30
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PERILAKU KEKERASAN MAKALAH disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik VII Dosen Pengampu : Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp. Kep.J. oleh : Kelompok 10 1. Chepy Tri Cita Widiyani 112310101007 2. Nurul Fitriyah 112310101010 3. Chrisnina 112310101041 4. Nofita Nurhidayanti 112310101044 5. Aditya Wahyu Kurniawan 112310101049 i

Askep Perilaku Kekerasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nursing

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PERILAKU KEKERASAN

MAKALAHdisusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik VIIDosen Pengampu : Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp. Kep.J.

oleh :Kelompok 101. Chepy Tri Cita Widiyani 1123101010072. Nurul Fitriyah 1123101010103. Chrisnina 1123101010414. Nofita Nurhidayanti 1123101010445. Aditya Wahyu Kurniawan 112310101049

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2014

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Perilaku Kekerasan yang diajukan sebagai tugas pemicu mata kuliah Keperawatan Klinik VIII (Jiwa). Dalam proses pembuatan makalah ini, penulis didukung oleh berbagai pihak sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku penanggung jawab matakuliah (PJMK) Keperawatan Klinik VIII (Jiwa);2. orang tua yang senantiasa memberi motivasi dan doa yang tiada henti dan tak pernah putus;3. teman-teman angkatan 2011, yang selalu memberikan dorongan semangat dan dukungan, sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Jember, Februari 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL iPRAKATA iiDAFTAR ISI iiiBAB 1. PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 1BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 32.1 Pengertian32.1.1 Rentang respon Marah 32.2 Psikopatologi/Psikodinamika 42.2.1 Etiologi 42.2.2 Tanda dan Gejala 62.2.3 Proses Terjadinya Masalah 72.3 Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan 82.3.1 Diagnosa Medis 82.3.2 Diagnosa Keperawatan 92.4 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan 92.4.1 Penatalaksanaan Medik 92.4.2 Penatalaksanaan keperawatan 102.5 Rencana tindakan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan 12BAB 3. PENUTUP153.1 Kesimpulan 153.2 Saran 15DAFTAR PUSTAKA

10

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKesehatan jiwa menurut WHO (World Head Organitation) adalah berbagai karakteristik positif menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosionalyang optimaldari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain. Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah Skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi (Direja, 2011). Menurut WHO (World Head Organitation) ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Masyarakat umum terdapat 0,2-0,8% penderita Skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang/anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis dalam Widyatmoko, 2004). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi. Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Damaiyanti, 2010)

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumMemahami asuhan Keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan.1.2.2 Tujuan Khususa. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi perilaku kekerasan;b. Mahasiswa mampu menjelaskan psikopatologi/psikodinamika pada klien dengan perilaku kekerasan;c. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa keperawatan dan diagnosa medis pada klien dengan perilaku kekerasan;d. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PengertianKekerasan adalah kekutan fisik yang digunakan untuk meyerang atau merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera fisik (Ann Isaacs, 2005).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Budi Ana Keliat, 2011).Kesimpulan dari pengertian perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan, dan bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis.2.1.1 Rentang respon Marah

Respon Adaktif Respon MaladaptifAsertif Frustasi Pasif Agresif KekerasanKeterangan :a. AsertifKemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. Dimana pada tipe asertif ini klien mampu mengungkapkan kemarahannya tanpa menyalahkan orang lain.b. FrustasiRespon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan / rasa aman dan individu tidak menemukan alternatif lain.c. PasifKegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat. Disini klien merasa tidak bisa mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.d. AgresifMemperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata kata ancaman tanpa niat melukai orang lain. Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancamane. KekerasanDapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang-barang menyakiti diri sendiri (bunuh diri).

2.2 Psikopatologi/Psikodinamika2.2.1EtiologiMenurut Yosep (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan adalah:1. Faktor predosposisi1) Teori BiologikTeori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:a. NeurobiologikAda tiga area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif, yaitu sistem limbik, lobus frontal, dan hipotalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori, apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan, apabila gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif, dan pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.b. BiokimiaBerbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.c. Gangguan OtakSindroma otak terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal. Trauma otak akan menimbulkan perubahan serebral dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsi, khususnya pada lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.2) Teori Psikologika. Teori PsikoanalitikTeori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman yang dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresif dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.b. Teori PembelajaranAnak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran orangtuanya. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.3) Teori SosiokulturalPakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku agresif. Terdapat kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai atau padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. 2. Faktor PresipitasiMenurut Yosep (2007), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan adalah:1) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.3) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.4) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

2.2.2Tanda dan GejalaMenurut Yosep (2007), tanda dan gejala perilaku kekerasan sebagai berikut:1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondar-mandir.2. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik., mengumpat dengan kata-kata kotor, ketus.3. Perilaku: melempar atau memukul benda/orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif dan tindak kekerasan.4. Emosi: merasa tidak aman dan tidak nyaman, merasa terganggu, dendam, dan jengkel, merasa tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk dan ingin berkelahi, merasa menyalahkan dan menuntut.5. Intelektual : mendominasi, berdebat, cerewet ,berperilaku kasar, meremehkan.6. Spiritual: merasa berkuasa dan merasa benar, mengkritik pendapat dan menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli, berperilaku kasar.7. Sosial : menarik diri, merasakan pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran.8. Perhatian : mencuri, melakukan penyimpangan seksual.

2.2.3Proses Terjadinya MasalahDepkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,2000)2.2.4 Akibat Perilaku KekerasanKlien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko menciderai merupakan suatu tindakan yang memungkinkan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan. Tanda dan gejala :1. Memperlihatkan permusuhan2. Mendekati orang lain dengan ancaman3. Memberikan kata kata ancaman dengan rencana melukai\4. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan5. Mempunyai rencana untuk melukai

Faktor predisposisi1)Teori Biologik2)Teori Psikologik3) Teori SosiokulturalFaktor presipitasiEkspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga Adanya riwayat perilaku anti sosial Kematian anggota keluarga yang terpentingResiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan DepresiInternalEksternalMarahStress, cemas, tidak nyamanPerilaku Kekerasan/amuk Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah Tidak AsertifDestruktifKekerasanKonstruktif

2.3 Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan2.3.1 Diagnosa Medisa. Skizofreniab. Gangguan tingkah laku

2.3.2 Diagnosa Keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amukb. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri rendah: HDR

2.4 Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)2.4.1 Penatalaksanaan MedikDalam pandangan psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa), jika seseorang mengalami suatu gangguan atau penyakit, maka yang sakit atau terganggu itu bukan terbatas pada aspek jiwanya saja atau raganya saja, tetapi keduanya sebagai kebutuhan manusia itu sendiri. Adapun penatalaksanaan medik menurut MIF Baihaqi, dkk, 2005 sebagai berikut :a. SomatoterapiDengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan badan, biasanya dilakukan dengan :1)Medikasi psikotropikMedikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik atau psikofarma yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada otak. Obat antipsikotik, contohnya Chlorpromazine, Haloperidol dan Stelazine, phenotizin2)Terapi Elektrokonvulsi (ECT)Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus. ECT ini berfungsi untuk menenangkan klien bila mengarah pada keadaan amuk.b. PsikoterapiPsikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara terapi atau melalui metode-metode tertentu misalnya : relaksasi, bermain dan sebagainya. Tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita, mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik serta untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.c. Manipulasi lingkunganManipulasi lingkungan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan pasien, sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau merubah / menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap lngkungan. Misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkungan baru yang dipandang lebih baik dan kondusif, yang mampu mendukung proses penyembuhan yang dilakukan.Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien dengan marah atau perilaku kekerasan adalah : a. Antianxiety dan sedative hipnotics, obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom depresi. b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. c. Anti depressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. d. Mood stabilizer, misalnya Lithium dan Carbamazepin, efektif untuk agresif karena manik. e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan, misalnya Nozinan.

.4.2 Penatalaksanaan keperawatanAda tiga strategi tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan. Strategi tindakan itu terdiri dari :1. Strategi preventif : kesadaran diri, penyuluhan klien dan latihan asertif.2. Strategi Antisipasi : komunikasi, perubahan lingkungan, tindakan perilaku dan psikofarmakologi.3. Strategi pengekangan : manajemen krisis, pengasingan dan pengikatan.Terapi yang dapat dilakukan yaitu:a. Terapi keluarga : Keluarga dibantu untuk menyelesaikan konflik, cara membatasi konflik, saling mendukung dan menghilangkan stress.b. Terapi kelompok : Terapi kelompok berfokus pada dukungan dan perkembangan keterampilan sosial dan aktifitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klienc. Terapi musik : Dengan terapi musik klien terhibur dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien, kare na dengan perasaan terhibur maka klien dapat mengontrol emosinya.

2.5 Rencana tindakan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan TGLDiagnosa KeperawatanPerencanaanIntervensi

Tujuan Kriteria

12345

Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku kekerasanTUM klien tidak mencederai diriTUK1. Klien dapat membina hubungan saling percaya 1.1 klien mau membalas salam 1.2 klien mau menjabat tangan 1.3 klien mau menyebutkan nama1.4 klien mau tersenyum 1.5 klien mau kontak mata1.6 klien maumengetahui nama perawat1.1.1 beri salam/ panggil nama sebutkan nama perawat jelaskan maksud hubungan imteraksi dan kontrak yang akan dibuat beri rasa aman dan sikap empati lakukan kontak singkat tapi sering

2. klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan2.1 klien dapat mengungkapkan perasaannya2.2 klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel/ kesal (pada diri sendiri, lingkungan, dan orang lain) 1.1.1 beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya2.2.1 bantu klien untuk mengungkapkan perasaan jengkel/ kesal

3. klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan3.1 klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah/ jengkel

3.2 klien dapat menyimpul tanda dan gejala jengkel/ kesal yang dialami1.1.1 anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah/ jengkel1.1.2 observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien 3.2.1 simpulkan bersama klien tanda dan gejala perilaku kekerasan yang akan dialami

4. klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 4.1 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.2 klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.1.1 anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, diri sendiri, lingkungan, dan orang lain).4.1.2 Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

4.3 Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasa5.1 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien Akibat pada diri sendiri Akibat pada orang lain Akibat padalingkungan 5.1.1 Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan klien5.1.2 Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien5.1.3 Tanyakan pada klien apakah ia ingin memepelajari cara baru yang sehat

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan6.1 Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik: Tarik napas dalam Pukul kasur dan bantal Ddl: kegiatan fisik6.1.1 Diskusikan kegiatan fisik yang bisa dilakukan klien, beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien6.1.2 Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu: tarik napas dalam dan pukul bantal dan kasur.

6.2 Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan 6.2.1 Diskusikan cara melakukan napas dalam6.2.2 Beri contoh klien tentang cara menarik napas dalam6.2.3 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien 6.2.5 Tanyakan perasaan klienn setelah selesai6.2.6 Anjutkan klien menggunaka cara yang telah dipelajari saat marah / jengkel6.2.7 Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1 sampai 6.2.6 untuk cara fisik lain dalam pertemuan yang lain

6.3 Klien mempunyai jadwal untuk meltih cara pencegahan fisik yang telah dipelajari sebelumnya6.3.1 Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien6.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari

6.4 Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara fisik sesuai jadwal yang telah disusun6.4.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian6.4.2 Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan6.4.3 Berikan pujian atas keberhasila klien6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara sosialuntu mencegah perilaku kekerasan7.1 Klien dapat menyebutkan cara bicara (verbal) yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan Meminta dengan baik Menolak dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik7.1.1 Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien7.1.2 Beri contoh cara bicara yang baik Meminta dengan baik Menolak dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik

7.2 Klien dapat mendemontrasikan cara verbal yang baik7.2.1 Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik Meminta dengan baikSaya minta uang untuk beli makan Menolak dengan baikmaaf, saya tidak bisa melakukan karena ada kegiatan Mengungkapkan perasaan dengan baiksaya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan disertai nada suara yang rendah7.2.2 Minta klien untuk mengulangi sendiri7.2.3 Beri pujian atas keberhasilan klien

7.3 Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara bicara yang baik7.3.1 Diskusiakan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih diruangan, misalnya : meminta obat, baju, dll.; kmenolak kan ajakan merokok tidur tidak tepat waktu, menceritakan kesalahan pada perawat7.3.2 Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari

7.4 Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan cara bicara yang sesuai dengan jadwal yang disusun7.4.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan 7.4.2 Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan7.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien7.4.4 Tanyakan pada klien bagaimana perasaan setelah latihan bicara yang baik apakah keinginan marah berkurang.

BAB 3. PENUTUP

3.1 KesimpulanPerilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi. Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekersana (Damaiyanti, 2010).PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol. Perilaku kekerasan juga bisa dicegah dengan berbagai cara, seperti adanya simulasi persepsi

3.2 SaranSaran kami sebagai penulis agar dijadikan manfaat dan dapat diterapkan pada kehidupan sehai-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2000. Keperawatan Jiwa: Teori dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan RIIsaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri Edisi 3. Jakarta : EGC.Keliat, Ana Budi. 2011. Manajemen Keperawatan Psikososial Dan Kader Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGCNanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: Prima MedikaPurba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial. Medan: USU PressYosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama Maramis