48
BAB I PENDAHULUAN Anemia aplastik adalah anemia kegagalan sumsum tulang ditandai adanya pansitopenia dengan sebagian besar kasus terjadi kelainan sumsum tulang hypoplasia. 1 Dari tahun 1980 sampai tahun 2003 tercatat 235 kasus anemia aplastik. 2 Insidennya adalah 3-6 kasus per 1 juta penduduk pertahun dan insiden meningkat berdasarkan umur penderita. Laki-laki lebih sering terkena anemia aplastik dibandingkan dengan wanita. 1 Kebanyakan kasus anemia aplastik adalah kasus berat. Angka bertahan hidup dari 3 bulan, 2 tahun dan 15 tahun adalah 73%,57%, dan 51%. 2 1

Anemia Aplastik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Anemia aplastik adalah anemia kegagalan sumsum tulang ditandai adanya pansitopenia dengan sebagian besar kasus terjadi kelainan sumsum tulang hypoplasia.1 Dari tahun 1980 sampai tahun 2003 tercatat 235 kasus anemia aplastik.2 Insidennya adalah 3-6 kasus per 1 juta penduduk pertahun dan insiden meningkat berdasarkan umur penderita. Laki-laki lebih sering terkena anemia aplastik dibandingkan dengan wanita.1 Kebanyakan kasus anemia aplastik adalah kasus berat. Angka bertahan hidup dari 3 bulan, 2 tahun dan 15 tahun adalah 73%,57%, dan 51%.2

Citation preview

Page 1: Anemia Aplastik

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia aplastik adalah anemia kegagalan sumsum tulang ditandai

adanya pansitopenia dengan sebagian besar kasus terjadi kelainan sumsum

tulang hypoplasia.1 Dari tahun 1980 sampai tahun 2003 tercatat 235 kasus

anemia aplastik.2 Insidennya adalah 3-6 kasus per 1 juta penduduk

pertahun dan insiden meningkat berdasarkan umur penderita. Laki-laki

lebih sering terkena anemia aplastik dibandingkan dengan wanita.1

Kebanyakan kasus anemia aplastik adalah kasus berat. Angka bertahan

hidup dari 3 bulan, 2 tahun dan 15 tahun adalah 73%,57%, dan 51%.2

1

Page 2: Anemia Aplastik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume

eritrosit atau konsentrasi hemoglobin.3

Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang

untuk memproduksi komponen sel-sel darah.4 Anemia aplastik adalah

anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan

kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia

tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang.

Pansitopenia sendiri adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya

anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala manifestasinya.5

Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut

eritroblastopenia (anemia hipoplastik); yang hanya mengenai system

granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit Schultz) sedangkan

yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut amegakariositik

trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system disebut

panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.5,10

B. Fisiologi Darah

2

Page 3: Anemia Aplastik

 Darah merupakan suatu suspensi partikel dalam suatu larutan

koloid cair yang mengandung elektrolit, sebagai transpor masal berbagai

bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau antara sel-sel itu sendiri,

transpor semacam ini esensialuntuk mempertahankan homeostasis.

Memiliki karakteristik yakni: temperature rata-rata 38° C, viskositas lima

kali lebih besar dari viskositas air. PH alkali, 7.35 - 7.45 volume : 5,5 L

(pria), 5 L (wanita), memiliki berat 8% dari berat badan. Dalam keadaan

fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga dapat

menjalankan fungsinya.1,5

Fungsi darah 1,5

a. Transportasi dari gas yang terlarut, nutrisi, hormone dan zat

sisa metabolic, sebagai alat pengangkut yaitu:

Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk

diedarkan keseluruh jaringan tubuh.

Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk

dikeluarkan melalui paru-paru.

Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk

diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan/ alat tubuh.

 Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna

bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.

 Mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar

endokrin yang dilakukan oleh plasma darah.

3

Page 4: Anemia Aplastik

b. Regulasi dari pH dan komposisi dari cairan intersisial. Sebagai

pengatur regulasi yaitu : Mempertahankan PH dan konsentrasi

elektrolit pada cairan interstitial melalui pertukaran ion-ion dan

molekul pada cairan interstitial. 

c. Restriksi dari kehilangan cairan pada daerah yang luka.  

d. Pertahanan melawan toxin dan patogen. 

Darah Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit

dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan

antibodi untuk mempertahankan tubuh terhadap invasi

mikroorganisme dan benda asing (leukosit) dan proses

homeostatis (trombosit).

e. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh) 

Menyebarkan panas keseluruh tubuh, darah mengatur suhu

tubuh melalui transport panas menuju kulit dan paru-paru.

Komponen Darah 1,5

a. Plasma darah : bagian cair darah yang sebagian besar terdiri

atas air, elektroit, dan protein darah.

Plasma protein terdiri dari albumin (58%), globulin α, β, γ

(38%), fibrinogen (4%), other solutes 2%.

b. Formed elements, yang terdiri atas :

Eritrosit : sel darah merah (SDM)-red blood cell (RBC)

Leukosit : sel darah putih (SDP)-white blood cell (WBC)

4

Page 5: Anemia Aplastik

Trombosit : butir pembeku-platelet

C. Epidemiologi

Anemia aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya

jarang dijumpai. The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis

Study menemukan insiden terjadinya anemia aplastik di Eropa sekitar 2

dari 1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3 kali lebih tinggi

dibandingkan di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7 kasus per

1.000.000 orang dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000

orang. Ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik

derajat berat saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara

laki-laki dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian insidens pada

laki-laki lebih banyak dibanding wanita.3,6

D. Etiologi

Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak

diketahui atau bersifat idiopatik disebabkan karena proses penyakit yang

berlangsung perlahan-lahan.5 Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh

dua faktor penyebab yaitu faktor primer dan sekunder.7 Untuk faktor

primer disebabkan kelainan kongenital (Fanconi, nonFaconi dan

dyskeratosis congenital) dan idiopatik. Faktor sekunder yang berasal dari

luar tubuh, bisa diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia dan obat,

5

Page 6: Anemia Aplastik

ataupun oleh karena penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV,

dengue), radiasi, dan akibat kehamilan.4,7

E. Patofisiologi

Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal

yaitu kerusakan pada sel induk pluripoten yaitu sel yang mampu

berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di

sumsum tulang dan karena kerusakan pada microenvironment. Gangguan

pada sel induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia

aplastik. Sel induk pluripoten yang mengalami gangguan gagal

membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru. Umumnya

hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena

fungsinya yang menurun. Penanganan yang tepat untuk individu anemia

aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah terapi

transplantasi sumsum tulang.4,6

Kerusakan pada microenvironment, ditemukan gangguan pada

mikrovaskuler, faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun bahan

penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan

sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment

berupa kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga

menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi

menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik

ditemukan sel inhibitor atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat

6

Page 7: Anemia Aplastik

dibuktikan dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-

sel sumsum tulang. 4,6

F. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah

yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan

menimbulkan gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah,

letih, lesu, pucat, pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan dan

palpitasi. Bila terjadi leukopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi,

penampakan klinis yang paling sering nampak adalah demam dan nyeri.

Dan bila terjadi trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan

seperti perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.7,8

G. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia aplastik dan menyingkirkan

berbagai kemungkinan penyakit penyebab pansitopenia sehingga tidak

meragukan hasil diagnosisnya, kita dapat memulainya dengan melakukan

anamnesis seputar keluhan dari pasien, kemudian melakukan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun

radiologis.

1. Anamnesis

Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai

gejala-gejala seputar anemia seperti lemah, letih, lesu, pucat, pusing,

penglihatan terganggu, nafsu makan menurun, sesak nafas serta

7

Page 8: Anemia Aplastik

jantung yang berdebar. Selain gejala anemia bisa kita temukan keluhan

seputar infeksi seperti demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat

terjadinya perdarahan pada gusi, hidung, dan dibawah kulit. Kita juga

bisa menanyakan apakah anggota keluarga lain mengeluhkan gejala

seperti ini atau apakah gejala ini sudah terlihat sejak masih kecil atau

tidak. Dimana nantinya akan dapat mengetahui penyebab dari anemia

aplastik ini sendiri. Apakah karena bawaan (kongenital) atau karena

didapat.6,7,8

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda dari gejala

anemia misalkan konjunctiva, mukosa serta ekstremitas yang pucat.

Adanya perdarahan pada gusi, retina, hidung, kulit, melena dan

hematemesis (muntah darah).6,7,8

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes.

Antara lain :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu

ditemukan. Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan

hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah

neutrofil dan monosit. Limfositosis relative terdapat pada lebih

dari 75% kasus. Jumlah neutrofil <500/mm3 dan trombosit

8

Page 9: Anemia Aplastik

<20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil

<200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.6

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu perdarahan

biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan

akibat adanya trombositopenia.6

Plasma darah biasanya mengandung growth factor

hematopoiesis, termasuk eritropoietin, trombopoietin dan faktor

yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya

meningkat.6

Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom

normositer. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam

darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Persentase

retikulosit umumnya normal atau rendah. Ini dapat dibedakan

dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang

ukurannya lebih besar dari yang tua dan persentase retikulosit

yang meningkat.7

9

Page 10: Anemia Aplastik

Gambar 2.1. Hapusan darah tepi pada anemia aplastik7

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan

biopsi dan aspirasi. Bagian yang akan dilakukan biopsi dan

aspirasi dari sumsum tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi

disebelah tulang belakang. Pasien akan diberikan lokal anastesi

untuk menghilangkan nyerinya. Kemudian akan dilakukan sayatan

kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk memudahkan masuknya

jarum. Untuk aspirasi digunakan jarum yang ukuran besar untuk

mengambil sedikit cairan sumsum tulang (sekitar 1 teaspoon).

Untuk biopsi, akan diambil potongan kecil berbentuk bulat dengan

diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3 inchi dengan

mengg unakan jarum. Kedua sampel ini diambil di tempat yang

sama, di belakang dari tulang pelvis dan pada prosedur yang

10

Page 11: Anemia Aplastik

sama.4 Tujuan dari pemeriksaan ini untuk menyingkirkan factor

lain yang menyebabkan pansitopenia seperti leukemia atau

myelodisplastic syndrome (MDS). Pemeriksaan sumsum tulang

akan menunjukkan secara tepat jenis dan jumlah sel dari sumsum

tulang yang sudah ditandai, level dari sel-sel muda pada sumsum

tulang (sel darah putih yang imatur) dan kerusakan kromosom

(DNA) pada sel-sel dari sumsum tulang yang biasa disebut

kelainan sitogenik.8 Pada anaplastik didapat, tidak ditemukan

adanya kelainan kromosom. Pada sumsum tulang yang normal,

40- 60% dari ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel

hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia

aplastik secara khas akan terlihat hanya ada beberapa sel

hematopoetik dan lebih banyak diisi oleh sel-sel stroma dan

lemak.4 Pada leukemia atau keganasan lainnya juga menyebabkan

penurunan jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat dibedakan

dengan anemia aplastik. Pada leukemia atau keganasan lainnya

terdapat sel-sel leukemia atau sel-sel kanker.9

11

Page 12: Anemia Aplastik

Gambar 2.2. Gambaran sumsum tulang normal6

Gambar 2.3. Sumsum tulang pada pasien anemia aplastik6

c. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ Hybridization)

Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik.

Pada pemeriksaan Flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari

sumsum tulang, Tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis

sel-sel yang terdapat di sumsum tulang. Pada pemeriksaan FISH,

secara langsung akan disinari oleh cahaya pada bagian yang

spesifik dari kromosom atau gen. Tujuannya untuk mengetahui

apakah terdapat kelainan genetic atau tidak.8

d. Tes fungsi hati dan virus

Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis,

tetapi pada pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis

kebanyakan sering negative untuk semua jenis virus hepatitis yang

telah diketahui. Onset dari anemia aplastik terjadi 2-3 bulan

setelah episode akut hepatitis dan kebanyakan sering pada anak

12

Page 13: Anemia Aplastik

laki-laki. Darah harus di tes antibody hepatitis A, antibodi

hepatitis C, antigen permukaan hepatitis B, dan virus Epstein-Barr

(EBV). Sitomegalovirus dan tes serologi virus lainnya harus

dinilai jika mempertimbangkan dilakukannya BMT (Bone

Marrow Transplantasion). Parvovirus menyebabkan aplasia sel

darah merah namun bukan merupakan anemia aplastik.9

e. Level vitamin B-12 dan folat

Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan

anemia megaloblastik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat

menyebabkan pansitopenia.9

4. Pemeriksaan Radiologis

a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa

kromosom darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis dari anemia

fanconi.9

b. USG abdominal untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau

pembesaran kelenjar limfa yang meningkatkan kemungkinan

adanya penyakit keganasan hematologi sebagai penyebab dari

pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah

atau abnormal merupakan penampakan dari anemia Fanconi.9

c. Nuclear Magnetic Resonance imaging merupakan cara

pemeriksaan yang terbaik untuk mengetahui luas perlemakan

karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum

tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.5

13

Page 14: Anemia Aplastik

d. Radionucleide Bone Marrow Imaging (Bone marrow Scanning).

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning

tubuh setelah disuntikkan dengan koloid radioaktif technetium

sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodine

chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan

sumsum tulang dapat ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk

memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sel

induk.5

Untuk klasifikasi derajat keparahan dari anemia aplastik dapat

dibagi menjadi 3 tingkatan sebagai berikut :6

1. Anemia aplastik tidak berat dimana sumsum tulang tidak

hiposeluler dan memenuhi dua dari tiga seri sel darah yaitu

hitung neutrofil <1,5x103 sel/mm3, hitung trombosit

<100x103 sel/mm3 dan Hemoglobin <10g/dl.

2. Anemia aplastik berat dimana selulitas sumsum tulang <

25%, sitopenia sedikitnya dua dari tiga seri sel darah yaitu

hitung neutrofilnya <0,5x103 sel/mm3, hitung trombosit

<20x109 sel/mm3, hitung retikulosit absolute < 20x103

sel/mm3.

3. Anemia aplastik sangat berat, sama seperti dengan kriteria

anemia aplastik berat kecuali neutrofilnya <0,2x103

sel/mm3.

H. Diagnosa Banding

14

Page 15: Anemia Aplastik

Yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis differensial adalah

penyakit lain yang memiliki gejala pansitopenia. Penyakit yang memiliki

gejala pansitopenia adalah fanconi’s anemia, paroxysmal nocturnal

hemoglobinuria (PNH), myelodysplastic syndrome (MDS), myelofibrosis,

aleukemic leukemia, dan pure red cell aplasia1.5, 11

a. Fanconi’s anemia

Anemia fanconi adalah bentuk kongenital dari

anemia aplastik dimana 10% dari pasien terjadi saat anak-

anak. Gejala fisik yang khas adalah tinggi badan yang

pendek, hiperpigmentasi kulit, microcephaly, hipoplasia

jari, keabnormalan alat kelamin, keabnormalan mata,

kerusakan struktur ginjal dan retardasi mental. Anemia

fanconi terdiagnosis dengan analisis sitogenik dari limfosit

darah tepi yang menunjukkan kehancuran kromosom

setelah culture dengan bahan yang menyebabkan

pemecahan khromosom seperti diepoxybutane (DEB) atau

mitomycin C (MMC).11,12

b. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

PNH adalah anemia yang terjadi akibat hemolisis

dan adanya hemoglobinuria dengan trombosis vena. 10%

sampai 30 % dari pasien anemia aplastik berkembang

menjadi PNH. Hal itu menunjukkan kemungkinan anemia

aplastik merupakan salah satu penyebab PNH. Diagnosis

15

Page 16: Anemia Aplastik

PNH ditunjukkan dengan adanya penurunan expresi antigen

CD59 sel dengan tes flow cytometry. Tes seperti sucrose

hemolysis dan uji urine dapat melihat terjadinya

hemosiderinuria sebagai salah satu gejala PNH.11,13

c. Myelodisplastic syndrome (MDS)

MDS adalah kelompok penyakit clonal

hematopoietic stem cell yang terdapat adanya

keabnormalan differensiasi dan maturasi dari sumsum

tulang, yang membawa pada kegagalan sumsum tulang

dengan sitopenia, disfungsi elemen darah, dan

kemungkinan terjadi komplikasi leukemia. Kegagalan

sumsum tulang biasanya hiperselular dan normoselular,

walaupun begitu MDS dapat ditemukan dengan hiposelular.

Penting untuk membedakan MDS hiposelular dengan

anemia aplastik untuk menentukan manajemen dan

prognosisnya. Yang membedakan MDS hiposelular adalah

adanya abnormalitas clonal cytogenetic yaitu adanya

abnormalitas pada tangan kromosom 5q, monosomi 7q, dan

trisomi 8. Pada MDS juga mungkin ditemukan adanya

cincin sideroblas (akumulasi besi pada mitokondria).14

d. Myelofibrosis

Ada 2 ciri utama myelofibrosis yaitu extramedullary

hematopoesis dan fibrosis sumsum tulang. Extra

16

Page 17: Anemia Aplastik

medullatory hematopoesis dapat menyebabkan

hepatosplenomegali yang tidak terjadi pada anemia

aplastik. Biopsi sumsum tulang menunjukkan derajat

reticulin dan fibrosis kolagen dengan terjadinya

peningkatan jumlah megakaryocytes.15

e. Aleukemic leukemia

Aleukemic leukemia adalah penyakit yang memiliki

ciri kehilangan sel blast pada darah tepi dari pasien dengan

leukemia, terjadi pada 10% dari semua penderita leukemia

dan biasanya muncul pada anak yang sangat muda atau

pada orang tua. Aspirasi sumsum tulang dan biopsy

menunjukkan sel blast.11

f. Pure red cell aplasia

Penyakit ini sangat jarang dan hanya melibatkan

produksi eritrosit yang ditandai dengan adanya anemia,

penghitungan retikulosit kurang dari 1%, dan sumsum

tulang yang normoselular mengandung kurang dari 0,5%

eritroblast. Untuk penyakit lainnya yang dapat

menunjukkan gejala sitopenia seperti leukemia dapat

dibedakan yang pada leukemia ditemukan tidak selalu

adanya penurunan WBC. Kadar WBC pada leukemia dapat

normal, turun, atau meningkat.5

17

Page 18: Anemia Aplastik

I. Penatalaksanan

Berdasarkan patofisiologi penyakit ini, pendekatan terapi anemia

aplastik terdiri dari tata laksana suportif yang ditujukan untuk mengatasi

keadaan pansitopenia yang ditimbulkannya, penggantian stem cell dengan

transplantasi sumsum tulang atau penekanan proses imunologis yang

terjadi dengan menggunakan obat-obat imunosupresan.16,17

Terapi Suportif

Tata laksana suportif ditujukan pada gejala-gejala akibat keadaan

pansitopenia yang ditimbulkan. Untuk mengatasi keadaan anemia dapat

diberikan transfusi leukocyte-poor red cells yang bertujuan mengurangi

sensitisasi terhadap HLA (human leukocyte antigen), menurunkan

kemungkinan transmisi infeksi hepatitis, virus sitomegalo dan

toksoplasmosis, pada beberapa kasus mencegah graft- versus host disease

(GVHD). Transfusi ini dapat berlangsung berulang-ulang sehingga perlu

diperhatikan efek samping dan bahaya transfusi seperti reaksi transfusi,

hemolitik dan nonhemolitik, transmisi penyakit infeksi, dan penimbunan

zat besi. 9

Perdarahan yang terjadi sering menyebabkan kematian. Untuk

mencegah perdarahan terutama pada organ vital dapat dilakukan dengan

mempertahankan jumlah trombosit. Hal ini dapat dilakukan dengan

transfusi suspensi trombosit. Perlu diingat bahwa pemberian suspensi

trombosit dapat menyebabkan keadaan isoimunisasi apabila dilakukan

18

Page 19: Anemia Aplastik

lebih dari 10 kali, dan keadaan ini dapat mempengaruhi keberhasilan

terapi. Isoimunisasi dapat dicegah dengan pemberian trombosit dengan

HLA yang kompatibel dengan pasien. Bila perdarahan tetap terjadi dapat

ditambahkan antifibrinolisis.3,5

Untuk mengatasi infeksi yang timbul karena keadaan leukopenia,

dapat diberikan pemberian antibiotik profilaksis dan perawatan isolasi.

Kebersihan kulit dan perawatan gigi yang baik sangat penting, karena

infeksi yang terjadi biasanya berat dan sering menjadi penyebab kematian.

Pada pasien anemia aplastik yang demam perlu dilakukan pemeriksaan

kultur darah, sputum, urin, feses, dan kalau perlu cairan serebrospinalis.

Bila dicurigai terdapat sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas

dengan dosis tinggi secara intravena dan kalau penyebab demam

dipastikan bakteri terapi dilanjutkan sampai 10-14 hari atau sampai hasil

kultur negative. Bila demam menetap hingga 48 jam setelah diberikan

antibiotik secara empiris dapat diberikan anti jamur. Pada tata laksana

anemia aplastik, yang tidak kalah penting adalah penghindaran dari bahan-

bahan fisika maupun kimiawi, termasuk obat-obatan yang mungkin

menjadi penyebab. Bila zat-zat kimia atau fisika yang bersifat toksik itu

ditemukan dan masih terdapat dalam tubuh, harus diusahakan untuk

mengeluarkannya walaupun hal ini kadang tidak dapat dilakukan.4,5,13

Usaha untuk mengatasi anemia berikan tranfusi packed red cell

(PRC) jika hemoglobin kurang dari 7g/dl atau ada tanda payah jantung

19

Page 20: Anemia Aplastik

atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl tidak

perlu sampai normal, karena dapat menekan eritropoesis internal. 5

Terapi Transplantasi Sumsum Tulang

Terapi transplantasi sumsum tulang merupakan terapi yang

memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal,

memerlukan peralatan yang canggih serta adanya kesulitan mencari donor

yang sesuai. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus

yang berumur dibawah 40 tahun, diberikan siklosporin-A untuk mengatasi

adanya GvHD (graft versus Host Disease). Pemberian obat-obatan tersebut

meningkatkan resiko timbulnya infeksi, transplantasi sumsum tulang

memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60-70% kasus.5,11,18

Terapi Imunosupresan

Terapi imunosupresif adalah lini pertama dalam pilihan terapi pada

pasien yang tidak menemukan donor yang cocok. Dengan pemberian anti

lymphocyte globuline (ALG) atau anti thymocyteglobulin (ATG),

kortikosteroid, siklosporin yang bertujuan untuk menekan proses

imunologik. ALG dapat bekerja meningkatkan pelepasan haemopoetic

growth factor. Sekitar 40%-70% dari kasus memberi respon terhadap

pemberian ALG. Terapi ATG dapat menyebabkan reaksi alergi, dengan

pasien mengalami demam, athralgia, dan skin rash sehingga sering

diberikan bersamaan dengan kortikosteroid. Pemberian methylprednisolon

dosis tinggi dengan atau siklosforin-A dilaporkan memberikan hasil pada

20

Page 21: Anemia Aplastik

beberapa kasus. Pasien yang diterapi dengan siklosporin membutuhkan

perawatan khusus karena obat dapat menyebabkan disfungsi ginjal dan

hipertensi serta perlu diawasi hubungan interaksi dengan obat lainnya.5,8,12

J. Komplikasi

Komplikasi utama anemia aplastik sangat mencolok terkait dengan risiko

perdarahan yang mengancam jiwa karena trombositopenia yang lama atau

infeksi karena neutropenia. Penderita dengan neutropenia mempunyai

risiko tinggi bukan saja untuk infeksi bakteri tetapi juga untuk mikosis

invasif. 3

K. Prognosis

Sebelum ditemukan adanya transplantasi sumsum tulang, 25% dari

pasien meninggal dalam waktu 4 bulan dan 50% meninggal dalam waktu 1

tahun. Pada pasien yang mengalami transplantasi sumsum tulang, angka

kesembuhannya adalah 70-90%, walaupun 20%-30% dari pasien yang

melakukan transplantasi sumsum tulang mengalami Graft versus Host

Disease (GvHD). Pemberian terapi imunosupresif yang intensif

memberikan peningkatan yang signifikan pada Blood Count pada 78%

pasien dalam 1 tahun. Walaupun ada resiko 36% dari pasien kambuh

setelah 2 tahun.5,11

21

Page 22: Anemia Aplastik

BAB III

STATUS PASIEN

22

Page 23: Anemia Aplastik

A. Anamnesis

1. Identitas pasien

a. No. RM : 093101

b. Nama : LG

c. Umur : 8 tahun

d. Jenis Kelamin : Perempuan

e. BB : 18 kg

f. Alamat : Manggeng

g. Tanggal Masuk : 28 Oktober 2015

2. Keluhan Utama : Gusi berdarah

3. Keluhan Tambahan : Demam dan lemas

4. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan gusi berdarah sejak 1

minggu sebelum masuk rumah sakit, perdarahan terus menerus,

warna darah merah segar. Demam naik turun 3 hari sebelum masuk

rumah sakit. Akhir-akhir ini pasien mengeluhkan mudah lelah dan

lemas serta sulit untuk berkonsentrasi dalam melakukan seuatu.

Batuk kering (+). Mual dan muntah (-). Sudah tidak BAB sejak 4

hari SMRS. BAK DBN.

5. Riwayat Penyakit Dahulu : Anemia aplastik saat usia 3 tahun

6. Riwayat Pengobatan : Disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

B. Pemeriksaan Fisik

23

Page 24: Anemia Aplastik

1. Keadaan Umum : Lemas

a. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

b. Tanda Vital :

o HR : 132x/menit

o RR : 40x/menit

o Temp : 380 C

2. Pemeriksaan Fisik :

a. Kulit : Anemis, terdapat petekie, ekimosis dan

hematoma

b. Kepala : Normocepal, Rambut warna hitam dan

tidak mudah di cabut

c. Wajah : Pucat (+)

d. Mata : Pupil isokor (+/+), anemis (+/+), ikterik (-/-),

cekung(-/-)

e. Telinga : Tidak ditemukan kelainan

f. Hidung : NCH (-/-), septum hiperemis(-/-),

epistaksis(-/+)

g. Mulut :

o Bibir : Pucat (+), kering (+), luka pada bibir (+)

o Lidah : Lidah kotor (+)

o Ginggiva : Pucat (+), perdarahan (+)

o Dentis :

24

Page 25: Anemia Aplastik

M0 P1 C1 I2 I 2 C1 P2 M1

M0 P0 C0 I2 I2 C0 P0 M0

h. Leher : Trakea di tengah simetris, pembesaran

tiroid (-), nyeri tekan (-), pembesaran

kelenjar getah bening (-)

i. Thorax

a) Inspeksi : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak kedua

sisi paru

b) Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fremitus taktil (N)

c) Perkusi : Perkusi sonor (+/+), meredup pada jantung

d) Auskultasi : Vesikuler (+/+), bising jantung sistol

diastol ada

j. Abdomen

a) Inspeksi : Dinding perut simetris, tidak ada

jaringan parut

b) Auskultasi : Peristaltik (+)

c) Palpasi : Nyeri tekan (-), lien tidak teraba,

hepar tidak teraba, ren tidak teraba

25

Page 26: Anemia Aplastik

d) Perkusi : Timpani

k. Ekstremitas : Kuku jari tangan dan kaki pucat (+),

telapak tangan dan kaki pucat (+)

C. Pemeriksaan Laboratorium

Darah rutin :

Hb : 2,1 gt%

Eritrosit : 0,54x106/ul

Leukosit : 3,7x103/ul

Trombosit : 7x103/ul

Golongan darah : O

D. Pemeriksaan Radiologi

Cor : membesar dengan CTR 59%

Kesan : Cardiomegaly

E. Diagnosa Banding

1. Anemia aplastik

2. Myelodisplastic syndrome (MDS)

3. Myelofibrosis

F. Diagnosa Kerja

Anemia aplastik

G. Penatalaksanaan

- O2 5 L

26

Page 27: Anemia Aplastik

- IVFD 4:1 22 gtt/i

- Cefotaxime 500mg/12 jam

- Cotrimoxazole syr 2x cth 1

- Transfusi PRC

H. FOLLOW UP

1. 29 Oktober 2015

Subjektif

- Keadaan Umum : Lemah

- Keluhan : perdarahan gusi (+), batuk (+), lemas (+)

Objektif

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda Vital :

- HR : 101x/menit

- RR : 22x/menit

- Temp : 37oC

Assessment : Anemia aplastik

Planning

- IVFD 4:1 22 gtt/i

- Cefotaxime 500mg/12 jam

- Cotrimoxazole syr 2x cth 1

2. 30 Oktober 2015

Subjektif

27

Page 28: Anemia Aplastik

- Keadaan Umum : Lemah

- Keluhan : Perdarahan gusi (+), hematoma (+),

pucat (+)

Objektif

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda Vital :

HR : 101x/menit

RR : 22x/menit

Temp : 37oC

Assessment : Anemia aplastik

Planning

- IVFD 4:1 22 gtt/i

- Cefotaxime 500mg/12 jam

- Cotrimoxazole syr 2x cth 1

- Transfusi PRC

3. 31 Oktober 2015

Subjektif

- Keadaan Umum : Lemah

- Keluhan : Perdarahan gusi (-), pucat (+), BAB hitam

Objektif

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda Vital :

HR : 63x/menit

28

Page 29: Anemia Aplastik

RR : 22x/menit

Temp : 36,7oC

Assessment : Anemia aplastik

Planning

- IVFD 4:1 22 gtt/i

- Cefotaxime 500mg/12 jam

- Cotrimoxazole syr 2x cth 1

4. 01 November 2015

Subjektif

- Keadaan Umum : Lemah

- Keluhan : Pucat (+)

Objektif

- Kesadaran : Compos Mentis

- Tanda Vital :

HR : 101x/menit

RR : 22x/menit

Temp : 37oC

Assessment : Anemia aplastik

Planning

- IVFD 4:1 22 gtt/i

- Cotrimoxazole syr 2x cth 1

- Transfusi PRC

29

Page 30: Anemia Aplastik

Daftar Pustaka

1. Bakta IM : Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Jakarta. 2003; P, 98-109.

30

Page 31: Anemia Aplastik

2. Montane E, Luisa I, Vidal X, Ballarin E, Puig R, Garcia N, Laporte JR,

CGSAAA Epidemiology of aplastic anemia: a prospective multicenter

study. Haematologica. 2008; 98:518-23.

3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of

Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.

4. Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. Aplastic Anemia : Review of

Etiology and Treatment. Hospital Physician ; 1999. P;46-52.

5. Bakta, I Made Prof,dr. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC ; 2006 :

97-107.

6. Segel, Goerge B and Marshall A.Lichtman. Aplastic Anemia:Acquired

and

Inherited.P.463483.Avalaibleat:http://www.mhprofessional.com/download

s/products/0071621512/kaus_034-%280463-0484%29.fm.pdf

(Downloaded on : 11th of January 2011).

7. Sembiring, Samuel PK. Anemia Aplastik. Available at

:http:/www.morphostlab.com (Downloaded on: 11th of January 2011)

8. Paquette, Ronald L.Your Guide to Understanding Aplastic Anemia.

Availableat:http://www.aamds.org/aplastic/files/dms/AplasticAnemiaGuid

e.pdf (Downloaded on: 11th of January 2011)

9. Marsh Judith CW, Sarah E. Ball, Jamie Cavenagh, Phil Darbyshire,

Inderjeet Dokal, Edward C. Gordonsmith, et all. Guidelines for the

diagnosis and management of aplastic anemia. England : British Journal

of Haematology ; 2009. 147 : 43-70

31

Page 32: Anemia Aplastik

10. Rusepno H,dr, Husein A, dr. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika ;

2007 : 451-457.

11. Nabiel A, Solveig GE : Aplastic Anemia: review of etiology and

treatment. Hospital physician. 1999; 1:46-52.

12. Blanche PA, Jeffrey ML : Fanconi Anemia. Emedicine Medscape 2009.

Available from http://emedicine.medscape.com/article/960401. Accessed

on 27 Oktober 2015

13. Emmanuel CB, Ulrich W, Jefrey ML :Paroxymal Nocturnal

Hemoglobinuria. Emedicine Medscape 2009. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/207468. Accessed on 27 Oktober

2015

14. Emmanuel CB, Ulrich W, Jefrey ML : Myelodysplastic Syndrome.

Emedicine Medscape 2009. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/207347. Accessed on 27 oktober

2015

15. J Martin J : Myelofibrosis. Emedicine Medscape 2009. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/956806. Accessed on 23 January

2011.

16. Young NS, Barrett AJ. The treatment of severe acquired aplastic anemia.

Blood 1995;85:3367-77.

17. Lanzkowsky P. Bone marrow failure. Manual of pediatric hematology and

oncology. Edisi ke-2. New york: Churchill Livingstone, 1995. h. 89-96.

32

Page 33: Anemia Aplastik

18. Lemaistre CF, Paul S, Anthony S: Aplastic Anemia (severe). National

Bone Marrow Donor Program 2010. Available from

http://www.marrow.org/PATIENT/Undrstnd_Disease_Treat/Lrn_about_D

isease/Aplastic_Anemia/index.html. Accessed on 23 January 2011.

33