25
ASFIKSIA NEONATORUM A. DEFINISI Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2007) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2011) Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2012). Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO 2 ), hiperkarbia (peningkatan PaCO 2 ), dan asidosis (penurunan PH). B. JENIS ASFIKSIA Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :

ASFIKSIA NEONATORUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anak

Citation preview

ASFIKSIA NEONATORUM

A. DEFINISI

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin

meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan

lebih lanjut. (Manuaba, 2007)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir

(Mansjoer, 2009)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian.

Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

(Saiffudin, 2011)

Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut

dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis

(Hidayat, 2012).

Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak

dapat bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia

(penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis

(penurunan PH).

B. JENIS ASFIKSIA

Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :

a. Asviksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus

otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler,

prognasi lebih baik.

b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot

sudah berkurang, tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler,

prognosis jelek. (Prawirohardjo, 2010)

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa.

2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)

Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi

jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,

sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia Berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi

jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,

dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia

dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak

lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung

menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia

berat.

Pemeriksaan apgar untuk bayi :

TANDA NILAI APGAR SCORE0 1 2

Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mntUsaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuatTonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktifRefleks saat jalan napas dibersihkan

Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, ekstremitas biru

Merah muda seluruhnya

Keterangan :

Nilai 0-3   : Asfiksia berat

Nilai 4-6   : Asfiksia sedang

  Nilai 7-10 : Normal

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,

bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5

menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai

keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan

untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir

bila bayi tidak menangis.

C. ETIOLOGI

Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa

kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia

menurut Mochtar (1989) adalah :

1. Asfiksia dalam kehamilan

a. Penyakit infeksi akut

b. Penyakit infeksi kronik

c. Keracunan oleh obat-obat bius

d. Uraemia dan toksemia gravidarum

e. Anemia berat

f. Cacat bawaan

g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan

a. Kekurangan O2

b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)

c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus

mengganggu sirkulasi darah ke uri

d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.

e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.

f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.

g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.

h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi

uteri.

i. Paralisis pusat pernafasan

j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps

k. Trauma dari dalam : akibat obat bius

Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :

1. Faktor ibu

a. Hipoksia ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan

hipoksia janin dengan segala akibatnya.

b. Gangguan aliran darah uterus

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi

ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi

mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit

eklamsi.

2. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio

plasenta.

3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran

gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan

pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat

antara jalan lahir dan janin.

4. Faktor neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi

karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan

pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra

kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,

atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan

hingga kelahiran bayi yang berupa :

1. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang

dari 100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang

asfiksia

c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam

gawat

2. Pada bayi setelah lahir

a. Bayi pucat dan kebiru-biruan

b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada

c. Hipoksia

d. Asidosis metabolik atau respiratori

e. Perubahan fungsi jantung

f. Kegagalan sistem multiorgan

g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala

neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada

mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan

yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang

berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.

 Tanda-Tanda (Prawirohardjo, 2010)

1. Asfiksia berat

a. Frekuensi jantung < 40 x / menit

b. Tidak ada usaha napas

c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan

e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

f. Terjadi kekurangan  yang berlanjut sebelum atau sesudah

persalinan

2. Asfiksia sedang

a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit

b. Tidak ada usaha napas

c. Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada

d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang

e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

f. Terjadi kekurangan  yang berlanjut sebelum atau sesudah

persalinan

3. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia

a. Takipnea napas > 40 x / menit

b. Bayi tampak cyanosis

c. Adanya retaksi sela iga

d. Adanya pernapasan cuping hidung

e. Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing

f. Bayi kurang aktivitas

E. PATOFISIOLOGI

Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan

menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ

(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus

berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah

kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat

akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan

intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan

mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila

janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut

jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara

berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi

dapat brnapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut

jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob

yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis

respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini

terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai

menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama

makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama

apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah

(PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak

adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.

Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan

kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini,

Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan

menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.

Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/

persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi

akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan

pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah

berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke

otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan

iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat

menimbulkan perdarahan otak.

b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,

keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,

yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah

jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan

ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia

padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan

pengeluaran urine sedikit.

c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan

pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan

persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat

menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak

efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan

menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan

perdarahan pada otak.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005),

yaitu:

1. Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam

semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali

lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung

umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun

sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak

teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium Dalam Air Ketuban

Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan

oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium

dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi

untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan

mudah.

3. Pemeriksaan Darah Janin

Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks

dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah

janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan

turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu

dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah

menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan

asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk

menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu

dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini

diperlukan cara penilaian menurut APGAR.

4. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/

Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan

serum elektrolit.

5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya

kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,

menunjukkan kondisi hemolitik.

Pathway

Persalinan lama, lilitan tali pusat,

presentasi janin abnormal

Janin kekurangan O2 dan

kadar CO2 meningkat

ASFIKSIA

Paralisis pusat pernafasan Factor lain : anestesi,

obat-obat narkotik

Bersihan jln

nafas tidak

efektifNafas cepat

Paru-paru terapi cairan

G3 metabolisme

dan perubahan asam basa

Kerusakan

pertukaran gas

Asidosis respiratorik

G3 perfusi ventilasi

Apneu

DJJ & TD

Janin tidak

bereaksi terhadap

rangsangan

Pola

nafas

tak

Suplai O2

ke paru

menurun

Kerusakan otak

Kematian bayi

Resiko

cedera

Suplai O2 dalam

darah menurun

Resiko

ketidakseimbangan

suhu tubuh

H. PENATALAKSANAAN

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi

baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi

dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi

baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :

a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar

b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea

c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan

pernapasan terbuka

2. Memulai pernapasan :

a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil

atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi

secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala

bayi.

b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi

dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

1. Tindakan umum

a. Pengawasan suhu

b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama

memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan

dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu

diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir

selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4

mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-

4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena

perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat

jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha

pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif

diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan

perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase

jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.

Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3

yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi

dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai

kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan

asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik

seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.

b. Asfiksia sedang

Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam

waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif

harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2

intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi

dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan

menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan

kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan

gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan

gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan

tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2

menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak

langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke

kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya

mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan

frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas

spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil

jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi

jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus

segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera

diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan

pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan

adekuat.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi)

meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama

(ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan

pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat

natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar

belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-

obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi

minuman beralkohol, Hubungan psikologis.

Data Obyektif, terdiri dari:

Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya

hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu

tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi

normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali

permenit.

Pemeriksaan fisik.

1. Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,

pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

2. Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal

haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.

3. Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding

conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi

terhadap cahaya.

4. Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan

lendir.

5. Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

6. Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher;

perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

7. Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara

wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per

menit.

8. Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus

costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti

adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising

usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat

retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu,

perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada

tali pusat.

9. Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan

letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat

labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang

perdarahan

10. Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar

serta warna dari faeses.

11. Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan

adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-

jari tangan serta jumlahnya.

12. Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan

sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai

keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang biasa muncul pada anak dngan DHF yaitu :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi

pemajanan pada agen-agen infeksius

5. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota

keluarga

4. Perencanaan (tujuan, renpra, rasional)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus berlebih

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diha-rapkan bersihan jalan nafas kembali efektif, dengan kriteria hasil :

Indikator A TTidak menunjukkan demamTidak menunjukkan cemasRata-rata repirasi dalam batas normalPengeluaran sputum melalui jalan nafasTidak ada suara nafas tambahanTidak adanya sianosisPaCO2 dalam batas normalPaO2 dalam batas normal

Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan

1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction.

3. Beritahu keluarga tentang suction.

4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.

5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction

1. Untuk memungkinkan reoksigenasi.

2. Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahan-nya secret.

3. Membantu memberikan infor-masi yang benar pada keluarga.

4. Mencegah obstruksi/aspirasi.

5. Membantu untuk mengidentifikasi perbedaan status oksigen sebelum dan sesudah suction.

5. Tidak ada keluhan 1.

2 Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharap-kan pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil :

Indikator A TPasien menunjukkan pola nafas yang efektifEkspansi dada simetrisTidak ada bunyi nafas tambahanKecepatan dan irama respirasi dalam batas normal

Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender

2. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi

3. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan

1. Untuk menghilangkan mucus yang terakumulasi dari nasofaring, tracea.

2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder. Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.

3. Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

3 Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien diha-rapkan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil :

Indikator A TTidak sesak nafas

1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum

2. Pantau saturasi O2 dengan

1. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan.

2. Penurunan kandungan oksigen

Fungsi paru dalam batas normal

Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan

1.

oksimetri

3. Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

(PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2

menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.

3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.

DAFTAR PUSTAKA

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.2009. Nursing Interventions

Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book

Doenges, E. Marilynn. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Johnson,Marion, dkk.20015. Nursing Outcome Classifications (NOC). St.

Louis :Mosby Year-Book

Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC

Mochtar, R. (2008). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Straight, B. (2009). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :EGC

Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2011-

2016, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

Wilkinson, J.M. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC

dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC