Upload
ridho-maulana
View
217
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
huh
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembelajaran matematika siswa mempelajari konsep-konsep yang
berkaitan. Misalnya untuk memahami materi sistem persamaan linear dua variabel,
siswa terlebih dahulu memahami materi sistem persamaan linear satu variabel.
Begitu pula untuk memahami topik soal cerita pada sistem persamaan linear dua
variabel, siswa harus menguasai dahulu materi sistem persamaan linear dua
variabel1. Bila materi sistem persamaan linear dua variabel tidak dipahami dengan
baik, maka hal ini tentu berpengaruh pada pemahaman topik soal cerita pada
materi sistem persamaan linear dua variabel. Hal tersebut menimbulkan
miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan
linear.
Sistem persamaan linear dua variabel merupakan salah satu pokok bahasan
di kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP). Salah satu bagian terpenting
dalam materi ini menyangkut soal cerita, yakni suatu permasalahan matematika
yang disajikan dalam bentuk kalimat dan biasanya berhubungan dengan konteks
sehari-hari. Oleh karena itu, penyelesaian soal cerita berdasarkan metode
1 Lambertus, Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Materi Sistem Persamaan Linear Dua Peubah Soal Cerita pada Kelas II SLTP Negeri 3 Moramo, Tesis IKIP, (Surabaya: IKIP, 1998), h. 1
2
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel setelah melalui prosedur
perumusan model matematika.
Uraian di atas mengisyaratkan pentingnya siswa memahami soal cerita pada
materi sistem persamaan linear dua variabel. Hal tersebut tidak saja berkaitan
dengan penilaian akademik oleh guru tetapi juga permasalahan dalam bentuk soal
cerita sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran soal
cerita menurut Hawa yakni melatih siswa berpikir deduktif, membiasakan siswa
melihat hubungan kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan matematika dan
memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Maksudnya dalam
menyelesaikan soial cerita siswa mengingat kembali konsep-konsep yang telah
dipelajari sehingga pemahaman terhadap konsep tersebut semakin kuat2.
Hasil observasi di salah satu kelas VIII MTs Hasyim Asyari Sukodono
Sidoarjo, di kelas tersebut menunjukkan bahwa respon siswa kurang terhadap
pembelajaran matematika. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap siswa yang terlihat
kurang aktif dan fokus dalam proses pembelajaran matematika di kelas3.
Hasil wawancara dengan guru matematika didapatkan bahwa banyak
miskonsepsi yang dilakukan siswa, khususnya pada topik soal cerita materi sistem
persamaan linear dua variabel4. Salah satu miskonsepsi yang dialami siswa yaitu
2 Ibid., h. 2
3 Hasil Observasi di Kelas VIII MTs Hasyim Asyari Tanggal 28 Mei 2012
4 Hasil Wawancara dengan Nias Ana Ariani, Guru Matematika MTs Hasyim Asyari Kelas VIII Tanggal 29 November 2012
3
kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam
kalimat matematika dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu variabel.
Miskonsepsi yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi
sistem persamaan linear dua variabel adalah kondisi yang perlu untuk ditangani
karena menghambat siswa dalam mempelajari konsep matematika berikutnya.
Namun, sebelum menangani miskonsepsi siswa perlu menganalisis mengenai
miskonsepsi apa saja yang dimiliki siswa beserta faktor-faktor penyebabnya.
Terdapat banyak cara untuk menganalisis miskonsepsi matematika pada
siswa. Cara tersebut diantaranya melalui peta konsep (concept maps), tes (pilihan
ganda atau esai) dengan alasan terbuka, dan diskusi dalam kelas. Masing-masing
cara memiliki kelebihan dan kekurangan5. Dalam memilih cara yang akan
digunakan harus mempertimbangkan kemampuan, tujuan, waktu, tenaga, biaya
dan kemudahan dalam menyusun instrumen dan menerapkannya, termasuk
kemudahan menganalisis hasil deteksi miskonsepsi.
Peta konsep adalah suatu alat skematis untuk menggambarkan suatu
rangkaian konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka pernyataan.
Miskonsepsi pada siswa dapat dilihat dengan melihat hubungan antara dua konsep
apakah yang dimiliki siswa benar atau salah. Berdasarkan peta konsep yang dibuat
siswa dapat dilihat letak miskonsepsi yang dialami siswa dalam menyelesaikan
soal yang diberikan6. Namun, peta konsep mempunyai kelemahan yaitu tidak
5 Sumaji, dkk, Pendidikan Sains yang Humanistis, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 99-101
6 Ibid., h. 99
4
semua siswa mampu mengungkapkan hubungan antar konsep dalam bentuk peta
konsep. Sehingga kemungkinan banyak informasi miskonsepsi yang diharapkan
dapat teridentifikasi dalam menyelesaikan soal malah tidak terjaring7.
Tes pilihan ganda atau esai dengan alasan merupakan suatu tes yang sudah
dipersiapkan oleh guru yang memuat beberapa konsep matematika. Berdasarkan
jawaban tes atau alasan yang dituliskan tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang
di bawah siswa dan pada konsep apa8. Namun, instrumen ini mempunyai
kekurangan yaitu jika banyak siswa yang tidak menuliskan alasan jawabannya.
Jadi tidak diketahui secara detail miskonsepsi yang dialami oleh siswa.
Diskusi dalam kelas merupakan cara lain untuk menganalisis miskonsepsi
pada siswa. Siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep
yang sudah diajarkan atau yang akan diajarkan. Berdasarkan hasil diskusi dalam
kelas dapat dideteksi apakah gagasan yang dimiliki oleh siswa tepat atau tidak.
Hasil diskusi tersebut guru juga dapat mengerti miskonsepsi yang dipunyai siswa.
Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas yang besar dan juga sebagai penjajakan
awal9. Agar dapat mendeteksi miskonsepsi siswa, guru harus mampu menciptakan
kondisi kelas yang kondusif, sehingga memungkinkan semua siswa
mengungkapkan gagasan yang dimiliki. Namun, diskusi dalam kelas mempunyai
7 Das Salirawati, Pengembangan Model Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia pada Peserta Didik SMA, Disertasi Kependidikan, (Yogyakarta: UNY, 2010), h. 20
8 Sumaji, dkk, op.cit., h. 101
9 Ibid., h. 101-102
5
kelemahan yaitu sulit mengungkap miskonsepsi dari semua siswa karena tidak
semua siswa berpartisipasi secara aktif pada saat diskusi10
.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis miskonsepsi
siswa adalah teknik Certainty of Response Index (CRI) yang dikembangkan oleh
Saleem Hasan11
. CRI adalah salah satu cara untuk membedakan antara siswa yang
mengalami miskonsepsi dengan yang kekurangan pengetahuan. Pada CRI siswa
memberikan tingkat kepastian dalam memanfaatkan pengetahuan konsep, hukum
atau prinsip dalam menjawab suatu soal.
Tingkat kepastian jawaban tergambarkan dalam skala CRI. Skala yang
digunakan dalam penelitian Saleem Hasan adalah skala enam (0-5). Nilai CRI
yang rendah (0-2) menandakan ketidakyakinan siswa dalam menjawab pertanyaan,
dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan. Nilai CRI yang
rendah dan menebak dalam menjawab pertanyaan mengindikasikan bahwa siswa
tersebut kekurangannya pengetahuan. Nilai CRI yang tinggi (3-5) menggambarkan
tingkat keyakinan yang tinggi siswa dalam menjawab pertanyaan. Namun apabila
jawabannya salah maka hal ini dapat digunakan sebagai indikator terjadinya
miskonsepsi pada diri siswa12
.
10
Das Salirawati, op.cit., h. 27 11
Winny Liliawati, Identifikasi Miskonsepsi Materi IPBA di SMA dengan Menggunakan CRI (Certainty of Response Index) dalam Upaya Perbaikan dan Pengembangan Materi IPBA pada
KTSP, Tesis Pendidikan, (Bandung: UPI, 2010), h. 8 12
Ibid.,
6
Menganalisis miskonsepsi dengan teknik Certainty of Response Index (CRI)
terdapat kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya yaitu kemudahan dalam
menyusun instrumen dan menerapkannya, termasuk kemudahan menganalisis hasil
deteksi tersebut. Kelemahannya yaitu tidak bisa mengetahui sejauh mana
miskonsepsi yang dialami siswa dan miskonsepsi apa saja yang dialami oleh
siswa. Sehingga dalam penelitian ini menggabungkan antara teknik CRI dan tes
pilihan ganda beralasan.
Tes pilihan ganda beralasan digunakan dalam penelitian ini karena tes ini
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan tes lainnya diantaranya: siswa diberi
kebebasan mengemukakan alasannya dari jawaban yang dipilihnya. Namun,
bentuk instrumen ini memiliki kelemahan, yaitu jika banyak siswa yang tidak
menuliskan alasan karena berbagai sebab. Sebagai contoh siswa tidak dapat
mengungkapkan alasan dari jawaban yang dipilih atau hanya menerka (spekulatif).
Kemungkinan lainnya yaitu siswa malas menulis alasan karena dianggap tidak ada
hubungannya dengan nilai, atau menulis alasan tetapi tidak relevan dengan
jawaban yang dipilih. Sehingga tujuan mendeteksi terjadinya miskonsepsi menjadi
tidak tercapai seperti yang diharapkan13
.
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini mengangkat topik Analisis
Miskonsepsi Siswa dengan Certainty of Response Index (CRI) dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Kelas VIII MTs Hasyim Asyari.
13
Das salirawati, op.cit., h. 23
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan Certainty of Response Index (CRI), dimanakah letak miskonsepsi
siswa kelas VIII MTs Hasyim Asyari dalam menyelesaikan soal cerita materi
sistem persamaan linear dua variabel?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan miskonsepsi siswa kelas
VIII MTs Hasyim Asyari dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem
persamaan linear dua variabel?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan letak miskonsepsi siswa kelas VIII MTs Hasyim Asyari
dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan linear dua variabel
berdasarkan Certainty of Response Index (CRI).
2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan miskonsepsi siswa
kelas VIII MTs Hasyim Asyari dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem
persamaan linear dua variabel.
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru matematika, dapat digunakan untuk mengetahui gambaran letak
miskonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan
linear dua variabel.
2. Bagi peneliti, dapat dijadikan sarana mengembangkan diri dan pengalaman
untuk mengetahui letak miskonsepsi yang dialami siswa dalam menyelesaikan
soal cerita materi sistem persamaan linear dua variabel.
3. Bagi siswa, sebagai bahan masukan untuk memperbaiki miskonsepsi yang
dialami dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan linear dua
variabel sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
E. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Soal tes yang diujikan hanya terbatas pada soal cerita materi sistem persamaan
linear dua variabel.
2. Penelitian ini didasarkan pada data siswa kelas VIII-B MTs Hasyim Asyari
tahun ajaran 2012/2013.
9
F. Definisi Istilah
Menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah dalam
penelitian, maka peneliti menjelaskan beberapa istilah yang digunakan pada
penelitian ini sebagai berikut:
1. Miskonsepsi adalah kesalahan, penyimpangan atau kekeliruan yang dilakukan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan linear dua
variabel.
2. Analisis miskonsepsi adalah suatu upaya penyelidikan yang dilakukan terhadap
siswa untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami oleh siswa dalam
menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan linear dua variabel.
3. Certainty of Response Index (CRI) adalah ukuran tingkat keyakinan atau
kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan atau soal yang
diberikan.