Upload
aris
View
36
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
askep jiwa
Citation preview
PAPER
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EKSPRESI MARAH
(RESIKO PERILAKU KEKERASAN)
Disusun Oleh :
1. Wahyu Sapto Aji (108112043)2. Aris (108112052)3. Intan Aliyani (108112055) 4. Maikus Ayu Puji Astuti (108112064)5. Elsih Ria Andini Vindi A (108112065)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES
AL IRSYAD AL- ISLAMIYYAH CILACAP
2014/2015
A. Pengertian Perilaku KekerasanPerilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
( Sunaryo, 2004 )
Kekeraan adalah kekuaan fisik yang digunakan untuk meyerang
atau merusak orang lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil
dan sering mengakibatkan cedera fisik ( Ann Isaacs, 2005 )
Menurut Iyus Yosep (2007) Perilaku kekeraan adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
Kemarahan menurut stuart dan sunden (1987:363) adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman (budi ana keliat, 1996 : 5)
Patricia D barry(1998:140),menyatakan Suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran persaan frustrasi dan benci atau marah.hal ini di
dasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian
penting dari kedaan emosional kita yang dapat diproyeksikan
kelingkungan,ke dalam diri atau secara destruktif.
Agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak pada saat merasa
lapar,kedinginan,basah,atau merasa tidak nyaman.bila kebutuhan tersebut
tidak Terpenuhi secara terus menerus, maka ia akan menampakan reaksi
berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna
kulit, bahkan mencoba menahan napasnya.
Setelah anak berkembang dewasa ia menampakkan reaksi yang
lebih keras pada saat kebutuhan-kebutuhan nya tidak terpenuhi. Seperti
tempertantrum, melempar, menjerit, menahan napas, mencakar, merusak,
atau bersikap agresif pada bonekanya. Bila reward and punishment tidak
dilakukan maka ia cenderung menganggap perbuatan tersebut benar.
Bila kontrol lingkungan seputar anak tidak berfungsi, maka reaksi
agresi tersebut bertambah kuat sampai dewasa. Sehingga apabila ia merasa
2
benci atau frustasi dalam mencapai tujuannya ia akan bertindak agresif.
Hal ini akan bertambah apabila ia merasa kehilangan orang- orang yang
dicintai dan orang yang berarti. Tapi pelan-pelan ia akan belajar
mengontrol dirinya dengan norma dan etika dari dalam dirinya yang ia
adopsi dari pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Ia akan belajar mana
yang baik dan mana yang tidak baik. Sehingga pola asuh dan orang-orang
terdekat sekitar lingkungan akan sangat berarti.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan(panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu
sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang,dimana agresif verbal di
suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
B. Rentang Respon Marah
1. Rentang Respon Kemarahan
Respon Kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaftif maladaptif
(lihat gambar berikut)
Skema 8.1 Rentang Respons Kemarahan
Respon adaptif Respons maladaptif
Pernyataan
(assertion) Frustasi Pasif Agresif
Ngamuk
- Assertion adalah Kemarahan atau rasa tidak setuju yang
dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan
memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan
masalah
- Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses
pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif
3
lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan
perasaaan dan terlihat pasif.
- Pasif adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaanya,
klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena rendah
diri dan merasa kurang mampu.
- Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindakdalam bentuk dekstruktif dan masih
terkontrol. Perilaku yang tampak dapat berupa: muka masam,
bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
- Ngamuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang
lain dan lingkungan.
C. Mekanisme terjadi marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kecemasan.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu:
1. Mengungkapkan secara verbal
2. Menekan dan
3. Menantang
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua
cara lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus,
maka kemarahan dapat di ekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan
dna akan tampak sebagai depresi psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Secara skematis perawat penting sekali memahami proses kemarahan yang dapat
digambarkan pada skema
4
STRESSOR INT/ EKS
DISRUPTION & LOSS
PERSONAL MEANING
COMPENSATORY ACT
RESOLUTION
HELPLESSNESS
Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal dan eksternal.
Stressor internal seperti penyakit , hormonal, dendamkesal sedangkan stressor
eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan
kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption and loss). Hal yang
terpenting adalah bagaimana seseorang tersebut memaknai setiap kejadian yang
menyedihkan dan menjengkelkan tersebut (personal meaning)
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk
istirahat , penyakit adalah sarana penggugur dosa,suasana bising adalah melatih
persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakaukan kegiatan
secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega (resolution). Bila ia
gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatu sebagai ancaman dan
tidak mampu melakukan kegiatan positif (olahraga, menyapu atau baca puisi saat
dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan
sengsara (helplessness). Perasaan itu akan menimbukajn kemarahan (anger).
Kemarahan yang diekspresikan keluar (expressed outward) dengan kegiatan yang
5
GUILT
DESTRUCTIVE
dekstruktif (destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan
menyesal (guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala
psikosomatis (painful symptom).
D. Faktor predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan.
1. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory, Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua isnting. Kesatu insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua, insting kematian yang
diekspresikan dengan seksualitas dan kedua , insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memlilih mekanisme
koping yang sifatnya tidak merusak. Bebrapa contoh dari pengalaman
tersebut :
a) Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
b) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak, atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya (trust) dan harga diri.
c) Terpapar kekerasan salama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga , sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.
2. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory. Teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
ini mengemukakakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon
6
yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal, orang yang
mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi
lebih agresif dibandingkan dengan mereka yang tidak menonton film
tersebut, seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian
ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan
belajar bahwa bila ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia
inginkan. Contoh eksternal. Seorang anakan menunjukan perilaku agresif
setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku
agrseif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat
membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif
3. Faktor Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorngan agresif mempunyai
dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya
pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah
sistem limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan
yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
meneyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil
berdilatasi dan hendak menerkam tikus atau onjek yang ada disekitarnya. Jadi
kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera
penciuman dan memori )
7
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif, serotonin,
dopamin, norepinephrine, acetikollin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
a) Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b) Sering mengalami kegagalan
c) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
E.Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri sesorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkindia tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien
harus bersama-sama mengidentifikasinya . Ancaman dapat berupa internal
tauapun eksternal. Contoh stressor eksternal, serangan secara psikis, kehilangan
hubungan yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain.
Sedangkan contoh dari stressor internal, merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintai dan ketkutan terhadap penyakit yang
diderita.Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni :
a. Klien, kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri
b. Lingkungan, ribut, kehilangan orang/ objek yng berharga, konflik interaksi
sosial
8
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
Pada Klien Dengan Ekspresi Marah (Resiko Perilaku Kekerasan)
1. Pengkajian
Pada dasarnya pengkajian pada klien marah ditujukan pada semua aspek,
yaitu biopsikososial -kultural-spiritual.
a. Aspek Biologi
Respon fisiologi timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epinefrin, sehingga tekanan darah meningkat,
takhi kardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran
urine meningkat, ada gejala yang sama denagn kecemasan seperti
meningkatkan kewaspadaan , ketegangan otot seperti rahang terkatup ,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi
yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman , merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin berkelahi, ngamuk, bermusuhan, sakit
hati, menyalahgunakan dan menuntut. Perilaku menarik perhatian dan
timbulnyakonflik pada diri sendiri perlu dikaji seperti melarikan diri,
bolos dari sekolah, mencuri , menimbulkan kebakaran dan
penyimpangan seksual.
c. Askep intelektual
Sebagian besar pengalaman kehidupan individu didapatkanmelalui
proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk beradaptasi
pada lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual
sebagai suatu pengalaman.
d. Askep Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep raa percaya dan
ketergantungan . emosi marah sering merangsang kemarahan dari
orang lain. Dan menimbulkan penolakan dariorang lain.sebagian klien
9
menyalurkan kemarahan dengan nilai dan mengkritik tingkah laku
orang lain, sehingga oranglain merasa sakit hati. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri menjauhkan diri dari orang lain.
e. Askep Spiritual
Kepercayaan , nilai,dan moral mempengaruhi ungkapan marah
individu.aspek tersebut mempengruhi hubungan individu dengan
lingkungan . hal ini brtentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa. Individu yang percaya pada tuhan yang naha esa,
selaly meminta kebutuhan dan bimbingan kepadaNYA.
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan:
a. Kesulitan mengungkapkan kemarahan tanpa menyakiti orang lain,
sehubungan dengan tidak mengetahui cara ungkapaan yang dapat
diterima , dimanifestasikan dengan marah disertai suara keras pada
orang sekitar.
b. Gangguan komunikasi sehubungan dengan perasaan marah
terhadap situasi dan pelayanan yang diterimanya yang
dimanifestasikan dengan menghina atau menyalahkan perawat,
seperti “ anda seharusnya disini sejak 1 jam lalu”
c. Penyesuian yang tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu
mengkonfrontasikan kemarahan, dimanifestasikan
denganmengucapkan kata kata kasar berlebihan
d. Penyesuaian yang tidak efektif sehubungan dengan penolakan rasa
marah yang dimanifestasikan dengan kata kata:” saya tidak pernah
marah”
e. Mempunyai potensi untk mengamuk kepada orang lain
sehubungan dengan keinginan bertolak belakang dengan perawatan
10
rumah sakit, dimanifestasikan dengan menolak mengikuti
peraturan rumah sakit dan ingin memukul orang lain.
f. Mempunyai potensi untuk mengamuk pada orang lain yang
sehubungan dengan fungsi kontrol otak yang terganggu akibat
adanya gangguan neurologis otak yang dimanifestasikan dngan
bingung dan hipersensitif terhadap rangsang interpersonal
g. Kekuatab marah yang berkepanjangan sehubungan dengan
diagnosa baru, situasi baru dan informasi yang kurang
3. Intervensi dan implemetasi keperawatan
Kesadaran diri merawat
Perawat sering menganggap bahwa klien sumber masalah baginya bila
klien marah bagi perawat yang mempunyai pengetahuan tentang
kemarahan akan dapat membantu klien untuk mengatasi kemarahan.
Bagi staf harus menyadari bahwa klien dpaat megungkapkan marah
dengan tidak bermusuhan dan memberi dukungan atas ungkapan
tersebut. Perawat perlu memahami perasaan sendiri dan reaksinya
terhadapkearahan klien
Batasan ungkapan marah
Loomis (1970) dikutipkan dari stuart dan sundeen (1987:5790
menetapkan 3 batasan ungkapan marah:
a. Menyatakan harapan pada klien dengan cara yang positif
b. Membanty klien menggali alasan dan maksud tingkah laku klien
c. Bersama klien menetapkan alternatif cara mengungkapkan marah
Kontrol terhadap kekerasan
Perawat perlu mengembangkan kemampuannya mengatasi tingkahlaku
klien yang tidak terkontrol. Dengan empati dan pengamatan yang
cermat dan tingkah laku klien, perawat dapat mengantisipasi ledakan
kemarahan klien.
11
Aspek biologis
Memberikan cara menyalurkan energi kemarahan dengan cara yang
konstruktif melalui aktifitas fisik seperti : lari pagi, angkat berat , dan
aktifitas lain yang membantu relaksasi otot seperti olahrga. Dirumah
sakit dapat dimodifikasi dengan mobilitas baik pasif maupun aktif
misalnya dengan jalan jalan di taman, latihan pergerakan tungkai.
Aspek Emosional
Perawat dapat membantu klien yang belum mengenal
kemarahannya dengan menyatakan seperti “ Bapak tenang atau ibu
marah”. Hal ini menolong klien mengenal perasaan marahnya.
Aspek Intelektual
Ketika seseorang tiba-tiba marah, ia perlu di diarahkan pada batas
orientasi “kini dan di sini”, pada situasi ini perawat dapat :
1. Menghadapi intensitas kemarahan klien
2. Mendorong ungkapan rasa marah klien
3. Membuat kontak fisik dengan klien
4. Menyertakan klien dalam kelompok itu
5. Memeriksa keadaan fisik klien
6. Kalau perlu menjaga jarak untuk melindugi diri
7. Memberikan laporan pada perawat yang dinas berikutnya
Aspek Sosial
Bermain peran memungkinkan klien mengeksplorasi perasaan
marah dengan melakukan :
1. Mengkaji pengalaman marah masa lalu
2. Bermain peran dalam mengungkapkan marah
12
3. Mengembangkan cara pengungkapkan marah yang konstruktif
4. Mempelajari cara mengintegrasikan pengalaman
5. Membagi perasaan dengan anggota kelompok bermain
Aspek Spiritual
Bila klien marah pada TUhan atau kekuatan supranatural karena
yakin bahwa penyakitnya adalah hukuman dari Tuhan, maka perawat
memberi dorongan agar klien mengungkapkan perasaannya atau
memanggil pemimpin agama bila perawat tidak merasa adekuat.
Perawat dapat mendengarkan dengan penuh perhatian sehingga
memungkinkan terjadinya diskusi tentang nila-nilai spiritual yang
meliputi beberapa jauh klien telah mencapai tujuan hidupnya tentang
kehilangan orang terdekat dan kematian seseorang.
4. Evaluasi
Evaluasi pada klien marah aharus berdasarkan observasi perubahan
tingkah laku dan respon subjektif klien. Maynard dan Vhitty, 1979
(dikutip dari Stuart dan Sundeen, 1987: 582) menganjurkan beberapa
pertanyaan pada evaluasi :
1. Bagaimana perasaan tentang pengalamannya ?
2. Bagaimana respon orang lain terhadapnya ?
3. Apakah ada kesempatan konfrontasi baginya ?
Fokus evaluasi adalah cara ungkapan kemarahan, ketepatan marah,
kesesuaian objek, kesamaan derajat ungkapan marah dengan factor
pencetus dan kesadaran klien terhadap proses yang dialami, sehingga
jika fase marah telah selesai klien dapat melalui jika fase berikut
sampai dapat menerima keadaan penyakitnya dan dapat menggunakan
penyesuaian yang epektif.
13
5. Fungsi Positif Marah
- Fungsi Energi : Marah dapat meningkatkan energy
-Fungsi ekspresi : Ekspresi marah yang aserati -> Sehat
-Self Promotional function : Marah untuk menunjukkan harga
diri -> memproyeksikan konsep diri positif
-Fungsi Defensif : Kemarahan merupakan pertahanan ego dalam
menanggapi kecemasan yang meningkat karena konflik eksternal ->
setelah marah->lega
-Potentiating function : Kemarahan dapat meningkatkan potensi
-Fungsi Diskriminasi : Membedakan ekspresi seseorang: maraha,
sedih, atau gembira
6. Respon Perawat terhadap kemarahan klien
Dalam kajian kesehatan mental, pasien dengan kepribadian
antisocial dan perilaku menyimpang menunjukkan celaan, intoleransi,
dan gangguan moral secara umum yang lebih besar dari pasien pasien
lainnya. Sebagai seorang yang membutuhkan pertolongan, klie-klien
tersebut terlihat sekan memiliki moral yang lemah. Namun di sisi lain
sebenarnya mereka sanggup untuk mengatasi permasalahannya jika ia
mau berusaha. Sebagaimana layaknya manusia yang ingin dihargai dan
sukses dalam usahanya ketika berhadapan dengan orang yang
ditolongnya, tapi kemudian menyalahgunakan pertolongan tersebut,
atau menolak bahkan melecehkan, sehingga perawat marah. Jika dalam
situasi interpersonal tidak diperoleh hasil yang memuaskan dapat
menyebabkan kemarahan, kecewa, tidak peduli, dan putus asa.
14
Seperti pada klien-klien yang mana perilaku klien terlihat sebagai
mekanisme pertahanan diri yang dapat dipahami, yang dapat dikaji
dalam proses terapeutik. Klien dengan gangguan kepribadian dan
penyimpangan perilaku justru diharapkan untuk
menentang/menghilangkan kebiasaan-kebiasaannya dalam mekanisme
pertahanan diri. Mempertimbangkan hal tersebut, perawat, khususnya
pelajar, dan pemula untuk mempersiapkan segalannya. Mereka bisa saja
tertipu oleh pesona, intelijen dan janji-janji klien dalam hal ini mereka
bisa saja menyalahkan diri sendiri dan kecewa.
Respi perawat terhadap kasus seperti ini umumnya
dipengaruhilatar belakang social budaya. Perawat dengan pengalaman
yag memiliki kasus serupa pada keluarganya dapat mneimbulkan
dendam akibat trauma yang dialaminya atau malah tidak
memperhatikan kebutuhan klien. Oleh karena itu dibutuhkan kemuliaan
dan evaluasi diri yang kritis. Hal yang paling efektif dalam membantu
klien adalah dengan sering meperbaiki diri klien itu sendiri melalui
kesadaran diri dan pemahaman sikap manusia.
Respon Terhadap Keluarga
Perawat Juga dapat meberi respon sama terhadap keluarga seperti
terhadap klien. Beberapa hal perlu dikaji :
1. Warisn keluarga dari generasi ke generasi
2. Pola hubungan keluarga yang memudahkan klien berperilaku
menyimpang
3. Kurangnya perhatian dan pendidikan keluarga
4. Terlalu over protektif
15
C. Problem Based Learning
Kasus I
Ny. E Usia 40 tahun dirawat dirumah sakit dengan hipertensi. Dari
pemeriksaan didapatkan TD 150/100 mmHg, Nadi 90x/menit, Suhu
36,50C dan kesadaran kompos mentis> Klien adalah seorang guru SD
yang ditinggal menikah oleh suaminya dan mempunyai 4 orang anak
perempuan. Alasan suaminya menikah lagi adalah ingin mendapatkan
anak laki-laki yang tidak bisa diberilan oleh Ny. E . tetap Ny. E tidak
dapat mengungkapkan kemarahannya, sehingga kemarahannya sering
dilampiaskan kepada anak-anaknya termasuk anak didiknya dengan
suara keras / membentak, melemparkan barang-barang keraha mereka.
Tidak hanya itu Ny.E juag sering menggigit kuku hingga berdarah.
Begitupun ketika dirawat dirumah sakit, Ny.E menolak tindakan
perawatan dan pengobatan, serta suka memaki-maki perawat atau orang
yang dating untuk menjenguknya.
Berdasarkan contoh kasus di atas, maka dapat dibuat diagnose dan
intervensinya sebagai berikut :
1. Diagnosa Keperawatan
Kesulitan mengungkapkan kemarahan tanpa menyakiti hati orang
lain sehubungan dengan tidak mengetahui cara ungkapan yang dapat
diterima, dimanifestasikan dengan mengalihkan kemarahan pada orang
sekitar
a. Data Pendukung :
1) Marah dengan suara keras
2) Menyepak barang-barang yang tergeletak di lantai
3) Klien mengarahkan marahnya pada setiap orang dan perawat yang
masuk ke kamarnya.
16
4) Wajah merah, pandangan mata tajam
b. Tujuan Jangka Panjang
1) Klien dapat mengenal kemarahannya
2) Klien dapat mengatakan cara mengungkapkan marah yang
konstruktif
3) Klien dapat menyebutkan batas ungkapan marah yang dapat
diterima lingkungan
4) Klien dapat menyetujui akibat ungkapan marah yang tidak sesuai
5) Klien dapat mengidentifikasi dan melaporkan tanda ketenangan
c. Intervensi Keperawatan
1) Mempersiapkan komunikasi dengan klien
2) Menciptakan suasan amenerima klien (suasana tenang, lingkungan
teratur dan terkontrol serta respek dari perawat)
3) Membentuk/membina hubungan atas dasar saling percaya
4) Membantu klien mengenali perasaan marah
5) Mengkomunikasikan bahwa marah itu normal
6) Mengidentifikasi mekanisme penyesuaian yang bisa digunakan
klien
7) Memberi dukungan atas mekanisme penyesuaian yang bisa
digunakan klien
8) Mengekplorasi alternative tingkah laku
9) Mengajarkan dan membantu klien untuk mengungkapkan marah
yang konstruktif
10) Memberi umpan baik positif
17
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Komunikasi sehubungan dengan perasaan marah terhadap
situasi dan pelayanan yang diterimanya yang dimanifestasikan dengan
menghina atau menyalahkan : “perawatnya disini jelek-jelek, anda
seharusnya sudah disini sejak sejam yang lalu”.
a. Data Pendukung :
1) Tingkah laku mondar mandir, tangan menggenggam, tubuh kaku,
tatapan tajam, alis mengerut, gerakan dasar, suara keras, gigi
gemeretak, melempar benda.
2) Ungkapan verbal, marah sperti meledak, menghina atau
menyalahkan “Perawat disini jelek-jelek, anda akan saya laporkan pada
suster kepala bahwa anda terlambat mengganti sprei, anda tidak boleh
memaksa, saya tidak akan pergi ke bagian neurologi”.
b. Tujuan
1) Tujuan jangka panjang : Klien dapat berkomunikasi efektif dengan
perawatan orang lain
2) Tujuan jangka pendek :
a) Klien mau mulai diskusi dengan perawat
b) Klien dapat meneceritakan perasaan, harapan, dan pikirannya.
c) Klien dapat mengidentifikasikan bahwa ungkapan marah
menggangu komunikasi
d) Klien mengungkapkan merah dengan konstruktif
c. Intervensi Keperawatan
1) Mempersiapkan komunikasi dengan klien
18
2) Menciptakan suasana menerima klien
3) Memperkenalkan diri perawat secara singkat
4) Menggunakan kehadiran fisik perawat
5) Menghadirkan diri secara psikologis
6) Berespon pada klien marah
7) Mengajarkan cara marah dengan konstruktif
3. Diagnosa Keperawatan
Penyesuaian yang tidak efektif sehubungan dengan penolakkan rasa
marah yang dimanifestasikan dengan kata-kata “Saya tidak pernah
marah”.
a. Data Pendukung
Verbal : Saya tidak pernah marah, semua akan saya
lakukan
Emosi : Takut dirinya tidak diterima oleh orang lai, kalau
dia marah
Pengetahuan : Persepsi marah itu tidak
Tingkah laku : mengungangkapkan marah dengan menghambat
pelaksanaan perawat (pengobatan)
b. Tujuan Jangka Panjang
1) Klien mengidentifikasi perasaan marahnya
2) Klien mengidentifikasi penyebab atau situasi yang meningkatkan
marahnya
3) Klien mengidentifikasi alternative metode pemecahan masalah
4) Klien mempraktikkan metode pemecahan masalah
19
c. Intervensi Keperawatan
1) Menerima dan mengenal perasaan marah klien
2) Membantu klien mengenal marah dan penyebab marah
3) Membantu mengenal dan mengakui perasaan marah yang ditekan
4) Mengkaji perasaan klien tentang perawatannya
5) Mengkaji cara permasalahan yang sering digunakan
6) Membantu klien mengenal dan menggunakan cara ungkapan
marah yang konstruktif
7. membimbing klien untuk ketrampilan asertif
8. mengajak klien berpartisipasi dalam keperawatan
9. memberi dorongan pada klien melakukan aktivitas fisik
10. member dorongan pada klien melakukan aktivitas non fisik
11. kalau perlu merujuk untuk mendapatkan terapi psikiatri
5. Diagnosis keperawatan
Potensial mengamuk pada orang lain sehubungan dengan
keinginan yang bertolak belakang dengan peraturan rumah
sakit,dimanifestasikan dengan menolak mengikuti peraturan rumah
sakit dan mengatakan ingin memukul orang lain.
a. Data pendukung
Emosi : ungkapan marah tidak tepat,tingkah laku
manipulasi ,mata keluarga untuk terus di rumah sakit
Pengetahuan :salah menafsirkan informasi,tidak mengakui gejala
penyakit dan harapannya tidak realistic
Fisik : pola makanan berubah,pola tidur berurutan
20
b. Tujuan
1. Tujuan jangka panjang klien menghindari kekerasan dan
mengamuk pada orang lain sebagai ungkapan marah
2. Tujuan jangka pendek
1) Klien dapat mengungkapan marah/perasaanya.
2) Klien dapat mendiskusikan situasi penyebab marah
3) Klien dapat mengenal perasaan,pandangan terhadap peraturan
rumah sakit
4) Klien mengungkapkan marah dengan arsertif dari pada kekerasan
atau mengamuk
5) Klien melakukan aktivitas fisik untuk penyaluran energy marah
6) Klien menerima dan mengakui perasaan marah
c. Intervensi keperawatan
1. Menciptakan suasana percaya dan perhatian.
2. Mengkonsumsi penerimaan pada klien
3. Member dorongan pada klien mengunakan perasannya.
4. Membantu klien mengkaji situasi dan mengenal masalah yang
timbul akibat peraturan rumah sakit
5. Membantu klien mengenal mekanisme penyesuian masa lalu
6. Membantu klien mengenal kekuatan nya dan nilai yang dianut
7. Membantu klien mengenal mekanisme penyesuian baru yang
efektif
8. Membantu klien menentukan tujuan baru realistic
9. Memberi pujian bila klien menggunakan mekanisme
21
10. Membantu mengarahkan mengambil keputusan terhadap
kejadian/tindakan yang penting
11. Member dorongan pada keluarga untuk terlibat dalam proses
penyesuian
12. Mempertimbangkan menambah ijin waktu kunjungan keluarga
13. Membantu klien dalam transisi peran.
14. Mengajak klien berpartisipasi dalam keperawatan.
15. Menjelaskan proses penyakit ,pengobatan,diagnosis perawat
keperawatan dan perawatan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Keliat B.A. 2005. “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta : EGC
Marilynn E Doenges. 2006. “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
23