Upload
trinhquynh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS STRUKTUR POPULASI IKAN TERBANG (Hirundichthys oxycephalus, Bleeker 1852) LAUT FLORES DAN SELAT MAKASSAR
POPULATION STRUCTURE ANALISYS OF THE FLYING FISH
(Hirundichthys oxycephalus, Bleeker 1852) IN FLORES SEA AND MAKASSAR STRAIT.
Oleh
Syamsu Alam Ali , Natsir Nessa, Iqbal Djawad, Sharifuddin Bin A. Omar Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas Makassar.
Jl. Perintis Kemerdekan Km 10 Tamalanrea, Makassar 90245, Tlp. (0411)585189 (e-mail: [email protected])
ABSTRAK
Analisis struktur populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar
dilakukan untuk menentukan wilayah pengelolaan. Sebanyak 100 ekor sampel dari Laut Flores dan 200 ekor sampel dari Selat Makassar dianalisis dalam penelitian ini. Analisis struktur populasi dilakukan berdasarkan 20 karakter morfometrik. Metode analisis diskriminan, klaster bertingkat, dan jarak Euclidean digunakan untuk membedakan antar kelompok ikan terbang. Hasil analisis menunjukkan antara ikan terbang Laut Flores dengan ikan terbang Selat Makassar cenderung bersegregasi atau masing-masing merupakan sub populasi yang berbeda dan mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh. Kata kunci: ikan terbang, sub populasi, konsersivasi.
ABSTRACT
Population structure analysis of the flying fish in Flores Sea and Makassar Strait was conducted to determine of management area. Counted 100 of samples taken from Flores Sea and 200 samples from Makassar Strait were analyzed. Population structure analysis conducted pursuant 20 character of morphometric. Discriminant, hierarchical cluster, and Euclidean distance analysis were used to discriminate and known neighbor distance between of the flying fish group. The result of research showed between of the flying fish Flores Sea with Makassar Strait have a tendency to separate or different sub population and neighbor relationship is far-off distance. Key words: flying fish, sub population, management, conservation.
2
PENDAHULUAN Ikan terbang, Hirundichthys oxycephalus (Bleeker) adalah salah satu
jenis sumberdaya laut ekonomis yang terdapat di Selat Makassar dan Laut
Flores Sulawesi Selatan. Sumberdaya ini belum dikelola dan akses terbuka
sehingga menyebabkan terjadinya overfishing yang ditandai oleh gejala
penurunan poduksi, penurunan hasil tangkapan per upaya, dan penurunan
potensi maksimum lestari (Nessa et al. 1977; Nessa, et al. 1991, Ali et al.
2004). Selain itu, telah menunjukkan gejala perubahan biologi reproduksi
seperti penurunan rata-rata panjang ikan, peningkatan fekunditas dengan
kompensasi penurunan diameter telur, pemijahan lebih cepat dengan periode
lebih panjang dibanding dengan lebih dari dua dekade yang lalu (Ali, 2005).
Untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan maka sudah
diperlukan pengelolaan dan konservasi. Kebijakan pengelolaan dan
konservasi memerlukan informasi ilmiah sebagai dasar pertimbangan
pengelolaan. Salah satu informasi awal yang dibutuhkan dalam penentuan
unit pengelolaan atau wilayah pengelolaan adalah struktur populasi ikan
terbang.
Perbedaan struktur populasi dapat dilakukan melalui analisis marka
genetik seperti marka morfologi, marka protein darah, dan marka DNA (Liu
1998 dan Gomes et al. 2000). Perbedaan morfologi dapat menjadi penanda
perbedaan genetik atau hubungan kekerabatan antar populasi ikan. Analisis
perbedaan morfometrik adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengetahui hubungan kekerabatan dengan cara membandingkan
ukuran bagian morfologi ikan (Moyle dan Ceah 1982). Penenlitian struktur
populasi atau hubungan kekerabatan ikan terbang sangat terbatas. Laporan
terakhir struktur populasi ikan terbang H. affinis di bagian Barat Atlantik
terdapat tiga unit stok yang terpisah dan merupakan ikan yang tidak beruaya
jauh (Gomes, et al. 1998). Ghofur (2003) melaporkan ikan terbang,
Cypselurus rondelletti di Majene dengan Cypselurus ophisthopus di Manado
3
mempunyai karakter morfometrik berbeda, dan Cypselurus ophisthopus
memiliki kekerabatan genetik lebih dekat antara Majene dan Manado, tetapi
Cypselurus ophisthopus Manado jarak genetiknya lebih jauh dengan
Cypselurus rondelletti di Majene. Informasi keragaman genetik ikan
terbang lainnya dilaporkan oleh Fahri (2001), keragaman genetik ikan
terbang Teluk Mandar lebih rendah dibanding Teluk Tomini dan Teluk
Manado.
Ikan terbang di Laut Flores dan Selat Makassar Sulawesi Selatan
belum diketahui apakah mempunyai hubungan kekerabatan yang jauh dan
masing-masing merupakan sub populasi yang terpisah secara genetik. Oleh
karena itu dilakukan penelitian struktur populasi atau hubungan kekerabatan
antara ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar untuk keperluan
penentuan wilayah pengelolaan dan konservasi ikan terbang.
METODE PENELITIAN
Daerah Penelitian:
Daerah penelitian meliputi wilayah penyebaran ikan terbang Laut
Flores dan Selat Makassar (Gambar 1).
Gambar 1. Daerah Penelitian
SELAT MAKASSAR
LAUT FLORES
PAREPARE
TTAAKKAALLAARR
MAJENE
UTARA
117 122
02
06
122 117
02
06
4
Sampel ikan terbang (H. oxycephalus) di tangkap di Laut Flores
(Takalar) dan Selat Makassar (Pare-Pare dan Majene). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Biologi dan Manajemen Perikanan Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Unhas. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli
2005.
Pengumpulan Data.
Sampel ikan terbang di tangkap dengan jaring insang hanyut (drift
gillnet) dengan ukuran mata jaring antara 1,00-1,50 inch. Pengambilan
sampel ikan terbang dilakukan secara acak gerombol. Data primer yang
diukur adalah variabel morfometrik pada bagian kepala, bagian mata,
panjang badan, panjang sirip, lingkar badan dan lebar bukaan mulut
sebanyak 20 variabel.
Gambar 2. Variabel morfometrik yang diuji.
Variabel-variabel yang dikur adalah panjang total (X1), panjang
cagak (X2), panjang baku (X3), panjang sirip punggung (X4), panjang sirip
dada (X5), tinggi sirip ekor (X6), panjang sirip perut (X7), panjang sirip dubur
(X8), panjang sirip ekor (X9), jarak antara bagian depan sirip punggung
dengan ujung kepala (X10), panjang dasar sirip punggung (X11), panjang
dasar sirip dada (X12), tinggi badan maximum (X13), tinggi batang ekor
x15
x19
x17
x1
X8
x3
x9
X6 X5
x7
x4
x10 x11
x12 x13
x14
x16
x18 x20
X2
5
(X14), panjang kepala (X15), diameter mata (X16), panjang kepala belakang
mata (X17), panjang kepala depan mata (X18), lebar bukaan mulut (X19),
dan lingkar badan (X20) (Gambar 2).
Metode Analisis Metode analisis data yang digunakan adalah analisis diskriminan
(discriminant analysis) untuk membedakan antar kelompok ikan terbang,
analisis klaster bertingkat (hierarchi cluster analysis) untuk mengelompokkan
ikan terbang berdasarkan kemiripan, dan analisis jarak Euclidean (euclidean
distance analysis) dan dendrogram untuk mengetahui hubungan kekerabatan
atau jarak genetik antar kelompok ikan terbang (Wilks, 1995 dan Bengen,
2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis diskriminan antara ikan terbang Laut Flores dan Selat
Makassar berdasarkan 20 variabel morfometrik, terdapat 8 variabel yang
berbeda sangat signifikan (P<0.01) yaitu panjang cagak (X2), panjang baku
(X3), panjang sirip perut (X7), panjang sirip dubur (X8), panjang dasar sirip
dada (X12, diameter mata (X16), panjang kepala belakang mata (X17),
panjang kepala depan mata (X18), dan satu variabel yang berbeda
signifikan (P<0,05) yaitu tinggi batang ekor (X14).
Kemudian analisis variabel secara bertahap (stepwise), maka
diperoleh 10 variabel yang menyusun fungsi diskriminan yang mempunyai
nilai F hitung terbesar dan masing-masing mempunyai nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05. Kesepuluh variabel yang mendiskriminasi ikan terbang Laut
Flores dan Selat Makassar yaitu: diameter mata (X16), panjang kepala
belakang mata (X17), panjang kepala depan mata (X18), panjang dasar sirip
punggung (X11), panjang baku (X3), tinggi badan maksimum (X13), panjang
sirip perut (X7), panjang sirip dubur (X8), panjang kepala (X15), dan panjang
total (X1) masing-masing dengan tingkat signifikansi (P<0,01).
6
Berdasarkan angka koefisien pada struktur matriks menunjukkan
variabel diameter mata (X16) paling erat hubungannya dengan fungsi
diskriminan, kemudian diikuti oleh panjang kepala depan mata (X18), panjang
sirip perut (X7), panjang sirip dubur (X8), panjang baku (X3), panjang kepala
belakang mata (X18) dan seterusnya. Fungsi diskriminan yang terbentuk
dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
0,526X180,551X170,431X160,388X150,395X130,530X110,292X80,387X70,513X30,326X10,00ScoreZ
Fungsi diskriminan memiliki nilai korelasi kanonik cukup tinggi (r=0,577) yang
menandai kekuatan hubungan antara nilai diskriminan dengan kelompok ikan
terbang. Selanjutnya hasil analisis perbandingan setiap variabel diskriminan
antara kelompok (pairwise group comparison) pada setiap langkah
pemasukan variabel menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, dimana
pada langkah terakhir menunjukkan antara kelompok ikan terbang Laut
Flores dengan kelompok ikan terbang Selat Makassar berbeda sangat nyata
(F=14,451; P<0,01). Hasil analisis ini menjelaskan bahwa kelompok ikan
terbang Laut Flores dan Selat Makassar memang mempunyai perbedaan
morfometrik yang cukup besar.
Oleh karena dalam analisis hanya terdiri dua kelompok ikan terbang
maka hanya satu fungsi diskriminan yang terbentuk. Kelompok ikan terbang
Laut Flores mempunyai rata-rata centorid positif (0,997) dan kelompok ikan
terbang Selat Makassar dengan rata-rata centroid negatif (-0,498). Hasil
perhitungan nilai kritis (Zcv) antara kelompok ikan terbang Laut Flores dan
Selat Makassar diperoleh Zcv=0,49. Individu yang mempunyai nilai
diskriminat lebih besar dari angka kritis (Zscore >0,49) masuk ke dalam
kelompok ikan terbang Laut Flores dan yang mempunyai nilai diskriminan
lebih kecil dari nilai kritis (Zscore<0,49) masuk ke dalam kelompok ikan
7
terbang Selat Makassar. Histogram distribusi anggota kelompok ikan
terbang Laut Flores berdasarkan nilai diskriminan di sajikan pada Gambar 3
dan ikan terbang Selat Makassar pada Gambar 4. Kelompok ikan terbang
Laut Flores dan Selat Makassar mempunyai rata-rata centroid yang sangat
berbeda masing-masing 1,00 pada Laut Flores dan 0,5 pada Selat Makassar
(Gambar 3 dan Gambar 4). Kedua gambar tersebut menjelaskan bahwa
kelompok ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar berbeda. Perbedaan
antara kelompok ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar juga
diperlihatkan oleh perbedaan centroid secara sinifikan berdasarkan nilai
Chi-Square pada Tabel Wilk’s Lambda (2=118,811; P<0,01). Kelompok
ikan terbang Laut Flores memiliki rentang nilai diskriminan lebih kecil (-1,25
sampai 3,25), sedangkan Selat Makassar mempunyai rentang nilai
diskriminan lebih besar (–4,60 sampai 2,0). Hal ini dapat memberi petunjuk
bahwa kelompok ikan terbang Laut Flores memiliki keragaman lebih rendah
dibanding Selat Makassar.
Perbedaan kelompok ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar
menunjukkan bahwa populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar
masing-masing merupakan sub populasi yang terpisah. Perbedaan ini dapat
disebabkan oleh karena perbedaan letak geografis, pengaruh perbedaan
lingkungan, dan pengaruh perbedaan genetik, atau interaksi antara faktor
lingkungan dan genetik. Perbedaan letak geografis dapat menyebabkan
antar kelompok ikan terbang saling terisolasi. Perbedaan lingkungan selain
dapat menyebabkan terbatasnya emigrasi dan imigrasi ikan juga dapat
menyebabkan terbatasnya aliran genetik atau out breeding sehingga kedua
kelompok ikan terbang memiliki karakter morfometrik berbeda. Terbatasnya
emigrasi dan imigrasi akibat hambatan lingkungan dapat menyebabkan
rendahnya persilangan genetik antar kelompok ikan terbang sehingga terjadi
perbedaan heterozigotias yang dapat ditunjukkan oleh perbedaan fenotipe
(Bellington dan Herbert 1991). Faktor lingkungan secara fisik dapat pula
8
menjadi penekan terjadinya perubahan perubahan morfologi, namun masih
sulit dijelaskan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan-perubahan
morfologi ikan terbang. Menurut Solue dan Gilpin (1986), faktor lingkungan
dapat mempengaruhi fenotipe dan genotipe sebagai proses adaptasi atau
pertahanan akibat perubahan lingkungan. Perbedaan lingkungan secara
signifikan kemungkinan akan menyebabkan perbedaan fenotipe sehingga
terjadi perbedaan morfologi antara kelompok ikan terbang. Menurut Gomes
et al. (1998) variasi genetik ikan terbang antar wilayah terutama disebabkan
hambatan lingkungan akibat jarak geografis, sehingga ditemukan tiga unit
stok ikan terbang H. affinis yang berbeda di perairan sebelah Barat Atlantik.
Selanjutnya penulis tersebut mengatakan, selain jarak geografis
kemungkinan pula disebabkan perbedaan lingkungan fisik seperti arus,
gelombang, suhu permukaan laut, dan salinitas serta faktor lingkungan
biologis seperti predator dapat menjadi hambatan percampuran antar
kelompok ikan terbang. Menurut Oxendford (1994) dalam laporan hasil
penelitian perpindahan ikan terbang dengan metode penandaan (tagging),
ikan terbang dengan ukuran 24 cm tidak tergolong peruaya jarak jauh.
Selanjutnya perbedaan keragaman populasi antara kelompok ikan
terbang Laut Flores dan Selat Makassar kemungkinan juga disebabkan oleh
penangkapan berlebihan (overfishing). Gejala penangkapan berlebihan
ikan terbang di Laut Flores maupun di Selat Makassar telah dilaporkan oleh
Nessa et al. (1991), Nessa et al. (1993) dan Ali et al. (2004). Penangkapan
berlebihan selain menyebabkan penurunan ukuran populasi, juga dapat
mengurangi frekwensi ciri genetik atau tingkat heterozigositas populasi
yang dapat terefleksi pada keragaman fenotipe dan genotipe. Menurut
Leary dan Allendorf ( 1986), Primack (1993), dan FAO (1995), ikan yang
mengalami penangkapan berlebihan dalam waktu yang panjang dapat
menyebabkan penurunan ukuran populasi dan heterozigositas populasi lebih
rendah. Ikan yang telah mempunyai ukuran populasi yang rendah dengan
9
penyebaran tertutup atau terisolasi dapat mengalami tekanan inbreeding
lebih tinggi sehingga mempunyai variasi genetik (heterozigositas) lebih
rendah. Menurut Falconer (1981) dalam Leary dan Allendorf (1986),
variasi genetik atau heterozigositas yang rendah dapat berpengaruh
terhadap stabilitas morfologi, daya tahan tubuh, resistensi penyakit,
pertumbuhan dan sintasan. Selanjutnya penulis tersebut telah melaporkan
adanya hubungan antara
D is c rim in a n S c o r e ( Ik a n T e r b a n g L a u t F lo r e s )
3 . 2 53 . 0 0
2 .7 52 .5 0
2 .2 52 .0 0
1 .7 51 .5 0
1 .2 51 .0 0
.7 5.5 0
.2 50 .0 0
- .2 5- .5 0
-.7 5-1 .0 0
-1 .2 5
D IS K R IM IN A N K A N O N IK F U N G S I- 1
Frek
wen
si
2 0
1 0
0
N = 1 0 0R a ta 2 = 1 ,0C n tr o id = 0 ,9 9 7Z c v (N ila i K r i ti s ) = 0 ,4 9Z z c o r e > Zc v = L a u t F lo r e sZ s c o r e < Zc v = S e la t M a k a ss a r
Gambar 3. Diskriminan kanonik fungsi-1 ikan terbang, H. oxycephalus (Laut
Flores).
10
D isc rim in a n t S co re ( Ikan T e rb a ng S e la t M ak as sa r)
2 .0 01 .7 5
1 .5 01 .2 5
1 .0 0.7 5
.5 0.2 5
0 .0 0- .2 5
- .5 0- .7 5
-1 .0 0-1 .2 5
-1 .5 0-1 .7 5
-2 .0 0-2 .2 5
-2 .5 0-2 .7 5
-3 .0 0-3 .2 5
-3 .5 0-3 .7 5
-4 .0 0-4 .2 5
-4 .5 0
D IS K R IM IN A N K A N O N IK F U N G S I-2Fr
ekw
ensi
30
20
10
0
N = 2 0 0R a ta 2 = -0 ,5 0C e n tr o id = -0 ,4 9 8Z c v (N ila i K r i t is ) = 0 ,4 9Z z c or e > Z c v = L a u t F lo resZ s co re < Z c v = S e la t M a k ass a r
Gambar 4. Diskriminan fungsi-2 ikan terbang, H. oxycephalus ( Selat
Makassar).
variasi genetik (heterozigositas) dengan variasi morfologi pada ikan salmon
dimana variasi genetik yang rendah dapat mengurangi variasi morfologi
secara mencolok. Kejadian ini kemungkinan terjadi pada ikan terbang Laut
Flores, dimana rendahnya variasi individu disebabkan oleh rendahnya variasi
genetik akibat penangkapan berlebihan dibanding di Selat Makassar.
Fungsi diskriminan yang membedakan kelompok ikan terbang Laut
Flores dan Selat Makassar dinilai layak untuk mengkalsifikasi keanggotaan
kelompok ikan terbang, karena hasil klasifikasi keanggotaan ke dalam
kelompok menunjukkan 79,3 % dari 300 individu sudah terkelompokkan
dengan benar sesuai dengan data aslinya, dan 76,3 % terkelompokkan
dengan benar berdasarkan validasi silang antara kelompok (Tabel 1). Nilai
validasi masing-masing berada di atas 50%, sehingga fungsi diskriminan
yang terbentuk layak untuk membedakan kelompok ikan terbang Laut Flores
dan Selat Makassar.
11
Tabel 1. Prediksi anggota dan sharing kesamaan individu antar kelompok ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar.
Lokasi Prediksi Anggota Kelompok Total
Laut Flores Selat Makassar
Data Asli Jumlah Laut Flores 83 17 100
Selat Makassar 45 155 200
% Laut Flores 83 17 100 Selat Makassar 22.5 77.5 100
Validasi silang Jumlah Laut Flores 81 19 100
Selat Makassar 52 148 200
% Laut Flores 81 19 100 Selat Makassar 26 74 100
Berdasarkan nilai validasi-silang maka ikan terbang Laut Flores
mempunyai nilai tertinggi yaitu 81 %, sedangkan Selat Makassar lebih
rendah yaitu 74%. Hal ini dapat memberi petunjuk bahwa ikan terbang Laut
Flores mempunyai kesamaan morfometrik dalam kelompoknya lebih tinggi
(lebih homogen) karena hanya 19 % anggotanya berciri kelompok ikan
terbang Selat Makassar dibanding ikan terbang Selat Makassar anggotanya
26% berciri kelompok ikan terbang Laut Flores atau ikan terbang Selat
Makassar lebih heterogen.
Kejadian ini dapat menunjukkan bahwa kelompok ikan terbang Laut
Flores memilki keragaman relatif lebih rendah dibanding ikan terbang Selat
Makassar. Rendahnya keragaman ikan terbang Laut Flores dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, faktor genetik, dan penurunan keragaman
genetik (heterozigositas) yang bisa disebabkan oleh karena penangkapan
berlebihan. Selanjutnya untuk mengetahui ciri khas morfometrik antara
kelompok ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar dapat dilihat dari
variabel morfometrik yang berbeda sangat signifikan (P<0,01). Ikan terbang
Laut Flores mempunyai karakter yang menonjol yaitu panjang baku (X3),
panjang kepala belakang mata (X17), panjang kepala depan mata (X18),
panjang sirip anal (X8), dan panjang dasar sirip dada (X12), sedangkan ikan
terbang Selat Makassar ciri morfometrik yang menonjol adalah panjang
12
cagak (X2), diameter mata (X16), panjang sirip ventral (X7), dan tinggi
batang ekor (X14) (Gambar 5).
Gambar 5. Ciri morfometrik ikan terbangLaut Flores dan Selat Makassar
KESIMPULAN
Kelompok ikan terbang Laut Flores dengan ikan terbang Selat
Makassar masing-masing merupakan sub populasi yang berbeda dan
mempunyai hubungan kekerabatan atau jarak genetik jauh. Berdasarkan
sifat segregasi antara sub populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat
Makassar maka pengelolaan dan konservasi perlu dilakukan secara terpisah
antara ikan terbang di wilayah Laut Flores dengan ikan terbang di wilayah
Selat Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S.A. 2005. Kondisi sediaan dan keragaman populasi ikan terbang
(Hirundichthys oxycephalus Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat Makassar. Disertasi. Program Pascasarjana Unhas. 282 p.
X18
X16 X7 SELAT MAKASSAR
X14 X12
X3
X17 X8
X12
13
Ali, S.A., M.N. Nessa; M.I. Djawad; S.B.A. Omar, 2004. Analisis fluktuasi hasil tangkapan dan hasil maksimum lestari ikan terbang (Exocoitidae) di Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, Torani. 2(14):104-112.
Billington, B and Hebert, P.D.N. 1991. Mitochondrial DNA diversity in fishes and its implications for introductions. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 48:80-94.
Bengen, D.G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.
FAO, 1995. Pengelolaan perikanan (Fisheries management). Food and Agriculture Organization of the United Nations. Departemen Pertanian Republik Indonesia, dan JICA.
Fahri, S. 2001. Keragaman genetik ikan terbang, Cypselurus opisthopus di perairan Teluk Mandar, Teluk Manado, dan Teluk Tomini Sulawesi Selatan. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. p. 53.
Ghofur, M. 2003. Karakter fenotip ikan terbang (Cypselurus opisthopus dan Cypselurus rondeletti) dari Majene (Selat Makassar) dan Perairan Manado. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. p 66.
Gomes, C., R.B. Dales., H.A Oxendford. 1998. The aplication of RAPD marked in stock discrimination of the four wing flying fish, Hirundichthys affinis in the central western Atlantic. Molecular ecology:7 : 1029-1039.
Gomes. C. H.A. Oxendford. dan R.B. Dales. 2000. Restriction site mapping of the mitochondrial DNA of the four Wing Flying fish, Hirundichthys affinis. DNA. Sequence. 11 (3-4):277-280.
Leary, R.F. and Allendorf, F.W. 1986. Heterozygosity and fitness in natural populations of animals, pp.57-76. In M.E. Soule (Ed), Conservation Biology The Science of Scarcity and Diversity. Sinauer Assosciates- Publishers, Sunderland.
Liu, B.H. 1998. Statistical genomics, Linkage, Mapping and QTL Analysis. CRC Press LLC. USA, 611p.
Moyle P.B and J.J. Ceach. 1982. Fishes, an introduction to ichthyology. Prientice Hall. Englewood Clifts, New Jersey.
Nessa, M.N., S.A. Ali dan A. Rachman. 1991. Studi pendahuluan penetasan telur ikan terbang dalam rangka usaha pelestarian melalui restoking. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Unhas. Ujung Pandang, p. 70.
Nessa, M.N., A. Mallawa, Najamuddin, A. Sadarang, S.A. Ali, M.F. Arifin; P.M. Alamsyah; Mardiana; dan S.S. Latif. 1993. Penelitian pengembangan potensi sumberdaya laut Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Makassar Sulawesi Selatan. Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Unhas. Ujung Pandang. p. 235.
14
Nessa, M.N., H. Sugondo, I. Andarias, dan A. Rantetondok. 1977. Studi pendahuluan terhadap perikanan ikan terbang di Selat Makassar. Lontara. 13: 643-669.
Oxenford, H.A. 1994. Movements of flyingfish (Hirundichthys affinis) in the eastern Caribbean. Bull. mar. Sci. 54: 49-62.
Primack, R.B. 1993. Essentials of Concervations Biology. Sinaur Assciates Inc. Sunderland, USA. 563 pp.
Soulé, M.E dan Gilpin M,E. 1986. Minimum viable populations, processes of species extinction, pp.19-34. In M.E. Soule (Ed), Conservation Biology The Science of Scarcity and Diversity. Sinauer Assosciates- Publishers, Sunderland.
Wilks, D.S. 1995. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences an Introduction. Academic Press. Newyork. 465 Hal.