Upload
yudi-sf
View
18
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
prevalens anemia defisiensi besi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak, Penurunan pasokan zat besi (fe) dalam mencukupi kebutuhan tubuh dapat berakibat pada terjadinya Anemia Defisiensi Besi (ADB). Defisiensi Fe kronis akan berdampak pula pada penurunan fungsi fisiologis penderitanya. Hal ini juga terjadi pada kasus ADB, dimana para penderitanya karena mengalami defisiensi besi, maka fungsi sistem organnya juga mengalami penurunan
Citation preview
5/27/2018 Anemia Defiiensi Besi
1/5
LAPORAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN
Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
1. Latar BelakangSecara epidemiologi, prevalens anemia defisiensi besi tertinggi ditemukan pada akhir masa
bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan
percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau
karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu Anemia Defisiensi Besi
juga banyak ditemukan pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak
adekuat dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT
tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB . Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) padaanak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%1.
Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu
diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism
saraf. Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan
seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi ketahanan
fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja. Bila kekuranganm zat besi terjadi pada
masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko perinatal serta mortalitas bayi2.
2. Tempat,Waktu dan Peserta PenyuluhanTempat : jalan tentara pelajar lorong keluarga no 1
Waktu : Jumat, 8 februari 2013
Peserta : Ibu-ibu yang yang tinggal di jalan tentara pelajar lorong keluarga
3. Metode penyuluhanPenyuluhan dilakukan dengan membagikan brosur dan penjelasan tentang cara pencegahan
anemia defisiensi besi. Selanjutnya sesi tanya jawab antara penyaji dan peserta.
5/27/2018 Anemia Defiiensi Besi
2/5
4. Penjelasan
Penurunan pasokan zat besi (fe) dalam mencukupi kebutuhan tubuh dapat berakibat pada
terjadinya Anemia Defisiensi Besi (ADB). Defisiensi Fe kronis akan berdampak pula pada
penurunan fungsi fisiologis penderitanya. Hal ini juga terjadi pada kasus ADB, dimana para
penderitanya karena mengalami defisiensi besi, maka fungsi sistem organnya juga mengalami
penurunan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa kejadian ADB pada wanita hamil dapat
menimbulkan dampak baik bagi bayi ataupun ibu, mulai dari dalam kandungan, proses
persalinan, setelah bayi dilahirkan, usia sekolah, hingga memasuki fase hidup dewasa. Dampak
yang sering dijumpai adalah peningkatan partus prematurus yang berkaitan dengan masalah
ADB. Konsekuensinya adalah timbulnya berbagai permasalahan baru bagi si bayi seperti berat
badan lahir yang rendah (BBLR), penurunan status imunitas, peningkatan risiko gangguan
fisiologis dan tumbuh kembang bayi
1
. Dampak lanjutan di usia sekolah adalahtimbulnyaIntelegent Quotion(IQ) yang rendah, penurunan kemampuan belajar, dan penurunan
angka pertumbuhan anak2. Sedangkan dampak jangka panjang dari anemia adalah penurunan
kualitas sumber daya manusia, penurunan produktivitas kerja, dan memberikan implikasi
ekonomis yang negatif3.
Prevalensi ADB dilaporkan masih tinggi dan menyerang hampir seluruh kelompok umur di
masyarakat. Menurut Conrad (2003), wanita hamil merupakan salah satu kelompok dengan
prevalensi ADB yang cukup tinggi. Hal yang sama juga ditemukan di Indonesia yaitu masih
tingginya prevalensi ADB pada wanita hamil, walaupun data yang tersedia memiliki variasi yang
sangat lebar. Temuan Baker (2000) bahwa rata-rata 18% wanita hamil di negara maju mengalami
ADB sedangkan di Indonesia mencapai sekitar 63,5%4. Di Bali, disebutkan bahwa prevalensi
ADB pada wanita hamil sebesar 46,2%5Khusus di Kabupaten Bangli anemia pada ibu hamil
ditemukan sebesar 45,8%6.
Pemerintah telah melakukan upaya penanggulangan ADB melalui pelaksanaan program
pemberian tablet besi pada wanita hamil yang diintegrasikan ke dalam program Kesehatan Ibu
dan Anak di puskesmas. Sayangnya, sampai saat ini upaya tersebut masih belum berjalan dengan
optimal, ditandai oleh masih tingginya angka kejadian anemia pada wanita hamil. Menurut Bakta
dkk (2006), salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab adalah terbatasnya cadangan besi
dalam tubuh6.
5/27/2018 Anemia Defiiensi Besi
3/5
Dalam kondisi hamil, seorang wanita membutuhkan 1000 mg besi selama kehamilan.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui diet harian maka akan terjadi mobilisasi
cadangan besi tubuh7. Oleh karena itu, seorang wanita seharusnya memiliki cadangan besi tubuh
yang memadai untuk mencukupi kebutuhan selama kehamilan.
Kenyataan yang berkembang justru berbeda dari yang diharapkan yakni wanita hamil
memiliki cadangan besi tubuh yang rendah bahkan kosong dari sejak masa prahamil. Hal ini
terjadi karena wanita-wanita di negara berkembang sering mengalami defisiensi zat besi laten
sejak masa prahamil. Peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan semakin menguras
cadangan besi tubuh yang sudah mengalami defisiensi, sehingga menjadi kosong selama masa
kehamilan. Hal ini mengindikasikan bahwa cadangan besi tubuh seharusnya terisi penuh sejak
masa prahamil sehingga jika seorang wanita mengalami kehamilan, kebutuhan besi tubuh masih
tetap mampu dipenuhi6.
Terjadinya defisiensi zat besi laten tersebut disebabkan karena pola makan penduduk yang
lebih banyak mengkonsumsi besi non heme dibandingkan dengan besi heme. Diet harian
penduduk, khususnya di wilayah Bangli lebih banyak yang bersumber dari bahan nabati dengan
kandungan besi non heme yang lebih tinggi. Besi non heme memiliki kualitas yang lebih buruk
dan lebih sulit diserap dibandingkan dengan besi heme. Selain itu, wanita normal akan
mengalami menstruasi setiap bulannya, sehingga kehilangan besi sebesar 1 mg/dl. Kehilangan
ini memerlukan pengganti, bila tidak terpenuhi melalui diet harian maka kondisi ini akanberlanjut pada penipisan cadangan besi tubuh. Pada masa ini, gagalnya pemenuhan besi oleh diet
harian seharusnya dapat digantikan dengan pemberian tablet besi. Ketidaktahuan akan informasi
tersebut menyebabkan wanita prahamil tidak melakukan upaya pencegahan sejak dini. Dengan
demikian, penyuluhan ADB menjadi sangat penting untuk menanggulangi permasalahan ADB
pada wanita prahamil ataupun pada saat mereka mengalami kehamilan7.
Sebelum memasuki masa kehamilan, seorang wanita tentu harus melewati fase
prahamil. Masa prahamil merupakan masa sebelum hamil bagi wanita usia subur (umur 15-35
tahun). Prevalensi ADB pada wanita prahamil adalah sebesar 38,6%. Tingginya prevalensi ADB
pada wanita prahamil mampu menggambarkan kemungkinan besarnya kejadian ADB yang akan
terjadi pada wanita hamil. Menyadari potensi permasalahan tersebut, tindakan pencegahan sangat
perlu dilakukan pada kelompok wanita prahamil untuk menurunkan kejadian ADB pada wanita
prahamil maupun pada saat mereka mengalami kehamilan8.
5/27/2018 Anemia Defiiensi Besi
4/5
5. Tanya JawabQ: Bagaimana cara mencegah terjadinya anemia defisiensi besi?
A: Anemia defisiensi dapat dicegah dengan memakan makan yang kaya akan zat besi seperti hati
dan daging, makanan laut, kacang kacangan, sayuran hijau serta jenis padi-padian. Pada wanita
hamil juga dapat mengkonsumsu tablet besi yang bisa diperoleh di puskesmas.
Q: Apa yang terjadi jika anemia tidak diobati?
A: Anemia dapat membahayakan jiwa bila tidak diobati. Oksigen yang kurang dapat merusak
organ. Dengan anemia jantung bekerja lebih keras untuk mencukupi suplai oksigen ke tubuh,
kerja jantung ini dapat mengakibatkan gangguan pada jantung bahkan berakhir pada keadaan
gagal jantung.
6. PenutupSalah satu manfaat penyuluhan ini adalah kepedulian kita sebagai tenaga medis dalam
memberikan informasi mengenai anemia defisiensi besi kepada masyarakat. Sehingga
masyarakat lebih mengenal anemia defisiensi besi dan dapat mencegah terjadinya anemia
devisiensi besi. Diharapkan dengan lebih banyak informasi yang masyarakat ketahuimengenai
anemia defisiensi besi, komplikasi dari anemia defisiensi besi dapat berkurang.
5/27/2018 Anemia Defiiensi Besi
5/5
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, L.H. 1997. Pregnancy and Iron Deficiency: Unresolved Issues. Nutr Revs 55 (4): 91-101
2. Purwani RD dan Hadi H. 2002. Pengaruh Pemberian Pil Besi Folat dan Pil Vitamin CTerhadap Perubahan Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Desa NelayanKabupaten Rembang. J. Kedokt Yarsi: 10 (3): 8-15.
3. Ross J and Horton S. 1998. Economic Consequence of Iron Deficiency. ISBN pp 5444. Muhilal, Sumaryono I., Komari. 2004. Review of Survey and Supplementation Studies of
Anemia in Indonesia. Pen Gizi dan Makanan (24): 34-39
5. Suega K., Dharmayuda TG., Sutarga IM., Bakta IM. 2002. Iron Deficiency Anemia inPregnant Women in Bali, Indonesia: A Profile of Risk Factor and Epidemiology. Southeast
Asian J Trop Med Public Health 32 (2): 128-130.
6. Sri Ekawati LP., Ayu Trisnadewi N., Setiani P. 2007. Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil diWilayah Kerja Puskesmas Susut I Bangli (Skripsi).Universitas Udayana. Bali
7. Hallberg, L. 1992. Iron Balance in Pregnancy and Lactation in: Nutritional Anemias. editedby Formon, S.J. and Zlotkin, S. Nestle Nutrition Workshop Series Vol.30: 13-28
8. Seri Ani Luh, Bakta IM, Suryadhi INT, Bagiada N. 2007. Pengaruh Pemberian Tablet BesiTerhadap Kadar Feritin dan Hemoglobin Pada Wanita Prahamil di Bali (Disertasi).
Universitas Udayana. Bali