100
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA ERROR IN PERSONA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR 90 PK/PID/2008) SKRIPSI Oleh : DIMAS SIGIT TANUGRAHA E1A009146 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

  • Upload
    phungtu

  • View
    240

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA

ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR 90

PK/PID/2008)

SKRIPSI

Oleh :

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

i

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA

ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR 90

PK/PID/2008)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ii

Page 4: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama

NIM

Judul

:

:

:

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA ERROR

IN PERSONA (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung R.I

Nomor 90 PK/PID/2008)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut

diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai ketentuan yang

berlaku.

Purwokerto, Agustus 2013

DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146

Page 5: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang diberi judul :

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR: 90

PK/PID/2008). Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh

gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman.

Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi

ini. Namun berkat ketegaran penulis serta bimbingan dan arahandari berbagai

pihak, maka skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu

penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat:

1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto beserta para Pembantu Dekan dan seluruh

jajarannya;

2. Pranoto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I atas segala bantuan,

arahan, bimbingan, kesabaran, dan masukan yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini;

3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II

atas segala bantuan, arahan, bimbingan dan masukan yang telah diberikan

selama penulisan skripsi ini;

4. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji Skripsi

5. Sanyoto S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Acara

Page 6: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

v

6. Rochati S.H., M.Hum. , selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala

arahan dan masukan yang telah diberikan selama menempuh studi di Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto;

7. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto;

8. Bp. Andreas Suyud Digyo Saputro BSc.,S.H sebagai Ayah Kandung tercinta

dari penulis

9. Ny. Sri Sundari sebagai Ibu Kandung tercinta dari penulis

10. Kakak Pertama (Mas Jodi), Kakak Kedua (Mas Wowo), Kakak Ketiga (Mas

Bayu), Kakak Keempat (Mas Anja r), Kakak Kelima (Mas Gayuh) selaku

Kakak Kandung penulis dan Ipar Pertama (Kak Henny), Ipar Kedua (Kak

Erni) selaku Saudara Ipar penulis

11. Teman-Teman Angkatan 2009 Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah memberi bantuan, saran serta doa demi kelancaran

penulisan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat

balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia

biasa yang memiliki banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan masukan demi

kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Purwokerto, Agustus 2013

Penulis

Page 7: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pada page ini sebagai page pengingat, Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih terutama dan yang paling utama kepada Tuhan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan yang ku percaya dan ku yakini. Serta mempersembahkan skripsi ini kepada Orang Tua kandung, saudara kandung (Kakak Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima) dan saudara ipar ku, yang telah banyak membantu dalam doa dan dana. Tak lupa sahabat karib ku Rizki Prabowo, Kekasih ku yang masih dirahasiakan Tuhan. Paman, Bibi, sepupu, Nenek yang membantu selama penulis menempuh kuliah di Purwokerto. Teman-teman seperjuangan, Raymon Fanal (kadang ngeselin, kadang ngangenin, bercita-cita jadi pengacara, lanjutin kuliah di Belanda, amin), Ateng (teman sma, manusia gajelas dialah orangnya), Ali (ce’es paling bijak dan berpengalaman soal cinta “macem pangeran tiengfeng/patkai”, tapi jadi paling sibuk dengan LKHS’nya, entahlah), Mukti (cita-cita dari awal ingin jadi pengacara, terwujud ga yah jadi pengacara? Semoga Tuhan, ini orang kadang nyolotin tapi tetap peduli ama gw) dan Rosi (adenya mukti ini yang kadang nyolotin, ga beda jauh sama kakanya, tp dia tetap baik), Redo (gw suka cara lo menyombongkan diri, belakangan ada hubungan special dengan Azi Bondan). Diperindah dengan kedatangan Tyas-ini COWO bukan CEWE (yang telah banyak membantu, apalagi keluarga lo yang rumahnya dekat dengan kontrakan gw dan Bude Pade yang suka kasih makan gratis), menyusul Aditya Pradana/Kopet (mendadak 1 semester hukum islam duduk jejeran terus), Danang (ini orang di duga homo sejati), SubiyanTHORo (di duga calon pengusaha ini), Dimas Pranowo (banyak gosip tak sedap menimpanya), Subkhan Tekkel semoga jadi hakim pengadilan agama. Diperlengkap dengan kedatangan sebagian Gengnya Melda, yaitu Acca (pokoke seneng pisan kalo liat acca senyum), Irma (paling enak diajakin ngegosip, thanks udha banyak bantu mae hahha), Indah (ga pernah lupa pas kumpul plkh perdata, sambil tertawa licik bilang “rekam aja omongan capung di hp”, diem gw), Deni (dari namanya gw kira dia cowo, maaf yaa). Ga lupa sama temen-temen gw yang lain yang mau temenan ama gw. Ga lupa sama teman SMA (LSM) yang selalu nemenin gw main DOTA. Serta anak-anak PMK FH yang mau ngajak gw gabung ke oraganisasi itu.

“I’m not a genius man, but I’m a diligent and lucky man”, satu lagi

“Meninggi bukan untuk merendahkan”

Page 8: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

vii

ABSTRAK

Penegakan hukum mempunyai 3 (tiga) pilar yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Peran Penyidik Polri sangat penting karena penyidik yang membuat berita acara penyidikan, mencari tersangka dan mencari identitas dari korban serta penyidik secara langsung ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dibandingkan jaksa dan hakim. Apabila pada tahap awal sudah terjadi rekayasa oleh penyidik kemudian jaksa dan hakim percaya begitu saja dengan data dari penyidik maka dapat terjadi yang namanya salah tangkap yang terjadi dalam putusan Pengadilan No. 49 PK/PID/2008. Dalam skripsi ini akan membahas mengenai 1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim yang membebaskan terdakwa

dalam PutusanMahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008? 2. Bagaimanakah akibat hukum bagi penyidik dalam hal salah tangkap (error in

persona) dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008?

Dalam pertimbangan hukum Hakim, dengan adanya PeninjauanKembali dari pelaku sebenarnya, dan adanya tes DNA yang membuktikan bahwa mayat yang menjadi korban pembunuhan bukan mayat yang dituduhkan penyidik kepada Terpidana. Atas dasar Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Hakim mengabulkan peninjauan kembali dari Permohon peninjauan kembali. Dengan adanya salah tangkap, maka penyidik yang melakukan penyidikan kasus tersebut terkena sanksi Pasal 21 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian. Dalam melakukan penyidikan, penyidik diharapkan dapat bertindak secara professional, teliti, dan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang berlaku. Sehingga setiap kasus dapat terselesaikan dengan tepat, baik pelaku dan korban yang diajukan ke pengadilan merupakan orang yang tepat, sehingga putusan yang dijatuhkan Hakim tidak keliru. Kata Kunci :Penegakan Hukum, Salah Tangkap, Penyidik

Page 9: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

viii

ABSTRACT Law enforcement has three (3) pillars namely police, prosecutors and the Judiciary. Police Investigator role is very important because the investigator who made the news event investigation, looking for suspects and are looking for the identity of the victim and the investigator directly at the crime scene (TKP) compared to prosecutors and judges. If in the early stages has occurred investigators then engineered by prosecutors and judges believe it with the data from this investigation may have been no wrongful arrests that occurred in the Court's decision No..49 PK/PID/2008. In this paper will discuss the 1. How le gal reasoning the judge to acquit the defendant in the Supreme Court Decision. 90 PK/PID/2008? 2. How legal consequences for the investigator in the case of false arrest (error in persona) dalamPutusan Supreme Court. 90 PK/PID/2008? In consideration of the law judge, in the presence of a judicial review of the actual perpetrator, and a DNA test which proved that the bodies were victims of homicide investigators alleged corpse not to convict. On the basis of Article 191 paragraph (1) of Act 8 of 1981 on the Law of Criminal Procedure, the Judge granted a judicial review of plea reconsideration. With the false arrest, the investigators are investigating the case of sanctions of Article 21 paragraph (1) of Regulation No police chief. 14 Year 2011 About the Police Code. In conducting the investigation, the investigator is expected to act in a professional, thorough, and should not deviate from the regulations. So that each case can be resolved appropriately, both the perpetrator and victim are brought to justice is the right person, so the judge handed down the verdict was not erroneous. Keywords: Law Enforcement, False Arrest, Investigators

Page 10: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. ……………………………………………….…………… i

HALAMAN PENGESAHAN……….…………………………………………... ii

SURAT PERNYATAAN……………...………………………………………... iii

KATA PENGANTAR……...…………...……………….……………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………..……. vi

ABSTRAK…………………………………………………...…………………. vii

ABSTRACT..……………………………………………..……………………. viii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ix

BAB I PENDAHULUAN……………………………...………….……………. 1

A. Latar Belakang…………………………………….……...…………….. 3

B. Rumusan Masalah………………………………….…………………… 4

C. Tujuan Penelitian……………………………………...….…………….. 5

D. Kegunaan Penelitian…………………………………...….……………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………...…………...……... 6

A. Penyidik Polri……………………………………..........………...……… 6

B. Pembuktian………………………………………………………..….… 12

C. Putusan Hakim………………………………………………………….. 23

D. Upaya Hukum………………………………………………………....... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………….…….…. 29

A. Metode Pendekatan……………………………………….…………...... 29

B. Spesifikasi Penelitian…………………………………………………… 30

C. Sumber Data…………………………………………………………….. 30

D. Metode Pengumpulan Data.....……………………………….…...….…. 31

a. Bahan Hukum Primer….…………………………..…….…..……..... 31

b. Bahan Hukum Sekunder…………………….……………………….. 31

E. Metode Penyajian Data…………………………….……...……...…….. 32

F. Metode Analisis Data………………………………………...…...…….. 32

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………….....…........ 34

A. Hasil Penelitian…………………………………………….…..….……. 36

B. Pembahasan…………………………………………………...….…....... 61

Page 11: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

x

BAB V PENUTUP………………………………………………….....…….… 74

A. Simpulan…………………………………………………...……….…... 74

B. Saran………………………………………………………....………..... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA

ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR: 90

PK/PID/2008)

SKRIPSI

Oleh :

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 13: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA

ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR: 90

PK/PID/2008)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 14: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA

ERROR IN PERSONA

(STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR: 90

PK/PID/2008)

Oleh :

DIMAS SIGIT TANUGRAHA

E1A009146

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan Disahkan

Pada tanggal Agustus 2013

Page 15: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : DIMAS SIGIT TANUGRAHA

NIM : E1A009146

Judul Skripsi : “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN

BEBAS KARENA ERROR IN PERSONA (Studi Kasus : Putusan Mahkaah

Agung Nomor 90 PK/PID/2008)”

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Dan apabila terbukti saya melakukan Pelanggaran sebagaimana tersebut di atas,

maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 20 Agustus 2013

DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146

Page 16: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang diberi judul : ANALISIS

YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA ERROR IN PERSONA (STUDI

KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG R.I. NOMOR: 90 PK/PID/2008).

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman.

Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi

ini. Namun berkat ketegaran penulis serta bimbingan dan arahandari berbagai

pihak, maka skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Oleh karena itu

penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Angkasa, S.H.,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jendral

Soedirman

2. Pranoto., S.H.M.H selaku Dosen Pembimbing I Skripsi

3. Handri Wirastuti Sawitri S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing II Skripsi

4. Dr. Hibnu Nugroho S.H.,M.H selaku Dosen Penguji Skripsi

5. Rochati S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik

6. Sanyoto S.H., M.Hum. selaku Kepala Bagian Acara

7. Seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman

8. Bp. Andreas Suyud Digyo Saputro BSc.,S.H sebagai Ayah Kandung

tercinta dari penulis

Page 17: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

9. Ny. Sri Sundari sebagai Ibu Kandung tercinta dari penulis

10. Kakak Pertama (Mas Jodi), Kakak Kedua (Mas Wowo), Kakak Ketiga

(Mas Bayu), Kakak Keempat (Mas Anjar), Kakak Kelima (Mas Gayuh)

selaku Kakak Kandung penulis dan Ipar Pertama (Kak Henny), Ipar Kedua

(Kak Erni) selaku Saudara Ipar penulis

11. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman khususnya

angkatan 2009

12. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu

Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan

mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Skripsi ini hanyalah hasil karya

manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan

masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.

Purwokerto, Agustus 2013

Penulis

Page 18: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ABSTRAK

Penegakan hukum mempunyai 3 (tiga) pilar yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Peran Penyidik Polri sangat penting karena penyidik yang membuat berita acara penyidikan, mencari tersangka dan mencari identitas dari korban serta penyidik secara langsung ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dibandingkan jaksa dan hakim. Apabila pada tahap awal sudah terjadi rekayasa oleh penyidik kemudian jaksa dan hakim percaya begitu saja dengan data dari penyidik maka dapat terjadi yang namanya salah tangkap yang terjadi dalam putusan Pengadilan No. 49 PK/PID/2008. Dalam skripsi ini akan membahas mengenai

1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim yang membebaskan terdakwa

dalam PutusanMahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008?

2. Bagaimanakah akibat hukum bagi penyidik dalam hal salah tangkap (error in persona) dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008?

Dalam pertimbangan hukum Hakim, dengan adanya PeninjauanKembali dari pelaku sebenarnya, dan adanya tes DNA yang membuktikan bahwa mayat yang menjadi korban pembunuhan bukan mayat yang dituduhkan penyidik kepada Terpidana. Atas dasar Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Hakim mengabulkan peninjauan kembali dari Permohon peninjauan kembali. Dengan adanya salah tangkap, maka penyidik yang melakukan penyidikan kasus tersebut terkena sanksi Pasal 21 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian.

Dalam melakukan penyidikan, penyidik diharapkan dapat bertindak secara professional, teliti, dan tidak boleh menyimpang dari peraturan yang berlaku. Sehingga setiap kasus dapat terselesaikan dengan tepat, baik pelaku dan korban yang diajukan ke pengadilan merupakan orang yang tepat, sehingga putusan yang dijatuhkan Hakim tidak keliru.

Kata Kunci :Penegakan Hukum, Salah Tangkap, Penyidik

Page 19: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

ABSTRACT

Law enforcement has three (3) pillars namely police, prosecutors and the Judiciary. Police Investigator role is very important because the investigator who made the news event investigation, looking for suspects and are looking for the identity of the victim and the investigator directly at the crime scene (TKP) compared to prosecutors and judges. If in the early stages has occurred investigators then engineered by prosecutors and judges believe it with the data from this investigation may have been no wrongful arrests that occurred in the Court's decision No..49 PK/PID/2008. In this paper will discuss the

1. How legal reasoning the judge to acquit the defendant in the Supreme Court Decision. 90 PK/PID/2008?

2. How legal consequences for the investigator in the case of false arrest (error in persona) dalamPutusan Supreme Court. 90 PK/PID/2008?

In consideration of the law judge, in the presence of a judicial review of the actual perpetrator, and a DNA test which proved that the bodies were victims of homicide investigators alleged corpse not to convict. On the basis of Article 191 paragraph (1) of Act 8 of 1981 on the Law of Criminal Procedure, the Judge granted a judicial review of plea reconsideration. With the false arrest, the investigators are investigating the case of sanctions of Article 21 paragraph (1) of Regulation No police chief. 14 Year 2011 About the Polic e Code.

In conducting the investigation, the investigator is expected to act in a professional, thorough, and should not deviate from the regulations. So that each case can be resolved appropriately, both the perpetrator and victim are brought to justice is the right person, so the judge handed down the verdict was not erroneous.

Keywords: Law Enforcement, False Arrest, Investigators

Page 20: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.…………………………………………………………… i

HALAMAN PENGESAHAN……….…………………………………………... ii

SURAT PERNYATAAN……………...………………………………………... iii

KATA PENGANTAR……...…………...……………….……………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………. v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vi

ABSTRAK…………………………………………………...…………………. vii

ABSTRACT..……………………………………………..……………………. viii

BAB I PENDAHULUAN……………………………...………….……………. 1

A. Latar Belakang…………………………………….……...…………….. 3

B. Rumusan Masalah………………………………….…………………… 4

C. Tujuan Penelitian……………………………………...….…………….. 5

D. Kegunaan Penelitian…………………………………...….……………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………...…………………... 6

A. Penyidik Polri……………………………………....…………...……… 6

B. Pembuktian………………………………………………………..….… 12

C. Putusan Hakim………………………………………………………….. 23

D. Upaya Hukum………………………………………………………....... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………………………….…. 29

A. Metode Pendekatan……………………………………….…………...... 29

B. Spesifikasi Penelitian…………………………………………………… 30

C. Sumber Data…………………………………………………………….. 30

D. Metode Pengumpulan Data.....……………………………….…...….…. 31

Page 21: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

a. Bahan Hukum Primer….………………………………………..... 31

b. Bahan Hukum Sekunder………………………………………….. 31

E. Metode Penyajian Data…………………………….…………...…….. 32

F. Metode Analisis Data…………………………………………...…….. 32

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………........ 34

A. Hasil Penelitian………………………………………………….……. 36

B. Pembahasan…………………………………………………….…....... 61

BAB V PENUTUP…………………………………………………...…….… 74

A. Kesimpulan………………………………………………….………... 74

B. Saran……………………………………………………….………..... 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 22: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

1

BAB I

A. Latar Belakang

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau

menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu

merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah

terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif

maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum

dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam

proses pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sistem

peradilan pidana adalah pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-

lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana1.

Sementara itu Muladi menegaskan bahwa sistem peradilan pidana adalah jaringan

(network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya,

baik hukum pidana materiil, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksana

pidana2.

Ketika seorang hakim sedang menangani perkara maka diharapkan dapat

bertindak arif dan bijaksana demi untuk mendapatkan kebenaran materiil yaitu

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

1O.C Kaligis, 2006, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka, Terdakwa,

dan Terpidana, P.T Alumni. Bandung, hlm 4 2Muladi, 2002, Kapita Selekta Hukum Peradilan Pidana, UNDIP, Semarang, hlm 5

Page 23: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

2

menerapkan ketentuan hukum acara pidana sebagaimana yang tertuang dalam

pasal demi pasal yang ada di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan

kebenaran materiil diatas maka hakim dalam mengemban tugas harus dijamin

kemandiriannya guna menegakkan keadilan sebagaimana yang disebutkan dalam

Pasal 1 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

bahwa :

“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”

Menurut Yahya Harahap3,

“Titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik ialah tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana yang sedang diperiksa. Akan tetapi, sekalipun seorang tersangka yang menjadi titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur. Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat”

Dengan adanya asas “praduga tak bersalah” (persumption of innocent), Menurut

Lilik Mulyadi4, bahwa tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana

wajib dilindungi hak-haknya baik ketika di tingkat penyidikan sampai tingkat

peradilan. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai objek. Menurut Djoko

Prakoso5, memberikan ciri-ciri pengertian sistem akusatur:

1. Tentang kedudukan atau posisi tersangka/terdakwa

3M.Yahya Harahap, 2004,Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP; Sinar Grafika,

Jakarta,hlm 134 4Lilik Mulyadi, 2007,Hukum Acara Pidana Normatif,Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya,P.T Alumni,Bandung, hlm 51 5Djoko Prakoso, 1985,Kedudukan Justisiabel Di Dalam KUHAP, Ghalia Indonesia,Jakarta,

hlm 62

Page 24: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

3

Tersangka atau penuntut umum mempunyai kedudukan yang sama. Kedua beah pihak saling berhadapan sebagai pihak yang sama haknya dalam melakukan pertarungan hukum di muka hakim yang tidak memihak. Jadi dalam sistem akusatur ada tiga subjek acara yaitu terdakwa, orang yang mendakwa dan hakim.

2. Sifat tugas Hakim yang pasif Dalam sisem akusatur pihak hakim hanya akan bertindak atau memulai tugasnya apabila telah diterima suatu pengaduan atau perkosaan hukum, atau dari petugas negara dalam soal kepidanaan. Hakim tidak memihak dan berada di atas kedua belah pihak.

3. Sifat pemeriksaan yang terbuka untuk umum Khalayak ramai harus diberi kesempatan untuk menyaksikan jalannya persidangan, sehingga mereka dapat mengawasi atau mengontrol jalannya persidangan atau pemeriksaan sehingga sifat kejujuran, kebebasan hakim dan putusan yang adil dari hakim dapat diawasi dengan sebaik-baiknya.

4. Campur tangan Pembela/Penasihat hukum Dalam pemeriksaan perkara pidana dengan mempergunakan sistem akusatoir, maka Pembela/Penasehat hukum sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap tersangka/terdakwa diperbolehkan menghubungi dan memberikan nasehat hukum kepadanya serta mendampinginya setiap pemeriksaan terhadap tersangka/terdakwa, baik di Kepolisian, Kejaksaan, mapun dalam sidang Pengadilan.

Dalam kasus ini kesalahan yang dilakukan oleh Penyidik Polri bermula

dari proses penyidikan dan penangkapannya, dimana penyidik melakukan

tindakan penangkapan terhadap DEP meskipun yang bersangkutan telah

menjelaskan bahwa orang yang hendak ditangkap bukanlah yang diduga sebagai

pelaku namun penyidik tetap menangkapnya. Penyidik menduga bahwa DEP yang

telah membunuh korban bernama MA yang dilakukan bersama dua orang

rekannya. Namun setelah proses perkara dilimpahkan ke pengadilan dan telah

diputus oleh hakim, belakangan diketahui bahwa korban pembunuhan atau mayat

yang dinyatakan oleh polisi bernama MA itu ternyata bukan mayat MA melainkan

mayat orang lain. Bagi terpidana dengan ditemukanya fakta baru ini dimana

bahwa polisi telah melakukan kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini

Page 25: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

4

dapat digunakan sebagai bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan

alasan kuat bagi terpidana untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali

kepada Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru

tersebut diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan

mengubah isi dari putusan tersebut secara signifikan dan terpidana ini juga dapat

menuntut Ganti kerugian Rehabilitasi.

Konsekuensi hukum dalam kasus salah tangkap tersebut seharusnya tidak

hanya bagi pihak korban yang menjadi korban salah tangkapnya saja, namum

seharusnya demi memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat semestinya juga ada

akibat hukum dari polisi penyidiknya sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, melihat pentingnya dasar pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan serta akibat hukum bagi penyidik yang salah

tangkapmaka penulis tertarik memilih dan menetapkan judul untuk diteliti yaitu

“ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS KARENA Error In

Persona (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung R.I.No. 90 PK/PID/2008)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim yang membebaskan terdakwa

dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008?

2. Bagaimanakah akibat hukum bagi penyidik dalam hal salah tangkap (error

in persona) dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008?

C. Tujuan Penelitian

Page 26: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

5

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim yang membebaskan terdakwa

dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008

2. Untuk mengetahuiakibat hukum bagi penyidik dalam hal salah tangkap (error

in persona) dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID/2008

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai tambahan wacana, referensi dan acuan penelitian yang sejenis dari

permasalahan yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memajukan

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan di bidang Hukum Acara Pidana

pada khususnya.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi terkait untuk perkembangan

Hukum Acara Pidana Indonesia dan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan

pembaca juga dapat menjadi pedoman atau acuan bagi mereka yang melakukan

penelitian serupa.

Page 27: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

6

BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Penyidik Polri

1. Pengertian Penyidik

Pengertian Penyidik Polri terdapat di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menyebutkan :

“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”

Berdasarkan pasal tersebut, maka penyidik dapat melakukan penyidikan menurut

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana, menyebutkan :

“Penyidikan adaalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangka”

Dalam hal ini, penyidik melakukan proses penyidikan yang dibantu oleh penyidik

pembantu. Proses penyidikan yang dilakukan Penyidik Polri sangatlah penting

untuk menemukan pelaku kejahatan yang sesungguhnya. Menurut Yahya

Harahap6,

“Pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya”

6M.Yahya Harahap, 2004,Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP; Sinar Grafika,

Jakarta, hlm 109

Page 28: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

7

Berdasarkan hal tersebut, Penyidik Polri yang terpilih untuk melakukan

serangkaian tindakan penyidikan, maka haruslah professional dan mengetahui

tugas dan wewenang Penyidik Polri, aturan hukum serta tata cara tindakan

penyidikan yang berlaku di Indonesia.

2. Tugas Dan Wewenang Penyidik POLRI

Penyidik Polri dalam melakukan serangkaian tindakan penyidikan harus

mengetahui tugas dan wewenangnya dalam melakukan penyidikan, karena hal

tersebut yang memberikan Penyidik Polri tata cara dan batasan yang dapat

dilakukan Penyidik Polri dalam menentukan tersangka dalam suatu tindakan

kejahatan. Tugas dan Wewenang Polri diatur dalam Pasal 13 sampai Pasal 19

Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, menyebutkan :

Pasal 13 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatanmasyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban,

dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum danperaturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

Page 29: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

8

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani olehinstansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalamlingkup tugas kepolisian; serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15 (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancampersatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan lainnya berwenang : a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya; b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

Page 30: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

9

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha dibidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16 (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

dan14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang

berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

Page 31: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

10

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17 Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya diseluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yangbersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18 (1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalammelaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 19 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

Dari ketentuan Pasal 13 sampai Pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, telah jelas mengenai tugas dan

wewenang Penyidik Polri dalam melakukan tindakan penyidikan untuk

menentukan seseorang dijadikan tersangka dalam tindakan kejahatan yang

dilakukan. Tindakan Penyidik Polri inilah sebagai langkah awal dalam proses

penegakan hukum. Menurut Andi Hamzah7, menyebutkan :

“Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan pertama kali di tempat kejadian sedapat mungkin tidak mengubah, merusak keadaan di tempat kejadiaan agar bukti-bukti tidak hilang atau menjadi kabur. Hal ini terutama dimaksudkan agar sidik jari begitu pula bukti-bukti yang lain

7 Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 126

Page 32: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

11

seperti jejak kaki, bercak darah, air mani, rambut, dan sebagainya tidak hapus atau hilang”

Penyidik Polri dalam melakukan tindakan penyidikan tidak boleh mengabaikan

ketentuan tersebut, karena apabila Penyidik Polri lalai dan melakukan kesalahan

dalam proses penyidikan, yang mengakibatkan salah menentukan tersangka

(Error in Persona) maka Penyidik Polri tersebut dapat terkena sanksi Kode Etik

yang diatur di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Indonesia No. 14 Tahun 2011

Tentang Kode Etik Kepolisian.

3. Sanksi Bagi Penyidik POLRI

Dalam proses penegakan hukum diawali dengan kegiatan Penyidik Polri

dalam menentukan tindakan kejahatan dan menangkap pelaku kejahatan yang

sebenarnya. Dalam proses penyidikan oleh Penyidik Polri harus tepat dalam

membuat terang suatu tindak kejahatan pidana, salah satu nya adalah menentukan

seseorang menjadi tersangka. Apabila Penyidik Polri salah menentukan tersangka

maka akan terjadi kasus salah tangkap. Dengan adanya salah tangkap maka harus

ada akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan Penyidik Polri berupa sanksi

yang tercantum di dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Indonesia

No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian, yang menyebutkan :

Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa: a) Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; b) Kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang

KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;

c) Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;

Page 33: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

12

d) Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

e) Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

f) Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau

g) PTDH sebagai anggota Polri.

B. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Sejak berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana maka aspek pembuktian tampak diatur dalam ketentuan hukum

pidana formal. Menurut Hibnu Nugroho8, Bahwa :

“Tahap pembuktian dalam persidangan merupakan ‘jantungnya’ sebuah proses peradilan guna menemukan kebenaran materiil, sebagai tujuan adanya hukum acara pidana. Kebenaran materiil diartikan sebagai suatu kebenaran yang diupayakan mendekati kebenaran sesungguhnya atas tindak pidana yang telah terjadi”

Pembuktian menurut Soedirjo9,

“Dikaji secara umum pembuktian berasal dari kata ‘bukti’ yang berarti suatu hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal (peristiwa tersebut). Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan sama dengan memberi (memperlihatkan) bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan”

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pembuktian adalah suatu proses,

cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukan benar atau salahnya terdakwa

8Hibnu Nugroho, 2010,Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia, Universitas

Negeri Diponegoro, Semarang, hlm 27 9Soedirjo, 1985,Jaksa dan Hakim Dalam Proses Pidana. CV Akademika Presindo,

Jakarta, hlm 47

Page 34: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

13

dalam sidang pengadilan10. Dilihat dari perspektif yuridis, menurut M. Yahya

Harahap11, bahwa :

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuanyang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan hakim guna membuktikan kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa”

Pengertian hukum pembuktian menurut Bambang Poernomo adalah sebagai

berikut12,

“Hukum pembuktian adalah keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekontruksi suatu kenyataan yang besar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana”

Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk

menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui

ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu

yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang dalam hubungannya dengan

perkara.

2. Alat Bukti Menurut KUHAP

10Departemen Pendidikan Nasional RI, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Balai Pustaka, hlm 172

11M.Yahya Harahap, 2005,Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali; Sinar Grafika, Jakarta, hlm252

12 Bambang Poernomo, 1986, Pola Teori dan Azaz Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta, Liberty, hlm 39

Page 35: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

14

Di dalam suatu putusan yang dijatuhkan hakim harus berdasarkan Pasal

183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang

menyatakan bahwa :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Menurut Hari Sasongko dan Lily Rosita13,

”Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untik menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian”

Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril14,

“Dengan pembuktian ini lah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalah yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian”

Dalam rangka melakukan pembuktian di Persidangan, menurut Moch. Faisal

Salam15, maka hakim harus membuktikan, yaitu :

1. Apakah betul suatu peristiwa pidana itu telah terjadi; 2. Apakah peristiwa itu telah terjadi, maka harus dibuktikan bahwa peristiwa

yang telah terjadi itu merupakan suatu tindak pidana; 3. Hakim harus membuktikan pula apa yang menjadi alasan atau yang

menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut;

13Hari Sasongko dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,

Mandar Maju, Bandung, hlm 10 14Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2010,Hukum Acara Pidana, Dalam Teori

dan Praktek, Cetakan Kedua,Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 102 15Moch Faisal Salam, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Mandar

Maju, Bandung, hlm 295

Page 36: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

15

4. Di dalam peristiwa yang telah terjadi itu, harus diketahui pula siapa-siapa yang terlibat dalam peristiwa itu

Dari ketentuan Pasal 183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut dapat diketahui bahwa adanya dua

alat bukti yang sah belum cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bagi

seseorang tetapi dari alat-alat bukti yang sah itu hakim juga perlu memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa telah

bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Sebaliknya adanya keyakinan pada

hakim saja tidak cukup apabila keyakinan tersebut tidak didukung oleh sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah adanya alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat

(1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, adalah

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa

ad. a Keterangan Saksi

Pengertiannya diatur dalam Pasal 1 butir 27 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu sebagai

berikut,

“Keterangan saksi salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”.

Sedangkan menurut ketentuan Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa :

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”

Page 37: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

16

Menurut Hibnu Nugroho16,

“Proses mendapatkan alat bukti dimulai sejak pemeriksaan tahap penyidikan. penyidik mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Salah satu alat bukti yang diperlukan adalah keterangan saksi. Pemeriksaan terhadap saksi harus dilakukan dalam keadaan bebas tanpa tekanan dari pihak mana pun. Keterangan saksi dicatat oleh penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Setelah pemeriksaan selesai, saksi diperkenankan untuk membaca keterangan yang telah dicatat oleh penyidik kemudian menandatangani (Pasal 118 KUHAP). Dalam tahap ini peran penyidik untuk dapat menggali keterangan para saksi dan terdakwa sangat diperlukan, sebab cara-cara yang dipergunakan tidaklah boleh melanggar ketentuan HAM”

Di dalam praktek sering dijumpai adanya beberapa jenis saksi, yaitu :

1. Saksi A Charge (memberatkan terdakwa) dan Saksi A De Charge (meringankan terdakwa)

Menurut sifat dan eksistensinya, keterangan saksi A Charge adalah keterangan

seorang saksi dengan sifat memberatkan terdakwa dan lazimnya diajukan

Jaksa/Penuntut Umum, sedangkan saksi A De Charge adalah keterangan saksi

dengan sifat meringankan terdakwa dan lazim diajukan oleh tedakwa/Penasihat

Hukum. Di dalam ketentun Pasal 160 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa :

“Dalam hal ada saksi yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam suatu pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau Penasihat Hukum atau Penuntut Umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua Sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut”

2. Saksi Verbalisant

Secara fundamental kata “verbalisant” adalah istilah yang lazim tumbuh dan

berkembang di dalam praktik serta tidak diatur dalam KUHAP.

16Hibnu Nugroho, 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia, Universitas

Negeri Diponegoro, Semarang, hlm28

Page 38: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

17

Menurut JCT Simorangkir, Edwin Rudy dan Prasetyo17, bahwa

“Verbalisant (Bld) adalah Petugas (Polisi atau seorang yang diberi tugas khusus) untuk menyusun, membuat atau mengarang proses verbal”

saksi verbalisant ini tidak termasuk alat bukti sabagai mana dimaksud dalam

Pasal 184 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Namun saksi verbalisant ini hanya untuk menambah keyakinan hakim

ad. b. Keterangan Ahli

Pasal 179 dan Pasal 180 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana, bahwa hakim diberi wewenang untuk menghadirkan saksi

ahli dan meminta di hadir bahan baru untuk menambah keyakinan hakim, ini

berarti hakim dapat meminta tes DNA untuk mendapat keakuratan korban dan

menambah keyakinan hakim. Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

menyebutkan:

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

Akan tetapi, menurut penjelasan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa

keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan

dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut

17J.C.T Simorangkir, Edwin Rudy, dan Prasetyo JT, 1980, Kamus Hukum, Penerbit :

Akasa Abru, Jakarta,hlm 175

Page 39: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

18

umum, maka pada pemeriksaan disidang, diminta untuk memberikan keterangan

dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah

ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim. Bukti keterangan ahli itu

bukan apa yang oleh ahli diterangkan di muka penyidik atau penuntut umum

walaupun dengan mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan,

tetapi berupa apa yang orang ahli nyatakan di sidang pengadilan setelah ia

mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim. Menurut R. Soeparmono18,

bahwa

“Keterangan ahli sangat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan, oleh karena ia diperlukan baik dalam tahap penyelidikan, penyidikan, tahap penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di siding pengadilan. Jaminan akurasi dari hasil-hasil pemeriksaan atas keterangan ahli atau para ahli didasarkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang-bidang keilmuannya, akan dapat menambah data, fakta dan pendapatnya, yang dapat ditarik oleh Hakim dalam menimbang-nimbang berdasarkan pertimbangan hukumnya, atas keterangan ahli itu dalam memutus perkara yang bersangkutan. Sudah tentu, masih harus dilihat dari kasus perkasus dari perkara tindak pidana tersebut masing-masing, atas tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa dalam surat dakwaan dari penuntut umun di sidang pengadilan”

ad. c. Surat

Dalam ketentuan Pasal 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan :

“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya”

Menurut M Yahya Harahap,19 nilai pembuktian surat sebagai berikut :

18R. Soeparmono, 2002, Keterangan Ahli Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara

Pidana, Mandar Maju, Bandung, hlm 3 19 M. Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Sinar Grafika, Jakarta, hlm 309-310

Page 40: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

19

a) Ditinjau dari segi formal Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada Pasal 187 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah alat bukti yang “sempurna”. Sebab bentuk surat-surat yang disebut di dalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

b) Ditinjau dari segi materiil Dari sudut materiil, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, “bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat”. Pada diri alat bukti surat itu tidak melekat kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-sama mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang “bersifat bebas”.

ad. d. Petunjuk

Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”

Pada prinsipnya, dalam praktik penerapan alat bukti petunjuk cukup rumit dan

tidak semudah yang dibayangkan secara teoritik.

ad. e. Keterangan Terdakwa

Pasal 189 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan:

1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya

3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri

Page 41: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

20

4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Menurut Lilik Mulyadi20, apabila ketentuan Psal 189 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dijabarkan

lebih detail, dapatlah dikonklusikan bahwa:

1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri (Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pada prinsipnya hanya keterangan terdakwa yang diterangkan di muka sidang atas pertanyaan hakim ketua sidang, hakim anggota; penuntut umum; terdakwa atau penasihat hukum yang dapat berupa pernyataan, pengakuan, ataupun penyangkalan dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Untuk itu pernyataan, pengakuan ataupun penyangkalan tersebut haruslah terhadap perbuatan yang dilakukan dan diketahui sendiri oleh terdakwa serta juga tentang apa yang terdakwa alami sendiri khususnya terhadap tindak pidana yang bersangkutan.

2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya (Pasal 189 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Pada prinsipnya keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dan dapat dipergunakan untuk membantu menentukan bukti di sidang asal didukung suatu alat bukti sah lainnya. Dalam praktik peradilan lazimnya terhadap keterangan terdakwa ketika diperiksa penyidik kemudian keterangan tersebut dicatat dalam berita acara penyidikan dan ditandatangani oleh penyidik dan terdakwa. Konkret dan singkatnya keterangan terdakwa dalam BAP yang dibuat penyidik. Jika ditelaah lebih lanjut, keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang harus didukung oleh suatu alat bukti lain yang sifatnya adalah limitative oleh karena jika judex facti mempermasalahkan terdakwa hanya berdasarkan keterangan terdakwa yang diberkan di luar sidang, tanpa diperkuat oleh alat bukti lain yang sah.

3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri dan keterangan tersebut tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

20 Lilik Mulyadi, 2007, Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana

Indonesia (Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat, dan Permasalahannya). Citra Aditya, Bandung, hlm 114-116

Page 42: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

21

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain (Pasal 189 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Sesuai konteks ini maka secara teoretis keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri dan keterangan terdakwa tidak cukup untuk membuktikan tentang kesalahan terdakwa (Pasal 189 ayat (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dalam praktik, semenjak era KUHAP yang tidak mengejar “pengakuan terdakwa”, maka pada tahap pemeriksaan di depan persidangan terdakwa dijamin kebebasannya dalam memberi keterangannya (Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Begitupun sebaliknya, walupun keterangan terdakwa tersebut berisikan “pengakuan” tentang perbuatan yang ia lakukan, barulah mempunyai nilai pembuktian apabila didukung dan berkesesuaian dengan alat bukti lainnya (Pasal 184 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

3. Macam-Macam Sistem Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana

Teori Sistem Pembuktian berdasarkan praktek peradilan pidana,

dikenal ada empat macam teori pembuktian yang menjadi pegangan bagi

hakim di dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa disidang

pengadilan. Di dalam bukunya, Menurut Andi Hamzah21, menyebutkan

bahwa :

Terdapat beberapa sistem atau teori pembuktian untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan. Sistem atau teori pembuktian itu antara lain:

a. Sistem Pembuktian Menurut Keyakinan Hakim (conviction

intime) Pada sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim maka hakim dapat menjatuhkan putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan. Teori pembuktian ini lebih memberikan kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan suatu putusan. Tidak ada alat bukti yang dikenal selain alat bukti

21 Muhammad Rusli, 2007, Hukum Acara Pidan Kotemporer, P.T Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm 186

Page 43: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

22

berupa keyakinan hakim. Artinya jika pada pertimbangan hakim sesuai dengan keyakinan yang timbul dari hati nuraninya menganggap terbukti suatu perbuatan yang dilakukan terdakwa maka terhadap diri terdakwa dapat dijatuhkan putusan pidana. Keyakinan hakim pada teori ini adalah menentukan dan mengabaikan hal-hal lainnya jika sekiranya tidak sesuai atau bertentangan dengan keyakinan hakim tersebut. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Seolah-olah sistem ini menyerahkan sepenuhnya nasib terdakwa kepada keyakinan hakim semata. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis.

b. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis (Conviction Raisonnee) . Sistem pembuktian ini adalah sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim tetapi keyakinan hakim didasarkan pada alasan-alasan yang masuk akal atau rasional. Tegasnya, keyakinan hakim dalan teori ini harus dilandasi alasan-alasan yang dapat diterima, artinya keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar yang logis dan benar-benar dapat diterima akal, tidak semata-mata atas dasar keyakinan yang tertutup tanpa uraian alasan yang masuk akal.

c. Sistem Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif (Positif Wettelijk Bewijsheorie) Menurut teori ini, sistem pembuktian bergantung kepada sebagaimana disebutkan dalam undang-undang atau dengan kata lain undang-undang telah menentukan tentang adanya alat-alat bukti yang dapat dipakai hakim, cara bagaimana hakim harus mempergunakan kekuatan alat-alat bukti tersebut dan bagaimana caranya hakim harus memutus terbukti atau tidaknya perkara yang sedang diadili.

d. Sistem Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negatief Wettelijke Stelsel) Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative merupakan gabungan antara teori sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan system pembuktian menurut keyakinan hakim (conviction intime) yaitu bahwa pembuktian selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang juga menggunakan keyakinan hakim. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative ini memiliki dua komponen, yaitu pertama bahwa pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang dan yang kedua bahwa pembuktian tersebut harus juga didasarkan pada

Page 44: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

23

keyakinan hakim dan keyakinan tersebut harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Sistem pembuktian perkara pidana menurut Nicholas Simanjutak22, menganut

prinsip bahwa yang harus dibuktikan adalah ditemukannya kebenaran materiil.

Pasal 183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakw alah yang bersalah melakukannya”

Maka berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut nyatalah bahwa system

pembuktian yang dianut KUHAP adalah sistem pembuktian menurut undang-

undang secara negative. Dari ketentuan Pasal 183 Undang-Undang No.8

Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut

dapat diketahui bahwa adanya dua alat bukti yang sah belum cukup bagi

hakim untuk menjatuhkan pidana bagi seseorang tetapi dari alat-alat bukti

yang sah itu hakim juga perlu memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan terdakwa telah bersalah melakukan tindak

pidana tersebut. Sebaliknya adanya keyakinan pada hakim saja tidak cukup

apabila keyakinan tersebut tidak didukung oleh sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah. Sistem pembuktian yang dianut KUHAP sebagaimana telah

22Nicholas Simanjutak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum , Ghalia

Indonesia, Bogor, hlm 18

Page 45: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

24

disebutkan diatas adalah sistem pembuktian menurut undang-undang yang

bersifat negatif (Negatief wettelijke stelsel) yaitu23:

a. Disebut wettelijke atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian, undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat bukti yang harus ada.

b. Disebut negatif karena adanya jenis-jenis dan banyaknya alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang itu belum dapat membuat hakim harus menjatuhkan pidana bagi seorang terdakwa, apabila jenis-jenis dan banyaknya alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan pada dirinya, bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut.

Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa menurut sistem

pembuktian yang dianut KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari

alat-alat bukti yang diajukan ke sidang pengadilan oleh penuntut umum,

sepenuhnya diserahkan pada majelis hakim.

C. Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan

Putusan hakim pidana di dalam KUHAP telah diatur, sebagaimana

dikatakan di dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana :

“Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal ini serta merta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”

Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah mendapat keyakinan

bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia menganggap

bahwa perbuatan terdakwa dapat dipidana. Suatu proses peradilan berakhir

23P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana Dan Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 408-409

Page 46: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

25

dengan putusan akhir (vonnis). Dalam putusan itu hakim menyatakan

pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan dan putusannya. Pengertian

putusan menurut Leden Marpaung24,

“Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan’. Demikian dimuat dalam buku Peristilahan Hukum dalam Praktik yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI 1985 halaman 221. Rumusan di atas terasa kurang tepat selanjutnya jika dibaca pada buku tersebut, ternyata ‘putusan’ dan ‘keputusan’ dicampuradukan. Ada juga yang mengartikan ‘Putusan’ (vonnis) sebagai ‘vons tetap’ (definitif) (Kamus istilah hukum Fockema Andrea). Rumusan-rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahan ahli bahasa yang bukan ahli hukum. Sebaliknya dalam pembangunan hukum yang sedang berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan istilah. Mengenai kata ‘Putusan’ yang diterjemahkan dari hasil vonis adalah hasil akhir dari pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. Ada juga yang disebut ‘Interlocutoir’ yang diterjemahkan dengan keputusan antara atau keputusan seladan ‘preparatoire’ yang diterjemahkan dengan keputusan pendahuluan/keputusan persiapan serta keputusan ‘provosionel’ yang diterjemahkan dengan keputusan untuk sementara”

Sedangkan pengertian Putusan dalam Kamus Istilah Aneka Hukum, Putusan

adalah hasil atau kesimpulan suatu pemeriksaan perkara yang didasarkan pada

pertimbangan yang menetapkan apa hukum25. Perihal putusan hakim atau putusan

pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan

perkara pidana. Oleh karena itu, dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasannya

putusan hakim di satu pihak berguna bagi terdakwa memperolehkepastian hukum

(rechtszekerhelds) tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah

berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian berupa menerima putusan

ataupun melakukan upaya hukum verzet, banding, kasasi, melakukan grasi dan

24Leden Marpaung, 1995, Proses Penanganan Perkara PidanaBagian Kedua, Sinar Grafika. Jakarta, hlm 406

25 C.S.T Kansil, 2009, Kamus Istilah Aneka Hukum. Jala Permata Aksara, Jakarta, hlm 371

Page 47: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

26

sebagainya. Sedangkan di lain pihak, apabila ditelaah melalui visi hakim yang

mengadili perkara, putusan hakim merupakan mahkota sekaligus puncak

pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki hak asasi manusia,

penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni dan fakual, serta

visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang bersangkutan

2. Jenis/Bentuk Putusan;

Adapun macam-macam bentuk putusan yang akan dijatuhkan oleh

hakim dalam sidang pengadilan berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dibagi atas

tiga macam, yaitu:

a. Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa (vrijspraak )

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang

No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana yaitu pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan

di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa

diputus bebas.

b. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan

hukum (ontslag van rechtvervolging) sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 191 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1981

Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu jika

pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada

Page 48: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

27

terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak

pidana.

c. Putusan yang mengandung suatu penghukuman terdakwa, Pasal 193

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.

D. Upaya Hukum

1. Pengertian Upaya Hukum

Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.8 Tahun 1981

Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yaitu bahwa putusan

pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala

tuntutan hukum dalam hal ini serta merta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini.

Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari

proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di Pengadilan

Negeri.Namun terhadap putusan hakim tersebut masih dapat dilakukan upaya

hukum. Pengertian upaya hukum menurut R. Atang Ranoemihardja, upaya

hukum adalah suatu usaha melalui saluran hukum dari pihak-pihak yang

merasa tidak puas terhadap suatu keputusanhakim yang dianggapnya kurang

Page 49: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

28

adil atau kurang tepat26. Jadi upaya hukum merupakan bentuk dari

ketidakpuasan yang merasa dirugikan secara langsung akibat adanya putusan

hakim tersebut. Adanya upaya hukum ini juga merupakan bentuk pengujian

terhadap keputusan hakim apakah putusan hakim tersebut sudah tepat atau

belum, melanggar asas-asas atau peraturan perundangan atau tidak.

2. Macam-Macam Upaya Hukum

Mengenai upaya hukum dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu :

a. Upaya hukum biasa yakni ;

1. Pelawanan/verzet

Tahap ini adalah perlawanan yang belum masuk ke dalam pokok perkara

2. Banding

Pemeriksaan banding merupakan suatu penilaian baru. Jadi, dapat diajukan

saksi-saksi, ahli-ahli dan surat-surat baru. KUHAP tidak melarang hal demikian,

khususnya Pasal 238 ayat (4) KUHAP menyebutkan :

“Jika dipandang perlu, pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya” “Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara tau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri”

Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwa acara pada pemeriksaan

pertama tetap menjadi dsar pemeriksaan banding kecuali kalau ada

penyimpangan-penyimpangan dan kekecualian-kekecualian.

26 R. Atang Ranoenimihardja, 1976, Hukum Acara Pidana, Tarsito, Bandung, hlm 123

Page 50: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

29

3. Kasasi

Kasasi bertujuan menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan

membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau kekeliruan

dalam menerapkan hukum. Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-

pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu

putusan pengadilan yang kurang jelas.

b. Upaya hukum luar biasa yakni :

1. Kasasi untuk kepentingan hukum

Dalam peraturan lama kasasi demi kepentingan hukum ini telah diatur bersama

kasasi biasa dalam satu pasal, yaitu Pasal 17 Undang-Undang Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 1950, menyebutkan :

“Kasasi dapat dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan Jaksa Agung karena jabatanya” Dengan pengertian bahwa kasasi atas permohonan Jaksa Agung hanya semata-

mata untuk kepentingan hukum dengan tidak dapat merugikan pihak-pihak yang

berkepentingan. Jadi, hanya dibedakan kasasi pihak dan kasasi karena jabatan

Jaksa Agung. Kasasi jabatan inilah yang sama dengan kasasi demi kepentingan

hukum sebagai upaya hukum luar biasa.

2. Peninjauan Kembali

Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa apabila sudah mendapat

putusan yang berkekuatan hukum tetap dan ditemukannya bukti baru atau novum.

Hal ini untuk memberi kesempatan bila terjadi kesalahan di tingkat Pengadilan

Negeri, Pengadilan Tinggi dan tingkat MA dengan disodorkannya bukti baru.

3. Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Page 51: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

30

Pada hakikatnya, putusan hakim dalam perkara pidana amarnya hanya

mempunyai tiga sifat yaitu pemidanaan apabila hakim/pengadilan berpendapat

bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan menurut hukum terbukti bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan (Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang

No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana) kemudian putusan bebas

apabila hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, terdakwa tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum atas perbuatan yang

didakwakan (Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana) dan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum jika

hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti,

tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana,). Berdasarkan

Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana, menyebutkan :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”

Upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang

menyebutkan :

“Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara ini diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan”

Page 52: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

31

Keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam pasal diatas adalah novum atau bukti

baru. dimana novum ini merupakan bukti yang dapat meringankan atau

membebaskan terdakwa dari tuduhan yang didakwakan kepadanya. Pasal 263 ayat

(2) huruf a Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana ini

yang menjadikan dasar bagi Hakim Mahkamah Agung menerima atau menolak

permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali. Apabila

hakim menolak permohonan peninjauan kembali, maka Hakim Mahkamah Agung

akan memberikan alasan penolakan permohonan peninjauan kembali yang

diajukan. Bagi terpidana dengan ditemukanya fakta baru ini dimana bahwa polisi

telah melakukan kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini dapat

digunakan sebagai bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan alasan

kuat bagi terpidana ini untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali

kepada Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru

tersebut diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan

mengubah isi dari putusan tersebut secara signifikan.

Page 53: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

32

BAB III

Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum yuridis (normatif) dengan metode pendekatan perundang-undangan,

metode pendekatan kasus (Case Approach ) serta metode pendekatan

analitis.Penelitian hukum doktrinal (normatif) adalah penelitian yang difokuskan

untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum

positif.27 Pendekatan perundang-undangan (statute approach) di sini berarti

peneliti melihat hukum sebagai system tertutup yang memiliki sifat-sifat

comprehensive (norma-norma hukum yang ada terkait satu dengan lainnya), all

inclusive (norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum

yang ada sehingga tidak ada kekurangan hukum) serta systematic ( di samping

bertautan antara yang satu dengan yang lain, norma hukum tersebut harus tersusun

secara hierarkis), sedangkan pendekatan kasus (Case Approach) di sini bertujuan

untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan

dalam praktik hukum, terutama kasus-kasus yang telah diputus oleh pengadilan.

Kasus tersebut dapat dipelajari untuk mendapat gambaran tentang dampak

dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum.jelasin

metode pendekatan perundang-undangan.

27Johny Ibrahim, 2008,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media,

Malang, hlm 294.

Page 54: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

33

Pendekatan analitis di sini berfungsi untuk mengetahui makna yang

dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan

secara konsepsional sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik dan

putusan-putusan hukum.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan Perundang-Undangan dimana dalam Perundang-Undangan ini

terdapat tiga kegiatan pokok, yaitu; pertama, penetapan kriteria identifikasi untuk

menyeleksi norma-norma yang dimasukkan sebagai norma hukum positif dan

norma-norma yang dianggap sebagai norma sosial (nonhukum). Selanjutnya

adalah melakukan pengumpulan norma-norma yang sudah diidentifikasikan

sebagai norma hukum tersebut, dan akhirnya dilakukan pengorganisasian norma-

norma yang sudah diidentifikasikan dan dikumpulkan itu ke dalam suatu system

yang komprehensif (menyeluruh).28Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa

penelitian ini bersifat Preskriptif, dimana penelitian ini menganalisis persoalan

hukum dengan aturan yang berlaku dan cara mengoperasionalkan aturan tersebut

dalam peristiwa hukum.29

3. Sumber Data

Sumber bahan penulisan karya ilmiah ini adalah bahan hukum sekunder,

yaitu bahan hukum yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan

dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang

28 Rony Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan

Ketiga, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 13 29Peter Mahmud Marzuki, 2010,Penelitian Hukum, Kencara Media Group, Jakarta, hlm 22

Page 55: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

34

sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumentasi yang biasanya

disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi peneliti.

Dari bahan hukum sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke

dalam tiga bagian yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya memiliki suatu otoritas, mutlak dan mengikat. Bahan hukum primer

terdiri atas peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, catatan resmi, lembar

negara penjelasan, risalah, putusan hakim dan yurisprudensi.30

1. Putusan Mahkamah Agung No. 90 PK/PID B/2008

2. Putusan Negeri Jombang No. 49/PID B/2008/PN.JMB

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pustaka dibidang ilmu hukum,

penelitian di bidang ilmu hukum, jurnal hukum, artikel ilmiah, laporan hukum,

berita dan semua publikasi baik dari media cetak maupun elektronik.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode,

yaitu metode kepustakaan dan metode dokumenter. Metode kepustakaan di sini

adalah suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran terhadap

bahan pustaka (literatur, hasil penelitian, majalah ilmiah, jurnal ilmiah, dan

sebagainya), sedangkan metode dokumenter adalah suatu cara pengumpulan

30Ibid., hlm. 141

Page 56: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

35

bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen pemerintah maupun

nonpemerintah (putusan pengadilan, publikasi, dan sebagainya).

5. Metode Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun

secara sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan dihubungkan satu

dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara

keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan

penelitian.

6. Metode Analisis Data

Dalam penelitian hukum doktrinal (normatif) ini yang digunakan adalah

logika deduktif melalui metode analisis normatif kualitatif. Metode analisis

normatif merupakan cara menginterpretasikan dan mendiskusikan bahan hasil

penelitian berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori hukum serta

doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

Page 57: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

36

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

A. Data Sekunder

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap Putusan

Mahkamah Agung Nomor 90 PK/PID/2008 mengenai Putusan Bebas Karena

Error in Persona dan dengan melakukan studi pustaka yang berhubungan dengan

obyek penelitian maka dapat diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

1. Duduk Perkara

Memeriksa perkara pidana peninjauan kembali telah memutuskan dalam

perkara Terpidana, tempat lahir Jombang, tanggal lahir 13 Desember 1988, umur

19 tahun, jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Dusun

Ngemplak, Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, agama

Islam, pekerjaan swasta.

Pada awalnya ditemukan sesosok mayat yang ditemukan warga disekitar

kebun tebu di Dusun Braan. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan

penyidikTerdakwa mempunyai hubungan khusus (homo) dengan Sdr. IC als.

Kemat, yang sebelumnya Sdr. IC als. Kemat sudah mempunyai hubungan khusus

(homo) bersama korban MA dan hubungannya putus karena korban mempunyai

cowok lagi yang lebih tampan dari Sdr. IC als. Kemat, selanjutnya pada hari dan

tanggal tidak dapat diingat 3 hari sebelum kejadian di Salon Ayu Sdr. IC als.

Kemat menyampaikan niatnya kepada Terdakwa untuk menghabisi korban MA,

karena Sdr. IC als. Kemat sakit hati / cemburu dengan korban yang telah

Page 58: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

37

mempunyai cowok lebih ganteng, dan niat tersebut disetujui oleh Terdakwa

(pasangan homo Sdr. IC als. Kemat yang baru dan telah berjalan selama 3 bulan).

Kemudian ditentukannya hari pelaksanaannya yaitu hari Sabtu malam

Minggu tanggal 22 September 2007 ; kemudian Terdakwa bersama ICdengan

membawa mobil mengajak korban untuk pulang bersama. Namun korban di bawa

ke rumah kosong yang telah ditentukan.Sdr. IC als. Kemat. Di tempat itu

Terdakwa dan rekannya memukul kepala MA hingga pingsan dan membawa MA

ke kebun tebu di desa Braan selanjutnya Terdakwa bersama Sdr. IC als. Kemat

membuang mayat di kebun tebu tersebut, selanjutnya Sdr. IC als. Kemat menusuk

dan merobek perut korban hingga ususnya ke luar terburai dengan pisau untuk

memastikan korban telah meninggal dunia kemudian Terdakwa mengambil oli

bekas yang berada di mobil kemudian oli tersebut disiramkan oleh Sdr. IC als.

Kemat ke muka korban dan menutupinya dengan daun tebu untuk menghilangkan

identitas korban. Berdasarkan hal tersebut Terdakwa di Pidana 12 tahun penjara

oleh Pengadilan Negeri Jombang. Kemudian muncul pengakuan VIH alias Ryan

yang mengaku membunuh MA dan membuang mayatnya di belakang rumah

orang tua VIH. Berdasarkan hal tersebut dilakukan tes DNA yang sebelumnya

tidak dilakukan penyidik. Kemudian terbukti bahwa mayat di kebun tebu

bukanlah MA namun FS. Kemudian DEP mengajukan peninjauan kembali

berdasarkan novum ke Mahkamah Agung.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

1) Kesatu

Page 59: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

38

Penuntut Umum mendakwa dengan bentuk dakwaan alternatif. Perbuatan

Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalamPasal 340 KUHP jo. 55

(1) ke-1 KUHP dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu

menghilangkan jiwa orang lain yaitu korban.

atau ;

2) Kedua

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal

338 KUHP jo.Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dengan sengaja menghilangkan jiwa orang

lain, yaitu korban.

3. Pembuktian

Di dalam pembuktian di Pengadilan Negeri Jombang, yang dihadirkan

Penuntut Umum di muka persidangan pada tingkat pertama yang terdiri dari H.

IH, Syt, MJ, AW, Ksyn, BH, Spd, BS, AHS, H. Dj, AW, IC adalah sebagai saksi

untuk memberikan keterangan terkait dengan berkas perkara tindak pidana

pembunuhan berencana terhadap korban (yang ditemukan di kebun tebu Desa

Braan, Kabupaten Jombang) dan tidak ada saksi fakta dalam perkara a quo, saksi

yang diajukan adalah saksi De Auditu, saksi Verbalisen (saksi Polisi Pemeriksa

Perkara / Penyidik) dan saksi mahkota, yaitu Terdakwa dan Sdr. Saksi IC yang

dihadirkan sebagai saksi mahkota yang bertentangan dengan hukum pembuktian ;

Penuntut Umum juga mengajukan keterangan ahli Dr. Rudy Prayudiya Ariyanto

Dokter Bedah pada Rumah Sakit Umum Jombang dengan hasil pemeriksaan

tanggal 1 Oktober 2007 jam 10.00 dengan hasil sebagai berikut :

A. Pemeriksaan Luar :

Page 60: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

39

Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ;

Tinggi Badan : 160 Cm ;

Kepala : Rambut hitam, gigi tonggos ;

Leher : Tidak ada kelainan ;

Perut : Ada robekan 5 (lima) Cm di atas pusar, 1 (satu) Cm dari garis tengah

tubuh berbentuk ellips dengansudut tajam di kedua sudutnya dengan ukuran 2 Cm

x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan jaringan,didapatkan usus yang terburai dari

lubang robekan dan terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ;

B. Pemeriksaan Dalam :

Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat lubang (robekan) yang

terdapat pada dinding perut dan sebagian besar organ dalam mengalami

pembusukan ;

C. Kesimpulan :

Tidak dapat disangkal bahwa korban meninggal dunia karena pendarahan rongga

perut , karena robekan dinding perut sebagai akibat persentuhan dengan benda

tajam tanpa disertai denganalat bukti lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 184

KUHAP ;

Serta dalam persidangan, Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa :

- 1 (satu) unit mobil Suzuki Cary warna biru No. Pol. L 1057 KD ;

- 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ ;

- 1 (satu) buah jaket parasit warna biru ;

- 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih ;

- 1 (satu) buah celana jean warna hitam ;

- 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam ;

- 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm ;

Page 61: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

40

- 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru ;

- 1 (satu) buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam ;

- 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan ;

- 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben ;

4. Tuntutan Penuntut Umum

Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan pidana terhadap Terdakwa,

membaca tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanggal 17 April 2008 yang isinya

adalah sebagai berikut :

1) Menyatakan Terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana pembunuhan

direncanakan yang dilakukan bersama-sama sebagaimana diatur dan

diancam pidana Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dalam surat

dakwaan Primair ;

2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10

(sepuluh) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan

perintah Terdakwa tetap ditahan ;

5. Putusan Pengadilan Negeri Jombang

Membaca putusan Pengadilan Negeri Jombang No. 49/Pid.B/2008/-

PN.JMB.tanggal 8 Mei 2008 dengan menggunakan dakwaan primer, yang amar

lengkapnya sebagai berikut :

1) Menyatakan Terdakwa, tersebut di atas telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta melakukan

pembunuhan berencana”;

Page 62: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

41

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara

selama 12 (dua belas) tahun ;

3) Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

4) Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;

5) Menetapkan barang bukti berupa :

1 (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1 (satu)

unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ, 1

(satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer hitam bergaris

putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu) buah ikat pinggang

warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm, 1

(satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah sandal jepit sebelah

kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan, 1 (satu)

buah helm warna hitam kaca riben ; Dikembalikan kepada Penuntut Umum

untuk dipergunakan dalam perkara lain ;

Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp.

2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;

6. Peninjauan Kembali

Membaca surat permohonan peninjauan kembali bertanggal 25 September

2008 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jombang pada tanggal 25

September 2008 dari Kuasa Terpidana, yang memohon agar putusan Pengadilan

Negeri tersebut dapat ditinjau kembali, pada pokoknya sebagai berikut :

Page 63: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

42

Putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diucapkan dengan hadirnya Pemohon

Peninjauan Kembali pada tanggal 8 Mei 2008, dengan demikian putusan tersebut

telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ;

Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana pada

pokoknya adalah sebagai berikut :

1). TERDAPAT KEADAAN BARU (NOVUM) ;

Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu

sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa

putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum ;

Maksud keadaan baru dalam ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP

tersebut sesungguhnya bukan keadaannya yang baru, akan tetapi diketahuinya

yang baru atau baru diketahui. Keadaan yang dimaksudkan itu sesungguhnya

sudah ada pada saat perkara pokoknya diperiksa di Pengadilan ;

Dari ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP, pengertian keadaan baru dapat

disimpulkan, ialah : suatu keadaan yang sesungguhnya (secara materiil) sudah

ada, namun ketika perkara sedang diperiksa belumlah dibuktikan / diketahui

tentang keberadaannya itu. Untuk membuktikan adanya keadaan itu haruslah

dengan alat bukti, yang jika alat bukti itu diperiksa di muka persidangan maka

terbuktilah tentang keadaan tersebut. Dengan telah terbuktinya adanya keadaan

yang demikian, maka putusan terhadap perkara itu akan berbeda dengan putusan

yang sekarang ;

1.1. Novum 1 : Pengakuan dari VIH alias Ryan yang mengaku telah membunuh

korban yang berinisial MA ;

Page 64: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

43

Keadaan baru yang pertama yang dijadikan dasar permohonan peninjauan kembali

ini adalah pengakuan VIH alias Ryan pada tanggal 17 Agustus 2008 yang

menyatakan bahwa mayat / korban ke 11 (sebelas) (yang saat itu belum diketahui

identitasnya(disebut Mr. X) yang dikubur di pekarangan belakang rumah orang

tuanya di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembeleng, Kabupaten

Jombang adalah bernama MAdan dibunuh sekitar bulan Oktober 2007 atau

setidak-tidaknya dalam tahun 2007. Jadi Novum I yang dimaksud adalah

Pengakuan dari VIH alias Ryan yang mengaku telah membunuh MA ;

Novum tersebut sangat bertentangan dengan kesimpulan Penyidik dan Penuntut

Umum yang menyatakan pada tanggal 29 September 2007 telah ditemukan

sesosok mayat / korban pembunuhan di kebun tebu di Desa Braan, Kecamatan

Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, yang berdasarkan hasil penyelidikan

aparat Kepolisian Polsek Bandar Kedungmulyo terhadap mayat tersebut

diidentifikasi sebagai MA warga Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak,

Kabupaten Jombang, kesimpulan aparat kepolisian ini diambil karenaadanya

laporan orang hilang dengan Laporan Polisi No. Pol. : K/LP/26/IX/2007/Reskrim

tanggal 27 September 2007 atas nama MA alias Aldo, berusia 21 (dua puluh satu)

tahun, alamat Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang ;

Dengan adanya laporan orang hilang tersebut maka pada tanggal 29 September

2008 petugas dari Polsek Bandar Kedungmulyo bersama-sama dengan kakak

kandung MA yang berinisial AW berangkat ke RSU Jombang untuk melihat

korban dan kakak korban meyakini bahwa mayat tersebut adalah MA hanya

berdasarkan ciri-ciri fisik antara lain : kaki kanan dibagian betisnya ada luka

Page 65: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

44

bekas kena knalpot, kukunya panjang terawat, gigi tulang sebelah kiri agak ke

luar, potongan rambut bagian samping kiri dan kanan tipis dan bagianbelakang

tebal, sedangkan disekujur badan ada bekas oli, hidung ada luka bengkak, rahang

gigi sudah lepas, tengkuk mengalami luka memar, perut luka terbuka dan usus

terburai ke luar dan wajah korban sudah mengalami kerusakan dan sulit dikenali ;

Setelah adanya pernyataan dari keluarga atas mayat tersebut Penyidik tanpa

melakukan tes DNA guna dicocokkan dengan DNA keluarga MA dalam hal ini

MJ (ayah kandung) dan DM (ibu kandung), Penyidik mengambil kesimpulan

bahwa mayat di kebun tebu tersebut adalah MA ;

Penyidik dari Kepolisian Resort Jombang menetapkan 3 (tiga) orang tersangka

dalam perkara pembunuhan atas mayat di kebun tebu yang di yakini Kepolisian

sebagai mayat MA antara lain :

1. Sdr. Saksi ICalias Kemat yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh

Penyidik pada Polres Jombang, selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal

21 Oktober 2007 ;

2. Pemohon PK yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh Penyidik pada

Polres Jombang, selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal 21 Oktober

2007 ;

3. Sdr. Saksi MS alias Sugik yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh

Penyidik pada Polres Jombang selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal

21 Oktober 2007, MS alias Sugik sempat dibebaskan dan dipulangkan sesuai

dengan Berita Acara Pemulangan tanggal 23 Oktober 2007 dan kemudian

kembali ditangkap pada tanggal 7 Mei 2008dan ditahan pada 8 Mei 2008 ;

Page 66: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

45

Ketiga orang tersebut diduga telah melakukan tindak pidana pembunuhan

berencana yang terjadi pada bulan September 2007 di Dusun Braan Desa /

Kec.Bandar Kedungmulyo dengan korban MA alias Aldo, ketiga orang tersebut

disangka dengan Pasal 340 KUHP Sub.Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP ;

Berdasarkan pernyataan yang dibuat IC alias Kemat tertanggal 10 Juni 2008, IC

alias Kemat menyatakan bahwa dirinya dan MS tidak pernah membunuh MA,

pengakuan yang dibuat dalam BAP dihadapan Penyidik POLRI bahwa dirinya

dan MS telah membunuh MA dibuat semata-mata karena IC alias Kemat tidak

tahan disiksa dan dipukuli oleh oknum anggota Polsek Bandar Kedungmulyo di

pinggir sungai (foto copy bukti PK-1) demikian juga dengan Pemohon PK dalam

pernyataannya yang dibuat pada tanggal 10 Juni 2008 menyatakan tidak tahu

tentang pembunuhan MA dan benar-benar tidak melakukanpembunuhan tetapi

karena dipukuli oleh oknum aparat Polsek Bandar Kedungmulyo akhirnya

mengakui turut serta membunuh MA (foto copy Bukti PK-2) ; Proses persidangan

di Pengadilan Negeri Jombang, IC alias Kemat dan Pemohon PK menerangkan

MS alias Sugik terlibat dalam perbuatan pembunuhan berencana atas MA yang

mayatnya ditemukan di kebun tebu Desa Braan, keterangan tersebut diberikan

oleh kedua orang Terdakwa dalam kondisi tertekan baik fisik maupun psikis.

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh IC alias Kemat dan Pemohon PK

maka pada tanggal 7 Mei 2008 dilakukan penangkapan atas diri MS alias Sugik

oleh Penyidik dari Kepolisian Resor Jombang dan pada tanggal 8 Mei 2008

dilakukan penahanan dan saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri

Page 67: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

46

Jombang ; Pada saat perkara dengan tersangka MS Alias Sugik dinyatakan

lengkap dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jombang, pada tanggal 17

Agustus 2008 muncul pengakuan dari VIH alias Ryan yang mengaku membunuh

MA alias Aldo pengakuan mana bertentangan dengan fakta dan putusan

Pengadilan dengan inisial IC yang telah menjadi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Jombang atas tuduhan pembunuhan berencana terhadap

korban MA dengan vonis pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun,

Pemohon PK yang telah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

(LP) Jombang atas tuduhan turut serta melakukan pembunuhan berencana

terhadap korban MA dengan vonis pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun ;

Terhadap pengakuan VIH alias Ryan yang merupakan Novum yang pertama,

karena Pemohon Peninjauan Kembali belum mendapatkan BAP tersangka VIH

alias Ryan, maka Pemohon Peninjauan Kembali ajukan bukti surat berupa berita

dan pernyataan yang termuat di media massa antara lain : Koran Harian SURYA,

Rabu tanggal 20 Agustus 2008dengan Judul " Ryan Pelaku, Orang lain Dibui "

(foto copy Kliping koran terlampir bukti PK-3) dan Koran Harian SURYA, Kamis

tanggal 21 Agustus 2008 dengan Judul” Ryan : Polisi Salah Tangkap " (foto copy

Kliping Koran terlampir, bukti PK- 4) ;

1.2. Novum 2 : DNA Mr..X yang dikubur di belakang rumah orang tua VIH alias

Ryan identik dengan dengan DNA MJ (ayah kandung MA) dan DM (ibu

kandung MA) ;

Setelah munculnya pengakuan VIH, pada tanggal 21 Agustus 2008 pihak

Kepolisian langsung bertindak mengambilnya sample / contoh darah dari orang

Page 68: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

47

tua MA (MJ dan DM) yang dilakukan oleh Kedokteran dan Kesehatan Polda

Jatim yang kemudian dikirim tanggal 22 Agustus 2008 ke Mabes Polri untuk

digunakan dalam uji DNA atau tes atas asal-usul seseorang secara genetika dan

hasilnya dicocokkan dengan DNA Mr. X yang diketemukan di halaman belakang

rumah VIH alias Riyan ;

Berdasarkan surat hasil tes Laboratorium DNA No. Pol.

:R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol tanggal 27 Agustus 2008 oleh tim yang

diketuai Drs. Putut T. Wibowo, DFM, Msi., perihal hasil pemeriksaan DNA salah

satu korban pembunuhan yang dilakukan oleh VIH alias Ryan yang dikenal

dengan Mr. X, disimpulkan bahwa dengan nilai kebenaran pemeriksaan DNA

lebih dari 99,999% bahwa Mr. X yang dibunuh oleh VIH alias Ryan

teridentifikasi sebagai MA alias Aldo ;

Dengan terbukti mayat yang ditemukan di kebun tebu di Desa Braan, Desa / Kec.

Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang pada tanggal 29 September 2007

bukanlah MA alias Aldo, dan oleh pihak Kepolisian mayat ini diberi nama Mr.

XX (belakangan barudiketahui bahwa mayat yang ditemukan di kebun tebu Desa

Braan adalah FS alias Antonius) ;

Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan surat permohonan untuk

mendapatkan copy hasil pemeriksaan DNA dari pihak Mabes POLRI atas nama

jenazah MA dan Mr. XX (yang belakangan diketahui bernama FS alias Antonius)

dan telah ditindak lanjuti oleh pihak Mabes POLRI melalui surat kepada

Pusdokkes POLRI (Bukti PK-5), akan tetapi karena sampai dengan memori

Peninjauan Kembali ini Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan copy hasil DNA

Page 69: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

48

tersebut belum Pemohon Peninjauan Kembali dapatkan, maka Pemohon

Peninjauan Kembali mengacu pada keterangan Kasatpidum Polda Jatim AKBP

Susanto yang dimuat dalam media massa yaitu Koran Harian Pagi JAWA POS

terbit tanggal 28 Agustus 2008 dengan judul "Asrori Korban ke-11 Ryan " (foto

copy Kliping Koran Bukti PK-6) dan Koran Harian Pagi SURYA terbit Kamis

tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " Tragedi Sengkon Karta Terulang “(foto

copy Kliping Koran Bukti PK-7) dan Koran Harian Pagi SURYA terbit Kamis

tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " 3 Orang Tak Bersalah Dibui" (foto copy

Kliping Koran Bukti PK-8), yang pada intinya menegaskan bahwa berdasarkan

hasil pemeriksaan DNA terhadap Mr. X menunjukkan bahwa Mr. X adalah MA ;

Dengan demikian, jelas bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah dibebani

pertanggungjawaban hukum atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya, oleh

karena itu sudah sepantasnya apabila Pemohon PK dibebaskan dari segala bentuk

pemidanaan terhadap dirinya.

1.3. Novum 3 : DNA Mr. XX yang ditemukan di Kebun tebu Desa Braan,

Kabupaten Jombang identik dengan Ny. S selaku ibu kandung FS alias

Antonius ;

Setelah hasil test Laboratorium DNA No.Pol R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddok-

pol tanggal 27 Agustus 2008 menyimpulkan dengan nilai kebenaran pemeriksaan

DNA lebih dari 99,999 % bahwa Mr. X yang dibunuh oleh VIH alias Riyan

teridentifikasi sebagai MA alias Aldo, maka pihak Kepolisian menindaklanjuti

dengan melakukan pembongkaran makam Mr. XX yang sebelumnya diyakini

sebagai mayat MA di Dusun Kalangan, Desa Kalang Semanding, Kec. Perak,

Page 70: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

49

Kab. Jombang yang dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2008 ;Bahwa kemudian

terhadap mayat Mr. XX yang semula diyakini sebagai MA tersebut telah

dilakukan tesDNA dengan pembanding DNA keluarga / orang tua FS yang

mengakui telah kehilangan anak laki-laki yang berinisial FS sejak tahun 2007.

Hasilnya pada tanggal 17 September 2008 Mabes POLRI melalui Kadiv Humas

Polda Brigjen Pol. R. Abubakar Nataprawira, Direktur I Keamanan dan Trans

Nasional Bareskrim Polda Brigjen Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid Dokpol

Pusdokkes Polri Kombes Pol Mussadeq Ishaq di Mabes Polda berdasarkan Surat

Pemeriksaan DNA No. R/08012.E/DNA/- IX/2008/Biddokpol, tanggal 16

September 2008 menyatakan bahwa hasil tes DNA mayat di kebun tebu (Mr. XX)

di Desa Braan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang adalah

identik dengan keluarga FS alias Antonius artinya Mr. XX adalah anak Biologis

Ny. S orang tua FS alias Antonius ;

Terhadap hasil tes DNA yang menyatakan DNA Mr. XX (mayat di kebun tebu)

identik dengan DNA keluarga / orang tua FS yang dilakukan oleh Mabes Polri

tersebut di atas Kuasa Hukum Pemohon Peninjauan Kembali sudah melayangkan

surat kepada Mabes POLRI pada tanggal 9 September 2008, untuk mendapatkan

salinan resmi hasil pemeriksaan DNA Mr. XX / FS dari Mabes POLRI dan telah

ditindaklanjuti oleh Mabes POLRI (Vide bukti PK-5) akan tetapi sampai dengan

memori PK ini Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan surat tersebut Pemohon

Peninjauan Kembali belum terima ;

Bukti lain yang menguatkan fakta bahwa Mr. XX adalah FS, adalah bukti baru /

Novum berupa :

Page 71: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

50

1. Berita Acara Penyerahan / Pengembalian Mayat (Jenazah) FS als. Antonius

tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-9) dengan uraian singkat jalannya

penyerahan / pengembalian (mayat) sebagai berikut : " Pada hari Kamis

tanggal 28 Agustus 2008 Penyidik Ditreskrim Polda Jatim telah melakukan

penggalian di makam Islam Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak,

Kabupaten Jombang yang sebelumnya ditemukan di TKP Kebun Tebu Dusun

Braan, Desa / Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang pada

tanggal 29 September 2007 yang diduga merupakan korban pembunuhan.

Kemudian setelah dilakukan identifikasi, otopsi atau pemeriksaan forensik

guna kepentingan penyidikan oleh Penyidik Polda Jatim, maka diketahui

identitas atau jati diri jenazah tersebut dan selanjutnya dimasukkan kedalam

peti dan diserahkan / dikembalikan kepada pihak keluarga " ;

2. Berita Acara Pemakaman Mayat (Jenazah) dengan inisial FS als. Antonius

tertanggal 19 September 2008 (IFRS 08.030) (Bukti PK-10) ;

3. Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. B) Jenazah dengaan inisial FS

tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-11) ;

4. Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. A) Jenazah dengan inisial FS

tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-12) ;

Sehari sebelumnya, Kadiv Humas POLRI R. Abubakar Nataprawira bersama-

sama dengan Direktur I Keamanan dan Trans Nasional Bareskrim POLRI Brigjen

Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid Dokpol Pusdokkes POLRI Kombes Pol.

Mussadeq Ishaq di Mabes POLRI melalui media massa juga mengumumkan

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan forensik terhadap Mr. XX diketahui FSu,

Page 72: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

51

yang antara lain dikutip oleh Koran Harian Pagi JAWA POS terbit Kamis tanggal

18 September 2008 dengan judul " Tes DNA Pastikan Mr. XX Fauzin " (foto copy

Kliping Koran Bukti PK- 13) dan Koran Harian Pagi SURYA, terbit Kamis

tanggal 18 September 2008 dengan Judul " Mayat Kebun Tebu 100 % Fauzin "

(foto copy Kliping Koran Bukti PK-14) ;

Jelas bahwa mayat yang diketemukan di Desa Braan, Desa / Kecamatan Bandar

Kedungmulyo, Kabupaten Jombang bukanlah mayat MA melainkan mayat FS,

sehingga dengan adanya Novum ini sudah sewajarnya Pemohon PK dapat

dibebaskan dari penjara, karena selama ini Pemohon PK telah dizalimi melalui

suatu perangkap sistem peradilan yang sesat, tidak adil dan tidak berdasarkan

hukum ;

2.) ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU KEKELIRUAN YANG

NYATA ;

2.1. Putusan Pengadilan Negeri Jombang No. 48/Pid.B/2008/PN.JMB tanggal 8

Mei 2008 mengandung suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang

nyata.

Dalam memutus perkara No. 48/Pid.B/2008/PN.JMB., Judex Facti telah

melakukan kekhilafan dan kekeliruan yang nyata dalam memberikan

pertimbangan hukumnya, sehingga putusan tersebut dalam pertimbangannya tidak

sempurna (Onvoldoende Gemotiveerd), dan terdapat kekeliruan yang nyata dalam

amar putusannya yang sangat merugikan Pemohon Peninjauan Kembali. Akan

tetapi, sebelum mengemukakan alasan kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang

nyata dalam pertimbangan hukum Judex Facti Pengadilan Negeri Jombang yang

Page 73: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

52

mengakibatkan amar putusannya keliru pula, terlebih dahulu mengemukakan

pengertian kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP.

Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP tidak mengatur pengertian istilah kekhilafan

Hakim atau kekeliruan yang nyata. Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP hanya

mengatur mengenai rumusan umum dari salah satu dasar atau alasan pengajuan

permohonan peninjauan kembali. Pengertian umum menurut Kamus Umum

Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta pada halaman 504, "

khilaf “ mempunyai pengertian " keliru / salah ", sedangkan " kekhilafan "

mempunyai pengertian " kekeliruan / kesalahan ". Dan selanjutnya " kekhilafan "

yang nyata diartikan dengan " kekeliruan / kesalahan " yang menyolok dan serius ;

Pengertian tersebut kemudian diintrodusir ke dalam pengertian kekhilafan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf c KUHAP, di mana

pengertian " kekhilafan yang nyata " dalam praktek hukum dimaksudkan sebagai

salah atau cacat dalam pertimbangan atau perbuatan (an error or defect of

judgment or conduct). Atau, dengan kata lain, tidak sempurna pertimbangan

putusan yang diambil (incomplete judgment). Atau juga diartikan bahwa putusan

atau tindakan yang diambil atau diartikan atau dilakukan, menyimpang dari

ketentuan yang semestinya (any deviation).Bahkan pertimbangan yang ringkas

(shortcoming) yang tidak cermat dan menyeluruh, dikualifikasikan sebagai

putusan yang mengandung kekhilafan. Oleh karena itu, kurang cermat dan kurang

hati-hati mempertimbangkan semua faktor dan aspek yang relevan dan urgen

dikualifikasikan sebagai kekhilafan yang mengabaikan fungsi mengadili (under

Page 74: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

53

general liability principle of judiciary), kekhilafan adalah pelanggaran atas

implementasi hukum yang mesti dipertimbangkan dan diterapkan dalam

memberikan putusan dalam suatu perkara ; Berkaitan dengan kekhilafan yang

dilakukan oleh Judex Facti dalam perkara a quo, hukum acara pidana yang

merupakan undang-undang adalah bersifat imperatif atau memaksa, sehingga

tidak dapatditafsirkan lain. Putusan Mahkamah Agung adalah merupakan suatu

panutan untuk kepentingan peradilan di bawahnya. Apabila keputusan Judex Facti

tersebut menyimpang, maka kepastian hukum yang ada akan menjadi rancu.

Kekhilafan yang dilakukan oleh Judex Facti dalam perkara a quo adalah sebagai

berikut :

Tidak dipenuhinya batas minimal pembuktian sebagaimana diatur dalam

Pasal 183 KUHAP. Tidak ada saksi fakta dalam perkara a quo, saksi yang

diajukan adalah saksi De Auditu, saksi Verbalisen (saksi Polisi Pemeriksa Perkara

/ Penyidik) dan saksi mahkota yang bertentangan dengan hukum pembuktian.

Saksi-saksi yang dihadirkan di muka persidangan pada tingkat pertama

yang terdiri dari IH, S, MJ, AW, Ksyn, BH, Spd, BS, AHS, H. Dj, AW, ICadalah

sebagai saksi untuk memberikan keterangan terkait dengan berkas perkara tindak

pidana pembunuhan berencana terhadap korban MA (yang ditemukan di kebun

tebu Desa Braan, Kabupaten Jombang). Apabila Judex Facti mencermati catatan

sidang mengenai keterangan paras saksi tersebut di atas, jelas bahwa pengetahuan

atas pernyataan yang mereka sampaikan di atas tidak diperoleh dari

pengetahuannya sendiri (de auditu), tidak ada saksi fakta yang mampu

menjelaskan cara kejahatan, waktu kejahatan dan tempat kejahatan yang tepat

Page 75: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

54

dilakukan oleh Pemohon PK. Pengajuan saksi Verbalisen adalah dagelan gaya

kampung yang dilakukan sekedaruntuk memenuhi syarat formil jumlah saksi,

apalagi dalam perkara ini terungkap bahwa baik Pemohon Peninjauan Kembali

maupun IC alias Kemat dalam perkara ini mengalami penyiksaan untukmengaku

sebagai pelaku pembunuhan sampai muncul pemeriksaansaksi mahkota dengan

memanfaatkan kebingungan dan ketidaktahuan hukum dari masing-masing

pelaku.

Jelas bahwa Judex Facti telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (26)

tentang Klasifikasi Seorang Saksi sebagai orang yang dapat memberikan

keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri ;

Keterangan saksi-saksi tersebut di atas juga tidak bersesuaian antara satu dengan

lainnya sehingga apabila Judex Facti mengikuti sidang dengan cermat, maka

Judex Facti tidak akan sampai pada kesimpulan bahwa Pemohon Peninjauan

Kembali bersalah dan akhirnya dihukum dengan pidana penjara selama 12 (dua

belas) tahun.

Dalam menjatuhkan putusan Majelis Hakim Perkara No.

48/Pid.B/2008/PN.JMB., Judex Facti hanya mendasarkan pada keterangan

Terdakwa yang diberikan karena diintimidasi dan disiksa dan hasil Visum Et

Repertum Jenazah atas nama MANo. 371/04/415.39/X/2007 tertanggal 25

Oktober 2007 oleh Dr. Rudy Prayudiya Ariyanto Dokter Bedah pada Rumah Sakit

Umum Jombang dengan hasil pemeriksaan tanggal 1 Oktober 2007 jam 10.00

dengan hasil sebagai berikut :

Page 76: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

55

A. Pemeriksaan Luar :

Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ;

Tinggi Badan : 160 Cm ;

Kepala : Rambut hitam, gigi tonggos ;

Leher : Tidak ada kelainan ;

Perut : Ada robekan 5 (lima) Cm di atas pusar, 1 (satu) Cm dari garis tengah

tubuh berbentuk ellips dengansudut tajam di kedua sudutnya dengan ukuran 2 Cm

x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan jaringan,didapatkan usus yang terburai dari

lubang robekan dan terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ;

B. Pemeriksaan Dalam :

Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat lubang (robekan) yang

terdapat pada dinding perut dan sebagian besar organ dalam mengalami

pembusukan ;

C. Kesimpulan :

Tidak dapat disangkal bahwa korban meninggal dunia karena pendarahan

rongga perut , karena robekan dinding perut sebagai akibat persentuhan dengan

benda tajam tanpa disertai denganalat bukti lainnya sebagaimana diatur dalam

Pasal 184 KUHAP. Hasil Visum Et Repertum tersebut terdapat beberapa

ketidaksesuaian antara lain:

Keterangan yang diberikan oleh kakak kandung MA yang berinisial AW yang

mengatakan MA memiliki gigi tulang sebelah kiri agak keluar (gingsul) tetapi

berdasarkan hasil Visum Et Repertum No. 371/04/415.39/X/2007 tertanggal 25

Oktober 2007oleh Dr. Rudy Prayudiya Ariyanto menyatakan hasil pemeriksaan

Page 77: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

56

luar terhadap Kepala : gigi tonggos, adalah suatu pengetahun yang bersifat

umum (notoir feiten) bahwa keadaan antara gigi tulang sebelah kiri agak keluar

(gingsul) dan gigi tonggos adalah berbeda, tonggos adalah bentuk gigi yang

cenderung maju ke depan, sedangkan gingsul adalah gigi tulang yang lebih

menonjol dari gigi lainnya pada barisan depan gigi manusia.

Terhadap hasil pemeriksaan dipersidangan Pemohon Peninjauan Kembali

mengatakan MS memukul kepala korban bagian belakang dari arah samping

korban yang mengakibatkan korban jatuh ke lantai tidak sadarkan diri tetapi

berdasarkan hasil Visum Et Repertum No. 371/04/415.39/X/2007 tertanggal 25

Oktober 2007 oleh Dr. Rudy Prayudiya Ariyanto menyatakan hasil

pemeriksaan luar leher : tidak ada kelainan, terdapat pertentangan terhadap

hasil Visum yang menyatakantidak ada kelainan dan fakta dipersidangan leher

dipukul dengan balok kayu yang seharusnya akan timbul luka atau patah tulang

terhadap leher tersebut sebagai akibat dipukul dengan balok kayu ;

Terhadap hasil Visum Et Repertum pemeriksaan luar dinyatakan " pada bagian

perut ada robekan 5 (lima) Cm di atas pusar, 1 (satu) Cm dari garis tengah

tubuh berbentuk ellips dengan sudut tajam di kedua sudutnya dengan ukuran 2

Cm x 4 Cm .... dst ", apabila dikaitkan dengan barang bukti berupa pisau dapur

yang disita dari rumah IC alias Kemat maka luka berbentuk ellips tersebut pada

Visum Et Repertum adalah bukan karena ditusuk dengan pisau dapur yang

memiliki satu sudut tajam, lebih-lebih terhadap pisau dapur yang dijadikan

barang bukti tersebut tidak pernah diperiksa forensik apakah terdapat bekas-

bekas darah yang identik dengan darah korban ;

Page 78: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

57

Dari fakta-fakta tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil Visum Et

Repertum No. 371/04/415.39/X/2007 tertanggal 25 Oktober 2007 oleh Dr. Rudy

Prayudiya Ariyanto bertentangan dengan keterangan-keterangan yang

disampaikan oleh saksi AW dan saksi IC alias Kemat, yang seharusnya dicermati

oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara No. 49/Pid.B/2008/PN.JMB.

sehingga dapat dipastikan. Jadi tidak satupun alat bukti yang diajukan dalam

persidangan ini memiliki persesuaian satusama lain, sehingga kesimpulan Majelis

Hakim yang memeriksa perkara No. 49/Pid.B/2008/PN.JMB. yang telah

menghukum Pemohon Peninjauan Kembali adalah keliru. Perkara No.

49/Pid.B/2008/PN.JMB telah diputus dengan tidak memenuhi batas minimum

pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

7. Putusan Mankamah Agung

1) Pertimbangan Hukum Hakim

Alasan peninjauan kembali tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti

(Pengadilan Negeri) salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai

berikut :

a. Adanya bukti-bukti PK.4, PK.13 dan PK.14, yang menjelaskan bahwa korban

mati yang digali dari kebun rumah VIH alias Riyan ternyata dari hasil sample

darah adalah anak pasangan DM dan MJ yang berinisial MA;

b. Korban yang di kebun tebu adalah anak dari pasangan Ny. S yang berinisial FS.

c. Terdakwa didakwa telah melakukan pembunuhan terhadap MA sedangkan

dalam kasus perkara itu kemudian ditemukan tersangka yang mengakui

Page 79: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

58

bernama VIH alias Riyan adalah pelakunya, sebagaimana terangkum dalam

bukti-bukti (PK.6, PK.7 dan PK.8) ;

d. Sesuai bukti-bukti PK.9, PK.10, PK11 dan PK.12 ternyata mayat yang

ditemukan oleh masyarakat teridentifikasi berinisial MA sebagai korban

pembunuhan VIH alias Riyan, sedangkan kemudian ternyata korban mati yang

di kebun tebu adalah FS als. Antonius ” ;

Dengan demikian jika Terpidana DEP telah diperiksa dan dihukum pidana serta

berkekuatan hukum tetap sebagai “telah membunuh MA” padahal ternyata yang

diketemukan di kebun tebu tersebut adalah mayat “ FS als. Antonius “ ;

Dapat disimpulkan bahwa dalam kasus a quo telah terjadi error in subyektif

kesalahan Terdakwanya dan terjadi kesalahan menangkap ;

Dengan adanya novum tersebut maka Terpidana harus dinyatakan tidak terbukti

dan karenanya harus dibebaskan. Oleh karena alasan peninjauan kembali yang

mendasarkan atas adanya novum dapat dibenarkan maka pertimbangan tentang

alasan peninjauan kembali selebihnya dipandang tidakrelevan lagi ;

Alasan peninjauan kembali karena kekeliruan nyata dari Judex Facti (Pengadilan

Negeri) adalah sebagai akibat dari alat-alat bukti yang ada dan diyakini cukup

dapat dijadikan dasar pemidanaan maka harus dipandang alasan tersebut tidak

dapat dibenarkan. Walaupun seolah-olah dengan adanya Novum tersebut, Judex

Facti (Pengadilan Negeri) telah salah menerapkan hukumpembuktian, karena

Judex Facti (Pengadilan Negeri) telah memeriksa dan mengadili perkara tersebut

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan khususnya hukum pembuktian.

Page 80: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

59

Berdasarkan tersebut di atas, permohonan peninjauan kembali harus dinyatakan

dapat dibenarkan, oleh karena itu berdasarkan Pasal 263 (2) jo. Pasal 266 ayat (2)

huruf b KUHAP terdapat cukup alasan untuk membatalkan putusan Pengadilan

Negeri Jombang No. 49/Pid.B/2008/PN.JMB.tanggal 8 Mei 2008 dan Mahkamah

Agung akan mengadili kembali perkara tersebut dengan amar seperti yang akan

disebutkan di bawah ini. Oleh karena permohonan peninjauan kembali dari

Pemohon Peninjauan Kembali / Terpidana dikabulkan dan Pemohon Peninjauan

Kembali / Terpidana dibebaskan dari segala dakwaan maka biaya perkara dalam

semua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara.

Memperhatikan pasal-pasal dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, Undang-

Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan

Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan Peraturan Perundang-undangan lain yang

bersangkutan.

2) Amar Putusan Mahkamah Agung

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali

/ Terpidana tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jombang No. 49/Pid.B/2008/-

PN.JMB.tanggal 8 Mei 2008.

M E N G A D I L I K E M B A L I

Page 81: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

60

1. Menyatakan Terpidana tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

Primair dan Subsidair ;

2. Membebaskan oleh karena itu kepada Terpidana dari segala dakwaan ;

3. Memulihkan hak Terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya ;

4. Memerintahkan agar Terpidana segera dikeluarkan dari tahanan, kecuali

Terpidana ditahan karena perkara lain ;

5. Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 (satu) unit mobil Suzuki Cary warna biru No. Pol. L 1057 KD ;

- 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ ;

- 1 (satu) buah jaket parasit warna biru ;

- 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih ;

- 1 (satu) buah celana jean warna hitam ;

- 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam ;

- 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm ;

- 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru ;

- 1 (satu) buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam ;

- 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan ;

- 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben ;

Dikembalikan dari mana barang bukti tersebut disita ;

Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada Negara.

Page 82: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

61

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap putusan Pengadilan Negeri Jombang

dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan dengan melakukan studi

pustaka yang berhubungan dengan obyek penelitian penulis, maka dapat diperoleh

analisis data sebagai berikut :

1. Pe rtimbangan hukum hakim yang membebaskan terdakwa dalam

Putusan Mahkamah AgungNo. 90 PK/PID/2008.

Penegakan hukum merupakan upaya untuk mendapatkan kepastian

hukum, keadilan dan kemanfaatan. Di dalam Putusan Mahkamah Agung No. 90

PK/PID/2008 pada pokoknya terdapat 2 (dua) dasar hukum yang dipakai Majelis

Hakim Mahkamah Agung dalam membebaskan terdakwa.

1. Adanya peninjauan kembali

2. Error in Persona

Ad. 1. Adanya Peninjauan Kembali

Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan

pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti

adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti

baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan

disahkan oleh pejabat yang berweenang.

Mahkamah Agung merupakan badan peradilan yang fungsinya adalah

menilai suatu penerapan hukum yang diterapkan peradilan di bawahnya.

Page 83: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

62

Mahkamah Agung merupakan badan peradilan yang menerima upaya hukum yang

berupa kasasi dan peninjauan kembali. Di dalam putusan Mahkamah Agung No.

90 PK/PID/2008 merupakan upaya hukum peninjauan kembali yang dilakukan

oleh pemohon (Terdakwa DEP). Syarat peninjauan kembali yang diatur dalam

Pasal 263 ayat (2) huruf a Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum

Acara Pidana yang menyebutkan :

“Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara ini diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan”

Apabila dihubungkan dengan putusan Mahkamah Agung No.90 PK/PID/2008,

bahwa syarat ada nya bukti baru sudah terpenuhi. Pemohon peninjauaan kembali

mengajukan novum (bukti baru) berupa :

1. Adanya pengakuan VIH

Bukti baru yang diajukan ini adalah pengakuan dari pelaku tindak pidana

yang sebenarnya, dimana VIH mengakui telah membunuh MA dan

mengubur mayatnya di belakang rumah orang tua VIH. Dari pengakuan itu

bertentangan dengan dakwaan yang diajukan Penuntut Umum Pengadilan

Negeri Jombang kepada Terdakwa DEP, yang mendakwa Terdakwa telah

turut serta membunuh MA yang mayatnya dibuang di kebun tebu Desa

Braan Jombang. Berdasarkan hal tersebut, maka pengakuan VIH tersebut

dianggap bukti baru.

2. Tes DNA mayat yang dikubur di belakang rumah orang tua VIH

Page 84: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

63

Bukti baru yang berupa pengakuan dari VIH itu menjadi dasar

dilakukannya identifikasi mayat yang ada di belakang rumah orang tua

VIH oleh kedokteran forensik untuk membuktikan kebenaran mayat

tersebut adalah MA. Setelah dilakukan identifikasi, ternyata berdasarkan

surat hasil tes DNA No. Pol. : R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol

tanggal 27 Agustus 2008 terbukti bahwa mayat yang ada di rumah orang

tua VIH berinisial MA.

3. Tes DNA mayat yang ada di kebun tebu Desa Braan Jombang

Berdasarkan tes DNA tersebut, maka mayat yang ada di kebun tebu Desa

Braan Jombang bukan mayat MA berdasarkan surat pemeriksaan DNA

No. R/08012.E/DNA/-IX/2008/Biddokpol tanggal 16 September 2008

bukan mayat MA namun mayat FS setelah dicocokan dengan keluarga FS

yang kehilangan anaknya sejak tahun 2008

Ad. 2 . Error in Persona

Putusan yang dijatuhkan hakim berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang No.8

Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Dari ketentuan Pasal 183 Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana tersebut dapat diketahui bahwa adanya dua

alat bukti yang sah belum cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana bagi

seseorang tetapi dari alat-alat bukti yang sah itu hakim juga perlu memperoleh

Page 85: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

64

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa telah

bersalah melakukan tindak pidana tersebut. Sebaliknya adanya keyakinan pada

hakim saja tidak cukup apabila keyakinan tersebut tidak didukung oleh sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah adanya alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat

(1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, adalah

f. Keterangan saksi g. Keterangan ahli h. Surat i. Petunjuk j. Keterangan terdakwa

Menurut Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril31,

“Dengan pembuktian ini lah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian”

Dengan adanya keterangan terdakwa, keterangan ahli berupa surat Visum

et Repertum dan saksi Verbalisant serta keyakinan hakim maka Hakim Pengadilan

Negeri Jombang menjatuhkan putusan Pidana Penjara dengan dasar hukum Pasal

193 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana,

yang menyebutkan :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”

31Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, 2010,Hukum Acara Pidana, Dalam Teori

dan Praktek, Cetakan Kedua,Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm 102

Page 86: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

65

Dalam kasus DEP yang merupakan korban salah tangkap. Adanya novum yang

diajukan oleh pemohon peninjauan kembali dalam hal ini DEP. Hal terjadinya

kasus salah tangkap, maka hakim memiliki dasar hukum untuk membebaskan

korban salah tangkap. Rumusan itu dapat dilihat berdasarkan Pasal 191 ayat (1)

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menyebutkan :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”

Rumusan Pasal inilah yang digunakan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang

yaitu memeriksa perkara No. 90 Pk/PID/2008. Setelah adanya bukti baru

(novum), berupa pengakuan VIH, pemeriksaan mayat melalui tes DNA mayat

yang ada di belakang rumah orang tua VIH, serta tes DNA mayat yang ada di

kebun tebu. Bukti baru (novum) itu menguatkan keyakinan majelis hakim agar

membebaskan DEP yang tidak bersalah.

2. Akibat hukum bagi penyidik dalam hal salah tangkap (error in persona)

dalam putusan Mahkamah AgungNo. 90 PK/PID/2008.

Berhubungan dengan adanya putusan bebas Mahkamah Agung tersebut,

maka terdapat kesalahan di dalam proses penyidikan dan penangkapan yang

dilakukan oleh team Penyidk Polri sehingga terjadi salah tangkap. Definisi korban

salah tangkap dapat ditemukan dalam Pasal 95 Undang-Undang No. 8 Tahun

1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang menyebutkan:

“Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”

Page 87: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

66

Menurut M.Yahya Harahap32,

“Kekeliruan dalam penangkapan mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap atau ditahan”

Sedangkan menurut Yurisprudensi dari Mahkamah Agung berdasarkan Putusan

Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah lain tentang menangkap orang dan salah

mendakwa orang yang disebut sebagai error in subjectif. Tujuan peradilan pidana

adalah untuk memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak, peradilan pidana

dilakukan dengan prosedur yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan

yang mencakup semua batas-batas konstitusional dan berakhir pada proses

pemeriksaan di pengadilan.

Bagi penyidik yang melakukan salah tangkap, maka penyidik dapat dikenai :

1. Sanksi pidana

2. Sanksi administrasi

Ad.1. Sanksi Pidana

Pasal yang dapat dipakai untuk menjerat penyidik yang melakukan tindakan tidak

professional, dalam hal ini melakukan tindakan menyiksa atau menyakiti, yaitu

ada 2 (dua) :

1) Pasal 351 Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana

2) Pasal 335 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana

32M.Yahya Harahap, 2004, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Sinar Grafika, Jakarta, hlm45

Page 88: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

67

Pertama, Sanksi pidana diberikan kepada penyidik bila dalam hal ini ada

bukti yang dapat membuktikan bahwa penyidik pada saat melakukan pemeriksaan

melakukan tindakan yang bersifat menganiaya, menyakiti atau dalam hal ini

menerapkan sistem akusatur. Dalam Pasal 351 Undang-Undang No. 1 tahun 1946

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan :

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana

Bila dihubungkan dengan kasus DEP, maka pasal di atas sangat lah jelas, bila

memang terdapat tindakan penganiyaan terhadap DEP, maka penyidik yang

melakukan tindakan penganiayaan dapat dijerat dengan pasal diatas. Sistem

akusatur menempatkan tersangka sabagai objek, jadi penyidik menggunakan cara-

cara kekerasan untuk mendapatkan pengakuan dari Tersangka. Dalam kasus DEP,

di dalam putusan No. 90 PK/PID/2008, diakui oleh DEP mendapatkan tekanan

baik fisik maupun psikis, karena tidak tahan dengan siksaan yang diberikan

penyidik dan memanfaatkan ketidaktahuan hukum si tersangka, maka DEP

terpaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Dalam hal tersebut maka

penyidik yang melakukan kekerasan dapat dikenai Pasal 351 KUHP mengenai

penganiayaan yang pada intinya penganiayaan diancam dengan pidana penjara

paling lama dua tahun delapan bulan. Dan apabila membuat luka-luka diancam

pidana lima tahun. Di dalam kasus DEP, penyidik yang memeriksa perkara

Page 89: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

68

tersebut tidak mendapat tindakan sanksi pidana, karena belum ada bukti yang kuat

untuk menjerat para penyidik.

Kedua, penyidik dapat dijerat dengan Pasal 335 Undang-Undang No.1

Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyebutkan :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah ; 1. Barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya

melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain

2. Barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis

(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas aduan orang yang terkena Bila dihubungkan dengan kasus yang menimpa DEP, maka penyidik dapat

dikenakan pasal diatas. Karena apabila terbukti bahwa terdapat rekayasa, atau

penyidik menekan DEP, menyuruh DEP untuk melakukan sesuatu dalam hal ini

mengakui dengan cara paksa untuk melakukan tindakan pidana yang tidak

diperbuat, maka perbuatan penyidik tersebut dapat disebut perbuatan yang

memaksa orang lain melakukan sesuatu. Namun bila dilihat lagi pasal tersebut

diatas. Ayat (2) dalam pasal 335 KUHP tersebut besifat pengaduan yang dapat

diajukan oleh orang yang terkena, dalam hal ini DEP. Jadi apabila tidak diadukan

maka penyidik tidak dapat dijerat Pasal 335 KUHP. Dalam kasus yang menimpa

DEP. Korban salah tangkap, yaitu DEP tidak melakukan pengaduan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 335 KUHP. Jadi penyidik yang memeriksa perkara DEP

tidak dapat dijerat oleh PAsal 335 KUHP. Penyidik POLRI memang dalam

bertugas ada aturan yang memberi keleluasan dalam bertindak, artinya polisi

Page 90: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

69

dalam hal tertentu mempunyai alasan pembenar. Namun dalam kasus yang

menimpa DEP, dimana sistem akusatur sudah tidak diutamakan, dan pengakuan

terdakwa bukan lagi dalam urutan pertama di dalam KUHAP, namun sudah ada di

dalam urutan kelima di dalam KUHAP. Hal itu berarti pengakuan atau keterangan

terdakwa sudah tidak diutamakan lagi. Serta dengan adanya HAM, maka cara-

cara kekerasan tidak dapat dibenarkan lagi, jadi tidak ada alasan pembenar di

dalam tindakan penganiayaan yang dengan tujuan untuk memperoleh pengakuan

dari pelaku tindak pidana semata. Bila dihubungkan dengan kasus DEP maka

cara-cara yang dilakukan penyidik untuk memperoleh pengakuan yang diingkan

penyidik dengan cara-cara penyiksaan tidak dapat dibenarkan.

Ad. 2. Sanksi Administratif

Dalam Perkara Nomor 90 PK/PID B/2008, penyidik Polri telah

melanggar Pasal 14 huruf g dan h Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian, menyebutkan:

1. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya

2. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

Serta Penyidik telah mengabaikan Pasal 15 ayat (1) huruf h dan j Undang-Undang

No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, menyebutkan:

1. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; 2. Mencari keterangan dan barang bukti;

Page 91: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

70

Maksud ayat diatas yaitu penyidik mencari keterangan yang sebenarnya mengenai

identitas pelaku dan juga identitas korban. Menurut Koesparmono Irsan dan

Rony33, bahwa :

“Menentukan identitas korban, seperti halnya menentukan identitas pelaku kejahatan merupakan bagian terpenting dari suatu penyidikan. Dengan ditentukannya didentitas mayat korban dengan tepat, dapat dihindari kekeliruan dalam proses peradilan (Error in Persona), atau salah tangkap”

Oleh sebab itu penyidik pelanggar dapat dikenakan sanksi kode etik kepolisian.

Suatu landasan rasional dimana pekerjaan investigasi disaat ini diletakan secara

benar adalah dengan metode ilmiah. Penyidik tidak bisa hanya mengandalkan

mata telanjang dan identifikasi yang bersifat sekunder saja. Sebagai seorang

penyidik Kepolisiaan mempunyai wewenang, menurut Pasal 7 ayat (1) butir h

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, menyebutkan :

”Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara” Pasal 133 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana, menyebutkan :

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya”

Pasal 133 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana, menyebutkan :

“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

33Koesparnomo Irsan dan Rony, 2007,Ilmu kedokteran Kehakiman, Universitas

Pembangunan Nasional “veteran”, Jakarta, hlm 82

Page 92: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

71

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat”

Dengan kata lain, menurut pasal tersebut diatas, penyidik diberi kewenangan

untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada seorang ahli

kedokterankehakiman atau dokter lainnya, misalnya ahli sidik jari (daktiloskopi),

ahli kedokteran gigi (ontology), pathologi, ahli DNA atau ahli-ahli lainnya untuk

kepentingan peradilan. Dalam hal pengidentifikasian terhadap mayat yang sudah

dalam keadaan yang rusak berat harus dilakukan tes DNA oleh ahli forensik.

Karena keakurasian tes DNA adalah mendekati 100% 34. Pada akhirnya dapat

dipastikan siapakah sosok mayat tersebut.

Dalam hal terjadi salah tangkap dikarenakan kurang berfungsinya Rule Of

Law, yaitu Supremacy Of Law, Equality Before The Law, Due Process Of Law35.

Dalam suatu Negara memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Supremacy Of Law merujuk pada adanya pengakuan normative dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. 2. Equality Before The Law mempersyaratkan mempersamakan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yaitu diakui secara normative dan dilaksanakan secara empiric. tidak boleh ada bentuk diskriminasi dalam bentuk apapun. 3. Due Process Of Law merupakan rambu yang mempersyaratkan seluruh organ dalam Negara termasuk pemerintahan bergerak atas perundang-undangan berlaku legalitas.

Menurut Hibnu Nugroho,36

“Untuk dapat mencapai tujuan diketemukannya kebenaran materiil dalam suatu kasus maka sangat diperlukan adanya integralisasi dari masing-

34Djaja S Atmaja, Evi Untoro, Peranan Analisis DNA Pada Penanganan Forensik. 2007,

FKUI, 35 Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta,

Liberty, hlm 22 36Nugroho, Hibnu, 2010,Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia, Universitas

Negeri Diponegoro, Semarang, hlm 27

Page 93: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

72

masing sub sistem penegak hukum yang ada. Adanya komitmen yang selaras untuk melakukan penegakan hukum yang benar akan melahirkan suatu putusan yang tidak menciderai rasa keadilan masyarakat”

Menurut Adami Chazawi37,

“Kebenaran materiil dapat ditemukan apabila para aktor penegak hukum menjalankan fungsinya sesuai dengan asas-asas hukum dan norma hukum acara pidana”

Dalam kasus salah tangkap pembunuhan Asrori, ketiga ciri utama Rule Of Law ini

ternodai karena kesimpulan yang diperoleh penyidik saat itu hanya dari

pengakuan tersangka, karena pengakuan tersebut diberi di bawah “tekanan”

sehingga yang diduga sebagai pelaku terpaksa mengakui perbuatan yang tidak

dilakukannya. Ini berarti asas akusatur yang dianut KUHAP telah dilanggar. Asas

akusatur ini menempatkan seorang tersangka dipandang sebagai subjek sejajar

dengan pemeriksa, yang mempunyai hak diam, atau hak menyangkal tuduhan

penyidik38. Padahal asas praduga tak bersalah yang menempatkan seorang

tersangka tetap dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang

memperoleh kekuatan hukum tetap itu menjamin bahwa tersangka harus tetap

dijaga nama baik dan hak-hak asasinya.

Menurut Hibnu Nugroho39,

Dalam tahap ini peran penyidik untuk dapat menggali keterangan para saksi dan terdakwa sangat diperlukan, sebab cara-cara yang dipergunakan tidaklah boleh melanggar ketentuan HAM”

37Adami Chazawi, 2010,Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana, Penegakan

Hukum dalam Penyimpangan Praktik dan Peradilan Sesat, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 137 38 Andi Hamzah, 2008,Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Sinar Grafika,

Jakarta, hlm 67 39Hibnu Nugroho, 2010,Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia, Universitas

Negeri Diponegoro, Semarang, hlm28

Page 94: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

73

Karena lebih baik membebaskan sepuluh orang yang bersalah daripada

menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Dengan adanya salah tangkap maka harus ada akibat hukum dari

perbuatan yang dilakukan Penyidik Polri berupa sanksi yang tercantum di dalam

Pasal 21 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Indonesia No. 14 Tahun 2011

Tentang Kode Etik Kepolisian, yang menyebutkan :

Anggota Polri yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa: h) Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; i) Kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang

KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;

j) Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan;

k) Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

l) Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;

m) Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau

n) PTDH sebagai anggota Polri.

Bila dihubungkan dengan kasus No. 90 PK/PID/2008, kelima belas penyidik di

pindah tugaskan, namun tidak secara rinci dijelaskan sanksi tersebut. Serta

atasannya dikenakan sanksi tidak boleh melakukan penyidikan selama 2 tahun dan

dipindahtugaskan.

Page 95: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

74

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas, penulis mencoba merumuskan

beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Simpulan

[1] Bahwa terhadap pertimbangan hukum majelis hakim Mahkamah

Agung. Maka harus terdapat alas an peninjauan kembali yaitu berupa

bukti baru (novum) serta adanya Error in Persona

a. Berdasarkan novum (bukti baru) tersebut maka terpidana

DEPmengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan

kembali, mengingat Putusan Pengadilan Negeri Jombang telah

berkekuatan hukum tetap.

b. Berdasarkan novum yang diajukan pemohon peninjauan kembali

maka Mahkamah Agung menerima permohonan peninjauan

kembali dan menjatuhkan putusan bebas Terpidana berdasarkan

Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana.

[2] Dalam terjadi salah tangkap, maka penyidik yang melakukan

pemeriksaan terhadap kasus DEP dapat dikenakan sanksi, yaitu :

a. Sanksi Pidana

Pasal yang dikenakan kepada penyidik yang memeriksa perkara

DEP dapat dijerat dengan Pasal 335 KUHP karena dengan memaksa

menyuruh DEP untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukan

Page 96: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

75

DEP dan Pasal 351 tentang penganiayaan yang dilakukan penyidik

POLRI bila memang dapat dibuktikan unsur penganiayaan yang

dilakukan penyidik.

b. Sanksi Administratif

Berdasarkan Error in Persona (salah tangkap) yang dilakukan

Penyidik Polri karena telah mengabaikan perintah undang-undang,

maka Penyidik Polri yang memeriksa perkara Terpidana dikenakan

sanksi yang tercantum di dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Kepala

Kepolisian Indonesia No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik

Kepolisian.

2. Saran

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas, meskipun masih

sederhana. penulis mencoba merumuskan beberapa saran dengan harapan dapat

memberikan masukan yang positif, antara lain :

[1] Hakim dalam menetapkan putusan terhadap suatu perkara pidana harus

lebih dulu mempunyai keyakinan akan keadaan yang sesungguhnya

mengenai suatu perkara dan memperhatikan kebenaran alat bukti. Oleh

karena itu faktor ketelitian, kehati-hatian, dan kecermatan diperlukan

agar dapat memberikan suatu putusan pidana yang benar dari keadaan

yang sesungguhnya.

[2] Dalam proses penyidikan, kiranya Penyidik Polri bersikap professional

dan menerapkan penyidikan berdasarkan peraturan yang berlaku dan

hukum acara pidana serta kode etik kepolisian. Penyidik tidak

Page 97: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

76

memberikan tekanan kepada tersangka sehingga tersangka mengakui

hal yang tidak dilakukannya.

[3] Dalam proses pemeriksaan tersangka, kiranya perlu diperhatikan hak-

hak dari tersangka, bahwa ada asas praduga tak bersalah dan perlu

didampingi penasihat hukum untuk menghindari penyidik melakukan

sistem inkuisitur terhadap tersangka.

[4] Perlunya kerjasama antar institusi penegak hukum dan sanksi bagi

pelanggar yang melanggar kode etik atau peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Page 98: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

77

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Djaja S, Evi Untoro, 2007,Peranan Analisis DNA Pada Penanganan Forensik. FKUI.

Chazawi, Adami, 2010,Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana,

Penegakan Hukum dalam Penyimpangan Praktik dan Peradilan Sesat, Jakarta, Sinar Grafika

Harahap,M.Yahya,2004, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,

Sinar Grafika. ________________, 2005,Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali; Jakarta, Sinar Grafika

Hamzah, Andi,2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi kedua, Jakarta. Sinar

Grafika Ibrahim, Johny, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Malang,

Bayu Media Irsan, Koesparnomo dan Rony, 2007, Ilmu kedokteran Kehakiman, Jakarta,

Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Kaligis, O.C. 2006, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka,

Terdakwa, dan Terpidana,Bandung, P.T Alumni Kansil. C.S.T. 2009. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta. Jala Permata Aksara Makarao, Mohammad Taufik dan Suhasril, 2010, Hukum Acara Pidana, Dalam

Teori dan Praktek, Cetakan Kedua, Jakarta, Ghalia Indonesia Marpaung, Leden, 1995,Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua.

Jakarta, Sinar Grafika. Marzuki, Peter Mahmud, 2010,Penelitian Hukum, Jakarta, Kencara Media Group

Mulyadi, Lilik, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif,Teoritis,Praktik Dan Permasalahannya,Bandung, P.T Alumni

Muladi, 2002, Kapita Selekta Hukum Peradilan Pidana,Semarang, UNDIP Nugroho, Hibnu, 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum Di

Indonesia,Semarang,Universitas Negeri Diponegoro

Page 99: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

78

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu

Pengetahuan Hukum Pidana Dan Yurisprudensi,Jakarta,Sinar Grafika Poernomo, Bambang, 1986, Pola Teori dan Azaz Umum Hukum Acara Pidana,

Yogyakarta, Liberty Prakoso, Djoko, 1985,Kedudukan Justisiabel Di Dalam KUHAP,Jakarta, Ghalia

Indonesia Ranoenimihardja, R. Atang, 1976, Hukum Acara Pidana, Tarsito Bandung Rusli, Muhammad,2007, Hukum Acara Pidan Kotemporer, Jakarta, P.T Citra

Aditya Bakti Salam, Moch Faisal, 2001, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek,

Bandung, Mandar Maju Sasongko, Hari dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara

Pidana,Bandung, Mandar Maju Nicholas Simanjutak, 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum,

Bogor, Ghalia Indonesia

Soedirjo, 1985. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana,Jakarta,CV Akademika

Presindo Soemitro, Rony Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian HukumDan Jurimetri,

Jakarta,Cetakan Ketiga, Ghalia Indonesia R. Soeparmono, 2002, Keterangan Ahli Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum

Acara Pidana, Bandung, Mandar Maju Peraturan Perundang -undangan :

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Wacana Intelektual

________, Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

_________, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik

Indonesia _________, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 14 Tahun 2011

Tentang Kode Etik Kepolisian

Page 100: ANALISIS YURIDIS PUTUSAN BEBAS KARENA - fh.unsoed.ac.idfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/SKRIPSI_7.pdf · DIMAS SIGIT TANUGRAHA NIM. E1A009146. iv KATA PENGANTAR

79

Lain-lain : Putusan Mahkamah Agung Nomor 49 PK/ PID B/ 2008 Putusan Pengadilan Negeri Jombang No 49/ PID B/ 2008/ PN.JMB Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 Departemen Pendidikan Nasional RI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Balai Pustaka.