3
ARTIKEL TENTANG FORMALIN Makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat akhir-akhir ini tidak lagi dapat dikatakan bebas dari bahaya fisik, kimia maupun biologi. Salah satu contoh adalah penggunaan bahan-bahan tambahan kimia sebagai bentuk pola hidup atau gaya hidup masyarakat yang menghendaki segala sesuatu serba cepat dan praktis sehingga menjadikan masyarakat berbuat diluar batas. Seringkali ditemukan dalam makanan terdapat bahan tambahan makanan berupa pengawet diluar dosis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menurut Harsojo dan Kadir (2013) bahwa bahan tambahan makanan yang juga sering digunakan adalah formalin. Formalin merupakan larutan 40 % formaldehid, termasuk golongan senyawa aldehid atau alkanal, yang mengandung satu atom karbon. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210°C (Winarno, 2004). Formalin merupakan desinfektan yang efektif, oleh karena itu formalin banyak digunakan dalam bidang industri dan pendidikan. Dalam bidang industri formalin banyak digunakan sebagai bahan pestisida, pengawet tekstil, dan pembersih lantai. Dalam jumlah kecil formalin formalin terdapat pada kosmetik, cairan pencuci piring, sampo mobil dan sebagainya. Manfaat dalam bidang pendidikan, formalin dipakai sebagai cairan pengawet mayat dan preparat praktikum mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas eksakta yang lain, seperti Fakultas Kedokteran hewan, Peternakan, Pertanian dan Perikanan dan Biologi. Besarnya manfaat formalin dalam bidang Industri dan Pendidikan, ternyata disalahgunakan sebagai pengawet makanan oleh produsen makanan yang tidak bertanggung jawab (Mahdi, 2013). Di Indonesia, Formalin merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Meskipun Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang/produsen makanan yang

Artikel Tentang Formalin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Formalin sebagai salah satu zat kimia yang berbahaya

Citation preview

Page 1: Artikel Tentang Formalin

ARTIKEL TENTANG FORMALIN

Makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat akhir-akhir ini tidak

lagi dapat dikatakan bebas dari bahaya fisik, kimia maupun biologi. Salah satu

contoh adalah penggunaan bahan-bahan tambahan kimia sebagai bentuk pola

hidup atau gaya hidup masyarakat yang menghendaki segala sesuatu serba cepat

dan praktis sehingga menjadikan masyarakat berbuat diluar batas. Seringkali

ditemukan dalam makanan terdapat bahan tambahan makanan berupa pengawet

diluar dosis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Menurut Harsojo dan Kadir (2013) bahwa bahan tambahan makanan yang

juga sering digunakan adalah formalin. Formalin merupakan larutan 40 %

formaldehid, termasuk golongan senyawa aldehid atau alkanal, yang mengandung

satu atom karbon. Formalin mudah larut dalam air sampai kadar 55 %, sangat

reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai zat pereduksi yang kuat,

mudah menguap karena titik didihnya rendah yaitu -210°C (Winarno, 2004).

Formalin merupakan desinfektan yang efektif, oleh karena itu formalin

banyak digunakan dalam bidang industri dan pendidikan. Dalam bidang industri

formalin banyak digunakan sebagai bahan pestisida, pengawet tekstil, dan

pembersih lantai. Dalam jumlah kecil formalin formalin terdapat pada kosmetik,

cairan pencuci piring, sampo mobil dan sebagainya. Manfaat dalam bidang

pendidikan, formalin dipakai sebagai cairan pengawet mayat dan preparat

praktikum mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas eksakta yang lain, seperti

Fakultas Kedokteran hewan, Peternakan, Pertanian dan Perikanan dan Biologi.

Besarnya manfaat formalin dalam bidang Industri dan Pendidikan, ternyata

disalahgunakan sebagai pengawet makanan oleh produsen makanan yang tidak

bertanggung jawab (Mahdi, 2013).

Di Indonesia, Formalin merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang

dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999. Meskipun Peraturan Menteri Kesehatan sudah

menyatakan bahwa formalin merupakan bahan tambahan makanan terlarang,

ternyata pada kenyataannya masih banyak para pedagang/produsen makanan yang

Page 2: Artikel Tentang Formalin

“nakal” tetap menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai

pengawet makanan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan

produk pangan sehingga tampilannya lebih menarik (walaupun kadang bau khas

makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin). Makanan yang rawan

dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah seperti ikan,

mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).

Menurut International programme on chemical safety (IPCS) ambang

batas formalin dalam tubuh adalah 1 mg dalam pangan, formalin yang boleh

masuk dalam tubuh antara 1,4 sampai 14 mg. Apabila formalin masuk kedalam

tubuh melebihi ambang batas dapat mengakibakan gangguan pada organ dan

sistim tubuh. Formalin yang terakumulasi dalam sel, bereaksi dengan protein

seluler (enzim) dan DNA ( Mitokondria dan nukleus). Penggunaan formalin

dalam makanan sangat membahayakan kesehatan baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Hal ini tergantung pada dosis dan lama paparannya dalam tubuh.

Beberapa efek negatif jangka pendek akibat paparan formalin antara lain adalah

terjadidinya iritasi pada saluran pernafasan dan pencernaan, muntah, pusing.

Pengaruh jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada hati,

ginjal, jantung, limfa dan pancreas serta terjadinya proses penuaan.

Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan

formalin pada makanan. Uji tersebut dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu uji

kandungan formalin secara kualitatif dan uji kandungan formalin secara

kuantitatif. Uji kandungan formalin secara kualitatif hanya mampu menunjukkan

apakah suatu bahan makanan mengandung formalin atau tidak tanpa mampu

menunjukkan seberapa banyak kandungan formalin di dalamnya. Uji secara

kuantitatif selain bisa menujukkan apakah suatu makanan mengandung formalin

atau tidak juga menunjukkan berapa besar kandungan formalin tersebut (Rohman

dan Sumantri, 2007).

Page 3: Artikel Tentang Formalin

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk atau Bahan Pangan 1. Jakarta:

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Departemen

Pendidikan Nasional.

Harsojo dan Kadir I. Penggunaan Formalin dan Boraks serta Kontaminasi Bakteri

pada Otak-Otak. Jurnal Iptek Nuklir Genendra !6(1): 9-17.

Mahdi, Chanif. 2013. Mengenal Bahaya Formalin, Boraks dan Pewarna

Berbahaya dalam Makanan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Rohman, A dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Bandung : Institut Teknologi

Bandung.

Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. Bogor: M Brio Press.