Upload
joko-santoso
View
26
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
autism
Citation preview
Autisme
Merupakan suatu kelainan dengan karakteristik berupa masing-masing dari 3 kategori gejala
yaitu: gangguan interaksi social secara kualitatif, gangguan berkomunikasi, pola tingkah laku
atau ketertarikan repetitive terbatas dan stereotipik .
Epidemiologi
Angka kejadiannya sekitar 8 dalam 10.000 anak atau sekitar 0,08%. Kelainan ini terjadi lebih
sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan dengan perbandingan 5:1, namun diketahui
anak perempuan dengan autis lebih cenderung memiliki kemungkinan mengalami retardasi
mental yang berat dibanding penderita autis laki-laki. Angka kejadian autis lebih sering terjadi
pada kondisi sosioekonomi yang tinggi.
Etiologi dan Patogenesis
Faktor psikodinamika dan keluarga. Dalam laporan awalnya Kanner menulis bahwa beberapa
orangtua dengan anak-anak autistik adalah benar-benar peramah dan, untuk sebagian besamya,
orang tua dan anggota keluarganya memiliki preokupasi dengan abstraksi intelektual dan
cenderung sedikit mengekspresikan perhatian yang murni terhadap anak-anaknya. Tetapi,
temuan tersebut tidak ditiru selama 50 tahun terakhir. Teori lain, seperti kekerasan dan
penolakan orangtua yang mendorong gejala autistik, juga tidak jelas. Penelitian terakhir yang
membandingkan orangtua dan anak-anak autistik dengan orangtua dan anak-anak yang normal
tidak rnenunjukkan perbedaan yang bermakna dalam kemampuan membesarkan anak. Tidak ada
bukti memuaskan yang menyatakan bahwa jenis tertentu fungsi keluarga yang menyimpang atau
kumpulan faktor psikodinarnika yang menyebabkan perkembangan gangguan autistik. Namun
demikian, beberapa anak autistik berespons terhadap stresor psikososial, seperti, kelahiran
seorang adik atau pindah ke rumah baru, dengan eksaserbasi gejala.
Kelainan organik-neurologis-biologis. Gangguan autistik dan gejala autistik berhubungan
dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis, teru tama rubella kongenital, fenilketonuria
(PKU), sklerosis tuberosus, dan gangguan Rett. Anak autistik menunjukkan lebih banyak tanda
komplikasi perinatal dibandingkan kelompok pembanding dan anak-anak normal dan anak-anak
dengan gangguan lain.
Temuan bahwa anak autistik secara bermakna memiliki lebih banyak anomali fisik kongenital
yang ringan dibandingkan sanak saudaranya dan kontrol normal menyatakan bahwa komplikasi
kehamilan dalarn trimester pertama adalah bermakna. Empat sampai 32 persen orang autistik
memiliki kejang grand mal pada suatu saat dalam kehidupannya, dan kira-kira 20 sampai 25
persen orang autistik menunjukkan pembesaran ventrikular pada pemeriksaan tomograti
komputer. Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) ditemukan pada 10 sampai 83 persen
anak autistik, dan, walaupun tidak ada temuan EEG yang spesifik untuk gangguan autistik,
terdapat indikasi kegagalan lateralisasi serebral. Belakangan ini, satu pemeriksaan pencitraan
resonansi magnetik (MRI; magnetic resonance imaging) menemukan hipoplasia pada lobulus
vermal VI dan VII serebelar, dan penelitian MRI lain menemukan abnormalitas kortikal,
terutama polimikrogria, pada beberapa pasien autistik. Kelainan tersebut mungkin
mencerminkan migrasi sel yang abnormal dalam enam bulan pertama gestasi. Suatu pemeriksaan
otopsi menernukan penurunan hitung sel Purkinje, dan pada penelitian lain terdapat peningkatan
metabolisme kortikal difus selama pemeriksaan tomografi elmisi positron (PET; positron
emission tomography).
Faktor genetika. Dalam beberapa penelitian, antara 2 dan 4 persen sanak saudara orang autistik
ditemukan terkena gangguan austistik, suatu angka yang 50 persen lebih besar dibandingkan
pada populasi umum. Angka kesesuaian gangguan austistik pada dua penelitian besar terhadap
anak kembar adalah 3 persen pada pasangan zigotik dibaudingkan 0 persen pada pasangan
dizigotik pada salah satu penelitian dan kira-kira 96 persen pada pasangan monozigotik
dibandingkan kira-kira 27 persen pada pasangan dizigotik pada penelitian yang kedua. Tetapi,
pada penelitian kedua, zigositas ditegakkan hanya pada kira-kira separuh sampel. Laporan klinis
dan penelitian menyatakan bahwa anggota keluarga nonautistik memiliki berbagai masalah
bahasa atau kognitif lainnya yang sama dengan orang autistik tetapi mereka memilikinya dalam
bentuk yang kurang parah. Sindrom X rapuh tampaknya herhubungan dengan gangguan autistik,
tetapi jumlah orang dengan kedua gangguan autistik dan sindrom X rapuh adalah tidak jelas.
Faktor fisiologis. Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi antara ibu dan
embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistik. Limfosit beberapa anak autistik
bereaksi dengan antibodi maternal, yang meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural
embrional atau ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan.
Faktor perinatal. Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya terjadi pada
anak-anak dengan gangguan autistik, walaupun tidak ada komplikasi yang secara langsung
dinyatakan sebagai penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester pertama
dan mekonium dalam cairan amnion telah dilaporkan lebih sering ditemukan pada anak autistik
dibandingkan populasi umurn. Dalam periode neonatus, anak autistik memiliki insidensi tinggi
sindrom gawat pernapasan dan anemia neonatus. Beberapa bukti
menyatakan tingginya insidensi pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dan anak
autistik.
Temuan neuroanatomi. Lobus temporalis telah diperkirakan sebagai bagian penting dalarn otak
yang mungkin abnormal dalam gangguan autistik. Perkiraan tersebut didasarkan pada laporan
sindroma mirip autistik pada beberapa orang yang mengalami kerusakan lobus temporalis. Jika
daerah temporalis binatang dirusak, perilaku sosial yang diharapkan menghilang, dan
kegelisahan, perilaku motorik berulang, dan kumpulan perilaku terbatas ditemukan. Temuan lain
pada gangguan autistik adalah penurunan sel Purkinje di serebelum, kemungkinan menyebabkan
ke1ainan atensi, kesadaran, dan proses sensorik.
Temuan biokimiawi. Sekurangnya sepertiga pasien dengan gangguan autistik mengalami
peningkatan serotonin plasma. Temuan itu tidak spesifik untuk gangguan autistik, karena orang
dengan retardasi mental tanpa gangguan autistik juga memiliki kecenderungan tersebut. Pasien
dengan gangguan autistik tanpa retardasi mental juga inemiliki insidensi tinggi hiperserotonemia.
Peningkatan homovanillic acid (suatu metabolit utama dopamin) dalam cairan serebrospinalis
adalah disertai dengan peningkatan penarikan diri dan stereotipik. Beberapa bukti menyatakan
bahwa keparahan gejala menurun saat rasio 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA, metabolit
serotonin) cairan serebrospinalis terhadap homovanillic acid cairan serebrospinalis meningkat. 5-
HIAA cairan serebrospinalis mungkin berbanding secara terbalik dengan kadar serotonin darah;
kadar tersebut meningkat pada sepertiga pasien dengan gangguan autistik, suatu temuan
nonspesifik yang juga ditemukan pada pasien dengan retardasi mental.
Gluten/Casein Teori Dan Hubungan Penyakit Celiac. Teori ini mengatakan bahwa pencernaan
anak autis terhadap kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai
polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap ke dalam aliran darah dan
menimbulkan <efek morfin> di otak anak. Di membran saluran cerna kebanyakan pasien autis
ditemukan pori-pori yang tidak lazim, yang diikuti dengan masuknya peptida ke dalam darah.
Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor opioid
C dan D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet sangat ketat bebas
gluten dan kasein menurunkan kadar peptida opioid serta dapat mempengaruhi gejala autis pada
beberapa anak. Dengan demikian implementasi diet merupakan terobosan yang baik untuk
memperoleh kesembuhan pasien. Protein gluten terdapat pada terigu, sereal, gandum yang biasa
dipakai dalam pembuatan bir serta gandum hitam sedangkan protein kasein ditemukan
mempunyai aktivitas opiod saat protein tidak dapat dipecah.
Bayi yang mengalami gangguan pencernaan sebaiknya juga harus menghindari monosodium
glutamat (MSG), amines, tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai
sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas casein dan
Gluten.
IgA urine
Teori Gamma Interferon
Teori Metabolisme Sulfat
Seperti pada penderita intoleransi makanan, mungkin juga pada alergi makanan terdapat
gangguan metabolisme sulfat pada tubuh. Gangguan Metabolisme sulfat juga diduga sebagai
penyebab gangguan ke otak. Bahan makanan mengandung sulfur yang masuk ke tubuh melalui
konjugasi fenol dirubah menjadi sulfat dibuang melalui urine. Pada penderita alergi yang
mengganggu saluran cerna diduga juga terjadi proses gangguan metabolisme sulfur. Gangguan
ini mengakibatkan gangguan pengeluaran sulfat melalui urine, metabolisme sulfur tersebut
berubah menjadi sulfit. Sulfit inilah yang menggakibatkan gangguan kulit (gatal) pada penderita.
Diduga sulfit dan beberapa zat toksin inilah yang dapat menganggu fungsi otak. Gangguan
tersebut mengakibatkan zat kimiawi dan beracun tertentu yang tidak dapat dikeluarkan tubuh
sehingga dapat mengganggu otak.
Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan. Mekanisme bagaimana alergi mengganggu
system susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih belum banyak terungkap. Namun ada
beberapa teori mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah teori gangguan organ
sasaran, pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak (Gut Brain Axis) dan
pengaruh reaksi hormonal pada alergi.
Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi. Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada
kemungkinan hubungan autisme dengan imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubella). Banyak
orang tua menolak imunisasi karena mendapatkan informasi bahwa imunisasi MMR dapat
mengakibatkan Autisme. Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan
bahwa autism tidak berkaitan dengan imunisasi MMR. Tetapi terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa Autis dan imunisasi MMR berhubungan.
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit Campak, Campak
Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya diberikan pada usia anak 16
bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan
secara terpisah, tetapi dalam beberapa tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi.
Kombinasi tersebut terdiri dari virus hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah
dilemahkan, Componen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan
Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.
Terdapat beberapa penelitian dan beberapa kesaksian yang mengungkapkan Autis mungkin
berhubungan dengan imunisasi MMR. Reaksi imunisasi MMR secara umum ringan, pernah
dilaporkan kasus meningoensfalitis pada minggu 3-4 setelah imunisasi di Inggris dan beberapa
tempat lainnya. Reaksi klinis yang pernah dilaporkan meliputi kekakuan leher, iritabilitas hebat,
kejang, gangguan kesadaran, serangan ketakutan yang tidak beralasan dan tidak dapat dijelaskan,
defisit motorik/sensorik, gangguan penglihatan, defisit visual atau bicara yang serupa dengan
gejala pada anak autism.
Teori Sekretin. Secretin adalah sejenis hormon peptida yang dihasilkan oleh kelenjar S di
duodenum. Gluten ternyata dapat menurunkan kadar hormon Secretin, sehingga penting
menambah kadar hormon tersebut. Saat ini sedang dikembangkan preparat secretin dosis tunggal
untuk memperbaiki problem gastrointestinal pada pasien autis. Saat ini secretin sudah disetujui
FDA untuk tujuan menstimulasi pancreas termasuk bikarbonat pada disfungsi kelenjar pankreas,
contohnya pada pankreatitis kronik; selain itu juga untuk memfasilitasi dan kanulasi papilla serta
membuka saluran pankreas untuk mengeluarkan hasil produksinya ke dalam duodenum melalui
prosedur tertentu. Juga dapat dipakai untuk menstimulasi gastrin pada sindrom Zollinger-Ellison
dan membantu mendiagnosis gastrinoma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Secretin
mengaktivasi proses metabolisme dopamin susunan saraf pusat melalui kadar BH(4), sehingga
mempengaruhi berbagai gejala.
Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut).Teori ini juga yang
menjelaskan tentang salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui
Hipermeabilitas Intestinal atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi
kelainan Leaky Gut Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan.
Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi .Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada
kemungkinan hubungan autisme dengan imunisasi MMR (Mumps, Measles, Rubella). Banyak
orang tua menolak imunisasi karena mendapatkan informasi bahwa imunisasi MMR dapat
mengakibatkan Autisme. Banyak penelitian yang dilakukan secara luas ternyata membuktikan
bahwa autism tidak berkaitan dengan imunisasi MMR. Tetapi terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa Autis dan imunisasi MMR berhubungan.
Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah penyakit Campak, Campak
Jerman dan Penyakit Gondong. Pemberian vaksin MMR biasanya diberikan pada usia anak 16
bulan. Vaksin ini adalah gabungan vaksin hidup yang dilemahkan. Semula vaksin ini ditemukan
secara terpisah, tetapi dalam beberapa tahun kemudian digabung menjadi vaksin kombinasi.
Kombinasi tersebut terdiri dari virus hidup Campak galur Edmonton atau Schwarz yang telah
dilemahkan, Componen Antigen Rubella dari virus hidup Wistar RA 27/3 yang dilemahkan dan
Antigen gondongen dari virus hidup galur Jerry Lynn atau Urabe AM-9.
Terdapat beberapa penelitian dan beberapa kesaksian yang mengungkapkan Autis mungkin
berhubungan dengan imunisasi MMR. Reaksi imunisasi MMR secara umum ringan, pernah
dilaporkan kasus meningoensfalitis pada minggu 3-4 setelah imunisasi di Inggris dan beberapa
tempat lainnya. Reaksi klinis yang pernah dilaporkan meliputi kekakuan leher, iritabilitas hebat,
kejang, gangguan kesadaran, serangan ketakutan yang tidak beralasan dan tidak dapat dijelaskan,
defisit motorik/sensorik, gangguan penglihatan, defisit visual atau bicara yang serupa dengan
gejala pada anak autism.
Kriteria Diagnosis Menurut DSM IV
KRITERIA DIAGNOSTIK MENURUT DSM IV
A. Salah satu (1) atau (2) :
1. Inatensi : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut ini telah menetap selama sekurangnya
enam bulan sampai tingkat yang maladaptive dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan:
a) Sering gagal memberikan perhatian terhadap perincian atau melakukan kesalahan
yang tidak berhati-hati dalam tugas sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b) Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi terhadap tugas atau
aktivitas permainan
c) Sering tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung
d) Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan,
atau kewajiban di tempat kerja( bukan karena perilaku oposisional atau tidak dapat
mengerti instruksi)
e) Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f) Sering menghindari, membenci, atau enggan, untuk terlibat dalam tugas yang
memerlukan usaha mental yang lama (seperti tugas sekolah atau pekerjaan rumah)
g) Sering menghindari hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya, tugas
sekolah, pensil, buku, atau peralatan)
h) Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar
i) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari
2. Hiperaktivitas-impulsivitas: enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut
ini telah menetap selama sekurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptive dan
tidak konsisten dengan tingkat perkembangan:
Hiperaktivitas
a) Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau mengeliat-geliat di tempat duduk
b) Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain di mana
diharapkan tetap duduk
c) Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat
(pada remaja atau dewasa, mungkin terbatas pada perasaan subjektif kegelisahan)
d) Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara
tenang.
e) Sering” siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “ didorong oleh sebuah motor”
f) Sering bicara berlebihan
Impulsivitas
a) Sering menjawab tanpa piker terhadap pertanyaan sebelum pertanyaan selesai
b) Sering sulit menunggu gilirannya
c) Sering memutus atau menganggu orang lain (misalnya, memotong masuk ke
percakapan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada
sebelum usia 7 tahun
C. Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebig situasi ( misalnya di sekolah, dan
di rumah)
D. Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi social,
akademik, atau fungsi pekerjaan.
E. Gejala tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasive,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental lain (misalnya, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif, atau
gangguan kepribadian).
Penulisan didasarkan pada tipe:
Gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas, tipe kombinasi : jika memenuhi baik criteria A1 dan A2
selama enam bulan terakhir
Gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas, predominan tipe inatentif : jika memenuhi criteria A1
tetapi tidak criteria A2 selama 6 bulan terakhir
Gangguan deficit-atensi/hiperaktivitas, predominan tipe hiperaktif-impulsif: jika memenuhi
criteria A2 tetapi tidak kriteria A1 selama 6 bulan terakhir.
Catatan penulisan : untuk individu (terutama remaja dan dewasa) yang sekarang memiliki
gejala yang tidak lagi memenuhi kriteria lengkap, harus dituliskan “ dalam remisi parsial”
Manifestasi Klinis
Karakteristik fisik
Penampilan. Kanner tertarik oleh kecerdasan anak autistik dan penampilan yang menarik. Antara
usia 2 dan 7 tahun, mereka juga cenderung lebih pendek dibandingkan populasi normal.
Tangan dominan. Banyak anak autistik mengalami kegagalan lateralisasi. Yaitu, mereka tetap
ambidekstrosus pada suatu usia saat dominansi serebral ditegakkan pada anak normal. Anak
autistik juga memiliki insidensi tinggi dermatoglifik yang abnormal (sebagai contoh, sidik jari)
dibandingkan populasi umum, yang mungkin mengarahkan gangguan pada perkernbangn
neuroektodermal.
Penyakit fisik penyerta. Anak-anak gangguan autistik yang muda memiliki insidensi yang agak
lebih tinggi mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas, bersendawa yang berlebihan,
kejang demam, konstipasi, dan gerakan usus yang kendur dibandingkan kontrol. Banyak anak
autistik bereaksi secara berbeda terhadap penyakit dibandingkan anak-anak normal, yang
mungkin mencerminkan sistem saraf otonom yang abnormal atau imatur. Anak-anak autistik
mungkin tidak mengalaini peningkatan temperatur pada penyakit infeksi, mungkin tidak
mengeluh sakit secara verbal atau dengan isyarat, dan mungkin tidak menunjukkan malaise pada
anak yang sakit. Perilaku dan keakrabannya mungkin membaik dengan derajat yang jelas jika
mereka sakit, dan pada beberapa kasus hal tersebut adalah petunjuk adanya penyakit fisik.
Karakteristik perilaku
Gangguan Kualitatif pada interaksi sosial. Semua anak autistik gagal menunjukkan keakraban
yang lazimnya terhadap orangtua mereka dan orang lain. Saat bayi, banyak yang tidak memiliki
senyum sosial dan sikap tidak mau digendong jika seorang dewasa mendekati. Kontak mata yang
abnormal adalah temuan yang sering. Perkembangan sosial anak autistik ditandai oleh tidak
adanya (tetapi tidak selalu tidak ada sama sekali) perilaku melekat dan kegagalan yang relatif
awal pada pertalian terhadap orang tertentu. Anak autistik sering kali tidak terlihat mengenali
atau membedakan orang-orang yang paling penting dalam kehidupannya-orangtua, sanak
saudara, dan guru. Dan mereka mungkin hampir tidak menunjukkan cemas perpisahan saat
ditinggal di dalam lingkungan yang asing dengan orang asing.
Jika anak autistik telah mencapai usia sekolah, penarikan diri mereka mungkin telah menghilang
atau tidak begitu jelas, terutama pada anak-anak yang berfungsi lebih baik. Malahan, terlihat
kegagalan mereka untuk bermain dengan teman sebaya dan membuat persahabatan, kejanggalan
dan ketidaksesuaian sosial mereka, dan, terutama, kegagalan mereka untuk mengembangkan
empati.
Pada masa remaja akhir, orang autistik tersebut yang paling berkembang sering kali memiliki
keinginan untuk bersahabat. Tetapi, kecanggungan pendekatan mereka dan ketidakmampuan
mereka untuk berespons terhadap minat, emosi, dan pera saan orang lain adalah hambatan yang
utama dalam mengembangkan persahabatan. Remaja dan dewasa autistik memiliki perasaan
seksual, tetapi tidak adanya kompetensi dan keterampilan sosial menghalangi sebagian besar dari
mereka untuk mengembangkan hubungan seksual. Sangat jarang bagi orang autistik untuk
menikah.
Gangguan komunikasi dan bahasa. Defisit dan penyimpangan yang jelas dalam perkembangan
bahasa adalah salah satu kriteria utama untuk mendiagnosis gangguan autistik. Anak-anak
autistik bukan hanya enggan untuk berbicara, dan kelainan bicara mereka bukan karena tidak
adanya motivasi. Penyimpangan bahasa, seperti keterlambatan bahasa, adalah karakteristik untuk
gangguan autistik. Berbeda dengan anak normal dan anak retardasi mental, anak autistik sedikit
menggunakan arti dalam daya ingat dan proses berpikir mereka. Jika orang autistik memang
belajar untuk bercakap dengan fasih, mereka tidak memiliki kompetensi sosial, dan percakapan
mereka tidak ditandai oleh saling tukar yang responsif dan timbal balik.
Dalam tahun pertama kehidupan, banyaknya dan frekuensi celoteh anak autistik mungkin
menurun atau abnormal. Beberapa anak mengeluarkan bunyi— bunyi klik, suara, pekikan, dan
suku kata tanpa arti — dalam cara yang stereotipik tanpa terlihat minat untuk berkomunikasi.
Tidak seperti anak normal, yang selalu memiliki keterampilan bahasa reseptif yang lebih baik
dan lebih banyak mengerti sebelum mereka dapat berbicara, anak autistik verbal mungkin lebih
banyak berkata dibandingkan yang dimengertinya. Kata-kata dan bahkan hampir seharuh kalimat
mungkin di dalam dan di luar perbendaharaan kata anak. Anak autistik mungkin menggunakan
suatu kata satu kali dan tidak menggunakannya lagi selama seminggu, sebulan, atau beberapa
tahun. Pembicaraan mereka mengandung ekolalia, baik segera atau terlambat atau frasa
stereotipik di luar konteks. Kelainan tersebut sering disertai dengan pembalikan kata sebutan;
yaitu seorang anak perempuan berkata, “Kamu ingan mainan? saat ia bermaksud menginginkan
mainan. Kesulitan dalam artikulasi juga ditemukan. Pemakaian kualitas dan irama suara yang
aneh terlihat secara klinis pada banyak kasus. Kira-kira 50 persen dan semua anak autistik tidak
pernah menggunakan pembicaraan yang berguna. Beberapa anak yang paling cerdas
menunjukkan daya tarik yang sangat kuat tertentu terhadap huruf dan angka. Beberapa anak
benar-benar belajar membaca sendiri pada usia prasekolah (hiperleksia), senng kali berhasil
dengan baik. Tetapi, hampir pada semua kasus anak-anak membaca tanpa pernah mengerti.
Perilaku stereotipik. Dalam tahun-tahun pertama kehidupan anak autistik, sebagian besar
permainan eksplorasi anak normal adalah tidak ada atau minimal. Mainan dan benda-benda
seringkali dimanipulasi dalam cara yang tidak seharusnya, dengan sedikit variasi, kreativitas, dan
imaginasi dan sedikit ciri simbolik. Anak-anak autistik tidak dapat meniru atau menggunakan
pantomim abstrak. Aktivitas dan permainan anak autistik, jika ada, adalah kaku, berulang, dan
monoton. Fenomena ritualistik dan kompulsif adalah sering ditemukan pada masa anak-anak
awal dan pertengahan. Anak autistik seringkali memutarkan, membanting, dan membariskan
benda-benda dan menjadi terlekat pada benda mati. Di samping itu, banyak anak autistik,
terutama mereka dengan intelektual yang paling terganggu, menunjukkan berbagai kelainan
gerakan. Stereotipik, manerisme, dan seringai adalah paling sering terlihat jika anak ditinggalkan
sendiri dan dapat menurun pada situasi yang terstruktur. Anak autistik tahan terhadap transisi dan
perubahan. Pindah ke rumah baru, memindahkan perabotan di dalam ruangan, dan makan pagi
sebelum mandi jika merupakan kebalikan dan rutinitas mungkin menyebabkan panik atau temper
tantrum.
Ketidakstabilan mood dan afek. Beberapa anak dengan gangguan autistik menunjukkan
perubahan emosional yang tiba-tiba, dengan ledakan tertawa atau tangisan tanpa terlihat alasan
dan tidak mengekspresikan pikiran yang sesuai dengan afek.
Respon terhadap stimuli sensorik. Anak-anak autistik mungkin responsif secara berlebihan atau
kurang responsif terhadap stimuli sensorik (sebagai contoh, suara dan nyeri). Mereka mungkin
secara selektif mengabaikan ucapan yang diarahkan pada dirinya, dan sehingga mereka sering
disangka tuli. Tetapi, mereka mungkin menunjukkan minat yang tidak lazim terhadap bunyi
detik jam tangan. Banyak yang memiliki peningkatan ambang nyeri atau perubahan respons
terhadap nyeri. Malahan, anak autistik mungkin melukai dirinya sendiri secara parah dan tidak
menangis.
Banyak anak autistik tampak menikmati musik. Mereka sering kali bersenandung atau
menyanyikan suatu lagu atau jingle iklan sebelum mengucapkan kata atau berbicara. Beberapa
anak secara khusus menikmati stimulasi vestibular — berputar-putar, berayun-ayun, dan
bergerak naik dan turun.
Gejala prilaku lain. Hiperkinesis adalah masaiah perilaku yang sering pada anak autistik yang
muda. Hipokinesis lebih jarang; jika ada, sering kali berganti-ganti dengan hiperaktivitas.
Agresivitas dan temper tantrum terlihat., sering kali dengan alasan yang tidak jelas, atau
disebabkan oieh perubahan atau tuntutan. Perilaku melukai diri sendiri adalah berupa
membenturkan kepala, menggigit, mencakar, dan menarik rambut. Rentang perhatian yang
pendek, ketidakmampuan sama sekali untuk memusatkan pada pekerjaan, insomnia, masalah
pemberian makanan dan makan, enuresis, dan enkopresis juga sering ditemukan.
Fungsi intelektual. Kira-kira 40 persen anak-anak dengan autisme infantil memiliki nilai
inteligensia (I.Q.) di bawah 50 sampai 55 (retardasi mental sedang, berat, atau sangat berat); 30
persen memiliki nilai 50 sampai kira-kira 70 (retardasi mental ringan); dan 30 persen memiliki
nilai 70 atau lebih. Penelitian epidemiologis dan klinis menunjukan bahwa risiko untuk
gangguan autistik meningkat saat I.Q. menurun. Kira-kira seperlima dan semua anak autistik
memiliki kecerdasan nonverbal yang normal. Nilai IQ anak autistik cenderung mencerminkan
masalah dengan keterampilan verbal dan abstraksi, bukannya dengan keterampilan visuospasial
dan daya ingat jauh, yang mengesankan kepentingan defek dalam fungsi yang berhubungan
dengan bahasa.
Kemampuan kognitif atau visuornotorik yang tidak lazim atau lebih cepat ditemukan pada
beberapa anak autistik. Kemampuan tersebut mungkin terlihat walaupun dalam fungsi yang
seluruhnya teretardasi dan dinamakan sebagai fungsi terpecah atau pulau-pulau prekoksitas.
Kemungkinan contoh yang paling jelas adalah sarjana idiot yang merniliki kemampuan daya
ingat jauh dan berhitung yang luar biasa. Kemampuan khusus mereka biasanya tetap di belakang
kemampuan kemampuan teman sebayanya yang normal. Kemampuan terlalu cepat lainnya pada
anak autistik yang masih kecil adalah hiperleksia, suatu kemampuan yang dini untuk membaca
dengan baik (walaupun mereka tidak dapat mengerti apa yang dibacanya), mengingat dan
menceritakan, dan kemampuan musikal (menyanyikan irama atau mengenali alat-alat musik).
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Gangguan autistik memiliki perjalanan penyakit yang panjang dan prognosis yang terbatas.
Beberapa anak-anak autistik menderita kehilangan semua atau beberapa bicara yang ada
sebelumnya. Hal tersebut paling sering terjadi antara usia 12 dan 24 bulan. Sebagai aturan
umum, anak-anak autistik dengan I.Q. di atas 70 dan mereka yang menggunakan bahasa
komunikatif pada usia 5 sampai 7 tahun memiliki prognosis yang terbaik. Penelitian pada orang
dewasa menunjukkan bahwa kira-kira dua pertiga orang dewasa autistik tetap mengalami
kecacatan parah dan hidup dalam ketergantungan penuh atau setengah tergantung, baik dengan
sanak saudara atau dalam institusi jangka panjang. Hanya 1 atau 2 persen yang mencapai status
normal dan mandiri dengan pekerjaan yang mencukupi, dan 5 sarnpai 10 persen mencapai status
normal ambang. Prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah suportif dan mampu
memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat banyak.
Walaupun ditemukan penurunan gejala pada banyak kasus, mutilasi diri yang parah atau
agresivitas dan regresi dapat berkembang pada kasus lain. Kira-kira 4 sampai 32 persen memiliki
kejang grand mal pada masa anak-anak akhir atau masa remaja, dan kejang memiliki pengaruh
buruk untuk prognosis.
Terapi
Tujuan terapi adalah menurunkan gejala perilaku dan membantu perkembangan fungsi yang
terlambat, rudimenter, atau tidak ada, seperti keterampilan bahasa dan merawat diri sendiri. Di
samping itu, orang-tua, yang sering kecewa, memerlukan bantuan dan konseling.
Autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan (not curable) tetapi masih dapat diterapi
(treatable). Menyembuhkan berarti “memulihkan kesehatan, kondisi semula, normalitas”. Dari
segi medis, tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan fungsi otak yang menyebabkan
autisme. Beberapa simptom autisme berkurang seiring dengan pertambahan usia anak, bahkan
ada yang hilang sama sekali.
Dengan intervensi yang tepat, perilaku-perilaku yang tak diharapkan dari pengidap autisme dapat
dirubah. Namun, sebagian besar individu autistik dalam hidupnya akan tetap menampakkan
gejala-gejala autisme pada tingkat tertentu. Sebenarnya pada penanganan yang tepat, dini,
intensif dan optimal, penyandang autisme bisa normal. Mereka masuk ke dalam mainstream
yang berarti bisa sekolah di sekolah biasa, dapat berkembang dan mandiri di masyarakat, serta
tidak tampak ”gejala sisa”. Kemungkinan normal bagi pengidap autisme tergantung dari berat
tidaknya gangguan yang ada.
Terapi dengan Pendekatan Psikodinamis
Pendekatan terapi berorientasi psikodinamis terhadap individu autistik berdasarkan asumsi
bahwa penyebab autisme adalah adanya penolakan dan sikap orang tua yang “dingin” dalam
mengasuh anak. Terapi Bettelheim dilakukan dengan menjauhkan anak dari kediaman dan
pengawasan orang tua. Kini terapi dengan pendekatan psikodinamis tidak begitu lazim
digunakan karena asumsi dasar dari pendekatan ini telah disangkal oleh bukti-bukti yang
menyatakan bahwa autisme bukanlah akibat salah asuhan melainkan disebabkan oleh gangguan
fungsi otak.. Pendekatan yang berorientasi Psiko-dinamis didominasi oleh teori-teori awal yang
memandang autisme sebagai suatu masalah ketidakteraturan emosional.
Terapi Dengan Intervensi Behavioral
Pendekatan Behavioral telah terbukti dapat memperbaiki perilaku individu autistik. Pendekatan
ini merupakan variasi dan pengembangan teori belajar yang semula hanya terbatas pada sistem
pengelolaan ganjaran dan hukuman (reward and punishment). Prinsipnya adalah mengajarkan
perilaku yang sesuai dan diharapkan serta mengurangi/mengeliminir perilaku-perilaku yang
salah pada individu autistik. Pendekatan ini juga menekankan pada pendidikan khusus yang
difokuskan pada pengembangan kemampuan akademik dan keahlian-keahlian yang berhubungan
dengan pendidikan. Saat ini ada beberapa sistem behavioral yang diterapkan pada individu
dengan kebutuhan khusus seperti autisme:
Operant Conditioning (konsep belajar operan). Pendekatan operan merupakan penerapan
prinsip-prinsip teori belajar secara langsung. Prinsip pemberian ganjaran dan hukuman: perilaku
yang positif akan mendapatkan konsekuensi positif (reward), sebaliknya perilaku negatif akan
mendapat konsekuensi negatif (punishment). Dengan demikian diharapkan inti dan tujuan utama
dari pendekatan ini yaitu mengembangkan dan meningkatkan perilaku positif, serta mengurangi
perilaku negatif yang tidak produktif.
Cognitive Learning (konsep belajar kognitif).Struktur pengajaran pada pendekatan ini
sedikit berbeda dengan konsep belajar operan. Fokusnya lebih kepada seberapa baik pemahaman
individu autistik terhadap apa yang diharapkan oleh lingkungan. Pendekatan ini menggunakan
ganjaran dan hukuman untuk lebih menegaskan apa yang diharapkan lingkungan terhadap anak
autistik. Fokusnya adalah pada seberapa baik seorang penderita autistik dapat memahami
lingkungan disekitarnya dan apa yang diharapkan oleh lingkungan tersebut terhadap dirinya.
Latihan relaksasi merupakan bentuk lain dari pendekatan kognitif. Latihan ini difokuskan pada
kesadaran dengan menggunakan tarikan napas panjang, pelemasan otot-otot, dan perumpamaan
visual untuk menetralisir kegelisahan.
Social Learning (konsep belajar sosial). Ketidakmampuan dalam menjalin interaksi sosial
merupakan masalah utama dalam autisme, karena itu pendekatan ini menekankan pada
pentingnya pelatihan keterampilan sosial (social skills training). Teknik yang sering digunakan
dalam mengajarkan perilaku sosial positif antara lain: modelling (pemberian contoh), role
playing (permainan peran), dan rehearsal (latihan/pengulangan). Pendekatan belajar sosial
mengkaji perilaku dalam hal konteks sosial dan implikasinya dalam fungsi personal.
Salah satu bentuk modifikasi dari intervensi behavioral yang banyak di terapkan di pusat-pusat
terapi di Indonesia adalah teknik modifikasi tatalaksana perilaku oleh Ivar Lovaas. Terapi ini
menggunakan prinsip belajar-mengajar untuk mengajarkan sesuatu yang kurang atau tidak
dimiliki anak autis. Misalnya anak diajar berperhatian, meniru suara, menggunakan kata-kata,
bagaimana bermain. Hal yang secara alami bisa dilakukan anak-anak biasa, tetapi tidak dimiliki
anak penyandang autisme. Semua keterampilan yang ingin diajarkan kepada penyandang
autisme diberikan secara berulang-ulang dengan memberi imbalan bila anak memberi respons
yang baik. awalnya imbalan bisa berbentuk konkret seperti mainan, makanan atau minuman.
Tetapi sedikit demi sedikit imbalan atas keberhasilan anak itu diganti dengan imbalan sosial,
misalnya pujian, pelukan dan senyuman.
Bentuk-bentuk psikoterapi menggunakan pendekatan behavioral (behavior therapy) kepada
anak/individu dengan ASD, bersumber pada teori belajar, khususnya pengondisian operan
Skinner. Perspektif behaviorisme Skinner memandang individu sebagai organisme yang
perbendaharaan tingkah lakunya di peroleh melalui belajar.
Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku: responden dan operan (operant). Respons
(tingkah laku) selalu didahului oleh stimulus dan tingkah laku responden diperoleh melalui
belajar serta bisa dikondisikan. Skinner yakin kecenderungan organisme untuk mengulang
ataupun menghentikan tingkah lakunya di masa datang tergantung pada hasil atau konsekuensi
(pemerkuat/positive dan negative reinforcer) yang diperoleh oleh organisme/individu dari
tingkah lakunya tersebut. Para ahli teori belajar membagi pemerkuat (reinforcer) menjadi dua:
(1) pemerkuat primer (unconditioned reinforcer), adalah kejadian atau objek yang memiliki sifat
memperkuat secara inheren tanpa melalui proses belajar seperti: makanan bagi yang lapar;
sedangkan (2) pemerkuat sekunder (pemerkuat sosial) merupakan hal, kejadian, atau objek
memperkuat respons melalui pengalaman pengondisian atau proses belajar pada organisme.
Meskipun menurut Skinner nilai pemerkuat sekunder belum tentu sama pada setiap orang,
namun pemerkuat sekunder memiliki daya yang besar bagi pembentukan dan pengendalian
tingkah laku.
Thorndike dan Watson memandang bahwa "organisme dilahirkan tanpa sifat-sifat sosial atau
psikologis; perilaku adalah hasil dari pengalaman; dan perilaku di gerakkan atau dimotivasi oleh
kebutuhan untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan". Behavioris melalui
beberapa eksperimen seperti: metode pelaziman klasik (classical conditioning), operant
conditioning, dan konsep belajar sosial (social learning) menyimpulkan bahwa manusia sangat
plastis sehingga dapat dengan mudah di bentuk oleh lingkungan.
Intervensi Biologis
Intervensi biologis mencakup pemberian obat dan vitamin kepada individu autistik. Pemberian
obat tidak telalu membantu bagi sebagian besar anak autistik. Secara farmakologis hanya sekitar
10-15% pengidap autisme yang cocok dan terbantu oleh pemberian obat-obatan dan vitamin.
Terapi Makanan
Terapi Diet pada Gangguan Autisme
Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau
jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang
timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat
individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan
sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa
anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman
dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat
makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan
gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme.
1) Diet tanpa gluten dan tanpa kasein
Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya,
orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan
minuman yang mengandung gluten dan kasein.
Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti
gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada
tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat,
mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu
timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang
Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Beberapa contoh resep masakan yang
terdapat pada situs Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila
anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan
mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet
khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan
menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat
diberi makanan seperti sebelumnya.
Makanan yang dihindari adalah :
Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu,
havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni,
spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya,
serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu
hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt,
dan makanan yang menggunakan campuran susu.
Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden,
daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang
alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi. Buah dan sayur
yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong,
ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging,
dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang
merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun,
dan sebagainya. Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk,
semangka, dan sebagainya.
2) Diet anti-yeast/ragi/jamur
Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang
diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.
Makanan yang perlu dihindari adalah :
Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan gula dan yeast.
Semua jenis keju. Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan
lain-lain.
Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard, monosodium glutamate,
macam-macam kecap, macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang
menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing.
Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang, dan lain-lain.
Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan lain-lain.
Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua minuman yang manis.
Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa
makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.
Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya
biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung, dan tales.
Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu.
Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar.
Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang kedelai, kacang
hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering
berjamur.
Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol, kembang kol, bit,
wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat,
dan lain-lain. Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.
3) Diet untuk alergi dan inteloransi makanan
Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah
ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur
makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber
penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan.
Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus
dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur
anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.
Cara mengatur makanan secara umum
Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari.
Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat
digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding
gula/sukrosa.
Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji
bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah
konsumsi lemak, makanan dapat digoreng.
Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar.
Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.
Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat
pengawet). Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian
suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium).
Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal
kadaluwarsanya. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak
akan bosan. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran
segar.
10 Jenis Terapi Autisme
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-
iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual,
ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.
Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai
kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak
uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang
bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu
gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan
waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak
membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus
untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak
dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur
kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya
hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan
bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai
bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus.
Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang
benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot
halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya
kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk
menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan
interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2
arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu
dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan
mengajari cara2nya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar
bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi
social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7. Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka,
mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap
suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki
perilakunya,
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi
perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih
spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah
yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-
gambar, misalnya dengan metode PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa
video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat
Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih
melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan
metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini
diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang
ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak
mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari
dalam tubuh sendiri (biomedis).