27
Antibodi Monoklonal PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL DAN POLIKLONAL UNTUK DIAGNOSIS DAN TERAPI PENYAKIT SYAM S. KUMAJI PROGRAM STUDI BIOMEDIK KONSENTRASI MIKROBIOLOGI PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012

Antibodi Monoklonal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pros

Citation preview

Page 1: Antibodi Monoklonal

Antibodi Monoklonal

PRODUKSI ANTIBODI MONOKLONAL DAN POLIKLONAL UNTUK DIAGNOSIS

DAN TERAPI PENYAKIT

SYAM S. KUMAJI

PROGRAM STUDI BIOMEDIK

KONSENTRASI MIKROBIOLOGI

PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012

Page 2: Antibodi Monoklonal

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak Metchnikoff dan Erhlic mengemukakan teori imunologi, telah banyak kemajuan

yang dicapai dalam bidang imunologi. Sebagaimana telah diketahui bahwa antibodi dapat

digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen di dalam tubuh. Walaupun imunologi

khususnya imunokimia telah cukup maju, antibodi yang digunakan untuk mengenali suatu

antigen masih dibuat dengan cara yang konvensional, yaitu mengimunisasi hewan percobaan,

mengambil darahnya dan mengisolasi antibodi dalam serum sehingga menghasilkan antibodi

poliklonal. Apabila dibutuhkan antibodi dalam jumlah besar maka binatang percobaan yang

dibutuhkan juga sangat besar jumlahnya. Namun jumlah antibodi yang dapat diproduksi melalui

binatang untuk memenuhi kebutuhan antibodi yang spesifik untuk tujuan diagnostik masih

dirasakan sangat kurang. Idealnya antibodi spesifik dapat dibuat secara in vitro, sehingga dapat

diproduksi antibodi dalam jumlah besar tanpa terkontaminasi dengan antibodi lain yang tidak

dikehendaki. Dalam antibodi poliklonal jumlah antibodi yang spesifik sanagt sedikit, sangat

heterogen karena dapat mengikat macam-macam epitop dan sangat sulit menghilangkan antibodi

lain yang tidak diinginkan.

Pada tahun 1975, Kohler dan Milstein memperkenalkan cara baru untuk membuat

antibodi dengan mengimuniasasi percobaan, kemudian sel limfositnya difusikan dengan sel

mieloma, sehingga sel hibrid dapat dibiakkan terus menerus (immortal) dan membuat antibodi

yang homogen yang diproduksi oleh satu klon sel hibrid. Antibodi yang homogen ini disebut

dengan antibodi monoklonal yang mempunyai sifat lebih spesifik dibandingkan dengan antibodi

poliklonal karena hanya dapat mengikat 1 epitop antigen dan dapat dibuat dalam jumlah tak

terbatas. Terobosan Georges Kohler, Cesar Milstein dan Niels Jerne, yang mendapat hadiah

Nobel pada tahun 1985 berkat hasil penemuannya tentang antibodi monoklonal, telah membawa

perubahan besar dalam produksi antibodi secara in vitro.

Antibodi monoklonal dibuat dengan cara penggabungan atau fusi dua jenis sel, yaitu sel

limfosit b yang memproduksi antibodi dengan sel kanker (sel mieloma) yang dapat hidup dan

membelah terus menerus. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel kanker secara in vitro ini

disebut dengan hibridoma.

Page 3: Antibodi Monoklonal

Apabila sel hibridoma dibiakkan dalam kultur sel, sel yang secara genetik mempunyai

sifat yang identik akan memproduksi antibodi sesuai dengan antibodi yang diproduksi oleh sel

aslinya, yaitu sel limfosit B. Hal penting yang harus diperhatikan adalah proses pemilihan sel

klon yang identik yang dapat mensekresi antibodi yang spesifik. Karena antibodi yang

diproduksi berasal dari sel hibridoma tunggal (mono-klon), maka antibodi yang diproduksi

disebut dengan antibodi monoklonal.

Sel hibridoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara tidak terbatas dalam kultur

sel, sehingga mampu memproduksi antibodi homogen yang spesifik (monoklonal) dalam jumlah

yang hampir terbatas.

Antibodi monoklonal merupakan senyawa yang homogen, sangat spesifik dan dapat

diproduksi dalam jumlah yang sangat besar sehingga sangat menguntungkan jika digunakan

sebagai alat diagnostik. Beberapa jenis kit antibodi monoklonal telah tersedia di pasaran untuk

medeteksi bakteri patogen dan virus, serta untuk uji kehamilan.

Page 4: Antibodi Monoklonal

BAB II

LANDASAN TEORI

A.    Antibodi Monoklonal

1.      Pengertian Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif sejenis.

Antibodi inidibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel positif limpa dan sel mieloma)

yang dikultur. Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan anti bodiadalah limpa. Fungsi antara lain

diagnosis penyakit dan kehamilan. Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe

tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Inia dalah komponen penting dari sistem kekebalan tubuh.

Mereka dapat mengenali dan mengikatke antigen yang spesifik (Anonim, 2012).

Pada teknologi antibodi monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti digabungkan dengan

sel mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah hibridoma, yang akan terus

memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen (bagian dari

makromolekul yang dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka menyerang molekul targetnya dan

mereka bisa memilahantara epitope yang sama. Selain sangat spesifik, mereka memberikan landasan

untuk perlindungan melawan patogen.

Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti

mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level

drug pada serum, mengenali darah dan jaringan,mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon

kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon. Kemajuan sekarang telah memungkinkan

untuk memproduksi antibodi monoklonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah yang besar untuk

digunakan dalam terapi berbagai penyakit.

2.      Pembuatan Antibodi Monoklonal

Menurut Radji (2010) bahwa cara pembuatan antibodi monoklonal untuk mendapatkan

antibodi yang homogen dapat dilihat pada Gambar 1 yang pada dasarnya terdiri dari beberapa

tahap, yakni;

a.       Imunisasi Mencit

Page 5: Antibodi Monoklonal

1)      Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri atau virus, disuntikkan

secarasubkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.

2)      Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena, mencit yang tanggap kebal terbaik

dipilih.

3)      Pada hari ke-12 hari suntikan terakhir antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan

diukurtiter antibodinya.

4)      Mencit dimatikan dan limfanya diambil secara aseptis.- Kemudian dibuat suspensi sel limfa

untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi.

Cara imunisasi lain yang sering digunakan adalah imunisasi sekali suntik intralimfa

(Single-Shot Intrasplenic Immunization) Imunisasi cara ini dianggap lebih baik, karena eliminasi

antigen olehtubuh dapat dicegah.

Gambar 1. Bagan pembuatan antibodi monoklonal (Sumber; Sarmoko, 2010)

b.      Fusi sel kebal dan sel mieloma

Page 6: Antibodi Monoklonal

1)      Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limfa yang membuat antibodi akan cepat mati,

sedangkansel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid

yang terdiri darigabungan sel limfa yang dapat membuat antibodi dan sel mieloma yang dapat

dibiakkan secaraterus menerus dalam jumlah yang tidak terbatas secara in vitro.

2)      Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar dengan dua

ataulebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda jenis yang disebut

heterokarion.

3)      Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang mengandung kromosom kedua

induk yang disebut sel hibrid.

Frekuensi fusi dipengaruhi bebrapa faktor antara lain jenis medium, perbandingan jumlah

sel limpa dengan sel mieloma, jenis sel mieloma yang digunakan, dan bahan yang mendorong

timbulnya fusi (fusagon). Penambahan polietilen glikol (PEG) dan dimetilsulfoksida (DMSO)

dapat menaikan efisiensi fusi sel.

c.       Eliminasi sel induk yang tidak berfusi

Frekuensi terjadinya hibrid sel limfa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu penting

untukmematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnyaa lebih banyak agar sel hibrid

mempunyaikesempatan untuk tumbuh dengan cara membiakkan sel hibrid dalam media selektif

yang mengandung hyloxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).

d.      Isolasi dan pemilihan klon hibridoma

1)      Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid aka membentuk

kolonihomogen yang disebut hibridoma.

2)      Tiap koloni kemudian dibiakkan terpisah satu sama lain.

3)      Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga

antibodiyang terbentuk bisa diisolasi. Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama

adalah dilakukan untuk memperolehhibridoma yang dapat menghasilkan antibodi, dan yang

kedua adalah memilih sel hibridomapenghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan

antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.

Umumnya untuk menetukan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan cara Enzyme

Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau radioimmunoassay (RIA). Pemilihan klon hibridoma

dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat

Page 7: Antibodi Monoklonal

menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil antibodi

monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.

3.      Antibodi Monoklonal Generasi Baru

Antibodi monoklonal telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, baik untuk

diagnostik maupun untuk pengobatan, terutama untuk mengatasi kanker tertentu. Beberapa

antibodi monoklonal yang digunakan untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus,

sehingga sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi

monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing

oleh tubuh pasien sehingga menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi,

dan penghancuran atau destruksi dari antibodi monoklonal itu sendiri.

Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti telah mengembangkan pembuatan

antibodi monoklonal generasi baru, yaitu monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya

terdiri dari protein yang berasal dari manusia. Sehingga dapat mengurangi efek penolakan oleh

sistem imun pasien.

Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara lain

adalah :

a.      Murine Monoclonal Antibodies

Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti mouse antibodies

(HAMA) nama akhirannya ″momab″ (ibritumomab) (Hanafi dan Syahruddin, 2012).

b.      Chimaric Monoclonal Antibodies

Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan suatu mencit

atau tikus yang dapat memproduksi sel hibrid mencit-manusia. Bagian variabel dari molekul

antibodi, termasuk antigen binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu

bagian yang konstan berasal dari manusia. Salah satu contohnya antibodi monoklonal yang

struktur molekulnya terdiri dari 67% manusia adalah Rifuximab (Radji, 2010).

c.       Humanized Monoclonal Antibodies

Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang berasal dari mencit

hanya terbatas pada antigen binding site saja. Sedangkan bagian yang lainya yaitu bagian

variabel dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi monoklonal yang struktur

molekulnya terdiri dari 90% manusia diantaranya adalah Alemtuzumab (Radji, 2010).

d.      Fully Human Monoclonal Antibodies

Page 8: Antibodi Monoklonal

Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon

imun karena protein antibodi yang disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan protein

yang berasal dari manusia.

Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi ini adalah

dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang membawa gen yang

berasal dari manusia. Sehingga mampu memproduksi antibodi yang diinginkan (Radji, 2010).

Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat

mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut. Untuk

lebih jelasnya struktur ke empat jenis antibodi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jenis antibodi monoklonal(Sumber; Hanafi dan Syahruddin, 2012)

4.      Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek

sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular

cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi sel

tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target

muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di

tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal digunakan

secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor (Hanafi dan

Syahrudin, 2012). 

a.      Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen sel

tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc

reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan suatu antibodi

Page 9: Antibodi Monoklonal

monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi diasumsikan sel fagosit

mononuklear dan atau natural killer (NK).

Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc

reseptor. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis

secara langsung menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi

respons sel T tumor.

Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor

permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk menghancurkan

sel tumor (gambar 5a). Sel - sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu

dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan

berikatan dengan target antigen (gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat

mengenali dan membunuh sel target antigen (Gambar 3).

Gambar 3. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

b.      Complement dependent cytotoxicity (CDC)

Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade

komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode pembunuh sel

tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada CDC melalui jalur

klasik aktivasi komplemen (Gambar 4a). Formasi kompleks antigen antibodi merupakan

komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen protein lain untuk

mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik / agen aktivasi C3a dan C5a (Gambar

4b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack complex (MAC)

(Gambar 4c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran. Membrane attack complex

Page 10: Antibodi Monoklonal

(MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na++ yang akan menyababkan sel target lisis

(Gambar 4d)

Gambar 4. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)

c.       Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)

Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi monoklonal

sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada

tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi

monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (Gambar 5a) kemudian zat

sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan

enzim permukaan sel tumor (Gambar 5b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan

melepaskan active drug di dalam tumor (Gambar 5d).

Gambar 5. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)

5.      Rintangan Keberhasilan Terapi Antibodi Monoklonal

Page 11: Antibodi Monoklonal

Distribusi antigen sel ganas sangat heterogen sehingga beberapa sel dapat mengenali

antigen tumor dan sel lainnya tidak. Densiti antigen bervariasi bila rendah antibodi monoklonal

tidak efektif. Aliran darah tumor tidak selalu optimal bila antibodi monoklonal dihantarkan

melalui darah maka sulit untuk mengandalkan terapi ini. Tekanan interstisial yang tinggi dalam

tumor dapat mencegah ikatan dengan antibodi monoklonal. Antigen tumor selalu dilepaskan

sehingga antibodi mengikat antigen bebas dan bukan sel tumor. Antibodi monoklonal diperoleh

dari sel tikus kemungkinan masih ada respons imun antibodinya yang disebut respons human

anti mouse antibodies (HAMA). Respons ini tidak hanya menurunkan kemanjuran terapi

antibodi monoklonal tapi juga menyisihkan kemungkinan terapi ulangan. Reaksi silang antibodi

monoklonal dengan antigen jaringan normal jarang sehingga aplikasi antibodi monoklonal

memberikan hasil yang baik pada keganasan hematologi dan tumor soliter walaupun terdapat

beberapa rintangan

6.      Imunoterapi

Imunoterapi (IT) atau densitisasi atau hiposensitasi adalah pemberian ekstrak alergen

kepada penderita alergi yang jumlahnya secara perlahan ditingkatkan dengan tujuan

menghilangkan gejala yang ditimbulkan pejanan dengan alergen yang merupakan penyebab

penyakit. Pemberian antigen spesifik berulang kepada penderita dengan penyakit alergi

diharapkan akan memberikan proteksi terhadap gejala dan terjadinya inflamasi (Anonim, 2012).

Imunoterapi yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker, yang mengerahkan

dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi kanker. Karena hampir

selalu menggunakan bahan-bahan alami dari makhluk hidup, terutama manusia, maka

imunoterapi sering juga disebut bioterapi atau terapi biologis.

Imunoterapi kanker berupaya membuat sistem kekebalan tubuh mampu mengalahkan

keganasan sel-sel kanker, dengan cara meningkatkan/mengarahkan reaksi kekebalan tubuh

terhadap sel kanker,  atau mengembalikan kemampuan tubuh dalam menaklukkan kanker (body

response modifiers –BRM). Imunoterapi dapat dilakukan secara aktif atau pasif untuk

menstimulasi respon imun spesifik dan nonspesifik pada penderita kanker.

a.      Imunoterapi Pasif

Imunoterapi secara pasif dilakukan dengan cara mentransfer antibodi dan sel-selimun ke

dalam tubuh penderita. Beberapa antibodi spesifik atau antibodi monoklonal yang mampu

bereaksi dengan antigen spesifik berbagai jenis sel kanker dapat digunakan untuk terapi kanker.

Page 12: Antibodi Monoklonal

Antibodi monoklonal tersebut akan berikatan dengan antigen yang terdapatpada permukaan sel

tumor atau sel kanker dan mengaktifkan sistem komplemen,sehingga menyebabkan sitolisis.

Disamping itu reseptor yang terikat pada bagian Fc dari antibodi dapat merangsang sel-sel

efektorseperti sel NK, makrofag dan granulosit untuk menangkap kompleks antigen antibodi

pada permukaan sel tumor,sehingga dapat membunuh sel tumor melalui antibody-dependent

cell-mediated cytotoxicity (Radji, 2010).

Berbagai jenis antibodi monoklonal telah dikembangkan beberapa diantaranya telah

disetujui penggunaannya oleh FDA untuk mengobati beberapa jenis kanker, dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa jenis antibodi monoklonal yang digunakan untuk antikanker

Page 13: Antibodi Monoklonal

Walaupun demikian, terdapat beberapa masalah dengan penggunaan imunoterapi antara

lain adalah;

1)      Antibodi yang digunakan kurang efisien karena sel tumor terasosiasi dengan MHC kelas 1.

2)      Sel tumor dapat menutup antigen sehingga terjadi kompleks antigen antibodi. Dengan demikian

sel-sel kekebalan tidak dapat menghancurkan sel tumor.

Page 14: Antibodi Monoklonal

3)      Antibodi kemungkinan terikat secara tidak spesifik pada sel-sel kekebalan, tidak dapat

berikatand engan sel tumor, sehingga tidak dapat merangsang sistem komplemen untuk

mengahancurkan sel tumor.

Penggunaan antibodi monoklonal untuk terapi kanker dibagi dalam 2 tipe, yaitu;

1)      Naked Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal murni)

Antibodi monoklonal yang penggunaannya tanpa dikombinasikan dengan senyawa lain.

Antibodi monoklonal murni mengikatkan diri pada antigen spesifik yang dimiliki oleh sel-sel

kanker sehinggad apat dikenali dan dirusak oleh sistem imun tubuh. Selain itu antibodi

monoklonal dapat mengikatkan diri pada suatu reseptor, dimana molekul-molekul pertumbuhan

untuk tidak dapat berinteraksi dengan sel kanker, maka antibodi monoklonal dapat mencegah

pertumbuhan sel kanker. Biasanya diberikan secara intravena dan efek sampingnya lebih ringan

dari kemoterapi.

Beberapa antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara tersebut diantaranya adalah;

a)      Trastuzumab (Herceptin), digunakan untuk terapi kanker payudara stadium lanjut. Trastuzumab

menyerang protein HER2 (merupakan protein yangterdapat dalam jumlah besar pada sel-sel

kankerpayudara).

b)      Rituximab, digunakan untuk terapi sel B pada limfoma non-Hodgkin, bereaksi dengan sasaran

antigen CD20 yang ditemukanpada sel B.

c)      Alemtuzumab, diigunakan untuk terapi B cell lymphocytic leukimia (B-CLL) kronik yang sudah

mendapat kemoterapi, Senyawa ini menyerang antigen CD52, yang terdapat pada sel B maupun

sel T.

d)     Cetuximab, digunakan untuk kanker kolorektal stadium lanjut (bersamaan dengan obat

kemoterapi irinotechan) dan kanker leher dan kepala yang tidakbisa dilakukan tindakan

pembedahan. Senyawa ini ditujukan untuk protein epidermal growth factor receptors

(EGFR),dimana EFGR terdapat dalam jumlah besar pada beberapa sel kanker.

e)      Bevacizumab, bekerja melawan protein Vascular Endhotelial Growth Factor (VEGF) yang

normalnya membantu tumor untuk membangun jaringan pembuluh darah baru (angiogenesis).

Senyawa ini digunakan bersama-sama dengan kemoterapi untuk terapi kanker kolorektal

metastatik.

2)      Conjugated Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal yang dikombinasi dengan

beberapa senyawa)

Page 15: Antibodi Monoklonal

Senyawa yang dikombinasikan antara lain kemoterapi, toksin,dan senyawa radioaktif.

Antibodi monoklonal jenis ini akan beredar ke seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil

menemukan sel kanker yang mempunyai antigen spesifik yang dikenali oleh antibodi

monoklonal. Obat ini hanya berperan sebagai wahana yang akan mengantarkan substansi-

substansi obat, racun dan materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker,

namun hebatnya, ia bisa meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan di

seluruh bagian tubuh. Conjugated MAbs kadang dikenal juga sebagai "tagged," "labeled," atau

"loaded" antibodies.

a)      Chemolabeled

Chemolabeled adalah antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan obat

kemoterapi. Satu-satunya chemolabeled yang telah disetujui FDA untuk terapi kanker adalah

Brentuximab vedotin(Adcetris, dulu dikenal dengan nama SGN-35). Obat ini terdiri dari antibodi

yang mempunyai target antigen CD30 yang terikat kepada obat kemoterapi yang bernama

monomethyl auristatin E. Digunakan untuk terapi Hodgkin lymphoma dan anaplasticlarge cell

lymphoma yang tidak merespon terapi lain.

b)      Radioimmunotherapy

Radioimmunotherapy adalah antibodi monoklonal dikombinasikan dengan senyawa

radioaktif. FDA menyetujui radioimmunotherapy pertama yang boleh digunakan adalah

Ibritumomabtiuxetan digunakan untuk terapi kanker B cell non-Hodgkin lymphoma yang tidak

berhasil dengan terapi standar. Radioimmunotherapy yang kedua adalah Tositumomab (Bexxar)

digunakan untuk tipe limfomanon-Hodgkin tertentu yang jugatidak menunjukkan respon

terhadap Rituximab (Rituxan)atau kemoterapi.

c)      Immunotoksin

Immunotoksin adalah antibodi monoklonal dikonjugasikan dengan racun. Imunotoksin

dibuat dengan menempelkan racun yang berasal dari tanaman maupun bakteri pada antibodi

monoklonal. Berbagai racun dibuat untuk ditempelkan pada antibodi monoklonal seperti toksin

difteri, eksotoksin pseudomonas (PE40), atau yang dibuat dari tanaman, yakni risin A dari

Ricinus communis atau saporin dari Saponaria officinalis.

Salah satu imunotoksin yang mendapat persetujuan FDA untuk terapi kanker adalah

Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg). Obat ini mengandung racun calicheamicin. Racun ini

melekat pada antibodiyang langsung menuju sasaranantigen CD33, yang terdapat padasebagian

Page 16: Antibodi Monoklonal

besar sel leukimia. Saat ini Gemtuzumab ozogamicin digunakan untuk terapi acute myelogenous

leukimia (AML)yang sudah menjalani kemoterapiatau tidak memenuhi syarat untuk kemoterapi.

b.      Imunoterapi Aktif

Imunoterapi Secara Aktif dilakukan dengan cara memberikan senyawa imunopotensiasi

(biological response modifiers) untuk meningkatkan respon imun terhadap sel tumor antara lain

dengan cara meningkatkan aktifitas makrofag dan sel NKserta meningkatkan fungsi sel T.

Aktivitas spesifik dilakukan dengan pemberian vaksin hepatitis B, vaksin Human papiloma

virus. Atau dengan cara non spesifik dengan imunisasi BCG dan Corynebacterium parvum untuk

merangsang aktivitas makrofag agar mampu membunuh sel-sel tumor (tumorsid).

Beberapa jenis biological response modifiers yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis biological response modifiers yang digunakan sebagai imunoterapi

Jenis imunopotensiasi Produk Efek utama

Produk bakteri BCG, P. Acnes, muramil

dipeptida, trehalosa

dimikolat

Mengaktifkan makrofag

dan sel NK (melalui

sitokin)

Molekul sintetik Piran, pirimidin Menginduksi produksi

interferon

Sitokin Interferon alfa, beta dan

gama IL-2 dan TNF

Mengaktifkan makrofag

dan sel NK

Beberapa senyawa sitokin digunakan untuk meningkatkan fungsi imun penderita karena

pada kenyataannya beberapa senyawa sitokin mempunyai fungsi yang spesifik terhadap

komponen tertentu dari sistem imun. Jenis sitokin yang digunakan adalah;

(i)       Interleukin-2

• Mengaktifkan sel T dan sel NK

• Digunakan untukmengobatikarsinoma renal dan melanoma

(ii)     Interferon alfa dan beta

• Menginduksiekspresi MHCpada sel tumor

• Digunakan untukmengobati leukimia

Page 17: Antibodi Monoklonal

(iii)   Interferon gama

• Meningkatkanekspresi MHCkelas II

• Digunakan untuk kanker rahim

(iv)   Tumor necrocis factor-alpha(TNF-alfa)

• Meningkatkanaktifitasmakrofag dansel-sel limfosit

• Digunakan untukmembunuh sel-sel tumor

B.     Antibodi Poliklonal

1.      Pengertian Antibodi Poliklonal

Menurut Sarmoko (2010) antibodi poliklonal adalah antibodi dimana di dalam suatu

populasi terdapat lebih dari satu macam antibodi, atau campuran antibodi yang mengenal epitop

yang berbeda pada antigen yang sama. Selanjutnya Radji (2010) mengatakan bahwa dalam

antibodi poliklonal jumlah antibodi yang spesifik sangat sedikit, sangat heterogen karena dapat

mengikat bermacam-macam epitop dan sangat sulit menghilanagkan antibodi lain yang tidak

diinginkan.

2.      Pembuatan Antibodi Poliklonal

Menurut Sarmoko (2010) Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal adalah sebagai

berikut:

a.       Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.

b.      Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan

c.       Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.

d.      Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka hasilnya berupa ‘polyclonal’

/campuran antibodi.

Page 18: Antibodi Monoklonal

BAB III

PENUTUP

1.      Antibodi yang diperoleh dari produk satu klon limfosit disebut sebagai antibodi monoklonal,

sehingga antibodi monoklonal hanya memiliki spesifisitas terhadap epitop tertentu.

2.      Antibodi-antibodi yang berasal dari produksi berbagai klon disebut sebagai

antibodi poliklonal.

3.      Antibodi monoklonal adalah produk bioteknologi modern lanjutan dari produk antibodi

bioteknologi modern bernama antibodi poliklonal yang mampu menanggapi masuknya substansi

asing dengan spesivitas yang luar biasa.

4.      Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti mengidentifikasi agen

infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum,

mengenali darah dan jaringan,mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan

mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.

Page 19: Antibodi Monoklonal

DAFTAR PUSTAKA

1.      http://www.scribd.com/doc/90609785/Antibodi-Monoklonal

2.      http://www.scribd.com/doc/98789259/antibodi-monoklonal)

3.      http://percikcahaya.blogspot.com/2011/03/antibodi-monoklonal-generasi-terbaru .html

4.      http://rumahkanker.com/pengobatan/komplementer/27-imunoterapi-kanker-bukan -hanya-vaksin.

5.      Baratawidjaja, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta; Balai Penerbit FKUI

6.      Hanafi, Arif Riswahyudi dan Elisna Syahruddin. Antibodi Monoklonal dan Aplikasinya Pada Terapi Target (Targeted Therapy) Kanker Paru. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan, Jakarta

7.      Radji, Maksum. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan

8.      Sarmoko. 2010. Antibodi Monoklonal. Tersedia Online; http://moko31.wordpress.com/2010/06/27/antibodi-monoklonal/