137
i 388/KP/I/2010-2011 LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. AETRA AIR JAKARTA ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM INSTALASI PENGOLAHAN AIR BUARAN PT. AETRA AIR JAKARTA Disusun oleh: Camelia Indah Murniwati 15307066 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Analisis Proses Pengolahan Air Minum IPA Buaran PT. Aetra Air Jakarta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Kerja Praktek Program Studi Teknik Lingkungan ITB pada tahun 2010. Kerja Praktek dilakukan pada 1 Juni sampai dengan 30 Juli 2010 oleh Camelia Indah Murniwati dengan NIM 15307066.

Citation preview

  • i

    388/KP/I/2010-2011

    LAPORAN KERJA PRAKTEK

    PT. AETRA AIR JAKARTA

    ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM INSTALASI

    PENGOLAHAN AIR BUARAN PT. AETRA AIR JAKARTA

    Disusun oleh:

    Camelia Indah Murniwati

    15307066

    PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

    FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2010

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM INSTALASI

    PENGOLAHAN AIR BUARAN PT. AETRA AIR JAKARTA

    Disusun oleh:

    Camelia Indah Murniwati

    15307066

    Disetujui untuk Institut Teknologi Bandung oleh:

    Koordinator Kerja Praktek,

    Dosen Pembimbing,

    Dr. Moch. Chaerul, S.T., M.T. Ir. Idris Maxdoni Kamil, MSc., Ph.D

    NIP. 132327356 NIP. 130809420

  • iii

    ABSTRAK

    Instalasi Pengolahan Air Buaran menggunakan air baku yang berasal dari Kanal

    Tarum Barat yang masuk secara gravitasi. IPA Buaran terdiri dari dua instalasi

    yaitu Buaran I dan Buaran II. Unit pengolahan air yang ada di IPA Buaran adalah

    bangunan penyadap air baku, saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk,

    pulsator, saringan pasir cepat, dan reservoir. Proses yang terjadi adalah koagulasi

    pada bak pengaduk, flokulasi dan sedimentasi pada pulsator, penyaringan pada

    saringan pasir cepat, disinfeksi dengan klor, dan netralisasi dengan kapur. Bahan

    kimia yang umum digunakan adalah koagulan, khlor, dan kapur. Untuk menjaga

    proses yang terjadi agar berjalan dengan baik dan memperoleh air minum sesuai

    dengan standar diperlukan pemeriksaan secara berkala pada sampel air baku, air

    pulsator, air filter, dan air minum yang dihasilkan. Parameter yang diperiksa

    antara lain kekeruhan, pH, sisa khlor, organik, amonia, besi, dan mangan. Standar

    kualitas air baku diatur dalam S.K. Gub. DKI 582/1995 namun IPA Buaran

    memiliki standar berdasarkan Perjanjian Kerja Sama untuk air baku yang akan

    diolah. Kualitas air minum yang dihasilkan harus mengikuti standar

    PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002. Untuk memenuhi standar tersebut,

    IPA Buaran memiliki standar operasional di masing-masing unit. Kontaminan

    utama yang mempengaruhi operasional IPA Buaran adalah kekeruhan, amonia,

    organik, besi, dan mangan.

    Kata kunci: Instalasi Pengolahan Air Buaran, bangunan penyadap air baku,

    saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk, pulsator, saringan pasir cepat,

    reservoir

  • iv

    ABSTRACT

    Buaran Water Treatment Plant uses raw water entering by gravity from West

    Tarum Canal. Buaran WTP consists of two installations, Buaran I and Buaran II.

    The existing water treatment unit in Buaran WTP is intake, coarse screen, fine

    screen, mixing basin, pulsator, rapid sand filter, and reservoir. The processes

    that occured are coagulation in the mixing basin, flocculation and sedimentation

    in the pulsator, filtration in the rapid sand filter, disinfection with chlorine,

    neutralization with lime. Chemicals that commonly used are coagulants, chlorine,

    and lime. To keep the process going to run well and get drinking water in

    accordance with drinking water standards, periodic checks on samples of raw

    water, pulsator water filter water, and drinking water are required. The

    parameters that are checked include turbidity, pH, residual chlorine, organic

    matter, ammonia, iron, and manganese. Raw water quality standards are

    regulated in S.K. Gub. DKI 582/1995 but Buaran WTP has a standard based on

    an agreement for raw water that will be processed. The quality of clean water

    should follow the standard in PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002. To meet

    this standard, Buaran WTP has operational standards in every unit.

    Contaminants that affect operational of Buaran WTP are turbidity, ammonia,

    organic matter, iron, and manganese.

    Key words: Buaran Water Treatment Plant, intake, coarse screen, fine screen,

    mixing basin, pulsator, rapid sand filter, reservoir

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi segala nikmat

    sehingga saya dapat melakukan kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja

    praktek yang berjudul Analisis Proses Pengolahan Air Minum PT. Aetra Air

    Jakarta di Instalasi Pengolahan Air Buaran. Laporan kerja praktek ini disusun

    untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program sarjana S1 Program

    Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

    Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Bapak H.M. Limbong, sebagai Senior Manajer Production Trunk Main

    (PTM),

    2. Ibu Angelika Mustika Sari, sebagai Manajer PTM-Planning & Monitoring,

    3. Bapak Djoni Heryanto, sebagai Manajer IPA Buaran,

    4. Ibu Nini Triatmi, sebagai Career & Employee Development Manager,

    5. Ibu Ismalainah, sebagai Supervisor Production & TM Planning,

    6. Bapak Djanu Ismanto, sebagai Supervisor Production Operation,

    7. Ir. Idris Maxdoni Kamil, MSc., Ph.D, sebagai dosen pembimbing kerja

    praktek TL ITB,

    8. Dr. Ir. Agus Jatnika Effendi, sebagai Ketua Program Studi sarjana TL ITB,

    9. Dr. Moch. Chaerul, S.T., M.T., sebagai koordinator mata kuliah kerja

    praktek TL ITB,

    10. Orang tua saya, Papa Jaka dan Mama Ida serta adik saya, Faisal yang telah

    mendoakan dan mendukung saya,

    11. Ibu Titi yang mengurus kelengkapan surat KP,

    12. Ibu Sri yang meminjamkan buku perpustakaan,

    13. Ibu Narmi, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Irsan, Ibu As, Ibu Andika, Mba Fitri,

    Pak Angga, Pak Irawan, Pak Ari, Pak Muhrojin, Pak Mahrudin, Pak Tarno

    sebagai teman satu ruangan yang memberikan bimbingan selama kerja

    praktek.

    14. Pak Weddy, Pak Miskat, Pak Rizal, Pak Aay, Pak Sunaryo, Pak Fauzi, Pak

    Horizon, Pak Nurkhozin, Pak Mulyanto, Pak Joslan, Pak Sutikno, Pak

  • vi

    Tugiran, Pak Pardi yang ada di laboratorium proses yang telah

    memberikan penjelasan tentang proses produksi.

    15. Pak Iman, Pak Budi, Pak Haji Akhmad, Pak Sunaryo, Pak Indra, Pak Ari,

    Pak Darmanto, Pak Latief, Pak Teguh yang telah memberi penjelasan

    tentang pengoperasian unit pengolahan.

    16. Ibu Endang, Ibu Efita, Mba Rizma, Mas Putra, Mba Dian, Mba Maya, Pak

    Darsono, Pak Firman, Pak Tisna yang ada di laboratorium kualitas yang

    mengajarkan tentang pengecekan kualitas air.

    17. Ibu Maya, Ibu Lili, Pak Gede, Ibu Puji, Pak Sumantri, Pak Ardi yang

    membimbing sewaktu di IPA Pulo Gadung,

    18. Pak Sodik dan Pak Rudi yang mengajak sampling air distribusi di rumah

    warga,

    19. Pak Arief yang mengajak ke rumah pompa Pasar Rebo dan Pusat

    Distribusi Cilincing,

    20. Pak Fudoli yang mengantarkan ke Jatiluhur untuk melihat air baku,

    21. Pak Suharto dan Pak Parno dari bagian maintenance,

    22. Pak Talkhis dan Pak Riyadi yang menjelaskan tentang pelarutan kapur dan

    jembatan timbang,

    23. Ibu Desi yang memberi bimbingan sewaktu di Pusat Distribusi Cilincing,

    24. Ibu Sawitri, Ibu Etty, Ibu Uni, Ibu Andri yang juga memberikan

    bimbingan dan arahan selama kerja praktek,

    25. Mas Faisal yang setiap hari menyediakan air minum di meja saya,

    26. Abang Ojeg Dodi dan Amin yang sering mengantar ke kantor,

    27. Semua pihak yang juga membantu dalam pelaksanaan kerja praktek dan

    penyusunan laporan yang namanya belum disebutkan.

    Dalam penyusunan laporan ini, masih banyak kekurangan karena

    keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, sangat

    diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini.

    Semoga laporan ini bermanfaat bagi saya dan para pembaca sekalian.

    Jakarta, Juli 2010

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i

    LEMBAR PENGESAHAN ii

    ABSTRAK iii

    ABSTRACT iv

    KATA PENGANTAR v

    DAFTAR ISI vii

    DAFTAR TABEL ix

    DAFTAR GAMBAR x

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1 Latar Belakang 1

    1.2 Tujuan 1

    1.3 Metodologi 2

    1.4 Ruang Lingkup 2

    1.5 Sistematika Pembahasan 3

    BAB II PROFIL PERUSAHAAN 4

    2.1 Sejarah Singkat PT. Aetra Air Jakarta 4

    2.2 Definisi, Rasional Nama dan Logo Brand Aetra 4

    2.3 Latar Belakang Perubahan Brand TPJ Menjadi Aetra 5

    2.4 Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta 5

    2.5 Struktur Organisasi PT. Aetra Air Jakarta 7

    2.6 Sarana Bangunan Pendukung Instalasi Produksi Buaran 16

    2.7 Siklus Hidup Manajemen 27

    BAB III PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM IPA BUARAN 30

    3.1 Air Baku 30

    3.2 Diagram Alir IPA Buaran 34

    3.3 Intake 35

    3.4 Mixing Basin 40

  • viii

    3.5 Pulsator 44

    3.6 Rapid Sand Filter 50

    3.7 Ground Reservoir 53

    3.8 Pompa 56

    3.9 Waste Basin 60

    3.10 Sludge Drying Bed 61

    BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 63

    4.1 Screening 63

    4.2 Sedimentasi 63

    4.3 Koagulasi 64

    4.4 Flokulasi 66

    4.5 Filtrasi 67

    4.6 Disinfeksi 69

    4.7 Pengolahan Besi dan Mangan 71

    4.8 Proses Penghilangan Amonia 74

    4.9 Reservoir 77

    BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PROSES

    PENGOLAHAN AIR MINUM TAHUN 2009 78

    5.1 Air Baku 78

    5.2 Air Pulsator 87

    5.3 Air Filter 94

    5.4 Air Minum 101

    BAB VI PENUTUP 109

    6.1 Kesimpulan 109

    6.2 Saran 110

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • ix

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Parameter Pemeriksaan Air Baku 18

    Tabel 2.2 Parameter Pemeriksaan Air Minum 19

    Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub 582 Tahun 1995 34

    Tabel 3.2 Standar Air Baku Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama 34

    Tabel 3.3 Dosis Koagulan di Buaran 42

    Tabel 3.4 Jumlah Pengoperasian Pulsator 46

    Tabel 3.5 Pengoperasian Pulsator di Buaran 48

    Tabel 3.6 Reservoir Air Minum Buaran II 56

    Tabel 3.7 Jumlah pompa yang dapat dioperasikan berdasarkan

    ketinggian muka air pada masing-masing reservoir 58

    Tabel 3.8 Dimensi Surge Tower 58

    Tabel 3.9 Reservoir pada Pusat Distribusi Cilincing 59

  • x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur Board of Director PT. Aetra Air Jakarta 11

    Gambar 2.2 Struktur Operation Director 12

    Gambar 2.3 Struktur Production & Trunk Main 13

    Gambar 2.4 Struktur Organisasi IPA Buaran 14

    Gambar 2.5 Struktur Organisasi PTM PM 15

    Gambar 2.6 Site Plant IPA Buaran 16

    Gambar 2.7 Gedung Operasional Buaran 17

    Gambar 2.8 Laboratorium Kualitas 17

    Gambar 2.9 Laboratorium Proses 21

    Gambar 2.10 Kontainer Khlorin 22

    Gambar 2.11 Evaporator Portacel dan WT 23

    Gambar 2.12 Sistem Spiral pada Evaporator Portacel 23

    Gambar 2.13 Regulator 23

    Gambar 2.14 Khlorinator untuk Pre, Inter, dan Post 24

    Gambar 2.15 Injektor 24

    Gambar 2.16 Netralisasi 24

    Gambar 2.17 Tempat Penyimpanan Kapur Powder 25

    Gambar 2.18 Inlet Kapur Powder 25

    Gambar 2.19 Bak Pencampuran Kapur Powder dengan Air 25

    Gambar 2.20 Mixer Kapur 25

    Gambar 2.21 Saturator 26

    Gambar 2.22 Pompa Kapur 26

    Gambar 2.23 Siklus Hidup Manajemen 29

    Gambar 3.1 Skema Aliran Air Baku 30

    Gambar 3.2 Waduk Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 30

    Gambar 3.3 Diagram Alir Proses pengolahan Air IPA Buaran 35

    Gambar 3.4 Daerah Pelayanan 35

    Gambar 3.5 Bar Screen 36

    Gambar 3.6 Coarse Screen 36

    Gambar 3.7 Fine Screen 37

  • xi

    Gambar 3.8 Pembubuhan Karbon Aktif 37

    Gambar 3.9 Pembubuhan Pre Khlor 38

    Gambar 3.10 Pembubuhan Pre Lime 38

    Gambar 3.11 Emergency Valve 39

    Gambar 3.12 Pompa Sampel Air Baku 39

    Gambar 3.13 Valve flowmeter air baku untuk Buaran I 40

    Gambar 3.14 Flowmeter 40

    Gambar 3.15 Mixing Basin 41

    Gambar 3.16 Mixer 41

    Gambar 3.17 Terjunan Hidrolis 41

    Gambar 3.18 Pembubuhan Koagulan 43

    Gambar 3.19 Tangki beserta pompa Alum 43

    Gambar 3.20 Tangki beserta pompa LT7994 43

    Gambar 3.21 Tangki beserta pompa PAC 44

    Gambar 3.22 Pembubuhan pre khlor pada mixing basin 44

    Gambar 3.23 Pulsator 44

    Gambar 3.24 Pulsator yang sedang dikuras 45

    Gambar 3.25 Dasar Pulsator 45

    Gambar 3.26 Ruang Vakum 46

    Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum 46

    Gambar 3.28 Sludge Extraction 47

    Gambar 3.29 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Extraction 47

    Gambar 3.30 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Drain 47

    Gambar 3.31 Air bersih untuk flushing dasar pulsator 48

    Gambar 3.32 Skema Pulsator IPA Buaran 49

    Gambar 3.33 Titik Pembubuhan Intermediate Khlor 50

    Gambar 3.34 Pompa Sampel Air Pulsator 50

    Gambar 3.35 Lapisan Pasir 50

    Gambar 3.36 Nozzle pada dasar bak 51

    Gambar 3.37 Bak Filter yang masih beroperasi dengan baik 52

    Gambar 3.38 Bak Filter yang sudah mengalami clogging 53

    Gambar 3.39 Pompa Sampel Air Filter 53

  • xii

    Gambar 3.40 Reservoir Buaran II 54

    Gambar 3.41 Pembubuhan Post Khlor pada pipa kuning 54

    Gambar 3.42 Titik Pembubuhan Post Lime 55

    Gambar 3.43 Pengambilan Sampel Air Minum 55

    Gambar 3.44 Pompa Distribusi Buaran I 57

    Gambar 3.45 Pompa Transmisi Buaran II 57

    Gambar 3.46 Surge Tower Buaran 58

    Gambar 3.47 Sludge Basin 60

    Gambar 3.48 Waste Basin 61

    Gambar 3.49 Lumpur basah;Lumpur mengering;Lumpur sudah diangkut 62

    Gambar 4.1 Skema Pulsator 67

    Gambar 4.2 Keseinbangan antara Cl2, HOCl, dan OCl- dan

    hubungannya dengan nilai pH pada T = 25oC 75

    Gambar 4.3 Grafik Khlorinasi dengan breakpoint

    (Khlorinasi titik retak) 76

    Gambar 5.1 Diagram Kontaminan dalam Air Baku Tahun 2009 79

    Gambar 5.2 Grafik Kekeruhan Air Baku Tahun 2009 79

    Gambar 5.3 Grafik Amonia Air Baku Tahun 2009 81

    Gambar 5.4 Grafik Organik Air Baku Tahun 2009 83

    Gambar 5.5 Grafik pH Air baku Tahun 2009 83

    Gambar 5.6 Grafik Besi Air Baku Tahun 2009 84

    Gambar 5.7 Grafik Mangan Air Baku Tahun 2009 86

    Gambar 5.8 Grafik Kekeruhan Air Pulsator Buaran I Tahun 2009 87

    Gambar 5.9 Grafik Kekeruhan Air Pulsator Buaran II Tahun 2009 87

    Gambar 5.10 Grafik pH Air Pulsator Buaran I Tahun 2009 92

    Gambar 5.11 Grafik pH Air Pulsator Buaran II Tahun 2009 92

    Gambar 5.12 Grafik Residu Khlor Air Pulsator Buaran I 93

    Gambar 5.13 Grafik Residu Khlor Air Pulsator Buaran II 93

    Gambar 5.14 Grafik Kekeruhan Air Filter Buaran I Tahun 2009 95

    Gambar 5.15 Grafik Kekeruhan Air Filter Buaran II Tahun 2009 95

    Gambar 5.16 Grafik pH Air Filter Buaran I Tahun 2009 96

    Gambar 5.17 Grafik pH Air Filter Buaran II Tahun 2009 96

  • xiii

    Gambar 5.18 Grafik Residu Khlor Air Filter Buaran I 97

    Gambar 5.19 Grafik Residu Khlor Air Filter Buaran II 97

    Gambar 5.20 Grafik Besi Air Filter Buaran I Tahun 2009 98

    Gambar 5.21 Grafik Besi Air Filter Buaran II Tahun 2009 98

    Gambar 5.22 Grafik Mangan Air Filter Buaran I Tahun 2009 99

    Gambar 5.23 Grafik Mangan Air Filter Buaran II Tahun 2009 99

    Gambar 5.24 Grafik Organik Air Filter Buaran I Tahun 2009 100

    Gambar 5.25 Grafik Organik Air Filter Buaran II Tahun 2009 100

    Gambar 5.26 Grafik Amonia Air Filter Buaran I Tahun 2009 101

    Gambar 5.27 Grafik Amonia Air Filter Buaran II Tahun 2009 101

    Gambar 5.28 Grafik Kekeruhan Air Minum Buaran I Tahun 2009 102

    Gambar 5.29 Grafik Kekeruhan Air Minum Buaran II tahun 2009 102

    Gambar 5.30 Grafik pH Air Filter Buaran I Tahun 2009 103

    Gambar 5.31 Grafik pH Air Filter Buaran II Tahun 2009 103

    Gambar 5.32 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran I Tahun 2009 104

    Gambar 5.33 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran II Tahun 2009 104

    Gambar 5.34 Grafik Besi Air Minum Buaran I Tahun 2009 105

    Gambar 5.35 Grafik Besi Air Minum Buaran II Tahun 2009 105

    Gambar 5.36 Grafik Mangan Air Minum Buaran I Tahun 2009 106

    Gambar 5.37 Grafik Mangan Air Minum Buaran II Tahun 2009 106

    Gambar 5.38 Grafik Amonia Air Minum Buaran I Tahun 2009 107

    Gambar 5.39 Grafik Amonia Air Minum Buaran II Tahun 2009 107

    Gambar 5.40 Organik Air Minum Buaran I Tahun 2009 108

    Gambar 5.41 Organik Air Minum Buaran II Tahun 2009 108

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan

    manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, air bersih digunakan untuk mandi,

    mencuci, memasak, dan kegiatan penting lainnya. Sumber air bersih terbatas

    karena banyak sumber yang sudah tercemar. Oleh karena itu, air tersebut harus

    diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

    Sumber air baku yang digunakan Aetra berasal dari Waduk Jatiluhur. Air

    tersebut dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali

    Malang). Di sepanjang aliran sungai itu, masyarakat seringkali membuang

    sampah di sungai, sehingga air baku tercemar. Setelah sampai di Instalasi

    Pengolahan Air (IPA) Aetra Jakarta, air baku tersebut melewati serangkaian

    proses pengolahan sampai menjadi air minum yang siap didistribusikan ke

    pelanggan.

    Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan, Aetra memproduksi

    air dengan standar kualitas air minum. Standar kualitas air minum tersebut dapat

    dicapai dengan melakukan proses yang baik terhadap air baku. Proses pengolahan

    yang dilakukan terhadap air baku tersebut seharusnya sesuai dengan kualitas air

    baku. Dengan semakin meningkatnya pencemaran terhadap air baku, proses yang

    dilakukan juga harus ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, evaluasi proses

    pengolahan air minum perlu dilakukan.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan pelaksanaan kerja praktek di PT. Aetra Air Jakarta antara lain:

    1. Melengkapi pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui perkuliahan

    dengan penambahan pengetahuan dan pengalaman praktis di lapangan.

    2. Mengetahui kualitas air baku yang digunakan oleh Aetra.

    3. Mempelajari proses pengolahan air baku sampai menjadi air minum yang

    siap didistribusikan ke pelanggan.

  • 2

    4. Mempelajari kinerja instalasi pengolahahan air yang ada.

    5. Mengetahui kontaminan apa saja yang mempengaruhi operasional

    instalasi.

    6. Mengetahui kualitas air minum yang dihasilkan oleh Aetra.

    1.3 Metodologi

    Metodologi pengerjaan laporan ini adalah sebagai berikut:

    Studi Literatur.

    Pengumpulan data primer melalui dua macam cara, yaitu:

    o Interview (wawancara)

    Yaitu tanya jawab dengan pegawai atau orang yang

    bersangkutan secara lisan.

    o Field Research (Metode Observasi)

    Yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang

    diteliti.

    Pengumpulan data sekunder, meliputi gambaran umum perusahaan,

    tata letak dan diagram alir proses, dan data kualitas air.

    Analisis data, meliputi analisis data kualitas air baku sampai menjadi

    air minum.

    1.4 Ruang Lingkup

    Ruang lingkup kerja praktek ini meliputi:

    Orientasi, meliputi pengenalan hal-hal umum seperti sejarah PT. Aetra

    Air Jakarta dan struktur organisasi.

    Studi lapangan, meliputi pengenalan terhadap unit-unit yang ada di

    instalasi Buaran, mempelajari diagram alir proses, mempelajari cara

    penentuan dosis bahan kimia dan pembubuhannya di lapangan,

    mempelajari parameter-parameter apa saja yang diperiksa pada air

    proses.

    Pembahasan dibatasi pada analisis proses pengolahan air minum,

    kualitas air baku, kualitas air proses meliputi air pulsator, air filter, dan

  • 3

    air minum yang dihasilkan berdasarkan parameter-parameter tertentu

    sepanjang tahun 2009.

    1.5 Sistematika Pembahasan

    BAB I Pendahuluan, meliputi latar belakang, tujuan, metodologi, ruang lingkup,

    dan sistematika pembahasan dari pengerjaan laporan kerja praktek.

    BAB II Profil Perusahaan, meliputi sejarah singkat PT. Aetra Air Jakarta, definisi,

    rasional nama dan logo brand Aetra, latar belakang perubahan brand TPJ menjadi

    Aetra, visi, misi, nilai dan subnilai Aetra, struktur organisasi, dan sarana bangunan

    pendukung instalasi produksi Buaran.

    BAB III Proses Pengolahan Air Bersih IPA Buaran, meliputi air baku, diagram

    alir IPA Buaran, intake, mixing basin, pulsator, rapid sand filter, ground

    reservoir, pompa, waste basin, dan sludge drying bed.

    BAB IV Tinjauan Pustaka, meliputi uraian yang didapatkan dari literatur.

    BAB V Analisis dan Pembahasan, meliputi evaluasi proses pengolahan air minum

    yang mengkaji kualitas air baku, air pulsator, air filter, dan air minum berdasarkan

    parameter-parameter tertentu sepanjang tahun 2009.

    BAB VI Penutup, mencakup kesimpulan yang didapat dan saran-saran yang

    diusulkan sehubungan dengan proses pengolahan air minum.

  • 4

    BAB II

    PROFIL PERUSAHAAN

    2.1 Sejarah Singkat PT. Aetra Air Jakarta

    Pada awalnya, Aetra adalah Thames PAM Jaya (TPJ), perusahaan yang

    berada di bawah RWE Thames Water yang berpusat di Inggris. TPJ

    menandatangani 25 tahun perjanjian kerja sama dengan PDAM DKI Jakarta

    (PAM Jaya) pada bulan Juni 1997, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Februari

    1998 untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara serta melakukan investasi

    guna mengoptimalkan sistem pasokan air bersih bagi warga di wilayah timur DKI

    Jakarta yang meliputi: Sebagian wilayah Jakarta Utara, sebagian Jakarta Pusat,

    dan seluruh wilayah Jakarta Timur dengan Kali Ciliwung sebagai perbatasan

    wilayah operasionalnya. Pada tahun 2007, Acuatico Pte. Ltd. mengambil alih

    operasi kerja TPJ, melanjutkan sisa perjanjian Thames Water, dengan nama baru

    yaitu Aetra. Melalui visinya, Aetra berupaya untuk selalu meningkatkan

    kehidupan masyarakat, setiap saat.

    2.2 Definisi, Rasional Nama, dan Logo Aetra

    Aetra adalah sebuah brand pengelola dan penyedia air bersih yang

    bertujuan untuk meningkatkan kualitas melalui sarana penyediaan air minum

    berkualitas dengan pelayanan terbaik. Nama Aetra berasal dari kalimat Bahasa

    Indonesia Manajemen Air Timur Jakarta. Nama ini merupakan singkatan

    sekaligus inti dari pentingnya keberadaan brand Aetra bagi masyarakat yang

    berada di cakupan wilayahnya.

    Logo Aetra secara keseluruhan membentuk riak air yang dinamis dan

    tersirat bentuk stilasi manusia sebagai perlambangan semangat Aetra yang selalu

    ingin mengedepankan kesejahteraan hidup manusia menjadi lebih baik. Hidup

    yang lebih baik dapat diwujudkan melalui kerja sama yang baik antara Aetra

    dengan target audiensnya. Hal ini disimbolkan dengan dua tangan yang saling

    berjabat dan membentuk simbol hati. Paduan warna biru dan jingga menghasilkan

    harmonisasi yang memberi nuansa kedewasaan dalam bertindak dan semangat

    yang tak pernah padam.

  • 5

    2.3 Latar Belakang Perubahan Brand TPJ menjadi Aetra

    Acuatico Pte. Ltd. sebagai pemegang saham Aetra saat ini memiliki

    komitmen kuat untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan dan

    meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya. Guna mencapai hal itu,

    Acuatico melakukan perubahan pada arah strategi bisnisnya, mengubah nama

    brand perusahaan dari TPJ menjadi Aetra, serta menetapkan secara jelas lingkup

    bisnisnya. Adapun tujuan khusus dilakukannya perubahan tersebut adalah untuk

    menyatukan, memotivasi, dan memberi inspirasi kepada seluruh jajaran karyawan

    Aetra dalam berkomunikasi dengan pelanggannya demi meningkatkan kualitas

    hidup para pelanggan dan masyarakat secara umum.

    2.4 Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta

    Visi Aetra adalah meningkatkan kehidupan masyarakat setiap saat.

    Adapun penjabaran visi Aetra dalam perspektif bisnisnya adalah menjadi

    perusahaan pengelola dan penyedia air bersih yang dikelola secara profesional,

    menguntungkan, dan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para

    pelanggannya.

    Misi Aetra adalah secara konsisten menyediakan pelayanan yang terbaik

    dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam segala hal yang

    dilakukan. Misi Aetra merupakan bentuk komitmen untuk selalu berupaya

    meningkatkan standar kualitas Aetra dalam menyediakan dan memberikan

    pelayanan air bersih, melindungi komunitas, dan lingkungan demi meningkatkan

    kesejahteraan hidup rekan, pelanggan, dan masyarakat menjadi lebih baik.

    Aetra memiliki filosofi dan semangat tunggal untuk meningkatkan

    kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, semua orang di dalam

    perusahaan terikat dan wajib untuk berkomitmen teguh kepada usaha yang

    berkesinambungan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat melalui

    penyediaan dan pengelolaan air bersih dan berkualitas setiap harinya, demi masa

    depan yang lebih baik. Komitmen itu terwujud dalam tata perilaku, ekspresi, dan

    cara berkomunikasi terhadap audiensnya (rekan, pelanggan, dan masyarakat).

  • 6

    Nilai-nilai Aetra yaitu:

    1. Orientasi terhadap Pelanggan

    Dalam melaksanakan pekerjaan diwujudkan melalui perilaku yang

    mencerminkan sikap:

    a. Andal

    b. Responsif

    c. Jujur

    d. Bisa dipercaya

    Semua individu dalam perusahaan harus menjadi lebih andal dan

    responsif dalam menanggapi setiap keluhan dan/atau hal lain yang

    berkaitan dengan peningkatan pelayanan terhadap pelanggan, serta

    mengutamakan kejujuran agar mendapat kepercayaan, kemudian

    menjaganya.

    2. Profesionalisme

    Sikap profesionalisme tercermin dalam sub nilai:

    a. Memiliki integritas

    b. Meningkatkan keahlian

    c. Mengutamakan kualitas

    d. Kerja sama dalam tim

    Untuk dapat meningkatkan kehidupan pelanggan dan masyarakat

    setiap saat, semua individu dalam perusahaan perlu memiliki integritas

    terhadap pekerjaannya, berkesinambungan meningkatkan keahliannya,

    mengutamakan kualitas hasil kerja yang maksimal, serta mampu

    bekerja sama dalam tim.

    3. Respek terhadap Komunitas dan Lingkungan

    Perilaku respek tersebut dijabarkan dalam sikap:

    a. Peduli

    b. Berkesinambungan

    c. Progresif

    d. Proaktif

    Semua individu dalam perusahaan secara berkesinambungan perlu

    mengembangkan sikap peduli terhadap rekan, pelanggan, masyarakat umum dan

  • 7

    lingkungan, serta bersikap progresif dan proaktif untuk menjaga keberlangsungan

    lingkungan sekitar demi meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

    2.5 Struktur Organisasi PT. Aetra Air Jakarta

    2.5.1 Board of Director (BOD)

    Board of Director PT. Aetra Air Jakarta terdiri dari President Director,

    Operation Director, Finance Director, dan Business Services Director. Board of

    Director merupakan suatu tim direksi PT. Aetra Air Jakarta.

    2.5.2 Operation Director

    Operation Director membawahi Production & Trunk Main Senior

    Manager, Customer Management Senior Manager, Project Management Group

    Senior Manager.

    2.5.3 Production Trunk Main

    Production Trunk Main dipimpin oleh seorang Senior Manager.

    Production & Trunk Main (PTM) Senior Manager bertugas memastikan

    tercapainya target harga pokok air yang efisien, dengan kualitas, kuantitas dan

    kontinuitas melalui pengelolaan proses produksi air dan melalui jalur pipa

    utama ( Trunk Main ) secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan guna

    mendukung pencapaian target penjualan air berdasarkan rencana tahunan

    perusahaan yang ditetapkan. Production & Trunk Main (PTM) Senior Manager

    memiliki fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya

    yaitu 2 Water Treatment Plant Manager, Production & TM Planning &

    Controlling Manager , Trunk Main Manager, dan Maintenance Manager.

    2.5.4 IPA Buaran

    IPA Buaran dipimpin oleh seorang manager yang membawahi tiga

    supervisor yaitu Production Operation Supervisor, Routine Maintenance

    Supervisor, dan Production Support Supervisor. Para Supervisor tersebut

    membawahi para leader. Selanjutnya, para leader membawahi para operator shift

    dan operator nonshift.

  • 8

    Seorang Manager IPA Buaran bertugas memastikan tercapainya target

    produksi air baik dari segi kualitas, kapasitas dan kontinyuitas dengan

    pengoperasian IPA secara efektif dan efisien, sebagaimana yang telah ditetapkan

    melalui pengelolaan fungsi pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai

    dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target produksi dan

    Trunk Main Group berdasarkan target perusahaan. Manager IPA Buaran ini

    didampingi oleh seorang Administration Staff yang bertugas memastikan

    tersedianya kebutuhan fungsi administrasi kegiatan WTP Department sesuai

    ketentuan, system dan prosedur melalui kegiatan administrasi, dokumentasi, untuk

    mendukung kelancaran operasional WTP Department berdasarkan Standard

    Operating Procedure (SOP) yang berlaku.

    Seorang Production Operation Supervisor bertugas memastikan

    tercapainya target pengoperasian Water Treatment Plant yang efektif dan efisien

    yang menghasilkan produksi air yang memenuhi standar kualitas, kapasitas dan

    kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi

    pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan

    guna mendukung pencapaian target Water Treatment Plant berdasarkan target

    perusahaan. Production Operation Supervisor membawahi 8 leader yang terdiri

    dari 4 Operation Leader dan 4 Lab Process Leader.

    Seorang Routine Maintenance Supervisor bertugas Memastikan

    tercapainya target perawatan rutin di Water Treatment Plant yang efektif dan

    efisien yang dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi

    standar kualitas, kapasitas dan kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan

    ,melalui pengelolaan fungsi pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai

    dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target Water Treatment

    Plant berdasarkan target perusahaan. Routine Maintenance Supervisor memiliki

    fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu ME

    Routine Maintenance Leader dan Unit Process Routine Maintenance Leader.

    Seorang Production Support Supervisor bertugas memastikan tercapainya

    target persiapan bahan kimia, peralatan dan unsur penunjang lainnya pada

    kegiatan produksi air minum di Water Treatment Plant yang efektif dan efisien,

    untuk dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi standar

  • 9

    kualitas, kapasitas dan kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui

    pengelolaan fungsi penyiapan secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan

    guna mendukung pencapaian target Water Treatment Plant berdasarkan target

    perusahaan. Production Support Supervisor memiliki fungsi yang secara

    struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Equipment Leader dan

    Raw Material Preparation Leader.

    2.5.5 Production Trunk Main Planning & Monitoring (PTM PM)

    PTM PM dipimpin oleh seorang manager. PTM Planning & Monitoring

    Manager bertugas memastikan tercapainya target dari aktivitas Planning,

    Controlling dan Monitoring di PTM Group terlaksana dengan baik melalui

    pengelolaan fungsi Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Monitoring, Post

    Project Review dan Registrasi Asset secara optimum sesuai dengan strategi

    perusahaan guna mendukung pencapaian target PTM Group berdasarkan target

    perusahaan. PTM Planning & Monitoring Manager memiliki fungsi yang secara

    struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Production & TM

    Planning Supervisor, Production & Network Controlling Supervisor dan WQ

    Laboratory Supervisor.

    Seorang PTM Planning Supervisor bertugas memastikan tercapainya

    target Perencanaan Operasi Produksi & Trunk Main, serta perencanaan biaya

    pelaksanaan perbaikan , perawatan dan rehabilitasi (OPEX) , dan pelaporan di

    PTM Group yang efektif dan efisien , serta menghasilkan produk yang memenuhi

    standar kualitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi

    perencanaan secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan guna mendukung

    pencapaian target PTM Planning & Monitoring Department berdasarkan target

    PTM Group. Production & TM Planning Supervisor memiliki fungsi yang secara

    struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu Production Analyst, GIS

    Operator, TM Quantity Estimation Officer, PTM Reporting Analyst.

    Seorang Production & Network Controlling Supervisor bertugas

    memastikan tercapainya pelaksanaan pemantauan operasi produksi air minum

    melalui pematauan Water Quality, WTP Output, pressure & flow, dan

    performansi Trunk Main sesuai dengan SOP yang berlaku guna mendukung

  • 10

    pencapaian target Production TM Planning & Monitoring Department.

    Production & Network Controlling Supervisor memiliki fungsi yang secara

    struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu WQ Monitoring Leader,

    Pressure & Flow Measurement Leader, TM Performance Analyst.

    Seorang WQ Laboratory Supervisor bertugas memastikan tercapainya

    target pemeriksaan kualitas air baku dan air minum secara efektif dan efisien

    yang menghasilkan data yang memenuhi standar kualitas sebagaimana yang telah

    ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi laboratorium secara optimum sesuai

    dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target PTM Group

    yang disesuaikan dengan target perusahaan. WQ Laboratory Supervisor

    memiliki fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya

    yaitu Lab Analyst dan Reagent Lab Equipment Officer.

  • 11

    Board of Director PT. Aetra Air Jakarta

    Gambar 2.1 Struktur Board of Director PT. Aetra Air Jakarta

  • 12

    Organization Chart Level 1

    Gambar 2.2 Struktur Operation Director

  • 13

    Organization Chart Operation Directorate

    (Production & Trunk Main Group)

    Gambar 2.3 Struktur Production & Trunk Main

  • 14

    Gambar 2.4 Struktur Organisasi IPA Buaran

  • 15

    Gambar 2.5 Struktur Organisasi PTM PM

  • 16

    2.6 Sarana Bangunan Pendukung Instalasi Produksi Buaran

    Instalasi Buaran dilengkapi dengan bangunan pendukung. Tujuan

    dibangunnya bangunan-bangunan pendukung di IPA Buaran adalah untuk

    membantu pemrosesan air minum dan pendistribusian air bersih.

    Gambar 2.6 Site Plant IPA Buaran

  • 17

    2.6.1 Stasiun Pompa Distribusi

    Stasiun pompa distribusi adalah suatu bangunan yang dilengkapi dengan

    pemasangan pompa-pompa distribusi untuk memompakan air bersih dari reservoir

    ke pipa distribusi menuju para konsumen dengan kapasitas pemompaan sebesar

    5000 l/detik atau 432.000 m3/hari.

    2.6.2 Bangunan Operasi

    Bangunan operasi adalah bangunan yang dibuat di tengah-tengah lokasi

    instalasi Buaran dan merupakan pusat pengendali dari seluruh operasi Instalasi

    Buaran yang terdiri dari:

    - Lantai Basement, tempat pemasangan kabel-kabel, pemasangan pipa-

    pipa dan pasageway.

    - Lantai Dasar, dipergunakan untuk fasilitas Laboratorium Kimia dan

    bacteriologi serta ruang administrasi perkantoran.

    - Lantai Atas, dipergunakan untuk ruang analisa kualitas laboratorium

    dari air yang diolah dan ruangan kegiatan administrasi perkantoran.

    Gambar 2.7 Gedung Operasional Buaran

    2.6.2.1 Laboratorium Kimia dan Bakteriologi

    Laboratorium Kimia dan Bakteriologi merupakan laboratorium tempat

    pemeriksaan parameter lengkap untuk air baku dan air minum.

    Gambar 2.8 Laboratorium Kualitas

  • 18

    TARGET OPERS.

    NO. PARAMETER SATUAN

    SK.GUB.DKI

    582/1995 BUARAN

    1 TURBIDITY Skala NTU 100 1750

    2 TEMPERATURE oC Suhu air normal Suhu air normal

    3 COLOUR Skala TCU 100 150

    4 CONDUCTIVITY mhos/cm 500 500

    5

    JUML. ZAT PADAT TERLARUT

    (TDS) mg/l 500 500

    6 SUSPENDED SOLID mg/l 100 1750

    7 AIR RAKSA (MERCURY) mg/l 0,001 0,001

    8 AMONIA mg/l 1,0 2,0

    9 ARSENIC mg/l 0,05 0,05

    10 BARIUM mg/l 1,0 1,0

    11 BESI (IRON) mg/l 2,0 10,0

    12 CADMIUM mg/l 0,01 0,01

    13 CHROMIUM 6+ mg/l 0,05 0,05

    14 MANGANESE mg/l 0,5 0,5

    15 NITRATE-N mg/l 10 10

    16 NITRITE-N mg/l 1,0 1,0

    17 pH mg/l 6.5 - 8.5 6.5 - 8.5

    18 SELENIUM mg/l 0,01 0,01

    19 SENG (ZINC) mg/l 1,0 1,0

    20 SULPHATE mg/l 100 400

    21 SULPHIDE mg/l 0,1 0,1

    22 TEMBAGA (COPPER) mg/l 0,1 0,1

    23 ALDRIN & DIELDRIN g/l 0,017 0,017

    24 KHLORDANE g/l 0,003 0,003

    25 DDT g/l 0,042 0,042

    26 1,2 Dikhloroethana g/l 0,001 0,001

    27 Pentakhlorofenol g/l 0,05 0,05

    28 HEPTAKHLOR & HEPTHAKHLOREPOXIED g/l 0,018 0,018

    29 KHLOROFORM CARBON EXTRACT g/l 0,5 0,5

    30 GAMMA-HCH (LINDANE) g/l 0,056 0,056

    31 BENZENE g/l Nihil Nihil

    32 METHOXYKHLOR g/l 0,035 0,035

    33 SURFACTANT (BLUE METHILENT) mg/l 1 1

    34 ORGANIC MATTER mg/l 15 15

  • 19

    35 BOD mg/l 10 10

    36 COD mg/l 20 20

    37 TOTAL COLIFORM ( x 103 ) no/100 ml 10 10

    38 E. COLI ( x 103 ) no/100 ml 2 2

    39 ACTIVITY ALPHA Bq/l - -

    40 ACTIVITY BETA Bq/l - -

    Tabel 2.1 Parameter Pemeriksaan Air Baku

    Untuk air baku, parameter yang dianalisis setiap hari adalah daya hantar

    listrik, amonia, besi, mangan, kandungan organik, total coliform, E. Coli.

    Parameter yang dianalisis setiap minggu adalah total hardness, nitrit, nitrat, sulfat,

    SS, TDS, BOD, COD. Parameter yang dianalisis setiap bulan adalah air raksa,

    arsenik, barium, kadmium, kromium 6+, selenium, seng, sulfat, sulfida,

    surfactant, tembaga. Parameter yang diperiksa setiap 6 jam adalah kekeruhan, pH,

    temperatur, warna. Parameter lainnya diperiksa setiap 3 bulan.

    FREKUENSI STANDARD AIR

    PENGAMBILAN PARAMETER SATUAN MINUM PERMENKES*

    SAMPLE 907/MENKES/SK/VII/2002

    6 JAM TASTE - TIDAK BERASA

    ODOUR - TIDAK BERBAU

    TURBIDITY

    SKALA

    NTU 5

    PH - 6.5-8.5

    TEMPERATURE oC SUHU UDARA +/-3 oC

    COLOUR skala tcu 15

    FREE KHLORINE mg/l 0.6-1.0

    24 JAM BESI (IRON) mg/l 0,3

    CONDUCTIVITY umhos/cm -

    AMONIA mg/l 1,5

    ALUMINIUM mg/l 0,2

    E. COLI no/100 ml 0

    TOTAL COLIFORM no/100 ml 0

    1 MINGGU T.HARDNESS mg/l 500

    MANGANESE mg/l 0,1

    NITRITE-NO2 mg/l 3

    NITRATE-NO3 mg/l 50

    ORGANIC MATTER mg/l 10

    CALCIUM mg/l -

  • 20

    TDS mg/l 1000

    1 BULAN AIR RAKSA (MERCURY) mg/l 0,001

    ARSENIC mg/l 0,01

    BARIUM mg/l 0,7

    CADMIUM mg/l 0,003

    KHLORIDE mg/l 250

    CHROMIUM,6+ mg/l 0,05

    CYANIDE mg/l 0,07

    FLUORIDE mg/l 1,5

    SELENIUM mg/l 0,01

    SENG (ZINC) mg/l 3

    SODIUM mg/l 200

    SULPHATE mg/l 250

    SULPHIDE mg/l 0,05

    SURFACTANT (DETERGENT) mg/l -

    TEMBAGA (COPPER) mg/l 1

    3 BULAN ALDRIN & DIELDRIN g/l 0,03

    BENZENE g/l 10

    KHLORDANE g/l 0,2

    KHLOROFORM g/l 200

    DDT g/l 2

    1,2- DIKHLOROETHANE g/l 30

    HEPTAKHLOR &

    HEPTHAKHLOREPOXIED g/l 0,03

    GAMMA-HCH (LINDANE) g/l 2

    METHOXYKHLOR g/l 20

    PENTAKHLOROPHENOL g/l 9

    ACTIVITY ALPHA Bq/l 0,1

    ACTIVITY BETA Bq/l 1,0

    Tabel 2.2 Parameter Pemeriksaan Air Minum

    2.6.2.2 Laboratorium Proses

    Laboratorium Proses dilengkapi dengan keran air yang berasal dari air

    baku, air pulsator Buaran I dan II, air filter Buaran I dan II, air minum Buaran I

    dan II. Pemeriksaan yang dilakukan setiap jam adalah kekeruhan air, sisa khlor,

    dan pH. Selain itu, pada laboratorium proses ini dilakukan penentuan dosis bahan

    kimia koagulan yang akan dibubuhkan melalui jar test.

    Setelah didapat dosis bahan kimia yang tepat melalui jar test, ditentukan

    dosis pembubuhan. Umumnya, dosis hasil jar test tidak tepat sama dengan dosis

  • 21

    pembubuhan pada instalasi karena keadaan lapangan yang tidak tepat sama

    dengan skala laboratorium. Biasanya dosis bahan kimia pembubuhan di lapangan

    lebih besar dari hasil jar test. Setelah ditentukan dosis bahan kimia dalam ppm,

    ditentukan pembubuhannya dalam liter/menit berdasarkan debit air baku yang

    masuk dalam m3/jam dan berat jenis bahan kimia. Setelah mendapatkan besarnya

    pembubuhan dalam liter/menit, besarnya pembubuhan tersebut dimasukkan ke

    dalam persamaan pompa bahan kimia yang sedang digunakan sehingga didapat

    stroke pompa dalam persen (%). Pompa bahan kimia yang digunakan kemudian

    diatur stroke pompanya berdasarkan hasil perhitungan.

    Gambar 2.9 Laboratorium Proses

    Berdasarkan pengukuran residu khlor setiap jam pada air pulsator, air

    filter, dan air minum maka dapat diketahui besarnya khlor yang ditambahkan pada

    pre, inter, post khlorinasi agar residu khlor pada air minum tetap memenuhi

    standar yaitu sebesar 0,6-1,0 mg/l untuk Buaran I dan 0,3-0,4 mg/l untuk Buaran

    II. Setelah ditentukan dosis khlorin dalam ppm pada pre, inter, dan post khlorinasi

    masing-masing untuk Buaran I dan Buaran II, ditentukan pemakaian khlor dalam

    kg/24 jam. Khlorinator pada bangunan khlor kemudian diatur besarnya pemakain

    khlor dalam kg/24 jam berdasarkan hasil perhitungan.

    2.6.3 Bangunan Alum

    Bangunan alum adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan dan

    pemrosesan pembubuhan Aluminium Sulfat dan pembubuhan Polymer ke sistem

    proses pengolahan. Setelah dosis pembubuhan alum ditentukan dan stroke pompa

    alum dihitung, dilakukan pengaturan stroke pada pompa alum.

  • 22

    2.6.4 Bangunan Khlorinasi

    Bangunan khlorinasi adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan

    dan pemrosesan pembubuhan gas khlor yang dilengkapi dengan deteksi

    kebocoran yang akan memberikan informasi isarat sedini mungkin bila terjadi

    kebocoran gas khlor tersebut. Bangunan khlorinasi terdiri dari kontainer,

    evaporator, khlorinator, dan ruang netralisasi.

    2.6.4.1 Kontainer

    Gedung khlor dilengkapi dengan gedung kontainer. Ruangan ini berisi

    tabung-tabung yang berisi khlor likuid. Terdapat dua line yaitu line A dan line B.

    Masing-masing line memiliki 3 tabung khlor yang terpasang. Satu line bekerja

    sedangkan satu line yang lain sebagai cadangan. Line tersebut dilengkapi dengan

    timbangan dan pengukur tekanan sehingga dapat segera diketahui jika khlor di

    dalam tabung habis. Dalam satu line, tabung khlor yang bekerja satu buah. Jika

    tabung tersebut habis maka dipakai tabung kedua, dan seterusnya sampai tabung

    ketiga. Jika semua tabung dalam line habis maka dipakai line yang berikutnya.

    Gambar 2.10 Kontainer Khlorin

    2.6.4.2 Evaporator

    Pada evaporator, khlor yang berbentuk likuid diubah menjadi berbentuk

    gas dengan pemanasan pada suhu 70-80oC. Sistem evaporasi ada dua yaitu sistem

    spiral dengan alat portacel dan sistem plat tabung dengan alat WT. Jika suhu

    kurang dari 70oC maka akan terjadi pembekuan khlor. Jika suhu lebih dari 80

    oC

    akan terjadi pelelehan pipa.

  • 23

    Gambar 2.11 Evaporator Portacel dan WT

    Gambar 2.12 Sistem Spiral pada Evaporator Portacel

    2.6.4.3 Khlorinator

    Khlorinator merupakan tempat pengaturan dosis pre, intermediate, dan

    post khlorinasi. Setelah khlor melalui evaporator, gas yang terbentuk dilewatkan

    melalui regulator menuju khlorinator. Regulator berfungsi mengatur tekanan gas

    dari evaporator menuju khlorinator. Khlor yang sudah berbentuk gas diatur

    dosisnya dalam satuan kg/hari. Setelah diatur dosisnya, khlor yang berbentuk gas

    tersebut diinjeksikan dengan air melalui injektor.

    Gambar 2.13 Regulator

  • 24

    Gambar 2.14 Khlorinator untuk Pre, Inter, dan Post Khlorinasi

    Gambar 2.15 Injektor

    2.6.4.4 Netralisasi

    Netralisasi merupakan tempat penyedotan gas khlor jika terjadi kebocoran.

    Di masing-masing ruangan dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi yang

    tersambung dengan pipa-pipa menuju tabung netralisasi. Blower akan menghisap

    udara tersebut. Udara yang mengandung gas khlor yang bocor akan masuk ke

    suatu tabung lalu disemprotkan dengan caustic soda secara otomatis. Udara yang

    sudah netral kemudian keluar melalui cerobong di bagian atas tabung. Jika terjadi

    kebocoran, alarm akan berbunyi.

    Gambar 2.16 Netralisasi

    Untuk mendeteksi bagian mana yang mengalami kebocoran gas khlor,

    digunakan amonia. Petugas harus mengenakan alat pelindung diri lengkap untuk

    memasuki ruangan yang mengalami kebocoran. Kemudian, petugas membawa

    amonia di dalam botol yang terbuka dan mendekatkannya pada bagian-bagian

    pipa. Jika timbul asap di salah satu bagian pipa maka dapat disimpulkan bahwa

    bagian pipa tersebut mengalami kebocoran gas khlor.

  • 25

    2.6.5 Bangunan kapur

    Bangunan kapur merupakan bangunan tempat penyimpanan kapur powder

    dan lime milk. Untuk kapur powder, terlebih dahulu dicampurkan dengan air di

    dalam bak. Setelah itu, kapur powder yang telah tercampur dengan air masuk ke

    dalam saturator melalui saluran resirkulasi. Kemudian, masuk ke dalam bak untuk

    dicampurkan kembali dengan air sampai menjadi larutan kapur jenuh. Larutan

    kapur jenuh tersebut kemudian disalurkan ke pre dan post. Untuk kapur cair atau

    lime milk, tidak melalui saturator, tetapi langsung disalurkan melalui pipa.

    Gambar 2.17 Tempat Penyimpanan Kapur Powder

    Gambar 2.18 Inlet Kapur Powder

    Gambar 2.19 Bak Pencampuran Kapur Powder dengan Air

    Gambar 2.20 Mixer Kapur

  • 26

    Gambar 2.21 Saturator

    Gambar 2.22 Pompa Kapur

    2.6.6 Power Substation dan Power Distribution

    Power Substation dan Power Distribution adalah suatu bangunan gardu

    tenaga listrik untuk dipergunakan kebutuhan tenaga listrik Instalasi Produksi

    Buaran I & Instalasi Produksi Buaran II sebesar 9.800 KVA

    - Tenaga listrik yang diperoleh dari PLN sebesar 200.000 KVA, 3 fase

    melalui 2 main transformer (1 unit transformer stand by) dan masing-

    masing transformer berkapasitas 7.500 KVA.

    - Selanjutnya tegangan diturunkan menjadi 3, 15 KVA yang

    dipergunakan untuk keperluan pompa distribusi dan keperluan

    tegangan yang lebih rendah.

    2.6.7 Waste Water Basin

    Waste Water Basin adalah suatu bangunan tempat penampungan dan

    pembuangan cucian filter (backwash dan surface wash water), dialirkan melalui

    pipa berdiameter 1.500 mm. Fungsi dari waste water basin ini adalah untuk

    memproses lumpur-lumpur dan air buangan dari backwash dan surface wash

    water, dengan maksud agar hasil dari proses pengolahan air buangan/lumpur

  • 27

    tersebut setelah dibuang di sungai tidak menimbulkan pencemaran pada badan

    sungai.

    - Pada waste water basin (penampungan air buangan) dilengkapi dengan

    pompa-pompa dan pompa darurat yang diselamkan.

    - Lumpur-lumpur dari hasil proses dialirkan ke dalam danau sehingga

    setelah dibuang ke sungai tidak menimbulkan pencemaran.

    2.6.8 Service Building

    Service building pada awalnya adalah suatu bangunan sebagai sarana

    pelengkap untuk kegiatan lanjutan dari proyek pembangunan Instalasi Produksi

    Buaran II. Akan tetapi, bangunan ini sekarang dipergunakan sebagai sarana

    kegiatan perkantoran.

    2.7 Siklus Hidup Manajemen

    Struktur organisasi, sistem manajemen, dan tata kelola perusahaan yang

    baik dan benar serta sehat dan juga harus jelas (clear), adil (fair), meningkatkan

    motivasi dan terencana merupakan kunci pembentukan kompetensi, pola pikir,

    pola perusahaan, dan pola perilaku unggul karyawan. Oleh karena itu, perusahaan

    harus memiliki kebijakan, strategi, SOP (Standard Operation Procedure),

    instruksi kerja dan panduan perilaku agar mereka bisa berinteraksi dan berperilaku

    kepada sesama karyawan atau pelanggan dan juga adanya KPI (Key Performance

    Indicator) untuk semua level karyawan.

    Manajemen pun terus berusaha menyempurnakan proses perubahan dalam

    organisasi Aetra dengan merumuskan sejumlah konsep kebijakan dan strategi

    yang menyangkut organisasi; rekrutmen, seleksi dan penempatan; sistem

    pelatihan dan pengembangan; dan hubungan industrial.

    Pada sisi organisasi, manajemen Aetra menggariskan kebijakan antara lain

    kepatuhan perundang-undangan, manajemen SDM berbasis kompetensi dan

    jumlah lapis tidak lebih dari enam. Setiap jabatan struktural memiliki rentang

    kendali minimal 2 dan maksimal 6 (baik struktural maupun fungsional). Semua

    karyawan juga harus memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai perusahaan.

    Kemudian, digariskan pula strategi, di antaranya model organisasi divisional-

    fungsional, Supporting Business Unit (SBU) dan melakukan survei opini

  • 28

    karyawan sekali dalam setahun. Survei opini karyawan ini perlu dilakukan guna

    mengukur kepuasan kerja karyawan maupun manajemen dalam melakukan tugas

    sehari-hari. Sehingga, apabila terjadi ketidakpuasan, diharapkan manajemen

    mencari solusi untuk memperbaikinya.

    Pada sisi rekrutmen, seleksi, dan penempatan, manajemen Aetra

    memformulasikan kebijakan di antaranya penerimaan calon karyawan baru dan

    penempatan karyawan harus mengacu kepada kesesuaian dengan persyaratan

    jabatan yang telah ditetapkan dalam uraian jabatan (distinct job profile). Setiap

    karyawan wajib menjalankan penugasan yang telah diberikan oleh perusahaan,

    dan perusahaan memberikan kesempatan yang sama kepada karyawan untuk

    mengikuti proses seleksi dan penempatan. Adapun strategi yang ditempuh antara

    lain berupa jalur rekrutmen internal dan rekrutmen eksternal. Untuk rekrutmen

    eksternal dilakukan melalui head hunting, media massa, media online, dan

    outsourcing.

    Pada sisi pelatihan dan pengembangan, kebijakan yang digariskan Aetra

    antara lain berupa kegiatan training yang dikelola oleh Human Capital Group.

    Karyawan wajib mengikuti pelatihan mandatory, karyawan baru wajib mengikuti

    orientasi perusahaan, dan karyawan yang akan memasuki masa pensiun

    memperoleh pembekalan training masa persiapan pensiun. Sedangkan strategi

    yang ditempuh di antaranya berupa class room training, on the job training,

    assignment, E-learning, Coaching & Counseling, Pelatihan Berjenjang, Training

    Pemenuhan Gap Kompetensi, dan Training untuk Pengembangan Karir.

    Pada sisi hubungan industrial, manajemen Aetra menggariskan kebijakan

    bahwa setiap line manager berkewajiban melakukan tindakan penegakan disiplin

    dengan mekanisme pemberian teguran lisan disertai bukti peneguran, pemberian

    Surat Peringatan (SP). SP-1 dan SP-2 harus dilaksanakan secara tepat waktu dan

    tepat sasaran. Setiap karyawan yang telah memperoleh SP-2 dan masih

    melakukan pelanggaran yang sama akan diberikan SP-3, atau mereka yang

    melakukan pelanggaran lain yang memenuhi persyaratan pelanggaran berat, dapat

    langsung diberikan SP-3 (pemecatan) oleh Human Capital Group.

    Dengan semangat untuk terus menumbuhkembangkan profesionalisme

    hingga unit-unit terkecil, tata kelola Aetra didasarkan pada pengelolaan

  • 29

    perusahaan yang sehat sesuai prinsip-prinsip Good Corporate Governance

    (GCG). Prinsipnya, setiap langkah serta proses penetapan kebijakan dan

    keputusan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. GCG

    merupakan tata kelola perusahaan yang tercermin dari adanya transparansi

    (transparancy), tanggung jawab (responsibility), kemandirian (independent),

    akuntabilitas (accountability), dan keadilan (fairness).

    Bagi Aetra, GCG adalah syarat higienis dari lingkungan kerja dan

    mengarahkan manajemen perusahaan agar tidak salah urus (mismanagement).

    Dengan GCG, corporate culture akan terimplementasi dengan baik. GCG yang

    berjalan selaras dengan budaya perusahaan, akan menciptakan kondisi saling

    membantu dan saling memiliki persepsi yang sama. Dengan persepsi yang sama,

    pola pikir (mind set) yang sama, tentu akan menjadi lebih mudah untuk

    mewujudkan visi dan misi perusahaan.

    Gambar 2.23 Siklus Hidup Manajemen

  • 30

    BAB III

    PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM IPA BUARAN

    3.1 Air Baku

    Instalasi Pengolahan Air Buaran didesain pada tahun 1987 untuk tingkat

    kekeruhan air baku sampai 1000 NTU. Panduan pengoperasian instalasi yang

    diberikan oleh Degremont menyatakan bahwa IPA Buaran dapat mengolah

    kekeruhan air baku di atas 2500 NTU hanya selama 2 jam saja.

    Gambar 3.1 Skema Aliran Air Baku

    Gambar 3.2 Waduk Ir. H. Djuanda (Jatiluhur)

    Aetra menggunakan sumber air baku yang berasal dari Waduk Jatiluhur

    yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II), yang dialirkan ke Jakarta melalui

    saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali Malang). Aetra harus membayar

  • 31

    sejumlah uang kepada pihak PJT II sesuai dengan besarnya pengambilan air baku

    yang tercatat dalam flowmeter. Pihak Aetra dan pihak PJT II harus selalu

    berkoordinasi dalam pengambilan air baku ini agar tuntutan kuantitas, kualitas,

    dan kontinuitas dapat terpenuhi.

    Air baku dari bendungan Jatiluhur mengalir melalui sungai dan pintu-pintu

    air menuju Instalasi Pengolahan Air (IPA) Aetra di Buaran, Kalimalang, Jakarta,

    dan selanjutnya mengalir ke Instalasi Pengolahan Air di Pulo Gadung. Sebelum

    sampai di Jakarta, air baku tersebut juga digunakan terlebih dahulu untuk irigasi

    persawahan. Di sepanjang aliran sungai itu, masyarakat seringkali membuang

    sampah di sungai, sehingga air baku tercemar.

    Instalasi Buaran adalah tempat penyadapan air pertama sepanjang Kanal

    Tarum Barat dan air langsung masuk ke dalam proses pengolahan air secara

    gravitasi. Hal ini menambah seriusnya masalah kekeruhan air baku yang ada.

    Masalah akan bertambah berat ketika curah hujan cukup tinggi di daerah

    penampungan air hujan bagian hulu kanal.

    Tingkat kekeruhan di Kanal Tarum Barat dewasa ini sangat tinggi dan

    sangat berfluktuasi karena pengaruh Kali Bekasi, Kali Cikarang, dan Kali Cibeet.

    Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat yang tersuspensi (tidak larut dalam

    air). Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air Kanal Tarum Barat pada tahun

    2009 menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan mulai dari 10 sampai dengan 15640

    NTU dengan rata-ratanya sebesar 278 NTU. Kualitas air baku tersebut di luar

    kendali Aetra, karenanya Aetra harus membuat tindakan atau prosedur standar

    untuk menjaga proses tetap berjalan tanpa gangguan bahkan selama tingkat

    kekeruhan yang tinggi.

    Air baku yang berasal dari Kanal Tarum Barat mengandung amonia

    karena pengaruh adanya pabrik di sepanjang aliran. Selain itu, senyawa amonia

    juga bisa berasal dari air limbah domestik atau air limbah kotoran binatang yang

    terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa amonia. Berdasarkan hasil

    pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan

    bahwa kandungan amonia di dalam air baku tersebut mulai dari 0,037 sampai

    dengan 5,13 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,43 mg/l.

  • 32

    Air baku Kanal Tarum Barat juga mengandung organik yang tinggi. Zat

    organik ini berasal dari kegiatan alamiah seperti penguraian dedaunan atau dari

    kegiatan industri seperti zat organik dari zat warna tekstil. Berdasarkan hasil

    pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan

    bahwa kandungan organik di dalam air baku tersebut mulai dari 0,15 sampai

    dengan 300,82 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 12,43 mg/l.

    Besi di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Besi merupakan unsur

    yang banyak terdapat di dalam tanah, tetapi hanya sedikit yang terlarut dalam air.

    Bentuk besi di dalam air dalam bentuk valensi +2 dan +3, tergantung kepada pH

    dan potensial redoks di dalam air. Dalam lingkungan reduktor (potensial elektrode

    negatif), besi dalam air dalam bentuk Fe+2

    yang larut. Jika potensial redoks di

    dalam air naik, maka Fe+2

    akan teroksidasi membentuk Fe+3

    , yang akan

    membentuk Fe(OH)3 yang kelarutannya kecil, akibatnya di dalam air akan

    tersuspensi dalam bentuk kekeruhan air, yang berwarna kuning kecoklatan.

    Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun

    2009 menunjukkan bahwa kandungan besi total di dalam air baku tersebut mulai

    dari 0,07 sampai dengan 44,52 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 2,64 mg/l.

    Mangan di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Berdasarkan hasil

    pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan

    bahwa kandungan mangan total di dalam air baku tersebut mulai dari 0 sampai

    dengan 6,08 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,37 mg/l.

    Warna sejati atau true color, yaitu warna di dalam air yang disebabkan

    oleh adanya senyawa organik yang larut, seperti pelapukan dedaunan atau ranting

    pohon. Kemungkinan zat organik penyebab air berwarna tersebut dapat berupa

    senyawa yang toksik, yang dapat membahayakan kesehatan. Untuk proses

    disinfeksi dengan pembubuhan khlor ke dalam air yang berwarna, dikhawatirkan

    akan terbentuk senyawa trihalometan (khloroform) yang diketahui bersifat

    karsinogenik. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat

    pada tahun 2009 menunjukkan bahwa warna sejati di dalam air baku tersebut

    mulai dari 4,27 sampai dengan 74,28 TCU dengan rata-ratanya sebesar 16,18

    TCU.

  • 33

    pH merupakan parameter untuk menyatakan suatu keasaman air. Data pH

    air baku diperlukan untuk proses pengolahan air, misalnya pengolahan air dengan

    proses koagulasi. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum

    Barat pada tahun 2009 menunjukkan bahwa pH di dalam air baku tersebut mulai

    dari 6,00 sampai dengan 7,90 dengan rata-ratanya sebesar 6,94.

    Daya hantar listrik, atau electric conductivity adalah kemampuan air untuk

    menghantar arus listrik. Hal ini disebabkan karena adanya mineral yang terlarut

    dalam air yang terionisasi. Adanya ion-ion tersebut di dalam air berkemampuan

    untuk menghantarkan arus listrik. Semakin tinggi kemampuan menghantarkan

    arus listrik, berarti semakin banyak ion yang ada di dalam air sehingga tujuan dari

    pengukuran konduktivitas adalah untuk mengetahui banyak ion-ion yang terlarut

    dalam air atau banyak mineral yang terlarut. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas

    air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan bahwa konduktivitas

    di dalam air baku tersebut mulai dari 164 sampai dengan 1775 mhos/cm dengan

    rata-ratanya sebesar 288 mhos/cm.

    Ion sulfat dalam air merupakan salah satu anion major yang umumnya

    terdapat di dalam air alam. Dalam penyediaan air minum, sulfat merupakan

    parameter penting, karena dampak dari anion sulfat bersifat laxative yang dapat

    mengganggu pencernaan jika dalam konsentrasi berlebih. Berdasarkan hasil

    pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan

    bahwa sulfat di dalam air baku tersebut mulai dari 24 sampai dengan 118 mg/l

    dengan rata-ratanya sebesar 55 mg/l.

    Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada

    tahun 2009 menunjukkan bahwa di dalam total coliform air baku tersebut mulai

    dari 1000/100ml sampai dengan lebih dari 201000/100ml. Total coliform

    merupakan indikator pencemaran suatu badan air karena terdiri dari bakteri E. coli

    yang seharusnya ada di saluran pencernaan manusia.

  • 34

    Parameter Satuan Maks

    Turbidity NTU 100

    pH

    6,5-8,5

    Amonia mg/l 1

    Organic mg/l 15

    Mangan mg/l 0,5

    Iron mg/l 2

    Color TCU 150

    Cond. mhos/cm 500

    T.Coli

    10000/100 ml

    E.Coli

    2000/100 ml

    Sulfat mg/l 100

    Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub. DKI No. 582 Tahun 1995

    Parameter Satuan Maks

    Turbidity NTU 1750

    pH

    6,5-8,5

    Amonia mg/l 2

    Organic mg/l 15

    Mangan mg/l 0,5

    Iron mg/l 10

    Color TCU 150

    Cond. mhos/cm 500

    T.Coli

    10000/100 ml

    E.Coli

    2000/100 ml

    Sulfat mg/l 400

    Tabel 3.2 Standar Air Baku Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS)

    3.2 Diagram Alir IPA Buaran

    Instalasi Pengolahan Air Buaran berlokasi di sebelah selatan Jl. Inspeksi

    Kali Malang berdekatan dengan Kanal Tarum Barat di Timur Jakarta. Instalasi

    Pengolahan Air Buaran terdiri dari Instalasi Buaran I dan Instalasi Buaran II.

    Fungsi dari instalasi ini adalah untuk mengolah air baku yang diambil dari Kanal

  • 35

    Tarum Barat melaui serangkaian unit-unit proses yang ada pada diagram alir

    proses di atas, mendistribusikan air bersih ke seluruh wilayah Timur Jakarta dan

    mentransmisikannya ke Pusat Distribusi Cilincing (PDC). Air bersih dari PDC

    didistribusikan ke seluruh wilayah Jakarta Utara.

    Gambar 3.3 Diagram Alir Proses pengolahan Air IPA Buaran

    Kapasitas total rata-rata dari Instalasi Buaran adalah 5,0 m3/detik dengan

    fasilitas yang memadai untuk mendistribusikan kebutuhan puncak (tertinggi) tiap

    jam dari setiap sistem distribusi untuk Wilayah 6 sebesar 2,0 m3/detik dan

    menyalurkan kebutuhan maksimum harian dari sistem transmisi ke Pusat

    Distribusi Cilincing dengan kapasitas 3,0 m3/detik untuk melayani Wilayah 3.

    Gambar 3.4 Daerah Pelayanan

    3.3 Intake

    Air baku masuk melalui bar screen ke intake secara gravitasi. Intake

    dilengkapi dengan saringan kasar dan saringan halus. Pada intake terdapat

    pembubuhan pre khlorin, prelime, dan karbon aktif. Intake dilengkapi dengan

    valve pengatur debit air baku, emergency valve dan pompa sampel air baku yang

    menuju laboratorium.

  • 36

    Unit bar screen berada di depan Instalasi Pengolahan Air Buaran tepat di

    tepi Kanal Tarum Barat atau Kali Malang. Pengoperasian bar screen tidak diatur

    oleh Aetra tetapi diatur oleh PJT II. Pemeliharaannya pun diatur oleh PJT II.

    Gambar 3.5 Bar Screen

    Gambar 3.6 Coarse Screen

    Setelah melewati bar screen, air baku melewati coarse screen. Air baku

    tersebut terbagi menjadi dua aliran menuju coarse screen Buaran I dan coarse

    screen Buaran II. Coarse screen berfungsi menyaring sampah kasar yang terbawa

    oleh air baku. Pengoperasian dilakukan secara manual dan otomatis. Coarse

    screen dijalankan minimal 1 kali setiap shift sampai bersih. Pada keadaan tertentu

    dimana terlihat sampah terkumpul di kanal intake, maka dijalankan tanpa melihat

    jadwal. Sampah yang menempel pada screen akan jatuh pada suatu penampungan

    kemudian sampah tersebut akan disemprotkan dengan air dari salah satu sisi

    sehingga sampah akan menuju suatu keranjang yang berada di ujung

    penampungan sampah. Sampah yang berada di dalam keranjang tersebut

    selanjutnya dibuang ke tempat sampah.

    Setelah melewati coarse screen, air baku melewati fine screen Buaran I

    dan fine screen Buaran II sesuai dengan aliran. Fine screen berfungsi menyaring

    sampah halus yang terbawa oleh air baku. Coarse screen dioperasikan minimal 2

  • 37

    kali setiap shift (6 kali sehari). Lamanya operasi tergantung kondisi air baku. Jika

    tidak banyak kotoran, biasanya dioperasikan selama 3-5 menit. Sampah yang

    menempel pada screen akan jatuh pada suatu penampungan kemudian sampah

    tersebut akan disemprotkan dengan air dari salah satu sisi sehingga sampah akan

    menuju suatu keranjang yang berada di ujung penampungan sampah. Sampah

    yang berada di dalam keranjang tersebut selanjutnya dibuang ke tempat sampah.

    Gambar 3.7 Fine Screen

    Setelah melewati fine screen, sebagian kecil air baku dialirkan menuju

    laboratorium proses melalui pipa dengan bantuan pompa. Sedangkan air baku

    yang lain mengalami pembubuhan bahan kimia pertama yaitu karbon aktif, pre

    khlor, dan prelime.

    Pada intake terjadi pembubuhan karbon aktif jika air baku tercemar berat

    yaitu air berwarna, berasa, dan berbau dan biasanya mengandung organik tinggi.

    Jika terjadi pembubuhan karbon aktif pada intake, maka pre khlorinasi tidak

    dilakukan di intake tetapi di mixing basin. Hal ini bertujuan agar karbon aktif

    yang sudah ditambahkan tidak bereaksi dengan khlorin sehingga karbon aktif bisa

    bekerja secara efektif menghilangkan rasa dan bau. Karbon aktif yang dibubuhkan

    berjenis serbuk. Serbuk karbon aktif tersebut dicampurkan dengan air kemudian

    dibubuhkan. Dosis yang dibubuhkan belum terhitung secara pasti.

    Gambar 3.8 Pembubuhan Karbon Aktif

  • 38

    Pada intake, juga terjadi pembubuhan pre khlor. Pembubuhan pre khlorin

    yang utama adalah di intake. Akan tetapi, pada keadaan tertentu pembubuhan pre

    khlorin dilakukan di mixing basin. Pembubuhan pre khlorin pada mixing basin

    dilakukan apabila terjadi gangguan pada pembubuhan pre khlorin di intake atau

    terjadi pembubuhan karbon aktif di intake. Dosis pre khlorin yang dibubuhkan

    berdasarkan jumlah amonia yang ada di dalam air baku. Untuk amonia < 0,5 mg/l

    maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 10 kali kandungan amonia. Untuk

    amonia > 0,5 mg/l maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 7 kali kandungan

    amonia. Dosis pre khlor yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada

    khlorinator. Dosis pre khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan

    besarnya debit air baku yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam

    satuan kg/hari pre khlor yang dibubuhkan.

    Gambar 3.9 Pembubuhan Pre Khlor

    Pembubuhan prelime dilakukan di intake. Pembubuhan prelime dilakukan

    untuk meningkatkan pH air baku untuk mencapai pH optimum untuk proses

    koagulasi. Kisaran pH untuk koagulasi yang terbaik adalah 6,8-7,4. Kesulitan

    yang sering dialami dalam pembubuhan prelime adalah terjadinya pengendapan

    lime pada saluran sehingga saluran menjadi tersumbat dan pembubuhan tidak

    lancar. Pengaturan dosis prelime yang dibubuhkan dilakukan di gedung lime.

    Lime yang digunakan bisa berbentuk kapur atau disebut kapur powder dan bentuk

    cair atau lime milk. Jika menggunakan kapur powder maka harus dilarutkan

    dahulu dengan air. Lime milk dapat lebih cepat menaikkan pH daripada kapur

    powder.

    Gambar 3.10 Pembubuhan Prelime

  • 39

    Setelah melewati pembubuhan bahan kimia, air baku melewati emergency

    valve. Emergency valve ada dua buah yaitu untuk Buaran I dan Buaran II.

    Emergency valve digunakan apabila terjadi pemadaman listrik oleh PLN.

    Emergency valve secara otomatis akan menutup saluran masuk air baku jika

    terjadi pemadaman listrik dari PLN. Jika tidak ada emergency valve maka air baku

    dapat terus masuk secara gravitasi ketika terjadi pemadaman listrik dari PLN. Hal

    ini dapat menyebabkan genangan atau luapan air pada unit-unit pengolahan air

    selanjutnya karena unit-unit tersebut tidak beroperasi dengan adanya pemadaman

    listrik dari PLN.

    Pompa sampel air baku berada di tengah emergency valve. Jumlah pompa

    sampel air baku adalah dua buah. Pompa tersebut memompakan contoh air yang

    akan diperiksa dari lokasi titik sampling ke laboratorium. Titik sampling untuk air

    baku berada di titik setelah fine screen dan sebelum pembubuhan pre khlorin,

    prelime, dan karbon aktif. Oleh karena itu, air baku yang ada di laboratorium

    belum mengandung khlorin, kapur, maupun karbon aktif.

    Gambar 3.11 Emergency Valve

    Gambar 3.12 Pompa Sampel Air Baku

    Setelah melewati emergency valve, air baku melewati valve flowmeter air

    baku. Valve flowmeter air baku berfungsi mengukur dan mengontrol aliran air

    baku. Valve tersebut juga berfungsi menutup aliran air baku yang masuk jika

    terjadi pemadaman listrik dari PLN dan emergency valve mengalami gangguan

  • 40

    atau tidak bekerja otomatis. Jumlah valve flowmeter air baku ada dua buah,

    masing-masing untuk Buaran I dan Buaran II. Valve tersebut akan membuka atau

    menutup sesuai permintaan debit yang masuk ke Buaran I atau Buaran II. Valve

    ini bisa dijalankan secara otomatis dan manual.

    Berdasarkan pencatatan debit air baku yang masuk pada tahun 2009, debit

    air baku yang masuk ke Buaran I berkisar antara 290 sampai dengan 101160

    m3/jam dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8992 m

    3/jam. Debit air baku

    yang masuk ke Buaran II berkisar antara 645 sampai dengan 95200 m3/jam

    dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8576 m3/jam. Debit air baku yang

    masuk tergantung dari debit aliran air baku di Kanal Tarum Barat dan besarnya

    bukaan valve air baku.

    Gambar 3.13 Valve flowmeter air baku untuk Buaran I

    Gambar 3.14 Flowmeter

    3.4 Mixing Basin

    Mixing basin adalah tempat untuk pengadukan atau pencampuran bahan

    kimia (koagulan) dengan air baku agar didapat pencampuran yang merata

    (homogen). Tujuan dari zat koagulan adalah untuk mengikat menjadi satu

    partikel-partikel halus yang terdapat di dalam air baku, sehingga lebih mudah

    untuk dipisahkan melalui proses penjernihan dan penyaringan. Untuk

    menggabungkan partikel, pendekatan yang dilakukan adalah mengurangi gaya

  • 41

    tolak elektrosatis yang membuat partikel koloid stabil dengan penambahan

    koagulan yang memiliki muatan berbeda dengan partikel koloid. Pendekatan yang

    kedua adalah memperpendek atau menumbukkan partikel yang telah berkurang

    muatan elektrostatisnya melalui pengadukan. Terdapat dua tahap koagulasi.

    Pertama terjadi di sekitar rapid mixer yang terdiri dari dua buah pengaduk cepat

    (mixer), kedua terjadi di terjunan hidraulis.

    Jumlah mixing basin ada dua buah yaitu mixing basin Buaran I dan mixing

    basin Buaran II. Masing-masing mixing basin mempunyai dua buah mixer. Jenis

    impeller yang digunakan pada mixing basin adalah turbine mixer. Setelah air

    melewati proses koagulasi tahap pertama, air menuju terjunan hidraulis yaitu

    tempat koagulasi II. Masing-masing mixing basin memiliki empat bak pembagi

    tempat terjadinya koagulasi II oleh terjunan hidrolis.

    Gambar 3.15 Mixing Basin

    Gambar 3.16 Mixer

    Gambar 3.17 Terjunan Hidrolis

  • 42

    Koagulan yang digunakan adalah alum cair, PAC, dan Sudflock A 820.

    Koagulan pembantu yang digunakan adalah LT7994. Campuran koagulan yang

    digunakan tergantung kekeruhan. Jika kekeruhan < 100 NTU, koagulan yang

    digunakan adalah alum cair. Jika kekeruhan 100-200 NTU, koagulan yang

    digunakan alum cair dan PAC atau alum cair dan LT7994. Jika kekeruhan > 200

    NTU, koagulan yang digunakan adalah Sudflock A 820 dan LT7994.

    Kekeruhan Air

    Baku (NTU)

    Dosis (mg/l)

    Alum LT7994

    12001 170 2,2

    Catatan: Jika tingkat kekeruhan kurang dari 100

    NTU, dosis koagulan boleh 50 ppm alum saja,

    atau dengan alum dan polymer.

    Tabel 3.3 Dosis Koagulan di Buaran

    Kombinasi koagulan dan koagulan pembantu yang tepat didasari atas

    pengujian (jar test) yang dilakukan di laboratorium. Perhitungan dosis alum

    dalam liter per menit didapat dengan cara mengalikan dosis alum yang didapat

    dari hasil jar test dengan debit air baku yang masuk dalam m3 per jam dan berat

    jenis alum kemudian dibagi 60. Stroke pompa didapat dengan memasukkan dosis

    alum (Liter/menit) ke dalam persamaan salah satu pompa yang digunakan. Pompa

  • 43

    alum ada enam buah. Pompa alum tersebut kemudian diatur besar stroke-nya di

    ruang alum.

    Gambar 3.18 Pembubuhan Koagulan

    Gambar 3.19 Tangki beserta pompa Alum

    Gambar 3.20 Tangki beserta pompa LT7994

    Pada mixing basin juga terjadi pembubuhan pre khlor. Pembubuhan pre

    khlor di mixing basin dilakukan jika ada pembubuhan karbon aktif di intake

    sehingga tidak ada pembubuhan pre khlor di intake. Selain itu, pembubuhan pre

    khlor di mixing basin juga dilakukan jika terjadi gangguan pada pembubuhan pre

    khlor di intake. Dosis pre khlorin di mixing basin sama dengan dosis pre khlorin

    di intake. Dosis pre khlorin yang dibubuhkan berdasarkan jumlah amonia yang

    ada di dalam air baku. Untuk amonia < 0,5 mg/l maka pre khlor yang dibubuhkan

    sebesar 10 kali kandungan amonia. Untuk amonia > 0,5 mg/l maka pre khlor yang

    dibubuhkan sebesar 7 kali kandungan amonia. Pembubuhan pre khlorin pada

  • 44

    mixing basin terjadi di bak mixer atau bak tempat koagulasi I. Dosis pre khlor

    yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada khlorinator. Dosis pre

    khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku

    yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari pre khlor

    yang dibubuhkan.

    Gambar 3.21 Tangki beserta pompa PAC

    Gambar 3.22 Pembubuhan pre khlor pada mixing basin

    3.5 Pulsator

    Buaran I dan II masing-masing memiliki empat penjernih jenis pulsator.

    Jadi jumlah keseluruhan ada 8 pulsator, yang masing-masing dapat menampung

    air sebanyak 1500 m3. Ukuran masing-masing pulsator adalah 23,35 x 42 m,

    kedalaman air 4,2 m dan mempunyai kapasitas 2375 m3/jam.

    Gambar 3.23 Pulsator

  • 45

    Pulsator ini terdiri dari tangki berdasar rata, dengan rangkaian pipa

    berlubang didasarnya dimana air baku dialirkan untuk memastikan distribusi yang

    merata di keseluruhan dasar pulsator. Serangkaian saluran terbuka dengan lubang-

    lubang didasarnya, di atas bak, memungkinkan meratanya pengumpulan air yang

    sudah agak jernih, sehingga dapat dihindari perbedaan aliran di setiap bagian.

    Gambar 3.24 Pulsator yang sedang dikuras

    Gambar 3.25 Dasar Pulsator

    Pada tahap pengisian, permukaan air dalam ruang hampa udara, naik

    secara bertahap. Pada saat mencapai 0,6 sampai 1 meter di atas permukaan air di

    pulsator, sebuah relai listrik membuka katup sehingga ruang hampa terhubung

    dengan udara terbuka. Dengan demikian, tekanan udara mendesak air yang ada di

    dalam ruang hampa dan terdorong ke pulsator. Unit-unit ini biasanya

    dikalibrasikan sehingga ruang hampa dapat dikosongkan ke pulsator dalam waktu

    10 hingga 20 detik, dimana dibutuhkan waktu 20 hingga 30 detik untuk

    mengisinya kembali. Pembukaan dan penutupan katup udara dikendalikan oleh

    tinggi permukaan air dalam ruang. Pada akhir saluran yang keluar dari pulsator,

    terdapat titik pembubuhan intermediate khlor. Air secara merata didistribusikan

    ke filter/saringan.

  • 46

    Pulsator adalah sebagai tempat terjadinya flokulasi dan sedimentasi.

    Flokulasi adalah proses terbentuknya flok akibat dengan adanya pembubuhan

    bahan koagulan, dari proses flokulasi tersebut akan dihasilkan gumpalan partikel

    lumpur. Sedimentasi adalah proses pengendapan flok-flok yang terjadi secara

    gravitasi, proses pengendapan ini terjadi karena berat jenis flok lebih berat dari

    berat jenis air.

    Aliran Air Baku

    (m3/jam)

    Jumlah Pulsator yang

    beroperasi

    Kurang dari 1980 Stop

    1980-2970 1

    3960-5950 2

    5940-8910 3

    8910-11880 4

    Catatan: Buaran I dan II masing-masing

    memiliki empat pulsator

    Tabel 3.4 Jumlah Pengoperasian Pulsator

    Jika waktu pengosongan pulsator lebih dari 20 detik maka lumpur di

    dalam bak hampa udara diperiksa dengan cara membuka katup pembuangan

    lumpur bak hampa udara. Lumpur di bak hampa udara harus dibuang secara

    periodik. Selain itu, jika waktu pengosongan pulsator lebih dari 20 detik maka

    waktu pulsasi diatur.

    Gambar 3.26 Ruang Vakum

    Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum

  • 47

    Masing-masing pulsator memiliki 6 buah sludge extraction dan 6 buah

    sludge drain, dan 6 buah bottom flushing. Lumpur yang berada di tengah pulsator

    akan masuk ke sludge extraction sedangkan lumpur yang berada di kanan dan kiri

    pulsator akan masuk ke sludge drain. Bottom flushing berfungsi untuk mencuci

    bagian dasar pulsator sehingga membantu lumpur-lumpur yang melekat di dasar

    agar masuk ke dalam sludge drain. Untuk setiap tingkat kekeruhan memiliki

    siklus pembuangan lumpur dan siklus pencucian dasar yang berbeda. Pembuangan

    lumpur dan pencucian dasar ini akan secara otomatis bekerja menurut perintah

    yang diatur pada panel. Semakin tinggi kekeruhan maka semakin sering

    pembuangan lumpur terjadi. Akan tetapi, jika kekeruhan sangat tinggi dan lumpur

    pada pulsator pun sangat banyak maka valve sludge extraction dan valve sludge

    drain dibuka secara manual oleh operator karena frekuensinya lebih sering dan

    pembukaan otomatis sudah tidak bisa terpenuhi. Lumpur-lumpur dari pulsator

    tersebut akan dialirkan ke waste basin.

    Gambar 3.28 Sludge Extraction

    Gambar 3.29 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Extraction

    Gambar 3.30 Pembuangan Lumpur melalui Sludge Drain

  • 48

    Kekeruhan

    Air Baku

    (NTU)

    Siklus Pembuangan Lumpur Siklus Pencucian Dasar

    Pembukaan Penutupan Interval Pembukaan Frekuensi

    (Detik) (Menit) (Menit) (Detik) (Menit)

    5000 30 0,5 3 30 30

    Tabel 3.5 Pengoperasian Pulsator di Buaran

    Gambar 3.31 Air bersih untuk flushing dasar pulsator

    Dalam pengoperasian pulsator, terjadi aliran ke atas yang menyebabkan

    terbentuknya selimut lumpur atau sludge blanket. Selimut lumpur terbentuk pada

    reaktor aliran ke atas dimana flok yang mempunyai kecepatan mengendap yang

    sama dengan kecepatan up-flow (Vup) melayang atau tertahan. Flok yang

    melayang tersebut semakin lama semakin banyak sehingga membentuk massa

    flok melayang yang disebut sludge blanket atau selimut lumpur. Selimut lumpur

    berperilaku seperti porous bed. Aliran melalui selimut lumpur akan kehilangan

    tekanan yang juga dapat dimanfaatkan sebagai flokulator.

    Lumpur dari zona selimut lumpur tidak boleh terbawa ke filter dan zona

    selimut lumpur tidak boleh menghilang. Jika lumpur dari zona selimut lumpur

    terbawa ke filter maka dilakukan pemeriksaan terhadap pembuangan lumpur dan

  • 49

    pencucian dasar pulsator, waktu pulsasi, aliran air ke dalam pulsator, dosis

    koagulan. Jika kecepatan aliran ke atas terlalu besar, kecepatan pengendapan

    partikel tidak lagi memadai untuk memastikan mengendapnya massa total yang

    membentuk kohesi pada selimut lumpur. Jika zona selimut lumpur menghilang

    maka dilakukan pemeriksaan pembuangan lumpur dan pencucian dasar pulsator,

    pengurangan penggunaan PAC dan peningkatan dosis alum jika diperlukan,

    pemeriksaan pulsasi di dalam ruang/bak hampa udara.

    Air dari pulsator kemudian masuk ke kanal-kanal kecil yang ada di atas

    pulsator melalui lubang-lubang kecil di sisi kanal. Selanjutnya air tersebut akan

    mengalir ke filter. Sebelum sampai di filter, terjadi pembubuhan intermediate

    khlor. Dosis yang dibubuhkan tergantung besarnya residu khlor yang ada di air

    bersih yang diperiksa setiap jamnya. Jika residu khlor di air bersih belum

    memenuhi target maka dosis intermediate khlor ditambahkan. Jika residu khlor di

    air bersih berlebih maka dosis intermediate khlor dikurangi. Pengaturan dosis

    intermediate khlor terjadi di gedung khlor yaitu pada khlorinator atas permintaan

    dosis dari laboratorium proses. Dosis intermediate khlor yang sudah ditentukan

    kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku yang masuk sehingga

    nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari intermediate khlor yang

    dibubuhkan.

    Gambar 3.32 Skema Pulsator IPA Buaran

    Sebagian air pulsator yang telah mengalami pembubuhan intermediate

    khlor dialirkan ke laboratorium proses dengan bantuan pompa. Air pulsator yang

  • 50

    dipompakan yaitu air pulsator Buaran I dan Buaran II. Air pulsator tersebut akan

    diperiksa kekeruhan, pH, dan residu khlor setiap jam.

    Gambar 3.33 Titik Pembubuhan Intermediate Khlor

    Gambar 3.34 Pompa Sampel Air Pulsator

    3.6 Rapid Sand Filter

    Dari pulsator, air proses yang telah menjalani proses produksi selanjutnya

    dialirkan ke dalam bak saringan pasir cepat. Di dalam bak saringan pasir cepat ini,

    flok-flok dan zat lainnya yang masih terbawa dalam aliran akan tersaring dan

    terikat dalam saringan pasir ini. Bak saringan pasir cepat terdiri dari unsur-unsur:

    1. Lapisan pasir dan kerikil dengan ukuran tertentu yang berguna untuk

    mengikat lumpur-lumpur halus dan zat-zat yang membahayakan bagi

    kesehatan. Pasir diganti secara berkala.

    Gambar 3.35 Lapisan Pasir

  • 51

    2. Nozzle dengan ukuran diameter dan jarak tertentu yang berfungsi

    untuk menahan agar lapisan kerikil dan pasir tidak terbawa dalam

    aliran. Nozzle ini juga berfungsi untuk memberikan tekanan udara dan

    tekanan air yang merata pada saat pencucian saringan pasir

    dilaksanakan.

    Gambar 3.36 Nozzle pada dasar bak

    Pengoperasian filter pada dasarnya dilakukan secara lokal dengan melihat

    kondisi aktual dari penyaringan dan pencucian filter. Untuk mengendalikan filter

    secara lokal disediakan meja pengendali di setiap filter.

    Buaran I dan Buaran II masing-masing memiliki 16 bak filter, jadi total

    bak filter yang ada di IPA Buaran adalah 32 bak. Jumlah filter yang harus

    dioperasikan didasari oleh aliran produksi. Disain kecepatan aliran adalah 2,75

    m3/det, aliran maksimal adalah 3,3 m

    3/det (120% dari pengoperasian normal).

    Jumlah minimal filter yang harus dioperasikan adalah delapan, agar dapat

    menampung air untuk pencucian dengan pompa backwash.

    Secara periodik, bak saringan pasir dibersihkan dengan jalan

    memompakan udara agar endapan-endapan lumpur dapat teraduk secara merata

    kemudian dipompakan air bersih hasil penyaringan dengan pompa backwash agar

    endapan lumpur yang telah teraduk dan bercampur dengan air bersih dapat

    terbuang dengan jalan melimpaskan melalui bak saringan tersebut menuju bak air

    kotor. Setelah bak saringan cukup bersih, pompa backwash dimatikan kemudian

    proses produksi dijalankan kembali.

    Pada saat backwash, tombol pada meja pengendali dalam posisi draining.

    Valve air dari pulsator dan air yang menuju filter ditutup, sedangkan valve

    draining dibuka. Valve udara dibuka sehingga udara keluar secara merata melalui

    nozzle dan kotoran-kotoran yang menempel pada pasir dan kerikil dapat terangkat.

  • 52

    Kemudian valve air bersih dibuka sehingga kotoran-kotoran yang sudah terlepas

    dapat terbilas dengan air menuju pembuangan.

    Umumnya, backwash dilakukan 2 hari sekali. Akan tetapi, frekuensi

    backwash tergantung dari kekeruhan air baku, kinerja pulsator, dan polimer yang

    digunakan. Jika air baku sangat keruh maka flok yang terbentuk akan sangat

    banyak. Kemungkinan besar flok tersebut ada yang tidak terendapkan pada

    pulsator sehingga terbawa ke filter. Kotoran-kotoran yang menempel pada pasir

    akan bertambah banyak sehingga sangat cepat terjadi clogging yaitu air tidak

    dapat tersaring lagi. Selain itu, jika polimer digunakan sebagai bahan pembantu

    koagulasi dan dosis yang ditambahkan berlebih maka polimer tersebut akan

    melekat pada pasir karena sifat polimer yang sangat lengket sehingga terjadi

    clogging. Filter siap untuk dicuci jika:

    - Tinggi muka air di tanki elevasi sesuai dengan yang ditetapkan atau

    lebih tinggi.

    - Permukaan air pada bak air kotor adalah sesuai dengan yang

    ditetapkan atau lebih rendah.

    - Filter yang beroperasi adalah lebih dari delapan buah.

    - Tenaga listrik sudah siap.

    Gambar 3.37 Bak Filter yang masih beroperasi dengan baik

    Jika tingkat kekeruhan air baku > 4000 NTU, filter harus dicuci setiap 24

    jam sekali. Jika tingkat kekeruhan air penyaringan > 1 NTU maka dilakukan

    pemeriksaan kehilangan tekanan di setiap filter, waktu terakhir filter

    dikuras/dicuci, dan kedalaman pasir pada filter.

    Air yang telah melewati saringan pasir cepat kemudian dialirkan melalui

    syphon menuju reservoir. Sebagian air filter dari Buaran I dan Buaran II

    dipompakan ke laboratorium proses. Air filter tersebut diperiksa kekeruhan, pH,

  • 53

    dan residu khlor setiap jam. Air filter yang ke laboratorium proses kemudian

    dikembalikan ke reservoir.

    Gambar 3.38 Bak Filter yang sudah mengalami clogging

    Gambar 3.39 Pompa Sampel Air Filter

    3.7 Ground Reservoir

    Air yang telah disaring masuk ke dalam reservoir air bersih melalui

    pipa/saluran air bersih, dimana bahan kimia untuk pengontrolan pH dan disinfeksi

    akhir dibubuhkan. Khlor adalah zat disinfektan yang sangat kuat, yang digunakan

    untuk membunuh organisme penyebab penyakit di dalam air. Larutan kapur

    ditambahkan untuk menaikkan pH air yang mengalir keluar instalasi, karena pipa

    distribusi akan rusak bila terkena a