Upload
ovirizki
View
232
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asma
Citation preview
BAB ICASE SESSION
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.IS
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Sunda
Alamat : Cidahu, Sukabumi
Tanggal Masuk : 17 November 2015
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 4 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas timbul mendadak disertai suara ngik-nigik pada dini hari setelah bangun
tidur, sesak timbul sejak 3 tahun yang lalu, hilang timbul, semakin berat dan sering satu
tahun terakhir, biasa sesak timbul di malam hari terutama tengah malam sekitar jam 2,
dan apabila cuaca dingin, sesak tidak timbul apabila pasien berjalan menanjak,
kecapaean, ataupun terkena asap, sesak terasa semakin berat bila tidur terlentang, pasien
lebih nyaman sedikit membungkuk, tidak reda meski istirahat, sesak membaik apa bila
diuap, dada terasa berat setiap bernafas, keluhan disertai dengan batuk-batuk dengan
dahak warna putih bening, kadang sulit dikeluarkan, pasien sering bersin-bersin di pagi
hari dan mudah pilek apabila cuaca dingin, tidak terdapat nyeri dada, tidak terdapat
demam. Satu bulan terakhir keluhan timbul sebanyak empat kali, satu minggu terakhir
sudah timbul sebanyak dua kali.
Riwayat Penyakit Dahulu
Saat masih kanak-kanak pasien tidak pernah memiliki keluhan sesak seperti yang
dirasakan sekarang
1 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Pertama timbul 3 tahun lalu, satu tahun terakhir semakin berat dan semakin sering,
satu bulan telah dialami selama 4 kali.
Riwayat berobat paru rutin selama 6-8 bulan (pengobatan TB) disangkal
Riwayat hipertensi, penyakit jantung dan diabetes militus disangkal pasien
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah berobat ke klinik 24 jam untuk mengatasi keluhannya, biasa di uap
untuk meredakan sesaknya, dan diberikan obat semprot (pasien lupa nama obatnya) apa
bila timbu sesak.
Riwayat Penyakit Keluarga
Nenek dan bibi pasien ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Tidak ada riwayat TB paru, penyakit keganasan, hipertensi, dan diabetes mellitus
dalam keluarga.
Riwayat Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, pasien masak sehari-hari menggunakan kompor
gas, tidak ada hewan peliharaan di rumah baik ungags maupun kucing, tetapi tetangga
pasien memiliki banyak kucing yang suka datang ke rumahnya. Pasien tidak merokok.
III.Pemeriksaan Fisik (18 November 2015)
- Kesadaran : Composmentis
- KU : Tampak sakit sedang
- TTV :
o Tekanan darah : 130/80 mmHg
o Frekuensi nadi : 78 kali/menit
o Frekuensi napas : 19 kali/menit
o Suhu tubuh : 36,2 °C
KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
2 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor kanan = kiri,
refleks cahaya (+)
- Telinga : Bentuk normal, simetris, membran timpani intak, sekret (-)
- Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), laserasi (-), sekret (-)
- Mulut : Bibir anemis (-), sianosis (-), stomatitis (-), Tonsil tenang T1:T1
LEHER
- Bentuk normal, deviasi trakhea (-), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB
- Tidak ada penggunaan otot leher ketika bernafas
- JVP 5+2 cm H2O
THORAKS
- Inspeksi : Bentuk dada kana kiri simetris, pergerakan napas kanan=kiri, retraksi
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, krepitasi, maupun pelebaran sela iga.
Vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Paru → Sonor pada kedua lapang paru
→ Batas paru hati: sela iga IV garis midklavikula kanan
Jantung → Batas atas: sela iga III garis sternalis kanan
→ Batas kanan: sela iga IV garis parasternalis kanan
→ Batas kiri: sela iga V garis midklavikula kiri
- Auskultasi : Paru → Pernapasan vesikuler +/+, rhonki+/+, wheezing +/+
Jantung → Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut datar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat, sianosis (-/-),edema (-/-), CRT <2 detik
- Inferior : Hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2 detik
3 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Hb 14,6 gr% 12-14
Leukosit 18.100 mm3 4.000-11.000
Trombosit 406.000 mm3 150.000-400.000
Ht 44 % 40-45
GDS 121 <180
Ureum 29 10-50
Kreatinin 0,8 0.5-1.9
SGOT 12 <21
SGPT 18 <22
EOS BAS STAFF SEG LYM MONO
- - - 82 18 -
LED 1 Jam 60 2 Jam 122 3-122 mm/1jam
V. Penatalaksanaan
O2 2L
Nebu combivent/8jam
RL+Aminofilin 1,5 amp bolus lambat
Metil Prednisolon 2x125 mg
Ranitidin 2x5o mg iv
Ambroxol 3x3
Paracetamol 3x50mg
VI. Resume
4 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Pasien datang ke UGD BLUD Sekarwang diengan keluhan dyspnue (+) sejak 3 tahun,
hilang-timbul, 1 tahun terakhir terasa lebih berat dan lebih sering, sebulan bisa timbul 4x,
timbul pada malam dan dini hari serta cuaca dingin, ortopneu (+), reda bila diuap, mengi
(+) batuk (+), mucus (+) purulent bening, rhinitis (+). Sudah mendapat reliever dari
kilinik. Nenek dan bibi memiliki keluhan yang serupa. Kondisi sekitar rumah, banyak
kucing milik tetangga.
Pada pemeriksaan fisik TD130/80 mmhg, HR: 78x/menit, RR: 18x/menit, S:36,2C,
terdapat rhonki dan whizzing pada kedua hemithorax.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 18.100mm3
VII. Diagnosis Sementara
Asma Bronkial Sedang Presisten Ringan
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
5 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan
dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala
pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam
kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang
ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap
berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang
disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini
bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun
karena pemberian obat.2
2. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah
2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia
dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia
remaja dibandingkan dengan perempuan.3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka
ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma
meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5%
dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di
Indonesia.5
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih
banyak dari pada laki – laki (52,86%). 6
3. Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
6 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan
alergen maupun iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah
2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat
mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
4. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma
mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya
dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh
alergen tertentu.
Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi
inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang
sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
7 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
5. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran
klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat
inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk
mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak
ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu
penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan
klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam
penatalaksanaannya.7
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan
(akut)7 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
(Tabel.1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7
8 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang
digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya
serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)
dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma
persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan
pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7
9 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
6. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh
hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan
pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target
saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan
hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang
sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi,
interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan
saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama
10 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas
pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan
yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8
Gambar 1. Patogenesis Asma9
Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10
Mediator Pengaruh terhadap asma
Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)
Kontruksi otot polos
Histamin Udema mukosa
11 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)
Chymase Radikal oksigen
Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid
Sekresi mukus
Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin
Deskuamasi epitel bronkial
7. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya
riwayat alergi.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan
denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,
mengi.11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,
kristal Charcot Leyden).11
Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal
ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang
merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume
12 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa
(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus
terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,
obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada
serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
Tabel 4. Diagnosis Asma12
13 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
1. Diagnosis Banding
Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk
yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,
lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
Gagal jantung kiri
14 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba
terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan
edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemoptoe).
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13
Tujuan penatalaksanaan asma13:
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai
asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu
bulan.13
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa
dan pengobatan medikamentosa :
Pengobatan non-medikamentosa
15 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol
pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat
pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan
hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat
serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13
16 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid
200-500 ug
200-400 ug
500-1000 ug
100-250 ug
400-1000 ug
500-1000 ug
400-800 ug
1000-2000 ug
250-500 ug
1000-2000 ug
>1000 ug
>800 ug
>2000 ug
>500 ug
>2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason
dipropionat
Budesonid
Flunisolid
Flutikason
Triamsinolon asetonid
100-400 ug
100-200 ug
500-750 ug
100-200 ug
400-800 ug
400-800 ug
200-400 ug
1000-1250 ug
200-500 ug
800-1200 ug
>800 ug
>400 ug
>1250 ug
>500 ug
>1200 ug
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi
(efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral
jangka panjang.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan
apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
Metilsantin
17 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai
obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis
beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari
sel mast dan basofil.
Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213
Onset Durasi (Lama kerja)
Singkat Lama
Cepat Fenoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Formoterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah
preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang
beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut
18 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas
atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13:
Agonis beta2 kerja singkat
Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila
penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.
Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan
modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan
akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam
golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian
secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan
19 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi
harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).
Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan
parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan
langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13:
lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
efek sistemik minimal atau dihindarkan
beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator
adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.
Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma
Medikasi pengontrol harian
Alternatif / Pilihan lainAlternatif
lain
Asma Intermite
Tidak perlu -------- -------
20 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
nAsma Persisten Ringan
Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau
ekivalennya)
Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers
------
Asma Persisten Sedang
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid
(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan
agonis beta-2 kerja lama
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers
Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Ditambah teofilin lepas lambat
Asma Persisten Berat
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini:
teofilin lepas lambat
leukotriene modifiers
glukokortikosteroid oral
Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg
ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat
21 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Gambar 2. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit
22 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
Gambar 3. Algoritme penatalaksanaan asma di rumah
9. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
23 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
10. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan
bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau
serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan
yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam
pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan
mengalami serangan ulang.14
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%.14
24 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :
Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72
5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009
May 4th. Available from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2006.
7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.
8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal
Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G
(Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.
12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran
Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.
25 | C A S E R E P O R T S E S S I O N
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. h 73-5
14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.
26 | C A S E R E P O R T S E S S I O N