36
BAB I CASE SESSION I. Identitas Pasien Nama : Ny.IS Usia : 41 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Suku : Sunda Alamat : Cidahu, Sukabumi Tanggal Masuk : 17 November 2015 II. Anamnesis Keluhan Utama Sesak nafas sejak 4 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Sesak nafas timbul mendadak disertai suara ngik-nigik pada dini hari setelah bangun tidur, sesak timbul sejak 3 tahun yang lalu, hilang timbul, semakin berat dan sering satu tahun terakhir, biasa sesak timbul di malam hari terutama tengah malam sekitar jam 2, dan apabila cuaca dingin, sesak tidak timbul apabila pasien berjalan menanjak, kecapaean, ataupun terkena asap, sesak terasa semakin berat bila tidur terlentang, pasien lebih nyaman sedikit membungkuk, tidak reda meski istirahat, sesak membaik apa bila diuap, dada terasa berat setiap bernafas, keluhan disertai dengan batuk- batuk dengan dahak warna putih bening, kadang sulit 1 | CASE REPORT SESSION

Astma Bronchial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asma

Citation preview

Page 1: Astma Bronchial

BAB ICASE SESSION

I. Identitas Pasien

Nama : Ny.IS

Usia : 41 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Suku : Sunda

Alamat : Cidahu, Sukabumi

Tanggal Masuk : 17 November 2015

II. Anamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 4 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas timbul mendadak disertai suara ngik-nigik pada dini hari setelah bangun

tidur, sesak timbul sejak 3 tahun yang lalu, hilang timbul, semakin berat dan sering satu

tahun terakhir, biasa sesak timbul di malam hari terutama tengah malam sekitar jam 2,

dan apabila cuaca dingin, sesak tidak timbul apabila pasien berjalan menanjak,

kecapaean, ataupun terkena asap, sesak terasa semakin berat bila tidur terlentang, pasien

lebih nyaman sedikit membungkuk, tidak reda meski istirahat, sesak membaik apa bila

diuap, dada terasa berat setiap bernafas, keluhan disertai dengan batuk-batuk dengan

dahak warna putih bening, kadang sulit dikeluarkan, pasien sering bersin-bersin di pagi

hari dan mudah pilek apabila cuaca dingin, tidak terdapat nyeri dada, tidak terdapat

demam. Satu bulan terakhir keluhan timbul sebanyak empat kali, satu minggu terakhir

sudah timbul sebanyak dua kali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Saat masih kanak-kanak pasien tidak pernah memiliki keluhan sesak seperti yang

dirasakan sekarang

1 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 2: Astma Bronchial

Pertama timbul 3 tahun lalu, satu tahun terakhir semakin berat dan semakin sering,

satu bulan telah dialami selama 4 kali.

Riwayat berobat paru rutin selama 6-8 bulan (pengobatan TB) disangkal

Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes militus disangkal pasien

Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah berobat ke klinik 24 jam untuk mengatasi keluhannya, biasa di uap

untuk meredakan sesaknya, dan diberikan obat semprot (pasien lupa nama obatnya) apa

bila timbu sesak.

Riwayat Penyakit Keluarga

Nenek dan bibi pasien ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

Tidak ada riwayat TB paru, penyakit keganasan, hipertensi, dan diabetes mellitus

dalam keluarga.

Riwayat Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, pasien masak sehari-hari menggunakan kompor

gas, tidak ada hewan peliharaan di rumah baik ungags maupun kucing, tetapi tetangga

pasien memiliki banyak kucing yang suka datang ke rumahnya. Pasien tidak merokok.

III.Pemeriksaan Fisik (18 November 2015)

- Kesadaran : Composmentis

- KU : Tampak sakit sedang

- TTV :

o Tekanan darah : 130/80 mmHg

o Frekuensi nadi : 78 kali/menit

o Frekuensi napas : 19 kali/menit

o Suhu tubuh : 36,2 °C

KEPALA

- Bentuk : Normal, simetris

2 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 3: Astma Bronchial

- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor kanan = kiri,

refleks cahaya (+)

- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak, sekret (-)

- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), laserasi (-), sekret (-)

- Mulut : Bibir anemis (-), sianosis (-), stomatitis (-), Tonsil tenang T1:T1

LEHER

- Bentuk normal, deviasi trakhea (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB

- Tidak ada penggunaan otot leher ketika bernafas

- JVP 5+2 cm H2O

THORAKS

- Inspeksi : Bentuk dada kana kiri simetris, pergerakan napas kanan=kiri, retraksi

- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi, maupun pelebaran sela iga.

Vokal fremitus kanan = kiri

- Perkusi : Paru → Sonor pada kedua lapang paru

→ Batas paru hati: sela iga IV garis midklavikula kanan

Jantung → Batas atas: sela iga III garis sternalis kanan

→ Batas kanan: sela iga IV garis parasternalis kanan

→ Batas kiri: sela iga V garis midklavikula kiri

- Auskultasi : Paru → Pernapasan vesikuler +/+, rhonki+/+, wheezing +/+

Jantung → Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut datar

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Timpani

- Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

EKSTREMITAS

- Superior : Hangat, sianosis (-/-),edema (-/-), CRT <2 detik

- Inferior : Hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2 detik

3 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 4: Astma Bronchial

IV. Pemeriksaan Penunjang

Hematologi

Hasil Nilai Rujukan

Hb 14,6 gr% 12-14

Leukosit 18.100 mm3 4.000-11.000

Trombosit 406.000 mm3 150.000-400.000

Ht 44 % 40-45

GDS 121 <180

Ureum 29 10-50

Kreatinin 0,8 0.5-1.9

SGOT 12 <21

SGPT 18 <22

EOS BAS STAFF SEG LYM MONO

- - - 82 18 -

LED 1 Jam 60 2 Jam 122 3-122 mm/1jam

V. Penatalaksanaan

O2 2L

Nebu combivent/8jam

RL+Aminofilin 1,5 amp bolus lambat

Metil Prednisolon 2x125 mg

Ranitidin 2x5o mg iv

Ambroxol 3x3

Paracetamol 3x50mg

VI. Resume

4 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 5: Astma Bronchial

Pasien datang ke UGD BLUD Sekarwang diengan keluhan dyspnue (+) sejak 3 tahun,

hilang-timbul, 1 tahun terakhir terasa lebih berat dan lebih sering, sebulan bisa timbul 4x,

timbul pada malam dan dini hari serta cuaca dingin, ortopneu (+), reda bila diuap, mengi

(+) batuk (+), mucus (+) purulent bening, rhinitis (+). Sudah mendapat reliever dari

kilinik. Nenek dan bibi memiliki keluhan yang serupa. Kondisi sekitar rumah, banyak

kucing milik tetangga.

Pada pemeriksaan fisik TD130/80 mmhg, HR: 78x/menit, RR: 18x/menit, S:36,2C,

terdapat rhonki dan whizzing pada kedua hemithorax.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 18.100mm3

VII. Diagnosis Sementara

Asma Bronkial Sedang Presisten Ringan

VIII. Prognosis

Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

5 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 6: Astma Bronchial

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan

dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala

pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam

kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang

ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap

berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang

disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini

bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun

karena pemberian obat.2

2. Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,

terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah

2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia

dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia

remaja dibandingkan dengan perempuan.3

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah

penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka

ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma

meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5%

dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di

Indonesia.5

Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma

adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih

banyak dari pada laki – laki (52,86%). 6

3. Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit

6 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 7: Astma Bronchial

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan

alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah

2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada

wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan

faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat

mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan

kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,

penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat

mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

4. Faktor Pencetus

Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah

sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma

mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya

dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh

alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi

inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang

sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

2. Faktor Lain

7 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 8: Astma Bronchial

a. Alergen makanan

b. Alergen obat – obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

5. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran

klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat

inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk

mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak

ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu

penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan

klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam

penatalaksanaannya.7

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan

(akut)7 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)

Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat

(Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

8 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 9: Astma Bronchial

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya

serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat

serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)

dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma

persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan

pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,

bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

9 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 10: Astma Bronchial

6. Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh

hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel

mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan

pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target

saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan

hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang

sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi,

interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan

saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama

10 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

Page 11: Astma Bronchial

pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan

yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10

Mediator Pengaruh terhadap asma

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Kontruksi otot polos

Histamin Udema mukosa

11 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 12: Astma Bronchial

LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Chymase Radikal oksigen

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid

Sekresi mukus

Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

Deskuamasi epitel bronkial

7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,

sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan

cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya

riwayat alergi.11

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi

saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan

denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,

mengi.11

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,

kristal Charcot Leyden).11

Pemeriksaan Penunjang

o Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal

ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang

merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume

12 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 13: Astma Bronchial

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa

(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

o Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.

Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya

dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus

merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas

saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus

terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),

hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan

histamin.

o Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan

penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,

obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada

serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma12

13 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 14: Astma Bronchial

1. Diagnosis Banding

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan

sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk

yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,

lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan

mengi jarang menyertainya.

Gagal jantung kiri

14 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 15: Astma Bronchial

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada

malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba

terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau

berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan

edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.

Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah

(haemoptoe).

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13

 Tujuan penatalaksanaan asma13:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai

asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu

bulan.13

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa

dan pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

15 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 16: Astma Bronchial

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol

pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat

pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

 

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan

hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat

serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi

pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13

16 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 17: Astma Bronchial

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason

dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason

dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

 

 Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi

(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral

jangka panjang.

 Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma

persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan

apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin

17 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 18: Astma Bronchial

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner

seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai

obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif

mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

  Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan

formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis

beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,

menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari

sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213

Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol

Prokaterol

Salbutamol/ Albuterol

Terbutalin

Pirbuterol

Formoterol

Lambat Salmeterol

 

  Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.

Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan

bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat

bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang

beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).  

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut

18 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 19: Astma Bronchial

seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas

atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin

Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol

yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.

Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,

meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan

akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah

dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga

menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam

golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

  Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian

secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan

19 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 20: Astma Bronchial

gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi

harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan

parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan

langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13:

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan

beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi

pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator

adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma

Medikasi pengontrol harian

Alternatif / Pilihan lainAlternatif

lain

Asma Intermite

Tidak perlu -------- -------

20 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 21: Astma Bronchial

nAsma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau

ekivalennya)

Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers

glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

21 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 22: Astma Bronchial

Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit

22 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 23: Astma Bronchial

Gambar 3. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah

9. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

23 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 24: Astma Bronchial

10. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan

bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau

serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan

yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam

pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan

mengalami serangan ulang.14

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,

sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka

kematiannya 9%.14

24 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 25: Astma Bronchial

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.

2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :

Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.

3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur

Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72

5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009

May 4th. Available from:

http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?

option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD

Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas

Kedokteran Universitas Riau. 2006.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian

Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.

8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal

Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.

10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G

(Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.

12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran

Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

25 | C A S E R E P O R T S E S S I O N

Page 26: Astma Bronchial

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di

Indonesia. 2003. h 73-5

14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

26 | C A S E R E P O R T S E S S I O N