Upload
abu-hudzaifah
View
167
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PENGUJIAN BAHAN ASPAL
2.1 Penetrasi Bahan-Bahan Bitumen
Standar uji: SK. SNI. 06 – 2456 - 1991
2.1.1 Pendahuluan
Penggunaan aspal dalam perkerasan jalan, disesuaikan dengan
kebutuhannya serta sifat penetrasi dari aspal yang bersangkutan. Suatu aspal yang
menggunakan nilai penetrasi yang besar belum tentu menghasilkan hasil yang
baik. Oleh karena itu, penggunaan aspal harus menyesuaikan dengan situasi,
kondisi, dan jenis perkerasan yang akan dipakai. Aspal biasanya mempunyai
angka penetrasi 60/70; 80/100 dan 100/120. Semakin besar angka penetrasi maka
semakin lembek aspal tersebut.
2.1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi
bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan cara menusukkan jarum
ukuran 1 mm, beban 50 gram, setiap 5 detik ke dalam bitumen pada suhu tertentu.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan angka penetrasi
dari aspal keras yang diuji. Kemudian angka penetrasi ini digunakan untuk
menentukan beban maksimum kendaraan yang masih diijinkan melalui jalan yang
ditinjau supaya tidak terjadi kerusakan jalan.
2.1.3 Bahan dan Peralatan
Bahan:
1) Aspal keras yang akan digunakan pada pembuatan campuran aspal
panas tipe AC.
2) Air.
I-1
Peralatan:
1) Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun
tanpa gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
2) Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi.
3) Pemberat dari (50±0,05) gram dipergunakan untuk pengukuran
penetrasi dengan beban 50 gram.
4) Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44oC atau HRC 54
sampai 60. Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
5) Cawan contoh harus terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder
6) Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml dan tinggi yang
cukup untuk merendam benda uji tanpa gerak.
7) Pengukur waktu. Saat pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan
stopwatch dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang dari
kesalahan tertinggi 0,1 detik. Sedangkan pengukuran penetrasi dengan
alat otomatis kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik.
8) Termometer.
2.1.4 Penyiapan Benda Uji
Contoh dipanaskan perlahan-lahan serta diaduk hingga cukup cair untuk
dapat dituangkan. Pemanasan contoh untuk tidak lebih dari 60oC di atas titik
lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Diaduk perlahan-lahan
agar udara tidak masuk ke dalam contoh. Setelah contoh cair merata dituangkan
kedalam tempat contoh dan dibiarkan hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat
tersebut tidak kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Benda uji ditutup
agar bebas dari debu dan didiamkan pada suhu ruang selama 1 sampai 1,5 jam
untuk benda uji kecil dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji besar.
II-2
2.1.5 Prosedur Pengujian
1) Benda uji diletakkan ke dalam tempat air yang kecil yang telah berada
pada suhu yang ditentukan dan didiamkan dalam bak tersebut selama
1 sampai 1,5 jam.
2) Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan baik
kemudian jarum penetrasi dibersihkan dengan toluene atau pelarut
lain lalu jarum tersebut dikeringkan dengan lap bersih dan dipasang
pada pemegang jarum.
3) Pemberat 50 gram diletakkan di atas jarum sehingga beban sebesar
(100 ± 0,1) gram diperoleh.
4) Tempat air dipindahkan ke bawah alat penetrasi.
5) Arloji penetrometer diputar kemudian angka penetrasi yang berhimpit
dengan jarum penunjuk dibaca dan pencatatannya dibulatkan hingga
angka 0,1 mm terdekat.
6) Jarum diturunkan perlahan-lahan hingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji. Kemudian diatur angka 0 di arloji
penetrometer, sehingga jarum penunjuk berhimpit dengannya.
7) Pemegang jarum dilepaskan dan serentak dijalankan stopwatch selama
jangka waktu (5 ± 0,1) detik.
8) Pekerjaan sampai dengan di atas dilakukan sebanyak 10 kali untuk
benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan
berjarak satu sama lain dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
II-3
2.1.6 Data Hasil Pengujian
Tabel 2.1 Pemeriksaan Penetrasi(AASHTO T – 49 – 68)
Pembukaan Contoh
Contoh dipanaskan Pembacaan Waktu Pembacaan suhu oven temperatur 110oC
Mulai jam : 14.00
Selesai jam :14.30
MendinginkanContoh
Didiamkan pada suhu ruangMulai jam : 14.30Selesai jam : 14.40
Mencapai suhu pemeriksaan
Direndam pada suhu 25oC
Pembacaan suhu waterbath temperatur 25oC
Mulai jam : 14.40
Selesai jam :15.00
Pemeriksaan Penetrasi pada suhu 25oC
Pembacaan suhu penetrometertemperatur 25oC
Mulai jam : 15.00
Selesai jam :15.30
Waktu dan pemeriksaan penetrasi aspal disampaikan pada tabel 2.1
II-4
Tabel 2.2 Data Hasil Penetrasi
Penetrasi pada suhu 25oC
100 gram 5 dtk
Penetrasi (mm)
1
Penetrasi (mm)
2
Pengamatan : 1
2
3
4
5
75
74
54
80
81
73
62
72
77
75
Rata – rata (mm) 72,8 71,8
Rata – rata (mm) 72,3
Data hasil percobaan penetrasi aspal disampaikan pada tabel 2.2
2.1.7 Perhitungan dan Analisis Data
Mencari rata-rata nilai penetrasi dari percobaan diatas adalah sebagai
berikut:
Nilai penetrasi rata-rata 1
= 72,8 mm
Nilai penetrasi rata-rata 2
= 71,8 mm
Nilai rata – rata
= 72,3 mm
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai penetrasi aspal
sebesar 72,3 mm, angka penetrasi ini didapatkan dari hasil rata-rata penetrasi dua
sample. Hal ini sesuai dengan penetrasi 60/70 dengan angka penetrasi antara 60
mm sampai 79 mm. Aspal dengan penetrasi 60/70 digunakan untuk jalan
bervolume tinggi dan daerah panas sehingga didapatkan stabilitas yang tinggi.
II-5
Tabel 2.3 Tabel Koreksi
Hasil Penetrasi 0 - 49 50 - 149 150 - 249 250 – 500
Toleransi 2 4 12 20
Toleransi hasil pemeriksaan penetrasi aspal disampaikan pada tabel 2.3
Dari data hasil percobaan diketahui nilai penetrasi terendah sebesar 54 dan
yang tertinggi 81. Ini berarti nilai selisih kedua sampel adalah sebesar 27 mm dan
melampaui angka toleransi yang diijinkan yaitu 4 mm (Tabel 2.3). Hal ini
mungkin dikarenakan jarum pada penetrometer yang masih kotor. Bisa juga
disebabkan adanya debu yang terkandung dalam aspal.
2.1.8 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai penetrasi aspal
sebesar 72,3 mm. Hal ini berarti aspal tersebut dalam jenis aspal dengan penetrasi
60/70 dengan batas angka penetrasi antara 60 mm sampai 79 mm.
2.1.9 Saran
1) Pastikan suhu ruangan 25o agar mendapatkan hasil yang sesuai atau
mendekati spesifikasinya.
2) Jarum juga perlu dijaga kebersihannya, karena apabila jarum kotor atau
aspal masih tersisa pada jarum, maka penurunan jarum tidak maksimal.
3) Pastikan saat melepas jarum penetrometer serentak dengan
dijalankannya stopwacth selama jangka waktu (5 ± 0,1) detik.
II-6
2.2 Titik Lembek Aspal
Standar uji :
(SNI 06-2434-1991)
2.2.1 Pendahuluan
Nilai titik lembek aspal diambil dari suhu pada saat bola baja dengan berat
tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin dalam
ukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di
bawah cincin pada ketinggian 25,4 mm sebagai akibat pemanasan pada suhu
tertentu.
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian
mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan
jalan.
2.2.2 Maksud dan Tujuan
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan angka titik lembek aspal
yang berkisar 30oC sampai 200oC.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kualitas aspal yang akan
digunakan pada jalan tertentu berdasarkan nilai titik lembeknya dengan meninjau
faktor beban kendaraan dan suhu daerah setempat.
2.2.3 Bahan dan Peralatan
Bahan :
1) Aspal keras
2) Air
3) Batu es
Peralatan :
1) Termometer
2) 2 Buah cincin kuningan
3) 2 Buah bola baja, diameter 9,53 mm, berat 3,45 – 3,55 gram.
4) 2 Pengarah bola
II-7
5) Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter dalam 8,5
cm dengan tinggi sekurang-sekurangnya 12 cm
6) Dudukan benda uji
7) Pemanas
8) Stopwatch
2.2.4 Penyiapan Benda Uji
1) Contoh dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk terus-menerus hingga
cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan dengan perlahan-
lahan agar gelembung-gelembung udara tidak masuk. Setelah cair
merata contoh dituangkan kedalam dua buah cincin. Suhu pemanasan
aspal tidak melebihi 111oC di atas titik lembeknya. Waktu untuk
pemanasan aspal tidak melebihi 2 jam.
2) Cincin dipanaskan sampai mencapai suhu tuang sampel dan kedua
cincin diletakkan di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari
campuran talc dan glycerin.
3) Contoh dituangkan kedalam cincin dan didiamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8oC di bawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 30 menit.
4) Setelah dingin, permukaan contoh diratakan dalam cincin dengan pisau
yang telah dipanaskan.
2.2.5 Prosedur Pengujian
1) Bejana gelas diisi dengan air yang dicampur dengan batu es
sehingga mencapai suhu (51)oC dengan tinggi permukaan air berkisar
antara 101,6 – 108 mm.
2) Dua pengarah bola dipasang diatas masing masing benda uji
3) Letakkan dua bola baja di tengah-tengah pengarah bola tersebut.
II-8
4) Kedua benda uji dipasang dan diatur di atas dudukan benda uji.
Kemudian seluruh peralatan tersebut dimasukkan ke dalam bejana gelas
yang telah terisi air dan batu es.
5) Termometer diletakkan di antara kedua benda uji. Jarak antara
permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji diperiksa dan diatur
sehingga menjadi 25,4 mm.
6) Baja di dalam bejana gelas dipanaskan hingga kenaikan suhu 5oC
per menit. Kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan
pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Perbedaan
pemanasan tidak boleh melebihi 0,5oC untuk 3 menit yang pertama.
2.2.6 Data Hasil Pengujian
Tabel 2.4 Pemeriksaan Titik Lembek
Pembukaan Contoh
Contoh dipanaskan
Pembacaan Waktu Pembacaan suhu
oventemperatur 110oC
Mulai jam : 14.00
Selesai jam : 14.20
MendinginkanContoh
Didiamkan pada suhu ruangMulai jam : 14.20
Selesai jam : 14.50
Mencapai suhu pemeriksaan
Direndam pada suhu 5oC Pembacaan suhu
lemari es temperatur 5oC
Mulai jam : 14.50
Selesai jam : 15.20
Pemeriksaan
Titik Lembek pada suhu 5oCMulai jam : 15.20
Selesai jam : 15.50
Pemeriksaan titik lembek disampaikan pada tabel 2.4
II-9
Tabel 2.5 Data Hasil Pengujian Titik Lembek
NoSuhu yang diamati
Waktu (menit)Titik Lembek ( o C )
o C o F I II
1 5 41 0 - -2 10 50 1 - -3 15 59 2 - -4 20 68 3 - -5 25 77 4 - -6 30 86 5 - -7 35 95 6 - -8 40 104 7 - -9 45 113 8 - -10 50 122 9 - -11 55 131 24 52 52
Data hasil pengujian titik lembek disajikan pada tabel 2.5
2.2.6 Perhitungan dan Analisis Data
Rata-rata nilai titik lembek dari percobaan diatas dapat diperoleh dari
perhitungan data pada tabel 2.5. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Nilai titik lembek rata – rata =
= 520C
2.2.7 Kesimpulan
Titik lembek aspal percobaan adalah 520 C berarti aspal tersebut terlelak
pada penetrasi 60/70 dengan titik lembek antara 48-58 oC. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa aspal tersebut memenuhi syarat sebagai bahan ikat campuran
aspal beton.
2.2.8 Saran
Pelaksanaan praktikum ini dibutuhkan ketelitian dalam pembacaan
termometer karena akan berpengaruh pada nilai analisis data yang akhirnya akan
mempengaruhi nilai titik lembek aspal tersebut.
II-10
2.3 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
Standar Spesifikasi:
1) (PA – 0303 – 76)
2) (AASHTO T – 48 – 74)
3) (ASTM D – 92 – 52)
2.3.1 Pendahuluan
Aspal memiliki titik nyala dan titik bakar yang menentukan seberapa
kuatnya aspal tersebut jika terpapar panas. Titik nyala adalah suhu pada saat
terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal, sedangkan titik
bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala pada suatu titik di permukaan aspal.
Jika sampai pada suhu 199 o C tidak terlihat titik nyala, berarti aspal tersebut telah
memenuhi syarat di mana titik nyala minimal untuk aspal penetrasi 60/70 adalah
200 oC.
2.3.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan titik nyala dan
titik bakar.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui bahwa setiap aspal
memiliki perbedaan suhu pada saat titik nyala dan titik bakar terlihat sehingga
dalam praktik di lapangan, pemanasan tidak boleh melebihi titik nyala dan titik
bakar.
2.3.3 Bahan dan Peralatan
Bahan:
1) Aspal keras
Peralatan:
1) Termometer
2) Cleveland open cup (cawan kuningan)
3) Pelat pemanas yang terdiri dari logam untuk melekatkan cawan
cleveland dan bagian atas dilapisi seluruhnya asbes setebal 0,6 cm
(1/4”)
II-11
4) Sumber pemanasan dari pembakaran gas yang tidak menimbulkan
asap atau nyala di sekitar bagian atau cawan.
5) Nyala penguji, yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan
Ø3,2 sampai 4,8 mm dengan panjang tabung 7,5 cm.
6) Stopwatch, untuk mengukur waktu kenaikan suhu tiap 5 oC.
7) Box, untuk menutupi bahan dan alat agar tidak tertiup angin dari
samping selama pengujian.
2.3.4 Penyiapan Benda Uji
1) Contoh aspal dipanaskan antara 148,9o – 176oC sampai cukup cair.
2) Kemudian cawan cleveland diisi sampai garis dan gelembung udara
yang ada pada permukaan cairan dihilangkan (dipecahkan).
2.3.5 Prosedur Pengujian
1) Cawan diletakkan di atas pelat pemanas dan sumber pemanas
diatur sehingga terletak di bawah titik tengah cawan.
2) Nyala penguji diletakkan dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik
tengah cawan.
3) Termometer ditempatkan tegak lurus di dalam benda uji dengan
jarak 6,4 mm di atas dasar cawan dan terletak pada garis yang
menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji.
Kemudian diatur sehingga poros termometer terletak pada jarak ¼
diameter cawan dari tepi.
4) Sumber pemanas dinyalakan dan diatur pemanasannya sehingga
kenaikan suhu menjadi (15±1)oC per menit sampai benda uji
mencapai 56oC di bawah titik nyala perkiraan.
5) Kemudian kecepatan pemanasan diatur 5o – 6o C per menit pada
suhu 56o dan 28oC di bawah titik nyala perkiraan.
6) Nyala penguji dinyalakan agar diameter nyala penguji tersebut
menjadi 3,2 sampai 4,8 mm
II-12
7) Nyala penguji diatur sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi
cawan ke tepi cawan) dalam waktu satu detik. Pekerjaan tersebut
diulangi sampai kenaikan 2oC.
8) Pekerjaan 6 dilanjutkan sampai terlihat nyala singkat pada suatu
titik di atas permukaan benda uji.
9) Suhu pada termometer dibaca dan dicatat.
2.3.6 Data Hasil Pengujian
Tabel 2.6 Pemeriksaan Titik Nyala
Pembukaan Contoh Contoh dipanaskan Pembacaan Waktu
Pembacaan suhu oventemperatur 110oC
Mulai jam : 14.24Selesai jam : 14.34
Menentukan Titik Nyala Kenaikan Suhu contoh
Penuangan contoh Pembacaan suhu penuangan temperatur 1100C
Mulai jam : 14.34Selesai jam : 14.20
Sampai 560C di bawah titik nyala
150C/menit50C/menit
s/d 60C/menitMulai jam : 14.20Selesai jam : 14.35Antara 560C s/d suhu 280CMulai jam : 14.35Selesai jam : 14.41
Waktu dan pemeriksaan titik nyala aspal disampaikan pada tabel 2.6
Tabel 2.7 Data Hasil Pengujian Titik Nyala
oC dibawah titik nyala Waktu oC Titik nyala56514641363126
174179184189194199204
-------
II-13
21161161
14:3414:35
14:35:3014:36
14:36:3014:37
14:37:1014:37:3014:37:5014:38:1014:38:2014:38:4014:39:1714:39:56
14:41
209214219224229245250254259264269274279284289294299
-----------------
Data hasil pengujian titik nyala disampaikan pada tabel 2.7
2.3.7 Analisis Data
Titik nyala terjadi minimal pada suhu ≥ 200 oC, dan titik bakar terjadi
berkisar ± 5 menit dari titik nyala. Dari hasil percobaan yang dapat dilihat pada
tabel 2.7, tidak terjadi titik nyala sampai pada suhu 299 oC, sehingga titik bakar
pun tidak terjadi.
2.3.8 Kesimpulan
Pada pengamatan sampai suhu 299 oC, tidak terjadi titik nyala. Dimana
syarat minimal terjadi sebesar 200 oC, sehingga aspal penetrasi 60/70 memenuhi
syarat.
2.3.9 Saran
Sebaiknya lebih teliti dalam melihat percikan yang ditimbulkan, karena
percikan yang terjadi hanya sekilas saja.
II-14
2.4 Pemeriksaan Daktilitas
Standar uji:
(RSNI M-04-2005)
2.4.1 Pendahuluan
Nilai daktilitas sangat berpengaruh dalam pengikatan agregat terhadap
campuran aspal panas. Aspal dengan nilai daktilitas tinggi akan mengikat butir-
butir agregat dengan lebih baik tapi akan lebih peka terhadap perubahan cuaca
dan suhu.
2.4.2 Maksud dan tujuan pengujian
Maksud dari pengujian ini adalah mengukur jarak terpanjang yang
dapat ditarik pada cetakan yang berisi aspal hingga putus, pada suhu 25oC
dengan kecepatan tarik 5 cm/detik.
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui nilai daktilitas aspal
dimana akan berpengaruh dalam pengikatan terhadap agregat pada campuran
aspal panas.
2.4.3 Bahan dan peralatan
Bahan:
1) Aspal keras
2) Glycerin
3) Air
Peralatan:
1) Termometer
2) Cetakan daktilitas kuningan
3) Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama
pengujian dengan ketelitian 0,1oC dan benda uji dapat direndam
sekurang-kurangnya 10 cm dibawah permukaan air. Bak tersebut
dilengkapi dengan pelat dasar yang berlubang diletakkan 5 cm dari
bak dasar perendam untuk meletakkan benda uji.
II-15
4) Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap
b) Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak
menimbulkan getaran selama pemeriksaan.
2.4.4 Penyiapan benda uji
1) Semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat dasar
dilapisi dengan campuran glycerin.
2) Contoh aspal kira-kira 100 gram dipanaskan sehingga menjadi cair
dan dapat dituang, untuk menghindarkan pemanasan setempat,
penuangan dilakukan dengan hati-hati. Pemanasan dilakukan
sampai suhu antara 80oC sampai 100oC di atas titik lembek, contoh
dituang kedalam cetakan dan diratakan.
3) Pada waktu cetakan diisi, contoh dituang hati-hati dari ujung
keujung hingga penuh berlebihan.
4) Cetakan didinginkan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit
kemudian benda uji dilepaskan dari plat dasar dan sisi-sisi cetakan.
2.4.5 Prosedur pengujian
1) Benda uji dipasang pada mesin uji dan benda uji ditarik secara
teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus.
Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan.
2) Jarak yang dibaca antara pemegang cetakan sampai pada saat
benda uji putus (dalam cm). Selama percobaan berlangsung benda
uji harus terendam sekurang-kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu
dipertahankan tetap (25 ± 9,5)oC.
II-16
2.4.6 Data hasil pengujian
Tabel 2.8 Pemeriksaan daktilitas
Pembukaan
Contoh
Contoh dipanaskan Pembacaan
Waktu
Pembacaan suhu oven temperatur
110oC
Mulai jam : 15.00
Selesai jam : 15.15
Mendinginkan
Contoh
Didiamkan pada
suhu ruang
Mulai jam : 15.20
Selesai jam : 16.30
Mencapai
suhu
pemeriksaan
Direndam pada
suhu 25oC
Pembacaan suhu waterbath
temperatur 25oC
Mulai jam : 16.30
Selesai jam : 16.50
Pemeriksaan Daktilitas pada
suhu 25oC
Pembacaan suhu alat temperatur
25oC
Mulai jam : 16.50
Selesai jam : 17.20
Pemeriksaan daktilitas disampaikan pada tabel 2.8
II-17
Tabel 2.9 Data hasil pengujian daktilitas
Daktilitas pada suhu 25oC
5 cm per menit
Pembacaan
pengukuran sampel
ke-1 pada alat
Pembacaan
pengukuran sampel
ke-2 pada alat
Hasil Pengamatan112 cm
(belum putus)
112 cm
(belum putus)
Hasil pengujian daktilitas disampaikan pada tabel 2.9
2.4.7 Perhitungan dan analisis data
Dari tabel 2.9 hasil pengujian daktilitas diperoleh nilai daktilitas aspal =
112 cm (belum putus).
Aspal dengan daktilitas tinggi memiliki kemampuan meminimalisasi
perubahan bentuk yang diakibatkan oleh beban lalu lintas. Karena semakin
tinggi daktilitas maka durabilitas pun akan semakin besar, sehingga aspal
menjadi lebih mempertahankan mutunya. Aspal dengan daktilitas besar akan
mengikat butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan
temperatur.
2.4.8 Kesimpulan
1) Dari kedua pengamatan didapat nilai daktilitas lebih besar dari 100
cm (112 cm). Hal ini berarti bahwa aspal tersebut memenuhi
persyaratan dimana untuk aspal dengan penetrasi 60/70 memiliki
daktilitas >100 cm.
2) Aspal dengan daktilitas tinggi, kelenturannya akan semakin besar
sehingga cocok untuk jalan dengan volume lalu lintas besar.
2.4.9 Saran
1) Pemeriksaan dilakukan dengan teliti dan minimal dilakukan dua
kali sehingga didapatkan hasil yang akurat.
2) Pada saat pemeriksaan, perhatikan sampel yang diuji dengan baik
karena air yang terdapat didalam bak perendam keruh (akibat
II-18
pemakaian berulang), sehingga sulit untuk melihat sampel dengan
jelas.
3) Dalam melakukan percobaan, usahakan suhu tetap pada suhu ruang
sehingga tidak mempengaruhi sampel.
II-19
2.5 Pemeriksaan Kelarutan Aspal dengan Karbon Tetra Klorida
Standar Uji:
RSNI M-04-2004
2.5.1 Pendahuluan
Kemurnian aspal adalah jumlah bitumen yang larut dalam Karbon Tetra
Klorida (CCL4), di mana semakin sedikit residu atau kotoran yang larut maka
kemurnian aspal makin tinggi.
Dalam penggunaan aspal sebagai material pengikat agregat sebaiknya
kemurnian aspal perlu diketahui. Sebab, kemurnian aspal turut menentukan
kualitas aspal dan dapat menentukan apakah aspal tersebut layak digunakan
atau tidak.
2.5.2 Maksud dan Tujuan Pengujian
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar bitumen yang larut
dalam karbon tetra klorida (CCl4), sehingga dapat diketahui kemurnian aspal.
Tujuan mengetahui kemurnian aspal untuk menentukan apakah aspal yang
diuji, layak digunakan atau tidak.
2.5.3 Bahan dan Peralatan
Bahan:
1) Bitumen cair
2) Karbon tetra klorida (CCL4)
Peralatan:
1) Kertas saring
2) Labu Erlenmeyer berkapasitas 250 ml
3) Tabung penyaring
4) Tabung karet untuk menyangga kertas saring
5) Oven
6) Neraca Ohauss.
II-20
2.5.4 Penyiapan Benda Uji
Bitumen cair dipanaskan hingga mencapai suhu 150oC. Pemanasan
bertujuan untuk memudahkan aspal melarut dalam CCL4. Bitumen diambil
seberat 2 gram.
2.5.5 Prosedur Pengujian
1) Labu Erlenmeyer ditimbang.
2) Benda uji dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sekaligus
ditimbang, seberat 2 gram. Kemudian didinginkan hingga suhunya
sama dengan suhu ruangan.
3) 100 ml karbon tetra klorida dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer,
sedikit demi sedikit hingga aspal terendam seluruhnya. Setelah itu,
labu Erlenmeyer digoyangkan hingga bitumen larut.
4) Kertas saring dioven terlebih dahulu kemudian ditimbang pada
neraca Ohauss.
5) Kertas saring dilipat hingga menyerupai corong, kemudian
diletakkan di atas tabung penyaring.
6) Larutan dari prosedur b dituangkan sedikit demi sedikit pada kertas
saring yang telah dipersiapkan, hingga menetes ke dalam tabung
penyaring.
7) Setelah larutan habis, kertas saring dimasukkan ke dalam oven
selama 20 menit pada 100oC hingga 125oC, kemudian ditimbang.
II-21
2.5.6 Data Hasil Pengujian
Pengujian ke-1
Berat erlenmeyer + aspal = 115,81 gr
Berat erlenmeyer kosong = 113,81 gr
Berat aspal = 2,00 gr
Berat kertas saring + endapan = 1,50 gr
Berat kertas saring kosong = 1,20 gr
Berat endapan = 0,30 gr
Tabel 2.10 Waktu pemeriksaan kelarutan dalam CCl4
Pembukaan contoh Kertas saring
dioven
Pembacaan
Waktu
Pembacaan
suhu oven
temperatur
110oCMulai jam : 14.45
Selesai jam : 15.25
Pemeriksaan : -Penimbangan
-Pelarutan
Mulai jam : 15.05
Selesai jam : 16.00
Penyaringan Mulai jam : 16.15
Selesai jam : 16.55
Pengeringan Mulai jam : 16.55
Selesai jam : 17.15
Penimbangan Mulai jam : 17.20
Selesai jam : 17.25
Waktu pada saat pelaksanaan pengujian dapat dilihat pada tabel 2.10
II-22
2.5.7 Perhitungan dan Analisis Data
Berat aspal = (berat erlenmeyer + aspal) –
(berat erlenmeyer kosong)
= 115,81 gr – 113,81 gr
= 2,00 gr
Berat endapan = (berat kertas saring + endapan) – (berat
kertas saring kosong)
= 1,50 gram – 1,20 gram
= 0,3 gram
Prosentase endapan = x100%
= 15 %
Prosentase aspal yang larut = 100 % - 15 %
= 85%
2.5.8 Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan kelarutan aspal dalam CCl4 diperoleh nilai
kelarutan CCl4 = 85 %. Berarti aspal tersebut tidak memenuhi syarat, di mana
aspal harus mempunyai nilai kelarutan minimal 99%.
2.5.9 Saran
Keakuratan hasil pemeriksaan kemurnian bitumen sangat bergantung
pada ketelitian neraca. Semakin baik tingkat ketelitian neraca, maka hasil yang
didapat semakin akurat. Sebaiknya menggunakan neraca dengan ketelitian
0,001 gram atau lebih.
Cara penyimpanan aspal perlu diperhatikan karena berpengaruh
terhadap kemurnian aspal. Sebaiknya menggunakan tempat yang tertutup dan
bebas dari pengaruh udara luar. Sehingga terhindar dari debu dan kotoran dari
lingkungan sekitar.
II-23
2.6 Pemeriksaan Berat Jenis Bitumen
Standar spesifikasi:
1) (AASHTO T-228-68)
2) (ASTM D-70-72)
2.6.1 Pendahuluan
Dalam penggunaan aspal sebagai material campuran aspal panas harus
benar-benar diketahui sifatnya, termasuk di antaranya berat jenis bitumen. Berat
jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan berat air suling
dengan isi yang sama dengan isi bitumen, pada suhu tertentu.
2.6.2 Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal dengan
menggunakan alat picnometer.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui apakah berat jenis aspal
memenuhi syarat yang ditentukan untuk digunakan dalam analisis campuran.
2.6.3 Bahan dan peralatan
Bahan:
1) Bitumen cair yang telah dipanaskan
2) Air suling
Alat:
1) Termometer
2) Dua buah picnometer
3) Timbangan
2.6.4 Prosedur Pengujian
1) Picnometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dalam keadaan
kosong. Kemudian dicatat berat picnometer kosong tersebut (A).
2) Picnometer tersebut diisi air hingga penuh dan ditutup rapat. Kemudian
picnometer dengan isi air tersebut ditimbang, dan dicatat beratnya (C).
II-24
3) Air di dalam picnometer dikeluarkan, kemudian picnometer tersebut
dibersihkan dan dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan
kandungan air di dalam picnometer.
4) Picnometer diisi dengan aspal yang sudah dipanaskan setinggi ± 3/4
bagian picnometer dan didiamkan hingga dingin selama ± 24 jam.
Kemudian ditimbang dan dicatat berat picnometer dan aspal tersebut (B).
5) Picnometer dengan ini aspal diisi air hingga penuh dan ditutup rapat.
Kemudian ditimbang dan catat berat picnometer + aspal + air (D).
2.6.5 Data hasil pengujian
Tabel 2.11 Pemeriksaan Berat Jenis Aspal
Pembukaan Contoh Contoh dipanaskan Pembacaan Waktu Pembacaan
suhu oven
temperatur
110oC
Mulai jam : 14.00
Selesai jam : 14.15
Mendinginkan
contoh
Didiamkan pada
suhu ruang
Mulai jam : 14.30
Selesai jam : 15.00
Mencapai suhu
pemeriksaan
Direndam pada
suhu 25oC
Pembacaan
suhu waterbath
temperatur 25oCMulai jam : 15.15
Selesai jam : 17.15
Pemeriksaan Berat jenis pada
suhu 25oC
Mulai jam : 17.30
Selesai jam : 18.00
Waktu dan pemeriksaan berat jenis aspal disampaikan pada tabel 2.11
II-25
2.12 Data Hasil Pengujian Berat Jenis Aspal
Sampel I II
Berat picnometer + contoh (B)
Berat picnometer kosong (A)
Berat contoh (1)
29,05 gr
16,5 gr
13,45 gr
29,6 gr
16,75 gr
12,85 gr
Berat picnometer + air (C)
Berat picnometer kosong (A)
Isi Air (2)
41,85 gr
16,5 gr
25,35 gr
40,90 gr
16,75 gr
24,15 gr
Berat picnometer + contoh + air (D)
Berat picnometer + contoh (B)
Isi Air (3)
42,00 gr
29,95 gr
12,05 gr
42,00 gr
26,6 gr
12,40 gr
Isi Contoh (2 - 3) 13,30 gr 11,75 gr
Berat Jenis I = (1)/(2 - 3)
Berat Jenis II = (1)/(2 - 3)
1,0113 gr/cc
1,0936 gr/cc
Rata- rata 1,0524 gr/cc
Data hasil pengujian berat jenis aspal disampaikan pada tabel 2.12
2.6.6 Perhitungan dan analisa data
A = Berat picnometer dengan penutup (gram)
B = Berat picnometer berisi aspal (gram)
C = Berat picnometer berisi air (gram)
D = Berat picnometer berisi aspal dan air (gram)
Sampel 1
Berat contoh (1) = B - A
= 29,05 – 16,5
= 13,45 gr
II-26
Isi air (2) =
=
= 25,35 cc
Isi air (3) =
=
= 12,05 cc
Isi contoh = (2) – (3)
= 25,35 – 12,05
= 13,30 cc
=
= 1,0113 gr/cc
Sampel 2
Berat contoh (1) = B – A
= 29,6 – 16,75
= 12,85 gr
Isi air (2) =
=
= 24,15 cc
Isi air (3) =
=
= 12,40 cc
Isi contoh = (2) – (3)
= 24,15 – 12,40
= 11,75 cc
II-27
=
= 1,0936 gr/cc
Berat Jenis Bitumen Rata-Rata = = 1,0524 gr/cc
Berdasarkan dari pengujian diperoleh nilai berat jenis rata – rata
bitumen sebesar 1,0524 gr/cc.
2.6.7 Kesimpulan
Dari pemeriksaan berat jenis aspal diperoleh berat jenis rata-rata 1,0524
gr/cc sehingga dapat disimpulkan bahwa aspal tersebut memenuhi syarat untuk
aspal penetrasi 60/70 yaitu minimal 1,0 gr/cc.
2.6.8 Saran
1) Penggunaan picnometer harus baik, yaitu dalam pemakaian tutup
picnometer jangan sampai tertukar karena akan mengurangi berat asli
picnometer tersebut.
2) Pembacaaan timbangan harus teliti agar didapatkan data yang tepat.
3) Prosedur praktikum dilakukan secara urut dan hati-hati dalam
pelaksanaannya.
II-28