Upload
reza-syahbandi-jasma-wijaya
View
66
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
proposal
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent
killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan
gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya.
Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa,
sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit
(Sustrani, 2006)
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius,
karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul
komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak), penyakit jantung koroner,
dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).
Dalam klasifikasi penyebab hipertensi ada dua yaitu hepertensi
primer (esensial) dan skunder. Hipertensi primer belum diketahui
penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebabnya seperti bertambahnya umur, stress psikologi dan keturunan
(genetik). Hampir 90% penderita hypertensi di perkirakan termasuk dalam
katagori ini. Hypertensi yang kedua yaitu jika penyebabnya di ketahui,
maka disebut hypertensi skunder. Hanya 50% dari golongan hypertensi
skunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya
beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya (sulasit, 2001).
Hipertansi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis ( dalam waktu yang
lama ). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika
tekanan darah sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg, normalnya 120/80
mmHg (Sudarmoko, 2010 ).
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg
tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang
dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg.
Sedangkan menurut 2 JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa
dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium
I apabila tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya
90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila
tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100
mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih
dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Lanny
Sustrani, 2004). Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan
sekitar 15-20%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah
baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan
sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400
per 10.000 penduduk.
Beradasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui
hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun
mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih.
Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari
populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita
hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal
ginjal, dan kebutaan. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran
darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal,
yaitu melebihi 140/90 mmHg. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi
sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian.
Motivasi dan efikasi diri yang tak terkontrol dalam hal ini stress
berlebihan cenderung mengakibatka timbulnya penyakit hipertensi. Stress
mudah terjadi pada mereka yang memiliki sifat yang suka berkompetisi,
terlalu bersemangat, tidak sabaran, terburu-buru, serta sering gusar dan
gelisah. Stress dapat menungkatkan tekanan darah sesaat ketika timbul
rasa takut, gugup, atau sedang berada dalam tekanan tertentu. Dan ketika
ancaman atau tekanan pergi, biasanya kita mulai rileks dan tekanan
darahpun turun. Mungkin efek penurunan stress tidak serta merta dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi stress perlu dikelola karena dampak
jangka panjangnya dapat merusak tubuh. Kita perlu melakukan berbagai
tindakan yang efektif untuk meredakan stress (Junaidi, 2010)
Data yang diperoleh dari Puskesmas Dasan Tapen Lobar tahun
2013 Jumlah kunjungan pasien dengan penyakit hipertensi selama tahun
2013 berjumlah 3181 orang pasien. Penyakit hypertensi menduduki
peringkat 3 dari keseluruhan penyakit yang ada.
Tabel 1.1. 10 Penyakit terbanyak kunjungan tahun 2013
No Nama penyakit Jumlah
1 Dyspepsia 4080
2 Diabetes Mellitus 3898
3 Hypertensi 3181
4 Rhematoid arthritis 1147
5 Thirotoxicosis with diffuse goitre 789
6 Fever onspecified 669
7 Medical observasion and evaluation for suspected diseases
646
8 Arthritis 518
9 Other acute upper respiratory infections of multiple sites
440
10 Broncitis 345
Sumber : Data primer Puskesmas Dasan Tapen 2013.
Berdasarkan yang telah di uraikan diatas penulis tertari untuk
melakukan penelitian tentang “Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat
Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Dasan Tapen Tahun 2013”.
2. Rumusan masalah
Bardasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
penulis ingin mengetahui, “Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat
Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Dasan Tapen Tahun 2013”.
3. Tujuan Penelitian
3.1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan
Efikasi Diri terhadap tingkat kejadian hipertensi di Puskesmas Dasan
Tapen Tahun 2013”
3.2. Tujuan khusus
1) Mengetahui hubungan Efikasi Diri Dengan Kejadian Hipertensi
2) Untuk mengetahui Bagaimana Kejadian hipertensi.
4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi:
a. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menambah wawasan tentang efikasi diri dan hipetrensi yang
diperoleh dari perkuliahan dalam melakukan penelian.
b. Bagi Institusi pendidikan
Dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan
perbandingan bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan
mahasiswa.
c. Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai informasi pengetahuan
masyarakat tentang efikasi diri dan penyakit hipertensi dan bagaimana
cara pencegahannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah keadaan yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan tekanan darah didalam arteri (Junaidi, 2010
).Hipertansi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis ( dalam waktu yang
lama ). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika
tekanan darah sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg, normalnya 120/80
mmHg (Sudarmoko, 2010 ).
2.2 Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi adalah tekanan darah yang lebih tinggi dari
normal di pembuluh darah arteri. Pembuluh darah arteri adalah pembuluh
darah yang membawa darah yang mengandung udara dan nutrisi dari
jantung ke seluruh organ-organ dan jaringan dalam tubuh. Penyebab
hipertensi yang tinggi bukan berarti tingkat emosi yang tinggi, walaupun
seseorang yang tidak dapat mengendalikan emosinya dengan baik ada
kemungkinan mudah memiliki kecenderungan untuk mengalami hal ini.
Nilai dalam tekanan darah berupa : sistolik (angka pertama)
memiliki arti tekanan jantung saat memompa darah keseluruh tubuh,
diastolik (angka kedua) memiliki arti tekanan yang dialami pembuluh
darah sesudah jantung memompa.
Penyebab Hipertensi Berdasarkan penyebab hipertensi, dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak disebabkan oleh adanya
gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung. Hipertensi ini dapat
disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti faktor keturunan, pola
hidup yang tidak seimbang, keramaian, stress, dan pekerjaan. Sikap
yang dapat menyebabkan hipertensi seperti konsumsi tinggi lemak,
garam, aktivitas yang rendah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol
dan kafein. Sebagian besar hipertensi primer disebabkan oleh faktor
stress dan tekanan psikologis.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh gangguan ginjal, endokrin, dan
kekakuan dari aorta.Stress dapat menjadi penyebab hipertensi, karena
saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa
hormon yang akan menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah,
dan produksi cairan lambung yang berlebihan, akibatnya seseorang
akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang
berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat
menyebabkan komplikasi hipertensi lebih jauh. Pola hidup yang tidak
seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak memperhatikan asupan
makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan gejala awal
seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain
seperti kencing manis, dan gangguan jantung (Armilawati, 2011).
2.3 Gejala Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak menimbulkan gejala yang jelas dan sering
tidak disadari kehadirannya. Ada kalanya secara tidak sengaja beberapa
gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (padahal sebenarnya tidak selalu). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, wajah kemerahan, kelelahan. Semua
gejala tersebut bisa terjadi pada siapa saja, baik pada penderita hipertensi
maupun seseorang yang tekanan darahnya normal.
Pada hipertensi berat atau yang telah menahun, bisa timbul gejala – gejala
yang berasal dari kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal, seperti :
1. Sakit kepala.
2. Kelelahan.
3. Mual dan muntah.
4. Sesak nafas
5. Gelisah.
6. Pandangan kabur
Pada hipertensi berat, penurunan kesadaran sampai koma dapat terjadi,
karena adanya pembengkakan otak yang desebut ensefalopati hipertensi
(Junaidi, 2010).
2.4 Klasifikasi Hipertensi
Para ahli membuat klasifikasi hipertensi untuk memudahkan
mempelajari dan mendiagnosis jenis hipertensi yang di derita oleh pasien.
Hipertensi ditandai dengan kenaikan tekanan darah atas angka yang telah
di persyaratkan yang di ukur menggunakan tensi meter. Tekanan darah
seseorang akan semakin meningkat seiring pertambahan uisa. Tekanan
sistolik dapat terus meningkat samapi usia 80 tahun sedangkan tekanan
diastolik terus meningkat sampai sampai usia 55 – 60 tahun, kemudian
akan menurun kembali secara perlahan bahkan secara drastis. Orang yang
memiliki tekanan darah di atas 130/80 mmHg, diduga dimiliki oleh orang
yang mengidap diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Oleh karna itu,
secara langsung terdapat hubungan antara penyakit ginjal dengan
hipertensi.
Oleh karena itu, pada diagnosis awal, apabila ditemukan gejala
hipertensi, maka sebaiknya tidak diklasifikasikan ringan atau tinggi,
klasifikasi terbaru menggunakan klasifikasi JNC 6 atau Joint National on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure
6.
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi (Klasifikasi JNC)
Kategori Tekanan Darah Tinggi (mmHg)
Optimal <120/80
Normal 120/80 - 129/84
Boderline 130/85 - 139/89
Hipertensi >140/90
Stadium 1 140/90 - 159/99
Stadium 2 160/100 - 179/109
Stadium 3 >180/110
Sumber : (Ridwan M, 2002)
2.5 Faktor Resiko
Faktor risiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau
dikontrol dan tidak dapat dikontrol diantaranya :
a. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol yaitu obesitas,
kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus, menkonsumsi
garam berlebih, minum alKohol, diet, minum kopi, pil KB , stress
emosional dan sebagainya.
b. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan atau tidak dapat dikontrol
yaitu Umur, jenis kelamin, dan genetic (Ridwan A, 2011)
2.6 Jenis – Jenis Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum
diketahui penyebabnya ( terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh
hipertensi.
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui
penyebabnya atau sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Pada para penderita hipertensi primer, tidak terlihat gejala yang jelas dan
pada umumnya baru diketehui setelah melakukan pemeriksaan kesehatan
kedokter. Sedangkan untuk hipertensi sekunder, penyebabnya sudah
diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah
penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB ).
Kegemukan , gaya hidup yang tidak sehat, jarang berolah raga, stress,
alkohol dan garam dalaam makanan juga bisa memicu terjadinya
hipertensi. Penyebab hipertansi lainnya yang jarang terjadi adalah
feokromosotoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan
hrmon epinefrin ( adrenalin ) atau norepinefirin ( norasrenalin ).
Resiko hipertensi makin besar seiring bertambahnya usia. Pada umumnya
hipertensi pada pria terjadi diatas usia 31 tahun, sedabgkan pada wanita
terjadi setelah usia 45 tahun atau setelah masa monopause. Hipertensi
selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi ( high case fatality
rate ) juga berdampak kepada penurunan kualitas hidup penderitanya. Itu
masih ditambah lagi dengan mahalnya pengobatan dan perawatan yang
harus ditanggung pemerintah sepanjang hidupnya (Sudarmoko, 2010)
2.7 Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi,
karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur
dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah
obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol
tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak
diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada
keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai
sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol.
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi
yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan
menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan
cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan
seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus
hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit
kepala dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit
kepala dan muntah.
2.8 Efikasi Diri (Self Efficacy)
2.8.1 Definisi
Pender (1996 dalam Tomey & Alligood, 2006) menegaskan bahwa
efikasi diri mengacu pada keyakinan seseorang akan kemampuan
diri dalam mengatur dan melakukan tindakan/kegiatan yang
mendukung kesehatannya berdasarkan pada tujuan dan harapan
yang diinginkan. Menurut efikasi diri, perilaku dipengaruhi
oleh proses kognitif melalui masukan dan berbagai sumber
informasi efikasi, pengaruh keberhasilan, regulasi perilaku dan
motivasi untuk melakukan berbagai tugas yang berhubungan
dengan perilaku (Temple, 2003). Efikasi diri merupakan
persepsi individu akan kemampuannya untuk melakukan
tugas spesifik dengan sukses. Efikasi diri merupakan jalan
untuk melihat hubungan antara bagaimana seseorang
berfikir tentang tugas-tugas dan cara menyelesaikan tugas-
tugas tersebut (Bernal,Whoolley, Schenzul & Dickinson, 2000).
Bandura (1994) mendefinisikan efikasi diri sebagai berikut:
"Perceived self-efficacy is defined as people beliefs about their
capabilities do produce designated levels of performance that
exercise influence over event that effect their lives. Self
efficacy beliefs determinis how people feel, think, motivate
themselves and believe such beliefs produce there diverse
effect throught four major processes. They include cognitive,
motivational affective and selection processes". Schwarzer (1992
dalam Jerusalem dan Schwarzer, 1993) menyebutkan bahwa
efikasi diri secara umum (general self efficacy) merefleksikan
suatu keyakinan diri yang optimis bahwa seseorang mampu
menyelesaikan tugas yang sulit atau menggunakan koping
terhadap masalah yang dihadapi dalam berbagai situasi. Efikasi
diri memfasilitasi penyusunan tujuan, alternatif tindakan dalam
upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi. Efikasi
diri merupakan sebuah konstruksi yang bersifat operasional
sehingga sangat relevan untuk diterapkan dalam praktek
klinik dan perbaikan perilaku.
Menurut Johnson (1992 dalam Temple, 2003) efikasi
diri pada pasien hipertensi menggambarkan suatu kemampuan
individu untuk membuat suatu keputusan yang tepat
dalam merencanakan, memonitor dan melaksanakan regimen
perawatan sepanjang hidup individu. Hal senada juga
disampaikan oleh Stipanovic (2002) bahwa efikasi diri merujuk
pada keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk
memonitor, merencanakan, melaksanakan, dan mempertahankan
perilaku perawatan diri untuk mengontrol tekanan darah yang
dideritanya.
Bandura (1982 dalam Kott, 2008) menegaskan bahwa
seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat akan
menetapkan tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada
tujuannya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri
yang lemah akan berkomitmen lemah pada tujuannya. Efikasi
diri mendorong proses kontrol diri untuk mempertahankan
prilaku yang dibutuhkan dalam mengelola perawatan diri pada
pasien Hipertensi.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa efikasi diri (self efficacy) merupakan suatu keyakinan
individu akan kemampuan dirinya untuk melakukan tugas-tugas
perawatan diri dan berusaha untuk mencapai tujuannya dengan
baik. Secara khusus, efikasi diri pada pasien Hipertensi dalam
pendekatan intervensi keperawatan difokuskan pada keyakinan
klien akan kemampuannya untuk mengelolah, merencanakan,
memodifikasi perilaku sehingga memiliki kualitas hidup yang baik.
2.8.2 Sumber-Sumber Efikasi Diri
Menurut Bandura (1994) efikasi diri seseorang berkembang
melalui empat sumber utama yaitu pengalaman pribadi/ pencapaian
prestasi, pengalaman orang lain, persuasi verbal serta kondisi fisik
dan emosional:
a. Pengalaman langsung dan pencapaian prestasi (enactive
attainment and performance accomplishment).
Hal ini merupakan cara paling efektif untuk membentuk
efikasi diri yang kuat. Seseorang yang memiliki
pengalaman sukses cenderung menginginkan hasil yang
cepat dan lebih mudah jatuh karena kegagalan.
Beberapa kesulitan dan kegagalan diperlukan untuk
membentuk individu yang kuat dan mengajarkan
manusia bahwa kesuksesan membutuhkan suatu usaha,
seseorang yang memiliki keyakinan akan sukses
mendorongnya untuk bangkit dan berusaha untuk
mewujudkan kesuksesan tersebut.
b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Seseorang dapat belajar dari pengalaman orang lain
dan meniru perilakunya untuk mendapatkan seperti apa
yang didapatkan oleh orang lain tersebut.
c. Persuasi Verbal (verbal persuasion)
Persuasi verbal dapat mempengaruhi bagaimana seseorang
bertindak atau berperilaku. Dengan persuasi verbal, individu
mendapat sugesti bahwa ia mampu mengatasi masalah-
masalah yang akan dihadapi. Seseorang yang senantiasa
diberikan keyakinan dengan dorongan untuk sukses,
maka akan menunjukkan perilaku untuk mencapai
kesuksesan tersebut dan sebaliknya seseorang dapat
menjadi gagal karena pengaruh atau sugesti buruk dari
lingkungannya.
d. Kondisi fisik dan emosional (physiological and emosional
state) Kelemahan, nyeri dan ketidaknyamanan dianggap
sebagai hambatan fisik yang dapat mempengaruhi efikasi
diri, kondisi emosional juga mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan terkait efikasi diriny
2.8.3 Proses Pembentukan Efikasi Diri
Menurut Bandura (1994) efikasi diri terbentuk melalui empat
proses, yaitu: kognitif, motivasional, afektif dan seleksi yang
berlangsung sepanjang kehidupan.
a. Proses Kognitif
Efikasi diri mempengaruhi bagaimana pola pikir yang dapat
mendorong atau menghambat perilaku seseorang. Sebagian
besar individu akan berpikir dahulu sebelum melakukan
sesuatu tindakan, seseorang dengan efikasi diri yang tinggi
akan cenderung berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
dan memiliki komitmen untuk mempertahankan perilaku
tersebut.
b. Proses Motivasional
Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan melakukan
perilaku yang mempunyai tujuan didasari oleh aktifitas
kognitif. Berdasarkan teori motivasi, perilaku atau tindakan
masa lalu berpengaruh terhadap motivasi seseorang. Seseorang
juga dapat termotivasi oleh harapan yang diinginkannya.
Disamping itu, kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
diri sendiri dengan mengevaluasi penampilan pribadinya
merupakan sumber utama motivasi dan pengaturan dirinya.
c. Proses Afektif
Efikasi diri juga berperan penting dalam mengatur
kondisi afektif. Keyakinan seseorang akan kemampuannya
akan mempengaruhi seberapa besar stress atau depresi yang
dapat diatasi, seseorang yang percaya bahwa dia dapat
mengendalikan ancaman/masalah maka dia tidak akan
mengalami ganggauan pola pikir, namun seseorang yang
percaya bahwa dia tidak dapat mengatasi ancaman maka
dia akan mengalami kecemasan yang tinggi. Efikasi diri untuk
mengontrol proses berpikir merupakan faktor kunci dalam
mengatur pikiran akibat stress dan depresi.
d. Proses Seleksi
Ketiga proses pengembangan efikasi diri berupa proses
kognitif, motivasional dan afektif memungkinkan seseorang
untuk membentuk sebuah lingkungan yang membantu dan
mempertahankannya. Dengan memilih lingkungan yang
sesuai akan membantu pembentukan diri dan pencapaian
tujuan.
2.8.4 Dimensi Efikasi Diri
Menurut Bandura (1997) efikasi diri terdiri dari 3 dimensi, yaitu:
a. Magnitude
Dimensi ini berfokus pada tingkat kesulitan yang
dihadapi oleh sesseorang terkait dengan usaha yang
dilakukan. Dimensi ini berimplikasi pada pemilihan perilaku
yang dipilih berdasarkan harapan akan keberhasilannya.
b. Generality
Generalitas berkaitan dengan seberapa luas cakupan tingkah
laku yang diyakini mampu dilakukan. Berbagai pengalaman
pribadi dibandingkan pengalaman orang lain pada umumnya
akan lebih mampu meningkatkan efikasi diri seseorang.
c. Strength (Kekuatan)
Dimensi ini berfokus pada bagaimana kekuatan sebuah
harapan atau keyakinan individu akan kemampuan yang
dimilikinya. Harapan yang lemah bisa disebabkan karena
adanya kegagalan, tetapi seseorang dengan harapan yang
kuat pada dirinya akan tetap berusaha gigih meskipun
mengalami kegagalan.
2.8.5 Perkembangan Efikasi Diri
Bandura (1994) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara
teratur sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan
perluasan lingkungan. Bayi mulai mengembangkan efikasi dirinya
sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial.
Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan
dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan kecakapan
berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan
ditujukan pada lingkungan. Awal dari perkembangan
efikasi diri dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi
oleh saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya.
Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara
kognitif terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan,
kemampuan berpikir, kompetisi dan interaksi sosial baik sesame
teman maupun guru. Pada usia remaja, efikasi diri berkembang
dari berbagai pengalaman hidup, kemandirian mulai terbentuk
dan individu belajar bertanggungjawab terhadap diri sendiri.
Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada
masalah perkawinan, menjadi orang tua, dan pekerjaan.
Sedangkan pada masa lanjut usia, efikasi diri berfokus pada
penerimaan dan penolakan terhadap kemampuannya seiring
dengan penurunan kondisi fisik dan intelektualnya.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep merupakan merupakan suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lain (Fatimah dkk, 2009)
Skema 2.2 : Kerangka konsep Hubungan Efikasi Diri Terhadap Tingkat
Kejadian Hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen 2013.
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau
dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian.
Notoadmojo (2012)
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan
antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris. Biasanya
hipotesis terdiri dari pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya
hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independent dan dependent.
2. H1 : ada hubungan Efikasi diri tershadap tingkat kejadian hipertensi
di Puskesmas Dasan Tapen 2013
Efikasi Diri Kejadian Hipertensi
3. Ho : tidak ada hubungan Efikasi Diri tershadap tingkat kejadian
hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen 2013
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah analitik yaitu penelitian kuantitatif dengan design
dengan pendekatan “ Korelasi “ yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan Efikasi Diri terhadap tingkat kejadian hipertensi di di
Puskesmas Dasan Tapen 2013 (Nursalam, 2011).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Dasan Tapen Lombok Barat
2. Waktu
Dilaksanakan pada bulan Mei- Juni 2014
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang
memenuhi kriteria yang telah diharapkan (Nursalam, 2011) . Populasi
penelitian ini adalah seluruh kunjungan penderita Hipertensi yang ada
di Puskesmas Dasan Tapen tahun 2013 berjumlah 3181 orang.
2. Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011). Menurut
Notoatmodjo sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012).
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi kunjungan
pasien hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen pada Bulan Januari -
Desember 2013.
Sampel populasi pada penelitian ini menggunakan tekhnik non random
sampling dengan cara “ accidental sampling “. Pengambilan sampel
secara aksidental ini dulakukan dengan mengambil kasus atau
responden yang kebetulan ada atau tersedia selama penelitian
(Notoatmojo, 2005)
Besar Sampel
Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
rumus sebagai berikut :
Maka dapat ditentukan besar sampel dalam penelitian ini adalah:
Jadi besar sampel penelitian ini adalah 97 orang
Keterangan :
n : Besar Sampel
N : Besar Populasi
d : Tingkat ketepatan yang diinginkan (0,1)
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai
beda terhadap sesuatu (benda,manusia, dll). Variabel juga merupakan
ciri yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2011).
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variable yang nilainya menentukan
variable lain (Nursalam, 2011). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah Efikasi Diri
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variable yang nilainya ditentukan oleh
variable lain (Nursalam, 2011). Variabel dalam penelitaian ini adalah
kejadian Hipertensi di Puskesmas Dasan Tapen Kabupaten Lombok
Barat
4.5 Defenisi Operasional
Definisi Operasional adalah definisi berdasarkan karakteistik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2011)
Defenisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
No
Variabel
Defenisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Hasil Ukur
1. Efikasi Diri
Keyakinan diri pasien akan kemampuannya melakukan perawatan diri meliputi diet/makanan, olahraga, monitoring gula darah, perawatan kaki dan pengobatan secara umum
Kuesioner tentang efikasi diri pasien Hipertensiyang berisi 15 pernyataan, Pengukuran dengan menggunakan skala likert
Kuesioner Nominal 3: Mampu melakukan 2: Kadang mampu atau kadang tidak mampu 1: Tidak mampu
2. Penyakit Hypertensi
Merupakan penyakit tekanan darah tinggi keadaan yang ditandai dengan terjadinya peningkatan darah dalam arteri, sistolik/diastolik melebihi 140/90 mmHg yang normalnya 120/80 mmHg yang di dokumentasi dari rekam medik RSUD Arfin Achmad Pekanbaru.
Study dokumentasi
Medical record
Nominal 1. Mnederita
2. Tidak menderita
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kusioner
dan lembar Observasi. Kusioner adalah bentuk penjabaran variable-
variabel yang terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis.
(Notoatmodjo, 2012)
4.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas
4.7.1 Uji Validitas
Uji Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang umpulkan
data. Instrument berarti prinsip keandalan instrument dalam
mengkur apa yang seharusnya diukur. (Nursalam, 2011).
Uji Validitas digunakan rumus korelasi Product Moment
sebagai berikut.
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi suatu butir/item
N = jumlah subyek
X = skor suatu butir/item
Y = skor total (Arikunto, 2005: 72)
Nilai r kemudian dikonsultasikan dengan r tabel (r kritis).
Bila rhitung dari rumus di atas lebih besar dari rtabel maka butir
tersebut valid, dan sebaliknya.
4.7.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dan pengamatan
bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-
kali dalam waktu yang berlainan. (Nursalam, 2011).
1. Rumus Spearman-Brown
Syarat :
Data yang digunakan merupakan instrumen dengan skor 1 dan
0
Jumlah butir pertanyaan genap
Langkah : skor-skor dikelompokkan menjadi dua berdasarkan
belahan bagian soal, baik ganjil-genap maupun awal-akhir.
Rumus yang digunakan dalam hal ini adalah rumus Spearman-
Brown (Arikunto, 2010)
Keterangan :
rnn = Besarnya koefisien reliabilitas sesudah tes tersebut
ditambah butir soal baru.
n = Berapa kali butir-butir soal itu ditambah
r = Besarnya koefisien reliabilitas sebelum butir-butir
soalnya ditambah
4.8 Tehnik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder.
4.8.1 Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung menemui
responden. Data mengenai identitas balita yang meliputi umur,
pendidikan dan pekerjaan orang tua.
4.8.2 Data Sekunder.
Diperoleh dari catatan atau register dan dta PKM Puskesmas Dasan
Tapen. Data tentang gambaran umum lokasi penelitian yang
meliputi data demografi Puskesmas Dasan Tapen diperoleh dengan
Profil Puskesmas Dasan Tapen
4.8.3 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kusioner. Kusioner adalah bentuk penjabaran variable-variabel
yang terlibat dalam tujuan penelitian dan hipotesis (Notoatmodjo,
2012)
4.9 Tehnik pengolahan data.
Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut :
4.9.1 Editing ( penyuntingan data ).
Hasil wawancara atau angket yang yang diperoleh atau
dikumpulkan melalui kusioner perlu disunting (edit) terlebih
dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak
lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka
kuesioner tersebut dikeluarkan ( drop out ).
4.9.2 Coding sheet ( membuat lembaran kode ).
Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-kolom
untuk merekam data secara manual.
4.9.3 Data entry ( memasukkan data ).
Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau
kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.
4.9.4 Tabulasi.
Yakni membuat table-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian
atau yang di inginkan oleh peneliti.
4.10 Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer
IBM SPSS versi 20.0 dan selanjutnya disajikan dalam bentuk table
distribusi disertai penjelasan dan table analisa hubungan antara variable
yang diteliti.
Analisa data dilakukan secara (Notoatmodjo, 2012):
1. Univariat, Analisis univariat digunakan dalam penelitian ini untuk
menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
Semua data dianalisis dengan tingkat kemaknaan 95% (=0.05).
Variabel dalam penelitian ini merupakan data kategorik sehingga
peneliti menjelaskan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
persentase atau proporsi.
2. Bivariat, Pada analisis bivariat hubungan variabel masing-masing
digambarkan dengan analisis tabel silang 2 x 2. Analisis
bivariat ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis dengan uji
perbedaan proporsi menggunakan uji statistik chi Square serta
menentukan besarnya hubungan kedua variabel independen dan
dependen. Analisis tabel silang ini menggunakan derajat
kemaknaan α sebesar 5% (p < 0.05). Jika nilai p < 0,05, maka
hipotesis nol ditolak sehingga dua variabel yang dianalisis
memiliki hubungan yang bermakna. Untuk tabel silang lebih dari 2
x 2 peneliti menggunakan analisis regresi logistik untuk
memperoleh nilai OR dengan cara membuat dummy variabel.
Uji Chi Square (X²) dengan rumus :
Keterangan :
O : nilai Observasi (pengamatan)
E : nilai Expected (harapan)
Nilai E : (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data
df = (b-1) (k-1) . df=degree of freedom
4.11 Etika Penelitian
Etika dalam penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang
diterapkan dalam kegiatan penelitian, dari proposal penelitian sampai
dengan publikasi hasil penelitian. (Notoatmodjo, 2012)
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai
berikut :
4.11.1 Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara
peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan
lembar persetujuan.
4.11.2 Anonimity
Anonimity tujuannya untuk menjaga kerahasian identitas dari
responden dalam penelitian dengan cara tidak memberi nama
responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode pada
lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan.
4.11.3 Confidentiality
Confidentiality tujuannya untuk menjamin keberhasilan dari
penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua
informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
DAFTAR PUSTAKA
Allen (2006). Support of diabetes from the family. Diunduh tanggal 08 Desember
2010 dari http://www.buzzle.com/editorials/7-3-2006101247.asp
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Edisi revisi v.
Jakarta: Rineka Cipta \
Anderson, R.M., Funnell, M.M, Butler, P.M., Arnold, M.S., Fitzgerald, J.T.,
Feste, C.C. (1995). Patients empowerment: Result of
randomized controlled trial (Abstract). Diunduh pada tanggal 10
Agustus 2010 dari http://care.diabetesjournals.org/content/18/7/943.short
Ariawan, I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Depok:
FKM UI
Atak, N., Kose, K., Gurkan, T. (2008). The effect of education knowledge,
self management behaviours and self-efficacy of patient with type 2
hypertension. Australian Journal of advanced Nursing, vol 26, No.
2. Diunduh pada tanggal 10 juli 2010 dari
http://www.ajan.com.au/Vol26/26-2_Atak.pdf
Bandura, A. (1994). Self efficacy. Diunduh pada tanggal 10 Juli 2010 dari
http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html
Bandura, A. (1997). Self-efficacy:The exercise of control. Diunduh pada tanggal
12 Juli 2010 dari http://www.des.emory.edu/mfp/effbook5.html
Black, J.M. & Hawks,J.H. (2005). Medical surgical nursing.(7ed). St louis:
Elsevier Saunders
Bomar, P.J. (2004). Promoting health in families: Applying family research and
theory to nursing practice. Lippincott : Saunders
Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. 2. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.