Upload
vuongduong
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN
DI KABUPATEN CILACAP
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Kiki Mega Sari
H 0306069
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN
DI KABUPATEN CILACAP
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Kiki Mega Sari H 0306069
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 13 Januari 2011
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Januari 2011
Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. NIP. 19551217 198203 1 003
Ketua Ir. Rhina Uchyani F., MS
NIP. 19570111 198503 2 001
Anggota II
Erlyna Wida Riptanti, SP, MP NIP. 19780708 200312 2 002
Anggota I
Mei Tri Sundari, SP, M.Si NIP. 19780503 200501 2 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah Penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga Penyusun dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di
Kabupaten Cilacap” ini dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, Penyusun ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Allah SWT atas segalanya yang telah diberikan kepada Penyusun.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P. selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Ibu Ir. Rhina Uchyani F., MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan
Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat, bimbingan, arahan
dan masukan serta semangat dalam penyusunan skripsi yang sangat berharga
bagi Penyusun.
6. Ibu Mei Tri Sundari, SP, M.Si selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
dengan sabar memberikan nasehat, bimbingan, masukan, dan arahan, serta
semangat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP, MP selaku Dosen Penguji Tamu yang telah
memberikan saran, masukan dan arahan serta bimbingan kepada Penyusun.
8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta, atas ilmu yang diberikan dan kerjasamanya selama
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
9. Mbak Iriawati, Bapak Samsuri dan Bapak Mandimin selaku staff administrasi
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis yang telah membantu dalam
hal perizinan berkaitan dengan studi dan penyusunan skripsi ini.
10. Pemerintah Kabupaten Cilacap, Bappeda Kabupaten Cilacap, Badan Pusat
Statistik Kabupaten Cilacap, Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan
UMKM Kabupaten Cilacap dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Cilacap yang telah memberikan izin penelitian serta memberikan informasi
dan data-data yang diperlukan Penyusun dalam skripsi ini.
11. Seluruh perangkat Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap atas
bantuan informasi untuk penyusunan skripsi ini.
12. Seluruh responden produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan informasi kepada Penyusun.
13. Kedua orang tuaku tercinta, Tatang Suherman dan Satiyem yang telah
memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, semangat, doa, dan
kesempatan yang begitu besar sehingga Ananda dapat menyelesaikan skripsi
ini serta Ananda mohon maaf atas segala kesalahan yang diperbuat.
14. Adik-adikku tercinta, Wim Biandi Bagas Saputra dan Julita Cahya Miranti
yang telah memberiku motivasi dalam segala hal dan telah melengkapi
hidupku dengan senyum dan canda, kasih sayang, perhatian.
15. Kekasihku tercinta, Pulung Mahayogi Muhadi yang selalu menemaniku dan
mendampingiku.. I will be the last for you and You will be the last for me.
16. Seluruh sahabat-sahabatku tercinta, eN eN (Ria, Ichan, Niken, Santi, Fitri dan
Candra); E9 (Deni, Sarjo, Candra, Gancar dan Husin); teman-teman Ketjap
(Pandu, Adit, Wisnu, Mario, Bagus, dan Reza) serta sahabatku Indri dan Astri
terima kasih atas persahabatan, persaudaraan, kenangan indah dan
kebersamaan kita yang terjalin selama ini.
17. Seluruh teman-teman Larasati tercinta, terima kasih atas persaudaraan,
kenangan indah dan kebersamaan yang terjalin selama ini.
18. Seluruh teman-teman Didini II, terima kasih atas kebersamaan yang terjalin
walau hanya sebentar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
19. Seluruh teman-temanku, “Agrobisnis Zero Six” serta teman-teman Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret terima kasih atas kebersaman dan
kenangan indah yang terjalin.
20. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhirnya, Penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
Penyusun pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2011
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
RINGKASAN ............................................................................................... xiv
SUMMARY .................................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ......................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 9
II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 10
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 10 1. Ikan Asin ................................................................................... 10 2. Pengolahan Pasca Panen ........................................................... 12 3. Pengolahan Ikan Asin ............................................................... 13 4. Klasifikasi Industri .................................................................... 14 5. Biaya ………………………………………………………….. 15 6. Penerimaan ................................................................................ 16 7. Keuntungan ............................................................................... 16 8. Efisiensi ..................................................................................... 17 9. Risiko ....................................................................................... 18
B. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 19 C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah .............................................. 23 D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ................ 27 E. Pembatasan Masalah ........................................................................ 29 F. Hipotesis ......................................................................................... 29 G. Asumsi ............................................................................................. 29
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 30
A. Metode Dasar Penelitian .................................................................. 30 B. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 30
1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................... 30
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
2. Metode Pengambilan Responden .............................................. 32 C. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 33
1. Data Primer ............................................................................... 33 2. Data Sekunder ........................................................................... 34
D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 34 1. Observasi ................................................................................... 34 2. Wawancara ................................................................................. 34 3. Pencatatan ................................................................................. 34
E. Metode Analisis Data ...................................................................... 34
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................... 38
A. Keadaan Geografis .......................................................................... 38 1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ............................. 38 2. Luas Penggunaan Lahan ........................................................... 39 3. Topografi ................................................................................... 39 4. Keadaan Iklim ........................................................................... 41
B. Keadaan Demografi ........................................................................ 42 1. Jumlah Penduduk ...................................................................... 42 2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur ......................... 42 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin .......................... 43 4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .................... 45
C. Keadaan Perikanan .......................................................................... 46 D. Keadaan Sarana Perekonomian ....................................................... 48
1. Keadaan Sarana Perdagangan ................................................... 48 2. Keadaan Sarana Perhubungan ................................................. 48
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 50
A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin .................. 50 1. Identitas Responden ................................................................. . 50 2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin .............................. 52
B. Peralatan Usaha Pengolahan Ikan Asin .......................................... 55 C. Proses Produksi Ikan Asin .............................................................. 56 D. Pemasaran Ikan Asin ....................................................................... 57 E. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin ............................................ 58
1. Analisis Biaya ........................................................................... 58 a. Biaya Tetap ......................................................................... 58 b. Biaya Vaiabel ...................................................................... 60 c. Biaya Total .......................................................................... 62
2. Analisis Penerimaan .................................................................. 62 3. Analisis Keuntungan ................................................................. 64 4. Analisis Efisiensi ...................................................................... 65 5. Analisis Risiko .......................................................................... 65
F. Kendala yang Dihadapi ................................................................... 69
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 71
A. Kesimpulan ...................................................................................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
B. Saran ............................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Produksi Ikan di Wilayah Indonesia Tahun 2004-2007 ...................... 1
2. Kandungan Gizi Ikan Mas, Ikan Kakap, Ikan Kembung, Daging Ayam dan Daging Sapi ....................................................................... 2
3. Distribusi Penduduk dan Produksi Ikan Menurut Wilayah di Indonesia 4
4. Produksi Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2008 ........................... 6
5. Data Komoditi Unggulan Kabupaten Cilacap Tahun 2003 ................. 7
6. Jumlah Unit Pengolah Menurut Kecamatan pada Tahun 2008 di Kabupaten Cilacap ............................................................................... 31
7. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Ikan Asin dan Nilai Produksi per Bulan (Juta Rp) Menurut Desa di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap .............................................................................. 32
8. Penentuan Jumlah Sampel Responden Ikan Asin di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap ................................................... 33
9. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Cilacap Tahun 2008 ...................................................................................................... 39
10. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Cilacap per Bulan pada Tahun 2008 ....................................................................... 41
11. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhannya di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2004-2008 ................................................................................. 42
12. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Cilacap 43
13. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008 .................................................. 44
14. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Cilacap ................................................................................................. 45
15. Produksi Penangkapan Ikan di Laut Menurut Kecamatan Tahun 2008 ...................................................................................................... 47
16. Sarana Perdagangan di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008 ............. 48
17. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan, Kondisi Jalan dan Kelas Jalan di Kabupaten Cilacap Tahun 2008 ............................................. 49
18. Identitas Responden pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ................................................................................................. 50
19. Status Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ................ 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
20. Alasan Utama Mengusahakan Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ............................................................................... 53
21. Sumber Modal pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ................................................................................................. 54
22. Pengadaan, Cara Pembelian, Sistem Pengadaan, dan Cara Pembayaran Bahan Baku pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ............................................................................... 54
23. Rata-rata Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap .............................................................................. 58
24. Rata-rata Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ............................................................................... 60
25. Rata-rata Biaya Total pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap .............................................................................. 62
26. Penerimaan Menurut Jenis Ikan Asin pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ................................................................. 63
27. Keuntungan Rata-rata pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ............................................................................... 64
28. Efisiensi Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ............ 65
29. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ......................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Skema Penggaraman Ikan ................................................................... 11
2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap ....................................... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilaca…........................................................................ 73
2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap.. 74
3. Biaya Tenaga Kerja pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………………………………….. 75
4. Lanjutan Lampiran 3....................................................................... 76
5. Lanjutan Lamipran 3……………………………………………... 77
6. Biaya Penyusutan Pisau pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap…………………………………………. 78
7. Biaya Penyusutan Ember pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………………………………….. 79
8. Biaya Penyusutan Fish Basket/Keranjang pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap…………………….. 80
9. Biaya Penyusutan Bak Rendam pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap………………………………………. 81
10. Biaya Penyusutan Blong/Drum Plastik pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap..................................................... 82
11. Biaya Penyusutan Widig pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………………………………….. 83
12. Biaya Penyusutan Peralatan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………………………………….. 84
13. Biaya Bunga Modal Investasi pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………….................................. 85
14. Biaya Bahan Baku Ikan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap……………………………………………….. 86
15. Lanjutan Lampiran 14……………………………………………. 87
16. Lanjutan Lampiran 14……………………………………………. 88
17. Biaya Bahan Baku Pelengkap (Garam) pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap…………………………………. 89
18. Biaya Pengemasan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap.......................................................................... 90
19. Biaya Transportasi pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap.......................................................................... 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
20. Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap............................................................................................ 92
21. Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap............................................................................................ 93
22. Biaya Total pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap…………………………………………………………… 94
23. Penerimaan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap…………………………………………………………… 95
24. Lanjutan Lampiran 23..................................................................... 96
25. Lanjutan Lampiran 23..................................................................... 97
26. Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap............................................................................................ 98
27. Efisiensi dan Risiko pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap.......................................................................... 99
28. Perhitungan Efisiensi dan Risiko pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap............................................................. 100
29. Peta Kabupaten Cilacap.................................................................. 101
30. Dokumentasi Foto Penelitian.......................................................... 102
31. Kuesioner........................................................................................ 104
32. Surat Rekomendasi Penelitian/Research........................................ 111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KABUPATEN CILACAP
KIKI MEGA SARI
H 0306069
RINGKASAN
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dalam usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Menganalisis besarnya efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Menganalisis besarnya risiko dalam usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap. Pengambilan lokasi kecamatan dan kelurahan/desa sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu Kecamatan Cilacap Selatan dan empat kelurahan/desa yaitu Kelurahan Cilacap, Kelurahan Sidakaya, Kelurahan Tambakreja dan Kelurahan Tegalkamulyan, dengan alasan daerah tersebut merupakan sentra usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Pengambilan sampel responden dilakukan secara proporsional sebanyak 30 orang. Jenis dan sumber data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya total rata-rata usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah sebesar Rp19.438.078,20 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp33.216.666,67 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen ikan asin sebesar Rp13.778.588,47 per bulan.
Usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,71, yang berarti setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha pengolahan ikan asin memberikan penerimaan sebesar 1,71 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Besarnya nilai koefisien variasi (CV) usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap sebesar 0,75 dengan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar minus Rp6.856.843,41. Hal ini berarti bahwa produsen ikan asin memiliki peluang kerugian dengan jumlah kerugian yang harus ditanggung produsen sebesar minus Rp6.856.843,41.
Kata Kunci : Ikan Asin, Keuntungan, Efisiensi, Risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
BUSINESS ANALYSIS OF SALT FISH IN CILACAP REGENCY
KIKI MEGA SARI
H 0306069
SUMMARY
The Thesis is written based on results of research that aims to analyze the
costs, revenues, and profits in business of salt fish in Cilacap Regency. Analyzing the efficiency in the business of salt fish in Cilacap Regency. Analyzing the amount of risk in the business of salt fish in Cilacap Regency.
The basic method of this research is descriptive method. The research located in Cilacap Regency. Intake of location of distric and countryside of sample research done conducted intentionally (purposive) that is District of South Cilacap and four countryside, they are Cilacap, Sidakaya, Tambakreja and Tegalkamulyan by the reason, the districts is center of business of salt fish in Cilacap Regency. Amount 30 respondents found and gathered by using the proportional method. The data used in this research are primary and secondary data. The data are collected through an observation, interview and recording.
The result of this research shows that total average cost spent by those business of salt fish in Cilacap Regency is Rp19.438.078,20 per month. The average revenue for each of them is Rp33.216.666,67 per month and the profit is Rp13.778.588,47 per month.
The running business of salt fish in Cilacap Regency is efficient. It can be shown by efficiency value (R/C ratio) 1,71. It means that every one rupiah which has been spent will obtain revenue as many as 1,71 times from the spending cost. The value of coefficient variation (CV) is 0,75 and the lowest profit value is minus Rp6.856.843,41. It means that the produsen of salt fish in Cilacap Regency have the loss opportunity with the loss around minus Rp6.856.843,41. Key word : Salt Fish, Profit, Efficiency, Risk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia, sebagian wilayahnya berupa perairan yang di dalamnya
terdapat sumber daya laut yang melimpah. Dengan demikian, wilayah
perairan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan
secara optimal, terutama untuk sub sektor perikanan. Apabila pengelolaan
pembangunan sub sektor perikanan dilakukan secara tepat dan profesional,
maka sub sektor perikanan tersebut dapat menjadi keunggulan kompetitif
yang dapat menopang kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Produksi perikanan Indonesia secara umum berasal dari perikanan
budidaya dan perikanan tangkap. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan
Departemen Kelautan dan Perikanan Jakarta, produksi ikan di Indonesia
hingga tahun 2007 masih didominasi sektor penangkapan yang mencapai
61,53% dari total produksi. Berikut data yang dapat disajikan mengenai
produksi ikan di Indonesia.
Tabel 1. Produksi Ikan di Wilayah Indonesia Tahun 2004-2007 Tahun 2004 % 2005 % 2006 % 2007 %
Produksi Budidaya (ton)
1.468.610 24 2.163.674 31,50 2.682.596 36 3.088.800 38,47
Produksi Penangkapan (ton)
4.651.121 76 4.705.868 68,50 4.769.160 64 4.940.000 61,53
Total Produksi 6.119.731 100 6.869.542 100 7.451.756 100 8.028.800 100
Sumber: BPS dan DKP Jakarta, 2007
Sub sektor perikanan merupakan salah satu andalan utama sumber
pangan dan gizi bagi masyarakat di Indonesia. Ikan, selain sebagai sumber
protein, juga diakui sebagai “functional food” yang mempunyai arti penting
bagi kesehatan karena mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang
yang memiliki ikatan rangkap dan memiliki banyak atom C (terutama yang
tergolong asam lemak omega-3), vitamin serta makro dan mikro mineral
(Heruwati, 2002).
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih
reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh. Posisi ikatan rangkap
juga menentukan daya reaksinya. Semakin dekat dengan ujung, ikatan
rangkap semakin mudah bereaksi. Oleh karena itu, asam lemak Omega-3 dan
Omega-6 (asam lemak esensial) lebih bernilai gizi dibandingkan dengan
asam lemak lainnya (Anonima, 2010).
Ikan sebagai makanan sehat memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Oleh karena itu, para ahli gizi telah banyak merekomendasikan ikan sebagai
makanan sehat yang perlu dimasukkan dalam menu makanan sehari-hari.
Ikan bahkan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan daging
ayam dan daging sapi. Berikut merupakan data mengenai kandungan gizi
yang terdapat pada ikan mas, ikan kakap, ikan kembung, daging ayam dan
daging sapi.
Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan Mas, Ikan Kakap, Ikan Kembung, Daging Ayam dan Daging Sapi
Zat Gizi Kandungan Gizi (per 100 gram)
Ikan Mas Ikan Kakap Ikan Kembung
Daging Ayam
Daging Sapi
Air (g) Protein (g)
80,0 16,0
77,0 20,0
76,0 22,0
- 18,2
66,0 18,8
Energi (K) 86,0 92,0 103,0 302 207,0 Lemak (g) 2,0 0,7 1,0 25,0 14,0 Kalsium (mg) 20,0 20,0 20,0 14,0 11,0 Besi (mg) 2,0 1,0 1,5 1,5 2,8 Vitamin A (SI) 150,0 30,0 30,0 810,0 30,0
Sumber: Effendi dan Oktariza, 2006
Berdasarkan Tabel 2 protein ikan yang terkandung pada ikan kakap
sebesar 20,0 g dan ikan kembung sebesar 22,0 g lebih tinggi daripada daging
ayam sebesar 18,2 g dan daging sapi sebesar 18,8 g. Daging ikan
mengandung lemak yang relatif rendah dibandingkan dengan daging ayam
dan daging sapi. Ikan mas mengandung lemak sebesar 2,0 g, ikan kakap
0,7 g, dan ikan kembung 1,0 g, lebih rendah daripada daging ayam sebesar
25,0 g dan daging sapi 14,0 g. Kandungan kalsium ikan juga relatif lebih
tinggi. Ikan mas, ikan kakap, dan ikan kembung mengandung kalsium
sebesar 20,0 mg lebih tinggi, daripada daging ayam sebesar 14,0 mg dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
daging sapi 11,0 mg. Oleh karena itu, ikan sangat baik dikonsumsi karena
kebaikan gizi yang terkandung di dalamnya.
Pada umumnya, bahan pangan protein hewani lebih bermutu daripada
bahan pangan protein nabati karena kandungan asam amino esensialnya lebih
banyak. Namun, secara umum bahan pangan protein hewani harganya lebih
mahal dibandingkan dengan bahan pangan protein nabati dan seringkali tidak
terjangkau oleh masyarakat berpendapatan rendah. Hal ini akan
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, termasuk tingkat konsumsi
masyarakat terhadap ikan segar.
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia tergolong masih rendah,
yaitu baru 23 kg per kapita per tahun. Nilai tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan dengan masyarakat Malaysia, Thailand, dan Singapura yang
konsumsi ikannya sudah melebihi 40 kg per kapita per tahun atau Amerika
Serikat yang sekitar 80 kg. Bahkan konsumsi masyarakat Jepang dan Korea
Selatan telah mencapai 140 kg per kapita per tahun. Padahal produk
perikanan tangkap Indonesia cukup tinggi di dunia atau mencapai 4,7 juta ton
pada tahun 2003 dan perikanan budi daya mencapai 1,3 juta ton
(Anonimb, 2010).
Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu tingkat pendapatan, selera masyarakat, ketersediaan
produk perikanan dan sifat produk perikanan. Tingkat pendapatan dan selera
masyarakat merupakan faktor yang saling berhubungan dalam
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan. Tingkat
konsumsi masyarakat berpendapatan rendah terhadap ikan segar lebih rendah
dibandingkan tingkat konsumsi terhadap bahan pangan nabati, seperti tempe
dan tahu karena bahan pangan protein hewani lebih mahal daripada bahan
pangan protein nabati. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh selera masyarakat,
beberapa masyarakat ada yang tidak menyukai bau amis ikan segar atau
bahkan alergi terhadap produk perikanan. Beberapa masyarakat yang
berpendapatan tinggi biasanya lebih memilih mengkonsumsi daging sapi
karena tidak menyukai bau amis ikan atau alergi terhadap ikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Ketersediaan produk perikanan yang tidak merata dan sifat produk
perikanan yang tidak tahan lama menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Ikan segar bersifat mudah
membusuk, setelah ditangkap ikan segar akan mengalami kekakuan dan
kemudian diikuti oleh proses pembusukan. Oleh karena itu, diperlukan
perlakuan khusus agar produk perikanan lebih tahan lama dan dapat
didistribusikan secara merata di setiap wilayah di Indonesia. Berikut
merupakan data mengenai distribusi penduduk dan produksi ikan menurut
wilayah di Indonesia.
Tabel 3. Distribusi Penduduk dan Produksi Ikan Menurut Wilayah di Indonesia
Wilayah Distribusi Penduduk (%)
Distribusi Produksi Ikan (%)
Indeks Ketersediaan Ikan/Kapita
(%) Jawa 59,30 28,80 0,49 Sumatera 20,80 27,30 1,31 Kalimantan 5,70 11,50 2,02 Kawasan Timur Indonesia 14,70 32,40 2,20
Sumber: Heruwati, 2002
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa ketersediaan ikan per kapita
yang sangat rendah dan distribusi ikan yang tidak merata di setiap wilayah di
Indonesia. Berdasarkan data FAO (Food and Agriculture Organization) pada
tahun 1993, indeks ketersediaan ikan per kapita sebesar 16 kg/tahun dengan
konsumsi protein ikan terhadap protein hewani sebesar 55%. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa penyediaan protein di Indonesia termasuk besar,
yaitu 55%. Akan tetapi, keadaan tersebut belum memenuhi kondisi ideal
kecukupan gizi sebesar 26,55 kg ikan/kapita/tahun. Selain rendahnya angka
rata-rata ketersediaan ikan per kapita secara nasional dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi, masalah lain yang muncul adalah tidak meratanya
distribusi ikan di setiap wilayah Indonesia. Wilayah yang merupakan pusat
produksi ikan di Kawasan Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera,
menunjukkan angka ketersediaan ikan per kapita yang lebih besar
dibandingkan wilayah Jawa tetapi jumlah konsumen di wilayah Kawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Timur Indonesia, Kalimantan dan Sumatera lebih sedikit dibandingkan
wilayah Jawa.
Permasalahan tersebut kemudian dapat diatasi dengan dilakukannya
pengolahan pasca tangkap dan pengawetan ikan sehingga produk perikanan
dapat bertahan lebih lama sebagai bahan pangan dan kemudian dapat
didistribusikan dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Pada dasarnya usaha-
usaha tersebut pada mulanya hanya memanfaatkan proses-proses alami saja
yang dikerjakan secara tradisional, tetapi kemudian seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi maka berkembang pula peralatan-
peralatan mekanis yang dapat mempercepat dan memperbaiki mutu
produknya. Produk-produk perikanan yang telah diolah dan diawetkan
meliputi berbagai macam yaitu ikan asin, ikan beku, pengalengan ikan, ikan
kering, ikan asap, ikan pindang, ikan peda dan lain-lain.
Salah satu produk olahan ikan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia adalah ikan asin. Selain harganya yang lebih
terjangkau, ikan asin juga mudah diperoleh. Ikan asin juga memiliki
kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan ikan segar. Menurut
Handajani (1994), kandungan protein ikan segar per 100 gram sebesar 17 %
sedangkan kandungan protein ikan asin per 100 gram sebesar 42 %.
Kandungan lemak ikan asin sebesar 1,50 % lebih rendah daripada ikan segar
yaitu sebesar 4,50 %. Hal ini menjadikan ikan asin lebih menguntungkan
dalam hal kesehatan.
Ikan asin diproses dari ikan laut untuk diawetkan secara tradisional.
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air
dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Hasil awetan yang bermutu tinggi dapat diperoleh dengan
perlakuan yang baik selama proses pengawetan seperti menjaga kebersihan
bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta
garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain
dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan,
peragian, dan pendinginan ikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah
dengan luas 2.142,59 km² dan terletak di pesisir Selatan Pulau Jawa.
Letaknya yang berada di pesisir Selatan Pulau Jawa menjadikan Kabupaten
Cilacap sebagai salah satu daerah pelabuhan ikan di Pulau Jawa. Berikut
merupakan data mengenai produksi perikanan di Kabupaten Cilacap.
Tabel 4. Produksi Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2008
No. Jenis Produksi Volume (kg) Volume (%) Nilai (Rp) Nilai
(%) 1. Produksi Ikan Penangkapan 6.266.340,58 69 45.543.572.445 51
a. Produksi Ikan Penangkapan di Perairan Umum (Sungai, Genangan dan Rawa)
436.046,00 4,80 4.601.237.300 5,15
b. Produksi Ikan Penangkapan di Laut 5.830.294,58 64,20 40.942.335.145 45,85
2. Produksi Ikan Budidaya 2.797.454,30 31 44.593.493.900 49
a. Produksi Ikan Budidaya Kolam 2.196.244,70 24,34 29.950.305.900 32,91
b. Produksi Ikan Budidaya Tambak 593.548,60 6,58 14.580.086.000 16,02
c. Produksi Ikan Budidaya Karamba 7.661 0,08 63.102.000 0,07
Jumlah 9.063.794,88 100 90.137.066.345 100 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap
Berdasarkan Tabel 4 diketahui produksi perikanan Kabupaten Cilacap
didominasi oleh produksi ikan penangkapan sebesar 69% daripada produksi
ikan budidaya sebesar 31%. Volume tertinggi terdapat pada produksi ikan
penangkapan di laut sebesar 5.830.294,58 kg. Jumlah produksi penangkapan
ikan di laut yang tinggi menunjukkan bahwa adanya ketersediaan ikan segar
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri/usaha, khususnya
untuk industri/usaha perikanan. Oleh karena itu, hal tersebut dapat memicu
pertumbuhan ekonomi di sub sektor perikanan, seperti pada usaha
pengolahan ikan asin yang banyak berkembang di daerah pesisir atau daerah
yang merupakan kawasan pendaratan ikan.
Ikan asin merupakan salah satu produk ikan olahan yang menjadi
komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap. Berikut merupakan data mengenai
komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel 5. Data Komoditi Unggulan Kabupaten Cilacap Tahun 2003
No Jenis Industri Nama Perusahaan Lokasi/ Kecamatan
Kapasitas/ Tahun
1 Semen PT. Semen Cibinong Tbk Cilacap Utara 4.100.000 ton
2 Pengalengan Udang
PT Juifa International Foods & Co
Cilacap Selatan 35.058 ton
3 Pembekuan ikan
PT. Daihan Teknik- Indo Unggul Cilacap Selatan 5000 ton
PT. Toxindo Prima Cilacap Selatan 540 ton PT Lautan M urti Cilacap Selatan 500 ton PT. Almina Utama Cilacap Tengah 600 ton
4 Sale Pisang Goreng Sentra Industri Kecil
Majenang, Kedungreja, Sidareja
144 ton
5 Ikan Asin Sentra Industri Kecil Cilacap Selatan 855 ton
6 Anyaman Bambu Sentra Industri Kecil Nusawungu 89.600 buah 7 Gula Kelapa Sentra Industri Kecil Kesugihan 156.600 kg
8 Hiasan Keramik Perseorangan Jeruklegi dan Cilacap Selatan 43.200 buah
9 Kerupuk Tengiri Citra rasa Cilacap Tengah 200 ton 10 Sriping sukun DJ Cilacap Tengah 132 ton 11 Lanting Sentra Industri Kecil Adipala 252 ton
12 Karet PT. Indo Java Rubber Planting Company
Cipari 3.633 ton
13 Tikar Pandan Sentra Industri Kecil Cimanggu 368.000 lembar
14 Kerupuk udang Eco DW Cilacap Selatan 100 ton
15 Gondorukem & Tepertin
Perum Perhutani Banyumas Barat Cimanggu 13.500 ton
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kab. Cilacap
Berdasarkan Tabel 5 ikan asin merupakan salah satu komoditi
unggulan di Kabupaten Cilacap. Komoditas unggulan adalah suatu produk
yang telah mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan dapat
diperdagangkan/diekspor ke wilayah lain karena adanya surplus akan produk.
Sentra industri ikan asin tersebut tepatnya berada di Kecamatan Cilacap
Selatan dengan kapasitas produksi sebesar 855 ton per tahun. Hal ini
ditunjang oleh letak Kecamatan Cilacap Selatan yang dekat dengan pesisir
dan dekat dengan beberapa TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sehingga
memberikan dampak positif bagi ketersediaan bahan baku dalam usaha
pengolahan ikan asin tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
B. Perumusan Masalah
Sub sektor perikanan memiliki potensi yang dapat dikembangkan,
khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini didukung oleh salah satu potensi
kekayaan alam wilayah Indonesia yang cukup besar berupa sumber daya
perikanan. Selain usaha penangkapan ikan dan budidaya yang telah
berkembang di Indonesia, usaha pengolahan hasil perikanan juga berpotensi
untuk dikembangkan seperti usaha pengolahan ikan asin. Usaha pengolahan
ikan asin dapat menghasilkan produk perikanan yang lebih tahan lama.
Dalam pelaksanaannya, usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap menghadapi risiko yaitu tidak adanya jaminan ketersediaan bahan
baku ikan laut secara kontinyu, harga bahan baku ikan laut yang fluktuatif,
serta usaha pengolahan ikan asin yang sangat bergantung pada faktor alam
berupa sinar matahari. Dengan adanya risiko tersebut, maka pengusaha ikan
asin harus membuat keputusan-keputusan dalam menjalankan usahanya.
Keadaan tersebuat membuat seorang pengusaha ikan asin perlu mengetahui
biaya-biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi agar dapat mengambil
keputusan dengan tepat, sehingga usaha pengolahan ikan asin dapat terus
berproduksi. Selain itu, pengusaha ikan asin juga perlu mengetahui tingkat
risiko agar dapat menekan risiko yang dapat menghambat keberlangsungan
usaha pengolahan ikan asin tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan
analisis usaha. Analisis usaha tersebut juga dapat digunakan untuk
mengetahui kinerja dari usaha pengolahan ikan asin.
Berkaitan dengan uraian di atas maka dalam penelitian ini akan
mengangkat beberapa permasalahan antara lain:
1. Berapa penerimaan, biaya dan keuntungan pada usaha pengolahan ikan
asin di Kabupaten Cilacap?
2. Berapa tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap?
3. Berapa besarnya tingkat risiko usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung besarnya penerimaan, biaya dan keuntungan pada usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
2. Menganalisis besarnya tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap.
3. Menganalisis besarnya tingkat risiko usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan sebagai bahan pertimbangan dalam
penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa mendatang,
terutama dalam pengembangan usaha rumah tangga, seperti usaha
pengolahan ikan asin.
3. Bagi pengusaha pengolahan ikan asin, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pertimbangan bagi pengusaha
pengolahan ikan asin dalam rangka peningkatan usaha.
4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai tambahan informasi, wawasan, dan pengetahuan sehingga dapat
mendorong munculnya usaha pengolahan ikan asin yang baru serta
sebagai pembanding untuk penelitian selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ikan Asin
Komoditi ikan asin menurut Hadiwiyoto (1979) adalah produk
yang tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia, karena harganya murah dan
mudah dalam membuatnya. Bahan utama dalam pembuatan ikan asin
adalah garam sedangkan yang dapat dibuat ikan asin adalah hampir semua
jenis ikan, termasuk pula cumi-cumi, udang, daging kerang, teripang dan
sebagainya. Langkah-langkah dalam proses pembuatannya adalah sebagai
berikut :
a. Penyiangan
Ikan-ikan yang berukuran besar dibuang isi perutnya, kadang-kadang
dibuang sisiknya, kemudian dibelah. Beberapa jenis ikan dipotong
bagian kepalanya, misalnya jenis ikan tongkol (herring) dan ikan salem.
Cara-cara penyiangan yang banyak dikerjakan di beberapa daerah
kadang-kadang berlainan, namun pada umumnya perbedaannya tidak
banyak.
b. Pencucian
Pencucian dengan air bersih dilakukan untuk menghilangkan bekas-
bekas darah, sisik dan kotoran lainnya. Kadang-kadang untuk pencucian
ini digunakan larutan garam ringan sebagai penggaraman awal dengan
kadar garam rendah agar ikan yang ditangkap tidak membusuk ketika
masih di kapal. Apabila penggaraman dikerjakan di tengah laut (di
kapal-kapal penangkap ikan), maka untuk pencucian digunakan air laut.
c. Penggaraman
Penggaraman yang masih tradisional hanya dikerjakan dengan cara
menaburkan kristal-kristal garam pada permukaan ikan atau
menyikatnya dengan larutan garam atau campuran antara kristal garam
dan larutan garam. Pada penggaraman yang sudah maju, digunakan alat-
alat yang dapat memasukkan larutan garam ke dalam daging ikan.
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
d. Pengeringan dan Pengepakan
Setelah penggaraman selesai dikerjakan, ikan lalu dijemur atau
dikeringkan dengan cara mekanis. Pengeringan hanya bertujuan
mengurangi sedikit kadar air, supaya produk ikan asin tidak nampak
berair. Jadi, pengeringan tidak sampai ikan asinnya menjadi benar-benar
kering. Bila pengeringan dianggap cukup, lalu dipak dan dapat dijual ke
pasar-pasar.
Gambar 1. Skema Penggaraman Ikan
Menurut Astawan dan M. Astawan (1989), langkah penggaraman
pada ikan asin pada prinsipnya bersifat menarik air dari jaringan daging
ikan sehingga protein daging ikan akan menggumpal dan sel daging pun
mengerut. Penggaraman juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk tetapi dengan kadar garam tingkat tinggi.
Dengan langkah pengeringan berikutnya, maka kadar air ikan yang
digarami tersebut akan berkurang dan membentuk keadaan yang tidak
memungkinkan mikroorganisme pengganggu untuk tumbuh. Oleh sebab
Ikan Segar
Penyiangan
Pencucian
Penggaraman
Pengeringan
Pengepakan
Penyimpanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
itu, jumlah garam yang ditambahkan sebaiknya diperhitungkan benar
supaya tidak terlalu tinggi, sehingga ikan asin dapat dikonsumsi lebih
banyak sebagai sumber protein dalam usaha peningkatan konsumsi protein
penduduk. Jumlah penambahan garam sangat tergantung pada kesegaran
ikan, besar kecilnya ikan serta lama pengawetan ikan. Sedangkan mutu ikan
asin, selain ditentukan oleh jumlah garam yang ditambahkan, juga oleh
tingkat kemurnian garam yang digunakan.
Ikan asin dapat bertahan dalam kondisi baik selama 2-3 bulan pada
suhu di bawah 10ºC. Pada suhu di atas 15ºC kerusakan terjadi agak cepat.
Ikan asin dapat stabil karena tiga faktor yaitu :
a. Kerja langsung dari sodium khlorida pada jenis-jenis organisme
pembusuk protein (putrefractive).
b. Penghilangan oksigen dari jaringan yang mencegah pertumbuhan
mikroorganisme.
c. Gangguan sodium khlorida terhadap kegiatan enzim proteolitik dalam
daging (Buckle et al, 1985).
2. Pengolahan Pasca Panen
Tujuan menyediakan dan mempertahankan sifat segar hasil
perikanan merupakan tujuan utama dalam penangkapan pasca tangkap.
Sifat segar hasil perikanan dapat dipertahankan dengan menurunkan suhu
ikan dan lingkungannya, seperti perlakuan pendinginan dengan mesin
pendingin dan pendinginan dengan es. Perlakuan pendinginan dengan es
lebih banyak dilakukan oleh para nelayan yang kapalnya tidak dilengkapi
dengan mesin pendingin. Perlakuan pendinginan dengan mesin pendingin
banyak dilakukan oleh kapal-kapal besar yang dilengkapi dengan unit
pendingin. Pendinginan dengan es memiliki beberapa kelemahan yaitu air
murni lebih cepat mencair dan biasanya es terbuat dari air yang tidak bersih
sehingga dapat menyebabkan hasil perikanan yang cepat rusak
(Hadiwiyoto, 1993).
Pengolahan perikanan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah
produk perikanan, baik yang berasal dari perikanan tangkap maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
akuakultur. Usaha ini juga bertujuan untuk mendekatkan produk perikanan
ke pasar dan diterima oleh konsumen secara lebih luas. Selain itu,
pengolahan perikanan dapat berperan dalam menstabilkan ketersediaan
produk perikanan di pasar. Melalui pengolahan, permasalahan produk
perikanan yang antara lain bersifat musiman (terutama produk perikanan
tangkap), fluktuatif, mudah busuk dan membutuhkan penyimpanan khusus
dapat diatasi sampai batas-batas tertentu. Usaha pengolahan perikanan
bertujuan untuk memproduksi makanan dan bahan baku industri.
Pengolahan perikanan untuk tujuan memproduksi makanan, meliputi antara
lain pengeringan, pengasinan, pengasapan, pemindangan, pengalengan dan
kegiatan pengolahan lainnya yang merubah sama sekali bentuk atau
morfologi bahan baku, seperti sosis, bakso, burger dan nugget ikan (Effendi
dan Oktariza, 2006).
3. Pengolahan Ikan Asin
Penggaraman merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih
banyak digunakan hingga sekarang. Secara umum terdapat dua cara yang
digunakan yaitu penggaraman kering dan penggaraman basah.
Penggaraman kering dimana garam yang dihamburkan antara lapisan ikan
yang telah diambil isi perutnya dan dibersihkan. Perbandingan garam
terhadap ikan bervariasi antara 10-35%. Garam menarik air pada waktu
meresap mengakibatkan denaturasi protein. Daging menjadi berwarna
keruh (opaque) dan tidak lengket serta menjadi mudah hancur. Proses ini
memakan waktu selama 14-16 hari, kadar garam pada daging naik menjadi
kira-kira 20 dan ikan kehilangan 30% dari berat semula. Produk ikan yang
digarami dan disebut green cure kemudian dikeringkan sampai keras
dengan alat pengering buatan ataupun di udara terbuka. Penggaraman basah
(wet atau pickle curing), dimana ikan yang telah diambil isi perutnya dan
dibersihkan diletakkan dalam tong berisi larutan yang terdiri dari garam dan
cairan ikan. Proses ini selesai kira-kira dalam 20 hari (Buckle et al, 1985).
Ikan asin merupakan salah satu produk pengolahan perikanan
tradisional yang paling sederhana dibandingkan dengan produk pengolahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
lainnya. Produk ini dihasilkan dari proses pengasinan (penggaraman)
dengan pengeringan. Dalam proses pengeringan, kadar air ikan berkurang
hingga tersisa 20-35%, sehingga mikroorganisme pengurai tidak
berkembang dan ikan lebih awet sampai batas waktu tertentu. Industri ikan
asin berkembang di sekitar sentra produksi perikanan, antara lain tempat
pendaratan ikan, tangkahan (tempat pendaratan ikan milik swasta), tempat
pelelangan ikan dan pelabuhan perikanan (Effendi dan Oktariza, 2006).
4. Klasifikasi Industri
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan
atau pendekatan. Di Indonesia, industri dapat digolongkan antara lain
berdasarkan kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha dan berdasarkan
hubungan arus produknya. Penggolongan yang paling universal ialah
berdasarkan ”Baku Internasional Klasifikasi Industri” (International
Standard of Industrial Classification, ISIC). Penggolongan menurut ISIC
ini didasarkan atas pendekatan kelompok komoditas, yang secara garis
besar dibedakan menjadi 9 golongan, yaitu:
a. Industri makanan, minuman dan tembakau.
b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
c. Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah
tangga.
d. Industri kertas dan barang-barang dari kertas, pencetakan dan
penerbitan.
e. Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu
bara, karet dan plastik.
f. Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.
g. Industri logam dasar.
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya.
i. Industri pengolahan lainnya, (Dumairy, 1996).
Industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja, besar
kecilnya modal dan lain-lain. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri
dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
a. Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga
kerja berjumlah antara 1-4 orang.
b. Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja
berjumlah antara 5-19 orang.
c. Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah
karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
d. Industri besar adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja
berjumlah antara 100 orang atau lebih (Godam, 2006).
5. Biaya
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak bergantung pada perubahan jumlah
produksi, misalnya biaya penyusutan peralatan. Biaya variabel adalah biaya
yang dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Semakin besar kapasitas
produksi maka semakin besar biaya yang dibutuhkan dan sebaliknya
(Suryani et al, 2005).
Menurut Daniel (2002), biaya produksi adalah sebagai kompensasi
yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi baik secara tunai
maupun tidak tunai. Pada analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam
beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang
dikerjakan, yaitu sebagai berikut :
a. Biaya uang dan biaya in natura. Biaya-biaya yang berupa uang tunai,
misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah,
termasuk upah untuk ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida dan
lain-lain. Biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan mungkin pajak-
pajak dibayarkan dalam bentuk natura.
b. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar
kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa
atau bunga tanah yang berupa uang. Biaya variabel adalah biaya yang
besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi,
misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
c. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi
antara biaya total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya
marginal adalah biaya tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha
untuk mendapatkan tambahan satu satuan produk pada suatu tingkat
produksi tertentu.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di sektor
industri pengolahan dapat dirinci atas biaya bahan baku, biaya bahan lain,
biaya sewa kapital dan biaya jasa-jasa. Jumlah dari keempat macam biaya
ini dinamakan biaya masukan. Nilai keluaran dikurangi biaya masukan
disebut nilai tambah. Di samping itu, tentu saja dikeluarkan biaya tenaga
kerja yang terdiri atas gaji, upah serta berbagai macam tunjangan dan
bonus. Biaya tenaga kerja merupakan bagian dari nilai tambah yang
dihasilkan oleh suatu industri. Biaya masukan ditambah biaya tenaga kerja
kemudian membentuk biaya total. Selisih antara nilai keluaran dan biaya
total merupakan keuntungan kotor/profit bruto (Dumairy, 1996).
6. Penerimaan
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi
berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika
produksi berlebihan.
Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin
tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total
yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang
dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang
diterima produsen semakin kecil (Soejarmanto dan Riswan, 1994).
7. Keuntungan
Menurut Lipsey et al (1990) laba adalah selisih antara pendapatan
yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari sumberdaya
yang digunakan. Definisi yang lain masih menurut Lipsey et al, laba
sebagai kelebihan penerimaan (revenue) atas biaya-biaya yang dikeluarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Menurut Lipsey et al (1990), keuntungan adalah selisih antara
pendapatan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari
sumberdaya yang digunakan. Definisi yang lain masih menurut Lipsey dkk,
keuntungan sebagai kelebihan penerimaan (revenue) atas biaya-biaya yang
dikeluarkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC atau π = Q x P – (TFC + TVC)
dimana :
π = keuntungan
TR (Total Revenue) = penerimaan total
TC (Total Cost) = biaya total usaha
Q (Quantity) = jumlah produksi
P (Price) = harga
TFC (Total Fixed Cost) = total biaya tetap
TVC (Total Variable Cost) = total biaya variabel
8. Efisiensi
Efisiensi menurut ekonomi terkait dengan penggunaan biaya.
Metode yang paling efisien menurut ekonomi ialah metode yang paling
kecil biayanya. Efisiensi menurut ekonomi tergantung pada harga-harga
faktor produksi dan pada efisiensi teknologi (terkait dengan penggunaan
masukan dalam arti fisik). Jika output yang dihasilkan sama, maka proses
yang terbaik adalah yang menggunakan masukan yang paling sedikit atau
dengan kata lain, proses yang secara teknis paling efisien
(Lipsey dan Steiner, 1986).
Besarnya efisiensi dapat diukur menggunakan R/C ratio. R/C
adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan
(nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat
dituliskan sebagai berikut :
Efisiensi = R/C
Keterangan :
R = Penerimaan
C = Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah:
R/C > 1 berarti usaha yang dijalankan sudah efisien,
R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan mencapai titik impas
R/C < 1 berarti usaha yang dijalankan tidak efisien (Soekartawi, 1995).
R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan total dengan
biaya total. Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai bila petani
mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2001).
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis
(efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi
yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau
nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang
bersangkutan dan dikatakan efisiesi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut
mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga
(Soekartawi, 2003).
9. Risiko
Menurut Riyanto (1995), suatu kondisi yang lebih realistis yang
dihadapi oleh pimpinan perusahaan adalah risiko. Dalam pengertian risiko
terdapat sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan
terjadinya suatu peristiwa di antara kejadian seluruhnya yang mungkin
terjadi. Dengan demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan
sebagai probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan
atau kemungkinan return yang diterimanya menyimpang dari yang
diharapkan.
Risiko timbul karena adanya ketidakpastian, yang berarti
ketidakpastian adalah kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko karena
mengakibatkan keragu-raguan seseorang mengenai kemampuannya untuk
meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa
mendatang. Di mana kondisi yang tidak pasti itu karena berbagai sebab
antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan
itu berakhir atau menghasilkan, di mana semakin panjang tenggang
waktunya semakin besar ketidakpastiannya.
b. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan dalam
penyusunan rencana.
c. Keterbatasan pengetahuan atau kemampuan atau teknik pengambilan
keputusan dari perencana (Djojosoedarso, 1999).
Tugas seorang ahli keuangan selain mempertahankan kelestarian
perusahaan juga menambah kekayaan perusaan yang pada akhirnya berarti
menambah kekayaan pemilik atau para pemiliknya. Dilihat dari sudut
kepentingan perusahaan, kekayaan pemilik perusahaan tersebut merupakan
kegunaan para pemilik yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola
perusahaan. Kegunaan pemilik (utility) adalah fungsi dari hasil yang
diharapkan dan risiko. Semakin tinggi risiko yang harus dihadapi, semakin
tinggi pula hasil yang diharapkan (Kadarsan, 1995).
Risiko yang ditanggung oleh petani menurut Hernanto (1993) dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu risiko produksi dan risiko harga. Risiko
produksi disebabkan oleh ketidakpastian iklim, intensitas serangan hama
penyakit dan faktor-faktor teknis biaya yang berada di luar kontrol petani.
Risiko harga disebabkan oleh ketidakpastian harga jual produk yang
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Petani pada
umumnya berada di pihak yang kalah sebagai price taker, sehingga tidak
mampu mengubah keseimbangan pasar yang berlaku secara individual.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian Zaenuri (2004), yang berjudul Analisis Usaha Pengolahan
Ikan Asin di Kota Pekalongan, menyebutkan bahwa tingkat efisiensi usaha
pengolahan ikan asin di Kota Pekalongan sebesar 1,27. Efisiensi pengolahan
ikan asin ini dapat diketahui dengan membandingkan jumlah penerimaan
dengan besarnya biaya total (R/C ratio). Tingkat efisiensi sebesar 1,27 berarti
bahwa usaha pengolahan ikan asin di Kota Pekalongan efisien. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menunjukkan bahwa setiap satu satuan korbanan yang dikeluarkan dapat
menghasilkan 1,27 satuan produk. Efisiensi dalam usaha pengolahan ikan asin
terkait langsung dengan fluktuasi harga bahan baku dan harga produk dari ikan
asin di pasar. Hal tersebut dikarenakan dua faktor tersebut merupakan faktor
yang sangat berpengaruh terhadap besarnya penerimaan pada suatu proses
produksi atau tingkat produksi tertentu (dalam arti bahwa dalam tingkat
produksi yang sama dapat terjadi tingkat efisiensi yang berbeda). Peningkatan
efisiensi dapat dilakukan dengan penggunaan faktor produksi secara lebih
optimal, terutama pada penggunaan tenaga kerja. Faktor produksi inilah yang
paling fleksibel dengan keputusan manajemen berkaitan dengan tingkat
produksi.
Biaya rata-rata usaha pengolahan ikan asin per bulan Rp
73.346.795,05; penerimaan Rp 91.772.440,00 dan keuntungan Rp
20.467.564,95. Nilai koefisien variasi (0,71) dan batas bawah keuntungan
yang didapat sebesar minus Rp 8.509.183,20. Keadaan tersebut menunjukkan
bahwa usaha pengolahan ikan asin berisiko untuk dijalankan. Risiko usaha
merupakan kemungkinan kerugian yang dapat diderita oleh pengusaha. Risiko
usaha pengolahan ikan asin tersebut dapat diakibatkan oleh adanya fluktuasi
jumlah dan harga bahan baku, serta fluktuasi harga produk. Besarnya risiko
usaha diketahui dengan membandingkan simpangan baku keuntungan yang
diterima pengusaha dengan rata-rata keuntungan yang diterima pengusaha
tersebut. Simpangan baku nilainya sangat dipengaruhi oleh fluktuasi
keuntungan yang diterima oleh pengusaha.
Keuntungan rata-rata yang diterima oleh pengusaha per bulan adalah
Rp 20.467.564,95 dengan fluktuasi keuntungan berkisar Rp 14.488.374,07
sehingga didapat koefisien variasi sebesar 0,71 dari keuntungan rata-rata.
Semakin tinggi nilai koefisien variasi, semakin besar risiko yang dihadapi oleh
pengusaha. Nilai fluktuasi yang ada pada usaha pengolahan ikan asin lebih
besar dari nilai standar koefisien variasi yaitu sebesar 0,71 sehingga usaha
pengolahan ikan asin berisiko untuk dijalankan dengan nilai batas bawah
keuntungan yang diterima oleh pengusaha mencapai minus Rp 8.509.183,20.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Hal tersebut berarti pengusaha harus berani menanggung kemungkinan
kerugian sebesar Rp 8.509.183,20.
Penelitian Rokhimawati (2009) yang berjudul Analisis Usaha
Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Pekalongan, menyebutkan bahwa rata-
rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh setiap produsen ikan asin adalah sebesar
Rp 7.599.768,90. Biaya penyusutan peralatan dan biaya bunga modal investasi
memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya tetap. Sebenarnya kedua biaya
tersebut tidak riil dikeluarkan oleh produsen, tetapi karena dalam penelitian ini
menggunakan konsep keuntungan maka biaya-biaya tersebut tetap dimasukkan
dalam perhitungan. Biaya variabel rata-rata yang dikeluarkan produsen ikan
asin sebesar Rp 423.602.500,00. Kontribusi biaya variabel yang paling besar
berasal dari biaya bahan baku. Tingginya rata-rata biaya untuk bahan baku
ikan asin ini yang menyebabkan tingginya biaya investasi dalam usaha
pengolahan ikan asin. Hal inilah yang menjadi hambatan bagi masuknya
produsen pengolahan ikan asin baru.
Produk utama yang dihasilkan oleh usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Pekalongan pada saat penelitian berlangsung adalah ikan asin
layang, ikan asin lemuru, ikan asin tongkol dan ikan asin bentong. Jenis ikan
yang dihasilkan sebagai produk utama setiap bulannya berbeda-beda. Keadaan
tersebut dipengaruhi oleh musim ikan yang terjadi pada bulan tersebut. Jenis
ikan asin yang paling banyak diproduksi oleh produsen ikan asin di Kabupaten
Pekalongan pada saat penelitian adalah ikan asin layang sehingga penerimaan
yang diperoleh dari ikan asin layang paling banyak dibandingkan dengan jenis
ikan asin lainnya. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa penerimaan total
lebih besar dari biaya total sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh pada
usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Pekalongan sebesar Rp 7.133.564,43
per bulan. Perbedaan keuntungan yang diperoleh masing-masing produsen
dipengaruhi oleh perbedaan besarnya jumlah ikan asin yang diproduksi, jenis
ikan asin yang dibuat dan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk produksi ikan
asin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Berdasarkan kriteria, dengan nilai koefisien variasi sebesar 1,04
(CV>0,5) dan nilai batas bawah keuntungan sebesar negatif Rp 7.726.147,63
(L<0) berarti dalam usaha pengolahan ikan asin ini dalam setiap bulannya
produsen harus berani menanggung kerugian uang sebesar Rp 7.726.147,63.
Risiko yang dihadapi produsen ikan asin di Kabupaten Pekalongan tinggi
karena ada dua risiko yang harus dihadapi yaitu risiko harga dan risiko usaha.
Risiko harga yang dihadapi oleh produsen adalah adanya fluktuasi harga bahan
baku ikan asin. Sedangkan risiko usaha terjadi dalam proses produksi, dimana
faktor cuaca memiliki pengaruh yang cukup besar dalam proses produksi.
Nilai efisiensi dari usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Pekalongan dalam penelitian ini adalah sebesar 1,02. Nilai efisiensi usaha 1,02
berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh produsen ikan asin
akan didapatkan penerimaan 1,02 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
Berdasarkan kriteria yang digunakan, maka usaha pengolahan ikan asin ini
sudah efisien karena nilai efisiensi lebih dari 1. Hal itu sesuai dengan
pendugaan yang dilakukan pada saat awal penelitian, yaitu usaha pengolahan
ikan asin yang dijalankan di Kabupaten Pekalongan sudah efisien.
Kedua penelitian tersebut dilakukan di Kota Pekalongan dan
Kabupaten Pekalongan. Kedua penelitian tersebut menyebutkan bahwa usaha
pengolahan ikan asin yang dilakukan efisien dan menghasilkan keuntungan,
namun tetap memiliki risiko usaha yang tinggi dengan kemungkinan
menderita kerugian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat
dijadikan acuan dalam penelitian Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin Di
Kabupaten Cilacap. Secara umum, analisis yang disajikan dalam penelitian ini
hampir sama dengan penelitian terdahulu, namun penelitian ini memberikan
gambaran yang berbeda karena lokasi penelitian yang dipilih berbeda dengan
penelitian terdahulu sehingga dapat menambah informasi mengenai usaha
pengolahan ikan asin. Selain itu, berdasarkan penelitian-penelitian diatas
diketahui bahwa permasalahan yang diteliti hampir sama dengan penelitian
Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap yaitu tentang
tingkat keuntungan, risiko dan efisiensi, maka hasil dari analisis penelitian-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
penelitian diatas dapat diterapkan dalam penentuan hipotesis penelitian ini.
Meskipun penelitian-penelitian diatas memberikan keuntungan dan telah
efisien, akan tetapi usaha-usaha tesebut tetap mempunyai kemungkinan
adanya kerugian, yang artinya usaha yang dijalankan tetap mengandung risiko.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Usaha pengolahan ikan asin merupakan salah satu industri berbasis
pengolahan hasil perikanan yang dilakukan secara tradisional dan sederhana.
Namun, adanya tingkat risiko yang cukup tinggi dalam usaha pengolahan ikan
asin maka diperlukan analisis usaha. Seorang pengusaha akan selalu
menjalankan usahanya untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Oleh karena itu, pembuatan keputusan yang tepat perlu dilakukan agar dapat
menekan tingkat risiko dan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total
yang dikeluarkan. Analisis biaya dimanfaatkan oleh pengusaha dalam
mengambil suatu keputusan. Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan
dalam proses produksi. Proses produksi disebut sebagai suatu proses berupa
input (ikan segar) diubah menjadi output (ikan asin). Biaya total usaha
pengolahan ikan asin merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan,
yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Rumus biaya total secara
matematis adalah:
TC = TFC + TVC
Di mana:
TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TFC = total biaya tetap usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TVC = total biaya variabel usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Menurut Soekartawi et al (1987), biaya tetap (fixed cost) adalah biaya
yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Biaya tetap
menjadi sangat penting ketika seorang pengusaha memikirkan tambahan
investasi, seperti peralatan, tenaga kerja, mesin atau bangunan. Biaya tidak
tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usahanya berubah. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
demikian biaya tetap pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap
yang dikeluarkan terdiri dari penyusutan alat, bunga modal investasi dan biaya
tenaga kerja. Sedangkan biaya variabel pada usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap yang dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku, biaya
pelengkap, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Penjumlahan dari biaya
tetap dan biaya variabel tersebut kemudian merupakan biaya total.
Proses produksi pada pengolahan ikan asin dapat memberikan dampak
terhadap penerimaan yang diterima oleh pengusaha ikan asin. Menurut
Soekartawi (1995), penerimaan adalah perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual. Secara matematis, rumus penerimaan adalah
sebagai berikut:
TR = Q x P
Di mana:
TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Q = jumlah produksi ikan asin (kilogram)
P = harga ikan asin (rupiah)
Pengusaha yang rasional akan senantiasa berusaha mendapatkan
keuntungan yang maksimal dengan penggunaan input yang seminimal
mungkin. Menurut Soekartawi et al (1987) keuntungan adalah selisih antara
penerimaan total dan biaya-biaya. Secara matematis dirumuskan sebagai
berikut:
π = TR – TC
di mana:
π = keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Selain berusaha mencapai keuntungan yang maksimal, pengusaha juga
memperhatikan efisiensi usaha. Efisiensi usaha dihitung dengan menggunakan
R/C rasio yaitu membandingkan besarnya penerimaan dengan biaya total.
Penilaian efisiensi usaha memiliki kriteria-kriteria antara lain yaitu R/C > 1
berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan sudah efisien; R/C = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
berarti usaha pengolahan ikan asin mencapai titik impas dan R/C < 1 berarti
usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan tidak efisien. Secara matematis
efisiensi dirumuskan sebagai berikut:
Efisiensi = CR
keterangan :
R = penerimaan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
C = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Dalam setiap usaha yang dijalankan, pengusaha akan menghadapi
risiko atas kegiatan usaha tersebut. Risiko dapat dihitung secara statistik, yaitu
dengan menggunakan ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku
(standar deviation), secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
)1()( 2
−−∑
=n
EEiV
keterangan:
V = simpangan baku
Ei = keuntungan usaha pengolahan ikan asin yang diterima produsen (rupiah)
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
n = jumlah produsen ikan asin (orang)
Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata diukur
dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Rumus
koefisien variasi adalah:
CV = V
E
keterangan:
CV = koefisien variasi usaha pengolahan ikan asin
V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang
harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibanding dengan
keuntungannya. Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
terendah yang mungkin diterima oleh produsen. Rumus batas bawah
keuntungan adalah:
L = E – 2 V
keterangan:
L = batas bawah keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Apabila nilai L ≥ 0, maka produsen tidak akan mengalami kerugian.
Sebaliknya jika nilai L < 0 maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses
produksi ada peluang kerugian yang akan dialami produsen. Besarnya
keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah rata-rata keuntungan
yang diperoleh produsen dalam setiap periode produksi. Sedangkan nilai V
(simpangan baku) merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin
diperoleh atau dengan kata lain merupakan besarnya risiko yang harus
ditanggung oleh para produsen. Nilai koefisien variasi dan batas bawah
keuntungan (L) secara tak langsung menyatakan aman tidaknya modal yang
ditanam dari kemungkinan mendapatkan kerugian. Nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0
menyatakan bahwa produsen tidak akan mengalami kerugian dan nilai CV >
0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan dialami produsen
(Hernanto, 1993).
Berdasarkan uraian teori di atas dapat digambarkan kerangka teori
pendekatan masalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Ikan asin adalah ikan laut yang telah mengalami proses pengolahan dengan
menggunakan metode penggaraman dan diikuti metode pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari.
2. Usaha pengolahan ikan asin adalah usaha yang mengolah ikan laut secara
tradisional dengan menggunakan metode penggaraman dan diikuti metode
pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
3. Analisis usaha pengolahan ikan asin adalah penelitian terhadap
kelangsungan usaha pengolahan ikan asin dengan meninjau dari berbagai
hal yang meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, efisiensi serta risiko
usaha.
Usaha Pengolahan Ikan Asin
Masukan (input) Proses Produksi Keluaran (output)
Biaya Tetap: a. Biaya penyusutan alat b. Bunga modal
investasi c. Biaya tenaga kerja
Biaya variabel : a. Biaya bahan baku b. Biaya bahan pelengkap c. Biaya pengemasan d. Biaya transportasi
Biaya Total
Penerimaan Total
• Keuntungan • Efisiensi • Risiko
Risiko Harga Risiko Produksi
Risiko Pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
4. Produsen ikan asin adalah pengusaha ikan asin yang mengolah ikan laut
sebagai bahan baku utama pembuatan ikan asin.
5. Harga ikan asin adalah nilai yang dibayarkan oleh konsumen terhadap ikan
asin, dinyatakan dalam satuan rupiah.
6. Hasil produksi ikan asin adalah jumlah ikan asin yang dihasilkan,
dinyatakan dalam satuan kilogram.
7. Penerimaan adalah nilai hasil perkalian antara jumlah produk ikan asin
dengan harga yang berlaku, dinyatakan dalam satuan rupiah.
8. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan adanya perubahan
jumlah produk yang dihasilkan, antara lain biaya penyusutan alat, biaya
modal investasi dan biaya tenaga kerja (dinyatakan dalam satuan rupiah).
a. Biaya penyusutan alat adalah pengurangan nilai peralatan-peralatan
(barang modal) karena peralatan tersebut terpakai dalam proses
produksi atau karena faktor waktu, yang dinyatakan dalam satuan
rupiah. Biaya penyusutan alat dapat dihitung menggunakan metode
garis lurus. Menurut Hernanto (1993), perhitungan dengan cara metode
garis lurus menggunakan dasar fikiran bahwa alat yang dipergunakan
menyusut dalam besaran yang sama setiap tahunnya. Secara matematis
penyusutan alat dirumuskan sebagai berikut:
Biaya penyusutan alat per tahun = isumurekonom
nilaiakhirnilaiawal −
b. Biaya bunga modal investasi adalah besarnya modal yang
diinvestasikan, dinyatakan dalam satuan rupiah. Dengan kata lain, biaya
bunga modal investasi merupakan perkalian antara jumlah investasi
yang dikeluarkan oleh produsen dengan suku bunga pinjaman.
c. Suku bunga pinjaman yang digunakan dalam perhitungan biaya bunga
modal investasi berdasarkan bunga pinjaman Bank BRI bulan Juli 2010
sebesar 1,93% per bulan.
9. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah sesuai dengan jumlah
produk yang dihasilkan, antara lain biaya bahan baku, biaya pengemasan
dan biaya transportasi (dinyatakan dalam satuan rupiah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
10. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total,
dinyatakan dalam rupiah.
11. Efisiensi usaha adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya
total.
12. Risiko adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi yang dihadapi oleh
pengusaha pengolahan ikan asin.
E. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasari biaya,
penerimaan, keuntungan, efisiensi usaha, dan risiko usaha dari pengolahan
ikan asin di Kabupaten Cilacap.
2. Penelitian ini menggunakan data produksi selama 1 bulan yaitu bulan Juli
2010.
F. Hipotesis
1. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan menguntungkan.
2. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan sudah efisien.
3. Diduga usaha pengolahan ikan asin yang diusahakan memiliki risiko.
G. Asumsi
1. Kondisi iklim berpengaruh normal terhadap hasil tangkapan ikan laut.
2. Hasil produksi dijual seluruhnya.
3. Aset rumah dan bangunan tidak diikutsertakan dalam perhitungan biaya
karena aset rumah mempunyai fungsi ganda (Multi Use).
4. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga dalam usaha pengolahan ikan
asin menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar
keluarga.
5. Teknologi yang digunakan selama penelitian dianggap tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada
masa sekarang. Menurut Surakhmad (1994), ada sifat-sifat tertentu yang pada
umumnya terdapat dalam metode deskriptif sehingga dapat dipandang sebagai
ciri, yakni bahwa metode itu:
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).
Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian
survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
B. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara sengaja di Kabupaten Cilacap.
Kemudian dari Kabupaten dipilih satu kecamatan secara purposive
sampling yaitu penentuan daerah penelitian secara sengaja berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Kecamatan yang dipilih berdasarkan
pada pertimbangan bahwa di kecamatan tersebut memiliki jumlah unit
pengolah yang terbesar. Berikut merupakan data mengenai jumlah unit
pengolah menurut kecamatan yang berada di Kabupaten Cilacap.
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 6. Jumlah Unit Pengolah Menurut Kecamatan pada Tahun 2008 di Kabupaten Cilacap
Nama Kecamatan Jumlah Unit Pengolah Dayeuhluhur 1 Wanareja 0 Majenang 1 Cimanggu 0 Karangpucung 0Cipari 0 Sidareja 0 Kedungreja 0 Patimuan 3 Gandrungmangu 0 Bantarsari 0 Kawunganten 0 Kampung Laut 0 Jeruklegi 0 Kesugihan 57 Adipala 22 Maos 0 Sampang 0 Kroya 0 Binangun 0 Nusawungu 13 Cilacap Selatan 96 Cilacap Tengah 32 Cilacap Utara 49
Jumlah 278 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap
Berdasarkan Tabel 6 diketahui jumlah unit pengolah terbesar
berada di Kecamatan Cilacap Selatan. Berdasarkan data Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Cilacap pada tahun 2008, unit pengolah yang
terdapat di Kecamatan Cilacap Selatan terdiri dari berbagai jenis antara
lain yaitu pengalengan (1 unit), pembekuan (1 unit),
penggaraman/pengeringan (60 unit), pemindangan (13 unit),
pengasapan/pemanggangan (1 unit), peragian/fermentasi (6 unit),
penanganan produk segar (9 unit) dan lainnya (5 unit). Selain itu,
Kecamatan Cilacap Selatan merupakan wilayah sentra industri kecil ikan
asin di Kabupaten Cilacap. Dengan pertimbangan tersebut, kemudian
dipilih Kecamatan Cilacap Selatan. Kecamatan Cilacap Selatan terletak di
wilayah pesisir pantai sehingga banyak penduduk yang bekerja sebagai
pengolah hasil perikanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Pengambilan desa sampel dilakukan setelah dipilih satu kecamatan
yaitu Kecamatan Cilacap Selatan. Pengambilan desa sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan bahwa di desa tersebut terdapat unit usaha yang
bergerak dalam usaha pengolahan ikan asin. Berikut merupakan data
mengenai jumlah unit usaha dan nilai produksi per bulan menurut desa di
Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap.
Tabel 7. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Ikan Asin dan Nilai Produksi per Bulan (Juta Rp) Menurut Desa di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap
No Desa/Kelurahan Unit Usaha Nilai Produksi per Bulan (Juta Rp) 1. Cilacap 25 257 3. Tegalkamulyan 29 164,85 4. Sidakaya 4 125,2 5. Tambakreja 2 47,5
Jumlah 60 594,55 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa di Kecamatan Cilacap
Selatan terdapat empat desa yang memiliki jumlah unit usaha yang
bergerak dalam usaha pengolahan ikan asin dengan nilai produksi per
bulan yang bervariasi. Dengan pertimbangan tersebut dipilih empat desa
sampel yaitu Cilacap, Tegalkamulyan, Sidakaya, dan Tambakreja.
2. Metode Pengambilan Responden
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) data yang dianalisis
harus menggunakan sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti
distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang berdistribusi normal
adalah jumlahnya ≥ 30.
Pemilihan sampel dilakukan secara simple random sampling
(sampel acak sederhana) maksudnya adalah sebuah sampel yang diambil
sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Apabila besarnya sampel yang diinginkan itu berbeda-beda, maka
besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih juga
berbeda-beda. Misalnya besar populasi adalah N, sedangkan unsur dalam
sampel (sample size) adalah n, maka besar kesempatan bagi tiap satuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
elementer untuk terpilih dalam sampel adalah n/N
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Dengan demikian, jumlah sampel tiap
desa terpilih yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 8. Penentuan Jumlah Sampel Responden Ikan Asin di Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap
No. Desa/Kelurahan Populasi Jumlah Sampel 1. Cilacap 25 13 2. Tegalkamulyan 29 14 3. Sidakaya 4 2 4. Tambakreja 2 1
Jumlah 60 30 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah sampel responden
terpilih dari Desa Cilacap sebanyak 13 produsen ikan asin, Desa
Tegalkamulyan sebanyak 14 produsen ikan asin, Desa Sidakaya sebanyak
2 produsen ikan asin dan Desa Tambakreja sebanyak satu produsen ikan
asin. Dengan demikian, total jumlah sampel terpilih sebanyak 30 produsen
ikan asin.
Metode pengambilan sampel acak sederhana yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan cara undian. Sebelumnya semua
produsen disusun dalam kerangka sampel kemudian ditarik sampel yang
akan diteliti dengan cara undian sehingga setiap unit memiliki peluang
yang sama untuk dipilih. Undian dilakukan dengan cara semua produsen
ditulis dalam secarik kertas. Kertas-kertas tersebut kemudian digulung dan
dimasukkan ke dalam kotak. Setelah dikocok sejumlah gulungan kertas
diambil. Nomor yang terambil menjadi responden yang akan diteliti
kemudian gulungan kertas yang terambil tidak dikembalikan lagi ke dalam
kotak. Cara tersebut dilakukan lagi sampai sesuai dengan jumlah
responden yang direncanakan.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara
langsung ke lapang dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
data primer adalah pengusaha (produsen) pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap.
2. Data Sekunder
Data sekunder. yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga
yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini
berasal dari BPS Cilacap, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi
Kabupaten Cilacap, Dinas Kelautan dan Perikanan serta kantor kecamatan.
Data tersebut adalah keadaan umum daerah penelitian, keadaan
perekonomian, keadaan penduduk dan data yang berhubungan dengan
tujuan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap
obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas
mengenai daerah yang akan diteliti.
2. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
melakukan wawancara langsung kepada responden berdasarkan daftar
pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3. Pencatatan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari instansi
atau lembaga yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan dan keuntungan dari usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
a. Biaya
Untuk mengetahui total biaya secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
keterangan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TFC = total biaya tetap usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TVC = total biaya variabel usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
b. Penerimaan
Untuk mengetahui penerimaan secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
TR = Q x P
keterangan:
TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Q = jumlah produksi ikan asin (kilogram)
P = harga ikan asin (rupiah)
c. Keuntungan
Untuk mengetahui keuntungan secara matematis dirumuskan
sebagai berikut:
π = TR – TC
keterangan:
π = keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TR = penerimaan total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
TC = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
2. Mengetahui besarnya tingkat efisiensi usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap.
Untuk mengetahui efisiensi, maka rumus yang dipakai, yaitu:
Efisiensi = CR
keterangan:
R = penerimaan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
C = biaya total usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi usaha adalah:
R/C > 1 berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan sudah efisien,
R/C = 1 berarti usaha pengolahan ikan asin mencapai titik impas
R/C < 1 berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan tidak efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3. Mengetahui besarnya risiko usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap.
Risiko dapat dihitung secara statistik, yaitu dengan menggunakan
ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku (standar deviation),
secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
)1()( 2
−−∑
=n
EEiV
keterangan:
V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin
Ei = keuntungan usaha pengolahan ikan asin yang diterima
produsen (rupiah)
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
n = jumlah produsen ikan asin (orang)
Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata
diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L).
Rumus koefisien variasi adalah:
CV = V
E
keterangan:
CV = koefisien variasi usaha pengolahan ikan asin
V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko
yang harus ditanggung oleh produsen semakin besar dibanding dengan
keuntungannya.
Batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal yang
terendah yang mungkin diterima oleh produsen.
Rumus batas bawah keuntungan adalah:
L = E – 2 V
keterangan:
L = batas bawah keuntungan usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
E = keuntungan rata-rata usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
V = simpangan baku usaha pengolahan ikan asin (rupiah)
Apabila nilai L ≥ 0, maka produsen tidak akan mengalami kerugian.
Sebaliknya jika nilai L < 0 maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap
proses produksi ada peluang kerugian yang akan dialami produsen
Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah
rata-rata keuntungan yang diperoleh produsen dalam setiap periode
produksi. Sedangkan nilai V (simpangan baku) merupakan besarnya
fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau dengan kata lain
merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh para produsen.
Nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan (L) secara tidak
langsung menyatakan aman tidaknya modal yang ditanam dari
kemungkinan mendapatkan kerugian. Nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0
menyatakan bahwa produsen tidak akan mengalami kerugian dan nilai
CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan dialami
produsen (Hernanto, 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografi
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Cilacap secara geografis terletak diantara 108º 4’ 30” -
109º 30’ 30” garis bujur timur dan 7º 30’ - 7º 45’ 20” garis lintang selatan.
Luas wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun 2008 tercatat seluas 225.361
hektar (termasuk Pulau Nusakambangan seluas 11.511 hektar), atau
sekitar 6,94% dari luas Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap
merupakan daerah yang cukup luas dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Banyumas
Sebelah Timur : Kabupaten Kebumen
Sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Secara administratif, Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24
kecamatan yang terdiri dari 269 desa dan 15 kelurahan. Wilayah tertinggi
adalah Kecamatan Dayeuhluhur dengan ketinggian rata-rata 198 m dari
permukaan laut dan wilayah terendah adalah Kecamatan Cilacap Tengah
dengan ketinggian rata-rata 6 m dari permukaan laut. Jarak terjauh dari
Barat ke Timur 152 km dari Dayeuhluhur ke Nusawungu, sedangkan dari
Utara ke Selatan 35 km yaitu dari Cilacap ke Sampang. Wilayah terluas
adalah Kecamatan Wanareja (19.063 hektar) dan terkecil adalah
Kecamatan Cilacap Selatan (911,00 hektar). Ibukota kecamatan terjauh
dari ibukota kabupaten adalah Dayeuhluhur (107 km).
Kecamatan Cilacap Selatan memiliki kondisi wilayah datar
dengan suhu minimum 20ºC dan suhu maksimum 30ºC. Jarak pusat
wilayah kecamatan dengan desa/kelurahan terjauh, yaitu 2 km dan jarak
pusat wilayah kecamatan dengan ibukota kabupaten/kodya 1,5 km.
Kecamatan Cilacap Selatan terdiri dari 5 kelurahan, 15 lingkungan/dusun,
38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
73 Rukun Warga dan 431 Rukun Tetangga. Batas-batas wilayah
Kecamatan Cilacap Selatan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Cilacap Tengah
Sebelah Timur : Pantai Teluk Penyu/Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Kecamatan Kawunganten
Sebelah Selatan : Pulau Nusakambangan
2. Luas Penggunaan Lahan
Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang memiliki lahan cukup
luas di Provinsi Jawa Tengah. Penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap
pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Cilacap Tahun 2008
No. Macam Penggunaan Luas Lahan (Ha) 1. Lahan Sawah
a. Sawah Irigasi Teknis b. Sawah Irigasi Setengah Teknis c. Sawah Irigasi Sederhana d. Sawah Irigasi Desa/Non PU e. Sawah Tadah Hujan f. Sawah Pasang Surut g. Lebak h. Polder dan Lainnya
63.093
36.842 2.741 1.887 3.651
17.358 - -
614 2. Bukan Lahan Sawah/Lahan Kering
a. Pekarangan/bangunan b. Tegal/kebun c. Ladang/Huma d. Penggembalaan/Padang Rumput e. Semantara Tidak Diusahakan f. Hutan Rakyat g. Hutan Negara h. Perkebunan rakyat i. Rawa-rawa, tambak, kolam/empang j. Lain-lain
150.757
32.920 45.213
719 -
211 4.206
43.519 9.579 3.794
10.595 Luas lahan keseluruhan 213.850
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 9 pemanfaatan lahan di Kabupaten Cilacap
meliputi 63.093 hektar lahan sawah dan 150.757 hektar lahan bukan
sawah. Lahan bukan sawah terdiri dari pekarangan 32.920 hektar; tegal
45.213 hektar; ladang/huma 719 hektar; lahan yang sementara tidak
diusahakan 211 hektar; hutan rakyat 4.206 hektar; hutan negara 43.519
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
hektar; perkebunan 9.579 hektar; rawa-rawa, tambak, kolam/empang
3.794 hektar, dan lain-lain 10.595 hektar. Dengan demikian, sebagian
besar lahan di Kabupaten Cilacap dimanfaatkan untuk lahan bukan sawah.
3. Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari permukaan
landai dan perbukitan dengan ketinggian antara 6 - 198 m dari permukaan
laut. Secara umum kondisi topografi Kabupaten Cilacap bila dilihat dari
arah barat laut merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian lebih
dari 100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan puncak tertinggi
berada di Gunung Subang (1.210 meter dpl) yang berada di Kecamatan
Dayeuhluhur. Selanjutnya ke arah tenggara terbagi menjadi dua kawasan
bentang alam, di bagian utara berupa pegunungan dan di bagian selatan
berupa dataran miring landai ke arah barat daya – selatan, berelevasi
kurang dari 100 meter dpl dan berbatasan dengan Pantai Segara Anakan.
Bagian paling timur berupa dataran dan di bagian selatan berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia.
Pulau Nusakambangan memanjang dengan jarak kurang lebih 30
km dari barat ke timur, membatasi Segara Anakan dan Samudera Hindia,
pulau tersebut memiliki bentang alam pegunungan namun tidak begitu
tinggi (kurang dari 100 meter dpl). Kabupaten Cilacap mempunyai
topografi yang beragam namun kondisi topografi rata-rata merupakan
dataran rendah. Kondisi ini juga didukung oleh letak Kabupaten Cilacap
yang berada pada daerah pesisir (merupakan daerah pantai).
Topografi wilayah Kabupaten Cilacap secara tidak langsung
memiliki peran dalam kegiatan usaha pengolahan ikan asin. Dataran
rendah dan daerah pesisir pantai merupakan wilayah yang cocok untuk
melakukan kegiatan usaha pengolahan ikan asin. Jarak yang dekat dengan
sumber bahan baku dapat memberikan kemudahan bagi usaha pengolahan
ikan asin dalam memperoleh bahan baku. Jaminan ketersediaan bahan
baku ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan usaha pengolahan
ikan asin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4. Keadaan Iklim
Kabupaten Cilacap mempunyai iklim tropis dengan musim
kemarau dan penghujan bergantian setiap tahun. Data mengenai jumlah
curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 10. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Cilacap per Bulan pada Tahun 2008
No Bulan Curah Hujan (mm) Jumlah Hari Hujan (hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
3.349 4.887 4.591 3.136
526 106
0 38
124 5.947
10.026 4.886
9 14 16 13
3 2 0 7 4
17 20 15
Jumlah 38.146 120
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa jumlah curah hujan
tertinggi terjadi pada bulan November (10.026 mm) dan terendah pada
bulan Juli (0 mm). Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan
November yaitu sebanyak 20 hari, sedangkan jumlah hari hujan paling
sedikit terjadi pada bulan Juli sebanyak 0 hari. Keadaan curah hujan dan
hari hujan sangat mempengaruhi ketersediaan bahan baku ikan untuk
usaha pengolahan ikan asin. Jika curah hujan dan hari hujan tinggi diikuti
angin kencang, nelayan menjadi tidak berani melaut sehingga
ketersediaan ikan segar berkurang atau bahkan tidak tersedia ikan sama
sekali. Jumlah curah hujan dan hari hujan yang tinggi juga akan
mempengaruhi proses penjemuran ikan asin, di mana waktu penjemuran
ikan asin lebih lama dan produk ikan asin berisiko rusak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Keadaan Demografi
1. Jumlah Penduduk
Penduduk atau sumberdaya manusia merupakan subjek sekaligus
objek dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di suatu daerah.
Jumlah penduduk yang besar bisa menjadi kekuatan sekaligus beban
dalam menunjang keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Berikut
data mengenai jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk menurut
jenis kelamin.
Tabel 11. Jumlah Penduduk dan Pertumbuhannya di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2004-2008
Tahun Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Pertumbuhan
(%) 2004 855.838 854.070 1.709.908 0,31 2005 858.739 857.496 1.716.235 0,37 2006 861.643 860.964 1.722.607 0,37 2007 865.619 864.850 1.730.469 0,46 2008 870.295 868.308 1.738.603 0,47
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa penduduk Kabupaten
Cilacap setiap tahun terus bertambah. Pada akhir tahun 2008 jumlah
penduduk Kabupaten Cilacap mencapai 1.738.603 jiwa, yang terdiri dari
870.295 jiwa penduduk laki-laki dan 868.308 jiwa penduduk perempuan.
Selama 5 tahun terakhir, pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada
tahun 2008 (0,47%) dan terendah pada tahun 2004 (0,31%). Jumlah
penduduk Kabupaten Cilacap yang mengalami peningkatan setiap tahun
menunjukkan adanya peningkatan ketersediaan tenaga kerja untuk usaha
pengolahan ikan asin.
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Keadaan penduduk menurut umur bagi suatu daerah dapat
digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk usia produktif dan
penduduk non produktif. Menurut Mantra (2003), kelompok umur 0-14
tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif secara
ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok
produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
kelompok penduduk yang sudah tidak lagi produktif. Berikut data
mengenai keadaan penduduk menurut kelompok umur di Kabupaten
Cilacap.
Tabel 12. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Cilacap
No. Umur (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 0-14 404.109 23,24 2. 15-64 1.198.398 68,93 3. ≥65 136.096 7,83
Jumlah 1.738.603 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui jumlah penduduk tertinggi
di Kabupaten Cilacap adalah kelompok penduduk berumur 15-64 tahun
(termasuk golongan penduduk usia produktif) yaitu sebesar 1.198.398
jiwa (68,93%). Jumlah penduduk terendah adalah penduduk kelompok
umur di atas 65 tahun yaitu sebesar 136.096 jiwa (7,83%). Sedangkan
jumlah penduduk usia 0-14 tahun sebesar 404.109 jiwa (23,24%).
Kelompok penduduk usia produktif memiliki peran sebagai
penggerak kegiatan ekonomi. Jumlah penduduk kelompok usia produktif
yang tinggi memberikan dampak positif bagi usaha pengolahan ikan asin,
yaitu terhadap ketersediaan tenaga kerja usia produktif, dimana kelompok
penduduk usia produktif memiliki produktivitas kerja yang cukup tinggi
terkait dengan kemampuan fisik sehingga diharapkan dapat
mengembangkan usaha pengolahan ikan asin.
3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Informasi mengenai komposisi penduduk menurut jenis kelamin
dapat membantu dalam mengetahui besarnya sex ratio suatu daerah. Sex
ratio yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-
laki dan perempuan. Berikut data mengenai komposisi penduduk menurut
jenis kelamin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 13. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008
Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Sex Ratio (%) Laki-laki 870.295 Perempuan 868.308
Jumlah 1.738.603 100,2
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 13, penduduk Kabupaten Cilacap menurut
hasil registrasi pada akhir tahun 2008 mencapai 1.738.603 jiwa yang
terdiri dari laki-laki 870.295 jiwa dan perempuan 868.308 jiwa.
Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin menunjukkan jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan, yang
diindikasikan dengan angka sex ratio 100,2.
Sex ratio (SR), yaitu angka/bilangan yang menunjukkan
banyaknya penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk perempuan. Untuk
mengetahui nilai Sex Ratio dengan cara:
SR = kxFM
keterangan:
S = Sex ratio
M = Jumlah penduduk laki-laki
F = Jumlah penduduk perempuan
k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 (Mantra, 2003).
Sex Ratio di Kabupaten Cilacap = 100308.868295.870 x
= 100,2 ≈ 100
Berdasarkan nilai Sex Ratio yang diperoleh, yaitu sebesar 100,2,
menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan di
Kabupaten Cilacap terdapat 100 orang penduduk laki-laki. Hal itu
menandakan jumlah ketersediaan tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja
perempuan untuk usaha pengolahan ikan asin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting dalam pembangunan suatu
daerah. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dan
pengetahuan seseorang, misalnya kemampuan dalam menerima teknologi
baru. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih
mudah menyerap teknologi baru dan memiliki pengetahuan yang lebih
luas sehingga melalui kemampuannya tersebut dapat meningkatkan
pembangunan di daerah. Keadaan tingkat pendidikan di suatu daerah
sangat dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya yaitu kesadaran akan
pentingnya pendidikan, fasilitas yang tersedia dan keadaan sosial
ekonomi. Berikut data mengenai keadaan penduduk menurut tingkat
pendidikan di Kabupaten Cilacap.
Tabel 14. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Cilacap
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Belum/Tidak Pernah Sekolah 134.026 8,13 2. Belum/Tidak Tamat SD 429.307 26,04 4. SD Sederajat 664.722 40,32 5. SLTP Sederajat 237.505 14,40 6. SLTA Sederajat 154.772 9,39 7. D1/D2 6.558 0,40 8. D3/Akademi 9.085 0,55 9. D4/S1 ke atas 12.757 0,77
Jumlah 1.648.732 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan, jumlah penduduk yang menempuh pendidikan
semakin menurun. Hal ini dapat dikarenakan keadaan sosial ekonomi dan
masih rendahnya kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan.
Namun, pada Tabel 14 tingkat pendidikan D4/S1 ke atas mengalami
peningkatan karena pada umumnya penduduk lulusan SLTA sederajat
lebih banyak memilih langsung melanjutkan ke tingkat pendidikan yang
tertinggi, yaitu D4/S1 ke atas daripada melanjutkan pendidikan ke D1/D2
atau D3/Akademi. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Cilacap
menempuh pendidikan sampai tingkat SD sederajat, yaitu sebesar 664.722
jiwa (40,32%). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
ditempuh oleh penduduk Kabupaten Cilacap adalah D1/D2, sebesar 6.558
jiwa (0,40%).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan pola pikir
dan tingkat pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dapat menjadikan seseorang memiliki kemampuan pola pikir yang lebih
maju dan pengetahuan yang lebih luas. Rata-rata tingkat pendidikan
produsen ikan asin hanya lulus SD atau SLTP tetapi dengan tingkat
pendidikan yang tidak terlalu tinggi usaha pengolahan ikan asin mampu
bertahan cukup lama dan hingga saat ini.
C. Keadaan Perikanan
Kabupaten Cilacap terletak di daerah pesisir pantai. Ketersediaan
sumberdaya perikanan di Kabupaten Cilacap cukup besar yang mencakup
dalam ekosistem marine/laut, pantai, trumbu karang (hutan tropis ekosistem
laut), estuarine (wilayah pesisir semi tertutup, seperti muara sungai, teluk dan
rawa pasang-surut), laguna (teluk semi tertutup), mangrove (sebagai jalur
hijau di wilayah pesisir), rawa, genangan dan sungai. Kegiatan produksi
perikanan meliputi penangkapan, budidaya, penanganan/pengolahan hasil
perikanan, distribusi dan pemasaran. Kegiatan usaha penangkapan meliputi di
perairan laut dan di perairan umum, serta kegiatan usaha budidaya ikan di
tambak, di kolam dan di perairan umum berupa budidaya karamba.
Kecamatan Cilacap Selatan yang terletak dekat dengan pesisir pantai
memiliki produksi penangkapan ikan di laut yang terbesar.
Usaha penangkapan ikan di wilayah perairan pantai dilakukan hingga
jarak ± 12 mil laut dari garis pantai hingga pada kedalaman (isobath) 3-100 m
atau pada batas garis wilayah perairan teritorial Indonesia (Dinas Kelautan
dan Perikanan, 2008). Potensi sumberdaya ikan di perairan laut selatan
Kabupaten Cilacap diperkirakan 72.000 ton, sedangkan pemanfaatan oleh
nelayan Cilacap baru mencapai: 14.982,2 ton (21%) per tahun berdasarkan
perhitungan statistik perikanan Kabupaten Cilacap tahun 2009, pemanfaatan
potensi sumberdaya ikan tersebut diantaranya: (1) jenis ikan pelagis besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
meliputi : Tuna, Cakalang, Tongkol, Tengiri, Marline, Layaran, Lemadang,
Cucut, sebesar 7.131,5 ton/tahun, (2) jenis ikan pelagis kecil meliputi:
Lemuru, Layang/Selar, Kembung, Teri, Tetengkek, Kuwe, Ubur-ubur, Cumi-
cumi sebesar 2.232,8 ton/tahun,serta (3) jenis ikan demersal meliputi :
Udang, Kakap, Pari, Kerapu, Layur, Tigawaja, Petek, Bawal, Tembang,
Lidah, Bloso, Remang, Manyung, Keong, Udang, Rajungan, dan Kepiting
sebesar 5.618,3 ton/tahun. Berikut data mengenai produksi penangkapan ikan
di laut di setiap kecamatan tahun 2008.
Tabel 15. Produksi Penangkapan Ikan di Laut Menurut Kecamatan Tahun 2008
Kecamatan Produksi (kg) Nilai (Rp) Dayeuhluhur - - Wanareja - - Majenang - - Cimanggu - - Karangpucung - - Cipari - - Sidareja - - Kedungreja - - Patimuan - - Gandrungmangu - -s Bantarsari - - Kawunganten - - Kampung Laut - - Jeruklegi - - Kesugihan 173.265,32 765.031,23Adipala - - Maos - - Sampang - -Kroya - - Binangun - - Nusawungu 554.716,50 3.980.707,53Cilacap Selatan 3.780.745,67 28.154.673,90 Cilacap Tengah - - Cilacap Utara 1.321.567,09 8.041.923,49
Jumlah 5.830.294,58 40.942.336,15
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, 2008
Berdasarkan Tabel 15, produksi penangkapan ikan laut terbesar di
Kecamatan Cilacap Selatan sebesar 3.780.745,67 kg dan yang paling rendah
di Kecamatan Kesugihan 173.265,32 kg. Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap
Utara, Nusawungu dan Kesugihan terletak di bagian selatan Kabupaten
Cilacap, dekat pesisir dan merupakan wilayah topografi terendah di
Kabupaten Cilacap dengan ketinggian antara 6-12 mdpl. Ketersediaan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
baku ikan yang terdapat di Kecamatan Cilacap Selatan menjadi faktor
pendukung dalam menyediakan bahan baku untuk usaha pengolahan ikan
asin di Kecamatan Cilacap Selatan.
D. Keadaan Sarana Perekonomian
1. Keadaan Sarana Perdagangan
Keadaan perekonomian Kabupaten Cilacap dapat dilihat dari
keadaan sarana perekonomian yang memadai di daerah tersebut, salah
satunya sarana perdagangan. Keadaan sarana perdagangan yang memadai
akan memperlancar arus perdagangan atau memperlancar arus pemasaran
di daerah tersebut. Berikut data mengenai sarana perdagangan di
Kabupaten Cilacap.
Tabel 16. Sarana Perdagangan di Kabupaten Cilacap pada Tahun 2008 No Sarana Perdagangan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pasar Umum Pasar Hewan Pasar Ikan Pasar Swalayan Departement Store Pasar lain-lain
30 2 1
42 2
82 Jumlah 159
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa di Kabupaten Cilacap
tercatat sebanyak 159 jumlah pasar, yang terdiri dari 30 pasar umum, 2
pasar hewan, 1 pasar ikan, 42 pasar swalayan, 2 departement store, dan
sisanya pasar lain-lain. Keberadaan pasar-pasar tersebut dapat membantu
dalam memperlancar pemasaran produk-produk yang dihasilkan di
Kabupaten Cilacap, salah satunya ikan asin. Pasar ikan yang berada di
sepanjang Pantai Teluk Penyu dimanfaatkan oleh produsen ikan asin yang
berada di sekitar Pantai Teluk Penyu dalam memasarkan produk ikan asin.
2. Keadaan Sarana Perhubungan
Kelancaran kegiatan perekonomian di Kabupaten Cilacap
berkaitan erat dengan keadaan sarana perhubungan yang dimiliki. Salah
satu sarana perhubungan yang sangat penting dalam mendukung
kelancaran kegiatan perekonomian adalah jalan. Jalan merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
prasarana pokok pengangkutan darat untuk kelancaran arus barang dan
jasa serta mobilitas penduduk antar wilayah atau lokasi. Berikut data
mengenai keadaan jalan raya di Kabupaten Cilacap.
Tabel 17. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan, Kondisi Jalan dan Kelas Jalan di Kabupaten Cilacap Tahun 2008
No Kriteria Jalan Panjang Jalan (km) 1. Jenis Permukaan a. Diaspal 1.181,173 b. Kerikil 0,00 c. Tanah 0,00 d. Tidak Diperinci 0,00 Jumlah 1.181,173
2. Kondisi Jalan a. Baik 611,585 b. Sedang 172,547 c. Rusak
d. Rusak Berat163,305 233,736
Jumlah 1.181,173 3. Kelas Jalan a. Kelas I - b. Kelas II - c. Kelas III - d. Kelas III A - e. Kelas III B - f. Kelas III C 1.181,173 g. Tidak Diperinci - Jumlah 1.181,173
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap, 2008
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa jenis permukaan di
Kabupaten Cilacap yang diaspal sepanjang 1.181,173 km dengan kondisi
jalan yang bervariasi. Jalan berkondisi baik sepanjang 611,585 km,
sedang 172,547 km, rusak 163,305 km dan rusak berat 233,736 km.
Sedangkan, kelas jalan di Kabupaten Cilacap tergolong kelas III C dengan
panjang jalan 1.181.173 km. Keadaan sarana perhubungan yang cukup
baik dengan ditandai kondisi jalan yang sebagian besar baik dan telah
diaspal menandakan bahwa arus perhubungan di Kabupaten Cilacap
cukup lancar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin
1. Identitas Responden
Identitas responden merupakan gambaran secara umum mengenai
latar belakang responden. Responden dalam penelitian ini adalah produsen
ikan asin yang masih aktif dalam menjalankan usaha pengolahan ikan asin
di Kabupaten Cilacap. Identitas responden yang dikaji dalam penelitian ini
meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga,
jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, jumlah tenaga kerja
keluarga, jumlah tenaga kerja keseluruhan dan lama mengusahakan.
Berikut data mengenai identitas responden.
Tabel 18. Identitas Responden pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Uraian Rata-rata per Responden 1. Umur responden (thn) 52,33 2. Lama pendidikan (thn) 7,40 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 4,00
4. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi (orang)
1,00
5. Jumlah tenaga kerja luar keluarga (orang) 4,00 6. Jumlah tenaga kerja keseluruhan (orang) 5,00 7. Lama mengusahakan (thn) 25,80
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui umur rata-rata responden
adalah 52,33 tahun, yang tergolong usia produktif sehingga produktivitas
kerja masih cukup tinggi. Hal itu berkaitan dengan kemampuan fisik
dalam melakukan kegiatan pengolahan ikan asin sehingga diharapkan
dengan produktivitas kerja yang masih cukup tinggi dapat
mengembangkan usaha pengolahan ikan asin.
Sebagian besar produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap pernah
menempuh pendidikan formal. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh
produsen adalah 7,40 tahun, artinya rata-rata produsen ikan asin telah
menempuh pendidikan hingga tingkat SMP atau lulus SD. Tingkat
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
pendidikan yang ditempuh sebenarnya tidak memberikan pengaruh yang
cukup besar pada usaha pengolahan ikan asin karena walaupun produsen
ikan asin hanya memiliki tingkat pendidikan yang rendah tetapi jika
memiliki pengalaman usaha yang baik dapat berpengaruh pada
kelangsungan usaha pengolahan ikan asin.
Rata-rata jumlah keluarga produsen ikan asin sebanyak 4 orang.
Hal ini berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja keluarga yang akan
digunakan dalam usaha pengolahan ikan asin. Rata-rata jumlah anggota
keluarga yang aktif dalam produksi sebanyak 1 orang. Anggota keluarga
yang ikut aktif dalam produksi adalah suami dan/atau istri. Suami berperan
dalam membantu proses penjemuran ikan asin. Sedangkan, istri berperan
dalam membantu proses pembelahan, pencucian dan pengemasan. Namun,
terkadang hanya suami yang ikut aktif dalam produksi atau istri saja yang
aktif karena istri hanya sebagai ibu rumah tangga atau suami yang
berprofesi sebagai nelayan.
Jumlah tenaga kerja luar keluarga yang digunakan rata-rata
sebanyak 4 orang. Hal ini dikarenakan usaha pengolahan ikan asin
membutuhkan banyak tenaga kerja dan tidak mungkin hanya
mengandalkan tenaga kerja keluarga. Sedangkan, jumlah tenaga kerja
keseluruhan yang digunakan rata-rata sebanyak 5 orang, yang terdiri dari
tenaga kerja keluarga ditambah tenaga kerja luar keluarga. Sebagian besar
tenaga kerja pada usaha pengolahan ikan asin adalah perempuan karena
perempuan lebih telaten dan terampil dalam melakukan proses
pembelahan dan pencucian. Berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut,
maka usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap ini tergolong ke
dalam industri kecil.
Rata-rata lama mengusahakan usaha pengolahan ikan asin adalah
25,80 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan usaha pengolahan
ikan asin sudah cukup lama dan telah mampu menopang kebutuhan hidup
produsen ikan asin. Pengalaman usaha yang cukup lama memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan usaha pengolahan ikan
asin tersebut.
2. Karakteristik Usaha Pengolahan Ikan Asin
Karakteristik usaha pengolahan ikan asin memberikan gambaran
umum mengenai latar belakang usaha pengolahan ikan asin yang
dilakukan oleh responden di Kabupaten Cilacap. Karakteristik usaha
pengolahan ikan asin meliputi status usaha, alasan utama mengusahakan,
sumber modal, pengadaan bahan baku dan lain-lain. Berikut data
mengenai status usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 19. Status Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap No. Status Usaha Jumlah (Responden) Persentase (%) 1. 2.
Utama Sampingan
30 0
100 0
Jumlah 30 100
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa seluruh responden
(30 responden) menjadikan usaha pengolahan ikan asin sebagai usaha
utama. Usaha pengolahan ikan asin ini dikatakan sebagai usaha utama
karena anggota keluarga yang terdiri dari suami dan istri lebih banyak
mencurahkan waktu kerjanya dalam usaha pengolahan ikan asin tersebut.
Meskipun beberapa kepala keluarga (suami) ada yang berprofesi sebagai
nelayan, tetapi usaha pengolahan ikan asin ini tetap dijadikan sebagai
usaha utama karena suami lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya
dalam usaha pengolahan ikan asin tersebut. Selain itu, penghasilan yang
diperoleh dari usaha pengolahan ikan asin merupakan sumber penghasilan
utama dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Responden memiliki berbagai alasan dalam menjalankan usaha
pengolahan ikan asin, antara lain yaitu lebih menguntungkan, usaha
warisan, tidak memiliki pekerjaan lain, pengalaman sebagai buruh dan
lainnya. Berikut data mengenai alasan responden mengusahakan usaha
pengolahan ikan asin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 20. Alasan Utama Mengusahakan Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Alasan Usaha Jumlah (Responden)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4.
5.
Lebih menguntungkan Usaha warisan Tidak mempunyai pekerjaan lain Pengalaman sebagai buruh pengolahan ikan asin Lainnya : menambah penghasilan suami
13 11
0 0 6
43,33 36,67
0 0
20,00 Jumlah 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa responden memiliki
beberapa alasan dalam menjalankan usaha pengolahan ikan asin.
Responden yang beralasan bahwa usaha pengolahan ikan asin ini lebih
menguntungkan sebanyak 13 responden (43,33%). Usaha pengolahan ikan
asin tersebut dikatakan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan
usaha pengolahan hasil perikanan lainnya yang ada di Kabupaten Cilacap.
Oleh karena itu, dari berbagai unit pengolah hasil perikanan yang berada
di Kabupaten Cilacap seperti pengalengan, pembekuan,
penggaraman/pengeringan, pemindangan, pengasapan/pemanggangan,
peragian/fermentasi, penanganan produk segar dan lainnya, tetapi sebagian
besar bergerak dalam usaha penggaraman/pengeringan atau yang lebih
dikenal dengan usaha pengolahan ikan asin, yaitu sebanyak 60 unit dari 96
unit pengolah.
Responden yang beralasan bahwa usaha pengolahan ikan asin yang
dijalankan merupakan usaha warisan, sebanyak 11 responden (36,67%).
Usaha pengolahan ikan asin ini merupakan usaha turun temurun dari
keluarga responden. Sedangkan sisanya, sebanyak 6 responden (20%)
beralasan untuk menambah penghasilan suami, di mana suami memiliki
mata pencaharian sebagai nelayan. Namun, mata pencaharian nelayan dari
suami merupakan usaha sampingan karena suami lebih banyak
mencurahkan waktu kerjanya pada usaha pengolahan ikan asin.
Modal memiliki peranan yang penting dalam menjalankan suatu
usaha, seperti usaha pengolahan ikan asin juga memerlukan modal. Modal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
yang digunakan dapat berasal dari modal pribadi maupun modal pinjaman.
Berikut data mengenai sumber modal pada usaha pengolahan ikan asin.
Tabel 21. Sumber Modal pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Uraian Jumlah (Responden) Prosentase (%) 1. 2.
Modal pribadi Pinjaman
30 0
100,00 0,00
Jumlah 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa 100% responden atau
sebanyak 30 responden menggunakan modal pribadi dalam menjalankan
usahanya. Responden lebih memilih menggunakan modal pribadi
dikarenakan modal pinjaman memiliki bunga yang tinggi, sekitar 2% per
bulan. Oleh karena itu, responden memilih menggunakan modal pribadi
agar tidak memiliki tanggungan untuk membayar modal pinjaman
tersebut.
Bahan baku utama yang digunakan dalam usaha pengolahan ikan
asin adalah ikan segar. Berikut data mengenai pengadaan bahan baku, cara
pembelian, sistem pengadaan dan cara pembayaran bahan baku.
Tabel 22. Pengadaan, Cara Pembelian, Sistem Pengadaan, dan Cara Pembayaran Bahan Baku pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
Sumber : Analisis Data Primer
No. Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Pengadaan Bahan Baku a. Beli di TPI 30 100 b. Beli melalui pedagang perantara 0 0 Total 30 100
2 Cara Pembelian a. Diantar 0 0 b. Langsung datang ke TPI 30 100 Total 30 100
3 Sistem Pengadaan Bahan Baku a. Untuk 1 kali produksi 30 100 b. Untuk > 1 kali produksi 0 0 Total 30 100
4 Cara Pembayaran a. Tunai di muka 30 100 b. Tunai di belakang 0 0 Total 30 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa pengadaan bahan baku
untuk usaha pengolahan ikan asin dilakukan dengan membeli di TPI.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dituju oleh para produsen untuk
membeli bahan baku adalah TPI PPNC (Pelabuhan Perikanan Nelayan
Cilacap), TPI Tegalkatilayu, TPI Sentolokawat dan TPI Sidakaya. Ikan
segar hasil tangkapan nelayan yang baru diturunkan dari kapal kemudian
dilelang kepada para pengolah. Para pengolah membeli dengan langsung
datang ke TPI dan ikan yang telah dibeli biasanya dibawa/diangkut oleh
pengolah dengan menggunakan motor, pick up atau becak yang sudah
menjadi langganan para pengolah. Para pengolah membeli bahan baku
hanya untuk 1 kali produksi karena jika ikan yang digunakan tidak segar
akan mempengaruhi kualitas produksi ikan asin. Pembayaran dilakukan di
muka secara tunai oleh para pengolah. Pembayaran dilakukan secara tunai
di TPI setelah para pengolah mendapatkan ikan segar yang dilelang
tersebut. Dengan kata lain, para pengolah membayar langsung ikan segar
tersebut di TPI dan tidak membayar secara tunai di belakang, ketika hasil
ikan olahan (ikan asin) telah habis terjual.
B. Peralatan Usaha Pengolahan Ikan Asin
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi ikan asin secara
umum adalah peralatan yang sederhana dan merupakan milik pribadi sehingga
produsen ikan asin tidak perlu menyewa peralatan. Peralatan yang digunakan
antara lain sebagai berikut :
1. Pisau
Alat ini digunakan untuk membelah ikan yang akan diasinkan.
2. Ember
Alat ini digunakan pada saat pencucian. Ikan yang telah dibelah/digarami
kemudian dicuci dengan menggunakan ember yang telah diisi air.
3. Fish Basket/Keranjang
Alat ini digunakan untuk menampung ikan yang telah dicuci bersih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
4. Bak Rendam
Alat ini digunakan untuk merendam ikan yang digarami. Alat ini
merupakan bangunan dari semen yang menyerupai bak dan memiliki
kapasitas 1 ton.
5. Blong/Drum Plastik
Alat ini digunakan untuk mengangkut ikan segar dari TPI atau dapat juga
digunakan untuk merendam ikan yang digarami.
6. Widig
Alat ini terbuat dari anyaman bambu yang digunakan untuk menjemur
ikan yang telah digarami. Alat ini berukuran sekitar 150 cm x 70 cm.
C. Proses Produksi Ikan Asin
Kegiatan produksi usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap
merupakan kegiatan usaha yang dilakukan setiap hari. Bahan baku utama
dalam usaha pengolahan ikan asin adalah ikan segar yang diperoleh dengan
cara membeli di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Jenis ikan yang digunakan
antara lain yaitu Ikan Jambal, Tiga Wajah, Bilis, Pari, Teri, Layur, Lendra,
Tanjan, Semenit, Kunir Merah, dan Bentong. Bahan baku yang digunakan
harus berupa ikan segar karena hal ini akan mempengaruhi kualitas produksi
ikan asin. Kegiatan produksi ikan asin mengenal dua musim yaitu musim sepi
dan musim ramai. Jika produsen mengalami kesulitan dalam memperoleh
bahan baku ketika musim sepi, beberapa produsen menggunakan bahan baku
dengan membeli dari luar kota, seperti Tegal, Batang dan Pekalongan. Usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap pada umumnya dilakukan secara
alami yaitu menggunakan sinar matahari dalam proses pengeringan. Langkah-
langkah dalam proses produksi ikan asin dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Ikan segar yang telah dibeli kemudian dibelah, dibersihkan isi perutnya
dan dibuang kepalanya. Akan tetapi, ada juga jenis ikan yang tidak perlu
dibelah seperti Teri, Layur dan Bilis yang berukuran kecil. Proses
pembelahan ikan sangat memerlukan keterampilan agar diperoleh bentuk
ikan asin yang baik dan menarik secara penampakan visual, yaitu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
menghasilkan hasil belahan ikan yang rapi dan contohnya seperti pada
Ikan Pari, yang dapat dibentuk menyerupai bunga sehingga lebih menarik.
2. Ikan yang telah dibelah kemudian dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan sisa-sisa isi perut atau kotoran yang lain.
3. Proses selanjutnya adalah penggaraman. Ikan digarami dan direndam
dalam bak rendam selama kurang lebih tiga hari. Jumlah garam yang
digunakan adalah sepertiga dari berat ikan. Pada saat perendaman
sebaiknya ikan ditata rapi agar ikan yang dibelah tidak kembali menutup.
4. Setelah kurang lebih 3 hari ikan direndam, ikan dicuci kembali dengan air
bersih agar tidak ada sisa-sisa garam yang menempel pada ikan. Pencucian
dilakukan dengan cara ikat disikat dan dibilas dengan air. Perlakuan ini
dilakukan kurang lebih selama tiga kali berturut-turut karena diharapkan
ikan benar-benar telah bersih.
5. Ikan yang telah bersih dicuci, kemudian ditata rapi di atas widig, lalu
dijemur selama 1-2 hari. Jika ikan asin telah kering, ikan asin dapat
dikemas agar dapat langsung dijual.
D. Pemasaran Ikan Asin
Pemasaran ikan asin di Kabupaten Cilacap dilakukan sendiri secara
langsung, tanpa melalui pedagang perantara. Pembeli biasanya datang
langsung ke produsen, baik yang sudah berlangganan maupun yang belum
berlangganan. Hal tersebut menguntungkan karena dapat mengurangi biaya
transportasi untuk pemasaran. Selain itu, produk ikan asin akan lebih cepat
sampai ke konsumen dan tidak perlu menyimpan terlalu lama di dalam
gudang.
Ikan asin mengenal dua musim yaitu musim ramai (Juni-September)
dan musim sepi (Januari-Mei dan Oktober-Desember). Jika produsen
mengalami kelebihan stok pada musim ramai, produsen akan memasarkan
ikan asin hingga ke luar kota, seperti Jakarta. Namun, pada saat ini produsen
sudah tidak memasarkan produknya ke luar kota karena keterbatasan
kemampuan fisik yang disebabkan oleh faktor usia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Pemasaran ikan asin di Kabupaten Cilacap dilakukan dengan langsung
berhubungan dengan konsumen, baik konsumen lokal maupun konsumen dari
luar kota, seperti konsumen yang berasal dari daerah Jawa Barat dan
Kabupaten Banjarnegara. Seluruh konsumen membeli dengan datang langsung
ke produsen. Selain itu, ada juga produsen yang memiliki toko sehingga
pemasaran ikan asin dilakukan melalui toko tersebut. Keuntungannya dengan
memiliki toko sebagai tempat penjualan atau pemasaran ikan asin adalah dapat
menarik konsumen lebih banyak serta mudah dikenali dan diingat oleh
konsumen melalui nama toko tersebut.
E. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin
1. Analisis Biaya
a. Biaya Tetap
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak bergantung pada
perubahan jumlah produksi, misalnya biaya penyusutan peralatan.
(Suryani et al, 2005). Biaya tetap dalam usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap meliputi biaya tenaga kerja, biaya penyusutan
peralatan dan bunga modal investasi. Rata-rata biaya tetap yang
dikeluarkan oleh produsen ikan asin adalah sebagai berikut:
Tabel 23. Rata-rata Biaya Tetap pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Jenis Biaya Tetap Rata-rata (Rp/bulan)
Persentase (%)
1. Tenaga Kerja 3.830.000,00 97,68 a. Pembelahan dan Pencucian 1.245.000,00 31,75 b. Perendaman dan Penjemuran 1.555.000,00 39,66 c. Pengemasan 1.030.000,00 26,27
2. Penyusutan Peralatan 44.083,33 1,12 3. Bunga Modal Investasi 47.233,53 1,20
Jumlah 3.921.316,87 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa rata-rata biaya tetap
terbesar dalam satu bulan pada usaha pengolahan ikan asin adalah
biaya tenaga kerja, yaitu sebesar Rp 3.830.000,00 (97,68%) yang
terbagi dalam tenaga kerja pembelahan dan pencucian sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Rp 1.245.000,00 (31,75%), perendaman dan penjemuran
Rp 1.555.000,00 (39,66%), serta pengemasan Rp 1.030.000,00
(26,27%). Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja keluarga
dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga
biasanya merupakan tetangga atau saudara dari produsen ikan asin
yang diketahui telah berpengalaman dalam proses produksi ikan asin.
Upah tenaga kerja keluarga ditetapkan berdasarkan upah tenaga kerja
luar keluarga. Upah yang diberikan berupa upah harian. Tingkat upah
pekerja laki-laki berkisar antara Rp 20.000,00–Rp 30.000,00 dan
tingkat upah pekerja perempuan berkisar Rp 15.000,00–Rp 25.000,00.
Rata-rata biaya tenaga kerja tertinggi yang dikeluarkan pada usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap dalam satu bulan adalah
biaya tenaga kerja perendaman dan penjemuran. Sedangkan, rata-rata
biaya tenaga kerja terendah dalam satu bulan adalah biaya tenaga kerja
pengemasan. Hal ini dikarenakan sebagian besar proses perendaman
dan penjemuran dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki yang tingkat
upahnya lebih tinggi daripada perempuan. Sedangkan pada proses
pengemasan dilakukan oleh tenaga kerja perempuan yang tingkat
upahnya lebih rendah daripada tenaga kerja laki-laki.
Biaya tetap terbesar kedua adalah biaya bunga modal investasi
sebesar Rp 47.233,53 (1,20%) dan diikuti biaya penyusutan peralatan,
besarnya rata-rata per bulan yaitu Rp 44.083,33 (1,12%). Biaya modal
investasi dan biaya penyusutan peralatan pada kenyataannya tidak
perlu dihitung karena merupakan biaya yang tidak benar-benar
dikeluarkan oleh produsen. Namun, karena menggunakan konsep
keuntungan biaya bunga modal investasi dan biaya penyusutan
peralatan tetap harus dihitung. Produsen ikan asin memerlukan
peralatan untuk melakukan proses produksi. Peralatan yang digunakan
berupa peralatan sederhana, yang memiliki umur ekonomis cukup
panjang antara 1-10 tahun. Peralatan yang digunakan meliputi pisau,
ember, fish basket, bak rendam, blong dan widig.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Bunga modal investasi adalah nilai atas bunga modal yang
dimiliki oleh produsen. Perhitungan bunga modal investasi ini
berdasarkan suku bunga pinjaman Bank BRI pada bulan Juli 2010
yaitu sebesar 1,93% per bulan. Hal ini dikarenakan pelaksanaan
penelitian pada bulan Juli 2010.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen
ikan asin yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksi
ikan asin yang dihasilkan. Biaya variabel ikan asin terdiri dari biaya
bahan baku utama, biaya bahan baku pelengkap, biaya pengemasan,
dan biaya transportasi. Berikut data mengenai biaya variabel pada
usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 24. Rata-rata Biaya Variabel pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Jenis Biaya Variabel Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. Bahan Baku Utama (Ikan) 14.306.666,67 92,202. Bahan Baku Pelengkap (Garam) 811.111,33 5,23 4. Pengemasan 68.833,33 0,44 5. Transportasi 330.150,00 2,13
Jumlah 15.516.761,33 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa besarnya biaya variabel
yang dikeluarkan per bulan rata-rata sebesar Rp 15.516.761,33. Biaya
variabel terbesar yang dikeluarkan pada usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap adalah biaya bahan baku utama ikan, besarnya per
bulan rata-rata Rp 14.306.666,67 (92,20%). Jenis ikan yang digunakan
untuk bahan baku pembuatan ikan asin terdiri dari berbagai macam
dengan harga yang bervariasi, yaitu Jambal (Rp 10.000,00/kg), Tiga
Wajah (Rp 2.500,00/kg), Bilis (Rp 1.500,00/kg), Pari
(Rp 5.000,00/kg), Teri (Rp 4.000,00/kg), Layur (Rp 3.000,00/kg),
Lendra (Rp 2.500,00/kg), Tanjan (Rp 2.000,00/kg), Semenit
(Rp 2.000,00/kg), Kunir Merah (Rp 2.200,00/kg), dan Bentong
(Rp 6.500,00/kg). Tinggi rendahnya biaya bahan baku utama ikan
sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga ikan segar. Jika harga ikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
segar meningkat dapat berdampak pada tingginya biaya bahan baku
ikan segar yang akan dikeluarkan oleh produsen dan sebaliknya, jika
harga ikan segar menurun, maka biaya bahan baku ikan segar yang
dikeluarkan juga menurun.
Bahan pelengkap yang digunakan dalam usaha pengolahan ikan
asin adalah garam, dengan perbandingan 1 : 3 terhadap berat ikan.
Besarnya biaya bahan pelengkap (garam) yang dikeluarkan rata-rata
per bulan adalah Rp 811.111,33 (5,23%). Garam sebagai bahan
pelengkap digunakan untuk mengasinkan ikan. Garam yang digunakan
pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap adalah garam
krosok yang berasal dari Pati, dibeli dengan harga Rp 500,00/kg. Biaya
bahan pelengkap garam merupakan biaya variabel terbesar kedua. Hal
ini dikarenakan garam merupakan komponen bahan pelengkap yang
penting bagi usaha pengolahan ikan asin.
Biaya pengemasan adalah biaya variabel terendah yang
dikeluarkan oleh produsen. Biaya pengemasan rata-rata per bulan
adalah Rp 68.833,33 (0,44%). Jenis kemasan yang digunakan oleh
produsen terdiri dari berbagai macam yaitu plastik, kardus, keranjang
bambu dan kertas semen. Jenis kemasan tersebut dipilih karena praktis
dan mampu menjaga kualitas ikan asin agar tetap kering dan tidak
mudah rusak. Namun, kemasan ikan asin yang digunakan tersebut
kurang menarik karena sebagian besar kemasan produk ikan asin di
Kabupaten Cilacap tidak berlabel/bermerk. Sebagian besar produsen
tidak memberikan label atau merk pada produknya karena para
produsen menganggap bahwa tanpa label/merk, produknya telah dapat
dikenali konsumen melalui percakapan masyarakat dari mulut ke
mulut sehingga produknya dapat laku terjual dan memiliki jumlah
pelanggan yang tidak sedikit.
Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh produsen rata-rata per
bulan sebesar Rp 330.150,00 (2,13%). Rata-rata biaya transportasi per
bulan yang dikeluarkan oleh produsen digunakan untuk biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
transportasi dalam pembelian bahan baku ikan. Jenis transportasi yang
digunakan oleh produsen adalah becak, pick up/truk dan motor.
c. Biaya Total
Biaya total merupakan biaya yang dikeluarkan oleh produsen
ikan asin secara keseluruhan. Berikut data mengenai rata-rata biaya
total per bulan pada usaha pengolahan ikan asin.
Tabel 25. Rata-rata Biaya Total pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Jenis Biaya Total Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. Biaya Tetap 3.921.316,87 20,17 2. Biaya Variabel 15.516.761,33 79,83
Jumlah 19.438.078,20 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa rata-rata biaya total per
bulan yang dikeluarkan oleh produsen ikan asin sebesar
Rp 19.438.078,20. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh produsen ikan
asin adalah biaya variabel sebesar Rp 15.516.761,33 (79,83%),
sedangkan rata-rata biaya tetap per bulan yang dikeluarkan oleh
produsen ikan asin adalah Rp 3.921.316,87 (20,17%). Besarnya biaya
variabel yang dikeluarkan responden dikarenakan adanya kenaikan
harga bahan baku ikan segar sebagai bahan baku utama akibat
ketersediaan ikan segar yang mulai menurun di pelelangan.
2. Analisis Penerimaan
Penerimaan yang diterima oleh produsen ikan asin adalah perkalian
antara jumlah produksi ikan asin yang dihasilkan dengan harga ikan asin.
Penerimaan yang diterima produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap
berasal dari penerimaan berbagai produk ikan asin yang dihasilkan antara
lain yaitu Jambal, Tiga Waja, Bilis, Pari, Teri, Layur, Tanjan, Lendra,
Semenit, Kunir Merah dan Bentong. Berikut data mengenai penerimaan
usaha pengolahan ikan asin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel 26. Penerimaan Menurut Jenis Ikan Asin pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No. Uraian Total Produksi(kg)
Harga per Satuan (Rp/kg)
Total Penerimaan
(Rp) 1. Ikan Jambal 3.180 50.000 159.000.000 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Ikan Tiga Wajah Ikan Bilis Ikan Pari Ikan Teri Ikan Layur Ikan Tanjan Ikan Lendra Ikan Semenit Ikan Kunir Merah Ikan Bentong
17.700 22.680
440 10.912 14.460 5.820 3.180
880 1.000 1.000
12.000 8.000
70.000 15.000 9.000 5.000
20.000 8.000 8.000
14.000
212.400.000 181.440.000
30.800.000 163.680.000 130.140.000
26.400.000 63.600.000 7.040.000 8.000.000
14.000.000Jumlah 81.252 219.000 996.500.000
Rata-rata 7.386,55 19.909,09 33.216.666,67
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 26 diketahui bahwa jumlah penerimaan pada
usaha pengolahan ikan asin sebesar Rp 996.500.000,00 dengan jumlah
produksi sebesar 81.252 kg dan jumlah harga Rp 219.000,00. Sedangkan,
rata-rata jumlah penerimaan sebesar Rp 33.216.666,67 dengan rata-rata
jumlah produksi per jenis ikan dalam satu bulan sebesar 7.386,55 kg dan
rata-rata harga per jenis ikan Rp 19.909,09. Total penerimaan tertinggi
adalah pada penerimaan ikan asin Tiga Wajah sebesar Rp 212.400.000,00
dan total penerimaan terendah pada ikan asin Semenit sebesar
Rp 7.040.000,00. Hal ini dipengaruhi oleh nilai total produksi yang
dihasilkan seluruh produsen dan harga jual ikan asin per satuan. Ikan asin
tiga wajah memiliki nilai penerimaannya tertinggi dikarenakan walaupun
total produksinya lebih rendah dari ikan asin bilis yang nilai total
produksinya sebesar 22.680 kg, tetapi harga ikan asin tiga wajah per
satuan sebesar Rp 12.000,00/kg lebih tinggi harganya dibandingkan ikan
asin bilis yang sebesar Rp 8.000,00/kg. Setiap jenis ikan asin memiliki
jumlah produksi, harga per satuan dan jumlah penerimaan yang bervariasi.
Hal ini dikarenakan setiap produsen memproduksi jenis ikan asin yang
berbeda-beda dengan harga setiap jenis ikan asin yang juga bervariasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Setiap produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap memproduksi
lebih dari satu jenis produk ikan asin sehingga penerimaan yang diperoleh
produsen berasal dari penerimaan beberapa produk ikan asin yang
dihasilkan. Setiap jenis ikan asin yang diproduksi memiliki harga jual yang
berbeda-beda, yaitu Ikan Jambal Rp 50.000,00/kg, Ikan Tiga Wajah
Rp 12.000,00/kg, Ikan Bilis Rp 8.000,00/kg, Ikan Pari Rp 70.000,00/kg,
Ikan Teri Rp 15.000,00/kg, Ikan Layur Rp 9.000,00/kg, Ikan Tanjan
Rp 5.000,00/kg, Ikan Lendra Rp 20.000,00/kg, Ikan Semenit
Rp 8.000,00/kg, Ikan Kunir Merah Rp 8.000,00/kg dan Ikan Bentong
Rp 14.000,00/kg.
3. Analisis Keuntungan
Keuntungan yang diperoleh usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap merupakan selisih antara total penerimaan dengan
selisih biaya total. Untuk mengetahui besarnya keuntungan dapat dilihat
pada Tabel 27 berikut ini.
Tabel 27. Keuntungan Rata-rata pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No Uraian Rata-rata Per Produsen (Rp) 1 Penerimaan 33.216.666,67 2 Biaya Total 19.438.078,20
Keuntungan 13.778.588,47
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui penerimaan rata-rata per
produsen dalam satu bulan sebesar Rp 33.216.666,67 dan biaya total rata-
rata per produsen dalam satu bulan sebesar Rp 19.438.078,20 sehingga
keuntungan rata-rata per produsen dalam satu bulan Rp 13.778.588,47.
Keuntungan yang diperoleh setiap produsen berbeda-beda karena
perbedaan penerimaan total yang diterima dan biaya total yang
dikeluarkan setiap produsen. Perhitungan ini menggunakan konsep
keuntungan, maka biaya yang sebenarnya tidak benar-benar dikeluarkan
oleh produsen, yaitu biaya penyusutan peralatan, biaya bunga modal
investasi, dan biaya tenaga kerja keluarga tetap dihitung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
4. Analisis Efisiensi
Efisiensi usaha pengolahan ikan asin di Kebupaten Cilacap
merupakan perbandingan antara rata-rata penerimaan total yang diterima
oleh produsen dengan rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh
produsen. Berikut data yang menunjukkan besarnya efisiensi usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 28. Efisiensi Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap No Uraian Rata-rata Per Produsen (Rp) 1 Penerimaan 33.216.666,67 2 Biaya Total 19.438.078,20
Efisiensi Usaha 1,71
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui bahwa nilai efisiensi usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap sebesar 1,71. Hal tersebut
berarti usaha pengolahan ikan asin yang dijalankan sudah efisien karena
nilai efisiensi lebih dari satu. Nilai efisiensi usaha 1,71 berarti bahwa
setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh produsen akan didapatkan
penerimaan 1,71 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
5. Analisis Risiko
Risiko yang terjadi pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap adalah kemungkinan terjadinya kondisi merugi yang dihadapi oleh
produsen. Risiko dapat dihitung secara statistik yaitu dengan
menggunakan ukuran keragaman (variance) atau simpangan baku (standar
deviation). Simpangan baku merupakan besarnya fluktuasi keuntungan
yang mungkin diperoleh dari keuntungan rata-rata atau dengan kata lain
merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung. Hubungan antara
simpangan baku dan keuntungan dapat diukur dengan koefisien variasi
(CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien variasi merupakan
perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan jumlah
keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang
ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien variasi
menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung semakin besar
dibanding dengan keuntungannya. Sedangkan batas bawah keutungan (L)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
menunjukkan nilai nominal keuntungan terendah yang mungkin diterima
oleh pengusaha (Hernanto, 1993). Berikut data mengenai risiko pada usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap.
Tabel 29. Risiko Usaha dan Batas Bawah Keuntungan pada Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Cilacap
No Uraian Rata-rata 1 Keuntungan (Rp) 13.778.588,47 2 Simpangan Baku (Rp) 10.317.715,47 3 Koefisien Variasi 0,75 4 Batas Bawah Keuntungan (Rp) -6.856.843,41
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui bahwa keuntungan rata-rata
yang diperoleh dalam satu bulan pada usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap sebesar Rp 13.778.588,47. Dengan demikian, dapat
diketahui nilai simpangan baku sebesar Rp 10.317.715,47. Perhitungan
keuntungan dan simpangan baku tersebut kemudian dapat diketahui nilai
koefisien variasi sebesar 0,75 dari nilai keuntungan rata-rata dan batas
bawah keuntungan sebesar minus Rp 6.856.843,41. Nilai koefisien variasi
dan batas bawah keuntungan secara tidak langsung menyatakan aman
tidaknya modal yang ditanam dari kemungkinan kondisi merugi. Nilai
koefisien variasi dan batas bawah keuntungan pada usaha pengolahan ikan
asin di Kabupaten Cilacap tersebut menunjukkan bahwa CV>0,5 dan L<0,
yang berarti bahwa produsen memiliki peluang kerugian dalam setiap
proses produksi yang dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap memiliki risiko yang tinggi
untuk dijalankan. Batas bawah keuntungan sebesar minus Rp 6.856.843,41
menunjukkan produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap harus berani
menanggung kerugian sebesar Rp 6.856.843,41.
Besarnya risiko yang harus ditanggung oleh usaha pengolahan ikan
asin di Kabupaten Cilacap tersebut dikarenakan adanya berbagai risiko
yang ada, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
a. Risiko Harga
Risiko harga yang dihadapi oleh produsen ikan asin di Kabupaten
Cilacap terkait dengan harga bahan baku ikan segar dan harga bahan
pelengkap (garam) yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh
ketersediaan bahan baku ikan segar dan bahan baku pelengkap
(garam). Ketersediaan bahan baku ikan segar sangat bergantung pada
musim. Ketika musim rame, ketersediaan ikan segar melimpah, tetapi
pada saat musim paceklik ketersediaan ikan segar menurun dan hal ini
akan berdampak pada harga ikan segar. Sedangkan, ketersediaan bahan
baku pelengkap (garam) sangat bergantung pada cuaca. Ketika cuaca
mendung, akan menghambat pada proses penjemuran garam sehingga
akan mempengaruhi ketersediaan garam dan akan berdampak pada
harga garam. Bahan pelengkap (garam) yang digunakan adalah garam
krosak yang harganya Rp 500,00/kg, jika ketersediaan garam menurun
maka harganya akan naik mencapai Rp 2.000,00/kg.
Harga bahan baku ikan segar dan bahan pelengkap (garam) akan
meningkat ketika ketersediaan bahan baku ikan segar dan bahan baku
pelengkap (garam) menurun dan sebaliknya. Jika ketersediaan bahan
baku ikan segar dan bahan baku pelengkap (garam) meningkat, maka
harganya menurun. Hal ini berdampak pada harga jual ikan asin yang
diproduksi. Jika harga bahan baku ikan segar dan bahan baku
pelengkap (garam) meningkat, maka harga jual ikan asin juga
meningkat. Sedangkan, jika harga bahan baku ikan segar dan bahan
baku pelengkap (garam) menurun, maka harga jual ikan asin juga
menurun. Langkah antisipasi yang dilakukan oleh produsen untuk
mengantisipasi risiko harga yang fluktuatif, hinggá saat penelitian
belum ada langkah konkret yang dilakukan karena risiko harga tersebut
sangat dipengaruhi oleh faktor alam.
b. Risiko Produksi
Risiko produksi yang harus ditanggung oleh produsen ikan asin
di Kabupaten Cilacap adalah jika produk ikan asin tersebut tidak habis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
dijual karena rusak atau busuk. Ikan asin yang rusak dapat dikarenakan
ikan asin tersebut remuk akibat kesalahan pada saat penyimpanan.
Sedangkan, ikan asin yang busuk dapat dikarenakan waktu
penyimpanan yang terlalu lama akibat belum laku terjual dan proses
penjemuran yang kurang sempurna sehingga ikan asin tidak kering
sempurna dan menjadi busuk. Langkah yang diambil produsen untuk
mengatasinya adalah dengan menjual ikan asin yang rusak atau busuk
kepada tengkulak, yang nantinya ikan asin tersebut dimanfaatkan
untuk pakan ternak. Selain itu, jika terdapat ikan asin yang tidak habis
dijual karena kualitasnya yang rendah akibat hasil proses produksi
yang kurang sempurna ataupun kesalahan pada waktu penyimpanan,
maka produsen menjualnya dengan harga yang lebih murah.
c. Risiko Pasar
Risiko pasar yang dihadapi pada usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap berupa selera konsumen dan perubahan permintaan
yang terjadi terhadap produk ikan asin. Selera konsumen yang
berbeda-beda terhadap produk ikan asin merupakan risiko yang tidak
dapat dikendalikan oleh produsen. Perubahan permintaan terhadap
produk ikan asin terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya ketika hari
libur atau hari raya, permintaan akan meningkat karena akan lebih
banyak konsumen yang membeli produk ikan asin untuk oleh-oleh.
Langkah antisipasi yang diambil produsen untuk mengatasi risiko
tersebut adalah dengan tetap memproduksi ikan asin yang sesuai
dengan permintaan konsumen. Dengan kata lain, setiap melakukan
proses produksi, para produsen selalu mengacu pada permintaan
konsumen, misalnya dengan cara memproduksi ikan asin sesuai
dengan pesanan konsumen dan dapat memenuhi permintaan konsumen
ketika permintaan konsumen meningkat, yaitu dengan cara
meningkatkan produksi untuk waktu-waktu tertentu seperti hari libur
dan hari raya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
F. Kendala yang Dihadapi
Setiap usaha pasti memiliki kendala yang dapat mengganggu
kelancaran produksi sehingga setiap kendala harus dihadapi agar usaha
tersebut dapat terus berkembang. Sama halnya dengan usaha pengolahan ikan
asin di Kabupaten Cilacap, juga memiliki kendala yang mengganggu
kelancaran produksinya.
Kendala yang dihadapi pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap adalah cuaca (sinar matahari). Usaha pengolahan ikan asin di
Kabupaten Cilacap dilakukan secara tradisional dengan mengandalkan sinar
matahari dalam proses pengeringan. Jika cuaca mendung atau musim
penghujan, usaha pengolahan ikan asin menghadapi kendala pada proses
pengeringan atau penjemuran. Pada musim penghujan atau cuaca mendung
proses pengeringan atau penjemuran ikan asin akan memerlukan waktu yang
lebih lama dan produk yang dihasilkan berisiko rusak. Langkah yang selama
ini dilakukan produsen untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan
menumpuk widig dan menutupnya dengan terpal. Meskipun, pada
kenyataannya proses pengeringan ikan asin dapat dilakukan secara mekanis
dengan menggunakan alat pengering modern yaitu oven pengering. Namun,
karena alasan hasil produksi ikan asin yang dikeringkan menggunakan oven
tidak sempurna, seperti kering yang tidak merata sehingga para produsen ikan
asin di Kabupaten Cilacap tidak menggunakan oven pengering dan tetap
memanfaatkan sinar matahari pada proses pengeringan ikan asin.
Kendala lain yang dihadapi produsen ikan asin di Kabupaten Cilacap
adalah ketersediaan bahan baku ikan yang tergantung musim. Ikan segar
merupakan bahan baku utama pada usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten
Cilacap, namun ketersediaannya sangat bergantung pada musim/cuaca. Cuaca
yang buruk, seperti hujan deras disertai angin kencang menjadi hambatan bagi
nelayan untuk melaut sehingga ketersediaan ikan segar berkurang, bahkan
tidak tersedia ikan sama sekali di pelelangan. Keadaan seperti itu akan
berdampak pada usaha pengolahan ikan asin, yang berakibat kontinuitas
produksi ikan asin tidak dapat berlangsung baik sepanjang tahun. Beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
produsen bahkan memilih untuk tidak berproduksi karena rendahnya
ketersediaan bahan baku. Namun, ada juga yang mengatasi kelangkaan bahan
baku tersebut dengan tetap berproduksi menggunakan bahan baku yang ada
atau mencukupi kebutuhan bahan baku dengan menggunakan bahan baku dari
luar kota, seperti Pekalongan.
Disamping kendala-kendala tersebut diatas terdapat kendala lain yang
dihadapi oleh responden usaha pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap
yaitu belum adanya suatu organisasi yang mewadahi responden-responden
usaha pengolahan ikan asin. Hal ini menyebabkan perhatian pemerintah
daerah terhadap usaha pengolahan ikan asin belum tercurahkan secara merata
kepada seluruh responden, misalnya pada bantuan pemerintah daerah yang
diberikan dalam bentuk sarana dan prasarana, belum merata serta pengadaan
penyuluhan/pembinaan yang belum merata untuk seluruh responden usaha
pengolahan ikan asin di Kabupaten Cilacap. Selain itu, dengan belum
terbentuknya suatu organisasi sehingga tidak terjalin komunikasi antar
responden usaha pengolahan ikan asin, akibatnya para responden tidak dapat
bertukar informasi mengenai usaha pengolahan ikan asin.