20
1 ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI DASAR PENETAPAN TERSANGKA OLEH PEJABAT PENYIDIK (STUDI KASUS CHAT WHATSAPP HABIB RIZIEQ) Rafael Alfin Pradana dan Junaedi 1. Law Practition Department, Faculty of Law, Universitas Indonesia, Jl. Prof. Djokosoetono, Pd. Cina, Beji, Kota Depok, 16424, Indonesia 2. Law Practition Department, Faculty of Law, Universitas Indonesia, Jl. Prof. Djokosoetono, Pd. Cina, Beji, Kota Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Perlindungan hak tersangka sebagai salah satu bentuk perwujudan Hak Asasi Manusia dirasakan tidak lagi diutamakan dalam proses hukum pidana. Penetapan tersangka sebagai dasar pengenaan upaya paksa terhadap seseorang dalam proses hukum pidana tidak mengutamakan hak asasi manusia dan tidak sesuai asas due process of law. Bukti permulaan yang cukup sebagai dasar untuk menetapkan tersangka tidak diberikan definisi yang jelas dalam KUHAP, hal ini mengakibatkan banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka tanpa melalui prosedur yang jelas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data data sekunder melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, jurnal, dan skripsi. Melalui metode tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pengaturan mengenai definisi bukti permulaan yang cukup sangat penting demi terciptanya kepastian hukum. Kata Kunci : bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup, penetapan tersangka, alat bukti elektronik Analysis About Probable Cause as The Base of Suspect Determination by Investigator Officials (Case Study Habib Rizieq's WhatsApp Chat) Abstract The protection suspect’s rights as one of the manifestations of Human Rights is no longer a priority in criminal proceedings. Suspect Determination as a basis to execut forced efforts against a person in criminal proceedings is not prioritizing human rights and not according to the principle of due process of law. Probable cause as the base of suspect determination is not given a clear definition in the Criminal Procedure Code, this resulted in many people being designated as suspects without going through a clear procedure. This research was conducted by data collection method of secondary data through legislation, books, articles, journals, and thesis. Through this method, the authors conclude that the regulation of probable cause definition is essential for creating legal certainty. Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

1

ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI DASAR PENETAPAN TERSANGKA OLEH PEJABAT PENYIDIK

(STUDI KASUS CHAT WHATSAPP HABIB RIZIEQ)

Rafael Alfin Pradana dan Junaedi

1. Law Practition Department, Faculty of Law, Universitas Indonesia, Jl. Prof. Djokosoetono, Pd. Cina,Beji, Kota Depok, 16424, Indonesia

2. Law Practition Department, Faculty of Law, Universitas Indonesia, Jl. Prof. Djokosoetono, Pd. Cina,Beji, Kota Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Perlindungan hak tersangka sebagai salah satu bentuk perwujudan Hak Asasi Manusia dirasakan tidak lagi diutamakan dalam proses hukum pidana. Penetapan tersangka sebagai dasar pengenaan upaya paksa terhadap seseorang dalam proses hukum pidana tidak mengutamakan hak asasi manusia dan tidak sesuai asas due process of law. Bukti permulaan yang cukup sebagai dasar untuk menetapkan tersangka tidak diberikan definisi yang jelas dalam KUHAP, hal ini mengakibatkan banyak orang yang ditetapkan sebagai tersangka tanpa melalui prosedur yang jelas. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengumpulan data data sekunder melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, jurnal, dan skripsi. Melalui metode tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pengaturan mengenai definisi bukti permulaan yang cukup sangat penting demi terciptanya kepastian hukum.

Kata Kunci : bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup, penetapan tersangka, alat bukti elektronik

Analysis About Probable Cause as The Base of Suspect Determination by Investigator Officials (Case Study Habib Rizieq's WhatsApp Chat)

Abstract

The protection suspect’s rights as one of the manifestations of Human Rights is no longer a priority in criminal proceedings. Suspect Determination as a basis to execut forced efforts against a person in criminal proceedings is not prioritizing human rights and not according to the principle of due process of law. Probable cause as the base of suspect determination is not given a clear definition in the Criminal Procedure Code, this resulted in many people being designated as suspects without going through a clear procedure. This research was conducted by data collection method of secondary data through legislation, books, articles, journals, and thesis. Through this method, the authors conclude that the regulation of probable cause definition is essential for creating legal certainty.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 2: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

2

Keywords: probable cause; reasonable suspicion; reasonableness; suspect determination; electronic evidence

Latar Belakang

Pengaturan mengenai penetapan tersangka sebagai salah satu proses dalam sistem peradilan

pidana dirasakan telah mengalami ketidakpastian hukum. Indonesia adalah negara hukum

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, oleh sebab itu salah satu prinsip umum

yang dianut dalam penyelenggaraan negara adalah due process of law yang dijamin secara

konstitusional. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai pedoman

hukum acara pidana tidak memberikan pengaturan yang jelas mengenai penetapan tersangka.

Dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP diatur bahwa Tersangka adalah seorang yang karena

perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku

tindak pidana. Kemudian dalam Pasal 17 KUHAP dan penjelasannya diatur bahwa Perintah

penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana

berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan

untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Dari kedua pasal

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka

harus memenuhi syarat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka. Namun,

pengaturan lebih lanjut mengenai definisi bukti permulaan yang cukup sendiri tidak diatur

dalam KUHAP yang menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian

mengenai pengaturan definisi bukti permulaan yang cukup tersebut pun akhirnya mulai diatur

secara terpisah dalam undang-undang lain dan bahkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian

Republik Indonesia tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Pada tahun 2014, terkait

definisi bukti permulaan yang cukup yang terdapat dalam KUHAP, diputuskan oleh

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014 atas nama

pemohon Bachtiar Abdul Fatah, yang memutuskan bahwa frasa “bukti permulaan”, “bukti

permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka

14 , Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 3: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

3

tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan

dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia).

Sehubungan dengan penetapan tersangka, Muhammad Rizieq Husein Syihab atau biasa

dikenal sebagai Habib Rizieq adalah salah seorang tokoh Agama Islam yang dikenal sebagai

pimpinan organisasi Front Pembela Islam. Pada akhir Januari 2017, media sosial dihebohkan

dengan tersebarnya screenshot percakapan via WhatsApp berkonten pornografi yang diduga

melibatkan pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Syihab dan Firza Husein. Percakapan itu

pertama kali diketahui dari situs baladacintarizieq.com. Dalam percakapan tersebut

menyajikan foto wanita tanpa busana yang diduga Firza Husein. Sedangkan Rizieq diduga

menjadi lawan bicara Firza dalam percakapan tersebut. Beredarnya percakapan berkonten

pornografi tersebut membuat polisi melakukan penyelidikan. Atas berita tersebut, Kabid

Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyatakan, polisi bertindak setelah

mengetahui adanya keresahan masyarakat soal peredaran percakapan ini. Sebab, video

percakapan dua orang itu mengandung konten pornografi. Kombes Argo Yuwono

mengatakan, unit cyber patrol Polda Metro Jaya telah memantau peredaran percakapan itu

dan membuat laporan polisi model A untuk mengusut orang yang berada dalam percakapan

tersebut dan siapa penyebarnya. Berkaitan dengan konten yang beredar di media sosial

tersebut polisi memiliki cyber patrol. Setelah adanya cyber patrol, polisi menemukan

beberapa akun yang diduga ada gambar pornografi, yang ada gambar di situ diduga adalah

Habib Rizieq dan Firza Husein.1 Selang satu hari polisi melakukan penyelidikan, Aliansi

Mahasiswa Antipornografi membuat laporan polisi mengenai peredaran konten pornografi itu.

Pelapor meminta agar kepolisian menyelidiki keaslian dokumen dan foto karena sangat

mengganggu generasi muda.

Akhirnya pada Selasa, 25 April 2017, polisi memutuskan memanggil Rizieq dan Firza.

Namun, keduanya kompak mangkir dari panggilan tersebut. Kemudian pada hari Rabu 10

Mei 2017 polisi kembali memanggil keduanya untuk dimintai keterangan. Lagi-lagi,

keduanya tak mengindahkan panggilan kepolisian. Dua kali mangkir, akhirnya polisi pun

menerbitkan surat perintah penjemputan paksa. Namun, saat itu Rizieq kadung berada di Arab

1AkhdiMartinPratama,“PerjalananKasus"Chat"WhatsAppyangMenjeratRizieqdanFirza”http://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/30/05422381/perjalanan.kasus.chat.whatsapp.yang.menjerat.rizieq.dan.firza,diaksesAgustus2017

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 4: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

4

Saudi untuk menjalankan umroh. Firza akhirnya memenuhi panggilan polisi pada Selasa, 16

Mei 2017. Dengan berkacamata hitam, Firza datangi Mapolda Metro Jaya pada pukul 10.00

WIB dengan didampingi pengacaranya Azis Yanuar dan adiknya. Setelah diperiksa selama 12

jam lamanya, polisi memutuskan menetapkan Firza sebagai tersangka dalam kasus

percakapan berkonten pornografi itu. Namun, status Rizieq pada hari itu masih sebatas saksi.

Penyidik menetapkan Firza sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara dan

serangkaian pemeriksaan saksi ahli. Berdasarkan hasil analisis ahli pidana, kasus itu telah

memenuhi unsur pidana. Sementara itu, ahli telematika menyebut, percakapan yang diduga

antara Firza dan Rizieq itu adalah asli.

Firza dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 8

juncto Pasal 34 Undang Undang RI nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan

ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Meski ditetapkan sebagai tersangka, polisi tak

menahan Firza. Alasanya, kondisi kesehatan Firza memburuk setelah ditetapkan tersangka.

Setelah menetapkan Firza sebagai tersangka, polisi tak langsung menetapkan Rizieq sebagai

tersangka juga. Polisi masih menunggu hingga Rizieq kembali ke Indonesia. Namun, dua

pekan setelah Firza ditetapkan sebagai tersangka Rizieq tak kunjung kembali ke tanah air.

Rizieq melalui pengacaranya mengatakan menolak kembali ke Indonesia lantaran merasa

dikriminalisasi. Kombes Argo Yuwono mengatakan, pimpinan Front Pembela Islam, Rizieq

Syihab, belum pernah diperiksa dalam kasus percakapan via WhatsApp berkonten pornografi

yang diduga melibatkan dirinya dan Firza Husein. Pasalnya, Rizieq selalu mangkir dari dua

panggilan kepolisian saat statusnya masih sebagai saksi. Meskipun belum pernah diperiksa,

menurut Kombes Argo, penyidik tetap bisa menetapkan Rizieq sebagai tersangka. Menurut

Argo, hal tersebut tidak menyalahi aturan karena polisi telah memiliki bukti yang cukup untuk

menetapkan Rizieq sebagai tersangka. Polisi telah menetapkan Rizieq sebagai tersangka

kasus percakapan via WhatsApp berkonten pornografi yang diduga melibatkan dirinya dan

Firza Husein. Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara.2

Akhirnya, pada Senin 29 Mei 2017, polisi kembali melakukan gelar perkara. Hasil dari gelar

perkara tersebut menyimpulkan polisi menetapkan Rizieq sebagai tersangka tanpa perlu

terlebih dahulu menunggu Rizieq kembali ke Indonesia. Ada alat bukti yang sudah ditemukan

penyidik dari hasil gelar perkara, sehingga sudah layak dinaikkan menjadi tersangka. Menurut

2AkhdiMartinPratama,“PolisiTegaskanBisaTetapkanRizieqTersangkameskiBelumDiperiksa”,

http://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/29/20513431/polisi.tegaskan.bisa.tetapkan.rizieq.tersangka.meski.belum.diperiksa.diaksespada20Agustus2017,pukul21.20WIB.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 5: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

5

penyidik, hal tersebut tidak menyalahi aturan karena polisi telah memiliki bukti yang cukup

untuk menetapkan Rizieq sebagai tersangka. Atas tindakan penyidik yang mengatakan telah

memiliki bukti yang cukup tanpa mendengarkan keterangan calon tersangka untuk dapat

menetapkan Rizieq sebagai tersangka. Rizieq dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau

Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 9 juncto Pasal 34 Undang Undang RI nomor 44 Tahun

2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melihat adanya beberapa masalah yang timbul

akibat penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik. Untuk mempertajam pembahasan

dalam tulisan ini, penulis akan membatasi ruang lingkup dari permasalahan tersebut. Adapun

masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan pemikiran tentang bukti permulaan yang cukup sebagai dasar

penetapan tersangka?

2. Bagaimana penerapan hukum acara pidana untuk menetapkan status tersangka dalam

kasus chat whatsapp Habib Rizieq?

3. Bagaimana kedudukan bukti chat whatsapp sebagai alat bukti?

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah disebutkan di atas maka tujuan penelitian ini

penulis bagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui prosedur hukum acara pidana dari awal hingga penyidik dapat

menetapan tersangka dan mengetahui pengaturan mengenai penetapan tersangka dalam

KUHAP, PERKAPOLRI, dan peraturan terkait lainnya. Tujuan Khusus dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perkembangan bukti permulaan yang cukup sebagai dasar penetapan

tersangka;

2. Untuk mengetahui penerapan hukum acara pidana untuk menetapkan status tersangka

dalam kasus chat whatsapp Habib Rizieq; dan

3. Untuk mengetahui kedudukan bukti chat whatsapp sebagai alat bukti.

Tinjauan Teoritis

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 6: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

6

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.3 Dari pengertian tersebut dapat

diketahui bahwa penyelidikan merupakan tahap awal dari proses perkara pidana dan bila

memang peristiwa tersebut merupakan tindak pidana, dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya

yaitu tahap penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi

penyidikan. Penyelidikan merupakan suatu sub fungsi penyidikan yang mendahului tindakan

lainnya, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,

pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada

penuntut umum.4

Dalam tahap penyelidikan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memulai melakukan

penyelidikan didasarkan pada hasil penilaian terhadap informasi dan juga data-data yang

diperoleh. Sumber-sumber informasi banyak jenisnya, untuk dapat mengetahui terjadinya

suatu tindak pidana, penyelidik dapat menggunakan informasi dan data-data, yang diperoleh

melalui:

1) laporan kepada pejabat yang berwenang dari orang yang mengetahui terjadinya suatu

tindak pidana;

2) pengaduan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak secara hukum seseorang

yang telah melakukan tindak pidana delik aduan yang merugikan pihak pengadu;

3) karena tertangkap tangan;

4) informasi khusus5

Tujuan dilakukan suatu penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau mengumpulkan

keterangan, bukti atau data yang kemudian digunakan untuk menentukan apakah suatu

peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana, untuk menentukan siapa yang dapat

dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana tersebut, dan untuk persiapan melakukan

penindakan. Penyelidik harus mempunyai pengetahuan tentang unsur-unsur suatu tindak

pidana dan hukum acara pidana yang berlaku. Jika penyelidik kurang menguasainya, maka

arah penyelidikan menjadi kurang terarah dan tidak menentu yang memungkinkan untuk

3Lihat:Pasal1angka4KUHAP

4M.YahyaHarahap,Pembahasan,PermasalahanDanPenerapanKuhap,PenyidikanDanPenuntutan,(Jakarta:SinarGrafika,2006),hlm.101

5GitaGustiAldina,“AnalisisTentangBuktiPermulaanYangCukupDanBuktiYangCukupTerkaitSahAtauTidaknyaSuatuPenangkapanDanPenahananDalamPerkaraTindakPidanaNarkotika”,(SkripsiSarjanaUniversitasIndonesia,Depok,2014),hlm.32

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 7: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

7

menghasilkan suatu kesimpulan yang keliru.6 Setelah mengumpulkan bukti-bukti dan data

mengenai suatu peristiwa dan telah menetapkan suatu peristiwa tersebut adalah suatu tindak

pidana, penyelidik berdasarkan hasil dari penyelidikan tersebut memiliki gambaran tentang

calon tersangka yang perlu dipanggil, tempat atau bangunan yang perlu digeledah, atau

barang bukti yang perlu diamankan atau disita.

Penyidikan ditujukan untuk mengumpulkan bukti dan dengan bukti tersebut membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan dapat menemukan tersangkanya. Dalam KUHAP

diatur bahwa penyidik adalah pejabat polri atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Dalam Bahasa Belanda, menyidik (Opsporing)

yang berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh

undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekedar

beralasan bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum.7 Tahapan penyidikan menitik beratkan

kepada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan

menjadi terang serta dapat menemukan pelakunya, termasuk mencari korban, tindakan

mencari korban dilakukan jika korban tidak diketahui keberadaannya atau belum diketahui

atau dalam kondisi diamankan.8 Antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase tindakan

yang berwujud satu keduanya saling berkaitan dan saling mengisi guna menyelesaikan

pemeriksaan suatu peristiwa pidana.9

Dalam melakukan penyidikan, penyidik diberikan kewenangan untuk melakukan upaya-

upaya tertentu sehingga tahap penyidikan dapat terselesaikan dan dapat dilanjutkan ke tahan

adjudikasi. Kewenangan untuk melakukan upaya tersebut disesuaikan secara kasuistis,

termasuk untuk melakukan tindakan atau upaya yang bersifat memaksa atau upaya paksa.

Menurut pendapat Luhut M.P. Pangaribuan, upaya paksa10 memiliki pengertian, suatu

perbuatan penyidik, penuntut umum atau hakim yang sifatnya memaksa untuk dilaksanakan

dalam mengumpulkan keterangan dan alat bukti dalam perkara pidana. Sedangkan, KUHAP

6Moch.FaisalSalam,HukumAcaraPidanadalamTeoridanPraktek,(Bandung:MandarMaju,2001),hlm.32-33

7AndiHamzah,HukumAcaraPidana,ed.Revisi,cet.I,(Jakarta:SinarGrafika,2001),hlm.10

8ArchieMichaelHasudungandanPetraM.E.J.Pattiwael,BahanAjarHukumAcaraPidana,(Depok:PenelitianBesarLK2FHUI,2011),hlm.13

9Harahap,Op.Cit.,hlm.103

10LuhutM.P.Pangaribuan,HukumAcaraPidanaSuratResmiAdvokatdiPengadilan,(Depok:PapasSinarSinanti,2013),hlm.44

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 8: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

8

tidak memberikan definisi mengenai upaya paksa. Dalam KUHAP hanya dijelaskan mengenai

jenis-jenis yang dapat dikategorikan sebagai suatu upaya paksa. Tindakan-tindakan yang

dapat dikategorikan sebagai tindakan upaya paksa dalam KUHAP adalah penangkapan,

penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan surat. Pada prinsipnya berdasarkan

ketentuan dalam KUHAP mengenai penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan

pemeriksaan surat, seseorang harus terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian Hukum (Legal Research), yaitu suatu kegiatan ilmiah

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang ditujukan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.11 Pendekatan metode yang digunakan penulis adalah yang bersifat

Yuridis Normatif, yakni berupa penemuan dan menganalisis kesesuaian antara paradigma

hukum, asas-asas dan dasar falsafah hukum positif dengan realitasnya.12 Penelitian ini

merupakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan menarik asas-asas hukum, baik

hukum positif tertulis maupun hukum tidak tertulis untuk menemukan kebenaran berdasarkan

logika ilmu hukum dari sisi normatifnya, dan menggunakan data sekunder atau studi

kepustakaan.13 Pada penelitian hukum normatif, jenis data yang digunakan penulis adalah

data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui membaca peraturan perundang-undangan,

buku-buku, artikel, atau bahan lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Bahan hukum

penelitian yang digunakan antara lain: Bahan Hukum Primer yang digunakan antara lain

adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana dan PUTUSAN MK NOMOR 21/PUU-XII/2014, Bahan Hukum Sekunder yang

digunakan antara lain Teori dan Hukum Pembuktian karya Eddy O.S. Hiarej dan Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan

Peninjauan Kembali karya M. Yahya Harahap, dan lain-lain. Bahan Hukum Tersier yang

digunakan menggunakan Kamus Black’s Law Dictionary.

11Ibid.,hlm.43

12RonnyHanitijo.Op.Cit.,hlm.10

13SriMamudji,et.Al.,MetodePenelitiandanPenulisanHukum,(Jakarta:BadanPenerbitFakultasHukumUniversitasIndonesia,2005),hlm.5

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 9: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

9

Pembahasan

Syarat untuk dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 1 angka 14 jo. Pasal 17 dan penjelasannya KUHAP yang mengatur tentang definisi

tersangka dan penangkapan, yaitu:

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.14

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 15

Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan

untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14.

Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan

dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul

melakukan tindak pidana.16

Dari kedua pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dapat menetapkan

seseorang sebagai tersangka, KUHAP mensyaratkan adanya bukti permulaan yang cukup.

Oleh sebab itu kita harus mengetahui arti bukti permulaan yang cukup.

Pengaturan mengenai bukti permulaan yang cukup sebagai dasar penetapan tersangka pertama

kali diatur dalam KUHAP, kemudian pengaturannya berkembang dan diatur dalam undang-

undang lain yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 jo. Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU

Terorisme), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (UU KPK), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronika (UU ITE), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Surat Keputusan Kapolri No.Pol:

SKEP/04/I/1982, Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi

Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, Keputusan Kepala Kepolisian

14Lihat:Pasal1angka14KUHAP

15Lihat:Pasal17KUHAP

16Lihat:PenjelasanPasal17KUHAP

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 10: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

10

RI No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, Rapat Kerja Gabungan Mahkamah

Agung, Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian (Rakergab Makehjapol) Tahun 1984, Penetapan

Pengadilan Negeri Sidikalang No. 4/Pred-Sdk/1982, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014.

Menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP disebutkan:

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Selanjutnya, menurut Pasal 17 KUHAP dan penjelasannya, disebutkan:

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk

menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14.

Pengertian bukti permulaan yang cukup pada Pasal 1 angka 14 KUHAP tidak diberikan

penjelasan dalam KUHAP. Namun dapat dilihat berdasarkan penjelasan Pasal 17 KUHAP,

yaitu bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir

14 KUHAP. Mengenai hal tersebut, pembuat undang-undang menyerahkan sepenuhnya

kepada penilaian penyidik.17 Dengan kata lain, tanpa “bukti permulaan yang cukup,” penyidik

tidak dapat melakukan penangkapan. Penjelasan tersebut sama sekali tidak menjawab

pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan bukti di dalam frasa “bukti permulaan yang

cukup.” Suatu “bukti permulaan yang cukup” harus diperoleh sebelum penyidik melakukan

penangkapan atau sebelum penyidik memerintahkan kepada penyelidik untuk melakukan

penangkapan.18 Pasal 17 KUHAP mengatur tentang perintah penangkapan, hal ini

menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang,

tetapi ditujukkan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.19 Berdasarkan

dua Pasal di atas, dapat diketahui secara umum bahwa bukti permulaan yang cukup tersebut

berupa laporan polisi yang ditambah dengan dua alat bukti lainnya, seperti berita acara

17Harahap,Op.Cit.,hlm.157.

18P.A.F.LamintangdanTheoLamintang,PembahasanKUHAPMenurutIlmuPengetahuanHukumPidanadanYurisprudensi,(Jakarta:SinarGrafika,2010),hlm.113

19Lihat:PenjelasanPasal17KUHAP

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 11: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

11

pemeriksaan tersangka atau saksi; berita acara di tempat kejadian peristiwa; atau barang bukti

yang ada.20 Namun dalam praktek hal ini masih menjadi perdebatan, karena kurangnya

kejelasan mengenai definisi bukti tersebut, sehingga untuk memaknainya masih didasarkan

beberapa pendapat beberapa ahli ataupun ditafsirkan sendiri melalui beberapa peraturan

pelaksananya dengan beragam. Kemudian, jika mengacu pada Pasal 1 butir 14 jo. Pasal 17

KUHAP beserta penjelasannya diketahui bahwa pada dasarnya fungsi bukti permulaan yang

cukup dapat diklasifikasikan atas dua buah kategori, yakni merupakan prasyarat untuk:21

1. melakukan penyidikan; dan

2. menetapkan status tersangka terhadap seseorang yang diduga telah melakukan

suatu tindak pidana.

Selain itu, “Bukti yang cukup” adalah salah satu syarat dilakukannya upaya paksa penahanan

terhadap seseorang berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Namun, KUHAP tidak

memberikan pengaturan atau pun penjelasan lebih lanjut mengenai frasa “bukti yang cukup”

tersebut. Pada pelaksanaan sistem peradilan pidana di Indonesia, “bukti yang cukup”

merupakan hasil penyidikan yang telah diterima oleh jaksa penuntut umum yang menjadi

dasar untuk mendakwa seorang pelaku tindak pidana di hadapan pengadilan. Dengan kata

lain, “bukti yang cukup” hanya menentukan dapat atau tidaknya seseorang dihadapkan ke

depan pengadilan.22

Dalam Pasal 183 KUHAP diatur:

“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya.”

Istilah “Bukti permulaan yang cukup” dalam rumusan Pasal 17 KUHAP apabila dihubungkan

dengan ketentuan mengenai 2 (dua) alat bukti yang terdapat pada Pasal 183 KUHAP memiliki

konteks yang berbeda. Bukti yang disebutkan di dalam Pasal 183 KUHAP harus diartikan

20DarwanPrinst,HukumAcaraPidanaSuatuPengantar,(Jakarta:PTRajaGrafindoPersada,2012),

hlm.57

21ChandraM.Hamzah,PenjelasanHukumtentangBuktiPermulaanyangCukup,(Jakarta:PSHK,2014),hlm.6

22Ibid.,hlm.22-23

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 12: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

12

sebagai bukti-bukti minimal, yang dibutuhkan hakim untuk mendukung keyakinannya untuk

menjatuhkan putusan terhadap seorang terdakwa. Hal tersebut berarti suatu perkara sudah

memasuki tahap persidangan dan bukti yang dimaksud dipergunakan untuk kepentingan

persidangan.23 Dalam hal ini, pemahaman atas pentingnya “bukti yang cukup” juga telah

tertuang di dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal 21 ayat (1) KUHAP mengatur:

“perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka

atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan “bukti

yang cukup”, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekahawatiran

bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau

menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.”

Secara umum, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” merupakan bagian dari

Pasal 17 dan Pasal 21 KUHAP tentang penangkapan dan penahanan. Suatu hal yang perlu

diperhatikan adalah penggunaan istilah “bukti” di dalam kedua Pasal tersebut tidaklah sama

dengan penggunaan istilah “bukti” di dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP. Di dalam

ketentuan Pasal 183 KUHAP, kriteria dan jumlah bukti yang dimaksud adalah untuk

dipergunakan di dalam proses sidang pengadilan. Dua alat bukti yang sah ditambah keyakinan

termaksud dalam Pasal 183 KUHAP dipergunakan sebagai dasar bagi hakim untuk

menjatuhkan putusan terhadap terdakwa. Penggunaan kata bukti seperti yang disebutkan

dalam frasa “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” merupakan suatu konsep

yang terpisah dikarenakan penempatan penggunaannya, yaitu dalam tahap atau proses pra-

adjudikasi. KUHAP tidak secara eksplisit memberikan pengertian mengenai frasa “bukti

permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup.” Padahal, penggunaan kedua frasa itu sangat

penting karena merupakan syarat dilakukannya tindakan yang dapat berakibat pada

dirampasnya kemerdekaan seseorang.24

Isi ketentuan Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP menunjukkan adanya suatu hubungan

langsung antara “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup,” dimana Pasal 17

yang menjelaskan tentang penangkapan dihubungkan dengan frasa “bukti permulaan yang

cukup”. Sedangkan, pada Pasal 21 ayat (1) yang menjelaskan tentang penahanan dan

penahanan lanjutan dihubungkan dengan frasa “bukti yang cukup.” Hal ini menyebabkan

hampir tidak ada perbedaan antara standar bukti permulaan yang cukup dengan bukti yang

23Ibid.,hlm.23

24Ibid.,hlm.26-27

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 13: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

13

cukup, walaupun memiliki fungsi yang berbeda di dalam ketentuan KUHAP dan tampak

bahwa pembuat undang-undang memiliki niat untuk memberikan gradasi terhadap standar

pembuktian dari kedua konsep tersebut.25 Namun, M. Yahya Harahap, mengusulkan dalam

rangka memberikan kepastian untuk menilai tentang ada atau tidak bukti permulaan yang

cukup, adalah untuk membuang kata ”permulaan” dibuang, sehingga kalimat itu berbunyi

”diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.” Jika seperti itu

rumusan Pasal 17, pengertian dan penerapannya lebih pasti. Sehingga, antara bukti permulaan

yang cukup dan bukti yang cukup dianggap setara dan tidak memiliki gradasi pembuktian

antar keduanya.26

Mengenai bukti permulaan, P.A.F. Lamintang berpendapat bahwa secara praktis bukti

permulaan yang cukup dalam rumusan Pasal 17 KUHAP itu harus diartikan sebagai bukti

minimal berupa alat bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, yang dapat

menjamin bahwa penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk menghentikan penyidikan

terhadap seseorang yang disangka melakukan suatu tindak pidana, setelah terhadap orang

tersebut dilakukan penangkapan.27 Pendapat tersebut juga disetujui oleh Harun M. Husein

yang menyatakan sependapat dengan pendapat Lamintang di atas. Menurut Harun M. Husein,

untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang haruslah didasarkan hasil penyelidikan

yang menyatakan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan tindak pidana tersebut dapat

disidik karena telah tersedia cukup data dan fakta bagi kepentingan penyidikan tindak pidana

tersebut.28 Bila laporan polisi ditambah dengan salah satu alat bukti (keterangan saksi pelapor

atau pengadu) dirasakan masih belum cukup kuat untuk dijadikan bukti permulaan yang

cukup guna dipergunakan sebagai alasan penetapan tersangka. Terkecuali apabila laporan

polisi dimaksud diartikan sebagai laporan hasil penyelidikan yang berisi tentang kepastian

bahwa suatu peristiwa yang semula diduga sebagai tindak pidana yang dapat dilakukan

penyidikan karena tersedia cukup alat bukti untuk melakukan penyidikan.29 Berdasarkan

penjelasan tersebut di atas, dapat diartikan bukti permulaan yang cukup haruslah mengenai

alat-alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Bukti permulaan yang cukup

25Ibid.,hlm.25

26Harahap,Op.Cit.,hlm.158

27Prinst,Op.Cit.,hlm.113

28Prinst,Loc.Cit.

29Ibid.,hlm.112

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 14: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

14

adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 1 butir 14

KUHAP.30 Berdasarkan Buku Petunjuk Pelaksanaan Tentang Proses Penyidikan Tindak

Pidana, bukti permulaan yang cukup adalah:

“alat bukti untuk menduga adanya suatu tindak pidana dengan mensyaratkan

adanya minimal laporan polisi ditambah satu alat bukti yang sah.”

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa memang KUHAP tidak memberikan

definisi yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup.

Menurut Luhut M. Pangaribuan keseragaman penafsiran terhadap definisi bukti permulaan

yang cukup perlu guna menghindari adanya konflik dalam proses penangkapan.31 Konflik

tersebut bisa disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran. Misalnya dalam suatu

penyidikan yang mana menurut polisi sesuatu dikategorikan sebagai bukti permulaan yang

cukup, namun tidak menurut Hakim praperadilan. Berkaitan hal tersebut, KUHAP

menyerahkan kepada praktik yang terjadi.32 KUHAP memberikan kelonggaran kepada

penyidik untuk menentukan berdasarkan kewajaran apakah sesuatu hal itu merupakan alat

bukti permulaan atau bukan.

Dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 diputuskan bahwa:

“... agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex

stricta dalam hukum pidana maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan

yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1

angka 14 , Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai

dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang

penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in

absentia). Artinya terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya

30LuhutM.Pangaribuan,HukumAcaraPidanaSatuKompilasiKetentuan-KetentuanKUHAPdan

KusasaInternasionalyangRelevan,(Jakarta:Djambatan,2003),hlm.838

31Ibid.

32Ibid.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 15: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

15

dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan

pemeriksaan calon tersangkanya.”33

Menurut Edmon Makarim, keberadaan suatu informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem

informasi elektronik bersifat netral, yakni sepanjang sistem tersebut berjalan baik tanpa

gangguan, input dan output yang dihasilkan terlahir sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,

suatu arsip elektronik sekiranya dihasilkan oleh suatu sistem informasi elektronik yang telah

dilegalisasi atau dijamin oleh para profesional yang berwenang untuk itu, jika ia tetap

berjalam sebagaimana mestinya, sepanjang tidak dibuktikan lain oleh para pihak, semestinya

dapat diterima sebagaimana layaknya akta autentik, bukan akta bawah tangan.34 Bagian yang

harus diperhatikan sebelum tiba pada taraf pembuktian atau pencarian alat atau barang bukti

yang mungkin ada harus dilakukan suatu due diligent terhadap sistem komputer. Dengan

adanya pemeriksaan awal atas keabsahan suatu sistem komputer, akan diperoleh jaminan

bahwa sistem tersebut dapat dikatakan autentik dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk

mengambil suatu keputusan atau kesimpulan pembuktian bukti elektronik itu memiliki

kekuatan pembuktian, diperlukan keterangan seorang ahli.35

Perkembangan pemikiran alat bukti elektronik sebagai alat bukti dapat dilihat dari beberapa

undang-undang yaitu sebagai berikut: Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun

1997 Tentang Dokumen Perusahaan; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Diubah Dengan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001; Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi; Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang; Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi; Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika; Undang-

33PutusanMahkamahKonstitusiNomor21/PUU-XII/2014,hlm.98.

34EdmonMakarim,PengantarHukumTelematika,(Jakarta:RajaGrafindoPersada,2005),hlm.240

35Ibid.,hlm.456.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 16: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

16

Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Dalam UU No. 19 Tahun 2016 diatur bahwa tafsiran umum atau penjelasan terhadap Pasal 5

ayat (1) dan Pasal 5 ayat (2) UU ITE. Penjelasan Pasal 5 ayat (1) berbunyi:36

Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat

dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum

terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama

dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang

dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Penjelasan Pasal 5 ayat (2) berbunyi:37

Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil

intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari

penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan

kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan

berdasarkan undang-undang.

Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Draft Tahun 2012 sudah dikenal mengenai bukti elektronik sebagai alat bukti, yaitu dalam

Pasal 175 ayat (1) yang menyatakan:38 Alat bukti yang sah mencakup: a) barang bukti; b)

surat-surat; c) bukti elektronik; d) keterangan seorang ahli; e) keterangan seorang saksi; f)

keterangan terdakwa; dan g) pengamatan Hakim.

Menurut penjelasan pasal 175 ayat (1) huruf c RUU KUHAP yang dimaksud dengan bukti

elektronik adalah informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara

elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, termasuk setiap rekaman data atau

informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau

tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas

36PenjelasanPasal5ayat(1)UUNo.19Tahun2016tentangPerubahanAtasUUNo.11Tahun2008tentangInformasidanTransaksiElektronik.

37PenjelasanPasal5ayat(2)UUNo.19Tahun2016tentangPerubahanAtasUUNo.11Tahun2008tentangInformasidanTransaksiElektronik.

38Lihat:Pasal175ayat(1)RancanganUndang-UndangHukumAcaraPidana

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 17: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

17

maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto,

huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.39 Menurut Eddy O.S. Hiariej,

berpendapat bahwa berdasarkan pasal 5 UU ITE bahwa alat bukti informasi elektronik dan

dokumen elektronik serta hasil cetaknya merupakan perluasan alat bukti berdasarkan Pasal

184 KUHAP . Menurutnya tidak perlu lagi dipertentangkan apakah alat bukti informasi

elektronik dan dokumen elektronik serta hasil cetaknya merupakan perluasan alat bukti surat

ataupun alat bukti petunjuk karena pada dasarnya alat bukti informasi elektronik dan hasil

cetaknya merupakan penambahan alat bukti baru selain yang ada dalam UU ITE.40 Selain itu,

Josua Sitompul juga mengemukakan kedudukan alat bukti elektronik dalam UU ITE dan

kaitannya dengan alat bukti dalam KUHAP sebagai berikut:41 alat bukti elektronik

memperluas cakupan atau ruang lingkup alat bukti; alat bukti elektronik sebagai alat bukti

lain; alat bukti elektronik sebagai sumber petunjuk.

Syarat agar personal chat bisa menjadi sebuah alat bukti petunjuk, maka harus didukung

dengan alat bukti yang lain, berupa:42 Keterangan Saksi; Keterangan Ahli; dan Keterangan

Terdakwa. Secara lebih detil, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE) telah memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum

alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di

persidangan. Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE. UU

ITE telah memberikan gambaran mengenai alat bukti, yaitu alat bukti penyidikan, penuntutan

dan pemeriksaan di sidang pengadilan adalah alat bukti sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Perundang-undangan dan alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5

ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Agar Informasi dan Dokumen Elektronik dapat dijadikan alat

bukti hukum yang sah, UU ITE mengatur bahwa adanya syarat formil dan syarat materil yang

harus terpenuhi. Syarat formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE dan syarat materil diatur

39Lihat:PenjelasanPasal175ayat(1)hurufcRancanganUndang-UndangHukumAcaraPidana.

40NurLailiIsmadanArimaKoyimatun,KekuatanPembuktianAlatBuktiInformasiElektronikPadaDokumenElektronikSertaHasilCetaknyaDalamPembuktianTindakPidana,JurnalPenelitianHukumVolume1,Nomor2,Juli2014,hlm.111.

41JosuaSitompul,Cyberspace,Cybercrimes,Cyberlaw:TinjauanAspekHukumPidana,(Jakarta:Tatanusa,2012),hlm.280-281.

42Lihat:Pasal184ayat(1)hurufa,b,eKUHAP.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 18: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

18

dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE, yang pada intinya Informasi dan Dokumen

Elektronik harus dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, dan ketersediaanya.

Kesimpulan

Berdasarkan yang telah diuraikan oleh penulis, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai

berikut: terhadap rumusan masalah pertama, pada mulanya pengaturan mengenai bukti

permulaan yang cukup sebagai dasar penetapan tersangka diatur dalam Pasal 1 angka 14

KUHAP yang tidak memberikan definisi mengenai bukti permulaan yang cukup, hingga pada

akhirnya berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 14 jo. Pasal 183 KUHAP, Mahkamah

Konstitusi dalam putusannya No. 21/PUU-XII/2014 memutus, Bukti Permulaan Yang Cukup

adalah minimal dua alat bukti yang sah disertai dengan keterangan calon tersangka. Terhadap

rumusah masalah kedua mengenai penerapan hukum acara pidana untuk menetapkan status

tersangka dalam kasus chat whatsapp Habib Rizieq, penulis menemukan bahwa meskipun

Mahkamah telah memberikan putusannya dalam Putusan MK No 21/PUU-XII/2014,

penerapan hukum acara pidana terutama dalam proses penetapan tersangka oleh penyidik

dalam kasus chat whatsapp Habib Rizieq, menurut penulis masih belum sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam putusan MK tersebut. Terhadap rumusan masalah ketiga

mengenai kedudukan bukti chat whatsapp sebagai alat bukti, penulis menemukan kedudukan

sebuah chat whatsapp sebagai alat bukti dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah yang

termasuk ke dalam kategori dokumen elektronik sebagai perluasan jenis alat bukti yang diatur

dalam Pasal 184 KUHAP apabila telah memenuhi syarat formil dalam Pasal 5 ayat (4) UU

ITE dan syarat materil dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE.

Saran

Pendekatan yang bersifat kuantitatif berpotensi akan terjadinya pengabaian terhadap fakta

atau kesimpulan yang seharusnya dibangun dari suatu alat bukti, sehingga pemeriksaan

konsep bukti permulaan yang cukup tidak hanya didasarkan pada penilaian daftar secara

administratif dalam memeriksa kecukupan bukti permulaan yang cukup. Alangkah baiknya

apabila perubahan-perubahan dalam KUHAP juga diikuti dengan pemahaman dan penerapan

hukum oleh para penegak hukumnya, terutama POLRI yang memegang kewenangan yang

besar dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana. Seiring berjalannya

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 19: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

19

waktu, KUHAP tidak dapat menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat terlihat dari

banyaknya Perubahan Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi atas Judicial Review yang

diajukan. Oleh sebab itu, penulis menyarankan kepada DPR agar pengesahan dan pengkajian

serius terhadap RKUHAP segera dilaksanakan supaya terdapat kejelasan bagi para penegak

hukum. Penulis harap, dengan pengesahan RKUHAP, peraturan-peraturan terkait Perubahan

Undang-Undang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dapat pula dimasukkan ke dalam

RKUHAP secara spesifik dan jelas sehingga dapat menjadi Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana yang melindungi dan menjamin hak asasi manusia serta menjawab

permasalahan hukum pidana formil di masa kini dan mendatang.

Kepustakaan

Buku

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana. ed. Revisi. cet. I. Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

Hamzah, Chandra M. Penjelasan Hukum tentang Bukti Permulaan yang Cukup. Jakarta: PSHK, 2014.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan, Permasalahan Dan Penerapan Kuhap, Penyidikan Dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Hasudungan, Archie Michael dan Petra M. E. J. Pattiwael. Bahan Ajar Hukum Acara Pidana. Depok: Penelitian Besar LK2 FHUI, 2011.

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Makarim, Edmon. Pengantar Hukum Telematika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Pangaribuan, Luhut M. P. Hukum Acara Pidana Satu Kompilasi Ketentuan-Ketentuan KUHAP dan Kusasa Internasional yang Relevan. Jakarta: Djambatan, 2003.

Pangaribuan, Luhut M. P. Hukum Acara Pidana Surat Resmi Advokat di Pengadilan. Depok: Papas Sinar Sinanti, 2013.

Prinst, Darwan. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Salam, Moch. Faisal. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju, 2001.

Sitompul, Josua. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta: Tatanusa, 2012.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018

Page 20: ANALISIS TENTANG BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP SEBAGAI …

20

Skripsi

Aldina, Gita Gusti. “Analisis Tentang Bukti Permulaan Yang Cukup Dan Bukti Yang Cukup Terkait Sah Atau Tidaknya Suatu Penangkapan Dan Penahanan Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika”. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2014.

Jurnal

Isma, Nur Laili dan Arima Koyimatun, “Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Informasi Elektronik Pada Dokumen Elektronik Serta Hasil Cetaknya Dalam Pembuktian Tindak Pidana”, Jurnal Penelitian Hukum Volume 1, Nomor 2, (Juli 2014), hlm. 111.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, LN No. 76, TLN No. 3258.

Indonesia, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, LN No. 58, TLN No. 4843.

Indonesia, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Putusan Pengadilan Indonesia

Bachtiar Abdul Fatah., Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014

Internet

Pratama, Akhdi Martin. “Perjalanan Kasus "Chat" WhatsApp yang Menjerat Rizieq dan Firza” http://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/30/05422381/perjalanan.kasus.chat.whatsapp.yang.menjerat.rizieq.dan.firza. diakses Agustus 2017.

Pratama, Akhdi Martin. “Polisi Tegaskan Bisa Tetapkan Rizieq Tersangka meski Belum Diperiksa”, http://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/29/20513431/polisi.tegaskan.bisa.tetapkan.rizieq.tersangka.meski.belum.diperiksa. diakses pada 20 Agustus 2017.

Analisis Tentang ..., Rafael Alfin Pradana, FH UI, 2018