimi tahun 2005

No. Kecamatan Jumlah (karton) 1. Beji 607 2. Bogor Barat 6464 3. Bogor Selatan 40463 4. Bogor Tengah 303991 5. Bogor Timur 7901 6. Bogor Utara 316368 7. Bojong Gede 8897 8. Caringin 3228 9. Cariu 5260

10. Ciampea 29504 11. Ciawi 10210 12. Cibinong 32242 13. Cigudeg 15616 14. Cijeruk 3313 15. Cileungsi 54215 16. Cimanggis 602 17. Ciomas 1091 18. Cisarua 4029 19. Citeureup 55655 20. Dramaga 3875 21. Gunung Putri 7981 22. Jasinga 33823 23. Jonggol 36060 24. Kemang 29966 25. Leuwiliang 85135 26. Mega Mendung 1225 27. Pancoran Mas 14728 28. Parung 13591 29. Sawangan 14947 30. Sukaraja 37500 31. Sukmajaya 1826 32. Tanah Sareal 559

Total 1180872

73

Lampiran 4. Jumlah permintaan Sarimi tahun 2005

No. Kecamatan Jumlah (karton) 1 Beji 6982 Bogor Barat 77573 Bogor Selatan 485564 Bogor Tengah 3647895 Bogor Timur 94816 Bogor Utara 3796427 Bojong Gede 102328 Caringin 35519 Cariu 578610 Ciampea 3245411 Ciawi 1174212 Cibinong 3869013 Cigudeg 1717814 Cijeruk 381015 Cileungsi 6234716 Cimanggis 72217 Ciomas 125518 Cisarua 463319 Citeureup 6678620 Dramaga 426321 Gunung Putri 957722 Jasinga 3720523 Jonggol 3966624 Kemang 3296325 Leuwiliang 9364926 Mega Mendung 140827 Pancoran Mas 1767428 Parung 1563029 Sawangan 1718930 Sukaraja 4312531 Sukmajaya 219132 Tanah Sareal 671

Total 1385320

74

Lampiran 5. Biaya distribusi aktual No. Kecamatan Jumlah (Rp)

1 Beji 4329002 Bogor Barat 6474003 Bogor Selatan 53188454 Bogor Tengah 466774415 Bogor Timur 11861836 Bogor Utara 364715527 Bojong Gede 8814008 Caringin 14534009 Cariu 3416880

10 Ciampea 112840011 Ciawi 89830012 Cibinong 516022813 Cigudeg 284394814 Cijeruk 121940015 Cileungsi 962147016 Cimanggis 72480017 Ciomas 82500018 Cisarua 136000019 Citeureup 726531520 Dramaga 91260021 Gunung Putri 227607522 Jasinga 499372523 Jonggol 613082024 Kemang 367000025 Leuwiliang 703010526 Mega Mendung 71060027 Pancoran Mas 126100028 Parung 111150029 Sawangan 108290030 Sukaraja 40560031 Sukmajaya 62320032 Tanah Sareal 368600

Total 158109587

75

Lampiran 6. Nama kecamatan di wilayah bogor danbepok dan variabel yang mewakilinya

No. Kecamatan Variabel Biaya Angkut (Rp) 1. Beji Xi1 7132. Bogor Barat Xi2 1003. Bogor Selatan Xi3 1314. Bogor Tengah Xi4 1545. Bogor Timur Xi5 1506. Bogor Utara Xi6 1157. Bojong Gede Xi7 998. Caringin Xi8 4509. Cariu Xi9 650

10. Ciampea Xi10 3811. Ciawi Xi11 8812. Cibinong Xi12 16013. Cigudeg Xi14 18214. Cijeruk Xi15 36815. Cileungsi Xi16 17716. Cimanggis Xi17 120417. Ciomas Xi18 75618. Cisarua Xi19 33819. Citeureup Xi20 13120. Dramaga Xi21 23621. Gunung Putri Xi22 28522. Jasinga Xi23 14823. Jonggol Xi24 17024. Kemang Xi25 12225. Leuwiliang Xi26 8326. Mega Mendung Xi27 58027. Pancoran Mas Xi28 8628. Parung Xi29 8229. Sawangan Xi30 7230. Sukaraja Xi31 1131. Sukmajaya Xi32 34132. Tanah Sareal Xi33 659

76

Lampiran 7. Hasil pengalokasian optimal produk sarimi

No. Kecamatan Jumlah (karton) 1. Beji 0 2. Bogor Barat 7757 3. Bogor Selatan 48556 4. Bogor Tengah 356787 5. Bogor Timur 9481 6. Bogor Utara 379642 7. Bojong Gede 10232 8. Caringin 0 9. Cariu 0 10. Ciampea 32454 11. Ciawi 11742 12. Cibinong 0 13. Cigudeg 0 14. Cijeruk 0 15. Cileungsi 0 16. Cimanggis 0 17. Ciomas 0 18. Cisarua 0 19. Citeureup 66786 20. Dramaga 0 21. Gunung Putri 0 22. Jasinga 37205 23. Jonggol 0 24. Kemang 32963 25. Leuwiliang 93649 26. Mega Mendung 0 27. Pancoran Mas 17674 28. Parung 15630 29. Sawangan 17189 30. Sukaraja 43125 31. Sukmajaya 0 32. Tanah Sareal 0

Total 1180872

77

Lampiran 8. Persentase optimal pengiriman produk ke tiap kecamatan

No. Kecamatan Jumlah (karton) % 1. Beji 607 02. Bogor Barat 6464 0,6568873. Bogor Selatan 40463 4,1118774. Bogor Tengah 303991 30,213865. Bogor Timur 7901 0,8028816. Bogor Utara 316368 32,149297. Bojong Gede 8897 0,8664788. Caringin 3228 09. Cariu 5260 010. Ciampea 29504 2,74830811. Ciawi 10210 0,9943512. Cibinong 32242 013. Cigudeg 15616 014. Cijeruk 3313 015. Cileungsi 54215 016. Cimanggis 602 017. Ciomas 1091 018. Cisarua 4029 019. Citeureup 55655 5,65565120. Dramaga 3875 021. Gunung Putri 7981 0.22. Jasinga 33823 3,15063823. Jonggol 36060 024. Kemang 29966 2,79141225. Leuwiliang 85135 7,93049526. Mega Mendung 1225 027. Pancoran Mas 14728 1,49669128. Parung 13591 1,32359829. Sawangan 14947 1,45561930. Sukaraja 37500 3,65196231. Sukmajaya 1826 032. Tanah Sareal 559 0

Total 1180872 100

78

Lampiran 9. Biaya distribusi optimal (hasil pengolahan linier programming)

No. Kecamatan Jumlah (Rp) 1. Beji 0 2. Bogor Barat 775700 3. Bogor Selatan 6360836 4. Bogor Tengah 54945198 5. Bogor Timur 1422150 6. Bogor Utara 43658830 7. Bojong Gede 1012968 8. Caringin 0 9. Cariu 0 10. Ciampea 1233252 11. Ciawi 1033296 12. Cibinong 0 13. Cigudeg 0 14. Cijeruk 0 15. Cileungsi 0 16. Cimanggis 0 17. Ciomas 0 18. Cisarua 0 19. Citeureup 8748966 20. Dramaga 0 21. Gunung Putri 0 .22. Jasinga 5506340 23. Jonggol 0 24. Kemang 4021486 25. Leuwiliang 7772867 26. Mega Mendung 0 27. Pancoran Mas 1519964 28. Parung 1281660 29. Sawangan 1237608 30. Sukaraja 474375 31. Sukmajaya 0 32. Tanah Sareal 0

Total 141005496

79

Lampiran 10. Input data (model LP) 713X11+100X12+131X13+154X14+150X15+115X16+99X17+450X18+650X19+38X110+88X111+160X112+182X113+368X114+177X115+1204X116+756X117+338X118+131X119+236X120+285X121+148X122+170X123+122X124+83X125+580X126+86X127+82X128+72X129+11X130+341X131+659X132 st X11+X12+X13+X14+X15+X16+X17+X18+X19+X110+X111+X112+X113+X114+X115+X116+X117+X118+X119+X120+X121+X122+X123+X124+X125+X126+X127+X128+X129+X130+X131+X132=1180872 X11<=698 X12<=7757 X13<=48556 X14<=364789 X15<=9481 X16<=379642 X17<=10232 X18<=3551 X19<=5786 X110<=32454 X111<=11742 X112<=38690 X113<=17178 X114<=3810 X115<=62347 X116<=722 X117<=1255 X118<=4633 X119<=66786 X120<=4263 X121<=9577 X122<=37205 X123<=39666 X124<=32963 X125<=93649 X126<=1408 X127<=17674 X128<=15630 X129<=17189 X130<=43125 X131<=2191 X132<=671 end

80

Lampiran 11. Hasil output optimal LP OPTIMUM FOUND AT STEP 15 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 0.1410055E+09 VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 559.000000 X12 7757.000000 0.000000 X13 48556.000000 0.000000 X14 356787.000000 0.000000 X15 9481.000000 0.000000 X16 379642.000000 0.000000 X17 10232.000000 0.000000 X18 0.000000 296.000000 X19 0.000000 496.000000 X110 32454.000000 0.000000 X111 11742.000000 0.000000 X112 0.000000 6.000000 X113 0.000000 28.000000 X114 0.000000 214.000000 X115 0.000000 23.000000 X116 0.000000 1050.000000 X117 0.000000 602.000000 X118 0.000000 184.000000 X119 66786.000000 0.000000 X120 0.000000 82.000000 X121 0.000000 131.000000 X122 37205.000000 0.000000 X123 0.000000 16.000000 X124 32963.000000 0.000000 X125 93649.000000 0.000000 X126 0.000000 426.000000 X127 7674.000000 0.000000 X128 15630.000000 0.000000 X129 17189.000000 0.000000 X130 43125.000000 0.000000 X131 0.000000 187.000000 X132 0.000000 505.000000 ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 -154.000000 3) 698.000000 0.000000 4) 0.000000 54.000000 5) 0.000000 23.000000 6) 8002.000000 0.000000 7) 0.000000 4.000000 8) 0.000000 39.000000 9) 0.000000 55.000000 10) 3551.000000 0.000000 11) 5786.000000 0.000000 12) 0.000000 116.000000 13) 0.000000 66.000000

81

Lanjutan lampiran 11 14) 38690.000000 0.000000 15) 17178.000000 0.000000 16) 3810.000000 0.000000 17) 62347.000000 0.000000 18) 722.000000 0.000000 19) 1255.000000 0.000000 20) 4633.000000 0.000000 21) 0.000000 23.000000 22) 4263.000000 0.000000 23) 9577.000000 0.000000 24) 0.000000 6.000000 25) 39666.000000 0.000000 26) 0.000000 32.000000 27) 0.000000 71.000000 28) 1408.000000 0.000000 29) 0.000000 68.000000 30) 0.000000 72.000000 31) 0.000000 82.000000 32) 0.000000 143.000000 33) 2191.000000 0.000000 34) 671.000000 0.000000 NO. ITERATIONS= 15 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 713.000000 INFINITY 559.000000 X12 100.000000 54.000000 INFINITY X13 131.000000 23.000000 INFINITY X14 154.000000 6.000000 4.000000 X15 150.000000 4.000000 INFINITY X16 115.000000 39.000000 INFINITY X17 99.000000 55.000000 INFINITY X18 450.000000 INFINITY 296.000000 X19 650.000000 INFINITY 496.000000 X110 38.000000 116.000000 INFINITY X111 88.000000 66.000000 INFINITY X112 160.000000 INFINITY 6.000000 X113 182.000000 INFINITY 28.000000 X114 368.000000 INFINITY 214.000000 X115 177.000000 INFINITY 23.000000 X116 1204.000000 INFINITY 1050.000000 X117 756.000000 INFINITY 602.000000 X118 338.000000 INFINITY 184.000000 X119 131.000000 23.000000 INFINITY X120 236.000000 INFINITY 82.000000 X121 285.000000 INFINITY 131.000000 X122 148.000000 6.000000 INFINITY X123 170.000000 INFINITY 16.000000 X124 122.000000 32.000000 INFINITY X125 83.000000 71.000000 INFINITY

82

Lanjutan lampiran 11 X126 580.000000 INFINITY 426.000000 X127 86.000000 68.000000 INFINITY X128 82.000000 72.000000 INFINITY X129 72.000000 82.000000 INFINITY X130 11.000000 143.000000 INFINITY X131 341.000000 INFINITY 187.000000 X132 659.000000 INFINITY 505.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1180872.000000 8002.000000 356787.000000 3 698.000000 INFINITY 698.000000 4 7757.000000 356787.000000 7757.000000 5 48556.000000 356787.000000 8002.000000 6 364789.000000 INFINITY 8002.000000 7 9481.000000 356787.000000 8002.000000 8 379642.000000 356787.000000 8002.000000 9 10232.000000 356787.000000 8002.000000 10 3551.000000 INFINITY 3551.000000 11 5786.000000 INFINITY 5786.000000 12 32454.000000 356787.000000 8002.000000 13 11742.000000 356787.000000 8002.000000 14 38690.000000 INFINITY 38690.000000 15 17178.000000 INFINITY 17178.000000 16 3810.000000 INFINITY 3810.000000 17 62347.000000 INFINITY 62347.000000 18 722.000000 INFINITY 722.000000 19 1255.000000 INFINITY 1255.000000 20 4633.000000 INFINITY 4633.000000 21 66786.000000 356787.000000 8002.000000 22 4263.000000 INFINITY 4263.000000 23 9577.000000 INFINITY 9577.000000 24 37205.000000 356787.000000 8002.000000 25 39666.000000 INFINITY 39666.000000 26 32963.000000 356787.000000 8002.000000 27 93649.000000 356787.000000 8002.000000 28 1408.000000 INFINITY 1408.000000 29 17674.000000 356787.000000 8002.000000 30 15630.000000 356787.000000 8002.000000 31 17189.000000 356787.000000 8002.000000 32 43125.000000 356787.000000 8002.000000 33 2191.000000 INFINITY 2191.000000 34 671.000000 INFINITY 671.000000

KOMISARIS

BRANCH MANAGER

SALES MANAGER

ADMINISTRATION DEPARTEMENT HEAD LOGISTIK PERSONALIA

SALES SUPERVISOR

SALESMAN TRADITIONAL

MARKET

SALESMAN MODERN MARKET

BILLING

KASIR

FAKTURISASI

CLAIM

ELECTRONIC DATA PROCESSING

OFFICE GIRL

DELIVERY

DRIVER AND HELPER DRIVER

ADM. GUDANG

KA. GUDANG

HELPER GUDANG