Upload
donis-de-babycarzy
View
157
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perinotologi
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA
A. DEFINISI
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya (denyut yang
berhenti) merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam
jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang
disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf
pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas. Asfiksia neonatorum
adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Suatu kondisi akibat kekurangan oksigen (hipoksia) dan atau gangguan pada berbagai
organ yang cukup penting. Jika disertai dengan hipoventilasi dapat menyebabkan
hiperkapnia. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan factor yang
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterus.
(wikipedia)
Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan.(Mochtar.1989)
Astiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berartu hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosi, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakn otak dan kematian. Asfiksia juga
dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia
(penurunan PaCO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2) dan asidosis (penurunan pH).
(Saiffudin,2001)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan komplikasi, misalnya diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia,
kelahiran kurang bulan (<34minggu), kelahiran lewat waktu ,plasenta previa koriominitis,
hiromion dan oligohidromion, gawat janin, serta pemberian obat anastesi atau narkotik
sebelum kehamilan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan spontan dan teratur stelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
da hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera setelah bayi lahir. Akibat akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penangnan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang
mungkin timbul. (Prawirohardjo.2001)
Asfiksia neo natorum adalh keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hip[erkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan fungsi orgn bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia
nenatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat segera setelah lahir.
Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil
seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat
terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu
sendiri. (Hidayat,2005)
Asfiksia menurut Ilyas (1994), adalah suatu keadaan ketidakmampuan bayi untuk
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir yang mana keadaan tersebut disertai
dengan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Faktor-faktor yang timbul pada
kehamilan, peralinan, atau segera setelah lahir sangat berhubungan dengan keadaan hipoksia.
Asfiksia akan menimbulkan dampak yang buruk apabila penanganan bayi tidak dilakuka
secara sempurna, sehingga tujuan dari tindakan yang dilakukan yaitu untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala lanjutan yang mungkin timbul.
B. ETIOLOGI
Paru-paru neonatus mengalami pengembangan pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, 12 namun bila terjadi gangguan pertukaran
gas atau angkutan oksigen dari ibu ke janin akan memicu terjadinya asfiksia janin atau
neonatus. Gangguan tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan, atau segera
setelah lahir.
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pertambahan umur akan
diikuti oleh perubahan organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi
kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana organ-organ reproduksinya
belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang
ibu (Llewellyn & Jones, 2001).
Usia perempuan untuk hamil dan melahirkan memiliki pengaruh yang berbeda pada
kesehatan ibu dan janinnya. Kehamilan dan persalinan di bawah umur 20 tahun memiliki
resiko yang sama tingginya dengan kehamilan umur 35 tahun keatas sehingga dapat 13
menimbulkan resiko. Usia berkaitan dengan masalah kesehatan, resiko akan meningkat
sejalan dengan usia. Persalinan pada ibu usia tua dapat menimbulkan kecemasan yang
mengakibatkan persalinan yang lebih sulit dan lama (Kasdu, 2005 dan Curtis, 2000).
Persalinan buatan juga bisa dengan induksi yakni tindakan/langkah untuk memulai
persalinan yang sebelumnya belum terjadi. Metode yang digunakan ialah amniotomi, infus
oxytocin, dan pemberian prostaglandin. Pemberian prostaglandin akan menimbulkan
kontraksi otot rahim yang berlebihan yang mana dapat mengganggu sirkulasi darah sehingga
menimbulkan asfiksia janin (Hamilton, 1995).
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang
terdiri dari:
1. Faktor ibu Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesi dalam.Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah
pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan
demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan:
a. Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
c. Hipertensi pada penyakit eklampsia, dll.
2. Faktor Plasenta. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Fetus Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali
pusat melilit leher. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll.
4. Faktor neonatusDepresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
a. Pemakaian obat anestesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b. Trauma pada persalinan.
c. Kelainan congenital pada bayi.
5. Faktor predisposisi
a. Ante PartumUsia > 35 tahun -Kehamilan lebih bulan.
b. Ibu DM Kehamilan ganda.
c. Hipertensi pada kehamilan.
d. Dismaturitas.
e. Hipertensi kronik kecanduan obat pada ibu.
f. Anemia Ketuban pecah dini.
g. Infeksi pada ibu.
h. Intrapartum.
i. Sungsang atau kelainan letak Prolaps tali pusat.
j. Prematur Plasenta previa.
k. Ketuban pecah dini >24 jam.
l. Persalinan lama.
m. Pemakaian anestesia umum.
Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri.
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
C. Manifestasi
Asfiksia dimulai dengan suatu periode Apneu Seorang bayi mengalami kekurangan
oksigen,maka akan terjadi napas cepat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan napas akan
berhenti, denyut jantung mulai menurun dan tonus otot berkurang secara berangsur, dan bayi
memasuki periode apneu primer. Apneu primer yaitu bayi mengalami kekurangan oksigen
dan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode singkat, dimana terjadi penurunan frekuensi
jantung. Pemberian rangsangan dan oksigen selama periode ini dapat merangsang terjadinya
pernapasan. Selanjutnya, bayi akan 17 memperlihatkan usaha bernapas (gasping) yang
kemudian diikuti oleh pernapasan teratur (Sutaryo, magetsari, mulyono, kurnianda, 2000).
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukan pernapasan gasping (megap-
megap), denyut jantung menurun, tekanan darah menurun, dan bayi tampak lemas (flaksid).
Pernapasan semakin lemah sampai akhirnya berhenti, dan bayi memasuki periode apneu
sekunder. Apneu sekunder yakni pada penderita asfiksia berat, yang mana usaha bernapasnya
tidak tampak dan selanjutnya bayi berada pada periode apneu kedua. Pada keadaan tersebut
akan ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah serta penurunan kadar oksigen
dalam darah. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas
secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali bila resusitasi dengan napas buatan dan
pemberian oksigen segera dimulai. Sulit sekali membedakan antara apneu primer dan
sekunder, oleh karenanya bila menghadapi bayi lahir dengan apneu, anggaplah sebagai apneu
sekunder dan bersegera melakukan tindakan resusitasi (Novita, 2011)
Patokan yang dinilai adalah :
1. menghitung frekuensi jantung.
2. melihat usaha bernafas.
3. menilai tonus otot.
4. menilai refleks rangsangan.
5. memperhatikan warna kulit.
Setiap criteria diberi angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar
(lihat tabel. Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada
saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lender
dengan sempurna. Skor Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita
dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula
dinilai setelah 5 menit bayi baru lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat
dengan morbiditas dan mortalitas normal.
APGAR SCORE
Tanda 0 1 2 Jumlah
Nilai
Frekuensi jantung Tidak ada <100/menit >100/menit
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Baik
Tonus otot Lemah Sedang Baik
Peka rangsang Tidak ada Meringis Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan,
ekstremias biru
Tubuh dan ekstremitas
merah jambu
Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. Vigorous baby, skor apgar 7-10. dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan
tindakan istimewa
2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. pada pemeriksaan fisis akan
terlhat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurag baik atau baik, sianosis,
refleks iritabiitas tidak ada
3. Asfiksia berat.
a. Skor apgar 0-3. pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100/menit, tons otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada.
b. Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan (1)
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi
jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai
dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.
Mayoritas bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, tidak menunjukakn kelainan
neurologis pada tahap akut. Efek yang ditimbulkan bila bayi asfiksia tidak diterapi dengan
segera, akan menyebabkan kerusakan dari banyak organ : bila apgar score < 5 menit, bayi bisa
mengalami gangguan yang parah minimal pada 1 organ, dimana 90% bayi dengan apgar score >
5 dalam waktu 5 menit, kecil kemungkinan unutk mengalami kelainan organ yang parah. Organ-
organ tersebut diantaranya :
1. Gangguan saraf : kelainan yang timbul dapat berupa retardasi mental, penurunan IQ,
kejang, kerusakan spinal cord, dan depresi pernafasan.
2. System kardiovasculer : keadaan yang timbul bias berupa “shock”, hipotensi insufisiensi
tricuspid, nekrosis miokardium dan gagal jantung.
3. Fungsi ginjal : keadaan yang timbul dapat berupa hematuria, proteinuria, atau gagal ginjal.
4. Fungsi hepar : keadaan yang timbul dapat berupa peningkatan serum ALT, ammonia, dan
bilirubin indirek.
5. Gangguan fungsi pernafasan.
6. Traktus gastrointestinal.
D. KLASIFIKASI
Menurut Mochtar (1998), klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2 macam, yaitu sebagai
berikut :
a. Asfiksia Livida yaitu asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-biruan,
tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung reguler, prognosis
lebih baik.
b. Asfiksia Pallida yakni asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot sudah
kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irreguler, prognosis jelek
E. PATOFISIOLOGIS
Perubahan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transient). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemeroseptor. Pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan/
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi
ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme
anaerobic yang berupa glikolisis, glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama
pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat metabolisme ini
akan menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk
otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula
ke system sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa
pada kehidupan bayi selanjutnya.
Mac laurin (1970) menggambarkan secara skematus perubahan yang penting dalam
tubuh selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.
Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan-keadaan pada asfiksia
yang perlu mendapat perhatian sebaiknya yaitu :
1. Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2).
2. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2).
3. Menurunnya pH (akibat asidosis respiratorik dan metabolic).
4. Dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobic.
5. Terjadinya perubahan system kardiovaskular. Mengenal dengan tepat perubahan
tersebut di atas sangat penting, karena hal itu merupakan manifestasi daripada
tiingkat asfiksia yang terjadi. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia hanya
akan berhasil dengan baik bila perubahan yang terjadi dapat dikoreksi secara
adekuat.
F. Pathway
G. KOMPLIKASI ASFIKSIA NEONATORUM
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
a. Otak: hipokstik iskemik ensefalopati, edeme serebri, palsi selebralis.
b. Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, pendarahan paru,
edema paru.
c. Gastrointestinal: enterokolitis nekotrikans.
d. Ginjal : tubular nekrosis akut.
e. Hematologi
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian umum
Identitas klien / bayi dan keluarga.
Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu.
Pengukuran hasil nilai apgar score. Klasifikasi klinik nilai apgar score: asfiksia berat
0-3 memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen. Karena selalu
disertai asidosis, maka perlu diberikan natrium bikarbonat 7,5 dengan dosis 2,4 ml
per kg berat badab, cairan glucose 40% 1-2/kg berat badan diberikan via vena
umbulikalis. Asfiksia sedang (nilai apgar 4-6) memerlukan resusitasi dan pemberian
oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai
apgar 7-9) Bayi normal dengan nilai a 10. Asfiksia berat denagn henti jantung ,
dengan keadaan bunyi jantung menhilang setelah lahir,pemeriksaan fisik yang lain
sama dengan asfiksia berat.
2. Pengkajian dasar data neonatus
a. Sirkulasi
Nadi apical mungkin cepat.tidak dan teratur/tidak.
Mumur jantun yang dapat di dengan
2. Neurosensori
Tubuh panjang,kuruslemas,dengan perut agak buncit
Ukuran kepala besar dala, hubungan tubuh,sutura mungkin ,udah digerakkan fontanel
mungkin besar.
Reflek tergantung pada usia gestasi
c. Pernapasan
Nilai apgar mungkin rendah
Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur
Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal
Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi
Warna kulit
d. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Menangis mungkin lemah
Menggunakan otot-otot bantu napas
e. Makanan / Cairan
Berat badan kurang dari 2500 gr
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )
b. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus
otot dan reflek)
c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
d. Pengkajian spesifik
4. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
b. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
5. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
- Ekspansi dada simetris.
- Tidak ada bunyi nafas tambahan.
- Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
- Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
- Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu
nafas
- Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
2. Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pertukaran gas teratasi.
• NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
• Kriteria hasil :
- Tidak sesak nafas
- Fungsi paru dalam batas normal
• Intervensi: :
- Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
- Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
- Pantau hasil Analisa Gas Darah
3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia
• Tujuan : Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual
• Kriteria hasil:
- Status mental dalam keadaan normal
- Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal
- Tidak ada sianosis sentral atau perifer
- Kulit hangat
- Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal
• Intervensi:
- Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan
output
- Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi
- Memonitor laboratorium urine lengkap
- Memonitor pemeriksaan darah
6. PenatalaksanaanTujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang dikerjakan.pada.bayi.lazim.disebut.resusitasi.bayi.baru.lahir.Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
a. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan meningkat.
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus dicegah dan diatasi.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
d. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenali baik,agar resusitasi yang dilakukan dapat dipiliha dan ditentukan secara cepat dan tepat
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:a. Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
b. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha pernafasan lemah.
c. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadid. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
Tindakan Umum :1. Pengawasan suhu tubuhPertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plasticb) Pembersihan jalan nafasSaluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal.c) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasanBayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera
dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi.
Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia :a) Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairanb) Memberikan obat- obatanc) Memberikan nutrisi parenterald) Keuntungan dan kerugian therapy Cairan2. Keuntungan :a) Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepatb) Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkanc) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi.d) Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari.e) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.3. Kerugian :a) Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggib) Komplikasi tambahan dapat timbul :• Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi• Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )• Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksiaa) Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya.b) Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)c) Memeriksa kepatenan tempat insersid) Monitor daerah insersi terhadap kelainane) Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan programf) Monitor kondisi dan reaksi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil
NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC
Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994
Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah
Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999 0
Pen!e(a( asfiksia menurut 3o1htar 275-56 adalah :7 .As f ik s i a da l am kehami l an
a 6 P e n ! a k i t i n f e k s i a k u t (6Pen!akit infeksi kronik 16#era1unan oleh o(at o(at (iusd6Braemia dan toksemia $ra idarum e 6 A n e m i a ( e r a t f 6 < a 1 a t ( a w a a n $ 6 T r a u m a ,.Asfiksia dalam )ersalinana 6 # e k u r a n $ a n = , .
•
Partus lama 2<PD4 ri$id ser iks dan atonia% insersi uteri6•Ru)tur uteri !an$ mem(erat4 kontraksi uterus !an$ terus menerus men$$an$$usirkulasi darah ke uri.•Tekanan terlalu kuat dari ke)ala anak )ada )lasenta.•Prola)s fenikuli tali )usat akan tertekan antara ke)aladan )an$$ul.•Pem(erian o(at (ius terlalu (an!ak dan tidak te)at )ada waktun!a.•Perdarahan (an!ak : )lasenta )re ia dan solutio )lasenta.•#alau )lasenta sudah tua : )ostmaturitas 2serotinus64 disfun$si uteri. (6Paralisis )usat )ernafasan•Trauma dari luar se)erti oleh tindakan forse)s•Trauma dari dalam : aki(at o(et (ius.Pen!e(a( asfiksia Stri$ht 2,**&67 . ak to r i ( u4 me l i )u t i amn ion i t i s4 anemia4 d i a ( e t e s h ioe r t ens i ! na$ d i i nduks i o l eh kehamilan4 o(at o(atan iinfeksi. ,. aktor uterus4 meli)uti )ersalinan lama4 )ersentasi 0anin a(normal. /. aktor )lasenta4 meli)uti )lasenta )re ia4 solusio )lasenta4 insufisiensi )lasenta.&. aktor um(ilikal4 meli)uti )rola)s tali )usat4 lilitan tali )usat.
9 . f a k t o r j a n i n m e l i p u t i d i s p r o p o r s i s e f a l o p e l v i s k e l a i n a n k o n g e n i t a l k e s u l i t a n kelahiran