12
Aspek Medikolegal Transplantasi Organ Dasar Hukum Transplantasi Organ Transplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien) 10 . Di beberapa negara yang telah memiliki Undang- Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja 6 . Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan 11 .

Aspek Medikolegal Transplantasi Organ

Embed Size (px)

Citation preview

Aspek Medikolegal Transplantasi OrganDasar Hukum Transplantasi OrganTransplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien)10. Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja6.Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan11.Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhcm penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat11.Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan11.Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan11.

Prosedur PelaksanaanPeraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang pelaksanaan transplantasi organ adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pelaksanaan transplantasi diatur dalam Pasal 34 yang berbunyi2,11: Pasal 34 Ayat (1): Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu11.Pasal 34 Ayat (2): Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya11.Pasal 34 Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah11.Pada Peraturan Pemerintah tersebut, transplantasi diatur dalam Pasal 10, 14, 15, 16, 17, dan 18 2, Pasal-pasal tersebut yaitu:Pasal 10 berbunyi: Transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal2.Pasal 14 berbunyi: Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga dekat2.Pasal 15 berbunyi: Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut2. Pada Pasal 10,14, dan 15 tersebut diatas diatur tentang informed consent baik pada donor hidup maupun donor jenazah. Untuk transplantasi dengan donor hidup, maka harus diberikan informed consent harus diberikan diatas kertas bermaterai disaksikan oleh dua orang saksi, hal ini sesuai dengan Pasal 13 PP No. 18 Tahun 1981. Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa yang berhak sebagai saksi2. Sebelum seseorang memutuskan menjadi donor hidup, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang akan dihadapinya, selain itu orang tersebut tidak boleh mengalami tekanan psikologi2. Sehingga yang dapat menjadi donor hidup adalah seseorang yang sudah berhak melakukan perbuatan hokum, yaitu apabila sudah cukup umur dan sehat akalnya. Menurut hukum perdata di Indonesia, seseorang dikatakan sudah cukup umur jika sudah berumur 21 tahun atau sudah menikah6. Sedangkan untuk komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia lainnya diatur dalam Pasal 16 dan 17.Pasal 16 berbunyi: Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi2.Pasal 17 berbunyi: Dilarang memperjualbelikan alat dan atau jaringan tubuh manusia2.Sedangkan pada Pasal 18 diatur tentang pengiriman organ dan atau jaringan tubuh manusia dari dan ke luar negeri.Pasal 18 berbunyi: Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam segala bentuk ke dan dari luar negeri2. Peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1981 ini dibuat jauh sebelum Undang-Undang tentang Kesehatan yaitu UU No. 23 Tahun 1992 sehingga tidak ditemukan penjelasan yang yang rinci mengenai transplantasi organ dan komersialisasinya2.

2.4.3 Sangsi Yang Berkaitan Dengan Transplantasi OrganAdanya ketimpangan yang cukup besar antara ketersediaan dengan kebutuhan organ memungkinkan timbulnya berbagai pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Masalah komersialisasi organ, kurangnya informed consent, serta pelaksana yang tidak berkompeten dan membahayakan kesehatan donor2. Komersialisasi organ tubuh manusia merupakan tindak pidana dan tindakan tersebut merupakan delik biasa sehingga tanpa adanya laporan dari masyarakat, aparat kepolisian tetap mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Hal ini merupakan suatu bentuk perlindungan hukum dari negara terhadap rakyatnya2. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tidak merumuskan mengenai definisi jual beli organ dan atau jaringan tubuh manusia. Namun pada Undang-Undang tersebut tercantum pasal tentang larangan jual beli organ dan atau jaringan tubuh manusia, yaitu Pasal 33 Ayat (2) yang berbunyi: Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial11. Proses awal untuk melengkapi Undang-Undang Kesehatan, khususnya Pasal 33Ayat (2), perlu dirinci dalam Peraturan Pemerintah yang merumuskan secara tegas apa yang dimaksud pengalihan organ tubuh manusia, kemanusiaan, komersial dan unsur kesengajaan. Jika batasan dari keempat unsur tersebut sudah jelas, maka upaya penegakan hukum bisa lebih luwes dilakukan sehingga apa yang tercantum pada Pasal 80 Ayat (3) bisa diterapkan. Pasal 80 Ayat (3) berbunyi: Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersil dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud Pasal 33 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000,00(tiga ratus ribu rupiah)11. Jika ditinjau dari sudut orabg yang akan melakukan transplantasi, maka berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tercantum hukuman bila melakukan transplantasi tanpa keahlian ataupun dengan unsure kesengajaan seperti yang diatur dalam Pasal 81 Ayat (1), yang berbunyi: Barang siapa yang tanpa keahlian dengan sengaja: a. melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)11. Sedangkan pada Pasal 81 Ayat (2) berbunyi: Barang siapa dengan sengaja: a. mengambil organ dari donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2): dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)11. Jika sampai terjadi kematian karena tindakan seperti yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas, maka UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengatur dalam Pasal 83 yang berbunyi: Ancaman pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80, 81 dan 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian11. Sedangkan pada Pasal 85 Ayat (1) dijelaskan bahwa pelanggaran seperti uang disebutkan diatas merupakan tindakan kejahatan. Pasal ini berbunyi: Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80,81 dan 82 adalah kejahatan11.

Transplantasi Organ dari Segi Agama1. Transplantasi Organ dari Segi Agama IslamDidalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :a) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih HidupDalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Quran :1. Al Baqorah ayat 195 dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan 2. An Nisa ayat 29 dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri 3. Al Maidah ayat 2 dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

b) Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggalSebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

Seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari Aisyah Ummul Muminin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).Imam Ahmad meriwayatkan dari Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu ! Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup. (Diansiljian, 2011)

2. Transplantasi Organ dari Segi Agama KristenDi alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh, selama niatnya tulus dan tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (nyawa orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi bila si pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena saat kita masih hidup organ tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ tubuh jasmani kita. (Diansiljian, 2011)

3. Transplantasi Organ dari Segi Agama KatolikGereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita, asal saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati artinya bukan mati secara medis yaitu otak kita yang mati, seperti koma, vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita dalam keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain dengan menjadi donor. (Diansiljian, 2011)Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti donor darah, sum-sum, ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk melakukannya. Sedangkan menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana donor tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat Katolik wajib untuk dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi kita harus menunggu sampai si donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti tidak ada halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ. (Diansiljian, 2011)

4. Transplantasi Organ dari Segi Agama BudhaDalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini. (Diansiljian, 2011)

5. Transplantasi Organ dari Segi Agama HinduMenurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifatlogis dijumpai dalam kitab BhagawadgitaII.22 sebagai berikut: Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naroparani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna. (Diansiljian, 2011)