1
ABSTRAK Angkringan (‘Angkring’ berasal dari bahasa Jawa yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobak dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman dan biasanya terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dewasa ini angkringan menjadi sebuah industri rumahan yang sangat khas dengan suasana Yogyakarta. Sejarah angkringan di Yogya merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Awalnya di pelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an . Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Yogyakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu sempat beberapa kali berpindah lokasi. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Yogya, bahkan di luar Yogya karta . L ambat laun , bisnis ini kian menjamur hingga sekarang . Buktinya sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Y og y a , sehingga menjadikannya pembentuk wajah kota Yogyakarta. Produk-produk industri sederhana dari angkringan seperti sego kucing, berbagai macam sate seperti sate usus, kerang maupun telur puyuh serta gorengan sudah menjadi makanan khas sehari - hari masyarakat kota Yogya. Sistem angkringan dapat berupa bisnis individual maupun distribusi/komunal. Yang dimaksud individu, berbagai macam makanan yang dijual merupakan hasil buatan sendiri bukan distribusi dari pihak lain. Distribusi/komunal adalah sistem ( franchise ) dimana owner hanya perlu menyediakan tempat dan karyawannya saja. Sistem perputaran uang inilah yang dapat menguatkan ekonomi kerakyatan yang ada di daerah dimana angkringan itu berada. Mulai dari bahan makanan yang mayoritas diambil dari pasar-pasar tradisional di lingkungan angkringan tersebut. Segala keuntungan yang didapat tentunya akan terus berputar secara lokal, bukan kepada pihak asing diluar kawasan angkringan tersebut. Namun angkringan juga menyisakan beberapa masalah, mulai dari penggunaan lahan hingga regulasi angkringan yang notabene menggunakan bad an jalan. Dilihat dari segi arsitektur, angkringan terkadang menjadi tempat yang terkesan kurang bersih dan jauh dari kata higienis. Angkringan bersifat semi permanen, sehingga keberadaannya dapat dipindah-pindah sehingga dapat dalam gagasan ini angkringan dapat didesain secara modular sehingga dapat dirangkai maupun dibongkar sesuai dengan kondisi dimana angkringan itu berada namun juga dapat membentuk ruang serta suasana angkringan yang sebenarnya. Dimana tatanan ruang dalam bangunan tersebut mengharuskan penguna serta pemilik untuk selalu manjaga kebersihan serta susana “Jogja” dan akrab juga masih dapat terjaga.Di tempat ini komunikasi sosial diutamakan sehingga

arsitektur rimpang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

arsitektur rimpang

Citation preview

ABSTRAKAngkringan(Angkring berasal dari bahasa Jawa yang berarti duduk santai) adalah sebuah gerobak dorong yang menjual berbagai macam makanan dan minuman dan biasanya terdapat di setiap pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dewasa ini angkringan menjadi sebuah industri rumahan yang sangat khas dengan suasana Yogyakarta. Sejarah angkringan di Yogya merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Awalnya di pelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Mbah Pairo bisa disebut pionir angkringan di Yogyakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu sempat beberapa kali berpindah lokasi. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang paling dikenal di seluruh Yogya, bahkan di luar Yogyakarta. Lambat laun, bisnis ini kian menjamur hingga sekarang. Buktinya sangat mudah menemukan angkringan di setiap sudut Kota Yogya, sehingga menjadikannya pembentuk wajah kota Yogyakarta. Produk-produk industri sederhana dari angkringan seperti sego kucing, berbagai macam sate seperti sate usus, kerang maupun telur puyuh serta gorengan sudah menjadi makanan khas sehari - hari masyarakat kota Yogya. Sistem angkringan dapat berupa bisnis individual maupun distribusi/komunal. Yang dimaksud individu, berbagai macam makanan yang dijual merupakan hasil buatan sendiri bukan distribusi dari pihak lain. Distribusi/komunal adalah sistem (franchise) dimana owner hanya perlu menyediakan tempat dan karyawannya saja. Sistem perputaran uang inilah yang dapat menguatkan ekonomi kerakyatan yang ada di daerah dimana angkringan itu berada. Mulai dari bahan makanan yang mayoritas diambil dari pasar-pasar tradisional di lingkungan angkringan tersebut. Segala keuntungan yang didapat tentunya akan terus berputar secara lokal, bukan kepada pihak asing diluar kawasan angkringan tersebut. Namun angkringan juga menyisakan beberapa masalah, mulai dari penggunaan lahan hingga regulasi angkringan yang notabene menggunakan badan jalan. Dilihat dari segi arsitektur, angkringan terkadang menjadi tempat yang terkesan kurang bersih dan jauh dari kata higienis. Angkringan bersifat semi permanen, sehingga keberadaannya dapat dipindah-pindah sehingga dapat dalam gagasan ini angkringan dapat didesain secara modular sehingga dapat dirangkai maupun dibongkar sesuai dengan kondisi dimana angkringan itu berada namun juga dapat membentuk ruang serta suasana angkringan yang sebenarnya. Dimana tatanan ruang dalam bangunan tersebut mengharuskan penguna serta pemilik untuk selalu manjaga kebersihan serta susana Jogja dan akrab juga masih dapat terjaga.Di tempat ini komunikasi sosial diutamakan sehingga