53
askep stroke non hemoragik(SNH) A. ANATOMI FISIOLOGI Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras, secara langsung dan terus- menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik, yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002). 1. OTAK Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa

Askep Stroke Non Hemoragik

Embed Size (px)

Citation preview

askep stroke non hemoragik(SNH)

 

A.    ANATOMI FISIOLOGI

Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur-struktur ini

bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik.

Perjalanan impuls-impuls tersebut berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras, secara

langsung dan terus-menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik,

yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).

1.    OTAK

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum. Semua berada

dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera.

Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal

dan oksipital Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior

berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal

dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).

a.       Cerebrum

Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia

grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum

bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansi grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf

memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang

menghubunekan bagianbagian otak dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri

(telensefalon) berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik

tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat lobus serebrum adalah sebagai

berikut :

1)      Frontal

lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat

keputusan, kepribadian dan menahan diri.

2)      Parietal

lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh ada-

lah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglem

3)      Temporal

Berfungsi mengintegrasikan sensasikecap, bau, pendengaran, dan ingatan jangka pendek

sangat berhubungan dengan daerah ini

4)      Oksipital

Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggungjawab

menginterpretasikan penglihatan

b.      Batang otak

Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah,

pons dan medula oblongata . Otak tengah (midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons dan

serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jaldr sensorik dan motorik dan sebagai pusat

refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula

dan merupakan jembatan antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi jaras

sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).

Medula oblongata meneruskan serabut-serabut rik dari otak Ice medulla spinalis .dan serabut-se

sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan set serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons

berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jan pernapasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul

otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).

c.       Cerebelum

Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisal hemisfer serebral,

lipatan dura mater, tentorium se lum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu meram dan menghambat

dan tanggung jawab yang luas terl koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengc gerakan yang benar,

keseimbangan, posisi dan me tegrasikan input sensorik.

1)   Sirkulasi Serebral

Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per menit. Sirkulasi ini

sangat tuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, tara mempunyai kebutuhan metabolisme

yang tinggi. Aliran darah otak ini unik, karena melawan arah gravitasi. Di mana darah arteri mengalir

mengisi dari bawah dan vena mengalir dari alas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat

menyebabkan jaringan rusak ireversibel; ini berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat

mentoleransi bila aliran darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.

2)      Arteri-Arteri

Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal dan dua arteri

vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid internal dibentuk dari percabangan dua karotid dan

memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri

subklavia, mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi tulang belakang bagian vertikal dan masuk

tengkorak melalui foramen magnum. Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada

batang otak. Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian posterior. Arteri

basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior.

3)      SirIndus Willisi

Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian

arteri karotid internal dan vertebral. Lingkaran ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-

cabang arteri karotid internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri penghubung

anterior dan posterior .Aliran darah dari sirkulus Willisi secara langsung mempengaruhi sirkulasi

anterior dan posterior serebral, arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi rate alternatif pada aliran

darah jika salah satu peran arteri mayor tersumbat.

Anastomosis arterial sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami

aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila tekanan darah meningkat, yang

menyebabkan dinding arteri menjadi menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang

berdekatan dengan struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti

penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan. Jika arteri tersumbat

karena spasme vaskuler, emboli, atau karena trombus, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke

distal neuron-neuron dan hal ini mengakiliatkan sel-sel neuron cepat nekrosis. Keadaan ini

mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau infark). Pengaruh sumbatan pembuluh darah

tergantung pada pembuluh darah dan pada daerah otak yang tererang

.

4)      Versa

Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada struktur organ lain. Vena-

vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan

pada subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi vaskular yang terbentang

dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan

pengosongan vena jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat unik,

karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Venavena serebri tidak mempunyai katup untuk

mencegah aliran balik darah.

B.     KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE NON HEMORAGIK

1.    DEFINISI

Menurut WHO dalam Muttaqin, (2008) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskular. Sedangkan menurut Smeltzer & Bare, (2002) stroke atau cedera

cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai

darah ke bagian otak.

Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes)

dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) (Hickey, 1997). Pada kesempatan ini, penyusun

lebih fokus pada stroke non hemoragik (ischemic stokes).

Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri

yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya trombus, embolus

atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah

cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya

infark. Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang

berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri

cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

Dari beberapa pengertian stroke diatas, Penyusun menyimpulkan stroke non hemoragik

adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya pembuluh darah

akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis , trombus dan embolus.

Gambar 2.1 : Iskemik pada jaringan otak

Sumber : Yayasan Stroke Indonesia, (2006) dalam

http://freshlifegreen.blogspot.com/2012/06/stroke-non-hemoragik-snh.html

Gambar 2.2: Lokasi penyerangan stroke

Sumber : (Hickey, 1997).

2.        KALSIFIKASI

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2007) adalah :

a.         Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan

menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

b.         Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung

lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu

c.         Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah

otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari

d.        Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah

otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai

bbrapa hari

e.         Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan

peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non

Hemoragik) dapat dibagi menjadi :

a.         Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis

interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada

waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara

bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa

hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam

beberapa hari,minggu atau bulan.

b.         Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya

berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat,

kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada

kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

3.      ETIOLOGI

Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:

a.         Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke

jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis

ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan

otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi

pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan

aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.

Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

b.      Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh

yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.

Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem

arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik

c.       Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan

pembuluh darah.

4.      MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala

muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat

tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala

tersebut antara lain :

a.         Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala

b.         Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan

c.         Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter

terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah

paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam

d.        Dysphagia

e.         Kehilangan komunikasi

f.          Gangguan persepsi

g.         Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis

h.         Disfungsi Kandung Kemih

Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

No Defisit neurologi Manifestasi

1. Defisit lapang penglihatan

a.       Homonimus Hemlanopsia

b.      Kehilangan penglihatan perifer

b.      Diplopia

a.    Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah satu

sisi tubuh, kesulitan menilai jarak

b.    Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek

atau batas objek.

b.    Penglihatan ganda

2. Defisit Motorik

a.       Hemiparesis

b.      Hemiplegia

c.       Ataksia

d.      Disatria

2.      Disfagia

a.    Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada

b.   sisi yang sama.

a.    Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.

b.   Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki.

c.    Kesulitan dalam membentuk kata

d.   Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori : Parastesia a.       Kesemutan

4. Defisit verbal

a.       Fasia ekspresif

b.      Fasia reseptif

c.       Afasia global

a.    Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami

b.   Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu

berbicara tapi tidak masuk akal

c.    Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

5. Defisit kognitif a.    Kehilangan memori jangka pendek dan panjang, penurunan

lapang perhatian, tidak mampu berkonsentrasi, dan perubahan

penilaian.

6. Defisit Emosional a.    Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi, menarik

diri, takut, bermusuhan, dan perasaan isolasi.

Tabel 2.1 : Penurunan kemampuan yang terjadi pada pasien SNH

Sumber : (Smeltzer, 2002).

5.        PATOFISIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark

hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya

sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah

ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,

perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant

dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat

berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran

darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran

darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang

bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi

yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam

atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai

menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi

perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan

nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah

maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan

perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh

darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di

bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi

massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi

otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel

otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons

(Muttaqin, 2008).

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang

disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel

jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang

bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan

mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta

gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya

tertekan lagi (Muttaqin, 2008).

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka

risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan

jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan

kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal

(Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

6.       

PATOFLOWDIAGRAM STROKE

Skema 2.1 : Patoflow stroke non hemoragik

Sumber : Muttaqin, (2008).

7.        FAKTOR RESIKO PADA STROKE

Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik yaitu:

a.         Faktor resiko terkendali

Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai

berikut :

1)        Hipertensi

2)        Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri

koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya

fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.

3)        Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.

4)        Kolesterol tinggi

5)        Infeksi

6)        Obesitas

7)        Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral

8)        Diabetes

9)        Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi

10)    Penyalahgunaan obat (kokain)

11)    Konsumsi alkohol

b.         Faktor resiko tidak terkendali

Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai

berikut :

1)        Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak

baik lagi.

2)        Faktor keturunan / genetic

8.      Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu

:

a.         Phase Akut :

1)        Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.

2)        Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah

peristiwa trombolitik / emobolik.

3)        Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi

kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.

4)        Mengurangi edema cerebral dengan diuretik

5)        Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak

ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang

b.    Post phase akut

1)        Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik

2)        Program fisiotherapi

3)        Penanganan masalah psikososial

9.         Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai

berikut :

a.         Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena

atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi

vaskular.

Gambar 2.2 : Gambaran angiografi cerebral pada pasien dengan stroke.

Sumber : Muttaqin, (2008)

b.         Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan

adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah

protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor

masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

c.         CT scan.

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya

didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan

otak.

Gambar 2.3 : Gambaran CT scan cerebral pada pasien dengan stroke

Sumber : Muttaqin, (2008)

d.        MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk

menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya

didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

e.         USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

f.          EEG

Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan

yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Gambar 2.4 : (a) Gambar MRI pasien dengan Infark arter, (b) Gambar MRI klien dengan stroke

hemoragik.

Sumber : Muttaqin, (2008)

g.      Pemeriksaan Laboraturium

1)        Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,

sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu

hari-hari pertama.

2)        Pemeriksaan darah rutin.

3)        Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat

mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.\

4)        Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

C.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.    PENGKAJIAN

Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian

psikososial.

a.    Identitas Mien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis

medis.

b.    Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan

anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat

kesadaran.

c.    Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai

tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam

intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,

dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

d.   Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,

dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi

oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e.       Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya

riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f.       Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan

perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku

klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons

emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam

keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul

seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas

secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk

berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa

tidak berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan

stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses

berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai dan kepercayaan, klien biasanya

jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan

kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini memberi dampak

pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak

sedikit. Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,

pengobatan, dan perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini

dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukkan

pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi

pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah:

keterbatasan yang diakibatkan.oleh defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial

klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam

sistem dukungan individu.

g.      Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan

fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada

pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1)        B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas

tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk

yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran

koma.

Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya

tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi

tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2)        B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang

sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi

hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

3)        B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh

darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah

kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya.

4)      B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi,

ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan

kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine

eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan

teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5)      B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada

fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas.

6)      B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap

gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter

pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang

berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi

tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan

jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda

dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas

fisik.

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/

hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

7)      Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang

paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap

lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem

digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,

stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat

penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian

asuhan.

8)      Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal,

dan hemisfer.

9)      Status Menta

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas

motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

10)  Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka

panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami

brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11)  Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari

serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis

superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa

lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area

Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab

dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan

bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir

rambutnya.

12)  Lobus Frontal

Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi pada

lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,

lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam

program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah

klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan

dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.

13)  Hemisfer

Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan

mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang

berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan

sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah

frustrasi.

h.      Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.

1)        Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

2)        Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan

korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek

dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian

tubuh.

3)        Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada

4)        satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi

yang sakit.

5)        Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan

kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,

serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

6)        Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke

bagian sisi yang sehat.

7)        Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

8)        Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

9)        Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

10)    Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan

normal.

i.          Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor

volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang

berlawanan dari otak.

1)      Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak

yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

2)      Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

3)      Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

Gambar 2.5 : Pemeriksaan tonus otot

Sumber : Muttaqin, (2008)

j.        Pengkajian Sistem Sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk

menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual.

2.         DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA, (2011) dalam

Tarwoto, Dkk, (2007) adalah :

a.         Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,

perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.

b.        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia

paralisis

c.         Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan

neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca

d.        Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,

integrasi, stres psikologik

e.         Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit

neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan

kognitif

f.         Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,

kerusakan komunikasi.

g.        Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi,

perubahan peristaltik, immobilisasi

3.      RENCANA KEPERAWATAN

1.      Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah, oklusi,

perdarahan, vasospasme serebral, edema serebral.

Data pendukung

         Penurunan kesadaran.

         Nilai GCS.

         Perubahan tanda vital.

         Perubahan sensorik dan motorik.

         Penurunan fungsi memori.

         Nyeri kepala.

         Muntah.

         Kejang.

         Perubahan pupil.

         Perubahan pola napas.

         Nilai AGD.

         Hasil CT Scan, MRI adanya edema serebri, perdarahan, herniasi.

         Pengunaan terapi diuretik, sedativ.

Kriteria hasil

         Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kogriltlf, sensorik dan motorik.

         Tanda-tanda vital stabil, peningkatan TIK tidak ada.

         Gangguan lebih lanjut tidak terjadi.

Rencana tindakan Rasional

1.     Kaji status neurologik setiap

jam.

2.     Kaji tingkat kesadaran dengan

GCS.

3.     Kaji pupil, ukuran, respon

terhadap cahaya, gerakan

mata.

4.     Kaji refleks kornea dan refleks

gag.

5.     Evaluasi keadaan motorik dan

sensori pasien.

6.     Monitor tanda vital

setiap 1 jam.

7.     Hitung irama denyut

nadi,auskultasi adanya murmur.

8.     Pertahankan pasien bedrest,

1.      Menentuksn perubahan deficit

neurologic lebih lanjut

2.      Tingkat kesadaran merupakan

indicator terbaik adanya perubahan

neurologi

3.      Mengetahui fungsi N.II dan III

4.      Menurunya refleks kornea dan

refleks gag indikasi kerusakan pada

batang otak

5.      Gangguan motorik dan sensori

dapat terjadi akibat edema otak

6.      Adanya perubahan tanda vital

Berikan lingkungan tenang,

batasi pengunjung, atur

waktu istirahat dan aktivitas.

seperti respirasi menunjukan

kerusakan pada batang otak

7.      Bradikardia dapat di akibatkan

adanya gangguan otak murmur

dapat terjadi pada gangguan jantung

8.      Istirahat yang cukup dan lingkungan

yang tenang mencegah perdarahan

kembali

9.      Memfasilitasi drainasi vena dari

otak

10.  Dapat meningkatkan tekanan

intracranial

11.  Suhu tubuh yang meningkat akan

meningkatkan aliran darah ke otak

sehingga meningkatkan TIK

12.  Kejang dapat terjadi akibat iritasi

srebral dan keadaan kejang

memerlukan banyak oksigen

13.  Meminimalkan stimulus sehingga

menurunkan TIK

14.  Mempertahankan adekuatnya

oksigen, suction yang lama dapat

meningkatkan TIK

15.  Karbondioksida menimbulkan

vasodilatasi adekuatnya oksigen

sangat penting dalam

mempertahankan metabolism otak

16.  Meningkatkan aliran darah ke otak

dan mencegah kloting

kontraindikasi pada stroke

haemorogik.

       Mencegah lisis dan pendarahan

       Menanggulangi hipertensi

       Pengontrol edema serebral

       Mengontrol kejang

       Mencegah proses mengedan dan

menghindari peningkatan tekanan

intracranial

17.  Pasien stroke perlu memeriksaan

lanjutan untuk menentukan tindakan

lebih lanjut.

1.      Mengidentifikasi kekuatan otot

kelemahan motorik.

2.      Latihan ROM meningkatkan massa

tonus, kekuatan otot, perbaiki fungsi

jantung dan pernapasan.

3.       

       Mencegah footdrop

       Mencegah kontraktur fleksi bahu

       Mencegah edema dan kontraktur

fleksi pada pergelangan

4.      Daerah yang tertekan mudah sekali

terjadi trauma

5.      Membantu mencegah kerusakan

kulit

6.      Membantu memperlancar sirkulasi

darah

7.      Mengembangkan program khusus.

8.      Membantu memulihkan kekuatan

otot dan meningkatkan control

volunteer.

9.      Menurunkan tekanan pada ulang.

1.      Mengidentifikasi masalah

komunikasi karena gangguan bicara

atau gangguan bahasa

2.      Pasien dapat memperhatikan

ekspresi dan gerakan bibir lawan

bicara sehingga dapat mudah

menginterpretasi.

3.      Membantu menciptakan komunikasi

yang efektif

4.      Memudahkan penerimaan pasien.

5.      Dengan membaiknya bicara,

percaya diri akan meningkatkan dan

meningkatkan motivasi untuk

memperbaiki bicar

6.      Menunjukan adanya respond an rasa

empati terhadap gangguan bicara

pasien

7.      Penanganan lebih lanjut dengan

tekhnik khusus.

1.      Mengantisipasi deficit dan upaya

perawatannya

2.      Menurunkan resiko cidera.

3.      Menghindari kebingungan.

4.      Menghindari kesalahan persepsi

terhadap realitas.

5.      Memenuhi kebutuhan sehari – hari

dan mencegah injuri

1.      Membantukan merencanakan

intervensi

2.      Menumbuhkan kemandirian dalam

perawatan

3.      Meningkatkan harga diri klien.

4.      Perawat konsisten dalam memberi

asuhan keperawatan

5.      Memenuhi kebutuhan ADL dan

melatih kemandirian.

6.      Mengembangkan rencana terapi.

1.      Menentukan rencana lebih lanjut.

2.      Melatih BAK secara teratur

3.      Obstruksi saluran kemih

kemungkinan dapat terjadi

4.      Menghindari terjadinya infeksi.

5.      Mengetahui secara dini infeksi

saluran kemih.

6.      Memberikan rasa nyaman.

7.      Menghindari BAK saat tidur

4.        Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan, parestesia

paralisis

5.        Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan

neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca

6.        Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori, tranmisi,

integrasi, stres psikologik

7.        Defisit perawatan diri;mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan defisit

neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan

kognitif

8.        Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif,

kerusakan komunikasi.

9.        Konstipasi/diare berhubungan dengan menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi,

perubahan peristaltik, immobilisasi