24
PANSINUSITIS SINUSITIS MAKSILA KRONIS 1. Defenisi Sinusitis maksila kronis adalah peradangan kronis pada sebagian atau seluruh mukosa sinus maksila. Adams (1978) menyebutkan batas waktu sinusitis kronis beberapa bulan sampai beberapa tahun Menurut Cauwenberge (1983) disebut sinusitis kronis,apabila lebih dari tiga bulan. Sebenarnya klasifikasi yang tepat berdasarkan pada pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan. Gambaran patologik sinusitis maksila kronis cukup kompleks dan ireversibel. Mukosa umumya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia , atau epitel normal dalam jumlah yang bervariasi pada suatu irisan histologi yang sama. Pembentukan mikroabses dalam jaringan granulasi dapat terjadi bersama–sama dengan pembentukan jaringan

Askep Sinusitis Maksila Kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep sinusitis

Citation preview

Page 1: Askep Sinusitis Maksila Kronis

PANSINUSITIS

SINUSITIS MAKSILA KRONIS

1. Defenisi

Sinusitis maksila kronis adalah peradangan kronis pada sebagian atau seluruh

mukosa sinus maksila. Adams (1978) menyebutkan batas waktu sinusitis kronis

beberapa bulan sampai beberapa tahun Menurut Cauwenberge (1983) disebut

sinusitis kronis,apabila lebih dari tiga bulan.

Sebenarnya klasifikasi yang tepat berdasarkan pada pemeriksaan histopatologik,

akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan. Gambaran patologik sinusitis

maksila kronis cukup kompleks dan ireversibel. Mukosa umumya menebal,

membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan mengalami

deskuamasi, regenerasi, metaplasia , atau epitel normal dalam jumlah yang

bervariasi pada suatu irisan histologi yang sama. Pembentukan mikroabses dalam

jaringan granulasi dapat terjadi bersama–sama dengan pembentukan jaringan

parut. Secara menyeluruh terdapat infiltrat sel bundar dan polimorfonuklear dalam

lapisan submukosa.

2. Etiologi

Alergi dapat juga merupakan salah satu faktor predisposisi infeksi disebabkan

edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang udem yang dapat menyumbat

muara sinus dan mengganggu drenase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi,

selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang yang

Page 2: Askep Sinusitis Maksila Kronis

mengarah pada sinusitis kronis. Pada keadaan kronis terdapat polip nasi dan polip

antrokoanal yang timbul pada rinitis alergi, memenuhi rongga hidung dan

menyumbat ostium sinus. Selain faktor alergi, faktor predisposisi lain dapat juga

berupa lingkungan. Faktor cuaca seperti udara dingin menyebabkan aktivitas silia

mukosa hidung dan sinus berkurang, sedangkan udara yang kering dapat

menyebabkan terjadinya perubahan mukosa, sehingga timbul sinusitis. Faktor

lainnya adalah obstruksi hidung yang dapat disebabkan kelainan anatomis,

misalnya deviasi septum, hipertropi konka, bula etmoid dan infeksi serta tumor.

Biasanya tumor ganas hidung dan nasofaring sering disert ai dengan penyumbatan

muara sinus.

Etiologi infeksi sinus paranasal pada umumnya sama seperti etiologi rinitis, yaitu

virus dan bakteri. Virus penyebab sinusitis antara lain rinovirus, para influenza

tipe 1 dan 2 serta respiratory syncitial virus. Kebanyakan infeksi sinus disebabkan

oleh virus, tetapi kemudian akan diikuti oleh infeksi bakteri sekunder. Karena

pada infeksi virus dapat terjadi edema dan hilangnya fungsi silia yang normal,

maka akan terjadi suatu lingkungan ideal untuk perkembangan infeksi bakteri.

Infeksi ini sering kali melibatkan lebih dari satu bakteri. Organisme penyebab

sinusitis akut mungkin sama dengan penyebab otitis media. Yang sering

ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun ialah Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus Influenzae, bakteri anaerob, Branhamella kataralis,

Streptococcus alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Selama

suatu fase akut, sinusitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang

menyebabkan sinusitis akut. Namun, karena sinusitis kronis biasanya berkaitan

Page 3: Askep Sinusitis Maksila Kronis

dengan drenase yang tidak adekuat maupun fungsi mukosiliar yang terganggu,

maka agen infeksi yang terlibat cenderung oportunistik, dimana proporsi terbesar

bakteri anaerob. Akibatnya, biakan rutin tidak memadai dan diperlukan

pengambilan sampel secara hati-hati untuk bakteri anaerob. Bakteri aerob yang

sering ditemukan dalam frekuensi yang makin menurun, antara lain

Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, Haebomophilis influenza,

Neisseria flavus, Staphylococcus epidermis, Streptcoccus pneumoniae dan

Escherichia coli, Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus, Corynebacterium,

Bakteriodaes dan Vellonella. Infeksi campuran antara organisme aerob dan

anaerob sering kali terjadi.

Sumber infeksi yang mungkin dapat menyebabkan peradangan pada sinus

paranasal, antara lain infeksi hidung yang umumnya menyebar kearah sinus

melalui muaranya. Infeksi hidung bisa disebabkan oleh mikroorganisme patogen

atau dapat pula oleh benda asing seperti yang sering terjadi pada anak-anak.

Infeksi gigi, paling sering sebagai penyebab infeksi sinus maksila terutama infeksi

dari rahang atas gigi molar 1,2,3 serta premolar 1 dan 2. Penyebaran infeksi dari

gigi ke antrum melalui dua cara, yaitu melalui infeksi gigi kronis, yang

mengakibatkan terbentuknya daerah granulasi pada mukosa sinus yang menutupi

daerah alveolaris, sehingga fungsi mukosa didaerah tersebut berubah dan aktifitas

silia terganggu. Dapat juga perkontinuitatum, bakteri langsung menyebar dari

granuloma kapital atau kantong periodontal ke sinus maksila. Trauma muka dapat

menimbulkan peradangan dengan beberapa cara yaitu melaui fraktur terbuka,

menyebabkan hubungan sinus dengan dunia luar maupun rongga hidung

Page 4: Askep Sinusitis Maksila Kronis

kerusakan mukosa yang terjadi serta adanya bekuan darah memudahkan

timbulnya infeksi. Dapat pula melalui kontusio sinus, dimana akibat pukulan yang

keras pada pipi akan mengakibatkan kontusio mukosa sinus yang kadang-kadang

disertai ekstravasasi darah ke dalam antum. Keadaan ini memudahkan terjadi

infeksi yang berasal dari hidung. Suatu benda asing di dalam sinus maupun

hidung dapat meyebabkan sinusitis, misalnya pecahan tulang, gigi peluru dan

tampon hidung. Barotrauma dapat juga sebagai penyebab dan sering terjadi pada

penderita sumbatan hidung misalnya, deviasi septum, rinitis alergi selama dalam

penerbangan. Infeksi dari air sewaktu berenang dan menyelam dapat merupakan

faktor penyebab terjadinya sinusitis, sedangkan penyakit umum seperti influenza,

morbili dan pertusis dapat menyebabkan sinusitis pula. Peneumonia yang

disebabkan oleh Pneumococcus sering disertai oleh sinusitis dengan penyebab

oleh kuman yang sama. Hubungan sinusitis dengan penyakit atau kelainan paru,

dikenal sebagai sindrom sinobronkial dan kelainan paru yang bersamaan dengan

sinusitis ialah bronchitis kronis, asma bronkial dan bronkiektasis.

3. Gejala klinis.

Gejala klinis sinusitis maksila kronis sangat bervariasi , dari ringan sampai berat,

dari :

1) Gejala hidung,

a) Obstruksi hidung, keluhan ini se ring dirasakan oleh penderita sebelum

terjadi sinusitis, karena adanya rinitis alergi dan polip yang timbul

sebelumnya,

Page 5: Askep Sinusitis Maksila Kronis

b) Sekret hidung. Pada sinusitis alergi maka cairan yang keluar bersifat

serous kadang-kadang mukoid yang berlebihan. Bila sekret berubah

menjadi mukupurulen, biasanya sudah terjadi proses paradangan dan bila

sekret bercampur darah, terutama unilateral dicurigai adanya keganasan,

c) Post nasap drip (ingus belakang hidung), merupakan gejala yang paling

sering ditemukan dan dirasakan sebagai perasaan kering dari tenggorok,

rasa panas di belakang hidung serta rasa tidak nyaman di mulut,

d) Epistaksis, disebabkan karena peradangan dan vasodilatasi pembuluh

darah pada mukosa hidung,

e) gangguan penghidu, ada keluhan kakosmia , penderita merasakan bau

busuk, bahkan bau dapat tercium oleh orang lain, biasanya karena kelainan

anatomi hidung. Pada sinusitis kronis dengan dasar rinitis alergi biasanya

keluhannya hiposmia sampai anosmia dan kadang-kadang parosmia,

f) Ekskoriasi sekitar lubang hidung, seringkali ditemukan pada anak-anak

dan dianggap sebagai tanda sinusitis kronis,

g) Allergic salute, yaitu gerakan punggung tangan menggosok hidung karena

gatal, keadaan ini sering tampak pada anak-anak dan menimbulkan garis

melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut allergic

crease (linea nasalis).

2) Gejala faring.

Rasa kering tenggorok yang disebabkan oleh faringitis dan tonsillitis.

3) Gejala telinga.

Sinusitis kronis dapat menyebabkan nasofaringitis, sehingga terjadi edema

Page 6: Askep Sinusitis Maksila Kronis

mukosa dan obstruksi tuba Eustachius dan kadang-kadang dapat terjadi otitis

media serosa kronis karena alergi sebagi gangguan dasarnya.

4) Nyeri kepala.

Mempunyai sifat khas yaitu nyeri pada pagi hari dan akan berkurang atau hilang

setelah siang hari. Hal ini diduga karena penimbunan sekret dalam rongga hidung

dan sinus serta adanya stasi vena pada malam hari, sedangkan pada siang hari

karena posis tegak, drenase baik.

5) Gejala mata.

Berupa keluhan mata gatal dan lakrimasi yang disebabkan karena obstruksi dan

infeksi duktus lakrimalis, sehingga sering terjadi konjungtivitis. Pada anak

terdapat bayangan gelap di bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder

akibat obstruksi hidung, yang disebut allergic shiners (black eyes of allergy).

Dapat timbul Dennise line, yaitu adanya lipatan (alur) di bawah palpebra inferior

oleh karena kontraksi otot polos dibawah palpebra inferior, gambaran ini tampak

sejak bayi dan berhubungan dengan rinitas alergi dan dermatitis atopi.

6) Gejala Saluran nafas.

Batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronchitis atau

bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.

7) Gejala Saluran Cerna.

Mukopus yang tertelan dapat menimbulkan gangguan pencernaan , nausea dan

gastritis ringan.

8) Lidah geografik ( geographic tongue). Disebabkan adanya glositis kronis.

9) Allergic or adenoid faces/sad looking faces.

Page 7: Askep Sinusitis Maksila Kronis

Bernafas melalui mulut, mulut terbuka, allergic or shiners dan kemungkinan

disertai maloklusi gigi. Hal ini disebabkan alergi dan pembesaran tonsil atau

adenoid.

10) Gejala umum, kadang-kadang disertai rasa lesu dan demam yang tidak begitu

tinggi.

4. Diagnosis.

Dalam menegakkan diagnosis sinusitis maksila kronis, pemeriksan dimulai dari

anamnesis, gejala klinis, diikuti dengan pemeriksaan klinis rutin sampai

pemeriksaan khusus.

1) Anamnesis.

Mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. Yang perlu ditanyakan adanya keluhan

alergi hidung, dengan gejala yang paling banyak adalah bersin-bersin lebih dari 5

kali setiap serangan atau gatal hidung (89,80 %),rinore encer lebih dari satu jam

(87,07%) dan hidung tersumbat (76,19%). Biasanya gejala timbul setelah ada

riwayat kontak dengan alergen tertentu. Perkiraan alergen penyebab, dari tes kulit

alergen-alergen yang memberikan hasil positif bermakna berturut-turut terbanyak

adalah tungau debu rumah (91,19%).debu rumah (73,47%), serpihan epitel atau

bulu binatang (63,95%).

2) Gejala obyektif.

Pada pemeriksaan klinis kronis tidak seberat pemeriksaan sinusitis akut dan tidak

terdapat pembengkakan muka. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, mukosa

hidung penderita rinitis alergi biasanya basah , pucat atau livid serta konka tampak

Page 8: Askep Sinusitis Maksila Kronis

membengkak. Jika terdadap infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi dari encer

dan mukoid hingga kental dan parulen, sehingga mukosa menjadi merah dan

meradang serta ditemukan sekret kental (pus) pada meatus medius atau meatus

superior. Kadang-kadang tampak polip pada regio etmoid yang meluas ke meatus

superior dan media. Pada pemeriksaan rinoskopi posterior, tampak sekret purulen

di nasofaring atau permukaaan atas palatum, biasanya berasal dari sinus parasanal

bagian anterior. Gejala khas sinusitis bagian interior ialah adanya pus yang

mengalir melalui ujung belakang konka inferior dari meatus medius. Pada

pemeriksaan faring, tampak pus mengalir melalui dinding lateral faring, kadang-

kadang tampak pembengkakan jaringan

mukosa di lateral faring pada sisi yang sama.

5. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang sinusitis maksila terdiri dari :

1) Transiluminasi.

Dapat dipakai untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal. Pada sinus

maksila tampak gambaran seminular infraorbital, sinar tentang pada pipi dan pupil

bercahaya. Pada sinus frontal yang normal menunjukkan sinar terang pada sinus

frontal dan tampak tegas batas antara rongga dan tulang. Sinus tampak lebih gelap

jika di dalamnya terdapat cairan pus, mukopus, penebalan mukosa dan massa

tumor. Jika sinus tampak lebih kecil dan gelap maka kemungkinan oleh karena

trauma, gangguan pertumbuhan, penebalan jaringan lunak atau penebalan tulang.

Transiluminasi tidak mempunyai arti penting untuk menegakkan diagnosis dan

Page 9: Askep Sinusitis Maksila Kronis

kebenaran diagnosisnya dibandingkan dengan hasil fungsi sinus hanya 50 % - 68

%. Selain itu jika dibandingkan dengan pemeriksaan foto Rontgen hasilnya

berbeda 15 %.

2) Pemeriksaan radiologik.

Umunya ada tiga posis yang secara rutin dilakukan . yaitu posisi oksipitomental

(Watres), oksitofrontal (Caldwell) dan posisi lateral. Pemeriksaan radiologi

khusus dilakukan jika pemeriksaan radiologi rutin meragukan atau tidak jelas.

Pemeriksaan ini terdiri atas : a) Pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras.

Dengan pemeriksaan cara ini dapat diketahui keadaan anatomi dan fungsi sinus

maksila. b) Ultrasonografi (USG). Cukup baik untuk pemeriksaan sinus karena

mudah, murah dan tanpa radiasi. Tetapi beberapa ahli berpendapat nilai

diagnostiknya rendah. c) Computed tomography scanning (CT scan) merupakan

pilihan utama diagnostik penyakit-penyakit inflamasi atau neoplasma sinus

paranasal dan merupakan bagian penting sebagai pemeriksaan penunjang. CT

scan yang digabung dengan pemeriksaan endoskopi hidung, akan memberikan

hasil 90 % lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan sendirisendiri.

d)Magnetic resonance imaging (MRI). Memberikan gambaran yang lebih baik

untuk membedakan karakteristik dari suatu lesi jaringan.

3) Fungsi sinus maksila selain untuk membantu diagnosis dapat juga untuk terapi.

Trokar yang dimasukkan ke dalam antrum sinus maksila dapat melalui ostium

sinus di meatus medius, fosa kanina, dan meatus inferior. Pada sinusitis dengan

penebalan mukosa, biasanya cairan tidak dapat keluar karena ostium menjadi

sempit atau tersumbat total.

Page 10: Askep Sinusitis Maksila Kronis

4) Pemeriksaan sinoskopi atau antroskopi sinus maksila.

Pertama kali dikemukan oleh Hirschmann pada tahun 1901. Hasil sinoskopi lebih

baik dibandingkan dengan hasil radiologik, karena dapat mengetahui jenis dan

perubahan patologik, serta keadaan ostium sinus maksila.

6. Pengobatan

Perubahan pada mukosa sinus dapat bersifat reversibel dan ireversibel sehingga,

pengobatan sinusitis maksila, terdiri atas :

1) Pengobatan konservatif.

Secara klinis untuk mengetahui keadaan mukosa yang reversibel sangat sulit, jika

pengobatan secara konservatif tidak berhasil. Pengobatan ini meliputi obat

antialergi dan dekongestan, obat mukolitik untuk mengencerkan sekret ;obat

analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri, obat antibiotik, sebaiknya disesuaikan

dengan hasil pemeriksaan mkirobilogik dan kultur resistensi kuman. Biasanya

diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas selama 10-14 hari. Termasuk

pula pengobatan diatermi, dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave

diathermi). Dengan pengobatan ini maka temperatur sinus akan naik antara 1,7

sampai 2,2 C, sehingga akan memperbaiki vaskularisasi sinus maksila. Diatermi

dapat diberikan selama 10 hari dan tidak boleh digunakan dalam keadaan akut.

Memperbaiki lingkungan yang jelek sekitar penderita, lingkungan udara yang

bersih, terutama pada anak-anak dapat membantu mempercepat kesembuhan.

Pungsi dan irigasi sinus maksila termasuk pengobatan konservatif, diperlukan

untuk mengeluarkan sekret dari rongga sinus maksila yang dapat dilakukan

melalui ostium sinus maksila di meatus medius, meatus inferior dan fosa kanina.

Page 11: Askep Sinusitis Maksila Kronis

Dilakukan maksimal enam kali setiap 2 – 3 hari sekali. Jika terdapat nanah (pus),

berarti pengobatan konservatif tidak berhasil dan dipertimbangkan pengobatan

secara operatif. Kontraindikasi pungsi sinus maksila ialah tidak boleh dilakukan

pada saat ada infeksi akut karena dapat mengakibatkan oesteomielitis dan trauma

pada maksila.

Antrostomi intranasal, yaitu tindakan membuat lubang pada meatus inferior yang

menghubungkan rongga hidung dan sinus maksila, untuk drainase sekret dan

ventilasi sinus maksila. Biasanya dilakukan pada penderita yang memerlukan

irigasi berulang kali dan tidak dapat dilakukan pungsi sinus dengan anestesi lokal.

Antrostomi yang cukup baik ialah yang diameternya cukup lebar, pemanen dan

letaknya serendah mungkin pada dasar hidung. Bersama antrostomi dapat

dilakukan operasi lain yang bertujuan untuk reseksi septum dan konkotomi.

2) Pengobatan operatif radikal.

Dengan operasi Calddwell-Luc bila kerusakan mukosa sudah ireversibel dan gagal

dengan pengobatan konservatif. Operasi ini dilakukan dengan membuat sayatan

sublabial kurang lebih dari 2 cm diatas sulkus ginggivobukalis dari insisivus 2

samapi molar 1. Sayatan dilanjutkan sampai periosteum, kemudian periosteum

dilepaskan dan mukosa pipi tarik ke atas. Selanjutnya dibuat lubang pada fosa

kanina dan melalui lubang tersebut mukosa yang inversibel dibersihkan.

3) Bedah sinus endoskopik fungsional.

Tindakan ini ditujukan untuk membersihkan kelainan di kompleks ostiomeatal

dengan mempergunakan endoskop (teleskop). Hal ini dilakukan pada sinusitis

maksila kronis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus infeksi di

Page 12: Askep Sinusitis Maksila Kronis

sinus etmoid anterior, terutama dari infundibulum etmoid dan resesus frontal.

Ventilasi dan drenase sinus maksila akan terbentuk kembali melalui jalan alamiah,

sehingga setelah beberapa waktu sinus akan kembali normal, sehingga

pembedahan radikal tidak diperlukan lagi.

7. Komplikasi

Sejak ditemukan antibiotik, komplikasi sinusitis maksila telah menurun secara

drastis. Komplikasi sinusitis maksila kronis yang dapat terjadi ialah 1)

Oesteomielitis dan abses subperiostal.

Oesteomielitis maksila jarang terjadi , tersering adalah osteomielitis frontal dan

biasanya ditemukan pada anak. Oesteomielitis sinus maksila dapat menyebabkan

timbulnya fistula oroantal yaitu fistula yang menggabungkan rongga mulut dan

sinus maksila. Penyebab terjadinya fistula ini selain karena komplikasi sinusitis

maksila ke dalam juga karena tindakan ekstraksi gigi molar atas, kista gigi, tumor

palatum dan sinus maksila serta trauma pada operasi gigi atau sinus maksila.

gejala klinis berupa keluarnya cairan yang berbau busuk dari sinus maksila ke

dalam mulut. Pada pemeriksaan , bila lubangnya besar akan terlihat lubang yang

menghubungkan rongga mulut dan sinus maksila tetapi bila lubangnya kecil dapat

diperiksa dengan memasukkan udara yang melewati fistula. Fistula yang baru dan

kecil dapat menutup dengan sendirinya. Bila fistula cukup besar dan kronis perlu

tindakan operasi plastik selain pengobatan sinusitisnya.

2) Kelainan orbita.

Paling sering berasal dari sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.

Page 13: Askep Sinusitis Maksila Kronis

penyebaran infeksinya melalui tromboflebilitis dan perkontinuitatum. Kelainan

yang dapat ditimbulkan ialah edema palpebra selulitis orbita, abses subperiostal,

abses orbita dan trombosis sinus kavernosus. Edema palpebra, biasanya dari

sinusitis etmoid dan ditemukan pada anak-anak. Selulitis orbita, edemanya

bersifat difus, belum terbentuk nanah (pus) dan isi orbita telah diinvasi bakteri.

Pada abses subperiostal, pus telah terbentuk di antara periorbita dan dinding

tulang orbita, serta menyebabkan proptosis dan kemosis. Abses orbita, pus telah

menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tampak gejala neuritis

optikus, kebutaan dan bercampur unilateral, keterbatasan gerak otot ekstraokuler

mata yang terserang. Proptosis makin bertambah dengan tanda khas adanya

kemosis konjungtiva. Trombosis sinus kavernosus, komplikasi ini merupakan

akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus,

sehingga terbentuk suatu tromboflebitis septik. Tampak gejala – gejala

oftalmoplegia, komosis, konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat,

kelemahan dan tanda-tanda meningitis karena letak sinus berdekatan dengan saraf

cranial II,III,IV,VI dan otak. Penderita edema palpebra dapat berobat jalan dengan

pemberian antibiotik serta tetes hidung. Penderita tahap selulitis orbita dan

komplikasi yang lebih berat harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik

intravena dosis tinggi serta dilakukan tindakan membebaskan pus dari rongga

abses. Prognosis pada komplikasi ini, angka kematian sebesar 60-80%. Gejala sisa

trombosis kavernosus seringkali berupa atrofi optikus.

3) Mukokel suatu kista yang mengandung mukus yang timbul di dalam sinus

Kista ini paling sering pada sinus maksila dan tersering berupa kista retensi mukus

Page 14: Askep Sinusitis Maksila Kronis

dan biasanya tidak berbahaya. Mukokel yang terinfeksi dan berisi pus disebut

piokel. Patogenesisnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu obstruksi dan

peradangan. Gambaran klinis sesuai dengan sinusitis maksila kronis. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologik, sinoskopi dan ditemukan pada

operasi Caldwell-Luc. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan

histoptologik. Pengobatan dengan eksplorasi sinus untuk mengangkat semua

mukosa yang terinfeksi, sehingga drenase sekret dan ventilasi sinus maksila

menjadi baik.

4) Kelainan intrakranial :

Meningitis, abses ekstradural, abses subdural, abses otak dan tromboss sinus

cavernosus.

5) Kelainan paru :

Bronkitis kronis, bronkiektasis dan asma bronchial. Adanya kelainan sinus

paranasal yang disertai dengan kelainan paru disebut sindrom sinobronkitis.

Page 15: Askep Sinusitis Maksila Kronis
Page 16: Askep Sinusitis Maksila Kronis

DAFTAR PUSTAKA

www.medikaholistik.com

www.infosehat.com

www.infeksi.com

www.google.com@/pansinusitis//sinus paranasal.

www.yahoo.com@/pansinusitis inflamation.