47
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia nutrisi merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin darah (Hb) kurang dari normal sebagai akibat kekurangan salah satu atau lebih essential nutrients ( zat gizi penting) (Jain and Sharma, 2012). Menurut WHO anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) dan/atau masa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Kebutuhan fisiologis seseorang bervariasi berdasarkan dari usia, jenis kelamin, perilaku, kebiasaan merokok, dan kehamilan (WHO, 2011). A. Etiologi 4

anemia defisiensi Fe

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran

Citation preview

15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anemia

Anemia nutrisi merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin darah (Hb) kurang dari normal sebagai akibat kekurangan salah satu atau lebih essential nutrients ( zat gizi penting) (Jain and Sharma, 2012). Menurut WHO anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) dan/atau masa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Kebutuhan fisiologis seseorang bervariasi berdasarkan dari usia, jenis kelamin, perilaku, kebiasaan merokok, dan kehamilan (WHO, 2011).

A. Etiologi

1. Kurangnya produksi sel darah merahPembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Umur sel darah merah hanya 120 hari dan jumlah sel darah merah harus selalu dipertahankan. Zat-zat yang diperlukan oleh sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin antara lain: logam (besi, mangan, kobalt, seng, tembaga), vitamin (B12, B6, C, E, asam folat, tiamin, riboflavin, asam pantotenat), protein, dan hormon (eritropoetin, androgen, tiroksin). Penyebab yang paling sering terjadi karena kurangnya asupan zat besi.

2. Kehilangan darah3. Peningkatan penghancuran sel darah (hemolisis)Terjadi pada anemia hemolitik yang dapat diwariskan atau diperoleh (Jain and Sharma., 2012).B. Klasifikasi anemia

Ada 3 klasifikasi dari anemia menurut penyebab terjadinya yaitu kehilangan darah yang banyak (akut atau kronis), penghancuran sel darah (hemolisis) atau defisiensi produksi sel darah merah (ineffective haematopoiesis) (Jain and Sharma, 2012).Anemia juga dapat di klasifikasikan berdasarkan morfologinya yaitu mikrositik, normositik, atau makrositik tergantung pada MCV:1. Anemia mikrositik

Dihadapkan dengan anemia mikrositik, ada tiga diagnosis utama yang kemungkinan termasuk anemia defisiensi besi (IDA), talasemia, dan anemia gangguan kronis (ACD). Sebuah kemungkinan ke empat, anemia sideroblastik, tetapi kejadiannya sangat jarang sehingga tidak dipertimbangkan dalam diagnosis awal, kecuali ada riwayat kontak dengan timbal.Anemia yang termasuk anemia mikrositik, yaitu:a. Anemia defisiensi besiAnemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan produksi sel darah karena kurangnya zat besi (Alton, 2005).b. Anemia gangguan kronis

Yaitu anemia dengan karakteristik berkurangnya kadar Fe yang efektif untuk proses eritropoiesis karena berkurangnya absorbsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan dari makrofag (Oehandian, 2012).

c. Anemia akibat talasemia

Yaitu anemia yang disebabkan oleh karena penyakit talasemia, hemoglobin akan mengalami penghancuran (hemolisis). Penghancuran ini terjadi karena adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin atau rantai globin. Penyakit talasemia merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik (Oehandian, 2012). 2. Anemia normositik

Penyebab terjadinya anemia normositik biasanya disebabkan oleh defisiensi gizi, gagal ginjal dan anemia hemolitik. Anemia gizi campuran yang menggabungkan defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi sering terjadi. Sehingga ketiga parameter tersebut harus diminta dalam tahap awal diagnosis normokromik anemia (Gisbert et al, 2009).

Gambar 2.1. Serum level yang membedakan ACD, IDA, dan mixed anemia (Gisbert et al, 2009).3. Anemia makrositikPada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Penyebabnya antara lain kekurangan vitamin B12, asam folat atau gangguan sintesis DNA.C. Patofisiologi anemiaPatofisiologi anemia berbeda menurut etiologinya. Anemia dapat disebabkan oleh gangguan dalam proses produksi sel darah merah, kehilangan darah, dan peningkatan laju kerusakan dari sel darah merah. Kehilangan darah terjadi selama kondisi akut seperti trauma atau penyakit kronis dan perdarahan gastrointestinal.Meningkatnya laju penghancuran sel darah merah terjadi pada anemia hemolitik. Pada anemia hemolitik yang diwariskan terjadi akibat kelainan seluler di membran atau enzim yang mempengaruhi produksi hemoglobin. Anemia hemolitik yang didapat terjadi sebagai akibat terjadinya suatu infeksi, paparan bahan kimia, dan respon imun yang abnormal.Sedangkan terjadinya gangguan produksi sel terjadi ketika sel memiliki kelaian dalam sintesis DNA seperti kurangnya asupan vitamin B12 dan asam folat. Kelainan dalam proses sintesis hemoglobin merupakan proses patologi terjadinya anemia defisiensi zat besi, thalassemia, dan anemia infeksi kronis (Sharon et al, 2008).Gambar 2.2 Patofisologi terjadi mekanisme keseimbangan besi,(Fe) (1) Makanan yang mengandung Fe masuk GIT, (2) melalui sel mukosa berikatan dengan Feritin, (3) Fe berada dalam otot sebagai myoglobin, (4) masuk sumsum tulang (5) ke dalam sirkulasi darah (Hb) dan tersimpan dalam hati, siklus berulang.D. Patofisiologi anemia pada ibu hamil

Tejadinya anemia pada kehamilan kebanyakan merupakan perubahan fisiologis yang normal selama kehamilan. Meskipun sel darah merah ibu dan volume plasma keduanya meningkat dalam kehamilan, mereka tidak melakukannya secara bersamaan. Bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan (Scholl, 2013).Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus (Susiloningtyas, 2004).

E. Gejala klinis

Tanda-tanda dan gejala anemia dapat ringan atau berat, hal ini tergantung pada seberapa parah dan seberapa cepat berkembangnya keadaan anemia. Umumnya, tanda-tanda dan gejala anemia meningkat seiring semakin buruknya keadaan anemia. Banyak tanda dan gejala anemia juga terjadi pada penyakit dan kondisi lain, sehingga tanda-tanda dan gejala anemia menjadi tidak spesifik (NIH, 2011).Anemia yang dalam kategori ringan mungkin tidak terlihat tanda-tanda dan gejalanya. Jika tanda-tanda dan gejalanya terlihat yang mungkin bisa ditemukan adalah tanda-tanda seperti kelelahan, kelemahan, atau kulit yang pucat. Tanda-tanda dan gejala ini akan jauh terlihat pada keadaan anemia yang lebih berat.Pada keadaan anemia yang lebih berat, mungkin bisa sampai terjadi pingsan atau rasa pusing, rasa haus yang meningkat, berkeringat, lemah dan terjadi palpitasi, atau nafas yang cepat. Kurangnya sel darah juga dapat menyebabkan gejala yang berhubungan dengan jantung, karena jantung harus bekerja lebih keras untuk membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh (NIH, 2011). Wanita dengan anemia dalam kehamilan mungkin akan mengalami rasa kelelahan, berkurangnya tingkat energi, berkurangnya kinerja mental, dan dalam kasus-kasus anemia berat dikaitkan dengan terjadinya kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah (PBM, 2013).F. DiagnosisKonsentrasi hemoglobin harus diukur untuk mendiagnosis terjadinya suatu anemia. Konsentrasi hemoglobin sendiri tidak bisa digunakan untuk mendiagnosis suatu penyebab anemia, misalnya anemia karena kekurangan zat besi. Akan tetapi konsentrasi hemoglobin dapat memberikan informasi tentang tingkat keparahan dari defisiensi besi. WHO telah merekomendasikan nilai ambang batas untuk mendiagnosis suatu anemia berdasarkan kadar hemoglobin (WHO, 2011).

Gambar 2.3 Ambang batas kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia (WHO, 2011).Diagnosis anemia di tegakkan berdasarkan nilai-nilai Hb dan HCT di bawah rentang normal, diikuti dengan klasifikasi anemia berdasarkan 1) MCV, 2) mekanisme, 3) daftar gejala pasien, 4) dan indeks RBC. Pemeriksaan hapusan darah perifer tidak lebih baik dari pemeriksaan indeks RBC dari hematologi analyzer otomatis dalam membantu mendiagnosis jenis anemia. Parameter RBC otomatis yang penting untuk mendiagnosis jenis anemia yaitu: Hb, HCT, MCV, RDW, KIA, MCHC, retikulosit, dan IRF.Langkah awal yang dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyebab anemia adalah dengan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya. Pemeriksaan indeks eritrosit seperti MCV memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan anemia (Gisbert et al, 2009).Pada awal tahun 1934, Wintrobe mengklasifikasikan anemia dalam skema secara morfologis, berdasarkan perhitungan indeks RBC, yang di dalam skema tersebut menjadi dasar untuk mengklasifikasikan anemia menjadi 3 kategori yaitu: 1) normositik (MCV 80 hingga 100 fL); 2) mikrositik (MCV < 80 fL); makrositik (MCV > 100fL) (Van hove et al, 2000).

Gambar 2.4 Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi (Van hove et al, 2000).Sebagai contoh dihadapkan pada suatu anemia mikrositik, terdapat tiga diagnostik utama yang memungkinkan yaitu anemia defisiensi besi (ADB), talasemia, dan anemia gangguan kronis (ACD). Kemungkinan ke empat adalah anemia sideroblastik, tetapi kejadiannya sangat jarang sehingga tidak dipertimbangkan pada diagnosis awal, kecuali ada riwayat kontak dengan timbal.

Pemeriksaan ferritin serum membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis. Meskipun ferritin menjadi reaktan fase akut, diagnosis ADB tidak mungkin dengan tingkat ferritin normal atau meningkat (Gisbert at al, 2009).

Gambar 2.5 Evaluasi pada anemia mikrositik. TSI: Transferrin saturation index; MCV: Mean Corpuscular Volume; Hb: Hemoglobin (Gisbert et al, 2009).G. Efek terjadinya anemia terhadap kehamilanKadar Hb yang rendah pada ibu selama kehamilan, yang mengindikasikan telah terjadinya anemia dalam kategori moderate atau severe menigkatkan resiko terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kematian ibu dan bayi, bayi lahir prematur dan rentan terhadap penyakit infeksi.Anak yang lahir dari ibu dengan anemia lebih memungkinkan untuk terjadinya anemia pada awal kehidupan. Telah dilaporkan juga bahwa kekurangan zat besi dapat mempengaruhi kinerja afek kognitif yang irreversible dan dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan fisik bayi (Pena-Rosas, 2012).H. Terapi dan pencegahan

Terapi besi oral relatif aman, murah, dan efektif untuk pengelolan besi dalam tubuh untuk mengatasi kondisi anemia. Pemberian secara oral merupakan rute pilihan pada kasus-kasus rutin. Rute parenteral hanya dipertimbangkan ketika rute oral tidak mungkin dilakukan.Program nasional untuk profilaksis anemia merekomendasikan untuk diberikan tablet besi yang mengandung 60 mg elemental zat besi dan 500 mg asam folat setiap hari selama 100 hari untuk semua wanita hamil. Namun disarankan bahwa 120 mg dari elemental zat besi dan 1 mg asam folat adalah dosis harian optimal yang diperlukan untuk mencegah suatu anemia pada kehamilan (Ingle, 2011). Untuk remaja dengan anemia CDC merekomendasikan dosis zat besi yang diberikan adalah 60 mg besi elemental, 1-2 dua kali perhari (Pavord et al, 2011).Terapi besi yang dikombinasikan dengan strategi diet untuk meningkatkan asupan zat besi dan vitamin C akan lebih efektif untuk mencegah terjadinya anemia dengan meningkatkan tingkat hemoglobin dan mengganti cadangan besi dalam tubuh (Pavord et al, 2011).I. Indikasi terapi besi oral

Sesuai pedoman NICE untuk perawatan antenatal rutin semua wanita hamil harus memiliki hasil pemeriksaan hitung darah lengkap di ambil pada awal kehamilan dan pada usia kehamilan 28 minggu (Pavord et al, 2011).Wanita dengan kadar Hb