Analisis Produk Nata de Banana Skin

  • Upload
    brilili

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/13/2019 Analisis Produk Nata de Banana Skin

    1/4

    Analisis Produk Nata de Banana Skin

    Pada produk nata de banana skin ini dilakukan beberapa analisis, seperti organoleptik, jumlah

    kadar gula, dan kadar serat kasar. Hasil analisis ini kemudian dibandingkan dengan standar

    nata de coco dalam kemasan yaitu SNI 01-4713-1996.

    OrganoleptikPada analisa organoleptik ini, yang dianalisis adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur.

    Analisa ini melibatkan beberapa orang sebagai panelis, yaitu 30 orang dengan uji

    hedonik (kesukaan). Skala penerimaan uji ini adalah 1 sampai 5 dengan skala 1 adalah

    skala sangat tidak suka dan skala 5 sebagai skala sangat suka. Warna pada makanan

    merupakan komponen yang penting sebagai pembangkit selera makan. Uji warna ini

    dinilai dengan melihat kesukaan warna nata de banana skin yang dihasilkan. Hasil warna

    nata de banana skin yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari kandungan pektin

    jenis kulit pisang. Semakin banyak jumlah kandungan pektin (poliskarida struktural),

    warna produk yang dihasilkan semakin kusam. Oleh karena itu, perbedaan warna natatergantung oleh jenis kulit pisang yang digunakan.

    Menurut Bambang Kartika, dkk (1988) aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga

    biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya.

    Perbedaan tersebut dikarenakan setiap panelis memiliki ketajaman indera penciuman

    yang berbeda-beda. Semakin tajam aroma kulit pisang, aroma nata yang dhasilkan pun

    akan tercium. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa

    dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan

    mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan

    syaraf. Rasa juga dapat mempengaruhi penerimaan panelis mengenai produk. Tekstur

    merupakan kenampakan dari luar yang dapat secara langsung dilihat oleh konsumensehingga akan mempengaruhi penilaian terhadap diterima atau tidaknya produk tersebut.

    Penggunaan bahan kulit pisang yang berbeda juga akan mempengaruhi tekstur nata yang

    dihasilkan. Kandungan pektin yang tinggi di kulit pisang akan menghasilkan tekstur nata

    yang liat.

    Jumlah Kadar Gula ( sebagai jumlah sakarosa)Komponen karbohidrat dalam sampel oleh asam sulfat akan dihidrolisis menjadi

    monosakarida dan selanjutnya monosakarida akan mengalami dehidrasi oleh asam sulfat

    menjadi furfural atau hidroksi metil furfural. Senyawa furfural atau hidroksi metil

    furfural dengan alfa naftol akan berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang

    berwarna ungu. Apabila pemberian asam sulfat pada larutan karbohidrat yang telahdiberi alfa naftol melalui dinding gelas dan dilakukan secara hati-hati maka warna ungu

    yang terbentuk berupa cincin pada batas antara larutan karbohidrat dengan asam sulfat.

    Bagian kulit pisang yang digunakan adalah bagian dalamnya saja yang masih

    mengandung sejumlah glukosa. Bagian kulit pisang tidak dapat digunakan seluruhnya

    karena bagian luar kulit pisang mengandung getah yang dapat menghambat pertumbuhan

    Acetobacer xylinum. Kemudian bagian dalam kulit pisang diblender agar bakteri

    Acetobacter mudah dalam menggunakan glukosa. Penentuan jumlah kadar gula ini

    ditentukan jumlahnya dengan metode luff schoorl sebagai jumlah sukrosa dalam nata.

    Prinsip kerja dari analisis ini adalah sakarosa dihidrolisis menjadi gula pereduksi. Jumlah

    gula pereduksi ditentukan dengan cara seperti pada penetapan kadar gula pereduksi.

  • 8/13/2019 Analisis Produk Nata de Banana Skin

    2/4

    Hasil kali faktor kimia dengan selisih kadar gula sesudah dan sebelum inversi

    menunjukan kadar sakarosa.

    Kadar Serat KasarSerat (fiber) adalah polisakarida non pati berupa karbohidrat komplek yang

    terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu. Serat

    terbagi menjadi dua, yaitu serat kasar (Crude Fiber) dan serat makanan (Dietary Fiber).

    Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air, misalnya selulosa,

    hemiselulosa, dan lignin. Adapun serat yang larut dalam air adalah pektin dan gum.

    Sedangkan Dietary Fiber atau serat makanan yaitu semua jenis serat yang tetap ada

    setelah pencernaan, baik serat yang larut dalam air maupun serat yang tidak larut dalam

    air.

    Komponen-komponen organik yang terdapat setelah penghilang protein kasar,

    lemak kasar dan karbohidrat larut. Prinsip kerja analisa serat kasar ini ditetapkan dengan

    menghidrolisisnya dalam asam kuat encer dan basa kuat encer sehingga karbohidrat,

    protein dan zat-zat lain dalam makanan terhidrolisis. Kemudian disaring dengan vakum

    dicuci dengan air panas berasam dan setelah itu dengan alkohol dan setelah pengeringan

    terdapat residu berapa serat kasar.

    Tabel 1. Syarat Mutu Nata Dalam Kemasan (SNI 01-4713-1996)

  • 8/13/2019 Analisis Produk Nata de Banana Skin

    3/4

    Namun, nata de banana skin yang dihasilkan belum diuji. Hal tersebut dikarenakan waktu

    inkubasi nata de banana skin belum cukup sehingga lembaran nata belum terbentuk. Terdapat

    beberapa hal yang dapat menggagalkan proses pembuatan nata seperti bahan dan alat

    penunjang yang digunakan kurang memadai atau sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh

    Acetobacter xylinum seperti oksigen, pH, suhu, nutrisi, ketelitian, dan kesterilan alat.

    Kesimpulan

    Hasil produk nata de banana skin yang dihasilkan tidak dibandingkan dengan SNI karena

    lembaran nata belum terbentuk. Hal tersebut disebabkan waktu inkubasi nata belum cukup

    sehingga lembaran nata belum terbentuk. Waktu inkubasi nata berkisar 10-14 hari.

    Daftar Pustaka

  • 8/13/2019 Analisis Produk Nata de Banana Skin

    4/4

    Badan Standarisasi Nasional. 1996. Nata dalam kemasan. SNI 01-4317-1996

    Kartika, Bambang, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: PAU

    Pangan dan Gizi UGM