DocumentB1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kinetik

Citation preview

BAB IIIANALISIS VITAMIN B1 TOTAL DALAM CUPLIKAN URIN

III.1.PendahuluanIII.1.1Latar BelakangVitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah yang sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut di dalam air dan lemak. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, dan yang larut dalam air adalah vitamin B dan C (Dorland, 2006).Vitamin C atau asam askorbat adalah komponen berharga dalam makanan karena berguna sebagai antioksidan dan mengandung khasiat pengobatan (Sandra G.,1995). Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C bila di konsumsi mencapai 100 mg sehari. Jumlah ini dapat mencegah terjadinya skorbut selama tiga bulan. Tanda-tanda skorbut akan terjadi bila persediaan di dalam tubuh tinggal 300 mg. Konsumsi melebihi taraf kejenuhan akan dikeluarkan melalui urin ( Almatsier., 2001). Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah seperti jeruk, nenas, rambutan, papaya, gandaria, tomat, dan bawang putih (Allium sativumL) (Almatsier., 2001). Peranan utama vitamin C adalah dalam pembentukan kolagen interseluler.Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium. Asam askorbat sangat penting peranannya dalam proses hidroksilasi dua asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin.Penetapan kadar Vitamin C dalam suasana asam akan mereduksi larutan dye membentuk larutan yang tidak berwarna. Apabila semua asam askorbat sudah mereduksi larutan dye sedikit saja akan terlihat dengan terjadinya perubahan warna (merah jambu). Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kadar vitamin C pada suatu bahan pangan. Diantaranya adalah metode titrasi dan metode spektrofotometri. Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian dengan menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada kuvet yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang mampu diserap oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990).

III.1.2.Tujuan Percobaana. Memperkenalkan langkah-langkah analisi obat dan atau metabolitnya dalam cuplikan urin.b. Melakukan analisis vitamin B1 dalam urin.c. Memahai proses ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, Eliminasi) vitamin B1.d. Mengetahui nilai parameter farmakokinetik vitamin B1.

III.2.Tinjauan PustakaTiamin, dikenal juga dengan B1 atau aneurin, sangat penting dalam metabolisme karbohidrat. Peran utama tiamin adalah sebagai bagian dari koenzim dalam dekarboksilasi oksidatif asam alfa-keto. Gejala defisiensi akan muncul secara spontan berupa beri-beri pada manusia. Penyakit tersebut ditandai dengan penimbunan asam piruvat dan asam laktat, terutama dalam darah dan otak serta kerusakan daru sistem kardiovaskuler, syaraf dan alat pencernaan (Imbang, 2010).Struktur Kimia TiaminStruktur kimia tiamin, merupakan gabungan dari molekul basa pirimidin dan tiazol yang dirangkai jembatan metilen. Kokarboksilase adalah pirofosfat dari tiamin yang disintesis oleh tubuh dari kombinasi tiamin dengan ATP (Adenosisn Trifosfat) (Gambar 1.).

Gambar 1. Struktur kimia tiamin pirofosfat (TPP)

Sifat-sifat TiaminTiamin larut dalam alkohol 70 % dan air, dapat rusak oleh panas, terutama dengan adanya alkali. Pada kondisi kering, tiamin stabil pada suhu100o C selama beberapa jam. Kelembaban akan mempercepat kerusakannya. Hal ini menunjukkan bahwa pada makanan segar, tiamin kurang stabil terhadap panas jika dibandingkan dengan makanan kering (Imbang, 2010).Fungsi Tiamin Tiamin diperlukan dalam metabolisme semua spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Pada tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi, tiamin dapat dibuat sendiri, begitu pula halnya pada beberapa tumbuhan tingkat rendah. Pada semua hewan, tiamin diperoleh dari makanannya, kecuali bila zat tersebut disintesis oleh mikroorganisme di dalam traktus digestivus (saluran pencernaan) hewan ruminansia (Imbang, 2010).Fungsi metabolik tiamin antara lain pada reaksi oksidasi piruvat - Asetil- KoA, rekasi oksidasi - keto glutarat dan reaksi transketolasi HMP (Heksosa Monofosfat). Di dalam otak dan hati, segera diubah menjadi TPP (thiamin pyrohosphat) oleh enzim thiamin difosfotransferase, dimana reaksinya membutuhkan ATP. Berperan penting sebagai koensim dekarboksilasi senyawa asam-keto. Beberapa enzim yang menggunakan TPP sbg koensim adalah pyruvate decarboxylase, pyruvate dehydrogenase, dan transketolase (Imbang, 2010).Tiamin penting sebagai koensim pyruvate dan -ketoglutarate dehydrogenase, sehingga jika terjadi defisiensi, maka kapasitas sel dalam menghasilkan energi menjadi sangat berkurang Juga diperlukan untuk reaksi fermentasi glukosa menjadi etanol, di dalam yeast (Imbang, 2010).Sumber TiaminTiamin disintesis oleh bakteri di dalam alat pencernaan hewan ruminansia. Bakteri mensintesis tiamin dalam caecum kuda, tetapi ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber- sumber tiamin antara lain tumbuhan biji-bijian, kacang-kacangan, daging, ikan dan susu (Imbang, 2010).Metabolisme Tiamin Tiamin dari makanan setelah dicerna, diserap langsung oleh usus dan masuk ke dalam saluran darah. Penyerapan maksimum terjadi pada konsumsi 2,5 5 mg tiamin per hari. Pada jumlah kecil, tiamin diserap melalui proses yang memerlukan energi dan bantuan natrium, sedangkan dalam jumlah besar, tiamin diserap secara difusi pasif. Kelebihan tiamin dfikeluarkan lewat urine. Metabolit tiamin adalah 2-metil-4-amino-5-pirimidin dan asam 4-metil-tiazol-5-asetat.Tubuh manusia dewasa mampu menyimpan tiamin sekitar 30 -70 mg, dan sekitar 80%-nya terdapat sebagai TPP (tiamin pirofosfat). Separuh dari tiamin yang terdapat dalam tubuh terkonsentrasi di otot. Meskipun tiamin tidak disimpan di dalam tubuh, level normal di dalam otot jantung, otak, hati, ginjal dan otot lurik meningkat dua kali lipat setelah terapi tiamin dan segera menurun hingga setengahnya ketika asupan tiamin berkurang (Imbang, 2010).Defisiensi Tiamin Defisiensi tiamin akan menyebabkan gangguan saraf pusat, antara lain memori berkurang atau hilang, nistagmus, optalmoplegia, dan ataksia. Gangguan juga terjadi pada saraf tepi, berupa neropati perifer. Gangguan yang lain berupa kelemahan simetrik (badan sangat lemah), kehilangan fungsi sensorik, motorik dan reflek kaki. Timbul beri-beri jantung, dengan gejala jantung membesar, aritma, hipertensi, odema, dan kegagalan jantung (Imbang, 2010).Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0 1,5 mg/hari. Jika makanan terlalu banyak mengandung karbohidrat, maka dibutuhkan lebih banyak tiamin. Tanda-tanda defisiensi tiamin antara lain menurunnya nafsu makan, depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah. Pada defisiensi kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist, seperti kebingungan (mental), dan kehilangan koordinasi mata. Penyakit karena defisiensi tiamin, yaitu beri-beri. Penyakit ini disebabkan akibat makanan yang kaya akan karbohidrat tetapi rendah tiamin (Imbang, 2010).a. SpektrofotometerSpektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood, 1988).Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan gelombang dengan sifat-sifat yang berbeda. Kawasan gelombang penting di dalam penelitian biokimia adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak (VIS, 350-800 nm). Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup untuk mengeluarkan elektron valensi didalam molekul tersebut (Harjadi, 1990).Penyerapan sinar UV-Vis dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksutasi rendah. Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan elektron bebas. Kromofor-kromofor organik seperto karbonil, alkena, azo, nitrat, dan karboksil mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Panjang gelombang maksimumnya dapat berubah sesuai dengan pelarut yang digunakan. Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas nseperti hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar dan disertai dengan peningkatan intensitas. Ketika cahaya melewati suatu larutan biomolekul, terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah cahaya ditangkap dan kemungkinan kedua adalah cahaya discattering. Bila energi dari cahaya (foton) harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi dari molekul tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi dalam spektrofotometer (Sutopo, 2006). Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar pembaca (Sastrohamidjojo, 1992).Hasil pengukuran yang baik dari suatu parameter kuantitas kimia, dapat dilihat berdasarkan tingkat presisi dan akurasi yang dihasilkan.Akurasi menunjukkan kedekatan nilai hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Untuk menentukan tingkat akurasi perlu diketahui nilai sebenarnya dari parameter yang diukur dan kemudian dapat diketahui seberapa besar tingkat akurasinya. Presisi menunjukkan tingkat reliabilitas dari data yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari standar deviasi yang diperoleh dari pengukuran, presisi yang baik akan memberikan standar deviasi yang kecil dan bias yang rendah. Jika diinginkan hasil pengukuran yang valid, maka perlu dilakukan pengulangan, misalnya dalam penentuan nilai konsentrasi suatu zat dalam larutan larutan dilakukan pengulangan sebanyak n kali. Ilmu yang mempelajari interaksi radiasi dengan materi sedangkan spektrofotometri adalahpengukuran kuantitatif dari intensitas radiasi elektromagnetik pada satu atau lebih panjanggelombang dengan suatu transduser (detektor). Spektrofotometri adalah analisis kuantitatifyang paling sering digunakan karena mempunyai sensitivitas yang baik yaitu 10-4 sampai 10-6. Analisis jenis ini juga relatif selektif dan spesifik, ketepatannya cukup tinggi, relatifsederhana, dan murah ( Mathias, 2005 ).

III.3.Metode KerjaIII.3.1.Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :-Beaker glass-Botol cokelat-Bulp-Gelas ukur-pipet tetes-Pipet Ukur-Spektrofotometer-Sentrifugator -Vial 10 mlSedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah : Aquadest Urin probandus Vitamin B1

III.3.2.Cara Kerjaa. Pemberian Vitamin B1 dengan Pengumpulan UrinCuplikan urin harus dikumpulkan selama waktu 6 jam. Probandus dapat meminum obat dan mengumpulkan cuplikan urin sehari sebelum di analisis. Cuplikan urin dapat disimpan selama 1 malam pada suhu 4o C tanpa penguraian yang berarti. 1. Untuk menjaga aliran urin, subyek harus minum 200 ml air setelah 30 menit. Cuplikan ini digunakan sebagai blanko, catat volumenya.2. Vitamin B1 diminum dengan 200 ml air dan waktu mulai dicatat. Ini adalah waktu jam ke nol. 3. Setelah 1 jam, kandung kemih dikosongkan, banyaknya volume urin diukur dan dicatat serta ditandai. Ambil kurang lebih 15 ml. Probandus minum 200 ml air.4. Prosedur yang sama (seperti nomor 3) diulang dengan interval waktu : 2,3,4,5, dan 6 jam. b. Analisis Cuplikan Vitamin B1 Total dalam Urin1. Tentukan kadar vitamin B1 total dalam cuplikan urin pada masing-masing interval waktu yang telah ditentukan (jam ke-1,2,3,4,5,6). Untuk penetapan kadarnya : Diambil 1 ml cuplikan urin dan tambahkan aquadest hingga 10 ml Dilakukan pembacaan serapan pada panjang gelombang maksimum yang telah didapatkan dari praktikum 1 Jika nilai yang terbaca masih terlalu besar (>3) dilakukan pengenceran Dilakukan duplo2. Selanjutnya dihitung parameter farmakokinetik vitamin B1

III.4.Hasil dan PembahasanIII.4.1.Data Pengamatana. Hasil Absorbansi

Kode sampelNilai Absorbansi

Blanko0,000

13,222

23,222

33,301

42,137

51,536

61,347

b. Tabel Metode ARE ( Amount of Remaining Drug To Be Excreted )Kode sampelInterval waktu (jam)dtVu (ml)Cu (g/ml)Du (mg)Du kumDu-Du kum

Blanko0-11109----

11-1,50.551117.195.985.9843.33

21,5-20.599117.1911.6017.5831.72

32-2,50.5105120.1412.6030.1819.12

42,5-30.510278.167.9738.1611.15

53-3,50.510356.555.8243.985.32

63,5-40.510749.755.3249.300.00

TmidLn (Du - Du kum)

0.5-

1.251.787866903

1.752.45116112

2.252.534030092

2.752.075975542

3.251.762098912

3.75-

c. Grafik Metode ARE ( Amount of Remaining Drug To Be Excreted )

a = 4,2468b = - 0,7719r = 0,9885K el = -b = 0,7719T eliminasi = 0,897785 = 0,9 jam

d. Tabel Metode Kecepatan Ekskresi RenalKode SampelInterval waktu (jam)dtVu (ml)Cu (ug/ml)Du/dt (mg/jam)T mid (jam)Ln Du/dt

Blanko0-11109--0.5

11-1,50.551117.1911.9601.252.48

21,5-20.599117.1923.2001.753.14

32-2,50.5105120.1425.2002.253.23

42,5-30.510278.1615.9402.752.77

53-3,50.510356.5511.6403.252.45

63,5-40.510749.7510.6403.752.36

e. Grafik Metode Kecepatan Ekskresi Renal

a = 4,9408b = -0,7724r = 0,9886K el = -b = 0,7724T eliminasi = 0,897204 = 0,9 jamIII.4.2.Perhitungan

Y= 0,0278x - 0,0361Cu1 = = = 117,19 g/mlCu2= = = 117,19 g/mlCu3= = = 120,04 g/mlCu4= = = 78,16 g/mlCu5= = = 56,55 g/mlCu6= = = 49,75 g/ml

III.4.3.PembahasanPada praktikum ini akan dilakukan analisis vitamin B1 total dalam cuplikan urin dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan terlebih dahulu pada praktikum sebelumnya yaitu 245 nm. Praktikum dimulai dengan pengumpulan cuplikan urin yang dilakukan oleh probandus yang telah mengonsumai vitamin B1 terlebih dahulu. Cuplikan urin dikumpulkan selama waktu 6 jam. Selanjutnya,urin yang terkumpul diukur volumenya. Volume yang terukur ini akan digunakan untuk menghitung nilai Du dimana volume urin (Vu) akan dikalikan dengan konsentrasinya (Cu). Urin kemudian dipipet 10 ml untuk disentrifuse selama 5 menit. Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan suspense yang jumlahnya sedikit. Sentrifugasi yang cepat menghasilkan gaya sentrifual lebih besar sehingga partikel tersuspensi mengendap di dasar tabung sentrifuse. Selanjutnya didekantasi ataau dipipet sebanyak 1 ml pada lapisan atas dan ditambahkan aquadest hingga 10 ml. larutan ini lah yang di ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum vitamin B1 yaitu 245 nm.Berdasarkan absorbansi yang terukur, dibuat grafik atau kurva kalibrasi dengan menggunakan dua metode yaitu Metode ARE (Amount of Remaining Drug To Be Excreted ) dan Metode Kecepatan Ekskresi Renal. Dengan Metode ARE (Amount of Remaining Drug To Be Excreted ) diperoleh persamaan yaitu y = -0,7719x + 4,2468 dengan koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,9885 dan k eliminasi 0,7719. Dengan menggunakan Metode Kecepatan Ekskresi Renal diperoleh persamaan y = -0,7724x + 4,9408 dengan koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,9886 dan k eliminasi 0,7724. T atau waktu paruh merupakan parameter farmakokiknetik yang umum digunakan dalam analisis. T adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu zat atau obat sehingga konsentrasinya dalam darah menjadi setengahnya. Pada percobaan ini nilai T yang diperoleh dari kedua metode adalah 0,9 jam.

III.5.KesimpulanBerdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Menggunakan metode ARE, persamaan garisnya persamaan yaitu y = -0,7719x + 4,2468 dengan koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,9885 dan k eliminasi 0,7719.2. T eliminasi dari vitamin B1 adalah 0,9 jam.3. Menggunakan metode Kecepatan Ekskresi Renal diperoleh persamaan y = -0,7724x + 4,9408 dengan koefisien korelasi ( r ) sebesar 0,9998 dan k eliminasi 0,7724.4. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif dan 99,9% data memiliki hubungan linier.

III.6. Daftar PustakaGuyton, A . C . 2007. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, MedanKhomsan, Ali. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. RajagrafindoPersadaPauling, L. 1971. General Chemistry edisi4. Gaya Baru, Jakarta.Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Erlangga, Jakarta.Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung : Penerbit ITB Helrich, Kenneth. 1990. Official Methods Of Analysis Of Association Of OfficialAnalytical Chemist Volume Two. USA : Association Of Official AnalyticalEka. 2007. Metode Analisa Kimia-Spektrofotometri. Gramedia: Jakarta.Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.Mathias, Ahmad. 2005. Spektrofotometri. Exacta: Solo.Sastrohamidjojo, Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta : LibertyYogyakarta. Sutopo. 2006. Kimia Analisa. Exacta: Solo.Underwood, dkk. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.