20
Page 1 of 20 JASA FREIGHT FORWARDING DALAM ASPEK PAJAK PENGHASILAN Ahmad Yusuf (2) Birochi Puspo Raharjo (7) Indriani Natasya (17) Rahmat Stiady (22) Tigor Ramadhan Lubis (27) Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai jasa freight forwarding dan bagaimana proses pengenaan pajak penghasilannya apabila ditinjau dari peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia. Keywords : freight forwarding, peraturan, pajak penghasilan + I. Pendahuluan Istilah freight forwarding pertama kali disebut di Amerika Serikat pada tahun 1942 dalam Freight Forwarders Act, 1942. Kegiatan usaha freight forwarding sudah dimulai sejak tahun 1930 oleh beberapa forwarder yang melayani jasa pengangkutan di darat dan di air dan hanya melayani pengangkutan domestik. Menurut Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) dalam jurnalnya yang berjudul Some Problems of Freight Forwarders menyebutkan pengertian freight forwarding adalah sebagai berikut “Freight forwarders or freight forwarding company are the companies engaged in consolidation of small lots of less-than-carload or less-than-truckload freight from shippers, either at their depots or through the pickup services maintained by motor carriers; the forwarding of the consolidated shipments via the services of railroads, steamship lines, or motor truck carriers, usually in carload or truckload lots to destination; and the distribution of the goods to the individual consignees of the small lots at the depots or by motor carrier distributing services.” Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa perusahaan freight forwarding adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si pembeli. Freight Forwarding nasional pada pertengahan tahun 1970-an sudah ada di Indonesia walaupun masih dalam bentuk kelompok-kelompok atau associate member. Pada tahun 1977– 1978 beberapa perusahaan freight forwarding nasional yang secara mandiri melakukan kegiatan jasa freight forwarding. Kemudian pada tanggal 16 Juli 1980 dengan mendapat bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jendral perdagangan Luar negeri – Departement perdagangan ( Dirjen, Deplu , Deperdag ) maka diberikan ijin operasi kepada 15 perusahaan freight forwarding di Indonesia . Karena dinilai sangat pesat, didirikannya Indonesian Freight Forwarder Association di singkat INFFA yang resmi di akui pemerintah RI yang beranggotakan 60 perusahaan freight forwarding yang ada di Indonesia yang pada akhirnya diakui sah sebagai anggota FIATA pada tahun 1981.

Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PPN

Citation preview

Page 1: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 1 of 20

JASA FREIGHT FORWARDING DALAM ASPEK PAJAK PENGHASILAN

Ahmad Yusuf (2) Birochi Puspo Raharjo (7)

Indriani Natasya (17) Rahmat Stiady (22)

Tigor Ramadhan Lubis (27) Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan informasi mengenai jasa freight forwarding dan

bagaimana proses pengenaan pajak penghasilannya apabila ditinjau dari peraturan

perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Keywords : freight forwarding, peraturan, pajak penghasilan

+

I. Pendahuluan

Istilah freight forwarding pertama kali disebut di Amerika Serikat pada tahun 1942 dalam

Freight Forwarders Act, 1942. Kegiatan usaha freight forwarding sudah dimulai sejak tahun 1930

oleh beberapa forwarder yang melayani jasa pengangkutan di darat dan di air dan hanya

melayani pengangkutan domestik. Menurut Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) dalam

jurnalnya yang berjudul Some Problems of Freight Forwarders menyebutkan pengertian freight

forwarding adalah sebagai berikut

“Freight forwarders or freight forwarding company are the companies engaged in consolidation of small lots

of less-than-carload or less-than-truckload freight from shippers, either at their depots or through the pickup

services maintained by motor carriers; the forwarding of the consolidated shipments via the services of

railroads, steamship lines, or motor truck carriers, usually in carload or truckload lots to destination; and the

distribution of the goods to the individual consignees of the small lots at the depots or by motor carrier

distributing services.”

Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa perusahaan freight forwarding adalah

perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari

kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi

pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang

diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si

pembeli.

Freight Forwarding nasional pada pertengahan tahun 1970-an sudah ada di Indonesia

walaupun masih dalam bentuk kelompok-kelompok atau associate member. Pada tahun 1977–

1978 beberapa perusahaan freight forwarding nasional yang secara mandiri melakukan

kegiatan jasa freight forwarding. Kemudian pada tanggal 16 Juli 1980 dengan mendapat

bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jendral perdagangan Luar negeri – Departement

perdagangan ( Dirjen, Deplu , Deperdag ) maka diberikan ijin operasi kepada 15 perusahaan

freight forwarding di Indonesia . Karena dinilai sangat pesat, didirikannya Indonesian Freight

Forwarder Association di singkat INFFA yang resmi di akui pemerintah RI yang beranggotakan

60 perusahaan freight forwarding yang ada di Indonesia yang pada akhirnya diakui sah sebagai

anggota FIATA pada tahun 1981.

Page 2: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 2 of 20

Dalam perkembangan volume perdagangan Indonesia semakin meningkat sehingga

memerlukan perusahaan jasa angkutan yang betul-betul dapat dapat menunjang kegiatan

ekspor komoditi Indonesia ke luar negeri, pada tanggal 25 Juli 1989 terjadilah peleburan antara

beberapa assosiasi yang bergerak dalam bidang pengurusan barang export – import yang terdiri

dari INFAA ( Indonesia Freight Forwarder Association ) GAVEKSI ( Gabungan Veem dan

Ekspedisi Seluruh Indonesia = EMKL ) – EMPU ( Espedisi Muatan Pesawat Udara = EMKU ) ,

yang menjadi INFA ( Indonesia Forwarder association ) atau GAFEKSI (Gabungan Freight dan

Ekspedisi Seluruh Indonesia ) yang diresmikan oleh menteri Perhubungan pada dengan jumlah

anggota pada saat itu 288 anggota dan pada tahun 2011 telah mencapai 1800 perusahaan yang

tersebar berbagai daerah di Indonesia dengan pembinaan dari Departement Perhubungan RI.

Pengertian jasa freight forwarding di Indonesia disebut didalam Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988 yaitu:

“kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua

kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut,

dan darat, dengan kegiatan penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang,

penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen,

penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta

penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya.”

Jasa freight forwarding dibagi dalam empat segmen yaitu :

a. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK)

b. Jasa pengurusan transportasi murni (JPT)

c. Trucking

d. Pergudangan

Definisi pengusaha pengurusan jasa kepabeanan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal

Bea dan Cukai Nomor P-24/BC/2007 adalah “badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan

pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir”. Sedangkan definisi

kewajiban pabean adalah semua kegiatan di bidang kepabeanan yang wajib dilakukan untuk

memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan melayani konsumennya (eksportir dan importir)

sebagai custom brokers. Pada dasarnya, pemilik barang (eksportir dan importir) bisa

menyelesaikan kewajiban pabeannya sendiri, namun tidak semua eksportir dan importir

mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana kewajiban pabean. Oleh karena itu,

seringkali pemilik barang memberikan kuasa penyelesaian kewajiban pabean tersebut kepada

pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.

Untuk dapat menjadi custom brokers, maka pengusaha pengurusan jasa kepabeanan harus

mempunyai Nomor Pokok Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang dikeluarkan oleh

Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat.

Definisi jasa pengurusan transportasi murni sama dengan pengertian jasa freight

forwarding yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988.

Kegiatan usaha jasa pengurusan transportasi murni berhubungan dengan pengiriman barang ke

berbagai tujuan baik domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang dari

tempat penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan / bandara

Page 3: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 3 of 20

yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenis

transportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut. Jenis pelayanan yang diberikan dalam

jasa pengurusan transportasi murni mulai dari door to door (barang diantar dari tempat/gudang

penjual ke tempat/gudang pembeli), door to port (barang diantar dari tempat/gudang penjual

ke pelabuhan tempat pembeli), port to door (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke

tempat/gudang pembeli) dan port to port (barang diantar dari pelabuhan tempat penjual ke

pelabuhan tempat pembeli).

Pengertian trucking sendiri tidak ada diatur dalam peraturan sehingga setiap orang dapat

memberikan definisinya. Secara umum trucking merupakan jasa freight forwarding melalui

transportasi darat dengan menggunakan truk.

Pengertian pergudangan juga tidak diatur dalam peraturan. Secara umum pergudangan

adalah salah satu jenis jasa freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpanan

barang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.

Seiring peningkatan jumlah perusahaan freight forwarding di Jakarta sendiri yang tidak

terarah yang berimbas pada banyaknya perusahan freight forwarding yang tumbuh secara liar,

mengakibatkan pihak pemerintah diwakili oleh Dirjen Perhubungan melakukan batasan dan

pengketatan pengajuan perijinan perusahaan freight forwarding. Selain isu terkait perbankan,

kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang

Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua

lembaga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya

dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit data pajak.

II. Pengertian Freight Forwarding

Menurut Koleangan (2004:20) pengertian Freight Forwading adalah “orang atau badan usaha yang melakukan jasa pengurusan dokumen dan atau definisi baku yang diberlakukan secara international, pengapalan barang atas permintaan importer atau eksportir dengan menerima pembayaran sebagai kompensasi”.

Menurut Suyono (2003:155) pengertian Freight Forwarding adalah “badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atau seluruh kegiatan diperlukan bagi terlaksananya pengiriman , pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut atau udara”.

Menurut Suyono (2005), freight Forwarder adalah

“badan usaha yang bertujuan memberikan jasa pelayanan/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi terlaksanannya pengiriman, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport melalui darat, laut , dan/udara. Disamping itu, freight forwarder juga melaksanakan pengurusan prosedur dan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah Negara export, Negara transit dan Negara import. Freight Forwarding adalah seseorang yang mendapatkan order dari langganan untuk pengangkutan barang-barang tersebut ketempat tujuan “. Sukrisman (1985:1).

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1988 tanggal 26 Januari 1988, disebutkan bahwa,

“yang dimaksud dengan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) ialah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara, yang dapat mencakup kegiatan : Penerimaan, Penyimpanan, Sortasi, Pengepakan, Penandaan, Pengukuran,

Page 4: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 4 of 20

Penimbangan, Pengurusan Penyelesaian Dokumen, Penerbitan Dokumen Angkutan, Perhitungan Biaya Angkutan, Klaim, Asuransi atas Pengiriman Barang serta Penyelesaian Tagihan dan Biaya-Biaya Lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. “

Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding adalah seorang freight forwarder. Freight forwarder adalah seseorang atau suatu badan hukum yang melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau beberapa orang pemilik barang,yang di kumpulkan dari satu atau beberapa tempat , sampai ke tempat tujuan akhir melalui system pengaturan lalu lintas barang dan dokumen , dengan menggunakan satu atau beberapa jenis angkutan dengan tanpa harus memiliki sarana angkutan di maksud.

III. Klasifikasi Freight Forwarding

Dalam kegiatannya sehari-hari, Freight Forwarding dapat dibagi dalam 2 jenis golongan yaitu:

A. Dari segi operasionalnya

Forwarder dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan sesuai dengan tingkat profesionalisme dalam melaksanakan proses penanganan dan pengiriman barang serta ketersediaan agen sebagai mitra usahanya di luar negeri. Dari ke-tiga golongan tersebut, masing-masing adalah International Freight Forwarder (Klasifikasi A),Domestik/Regional Forwarder (Klasifikasi B),Local Forwarder (Klasifikasi C)

1. International Freight Forwarder IFF yang berklasifikasi A ini adalah merupakan Forwarder professional dalam hal

menjalankan kegiatan Freight Forwarding dengan memberikan jasa penanganan serta pengiriman barang kepada para customernya yang bertaraf internasional, yaitu melakukan pengiriman barang ke atau dari salah satu atau berbagai negara di luar negeri. Jenis Forwarder seperti ini banyak diminati oleh para pemilik barang terutama oleh Exportir atau Importir. Faktor-faktor yang mendukung mengapa mereka yang selalu diminati oleh para pemakai jasa antara lain:

Berhak menerbitkan/menggunakan FIATA B/L dan Memiliki tenaga ahli dibidang pengiriman barang. Adanya jaringn kerja secara Internasional serta Agen/Mitra kerja yang tangguh. Memiliki sarana dan prasarana kerja yang cukup. Berpengalaman luas serta mampu memberikan saran-saran yang diperlukan oleh

pemilik barang terhadap suatu maksud untuk pengiriman barang ke negara tujuan tertentu.

Mampu memberikan tarif angkutan yang relative murah serta dapat membantu mencari jalan keluar untuk menurunkan biaya produksi terhadap suatu barang yang akan di pasarkan di dunia internasional, serta selalu membayar tuntutan ganti rugi.

2. Domestik/Regional Forwarder Perbedaan yang mendasar dengan Internasional Freight Forwarder adalah mereka berhak untuk menggunakan FIATA B/L sedangkan dari Forwarder Domestik/Regional belum berhak menggunakannya atau menerbitkan B/L sendiri (House B/L) 3. Local Forwarder

Page 5: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 5 of 20

Jenis Forwarder ini merupakan forwarder dengan klasifikasi yang minim. Hal ini dikarenakan forwarder local termasuk golongan yang belum memiiki agen di luar negeri, dan mereka adalah para pengelolah jasa EMKL dan EMKU

B. Dari Segi dasar sarana angkutan 1. Sea Freight Forwarder

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah mereka yang telah mengkhususkan kegiatan usahanya pada pengiriman barang muatan melalui angkutan laut atau melalui kombinasi antara angkutan darat lainnya.Ada kategori umum mengenai barang muatan atau cargo yang harus diketahui oleh seorang Forwarder tentang teknik pelayanannya (Cargo handling) masing-masing jenisnya yaitu :

- Bulk cargo

Yaitu semua jenis barang yang secara fisik bentuknya tidak dapat atau tidak harus dikemas tersendiri dengan jenis kemasan apapun juga kecuali di sesuaikan dengan unit alat angkutan itu sendiri.Contoh dari katagori jenis ini adalah

a) Biji-bijian, seperti jagung, beras, tepung terigu dll. b) Bijih tambang, seperti batubara, besi, serta bahan mineral lain yang belum dip roses. c) Kayu-kayuan, berupa kayu gelondong (logs), chips (pecahan kayu) dan hasil-hasil hutan lainnya. d) Berbagai macam jenis mesin-mesin serta produk-produk lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu jenis kemasan atau dimaskkan kedalam petikemas, seperti transformer, reactor, turbin dan sebagainya. e) Kendaraan bermotor, truk, dan alat angkutan lainnya. f) Berbagai macam jenis produk besi-besi atau jenis produk metal lainnya yang telah selesai maupun berupa semi proses.

- Unit load cargo

Yaitu satu atau lebih kemasan barang yang digabung /diikat atau ditumpuk menjadi satu tumpukan pada sesuatu ”palet” atau bentuk lainnya sedemikian rupa (skidded),sehingga dengan demikian seluruh unit tersebut dapat di terima oleh kapal dan siap dimuat dengan man serta ditata diatas kapal dan di bongkar dengan mudah di pelabuhan tujuan dengan menggunakan alat mekanik tertentu. Adapun maksud dan tujuan untuk mengelompokkan komoditi tersebut pada satu unit “Pallet” adalah karena hal-hal sebagai berikut:

Menghemat biaya tenaga kerja (labor saving), item “unit load” ini akan memperkecil biaya operasional untuk pelayanan barang muatan ,yaitu dengan jalan menggunakan peralatan bongkar /muat, seperti forklift yang hanya dengan satu orang operator mampu melaksanakan pekerjaan mengangkat sebagian besar barang muatan/cargo ;demikian pula dengan crane,yang mampu membongkar /memuat sejumlah besar peti, karton maupun karung-karung,untuk sekali angkat.

Menghemat waktu pelayanan, banyak sekali waktu yang berharga terbuang percuma untuk melayani barang muatan yang terdiri dari berbagai macam bentuk kemasan.Dengan menggunakan system “Unit Load” akan mampu menggerakkan atau memindahkan sebagian besar komoditi di pelabuhan dengan menggunakan berbagai peralatan mesin bongkar/muat.

Meningkatkan kemasan barang, kerusakan maupun pencurian barang muartan akan merupakan suatu factor yang sangat mahal dalam hal pelayanan barang pada suatu pengapalan barang.Dengan “Unit load system”akan banyaak sekali pengurangan

Page 6: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 6 of 20

terhadap kerusakan maupun kehilangan atas suatu barang , di bandingkan system konvensional.

- Containerised Cargo (Containerisation)

Adalah “suatu kegiatan dimana sejumlah barang muatan yang diisi kedalam suatu unit petikemas untuk selanjutnya petikemas tersebut diangkut/dikirim melalui pelabuhan muat dengan sarana angkutan tertentu ketempat tujuan atau pelabuhan pembongkaran yang di kehendaki.” Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya petikemas antara lain sebagai berikut:

Mengurang biaya pengemasan barang karena secara umum petikemas merupakan alat kemasan yang sebenarnya (actual packing material)

Mengurangi biaya tenaga kerja terhadap proses pelayanan barang sebagai contoh unit petikemas yang harus dimuat keatas kapal dapat dilaksanakan dalam waktu satu hari sedangkan kapal konvensional dengan volume barang yang sama akan memerlukan waktu muat paling sedikit 5 hari.

Mengurangi masa transit kapal yang menyebabkan masa perjalanan kapal menjadi lebih pendek (turnaraound time) sehingga perjalan kapal menjadi lebih ekonomis.

Keamanan barang lebih terjamin selama barang berada di petikemas.

2. Air Freight Forwarder

Mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sektor angkutan udara dengan kombinasi angkutan kereta api atau truk. Lokasi kegiatan sebagian besar berada di sekitar Bandar udara, baik kegiatan penyelesaian dokumen maupun penumpukan baranng serta lalu lintasnya.

Airwaybill atau House Airway (AWB atau HAWB) adalah tata cara seorang forwarder yang akan melakukan pemesanan ruang muatan (booking cargo space system)pada setiap pengapalan yang telah diatur secara internasional ,yaitu sebagaimana yang tertera berikut ini :

- Nomor seri Airwaybill ,bahwa pada setiap pengapalan akan selalu tercantum nomor seri dari setiap Airwaybill yang diterbitkannya.Nomor ini merupakan factor yang sangat penting sekali peranannya,dalam rangka mengidentifikasikan suatu pengapalan barang muatan melalui suatu penerbangan sampai pada saat pnyerahan barang I Bandar udara pada tujuan akhirnya.

- Jumlah paket (collie) ,jumlah paket harus di ketahui dengn pasti sebagai kelengkapan pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat penyerahan.

- Berat barang ,seperti diketahui dengan pasti sebagai kelengkapan pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat penyerahan.

- Jenis barang muatan ,untuk melaksanakan pemesanan ruang muatan pada pesawat udara,jenis serta bentuk barang sangat penting sekali untuk diketahui.

- Ukuran dan isi barang,informasi atau keterangan lengkap mengenai ukuran dan isi barang yang akan dimuat keatas kapal,disamping tentunya berat barang bersangkutan ,adalah sangat di perlukan,yang dinyatakan dalam Cm dan In

- Bandar udara pemberangkatan dan tujuan nama-nama Bandar udara pemberangkatan serta tujuannya sangat penting sekali untuk hal-hal sebagai berikut :

o menentukan trayek pengapalan. o mengatur tempat penimbunan yang sesuai dengan tata ruang yang telah

ditentukan,menjelang keberangkatan meupun kedatangan barang bersangkutan.

o mengatur komunikasi tertentu apabila terjadi sesuatu hal selama dalam proses penerbangan .

Page 7: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 7 of 20

o Memberikan kesempatan kepada pengirim barang untuk mengatur segala sesuatunya baik di tempat transit maupun ditempat tujuan barang.

3. Rail and Inland freight Forwarder

Yaitu mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sector angkutan darat dengan menggunakan jasa angkutan kereta api dan sarana angkutan lainnya sampai jauh ke pedalaman pada suatu daerah atau Negara.

4. Combined Transport Operator

Yaitu Forwarder yang dalam usaha jasanya menggunakan lebih dari satu jenis alat angkutan atau berbagai sarana angkutan yang melalui laut,udara dan kereta api dan truk,atau kombinasi diantaranya.

Adapun Syarat untuk disebut sebagai seorang Forwarder yang professional adalah sebagai berikut :

a. Memiliki sejumlah pengalaman luas dan memiliki berbagai aspek perdaganngan internasional, angkutan serta memiliki hubungan luas serta mitra kerja yang baik pada sector paengangkutan darat ,laut dan udara ,pergudangan stevedoring ,bank asuransi dan sebagainya.

b. Memiliki ketrampilan kerja yang efektif dan efisien yang didukung oleh tenaga ahli di bidangnya seperti ahli logistic dan mobilitasi ,bongkar muat, tata cara pengemasan, dan asuransi dan sebagainya.

c. Mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para pemakai jasa. Sebagai forwarder professional mereka perluvmemiliki sarana-sarana serta perlengkapannya untuk penumpukan dan pelayanan barang muatan selama berada dibawah kekuasaannya.

d. Mampu membayar segala jenis biaya-biaya tekait pada setiap proses pengiriman barang terlebih dahulu untuk kemudian menagih pembiayaan tersebut kepada pera pemakai jasa bersangkutan dan mampu memberikan tariff yang relative lebih murah.

C. Dari segi Jenis Layanan

Dengan begitu banyak ragam fungsi maupun peranan seorang forwarder dalam rangka melaksanakan sejumlah pengiriman barang baik dengan meggunakan armada milik pihak lain atau miliknya sendiri. Maka hal tersebut akan memberikan suatu lingkup konsekuensi maupun tanggung jawab yang cukup luas. Untuk memenuhi keinginan para pemakai jasa, seorang forwarder sebelum menyetujui untuk melaksanakan pengiriman barang akan mengambil beberapa langkah –langkah penting,antara lain mencari informasi tentang kredibilitas pemakai jasanya tersebut,untuk selanjutnya barulah mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan rencana pelaksanaan pengiriman barang bersangkutan.Dimana prospek yang akan dapat memberikan sesuatu kepadanya khususnya pekerjaan untuk melaksanakan pengiriman barang.Beberapa jenis pelayanan pengiriman barang muatan yang dapat ditawarkan kepada calon pemakai jasanya, antara lain :

1. Door to Door Services

Suatu pelayanan pengiriman barang yang ditawarkan untuk seorang Forwarder kepada calon pemakai jasa;mulai dari pintu gudang pengirim sampai dimuka pintu gudang penerima barang dengan menggunakan satu atau beberapa jenis sarana angkutan.Sistem pengiriman barang yang demikian ini diinternasional dinamakan “from point of origin”(mulai dari tempat dimana pengirim berdomisili) “up to the point of end user” (sampai dengan gudang pemakai akhir).

Page 8: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 8 of 20

2. Port to Port Services

Suatu system pelayanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang Forwarder , dimulai dari gudang/truck/tongkang di pelabuhan pemuatan sampai dengan gudang /truck/tongkang di pelabuhan tujuan (Pembongkaran),degan menggunakan satu jenis sarana angkutan (single transportation system)

3. Port to Door Services

Suatu sistem pengiriman barang yang dilaksankan oleh seorang Forwarder yang mulai dari pelabuhan pemuatan ,sampai dengan pintu gudang si penerima (end User) , dengan meggunakan lebih dari sarana angkutan.

4. Door to Port Services

Suatu layanan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh seorang forwarder mulai dari pintu gudang pengirim sampai dengan pelabuhan pembongkaran di tempat tujuan dengan menggunakan lebih dari sarana angkutan.

D. Dari segi tanggung jawabnya (Tipologi Freight Forwarder)

Berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya , freight forwarder dikelompokan menjadi 2 (dua) tipe , yaitu :

1. Sebagai agen Freight Forwarder bertindak sebagai agen apabila: A. menerima kewajiban/tanggung jawab atas pengaturan pengangkutan barang dilakukan atas

dasar aturan tradisional keagenan, melakukan pemesanan ruangan kapal, mengatur transportasi, pengurusan di Bea Cukai, dan sebagainya, dan dalam melaksankan tugasnya patuh kepada prinsipal, mematuhi instruksi-instruksi yang beralasan dan harus mampu melaksanakan seluruh transaksi yang terjadi.

B. tidak bertanggung jawab terhadap tindakan atau kesalahan maupun kelalaian pihak ketiga, seperti carrier, re-forwarder dan sebagainya, dengan catatan bahwa pemilihan pihak ketiga tersebut telah dilakukan sungguh-sungguh. Contoh-contoh kesalahan terbatas yang menjadi tanggung jawabnya yaitu :

penyerahan barang tidak sesuai dengan instruksi pengirim barang kesalahan mengasuransikan barang yang tidak sesua dengan instruksi kesalahan selama pengurusan di pabean/Bea Cukai (customs operations) barang dikirim kepelabuhan yang salah re-export dilakukan tanpa memenuhi syarat kepabeanan/Bea Cukai penyerahan barang tanpa menagih uang freight dari consignee

2. Sebagai principal

Freight Forwarder bertindak sebagai prinsipal apabila: A. Freight Forwarder berlaku sebagai suatu kontraktor bebas (independent contractor),

bertanggung jawab atas namanya sendiri, tidak hanya kesalahnnya sendiri tetapi terhadap seluruh pelaksanaan angkutan termasuk periode barang selama dalam pengawasan carrier dan semua penangung jawab multimoda lainnya yang diguanakan atas pekerjaan yang diminta pelanggan.

B. Bertanggung jawab atas tindakan dan kesalahan carrier dan pihak-pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan kontrak angkutan.

C. Melakukan konsolidasi, yaitu mengumpulkan muatan partai kecil dari beberapa shipper dan mengirim muatan tersebut dalam satu shipment kepada agent consolidation di pelabuhan tujuan dan menyerahkannya kepada consignee.

D. Apabila freight forwarder mengambil alih tugas angkutan darat, mengangkut sendiri barang yang menjadi tanggung jawabnya, melaksanakan konsolidasi dan multimodal

Page 9: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 9 of 20

transport, menerbitkan House Bill of Lading atau House Airwaybill sendiri, maka dapat dikatakan freight forwarder tersebut berlaku prinsipal.

IV. Pendirian Perusahaan Freight Forwarding

Untuk dapat melakukan kegiatan usaha Jasa Pengurusan Transportasi (freight forwarding) harus memiliki lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT) yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan. Untuk memperoleh Surat Izin Usaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki akta pendirian yang disahkan oleh instansi yang berwenang;

b. Memiliki modal disetor sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

c. Saham-saham perusahaan seluruhnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, apabila terdapat modal asing harus mendapatkan izin prinsip dari Instansi yang berwenang (BKPM);

d. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan yang masih berlaku;

e. Memiliki Nomor Pokok WaJib Pajak (NPWP);

f. Memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli di bidang kepabeanan bagi Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Internasional; dan

g. Rekomendasi dari Asosiasi Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang diakui pemerintah dan Kamar Dagang dan lndustri (KADIN).

Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Nasional atau Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Asing, Badan Hukum Asing atau Warga Negara Asing, dalam bentuk usaha patungan (joint venture) dengan membentuk perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi Nasional. Usaha Jasa Pengurusan Transportasi yang dilakukan oleh usaha patungan (joint venture) wajib memiliki Surat lzin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT).

V. Proses bisnis atas jasa Freight forwader

Untuk mendapatkan gambaran tentang seluk beluk bisnis ini, seperti jenis jasa yang diberikan (domestik atau internasional), agen/mitra freight forwarder, dokumen-dokumen yang diterbitkan dan pemahaman atas sumber-sumber penghasilan dari freight forwarder sendiri, maka perlu memahami proses bisnis freight forwarder yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 10: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 10 of 20

Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa kegiatan freight forwarder diawali dengan adanya permintaan pengurusan barang dari shipper yang ingin melakukan ekspor ke pembeli di luar negeri. Shipper meminta bantuan forwarder dikarenakan keahliannya dalam mengurus proses pengiriman barang ke seluruh penjuru dunia, seperti penentuan moda transportasi, pengurusan dokumen kepabeanan atau pengangkutan, baik di negara asal maupun negara tujuan. Setelah terjadi kesepakatan harga Freight forwarder melakukan kegiatan pengurusan seperti pick up order, packing, storage, pengurusan dokumen kepabeanan dengan meminta bantuan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), menghubungi agen pelayaran (feeder vessel atau mother vessel) dan pengangkutan barang ke pengangkut. Selanjutnya, forwader menghubungi agen/mitra forwarder di luar negeri guna pengurusan barang di pelabuhan tujuan dan mengirim ke consignee (pemilik barang). Setelah barang diterima, kegiatan freight forwarder dianggap selesai dan forwarder akan melakukan penagihan atas jasa yang dilaksanakan.

International Freight forwarder adalah perusahaan pengurusan jasa transportasi yang khusus melayani pengurusan barang shipper untuk tujuan ekspor maupun impor, tidak termasuk pengurusan barang di dalam negeri. Jasa layanan yang diberikan umumnya bersifat door to door (gudang shipper ke gudang consignee atau sebaliknya). Adapun pihak-pihak terkait dan dokumen-dokumen pengurusan pengiriman barang ekspor-impor dapat dijelaskan sebagi berikut: (gambar 3 dan gambar 4)

1. Proses Pengurusan Barang Ekspor

Dari gambar di atas, kegiatan proses pengurusan di awali ketika freight forwarder menerima perintah dari shipper disertai Final Shipping Instructions (FSI). Freight forwarder menerbitkan surat pengajuan pengiriman barang ke meskapai pelayaran (SI) (atas nama freight forwarder bukan shipper). Setelah Ocean Bill of Lading (Sea waybill dan Bill of Lading) diterima dari agen pelayaran, forwarder menerbitkan House Bill of Lading (HBL) dan meneruskan Delivery Order (DO) dari pihak shippingke shipper.

Page 11: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 11 of 20

Terakhir, dokumen Ocean Bill of Lading dan House Bill of Lading dikirim ke Agen/mitra Forwarder di negara tujuan.

2. Proses Pengurusan Barang Impor

Page 12: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 12 of 20

Kegiatan pengurusan barang impor di mulai ketika Freight forwarder menerima Ocean B/L (OBL) dan House Bill of Lading (HBL) dari Agent forwarder di LN. Forwarder melakukan cross check ke agen pelayaran terkait rencana kedatangan kapal di Pelabuhan Indonesia. Selajutnya, freight forwarder mengirimkan Notice of Arrival (pemberitahuan kedatangan kapal) kepada importir. Tahap selanjutnya, forwarder menyiapkan tagihan-tagihan ke importir tergantung jenis pembayaran untuk ocean freight-nya, apakah Freight Prepaid atau Freight Collect. Freight forwarder memberikan Surat Pengantar Pengambilan D/O ke importir untuk proses clearence di Pelabuhan termasuk pengurusan di Bea Cukai. Forwarder melakukan pengurusan clearence ke untuk penerbitan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

VI. Ruang Lingkup Perusahaan Freight Forwarding

Lingkup kegiatan forwarder jika dilihar dari segi fungsinya sebagai konsultan angkutan, maka freight forwarder dapat mewakili pihak shipper atau pihak penerima Barang (consignee) yang akan melakukan kegiatan pengiriman / penerimaan barang dari tempat asal ke tempat lain yang dituju atau sebaliknya, baik yang berskala Nasional (Interinsuler) maupun Internasional (Export/ import), maka untuk memudahkan pekerjaan tersebut, pihak pemilik barang (cargo owner) dapat mempercayakan pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan oleh Freight forwarder.

Dalam melaksanakan perwalian tersebut freight forwarder akan mengambil alih semua tanggung jawab atas barang, mulai pada saat barang diserahkan oleh cargo owner sampai barang tersebut tiba dan diterima oleh pihak yang berhak menerimanya atau pihak yang tercantum dalam dokumen pengapalan di suatu tempat tujuan yang telah ditentukan. Prosedur dalam pelaksanaan perwalian ini, freight forwarder memiliki lingkup kegiatan yang mencakup:

1. Forwarder Bertindak Atas Nama Eksportir : a. Memilih route serta mode transport yang dikehendaki b. Melakukan booking space ke perusahaan Shipping Line c. Melakukan serah terima barang dengan cargo owner (Eksportir). Pada saat

serah terima barang dilakukan, maka freight forwarder menyerahkan dokumen Forwarders Cerificate of Receipt (CFR) dan Forwarder Certificate of Transport (FCT) kepada eksportir.

d. Mempelajari bentuk Letter of Credit (L/C) serta aturan pemerintah yang relevan dengan rencana pengiriman barang, baik di Negara eksportir (Country of Origin) dan Negara yang memungkinkan barang tersebut akan transit (Country of Transito) serta Negara tujuan dimana barang tersebut akan dibongkar (Country of Destination).

e. Melaksanakan pengepakan (packing) barang dengan mempertimbangkan kondisi alam dan regulasi yang berlaku pada negara yang akan dilalui atau negara transit serta Negara tujuan barang sehingga keamanan dan keselamatan barang akan tetap terjaga.

f. Melaksanakan pergudangan barang (jika memungkinkan) g. Penimbangan serta pengukuran barang h. Mengasuransikan barang, bilamana pihak eksportir menghendaki agar

barangnya untuk diasuransikan.

Page 13: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 13 of 20

i. Melakukan pengangkutan barang ke pelabuhan muat (Port of Loading) dengan terlebih dahulu mengurus dokumen ekspor Barang (PEB) serta dokumen pelengkap lainnya yang dibutuhkan oleh (carrier).

j. Membayar semua biaya yang timbul terkait dengan pengangkutan dan pengurusan dokumen, termasuk pembayaran freight

k. Menerima full set Bill of Lading (B/L) dari carrier l. Memonitor pergerakan barang selama dalam perjalanan serta melakukan

komunikasi dengan forwarding agent yang ada di luar negeri (Port of Destination) dengan terlebih dahulu mengirim Telex Release dalam rangka persiapan clearance dokumen dan Cargo delivery saat barang tiba.

m. Dalam hal terjadi kerusakan barang, maka forwarder, melalui agentnya di pelabuhan tujuan, melaksanakan pencatatan kerusakan serta kehilangan barang dalam proses claim.

2. Bertindak Atas Nama Importir Lingkup kegiatan forwarder dalam hal bertindak sebagai importer dapat diuraikan sebagai berikut : a. Menerima dan mengecek dokumen impor serta dokumen pelengkap lainnya yang

dibutuhkan dalam rangka impor b. Memonitor pergerakan barang impor untuk mengetahui kapan

barang tersebut akan tiba. c. Mengurus pengambilan Delivery Order (D/O) atas barang pada perusahaan

pelayaran serta membayar biaya yang timbul terkait kegiatan impor d. Membuat dan mengajukan surat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke kantor

bea cukai dengan terlebih dahulu membayar Bea Masuk, pajak dan Pajak lainnya dalam rangka impor ke bank devisa yang ditunjuk atau mengajukan surat permohonan penimbunan sementara di luar kawasan pabean ( Gudang Lini II ) dalam hal PIB belum memenuhi syarat pengajuan.

e. Mempersiapkan gudang sementara (jika memungkinkan) f. Melakukan pengurusan Job Slip ke pihak operator pelabuhan (Pelindo) divisi

Usaha Terminal Peti Kemas (UTPK) dengan melampirkan dokumen dari customs sebagai legalitas bahwa barang impor tersebut telah memenuhi syarat untuk dikeluarkan.

g. Melakukan pengangkutan serta penyerahan barang kepada consignee.

VII. Istilah dalam Ekspor Impor

Incoterms atau International Commercial Terms adalah kumpulan istilah yang dibuat untuk

menyamakan pengertian antara penjual dan pembeli dalam perdagangan internasional.

Incoterms menjelaskan hak dan kewajiban pembeli dan penjual yang berhubungan dengan

pengiriman barang. Hal-hal yang dijelaskan meliputi proses pengiriman barang, penanggung

jawab proses ekspor-impor, penanggung biaya yang timbul dan penanggung risiko bila terjadi

perubahan kondisi barang yang terjadi akibat proses pengiriman.

Incoterms dikeluarkan oleh Kamar Dagang Internasional atau International Chamber of

Commerce (ICC), versi terakhir yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 2011 disebut sebagai

Incoterms 2010. Incoterms 2010 dikeluarkan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa resmi dan 31

bahasa lain sebagai terjemahan resmi. Dalam Incoterms 2010 hanya ada 11 istilah yang

disederhanakan dari 13 istilah Incoterms 2000, yaitu dengan menambahkan 2 istilah baru dan

Page 14: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 14 of 20

menggantikan 4 istilah lama. Istilah baru dalam Incoterms 2010 yaitu Delivered at Terminal

(DAT); dan Delivered at Place (DAP). Sedangkan 4 istilah lama yang digantikan yaitu: Delivered

at Frontier (DAF); Delivered Ex Ship (DES); Delivered Ex Quay (DEQ); Delivered Duty Unpaid

(DDU).

Tiga belas istilah dalam Incoterms 2000:

a) EXW (nama tempat): Ex Works, pihak penjual menentukan tempat pengambilan barang.

b) FCA (nama tempat): Free Carrier, pihak penjual hanya bertanggung jawab untuk

mengurus izin ekspor dan meyerahkan barang ke pihak pengangkut di tempat yang

telah ditentukan.

c) FAS (nama pelabuhan keberangkatan): Free Alongside Ship, pihak penjual bertanggung

jawab sampai barang berada di pelabuhan keberangkatan dan siap disamping kapal

untuk dimuat. Hanya berlaku untuk transportasi air.

d) FOB (nama pelabuhan keberangkatan): Free On Board, pihak penjual bertanggung jawab

dari mengurus izin ekspor sampai memuat barang di kapal yang siap berangkat. Hanya

berlaku untuk transportasi air.

e) CFR (nama pelabuhan tujuan): Cost and Freight, pihak penjual menanggung biaya

sampai kapal yang memuat barang merapat di pelabuhan tujuan, namun tanggung jawab

hanya sampai saat kapal berangkat dari pelabuhan keberangkatan. Hanya berlaku untuk

transportasi air.

f) CIF (nama pelabuhan tujuan): Cost, Insurance and Freight, sama seperti CFR ditambah

pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim. Hanya berlaku

untuk transportasi air.

g) CPT (nama tempat tujuan): Carriage Paid To, pihak penjual menanggung biaya sampai

barang tiba di tempat tujuan, namun tanggung jawab hanya sampai saat barang

diserahkan ke pihak pengangkut.

h) CIP (nama tempat tujuan): Carriage and Insurance Paid to, sama seperti CPT ditambah

pihak penjual wajib membayar asuransi untuk barang yang dikirim.

i) DAF (nama tempat): Delivered At Frontier, pihak penjual mengurus izin ekspor dan

bertanggung jawab sampai barang tiba di perbatasan negara tujuan. Bea cukai dan izin

impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

j) DES (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Ship, pihak penjual bertanggung jawab

sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan siap untuk

dibongkar. izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli. Hanya berlaku untuk

transportasi air.

k) DEQ (nama pelabuhan tujuan): Delivered Ex Quay, pihak penjual bertanggung jawab

sampai kapal yang membawa barang merapat di pelabuhan tujuan dan barang telah

dibongkar dan disimpan di dermaga. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

Hanya berlaku untuk transportasi air.

l) DDU (nama tempat tujuan): Delivered Duty Unpaid, pihak penjual bertanggung jawab

mengantar barang sampai di tempat tujuan, namun tidak termasuk biaya asuransi dan

biaya lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak

pembeli. Izin impor menjadi tanggung jawab pihak pembeli.

m) DDP (nama tempat tujuan): Delivered Duty Paid, pihak penjual bertanggung jawab

mengantar barang sampai di tempat tujuan, termasuk biaya asuransi dan semua biaya

lain yang mungkin muncul sebagai biaya impor, cukai dan pajak dari negara pihak

pembeli. Izin impor juga menjadi tanggung jawab pihak penjual.

Page 15: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 15 of 20

VIII. Dasar Hukum Pengenaan Pajak Penghasilan atas Freight Forwarding di Indonesia

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

3. Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa

Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)

Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

5. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku

industri freight forwarding dan logistik terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-

178/PJ/2006

6. Peraturan lain yang terkait dengan perpajakan atas ekspor/impor.

IX. Sekilas tentang PPh Pasal 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong PPh Pasal 23:

a) badan pemerintah;

Page 16: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 16 of 20

b) Subjek Pajak badan dalam negeri;

c) penyelenggaraan kegiatan;

d) bentuk usaha tetap (BUT);

e) perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

f) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal

Pajak.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

a) WP dalam negeri;

b) BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

a) 15% dari jumlah bruto atas: dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi

dikenakan final, bunga, dan royalti; hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong

PPh pasal 21.

b) 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

c) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa

konsultan.

d) 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya yang ditetapkan di PMK Nomor

244/PMK.03/2008

PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No 36 tahun

2008, antara lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa

teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah

dipotong PPh Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak

badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan

luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak

oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen) dari penghasilan bruto.

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/20081 tanggal 31 Desember

2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23

ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 yang berlaku sejak 1 Januari

2009, antara lain diatur bahwa :

a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara atau keagenan;

Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk jasa perantara

dalam PMK ini sehingga freight forwarding dianggap tidak termasuk dalam jasa

perantara. 1 PMK ini merupakan bentuk positif list yang artinya hanya yang disebut di PMK tersebut yang dikenakan PPh Pasal 23. Prinsip berlawanan atau negatif list dipakai di PPN dimana hanya yang disebutkan yang tidak dikenakan PPN, selain yang disebut dikenakan PPN.

Page 17: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 17 of 20

b) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa tersebut tidak memiliki NPWP,

besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif sebagimana

dimaksud pada ayat (1)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa freight forwarding

bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23. Bahkan sebelumnya, dengan Surat Direktur

Jenderal Pajak Nomor: S-785/PJ.032/2007 ditegaskan pula bahwa freight forwarding

bukanlah jasa perantara.

Akan tetapi, jasa freight forwarding tidak bebas sepenuhnya dari pemotongan PPh, sebab, jika

dalam tagihan freight forwarding terdapat unsur sewa harta dan atau jasa-jasa yang menjadi

Objek PPh Pasal 23, maka tagihan freight forwarding dapat dipotong PPh. Hal ini sesuai dengan

pasal 23 ayat 1 huruf c Yang menyatakan akan dipotong sebesar 2% untuk sewa dan

penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);

Hal ini yang harus dipahami oleh mereka yang dalam kegiatan usahanya terkait dengan bisnis

freight forwarding, terutama shipper yang menurut peraturan pajak diembani dengan

kewajiban memotong PPh Pasal 23, agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan. Dalam

konteks ini, pihak-pihak yang terkait dengan bisnis freight forwarding tersebut harus

memahami apa saja jenis jasa yang disediakan oleh freight forwarder dan bagaimana cara

penagihan (invoicing) yang dilakukan. Karena bisa jadi jasa-jasa yang disediakan freight

forwarding tadi merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.

Kegiatan operasional freight forwarding mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan,

fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalam kontainer), sortasi,

pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan. Selain itu, freight forwarder juga

bertugas melakukan pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen, perhitungan

biaya angkutan, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan

dengan pengiriman barang tersebut.

Dalam praktik, sebagian dari kegiatan-kegiatan operasional tersebut ada yang dilakukan sendiri

oleh freight forwarder (dengan menggunakan sarana dan prasarana milik sendiri atau sewaan)

dan ada pula yang menggunakan jasa-jasa dari pihak ketiga yang memiliki sarana dan prasarana

yang lebih lengkap dan memadai.

Apabila tagihan (invoice) atas imbalan kegiatan operasional tersebut dilakukan secara

menyatu (misalnya dengan menggunakan nama akun imbalan jasa forwarder’s fee atau

handling fee), maka seluruh imbalan atas jasa-jasa operasional tersebut semestinya tidak

dipotong PPh Pasal 23.

Akan tetapi, jika tagihannya dilakukan secara terpisah (di-breakdown), dan ini yang

biasanya terjadi, maka sebagian dari tagihan tersebut dapat menjadi objek pemotongan

PPh Pasal 23 secara pasti, seperti jasa pengepakan atau jasa fumigasi2 (jasa pembasmian hama

terhadap barang-barang yang akan dimasukan ke kontainer) yang ditagih secara terpisah, maka

imbalan jasa tersebut akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23

2 Disebutkan di PMK 244/2008

Page 18: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 18 of 20

Sementara sebagian lagi dapat masuk ke dalam wilayah remang-remang (grey area), seperti jasa

penyimpanan-yang merupakan salah satu rangkaian dari jasa-jasa freight forwarding dalam

proses pengiriman barang—dilakukan sendiri oleh freight forwarder, baik dengan

menggunakan gudang milik sendiri atau gudang yang disewa dari pihak ketiga.

Dalam hal ini, grey area akan ada jika seandainya imbalan atas jasa penyimpanan tersebut

ditagih secara terpisah. Di sini muncul pertanyaan, apakah jasa tersebut termasuk sebagai jasa

penyimpanan atau jasa sewa gudang (sewa tanah dan atau bangunan)? Sebab dalam peraturan

pajak tidak dijelaskan batasan dan perbedaan dari kedua jenis jasa tersebut. Begitu juga dengan

jasa pengangkutan, termasuk sewa (charter) atau bukan.

Dalam praktik, memang tidak banyak perusahaan freight forwarding yang menyediakan sendiri

semua jasa-jasa yang diperlukan dalam proses pengiriman barang. Sebab, semua kegiatan

tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit dan beberapa di antaranya membutuhkan izin

usaha dan sertifikasi yang khusus seperti misalnya jasa fumigasi. Artinya, dalam hal ini

perusahaan freight forwarding biasanya akan memanfaatkan pihak ketiga penyedia jasa.

Bagi shipper agar terhindar dari sanksi-sanksi perpajakan, sebaiknya meyakini bahwa apabila

terdapat obyek PPh Pasal 23 dalam tagihan jasa forwarding tersebut, pajaknya telah dipotong

oleh pengusaha jasa forwarding dengan meminta foto copy bukti potong dan SPT Masa-nya.

Jika perusahaan freight forwarding juga bergerak dalam biang pelayaran maka akan dikenai

pajak final 1,2% dari peredaran bruto sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor

416/KMK.04/1996 ditetapkan tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma Perhitungan Khusus

Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri.

X. Aplikasi Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Freight forwarder

Berikut adalah contoh sederhana pengenaan PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding. Tim Fungsional Pemeriksa Pajak yang sedang memeriksa PT. Suka Impor, menemukan transaksi dengan PT. Bantu Impor (Freight Forwarder) di dalam laporan keuangannya. Transaksi tersebut tertulis sebagai “Jasa Freight Forwarding” senilai jumlah yang ditagihkan oleh PT. Bantu Impor tidak termasuk PPN. Untuk itu tim fungsional bermaksud untuk memeriksa bukti transaksi (tagihan) dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:

Bagaimana perlakuan terhadap transaksi ini? Jawab:

Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku, maka atas Jasa Freight Forwarding ini dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF tersebut tidak dipotong PPh pasal 23. Dari kasus yang sama, detil atas tagihan dari PT. Bantu Impor kepada PT. Suka Impor. rincian tagihan adalah sbb:

Biaya yang Ditagih Nominal

Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00

Biaya yang Ditagih Nominal Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008

Jasa Freight Forwarder 5,000,000.00 150,000.00 0.00 0.00

Page 19: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 19 of 20

Maka dalam transaksi ini tim pemeriksa dapat membuat table rincian sebagai berikut:

Apabila transaksi tersebut terjadi pada waktu di mana ketentuan Per-178/PJ/2006 masih berlaku, maka atas rincian Jasa Freight Forwarding secara keseluruhan dikenakan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00, dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh PT.Suka Impor. Namun apabila transaksi ini terjadi ketika Per-70/PJ/2007 dan PMK 244/PMK.03/2008, maka atas Jasa FF yang dikenakan PPh Pasal 23 hanya terkait dengan Jasa Pengepakan dan Jasa Penyimpanan saja, dengan jumlah total masing-masing Rp103.500,00 dan Rp46.000,00.

Biaya yang Ditagih Nominal

Handling Fee 2,000,000.00

Jasa Pengepakan 1,000,000.00

Jasa Penyimpanan 1,300,000.00

Biaya Komunikasi 250,000.00

Biaya Terminal 400,000.00

Biaya Bank 50,000.00

Total 5,000,000.00

Biaya yang Ditagih Nominal Per-178/2006 Per-70/2007 PMK-244/2008

Handling Fee 2,000,000.00 60,000.00 0.00 0.00

Jasa Pengepakan 1,000,000.00 30,000.00 45,000.00 20,000.00

Jasa Penyimpanan 1,300,000.00 39,000.00 58,500.00 26,000.00

Biaya Komunikasi 250,000.00 7,500.00 0.00 0.00

Biaya Terminal 400,000.00 12,000.00 0.00 0.00

Biaya Bank 50,000.00 1,500.00 0.00 0.00

Total 5,000,000.00 150,000.00 103,500.00 46,000.00

Page 20: Aspek Perpajakan Pajak Penghasilan Freig

Page 20 of 20

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER 70/PJ/2007 tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang tentang Jenis Jasa Lain dan

Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-785/PJ.032/2007 perihal keberatan pelaku industri

freight forwarding dan logistic terhadap peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-178/PJ/2006

Manurung, Surya.2010. ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT

FORWARDING (STUDY KASUS PADA PT. BBTI ). Jakarta: Universitas Indonesia

Prabukesuma, FREIGHT FORWARDING (Jasa Pengurusan Transportasi)

http://www.prabukesuma.com/?p=153 Diakses 24 Oktober 2014

DJP. Seri PPh - Pajak Penghasilan Pasal 23. http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-

penghasilan-pasal-23 diakses 26 Oktober 2014

PPh Pasal 23 atas Jasa Freight Forwarding. http://aviantara.wordpress.com/2009/07/06/pph-pasal-

23-atas-jasa-freight-forwarding/ diakses 26 Oktober 2014