Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 1
KENYAMANAN TERMAL
A. Masalah kenyamanan termal di perkotaan Indonesia
Berdasarkan posisi geografisnya, Indonesia terletak pada 6°LU
sampai 11°LS, dengan karakter iklim: kelembaban udara yang tinggi
pada musim hujan maupun kemarau, intensitas hujan sangat tinggi
(rata-rata curah hujan tahunan 1809 mm) serta perbedaan suhu udara
siang dan malam hari relatif kecil yaitu sekitar 2 – 5 ºC, (Lippsmeier,
1980). Indonesia dikelompokkan ke dalam karakter iklim tropis panas
lembab, dan secara termis (suhu) rata-rata di wilayah Indonesia
umumnya dapat mencapai 35 ºC dengan tingkat kelembaban yang
tinggi yaitu mencapai 85% (Lippsmeier, 1980). Kondisi suhu udara
demikian yang menjadi masalah adalah bagaimana memperoleh
kenyamanan termal ruang pada lingkungan yang sudah terbentuk ?
Langkah paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan
termal, ialah dengan melakukan pengkondisian udara secara mekanis
(penggunaan AC atau kipas angin) dalam bangunan. Cara ini akan
berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik) dan kurang
ramah terhadap lingkungan, karena pemakaian gas freon untuk AC
berakibat meningkatkan gas rumah kaca, sehingga peningkatan suhu
udara ambien semakin tinggi.
Solusi untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan
pendekatan arsitektur. Wolfe (2010), dengan konsep Green arsitektur,
juga dikenal sebagai "arsitektur ramah lingkungan", ialah teori ilmu
pengetahuan dan gaya (style) bangunan yang dirancang dan dibangun
2
sesuai dengan prinsip ramah lingkungan. Arsitektur hijau berusaha
untuk meminimalkan jumlah sumber daya yang dikonsumsi dalam
konstruksi dan operasional gedung serta digunakan mengurangi
kerugian lingkungan akibat emisi polusi. Arsitektur hijau
menghasilkan manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi (Amro, 2010).
Berdasarkan aspek lingkungan, arsitektur hijau membantu mengurangi
polusi, konservasi sumber daya alam dan mencegah degradasi
lingkungan. Aspek ekonomi; mengurangi biaya operasional gedung
yang harus dikeluarkan untuk air dan energi serta meningkatkan
produktivitas pengguna. Aspek sosial; bangunan hijau di maksudkan
untuk menjadikan cantik dan mengurangi stress minimal pada
infrastruktur lokal. Sedangkan berkelanjutan; memberikan konotasi
arsitektur hijau tidak hanya dirancang untuk kepentingan saat ini,
melainkan juga mempertimbangkan penggunaan masa depan.
Lingkungan perkotaan umumnya mempunyai tingkat populasi dan
kepadatan bangunan cenderung tinggi, serta sebagian besar
masyarakatnya mempunyai kemampuan ekonomi rendah, sehingga
sulit mendapatkan kenyamanan termal. Hal ini disebabkan karena: 1)
kemampuan ekonomi yang terbatas sehingga tidak mampu
menciptakan kenyamanan dengan pendekatan mekanis, 2) kurang
memahami pengetahuan arsitektur dan kurang mampu membangun
rumah dan lingkungan/halaman dengan menggunakan jasa arsitek; dan
3) keadaan lahan yang relatif sempit/terbatas. Alternatif yang bisa
digunakan untuk memperoleh kenyamanan termal diantaranya adalah
melalui pemanfaatan vegetasi yang ditata sedemikian rupa sehingga
dapat menurunkan suhu udara.
3
Sebagian masyarakat perkotaan saat ini mulai menyukai menata
lahan pekarangannya dengan tanaman. Khususnya di kalangan
masyarakat menengah kebawah cenderung menanam tanaman
produktif, yaitu tanaman sayur atau tanaman obat, sehingga
memberikan manfaat yang luas, dari sisi ekonimi maupun lingkungann
(Zoer’aini, 2005). Taman produktif selain menciptakan keindahan juga
bermanfaat meningkatkan fungsi lingkungan, ekonomi, kesehatan dan
fungsi sosial (Pracaya, 2009).
Penggunaan vegetasi sayur (tanaman produktif) diharapkan
memberikan motivasi untuk mendapatkan nilai ekonomi, khususnya
bagi masyarakat perkotaan yang sebagian besar tingkat ekonominya
lemah. Tanaman organik diharapkan mampu mengikat CO2 secara
optimal dan mampu menurunkan suhu udara yang merupakan faktor
yang mempengaruhi kenyamanan termal. Pertanian organik sangat
strategi mengurangi CO2 atmosfer sekitar 250 kg/ha/tahun dengan
menariknya dari udara dan menyimpannya dalam tanah sebagai karbon
melalui proses fotosintesis (LaSalle, et al., 2010).
Kondisi nyaman merupakan suatu hal yang berusaha diraih oleh
manusia dalam melakukan aktivitasnya. Iklim memberikan pengaruh
yang sangat besar pada kesehatan tubuh dan mempengaruhi
kenyamanan tubuh manusia (human comfort). Manusia ketika
beraktivitas berusaha menyesuaikan dengan lingkung- an tempat
beraktivitasnya sehingga diharapkan produktivitas akan meningkat.
Beraktivitas pada lingkungan yang terlalu panas akan menyebabkan
menurunnya kemampuan fisik terlalu dini, sedangkan pada lingkungan
yang terlalu dingin dapat menyebabkan hilangnya fleksibilitas alat-alat
4
motorik tubuh akibat terjadinya kekakuan pada otot-otot tubuh,
sehingga diperlukan iklim yang nyaman untuk meningkatkan
produktivitas kerja (Purnomo, 2000).
Peningkatan suhu udara permukaan di perkotaan sebagai dampak
dari pembangunan sarana dan prasarana perkotaan seperti fasilitas
gedung, jalan, pertokoan, permukiman, pabrik dan lain-lain sehingga
menyebabkan berkurangnya jumlah ruang bervegetasi di kota. Kondisi
tersebut akan selalu diikuti sarana transportasi yang semakin meningkat
sehingga menyebabkan naiknya kuantitas gas CO2 (Aprianto, 2007).
Ruang terbuka hijau yang sempit menyebabkan berkurangnya
penyerapan CO2, dan radiasi panas dari sinar matahari yang tidak
dipantulkan, melainkan langsung diserap oleh gedung-gedung, dinding,
dan atap yang akan menimbulkan terjadinya Urban Heat Island (UHI)
yaitu gejala meningkatnya suhu udara di pusat-pusat perkotaan
dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya (Hakim, 2010).
Ruang terbuka hijau diperkotaan mempunyai peran sangat penting
mengendalikan suhu udara perkotaan. Vegetasi di ruang terbuka hijau
dapat menurunkan 3 – 4 ºC suhu udara perkotaan (Istiqomah, 2010).
Skala yang lebih luas, ruang terbuka hijau menunjukkan
kemampuannya untuk mengatasi permasalahan urban heat island di
perkotaan. Upaya-upaya untuk mengatasi peningkatan suhu udara di
perkotaan telah banyak dilakukan, khusus untuk indoor dengan sistim
penghawaan alami atau pengkondisian secara pasif melalui pendekatan
arsitektur dan penyelesaian lansekap, serta sistim penghawaan buatan
atau pengkondisian aktif yaitu secara mekanik dengan pengkondisian
udara atau Air Condition.
5
Ruang hijau publik di Kota-kota besar jumlahnya mengalami
penurunan. Hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan.
Mengganti peran ruang hijau publik tersebut dapat dilakukan dengan
memanfaatkan lahan tidak terbangun di kavling atau lahan pekarangan
permukiman penduduk (lahan privat) yang luasnya tidak terlalu besar
bila dilihat dari skala mikro, namun akan sangat besar luasnya bila
dilihat dari skala makro (lingkungan). Menanami lahan pekarangan,
akan menciptakan hutan kota yang berbentuk menyebar dan berstrata
banyak. Hutan kota ini sangat efektif dalam menanggulangi perubahan
suhu, terutama di daerah Tropis ( Zoer’aini, 1997).
Tanaman sayur yang ditanam di pekarangan atau pada bangunan
perlu adanya penataan khusus, sehingga memenuhi unsur
keindahan/estetika dan fungsional. Penataan taman sayur secara
vertikal menggunakan sistim loose dinding, yaitu sistim taman dengan
menggunakan media tanah yang dikemas dalam tas/polybag kemudian
dipasang secara vertikal pada dinding sangat membantu mengatasi
masalah lahan sempit di perkotaan, disamping memenuhi fungsi
estetika juga memenuhi fungsi lingkungan. Penataan taman sayur
secara horisontal, baik pada lahan maupun pada atap juga berdampak
positif bagi lingkungan dan merupakan solusi untuk mendapatkan lahan
terbuka hijau yang sangat langka di perkotaan (Anggraini, 2010).
Kajian ini menganalisis kemampuan taman sayur pada lahan dan
bangunan di perkotaan dalam upaya meningkatkan kenyamanan termal.
Kajian difokuskan pada penataan suatu taman dengan jenis tanaman
sayur organik yang ditentukan berdasarkan; kemampuan tanaman sayur
dalam menyerap CO2 dan melepas O2 keudara, umur tanaman, suhu
6
tanaman serta analisis faktor meteorologi yang berhubungan dengan
penurunan suhu udara yang berpengaruh pada kenyamanan termal.
Pendekatan fisiologi kuantitatif terutama pada proses penyerapan CO2
oleh tumbuhan yang dapat menurunkan suhu udara dan berpengaruh
pada kenyamanan termal, dan melepas O2 yang berdampak pada
peningkatan kualitas udara. Daun dianggap sebagai alat penyerap
karbon dioksida dan penyerap cahaya serta didasarkan pada
kemampuan klorofil mengikat CO2 dengan bantuan cahaya
(Loveless,1995).
Karya arsitektur (bangunan) umumnya dirancang menyesuaikan
kondisi lingkungan tapak dimana karya tersebut dibangun. Iklim
setempat merupakan salah satu bagian yang menjadi pertimbangan
dalam membuat rancangan, sehingga dihasilkan karya arsitektur yang
memenuhi kaidah arsitektural, diantaranya estetika dan kenyamanan.
Hasil karya arsitektur sebagian besar merupakan karya yang maksimal
dari seorang arsitek, namun perubahan/ perkembangan lingkungan
tapak pada suatu karya arsitektur (bangunan) yang sudah terbentuk,
sering berpengaruh pada tujuan awal perancangan, diantaranya pada
sistim penyinaran/penerangan dan sistim sirkulasi udara dalam ruang,
sehingga akan berpengaruh pada kenyamanan termal ruangan (indoor).
Permasalahannya adalah bagaimana menciptakan kembali kenyamanan
termal ruang pada bangunan yang sudah terbentuk ?. Rekayasa
arsitektur diperlukan untuk menciptakan kembali kenyamanan termal
pada ruangan (indoor) dengan tidak mengurangi/mengganggu estetika
bangunan. Penataan taman secara horisontal dan atau vertikal
meupakan alternatif penyelesaian masalah kenyamanan termal, karena
7
penataan taman memberikan dampak pada pengurangan radiasi
matahari yang masuk dalam ruang atau yang mengenai fasad bangunan
sehingga dapat mengurangi suhu udara dalam ruang dan berpengaruh
pada kenyamanan termal (Perini, 2012). Integrasi vegetasi dalam
arsitektur meningkatkan nilai visual, estetika dan aspek sosial daerah
perkotaan serta memiliki pengaruh pada nilai ekonomis bangunan atau
lingkungan dan berpotensi meningkatkan kesehatan manusia (Dunnett,
2004). Taman produktif secara makro dapat meningkatkan ketahanan
pangan di perkotaan (Zoer’aini, 1997).
Aspek yang terkait dengan kenyamanan termal cukup banyak,
sehingga aspek kenyamanan termal yang dipergunakan dibatasi pada
aspek iklim, yaitu suhu udara, kecepatan udara, kelembaban udara dan
radiasi matahari. Aspek ini dipergunakan karena lebih dominan (selalu
berpengaruh pada kenyamanan termal) dan datanya objektif, sedangkan
tanaman sayur yang digunakan ialah tanaman sayur (daun) organik
yang ditanam pada media tanam dalam wadah polybag dengan
pertimbangan:
rata-rata umur panen sayur daun relatif pendek., serapan CO2 pada
proses fotosintesis sebagian besar terjadi pada daun, dan. penataan
taman lebih mudah dan estetis karena sayur daun umumnya
mempunyai daun yang lebih banyak.
B. Keadaan Udara di perkotaan
Kota-kota besar di Indonesia umumnya mempunyai tingkat
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Perkembangan penduduk
8
yang cepat ini berpengaruh pada berbagai aspek, antara lain aspek
ekonomi, sosial, dan fisik yang pada akhirnya akan menuntut
penyediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan penduduknya,
diantaranya kebutuhan akan bangunan rumah tinggal (Sardiyoko,
2010). Sebagai ilustrasi jumlah penduduk Kota Surabaya tahun 2012
mencapai 3.110.187 jiwa dengan kenaikan rata-rata pertahun 1.62 %,
sedangkan jumlah penduduk ideal Surabaya adalah 2.175.000 jiwa
(Dinas Kependudukan Kota Surabaya, 2012). Jumlah penduduk yang
melebihi kapasitas, menuntut penyediaan fasilitas permukiman
maupun sarana prasarana kota yang lain (Ihsan, 2011). Luas area kota
terbatas sedangkan pertumbuhan penduduk mengalami pertumbuhan
yang besar, akibatnya terjadi perubahan-perubahan peruntukan lahan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk (Sardiyoko, 2010). Prediksi
pada tahun 2025, jumlah penduduk yang bermukim di perkotaan
mencapai 68%. Jumlah penduduk perkotaaan sudah mencapai 54%
pada tahun 2010 (Sardiyoko, 2010). Kondisi ini merupakan suatu isu
strategis yang terkait pembangunan permukiman dan perkotaan di
Indonesia yang berakibat pada peningkatan tingkat kepadatan bangunan
khususnya hunian di perkotaan. Kepadatan bangunan yang tinggi di
perkotaan Indonesia terkonsentrasi pada wilayah perkampungan
(Santosa, 2000).
Kampung adalah sebuah bentuk hunian kota dengan jumlah populasi
yang tinggi dan didominasi oleh bangunan dengan kepadatan hampir
mencapai 60 %. Ruang terbuka yang ada tersebar di wilayah kota
dengan akses melalui jalan yang sempit, (Heru, et al., 2007). Tingkat
populasi yang tinggi pada wilayah kota, berimbas pada tingginya
9
kepadatan bangunan, sehingga mempengaruhi kualitas kehidupan
penduduknya, terutama dalam memenuhi standar kenyamanan termal
dan kualitas pergerakan udara. Sirkulasi udara yang terhambat dengan
kelembaban udara yang tinggi serta radiasi panas matahari yang tinggi
pada bangunan dapat meningkatkan suhu udara, sehingga berpengaruh
pada kenyamanan termal utamanya dalam bangunan (Heru, et al.,
2007).
1. Ruang terbuka hijau di Perkotaan
Permasalahan lingkungan hidup di perkotaan cukup banyak dan
komplek, tidak saja terjadi pada kondisi sosial, tetapi juga pada aspek
lingkungan lainnya, seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, polusi,
kemacetan dan penyediaan ruang terbuka hijau (Sardiyoko, 2010).
Radiasi panas matahari tanpa adanya ruang terbuka hijau (RTH) tidak
direfleksikan, tetapi diserap oleh sarana dan prasarana perkotaan
(fasilitas jalan dan gedung-gedung) (Heru, et al., 2007). Peningkatan
kuantitas gas CO2 akibat meningkatnya transportasi dan pembangunan
industri serta terbatasnya ruang bervegetasi menyebabkan
berkurangnya penyerapan CO2, sehingga komposisi udara menjadi
tidak seimbang, yang mengakibatkan suhu permukaan meningkat 10
s/d 20 ºC dari suhu udara ambien (Aprianto, 2007 dan Sardiyoko,
2010).
Kasus di Surabaya, kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) yang
dicanangkan oleh Pemerintah Daerah sejak tahun 1992 adalah 20 – 30
% dari seluruh luas wilayah daratan (Ihsan, 2011). Kondisi eksisting
ruang terbuka hijau baru mencapai kurang dari 10 % (termasuk ruang
terbuka hijau pekarangan). Hasil studi yang dilakukan oleh Tim Studi
10
dari Institut Teknologi 10 November Surabaya tentang Peranan Sabuk
Hijau Kota Raya tahun 1992/1993 menyebutkan bahwa luas RTH
berupa taman, jalur hijau, makam, dan lapangan olahraga adalah ±
418,39 hektar, atau dengan kata lain pemenuhan kebutuhan RTH baru
mencapai 1,67 m2/penduduk. Jumlah ruang terbuka hijau tersebut
sangat tidak memadai jika perhitungan standar kebutuhan dilakukan
dengan menggunakan hasil proyeksi Rencana Induk Surabaya 2000
saat itu, yaitu 10,03 m2/penduduk (Ihsan, 2011). Peraturan Daerah
Kota Surabaya No. 3 tahun 2007 yang dipublikasikan melalui Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya menyebutkan luas RTH
sebesar 20 % dari seluruh luas wilayah daratan, apabila luas wilayah
Kota Surabaya 326, 36 km2, maka seharusnya luas RTH sekitar 65,27
km2. Perkembangan RTH di Kota Surabaya sejak tahun 2001 tercatat
seluas 21,83 km2 dan tahun 2007 sudah lebih luas menjadi 26,93 km2.
Luas RTH tahun 2007 bila dibandingkan dengan ketentuan Perda No. 3
tahun 2007, masih kurang dari 10 %. Upaya peningkatan kuantitas
RTH di Kota Surabaya dilakukan melalui program Green and Clean,
yaitu mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
penghijauan halaman rumahnya (Silaban, 2007).
Undang-undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,
mengatur persyaratan kepadatan bangunan meliputi koefisien dasar
bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB). Persyaratan
angka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) untuk setiap bangunan rumah,
berfungsi untuk menata kawasan dan menjaga kelestarian lingkungan.
Secara umum ada tiga kategori KDB yang diterapkan (Akram, 2009),
antara lain: 1) KDB padat dengan angka KDB antara 60%– 100%, 2)
11
KDB sedang dengan angka KDB antara 40%-60%; dan 3) KDB
renggang dengan angka KDB di bawah 40%. Kebijakan pemerintah
Daerah Surabaya yang tertuang dalam Peraturan Daerah Surabaya
Nomor 3 Tahun 2007 terkait dengan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05/PRT/M/2008, mengatur sistim penggunaan lahan
perkotaan dengan batas maksimal lahan yang bisa dibangun (KDB)
sebesar 70 % untuk lingkungan perumahan ialah cara untuk
mempertahankan daerah terbuka hijau di Kota Surabaya.
Ruang hijau publik di Kota Surabaya jumlahnya mengalami
penurunan, hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan.
Ruang hijau publik tersebut diganti dengan memanfaatkan lahan tidak
terbangun di kavling atau lahan pekarangan permukiman penduduk
(lahan privat) yang luasnya tidak terlalu besar bila dilihat dari skala
mikro, namun akan sangat berarti luasnya bila dilihat dari skala makro
(kota). Lahan pekarangan ini apabila rata-rata ditanami maka akan
menciptakan hutan kota yang berbentuk menyebar dan berstrata
banyak. Hutan kota ini sangat efektif dalam menanggulangi perubahan
suhu, terutama di daerah Tropis ( Zoer’aini, 2005). Tanaman pada
iklim mikro perkotaan yang di tata berguna dalam mengantisipasi
pengaruh suhu radiasi matahari dan inframerah, sehingga
meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan (Herrington, 1985).
Pemanfaatan lahan privat dan atau kolektif melalui penghijauan
lahan-lahan sempit dan pada gedung-gedung dengan membuat taman
produktip akan membawa manfaat yang besar, baik dari sektor
lingkungan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Kegiatan ini akan
membutuhkan peran masyarakat dalam pelaksanaannya, namun untuk
12
melaksanakan kegiatan tersebut mengalami masalah ketersediaan lahan
privat yang dimiliki masyarakat luasnya relatip kecil, bahkan kota besar
khususnya di permukiman kampung banyak yang tidak mempunyai
lahan pekarangan.
Kawasan hijau lahan pekarangan di Kota Surabaya, luasnya
mencapai 24.242.466 m2 atau hampir mencapai 242,25 ha (Ihsan,
2011). Kawasan hijau lahan pekarangan ini merupakan luas terbesar
dibandingkan luas kawasan hijau lainnya di Kota Surabaya, yang luas
seluruhnya mencapai 57.416.905 m2 atau hampir 574,17 ha (Tabel 1).
Luas kawasan hijau pekarangan mencapai 42,22 % dari seluruh luas
kawasan hijau di Kota Surabaya, namun luas kawasan hijau tersebut
masih belum memenuhi ketentuan luas yang ditargetkan oleh
Pemerintah Kota Surabaya sebagaimana yang disosialisasikan dalam
Rencana Tata Ruang Kota yaitu sebesar 652, 72 hektar.
Tabel 1. Luas kawasan hijau di wilayah Kota Surabaya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
No Jenis RTH Luas (m2) Prosentase
-------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Kawasan/jalur hijau Rekreasi kota 3.207.983 5,58
2. Kawasan/jalur hijau 2.670.954 4,65
3. Kawasan/jalur hijau pekarangan 24.242.466 42,22
4. Kawasan/jalur hijau permakaman 1.518.798 2,64
5 Kawasan/jalur hijau pertamanan kota 1.868.704 3,26
6. Kawasan/jalur hijau pertanian 20.416.945 35,56
7. Kawasan/jalur konservasi 3.491.055 6,09
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah 57.416.905 100,00
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Ihsan (2011)
13
Peningkatan luas RTH Kota Surabaya selama empat tahun
sebesar 304,88 ha, yaitu yang semula pada tahun 2007 luas RTH
269,29 ha (Silaban, 2007), pada tahun 2011 luas RTH menjadi 574,17
ha (Ihsan, 2011). Peningkatan luas RTH di Kota Surabaya yang cukup
besar ini masih dibawah target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota
yang tertuang dalam Perda No.3, Tahun 2007 yang menetapkan luas
RTH Kota Surabaya seluas 652,72 ha (20 % dari luas wilayah Kota
Surabaya). Luas kawasan jalur hijau pekarangan yang cukup besar
(42,22 % dari seluruh luas RTH) cukup berpotensi meningkatkan peran
RTH untuk penghijauan kota Surabaya.
2. Kualitas udara di Kota Surabaya
Hasil monitoring kualitas udara di Surabaya menunjukkan
kondisi yang membahayakan dan mencapai tingkat tidak sehat. Partikel
debu yang mencemari udara Kota Surabaya pada tahun 2002 besarnya
rata-rata 0,267 mg/m3 - 0,427 mg/m3, sedangkan standar World
Health Organization (WHO) menetapkan parameter debu maksimal
0,02 mg/m3 (Mukono,2005. Suprapto, 2002).
Perubahan kualitas udara ambien biasanya mencakup parameter
seperti gas NO2, SO2, CO, CO2, NH2, H2S, hidrokarbon atau partikel
debu. Peningkatan kadar bahan-bahan tersebut yang melebihi nilai baku
mutu udara ambien yang telah ditetapkan dapat menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan. Terjadinya pencemaran udara melalui
beberapa proses, diantaranya dari hasil pembakaran (combustion)
(Mukono, 2005). Buletin WHO yang dikutip Holzworth & Cormick
(1976), menentukan parameter pencemaran udara (Tabel 2).
14
Tabel 2. Kriteria pencemaran udara menurut WHO, 1976
No Parameter Udara Bersih Udara Tercemar
1. Bahan Partikel 0,01 – 0,02 mg/m3 0,07 – 0,7 mg/m3
2. SO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 2 ppm
3. CO < 1 ppm 5 – 200 ppm
4. NO2 0,003 – 0,02 ppm 0,02 – 0,1 ppm
5. CO2 310 – 330 ppm 350 – 700 ppm
6. Hidrokarbon <1 ppm 1 – 20 ppm
Sumber: Holzworth dan Cormick, 1976 dalam (Mukono, 2005)
Gas karbondioksida (CO2) posisinya cenderung mengambang
sekitar dua meter di atas permukaan tanah dengan mendesak atmosfer
yang seharusnya ditempati oleh gas oksigen (O2), karena kepadatan gas
CO2 1,5 kali lebih besar dari gas oksigen (O2) (Suryajaya, 2011). Gas
CO2 dibutuhkan oleh makhluk hidup, pada tumbuhan untuk proses
fotosintesis, sedangkan untuk manusia kadar CO2 tidak
direkomensikan melebihi 5000 ppm (parts per million) atau 0,5 %
pada atmosfer yang komposisinya (Tabel 3) (Suryajaya, 2011).
15
Tabel 3. Komposisi atmosfir.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gas-gas jumlahnya tetap Gas-gas yang jumlahnyaberubah
(Permanent gases) (Variabel gases)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gas Simbol Volume (%) Gas(dan partikel) Simbol Volume (%) ppm
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nitrogen N2 78,08 Water Vapor H2O 0 – 4 -
Oksigen O2 20,95 Karbon dioksida CO2 0,038 385
Argon Ar 0,93 Methan CH4 0,00017 1,7
Neon Ne 0,0018 Nitrous Oksida N2O 0,00003 0,3
Helium He 0,0005 Ozon O3 0,000004 0,04
Hidrogen H2 0,00006 Partikel (dust, soot,dll) 0,0000010, 01- 0,15
Xenon Xe 0,000009 Chlorofluorocarbon CFCs 0,00000002 0,0002
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Suryajaya (2011).
Gas-gas yang jumlahnya tetap (permanent gases) apabila terjadi
perubahan jumlah pada suatu daerah tidak berarti mengurangi jumlah
volume gas di atmosfer, melainkan hanya mengalami pergeseran ke
tempat yang lain. Gs-gas yang jumlahnya berubah (variable gases),
apabila terjadi perubahan jumlah pada suatu daerah maka menunjukkan
adanya pengurangan jumlah gas pada daerah tersebut tetapi tidak
berpengaruh pada daerah lain. Perubahan jumlah variable gases dapat
terjadi pada area mikro, dan perubahannya tergantung pada kondisi area
tersebut.
3. Suhu udara di Kota Surabaya
Kenaikan suhu udara ambien di Surabaya dalam kurun waktu 15
tahun terakhir tercatat rata-rata lebih dari 1,5 ºC, yaitu dari 34,5 ºC
naik menjadi 36,0 ºC, sedangkan kenaikan suhu udara tertinggi di
16
dunia rata-rata hanya mencapai 0.3 ºC (Suparto, 2002). Kondisi suhu
udara ini secara umum merupakan suhu udara out door dan
berpengaruh pula pada kondisi suhu udara in door, sehingga
kenyamanan termal sulit untuk diperoleh. Kepadatan bangunan di
perkotaan menguntungkan pada pembayangan bangunan, namun
mempengaruhi sirkulasi suhu udara lingkungan yang berpengaruh
pada kenyamanan termal (Heru, et al., 2007)
Badan Meteorologi dan Geofísika (BMG) Surabaya, mencatat
kecenderungan iklim mikro di Surabaya menunjukkan kondisi iklim
yang ekstrim (melebihi kondisi iklim pada umumnya di Indonesia).
Suhu udara maksimal selama lima tahun (2001-2005) mencapai 34,4 ºC
(Tabel 4).
Tabel 4. Keadaan iklim mikro (2001-2005) dari BMG.
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okb Nop Des
T max (ºC) 34,2 34,2 34 33,3 33,1 32,7 32,5 32,4 34 36,4 36,3 34,4
T min (ºC) 22,6 22,4 23 23,5 22,1 21,3 19,8 19,6 20,7 21,3 20,9 22,7
RH max (%) 98,2 98,6 99 87,4 98,4 96 96,2 93,6 91,6 `94 97 97,8
RH min (%) 50 53,4 50,2 51 45,6 45 49,8 36,2 33,4 26,2 37,8 42,8
Hari hjn (daya) 24,4 21,4 19 6 14,6 10,2 5 22 1,4 0,8 4,6 12 17,7
Curah hjn (mm) 472,5 427 316,7 147,4 128 42,14 29,02 1,1 4,64 19,41 53,5 247,5
Lama mth (%) 63,5 48,2 66,5 76,6 84,9 90,7 2,9 95,4 98,5 82,9 64,8 65
Irradiance(Wh/m2) 5201 5033 5661 572 5666 5471 5850 6176 6771 6381 5648 5615
Kec.angin (m/det) 3,32 3,82 3,04 3,04 3,17 3,47 3,34 3,56 2,65 2,47 2,57 2,68
Arah angin Brt Brt Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Tmr Brt
Sumber: Winarto (2006).
17
Keadaan iklim mikro (Tabel 4) meliputi suhu udara, jumlah hari
hujan, curah hujan (mm), lama penyinaran, kecepatan angin dan
kecenderungan arah angin, dan radiasi matahari. Temperatur menjadi
faktor penting dalam pengukuran, karena untuk menentukan
kenyamanan termal (Arismunandar, 1981).
Bulan Oktober merupakan bulan dengan suhu rata-rata terpanas,
sedangkan terdingin pada bulan Juli (Tabel 4). Suhu udara sebagai
variabel suhu outdoor sangat penting karena mempengaruhi
kenyamanan termal dalam bangunan. Lama penyinaran dan besarnya
radiasi matahari merupakan aspek penting untuk menghitung jumlah
radiasi yang masuk bangunan dan mempengaruhi suhu udara indoor.
Variabel penentu kenyamanan termal ruang adalah variabel yang secara
teoritis menentukan kenyamanan termal suatu ruang. Variabel-
variabel yang dimaksud adalah variabel yang merupakan elemen iklim
ruang dalam, yaitu suhu udara, suhu radiasi, kelembaban dan
kecepatan angin atau pergerakan udara serta polusi udara (Sugini,
2004).
Pengukuran yang dilakukan Santoso, pada bulan Maret 2010,
suhu udara rata-rata pada tempat yang berbeda (elevasi dan tingkat
kepadatan bangunan) di Kota Surabaya (Surabaya Timur, Selatan,
Barat, Utara dan Surabaya Pusat) yang dilakukan pada waktu dan hari
yang sama menunjukkan adanya perbedaan rata-rata suhu udara (Tabel
5).
18
Tabel 5. Suhu udara pada beberapa daerah di Surabaya.
Wilayah Lokasi Elevasi Suhu pada jam (ºC) Suhu rata-rata
m’ dpl 07.00 13.00 18.00 (ºC)
Surabaya Timur Rungkut 3,50 28,00 35,00 30,00 30,25
Surabaya Selatan Wiyung 8,50 28,00 33,50 28,50 29,50
Surabaya Bara Dukuh Kupang 18,00 26,50 35,00 28,50 29,125
Surabaya Utara Perak 4,00 24,00 35,00 29,00 28,00
Surabaya Pusat Kedungturi 4,00 28,50 34,00 31,50 30,625
Sumber: Santoso, 2010
Hasil pengukuran suhu udara harian rata-rata terbesar di daerah
Surabaya pusat yaitu 30,625 ºC (Tabel 5), hal ini karena kurangnya
vegetasi dan kepadatan bangunan yang relatif tinggi sehingga
pergerakan udara terhambat oleh banyaknya bangunan yang
menyebabkan kecepatan udara (angin) menjadi relatif kecil. Suhu
udara harian rata-rata terendah di daerah Surabaya Utara adalah 28
ºC, hal ini disebabkan karena banyak vegetasi, kepadatan bangunan
sedang (dibawah 50 %) dan dekat pesisir sehingga pergerakan udara
tidak banyak terhalang bangunan yang menyebabkan kecepatan udara
(angin) lebih besar (sekitar 1 – 2 m/det) (Heru, et al., 2007).
4. Pengkondisian Udara
Manusia melakukan aktivitasnya agar terlaksana secara baik
memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dirasakan
nyaman. Kenyamanan termal di definisikan sebagai suatu kondisi yang
dapat dirasakan terkait tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan
termalnya (Sugini, 2004).
19
4.1. Kenyamanan termal (thermal comfort)
Tingkat produktivitas dan kesehatan manusia dipengaruhi oleh
keadaan iklim setempat (Olgay, 1983). Tingkat produktivitas dapat
maksimum apabila keadaan iklim sesuai dengan kebutuhan fisiknya
Kenyamanan termal tergantung pada variabel iklim dan faktor
individu serta lokasi geografis. Beberapa penelitian terkait dengan
kenyamanan termal yang menggunakan variabel iklim, faktor individu
dan lokasi geografis (Tabel 6).
Tabel 6. Variabel kenyamanan termal dari beberapa peneliti.
Peneliti
Variabel/ Szokolay Fanger Humphreys Houghton Faktor penentu (1994) Standar Amerika dan Nicol dan Yaglou ANSI/ASHRAE 55 (ISO 7730; (1973) Standar Internasional 1994)
(ISO 7730; 1994)
IKLIM 1. Matahari (besarnya radiasi) √ √ √ √
2. Suhu udara √ √ √ √ 3. Kecepatan udara (angin) √ √ √ √ 4. Kelembaban udara √ √ √ √
FAKTOR INDIVIDU
1. Pakaian √ √ √ 2. Aktivitas √ √ √ 3. Aklimatisasi/adaptasi √ √ 4. Usia dan jenis kelamin √ 5. Tingkat kegemukan √ 6. Tingkat kesehatan √ 7. Jenis makanan/minuman √
yang dikonsumsi 8. Warna kulit (suku bangsa) √
LOKASI GEOGRAFIS √
________________________________________________________________________
Sumber: Talarosa (2005).
20
Kenyamanan termal secara langsung dipengaruhi oleh variabel iklim,
sedangkan variabel individu dan lokasi tidak selalu berpengaruh pada
kenyamanan termal (Fanger, 1972) (Tabel 6). Radiasi panas, suhu
udara, kelembaban udara dan gerakan udara mempengaruhi
kenyamanan termal disebut Temperatur Efektif (TE) atau suhu netral,
(Houghton dan Yaglou, 1973 dalam Arismunandar dan Saito, 1981).
Setiap orang mempunyai tingkat kenyamanan yang berbeda
tergantung pada keadaan dan suasana tertentu (Olgay, 1983). Seseorang
sudah merasa nyaman pada kondisi tertentu, namun pada orang lain
belum merasa nyaman (Amirudin, 1972). Lembaga Penelitian Masalah
Bangunan-Pekerjaan Umum (LPMB-PU), menyebutkan batas-batas
kenyamanan termal manusia yang optimal untuk daerah katulistiwa
adalah 22,8°C TE (batas bawah), sampai 28°C TE (batas atas)
(Amirudin, 1972). Hasil penelitian CC WEBB terhadap penduduk
Singapura menyimpulkan bahwa Singapore Comfort Index (SCI) 26 ºC
adalah ukuran yang dirasakan cukup nikmat oleh 69 % dari penduduk
Singapura. Singapore Comfort Index dapat digunakan dan berlaku pula
pada negera-negara di Asia Tenggara karena persamaan kondisi
lingkungannya selama penelitian setempat belum dilakukan (Amirudin,
1972).
Kenyamanan terdiri dari kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik.
Kenyamanan psikis, yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman, tenang,
gembira, dan lain-lain) yang terukur secara subjektif (kualitatif).
Indeks PMV (Predicted Mean Vote) (Fanger, 1972), dapat digunakan
untuk analisis kenyamanan lingkungan secara psikis. Indek PMV
secara numerik dikelompokkan menjadi tujuh grade yaitu: lebih dingin
21
(-3), dingin (-2), agak dingin (-1), netral (0), sedikit hangat (1), hangat
(2); dan panas (3).
Asumsi untuk kemungkinan diterima oleh 90 % responden, dari
persepsi responden terhadap kenyamanan termal yang disarankan oleh
Auliciems (1981), adalah Tn (Temperatur netral) ± 2,5 TE
(Temperatur Efektif), sedangkan untuk asumsi diterima 80 %
kenyamanan termal yang disarankan adalah Tn ± 3,5 TE. Adanya
toleransi antara 80–90 % kenyamanan termal yang dirasakan
menunjuk-kan relativitas kenyamanan pada setiap orang tidak sama
(Auliciems, 1981).
Berdasarkan ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi nyaman
dicapai ketika PMV memiliki nilai antara -1 dan +1 (Fanger, 1972).
Kenyamanan fisik dapat terukur secara objektif (kuantitatif);
diantaranya ialah kenyamanan termal. Manusia dikatakan nyaman
secara termal ketika ia dapat menerima kondisi suhu udara tanpa
merasa terganggu. Pengkondisian udara tertentu diperlukan untuk
mencapai kenyamanan termal, baik secara arsitektural maupun secara
mekanik. Kenyamanan termal di perkotaan bisa diperoleh
menggunakan sistim penghawaan buatan. Kenyamanan tergantung
pada variabel iklim (radiasi matahari, suhu udara, kelembaban dan
kecepatan udara) dan beberapa faktor lain yang tidak mengikat
(Szokolay, 1994). Variabel iklim dapat dianalisis menggunakan
diagram psikrometri (Gambar 1) dan diagram temperatur efektif
(Gambar 2) untuk menentukan Temperatur Efektif (TE).
22
Gambar 1. Diagram psikrometri (Szokolay, 1994).
Garis vertikal pada diagram Psikrometri menunjukkan posisi
angka suhu udara kering (0–50 ºC), garis lengkung menunjuk posisi
angka kelembaban udara, (0–100 %), garis diagonal menunjuk posisi
angka suhu udara basah (0–50 ºC menunjuk hasil analisis diagram)
(Gambar 1). Batas kenyaman standar ASHRAE (bidang diblok)
menunjuk suhu udara antara 22,5 – 26 ºC dan kelembaban antara 20 –
60 %.
0.80 0.85 0.90
0.95
10
1
5
20
25
25
30
35
4
0
40
45
5
0 55
60
65
7
0
75
8
0 8
5
90
9
5
100
105
1
10
11
5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0.033
0.032
0.031
0.030
0.029
0.028
0.027
0.026
0.025
0.024
0.023
0.022
0.021
0.020
0.019
0.018
0.017
0.016
0.015
0.014
0.013
0.012
0.011
0.010
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0.000
35 40 45 50
0
5
10
15
20
25
30
10%
20%
30%
40%
50%60
%70%80
%90%
1.0
0.9
0.8
0.7
0.60.5
0.40.3
0. 2
0.1
su
hu
ud
ara
ke
rin
g
suhu udara basah
kele
mba
ban
udar
a
ren
tan
g k
en
ya
ma
na
n
sta
nd
ar
AS
HR
AE
55
23
Diagram Psikrometri dapat digunakan untuk menentukan suhu
udara basah, dengan ketentuan harus didukung data suhu udara kering
dan kelembab an udara. Penggunaan diagram dengan menentukan nilai
suhu udara (30 ºC) pada posisi garis vertikal dan menentukan nilai
kelembaban udara (60 %) pada posisi garis lengkung. Pertemuan
antara garis vertikal dan garis lengkung merupakan posisi garis
diagonal yang menunjuk pada angka suhu udara basah 24 ºC ( Gambar
1).
Garis vertikal pada diagram Temperatur Efektif (Gambar 2)
masing-masing menunjuk posisi angka suhu udara kering dan suhu
udara basah (0-45 ºC), sedang garis diagonal/lengkung menunjuk
posisi angka kecepatan udara (0-3 m/det). Diagram Temperatur Efektif
digunakan untuk menentukan Temperatur Efektif (TE) atau suhu netral
atau kenyamanan termal. Analisis dilakukan dengan minimal diketahui
tiga variabel, yaitu suhu bola kering (temperatur kering), suhu bola
basah dan kecepatan udara. Penggunaan diagram dengan menentukan
titik suhu udara kering (25 ºC) dan suhu udara basah (17 ºC) pada
posisi garis vertikal, kemudian kedua titik dihubungkan membentuk
garis yang memotong garis lengkung (pada posisi kecepatan udara 0,5
m/det), maka diperoleh temperatur Efektif 21 ºC.
Dengan temperatur yang sama apabila kecepatan udara lebih
besar akan menghasilkan TE lebih rendah (Contoh pada kecepatan
udara 3 m/det, TE = 18,5 ºC. Jadi TE akan turun 1 ºC setiap
penambahan kecepatan udara 1 m/det) (Gambar 2).
24
Gambar 2: Diagram Temperatur Efektif (TE) ( Yaglou, 1923)
(Arismunandar,W.,dan Saito Heizo 1991).
Ukuran kenyamanan secara tepat sulit ditentukan, karena kombinasi
variabel yang berbeda akan menghasilkan kenyamanan yang sama.
Kombinasi kecepatan udara 0,07 – 0,12 m/det, suhu udara 20,4 ºC dan
kelambaban 70 %, adalah sama nyamannya dengan kombinasi suhu
udara 23,2 ºC kelembaban 20 % dengan kecepatan udara yang sama,
yaitu 0,07 – 0,12 m/det (Arismunandar, et al., 1991). Kenyamanan
sangat subjektif, karena seseorang pada keadaan dan suasana atau
environment tertentu sudah merasakan nyaman, tetapi dengan kondisi
yang sama orang lain belum merasa nyaman (Olgay, 1983).
25
Kecepatan udara di dalam ruangan sangat rendah ( lebih kecil dari 0,1
m/menit), sehingga Temperatur Efektif (TE) dianalisis hanya
berdasarkan data temperatur dan kelembaban saja (Arismunandar, et
al., 1991). Temperatur Efektif atau kenyamanan termal dipengaruhi
oleh radiasi panas matahari, temperatur, kelembaban udara dan gerakan
udara (Houghton dan Yaglou, 1973, dalam Arismunandar dan
Saito,1981). Hal ini didukung dengan penelitian Houghton dan
Yaglou yang menghasilkan rumus untuk menghitung indeks
kenyamanan termal yang berdasarkan pada variabel-variabel :
temperatur udara, kelembaban, pergerakan/kecepatan udara dan sebuah
angka konstan. Adapun rumus yang digunakan ialah :
S = p + 0,25 ( tl + ts ) + 0,1 x – 0,1 ( 37,8 – tl ) √ v
dengan : S = angka kenyamanan,
tl = suhu udara kering (ºC),
ts = suhu udara basah (ºC),
x = kelembaban absolut (g/kg),
v = kecepat an udara (m/det) pengukuran 0,5 m
diatas lantai; dan
p = angka konstan 10,6 untuk musim panas
(Hougton dan Yaglou, 1973)
Batas-batas kenyamanan untuk kondisi khatulistiwa menurut
Lippsmeier (1994), adalah kisaran suhu 22,5 - 29 ºC dengan
kelembaban udara 20 – 50%, dan kecepatan udara 0-1 m/det, serta
radiasi maksimal 50 W/m2 (Heru, et al., 2007). Nilai kenyamanan
tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan kombinasi antara
radiasi panas, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan udara dan
penyelesaian yang dicapai menghasilkan suhu efektif (TE). Beberapa
penelitian membuktikan batas kenyamanan yang berbeda-beda
26
tergantung pada lokasi geografis dan subjek manusia yang diteliti
(Tabel 7).
Tabel 7. Batas kenyamanan di beberapa daerah penelitian
berdasarkan subjek (manusia).
Peneliti Lokasi Kelompok manusia Batas kenyamanan
ASHRAE USA Selatan (30 ºLU) Peneliti 20,5 ºC–24,5 ºC TE
Rao Calcutta (22 ºLU) India 20 ºC – 24,5 ºC TE
Webb Singapura Malaysia 25 ºC – 27 ºC TE
Katulistiwa Cina
Mom Jakarta (6 ºLS) Indonesia 20 ºC – 26 ºC TE
Ellis Singapura Eropa 22 ºC – 26 ºC TE Katulistiwa
Sumber: Lippsmeier (1994).
Lembaga Penelitian Masalah Bangunan Dinas Pekerjaan Umum
menentukan suhu nyaman pada bangunan disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Standart Kenyamanan LPMB-PU.
No. Suhu netral (TE) Kelembaban (RH)
1) Sejuk 20,5ºC – 22,8 ºC 50 % Batas atas 24 ºC 80 %
2) Nyaman 22,8 ºC – 25,8 ºC 70 %
Batas atas 28 ºC
3) Hangat 25,8 ºC - 27,1 ºC 60 %
Batas atas 31 º C
Sumber: Arismunandar dan saito (1981).
27
Tabel 9. Penelitian yang dilakukan beberapa peneliti terkait
dengan kenyamanan termal (Santoso, 2011)
U
nsu
r p
enel
itia
n
Pen
elit
i, T
ahu
n
Wo
ng
&K
hoo
(20
03
)
Sh
.Ah
mad
&Ib
rah
im(2
00
3)
Fer
iad
i et
al,
(20
04
)
Sab
arin
ah&
Ah
mad
(200
6)
Og
bo
nn
a et
al,
(20
08
)
Ril
atu
pa,
(20
08
)
Ro
on
ak e
t al
,(2
00
9)
Su
laim
an e
t al
,(2
01
1)
Nu
gro
ho
,(2
01
1)
Iklim
Panas
lembab √ √ √ √ √ √ √ √
Panas kering √
Terapan
Dinding √ √ √
Atap
Variable
Suhu udara √ √ √ √ √ √ √ √ √
RH √ √ √ √ √ √ √ √
Radiasi √ √
Kec. Udara √ √ √ √ √ √ √
Kualitas
udara √
Kovigura
si
Tinggi √ √
Lebar √ √
Panjang √
Material
Bukaan √ √ √
Kinerja
Suhu netral √ √ √ √ √ √ √
Persepsi √ √ √ √ √ √ √
Standar √ √
Alat
Met.sederha
na √ √ √ √ √ √ √
Diagram √
Simulasi √ √
28
Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal sebagian
besar menggunakan variabel iklim. Beberapa penelitian memerlukan
variabel tambahan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian,
diantaranya ialah faktor individu dan geografis (Tabel 6). Adapun
penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan kenyamanan termal
diantaranya disajikan pada Tabel 9
Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal belum
banyak yang menggunakan taman/vegetasi sayur pada atap maupun
dinding bangunan disebabkan kurangnya informasi, sehingga sulit
dijadikan indikator penurunan suhu udara di perkotaan. Vegetasi di
ruang terbuka hijau di perkotaan cenderung menurunkan suhu udara
outdoor, namun keterbatasan lahan terbuka hijau menjadi kendala
untuk melakukan penghijauan.
Penelitian Wong, (2003), dan Ahmad, (2003), tentang
kenyamanan termal atau suhu netral ruang kelas di Singapura dan
Malaysia menggunakan sistim penghawaan alami dan mekanik.
Variabel iklim meliputi suhu udara, kelembab- an relatif, dan
kecepatan/pergerakan udara, untuk mendapatkan data objektif,
sedangkan data subjektif diperoleh berdasarkan beberapa faktor
individu persepsi pengguna ruangan. Suhu netral ruang kelas
menunjukkan kisaran 28,8 ºC dan . 27,6 ºC. Kondisi ini masih diluar
zona standar kenyamanan ASHRAE 55 yang menentukan suhu netral
ruangan sebesar 26 ºC. Suhu netral ruang kelas yang mendekati standar
diupayakan dengan pergerakan udara secara mekanik yaitu
menggunakan kipas angin. Suhu netral ruang kelas di Malaysia sudah
29
dapat dirima berdasarkan persepsi pengguna ruang kelas meskipun
tanpa menggunakan penghawaan mekanik (Wong, 2003).
Feriadi et al. (2004), melakukan penelitian kenyamanan termal pada
rumah tinggal berventilasi alami di Indonesia. Variabel penelitian yang
digunakan terdiri dari variabel iklim (suhu udara, kecepatan udara dan
kelembaban relatif), dan variabel personal (jenis pakaian dan persepsi
pengguna). Hasil penelitian menunjukkan suhu netral pada musim
kemarau sekitar 29,2 ºC, dan suhu netral pada musim hujan sekitar 29,8
ºC dengan kelembaban relatif masing-masing 68,9 % dan 68,2 %.
Suhu netral yang ada tidak sesuai dengan standar kenyamanan
ASHRAE. Persepsi 90 % pengguna menyatakan kenyamanan yang
dirasakan pada skala hangat dan netral. Kondisi ini terjadi karena
sistim adaptasi personal pengguna dalam menggunakan pakaian yang
berbeda pada masing-masing musim (pakaian musim kemarau dengan
0,27 clo, dan pakaian musim hujan dengan 0,34 clo). Sistim adaptasi
pengguna lebih banyak menyesuaikan dengan kondisi iklim dan lebih
sering mengganti pakaian sesuai dengan kenyamanan yang
dirasakannya.
Kenyamanan termal pada bangunan apartemen dengan ventilasi alami
di Singapura ada kaitannya dengan suhu udara, kecepatan udara dan
kelembaban relatif udara (Sabarinah dan Ahmad, 2006). Suhu netral
dalam apartemen sekitar 26,1 ºC dengan kelembaban relatif antara 50 –
54 %. Suhu netral dan kelembaban udara yang relatif kecil disebabkan
pengaruh kecepatan udara yang cukup (diatas 1 m/det) terutama pada
ruang-ruang di lantai atas. Suhu netral ini lebih mendekati zona standar
kenyamanan termal yang ditetapkan ASHRAE 55, yaitu 20,5 – 24,5 ºC.
30
Kenyamanan termal pada beberapa ruang sekolah dengan ventilasi
alami di Jos – Nigeria yang beriklim panas kering dipengaruhi oleh
suhu udara, kecepatan udara, dan kelembaban udara (Ogbanna, et al.,
2008). Suhu netral ruang sekolah berkisar antatra 21,96 ºC sampai
29,98 ºC, dan suhu netral rata-rata sekitar 26,27 ºC, dengan
kelembaban relatif 72,1 %, sedangkan kecepatan udara antara 0,02
m/det sampai dengan 1,44 m/det, kecepatan udara rata-rata 0,07
m/det di semua lokasi. Sesuai dengan standar kenyamanan ASHRAE
55 semua data yang dicapai tidak masuk pada Zona kenyamanan
standar ASHRAE.
Ruang kelas dengan pendingin udara dan ruang kantor ventilasi alami
pada suatu gedung sekolah di Jakarta menunjukkan suhu netral yang
bervariasi (Rilatupa, 2008). Ruang kelas yang menggunakan pendingin
udara dan posisi ruang tidak terkena radiasi matahari langsung
mempunyai suhu netral 25,4 ºC – 26,5 ºC dan kelembaban antara 53 %
– 63,5 %. Ruang kelas yang terkena radiasi sinar matahari langsung
mempunyai suhu netral 27,8 ºC dan kelembab-an 77,5 %. Ruang
kantor/sekertariat yang menggunakan ventilasi alami mempunyai suhu
netral 28 ºC dan kelembaban 72,5 %. Ruang dengan pendingin udara
yang diprogram secara sama dapat menghasilkan suhu netral yang
berbeda karena pengaruh radiasi sinar matahari yang masuk ruang.
Ruang yang menggunakan ventilasi alami mempunyai suhu netraln
yang tidak memenuhi standar kenyamanan (kurang nyaman).
Daghigh et al. (2009), melakukan penelitian pada ruang kantor dengan
ventilasi alami di Malaysia melalui konfigurasi pengaturan pembukaan
dengan kombinasi pengaturan bukaan (sebanyak 14 kondisi
31
pengaturan). Suhu netral ruang kantor berkisar antara 25,2 ºC – 27,5 ºC
pada semua kondisi ventilasi terbuka. Ruang kantor memiliki kondisi
termal yang tidak berada dalam zona kenyamanan ASHRAE 55 (24,5
ºC) dan pedoman yang diberikan oleh Pedoman Energi Efisien
Malaysia yang menetapkan kenyamanan termal pada 26 ºC. Suhu
netral ruang kantor masih dapat diterima oleh penghuni kantor
berdasarkan persepsi kenyamanan yang dirasakannya meskipun tidak
memenuhi stándar kenyamanan ASHRAE 55; namun diperlukan
sirkulasi udara yang lebih memadai.
Faktor iklim sangat berpengaruh pada kenyamanan termal dan
penghuni-nya (Sulaiman, et al., 2011). Penelitian yang dilakukannya
pada bangunan asrama mahasiswa di Malaysia menunjukkan suhu
minimum diluar ruang asrama mencapai 27,6 ºC terjadi pada jam 12.00
(malam), sedangkan suhu maksimum 38 ºC, terjadi sekitar jam 3.00
(sore), sehingga terjadi perbedaan sebesar 10,4 ºC. Suhu di luar
ruangan pada siang hari rata-rata berada di luar zona kenyamanan
(ASHRAE standar). Suhu dalam ruangan 33,6 °C di siang hari dan
suhu di luar ruangan mencapai 36,5 °C. Suhu dalam ruangan terendah
jam 11.00 (malam) yaitu 27,5 °C dan kelembaban relatif antara 50,5 %
- 79,7 %. Perbedaan suhu outdoor dan indoor maksimum adalah 4,4
°C, dan suhu dalam ruangan berada di luar zona kenyamanan. Suhu
udara pada pagi hari dan malam hari mendekati zona kenyamanan
(ASHRAE standar). Pengguna bangunan asrama dapat menerima suhu
yang ada, hal ini menunjuk- kan bahwa pengguna asrama sanggup
beradaptasi pada kondisi indoor melalui berbagai modifikasi pakaian,
menggunakan fan dan membuka pintu.
32
Rumah deret berventilasi alami di Malaysia dengan konfigurasi
luas ruang dan bukaan dipengaruhi oleh suhu udara, kecepatan udara,
kelembaban udara dan radiasi matahari (Nugraho, 2011). Suhu udara
terendah diluar ruangan mencapai 24,7 ºC terjadi pada jam 23.00 dan
suhu tertinggi 31,67 ºC terjadi antara jam 11.00 – 12.00. Suhu rata-rata
sekitar 26,9 ºC dengan kelembaban relatif antara 65,6 % - 97,4 % dan
suhu netral 28,2 ºC. Suhu udara di dalam ruang lebih tinggi 2 ºC – 3 ºC
dari suhu udara luar ruangan dan mencapai 30 ºC terutama pada kamar
yang berorientasi kearah Barat yang secara langsung lebih banyak
menerima radiasi matahari. Kondisi suhu udara pada rumah deret
berada diatas tingkat kenyamanan yang diharapkan.
4.2. Pengkondisian udara alami
4.2.1. Pengkondisian udara indoor
Pengkondisian udara di dalam ruang dapat dilakukan secara pasif
maupun aktif. Pengkondisian udara secara pasif dimaksudkan
pengkondisian sesuai dengan disain rancangan arsitektural gedung
secara alami, dimana kualitas udara didalam ruang sesuai dengan disain
dan keadaan iklim (Talarosa, 2005). Kenyamanan termal dapat
diperoleh dengan murah, yaitu secara alamiah melalui pendekatan
arsitektur, diantaranya melalui rancangan bangunan dengan
mempertimbangkan: 1) orientasi bangunan terhadap matahari dan arah
angin, 2) pemanfaatan elemen arsitektur dan material bangunan; dan 3)
pemanfaatan elemen-elemen lansekap (Talarosa, 2005). Pada
lingkungan yang baru pendekatan arsitektur dengan cara pertama dan
33
kedua dapat dilakukan, untuk lingkungan yang sudah terbangun tidak
dapat menggunakan pendekatan arsitektur pertama dan kedua,
melainkan harus melakukan pendekatan dengan cara yang ketiga, yaitu
dengan pemanfaatan elemen lansekap/vegetasi.
a. Orientasi bangunan terhadap matahari dan arah angin.
Indonesia dengan iklim panas lembab dan peredaran matahari
yang hampir konstan (Timur – Barat) serta arah angin yang selalu
berubah sesuai dengan musim, maka orientasi bangunan terhadap
matahari dan angin dapat dilakukan dengan:
Perletakan bangunan berorientasi pada gerakan matahari
Gambar 3 (a)
Perletakan bangunan berorientasi pada arah gerakan matahari. (Amirudin, 1972).
34
Perletakan bangunan berorientasi pada gerakan angin
Gambar 3 (b)
Perletakan bangunan berorientasi pada pergerakan udara (angin) (Amirudin,19)
Angin basah
(musim hujan)
Angin kering
(musim kemarau)
35
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Posisi bangunan (garis putus) (Gambar 3.a) menunjukkan arah
orientasi matahari yang optimal bagi bangunan, karena bagian
bangunan yang terkena sinar matahari pada bidang yang kecil, sehingga
radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan relatif kecil. Posisi
bangunan (garis penuh) merupakan kompromi antara arah angin dan
orientasi matahari pada bangunan, sehingga diperoleh posisi bangunan
yang optimal terhadap orientasi matahari dan angin (Amirudin, 1972).
Radiasi matahari tidak langsung masuk kedalam bangunan, (sinar tidak
tegak lurus), melainkan memantul lebih dulu ke dinding bangunan,
sehingga radiasi yang masuk dalam bangunan tidak terlalu panas dan
sirkulasi udara dalam ruang akan lebih merata karena arah angin
menerpa pada bidang bangunan yang luas.
Radiasi matahari yang diterima bangunan ditentukan oleh orientasi
bangunan terhadap matahari, dan bidang yang menerima radiasi
matahari langsung semakin luas, maka panas yang diterima bangunan
semakin besar. Bangunan dengan bentuk memanjang sebaiknya sisi
panjangnya berorientasi ke arah Utara-Selatan sehingga sisi bangunan
yang pendek menghadap Timur – Barat yang menerima radiasi
matahari langsung. Kompromi penataan masa bangunan dapat
dihasilkan orientasi bangunan terhadap matahari sebagaimanan Gambar
3(a) & 3(b) (Amirudin, 1972).
b. Orientasi bangunan terhadap angin (ventilasi silang)
Pergerakan udara yang masuk ke dalam bangunan (Gambar 3.b)
dapat lebih besar karena angin yang berhembus jatuh pada bidang yang
lebih luas (bidang miring), sehingga dapat mengurangi panas radiasi
yang masuk ke dalam bangunan dan mengurangi kelembaban udara
36
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
dalam bangunan (Amirudin, 1972). Ventilasi dibuat agar pergerakan
udara dapat masuk kedalam ruang (untuk kesehatan dan kenyamanan
penghuni).
Ventilasi adalah proses pergerakan udara luar yang diarahkan agar
masuk ke dalam ruang, sekaligus mendorong udara kotor di dalam
ruang ke luar. Kebutuhan ventilasi tergantung pada jumlah manusia
serta fungsi bangunan.
Posisi bangunan yang melintang terhadap arah angin sangat membantu
menurunkan suhu udara. Ukuran, dan posisi lubang jendela pada sisi
atas dan bawah bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang
(cross ventilation) di dalam ruang sehingga penggantian udara panas di
dalam ruang dan peningkatan kelembaban udara dapat dihindari.
Orientasi bangunan yang baik terhadap matahari sekaligus arah angin
jarang dijumpai. Penelitian menunjukkan bahwa, posisi bangunan yang
melintang terhadap arah angin lebih efektif dari pada perlindungan
terhadap radiasi matahari karena panas radiasi dapat dihalau oleh angin
(Gambar 3.b). Kecepatan angin yang nikmat dalam ruangan adalah
0,1 – 0,15 m/detik, sedangkan besarnya laju aliran udara tergantung
pada: (1) kecepatan dan arah angin terhadap lubang ventilasi, (2) luas
lubang ventilasi, (3) jarak dan posisi antara lubang udara masuk dan
keluar; dan (4) penghalang di dalam ruangan yang menghalangi
pergerakan udara (Amirudin, 1972).
c. Pemanfaatan elemen arsitektur dan bahan bangunan
Pengaruh radiasi matahari pada bangunan diantaranya dapat
diatasi dengan memanfaatkan elemen arsitektur dan bahan bangunan.
37
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Penggunaan elemen arsitektur bisa berupa bentuk disain dan
penggunaan bahan bangunan (Talarosa, 2005)
c.1. Pemanfaatan bentuk elemen arsitektur untuk pelindung dari
sinar matahari
Mendisain bangunan yang menghadap Timur atau Barat harus
mem-pertimbangkan arah bukaan/jendela agar tidak langsung
menghadap arah tersebut, sehingga radiasi panas tidak langsung masuk
ke dalam bangunan yang dapat memanaskan ruang dan meningkatkan
suhu udara dalam ruang serta menghasilkan efek silau. Bangunan yang
terpaksa menghadap Timur atau Barat dapat diatasi dengan memasang
elemen arsitektur penahan radiasi matahari (solar shading device) yang
bersifat permanen dari bahan yang tidak banyak menyerap sinar
matahari sehingga radiasi panas tidak di teruskan ke dalam bangunan
(Gambar 4) (Talarosa, 2005).
Informasi penggunaan solar shading devices yang menggunakan
vegetasi sebagai elemen arsitektur belum banyak. Vegetasi sebagai
elemen arsitektur lebih efektif, baik dari aspek estetika, lingkungan
maupun aspek yang lain, namun memerlukan perawatan intensif
sebagaiman pada taman.
(a) (b) (c) (d)
Cantilever (Overhang) Louver Overhang Panels (atau Horizontal
dari beton Horizontal) finil awning) dari beton Screen finil
Louver
38
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
(e) (f Egg Crate (kombinasai elemen Vertical Louver plat horizontal dan vertikal) plat (bisa diputar arahnya)
Gambar 4: Elemen arsitektur pelindung bangunan dari sinar matahari
(Tolarosa, 2005).
Elmen arsitektur (Gambar 4 a dan b) efektif digunakan pada
bidang bangunan yang menghadap Utara –Selatan , karena sinar
matahari langsung tidak masuk kedalam ruang tetapi cahayanya cukup
menerangi ruang dan angin dapat masuk ke dalam ruang tanpa
terhambat. Elemen arsitektur (Gambar 4 c, d, e, f) dapat diterapkan
pada bangunan yang menghadap Timur atau Barat karena mampu
menahan radiasi matahari dan efek silau saat sudut matahari rendah
serta dapat berfungsi sebagai pengarah angin (windbreak) melalui sirip
yang dapat di putar sesuai arah yang di inginkan (Talarosa, 2005).
Mengurangi radiasi panas dan kesilauan dari sinar matahari menurut
Sukawi (2010), dapat dilakukan dengan cara: 1) pembayangan/ shading
untuk mematahkan sinar matahari dengan prinsip payung atau perisai
melalui: penanaman vegetasi (pohon-pohon tinggi) dekat bangunan,
penggunaan blinden yang dapat disetel pada poros vertikal; dan 2)
penyaringan atau filtering untuk memperlembut sinar matahari pada
39
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
siang hari yang masuk dalam ruang agar tidak menyilaukan, melalui:
penanaman vegetasi perdu, krepyak, louvre, jalousi, kisi-
kisi/krawang/roster, overhangs.
c.2. Pemanfaatan bahan bangunan
Radiasi matahari yang jatuh pada suatu bidang/selubung
bangunan sebagian akan dipantulkan kembali (refleksi) dan sebagian
akan diserap (asorbsi). Panas yang terserap akan terkumpul pada
bidang yang menerima radiasi dan diteruskan ke bagian sisi yang
dingin yaitu sisi dalam bangunan. Besarnya panas radiasi matahari pada
bidang bangunan tergantung pada lamanya bidang tersebut
menerima/terkena radiasi sinar matahari. Masing-masing bahan
bangunan mempunyai angka koefisien serapan kalor (dalam persen),
semakin besar serapan kalor, semakin besar panas yang diteruskan ke
ruangan, sebaliknya semakin besar kalor yang dipantulkan semakin
kecil panas yang diteruskan ke ruangan. Refleksi radiasi matahari pada
suatu bidang dipengaruhi oleh jenis material/bahan yang digunakan,
dan masing-masing mempunyai daya refleksi dan absorbsi (Tabel 10)
(Lippsmeier, 1980).
40
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Tabel 10. Refleksi dan asorbsi bahan bangunan terhadap sinar
matahari
No Bahan Bangunan Refleksi panas (%) Absorbsi panas (%)
1. Pualam putih 60-50 40-50
2. Batu kapur pasir putih 60 40 3. Beton 40-30 60-70
4. Plesteran 60-40 40-60
5. Batu merah 40-25 60-75
6. Genteng merah muda 40-35 60-75
7. Genteng semen tak berwarna 60-40 40-60
8. Asbes semen baru 20-5 80-95
9. Asbes semen lama (1 tahun) 30-15 70-85
10. Seng gelombang (baru) 35-30 65-70
11. Seng gelombang (lama) 10-5 90-95
12. Aluminium 90-70 10-30
13. Daun-daun hijau 20-30 80-70 14. Rumput 20 80
Sumber: Lippsmeier (1980).
Material berupa daun-daun hijau dan rumput mempunyai daya absorbsi
cukup besar (70 – 80 %) (Tabel 10). Sinar matahari yang diserap
tanaman digunakan oleh daun hijau untuk proses fotosintesis sehingga
tidak di teruskan ke suatu bidang atau ruang. Daya refleksi pada
material daun-daun hijau relatif kecil (sekitar 20 %) dan hanya terjadi
pada daun yang mempunyai karakteristik halus/rata dan mengkilap
(mempunyai lapisan lilin) saja (Loveless, 1990).
c.3. Pemanfaatan Elemen Lansekap (vegetasi)
Elemen lansekap dapat digunakan sebagai pelindung dari radiasi
matahari. Vegetasi dapat menurunkan suhu udara lingkungan karena
memberikan efek bayangan, dan daun hijau dapat merefleksikan sinar
matahari 5 - 30 %, sedangkan 5 - 20 % diabsorbsi untuk fotosintesis
serta 5 - 30 % untuk evapotranspirasi (Krusche, at al., 1982 dalam
41
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Perini, at al. 2012). Penempatan dan penataan tanaman/vegetasi perlu
diperhatikan terhadap sistim bukaan sehingga akan diperoleh sistim
penghawaan maksimal yang akan membantu terciptanya kenyamanan
(Gambar 5). Efek bayangan di bawah kanopi pohon yang sudah
dewasa menunjukkan pengurangan radiasi yang diserap oleh pengguna,
menghasilkan pengurangan energi yang sangat dekat dengan
kenyamanan (di bawah 50 W/m2) bahkan dengan suhu udara yang
tinggi (Picot, 2004). Penyinaran matahari langsung sepanjang hari,
pertumbuhan pohon mengungkapkan fenomena radiasi global yang
diserap oleh pengguna berupa reduksi, oleh efek perisai pohon,
penyerapan radiasi surya global yang menyebar. Selain tanaman pohon,
penggunaan tanaman perdu untuk sistim pembayangan dapat juga
diterapkan pada bangunan sehingga multi fungsi, baik sebagai taman
maupun sebagai penahan radiasi matahari (Picot, 2004).
Pohon berjarak 1,5 m Pohon berjarak 3 m Pohon berjarak >3<9 m dari
dari bangunan dari bangunan bangunan, gerakan udara dida lam bangunan semakin besar
BAIK SEMAKIN BAIK
Gambar 5. Pengaturan jarak pohon terhadap bangunan dan pengaruhnya
terhadap ventilasi alami (Talarosa, 2005).
Hasil penelitian di Afrika Selatan menunjukkan bahwa suhu
udara 1 m diatas permukaan beton lebih tinggi 4°C dibandingkan suhu
udara pada ketinggian yang sama di atas permukaan rumput, apabila
42
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
permukaan rumput terlindung dari radiasi matahari maka perbedaannya
menjadi 5°C (Lippsmeier, 1994). Proses fotosintesis yang menyerap
sinar matahari dan fungsi pembayang-an oleh vegetasi dapat
mengurangi panas radiasi matahari yang di teruskan pada bidang
dibawahnya. Penataan vegetasi ini apabila ditanam dibidang atap datar
(roof garden) atau pada dinding (green wall), ada kecenderungan dapat
mengurangi radiasi sinar matahari, sehingga diperoleh suhu udara
ambien yang lebih rendah, baik dalam ruang maupun diluar ruang.
Pengaruh evapotraspirasi dan pembayangan dapat meningkatkan
kelembaban dan mempengaruhi suhu bangunan iklim mikro, indoor
dan outdoor. Penurunan suhu dalam ngarai perkotaan dengan dinding
hijau dan atap hijau untuk iklim Mediterania antara 4-5 ° C (Alexandri
dan Jones, 2008 dalam Perini, at al., 2012).
Perkotaan biasanya tingkat populasi dan kepadatan bangunannya
cenderung tinggi, serta sebagian besar masyarakatnya mempunyai
kemampuan ekonomi rendah, sehingga sulit mendapatkan kenyamanan
termal. Hal ini disebab karena 1) kemampuan ekonomi yang terbatas
sehingga tidak mampu menciptakan kenyamanan dengan pendekatan
mekanis, 2) kurang memahami pengetahuan arsitektur dan kurang
mampu membangun perumahannya dengan menggunakan jasa seorang
arsitek; dan 3) keadaan lahan yang relatif sempit. Keadaan yang
demikian alternatif yang bisa digunakan untuk memperoleh
kenyamanan termal ialah melalui pemanfaatan vegetasi yang
diharapkan dapat menurunkan suhu udara.
Pengkondisian udara aktif maupun pasif mempunyai tujuan yang
sama yaitu untuk mendapatkan kenyamanan termal indoor.
43
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Pengkondisian udara aktif merupakan pengkondisian udara secara
mekanik, yaitu pengkondisian udara menggunakan alat pengatur udara
(air condition/AC), sehingga dalam keadaan iklim yang bagaimanapun
akan dihasilkan kualitas udara sesuai yang dikehendaki (Talarosa,
2005).
4.2.2. Pengkondisian udara outdoor
Pohon dan vegetasi merupakan elemen lansekap yang dapat
membantu pengkondisi udara outdoor, karena mampu menyerap
radiasi matahari dan efek bayangannya menghalangi pemanasan
permukaan bangunan dan tanah/dasar di bawahnya. Efek bayangan
dan pendinginan dapat terjadi pada lingkungan outdoor bervegetasi,
karena energi cahaya matahari yang jatuh pada daun, 5-30 %
dipantulkan, 5-20 % digunakan untuk fotosintesis, 10–50 % di
transformasi menjadi panas, 20-0 % digunakan untuk evapo-
franspirasi, dan 5-30 % diteruskan melalui daun (Krusche, et al.,
1982 dalam Perini, et al., 2012).
Pohon yang terkena sinar matahari langsung sepanjang hari,
pertumbuhan-nya mengungkapkan dua fenomena radiasi global yang
diserap oleh pengguna yaitu:1) reduksi, oleh efek perisai pohon,
penyerapan radiasi surya global yang menyebar; dan 2 ) meningkat,
dengan ketinggian objek dilihat di belahan langit, dalam penyerapan
radiasi terestrial (Picot, 2004).
Hasil riset yang dilakukan Universitas Nasional Singapura
menunjukkan bahwa Green wall atau dinding hijau mampu membantu
menurunkan suhu permukaan sampai 12 ºC dibandingkan suhu dinding
44
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
biasa pada siang hari pukul 12.00 – 13.00. Suhu permukaan dinding
biasa pada siang hari 38,5 ºC, sedangkan pada 8 (delapan) taman
vertikal yang diuji rata-rata suhunya 26,5 ºC (Hasibuan, 2010).
Perbedaan suhu siang dan malam hari pada taman vertikal lebih stabil,
hanya 1ºC, dinding biasa mencapai 10 ºC. Penelitian menunjukkan
adanya penurunan suhu yang besar dengan diberinya perlakuan pada
masing-masing cara penataan. Perlakuan dengan penataan vegetasi
secara horisontal mampu menurunkan suhu udara ambien sampai 4 ºC,
sedangkan penataan vegetasi rumput dan tanaman hias secara vertikal
mampu menurun- kan suhu permukaan/bidang sampai 12 ºC
(Hasibuan, 2010).
45
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
BAB II
KERANGKA KONSEP KENYAMANAN TERMAL
A. Landasan Teori.
1. Teori produktivitas manusia dan kenyamanan termal
Teori produktivitas manusia ( Human productivity theory) yang
dibuat oleh Olgay (1983), merumuskan bahwa tingkat produktivitas
manusia dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat. Diasumsikan bahwa
dalam melaksanakan kegiatannya agar berlangsung dengan baik,
manusia membutuhkan kondisi fisik yang sehat dan lingkungan
disekitarnya yang mendukung kegiatan tersebut. Produktivitas manusia
sangat dipengaruhi oleh kebutuhan kenyamanan fisik, dimana
kenyamanan fisik ini tergantung pada kondisi iklim setempat (suhu
udara, kelembaban, radiasi matahari, aliran udara/angin, hujan, dan
lain-lain). Ukuran kenyamanan pada manusia sangat subjektif, setiap
manusia mempunyai kebutuhan kenyamanan yang berbeda tergantung
dari keadaan dan suasana (environment) tertentu. Kondisi tertentu
sudah nyaman bagi seseorang namun belum tentu nyaman untuk orang
lain. Aplikasi teori, perlu upaya untuk menciptakan/mengkondisikan
udara yang sesuai dengan kenyamanan tubuh, baik secara alami
maupun secara buatan.
Teori Kenyamanan termal (thermal comfort theory) yang
ditemukan oleh Szokolay (1994), merumuskan bahwa kenyamanan
tergantung pada variabel iklim (radiasi matahari, suhu udara,
kelembaban dan kecepatan udara) dan beberapa faktor lain yang tidak
46
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
mengikat. Diasumsikan bahwa variabel iklim secara langsung
berpengaruh pada kenyamanan termal. Perubahan yang terjadi pada
unsur variabel iklim akan mempengaruhi tingkat kenyamanan termal.
Adapun variabel lain yang tidak mengikat merupakan faktor individu
(suatu kondisi kenyamanan yang dirasakan oleh individu-individu
tertentu), diantaranya jenis pakaian, jenis aktivitas, usia dan kelamin,
tingkat kegemukan, kondisi kesehatan, warna kulit dan lain-lain.
Variabel ini tidak selalu digunakan dalam menentukan kenyamanan
termal karana kondisinya selalu berubah tergantung keadaan manusia
dan tempatnya. Aplikasi teori, diperlukan pengaturan variabel iklim
(suhu, kelembaban, kecepatan udara dan radiasi matahari) untuk
mendapatkan kenyamanan termal yang sesuai dengan kondisi tubuh.
Teori keseimbangan (suhu) panas (temperature balance theory)
yang dikemukakan Fanger (1972), merumuskan bahwa tubuh manusia
menggunakan proses fisiologis (misalnya berkeringat, menggigil,
mengatur aliran darah ke kulit) untuk menjaga keseimbangan antara
panas yang dihasilkan oleh metabolisme dan panas yang hilang dari
tubuh. Diasumsikan bahwa dalam kondisi (suhu) panas yang ekstrim,
sistim ini diperlukan agar tubuh berfungsi dengan baik. Menjaga
keseimbangan (suhu) panas tubuh adalah kondisi pertama untuk
mencapai sensasi termal netral (kenyamanan termal). Aplikasi, dalam
mengkondisikan udara pada suatu ruang yang digunakan secara
bersama-sama, tidak mungkin menghasilkan persepsi yang sama,
karena berhubungan dengan disfungsi tubuh yang serius, tetapi
termoregulasi masih digunakan untuk menjaga keseimbangan panas
47
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
nyaman dengan menggunakan standar kenyamanan tertentu (misal:
ASHRAE 55).
Teori kenyamanan termal (thermal comfort theory) yang
dikemukakan oleh Lippsmeier (1980), merumuskan bahwa
kenyamanan termal dapat diketahui melalui kondisi Temperatur Efektif
(TE) yang sebagian besar dipengaruhi oleh variabel iklim.
Diasumsikan bahwa temperatur efektif dipengaruhi oleh kelembaban
udara, kecepatan udara, radiasi matahari dan suhu udara, dan masing-
masing variabel iklim ini satu sama lain saling berpengaruh.
Kenyamanan termal tertentu akan diperoleh, apabila dipenuhi
Temperatur Efektif yang telah disyaratkan sesuai standart kenyamanan
(ASHRAE). Aplikasinya dengan memberikan perlakuan tertentu pada
suatu objek yang akan dikondisikan kenyamanannya (misalkan dengan
memberikan vegetasi pada sekitar objek atau pengaturan sistim
bukaan), maka dapat berpengaruh pada variabel kenyamanan dan dapat
berpengaruh pula pada perubahan Temperatur Efektif.
2. Teori ruang terbuka hijau dan perubahan suhu udara
Teori perubahan suhu udara yang dikemukakan oleh Tjasyono
(2004), merumuskan bahwa suhu udara berubah sesuai dengan tempat
dan waktu. Diasumsikan bahwa biasanya suhu maksimum terjadi satu
sampai dua jam sesudah tengah hari, saat itu radiasi matahari langsung
bergabung dengan suhu udara yang sudah tinggi, ini terjadi antara jam
12.00 - 14.00. Suhu minimum terjadi satu sampai dua jam sebelum
matahari terbit, saat itu sudah mulai terjadi penyebaran radiasi di langit,
ini terjadi sekitar jam 06.00 waktu lokal atau sekitar waktu matahari
terbit. Suhu harian rata-rata didefinisikan sebagai rata-rata pengamatan
48
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
selama 24 jam (satu hari) yang dilakukan pada tiap jam. Aplikasi teori
bahwa di Indonesia suhu harian rata-rata dapat dihitung dengan
persamaan:
2T7 + T13 + T18
╤ =
4
dengan: F : suhu harian rata-rata; dan T7, T13, T18 : suhu udara
Pengamatan pada jam 07.00, jam 13.00 dan jam 18.00 WIB atau
waktu lokal
Secara kasar, suhu udara harian rata-rata dapat dihitung dengan
menjumlah suhu maksimum (Tmaks) dan suhu minimum (Tmin) lalu
dibagi dua:
Tmaks + Tmin
╤ =
2
Suhu bulanan rata-rata ialah jumlah dari suhu harian rata-rata dalam
satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut. Suhu
tahunan rata-rata dihitung dari suhu bulanan rata-rata dibagi dengan 12
(dua belas).
Teori perubahan suhu lingkungan yang dikemukakan Aprianto
(2007). Merumuskan bahwa peningkatan suhu udara permukaan di
perkotaan sebagai dampak dari pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan. Diasumsikan bahwa setiap terjadi pengembangan/
pembangun- an di wilayah kota, seperti fasilitas gedung, jalan,
pertokoan, permukiman, pabrik dan lain-lain akan menyebabkan
49
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
berkurangnya jumlah ruang bervegetasi di kota. Keadaan ini akan
selalu diikuti sarana transportasi yang semakin meningkat sehingga
menyebabkan naiknya kuantitas gas CO2. Ruang terbuka hijau yang
sempit menyebabkan berkurangnya penyerapan CO2, dan radiasi panas
dari sinar matahari tidak dipantulkan, melainkan langsung diserap oleh
gedung-gedung, dinding, dan atap yang akan menimbulkan terjadinya
Urban Heat Island (UHI), yaitu gejala meningkatnya suhu udara di
pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya.
Aplikasi teori, bahwa setiap terjadi pembangunan sarana dan prasarana
di perkotaan yang berakibat berkurangnya RTH perlu adanya
kompensasi penanaman kembali vegetasi sebagai upaya mengganti
vegetasi yang hilang sehingga kuantitas vegetasi tidak berkurang
meskipun jumlah RTH berkurang. Kondisi ruang hijau publik yang
merupakan paru-paru kota dengan kemampuan menyerap CO2, dan
memproduksi O2 semakin lama semakin berkurang baik kualitas
maupun kuantitasnya. Peraturan daerah Kota Surabaya No. 3 tahun
2007 yang dipublikasikan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) mennyebutkan bahwa diperlukan luas RTH sebesar 20 %
dari seluruh luas wilayah daratan, dimana bila luas wilayah kota
Surabaya 326,36 km2, maka seharusnya luas RTH sekitar 65,27 km2.
Perkembangan RTH di kota Surabaya yang ada sejak tahun 2001
tercatat seluas 21,83 km2 dan tahun 2007 sudah lebih luas menjadi
26,93 km2, berarti masih kurang dari 10 % bila dibandingkan dengan
ketentuan Perda No. 3 tahun 2007. Upaya peningkatan kuantitas RTH
di Kota Surabaya dilakukan melalui program Green and Clean yaitu
mengupayakan peningkatan kesadaran masyarakat untuk penghijauan
halaman rumahnya. Wijaya (2003), menyatakan bahwa dalam 15 tahun
50
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
terakhir kenaikan suhu udara ambien di Surabaya rata-rata lebih dari
1,5 ºC, yaitu dari 34,5 ºC naik menjadi 36,4ºC. Sementara angka
kenaikan suhu udara tertinggi di dunia rata-rata hanya mencapai 0.3 ºC.
Kondisi suhu udara ini secara umum merupakan suhu udara out door
dan akan berpengaruh pula pada keadaan suhu udara in door sehingga
kenyamanan termal sulit untuk diperoleh.
3. Teori lansekap, pengaruhnya pada kenyamanan termal dan
kualitas udara
Teori kesesuaian vegetasi terhadap lingkungan tapak alami (the
suitability of the natural vegetation of the site environment) yang
dikemukakan oleh Simonds (1961), merumuskan bahwa merancang
lansekap seminimal mungkin mengadakan perombakan lingkungan
alami, dan pemilihan vegetasi menyesuai kan kondisi tapak serta
maksud dan tujuan perancangan. Diasumsikan bahwa setiap tapak
secara alami mempunyai potensi, apabila tapak terlalu banyak
dirombak akan menghilangkan potensi tapak, diantaranya potensi pada
permukaan tapak (vegetasi). Vegetasi berpotensi menahan/mengurangi
radiasi gelombang pendek matahari dengan cara sebagian dipantulkan
dan sebagian radiasi diserap dimanfaatkan untuk proses fotosintesis.
Vegetasi memberikan efek bayangan/penaungan pada bangunan
sehingga mengurangi radiasi panas dalam bangunan. Penyerapan
radiasi matahari oleh vegetasi bisa mencapai 80 %, penyerapan radiasi
matahari ini sebagian digunakan untuk proses foto- sintesis, dan 20 %
dipantulkan (Lippmeier, 1980). Aplikasi teori, bahwa pada daun
tumbuhan memiliki fungsi dominan dalam proses fotosintesis (Gadrner,
1985). Evolusi daun telah mengembangkan suatu struktur daun yang
51
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
dapat menahan kekerasan lingkungan, juga sangat efektif dalam
penyerapan cahaya dan pengambilan CO2 dari atmosfer untuk proses
fotosintesis. Fotosintesis terjadi pada semua bagian hijau tumbuhan,
akan tetapi pada tumbuhan darat yang khusus, hanya daun dengan
permukaan yang luas dan kloroplas melimpah yang merupakan pusat
utama proses tersebut. Karbondioksida (CO2) diudara bersumber dari
unsur-unsur biotik (organisme hidup) dan unsur-unsur abiotik. Melalui
proses respirasi organisme hidup (herbivore, carnivera, omnivera) dan
decomposer maka terjadi pelepasan CO2 keudara. Proses pelepasan
CO2 juga terjadi pada pembakaran. CO2 yang terdapat di udara
selanjutnya diserap melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau.
Sebaliknya tumbuhan hijau melepaskan O2 dan H2O yang kemudian
diperlukan oleh organisme hidup. Mekanisme ini dikenal sebagai
siklus karbon. Dengan penyerapan CO2 diudara oleh tanaman melalui
proses fotosintesis diharapkan dapat menekan suhu udara dan secara
tidak langsung akan berpengaruh pada kenyamanan termal indoor.
4. Teori persepsi
Teori psikologi Gestalt (Gestalt psicology theory) yang
dikemukakan oleh Wertheimer, et al. (1912), merumuskan bahwa
pandangan pokok psikologi Gestalt adalah ’berpusat’, jadi apa yang
dipersepsikan merupakan suatu kebulat- an, suatu unity atau suatu
Gestalt (utuh). Persepsi adalah kegiatan menggabungkan dan
menyusun informasi yang ditangkap pancaindera secara utuh untuk
dikembangkan, sehingga kita dapat menyadari kondisi lingkungan
sekitar, termasuk diri kita sendiri (Stenberg, 2008). Diasumsikan bahwa
persepsi adalah proses deferensiasi, dalam proses ini hal yang primer
52
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
adalah keseluruhan, sedang bagian-bagian adalah sekunder. Bagian-
bagian hanya memiliki arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam
hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya. Keseluruhan
ada terlebih dahulu kemudian disusul oleh bagian-bagian. Aplikasi
teori, bahwa untuk mempersepsikan nilai kenyamanan termal indoor
harus dilakukan secara menyeluruh berdasarkan apa yang dilihat dan
dirasakan. Penglihatan melihat adanya perubahan suasana ruang,
sedangkan indera perasa merasakan kenyamanan pada permukaan kulit,
sehingga muncul persepsi terhadap kondisi kenyamanan dalam ruang.
Persepsi kenyamanan setiap individu sangat subjektif tergantung
suasana dan environment (Olgay, 1983).
B. Kerangka konsep
Kerangka konsep kenyamanan termal melalui penataan taman
sayur di perkotaan (Gambar 19).
Manusia beraktivitas memerlukan kondisi fisik dan lingkungan
yang sehat dan nyaman agar menghasilkan produktivitas yang
maksimal. Kebutuhan fisik manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas
udara dan kenyamanan termal dimana aktivitas manusia berlangsung
(setempat).
Kota yang menjadi pusat kegiatan manusia sebagian besar memiliki
karakter lingkungan yang kurang baik (khususnya pencemaran
lingkungan), sehingga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan baik secara alami maupun buatan. Upaya
peningkatan kualitas lingkungan udara (termasuk kenyamanan termal)
53
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
diantaranya diuji coba pada lokasi penelitian (Ruang kelas dan Gedung
pertemuan warga).
Gambar 19 : Bagan kerangka konsep
Bagian uji coba dari upaya peningkatan kenyamanan termal dengan
membuat penataan taman secara vertikal disamping bangunan dan
secara horisontal pada atap bangunan. Tanaman mampu
Taman Sayur
Horisontal & Vertikal
Indikator kenyamanan
termal
Kenyamanan termal
indoor
Aktivitas
manusia
Kesehatan
kenyamanan
Kualitas udara
Kenyamanan termal
Karakter
Kota
Pencamaran
Lingkungan
Ruang
Tata
Hijau
Taman Sayur Horisontal/
Vertikal
Iklim Kec. Angin
Kelembaban
Suhu udara
Musim
Hujan & Kemarau
54
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
menyerap/mengikat CO2 dan menghasilkan O2 di udara melalui proses
fotosintesis, sehingga dapat meningkatkan kualitas udara. Tanaman
juga mempunyai potensi menyerap radiasi matahari sampai 80 %
(sebagian untuk fotosintesis) dan dipantulkan sampai 20 % serta
memberikan penaungan/pembayangan sehingga dapat menahan/
mengurangi radiasi matahari yang masuk bangunan atau mengenai
fasad bangunan (Lippsmeier, 1980).
Kenyamanan termal sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim setempat
(suhu, kelembaban dan kecepatan udara serta radiasi matahari)
sehingga uji coba dilakukan pada saat musim kemarau dan musim
hujan. Melalui penataan taman sayur akan diketahui indikator
kenyamanan termal (penurunan suhu udara dan peningkatan
kelembaban udara) baik pada musim kemarau maupun musim hujan,
sehingga ada kecenderungan kenyamanan termal indoor akan dicapai.
55
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
BAB III
TERAPAN TAMAN DAN KENYAMANAN
TERMAL
A. Penataan Taman Sayur
1. Jenis tanaman sayur dataran rendah
Tanaman ini merupakan tanaman yang mudah/dapat hidup di
dataran rendah (sebagian besar pada wilayah perkotaan), dan sebagian
besar sudah biasa dikonsumsi oleh masyarakat, meskipun ada jenis
yang belum banyak dikonsumsi. Berdasarkan inventarisasi jenis
tanaman sayur yang dapat hidup ditaran rendah menurut Santoso
(2014) diantaranya adalah (Tabel 14).
Tabel 14: Beberapa jenis tanaman sayur yang mampu hidup di
dataran rendah.
No Nama Sayur Nama Latin No Nama Sayur Nama Latin
1 Seledri Apium graveolens 6 Kaelan Brassica oleraceae
2 Bayam hijau Amaranthus sp 7 Pakcoy Brassica rapa cv pakchoy
3 Bayam merah Amaranthus sp 8 Caisim/sawi Brassica rapa cv caisim
4 Kangkung darat Ipomoea reptans 9 Ginseng jawa Talinum paniculatum gaerth
5 Selada keriting Lactuca sativa 10 Head lattuse Lactuca sativa
Sumber: Santoso (2014)
56
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Beberapa jenis tanaman sayur daun, yaitu tanaman produktif
yang mempunyai umur panen relatif pendek yang mempunyai umur
panen hampir sama yaitu antara 25 sampai 60 hari (Tabel 15). biasanya
mempunyai daun yang lebih tebal/ lebat dibandingkan tanaman sayur
buah sehingga apabila ditata untuk taman akan mudah menghasilkan
estetika yang baik dan dapat memberikan sistim pernaungan/
pembayangan yang lebih sempurna.
Penggunaan beberapa varietas tanaman sayur daun dengan umur
tanaman sayur yang hampir sama membuat laju pertumbuhan dari
tanaman-tanaman tersebut akan mendekati sama (jumlah daun, tinggi
tanaman dan proses berlangsungnya fotosintesis optimal) (Sulisbury,
1956), sehingga apabila ditata secara bersama akan menghasilkan
ketinggian yang merata dan akan lebih mudah untuk menghasilkan
estetika yang baik.
Tabel 15: Umur tanaman sayur
No Nama Sayur Umur panen No Nama Sayur Umur panen
1 Pakcoi 25 - 30 hari 6 Kaelan 30 - 35 hari
2 Bayam merah 25 - 30 hari 7 Head lattuse 25 - 30 hari
3 Selada keriting 25 - 30 hari 8 Kangkung darat 25 - 30 hari
4 Caisim/sawi 25 - 30 hari 9 Seledri 35 - 60 hari
5 Ginseng jawa 30 - 60 hari 10 Bayam hijau 25 - 30 hari
Sumber: Santoso (2014)
57
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Pengukuran terhadap beberapa jenis tanaman sayur yang dapat hidup
didataran rendah untuk besarnya laju serapan CO2 yang dilakukan di
Laboratorioum Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gajah
Mada (Tabel 16).
Tabel 16: Hasil pengukuran laju serapan CO2 (µmol
CO2/m2/detik).
No Jenis tanaman Waktu pengamatan Rerata
--------------------------------------------------------------
06.30 - 07.30 10.00 – 11.00 12.00 – 13.00
1 Pak Coy 64,30 78,10 81,60 74,67
2 Bayam merah 53,20 80,30 76,60 70,03
3 Selada keriting 63,80 76,30 80,40 73,17
4 Sawi/caisim 57,10 81,90 83,00 74,00
5 Ginseng Jawa 70,90 73,90 80,40 75,07
6 Kaelan 68,90 70,66 79,00 72,85
7 Head lettuse 70,10 75,20 78,70 74,67
8 Kangkung 62,60 75,40 82,10 73,37
9 Seledri 63,20 74,10 82,10 73,80
10 Bayam hijau 64,70 75,80 55,80 65,43
Sumber: Santoso (2014).
Adapun pengukuran terhadap beberapa jenis tanaman sayur yang dapat
hidup didataran rendah berdasarkan suhu tanaman dan kemampuan
tanaman dalam melepas O2 (Oksigen) sebagai berikut: (Tabel 17).
58
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Tabel 17: Hasil pengukuran suhu dan kemampuan
melepas O2 pada tanaman sayur . --------------------------------------------------------------------------------------
No Jenis tanaman suhu tanaman Kemampuan melepas
(ºC) O2 ke udara (%)
--------------------------------------------------------------------------------------
1 Pak Coy 29,5 20,8
2 Bayam merah 28,9 21,0
3 Selada keriting 29,0 21,2
4 Sawi/caisim 28,4 20,9
5 Ginseng Jawa 29,5 20,9
6 Kaelan 29,4 20,8
7 Head lettuse 29,5 20,6
8 Kangkung 29,7 20,9
9 Seledri 29,9 20,7
10 Bayam hijau 30,0 20,2
--------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Santoso (2014)
Laju serapan CO2 (Tabel 16), menunjukkan adanya perbedaan
serapan CO2 pada setiap adanya peningkatan intensitas cahaya
matahari, makin besar intensitas cahaya matahari makin besar pula laju
serapan CO2 yang terjadi pada daun. Rata-rata laju serapan CO2
maksimal terjadi pada saat intensitas cahaya matahari tertinggi yaitu
berkisar pada jam 12.00 – 13.00 dan hanya sebagian kecil saja yang
laju serapan CO2 maksimal terjadi pada saat intensitas cahaya matahari
sedang yaitu berkisar pada jam 10.00 – 11.00. Hasil pengukuran ini
menunjukkan bahwa tanaman sawi/caisim (Brassica rapa cv caisim)
mempunyai kemampuan menyerap CO2 yang lebih tinggi pada siang
hari dan rerata dari tanaman yang lain, sedangkan urutan ke dua dan
59
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
ketiga yaitu tanaman seledri (Apium graveolens) dan kangkung
(Ipomoea reptans) serta pakcoy (Brassica rapa cv pakchoy.) Tanaman
Bayam merah, Selada keriting dan sawi menunjukkan suhu tanaman
yang relative rendah dibandingkan yang lain (Tabel 17), hal ini terjadi
karena adanya proses fotosintesis yang membutuhkan suhu dan
penyinaran matahari yang terik.
Beberapa jenis tanaman sayur yang mempunyai suhu tanaman
terendah, diantaranya pada tanaman bayam merah (Amaranthus sp),
selada keriting (Lactuca sativa) dan sawi/caisim (Brassica rapa cv
caisim) serta kaelan (Brassica oleraceae) (Tabel 17). Suhu tanaman
adalah energi yang terdapat dalam suatu sistim jaringan tanaman,
semakin banyak energi yang tersimpan dalam sistim jaringan tanaman
semakin tinggi suhunya. Tanaman yang tidak mengalami stres air, suhu
daun dan suhu udara tidak berbeda terlalu besar, sehingga pengukuran
suhu udara sekitar daun dapat menjadi indikasi suhu tanaman.
Sedangkan tanaman sayur yang mempunyai kemampuan melepas O2
keudara besar dan melebihi atau minimal sama dengan standar
prosentase Oksigen di atmosfer (20,9 %) diantaranya pada tanaman
selada keriting (Lactuca sativa), bayam hijau (Amaranthus sp), bayam
merah, (Amaranthus sp), head lettuse (Lactuca sativa), sawi/caisim
(Brassica rapa cv caisim), ginseng Jawa (Talinum paniculatum gaerth)
dan kangkung (Ipomoea reptans).
Penentuan jenis tanaman sayur yang mampu meningkatkan
kenyamanan termal berdasarkan kriteria: umur daun, suhu tanaman,
kemampuan tanaman menyerap CO2 dan melepas O2 ke udara, dan
estetika, sehingga dipilih tiga jenis tanaman sayur yaitu: Tanaman
60
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
sayur bayam merah (Amaranthus sp), Tanaman sayur selada keriting
(Lactuca sativa), dan Tanaman sayur sawi (Brassica rapa cv caisim)
(santoso, 2014)
Tanaman sawi, selada keriting dan bayam merah (Lampiran 1)
sebagai tanaman yang digunakan dengan pertimbangan memenuhi
prinsip-prinsip disain (estetika) taman sebagai berikut:
Tema, 1) bentuk: ketiga tanaman memiliki unsur bentuk bulat
(daunnya), 2) ukuran: ketiga tanaman memiliki ukuran permukaan
daun yang sedang; dan 3) tekstur: ketiga tanaman memiliki tekstur
daun yang kasar menunjukkan adanya unsur kesatuan dalam tema
rancangan taman.
Gradasi, 1) bentuk: ketiga tanaman memiliki gradasi bentuk bulat dari
bentuk bulat kecil sampai bulat sedang, 2) warna: antara tanaman sawi
dengan selada keriting terjadi gradasi warna dari hijau tua ke hijau
muda; dan 3) tekstur: ketiga tanaman memiliki tekstur daun kasar
dengan gradasi mulai paling kasar (selada keriting) sampai yang kurang
kasar (sawi). Perubahan karakter dari ketiga unsur mulai dari bentuk
kecil ke besar, warna muda ke tua dan dari tektur kasar ke halus
menunjukkan adanya gradasi yang berurutan/berirama sehingga tidak
menimbulkan kesan monoton.
Kontras, 1) warna: komposisi warna ketiga tanaman membentuk
prinsip disain yang kontras terutama dengan adanya warna merah dari
bayam merah maka gradasi warna hijau menjadi hilang, keadaan ini
menimbulkan kesan yang tidak monoton; dan 2) tekstur: komposisi
tektur permukaan daun yang berbeda ter utama dengan adanya tektur
61
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
permukaan daun selada keriting yang sangat kasar dan bergelombang
membentuk prinsip disain yang kontras dengan tektur permukaan daun
yang lain.
2. Penataan taman
Penataan taman dipengaruhi oleh unsur-unsur: pola penataan,
komposisi tanaman, dan luas taman. Penataan tanaman sawi, selada
keriting dan bayam merah dengan memperhatikan unsur-unsur tersebut
diharapkan diperoleh penataan taman yang estetis.
2.1. Pola penataan taman secara horisontal
Komposisi dan Pola penataan taman ini diukur dari seberapa
besar pola yang dibentuk tersebut mampu meminimalkan suhu udara
disekitar taman. (Gambar 19)
19 a. Pola penataan persegi panjang 19 b. Pola penataan persegi panjang
dengan posisi bayam merah ditengah dengan posisi selada ditengah
Gambar 19. Pola penataan taman dengan komposisi 3 jenis
tanaman sayur (sawi, selada keriting dan bayam merah)
62
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Komposisi tiga jenis tanaman sayur (sawi, selada keriting dan bayam
merah) bila ditata dengan pola penataan persegi panjang/bujur sangkar
suhu udara disekitar taman relati kecil Pola penataan persegi
panjang/bujur sangkar, posisi bayam merah di tengah, sawi dan selada
keriting di pinggir dapat menciptakan kondisi udara yang relatif lebih
rendah yaitu 31,6 ºC dibandingkan bila posisi sawi atau selada keriting
yang ditengah, masing-masing menunjukkan suhu udara yang lebih
tinggi yaitu 32,3 ºC dan 32,2 ºC, sehingga pola penataan taman sayur
dibuat bentuk persegi/bujur sangkar dengan posisi tanaman bayam
merah berada di tengah (Gambar 19.a). Warna hijau muda dari daun
selada keriting dengan tekstur daun yang tidak rata (keriting) menuju
warna hijau tua dari daun sawi dengan tekstur daun yang sedikit
bergelombang membentuk gradasi dalam prinsip disain taman. Warna
merah yang menyolok dari bayam merah merupakan elemen pembatas
yang membentuk prinsip disain kontras dengan warna hijau muda dari
daun selada keriting dan warna hijau tua dari daun sawi, maka secara
keseluruhan menghilangkan prinsip gradasi dan lebih menonjolkan
prinsip kontras sehingga menciptakan satu kesatuan yang estetik dan
menarik (Gambar 19.a). Ukuran daun dari ketiga jenis tanaman yang
relatif lebar dengan tekstur daun yang kasar serta warna daun yang
kontras akan terlihat jelas meski dalam jarak pandang yang cukup jauh
(Santoso, 2014)
2.2. Pola penataan taman secara vertikal
Pola penataan taman secara vertikal pada prinsipnya sama dengan
pada pola penataan taman secara horisontal, yang membedakan hanya
63
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
penataannya disusun secara vertikal dengan meletakkan tanaman pada
rak yang dibuat scara vertikal (Gambar 20).
Penataan taman secara vertikal harus mempertimbangkan
penyinaran matahari terhadap tanaman, terutama untuk model penataan
tanaman secara bertingkat (Gambar 20). Secara vertikal tanaman tidak
mungkin ditata pada rak yang berdiri tegak (sudut rak 90 derajat)
karena tanaman yang dibagian bawah tidak akan banyak mendapatkan
sinar matahari sehingga proses fotosintesis tanaman tidak berlangsung
dengan sempurna. Rak yang dibuat dengan sudut terlalu kecil akan
membutuhkan lahan (secara horisontal) yang lebih lebar sehingga tidak
efektif untuk halaman/lahan yang relatif sempit.
Sudut rak 60 derajat merupakan posisi penempatan tanaman pada
rak yang sangat efektif, dengan pertimbangan luasan kebutuhan lahan
tidak terlalu lebar dan tanaman cukup banyak mendapatkan sinar
matahari (Santoso, 2014) (Gambar 21)
Menempatkan tanaman pada bagian tepi luar rak maka mulai jam 10.00
pagi tanaman sudah akan mendapatkan penyinaran meskipun belum
secara sempurna, dan sinar matahari akan sempurna menyinari tanaman
mulai jam 11.00 sampai sore hari
64
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Gambar 20. Rak secara vertikal untuk menempatkan tanaman.
(Santoso, 2014)
Gambar 21. Penataan taman pad arak vertical (Santoso, 2014)
Arah orientasi
Matahari pada
Jam-jam ter
Sudut kemiringan rak tanaman, sudut makin
Kecil lahan yang dibutuhkan semakin luas
60º
32cm
cm
65
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Konstruksi rak dibuat dari bahan metal galvalum type C.75-0,75
mm, jarak antar rak atas dan bawah 32 cm, menyesuaikan ketinggian
tanaman sayur sampai dengan panen tingginya sekitar 30 - 35 cm. Jarak
antar kolom vertikal sekitar 120 – 125 cm, menyesuaikan ketentuan
jarak maksimal galvalum 125 cm. Ketinggian tanaman yang mencapai
35 cm akan menutup rangka rak galvalum yang tebalnya hanya 75 mm
dari sinar matahari, sehingga pengaruh radiasi matahari pada rangka
galvalum sangat kecil, bahkan mendekati tidak ada, sehingga bisa
diabaikan.
2.3. Luasan taman
Taman yang ditata secara horisontal pada atap bangunan dengan
luas taman sama dengan luas ruang dalam yang ada dibawahnya.
Taman Loose dindinglsistim ‘tanah dirak’ diletakkan di depan
bangunan Luas bagian bukaan (jendela) yang terdapat pada
bidang/dinding sama dengan luas taman,
Luas taman sangat berpengaruh pada suhu udara ruang karena luas
taman yang maksimal akan memberi efek pembayangan/pernaungan
yang maksimal sehingga akan mengurangi radiasi matahari yang masuk
dalam ruang dan akan menghasilkan suhu udara indoor yang minimal
(Tabel 18).
66
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Tabel 18. Pengaruh luas taman pada suhu udara ruang yang
dinaungi ------------------------------------------------------------------------------------------
Penataan taman Luas taman ter Suhu udara Kelembaban udara
hadap luas lantai/ (ºC) (%)
bukaan/jendela ext hasil ext hasil
----------------------------------------------------------------------------------------------
Taman horisontal 30,8 73
1/3 bagian 28,9 80
2/3 bagian 28,3 80
1 bagian 28,0 83
----------------------------------------------------------------------------------------------
Taman vertikal 32,0 60
1/3 bagian 31,9 62
2/3 bagian 31,6 63
1 bagian 30,8 78
----------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Santoso (2014)
Bidang taman makin luas, maka bidang yang ternaungi juga dapat lebih
luas, dan dengan perletakan taman yang relatif dekat dengan objek
yang dinaungi, maka sudut bayangan yang jatuh pada bidang akan kecil
sehingga bidang yang ternaungi akan lebih luas. Luasnya pernaungan
pada objek menyebabkan radiasi matahari yang mengenai objek
menjadi kecil. Adapun sifat tanaman yang mengandung air akan
mempengaruhi pada kelembaban udara sekitarnya sehingga suhu udara
dalam ruang menjadi turun.
67
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Pola penataan taman yang mampu menurunkan suhu udara
lingkungan adalah: pola taman yang ditata membentuk bujur sangkar,
dengan komposisi tanaman bayam merah ditengah diapit oleh tanaman
selada keriting dan sawi. Luas taman dibuat sedemikian rupa sehingga
menutup penuh bidang lantai (taman horisontal), dan menutup semua
bidang bukaan pada fasad/dinding yang terkena sinar matahari
langsung (taman vertikal). Pola penataan taman tersebut diatas mampu
menurunkan suhu udara sekitar 1,2 – 2,8 ºC dan berpotensi
meningkatkan kenyamanan termal lingkungan (Santoso, 2014)
B. Kondisi Udara dan Kenyamanan Termal
1. Kondisi udara dan kenyamanan termal melalui penataan
taman sayur secara horisontal
Pengaruh penataan taman diatas atap (horisontal), khususnya
pada musim kemarau terjadi penurunan suhu udara rata-rata dalam
ruang hanya sebesar 0,5 ºC. Penurunan suhu udara dalam ruang terjadi
karena adanya penurunan radiasi matahari yang cukup besar yaitu
sekitar 174 W/m2 (Santoso, 2014). Penurunan radiasi matahari dalam
ruang terjadi karena sinar matahari yang menyinari permukaan atap
terhalang/tertutup olah taman sehingga tidak ada radiasi panas yang
diterima oleh atap dan tidak ada radiasi panas yang diteruskan kedalam
ruang. Sinar matahari yang menyinari taman sebagian dipantulkan
(reflection) dan sebagian lagi diserap (asorbtion) oleh tanaman dan
tidak diteruskan kedalam ruang. Penyerapan sinar matahari oleh
68
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
tanaman digunakan untuk proses fotosintesis oleh tanaman (Gambar
22)
22a. Taman horisontal diatas atap ruang 22b. Pengukuran data variabel
kenyamanan termal ruang
Gambar 22: Pengukuran dan pengambilan sampel pada lokasi taman
horisontal pada musim kemarau.
Pada musim hujan, terjadi penurunan suhu udara dalam ruang
yang cukup besar, dimana fluktuasi penurunan suhu udara yang terjadi
sebelum ada taman dan setelah ada taman hampir sama. Suhu harian
rata-rata dalam ruang sebelum ada taman mencapai 30,4 ºC,
sedangkan setelah ada taman mencapai 27,7 ºC, sehingga suhu harian
rata-rata mengalami penurunan sebesar 2,7 ºC. Penurunan suhu udara
harian rata-rata ini terjadi karena berkurangnya radiasi panas yang
masuk dalam ruang khususnya radiasi panas dari atap bangunan akibat
terserap oleh tanaman yaitu mencapai 84 W/m2 (Santoso,2014)
pada musim kemarau suhu udara kering mencapai 29,3 ºC
dengan kelembaban udara 56 %, sedangkan pada musim hujan suhu
udara kering mencapai 27,7 ºC dengan kelembaban udara 69 %.
Menggunakan diagram psikrometri kedua variabel tersebut sangat
Alat pengukur
69
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
berpengaruh pada penentuan suhu udara basah (suhu bola basah).
Menggunakan diagram psikrometri diperoleh suhu udara basah (suhu
bola basah) pada musim kemarau mencapai 22,5 ºC, sedangkan suhu
udara basah (suhu bola basah) pada musim hujan mencapai 25 ºC
(Gambar 23).
Musim kemarau maupun musim hujan dalam segala keadaan suhu
udara sebelum ada taman maupun setelah ada taman tidak memenuhi
zona suhu udara untuk kenyamanan termal ASHRAE (Gambar 39).
Hasil penelitian setelah ada taman suhu udara basah pada musim
kemarau lebih rendah (22,5 ºC) dibandingkan suhu udara basah pada
musim hujan (25 ºC), hal ini disebabkan karena kelembaban udara pada
musim kemarau lebih rendah (56 %) dibandingkan pada musim hujan
(69 %).
Kelembaban sangat berpengaruh pada suhu udara basah (suhu
udara bola basah) makin rendah kelembaban udara, suhu udara basah
makin kecil. Pada musim kemarau, sebelum ada taman kelembaban 53
% dan suhu udara basah mencapai 22 ºC, sedangkan pada musim hujan
kelembaban 65 % dan suhu udara basah mencapai 23,3 ºC (Gambar
22).
70
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Catatan: Temperatur bola basah awal = temperatur sebelum ada taman Temperatur bola basah hasil = temperatur sesudah ada taman
Gambar 22. Analisis hasil pengukuran pada (indoor) ruang
dengan penataan taman horisontal menggunakan
Bagan Psikrometri.
Menggunakan suhu udara basah yang didapat dari diagram psikrometri
dan kecepatan udara dengan bagan temperatur efektif dapat diketahui
suhu netral atau tingkat kenyamanan termal indoor (Gambar 22).
0.80 0.85 0.90
0.9510
15
20
25
25
30
3
5 4
0
40
45
5
0
55
60
65
7
0
75
8
0 85
90
9
5
100
105
1
10
11
5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0.033
0.032
0.031
0.030
0.029
0.028
0.027
0.026
0.025
0.024
0.023
0.022
0.021
0.020
0.019
0.018
0.017
0.016
0.015
0.014
0.013
0.012
0.011
0.010
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0.000
35 40 45 50
0
5
10
15
20
25
30
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%90
%
1.0
0.9
0.8
0.7
0.60.5
0.40.3
0. 2
0.1
Tem
per
atu
r bo
la b
as a
h (
°C)
Tem peratur bola kering (°C)
Temperatur bola basah hasil (musim kemarau)l Temperatur bola basah hasil (musim hujan)
Temperatur bola basah awal (musim hujan)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)
71
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Gambar 23. Analisis kenyamanan termal/suhu netral (indoor) pada
ruang dengan penataan taman horisontal menggunakan
Bagan Temperatur Efektif.
72
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Bagan Temperatur Efektif (Gambar 23) menghasilkan suhu bola basah
mencapai 25 ºC, dan suhu udara kering 27,7 ºC, serta kecepatan angin
0 m/det. Menggunakan bagan temperature efektif, diperoleh suhu
netral atau kenyamanan termal dalam ruang pada musim kemarau
mencapai 25,6 ºC TE dan musim hujan mencapai 26,3 ºC TE.
2. Kondisi udara dan kenyamanan termal melalui penataan
taman sayur secara vertikal
Pada penataan taman secara vertikal saat musim kemarau suhu
udara rata-rata mengalami penurunan 0,5 ºC (suhu rata-rata sebelum
ada taman 31,4 ºC, setelah ada taman menjadi 30,9 ºC) (Gambar 24).
Penurunan suhu udara rata-rata ini dipengaruhi oleh peningkatan
kelembaban udara sebesar 10 % dan penurunan radiasi sinar matahari
yang masuk dalam ruangan sebesar 141 W/m2 (Santoso 2014)).
a. Pengukuran data udara pada b. Posisi penempatan taman vertikal
taman vertikal (out door) terhadap indoor
73
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
c.Pengukuran udara (indoor)
Gambar 24. Pengukuran dan pengambilan sampel taman vertikal (Santoso, 2014)
Hasil pengukuran Pada musim hujan suhu udara rata-rata
mengalami penurunan 1,1 ºC (suhu rata-rata sebelum ada taman 31,0
ºC, setelah ada taman menjadi 29,9 ºC. Penurunan suhu udara rata-rata
ini dipengaruhi oleh peningkatan kelembaban udara sebesar 7 % dan
penurunan radiasi sinar matahari sebesar 108 W/m2 (Santoso, 2014)).
Perubahan suhu udara indoor sebagai akibat penataan taman sayur
vertikal pada sisi bagian Barat bangunan memberikan dampak
terciptanya kenyamanan termal pada indoor. Berdasarkan suhu udara
kering (hasil penelitian) dengan beberapa variabel iklim yang
mempengaruhinya, diantaranya suhu udara basah, kecepatan udara dan
kelembaban udara dengan menggunakan diagram psikrometry dan
diagram suhu efektif dapat ditentukan suhu netral.
Pengaruh penataan taman sayur vertikal pada ruang dalam
(indoor) pada musim kemarau suhu udara kering (suhu udara bola
74
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
kering) mencapai 30,9 ºC dengan kelembaban udara 62 %, sedangkan
pada musim hujan suhu udara kering mencapai 29,9 ºC dengan
kelembaban udara 66 %. Menggunakan diagram psikrometri kedua
variabel iklim tersebut sangat berpengaruh pada penentuan suhu udara
basah (suhu bola basah). Analisis menggunakan diagram psikrometri
diperoleh suhu udara basah (suhu bola basah) pada musim kemarau
mencapai 24,3 ºC, sedangkan suhu udara basah (suhu bola basah) pada
musim hujan mencapai 24,9 ºC (Gambar 25). Setelah ada taman suhu
udara bola basah pada musim kemarau lebih rendah (24,3 ºC)
dibandingkan suhu udara basah pada musim hujan (24,9 ºC), hal ini
disebabkan karena kelembaban udara pada musim kemarau lebih
rendah (62 %) dibandingkan pada musim hujan (69 %). Kelembaban
sangat berpengaruh pada suhu udara basah (suhu udara bola basah)
makin rendah kelembaban udara, suhu udara basah makin kecil,
(Gambar 25). (Santoso, 2014)
75
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Catatan: Temperatur bola basah awal = temperatur sebelum ada taman Temperatur bola basah hasil = temperatur sesudah ada taman
Gambar 25. Analisis hasil pengukuran pada (indoor)
menggunakan Diagram Psikrometri (Santoso, 2014)
Diagram (Gambar 25), menunjukkan bahwa pada musim kemarau
maupun musim hujan, baik sebelum ada taman maupun setelah ada
taman suhu udara tidak masuk dalam zona kenyamanan termal
ASHRAE yang menetapkan zona kenyamanan termal berada pada
kisaran suhu udara 20,5 ºC – 24,5 ºC dengan kelembaban antara 20 –
0.80 0.85 0.90
0.9510
15
2
0
25
25
30
35
4
0
40
45
50
5
5
60
65
7
0
75
80
8
5
90
9
5 1
00
105
1
10
11
5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0.033
0.032
0.031
0.030
0.029
0.028
0.027
0.026
0.025
0.024
0.023
0.022
0.021
0.020
0.019
0.018
0.017
0.016
0.015
0.014
0.013
0.012
0.011
0.010
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0.000
35 40 45 50
0
5
10
15
20
25
30
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%90
%
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.40.3
0. 2
0.1
Tem
per
atu
r bo
la b
as a
h (
°C)
Tem peratur bola kering (°C)
Temperatur bola basah hasil (musim kemarau)l Temperatur bola basah hasil (musim hujan)
Temperatur bola basah awal (musim hujan)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)Temperatur bola basah awal (musim kemarau)
76
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
60 %. Menggunakan suhu udara basah yang didapat dari diagram
psikrometri dan kecepatan udara hasil pengukuran di lapang dengan
menggunakan bagan temperatur efektif dapat diketahui suhu netral atau
tingkat kenyamanan termal indoor (Gambar 26).
Gambar 26. Analisis kenyamanan termal/suhu netral (indoor)
menggunakan Bagan Temperatur Efektif
(Santoso,2014)
77
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Menentukan suhu netral atau kenyamanan termal indoor, diperlukan
variabel-variabel; suhu bola basah hasil analisis menggunakan diagram
Psikrometri dan suhu bola kering serta kecepatan angin hasil
pengukuran di lapang Musim kemarau, suhu bola basah mencapai 24,3
ºC, dan suhu udara kering 30,9 ºC, serta kecepatan angin 0 m/det.
Musim hujan, suhu bola basah mencapai 24,9 ºC, dan suhu udara
kering 29,9 ºC, serta kecepatan angin 0 m/det. Hasil analisis
menggunakan bagan temperatur efektif (Gambar 25), diperoleh suhu
netral atau kenyamanan termal dalam ruang pada musim kemarau
mencapai 26,8 ºC TE dan pada musim hujan mencapai 27,3 ºC TE.
Beberapa studi kenyamanan termal pada bangunan rumah tinggal,
di Surabaya Temperatur Efektif mencapai 27,4 ºC ( Santosa, 1988), di
Jakarta mencapai 26,7 ºC (Karyono,T.H., 1994). Bangunan kelas di
Bruney Darusalam mencapai 26,7 ºC (Abdul Rahman & Kannan,
1997), di Malaysia mencapai 27,4 ºC (Zaim Ahmed et al, 1997) dan di
Bangkok mencapai 26,7 ºC (Khedari et al, 2000). Hampir seluruh hasil
penelitian tidak memenuhi standar kenyamanan yang dipersyaratkan.
Auliciems (1981), menyatakan bahwa asumsi untuk
kemungkinan diterima oleh 90 % responden, kenyamanan termal yang
disarankan adalah Tn (Temperatur netral) ± 2,5 TE (Temperatur
Efektif), sedangkan untuk asumsi diterima oleh 80 % responden,
kenyamanan termal yang disarankan adalah Tn ± 3,5 TE.
Kemungkinan kenyamanan termal diterima 80 % dan 90 % oleh
responden pada setiap kondisi hasil penelitian sebagaimana pada
Tabel 19.
78
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Tabel 19: Hasil pengukuran parameter udara dan kenyamanan termal.
Lokasi Parameter Kenyamanan Termal Suhu netral /Temperatur Efektif (TE)
Indoor Data awal Hasil penelitian TE 90 % diterima 80 % diterima
Suhu
RH Angin SK SB RH Angin ºC
TE-
2,5 TE+2,5
TE-
3,5 TE+3,5
ºC % m/det ºC ºC % m/det ºC ºC ºC ºC
Taman
Horisontal
Kemarau 29,8 53 0 29,3 22,5 56 0 25,6 23,1 28,1 22,1 29,1
Hujan 30,4 63 0 27,7 25 69 0 26,3 23,8 28,8 22,8 29,8
Taman
Vertikal
Kemarau 31,4 52 0 30,9 23,3 62 0 26,8 24,3 29,3 23,3 30,3
Hujan 31 60 0 29,9 24,9 66 0 27,3 24,8 29,8 23,8 30,8
Sumber: Santoso, 2014
Berdasarkan Tabel 19, kenyamanan termal kedua lokasi masih dapat
diterima bahkan masuk pada katagori 90 % diterima oleh responden
(Auliciem, 1981), karena nilai TE setelah dikurangi 2,5 ºC masih sesuai
dengan standar. Hasil penelitian masih masuk zona kenyamanan
standar ASHRAE 55, kecuali kenyamanan termal pada taman vertikal
saat musim hujan Temperatur Efektifnya masih melebihi standar yaitu
24,8 ºC.
Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan objek
penelitian yang sama yaitu penelitian kenyamanan termal pada ruang
kelas atau bangunan sekolah dengan ventilasi alami diperoleh
gambaran sebagai berikut:
79
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
1) Penelitian yang dilakukan oleh Wong & Khoo, (2003), Sh. Ahmad
& Ibrahim, (2003), masing-masing di Singapura dan Malaysia,
menunjukkan suhu netral antara 27,6 ºC – 28,8 ºC.
2) Penelitian dengan objek yang sama yang dilakukan di Nigeria oleh
Ogbonna et al. (2008) mencatat suhu netral rata-rata mencapai 26,27
ºC, kelembaban 72,1 % dan kecepatan udara rata-rata 0,07 m/det.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Rilatupa (2008) ruang kelas (dengan
pengkondisian udara = AC) dan ruang kantor ventilasi alami di
Jakarta menunjukkan bahwa ruang yang dikondisikan tidak
semuanya mendapatkan suhu netral yang sama meski sudah di
program dengan suhu netral yang sama, hal ini dipengaruhi oleh
adanya radiasi matahari yang berbeda pada masing-masing ruang
kelas, namun dengan pengkondisian udara tersebut suhu netral yang
dicapai dapat memenuhi standar kenyamanan ASHRAE. Ruang
kantor yang berventilasi alami suhu netralnya 28 ºC dengan
kelembaban relatif 72,5 %.
Kenyamanan termal dengan menggunakan penataan taman sayur
organik, suhu netral yang dicapai pada ruang kelas berkisar 25,6 ºC –
26,3 ºC dengan kelembaban antara 56 % - 69 %. Dibandingkan
dengan penelitian-penelitian sebelumnya ternyata suhu netral pada
penelitian ini menunjukkan nilai suhu netral yang paling kecil. Kondisi
ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan media tanaman sebagai
penahan radiasi matahari, maka radiasi matahari tidak di absorbsi ke
bidang dibaliknya melainkan sinar matahari digunakan untuk proses
fotosintesis sehingga cukup membantu mengurangi suhu udara dalam
ruang, namun dari semua penelitian pada kenyamanan ruang
80
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
kelas/sekolah dengan ventilasi alami tidak satupun suhu netralnya
memenuhi standar kenyamanan termal yang disyaratkan oleh ASHRAE
55.
Penelitian-penelitian dengan objek penelitian yang setara dengan
rumah, yaitu asrama, apartemen, kantor maupun bangunan publik
lainnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya:
1) Penelitian kenyamanan termal rumah (tradisional Jawa) di Indonesia
yang dilakukan oleh Feriadi, et al. (2004), tanpa menggunakan
konfigurasi (alami), menunjukkan adanya perbedaan suhu pada
musim kemarau ( suhu netral 29,8 ºC) dan musim hujan (suhu
netral 29,2 ºC). Kondisi suhu udara yang relatif besar ini oleh
pengguna diantisipasi secara adaptif dengan menyesuaikan bahan
pakaian yang sesuai dengan tingkat kenyamanan mereka.
2) Penelitian kenyamanan termal rumah bertingkat dengan ventilasi
alami di Malaysia yang dilakukan oleh Nugroho (2011),
menunjukkan adanya perbedaan suhu maksimum (siang hari = 31,67
ºC) dan minimum (malam hari = 24,7 ºC) yang cukup signifikan
yaitu sekitar 6,97 ºC dengan suhu netral 28,2 ºC. suhu udara dalam
ruang lebih besar 2 ºC – 3 ºC dari suhu udara luar dan suhu udara
dalam ruang berkisar 30 ºC terutama pada ruang-ruang yang
menghadap ke Barat yang terkena radiasi matahari secara langsung.
3) Penelitian kenyamanan termal pada asrama mahasiswa dengan
ventilasi alami di Malaysia yang dilakukan oleh Sulaiman, et al.
(2011), mencatat adanya perbedaan suhu luar (outdoor) dan suhu
dalam (indoor) pada malam dan siang/sore hari, dimana suhu
81
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
outdoor malam hari 27,6 ºC dan siang/sore 38 ºC, sementara suhu
indoor malam hari 27,5 ºC dan siang/sore hari 33,6 ºC. Perbedaan
suhu waktu malam dan siang/sore yang cukup signifikan yaitu
sekitar 10,4 ºC menunjukkan bahwa setiap saat suhu nnetral tidak
sesuai dengan stándar kenyamanan yang disyaratkan.
4) Penelitian Sabarinah & Ahmad (2006), tentang kenyamanan termal
pada apartemen menunjukkan kondisi suhu dan kelembaban yang
relatif kecil terutama pada ruang-ruang di lantai atas, hal ini
disebabkan adanya gerakan udara yang relatip lancar pada ruang-
ruang dilantai atas. Suhu udara tercatat 26,1 ºC dengan kelembaban
50 % - 54 %.
5) Daghigh, et al. (2009), meneliti kenyamanan termal sebuah asrama
mahasiswa berventilasi alami di Malaysia dengan menggunakan
konfigurasi/ pengaturan bukaan sebanyak 14 komposisi. Dari semua
komposisi bukaan yang dilakukan diperoleh temperatur efektif atau
suhu netral antara 25,2 ºC – 27,5 ºC. Kondisi suhu netral yang ada
belum bisa memenuhi zona stándar kenyamanan termal ASHRAE
55, namun persepsi kenyamanan pengguna menyatakan dapat
menerima suhu netral tersebut dengan adaptasi penyempurnaan
sistim sirkulasi udara melalui bukaan yang memadai.
Penelitian-penelitian mengenai kenyamanan termal pada
bangunan rumah, apartemen dan kantor yang sebagian besar
menggunakan variabel iklim dan beberapa menambahkan variabel
individu untuk penelitiannya, tirlihat bahwa nilai kenyamanan termal
82
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
sebagian besar belum bisa memenuhi stándar kenyamanan AHRAE.
Suhu netral dari hampir semua penelitian rata-rata masih tinggi yaitu
antara 26,1 ºC – 29,8 ºC, adapun suhu udara tercatat antara
27,6 ºC - 38 ºC.
Penelitian kenyamanan termal dengan menggunakan taman sayur
secara vertikal sebagai penahan radiasi sinar matahari ternyata
menghasilkan suhu netral yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang sebagian besar tanpa penahan
radiasi sinar matahari. Hasil penelitian menunjukkan suhu netral antara
26,8 ºC.– 27 3 ºC. dengan kelembaban antara 62 % - 66 %.
3. Suhu netral ditinjau dari beberapa standar kenyamanan
termal
Kenyamanan termal pada semua lokasi menghasilkan suhu netral
pada musim kemarau maupun musim hujan berkisar antara 25,6 ºC TE
– 27,3 ºC TE. Ditinjau dari beberapa standar kenyamanan termal yang
ada menunjukkan bahwa hasil penelitian masih sesuai dengan standar
kenyamanan termal yang mengacu pada iklim dan subjek penelitian
yang sama (iklim tropis lembab). Standar kenyamanan yang mengacu
pada iklim yang lain, maka hasil penelitian berada diluar standar
kenyamanan.
Berdasarkan standar ASHRAE dengan daerah penelitian di Amerika
Selatan (30º LU) dengan subjek penelitian kelompok manusia Amerika,
dan stándar RAO dengan daerah penelitian di Calcuta (22º LU) dengan
subjek penelitian kelompok orang India menentukan batas kenyamanan
20 – 24,5º C TE, maka hasil penelitian masih diluar zona kenyamanan
kedua stándar tersebut. Standar WEBB dengan daerah penelitian di
83
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Singapura dengan subjek penelitian kelompok manusia Malaysia dan
Cina menentukan batas kenyamanan antara 25 – 27 ºC TE, maka hasil
penelitian sebagian besar masih masuk dalam zona kenyamanan
(kecuali hasil penelitian dengan taman vertikal pada musim hujan).
Standar MOM dengan daerah penelitian di Jakarta (6º LS) dengan
subjek penelitian kelompok orang Indonesia, dan standar Ellis dengan
daerah penelitian di Singapura dengan subjek penelitian kelompok
orang Eropa menentukan batas kenyamanan antara 20 – 26 ºC TE,
maka hasil penelitian yang masuk zona kenyamanan hanya pada
penelitian ruang kelas pada musim kemarau. Standar AULICIEMS
dengan batas kenyamanan berdasarkan pada fleksibilitas kenyamanan
yang dapat diterima oleh kelompok orang dengan kisaran - 2,5º atau +
2,5 ºC dari suhu netral atau suhu kenyamanan hasil penelitian, maka
semua hasil penelitian dapat masuk ke zona kenyamanan termal dengan
katagori 90 % dapat diterima responden.
Standar-standar yang ada mernyatakan bahwa unsur non fisik atau
persepsi dari kelompok orang menjadi faktor yang sangat menentukan
untuk mengukur kenyamanan termal setempat, sehingga standar-
standar yang ada tidak dapat diberlakukan secara umum. Standar yang
paling mendekati pada penelitian ini ialah standar lokal atau standar
yang mempunyai kesamaan iklim dan subjek yang cukup lama tinggal
di lokasi penelitian, sehingga subjek penelitian mempunyai kesesuaian
persepsi yaitu standar WEBB, MOM, ELLIS dan standar LPMB-PU.
Berdasarkan standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi
pada bangunan gedung (LPMB-PU) (Tabel 8), maka suhu netral
sebagian hasil penelitian masih memenuhi syarat pada katagori
84
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
’nyaman optimal’ (syarat suhu netral = 22,8 ºC – 25,8 ºC) dan untuk
suhu netral semua hasil penelitian dapat memenuhi syarat pada katagori
’hangat nyaman’ (syarat suhu netral = 25,8 ºC – 27,1 ºC). Pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang
penelitiannya hanya dengan memanfaatkan kondisi eksisting fisik tanpa
melakukan perubahan/penambahan fisik, melainkan hanya dengan
melakukan kofigurasi elemen fisik yang sudah ada, diantaranya
penelitian Nugroho (2011), suhu netral untuk rumah tingkat
berventilasi alami di Malaysia tercatat 28,2 ºC. Rilatupa (2008),
mencatat suhu netral untuk sekolah berventilasi alami di Jakarta
(Indonesia) sebesar 28 ºC, Feriadi, at al (2004), mencatat suhu netral
untuk rumah berventilasi alami di Indonesia berkisar 29,2 ºC – 29,8 ºC,
Wong & Khoo (2003) yang meneliti kelas di Singapura mencatat suhu
netral 28,8 ºC sedangkan Sh. Ahmad & Ibrahim. (2003) mencatat hasil
penelitian kenyamanan kelas ventilasi alami di Malaysia dengan suhu
netral 27,6 ºC rata-rata menghasilkan suhu netral yang diluar zona
kenyamanan yang ada.
A. Kenyamanan Termal dan Subjektifitas Pengguna Ruang (Indoor)
Penilaian kenyaman termal indoor berdasarkan tanggapan/persepsi
penghuni pada survei melalui kuisioner yang diberikan bersamaan
dengan pengukuran fisik dalam setiap kondisi. Uraian dari hal tersebut
pada sub-sub bab berikut:
85
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
1. Data demografi responden
Data demografi responden diperoleh pada saat pengukuran data fisik di
lapang. Pada ruang dengan taman horisontal sebanyak 20 responden
berpartisipasi dalam pengisian kuisioner, terdiri dari 8 orang laki-laki
dan 12 orang perempuan dengan usia antara 19 – 25 tahun (Tabel 20),
Sementara pada ruang dengan taman vertikal sebanyak 24 responden
berpartisipasi dalam pengisian kuisioner seluruhnya perempuan dengan
usia antara 35 – 60 tahun (Tabel 20).
Tabel 20: Data demografi responden.
----------------------------------------------------------------------------------------
Ruang dengan taman horisontal Ruang dengan taman vertikal
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Kelamin Usia (tahun) Jumlah Usia (tahun) Jumlah
------------------------------ --------------------------------
18- 20 21-23 24-25 35-42 43-50 51-60
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Laki-laki 3 3 2 8 - - - -
Perempuan 8 3 1 12 6 11 7 24
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Jumlah 11 6 3 20 6 11 7 24
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: Santoso 2014
2. Jenis pakaian responden
Pakaian yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar dalam
86
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
kelas 100 % laki-laki menggunakan celana panjang & kemeja lengan
pendek, sementara pada perempuan yang menggunakan celana dan
kemeja lengan panjang sebesar 50 % dan 30 % menggunakan rok dan
kemeja lengan panjang serta 20 % menggunakan rok dan kemeja
lengan pendek. Ruang Balai RT.11, perempuan yang menggunakan
celana dan kemeja lengan panjang sebesar 80 % dan 20 %
menggunakan rok dan kemeja lengan panjang. Asumsi kegiatan ringan
(duduk & pertemuan), maka insulasi diambil yang sesuai untuk daerah
tropis lembab, dengan nilai isolasi pakaian 0,55.
3. Data prediksi suara rata-rata (PMV) berdasarkan skala
ASHRAE
Pengambilan data dilakukan berdasarkan pengukuran subjektif
yang dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar (kelas). Indeks
PMV (Predicted Mean Vote) yang digunakan dalam perhitungan dan
analisis pada studi ini. Penjelasan indek PMV secara numerik
digambarkan sebagai berikut : lebih dingin (-3), dingin (-2), agak
dingin (-1), netral (0), sedikit hangat (+1), hangat (+2), panas (+3).
Menggunakan analisis dari InfoGap dan Microsoft Exel, perhitungan
indeks iklim mikro di lapangan menunjukkan kisaran prediksi suara
rata-rata (PMV) antara (-1) dan (+1), pada musim hujan pada semua
lokasi, sedangkan pada musim kemarau di dalam ruang kelas FP.
Unmer PMV menunjukkan antara (-1) dan (+2) dan di dalam ruang
Balai RT menunjukkan antara (0) dan (+2). (Gambar 52). Berdasarkan
ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi nyaman ketika PMV
memiliki nilai antara -1 dan +1,
87
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
a.Sensasi suhu indoor . b. Sensasi suhu indoor
melalui penataan taman horisontal. melalui penataan taman vertikal.
Gambar 27. Sensasi suhu skala ASHRAE.(Santoso, 2014)
Grafik (Gambar 27 a), menunjukkan bahwa melalui penataan taman
secara horisontal pada ruang (indoor), persepsi responden terhadap
kenyamanan indoor sebagai berikut:
1) Musim kemarau sebanyak 5 % responden menyatakan agak dingin
(d indek -1), 15 % menyatakan netral/nyaman ( indek 0), 50 %
menyatakan sedikit hangat (indek +1) dan sisanya 30 % menyatakan
hangat ( indek +2). Kondisi ini menunjukkan adanya rentang
kenyamanan yang dirasakan oleh 70 % dari responden, sedangkan
30 % merasakan tidak nyaman. Hal ini didukung dengan fakta
penelitian yang menunjukkan penurunan suhu udara dalam ruang
yang tidak terlalu signifikan yaitu 0,5 ºC dan tingkat kenyamanan
termal mencapai suhu netral/TE = 25,6 ºC.
2) Musim hujan dengan suhu netral 26,3 ºC TE dan kelembaban 69
%, sebanyak 10 % responden menyatakan agak dingin ( dengan
indek -1), 25 % menyatakan netral/nyaman (dengan indek 0), 65 %
menyatakan sedikit hangat (dengan indek +1). Kondisi ini
0 0
10
25
65
0 00 05
15
50
30
00
10
20
30
40
50
60
70
-3 -2 -1 0 +1 +2 +3
PMV
Pre
se
nta
se
(%
)
Musim hujan Musim kemarayu
0 0
17
33
50
0 00 0 0
8
67
25
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
-3 -2 -1 0 +1 +2 +3
PMV
Pro
sen
tase (
%)
Musim hujan Musim kemarau
88
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
menunjukkan adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 100
% dari responden, hal ini terlihat dari persepsi penilaian responden
sebagian besar (100 %) berkisar antara -1 dan +1, (Finger, 1972).
Menurut standar ISO 773-94 rentang kenyamanan sebagai kondisi
nyaman dicapai ketika PMV memiliki nilai antara -1 dan +1. Hal ini
didukung dengan fakta penelitian yang menunjukkan penurunan
suhu udara dalam ruang sampai 2,7 ºC dan tingkat kenyamanan
termal mencapai TE/suhu netral = 26,3 ºC.
3) Kondisi udara dalam ruang dengan Temperatur Efektif atau suhu
netral yang mendekati standar kenyamanan ASHRAE ini cukup
dapat dirasakan oleh responden untuk menjadi alasan menerima
kenyamanan termal indoor pada ruang dengan penataan taman
horisontal.
Grafik (Gambar 27 b), menunjukkan bahwa melalui penataan taman
secara vertikal pada ruang (indoor) persepsi responden terhadap
kenyamanan indoor ialah:
1) Musim kemarau sebanyak 8 % menyatakan nyaman (dengan indek
0), 67 % menyatakan sedikit hangat (dengan indek +1) dan sisanya
25 % menyatakan hangat (dengan indek +2). Kondisi ini
menunjukkan adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 75
% dari responden, sedangkan 25 % merasakan tidak nyaman.
Kondisi ini didukung dengan fakta penelitian yang menunjukkan
penurunan suhu udara dalam ruang relatif kecil yaitu sebesar 0,5 ºC
dan tingkat kenyamanan termal TE/suhu netral = 26,8 ºC.
89
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
2) Musim hujan sebanyak 17 % responden menyatakan agak dingin (
indek -1), 33 % menyatakan netral/nyaman (indek 0), 50 %
menyatakan sedikit hangat (indek +1). Kondisi ini menunjukkan
adanya rentang kenyamanan yang dirasakan oleh 100 % dari
responden. Kondisi ini didukung dengan fakta penelitian yang
menunjukkan penurunan suhu udara dalam ruang sampai 1,1 ºC dan
tingkat kenyamanan termal TE/suhu netral = 27,3 ºC.
Perubahan suhu dalam ruang relatif kecil, namun karena radiasi
matahari yang masuk kedalam ruang sebagian besar tertahan dan
diserap (asorbsi) oleh tanaman (taman) sehingga memberikan kesan
sejuk dalam ruangan. Kondisi/kesan yang dirasakan oleh responden ini
menjadi alasan mereka untuk memberi toleransi dalam menerima
kenyamanan termal indoor ruang dengan penataan taman vertikal.
Persepsi kenyamanan yang dirasakan baik pada musim kemarau
maupun pada musim hujan oleh pengguna pada indoor dengan
penataan taman horisontal, maupun indoor dengan penataan taman
vertikal, maka sebagian besar ( 75 – 100 %) pengguna menyatakan
kondisi udara indoor dalam rentang kenyamanan yaitu antara (-1)
sampai (+1). Kondisi ini sangat bertentangan dengan standar
ASHRAE yang mensyaratkan zona kenyamanan termal dengan suhu
netral antara 20,5 ºC– 24,5 ºC. TE. Hasil analisis untuk indoor di lokasi
penelitian melalui penataan taman sayur vertikal dan horisontal
menunjukkan suhu netral diluar zona kenyamanan termal, namun
responden masih memberikan toleransi untuk menerima kondisi ini.
Selain kondisi fisik yang terkait dengan variabel iklim tersebut,
responden masih bisa merasakan kenyamanan dalam ruang, hal ini
90
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
didukung dengan sikap/tindakan responden dalam memilih bahan
pakaian yang relatif lebih dingin. Penilaian subjektif menunjukkan
bahwa kenyamanan termal masih dalam batas toleransi responden.
meskipun kondisi tersebut masih dibawah batas persyaratan/zona
kenyamanan termal ASHRAE 55.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa standar kenyamanan termal
internasional yaitu standar ASHRAE 55 untuk bisa diterapkan di
Indonesia khususnya di Kota Surabaya sulit untuk dicapai hanya
dengan mengandalkan sistim penghawaan alami. Diperlukan kipas
angin untuk meningkatkan nilai variabel kecepatan udara karena
variabel kecepatan udara dalam penelitian tidak mendukung dalam
menciptakan kenyamanan (kecepatan udara rata-rata 0 m/det) pada
semua lokasi penelitian. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi bangunan
terletak pada tapak yang padat sehingga berpengaruh pada arah dan
kecepatan udara (Santosa, 2000). Kisaran suhu kenyamanan termal
berdasar kan hasil penelitian untuk semua lokasi dan semua kondisi
menunjukkan suhu netral/TE (Temperatur Efektif) berkisar antara 25,6
ºC - 27,3 ºC, sedangkan standar ASHRAE 55 mensyaratkan suhu netral
untuk kenyamanan maksimal antar 20 ºC sampai 24,5 ºC (Tabel 8).
B. Kualitas Udara
Komponen gas di udara yang mempunyai peran sangat penting
dalam kehidupan di bumi diantaranya ialah Karbondioksida (CO2) dan
Oksigen (O2). Keberadaan kedua gas ini mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan vegetasi melalui proses fotosintesis tumbuhan yaitu
penyerapan CO2 dan pelepasan O2 serta menjadi indikator/tolok ukur
kualitas udara/ atmosfir. Hasil penelitian kualitas udara (CO2 dan O2)
91
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
pada lingkungan indoor dan outdoor melalui penataan taman sayur
pada lokasi penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh penataan taman sayur secara horisontal pada
kualitas udara (CO2 dan O2)
Pengukuran dan pengambilan sampel penelitian pada indoor melalui
penataan taman sayur secara horisontal dilakukan sebelum ada taman
dan setelah ada taman di lokasi penelitian. Uraian hal tersebut dibahas
pada sub-sub bab berikut: (Santoso, 2014)
1.1. Kualitas udara pada musim kemarau
Taman horisontal pada atap bangunan pada saat musim kemarau.
Kadar CO2 ambien didalam ruang kelas pada musim kemarau
mengalami peningkatan 1,73 ppm, sedangkan kandungan O2 dalam
ruang mengalami penurunan 0,43 % . Kondisi ini menunjukkan adanya
kecenderungan penurunan kualitas udara dalam ruang setelah ada
taman. Penurunan kualitas udara ini disebabkan karena tidak adanya
hubungan langsung antara ruang dalam dengan lokasi tanaman karena
adanya pembatas lantai (beton), sehingga CO2 dalam ruang tidak bisa
di serap oleh tanaman dan produksi O2 oleh tanaman tidak bisa masuk
dalam ruang (Santoso, 2014)
Pada taman vertikal yang ditempatkan pada bagian Barat
bangunan dilakukan pada musim kemarau. Peningkatan kualitas udara
terlihat dengan adanya penurunan kadar CO2 di udara sebesar 8,90
ppm, dimana pada saat sebelum ada taman kadar CO2 mencapai 27,26
ppm, setelah ada taman menjadi 18,36 ppm . Kadar O2 mengalami
92
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
peningkatan sebesar 0,98 %, dari yang semula 19,55 % pada saat
sebelum ada taman meningkat menjadi 20,53 % setelah ada taman.
Peningkatan kualitas udara ini disebabkan karena terjadinya proses
fotosintesis yang optimal pada tanaman karena radiasi matahari diluar
ruang cukup tinggi mencapai 507 W/m2 (Tabel 29), sehingga kadar
CO2 outdoor diserap tanaman untuk proses fotosintesis, sedangkan
produksi O2 oleh tanaman dilepas keudara.
1.2. Kualitas udara pada musim hujan
Penataan taman horisontal pada atap bangunan pada musim hujan
Kadar CO2 ambien pada musim hujan mengalami peningkatan sebesar
1,68 ppm, sedangkan kandungan O2 dalam ruang mengalami
penurunan 0,34 % . Indoor dengan penataan taman secara horisontal
diatas atap baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan tidak
memberikan dampak perbaikan kualitas udara ruang dibawahnya. Hal
ini disebabkan karena atap (beton dengan ketebalan 15 cm) cukup
memberikan penetrasi pada penyerapan CO2 dan pelepasan O2 oleh
taman diatas atap pada ruang dibawahnya. Karena terhalang oleh atap
beton, tanaman tidak dapat menyerap CO2 yang berada di dalam ruang
untuk fotosintesis, melainkan menggunakan gas CO2 yang ada diatas
atap. Kondisi ini terjadi karena CO2 posisinya cenderung mengambang
sekitar dua meter diatas permukaan tanah sedangkan taman atap
letaknya lebih tinggi (Suryajaya, 2011). Dampak pada penurunan suhu
udara pada ruang dibawahnya masih terjadi karena taman pada atap
menyerap sinar untuk fotosintesis sehingga mengurangi radiasi sinar
matahari yang masuk dalam ruang dibawahnya. Berkurangnya radiasi
93
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
matahari yang masuk dalam ruang berdampak pada peningkatkan
kelembaban udara, sehingga mengurangi suhu udara ruang.
Peningkatan kualitas udara ruang dengan taman vertikal pada
musim hujan yaitu adanya penurunan kadar CO2 di udara sebesar 6,94
ppm, dimana pada saat sebelum ada taman kadar CO2 mencapai 30,66
ppm sedangkan setelah ada taman menjadi 23,72 ppm . Kadar O2
mengalami peningkatan sebesar 1,01 %, dari yang semula 19,40 %
pada saat sebelum ada taman meningkat menjadi 20,41 % setelah ada
taman. Peningkatan kualitas udara ini disebabkan karena terjadinya
proses fotosintesis yang optimal pada tanaman karena radiasi matahari
diluar ruang cukup tinggi mencapai 457 W/m2, sehingga kadar CO2 di
dalam ruang diserap tanaman untuk proses fotosintesis, sedangkan
produksi O2 oleh tanaman masuk ke dalam ruang. Penelitian kualitas
udara pada musim kemarau melalui penataan taman sayur secara
vertikal pada outdoor, corydoor maupun indoor menunjukkan adanya
peningkatan kualitas udara yaitu terjadi penurunan kadar CO2 antara
5,33 – 9,41 ppm, dan peningkatan kadar O2 antara 0,98 – 1,01 %.
(Santoso, 2014)
2. Garis Besar Kajian pengaruh penataan taman pada indoor
Pengaruh penataan taman sayur secara vertikal dan horisontal
terhadap kenyamanan termal ruang, dapat dibuat bagan (gambar 28).
94
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Sawi
JENIS TANAMAN Selada keriting
Bayam merah
USIA TANAMAN 4 - 5 Minggu
(proses fotosint)
Komposisi taman
POLA PENATAAN Memanjang/ Selada krtg (pinggir) TAMAN
TANAMAN Persegi panjang Bayam merah (tengah) SAYUR
Sawi (pinggir
LUASAN Menutup penuh Atap diatas ruangan
TAMAN Bidang/fasad (bukaan)
Taman hori Taman ver KENYA-
sontal(atap) tikal (dindi) MANAN
Suhu kemarau - 0,3 ºC - 0,5 ºC TERMAL
Suhu hujan - 2,7 ºC - 1,1 ºC
Suhu netral kemarau 25,6 ºC 26,8 ºC
Indikator Suhu netral hujan 26,6 ºC 27,3 ºC
CO2 kemarau - 1,75 ppm - 6,93 ppm
Kualitas CO2 hujan - 2,44 ppm - 5,33 ppm
Udara O2 kemarau + o,43 % + 1,01 %
O2 hujan + 0,34 % + 0,14 %
Gambar 28. Bagan Hasil Penelitian.
95
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
BAB IV
IMPLIKASI
A. Implikasi pada IPTEK
Temuan dan implikasi kajian masalah peningkatan kenyamanan termal
melalui penataan taman sayur di lingkungan perkotaan, yang terkait
dengan pengetahuan dan teknologi sebagai berikut:
1) Penataan taman sayur secara vertikal mampu menurunkan suhu
udara ruangan. Kondisi ini didukung oleh indikator penurunan radiasi
matahari yang masuk kedalam ruang akibat adanya taman sayur
vertikal di samping bangunan dan adanya penaungan/pembayangan
pada fasad bangunan. Radiasi matahari yang mengenai taman sebagian
di pantulkan (20 %) dan sebagian lagi diserap olah tanaman (80 %)
untuk proses fotosintesis. Penataan taman sayur secara vertikal
(menggunakan tanaman sayur sawi, bayam merah dan selada keriting)
yang ditempatkan pada wadah polybag ukuran 30 x 30 cm dan ditata
dengan sistim vertikultur diatas rak (galvalum) dapat dikembangkan
dengan menggunakan jenis tanaman lain. Pengembangan disain rak
(bentuk dan material) dan penggunaan jenis tanaman yang lain
diharapkan akan menghasilkan tingkat kenyamanan termal yang lebih
baik selain akan menjaga keanekaragaman hayati.
2) Penataan taman sayur secara horisontal pada atap bangunan
mampu menurunkan suhu ruangan. Kondisi ini didukung oleh
indikator penurunan radiasi matahari yang mengenai atap bangunan
(beton) karena terjadinya penaungan/ pembayangan pada atap
96
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
bangunan sehingga radiasi matahari tidak diteruskan kedalam ruang.
Penataan taman horisontal pada penelitian ini berupa tanaman sayur
(sawi, bayam merah dan selada keriting) yang ditempatkan pada
wadah polybag ukuran 30 x 30 cm dan ditata secara horisontal diatas
atap (beton) dengan posisi diatas ruang yang diteliti dan luasnya sama
dengan luas lantai ruang dibawahnya. Jarak antar tanaman 25 cm
dengan konfigurasi penataan tanaman bayam merah ditempatkan
dibagian tengah sedangkan tanaman sawi dan selada keriting masing-
masing dipinggir.
3) Penataan taman secara vertikal maupun horisontal
mengakibatkan turun- nya suhu udara dalam ruang sehingga suhu udara
tidak mampu menyerap uap air secara maksimal dan menyebabkan
naiknya kelembaban udara dalam ruang.
4) Penataan taman sayur secara vertikal maupun horisontal tidak
mampu meningkatkan kenyamanan termal indoor, karena kenyamanan
termal hasil penelitian tidak memenuhi standar kenyamanan ASHRAE.
Kondisi ini terjadi karena tidak ada dukungan dari semua indikator
variabel kenyamanan termal, terutama indikator kecepatan udara dalam
ruang yang hampir tidak ada (mendekati 0 m/det) sehingga tidak dapat
menetralisir kelembaban udara dalam ruang. Kecepatan udara
menimbulkan pelepas- an panas dari permukaan kulit akibat
penguapan, semakin besar kecepatan udara semakin besar panas yang
hilang. Kondisi ini terjadi apabila suhu udara lebih rendah dari suhu
permukaan kulit (Lippsmeier, 1980).
5) Persepsi kenyamanan termal oleh pengguna ruang hampir
semuanya dapat menerima kondisi kenyamanan termal yang ada
97
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
meskipun masih dibawah standar kenyamanan ASHRAE. Adaptasi
terhadap kondisi kenyamanan di Indonesia (khususnya di Surabaya)
banyak dilakukan dengan menyesuaikan jenis bahan pakaian yang
mampu menyerap keringat dan membuka ventilasi yang ada untuk
mendapatkan kecepatan udara yang lebih maksimal. Kecenderungan
penghuni untuk memodifikasi lingkungan hidup panas dan lembab
dengan menciptakan pergerakan udara yang lebih tinggi (membuka
jendela). Adaptif penghuni dengan melakukan seperti minum lebih
banyak air, mengganti pakaian, dan mandi lebih sering, lebih
menguntungkan dibandingkan menyalakan AC. (Feriadi, ed al., 2004).
Kemampuan beradaptasi yang tinggi dari pengguna menyababkan lebih
mudah menerima berbagai kondisi kenyamanan. Kondisi ini
menunjukkan berbagai kenyamanan yang lebih dari iklim di Indonesia
untuk diusulkan oleh standar Internasional.
B. Implikasi pada Praktikal
Implikasi hasil penelitian peningkatan kenyamanan termal
melalui penataan taman sayur dengan studi kasus lingkungan Kota
Surabaya, yang terkait dengan praktikal diantaranya adalah:
1) Penataan taman sayur secara vertikal dengan sistim vertikultur yang
ditempatkan pada rak dengan bahan konstruksi dari galvalum yang di
disain sedemikian rupa (Gambar 56), dapat diterapkan pada lahan
pekarangan sempit di lingkungan perkotaan.
98
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Gambar 29 (b). Potongan melintang rak untuk penataan tanaman (Santoso, 2014).
Gambar 29. Taman vertikultur (Santoso, 2014).
Gambar 29 (a). Tampak depan rak untuk penataan tanaman (Santoso, 2014)
99
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Spesifikasi rak untuk penataan tanaman sayur secara vertikultur dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Disain dan Konstruksi,
Disain rak dibuat dengan ukuran modul, dengan ukuran permodul
berdasarkan jarak kaki rak yaitu maksimal 1,25 m (kemampuan bahan
galvalum untuk menerima beban maksimal jarak 1,25 m), sedangkan
jarak antar rak 32 cm dengan pertimbangan untuk tanaman sayur
dalam polybag ukuran tertinggi pada saat masa panen 30 – 35 cm.
Tinggi rak dibuat dengan menyesuaikan tinggi teritisan atap bangunan
yaitu sekitar 2,5 – 2,75 m. Dasar rak dibuat dari bahan polikarbonat
tebal 5 mm dengan warna bening/transparan (sinar matahari dapat
menembus pada tanaman yang dibagian bawah) dengan kemiringan 1
% mengarah ke talang. Disain dengan sistim modul memudahkan
aplikasi pelaksanaan dan menyesuai kan luas lahan.
Konstruksi rak untuk penataan taman dibuat dari bahan metal galvalum
type C.75 – 0,75 mm, dengan konstruksi sebagaimana Gambar 40. dan
ditempatkan dengan kemiringan 60 derajat dari dasar lantai/tanah.
Penempatan rak tanaman pada lahan pekarangan harus
mempertimbang- kan luas lahan pekarangan dan sudut kemiringan rak
(minimal sudut kemiringan rak 60 derajar). Apabila sudut kemiringan
rak lebih besar dari 60 derajat maka kurang baik bagi tanaman karena
sistim penyinaran dan penyiraman tanaman tidak akan sempurna
sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu (proses fotosintesis
tanaman tidak maksimal). Apabila sudut kemiringan rak lebih kecil
dari 60 derajat, maka kebutuhan lahan akan menjadi lebih luas.
Kemiringan rak 60 derajat dengan ketinggian antara 2,5 – 3 m, maka
100
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
lahan yang dibutuhkan untuk meletakkan rak hanya 1 (satu) satu meter,
sedang luas yang dibutuhkan untuk rak tergantung dari panjang rak.
b) Penyiraman
Sistim penyiraman tanaman diatas rak dilakukan melalui pipa-pipa pvc
berdiameter 3/4 dim yang dipasang secara permanen diatas tanaman
dan dilengkapi dengan kran-kran pengatur pembagian air pada masing-
masing bagian rak. Pemasangan pipa dilakukan sedemikian rupa
(Gambar 40) sehingga masing-masing tanaman dalam polybag dapat
disiram secara merata.
Pembuangan sisa air penyiraman (drainase) pada tiap bagian rak
dialirkan melalui talang horisontal dari metal galvalum type C.75 –
0,75 mm dan dialirkan ke talang induk (vertikal) dari metal galvalum
C.75 – 0,75 mm yang dipasang di tepi kiri atau kanan rak yang
selanjutnya dialirkan ketanah.
c. Pemeliharaan tanaman,
Pemeliharaan tanaman, meliputi pembersihan media tanam dari
tanaman liar/rumput atau daun-daun kering pada rak bagian atas, dapat
dilakukan dengan memanjat rak. Konstuksi rak cukup kuat untuk
dipanjat, karena disain rak berjenjang dan kuat sehingga mudah untuk
dipanjat.
d. Biaya pembuatan rak
Pembuatan rak dari bahan metal galvalum tidak sulit untuk dilaksana
kan, bahkan oleh tenaga yang tidak ahlipun bisa dilakukan karena
sistim pemasangan cukup sederhana yaitu menggunakan sekrup/baut
khusus galvalum dan dilakukan sistim knock down. Adapun biaya dan
bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan rak satu modul/unit (ukuran
1,25 x 2,5 m) untuk 30 polybag adalah sebagai berikut:
101
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
1. Galvalum C.75 – 0,75 mm: 32,00 m1 @ Rp. 20.500 = Rp.
656.000
2. Polikarbonat t-5 mm: 2,25 m2 @ Rp. 40.000 = Rp 90.000
3. Pipa pvc diameter ¾ dim: 12,00 m1 @ Rp. 7.500 = Rp. 90.000
4. Stop kran plastik: 6.00 bh @ Rp. 22.500 = Rp. 135.000
5. Asesoris pipa: 1,00 Ls @ Rp. 26.000 = Rp. 26.000
6. Asesori galvalum: 1,00 Ls @ Rp. 30.000 = Rp. 30.000
7. Ongkos pembuatan: 3,20 m2 @ Rp. 40.000 = Rp. 128.000
8. Tanaman sayur: 30,00 unit @ Rp. 3.000 = Rp. 90.000
Total =
Rp.1.250.000
Biaya ini belum termasuk pengadaan pompa air untuk penyiraman.
Penggunaan bahan metal galvalum pada awalnya memerlukan biaya
yang cukup besar dan terkesan mahal, namun dalam jangka panjang
akan lebih hemat karena rak tanaman bisa digunakan selamanya.
2) Penataan taman sayur, apabila dipraktekkan secara makro akan
memberikan dampak positif pada aspek-aspek: lingkungan, ekonomi,
sosial dan kesehatan sebagai berikut:
Aspek lingkungan, tercipta lingkungan yang memenuhi faktor
keindahan arsitektural, adanya keseimbangan antara area terbangun dan
area tidak terbangun. Mengurangi jumlah sampah rumah tangga,
termasuk sampah plastik akibat pembelian bahan makanan (sayur) yang
dibungkus plastik dan secara makro mengurangi dampak lingkungan
akibat sistim transportasi pengangkutan sayur dari produsen ke
konsumen
102
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Aspek ekonomi, menyediakan wadah kegiatan ekonomi baru yang
dapat meningkatkan penghasilan keluarga dan kolektif karena
penanaman sayur dengan sistim tanam pada polybag secara makro
memberikan keuntungan antara 36 – 67 %, secara mikro, rumah tangga
akan menghemat pengeluaran untuk konsumsi maupun untuk
transportasi. Produktivitas tanaman sayur tidak tergantung musim,
menjamin penyediaan produksi sepanjang tahun dan dapat dipanen
setiap saat dibutuhkan.
Aspek sosial, menjadi media komunikasi antar anggota keluarga dan
warga masyarakat untuk saling memberikan informasi dalam kegiatan
yang sama. Saling memberikan hasil produk sayur yang tidak dimiliki
sehingga ada kebersamaan antar warga masyarakat. Media penyaluran
hobby dan pendidikan bagi keluarga dan masyarakat.
Aspek kesehatan, membantu menetralisir kesan panas udara lingkungan
dan meningkatkan kenyamanan termal, minimal menurunkan suhu
ruang sekitar 0,5–2,7 ºC. Mengurangi jumlah kadar CO2
(karbondioksida) di udara dalam ruangan antara 5 – 6 ppm dan
meningkatkan kadar O2 (oksigen) udara antara 0,14 – 1 %.
C. Implikasi pada Kebijakan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan jumlahnya mengalami
penurunan, hal ini terkait dengan adanya pergeseran peruntukan lahan
sehingga terjadi perubahan fungsi lahan dari ruang terbuka hijau
menjadi fasilitas-fasilitas lain yang terkait dengan peningkatan
kebutuhan ekonomi masyarakat. Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya
melalui Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2007 yang dipublikasikan
melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya,
103
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
menentukan luas RTH Kota Surabaya sebesar 20 % dari seluruh luas
wilayah daratan, dan apabila luas wilayah Kota Surabaya 326,36 km2,
maka seharusnya luas RTH sekitar 652,72 ha.
Kasus perkembangan RTH di Kota Surabaya sejak tahun 2001 tercatat
seluas 218,34 ha dan tahun 2007 meningkat menjadi 269,29 ha
sehingga masih kurang 10 % lebih bila dibandingkan dengan ketentuan
Perda No 3 Tahun 2007. Upaya percepatan peningkatan kuantitas RTH
di Kota Surabaya diantaranya dilakukan melalui program Surabaya
Green and Clean. Program Surabaya Green and Clean dicanangkan
sejak tahun 2005 yang awalnya untuk mengatasi masalah sampah di
Kota Surabaya, selanjutnya dilakukan kemitraan dengan dunia usaha
(PT. Unilever) dan melibatkan masyarakat, maka digelar program
penghijaun (green) dan kebersihan (clean) melalui pengelolaan sampah
rumah tangga secara mandiri dengan menggunakan slogan Surabaya
Green & Clean (SGC).
Memotivasi masyarakat pada kegiatan Surabaya Green and Clean dan
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk penghijauan halaman
rumahnya, maka program dikemas dalam bentuk lomba penghijauan
dan kebersihan tahunan tingkat RW se-Kota Surabaya dengan fasilitas
dari Pemerintah Kota Surabaya berupa bantuan bibit tanaman sayur.
Keterlibatan masyarakat atau kelompok masyarakat khususnya dalam
hal penghijauan diantaranya adalah Budidaya dan Pembibitan Tanaman
Sayur, melalui : 1) berkebun Sayur di halaman rumah, 2) cara budidaya
tanaman pada lahan sempit, 3) cara menanam sayur dengan
menggunakan polybag atau pot; dan 4) budidaya tanaman sayur secara
vertikultur, memanfaatkan lahan sempit. Aplikasi kegiatan masyarakat
104
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
terkait dengan penghijauan tidak semuanya bisa dilaksanakan
disebabkan kurangnya informasi teknologi dan pembiayaan, khususnya
pada budidaya tanaman sayur secara vertikultur.
Pelaksanaan bantuan bibit tanaman sayur kepada masyarakat, biasanya
diberikan dalam bentuk tanaman sayur buah maupun tanaman sayur
daun yang di distribusikan melalui Camat dan dibagikan kepada
masyarakat melalui RW, (masing-masing kepala keluarga mendapatkan
15 tanaman sayur dalam wadah polybag). Pemberian bantuan bibit
tanaman sayur ini berdasarkan permohonan masyarakat secara kolektif
melalui RW kepada Pemerintah Kota Surabaya. Pemerintah Kota
Surabaya dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan tidak
menyadari bahwa tidak semua warga masyarakat Kota Surabaya siap
menerima bantuan bibit sayur untuk ditanam di halaman rumahnya,
terutama dari ketersediaan lahan pekarangan dan minimnya informasi
teknologi dan pembiayaan, sehingga banyak terjadi bibit tanaman
ditempatkan di pinggir jalan (kampung) atau di pinggir kali/saluran
sehingga mengganggu akses orang maupun kendaraan sebagaimana
yang terjadi pada beberapa wilayah perkampungan di Kota Surabaya
(Gambar 30).
105
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Gambar 30.(a) Gambar 30. (b) Penempatan tanaman di tepi jalan/sungai Penempatan tanaman menempel dinding Secara horisontal mengganggu akses akan merusak struktur dinding akibat sisa Pejalan kaki maupun kendaraan. Penyiraman. (Hasil survey di Wilayah Rungkut Kidul) (Hasil survey di wilayah Jambangan)
Gambar 30. Contoh penempatan tanaman yang kurang optimal.
Hasil penelitian, peningkatan kenyamanan termal melalui
penataan taman sayur yang dilakukan di Surabaya (Santoso, 2014),
diharapkan akan membantu Pemerintah Kota Surabaya dalam
pencapaian program penghijauan kota Surabaya Green and Clean,
dengan cara memberikan solusi penataan tanaman sayur secara
vertikultur yang disusun pada rak pada lahan sempit di Kota Surabaya,
sehingga akan membentuk taman sayur vertikultur (Santoso, 2014),
sebagaimana Gambar 31. Dengan cara ini akan diperoleh berbagai
manfaat taman pada lahan pekarangan sempit di perkotaan baik dari
aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.
106
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Gbr. 31 (a). Rak tanaman secara vertikultur. Gbr. 31 (b). Taman sayur vertikultur.
Gambar 31. Taman sayur vertikultur (Santoso, 2014).
D. Penutup
Penataan taman sayur secara horisontal dapat menurun kan
radiasi matahari indoor antara 84 – 174 W/m2, sedangkan penataan
taman sayur secara vertikal dapat menurunkan radiasi matahari antara
37 – 143 W/m2. Penurunan radiasi matahari karena adanya penataan
taman sayur secara vertikal dan horisontal belum dapat meningkatkan
kenyamanan termal sesuai standar ASHRAE.55
Penataan taman sayur secara horisontal dapat menurunkan suhu
udara indoor sampai 2,7 ºC, sedangkan secara vertikal dapat
menurunkan suhu udara indoor sampai 1.1 ºC. Penurunan suhu udara
indoor pada belum dapat meningkatkan kenyamanan termal sesuai
standar ASHRAE.
Penataan taman sayur, baik secara vertikal maupun secara
horisontal mampu nenurunkan kelembaban udara indoor , namun
belum bisa meningkatkan kenyamanan termal sesuai standar
kenyamanan ASHRAE 55.
Penataan taman sayur, baik secara vertikal maupun horisontal
107
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
tidak dapat meningkatkan kenyamanan termal sesuai standar ASHRAE
55, tetapi mampu meningkatkan kualitas udara yaitu mengurangi kadar
CO2 sebesar 5,33 – 6,93 ppm dan meningkatkan kadar O2 sebesar 0,14
– 1,01 %. Penataan taman sayur secara horisontal tidak dapat
meningkatkan kualitas udara dalam ruang dibawahnya. Peningkatan
kualitas udara tidak mampu meningkatkan kenyamanan termal sesuai
standar ASHRAE 55
Persepsi responden dengan indek kenyamanan antara agak dingin
(-1) dan sedikit hangat (+1) masih bisa merasakan kenyamanan dalam
ruang, sehingga penilaian subjektif menunjukkan bahwa kenyamanan
termal masih dalam batas toleransi responden, meskipun kondisi
tersebut masih dibawah batas persyaratan/zona kenyamanan termal
ASHRAE 55. Standar kenyamanan termal internasional yaitu standar
ASHRAE 55 untuk bisa diterapkan di Indonesia sulit untuk dicapai
hanya dengan mengandalkan sistim penghawaan alami.
Suhu netral atau kenyamanan termal indoor tidak dapat tercipta
secara maksimal karena tidak adanya variabel kecepatan udara dalam
ruang. Perubahan suhu udara dan kelembaban udara dapat
meningkatkan suhu yang disyaratkan ASHRAE. Kenyamanan termal
hasil penelitian dapat memenuhi standar Webb. Auliciems, MOM, dan
LPMB-PU dengan suhu normal (temperatur efektf) sekitar 20 – 27 ºC
TE
Penataan taman sayur baik secara vertikal maupun horisontal
akan dapat meningkatkan kualitas udara, apabila antara taman sayur
dan ruang yang dikondisikan tidak terdapat pembatas masif ( taman
sayur dengan ruang yang dikondisikan berhubungan langsung).
108
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Diterimanya suhu diluar kenyamanan yang disyaratkan oleh
responden, menunjukkan bahwa standar ASHRAE 55 tidak mutlak
berlaku pada pengaruh penataan taman vertikal/horisontal pada
kenyamanan termaldan iklim tropis lembab di Indonesia. Kajian ini
menunjukkan berbagai kenyamanan yang lebih leluasa dari iklim di
Indonesia untuk diusulkan oleh standar internasional, bahwa Indonesia
dapat diaklimatisasi terhadap suhu lingkungan yang lebih tinggi.
109
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., Suherman, R., Gunadi, N. dan Hidayat, A., 2004.
Karakteristik Teknis Sistim Pertanaman Polikultur Sayuran
Dataran Tinggi. Jurnal Holtikultura. 14(4): p. 287 – 301.
Agustina, L., 2011. Teknologi hijau dalam pertanian organik menuju
npertanian berlanjut, Universitas Brawijaya Pres. p. 37-47.
Akil, A., 2004. Paradigma Estetika dalam Disain. Jurnal Imajinasi. 1
(4): p. 6-12
Alexandri, E., and Jones, P. (2008). Temperature decrease in a urban
canyon due to green walls and green roofs in diverse climates.
Building and Environment, (43): p. 480 – 493.
Ames, R..G., 1980. The Sociology of Urban Tree Planting.. Journal of
Arboriculture 6(5): p.120-123
Amirudin, S., 1972. Iklim dan Arsitektur di Indonesia. Departemen
Pekerjaan Umum. Dirjen Cipta Karya. Lembaga Penyelidikan
masalah Bangunan 1972. pp. 28
Amro, S., 2010. Gren Architecture Principles, file://localhost/C:/
Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/Folder
%20Download/Architecture,Design,Concept%20Ppt%20Presenta
tion_files/about_6693602_concept-green-architecture.html. 1
Februari 2010
Anggraini, R., 2010. Roof Garden Membuat Kota lebih Hijau.
file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D
ocuments/BAHAN/Roof%20Garden%20Membuat%20Kota%20
Lebih%20Hijau.mht 1 Februari 2010
Akram, M., 2009. Pentingnya Koefisien Dasar Bangunan.
http://www.propertykita.com/read/articles/204/Muhammad-
Akram-/Pentingnya -Koefisien-Dasar-Bangunan . 1 Februari
2010
110
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Almalya, H., 2010. Kota dalam taman. Majalah TRUBUS. Edisi 490,
September 2010. p. 56 – 68
Anonymous, 2008. Bagaimana Memproduksi Sayuran Organik ? Balai
Penelitian Tanah IPB. pp. 125.
Anonymous, 1993. Standar Tata Cara Perencanaan Teknis
Konservasi Energi Pada Bangunan Gedung, Yayasan LPMB.
Departemen Pekerjaan Umum 1993. pp. 43.
Anonymous, Surabaya. Supported by Badan Pengelolaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi. http//petasurabaya.com. 7 Februari
2010
Aprianto, M.C., 2007. Penghijauan Sebagai salah satu cara mengatasi
per masalahan kota. http://www.kompas.com/ 1 Januari 2010
Arifin, H.S., 2006. Taman Instan, Penebar Swadaya, Jakarta 2006:
p. 16-32.
Arismunandar, W., dan S, Heizo, 1981. Penyegaran Udara, Penerbit
PT. Pradnya Paramita – Jakarta. p. 9 – 25
ASHRAE Standard 55-1992. Thermal Environmental Conditions
for Human Occupancy.ASHRAE, Atlanta, USA..
Auliciems, A., 1981. Towards a psycho-physiological model of
thermal perception. Int J Biometeorol, 25: p. 109−122.
Daghiigh, R., K. Sopian, and J, Moshtagh, 2009. Thermal Comfort in
Naturally Ventilated Office Under Varied Opening
Arrangements: Objective and Subjective Approach. European
Journal of Scientific Research 26 (2): 260-276
David, E.M., 1975. Concept in Thermal Comfort, London: Prentice-
Hall International. p. 72-93
Dunnett N. and Kingsbury N., 2004. Planting Green Roofs and Living
Walls. Timber Press, Oregon. p. 122-125.
Feriadi, H., and Wong, N.H., 2004 Thermal comfort for naturally
ventilated houses in Indonesia. Energy and Building. p. 614-626.
111
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Fioretti, R., Palla, A., Lanza, L.G., and Principi, P., 2010. Green roof
energy and water related performance in the Mediterranean
climate. Building and Environment, (45): p. 1890-1904.
Fanger, P.O., 1972. Thermal comfort: analysis and applications in
environmental engineering. New York: McGraw-Hill. pp. 186.
Franklin, G.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchel. 2008. Fisiologi
Tanaman Budidaya, Universitas Indonesia Press. p. 23-30
Gay, 1979., Quantitative and Qualitatif Methods Instrumen Evaluation
Research, Sage Publication, Beverly Hills. pp. 228.
Gie, The Liang, 1983. Garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan),
Super Sukses, Yogyakarta. p. 35-69
Gustia, H., 2013. Pengaruh Penambahan Sekam Bakar pada Media
Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi
(Brassisca Junceata). E-Jurnal Widya Kesehatan dan
Lingkungan. 1(1): p. 12 – 17.
Harinaldi, 2005. Prinsip-prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains,
Erlangga. p. 191-196
Herrington, L.P. 1980. Plants and People in Urban Settings.
Proceedings of the Longwood Program Seminars 12:40-45.
Longwood Gardens, Kennett Squate, Pennsylvania.
Heru, S., dan Santosa, M., 2007. Kinerja Termal Bangunan pada
Lingkungan Berkepadatan Tinggi. Studi kasus: di Surabaya,
Malang dan Sumenep. Gema Teknik, X (1) : p. 113-121
Hoppe, P., 1998. Comfort Requirement in Indoor Climate. Energy and
Building. (11): p. 249 – 267
Hoppe, P., 2002. Different Aspect of Assessing Indoor and Outdoor
Thermal Comfort. Energy and Building, (34): p. 661-665
Istiqomah, N., 2010. Roof Garden Hijaukan Indonesia.
file://localhost/C:/
Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/BAHA
112
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
N/Roof%20Garden%20Hijaukan%20Indonesia%20_%20Batavia
se.co.id.mht. 10 Oktober 2011
ISO Standard 7730-994. Moderate Thermal Environments-
Determination of the PMV and PPD Indices and Specifications
for Thermal Comfort, International Organisation for
Standardisation. pp. 234.
Jusuf, L., Mulyati, dan Sanaba, A.H., 2007. Effect of Organic Fertilizer
Dosage of Leaf of Gamal to Mustard Crop. Juournal Agrisistem,
(3) 2: p. 80-89.
Kaplan, P. 1985. Nature at the Doorstep: Residential Satisfaction and the Nearby Environment. Journal of Architectural Planning Research, 2: p. 115-127.
Kohler, M. 2008. Green facades a view back and same vision. Urban Ecosyst, 11: p. 423 – 436.
LaSalle, T,J., and P, Heperly, 2010. Regenerative organic farming ; A
solution to Global Warming. Research and Fulbright Scholar
Rodale Institute. 15 Nopember 2010
Lewis, T., 2010. Green Architecture Principle. Majalah Legacy: 19(6).
pp. 24-25.
Lippsmeir, G., 1980. Tropenbau Building in the Tropics, Indarto
(editor), 1994. Verlag Georg D.W.,Callwey, Munchen. Nasution,
S. (penerjemah). 1997. Bangunan Tropis. Edisi Kedua. Erlangga
Jakarta. pp. 201
Loveless, 1990. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah
Tropik 1, Gramedia Jakarta. p. 290 – 303
Mangunwijaya, 1988. Pengantar Fisika Bangunan, Penerbit Djambatan
1988. p. 95 – 119
Mukono, 2005. Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press,
Surabaya. p. 192 – 197
Olgay, V., 1983. Design With Climate. Bioclimatic Approach to
Pricenton University Press – Princenton. Pp. 33-46
113
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Onishi, A., X. Cao,,T. Ito, F. Shi, and H. Imura. (2010). Evaluating the
potential for urban heat-island mitigation by greening parking
lots. Urban Forestry & Urban Greening. pp. 144-162.
Pentury, T., 2003. Konstruksi Model Matematika Tangkapan CO2 pada
Tanaman Hutan Kota. Program Pasca Sarjana Universitas
Airlangga Surabaya. p. 99-101
Perini, K., and Magliocco, A., 2012. The Integration of Vegetation in
Architecture, Vertical and Horizontal Greened Surfaces.
Published by Canadian Center of Science and Education.
International journal of Biology 4 (2): 79- 91
Picot, X., 2004. Thermal comfort in urban spaces: impact of
vegetation growth. Case study: Piazza della Scienza, Milan,
Italy: Energy and Buildings 36 (2004) 329–334
Pracaya, 2009. Bertanam Sayur Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
pp. 119
Purnomo, H., dan Rizal, 2000. Pengaruh kelembaban, Temperatur
Udara dan Beban Kerja terhadap Kondisi Faal Tubuh Manusia.
Logika 4(5): 35 - 47
Purwati, A., 2010. Pertanian organik mengatasi perubahan iklim dan
tingkat ketahanan pangan. http://semangatbelajar.com/ pertanian-
organik-mengatasi-perubahan-iklim-dan-tingkatkan-ketahanan-
pangan/ 18 Oktober 2010
Rahman, A., 2010. Identifikasi Kenyamanan Thermal Webb Pada
Rumah Tinggal di Tanah Lahan Basah. Prosiding PPI
Standarisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010. p. 152-168
Rashid, R., Hamdan, M., and Khan, M.S., 2010 Financial and
Environmental Benefit of Pot Plants’ Green Roof in Residential
Building in Bangladesh. World Journal of Management
September 2010. 2 (2): p. 45 – 50
Rilatupa, J., 2008. Aspek Kenyamanan Termal Pada Pengkondisian
Ruang Dalam. EMAS Jurnal Sains dan Teknologi. 18 (3): p. 191
– 198
114
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Rustam, H., 2004, Arsitektur Lansekap,Manusia, Alam dan
Lingkungan, Penerbit Bina Aksara Jakarta. p. 36-42.
Santosa, M., 2000. Sustainable Enviromental Architecture. Laboratory
of Architecture Science of Technology. Departemen of
Architektur – ITS Surabaya. p. 19-25
Santoso, E.I., 2014, Peningkatan Kenyamanan Termal Melalui
Penataan Taman Sayur Organik, Studi Kasus di Kota Surabaya,
Program Pascasarjana, Kajian Lingkungan dan Pembangunan
Universitas Brawijaya, 2014
Salisbury, F.B., dan R.W. Cleon, 1995. Fisiologi tumbuhan 2, ITB
Bandung. p. 67 – 85
Sardiyoko, 2010. Problem Perkotaan 10 Tahun Kedepan.
file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D
ocuments/BAHAN/[Nasionalm]%20Problem%20perkotaan%201
0%20tahun%20ke%20depan.mht 18 Oktober 2010
Silaban, T., 2007. Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya.
http//:www. surabaya.org.id/ 2 Juli 2010
Simonds, John Ormsbee, 1961. Landscape Architectur, An ecological
approach to environmental planning. McGraw-Hill Book
Company, New York. p. 63-67
Sudirja, Rija, 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis
Sistim Pertanian Organik http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/03/pembangunan_pertanian_berkelanjutan_
berbasis_sistem_pertanian_organik.pdf 24 Oktober 2009
Sugini, 2004. Pemaknaan Istilah-istilah Kualitas Kenyamanan Termal
Ruang Dalam Kaitan dengan Variabel Iklim Ruang. Jurnal
Logika 1(2): 3 - 17
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta. Bandung. p. 204 – 325.
115
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Sukawi, 2010. Kaitan Disain Selubung Bangunan Terhadap
Pemakaian Energi dalam Bangunan. Prosiding Seminar Nasional
Sain dan Teknologi, Fakultas Teknik Universitas Wakhid Hasyim
Semarang. p. 234-248.
Supartha, I.N.Y., G. Wijana dan G.M. Adnyana. 2012. Aplikasi Jenis
Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistim Pertanian Organik. E-
jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(2): 98 - 112
Suparto, 2002. Kenaikan Suhu udara di Surabaya. file://localhost/\C:/
Documents%20and%20Settings/user/My%20Documents/BAHA
N/Kenaikan%20Suhu%20Udara%20di%20Surabaya%20Yang%2
0Tertinggi%20Di%20Dunia.mht 18 Oktober 2010
Supriati, Y., Yulia, dan Nurlaela. 2008. Taman Sayur. Penebar
Swadaya. Jakarta. p. 89 – 91
Suryajaya F. 2011. Asidosis Respiratori pada Kondisi Kapneik,
http/./www.suara merdeka.org.id/ 16 Juni 2011
Stainback, S. and Stainback. 1988. Understanding & Conducting
Quantitatif Research, Kendall Hunt Publishing Company,
Debuque, Iowa. p. 74-83
Szokolay, S.V. 1980. Enviromental Science Handbook. The
Construction Press – London. pp. 198.
Szokolay, S.V. 1994. Manual of Tropical Housing and Building.
Orient Langman – Bombay. pp. 253
Talarosa, dan Basaria. 2005. Menciptakan Kenyamanan Termal Dalam
Bangunan. Jurnal Sistim Teknik Industri. 6 (3): 148 – 148
Tjasyono, B., 2004. Klimatologi – ITB. p. 11-17
Wertheimer, M., Kohler, W. And Koffka, K. 1912. dalam Stenberg, J
Robert. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. p.
66-68.
Wijaya, S., 2003. Kenaikan Suhu Udara di Surabaya.
file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D
ocuments/BAHAN/Kenaikan%20Suhu%20Udara%20di%20Sura
116
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
baya%20Yang%20Tertinggi%20Di%20Dunia.mht 18 Oktober
2010
Winarto, 2006. Iklim Mikro Surabaya.
file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D
ocuments/BAHAN/IKLIM%20MIKRO%20«%20RUANG%20A
RSITEKTUR.mht 18 Oktober 2010)
Wolfe, Michael, 2010. The Concept of Green Architecture.
file://localhost/C:/Documents%20and%20Settings/user/My%20D
ocuments/Folder%20Download/Architecture,Design,Concept%20
Ppt%20Presentation_files/about_6693602_concept-green-
architecture.html 23 Nopember 2010.
Zakaria, B., 1999. Aktivitas Fotosintesis dan Rubisco Tanaman Yang
Diberi Metanol Pada Berbagai Tingkat Cekaman Air. Disertasi
Program Pascasarjana Universitas Hasanudin Ujung Pandang. p.
187-196
Zoer’aini, D.I., 2005, Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan
Kota, Cidesiando, Jakarta. p. 112-124.
Zoer’aini, D.I,, 1997. Ekosistim, Komunitas dan Lingkungan.. Bumi
Aksara, Jakarta. p. 86-92.
117
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
GLOSARIUM
118
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
INDEKS
Pengisian indeks dapat dibantu oleh editor
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika AC : Air Condition CO2 : Carbondiocsid O2 : Ocsigen TE : Temperature Effective Tn : Temperature netral LPMB-PU : Lembaga Penelitian Masalah Bangunan – Pekerjaan Umum RTH : Ruang terbuka Hijau ASHRAE : American Sosiety of Heating, Refrigerating and Air
Conditioning Engineers IGRA : International Green Roof Association RT : Rukun Tetangga RW : Rukun Warga KDB : Koefisien Dasar Bangunan KLB : Koefisien Lantai Bangunan RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah WHO : World Health Organization ppm : part per million SCI : Singapore Comfort Index PMV : Predicted Mean Vote UHI : Urban Heat Island
119
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
TENTANG PENULIS
EDDY IMAM SANTOSO, lahir di
Surabaya tahun 1957, Lulus Program studi
Teknik Arsitektur (S-1) tahun 1986, , tahun
1997 masuk Program Pasca Sarjana (S-2)
Jurusan Arsitektur minat Pemukiman Kota &
Lingkungan lulus tahun 1998. Tahun
2009/2010 mengikuti Program Doktor Ilmu
Pertanian dan tahun 2011 transfer ke Program
Doktor Kajian Lingkungan dan Pembangunan
pada Program Pasca Sarjana (S-3), lulus
tahun 2014 .
Pengalaman kerja sebagai tenaga pengajar di Yayasan Perguruan
Tinggi Merdeka Surabaya, Universitas Merdeka Surabaya Jurusan
Arsitektur tahun 1988 sampai tahun 1993 dan tahun 1994 diangkat
sebagai PNS (dosen) Kopertis Wilayah VII diperbantukan di
Universitas Merdeka Surabaya sampai sekarang
Pengalaman kerja sebagai tenaga struktural di Universitas Merdeka
Surabaya, tahun 1994 sampai tahun 1998 sebagai Pembantu Dekan I
Fakultas Teknik, tahun 1999 sampai tahun 2005 sebagai Dekan
Fakultas Teknik dan tahun 2007 sampai tahun 2010 sebagai Pembantu
Rektor I
Pengalaman penelitian dan buku yang pernah diterbitkan
diantaranya adalah :
Alokasi sarana kesehatan (rumah sakit) di Surabaya Barat
(2007-jurnal)
Estetika Interior Kapal Penumpang (2007-jurnal regional)
Alternatip penyelesaian perumahan buruh industri di Surabaya
(2008-buku ISBN)
Kosmologi pola permukiman Madura di Jawa (2008-jurnal
regional)
Teknologi Pengadaan Perumahan sederhana di Surabaya (2009-
buku ISBN)
Photo Penulis
120
Penomoran halaman akan diedit oleh editor
Kenyamanan Termal Indoor pada Bangunan di Daerah Beriklim
Tropis Lembab (2012-jurnal regional)
Perubahan Fungsi Ruang dan Struktur Dinding 'Rumah Kalang’
(2012-jurnal regional)
The Effect of Vegetable Garden on the Roof Building Due to
the IndoorThermal Comfortability: Case study: A classroom in
Surabaya Indonesia (2013-jurnal Internasional)
Effect of Vegetable Garden in the Vertical Indoor Thermal
Comfortability (2015-jurnal Internasional)
Pengalaman profesi Arsitek, anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
No. 3568, tahun 1981 sampai tahun 1988. Sebagai tenaga perencana
PT. Wahyu Basuki Real Estate dan tenaga perencana CV. Bangkit
Konsultan Teknik. tahun 1990 sampai tahun 2002 dengan hasil karya
arsitektur tersebar di beberapa daerah di Jawa Timur.
Surabaya, Penulis,
Eddy Imam Santoso