1
SELAMA tiga tahun pe- merintahan Gubernur Fauzi Bowo telah terjadi banyak pengembangan dalam usaha penyelesa- ian masalah transportasi di Jakarta. Saya mengakui bahwa ada terobosan yang di- lakukannya. Ketika bus- way dibangun, belum ada sistem sepenuhnya. Gu- bernur yang membangun sistem park and drive serta mulai aktifnya busway koridor 9 dan 10. Persoalan macet di Ja- karta bukanlah akibat dari empat tahun lalu, melainkan mulai terlihat peningkatan jumlah pembelian kendaraan bermotor pribadi mulai tahun 2000. Sejak saat itulah kemacetan di Jakarta semakin parah. Yang bisa mengerem jumlah kendaraan bermotor kan pemerintah pusat. Pemerintah provinsi hanya dapat mengendalikan jumlah ken- daraan yang melewati jalan tertentu. Dan hal itu sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta selain dengan meningkatkan MRT (mass rapid transit), pengkajian tarif parkir, dan sterilisasi busway. (*/J-5) TIGA tahun kepemim- pinan Gubernur DKI Ja- karta Fauzi Bowo (Foke) masih banyak hal yang perlu dilakukan, khusus- nya untuk menarik in- vestasi ke DKI Jakarta. Satu prestasi yang cu- kup bagus yang dilaku- kan Foke, yaitu adanya pelayanan terpadu satu pintu untuk pengurusan izin. Ini membantu efek- tivitas dan esiensi bagi dunia usaha. Biaya dan waktu untuk perizinan usaha menjadi terukur dengan jelas. Iklim usaha harus juga didukung sarana dan prasarana. Foke sudah melakukan pembenahan di sektor itu, tapi belum cukup berhasil. Mengenai kemacetan, Foke tidak berani membuat terobosan membatasi usia operasional bagi angkutan umum dan kendaraan pribadi. Kebijakannya selama tiga tahun ini masih melanjutkan kebijakan pendahulunya. Foke harus lebih berani mengambil kebijakan tegas agar sukses. Kalau untuk meningkatkan pelayanan publik, Foke harus berani meniru pendahulunya seperti Ali Sadikin dan Sutiyoso. (Faw/J-5) SAYA pribadi belum bisa menilai secara utuh ki- nerja pasangan Gubernur DKI Jakarta-Wakil Gu- bernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke)-Prijanto. Pasangan ini masih memiliki masa jabatan dua tahun lagi memimpin DKI Jakarta hingga 7 Oktober 2012. Masalah banjir, kema- cetan, dan transportasi, bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melainkan juga tanggung jawab pemerintah pusat. Pemrov tidak berwewenang menangani 13 sungai di Jakarta yang kerap meluap menimbulkan Jakarta banjir. Untuk pertambahan ruas jalan di Jakarta hanya 0,01% per tahun. Sementara itu, pertambahan kendaraan bermotor mencapai 9,5% per tahun. Pertambahan ruas jalan tidak sebanding dengan per- tambahan kendaraan. Pemprov tidak punya wewenang mem- batasi pertambahan kendaraan baru. Untuk penambahan jalan, pihak pemprov pun hanya bisa menangani jalan-jalan provinsi. Pembangunan mass rapid transit (MRT) untuk mengatasi kema- cetan berbiaya besar, itu harus melibatkan pusat. (Ssr/J-5) KEMACETAN: Ribuan kendaraan terjebak kemacetan di Jl Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta, Senin (20/9). JUMAT, 15 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Megapolitan DOK PRIBADI ANTARA/UJANG ZAELANI MI/FAUZI Herman Heru Suprobo Wasekjen DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DOK PRIBADI Persoalan Jakarta Tergantung Pemerintah Pusat RUSNYA FOKUS gagal mengatasi banjir dan kemacetan. Jangan jadikan fenomena yang tidak dapat diatasi. WAJAR masyarakat Jakarta merasa kecewa terhadap Gubernur DKI Fauzi Bowo dan wakilnya, Prijanto, dalam memimpin Jakarta selama tiga tahun dari 7 Oktober 2007 hingga 7 Oktober 2010. Pasalnya, penanganan masalah kemacetan, banjir, dan transportasi massal tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengurus Ibu Kota terbatas. Masyarakat masih banyak yang belum memahami bahwa persoalan utama, yaitu kemacetan, banjir, pembangunan jalan, dan angkutan massal, di Jakarta sangat tergantung pemerintah pusat. MI/RAMDANI Boy Bernardi Sadikin Wakil Ketua F-PDIP DPRD DKI Jakarta Azas Tigor Nainggolan Ketua Dewan Transportasi Kota DKI Jakarta FOKUS OLAHRAGA BACA BESOK! Tema: Pembuktian Kelelawar Hitam di Nou Camp terkait ruang hijau, serta peng- gunaan air tanah. “Jangan jadikan banjir sebagai fenome- na yang tidak dapat diatasi. Kemudian kemacetan, semuan- ya dapat diperhitungkan. Pro- gram penyediaan transportasi massal harus diutamakan,” tukasnya. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga punya cata- tan tiga tahun kepemimpinan Foke-Prijanto. Terutama me- nyangkut kemacetan dan ruang terbuka hijau. Berbagai kebi- jakan seperti Trans-Jakarta, sistem three in one, dan per- luasan jalan tol dalam kota hanya lip service belaka. “Padahal, dapat diprediksi pertumbuhan kendaraan lebih besar ketimbang pertumbuhan jalan. Tahun 2014 atau empat tahun dari sekarang merupa- kan titik nadir di mana Jakarta akan macet total, baik jalan umum maupun jalan tol,” tandas Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat. Masalah lainnya, se- makin terbatasnya lahan terbuka di DKI. isasi program kerja Foke-Prijan- to. “Kita lihat bagaimana tingkat kenyamanan masyarakat terha- dap kondisi Ibu Kota. Apa se- makin banyak respons positif dan merasa nyaman, atau seba- liknya. Masyarakat kan yang merasakan langsung hasil dari kerja pasangan pemimpin itu,” tandasnya. Ketiga adalah pola pende- katan yang digunakan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan. Dia menilai, Foke-Prijanto masih terpaku pada penyempurnaan struk- tural se- hingga banyak program belum direalisasikan. Terutama soal banjir dan kemacetan. Yayat mengkritik ketiadaan kreativitas dan keberanian pe- merintahan Foke-Prijanto. “Tidak ada terobosan-terobo- san. Selain itu, tidak ada ke- beranian nyali untuk menerus- kan program yang sudah ada. Misalnya saja Trans-Jakarta, monorel, dan mass rapid transit (MRT) yang sampai sekarang tidak jelas,” tukasnya. Memahami Ibu Kota Foke bekerja di Balai Kota sejak 1977 pernah menjabat Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional, Kepala Dinas Pari- wisata DKI, serta Wakil Gubernur DKI. Itu seha- rusnya modal Foke memahami DKI. Doktor Ingenieur dari Fach- beriech Architektur/Raum Und Umweltplanung-Baungenieur- wesen Universitat Kaiserlaut- ern Republik Federasi Jerman tersebut lulus dengan predikat cum laude. Disertasinya ketika itu berjudul Prinsip dan Panduan Dasar untuk Pengembangan Ru- ang Metropolitan dan Ruang Megapolitan Jakarta. “Dari situ sebenarnya Foke sudah mengetahui dan mema- hami bagaimana mengatasi permasalahan Ibu Kota,” tan- das Yayat sambil mengingatkan Foke-Prijanto supaya fokus de- ngan memprioritaskan empat bidang saja. Pengendalian banjir di pe- ringkat pertama, kemudian transportasi untuk mengatasi ke- macetan, lingku- ngan “Melalui rencana tata ruang, lahan dikaveling untuk kepen- tingan sebagian orang yang punya modal. Lahan terbuka ditutup dengan hutan beton,” jelasnya. Pada pihak lain, tambah Ki Agus Ahmad, anggota LBH Jakarta yang mendampingi Nurkholis, perlu dilakukan pe- mutihan kesalahan-kesalahan masa lalu terkait dengan pen- gurangan ruang terbuka hijau. Terjadi penyusutan ruang ter- buka hijau dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya pembangunan hutan beton. “Ruang terbuka hijau pada masterplan DKI 1965-1985 sebesar 27,6%. Kemudian 1985- 2005 menjadi 26,1%, lalu pada RTRW DKI 2000-2010 sebesar 13,49%. Itu pun proyeksi, be- lum kenyataan,” papar Agus. Selain itu, LBH Jakarta meli- hat kebijakan Pemprov DKI cenderung boros untuk kepentingan internal melalui pemberian tun- jangan kinerja daerah. “Ini ko- rupsi yang dilegiti- masi melalui anggaran terhadap PNS. Misalnya, tunjangan ke Sekda DKI men- capai Rp50 juta per bulan, tapi buat guru dikasih cuma Rp1 juta per bulan,” tukasnya. (J-1) asni@ mediaindonesia.com nesty@ mediaindonesia.com

ANTARA/UJANG ZAELANI RUSNYA FOKUS - ftp.unpad.ac.id · terlihat peningkatan jumlah pembelian kendaraan bermotor ... tan tiga tahun kepemimpinan Foke-Prijanto. Terutama me-nyangkut

Embed Size (px)

Citation preview

SELAMA tiga tahun pe-merintahan Gubernur Fauzi Bowo telah terjadi banyak pengembangan dalam usaha penyelesa-ian masalah transportasi di Jakarta.

Saya mengakui bahwa ada terobosan yang di-lakukannya. Ketika bus-way dibangun, belum ada sistem sepenuhnya. Gu-bernur yang membangun sistem park and drive serta mulai aktifnya busway koridor 9 dan 10. Persoalan macet di Ja-karta bukanlah akibat dari empat tahun lalu, melainkan mulai terlihat peningkatan jumlah pembelian kendaraan bermotor pribadi mulai tahun 2000. Sejak saat itulah kemacetan di Jakarta semakin parah. Yang bisa mengerem jumlah kendaraan bermotor kan pemerintah pusat.

Pemerintah provinsi hanya dapat mengendalikan jumlah ken-daraan yang melewati jalan tertentu. Dan hal itu sedang dilakukan Pemprov DKI Jakarta selain dengan meningkatkan MRT (mass rapid transit), pengkajian tarif parkir, dan sterilisasi busway. (*/J-5)

TIGA tahun kepemim-pinan Gubernur DKI Ja-karta Fauzi Bowo (Foke) masih banyak hal yang perlu dilakukan, khusus-nya untuk menarik in-vestasi ke DKI Jakarta.

Satu prestasi yang cu-kup bagus yang dilaku-kan Foke, yaitu adanya pelayanan terpadu satu pintu untuk pengurusan izin. Ini membantu efek-tivitas dan efi siensi bagi dunia usaha. Biaya dan waktu untuk perizinan usaha menjadi terukur dengan jelas. Iklim usaha harus juga didukung sarana dan prasarana. Foke sudah melakukan pembenahan di sektor itu, tapi belum cukup berhasil.

Mengenai kemacetan, Foke tidak berani membuat terobosan membatasi usia operasional bagi angkutan umum dan kendaraan pribadi. Kebijakannya selama tiga tahun ini masih melanjutkan kebijakan pendahulunya.

Foke harus lebih berani mengambil kebijakan tegas agar sukses. Kalau untuk meningkatkan pelayanan publik, Foke harus berani meniru pendahulunya seperti Ali Sadikin dan Sutiyoso. (Faw/J-5)

SAYA pribadi belum bisa menilai secara utuh ki-nerja pasangan Gubernur DKI Jakarta-Wakil Gu-bernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke)-Prijanto. Pasangan ini masih memiliki masa jabatan dua tahun lagi memimpin DKI Jakarta hingga 7 Oktober 2012.

Masalah banjir, kema-cetan, dan transportasi, bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melainkan juga tanggung jawab pemerintah pusat. Pemrov tidak berwewenang menangani 13 sungai di Jakarta yang kerap meluap menimbulkan Jakarta banjir.

Untuk pertambahan ruas jalan di Jakarta hanya 0,01% per tahun. Sementara itu, pertambahan kendaraan bermotor mencapai 9,5% per tahun. Pertambahan ruas jalan tidak sebanding dengan per-tambahan kendaraan. Pemprov tidak punya wewenang mem-batasi pertambahan kendaraan baru. Untuk penambahan jalan, pihak pemprov pun hanya bisa menangani jalan-jalan provinsi. Pembangunan mass rapid transit (MRT) untuk mengatasi kema-cetan berbiaya besar, itu harus melibatkan pusat. (Ssr/J-5)

KEMACETAN: Ribuan kendaraan terjebak kemacetan di Jl Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta, Senin (20/9).

JUMAT, 15 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Megapolitan

DOK PRIBADI

ANTARA/UJANG ZAELANI

MI/FAUZI

Herman Heru SuproboWasekjen DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi)

DOK PRIBADI

Persoalan Jakarta Tergantung

Pemerintah Pusat

RUSNYA FOKUSgagal mengatasi banjir dan kemacetan. Jangan jadikan fenomena yang tidak dapat diatasi.

WAJAR masyarakat Jakarta merasa kecewa terhadap Gubernur DKI Fauzi Bowo dan wakilnya, Prijanto, dalam memimpin Jakarta selama

tiga tahun dari 7 Oktober 2007 hingga 7 Oktober 2010. Pasalnya, penanganan masalah kemacetan, banjir, dan transportasi massal tidak

mudah karena melibatkan banyak pihak. Kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengurus Ibu Kota terbatas. Masyarakat masih banyak yang belum memahami bahwa

persoalan utama, yaitu kemacetan, banjir, pembangunan jalan, dan angkutan massal, di Jakarta sangat tergantung pemerintah pusat.

MI/RAMDANI

Boy Bernardi SadikinWakil Ketua F-PDIP DPRD DKI Jakarta

Azas Tigor NainggolanKetua Dewan Transportasi Kota DKI Jakarta

FOKUSOLAHRAGA

BACA BESOK!Tema:

PembuktianKelelawar Hitam

di Nou Camp

terkait ruang hijau, serta peng-gunaan air tanah. “Jangan jadikan banjir sebagai fenome-na yang tidak dapat diatasi. Kemudian kemacetan, semuan-ya dapat diperhitungkan. Pro-gram penyediaan transportasi massal harus diutamakan,” tukasnya.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga punya cata-tan tiga tahun kepemimpinan Foke-Prijanto. Terutama me-nyangkut kemacetan dan ruang terbuka hijau. Berbagai kebi-jakan seperti Trans-Jakarta, sistem three in one, dan per-luasan jalan tol dalam kota hanya lip service belaka.

“Padahal, dapat diprediksi pertumbuhan kendaraan lebih besar ketimbang pertumbuhan jalan. Tahun 2014 atau empat tahun dari sekarang merupa-kan titik nadir di mana Jakarta akan macet total, baik jalan umum maupun jalan tol,” tandas Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat.

Masalah lainnya, se-makin terbatasnya lahan terbuka di DKI.

isasi program kerja Foke-Prijan-to.

“Kita lihat bagaimana tingkat kenyamanan masyarakat terha-dap kondisi Ibu Kota. Apa se-makin banyak respons positif dan merasa nyaman, atau seba-liknya. Masyarakat kan yang merasakan langsung hasil dari kerja pasangan pemimpin itu,” tandasnya.

Ketiga adalah pola pende-katan yang digunakan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan. Dia menilai, Foke-Prijanto masih terpaku pada penyempurnaan struk-

t u r a l s e -

hingga banyak program belum direalisasikan. Terutama soal banjir dan kemacetan.

Yayat mengkritik ketiadaan kreativitas dan keberanian pe-merintahan Foke-Prijanto. “Tidak ada terobosan-terobo-san. Selain itu, tidak ada ke-beranian nyali untuk menerus-kan program yang sudah ada. Misalnya saja Trans-Jakarta, monorel, dan mass rapid transit (MRT) yang sampai sekarang tidak jelas,” tukasnya.

Memahami Ibu KotaFoke bekerja di Balai Kota

sejak 1977 pernah menjabat Kepala Biro Protokol dan

Hubungan Internasional, Kepala Dinas Pari-

wisata DKI, s e r t a

Wakil Gubernur DKI. Itu seha-rusnya modal Foke memahami DKI.

Doktor Ingenieur dari Fach-beriech Architektur/Raum Und Umweltplanung-Baungenieur-wesen Universitat Kaiserlaut-ern Republik Federasi Jerman tersebut lulus dengan predikat cum laude. Disertasinya ketika itu berjudul Prinsip dan Panduan Dasar untuk Pengembangan Ru-ang Metropolitan dan Ruang Megapolitan Jakarta.

“Dari situ sebenarnya Foke sudah mengetahui dan mema-hami bagaimana mengatasi permasalahan Ibu Kota,” tan-das Yayat sambil mengingatkan Foke-Prijanto supaya fokus de-ngan memprioritaskan empat bidang saja.

Pengendalian banjir di pe-ringkat pertama, kemudian

transportasi untuk mengatasi ke-

macetan, lingku-

n g a n

“Melalui rencana tata ruang, lahan dikaveling untuk kepen-tingan sebagian orang yang punya modal. Lahan terbuka ditutup dengan hutan beton,” jelasnya.

Pada pihak lain, tambah Ki Agus Ahmad, anggota LBH Jakarta yang mendampingi Nurkholis, perlu dilakukan pe-mutihan kesalahan-kesalahan masa lalu terkait dengan pen-gurangan ruang terbuka hijau. Terjadi penyusutan ruang ter-buka hijau dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya pembangunan hutan beton.

“Ruang terbuka hijau pada masterplan DKI 1965-1985 sebesar 27,6%. Kemudian 1985-2005 menjadi 26,1%, lalu pada RTRW DKI 2000-2010 sebesar 13,49%. Itu pun proyeksi, be-lum kenyataan,” papar Agus.

Selain itu, LBH Jakarta meli-hat kebijakan

Pemprov DKI cenderung boros untuk

kepentingan internal melalui pemberian tun-jangan kinerja daerah. “Ini ko-

rupsi yang dilegiti-masi melalui anggaran

terhadap PNS. Misalnya, tunjangan ke Sekda DKI men-capai Rp50 juta per bulan, tapi buat guru dikasih cuma Rp1 juta per bulan,” tukasnya. (J-1)

[email protected]@mediaindonesia.com