40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Meskipun asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli masih belum sepakat mengenai definisi penyakit tersebut, dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para ahli berpendapat : 1). Obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dalam pengobatan, 2). Inflamasi saluran napas; 3). Peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan (hiperreaktivitas). 1 Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi Laporan Kasus II Page 1

Asma evan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Asma evan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Meskipun asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli

masih belum sepakat mengenai definisi penyakit tersebut, dari waktu ke waktu

definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak

mempermudah membuat diagnosis asma, sehingga secara praktis para ahli

berpendapat : 1). Obstruksi saluran napas yang reversibel (tetapi tidak lengkap

pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dalam pengobatan, 2).

Inflamasi saluran napas; 3). Peningkatan respon saluran napas terhadap

berbagai rangsangan (hiperreaktivitas).1

Obstruksi saluran napas ini memberikan gejala asma seperti batuk,

mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi

secara bertahap, perlahan-lahan dan bahkan menetap dengan pengobatan tetapi

dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang

akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran napas,

dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan

hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan

respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.1,2

Laporan Kasus II Page 1

Page 2: Asma evan

1.2 Epidemiologi

Asma merupakan penyakit umum, dengan angka prevalensi

diperkirakan sekitar 5% dari populasi orang dewasa. Penyakit ini cenderung

mengelompok dalam keluarga. Penelitian ini menunjukan bahwa angka

kejadian lebih tinggi pada populasi di pusat kota, dan asma pada pada orang

dewasa lebih sering terjadi pada wanita. Penduduk Afrika-Amerika di pusat

kota memiliki angka kematian karena asma lebih tinggi, dibandingkan dengan

kulit putih. Pekerjaan tertentu juga merupakan predisposisi untuk asma.3

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis

kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.

Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak

perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang

sama, pada masa monopouse perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya

prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan

prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara

satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi

asma berkisar antara 5-7%.1

Laporan Kasus II Page 2

Page 3: Asma evan

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. SBK

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 41 Tahun

Tempat/Tanggal Lahir : 31 desember 1959

Alamat : Semau. Kab Kupang

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : PNS

Status Pernikahan : Menikah Syah (Anak 4 orang)

Ruangan : Komodo (B3)

No. MR : 296716

MRS : 21 september 2012

Dikasuskan : 25 september 2012

Laporan Kasus II Page 3

Page 4: Asma evan

2.2 PERJALANAN PASIEN

Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes pada tanggal 21

september 2012 pukul 08.15 WITA. Masuk Ruangan Teratai komodo B3 pada

tanggal 21 Juli 2012 pukul 19.00 WITA

2.3 ANAMNESIS

Dilakukan pada tanggal 25 september 2012 Pukul. 17.00 WITA

a. Keluhan Utama : Sesak napas sejak 1 hari SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 3 hari SMRS, sifatnya terus

menerus, hingga dada pasien terasa sakit. Menurut pasien sesak napasnya

tidak depnegruhi oleh aktifitas, dalam keadaan duduk, berdiri ataupun bekerja

pasien tetap merasakan sesak napas yang sama. Sesak napas disertai dengan

napas berbunyi seperti kucing. Pada saat serangan 1 hari sebelumnya pasien

sempat ke puskesmas dan mendapt obat minum tetapi eluhan sesak napas

tetap dirasakan pasien sehingga pasien ke IGD RSU. Sesak napas berlangsung

hampir setiap hari tetapi kadang-kadang dalam 1 minggu serangannya bisa

terjadi 2-3 x dan sangat memberat. Pada saat serangan pasien sulit untuk

berbicara, biasanya hanya beberapa kalimat yang diucapkan. Selain itu,

keadaan ini juga memperberat pasien terutama dalam hal makan maupun

minum.

Laporan Kasus II Page 4

Page 5: Asma evan

Sesak napas juga disertai batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Batuk ini

sering terjadi di malam hari, bersifat hilang timbul, tidak berdahak. Untuk

keluhan penyerta lainnya, demam (-). Sakit kepala (-), nyeri menelan (-), nyeri

dada (-), mual (-), muntah (-), sakit perut (-), Buang air besar dan buang air

kecil normal.

c. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit asma yang dideritanya sejak 5 tahun terakhir dan

sering masuk RS dengan keluhan yang sama.

d. Riwayat kebiasaan :

Merokok (-)

e. Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien di dalam

keluarga.

f. Riwayat sosial ekonomi :

Pasien bekerja sebagai PNS, Istri bekerja sebagai IRT, Anak 4 orang. 2

anak telah berkeluarga sedangkan 2 yang lainnya dalam masa pendidikan.

Biaya perawatan dengan JAMKESMAS.

g. Riwayat pengobatan sebelumnya :

Pasien sering mengunakan obat semprot (inhalasi) berupa combivent

setiap kali mendapat serangan sesak napas. Pasien mendapat pengobatan

di puskesmas, tetapi pasien lupa nama obatnya. Obat pil berwarna kuning

kecil dan pasien sudah minum 2 kali.

Laporan Kasus II Page 5

Page 6: Asma evan

2.4 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 25 september 2012 jam 17.45

WITA.

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4V5M6)

Habitus : piknikus

TD : 130/80 mmHg

Suhu : 36,5˚C (axiller)

Nadi : 85x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat

Pernapasan : 30x/menit, reguler, abdominothorakal

Kepala Leher

Kulit : Jejas (-), Perdarahan (-)

Wajah : Simetris

Mata :

o Konjungtiva : anemis -/-

o Sklera : ikterik -/-

o Pupil : isokor 3mm/3mm

o Refleks cahaya langsung & tidak langsung :+/+

Mulut :

o Mukosa bibir lembab

o Mukosa gusi merah muda

Laporan Kasus II Page 6

Page 7: Asma evan

o Tonsil hiperemis (-/-)

o Lidah kotor (-)

Telinga:

o Tanda-tanda peradangan : -/-

o Nyeri tekan mastoid -/-

o Discharge -/-

o Serumen -/-

Leher :

o Pembesaran KGB (-)

o Struma (-)

o Trakea letak di tengah

o JVP : R+2 cm H20

o Retraksi Supraklavikuler (+/+)

Thorax

Cor

o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

o Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavikula sinistra

o Perkusi :

- Batas jantung kanan : ICS 2 – ICS 4 parasternal dextra

- Batas jantung kiri : ICS 5 midklavikula sinistra

o Auskultasi : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Laporan Kasus II Page 7

Page 8: Asma evan

Pulmo

o Anterior

- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, sela iga

melebar(-) , otot bantu pernapasan (-), jejas/massa/pelebaran

vena (-), retraksi suprasternal (+/+).

- Palpasi : Nyeri tekan (-),vokal fremitus D = S normal

- Perkusi : Sonor +/+

- Auskultasi :Suara napas vesikuler (+/+),ekspirasi

memanjang, ronchi (+/+) & wheezing (+/+) dibagian apex oaru.

o Posterior

- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, jejas/massa(-),

tidak ada kelainan tulang belakang.

- Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus D = S normal

- Perkusi : Sonor (+/+)

- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ekspirasi memanjang,

ronchi (+/+), wheezing (+/+) dibagian apex paru.

Abdomen

Inspeksi :Abdomen datar, pelebaran vena (-), jejas/massa (-).

Laporan Kasus II Page 8

Page 9: Asma evan

Auskultasi : Bising usus (15x/menit)

Palpasi :Nyeri tekan (-), Ballontement (-), tidak ada pembesaran

hepar dan lien, massa (-)

Perkusi : Timpani di keempat kuadran, nyeri ketok CVA (-/-)

Extremitas :

Akral hangat

Edema:

Refleks fisiologis : normal

Refleks patologis : Babinski -/-, Chadok (-/-)

Motorik : normal

Sensorik : normal

Laporan Kasus II Page 9

- - - -

Page 10: Asma evan

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Tanggal : 21 september 2012.

No.

Komponen Hasil SatuanNilai

Rujukan1. WBC 9,40 10 ^3 /ul 5-102. Limph # 1,90 10 ^3 /ul 1,30-4,03. MID 1,03 10 ^3 /ul 0,16-0,704. Gra# 6,45 10 ^3 /ul 2,50-7,50

5. Limph % 21,2 % 25-406. Mid % 3,2 % 3,0-7,07. Gra% 75,0 % 50-75,08. RBC 5,91 10 ^5 /ul 3,5-5,59. HGB 14,2 g/dl 12-17,410. HCT 45,4 % 36-5211. MCV 76,8 Fl 76-9612. MCH 24,2 Pg 27-3213. MCHC 31,5 g/dl 30-3514. RDW-C 16,5 %15. RDW-S 50,8 fl 20-42,016. MPV 8,8 fl 9-1317. PLT 226 10 ^9 /ul 100-30018. MPV 9,3 Fl 4,0-13,019. PCT 0,32 %

2.6 Problem List

Asma Bronkiale Persisten Sedang + infeksi sekuder ( pneumonia atipikal)

2.7 Planning diagnosis

Asma : - Uji Provokasi Bronkus pneumonia : - foto thoraks

- spirometri - DL

- foto thoraks - pemeriksaan sputum

2.8 Planning terapi

- O2 2-3 L/mnt

-IVFD Nacl 0,9% + drip aminofilin 1ampul iv (20 tpm).

Laporan Kasus II Page 10

Page 11: Asma evan

- Metilprednisolon 2 x 125 mg

- Ceftriakson 2 x1 gr/iv (skin test)

- Salbutamol 3 x2 mg

2.9 Planning monitoring

TTV & keluhan pasien

2.10 Planning edukasi

Hindari faktor pencetus seperti lingkungan yang berdebu

Laporan Kasus II Page 11

Page 12: Asma evan

2.11 FOLLOW UP

Tanggal 26 september 2012

Keluhan : Sesak napas, batuk,

Pemeriksaan : KU : Pasien tampak sakit sedang

TD : 140/90 mmhg. N : 86x/mnt, RR : 32x/mnt

Retraksi Suprasternal (+/+), retraksi Supraclavikula (+/+)

Paru-paru : Wheezing (+/+), Ronkhi (+/+).

Wheezing : Ronkhi :

Diagnosa : Asma Bronkiale Persisten

Sedang

DD : PPOK

Terapi : - O2 2-3 L/mnt

-IVFD Nacl 0,9% 500 cc + drip aminofilin 1ampul (20 tpm).

- Metilprednisolon 2 x 125 mg/iv

- Ceftriakson 2 x1 gr/iv

- Salbutamol 3 x2 mg

Laporan Kasus II Page 12

+ +

-

+

-

+ +

-

+

-

Page 13: Asma evan

Tanggal 27 september 2012

Keluhan : Sesak napas, batuk berdahak, warna putih

Pemeriksaan : KU : Pasien tampak sakit sedang

TD : 130/80 mmhg. N : 84x/mnt, RR : 27x/mnt

Paru-paru : Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-).

Wheezing : Ronkhi :

Diagnosa : Asma Bronkiale Persisten Sedang

DD : PPOK

Terapi : - IVFD Nacl 0,9% 500 cc + drip aminofilin 1ampul (8 tpm)

- Metilprednisolon 3 x 125 mg/iv

- Ceftriakson 1 x1 gr/iv

- Salbutamol 3 x2 mg

- ambroxol 3x1 tab

- OBH 3 x C I

Laporan Kasus II Page 13

+ +

-

+

-

+ +

-

-

-

Page 14: Asma evan

Tanggal 17 Juli 2012

Keluhan : Sesak napas dan batuk berkurang

Pemeriksaan : KU : Pasien tampak sakit ringan

TD : 100/60 mmhg. N : 80x/mnt, RR : 24x/mnt

Paru-paru : Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-).

Wheezing : Ronkhi :

Diagnosa : Asma Bronkiale Peristen Sedang

Terapi : - IVFD Nacl 0,9 % + drip aminofilin 1 ½ ampul (8 tpm)

- Metilprednisolon 2 x 125 mg/iv

- Ceftriakson stop

- Salbutamol 3 x 4 mg

- Pulang (Metilprednisolon 2 x 4 mg)

Laporan Kasus II Page 14

- -

-

-

-

- -

-

-

-

Page 15: Asma evan

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Asma bronkiale adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai

dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat

hipereaktivitas bronkus terhadap rangsangan yang melibatkan sel-sel dan elemen

seluler. 1,4

3.2 Klasifikasi Asma Bronkiale Menurut GINA Tahun 2008

Klasifikasi asma bronkiale menurut GINA dapat dilihat pada tabel dibawah ini:5

DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA

MALAMFUNGSI PARU

INTERMITEN

Mingguan

- Gejala < 1x/minggu - Tanpa gejala di luar

serangan - Serangan singkat - Fungsi paru

asimtomatik dan normal di luar serangan.

< 2 kali sebulan

VEP1 atau APE > 80%

PERSISTEN RINGAN

Mingguan

- Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari

- Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur.

> 2 kali seminggu

VEP1 atau APE > 80% normal

PERSISTEN - Gejala harian > sekali VEP1 atau APE > 60%

Laporan Kasus II Page 15

Page 16: Asma evan

SEDANG Harian

- Menggunakan obat setiap hari

- Serangan mengganggu aktivitas dan tidur

- Serangan 2x/minggu, bisa berhari – hari

seminggu tetapi < 80% normal

PERSISTEN BERAT

Kontinu

- Gejala terus menerus - Aktivitas fisik

terbatas - Sering serangan

Sering VEP1 atau APE < 80% normal

3.3 Patofisiologi

Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan

pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukan bahwa dasar gejala asma

adalah inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan.1,6,7

3.3.1 Asma sebagai penyakit inflamasi

Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas.

Inflamasi saluran napas ditandai dengan adanya kalor (panas karena

vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi

plasma dan edema), dolor (rangsangan sakit karena rangsangan sensoris),

functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang

harus disertai satu syarat lagi yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam

syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik alergik

maupun non-alergik.

Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non-

alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh

karena itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua kedaan tersebut.

Laporan Kasus II Page 16

Page 17: Asma evan

Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dengan jalur saraf

autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah APC

(Antigen Presenting Cells =Sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil

olahan alergen akan dikomunikasikan pada sel Th (T. Penolong). Sel T

penolong inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau

sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti

mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit

untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin,

prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF),

bradikinin, tromboxan (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran

sehingga menyebabkan peningkatan dinding permeabilitas vaskuler, edema

saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis subepitel

sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non-

alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf

autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.

3.3.2 Hiperereaktivitas Saluran Napas (HSN)

Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran

napas pasien asma sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan

(debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma

alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut diatas juga pasien sangat peka

terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi

sebagian lagi didapat. Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperreaktivitas

saluran napas.

Laporan Kasus II Page 17

Page 18: Asma evan

Berbagai keadaan yang dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas

seseorang yaitu :

1. Inflamasi saluran napas

Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan

erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa

intervensi pengobatan dengan anti-inflamasi dapat menurunkan derajat

HSN dan gejala asma.

2. Kerusakan epitel

Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma

kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini

akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta

mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah

terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator

yang dapat bersifat bronkodilator. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan

mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.

3. Mekanisme neurologis

Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis.

4. Gangguan intrinsik

Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga

berperan pada HSN. Mula-mula akibat kepekaan yan berlebihan dari

serabut-serabut nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di

dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir melalui satu

Laporan Kasus II Page 18

Page 19: Asma evan

refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga

langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus.6

5. Obstruksi saluran napas

Meskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran napas diduga ikut berperan

pada HSN.7

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Spirometri

Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah

melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan

sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer)

golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP1 sebanyak ≥ 12% atau (≥ 200 ml)

menunjukan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari ≥ 12% atau (≥ 200 ml)

tidak berarti bukan asma.1,5

3.4.2 Uji Provokasi bronkus

Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukan adanya hipereaktivitas

bronkus dilakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin

metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin.1

Laporan Kasus II Page 19

Page 20: Asma evan

3.3.3. Radiologis

Pada gambaran radiologis diluar serangan biasanya hasilnya dalam batas normal.

Selain itu, kadang-kadang juga dapat ditemukan adanya gambaran bronkhitis, hal ini

menunjukkan adanya peradangan pada bronkus. Selain itu, pemeriksaaan ini dilakukan

untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan

terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,

pneumomediastinum, atelektasis dan lain-lain.1,5

3.3.4. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah biasanya ditemukan peningkatan eosinofil dan Ig E total

tetapi pada umumnya bersifat normal.

3.5. Terapi

Tujuan terapi adalah :

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.

2. Mencegah kekambuhan.

3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin.

4. Menghindari efek samping obat asma.

5. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.

Yang termasuk obat antiasma adalah :

Laporan Kasus II Page 20

Page 21: Asma evan

1. Bronkodilator

a. Agonis β 2

Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan

fenoterol memiliki lama kerja 4 – 6 jam, sedangkan agonis β 2 long acting

bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol, dan lain

– lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang

sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan

pemberiannya lokal.

b. Metilxantin

Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan

dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan

dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.

c. Antikolinergik

Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsik dari saluran nafas.

2. Antiinflamasi

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi

dan profilaksis.

a. Kortikosteroid.

b. Natrium kromolin (sodium chromoglycate) merupakan antiinflamasi

nonsteroid.

Terapi awal, yaitu :

1. Oksigen 4 – 6 liter/menit.

2. Agonis β2 (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg),

inhalasi nebulas dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam.

Pemberian agonis β2 dapat secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25

mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5% dan diberikan perlahan.

Laporan Kasus II Page 21

Page 22: Asma evan

3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12

jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tidak ada respons segera atau

pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

Terapi pada asma bronkiale menurut klasifikasi GINA dapat dilihat pada

Tabel dibawah ini :

Derajat asma Obat Pengontrol Obat pelegaAsma Persisten Tidak Perlu - Bronkodilator aksi singkat

yaitu inhalasi β2- Intensitas pengobatan

tergantung berat eksaserbasi

- Inhalasi agonis β2 atau kromolin dipakai sebelum aktivitas atau pajanan alergen

Asma Persisten ringan

- Inahalasi kortikosteroid 200-500 mikrogram/kromolin,nedokromolin atau teofilin lepas lamabat

- Bila perlu ditingkatkan sampai 800 mikrogram atau ditambahkan bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam dapat diberikan agonis β2 aksi lama inhalasi atau oral teofilin lepas lamabat.

Inhalasi agonis β2 aksi singkat bila perlu melebihi 3-4 x sehari

Asma Persisten sedang

- Inhalasi kortikosteroid 800-2000 mikrogram

- Bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam, berupa agonis β2 aksi lama inhalasi atau oral teofilin lepas lambat

Inhalasi agonis β2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 3-4 x sehari

Asma Persiten berat

- Inhalasi kortikosteroid 800-2000 mikrogram

- Bronkodilator aksi lama, berupa agonis β2 inhalasi atau oral teofilin lepas lambat

- Kortikosteroid jangka panjang

Inhalasi agonis β2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 3-4 x sehari

Laporan Kasus II Page 22

Page 23: Asma evan

3.6. Tabel Kasus

No. Teori Penemuan Pada Pasien1. Anamnesis :

- Gejala hampir setiap hari - Menggunakan obat setiap

hari - Serangan mengganggu

aktivitas dan tidur - Serangan 2x/minggu, bisa

berhari – hari. 1,5

- Mengucapkan beberapa kalimat saat serangan

- Gejalanya juga hampir setiap hari dirasakan

- Menggunakan obat neo napacin untuk meredakan gejala

- Serangan memburuk pada saat beraktivitas terutama mengangkut ikan

- Serangannya 2 -3 x/ minggu- Pada saat serangan pasien sulit

berbicara hanya bisa mengucapkan beberapa kalimat

2. Pemeriksaan Fisis :

- Ekspirasi memanjang, - Mengi

- Hiperinflasi dada,

- Pernapasan cepat sampai sianosis

- Pada pasien asma yang derajat sedang sampai berat biasanya ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan.1,4,8

- Ekspirasi memanjang- Mengi dan ronki pada kedua

lapangan paru- Hiperinflasi pada dada tidak

ditemukan - Frekuensi pernapasan meningkat

(RR : 32x/menit) tapi tidak sianosis- Penggunaan otot bantu pernapasan

berupa retraksi supraklavikular dan retraksi suprasternal.

- Ronki pada pasien ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi sekunder ( pneumonia atipikal)

3. Pemeriksaan Penunjang :

1. LaboratoriumPemeriksaan darah biasanya ditemukan peningkatan eosinofil dan Ig E total tetapi pada

Pemeriksaan Penunjang yang dijumpai pada pasien, yaitu sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Laboratorium pada pasien dalam batas normal, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap eosinofil maupun kadar Ig E total

Laporan Kasus II Page 23

Page 24: Asma evan

umumnya bersifat normal.1,5

2. SpirometriPada Asma Bronkiale Persisten sedang ditemukan VEP1 atau APE > 60 % tetapi ≤ 80 % normal.1,4,5

3. Foto ToraksPada gambaran radiologis diluar serangan biasanya dalam hasilnya batas normal. Selain itu, kadang-kadang juga dapat ditemukan adanya gambaran bronkhitis, hal ini menunjukkan adanya peradangan pada bronkus. Dapat juga dijumpai adanya komplikasi seperti penumotoraks, pneumediastinum, atelektasis dan lain-lain.1,4,5

4. Uji Provokasi BronkusJika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukan adanya hipereaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan dengan histamin metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin.1,5

Ket: untuk mendiagnosis adanya infeksi sekunder (pneumonia atipikal) diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut1. Foto thoraks2. Pada DL : ditemukan adanya

leukositosis menandai adanya infeksi, lekosit rendah/ normal dapat disebabkan oleh virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit,orang tua atau lemah.

2. Pada pasien, spirometri tidak dikerjakan

3. Pada pasien, pemeriksaan foto toraks tidak dikerjakan

4. Pada pasien, uji provokasi bronkus tidak dikerjakan

1. Tidak dikerjakan2. Pada pasien ini leukositnya

normal

Laporan Kasus II Page 24

Page 25: Asma evan

Leukopenia menunjukkan depresi imunitas

3. Kultur kuman (sputum)4. Titer antibodi dan analisis gas

darah3. Tidak dilakukan4. Tidak dilakukan

4. Terapi :

Pada Asma bronkiale persisten sedang diintervensi dengan :1,3,4,5 1. Obat Pengontrol

- Inhalasi kortikosteroid 800- 2000 mikrogram

- Bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam, berupa agonis β2aksi lama inhalasi atau oral teofilin lepas lambat

2. Obat PelegaInhalasi β2 aksi singkat bila perlu tidak melebihi 3-4x sehari

Untuk infeksi sekundernya (pneumonia atipikal) dapat diberikan antibiotik

Terapi :Pada pasien ini diterapi dengan :

- IVFD Nacl 0,9 % + drip aminofilin 1 ½ ampul (8 tpm)

- Injeksi metilprednisolon 2 x 125 mg/iv

- Salbutamol 3 x 4 mg

- Ceftriakson 1 x1 gr i.v

BAB IV

PENUTUP

Laporan Kasus II Page 25

Page 26: Asma evan

Telah saya laporkan sebuah kasus, laki-laki 46 tahun masuk tanggal 25

September 2012 dengan diagnosis Asma Bronkiale Persisten Sedang dengan terapi :

02 2-3 l/mnt

IVFD Nacl 0,9 % + drip aminofilin 1 ½ ampul (8 tpm).

Ceftriakson 1 x1 gr/iv

Salbutamol 3 x 4 mg

Injeksi metilprednisolon 2 x 125 mg/iv

Metilprednisolon 2 x 4 mg (Obat ini diberikan sebagai obat kontrol pada saat

pasien pulang).

Keadaan pasien telah stabil dan diperbolehkan pulang pada tanggal 17 Juli

2012. Selanjutnya pasien diminta untuk kontrol ke Poli Penyakit Dalam guna

mendapat terapi lanjutan dari penyakit yang diderita.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Kasus II Page 26

Page 27: Asma evan

1. Heru Sundaro, Sukamto. 2009. Asma Bronkiale dalam Sudoyo Aru W, dkk. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 404-13

2. Fauci, Braunwald, Kasper, dkk. 2008. Asma Bronkiale dalam Buku Harrison

Manual Kedokteran Jilid I. Jakarta : Karisma Publishing Group. Hal.305-7

3. Edward Ringel. 2012. Asma dalam Buku Saku Hitam Kedokteran Paru. Jakarta :

EGC. Hal. 147-67

4. Aziz Rani dkk. 2007. Asma Bronkiale dalam Buku Panduan Pelayanan Medik.

Jakarta : PT. Indeks. Hal. 291-93

5. Iris Rengganis. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkial Dalam

Majalah Kedokteran Indonesia, Volum.58, Nomor : 11, Nopember 2008

6. Herdin Sibuea dkk. 2005. Asma Bronkiale Dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam

Cetakan Kedua. Jakarta : Rhineka Cipta. Hal : 53-65

7. W.M. Lorraine. 1995. Penyakit Pernafasan Obstruktif Dalam A.P Sylvia, dkk,

Patofisiologi, Jilid II, Edisi 4. Jakarta : EGC. Hal 689-91.

8. Lynn Bickley, Peter Szilagyi. 2009. Toraks Dan Paru dalam Buku Ajar

Pemeriksaan Fisik Dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 8. Jakarta : EGC.

Hal. 246-7

Laporan Kasus II Page 27