View
3
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
anak
Citation preview
ASFIKSIA NEONATORUM
A. DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. (Manuaba, 2007)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Mansjoer, 2009)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2011)
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut
dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis
(Hidayat, 2012).
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak
dapat bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia
(penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis
(penurunan PH).
B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis Asfiksia, yaitu :
a. Asviksia Livida (biru) ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus
otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung reguler,
prognasi lebih baik.
b. Asfiksia Pillida (putih) ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot
sudah berkurang, tidak ada rektasi rangsangan, bunyi jantung irreguler,
prognosis jelek. (Prawirohardjo, 2010)
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak
lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia
berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :
TANDA NILAI APGAR SCORE0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mntUsaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuatTonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktifRefleks saat jalan napas dibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, ekstremitas biru
Merah muda seluruhnya
Keterangan :
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis.
C. ETIOLOGI
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia
menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi
uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan
hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi
ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit
eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio
plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan
pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra
kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan
hingga kelahiran bayi yang berupa :
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang
dari 100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam
gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada
mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan
yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang
berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik.
Tanda-Tanda (Prawirohardjo, 2010)
1. Asfiksia berat
a. Frekuensi jantung < 40 x / menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan
2. Asfiksia sedang
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit
b. Tidak ada usaha napas
c. Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan
3. Asfiksia ringan / tanpa asfiksia
a. Takipnea napas > 40 x / menit
b. Bayi tampak cyanosis
c. Adanya retaksi sela iga
d. Adanya pernapasan cuping hidung
e. Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing
f. Bayi kurang aktivitas
E. PATOFISIOLOGI
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan
menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah
kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila
janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi
dapat brnapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob
yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis
respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini
terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini,
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia
padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005),
yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam
semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali
lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun
sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi
untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan
asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk
menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu
dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini
diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/
Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan
serum elektrolit.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.
Pathway
Persalinan lama, lilitan tali pusat,
presentasi janin abnormal
Janin kekurangan O2 dan
kadar CO2 meningkat
ASFIKSIA
Paralisis pusat pernafasan Factor lain : anestesi,
obat-obat narkotik
Bersihan jln
nafas tidak
efektifNafas cepat
Paru-paru terapi cairan
G3 metabolisme
dan perubahan asam basa
Kerusakan
pertukaran gas
Asidosis respiratorik
G3 perfusi ventilasi
Apneu
DJJ & TD
Janin tidak
bereaksi terhadap
rangsangan
Pola
nafas
tak
Suplai O2
ke paru
menurun
Kerusakan otak
Kematian bayi
Resiko
cedera
Suplai O2 dalam
darah menurun
Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh
H. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi
baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan
pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil
atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi
secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala
bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan
dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir
selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena
perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi
dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan
asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik
seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan
gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan
gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke
kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya
mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi
jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus
segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi)
meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama
(ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan
pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat
natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar
belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-
obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi
minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
Data Obyektif, terdiri dari:
Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu
tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi
normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali
permenit.
Pemeriksaan fisik.
1. Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2. Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3. Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
4. Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
5. Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
6. Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher;
perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
7. Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per
menit.
8. Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti
adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu,
perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada
tali pusat.
9. Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat
labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang
perdarahan
10. Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeses.
11. Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-
jari tangan serta jumlahnya.
12. Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang biasa muncul pada anak dngan DHF yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius
5. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota
keluarga
4. Perencanaan (tujuan, renpra, rasional)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus berlebih
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diha-rapkan bersihan jalan nafas kembali efektif, dengan kriteria hasil :
Indikator A TTidak menunjukkan demamTidak menunjukkan cemasRata-rata repirasi dalam batas normalPengeluaran sputum melalui jalan nafasTidak ada suara nafas tambahanTidak adanya sianosisPaCO2 dalam batas normalPaO2 dalam batas normal
Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction.
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction
1. Untuk memungkinkan reoksigenasi.
2. Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahan-nya secret.
3. Membantu memberikan infor-masi yang benar pada keluarga.
4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
5. Membantu untuk mengidentifikasi perbedaan status oksigen sebelum dan sesudah suction.
5. Tidak ada keluhan 1.
2 Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharap-kan pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil :
Indikator A TPasien menunjukkan pola nafas yang efektifEkspansi dada simetrisTidak ada bunyi nafas tambahanKecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender
2. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
3. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
1. Untuk menghilangkan mucus yang terakumulasi dari nasofaring, tracea.
2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder. Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.
3. Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3 Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien diha-rapkan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil :
Indikator A TTidak sesak nafas
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
2. Pantau saturasi O2 dengan
1. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan.
2. Penurunan kandungan oksigen
Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan
1.
oksimetri
3. Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
(PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
DAFTAR PUSTAKA
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.2009. Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book
Doenges, E. Marilynn. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Johnson,Marion, dkk.20015. Nursing Outcome Classifications (NOC). St.
Louis :Mosby Year-Book
Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC
Mochtar, R. (2008). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Straight, B. (2009). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta :EGC
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2011-
2016, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd
Wilkinson, J.M. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC