157
Laporan Akhir BAB 1 P P P E E E N N N D D D A A A H H H U U U L L L U U U A A A N N N Bab Pendahuluan ini menguraikan latar belakang, tujuan dan sasaran studi, lingkup materi, dan keluaran, serta kerangka pemikiran dan pendekatan studi pekerjaan Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat. 1.1 Latar Belakang RIPPDA Provinsi Jawa Barat yang disusun tahun 2005, dan telah didasari oleh Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006, adalah rencana yang memuat kebijakan pengembangan kepariwisataan Jawa Barat dari aspek perwilayahan pariwisata, aspek pengembangan produk wisata, pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan sumber daya manusia (SDM) kepariwisataan, dan pengembangan kelembagaan pariwisata. Dokumen ini merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat, serta “stakeholders” lainnya, yang mengakomodasikan isuisu strategis dan perkembangan terbaru secara terintegrasi dan sinergis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. RIPPDA Jawa Barat fokus pada pengembangan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi Jawa Barat dengan menetapkan tema pengembangan produk wisata yang unik dan memunculkan kekhasan Jawa Barat. Pengembangan 9 (sembilan) KWU diharapkan dapat mengarahkan kepariwisataan Jawa Barat menjadi lebih fokus, namun tetap memberikan fleksibilitas/kelenturan untuk berkembangnya potensipotensi lain sehingga tetap mewadahi kekayaan alam dan sosial budaya Jawa Barat, saling melengkapi dan meningkatkan daya tarik wisata Jawa Barat secara keseluruhan. Strategi pengembangan dan indikasi kegiatan dijabarkan pada setiap KWU untuk mendukung terwujudnya KWU yang berdaya saing tinggi. Dalam pelaksanaan implementasi RIPPDA Jawa Barat, perlu ditunjang dengan rencana tindak yang lebih rinci untuk setiap KWU Provinsi. Action Plan dalam laporan ini fokus pada Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan, yang merupakan salah satu kawasan unggulan yang memunculkan budaya Sunda Priangan yang mendukung pengembangan jati diri dan masyarakat Jawa Barat. Lokasinya yang strategis, antara KWU Pendidikan dan Perkotaan Bandung dengan jalur selatan menuju Jawa Tengah dan Pangandaran, memposisikan KWU ini secara strategis dalam lingkup Jawa Barat maupun nasional. Action plan merupakan rencana detil program dan kegiatan yang bersifat aplikatif dan taktis, sebagai bagian dari kerangka kebijakan dan strategi pengembangan pariwisata. Sebagai penjabaran RIPPDA, maka action plan mengacu pada kebijakan dan strategi yang telah dirumuskan dalam RIPPDA Provinsi Jawa Barat. Penyusunan action plan diarahkan Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan 1

BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

BAB 1 

PPPEEENNNDDDAAAHHHUUULLLUUUAAANNN        Bab Pendahuluan ini menguraikan latar belakang, tujuan dan sasaran studi, lingkup materi, dan keluaran, serta kerangka pemikiran dan pendekatan studi pekerjaan Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat.   1.1 Latar Belakang 

RIPPDA Provinsi  Jawa Barat  ‐yang disusun  tahun 2005, dan  telah didasari oleh Peraturan Gubernur  Jawa  Barat  Nomor  48  Tahun  2006,  adalah  rencana  yang  memuat  kebijakan pengembangan  kepariwisataan  Jawa  Barat  dari  aspek  perwilayahan  pariwisata,  aspek pengembangan  produk  wisata,  pengembangan  pasar  dan  pemasaran,  pengembangan sumber daya manusia (SDM) kepariwisataan, dan pengembangan kelembagaan pariwisata. Dokumen ini merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di  Jawa Barat,  serta  “stakeholders”  lainnya, yang mengakomodasikan  isu‐isu  strategis dan perkembangan  terbaru  secara  terintegrasi  dan  sinergis  untuk  mencapai  kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. 

RIPPDA Jawa Barat fokus pada pengembangan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi Jawa  Barat  dengan  menetapkan  tema  pengembangan  produk  wisata  yang  unik  dan memunculkan kekhasan  Jawa Barat. Pengembangan  9  (sembilan) KWU diharapkan dapat mengarahkan  kepariwisataan  Jawa  Barat menjadi  lebih  fokus,  namun  tetap memberikan fleksibilitas/kelenturan untuk berkembangnya potensi‐potensi lain sehingga tetap mewadahi kekayaan  alam dan  sosial budaya  Jawa Barat,  saling melengkapi dan meningkatkan daya tarik wisata  Jawa Barat  secara keseluruhan. Strategi pengembangan dan  indikasi kegiatan dijabarkan  pada  setiap  KWU  untuk mendukung  terwujudnya  KWU  yang  berdaya  saing tinggi.  Dalam  pelaksanaan  implementasi  RIPPDA  Jawa  Barat,  perlu  ditunjang  dengan rencana tindak yang lebih rinci untuk setiap KWU Provinsi.  

Action Plan dalam laporan ini fokus pada Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan, yang merupakan salah satu kawasan unggulan yang memunculkan budaya Sunda Priangan yang mendukung pengembangan  jati diri dan masyarakat  Jawa Barat. Lokasinya yang strategis, antara KWU Pendidikan dan Perkotaan Bandung dengan jalur selatan menuju Jawa Tengah dan  Pangandaran,  memposisikan  KWU  ini  secara  strategis  dalam  lingkup  Jawa  Barat maupun nasional.  

Action  plan merupakan  rencana  detil  program  dan  kegiatan  yang  bersifat  aplikatif  dan taktis,  sebagai  bagian  dari  kerangka  kebijakan  dan  strategi  pengembangan  pariwisata. Sebagai penjabaran RIPPDA, maka  action  plan mengacu pada kebijakan dan  strategi yang telah  dirumuskan  dalam RIPPDA  Provinsi  Jawa  Barat.  Penyusunan  action  plan  diarahkan 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

1

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif  dan  terintegrasi  antarwilayah  serta  antarsektor  di  Provinsi  Jawa  Barat. Namun  di  sisi  lain,  action  plan  yang  dihasilkan  harus  terintegrasi  dengan  rencana pengembangan  wilayah  keseluruhan  dan  sejalan  dengan  rencana  pengembangan kepariwisataan wilayah masing‐masing. Action plan perlu diselaraskan dengan RIPPDA dan RTRW kabupaten/kota terkait, maupun rencana pengembangan lainnya di wilayah tersebut.  

Lebih  lanjut,  sebagai  suatu  rencana  tindak,  program  yang  dirumuskan  harus  terfokus, terukur, menjawab  kebutuhan,  dan  diharapkan  dapat menyelesaikan  permasalahan  yang terjadi di wilayah, dalam  jangka pendek, melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara  optimal.  Rencana  yang  disusun  didasarkan  pada  tingkat  kepentingan  dan kemampuan  sumber daya, dan mengadaptasikan berbagai kemungkinan perubahan yang terjadi dalam 5 tahun kedepan. 

Pemahaman dan pertimbangan‐pertimbangan  tersebut perlu dicermati dalam penyusunan Action  Plan  Pengembangan  Kepariwisataan  Jawa  Barat.  Tema  pengembangan  yang  telah ditentukan  di  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan  perlu  lebih  dimunculkan  dan diperkuat  untuk mendukung  pengembangan  kawasan,  yang  diharapkan  dapat  dijadikan sebagai motor penggerak kepariwisataan di  Jawa Barat,  sekaligus menumbuhkembangkan potensi kawasan‐kawasan wisata lainnya. 

Untuk  lebih  jelasnya,  latar  belakang  penyusunan  studi  dapat  dilihat  pada  gambar  1.1 berikut.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

2

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Gambar 1.1 Pemahaman terhadap Latar Belakang Penyusunan Studi 

 

9 KWU Provinsi Jawa Barat

RIPPDA Provinsi Jawa Barat 2005Kebijakan pengembangan kepariwisataan Jawa Barat:

- aspek perwilayahan, pengembangan produk, pasar dan pemasaran, SDM dan kelembagaan.

Kawasan Wisata Unggulan (KWU):Memunculkan produk wisata yang unik dan khas Jawa Barat, saling melengkapi dan meningkatkan daya tarik

wisata secara keseluruhan

ACTION PLAN

Pedoman pengembangan yang lebih implementatif dan terintegrasi antarwilayah dan antarsektor.

Fokus pada peningkatan peran serta masyarakat melalui penerapan Community Based Tourism Development.Untuk memperkuat tema produk wisata unggulan di

masing-masing Kawasan

Kawasan Wisata KRIA dan BUDAYA PRIANGAN

(2007)

Kawasan Ekowisata PALABUHAN RATU

(2007)

Kawasan Wisata Industri & Bisnis Bekasi-Karawang

Kawasan Wisata AgroPurwakarta Subang

Kawasan Wisata Budaya Pesisir Cirebon

(2006)

Kawasan Wisata AlamPegunungan Puncak

Kawasan Wisata Minat Khusus Jabar Selatan

Kawasan Wisata Perkotaan dan Pendidikan Bandung

(2006)

Kawasan Wisata Rekreasi Pantai Pangandaran

Prinsip konservasi, edukasi, partisipasi masyarakat, ekonomi,

wisata.

Community Based Tourism Development, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat lokal

RIPPDA/RTRW/Renstra, dll yang terkait

RIPPDA/RTRW/Renstra, dll yang terkait

Potensi, permasalahan, isu strategis:

Produk unggulanPotensi pasar, SDM, kelembagaan

Potensi, permasalahan, isu strategis:

Produk unggulanPotensi pasar, SDM, kelembagaan

 

1.2 Dasar Hukum 

Dalam  pekerjaan  Penyusunan Action  Plan  Pengembangan Kepariwisataan  Jawa  Barat  ini, terdapat landasan hukum yang perlu dicermati, yaitu sebagai berikut: 

1. Undang‐Undang  Nomor  9  Tahun  1990  tentang  Kepariwisataan  (Lembaran  Negara Tahun 1990, Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427). 

2. Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya. 

3. Undang‐Undang  Nomor  5  Tahun  1992  tentang  Benda  Cagar  Budaya  (Lembaran Negara Tahun 1992, Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470) 

4. Undang‐Undang  Nomor  23  Tahun  1992,  tentang  Pengelolaan  Lingkungan  Hidup (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699). 

5. Undang‐Undang  Nomor  5  Tahun  2004,  tentang  Sistem  Perencanaan  Pembangunan Nasional  (Lembaran Negara  Tahun  2004, Nomor  104,  Tambahan  Lembaran Negara Nomor 4421). 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

3

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

6. Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004,  tentang  Pemerintah  Daerah  (Lembaran Negara Tahun 2004, Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4434) 

7. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996, tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan 

8. Intruksi  Presiden  RI  Nomor  16  Tahun  2005,  tentang  Kebijakan  Pembangunan 

9. Peraturan  Menteri  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Nomor  KM.64/HK.201/MKP/04, e

10. Peraturan  Menteri  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Nomor  KM.06/UM.001/MKP/06, 

12. Peraturan Daerah Provinsi  Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2002,  tentang Perubahan atas 

13. Peraturan Daerah  Provinsi  Jawa  Barat Nomor  5  Tahun  2003,  tentang  Pemeliharaan 

14. Peraturan Daerah Provinsi  Jawa Barat Nomor  15 Tahun  2000,  tentang Pemeliharaan 

15. Peraturan  Daerah  Provinsi  Jawa  Barat  Nomor  7  Tahun  2003,  tentang  Pengelolaan 

16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004, tentang Rencana Strategis 

17. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 52 Tahun 2001, tentang Tugas, Pokok, Fungsi 

18. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 64 Tahun 2003, tentang Tupoksi UPTD (Balai) 

19. Peraturan  Gubernur  Jawa  Barat  Nomor  48  Tahun  2006,  tentang  Rencana  Induk 

20. Keputusan  Kepala  Dinas  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Provinsi  Jawa  Barat  Nomor 

K‐707  Binprog/2005 tanggal  1  Juli  2005  tentang  Rencana  Strategis  Dinas  Kebudayaan  dan  Pariwisata 

(Lembaran Negara Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638) 

Kebudayaan dan Pariwisata. 

tentang Pedoman Peng mbangan Pariwisata Daerah. 

tentang Penetapan Rencana Strategis Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2005‐2009. 

11. Peraturan Daerah Provinsi  Jawa Barat Nomor  15 Tahun  2000,  tentang Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat. 

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000. 

Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah. 

Kesenian. 

Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai‐nilai Tradisional dan Museum. 

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003‐2008.  

dan Rincian Tugas Unit Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. 

di Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. 

Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Jawa Barat. 

556/SK.1351/2006‐Binprog  tentang  Perubahan  atas  Keputusan  Kepala  Dinas Kebudayaan  dan  Pariwisata  Provinsi  Jawa  Barat  Nomor  556/S

Provinsi Jawa Barat Tahun 2005‐2009. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

4

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

21. upaten Garut Tahun 2001 – 2010. 

aan Kabupaten Garut. 

 Tarik Wisata Situ Gede. 

malaya. 

   erindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal 

Kota Banjar. 

33. sur Organisasi Kantor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Banjar. 

 

Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor  23  Tahun  2001  Tentang Rencana  Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kab

22. Peraturan  Daerah  Kabupaten  Garut  Nomor  13  Tahun  2005  Tentang  Retribusi Pelayanan Izin Usaha Kepariwisataan. 

23. Peraturan  Daerah  Kabupaten  Garut  Nomor  14  Tahun  2005  Tentang  Retribusi Pelayanan Tempat dan Sarana Rekreasi

24. Keputusan Bupati Garut Nomor  319 Tahun  2004 Tentang Tugas  Pokok,  Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pariwisata dan Kebuday

25. Peraturan Daerah  Kabupaten  Tasikmalaya Nomor  17  Tahun  2006  Tentang  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD 2006 – 2010).  

26. Peraturan Daerah  Kabupaten  Tasikmalaya Nomor  14  Tahun  2005  Tentang  Rencana Detail Tata Ruang Ibukota Kabupaten Tasikmalaya. 

27. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tasikmalaya. 

28. Peraturan  Daerah  Kota  Tasikmalaya  Nomor  5  Tahun  2007  Tentang  Retribusi  Tarif Masuk dan Pemanfaatan Obyek dan Daya

29. Keputusan Walikota Tasikmalaya Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit Dinas Perindustrian dn Perdagangan Kota Tasik

30. Peraturan  Daerah  Kota  Banjar  Nomor  47  Tahun  2004  Tentang  Rencana  Stratejik Pemerintah Kota Banjar Tahun 2004 – 2009.  

31. Peraturan  Daerah  Kota  Banjar  Nomor  22  Tahun  2004  Tentang  Ijin  Usaha Kepariwisataan Dalam Kota Banjar. 

32. Peraturan Walikota Banjar Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata kerja Unsur Organisasi Dinas P

Peraturan Walikota Banjar Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Un

34. Keputusan Walikota  Banjar  Nomor  230/Kpts.90‐Huk/V/2004  Tentang  Tugas  Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Unsur Organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Banjar. 

35. Peraturan  Walikota  Banjar  Tentang  Tugas  Pokok,  Fungsi  dan  Tata  Kerja  Unsur Organisasi Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjar. 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

5

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

1.3 Tujuan dan Sasaran  

sebagai  pedoman  yang  mengarahkan  perkembangan kepariwisataan  Jawa  Barat  khususnya  di  KWU  Kria  dan  Budaya  Priangan,  dengan 

tema  ,

di atas, maka sasaran yang perlu dicapai adalah sebagai berikut: 

sebagai tema produk wisata yang diunggulkan di KWU Kria dan Budaya Priangan. 

‐ sektor lain yang mendukung tema produk wisata unggulan. 

sata unggulan kawasan. 

‐ tian terhadap pelestarian lingkungan di daya tarik wisata unggulan KWU Kria dan Budaya Priangan dan sekitarnya.  

 

.4 Lingkup 

 

pada  pekerjaan  Penyusunan  Action  Plan  Pengembangan Kepariwisataan  Jawa  Barat  Tahun  2007  ini  adalah  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya 

s a

  

Action  Plan  ini  bertujuan 

memperkuat  utama masing‐masing  kawasan   secara  terintegrasi  antarwilayah  dan antarsektor, yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan . 

Untuk mencapai tujuan pekerjaan seperti yang tercantum 

‐ Menguatnya tema kawasan 

Berkembangnya sektor‐

‐ Meningkatnya keterlibatan masyarakat  setempat dalam pengembangan produk wi

Meningkatnya perha

1

1.4.1  Lingkup Wilayah

Ruang  lingkup  wilayah 

Priangan, yang merupakan  alah s tu kawasan unggulan Provinsi Jawa Barat (lihat gambar 1.2 di halaman berikut). 

 

 

 

 

 

 

 

   

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

6

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Gamb  1.2 Lingkup Wilayah Studi dalam onstelasi Provinsi Jawa Barat 

 

.4.2  Lingkup Materi 

p materi Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat meliputi: 

angan kepariwisataan maupun pengembangan wilayah yang terkait. 

wisatawan  potensial, khususnya di wilayah perencanaan. 

 

ar K

1

Secara garis besar,  lingku

1. Rencana pengemb

2. Pengembangan wisata kria dan budaya, serta wisata gunung api. 

3. Karakteristik  Kawasan  Wisata  Unggulan  (KWU)  dan  pasar 

 

  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

7

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

1.5 Keluaran  

yang terkait dengan substansi pekerjaan meliputi: 

 Budaya Priangan, mencakup visi, misi,  tujuan, dan  sasaran pengembangan kawasan,  serta kebijakan dan 

2. g  merupakan  penjabaran  strategi, yang memuat  tujuan dan  sasaran program,  jangka waktu pelaksanaan, pengalokasian 

Ske tudi dapat dilihat dalam Gambar 1.3 berikut. 

Skema Keluaran Studi 

Adapun keluaran 

1. Arahan pengembangan kepariwisataan di Kawasan Wisata Kria dan

strategi pengembangan yang perlu ditempuh untuk mencapai  tujuan yang ditetapkan, dengan dimensi waktu jangka menengah (15 tahun). 

Rumusan  program  pengembangan  /  kegiatan  yan

sumber daya, termasuk instansi pelaksana, dan institusi terkait, dalam dimensi waktu 5 (lima) tahun. 

ma keluaran s

Gambar 1.3 

 

 

.6   Kerangka Pemikiran dan Pendekatan Studi 

  yang  berisi  program‐program (termasuk  indikasi kegiatan/proyek) dengan sasaran  jangka pendek. Action Plan mencakup 

kus, terukur, menjawab kebutuhan,  dan  diharapkan  dapat  menyelesaikan  permasalahan  yang  terjadi  di  kedua 

1

Action  Plan  merupakan  suatu  rencana  yang  strategik

apa,  dimana,  kapan,  siapa,  dan  bagaimana  mengembangkan  pariwisata,  dan  menjadi kerangka kerja bagi seluruh stakeholder kepariwisataan yang terkait. 

Sebagai suatu rencana tindak, program yang dirumuskan harus terfo

wilayah studi, dalam jangka pendek, melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara optimal. Program disusun berdasarkan pada tingkat kepentingan dan kemampuan sumber daya, dan mengadaptasikan berbagai kemungkinan perubahan yang  terjadi dalam 5  (lima) tahun kedepan. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

8

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Untuk itu perlu dikaji dengan lebih rinci dan mendalam mengenai: 

- Kebijakan dan rencana yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan di wilayah 

up  aspek  perwilayahan,  produk wisata,  pasar dan pemasaran,  serta  SDM dan kelembagaan pariwisata, dengan penekanan pada tema pengembangan kawasan wisata. 

-

Provinsi Jawa Barat. 

Kajden iwisataan di kedua wilayah studi. Hasil kajian tersebut selanjutnya akan menjadi bahan dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan 

  studi)  bersama seluruh stakeholders kepariwisataan yang terkait. 

- JUDUL program/kegiatan, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai dari program tersebut, 

- penentuan  SUMBER  DAYA  yang  diperlukan  untuk  melaksanakan  program,  dan 

Tatu program. 

pad

studi. 

- Potensi  dan  permasalahan  pengembangan  kepariwisataan  di  wilayah  studi,  yang mencak

Isu‐isu  strategis  pengembangan  kepariwisataan  di wilayah  studi  dan  keterkaitannya dengan perkembangan sektor‐sektor  lain di wilayah, maupun dengan KWU  lainnya di 

ian  tersebut akan didasarkan pada data hasil survei primer dan sekunder, serta diskusi gan stakeholders kepar

Wisata Kria dan Budaya Priangan, dari aspek perwilayahan, pengembangan produk, pasar dan pemasaran, SDM, dan kelembagaan, baik spasial maupun non spasial.  

Selanjutnya  kebijakan  dan  strategi  tersebut  kemudian  dijabarkan  ke  dalam  rumusan program‐program melalui diskusi  terfokus  (pelaksanaan  FGD di wilayah

Adapun rumusan program kegiatan yang dihasilkan meliputi : 

serta indikator keberhasilan program. 

- penentuan BATAS WAKTU pelaksanaan program 

pengorganisasiannya.  

- penugasan  ANGGUNG JAWAB pelaksanaan program; siapa yang bertanggung  jawab untuk melaksanakan su

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran studi ini, dapat dilihat pada gambar 1.4 a halaman berikut. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

9

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Studi 

RIPPDA Provinsi Jawa BaratKebijakan dan strategi pengembangan

Indikasi program pengembangan9 Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi

ACTION PLAN

RINCIAN PROGRAM/KEGIATAN:Judul, tujuan, sasaran

Penanggung jawab, kerangka waktu, pengorganisasian sumber daya

KEBIJAKAN dan STRATEGIPengembangan KWU

Potensi, permasalahan, dan isu-isu strategis pengembangan kepariwisataan

Kebijakan dan rencana terkaitIsu-isu strategis pengembangan

kepariwisataan regional/nasional

Kawasan Wisata Kria dan Budaya

Priangan

Kawasan Ekowisata

Palabuhan Ratu

Kawasan Wisata Kria dan Budaya

Priangan

Kawasan Ekowisata

Palabuhan Ratu

Kepariwisataan regional, nasionalPerkembangan sektor lain

KWU Lainnya

KWU Lainnya

  

Penyusunan  action  plan  ini  dilakukan  dengan  menggunakan  pendekatan  perencanaan participatory planning (pendekatan perencanaan partisipatif), dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dalam pembangunan kepariwisataan di wilayah  studi. Pihak‐pihak yang terlibat, dengan kata lain berpartisipasi, selanjutnya melakukan kerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang melibatkan kepentingan‐kepentingan masing‐masing pihak. 

Focus  Group  Discussion  (FGD)  dilaksanakan  di  Kota  Tasikmalaya,  selaku  pusat  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dihadiri oleh stakeholders kepariwisataan di wilayah studi. FGD menghasilkan  rumusan  potensi,  permasalahan,  serta  isu‐isu  strategis  yang  dihadapi dalam pengembangan wisata kria dan budaya, yang menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan  arahan pengembangan kepariwisataan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan ini. 

 1.7   Sistematika Pelaporan  

Laporan Akhir Studi Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat ini terdiri dari: 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

10

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Bab 1  PENDAHULUAN 

Bab  ini  berisikan  latar  belakang,  tujuan  dan  sasaran  studi,  lingkup wilayah  dan materi, keluaran pekerjaan, kerangka pemikiran dan pendekatan studi, serta sistematika laporan. 

Bab 2  KAJIAN KEBIJAKAN DAN PUSTAKA TERKAIT 

Bab  ini  menguraikan  kajian  tentang  RIPPDA  Provinsi  Jawa  Barat  serta  konsep pengembangan  Kawasan  Wisata  Unggulan  (KWU)  Provinsi,  dan  penjelasan  mengenai rencana  tindak  dan  tahapan  penyusunannya.  Pada  bagian  akhir  bab  akan  ditinjau  pula bahasan dan pengertian mengenai wisata kria dan budaya, serta wisata gunung api. 

Bab  3  POTENSI  DAN  PERMASALAHAN  DALAM  PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI KWU KRIA DAN BUDAYA PRIANGAN 

Bab  ini  menguraikan  potensi,  permasalahan,  maupun  isu‐isu  strategis  pengembangan kepariwisataan  yang  dihadapi  kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan  dengan  fokus pada pengembangan tema produk wisata utama di kawasan tersebut. Pada bagian akhir bab ini akan disampaikan positioning kawasan dalam konteks KWU Provinsi Jawa Barat. 

Bab 4  ARAHAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN  

Bab  ini  akan menjelaskan  visi, misi,  tujuan,  dan  sasaran  pengembangan masing‐masing kawasan,  serta kebijakan dan  strategi pengembangan kepariwisataan yang  terkait dengan pengembangan tema produk unggulan di kawasan.  

Bab 5  PROGRAM  PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN  

Bab  ini menguraikan  rangkaian program pengembangan kepariwisataan di kawasan  studi untuk aspek pengembangan produk, pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan SDM,  pengembangan  kelembagaan,  serta  pengembangan  investasi.  Program  akan  dirinci mencakup tujuan dan sasaran program, pentahapan dan pengalokasian sumber daya, serta instansi penanggung jawab tiap program. 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat I   ‐  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

11

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

BAB 2 KKKAAAJJJIIIAAANNN   KKKEEEBBBIIIJJJAAAKKKAAANNN   DDDAAANNN   PPPUUUSSSTTTAAAKKKAAA   

TTTEEERRRKKKAAAIIITTT    

 

Pada  bab  ini  akan ditinjau  kembali RIPPDA Provinsi  Jawa Barat dan penetapan KWU Provinsi untuk mendudukkan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dalam konteks KWU Provinsi  Jawa Barat. Selain  itu  juga akan diuraikan pemahaman  tentang  rencana tindak  pariwisata,  serta  pengertian‐pengertian  mengenai  wisata  kria  dan  budaya, maupun wisata gunung api. 

2.1  RIPPDA Provinsi Jawa Barat dan Kawasan Wisata Unggulan 

2.1.1  RIPPDA Provinsi Jawa Barat 

Rencana  Induk  Pengembangan  Pariwisata  Daerah  (RIPPDA)  Provinsi  Jawa  Barat merupakan  pedoman  utama  bagi  pemangku  kepentingan  pariwisata  Jawa  Barat, termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi  Jawa Barat. RIPPDA    ini mengakomodasi  isu‐isu  strategis  dan  perkembangan  terbaru  secara  terintegrasi  dan sinerjis  yang  dimaksudkan  untuk  mengarahkan  perkembangan  kepariwisataan  Jawa Barat mencapai kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. 

RIPPDA Provinsi Jawa Barat memfokuskan pada perencanaan satu atau beberapa daerah tujuan  wisata  yang  memang  menjadi,  atau  akan  menjadi,  unggulan  provinsi. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi diharapkan  akan berdampak ganda terhadap  pengembangan  kawasan‐kawasan wisata maupun  sektor‐sektor  lain  di  Jawa Barat. 

Sebagai  pedoman  utama,  RIPPDA  Provinsi  Jawa  Barat  berisikan  (1)  konsep pengembangan  kepariwisataan  Provinsi  Jawa  Barat  yang  dilandasi  pendekatan perencanaan  dan  isu‐isu  strategis  pengembangan  kepariwisataan  Jawa  Barat,  (2) identifikasi Kawasan Wisata Unggulan  (KWU) Provinsi  Jawa Barat dan kawasan wisata unggulan  kabupaten/kota,  serta  (3)  arahan  kebijakan  dan  strategi  pengembangan kepariwisataan  Provinsi  Jawa  Barat  dan  tahapan  indikasi  kegiatan  pengembangan kepariwisataan di setiap kawasan wisata unggulan provinsi. 

Konsep  pengembangan  pariwisata  Provinsi  Jawa  Barat  menjadi  kerangka  dalam menyusun  visi,  misi,  tujuan,  dan  sasaran  pengembangan,  serta  arahan  dan  strategi pengembangan kepariwisataan Provinsi  Jawa Barat, baik secara umum maupun khusus di kawasan wisata unggulan provinsi. Konsep pengembangan kepariwisataan Jawa Barat yang  dirumuskan  dalam  RIPPDA  terkait  dengan  potensi  dan  permasalahan 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   1 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

pengembangan  kepariwisataan  Jawa  Barat,  serta  isu‐isu  strategis  pengembangan kepariwisataan yang dihadapi Jawa Barat. 

2.1.2  Visi dan Misi Pengembangan Pariwisata Jawa Barat 

Visi pengembangan pariwisata Jawa Barat   adalah “Terwujudnya pariwisata Jawa Barat yang mengangkat harkat dan martabat, serta meningkatkan kesejahteraan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat dalam lingkungan yang berkelanjutan”. 

Adapun misi pengembangannya meliputi: 

1.  Menyebarluaskan implementasi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan melalui konservasi,  preservasi,  dan  rehabilitasi  sumber  daya  alam  dan  budaya  untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup Jawa Barat. 

2.  Meningkatkan daya saing pariwisata Jawa Barat di tingkat nasional dan internasional melalui  pengelolaan  daya  tarik  wisata  dan  pelayanan  wisata,  serta  pemasaran pariwisata yang tepat sasaran oleh sumber daya manusia Jawa Barat yang berkualitas tinggi. 

3.  Mengurangi  ketimpangan  pembangunan  melalui  penyebaran  kegiatan  pariwisata yang mencakup daerah‐daerah yang belum maju di Jawa Barat. 

4.  Mengembangkan  kelembagaan  kepariwisataan  yang  berazaskan  kerja  sama  yang saling menguntungkan antara sektor pemerintah, swasta, dan masyarakat. 

5.  Meningkatkan  partisipasi  dan  keterlibatan  masyarakat  luas  dan  masyarakat  lokal dalam  pengembangan  dan  kegiatan  pariwisata  untuk  memperbaiki  kesejahteraan masyarakat. 

 

2.1.3  Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi 

Dalam RIPPDA  ini, definisi kawasan wisata mengacu pada konsep yang diajukan Gunn (1996),  yaitu  kawasan  yang  secara  teknis  digunakan  untuk  kegiatan  pariwisata  yang ramah lingkungan dengan batasan‐batasan sebagai berikut: 

1. Kawasan  wisata  adalah  area  unggulan  untuk  pengembangan  pariwisata  provinsi atau daerah (kabupaten/kota). 

2. Kawasan  wisata  akan  atau  sudah  berfungsi  sebagai  identitas  daerah,  misalnya kawasan bersejarah, pusat perbelanjaan, gunung, pantai, dan sebagainya. 

3. Kawasan wisata dapat tumpang tindih (overlap) dengan kawasan lain, baik kawasan budidaya (misalnya kawasan pertanian, perdagangan) maupun kawasan lindung. 

4. Memiliki  keragaman  daya  tarik  wisata,  baik  yang  belum  maupun  yang  sudah berkembang atau dikunjungi wisatawan. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   2 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

5. Memiliki batas kawasan secara imaginer, dengan unsur pengikat yang dapat berupa fisik  (misalnya  jalan),  dan  atau  non  fisik  seperti  pengaruh  budaya  atau  tema produk/kegiatan wisata. 

Kawasan  Wisata  Unggulan  (KWU)  provinsi  merupakan  kawasan  wisata  yang diunggulkan  di  tingkat  provinsi  yang  berperan  dalam  menjawab  isu‐isu  pokok pembangunan kepariwisataan provinsi. KWU berperan strategis karena keunikan  lokasi maupun  tingginya  intensitas  kunjungan  wisatawan.  KWU  Provinsi  dapat  terdiri  dari beberapa  daya  tarik  wisata  dalam  daerah  administratif  yang  berbeda (lintaskabupaten/kota), yang memiliki keunggulan produk wisata yang dapat bersaing di tingkat  regional,  nasional  (dan  bahkan  internasional),  dengan  target  segmen  pasar wisatawan nasional/internasional. Pemerintah provinsi menjadi pemain utama dalam hal pembinaan dan pengembangan KWU serta ikut bertanggung jawab dalam merencanakan dan mendukung pengembangannya. 

KWU provinsi dapat memiliki  cakupan wilayah yang berbeda  luasannya dengan batas ʹimajinerʹ kabupaten/kota yang berada dalam cakupannya. Dengan demikian, suatu KWU memiliki faktor pengikat kawasan yang dapat bersifat fisik (geomorfologis), seperti  jalur jalan dan jalur pantai, maupun nonfisik yang bersifat pengaruh suatu budaya.  

Selain  itu,  setiap  KWU  memiliki  sumber  daya  wisata  utama/kegiatan  yang  telah berkembang atau sumber daya wisata lain maupun kegiatan wisata lain yang diusulkan untuk dikembangkan,  serta potensi pasar wisatawan  eksisting dan  yang  akan menjadi sasaran  pasar,  baik  dilihat  dari  daerah  asal  wisatawan,  maupun  karakteristik wisatawannya. Sumber daya wisata utama  suatu KWU nantinya menjadi  tema produk wisata  utama  yang  akan  diunggulkan  dari  KWU  tersebut,  dan  akan  terkait  dengan segmen pasar wisatawan yang menjadi sasaran. 

 

2.1.4  Keterkaitan Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan  dengan KWU Provinsi Jawa Barat 

Berdasarkan  hasil  diskusi  terfokus  (FGD)  yang mempertimbangkan  aksesibilitas  jalur jalan  utama dan daya  tarik wisata  unggulan  yang membentuk  tema  produk  kawasan, maka RIPPDA Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 9 (sembilan) kawasan sebagai berikut : 

1.  Kawasan Wisata Industri dan Bisnis Bekasi‐Karawang 

2.  Kawasan Wisata Agro Purwakarta Subang 

3.  Kawasan Wisata Budaya Pesisir Cirebon 

4.  Kawasan Wisata Alam Pegunungan Puncak 

5.  Kawasan Wisata Perkotaan dan Pendidikan Bandung 

6.  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan 

7.  Kawasan Ekowisata Palabuhan Ratu 

8. Kawasan Wisata Minat Khusus Jabar Selatan

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   3 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

9.  Kawasan Wisata Rekreasi Pantai Pangandaran 

Untuk  lebih  jelasnya  dapat  dilihat  pada  gambar  2.1  Pembagian  KWU  Jawa  Barat  di halaman berikut ini. 

Gambar 2.1 Pembagian Kawasan Wisata Unggulan (KWU) Jawa Barat 

           Sumber: RIPPDA Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 

 Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan memiliki  produk  unggulan  yang menjadi tema utama  adalah barang‐barang kria  serta potensi budaya; dengan  tema pendukung adalah wisata  gunung  api  dan  fenomenanya.  Kawasan  ini merupakan  kawasan  yang paling kental nuansa budaya Priangannya. Diharapkan wisatawan yang datang ke KWU ini  dapat  mengenali  kebudayaan  Sunda  Priangan,  maupun  keterkaitannya  dengan kondisi pegunungan api yang menjadi setting wilayah. 

Budaya Sunda Priangan hidup dan berkembang di tanah Pasundan atau Tatar Sunda yang dibatasi  oleh  Sungai  Cilosari  dan  Citanduy  (Harjoso,  1993).  Dalam  kehidupannya, digunakan  Bahasa  Sunda  (Basa  Sunda)  untuk  pergaulan  sehari‐hari.  Basa  Sunda  yang dikenal  halus  (lemes)  dan  murni  (pituin)  adalah  bahasa  yang  digunakan  masyarakat daerah  Priangan,  diantaranya  Ciamis,  Tasikmalaya,  Garut,  Sukabumi,  dan  Cianjur (Ekadjati, 1995). 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   4 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Kata  sunda  sendiri  berasal  dari  bahasa  sansekerta  suddha  yang  dipakai  sebagai  nama sebuah gunung  tertinggi yang berada di wilayah  itu, yaitu Gunung  Sunda  (ketinggian 1.850 meter). Gunung ini terlihat dari jauh berwarna putih bercahaya – makna kata suddha dalam  bahasa  sansekerta‐  karena  tertutup  oleh  abu  yang  berasal  dari  letusan  gunung tersebut. Selanjutnya, nama gunung itu dipakai untuk   menamai wilayah di sekitarnya1. Menurut  data  sejarah,  istilah  Sunda  yang menunjukkan  pengertian wilayah  di  bagian barat Pulau  Jawa dengan segala aktivitas manusia di dalamnya baru dikenal pada abad ke‐9 Masehi.  Istilah  tersebut  terdapat  dalam  prasasti  yang  ditemukan  di Kebon Kopi, Bogor.  Sebelum  masuknya  pengaruh  Hindu‐Budha,  di  Tatar  Sunda  telah  hidup kebudayaan yang diciptakan dan didukung oleh masyarakat yang mendiami wilayah ini, sebagaimana  tampak dari peninggalan benda‐benda budayanya. Sayangnya, pada masa tersebut peninggalan berupa  tulisan hampir  tidak ada sama sekali. Maka oleh para ahli sejarah, masa  sejarah  Tatar  Sunda  diperkirakan  baru muncul  sekitar  1600  tahun  (dari abad ke‐5 hingga awal abad‐21).  

Kebudayaan  Sunda  setelah  masuknya  pengaruh  kebudayaan  Hindu‐Budha  terbentuk dan  berkembang  pada  masa  Kerajaan  Tarumanegara,  Kerajaan  Galuh,  dan  Kerajaan Sunda.  Masa  ini  berlangsung  pada  abad  ke‐5  hingga  ke‐16  Masehi.  Selanjutnya terbentuklah masa Kerajaan Sunda Islami yang berkembang pada masa Kerajaan Cirebon dan Kasultanan Banten. Masa  ini berlangsung dari abad ke‐16 hingga awal abad ke‐21. Pada perkembangan selanjutnya setelah abad ke‐16, kebudayaan Sunda juga dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan budaya barat, akibat adanya kolonialisasi oleh Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Perkembangan sejarah Tatar Sunda membuat sebagian wilayahnya kini  sudah  tidak  lagi memiliki budaya khas Sunda, karena  sudah berakulturasi dengan budaya‐budaya lain, khususnya wilayah yang berada di pesisir. Budaya Sunda Priangan yang masih asli umumnya berada di wilayah pegunungan yang berada di bagian tengah wilayah Jawa Barat.  

Sejarah  panjang  di  kawasan  Tatar  Sunda membuat wilayah  tersebut  banyak memiliki peninggalan  sejarah maupun  budaya,  salah  satunya  berupa  situs  arkeologis,  beberapa perkampungan adat Sunda yang masih memegang  teguh  tradisinya, serta seni dan kria yang dihasilkan masyarakatnya. Potensi yang khususnya berada di wilayah KWU Kria dan Budaya Priangan  ini kemudian berkembang menjadi daya  tarik wisata. Salah  satu contohnya adalah adanya desa wisata, yang memiliki artian suatu bentuk integrasi antara atraksi,  akomodasi  dan  fasilitas  pendukung  yang  disajikan  dalam  suatu  struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku2. Di desa wisata  ini, wisatawan yang datang dapat hidup dan mengalami  aktivitas  sebagaimana layaknya penghuni desa/kampung tersebut. Pengalaman berada dalam kehidupan Sunda Priangan memiliki nilai tersendiri jika dibandingkan dengan wisata lain yang ditawarkan oleh KWU lainnya di Jawa Barat. 

Wilayah  Priangan  juga  ditandai  dengan  pertanian  perdesaan  sebagai  unit  sosial  yang utama.  Di  beberapa  tempat  di  wilayah  ini  masih  dilakukan  pertanian  yang  bersifat tradisional. Dua macam penggarapan  tanah pertanian yaitu pertanian di  sawah dan di 

1 Ekadjati, Edi S. “Kebudayaan Sunda, Suatu Pendekatan Sejarah” Jilid 1. Pustaka Jaya. Bandung 2005. 2 Nuryanti, Wiendu.  1993. Concept, Perspective  and Challenges, makalah  bagian dari Laporan Konferensi 

Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2‐3 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   5 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

ladang, memiliki peranan penting bagi masyarakat Sunda. Para petani dan masyarakat memiliki hubungan batin yang erat dengan  lingkungan (patempatan), antara  lain dengan tanah, air, dan sawah/ladang garapannya (Priyani, 2000). 

Keterkaitan  masyarakat  Sunda  dengan  lingkungan  alam‐budaya  (cultural  landscape) ditunjukkan  pula melalui  kerajinan  lokal  yang  kini  berkembang  ke  arah  industri  kria. Kria  dapat  didefinisikan  sebagai  ”seni  dari  rakyat  untuk  rakyat,  berupa  karya  yang anonim,  dikerjakan melalui  tangan,  tidak mahal,  berakar  dari  benda  yang  digunakan secara massal dan fungsional dalam kehidupan sehari‐hari, dan merupakan representasi wilayah tempat benda tersebut diproduksi” (ICCROM, 2002) 

Dalam studi ini, kria tidak hanya dipahami sebagai ’barang’ atau ’benda’ hasil budidaya manusia,  tetapi  juga  sebagai  proses  pembelajaran,  proses  ekonomi,  dan  proses  kreatif. Wisata  kria  atau  craft  tourism, memiliki  dua  peran  yang  saling  berkaitan. Di  satu  sisi, wisata  kria  adalah  salah  satu  strategi  pemasaran  dan  promosi wilayah,  dalam  hal  ini Kawasan  Wisata  Unggulan  Priangan,  dan  di  sisi  lain,  berperan  dalam  upaya pelestarian/konservasi  craftsmanship  keunikan  lokal,  menghadapi  tantangan  era industrialisasi dan globalisasi. 

Jika  dilihat  lokasinya  dalam  Provinsi  Jawa  Barat,  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan  ini berada diantara KWU Pendidikan dan Perkotaan Bandung, KWU Rekreasi Pantai Pangandaran, dan KWU Budaya Pesisir Cirebon. KWU Pendidikan dan Perkotaan Bandung  merupakan  KWU  yang  banyak  dikunjungi  wisatawan,  khususnya  wisnus Jakarta, sehingga merupakan sumber pasar wisatawan yang sangat potensial bagi KWU Priangan.  

Selain  itu,  KWU  Priangan  juga  dilalui  oleh  wisatawan  yang  akan  menuju  ke  KWU Pangandaran,  atau bahkan melanjutkan perjalanan ke  Jawa Tengah/Yogyakarta. Lokasi ini  strategis  sebagai  tempat  persinggahan  wisatawan.  Kondisi  yang  telah  terjadi, Kampung  Naga  merupakan  salah  satu  objek  wisata  yang  disinggahi  oleh  banyak wisatawan  yang  melakukan  land‐tour  ke  Pangandaran  atau  Yogyakarta.  Peluang  ini tentunya perlu dimanfaatkan oleh KW Kria dan Budaya Priangan dengan sebaik‐baiknya melalui pengemasan objek wisata yang menjadi unggulannya. 

2.2 Rencana Tindak Pariwisata 

Karakteristik  pariwisata  Provinsi  Jawa  Barat  yang  memiliki  ciri‐ciri  yang  berupa perpaduan antara destinasi pariwisata di kabupaten dan kota didalamnya, menyebabkan kompleksitas  pengelolaan  yang  amat  tinggi.  Oleh  karena  itu  dalam  melakukan perencanaannya  harus  secara  cermat mengetahui  tentang  kondisi  lingkungan  strategis kepariwisataan secara efektif dan efisien dan juga berorientasi kepada permintaan pasar. Hal  ini  bertujuan  agar  kegiatan  pembangunan  yang  dilakukan  dapat  dimengerti, disepakati, ditindaklanjuti dan dirasakan manfaatnya oleh pelaku pariwisata di  tingkat kabupaten/ kota yang menjadi sasaran pembangunan yang dilakukan. 

Rencana  tindak  (action  plan)  merupakan  suatu  dokumen  perencanaan  yang  menjadi rujukan operasional bagi pelaku atau pengelola berkaitan dengan  jenis kegiatan,  lokasi, 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   6 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

biaya,  instansi  pelaksana  dan  waktu  pelaksanaan.  Rencana  tindak  membagi  strategi‐strategi  ke  dalam  bagian‐bagian  yang  dapat  memudahkan  koordinasi  dalam implementasi rencana strategis menuju sasaran dan tujuan. Rencana tindak ini berkaitan dengan spesifikasi tugas‐tugas yang mencakup penugasan orang/instansi, alokasi sumber daya  manusia,  alokasi  sumber  daya  material  dan  finansial,  dan  jadwal  untuk penyelesaian tugas tersebut.  

Untuk lebih mengoperasionalkan kebijakan maupun strategi, program‐program strategis yang harus dilaksanakan sehingga diperlukan suatu rencana tindak di tingkat pelaksana di  lapangan  (sektoral  maupun  regional).  Tanpa  rencana  tindak  ini,  implementasi perencanaan  pengelolaan  belum  terjabarkan  secara  eksplisit  karena  program  yang diuraikan  dari  setiap  isu  hanya melahirkan  strategi‐strategi.  Rencana  tindak memuat kegiatan‐kegiatan  untuk mewujudkan  pencapaian  setiap  sasaran  sehingga  rencana  ini harus  disusun  berdasarkan  prioritas,  tujuan,  indikator,  kerangka  waktu  dan  sistem pemantauan. 

Rencana  tindak  pariwisata  mencakup  siapa,  apa,  dimana,  kapan,  dan  bagaimana membuat  kegiatan  pariwisata  dapat  berjalan.  Kondisi  tentu  harus  dapat  dilihat  dari berbagai  sudut  pandang  pelaku  kepentingan,  tidak  saja  pemerintah  daerah  setempat, namun  juga  pelaku  industri  pariwisata,  organisasi/  lembaga  swadaya  masyarakat, maupun  stakeholder  lainnya.  Analisis mengenai  sumber  daya  pariwisata  dan  berbagai kepentingan yang ada sangat mendukung pengembangan dan pemasaran bagi wilayah yang  akan  dikembangkan.  Tujuan  akhir  dari  rencana  tindak  selain  untuk mengembangkan  sektor  pariwisata  di  suatu  wilayah,  juga  untuk  meningkatkan kontribusi  sektor  pariwisata  khususnya  bagi  perekonomian  lokal,  sehingga  pada akhirnya dapat memiliki nilai kompetitif terhadap wilayah lainnya. 

Rencana  tindak pengembangan pariwisata  berupa  rencana detil program dan  kegiatan yang bersifat aplikatif dan taktis sebagai bagian atau sub sistem dari kerangka kebijakan makro dan strategi  rencana pengembangan pariwisata. Strategi  taktis yang dirumuskan dalam  rencana  tindak  ini merupakan  suatu  rencana  implementasi  yang  bersifat  fokus, terukur,  menjawab  kebutuhan,  dan  dapat  memecahkan  persoalan  pembangunan kepariwisataan  yang  terjadi,  khususnya  dalam  jangka  pendek  dan  menengah.  Lebih lanjut,  rencana  yang  disusun  haruslah  juga  dapat mengendalikan  proses  berjalan  dan pengendalian  sumber daya pariwisata  secara proporsional. Penjabaran  strategi menjadi rencana tindak terhadap pengembangan kawasan pariwisata unggulan secara fungsional, terpadu  antarwilayah,  dan  saling  menguntungkan.  Rencana  tindak  pengembangan pariwisata  ini  diharapkan  akan mampu mendorong  terwujudnya  kedekatan  visi  dan persepsi, menumbuhkembangkan prilaku koordinasi, kerjasama, dan  self  correction dari para pelaku terkait.  

 

 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   7 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

 

2.2.1  Komponen‐komponen Rencana Tindak Pariwisata 

Pengembangan rencana tindak pariwisata mencakup 5 (lima) komponen, yaitu: 

1.   Atraksi Wisata 

Berupa  daya  tarik wisata,  baik  alam maupun  buatan  yang  berada  di  dalam  suatu wilayah  dan memiliki  daya  tarik  yang  dapat mendatangkan wisatawan, misalnya pantai,  danau,  pegunungan,  situs  budaya,  taman,  industri,  pameran,  dan  lain sebagainya. 

2.   Promosi 

Merupakan  sarana  pemasaran,  berupa  periklanan,  pameran  pariwisata,  artikel  di media  cetak, brosur, peta, video  atau  film, pemandu wisata  elektronik,  serta poster dan pusat informasi wisatawan. 

3.    Infrastruktur 

Berupa  sarana dan prasarana dasar  yang menunjang  kegiatan pariwisata, misalnya jalan,  bandara,  jaringan  komunikasi,  terminal,  lokasi  parkir,  tempat  pembuangan sampah, pelayanan listrik dan air bersih, rambu‐rambu lalu lintas, serta lapangan atau area  terbuka  milik  masyarakat  yang  dapat  digunakan  sebagai  lokasi  kegiatan pariwisata.  

4.   Pelayanan 

Berupa  fasilitas  yang  dibutuhkan  oleh  wisatawan  selama  melakukan  perjalanan wisata,  mencakup  diantaranya,  akomodasi,  camping  ground,  restoran  dan  rumah makan, pertokoan, serta toko cenderamata. 

5.   Hospitality 

Keramahtamahan merupakan  kunci  penting  yang  dapat menggabungkan  keempat komponen  di  atas menjadi  satu  kesatuan  kepariwisataan  yang  utuh. Hal  ini  juga menjadi  faktor  penting  yang  dapat  membuat  wisatawan  menjadi  nyaman  dalam berwisata dan bukan tidak mungkin akan kembali datang, serta secara tidak langsung turut mempromosikan suatu wilayah kepada kerabatnya. 

Untuk  dapat  menghasilkan  rencana  tindak  pengembangan  pariwisata  yang  bersifat terintegrasi,  maka  proses  perencanaan  yang  bersifat  koordinatif,  komunikatif,  dan sinergis amat penting dilakukan oleh setiap pihak yang terlibat sesuai dengan kapasitas, fungsi,  tugas  dan  tanggung  jawab  masing‐masing.  Oleh  karena  itu,  untuk  dapat merumuskan  rencana  tindak pengembangan pariwisata yang  terpadu  (integrated) maka dalam  proses  perencanaannya  harus  melibatkan  berbagai  pihak  terkait  (stakeholder). Dengan  kata  lain  diperlukan  koordinasi  yang  baik  antar  stakeholder  kepariwisataan maupun dengan pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan pengembangan kepariwisataan di kawasan tersebut. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   8 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

 2.2.2  Tahapan Penyusunan Rencana Tindak Pariwisata 

Secara  garis  besar  penyusunan  rencana  tindak  (action  plan)  pariwisata  terdiri  dari beberapa tahapan sebagai berikut: 

Kesepakatan  dan  penentuan  organisasi  pelaksana  pekerjaan,  serta  pembentukan steering  committee  yang  terdiri  dari  stakeholder  atau  pihak‐pihak  yang  memiliki kepentingan, baik pemerintah, swasta/ industri pariwisata, organisasi pariwisata dan praktisi maupun masyarakat di kawasan  studi. Steering  committee akan memberikan masukan maupun saran  terhadap analisis dan  langkah‐langkah yang  terkait dengan rencana tindak.  

Mengidentifikasi pasar wisatawan yang ada sekarang, untuk mendapatkan informasi yang  relevan mengenai kondisi pemasaran di wilayah  studi.  Informasi  ini nantinya akan digunakan sebagai data utama dalam penyusunan rencana tindak. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam mengidentifikasi pasar wisatawan eksisting, antara lain: 

- Alasan  kedatangan  wisatawan,  apakah  untuk  bisnis,  pleasure,  pelayanan  lokal, mengunjungi kerabat atau teman, atau hanya sekedar melewati kawasan studi. 

- Pelayanan yang biasanya diminati atau dicari oleh wisatawan yang datang. 

- Waktu kunjungan wisatawan;  peak  season dalam  satu  tahun, di bulan‐bulan  apa saja. 

- Moda transportasi yang biasa digunakan baik ke dan dari kawasan studi maupun di dalam kawasan studi itu sendiri. 

- Lama tinggal wisatawan. 

- Biaya yang mereka keluarkan selama berwisata/ berkunjung ke kawasan studi. 

- Sosio‐demografis wisatawan;  umur,  jenis  kelamin,  pendidikan,  pekerjaan,  kelas pendapatan, serta daerah asal wisatawan. 

- Kecenderungan baru wisatawan yang dapat merubah gaya berwisata (jika ada). 

Pengembangan  profil  pasar  pariwisata,  untuk  mengetahui  lebih  detail  mengenai profil wisatawan  yang datang  ke  kawasan  studi,  khususnya dari  kegiatan‐kegiatan yang  dilakukan  di  kawasan  studi. Misalnya  untuk  jenis wisatawan  bisnis, mereka berkunjung  untuk  urusan  pekerjaan,  rapat  atau  temu  bisnis;  namun disamping  itu mereka  juga  berwisata  ke pantai  atau  berbelanja  cenderamata. Dengan mengetahui profil wisatawan  dengan  lebih  detail, maka  akan  lebih mudah  dalam menentukan pasar dan promosi yang tepat serta efektif di kawasan studi.  

Menyusun daftar aset pariwisata yang ada di kawasan studi. Aset pariwisata sendiri dapat  dikategorikan  ke  dalam:  (1)  Atraksi/Daya  Tarik  Wisata;  (2)  Promosi;  (3) Infrastruktur;  (4)  Hospitality;  dan  (5)  Pelayanan.  Daftar  aset  ini  penting  untuk 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   9 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

mengetahui  potensi  kepariwisataan  yang  telah  ada  ataupun  yang  dapat dikembangkan di kawasan studi. 

Mengenali  kepentingan pariwisata,  khususnya  aspek negatif  atau dianggap  kurang yang terkait di kawasan studi, mencakup: 

- Aset negatif 

- Kekurangan yang ada 

- Ide/rencana/proposal yang belum dikembangkan 

Dari  ketiga  aspek  tersebut  dapat  dijabarkan  kembali  aspek  mana  yang  dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan pariwisata di kawasan studi. Penentuan ini dapat  dilakukan  dengan  diskusi  khususnya  bersama  masyarakat  sekitar  kawasan yang  lebih  memahami  wilayah  studi.  Bukan  tidak mungkin  aspek  yang  awalnya dinilai  negatif  atau  mengalami  kekurangan  dapat  menjadi  aspek  unggulan  bagi pariwisata di wilayah tersebut. 

Menentukan  pasar wisatawan  yang  potensial,  setelah  sebelumnya mengidentifikasi dan  menganalisis  mengenai  profil  wisatawan  yang  datang  ke  kawasan  studi. Penentuan  pasar  potensial  menjadi  salah  satu  dasar  penentuan  dalam  fokus pengembangan pariwisata di kawasan studi. 

Penentuan  tujuan dan sasaran pariwisata yang sinergis dengan kebijakan pariwisata di wilayah yang  lebih  luas  (kabupaten atau provinsi) maupun kebijakan/ nilai  lokal kemasyarakatan di kawasan studi. Sebaiknya tujuan dan sasaran dibuat sesederhana mungkin agar  realistis dan  lebih mudah diukur. Sebaiknya  tujuan dan  sasaran  juga dibuat berdasarkan anggaran biaya yang direncanakan serta target waktu pencapaian yang jelas. 

Pengembangan  langkah  atau  tahapan  program  dan  kegiatan  yang  sesuai  dengan tujuan  dan  sasaran  yang  telah  ditetapkan.  Tahapan  ini  harus  dibuat  lebih  spesifik, sedetail  mungkin,  dan  harus  realistis  agar  lebih  mudah  dipahami  maupun diimplementasilkan.  

Mengadakan  focus group discussion (FGD),  lokakarya atau diskusi dengan melibatkan stakeholder,  khususnya  masyarakat  dan  pelaku  pariwisata  di  kawasan  studi  guna mendapatkan umpan balik  terhadap  rencana yang  telah disusun. Hasil diskusi dan masukan  yang  diperoleh  dari  stakeholder  nantinya  akan  digunakan  untuk menyempurnakan rencana tindak yang telah disusun. 

Penyempurnaan  rencana  tindak  (action  plan)  setelah  mengevaluasi  rencana berdasarkan masukan dari FGD/diskusi dengan stakeholder. 

Setelah Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan menghasilkan dokumen rencana tindak,  beberapa langkah lagi yang perlu dilakukan, yaitu: 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   10 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Implementasi  dari  rencana  tindak  yang  telah  disepakati  bersama  oleh  seluruh stakeholder.  Pada  implementasi  ini  juga  ditentukan  badan  pengelola  atau  pelaksana rencana tindak sesuai dengan kesepakatan dari berbagai pihak yang berkepentingan. 

Pendapat dari pihak yang berpengalaman di  luar  stakeholder  terhadap  implementasi dari rencana tindak yang telah dilakukan. Pihak  luar  ini dapat berupa (1) konsultan, (2) publikasi di media,  (3) organisasi  swasta  terkait pariwisata. Masukan, kritik dan saran dari pihak luar ini sebetulnya dapat bermanfaat bagi umpan balik implementasi dari rencana tindak, karena secara tidak langsung pihak‐pihak ini telah mengevaluasi rencana tindak yang sedang dilakukan.  

Monitoring atau evaluasi dari hasil rencana tindak yang telah dilakukan. Tahapan ini sebaiknya dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat di dalam penyusunan rencana tindak,  agar  hasilnya  lebih  objektif.  Beberapa  garis  besar  evaluasi,  antara  lain  (1) rencana  atau  langkah  yang  telah  dilakukan,  (2)  hasil  yang  signifikan  dari  rencana tindak yang telah dilaksanakan, (3) perubahan dari tujuan maupun sasaran yang telah ditentukan di awal penyusunan rencana tindak, (4) usulan revisi rencana tindak (jika diperlukan),  (5)  komentar  personal  dengan  se‐obyektif  mungkin,  sesuai  dengan kondisi yang ada.  

Berikut adalah diagram tahapan penyusunan Rencana Tindak. 

                            

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   11 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Gambar  2.2 Tahapan Penyusunan Rencana Tindak (Action Plan) 

Dokumen Rencana Tindak

PenyusunanAction Plan

PembentukanOrganisasi Pelaksana &

Steering Committe

Identifikasi dananalisis profil Pasar

Wisatawan

Identifikasi AsetPariwisata

Kawasan Studi

Pasar WisatawanPotensial

PenentuanTujuan & Sasaran

Pariwisata

Penyusunan/Pengembangan

Tahapan Program

Focus GroupDiscussion

(FGD)

PotensiKepariwisataanWilayah Studi

ReviewKebijakan &Peraturan

Terkait

RencanaStrategis

  

Dengan selesainya tahapan dari rencana tindak bukan berarti pekerjaan di kawasan studi sudah selesai, yang  terpenting dalam penyusunan rencana  tindak  ini adalah bagaimana seluruh  stakeholder  terkait  dapat  bekerjasama  dengan  efektif  dalam  mempertahankan kondisi setelah rencana dijalankan. Jika tidak, sangat dimungkinkan kondisi di kawasan tersebut akan jauh lebih buruk dari sebelum penyusunan rencana tindak.  

2.3 Wisata Kria dan Budaya Priangan 

Pariwisata memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan budaya dan kebudayaan suatu daerah.  Sesuai  dengan  sifatnya  yang  mobile  dengan  perjalanan  menapaki  ruang  dan 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   12 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

waktu, kegiatan wisata dapat mengakibatkan  terjadinya persentuhan antara wisatawan dengan aspek‐aspek budaya dari daerah yang dikunjunginya.  

Budaya  atau  kebudayaan  sendiri  dapat  dipahami  sebagai  hal  yang  merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia,  termasuk di dalamnya benda‐benda hasil  kreativitas/ciptaan  manusia.  Hal  ini  bertujuan  untuk  mempertahankan  dan meningkatkan taraf hidup, melakukan komunikasi dan upaya untuk  beradaptasi dengan lingkungan.  Kebudayaan  memiliki  wujud  yang  konkrit/tangible  (peralatan,  arsitektur, pakaian, makanan, hasil teknologi, kegiatan ritual, upacara keagamaan, seni pertunjukan, kerajinan, dan lainnya), dan abstrak/ intangible (sistem keyakinan, pengetahuan, nilai dan norma).  Dapat  dikatakan  bahwa  pariwisata  budaya merupakan  jenis  pariwisata  yang berdasarkan  pada mosaik  tempat,  tradisi,  kesenian,  upacara‐upacara,  dan  pengalaman yang memotret  suatu  bangsa/suku  bangsa dengan masyarakatnya,  yang merefleksikan keanekaragaman dan identitas suatu masyarakat atau bangsa.  

Budaya, kria, dan pariwisata merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan. Kerajinan lokal  sebagai  hasil  kria  merupakan  salah  satu  elemen  penting  dari  budaya,  dimana wisatawan  pergi  untuk melihat  dan menyelami  budaya,  tradisi  dan  cara  hidup  yang asing dari apa yang biasa dirasakannya. Produk kria membentuk elemen penting yang menjadi motor  penjualan  sehingga memberikan  tambahan  nilai  ekonomi  dalam  skala lokal.  Kepariwisataan  juga  mendukung  keberadaan  kria  dengan  mempertahankan keberlanjutan produksi kria dan memperkuat budaya lokal. Contoh produk kria misalnya kerajinan yang terbuat dari kayu, batu, kertas, tekstil dan lainnya.  

Jalinan yang  erat  antara budaya, kria, dan pariwisata  ini  telah diakui  sebagai    sumber peningkatan  ekonomi  dan  sumber  lapangan  kerja.  Budaya mempunyai  peran  penting dalam membuat produk wisata menjadi lebih kompetitif dimana aspek‐aspek tangible dan intangible‐nya  dapat  membuat  suatu  produk  wisata  mempunyai  keunikan  dan diferensiasi  tersendiri.  Budaya  juga  menyediakan  elemen  ‘hidup’  dari  suatu  produk sehingga menghasilkan pengalaman  tersendiri yang kian diminati oleh wisatawan. Hal ini didukung oleh kecenderungan masa kini yang mengalami pergeseran dari wisatawan massal  ke  wisatawan  individual  dimana  motivasi  wisatawan  lebih  didasari  oleh keinginan  unuk  mengunjungi  dan  melihat  kebudayaan  serta  kerajinan  lokal.  Pada akhirnya  hal  ini  akan  meningkatkan  kualitas  kehidupan  sosial  masyarakat  karena meningkatkan rasa bangga terhadap kebudayaan masyarakat lokal. 

Mengembangkan  budaya,  kria,  dan  pariwisata  ke  dalam  suatu  kesatuan  produk  dan pengalaman wisata tidaklah mudah. Hal  ini didasari oleh keterbatasan akses wisatawan dalam  menikmati  dan  meresapi  kebudayaan  lokal  yang  antara  lain  disebabkan  oleh keterbatasan waktu  yang mereka miliki. Diperlukan  semacam  ‘jembatan  budaya’  yang berfungsi  dalam mendistribusikan  pergerakan  dan  pertukaran  simbol‐simbol  budaya, antara kebudayaan lokal dan kebudayaan wisatawan.  

 

 

 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   13 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

KARAKTERISTIK KRIA DAN ASPEK‐ASPEK TERKAIT  

Kria,  umumnya  dikenal  sebagai  kerajinan  tangan,  memiliki  beragam  definisi  sebagai berikut: 

- Kria  dapat  didefinisikan  sebagai    proses  pembuatan,  yang  objeknya  dihasilkan dengan tangan, dengan menggunakan alat‐alat tertentu dan memerlukan keahlian tertentu (Pye, 1968, the Nature and Art of Workmanship dalam ICCROM, 2001). 

- Karakter  kria  dapat  dikenali  melalui  tipe  produk  kerajinan  tertentu,  yang umumnya merupakan objek‐objek penting dan fungsional. 

- Kria  tidak  dapat  dipisahkan  dari media,  sehingga  karakternya  selalu  dikaitkan dengan bahan dan teknologi pembuatan/manufaktur. 

 

Dalam  konteks  produk  kria  Jepang,  atau  yang  lebih  dikenal  sebagai  “mingei”,  kria diartikan  sebagai  seni  yang  berbasis  komunitas,  dari  rakyat  dan  untuk  rakyat  dengan karakteristik berikut ini (ICCROM, 2001): 

- umumnya dikerjakan oleh pengrajin yang anonim, 

- merupakan pekerjaan tangan,  

- diproduksi dengan jumlah besar,  

- relatif tidak mahal, 

- digunakan secara massal, 

- fungsional, untuk kehidupan sehari‐hari, 

- representasi daerah, tempat kria tersebut diproduksi. 

 

Merujuk  pada  definisi‐definisi  tersebut,  kria  bukan  hanya  berupa  kerajinan  tangan maupun  proses  pembuatannya  tetapi  lebih  dari  itu,  kria  berakar  pada  latar  belakang suatu  komunitas, misalnya  struktur masyarakat,  nilai‐nilai  sosial  budaya,  dan  sejarah. Lebih  lanjut, kria dapat dirinci sebagai suatu proses  (keahlian dan pengetahuan, proses pembelajaran,  proses  ekonomi,  dan  proses  kreatif), memiliki  dimensi  yang  signifikan (dimensi  sosial,  religius,  dan  budaya)  serta  memiliki  keterkaitan  dengan  ruang  dan lingkungan secara dinamis, seperti dijelaskan pada Gambar 2.3 berikut. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   14 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

 Gambar 2.3 Karakteristik Kria: Proses, Dimensi, dan Konteks 

 

a. Kria sebagai Keahlian dan Pengetahuan 

Kria membutuhkan  kemampuan  tingkat  tinggi  dalam mengkoordinasikan  gerakan tangan (karena sebagian besar pembuatannya dilakukan secara manual), yang terkait dengan  pengendalian  motorik  seseorang.  Seorang  pengrajin  umumnya  memiliki intelejensi kinetik tinggi yang dimanifestasikan dalam keahlian (skill) mengolah kria.  

Kria  juga merupakan  suatu  pengetahuan  (tacit  knowledge)  yang  tidak  saja  bersifat personal,  tetapi  juga yang diturunkan atau diwarisi melalui  institusi dan komunitas. Karakter ini menunjukkan kompleksitas kria, terkait pada lingkungan yang lebih luas, yaitu komunitas. Melestarikan dan mengembangkan kria, dalam kasus Kria Budaya Priangan  di  KWU  ini,  tidak  dapat  didekati  secara  personal  atau  perorangan  saja, tetapi lebih condong pada komunitas pengrajin dalam suatu institusi lokal.  

b. Kria sebagai Proses Pembelajaran  

Menguasai  proses  pembuatan  kria  membutuhkan  waktu  yang  panjang,  mungkin bertahun‐tahun. Keahlian umumnya diwarisi secara tradisional dan pembelajarannya dimulai sejak masa kanak‐kanak atau remaja. Hal ini menunjukkan bahwa menguasai pembuatan kria lebih bermakna pada keberlangsungan suatu tradisi, yang kemudian dapat mendorong kreativitas individu. 

Menarik  untuk  dicermati,  pembelajaran  ‘keahlian  kria’  disampaikan  dengan ‘melakukan’ atau mendemonstrasikan suatu proses, bukan dengan penjelasan verbal atau  kata‐kata.  Pewarisan  keahlian  kria  terkait  dengan  hubungan  dekat  secara personal,  misalnya  dari  orang  tua  ke  anak,  atau  dari  seseorang  yang  sudah  ahli kepada seseorang yang belum ahli. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   15 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Aspek  lain  dari  proses  pembelajaran,  di  beberapa  tempat,  pembuatan  kria  terkait dengan jender. Pada kasus tertentu, ibu‐ibu yang memproduksi kria untuk konsumsi rumah  tangga, melakukan pembuatan kria secara  informal di rumah mereka. Proses pembuatan  tersebut  diamati  dan  kemudian  diikuti  atau  diimitasi  oleh  anggota keluarga  (perempuan)  lainnya.  Kasus  lain,  proses  pembelajaran  kria  juga  dapat dilakukan  secara  formal, di  luar  rumah, misalnya bapak‐bapak yang memproduksi kria sebagai benda komersial.   

c. Kria sebagai Proses Ekonomi 

Kria  yang dapat memberikan manfaat  ekonomi  secara  signifikan  sangat  bervariasi, tergantung  pada  budaya  dan  tipe  kria  yang  dihasilkan. Walau  demikian, menurut Persatuan  Bangsa  Bangsa,  lebih  dari  90%  perempuan  di  negara  berkembang menggantungkan  hidupnya  pada  kegiatan  [profesi]  kerajinan  sepanjang  tahun (www.craftscenter.org).   Di  tahun  1980an, negara‐negara Dunia Ketiga mengekspor kria ke pusat‐pusat industri dengan nilai lebih dari 1 milyar USD (ICCROM, 2001). 

Terkait  dengan  proses  ekonomi,  kegiatan  kria  di  beberapa  tempat,  khususnya komunitas perdesaan, dilakukan secara musiman sebagai bagian dari  ritual budaya. Objek yang dihasilkan seringkali dikonsumsi secara perorangan, keluarga atau dalam lingkup  komunitas  dan  etnik  tertentu.  Bahan  diperoleh  dengan  membeli  atau membuat sendiri. Dalam kasus lainnya, pembuatan kria adalah kegiatan atau profesi purnawaktu  (full‐time)  dengan  tujuan  komersial.  Benda  yang  dihasilkan  dapat berkontribusi untuk  kebutuhan  komunitas  lokal  atau diperjualbelikan di  area  yang lebih luas.  

Kria sebagai proses ekonomi di KWU ini dijelaskan melalui salah satu jenis kerajinan khas Kota Tasik yaitu bordir. 

Rohayati  Bordir  merupakan  perusahaan  keluarga  di  Kecamatan  Kawalu, Tasikmalaya.  Produk  kria  bordir  yang    yang  dihasilkan  antara  lain  berupa  taplak meja, bantal kursi, tas, mukena, dan sajadah. Produk ini dipasarkan di wilayah Jawa Barat dan wilayah  lain di Indonesia, serta telah diekspor ke Malaysia dan Singapura (Hasil wawancara, 2007). 

 d. Kria sebagai Proses Kreatif 

Kria adalah kegiatan kreasi, membuat sesuatu, suatu aspek yang berkontribusi pada signifikansi religius dalam beragam budaya. Produk kria merupakan tangible heritage, yang  terkait  dengan  nilai  intangible.  Konsep  kreativitas  seringkali  diasosiasikan dengan orisinalitas dan kontribusi  individu yang beragam bergantung pada  tempat dan  waktu.  Kria  sebagai  proses  kreatif  menghadapi  dua  hal  yang  dianggap bertentantangan,  yaitu  orisinalitas  individu  yang  dimulai  dari  pembuatan  konsep, desain,  dan  pelaksanaan  serta  karya  kria  yang  anonim  dan  dikerjakan  secara berkelompok. 

 e. Dimensi Sosial Kria 

Pembuatan kria dapat memiliki peran signifikan secara sosial. Bila kegiatan  tersebut bersifat musiman, seluruh komunitas [desa] umumnya terlibat. Mereka bekerja sama 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   16 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

dengan  pembagian  tugas  menurut  umur,  jender,  dan  keahlian.  Etnik,  klan,  atau keluarga  tertentu,  dapat  diasosiasikan  dengan  keahlian  kria  yang  spesifik.  Meski keahlian  ini  diturunkan  dari  generasi  ke  generasi,  namun  perubahan  dapat  terjadi seiring  dengan  kemampuan  pekerja/pengrajin  dan  perubahan  cara  pikir.  Di lingkungan perkotaan, organisasi atau  ‘gilda’ umumnya bekerja secara berkelompok untuk menjamin  standar  produk, mengendalikan  proses  dan melindungi  hak‐hak pengrajin. 

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasik    sejak  tahun  1990an memberikan bantuan  dana  Jaringan  Pengaman  Sosial  untuk  mengembangkan  mutu  kualitas produk  kerajinan Kota  Tasik,  khususnya  bagi  kelompok  pengrajin  yang  tergabung dalam ”Rumah Tasik” (Hasil wawancara, 2007). 

 f. Dimensi Religius Kria 

Pembuatan  kria,  dari  sisi  pembuat  maupun  masyarakat  luas,  dapat  berdimensi religius. Sebagai kegiatan kreasi atau menghasilkan sesuatu, kria dapat dipersepsikan sebagai  pekerjaan  sakral.  Membuat  pedang  (keris,  kujang,  dsb.)  bagi  komunitas tertentu  adalah  kegiatan  suci.  Kesakralan  umumnya  ditunjukkan  melalui  ritual pensucian  alat‐alat  dan  aktor  pembuat  kria.  Pekerjaan  atau  kegiatan  ini  umumnya terintegrasi  dengan  tugas  sosial/religius  yang mengikutsertakan  seluruh  komunitas dalam upacara atau ritual keagamaan. 

 g. Dimensi Budaya Kria 

Merujuk pada penjelasan‐penjelasan sebelumnya, kria memiliki peran penting dalam membentuk  identitas  dan  budaya  beragam  kelompok,  baik  secara  etnik/suku, nasional, dan regional (antar negara). Dimensi budaya dalam pembuatan kria antara lain: - Kria  terkait  dengan  cara  manusia  hidup,  yang  berasosiasi  pada  produk  yang 

dibutuhkan  dengan  bahan  yang  tersedia.  Misalnya,  komunitas  pegunungan, petani, dan nelayan memiliki kria yang secara spesifik berbeda. 

- Produk  kria  umumnya  sangat  spesifik,  bersifat  lokal,  terkait  dengan  tempat diproduksi.  Sebagian  hal  ini  mungkin  terjadi  karena  ketersediaan  bahan  dan kebutuhan  khusus,  tetapi  juga  karena  produk  tersebut  ditujukan  untuk mengekspresikan  identitas  tertentu.  Hal  ini  umumnya  ditunjukkan  melalui produk fashion, seperti ragam hias bordir Tasikmalaya.  

Kawalu dikenal sebagai daerah pengrajin bordir yang memiliki corak ragam hias khas Tasikmalaya. Penelitian yang dilakukan oleh Hendar Suhendar, Fakultas Seni Rupa dan Desain  (FSRD)  ITB menjelaskan bahwa kehidupan budaya agraris berpengaruh pada  ide  dasar  rancangan  ragam  hias  bordir  Kawalu.  Hal  ini,  secara  langsung ditunjukkan  melalui  corak  tumbuhan  daun  pecah  beling,  kembang  wera,  bunga melati,  kembang  cengkih,  bunga mawar,  bunga matahari, daun  vanili,  kupu‐kupu, dan keong (Kajian Estetik Ragam Hias Bordir Kawalu Tasikmalaya Jawa Barat Tahun 1990‐2005, Thesis Magister FSRD ITB, 2006).  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   17 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

h. Keterkaitan Kria dengan Ruang dan Lingkungan  

Kria melibatkan para pengrajin dan proses pembuatannya dalam hubungan yang erat dengan ruang yang berupa lingkungan alam maupun binaan. 

Kria  yang  berbasis  perdesaan,  umumnya  menggunakan  bahan  lokal,  seperti tumbuhan,  tanah  liat,  kayu,  dan  bahan  alam  lainnya,  serta  produk  hewani  seperti wool, tulang, dan kulit. Hal ini menunjukkan bahwa pengrajin sangat familiar dengan bahan  sehingga produk  kria  yang dihasilkan dapat diperbaiki dengan mudah  oleh dan dengan sumber daya lokal. Produksi kria dalam hal ini, bergantung pada musim panen (bahan yang digunakan) dan mungkin terkait dengan manajemen lahan secara tradisional, yang menciptakan  ‘cultural  landscape’. Produk kria umumnya digunakan dalam lingkungan khusus dengan keunikan lokal. 

Pembuatan kria di di beberapa  tempat, umumnya di perkotaan dicerminkan dalam struktur  lingkungan  binaan  dan  organisasi  ruang,  baik  dalam  bangunan  (misalnya galeri) dan permukiman sebagai keseluruhan. Organisasi ruang ini berasosiasi dengan hubungan sosial penduduk. Struktur kota yang membagi  ruang  tempat bekerja dan hunian terkait dengan kelompok kerja (gilda) kria. Umumnya, pusat kota  mewadahi tempat pertukaran uang dan penyimpanan barang, sedangkan para pengrajin tinggal berkelompok  di  daerah  sekitarnya.  Struktur  seperti  ini  memungkinkan  terjadinya aktivitas yang overlapping dan integrasi berbagai fungsi.  

Kasus  di  KWU  ini  menunjukkan  adanya  keterkaitan  kria  dengan  ruang  dan lingkungan. 

Rumah  Tasik  merupakan  sebuah  showroom  milik  Dinas  Perindustrian  dan Perdagangan Kota Tasik yang menampung aneka kerajinan khas Kota Tasik, seperti bordir, anyaman, batik, dll. Tempat usaha berupa toko/butik yang berlokasi di pusat kota  umumnya  merupakan  tempat  display  atau  showroom  sedangkan  proses pembuatan  bordir  dilakukan  di  tempat  tinggal  pengrajin  di  pelosok  kampung wilayah Tasikmalaya, diantaranya Kecamatan Cibalong (Hasil wawancara, 2007).  

 A. WISATA KRIA 

Produk  kria  perlu memperhatikan  kebutuhan  dan  keinginan  wisatawan.  Pemahaman terhadap  pasar wisatawan  yang mencakup  asal,  karakteristik dan  preferensi  berwisata menjadi  hal  yang  penting,  sehingga  suatu  produk  kria  dapat  selain  mendatangkan keuntungan  ekonomi  bagi masyarakat  juga memberikan  esensi dari wisata  itu  sendiri, yaitu  kenangan  atau  pengalaman  yang  tak  terlupakan  bagi  wisatawan  (memorable experience). 

Pengembangan wisata kria  tak akan berhasil  tanpa pemasaran yang merupakan  sistem integratif  untuk  memenuhi  kebutuhan  konsumen  dalam  menyediakan  suatu  produk tertentu (baik barang maupun jasa) pada saat yang tepat, tempat/ lokasi yang cocok, dan harga  yang  sesuai.  Marketing  mix  (Product,  Price,  Promotion,  Place,  dan  People)  yang tersusun  dengan  baik merupakan  prasyarat  bagi  kesuksesan  penjualan  suatu  produk wisata, dalam hal ini adalah produk kria.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   18 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 30: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Pengembangan  wisata  kria  tak  lepas  dari  dukungan  masyarakat  sebagai  pelaku/ produsen produk kria. Pendekatan  community  tourism  development merupakan hal yang esensial  karena  masyarakat  merupakan  pihak  yang  paling  terkena  dampak  maupun perubahan  dari  suatu  kegiatan  wisata,  sehingga  mereka  berhak  menentukan, merencanakan dan terlibat langsung dalam pengembangan dan pengelolaan wisata.  

Kekhawatiran dari  adanya pengembangan produk kria yang ditujukan bagi pariwisata adalah  adanya  produksi  barang  kria  secara massal  yang mengurangi  kualitas  keaslian atau  keotentikan  dari  sebuah  produk  budaya  tradisional.  Istilah  keotentikan  atau authenticity  bisa  diartikan  sebagai  suatu  kualitas  yang  dapat  menggambarkan  suatu benda, budaya, atau  lingkungan yang sebenar‐benarnya. Untuk menunjang produk kria secara  otentik  sebagai  basis  bagi  pengembangan  pariwisata  berkelanjutan,  perlu diperhatikan beberapa aspek berikut ini: 

Adanya  identifikasi  dan  penilaian  terhadap  pengembangan  kemampuan  dalam pembuatan  produk  kria  tradisional, Hal  ini  didasari  oleh  kurangnya  sumber  daya manusia/generasi penerus, persaingan bebas dengan produk kria berteknik modern, serta persaingan  horizontal dengan  aktivitas  ekonomi  lain  yang memberikan  lahan penghidupan  yang  lebih  baik.  Penerapan  skema  transfer  kemampuan  selain  dapat memberikan bekal ketrampilan berupa  sistem produksi bagi masyarakat  lokal,  juga dapat  menarik  wisatawan  untuk  berpartisipasi  dalam  pembuatan  kria‐dinamakan dengan  ‘atelier  tourism’  atau  ‘workshop  tourism’.  Skema  ini  mempunyai  banyak keuntungan,  antara  lain merupakan  sumber pemasukan  langsung bagi masyarakat; menjembatani keinginan masyarakat untuk dapat merasakan kebudayaan  lokal dari tangan  pertama; menekankan  pentingnya  nilai  produk  kria  bagi masyarakat  lokal sehingga menghasilkan multiplier  effect dengan munculnya kegiatan usaha  lain yang menunjang wisata kria, yaitu  tumbuhnya restoran, akomodasi dan  lainnya sehingga dapat memperpanjang lama tinggal wisatawan.  

Pengembangan  program  yang  meningkatkan  kemampuan  pemasaran  masyarakat lokal (marketing skill).  

Pengembangan  sistem  distribusi  yang  berkelanjutan  (sustainable  distribution  system) dengan memperhatikan  harga  barang,  kontrak  dan  negosiasi  dengan  pihak  lain,  serta mengamankan jalur distribusi dan pemasaran. 

 

B. WISATA BUDAYA 

Abad  industrialisasi   dan   modernisasi    telah   menggiring    simbol‐simbol   budaya   ke dalam bentuk kegiatan ekonomi yang terbahasakan dalam produk wisata yang kian hari makin banyak diminati oleh wisatawan, dimana dalam prosesnya merupakan  aktivitas pertukaran informasi dan simbol‐simbol budaya antara wisatawan sebagai tamu dengan masyarakat  sebagai  tuan  rumah. Hal  ini  selaras  dengan  pemahaman  pariwisata  yang cenderung  untuk  dikaitkan  dengan  kebutuhan  manusia  atas  suatu  kemajuan  yang menuntut adanya unsur perubahan secara terus menerus.   

Pada abad globalisasi ini, pariwisata budaya sebagai sebuah sistem tak dapat dipisahkan dari  sebuah  industri.  Namun  patut  digarisbawahi  bahwa  aspek  budaya  janganlah 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   19 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 31: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

terjerumus  pada  pengertian  komoditi  (culture  as  a  commodity),  dimana  fabrikasi  dan masalisasi  kerap  kali merupakan  jawaban  atas  penalaran  pendek  supply  dan  demand. Merupakan  tantangan  dalam  mengembangkan  suatu  pariwisata  budaya  yang berkelanjutan  dengan  tetap  melestarikan  warisan  budaya  masa  lalu  akan  tetapi  juga mampu mengakomodir kebutuhan masa kini.  

Menempatkan  pariwisata  budaya  dalam  kerangka  pembangunan  berkelanjutan menghasilkan  dampak  pada  peningkatan  lapangan  kerja  dan  tingkat  perekonomian masyarakat,  selain  juga  mampu  meningkatkan  kualitas  hidup  masyarakat  dengan peningkatan nilai harga diri, serta menghasilkan dana bagi konservasi  lingkungan alam dan binaan. 

Pariwisata  budaya  sebagai  suatu  kegiatan  industri  hendaknya mencakup  pemahaman yang  menggabungkan  unsur  perencanaan  dan  pengelolaan  secara  terpadu.  Hal  ini mencakup aspek‐aspek supply dan demand seperti daya  tarik budaya sebagai supply dan pasar  pariwisata  budaya  sebagai  demand.  Kedua  aspek  ini  dicermati  dengan  melihat potensi,  karakteristik  dan  daya  dukungnya.  Misalnya  pasar  pariwisata  budaya  yang memperhitungkan  keragaman  pangsa  pasar  dengan  karakteristik  yang  variatif,  dilihat dari  status  sosial,  tingkat perekonomian, ataupun gaya hidup  seseorang. Daya dukung lingkungan alam, sosial dan budaya masyarakat khususnya masyarakat    lokal  terhadap dampak  negatif  pariwisata  pun  sangat diperlukan.  Pendekatan  pengelolaan  pariwisata antara lain pada pembangunan fasilitas pendukung wisata, tingkat kunjungan wisatawan dan  kegiatan  wisatawan  di  sebuah  destinasi  wisata  misalnya,  harus  memperhatikan carrying  capacity  yang  mampu  diterima  oleh  lingkungan  alam,  sosial  dan  budaya masyarakatnya.  

Dalam  UU  No.9  Tahun  1990  tentang  Kepariwisataan,  Pasal  19  disebutkan  bahwa pengusahaan  objek dan daya  tarik wisata  budaya merupakan usaha pemanfaatan  seni bangsa  untuk  dijadikan  sasaran wisata.  Produk wisata  ini merupakan  daya  tarik  unik yang  menyebabkan  wisatawan  bersedia  untuk  mengeluarkan  biaya  sehingga  dapat meningkatkan  pendapatan  daerah.  Dengan  kemasan  yang  unik,  wisatawan  dapat memperoleh pengalaman kebudayaan dengan cara melihat sesuatu secara berbeda yang memperkaya kebutuhan spiritualnya. 

Wisata budaya dapat dibedakan menjadi: 

- wisata budaya peninggalan sejarah  ; mencakup berbagai bentuk peninggalan sejarah dan  budaya,  yang  dapat  berupa museum,  artefak,  struktur  kota  kuno/  unik,  situs arkeologis  dan  lain‐lain.  Bentuk  kegiatan wisata  yang  dapat  dikembangkan  antara lain wisata arsitektural, wisata jalur arkeologis, wisata ziarah. 

- wisata  budaya  kehidupan  masyarakat  (living  culture);  mencakup  gaya  hidup  (life style), pedesaan dan esoterik. Wisata etnik yang berupa kegiatan gaya hidup memberi pengetahuan kepada wisatawan untuk melakukan kegiatan‐kegiatan keseharian yang biasa dilakukan masyarakat setempat.  

- wisata  etnik  esoterik  merupakan  jenis  wisata  yang  melakukan  kegiatan  spiritual mediatif yang bersumber pada kebudayaan/agama setempat. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   20 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 32: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Menurut Suranti  (1995:29) hal  inilah yang membedakannya dengan pariwisata budaya, dimana  wisata  budaya  hanya  mencakup  perjalanan  dan  aktivitas  belaka,  sedang pariwisata  budaya mencakup  juga  aktivitas  atau  upaya  yang  dilakukan  pihak  terkait dalam menjaga keberlangsungan daya  tarik budaya  sebagai  sumber daya yang bersifat unik, terbatas dan tidak terbarukan.  

Pertimbangan pengembangan fasilitas untuk mendukung pengembangan objek dan daya tarik wisata peninggalan sejarah antara lain adalah: 

- mengembangkan  fungsi‐fungsi  tertentu  untuk  mendukung  penyelenggaraan kegiatan, seperti museum, area penelitian dan pendidikan, area rekreasi pendukung, pusat informasi pariwisata, rumah makan, dan lain‐lain serta area pengelola. 

- denah kunjungan wisatawan; yang menginformasikan mengenai akses, pintu keluar dan jalur wisatawan di dalam area, signage, brosur maupun informasi‐informasi lain. 

Pengelolaan pariwisata budaya  selayaknya menonjolkan  kehadiran  interpretasi  sebagai suatu  proses  komunikasi  yang  didesain  untuk  mengungkapkan  arti,  makna  dan hubungan  antara budaya dan  tradisi yang hidup di  suatu masyarakat  secara  interaktif terhadap  wisatawan.  Dengan  demikian,  wisatawan  dapat  memaknai  dan  menyelami kehidupan  yang  dirasakan  “asing”  baginya  sehingga  perannya  beranjak  dari  sekedar pengamat yang bersifat “pasif” menjadi “aktif “ yang   berpartisipasi  secara  fisik dalam kegiatan tersebut. 

Tak  dapat  dipungkiri  pula  keterlibatan  unsur  pemasaran  sebagai  ujung  tombak pengelolaan pariwisata budaya. Upaya untuk membangun dan mengembangkan  suatu daya  tarik  wisata  budaya  dengan  image  atau  citra  tersendiri  membutuhkan  strategi pemasaran yang membedakan keunggulan suatu produk satu dengan lainnya. 

Pengelolaan  pariwisata  budaya  dapat  berhasil  jika  proses  pemantauan  dan  evaluasi dilaksanakan  oleh  stakeholder  dengan  cara  partisipatif  yang melibatkan  seluruh  pihak. Pemantauan  dilakukan  secara  berkala  pada  setiap  tingkatan  implementasi,  serta menggunakan  alat  ukur  atau  indikator  pengelolaan  pariwisata  budaya  yang  bertujuan menjaga  kelestarian  lingkungan,  sosial  dan  budaya  maupun  peningkatan  ekonomi masyarakat. 

Intinya,  prinsip‐prinsip  yang  menjadi  dasar  pengelolaan  pariwisata  budaya  harus berbasis  pada  masyarakat  dengan  melibatkan  mereka  pada  seluruh  kegiatan perencanaan,  pelaksanaan,  dan  pengawasan  pariwisata  budaya.  Hal  ini  berarti membutuhkan  kesadaran  dan  apresiasi  mereka  terhadap  perlindungan  aspek‐aspek budaya. 

Pada akhirnya pariwisata budaya merupakan sesuatu yang unik karena kegiatan wisata tidak  hanya  berupa  kumpulan  kegiatan  komersial,  akan  tetapi  berperan  dalam membentuk  ideologi  sejarah dan  tradisi, yang pada akhirnya memiliki kekuatan untuk membentuk kembali budaya masyarakatnya sendiri. 

  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   21 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 33: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

2.4 Wisata Gunung Api  

Secara umum, gunung api (atau volcano dalam bahasa Inggris) didefinisikan sebagai suatu tempat  di  permukaan  bumi  dimana  magma  keluar.  Dengan  demikian  sebenarnya, terminologi  gunung  api  tidak  terbatas  pada  bentuk  seperti  pengertian  umum  yang menganggap  gunung  api  harus  selalu  berupa  gunung  berbentuk  kerucut.  Dengan pengertian  ini,  segala bentuk morfologi dimana magma keluar disebut  sebagai gunung api, seperti misalnya satu celah di suatu dataran, atau bahkan di dasar laut. 

Di  Indonesia  yang  berada  pada  lingkungan  tektonik  penunjaman  kerak  samudra  di bawah  kerak  benua,  umumnya menghasilkan  jajaran  gunung  api  yang  bersifat  strato, atau  gunung  api  dengan  produk  endapannya  yang  berlapis‐lapis.  Umumnya  adalah lapisan  endapan  piroklastik,  yaitu  produk  letusan  berbagai  ukuran  fragmen  (dari  abu halus hingga bongkah‐bongkah besar) dan lava, yaitu aliran magma yang meleleh keluar kepundan. Tipe gunung api strato umumnya memberikan bentuk kerucut. 

Dengan  cara  terbentuknya  yang  sangat  luar  biasa  karena  melibatkan  gaya‐gaya  dari bawah permukaan Bumi dan mengeluarkan  cairan batuan pijar magma yang mengalir sebagai  lava,  aktivitas  semburan  gas  atau  uap  air,  serta  aktivitas  volkanisme  lainnya, kawasan gunung api menjadi daya tarik yang luar biasa.  

Untuk tujuan wisata gunung api, ditinjau dari sisi wisatawan sebagai subjek, sedikitnya akan dibedakan atas dua kegiatan, yaitu yang bersifat pasif dan yang bersifat aktif. 

1. Wisata gunung api pasif 

Kegiatan wisata gunung api pasif adalah wisata yang sebenarnya telah dikategorikan sebagai  wisata  alam  biasa.  Dalam  kategori  ini,  wisatawan  hanya  menyaksikan panorama, bentang alam atau sekedar mengamati aktivitas volkanisme. Wiasatawan jenis  ini  biasanya  wisatawan  umum  yang  datang  ke  suatu  kawah  gunung  api kemudian melihat pemandangan dan berfoto‐foto. Kegiatan  seperti  ini bahkan bisa berjalan  tanpa  ada  faktor  pendukung  lainnya,  seperti  ketersediaan  pemandu.  Pada tahap  yang  paling  minimal,  dengan  pamflet  pun  wisata  pasif  ini  dapat  berjalan dengan  sendirinya.  Untuk  jenis  ini,  aksesibilitas,  prasarana  dan  sarana  penunjang merupakan  kebutuhan  yang  umumnya  akan  menjadi  kewajiban  pengelola  wisata gunung  api. Misalnya  jalan ke kawah dengan moda  transportasinya,  tempat parkir yang tidak jauh dari kawah, serta sarana penunjang pariwisata pada umumnya. 

2. Wisata gunung api aktif 

Berbeda  dengan  wisata  gunung  api  pasif,  wisata  gunung  api  aktif  memerlukan berbagai program yang terrencana dengan baik, karena dalam kategori ini, wisatawan bersifat  aktif  menjelajah  dan  berusaha  untuk  sebanyak  mungkin  mendapatkan informasi  tentang  objek  gunung  api  yang  dikunjunginya.  Dengan  demikian,  jenis wisata  gunung  api  aktif  ini  tidak  hanya memerlukan  sekedar  pamflet,  tetapi  juga buku panduan  yang menjelaskan  selain  objek  yang  akan dilihat,  juga pengetahuan Geologi dan Vulkanologi dari  objek  tersebut,  termasuk misalnya  jenis‐jenis  batuan, jenis‐jenis aktivitas kawah, sejarah letusan, dan lain sebagainya. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   22 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 34: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Jenis wisata gunung api aktif secara ekstrim bahkan tidak memerlukan fasilitas yang lengkap  seperti pada  jenis wisata  gunung  api  pasif. Wisatawan memang  bertujuan untuk  menjelajah  sudut‐sudut  dan  seluk  beluk  gunung  api  yang  dikunjunginya. Untuk  itulah diperlukan pemandu yang berbakat yang selain mengenal medan dan jalur  trekking‐nya,  juga dilengkapi dengan  latar belakang pengetahuan  tentang  ilmu Geologi dan Vulkanologi secara umum. 

Dengan demikian, wisata gunung api aktif perlu  terprogram dengan baik, baik dari segi waktu  (kapan  jam  terbaik mendaki  gunung),  segi  jalur  (terbagi  atas  jalur‐jalur dengan tingkat kesulitan tertentu), pemandu yang handal, buku‐buku saku yang akan menjadi  dasar  pengetahuan  kegunungapian,  peralatan  standar  tertentu  tergantung jalur pilihan, pemahaman akan aktivitas gunung api, serta juga informasi pendukung lainnya,  seperti  misalnya  adat  budaya  masyarakat  yang  mendiami  gunung  api (kemungkinan pantangan, upacara tertentu, dan sebagainya). 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat            II  ‐   23 Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 35: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

1

 BAB 3 

PPPOOOTTTEEENNNSSSIII   DDDAAANNN   PPPEEERRRMMMAAASSSAAALLLAAAHHHAAANNN   DDDAAALLLAAAMMM   PPPEEENNNGGGEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNN   

KKKEEEPPPAAARRRIIIWWWIIISSSAAATTTAAAAAANNN   DDDIII   KKKWWWUUU   KKKRRRIIIAAA   DDDAAANNN   BBBUUUDDDAAAYYYAAA   PPPRRRIIIAAANNNGGGAAANNN   

    Bab  ini  menguraikan  secara  ringkas  potensi,  permasalahan,  dan  isu‐isu  strategis pengembangan  kepariwisataan  di  salah  satu  Kawasan  Wisata  Unggulan  (KWU)  yang menjadi  lingkup studi, yaitu Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. Uraian  tersebut mencakup  potensi  dan  permasalahan  objek  dan  daya  tarik  wisata  terkait,  fasilitas pendukung  khususnya  yang  mendukung  tema  kawasan,  pasar  wisatawan,  SDM,  serta kelembagaan pendukung termasuk analisis tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) kelembagaan terkait. Dalam bab ini juga akan memuat review ringkas mengenai keterkaitan kawasan studi dengan KWU lainnya dalam RIPPDA Jawa Barat, positioning kawasan dalam konteks KWU Jawa  Barat  terhadap  sektor  maupun  rencana  dan  kebijakan  lainnya,  serta  pokok permasalahan dan isu strategis di kawasan studi yang akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan arahan pengembangan kepariwisataan pada bab selanjutnya. 

 3.1    Objek dan Daya Tarik Wisata 

Objek dan daya  tarik wisata yang  terdapat di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan meliputi  daya  tarik  wisata  yang  terdapat  di  Kabupaten  Garut  bagian  utara,  Kota Tasikmalaya,  sebagian Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis bagian utara  serta Kota Banjar. Daya  tarik wisata  unggulan di  kawasan  ini mencakup  potensi  sumber daya alam dan seni budaya tradisional Priangan. Untuk lebih jelasnya, lokasi kawasan wisata kria dan budaya Priangan dan sebaran daya tarik wisata di kawasan tersebut dapat dilihat pada 2 (dua) gambar di halaman berikut ini. 

          

Page 36: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

2

  

Gambar 3.1 Peta Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan 

 

 

 

Page 37: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

3

Gambar 3.2 Peta Sebaran Daya Tarik Wisata di Kawasan Kria dan Budaya Priangan 

Page 38: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

4

Budaya Priangan yang masih banyak  terlihat di masyarakat, khususnya keterampilan kria dan  cenderamata,  serta  perilaku  dalam  kehidupan  keseharian  merupakan  butir  penting yang  kemudian  diangkat  sebagai  tema  kawasan  ini.  Kerajinan  anyaman  Rajapolah,  tikar mendong, payung dan kelom geulis maupun bordir Tasik telah terkenal tidak hanya di Jawa Barat,  tapi  juga  di  tingkat  nasional  dan  bahkan  internasional.  Demikian  juga  dengan berbagai  cenderamata makanan  khas  seperti  dodol Garut.  Budaya  Priangan  juga  terlihat jelas pada beberapa kampung tradisional yang ada di kawasan  ini, seperti Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya dan Kampung Pulo di Leles, Garut. Mata pencaharian sebagian besar penduduk kawasan ini bergantung pada kegiatan pertanian. Kondisi ini tidak terlepas dari  kesuburan  tanah  akibat  keberadaan  beberapa  gunung  api  yang  ada  di  kawasan  ini, seperti Gunung Galunggung dan Gunung Papandayan.  

Sebagian dari potensi yang dimiliki oleh kawasan wisata  kria dan budaya Priangan ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Kondisi infrastruktur maupun fasilitas pendukung kepariwisataan di kawasan Priangan ini juga cukup baik, walaupun belum merata disemua lokasi. Pasar wisatawan di kawasan  ini pada umumnya adalah wisatawan nusantara  lokal maupun  regional  dengan  kecenderungan  berupa  wisatawan  minat  khusus.  Wisatawan minat khusus kebanyakan  tertarik dengan budaya  tradisional maupun  alam  atau gunung api  yang  ada  di  kawasan  ini.  Potensi  dan  permasalahan  yang  terdapat  pada  daya  tarik wisata di kawasan wisata kria dan budaya Priangan secara  terinci akan dirangkum dalam penjelasan berikut. 

3.1.1   Wilayah Garut 

Awalnya,  pada  tahun  1811  Garut  termasuk  ke  dalam  bagian  dari  wilayah  Karesidenan Balubur  Limbangan  yang  saat  itu  terdiri  dari  6  sub‐distrik,  yaitu  Balubur, Malangbong, Wanaraja, Wanakerta, Cibeureum, dan Papandak. Pada tahun 1813, oleh Thomas S. Raffles Keresidenan  ini kemudian dipindahkan ke wilayah Garut dan menjadi Keresidenan Garut. RAA.  Adiwijaya  atau  yang  lebih  dikenal  dengan  julukan  Dalem  Cipeujeuh  kemudian menjadi  bupati  pertama  dari  wilayah  ini,  dari  tahun  1813  hingga  tahun  1821.  Setelah kemerdekaan nama Keresidenan Garut berubah menjadi Kabupaten Garut yang termasuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Barat.  

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, Kabupaten Garut kemudian menjadi wilayah administratif  dengan  pemerintahan  tersendiri.  Secara  administratif  Wilayah  Kabupaten Garut terdiri dari 42 Kecamatan, 403 Desa dan 21 Kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten ini berada di Kecamatan Garut. Luas kecamatan terbesar adalah Kecamatan Cikelet dengan luas wilayah 301,27 km² dan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Tarogong Kidul dengan luas wilayah 12,59 km². 

Kabupaten Garut  terletak di bagian selatan Provinsi  Jawa Barat atau sekitar 63 km ke arah tenggara Kota Bandung. Secara geografis lokasinya terletak pada 6°57′34″ – 7°44′57″ LS dan 107°24′34″ – 108°7′34″ BT. Kabupaten Garut memiliki  luas wilayah sekitar 306.688 Ha atau kurang lebih 6,94 % dari keseluruhan wilayah Provinsi Jawa Barat. Adapun batasan wilayah Kabupaten Garut yaitu: 

‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang. 

Page 39: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

5

‐ Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur. 

‐ Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. 

‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya. 

Wilayah  Kabupaten  Garut  merupakan  daerah  dataran  tinggi  yang  dikelilingi  sejumlah pegunungan  yang  sebagian  adalah  gunung  vulkanis.  Iklim  tropis  berhawa  sejuk  yang berkisar pada suhu 24°C  (76°F) dengan curah hujan dan hari hujan yang  tinggi di wilayah ini, serta banyaknya sungai membuat kondisi tanah Kabupaten Garut menjadi subur. Hal ini membuat daerah Garut menjadi kawasan pertanian yang subur dan dikenal sebagai pusat penghasil sayur‐mayur, jeruk, teh, serta tembakau.  

Gambaran Pariwisata Kabupaten Garut bagian Utara 

Objek  dan  daya  tarik wisata  Garut  bagian  utara  relatif  lebih  berkembang  dibandingkan dengan Garut selatan, hal ini dikarenakan akses yang lebih baik. Pada umumnya di wilayah ini  daya  tariknya  berbasis  kekayaan  alam  seperti  air  panas  Cipanas,  Situ  Bagendit,  Situ Cangkuang, Curug Citiis, Gunung Guntur, Gunung Haruman, Gunung  Papandayan  dan Kawah Telaga Bodas.  Selain  itu  terdapat pula potensi  objek dan daya  tarik wisata  ziarah yang cukup dikenal oleh wisatawan tertentu.  

Konsep  pengembangan  pariwisata  di  wilayah  Garut  utara  ini  dititikberatkan  kepada pengembangan wisata  alam  dan  budaya. Wisata  budaya  pada  umumnya  telah memiliki mekanisme  pasar  tersendiri  yang  lebih  kepada  wisata  ziarah.  Adapun  objek  wisata  di Kabupaten Garut  yang  termasuk dalam wilayah  studi Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut. 

Tabel 3.1 Sebaran Objek Wisata dan Jumlah Wisatawan Kabupaten Garut yang Termasuk Dalam  Kawasan 

Wisata Kria dan Budaya Priangan 

Jumlah Objek Wisata  Kecamatan  Jenis Wisata  Daya Tarik 

Wisman  Wisnus Candi Cangkuang 

Leles  Alam, Budaya  Candi, situ, danau  1.159  24.423 

Kampung Pulo  Leles  Alam, Budaya  Kampung adat   t.a.d   t.a.d Situ Bagendit  Banyuresmi  Alam  Situ, taman rekreasi  43  75.053 Curug Citiis  Tarogong Kaler  Alam  Curug, air terjun  23  15.875 Gunung Guntur  Tarogong Kaler  Alam  Panorama Alam   t.a.d   t.a.d Taman Rekreasi Cipanas 

Tarogong Kidul 

Buatan  

Taman rekreasi, kolam air panas, jogging 

115  370.332 

Talaga Bodas  Wanaraja  Alam  Telaga, danau  7  24.543 Kampung Dukuh 

Cikelet  Alam,Budaya  Kampung Adat  4  25.792 

Paraglaiding Gn.Haruman 

Kadungora  

Alam, Olahraga 

Paraglaiding  

t.a .d  t.a. d 

Kawah Papandayan 

Cisurupan  Alam  Kawah  1.385  37.191 

Keterangan: t.a.d = tidak ada data Sumber : www.garut.go.id  (data: sampai dengan Juni 2007) 

Page 40: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

6

Daya Tarik Wisata Kabupaten Garut 

WISATA KRIA 

a. Industri Kulit 

Kerajinan  kulit  termasuk  salah  satu  kerajinan  tertua  di  wilayah  Garut.  Industri  ini berpusat di kawasan Sukaregang. Produk yang dihasilkan dari  industri  ini antara  lain jaket, dompet, ikat pinggang, topi, aneka tas dan sandal khas yang dikenal dengan nama Tarumpah. Di dalam industri kulit Garut, popularitas produk  jaket kulit lebih menonjol dibandingkan dengan komoditas kerajinan kulit lainnya. Salah satu penyebabnya adalah pengrajin untuk jaket kulit yang dapat memenuhi permintaan lebih sedikit dibandingkan dengan  pengrajin sepatu, ikat pinggang, sarung tangan, dompet dan kerajinan dari kulit lainnya, sehingga kesan eksklusif pada jaket kulit masih dapat dirasakan oleh konsumen. Meskipun  demikian,  semangat  untuk  terus  meningkatkan  kualitas  dan  kapasitas produksi masih  terus  ditingkatkan,  sejalan  dengan  peningkatan  daya  beli  dan  selera masyarakat. Jumlah kapasitas produksi kerajinan kulit rata‐rata pertahun di Kabupaten Garut  adalah  sarung  tangan  sebanyak  168.000  pasang, dompet  sebanyak  31.500  buah, serta sepatu dan sandal sebanyak 135.000 pasang.  

Tabel berikut  ini menunjukkan potensi usaha kerajinan kulit di Kabupaten Garut pada tahun 2006:  

Tabel 3.2 Potensi Usaha Kerajinan Kulit Kabupaten Garut 

Jumlah Unit Usaha 

Nilai Investasi 

Nilai Produksi/Tahun 

Jumlah Tenaga Kerja 

Produk yang Dihasilkan 

Daerah Pemasaran 

429 unit, yang tersebar di 8 kecamatan 

1,928 milyar Rupiah 

45,96 milyar Rupiah 

1.662 orang  Tas, sepatu/sandal, dompet, topi, ikat pinggang, sarung tangan, dan barang kerajinan kulit lainnya. 

Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Batam, Kalimantan. 

       Sumber: www.garut.go.id, 2007 

 b. Batik Tulis Garutan 

Kegiatan  dan  usaha  pembatikan  di  Garut  merupakan  warisan  nenek  moyang  yang berlangsung turun temurun dan telah berkembang sejak masa kolonialisme. Pada tahun 1945, Batik Garut semakin populer dengan sebutan Batik Tulis Garutan dan mengalami masa  jaya  antara  tahun  1967  sampai  dengan  tahun  1985  dengan  jumlah  industri sebanyak 126 unit usaha pada masa itu. Dalam perkembangan berikutnya produksi Batik Garutan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh semakin pesatnya batik  printing  atau batik  cap, kurangnya minat generasi penerus pada usaha batik  tulis,  ketidaktersediaan  bahan  dan  modal,  serta  lemahnya  strategi  kebutuhan sandang dan lainnya.  

Batik Garutan  umumnya  digunakan  untuk  kain  sinjang,  namun  dapat  berfungsi  pula untuk  memenuhi  kebutuhan  sandang  dan  lainnya.  Bentuk  motif  Batik  Garutan merupakan  cerminan  dari  kehidupan  sosial  budaya,  falsafah  hidup,  dan  adat‐istiadat 

Page 41: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

7

masyarakat  Sunda.  Beberapa  perwujudan  Batik  Garutan  secara  visual  dapat digambarkan  melalui  motif  dan  warnanya.  Berdasarkan  pemikiran  yang melatarbelakangi  penciptaan  Batik  Garutan,  maka  motif‐motif  yang  dihadirkan kebanyakan  berbentuk  geometrik  yang  sekaligus  menjadi  ciri  khas  ragam  hiasnya. Bentuk‐bentuk  lain dari motif Batik Garutan adalah  flora dan  fauna. Bentuk geometrik umumnya mengarah ke garis diagonal dan bentuk kawung atau belah ketupat. Warna batik  ini  banyak  didominasi  oleh warna  krem  yang  dipadukan  dengan warna‐warna cerah lainnya, seperti hijau, merah, kuning, biru, ungu dan warna lainnya yang sekaligus merupakan  karakteristik  khas  batik  Garutan.  Saat  ini  pengolahan  batik  Garutan terkonsentrasi di Kota Garut. Rata‐rata kapasitas produksi batik per‐tahun‐nya  adalah sebanyak  1.296  potong. Adapun  potensi  industri  batik  tulis  garutan  pada  tahun  2006 dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini. 

Tabel 3.3 Potensi Industri Batik Tulis Garutan Pada Tahun 2006 

Uraian  Formal  Non Formal  Jumlah Jumlah Unit Usaha (Unit)  1  2  3 Tenaga Kerja (Orang)  11  25  36 Investasi (000 Rp)  10.000  20.000  30.000 Nilai Produksi (000 Rp)  150.000  238.000  388.000 Wujud Produksi  Produk Sandang, Sinjang, Kain Bahan, dll Daerah Pemasaran  Jakarta , Bandung , Bali , dll 

 Sumber: Dinas Perindag dan Penanaman Modal Kabupaten Garut 

 c. Kerajinan Bulu Unggas 

Kerajinan  bulu  unggas  masih  tergolong  industri  baru  di  wilayah  Kabupaten  Garut. Kerajinan  bulu  unggas  ini  terpusat  di  Kampung  Cipancar,  Kecamatan  Leles  yang kebanyakan dikerjakan oleh ibu rumah tangga. Produk yang dihasilkan berupa berbagai jenis  aksesoris  seperti  bros,  penjepit  rambut,  dan  lainnya.  Selain  asesoris  produk kerajinan bulu unggas ini dapat digunakan sebagai penambah keindahan interior rumah dengan menaruhnya di gordyn, sarung bantal, atau pada vas bunga.  

 d. Kerajinan Akar Wangi 

Kerajinan akar wangi juga merupakan kerajinan yang relatif baru di wilayah Kabupaten Garut. Kerajinan ini memiliki prospek yang cukup baik, karena bahan baku yang cukup banyak.  Selain  itu,  akar wangi  hanya  dapat  tumbuh  di  3  (tiga)  negara  yaitu Haiti  di Amerika Tengah, Bourbon di Prancis, dan di  Indonesia sendiri. Dari beberapa varietas akar wangi yang  terdapat di  Indonesia, hanya akar wangi di wilayah Garut  saja yang dapat  menghasilkan  wewangian  dengan  baik.  Pada  umumnya  akar  wangi  disuling untuk  diambil  minyaknya  sebagai  bahan  pengikat  utama  untuk  parfum,  kosmetik maupun wewangian  lainnya. Namun, di Kabupaten Garut, akar wangi diubah menjadi kerajinan  tangan  yang  indah,  seperti  tutup  lampu,  taplak  meja,  tas  wanita,  hiasan dinding maupun pelengkap interior lainnya.  

Page 42: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

8

WISATA KULINER a. Industri Makanan Dodol Garut 

Dodol Garut merupakan salah satu komoditas penganan yang telah mampu mengangkat citra Kabupaten Garut sebagai produsen dodol yang berkualitas tinggi dengan jenis yang beraneka ragam. Dodol Garut dikenal luas karena rasanya yang khas, legit dan memiliki kekenyalan yang berbeda dari produk sejenis dari daerah lain. Bahan dasar dari industri dodol ini adalah tepung ketan, gula aren, dan santan kelapa.  

Industri  dodol  berkembang  sejak  tahun  1926,  diawali  oleh  seorang  pengusaha  yang bernama  Ibu  Karsinah  dengan  proses  pembuatan  yang  sangat  sederhana  dan  terus berkembang  hingga  saat  ini.  Beberapa  hal  yang menyebabkan  dodol Garut memiliki kekhasan tersendiri adalah: 

1. Memiliki  cita  rasa  yang  berbeda  dan  mampu  bersaing  dengan  jenis  dodol  yang berasal dari daerah lain; 

2. Harganya  terjangkau  dan  merupakan  makanan  yang  sangat  digemari  oleh masyarakat; 

3. Proses pembuatannya sangat sederhana dan bahan bakunya mudah diperoleh; 

4. Tidak menggunakan bahan pengawet dan  tambahan bahan makanan yang bersifat sintetis; 

5. Memiliki daya tahan cukup lama (3 bulan). 

Keunggulan  lain  dari  komoditi  ini  adalah  produknya  yang  mudah  dikembangkan dengan memodifikasi  bahan  baku  utamanya  yaitu  dengan memanfaatkan  bahan  lain seperti  misalnya  buah  waluh,  kentang,  kacang,  pepaya,  nenas,  sirsak  dan  lain sebagainya.  Dekranasda  juga  membantu  pemasaran  melalui  pameran‐pameran, perbaikan  kualitas  produk  maupun  perbaikan  desain  kemasan  melalui  pelatihan ataupun  training  bagi  pengusaha  yang  bergerak  di  industri  ini.  Rata‐rata  kapasitas produksi dodol Garut pertahun adalah sebanyak 4.378 ton. Potensi industri dodol Garut pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut ini. 

Tabel 3.4 Potensi Industri Dodol Garut Pada Tahun 2006 

Uraian  Formal  Non Formal  Jumlah 

Jumlah Unit Usaha (Unit)   40 45 85

Tenaga Kerja (Orang)   1.178  1.261  2.439 

Investasi (000 Rp)   570.000  337.500  907.500 

Nilai Produksi (000 Rp)   23.860.770  16.784.000  40.644.770 

Wujud Produksi   Dodol ketan, kacang, susu, coklat, wijen, dan dodol buah‐buahan  

Daerah pemasaran   Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali , Brunai, Malayasia, Jepang, Arab Saudi, Singapura, Inggris.  

       Sumber : Dinas Perindag Penanaman Modal Kabupaten Garut 

  

Page 43: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

9

 b. Jeruk Garut 

Citra  Kabupaten  Garut  sebagai  sentra  produksi  jeruk  di  Jawa  Barat  khususnya  dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99  tanggal  22  Juni  1999  tentang  Jeruk  Garut  yang  telah  ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Penetapan tersebut  pada  dasarnya  menunjukkan  bahwa  Jeruk  Garut  merupakan  salah  satu komoditas  pertanian  unggulan  nasional  yang  perlu  terus  dipertahankan  dan ditingkatkan kualitas maupun kuantitas produksinya. 

Sudah  sejak  lama,  jeruk  Garut  telah  populer  dan menjadi  trademark  dari  Kabupaten Garut. Oleh karena  itu, sesuai dengan Perda No. 9 Tahun 1981,  jeruk Garut kemudian dijadikan sebagai komponen penyusun lambang daerah Kabupaten Garut. Selain sebagai buah yang menjadi  ciri khas Kabupaten Garut,  jeruk  juga merupakan komoditas  sub‐sektor pertanian  tanaman pangan yang mempunyai prospek cukup cerah dengan nilai ekonomis  yang  cukup  tinggi.  Sebagai  komoditas  unggulan  khas  daerah,  jeruk  Garut mempunyai  peluang  tinggi  untuk  terus  dikembangkan  karena  adanya  keunggulan komparatif dan kompetitifnya, serta adanya peluang yang masih  terbuka  luas. Dengan berbagai  usaha  yang  dilakukan  untuk  meningkatkan  kualitas  dan  kuantitas produksinya,  jeruk  Garut  akan  mampu  bersaing  dengan  produk  sejenis  baik  pada tingkat nasional  seperti halnya  jeruk Medan,  jeruk Pontianak  serta  jeruk  impor  seperti jeruk Mandarin dan  jeruk New Zealand. Investasi pada komoditas ini cukup prospektif dan dapat memberikan nilai tambah ekonomis yang cukup tinggi baik bagi para petani maupun investor yang terlibat didalamnya.  

Sebagai daerah sentra produksi jeruk, Pemerintah Kabupaten Garut yang telah didukung oleh berbagai pihak  terkait  terus berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya. Saat ini belum ada sumber yang melaporkan kapasitas  jeruk Garut secara spesifik, karena pada umumnya dalam pelaporannya, komoditas  jeruk Garut terselip di antara tanaman jeruk siam/keprok yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Garut. 

c. Makanan Khas Garut Lainnya 

Selain dodol dan  jeruk, Kabupaten Garut  juga memiliki beberapa makanan khas daerah yang sudah cukup dikenal  luas oleh masyarakat dan  telah berkembang menjadi usaha industri kecil maupun rumah tangga, diantaranya yaitu: 

Burayot 

Burayot  terbuat  dari  gula merah  dan  tepung  beras  pilihan,  bahan  dan  rasanya  sama dengan makanan  khas  daerah  lainnya  yang  dikenal  dengan  nama  ali  agrem  atau  kue cuhcur.  Bedanya  yaitu  dari  segi  bentuk,  kue  ini  di Garut  dibuat  bundar  keriput  atau dikenal  dengan  istilah  ʺngaburayotʺ  (kata  orang  Sunda) maka  kemudian  kue  terssbut banyak dikenal dengan nama burayot. Makanan  ini banyak diproduksi oleh masyarakat Garut  terutama  di  wilayah  Leles,  karena  bahannya  mudah  didapat  dan  cara membuatnya yang mudah.  

Page 44: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

10

Ladu 

Ladu  adalah  makanan  yang  terbuat  dari  beras  ketan  dan  diolah  sedemikian  rupa sehingga menjadi  hidangan  yang  khas  serta  rasanya  yang  berbeda  dengan makanan lainnya.  Pertama  kali  ladu  diperkenalkan  oleh  masyarakat  di  wilayah  Malangbong Garut. 

Angleng dan Aneka Wajit 

Angleng dan wajit,  sebenarnya mirip dengan dodol Garut yang diproduksi dari beras ketan  dan  gula  merah.  Bedanya  kalau  dodol  diolah  menjadi  semacam  karamel, sedangkan wajit  tidak. Makanan  ini banyak diproduksi oleh masyarakat di Kabupaten Garut khususnya di wilayah Kecamatan Cihurip. 

Kurupuk Kulit Khas Garut Makanan yang berupa kerupuk ini berkembang seiring dengan banyaknya penyamakan kulit di wilayah Kabupaten Garut. Pada proses penyamakan ada bagian dari bahan baku kulit yang tidak diolah dan kemudian dibuang begitu saja. Untuk memanfaatkan bagian yang terbuang  ini, maka diperoleh  ide untuk mengolahnya menjadi kerupuk kulit agar bernilai  ekonomis.  Kerupuk  kulit  atau  dikenal  dengan  nama  dorokdok  Garut  ini mempunyai citarasa yang  sangat khas. Produksi kerupuk kulit  tersebar di Kota Garut, wilayah Tarogong dan daerah lainnya di sekitarnya. 

Pindang Ikan Penampilan  ikan pindang Garut  sama dengan  ikan pindang dari daerah  lainnya, yang menjadikan pindang  ikan Garut berbeda adalah  cara pengolahan yang menjadikannya memiliki citarasa tersendiri yang khas. Pindang ikan dapat diperoleh di berbagai tempat khususnya  di  daerah  yang  banyak  memproduksinya,  seperti  di  wilayah  Cikajang, Cisurupan, dan Cihideung. 

Sambel Cibiuk Menurut  sumber yang  tersebar di masyarakat Kecamatan Cibiuk,  resep  sambel Cibiuk merupakan resep yang dibawa langsung dari Arab. Terlepas benar atau tidaknya, sambel yang  dibuat  di  Kecamatan  Cibiuk  ini mempunyai  perbedaan  dengan  sambal‐sambal lainnya  pada  umumnya,  karena  dibuat  dari  bahan:  tomat  hijau,  serawung  atau  daun kemangi,  cabe  rawit  dan  bumbu‐bumbu  lainnya. Walaupun  pedas  tetapi  tidak  akan menimbulkan  panas  pada  perut  orang  yang  menkonsumsinya.  Karena  terkenalnya, maka sekarang restoran dengan menu sambel Cibiuk sudah ada di berbagai kota besar khususnya di wilayah Bandung  dan  Jakarta.  Sambal Cibiuk mulanya  hanya  disajikan bila  ada  tamu  istimewa.  Zaman  dahulu  sambal  ini  hanya  dapat  dinikmati  oleh masyarakat Cibiuk dan para pejabat saja, tetapi seiring perkembangan peradaban maka sekarang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Rumah makan sambal Cibiuk yang ada saat  ini  di  Kecamatan  Cibiuk  merupakan  keturunan  langsung  dari  pemegang  resep Sambal Cibiuk yang asli. Akan  tetapi untuk  sekadar mengenal  saja  seperti apa bentuk dan citarasa sambal Cibiuk, peminat dapat memesannya di berbagai rumah makan yang berada di wilayah di Kota Garut, Tarogong dan sekitarnya.  

Page 45: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

11

Ceprus Makanan  ini  bisa  diperoleh  di  Garut  bagian  Selatan.  Ceprus  adalah  makanan  yang terbuat dari  singkong bakar panas yang kemudian dicelupkan pada gula merah yang telah dipanaskan  (kinca). Makanan  ini  tergolong  langka  karena  hanya  tersaji di  sentra gula merah asli dari pohon kawung (aren). 

 

WISATA BUDAYA 

a. Situ Cangkuang 

Situ Cangkuang  terletak di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles atau sekitar 16 km dari Kota Garut dan 54 km  jika ditempuh dari Kota Bandung. Situ Cangkuang berada pada ketinggian  600‐650 m  dpl.  Luas  situ  (danau)  ini  adalah  25,55 Ha  dengan  volume  air 288.340  m3,  tetapi  kini  keadaannya  makin  dangkal  karena  dibeberapa  bagian  sudah tertutup oleh tanaman enceng gondok, ganggang dan teratai. Situ Cangkuang berbentuk memanjang dari barat ke timur, mengikuti lembah yang bagian baratnya menyempit dan merupakan daerah persawahan, sedangkan di sebelah selatan bertepi bukit terjal. Ada 3 objek  wisata  yang  cukup  menarik  untuk  dikunjungi  di  Situ  Cangkuang  ini,  yaitu Kampung Pulo dengan makam Arif Muhamad dan Candi Cangkuang.  

Gambar 3.3 Makam Arif Muhamad  

  

Untuk mencapai lokasi ini bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum/ bus dari Bandung‐Garut, kemudian dari Garut menuju Kecamatan Leles dilanjutkan dengan angkutan umum (angkot). Jalan menuju Situ Cangkuang dari jalan raya berjarak sekitar 3 km  dengan  jalan  beraspal,  dapat  dilalui  dengan menggunakan  kendaraan  bermotor, berjalan  kaki  selama  30 menit,  atau  naik  kendaraan  tradisional  berupa  andong. Untuk melintasi Situ Cangkuang dan mengunjungi Kampung Pulo, makam Arif Muhamad dan Candi  Cangkuang,  pengunjung  harus  menaiki  rakit  dari  bambu  yang  dicat  dengan beraneka  warna.  Rakit  yang  berkapasitas  30  orang  ini  baru  beroperasi  kalau penumpangnya  sudah penuh dengan  tarif Rp.  2.000/orang,  atau dapat disewa  sebuah rakit. Biasanya pengemudi dan rakitnya akan menunggu pengunjung untuk kemudian diantar kembali ke tempat keberangkatan. 

 

Page 46: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

12

Gambar 3.4 Penyewaan Rakit Menuju Kawasan Candi Cangkuang dan Kampung Pulo 

  

Candi Cangkuang adalah candi yang berasal dari abad ke‐7 dan merupakan salah satu dari  sedikit candi peninggalan Hindu yang  terdapat di  Jawa Barat. Candi  ini memiliki ketinggian sekitar 8,5 m. Persis di samping Candi Cangkuang  terdapat makam Embah Dalem  Arif  Muhammad,  yaitu  seorang  penyebar  agama  Islam  di  daerah  ini.  Arif Muhammad dan kawan‐kawannya yang mensyiarkan Islam sendiri berasal dari kerajaan Mataram  di  Jawa  Timur.  Kegiatan  wisata  yang  bisa  dilakukan  oleh  wisatawan  di kawasan  cagar  budaya  Candi  Cangkuang,  antara  lain  adalah melihat  pemandangan, memancing, berjalan‐jalan, berziarah dan melakukan penelitian tentang kebudayaan.  

Gambar 3.5 Candi Cangkuang 

  

Fasilitas yang  terdapat di kawasan  ini antara  lain adalah  toilet umum sebanyak 6 buah dengan kondisi yang cukup baik. Terdapat pula 3 buah shelter, namun dengan kondisi yang kurang baik. Pusat informasi dan loket tiket yang letaknya di pinggir situ. Sebuah museum kecil dan pendopo yang terdapat di depan candi. Di kawasan ini juga terdapat sebuah masjid yang berada di kawasan adat Kampung Pulo.  

Page 47: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

13

WISATA BUDAYA KAMPUNG TRADISIONAL 

a. Kampung Pulo 

Kampung  Pulo merupakan  suatu  perkampungan  tradisional  yang  terdapat  di  dalam pulau  di  tengah  kawasan  Situ  Cangkuang.  Kondisi  di  kawasan  ini memiliki  kualitas lingkungan  yang  baik  dengan  kebersihan  yang  cukup  terjaga  dan  juga  bentang  alam yang baik. Tingkat visabilitas di kawasan  ini digolongkan cukup bebas dengan  tingkat kebisingan yang  rendah. Dulu Kampung Pulo  terletak di  tengah pulau dan dikelilingi Situ Cangkuang,  tetapi  sekarang  sebagian  telah menjadi  lahan persawahan. Luas areal perkampungan  ini  sekitar  ±  2,5 Ha  dengan  jumlah  penduduk  sebanyak  61  jiwa  yang terhimpun kedalam 6 kepala keluarga. 

Kampung Pulo terdiri dari enam buah rumah yang berderet dan saling berhadapan satu dengan  lainnya, masing‐masing tiga di sebelah kiri dan tiga disebelah kanan, ditambah dengan  satu mushala.  Suatu  keunikan  yang menjadi  ciri  khas Kampung  Pulo  adalah adanya aturan adat yang mengatur pola permukiman dan jumlah kepala keluarga yang diperbolehkan  tinggal di kampung  tersebut, yaitu hanya boleh ditempati oleh 6 kepala keluarga (atau 6 keluarga inti) saja. Keseluruhan bangunan yang ada di Kampung Pulo, yaitu  6  buah  rumah dan  sebuah  langgar/surau dibangun di  atas  tanah  seluah  0,5 Ha. Tipologi, bentukan, bahan bangunan maupun orientasi  rumah di Kampung Pulo semua seragam  tanpa  terkecuali.  Batas  antar  rumah  hampir  tidak  ada,  sehingga  letaknya hampir berdempetan, pekarangan ada di bagian tengah dari ke‐enam bangunan rumah tersebut. Rumah di Kampung Pulo memiliki orientasi dari arah barat ke  timur dengan arsitektur rumah panggung yang memiliki kolong di bagian bawahnya. 

Gambar 3.6 Kampung Pulo 

 

Hingga saat ini masyarakat penghuni Kampung Pulo masih tetap teguh memegang adat dan  tradisi  yang  telah  ada  secara  turun  temurun.  Diantara  tradisinya  adalah penyelenggaraan upacara  adat  yang  sering dilakukan,  antara  lain Upacara Marhaban, Upacara Kematian, Upacara  Jaroh Mitembeyan, Upacara Ngadegkeun Susuhunan, Upacara Ngibakan Benda Pusaka. Kesenian dan olahraga di kalangan masyarakat Kampung Pulo kurang  berkembang. Hal  ini  dikarenakan  tidak  adanya  lapangan  olahraga  dan  tidak pernah  diselenggarakannya  pertunjukan  kesenian.  Selain  tidak  ada  grup  kesenian, kondisi  tersebut  juga  berkaitan  dengan  adanya  peraturan  adat  yang  mentabukan pemukulan gong besar. 

Page 48: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

14

WISATA ALAM 

a. Situ Bagendit 

Objek  wisata  Situ  Bagendit  terletak  di  Desa  Bagendit,  Kecamatan  Banyuresmi  atau berjarak sekitar 13 km dari Kota Garut. Situ Bagendit merupakan sebuah tempat rekreasi air berupa danau dengan  luas sekitar 124 Ha yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal.  Objek  wisata  ini  dikelola  oleh  Bapak  Ajan  Sobari  dengan  status  kepemilikan berada  di  tangan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Garut  yang  kewenangannya dilimpahkan  kepada  Dinas  Pariwisata  dan  Kebudayaan  Kabupaten  Garut  yang bekerjasama dengan pihak swasta yaitu Bapak Adang Kurnia. 

Kawasan wisata Situ Bagendit berjarak 4 km dari pusat Kota Garut. Terdapat angkutan umum berupa angkot  jurusan Terminal Guntur – Kp. Mengger dan Garut – Limbangan  dengan  tarif  Rp.  1.500/orang  dan  ojeg  dengan  tarif  sekitar  Rp.  2.000.  Kualitas pemandangan dan  tingkat keamanan sepanjang  jalan menuju kawasan objek dan daya tarik wisata ini cukup baik. 

Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di kawasan Situ Bagendit  ini antara  lain adalah menikmati  pemandangan  dan mengelilingi  danau  dengan menggunakan  perahu  atau rakit. Para pengunjung juga dapat melakukan kegiatan rekreasi keluarga, bersepeda air, naik  rakit  atau  perahu  dari  bambu,  serta  memancing.  Di  belakang  telaga  kecil  itu, terbentang pemandangan Gunung Guntur. Pada waktu pagi atau menjelang senja hari bayangan  gunung  tersebut  sering  terpantul  pada  permukaan  air,  dan  nampak  sangat  indah.  

Seperti  juga beberapa daya  tarik wisata  lain di  Jawa Barat, Situ Bagendit  juga memiliki cerita legenda terbentuknya situ ini. Legenda tersebut dikenal dengan sebutan Nyi Endit. Setiap  tahunnya  diadakan  Festival  Bagendit  di  lokasi  ini  dengan  tujuan  untuk mempromosikan budaya setempat.  

Fasilitas yang  tersedia di kawasan  ini yaitu penyewaan 60 buah  rakit dengan  tarif Rp. 25.000/15  menit  tiap  rakitnya,  11  buah  sepeda  air  dengan  tarif  Rp.  10.000/15  menit. Terdapat  juga kereta api mini dengan tarif Rp. 2.000 dan kolam renang di kawasan Situ Bagendit  ini. Berdasarkan Perda No.  11  tahun  2001 harga masuk  tiket ke kawasan  ini adalah Rp. 1.000/orang untuk dewasa dan Rp. 500/orang untuk anak‐anak.  

Di  bagian depan  kawasan  Situ Bagendit  terdapat  tempat parkir dengan  luas  1.400 m2 yang  berdaya  tampung  30  bus,  60  kendaraan  pribadi  dan  180  kendaraan  bermotor. Lokasi parkir  ini dalam kondisi yang  cukup baik walaupun  lapisan permukaan masih berupa tanah. Terdapat sebuah pos tiket yang juga berfungsi sebagai pintu masuk dalam kondisi  yang  cukup  baik,  serta  beberapa  toilet  umum  dalam  kondisi  bangunan  dan kebersihan yang  cukup. Di kawasan  ini  juga  terdapat  taman bermain dengan vegetasi peneduh,  tempat  ibadah  berupa Mushola,  serta  beberapa  kedai  penjual makanan dan cenderamata.  

Jumlah karyawan di objek dan daya  tarik wisata  Situ Bagendit  ini hanya berjumlah  6 orang.  Jumlah pengunjung yang berkunjung ke objek wisata  ini perbulannya mencapai 

Page 49: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

15

sekitar  400  –  600  orang.  Para  pengunjung  tersebut  umumnya  adalah wisatawan  lokal yang  berasal dari Garut, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Bandung, dan Jakarta. 

 

b. Gunung Papandayan 

Objek dan daya tarik wisata Gunung Papandayan terletak di Desa Sirna Jaya dan Desa Keramat Wangi, Kecamatan Cisurupan, atau  sekitar 28 Km barat daya wilayah Garut. Gunung  ini merupakan  salah  satu  gunung  yang masih  aktif  di  Jawa  Barat,  gunung berapi dengan ketinggian 2.638 m dpl. Luas kawasan objek wisata ini secara keseluruhan adalah 7.132 Ha, yang  terdiri dari  cagar alam dengan  luas 6.807 Ha dan  taman wisata alam seluas 225 Ha. Pengelola kedua objek wisata tersebut adalah BKSDA Jabar II. 

Aksesibilitas menuju kawasan  ini berupa  jalan  raya dari Garut  – Pameungpeuk   yang merupakan  jalan Provinsi dengan lebar 6 m dan dalam kondisi yang cukup baik. Akses masuk dari Cisurupan – Taman Wisata Alam berupa  jalan sepanjang 9 km dan  lebar 5 km dengan kualitas jalannya yang cukup baik dan dilanjutkan dengan jalan setapak dari tempat parkir  ke  kawah  sepanjang  kurang  lebih  1  km. Dari  tempat parkir wisatawan harus berjalan kaki mendaki selama kurang  lebih setengah  jam menuju ke kawah yang terdiri dari kolam  lumpur yang  terus menerus mengeluarkan gelembung atau  lubang‐lubang yang mengeluarkan uap panas dan belerang. 

Untuk menuju Taman Wisata Alam Papandayan dapat menggunakan kendaraan pribadi atau  alat  transportasi umum  berupa  bis pariwisata,  angkot  yang disewa  khusus,  atau angkutan  lokal  berupa mobil  pick  up dari Cisurupan  ke  kawah  atau  ojeg dengan  rute yang sama. Selain itu, untuk mencapai Gunung Papandayan dengan kendaraan umum, wisatawan dapat juga menumpang minibus dari Garut ke jurusan Cikajang. 

Gambar 3.7 Gunung Papandayan 

 

Daya tarik Gunung Papandayan yang utama adalah kawah, panorama pegunungan dan perkemahan. Kawah di Gunung Papandayan  ada  4  (empat)  buah,  yaitu Kawah Baru, Kawah Mas,  Kawah  Nagklak,  dan  Kawah Manuk.  Gunung  Papandayan merupakan gunung berapi dengan kaldera terluas di Asia. Daya tarik potensial lainnya berupa hutan yang  terdapat di  cagar  alam yang memiliki  sifat khusus untuk penelitian, pendidikan maupun perkebunan. Terdapat  juga kebun  teh yang berada di  luar kawasan yang kini 

Page 50: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

16

dikelola  oleh  PTPN  VIII  Sedep,  Bandung.  Aktivitas  yang  dapat  dilakukan  oleh wisatawan yaitu  trekking, hiking,  fotografi, bird watching, rekreasi dan piknik hutan, serta berkemah  yang  dapat  dilakukan  di  kawasan  taman wisata  alam.  Sedangkan  aktivitas penunjangnya lainnya adalah penelitian fauna dan flora di cagar alam.  

Taman wisata alam di kawasan ini memiliki flora yang dominan yaitu suwagi dan kiteke, sedangkan fauna yang dominan yaitu babi hutan dan burung. Di dalam cagar alam jenis flora yang dominan yaitu hiur, puspa, pasang hura,  saninten,  jamuju dan  sega,  sedangkan jenis fauna yang dominan di dalam cagar alam yaitu babi hutan, beberapa jenis burung, macan  kumbang  dan macan  tutul.  Beberapa  flora  dan  fauna  langka  yang  terdapat  di cagar alam ini diantaranya adalah saninten dan rusa, elang Jawa, lutung dan surili.  

Di Papandayan  terdapat 10 buah kios  serta 1 buah  toko  cenderamata yang  terletak di deket pintu masuk  (loket karcis) yang berada di sekitar  lahan parkir. Tempat parkir di kawasan ini memiliki luas 1 ha terletak di dekat pintu masuk dan berkapasitas 100 bus, 200 mobil dan motor dengan jumlah yang  cukup banyak. Kondisi tempat parkir cukup baik  dengan  lapisan  permukaan  bervariasi,  sebagian  beraspal,  dan  sebagian  lainnya masih  tanah  berbatu  kerikil  yang  ditumbuhi  rumput.  Terdapat  1  buah  toilet  umum dengan  kebersihan/sanitasi  cukup  dan  kondisi  bangunan  sederhana.  Terdapat  juga sebuah  shelter  dan  3  buah  tempat  sampah  berupa  keranjang  sampah  yang  terletak  di dekat  lokasi parkir. Di kawasan Gunung Papandayan  ini  terdapat 2 bumi perkemahan, yaitu Pondok Salada yang berjarak 3 km dari pintu masuk ke arah puncak dengan luas lahan 2 Ha dan Camp David yang terletak di belakang tempat parkir dengan  luas  lahan kurang  lebih  1 Ha. Di  bumi perkemahan  ini  tersedia  fasilitas  tempat  api unggun dan lapangan upacara. Sayangnya, air bersih di Camp David dan  taman wisata alam belum ada, akibat aktivitas gunung api,  sedangkan di Pondok Salada  terdapat mata air yang berasal dari  Sungai Cisalada. Tingkat kebersihan dan kondisi perkemahan di Gunung Papandayan  cukup  baik.  Sudah  ada  sebuah  interpretative  center  dengan  tingkat kebersihan dan kondisinya baik yang terletak di pos  jaga atau loket. Kondisi keamanan di wilayah ini juga relatif aman dan terjaga dengan baik. 

 

c. Gunung Guntur 

Gunung  Guntur  merupakan  salah  satu  gunung  yang  berada  di  wilayah  Kabupaten Garut, yang terletak di Kampung Dukuh, Desa Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler. Gunung  ini memiliki  luas  kawasan  sekitar  250  ha  yang  sebagian  besar masih  berupa areal  terbuka, dan  seluruhnya dikelola oleh BKSDA  Jawa Barat  II yang mengacu pada aspek  legalitas  dari  SK Menteri  Kehutanan No:  274/kpts  II/99. Gunung Guntur  yang merupakan gunung api aktif dengan aktivitas vulkanik ini, memiliki ketinggian 2.000 m dpl  dan memiliki  satu  kawah  pada  salah  satu  puncaknya. Gunung Guntur memiliki karakter  bentang  alam  yang  unik  yaitu  memiliki  tiga  bukit  pada  puncaknya,  yang masing‐masing bukitnya memiliki ketinggian 1.000 m  (dari kaki gunung), 1200 m, dan 1.300 m pada puncak paling tinggi.  

Aksesibilitas  untuk menuju wilayah Gunung Guntur  berupa  jalan  raya  dengan  kelas jalan kecamatan yang memiliki  lebar 3 m dan panjang 3 km dengan kondisi baik. Jalan akses selanjutnya memiliki kondisi yang cukup dengan kelas jalan desa dengan lebar 2.5 

Page 51: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

17

–  3 m  dan  panjang  2  km.  Terdapat  pula  akses  jalan  setapak  dengan  lebar  0.5  –  1 m dengan kondisi yang cukup baik. Untuk mencapai ke kaki gunung yang berjarak 5 km dari  terminal Kota Garut,  yaitu  terminal Guntur,  dapat menggunakan  angkutan  kota jurusan Garut – Cipanas yang beroperasi dari pukul 05.00 hingga pukul 19.00 WIB, atau dapat menggunakan angkutan tradisional berupa delman. 

Gunung  ini memiliki daya  tarik  berupa medan  gunung  yang menantang,  lembah,  air terjun, sungai, panorama alam dan kawah. Gunung Guntur memiliki konfigurasi umum berupa  lahan bergunung dengan kemiringan yang sangat curam dan memiliki material tanah berupa tanah pasir berbatu. Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Guntur belum dikembangkan secara  intensif untuk kegiatan pariwisata, saat  ini hanya para penjelajah dan  petualang  (wisatawan  minat  khusus)  saja  yang  mengunjungi  kawasan  Gunung Guntur, khususnya untuk berkemah, hiking maupun trekking.  

Kawasan wisata  ini memiliki  sumber mata air panas yang disalurkan ke kolam‐kolam dan pemandian yang  terdapat di berbagai penginapan di wilayah Cipanas. Tempat  ini dapat  dijadikan  pangkalan  (base)  sebelum  menjelajahi  beberapa  objek  wisata  lain  di sekitarnya.  Tempat‐tempat  peristirahatan  dan  pemandian  air  panas  tersebut  dikemas bervariasi  dalam  bentuk  mewah  hingga  yang  sederhana.  Tak  jarang  di  beberapa penginapan disediakan kolam renang air hangat dan  tempat berendam yang berada di dalam kamar‐kamar. Berjarak sekitar 3 Km dari Cipanas, melalui jalan yang mendaki ke arah  puncak  Gunung  Guntur,  terdapat  air  terjun  yang  dikenal  dengan  nama  Curug Citiis. Dari lokasi air terjun ini, wisatawan dapat melanjutkan pendakian selama kurang lebih  4  jam  ke  puncak Gunung Guntur.  Para  pendaki  umumnya memulai  pendakian sekitar jam 5 pagi untuk mendapatkan pemandangan yang jelas pada saat tiba di puncak gunung. 

 

d. Curug Citiis 

Curug Citiis  adalah  air  terjun yang  terletak di Desa Pasawahan, Kecamatan Tarogong dengan luas 30 m2 dan berada pada ketinggian 1.000 m dpl. Konfigurasi umum lahan  di kawasan  ini  pada  umumnya  berbukit‐bukit  dengan  tingkat  kemiringan  yang  agak curam, dan  stabilitas  tanah yang  sedang. Pada musim kemarau, debit air Curug Citiis akan berkurang. Kualitas  lingkungan di sekitar kawasan  ini cukup baik dengan tingkat sanitasi yang baik dan bentang alam yang cukup indah. Pencemaran udara hampir tidak ada,  namun  terdapat  pencemaran  air  akibat  sampah‐sampah  sisa  makanan  yang ditinggalkan para pengunjung dan penambang pasir yang bekerja di kawasan tersebut.  

Objek ini berjarak sekitar 10 km dari ibukota Kec. Tarogong, dan sekitar 15 km dari Kota Garut. Jarak terminal terdekat menuju kawasan ini adalah dari perkampungan terdekat yaitu Kampung Dukuh yang berada di kaki Gunung Guntur dan berjarak sekitar 5 km. Jalan akses menuju ke Curug Citiis memiliki lebar sekitar 4 m dengan  panjang sekitar 2 km, dan dilanjutkan jalan setapak dengan lebar 1 m dan panjang 4 km. Untuk menuju ke objek  ini,  pengunjung  bisa  menggunakan  kendaraan  pribadi  hingga  kaki  Gunung Guntur, serta angkutan tradisional dari Cipanas ataupun dari Kota Garut berupa delman ataupun menggunakan ojeg. 

Page 52: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

18

Konon air  terjun  ini merupakan  tempat bertemunya para raja dari seluruh Pulau  Jawa. Nama  Curug  Citiis  sendiri  berasal  dari  kata  cai  tiis  yang  berarti  air  dingin  karena menurut penduduk  sekitar  suhu  air dari  air  terjun  ini paling dingin  sewilayah Garut. Sumber  air  curug  berasal  dari Gunung Guntur  yang mempunyai  dua  buah mata  air, yaitu  mata  air  panas  yang  mengalir  ke  daerah  Cipanas,  dan  mata  air  dingin  yang mengalir  ke  aliran  Curug  Citiis.  Aktivitas  yang  dapat  dilakukan  antara  lain  hiking, trekking, menikmati pemandangan, berkemah dan berekreasi.  

Di  kawasan  ini  terdapat  tiga  buah  shelter  dalam  kondisi  cukup  baik  namun  banyak terdapat  coretan,  sebuah  kios dalam  kondisi  yang  cukup  yang  hanya  buka  pada  hari Minggu. Objek wisata  ini belum memiliki  fasilitas akomodasi, kamar kecil atau  tempat ibadah.  Fasilitas‐fasilitas  tersebut  dapat  dijumpai  di  kawasan  Cipanas  yang  hanya berjarak sekitar 7 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Untuk fasilitas rumah makan hanya terdapat di Kecamatan Tarogong.  

 

e. Taman Rekreasi Cipanas 

Objek wisata buatan berupa taman rekreasi dan kolam renang air panas Cipanas terletak di wilayah Cipanas, Kecamatan Tarogong. Luas keseluruhan  tanah yang dimiliki  oleh Pemda Garut  berikut Hotel Cipanas  Indah  adalah  9.335 m2. Lahan  taman  rekreasi  ini berbukit‐bukit,  dengan  kemiringan  lahan  agak  curam,  stabilitas  tanah  sedang,  daya serap tanah baik, serta kualitas lingkungan cukup baik. Selain milik Pemda, di lokasi ini banyak  terdapat penginapan atau hotel maupun kolam  renang dan  fasilitas berendam yang diusahakan oleh masyarakat sekitar ataupun swasta.  

Untuk  menuju  ke  kawasan  ini  dapat  menggunakan  kendaraan  pribadi  yang  akan menempuh  jarak  kurang  lebih  2  km  dari Kecamatan  Tarogong.  Selain  itu  juga  dapat menggunakan  angkutan  kota  dengan  rute Cipanas  –  Tarogong. Kondisi  jalan menuju kawasan ini cukup baik, dengan lebar jalan 3 – 4 meter. 

Fasilitas yang ada di kawasan ini berupa penginapan, kolam renang, serta pemandian air panas yang dikelola oleh Pemda, swasta dan masyarakat. Pengunjung yang datang bebas memilih  tempat  mana  yang  hendak  dikunjungi  di  kawasan  Cipanas  ini.  Umumnya kolam renang air panas yang tersedia berukuran sekitar 20 x 10 m2 dan masing‐masing tempat memiliki toilet umum atau kamar mandi. Di kawasan ini terdapat sebuah pusat informasi  yang  terletak  di  dekat  pintu  keluar masuk,  dan  sebuah menara  pengawas. Sarana  umum  lain  yang  terdapat  di  kawasan  ini  adalah  tempat  parkir  yang  dapat menampung  30  kendaraan  pribadi  serta  80  sepeda  motor.  Aktivitas  yang  dapat dilakukan wisatawan di taman rekreasi  ini adalah berenang, berendam, berekreasi atau bersantai. Di kawasan  ini  juga  terdapat  fasilitas  resort hotel, hotel kelas melati  sampai dengan  bintang  tiga,  beberapa  restoran,  lapangan  tenis  dan  bulutangkis,  kios cenderamata & jajanan, masjid serta pemandu wisata dari masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan. 

 

 

 

Page 53: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

19

 

f. Taman Wisata Alam Talaga Bodas 

Di sebelah timur wilayah Garut terdapat Gunung Telaga Bodas dengan ketinggian 2.201 m  dpl  yang  memiliki  kawah  berwarna  hijau  terang  dan  mengeluarkan  gelembung. Tepatnya terletak di Desa Wana Raja, atau sekitar 27 kilometer dari Kota Garut. Wisata Kawah Telaga Bodas  ini  termasuk ke dalam Taman Wisata Alam  (TWA) Talaga Bodas. Kawasan TWA Kawah Talaga Bodas memiliki luas kurang lebih 23,85 Ha dan berada di ketinggian  1.512  m  dpl.  Air  kawah  Talaga  Bodas  ini  sering  berubah‐ubah  warna tergantung dari suhu dan kelembaban. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh E.W. de Kroon pada tahun 1938, suhu di kawah Talaga Bodas ini mencapai 94o C. 

Stabilitas  tanah dan daya  serap air kawasan  ini  tergolong  sedang.  Jenis material  tanah adalah  tanah  cadas  berbatu.  Kondisi  lingkungan  di  kawah  Talaga  Bodas  cukup  baik dengan  kebersihan  dan  bentang  alam  yang  tergolong  baik,  terbukti  dari  tidak terdapatnya  pencemaran  air,  tanah,  udara  dan  sampah,  hanya  saja  masih  terdapat coretan ditempat  tertentu yang dilakukan oleh pengunjung. Kawasan  ini dikelola oleh BKSDA  Jawa  Barat  ll  berdasarkan  SK Menteri No:  98/KPTS/UM/1978,  dengan  status kepemilikan lahan oleh Departemen Kehutanan. 

Aksebilitas menuju objek dan daya tarik wisata ini berupa jalan kelas kecamatan dengan kondisi  yang  baik.  Untuk mencapai  lokasi  TWA  ini  dapat menggunakan  kendaraan pribadi maupun alat  transportasi umum berupa angkutan kota dengan  trayek: Garut – Cibatu,  Garut  –  Cikelet,  terminal  Guntur  –  Sukawening,  dan  jalur  terminal  Guntur Perumnas Cempaka Indah, atau dapat juga mempergunakan alat transportasi tradisional berupa delman dan ojek. Para pengunjung umumnya mencapai lokasi dengan membawa kendaraan  roda  dua  (motor).  Untuk mencapai  tempat  ini  dengan  kendaraan  umum wisatawan dapat menumpang angkot ke Wanaraja dilanjutkan dengan angkot ke tempat parkir  dan  kemudian  berjalan  kaki menuju  kawah.  Keadaan  jalan menuju  lokasi  ini kondisinya rusak parah hingga praktis tidak dapat dilalui oleh mobil sekelas sedan atau city car. 

Pengunjung yang datang ke TWA Talaga Bodas ini biasanya melakukan aktivitas berupa trekking, hiking, piknik, atau  sekedar  jalan‐jalan dan bersantai. Di kawasan  ini  terdapat pula  hutan wisata,  cagar  alam  yang  sering digunakan  untuk  tempat  berkemah. TWA Talaga  Bodas  yang  menurut  Surat  Keputusan  Menteri  Pertanian  Nomor: 98/Kpts/UM/2/1978 memiliki  luas  kurang  lebih  23,85 Ha  itu,  sampai  sekarang  belum dilengkapi  dengan  fasilitas  pendukung  yang memadai.  Fasilitas  yang  kini  tersedia  di kawasan ini adalah 1 pos masuk dan 2 buah shelter. Fasilitas ibadah terdekat hanya ada di Desa Sukamanak. Di kawasan  ini  juga tidak terdapat fasilitas akomodasi dan rumah makan yang memadai. 

 

g. Paragliding Gunung Haruman 

Objek wisata dan daya  tarik olah  raga paraglading Gunung Haruman  ini berlokasi di Desa Haruman Sari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut. Status kepemilikan tanah yang  digunakan  untuk  paraglaiding  adalah  tanah  masyarakat  yang  masih  belum 

Page 54: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

20

dikelola secara khusus. Gunung Haruman sendiri memiliki ketingian lebih kurang 1.300 m dpl dan bukan merupakan jenis gunung api. Konfigurasi umum lahan  di kawasan ini adalah  berbukit  dengan  kemiringan  lahan  agak  curam,  berdaya  serap  tanah  baik, stabilitas tanah cukup baik, serta jenis material tanahnya pasir berbatu. 

Untuk mencapai  kawasan  terbang  layang Gunung Haruman dapat melalui  jalan  raya Garut  –  Bandung  yang melewati Kecamatan Kadungora. Dari Kecamatan Kadungora dapat menggunakan kendaraan pribadi atau ojeg menuju Desa Haruman Sari. Adapun jarak yang ditempuh dari Kecamatan Kadungora menuju Desa Haruman Sari berjarak lebih kurang 15 km dengan lebar jalan 2 – 4 m yang berkondisi agak kurang baik. Untuk menuju  landasan  terbang  layang dari Desa Haruman Sari masih berjarak  sekitar 7 – 8 km,  biasanya  para  pengunjung  yang  datang menggunakan mobil  jeep  atau  sejenisnya untuk  menuju  ke  lokasi.  Hal  ini  disebabkan  oleh  kondisi  jalan  yang  sangat  rusak sehingga tidak memungkinkan untuk dilalui oleh mobil selain jeep. 

Kegiatan wisata yang dapat dilakukan wisatawan di kawasan ini adalah terbang layang, trekking, menikmati pemandangan dan  fotografi. Pengunjung yang datang ke Gunung Haruman  umumnya  berasal  dari  Jakarta,  Jawa  Tengah  dan  Jawa  Timur,  sedangkan pengunjung mancanegara berasal dari negara Singapura, Belanda, Korea dan Amerika Serikat yang datang khusus  untuk melakukan olah raga paraglaiding.  

Landasan yang digunakan untuk terbang layang memiliki luas 40 x 15 m2 dengan lapisan permukaan  tanah  rerumputan  berkemiringan  lahan  yang  cukup  landai.  Untuk melakukan olah  raga  terbang  layang,  setiap pengunjung biasanya membawa peralatan sendiri,  hal  ini  dikarenakan  belum  adanya  pengelolaan  secara  khusus  sehingga  tidak tersedia tempat penyewaan peralatan yang dibutuhkan.  

 

WISATA KESENIAN TRADISIONAL 

a. Surak Ibra 

Kesenian Surak  Ibra atau  juga dikenal dengan nama Boboyongan merupakan kesenian tradisional  yang  sudah  ada  sejak  tahun  1910.  Kesenian  ini  awalnya  berkembang  di Kampung  Sindang  Sari,  Desa  Cinunuk,  Kecamatan  Wanaraja  yang  diciptakan  oleh Raden  Djajadiwangsa  yaitu  putra  Raden  Wangsa  Muhamad  atau  Pangeran  Papak. Kesenian  ini  diciptakan  untuk menyindir  penjajahan  yang  kala  itu  sangat  bertindak sewenang‐wenang dengan  pribumi.  Surak  Ibra ditampilkan  oleh  puluhan  orang  yang terdiri  dari  pemain  angklung,  dog‐dog,  serta  instrumen  lainnya,  dan  juga  dilengkapi dengan  beberapa  orang  penari.  Pada  puncak  acara  salah  seorang  dari  pemain dilemparkan ke atas sambil dikelilingi oleh pembawa obor.  

 b. Lais 

Lais merupakan kesenian akrobatik yang sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Nama  lais  sendiri diambil dari  seorang penduduk Kampung Nangka Pait, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut yang sangat terampil memanjat pohon kelapa. Permainan yang  ditampilkan  berupa  kesenian  akrobatik  tradisional  dimana  pemain  utamanya bergelantungan  sembari menari  berputar‐putar  pada  seutas  tambang  yang  dikaitkan 

Page 55: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

21

pada dua batang bambu. Pada saat berakrobat, pemain diiringi oleh musik pencak silat tradisional Sunda dengan sesekali diiringi oleh cerita jenaka dari para pemain musik.  

b. Hadro 

Hadro merupakan kesenian yang berasal dari daerah Bojong di Kecamatan Bungbulang yang  sudah  ada  sejak  tahun  1971. Kesenian  ini pertama  kali diperkenalkan  oleh K.H. Ahmad Sayuti dari Kampung Singuru, Kecamatan Samarang. Hadra berupa gabungan dari  lagu‐lagu  serta  syair‐syair keagamaan  Islami yang diikuti dengan gerakan pencak silat ringan dan alunan musik dari rebana dan dog‐dog.  

 c. Pencak Ular  

Pencak  ular  adalah  kesenian  yang  berasal  dari  Kecamatan  Samarang.  Sebenarnya kesenian  ini  tidak  jauh  berbeda  dengan  kesenian  pencak  silat  dari  daerah  lainnya. Bedanya adalah pada kesenian ini para pemainnya membawa serta ular untuk dijadikan sebagai bagian dari atraksi pencak silatnya. Uniknya ular yang dibawa biasanya masih berbisa.  Pada  atraksinya  para  pemain  dapat  menjinakkan  ular  berbisa  tersebut  dan bahkan kebal akan racunnya, bila tergigit.  

 d. Gesrek 

Kesenian  Gesrek  berasal  dari  Kampung  Kamongan,  Desa  Pakenjeng,  Kecamatan Pamulihan.  Kesenian  ini  disebut  juga  Seni  Bubuang  Diri  yang  artinya  adalah  seni mempertaruhkan  nyawa.  Atraksinya  mirip  dengan  kesenian  debus,  para  pemain memainkan golok yang  tajam  sembari disertai gerakan pencak  silat, para pemain  juga saling memukul dengan bambu kemudian berguling‐guling  atau berjalan di  atas bara api. Kesenian  ini  terdiri dari 10  (sepuluh) pemain utama dan 4 sampai 7 orang pemain yang bertugas menjaga pemain utama. 

  

Permasalahan  dan  Isu‐Isu  Strategis  Pengembangan  Daya  Tarik  Wisata  di  Wilayah Kabupaten Garut (terkiat dengan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan) 

Permasalahan dan isu strategis yang terkait pengembangan daya tarik wisata dan budaya di Kabupaten Garut yang terangkum dalam dokumen Rencana Kerja Tahunan (Renjata) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut  tahun  2007, hasil penelitian melalui  angket dan indepth interview yang terangkum dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Garut Tahun 2006, serta hasil Focus Group Discussion (FGD) yang  diadakan  dalam  rangka  pengerjaan  studi,  khususnya  pada  objek wisata  alam  dan budaya adalah sebagai berikut: 

 ‐ Permasalahan 

Belum  maksimalnya  upaya  dalam  menciptakan  rasa  aman  bagi  pengunjung,  karena pada beberapa tempat objek wisata masih terjadi tindakan kejahatan dan pemerasan. 

Lemahnya  kemampuan  manajerial  di  dalam  pengelolaan  dan  pemanfaatan  produk‐produk wisata, padahal pilihan objek wisata semakin beragam dan berkualitas. 

Page 56: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

22

Belum  adanya  apresiasi  pengembangan  yang memadai  terhadap  keunikan  dan  citra kawasan. 

Belum terintegrasinya komplementaritas antarobjek dan daya tarik wisata. 

Pariwisata  masih  berada  pada  aspek  nonrasional  dan  tidak  pada  apresiasi  budaya, kesejarahan, dan pengemasan dalam hubungan dengan nilai‐nilai kesejamanan. 

Kurangnya  perhatian  akan  AMDAL  atau  bahkan  tidak  ada  AMDAL  sama  sekali, padahal  ini  merupakan  salah  satu  syarat  sebelum  suatu  sumber  daya  alam  akan dikembangkan menjadi objek wisata alam. 

Kurangnya penelitian akan kebutuhan suatu objek wisata, khususnya melalui riset pasar baik secara regional, nasional maupun global. 

Kurangnya keterkaitan antarobjek wisata yang satu dengan yang lainnya, baik di dalam lingkup kabupaten sendiri maupun dengan kabupaten sekitarnya.  

Kurangnya  pemahaman  dan  perhatian  akan  tata  guna  lahan  maupun  tata  ruang  di sekitar kawasan objek dan daya tarik wisata. 

Kurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni budaya di daerahnya sendiri. 

Kurangnya  perhatian  akan  sarana  dan  prasarana  pada  objek  wisata  baik  dalam perencanaan, implementasi maupun operasional dan perawatan di lapangan. Khususnya sarana MCK atau air bersih yang sering tidak memperhatikan sanitasi yang baik. 

Kurangnya diversifikasi produk dan daya tarik wisata yang sudah ada dan berkembang, sehingga dikhawatirkan akan membuat wisatawan jenuh. 

Kurang menariknya pengemasan dan pemasaran hasil/produk kria.  

Kurangnya pemeliharaan dan penataan sektor pembinaan seni tradisional.  

Kurangnya koordinasi dengan pelaku wisata dan  stakeholder  lainnya,  (4) perlu  adanya penataan dan pemeliharaan situs budaya.  

Kurangnya  kerjasama  antara  Kompepar  dengan  BMG  untuk  pengembangan  wisata gunung api.  

Daerah rawan bencana dan ketidaksiapan dalam menangani gempa/bencana alam  

Aksesibilitas yang masih terbatas dalam mengembangkan wisata gunung api. 

 

‐ Isu‐isu Strategis 

Kemajemukan  suku,  budaya,  bahasa  daerah  dan  adat  istiadat merupakan  daya  tarik wisata yang dapat dikembangkan. 

Kekayaan  cagar  alam,  seni  dan  lingkungan  yang  kondusif  merupakan  daya  dorong pengembangan wisata. 

Melemahnya  tatanan  ekonomi  nasional  berpengaruh  terhadap  perkembangan  wisata lokal. 

Lemahnya sistem pelayanan terhadap wisatawan yang dapat memperlemah daya saing. 

Page 57: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

23

Lambannya  pembangunan  daerah‐daerah wisata  yang menyebabkan  tidak  tergalinya secara optimal potensi budaya dan wisata di Kabupaten Garut. 

Bergesernya  budaya  santun,  kekeluargaan,  dan  gotong  royong  ke  budaya  liberal, terbuka, individualisme, materialisme, dan kapitalisme. 

Perhatian terhadap kearifan lokal urang Priangan.  

Kegiatan pariwisata harus dapat menciptakan lapangan kerja.  

Penanggulangan kecelakaan, termasuk mitigasi bencana gunung api.  

Informasi dan komunikasi.  

Pengadaan sarana dan prasarana penunjang wisata budaya. 

 

3.1.2   Wilayah Tasikmalaya 

Terbagi ke dalam 2 (dua) wilayah administratif, yaitu: 

A. Kota Tasikmalaya 

Kota Tasikmalaya sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tasikmalaya. Kemudian Kota Tasikmalaya diresmikan menjadi Kota Administratif Tasikmalaya melalui  Peraturan Pemerintah  No.  22  Tahun  1976.  Pada  awal  pembentukannya,  wilayah  administratifnya meliputi  3  kecamatan,  yaitu Cipedes, Cihideung, dan Tawang  yang membawahi  13 desa. Seiring  dengan  perkembangan  otonomi  daerah,  pada  tanggal  17  Oktober  2001  melalui Undang‐Undang  No.  10  Tahun  2001,  Kota  Tasikmalaya  diresmikan  menjadi  wilayah otonom.  Sekarang, wilayah Kota Tasikmalaya meliputi  8 kecamatan dengan  15 kelurahan dan 54 desa.  

Secara  geografis,  Kota  Tasikmalaya  berada  pada  108°08’38”  ‐  108°24’02”  BT  dan  7°10’  ‐ 7°26’32” LS, tepatnya di bagian tenggara Provinsi Jawa Barat atau sekitar 105 km dari Kota Bandung  dan  kurang  lebih  255  km  dari  Kota  Jakarta.  Adapun  batasan  wilayah  Kota Tasikmalaya, mencakup: 

‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. 

‐ Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya. 

‐ Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya. 

‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. 

Kota Tasikmalaya memiliki luas keseluruhan administratif sebesar 17.156,20 Ha atau sekitar 171,56 Km² dengan  jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai 551.072  jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat melihat pada tabel berikut. 

 

 

 

 

Page 58: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

24

 

 Tabel 3.5 

Luas Administratif Kecamatan, Jumlah Kelurahan/Desa, serta  Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2005 

 

Sumber : Kota Tasikmalaya dalam Angka, 2006 

 Kota Tasikmalaya dikenal dengan hasil barang‐barang kerajinan tangan dari rotan. Dengan bahan  dasar  dari  daun  palem  dan  bambu,  kerajinan  tangan  yang  dihasilkan  banyak menghasilkan  tikar,  keranjang,  asbak,  topi  anyaman,  dan  payung  kertas.  Selain  itu, Kota Tasikmalaya  juga dikenal dengan kerajinan renda bordel, sendal kayu (kelom geulis), serta industri batik skala kecil. Banyak wisatawan menganggap Kota Tasikmalaya hanyalah kota transit, namun di beberapa  tempat di sekitar Kota Tasikmalaya  juga memiliki objek wisata yang  menarik  untuk  dikunjungi.  Bahkan  untuk  mendukung  kegiatan  pariwisata  dan perdagangan, Pemerintah Kota Tasikmalaya membuat sebuah  lokasi khusus yang menjadi tempat pameran bordir untuk para pengrajin Tasik, yang berlokasi di Kawalu. Sekarang kota ini berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan di Jawa Barat.  

Berdasarkan  data  tahun  2006  yang  diperoleh  dari Dinas  Perindustrian  dan  Perdagangan Kota Tasikmalaya,  jumlah  unit  usaha  yang  ada di wilayah  ini  berjumlah  3.426 unit  yang menyerap  tenaga  kerja  sebanyak  33.744  orang  dengan  total  nilai  produksi  sebesar  1,115 trilyun rupiah. Industri kerajinan yang ada di Kota Tasikmalaya ini tergabung ke dalam 133 sentra industri yaitu dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut. 

No.  Kecamatan  Luas Wilayah (Km²) 

Jumlah Kelurahan/Desa 

Jumlah Penduduk (jiwa) 

1.  Cipedes  8,10  4  66.997 2.  Cihideung  5,30  6  64.367 3.  Tawang  5,33  5  52.522 4.  Cibeureum  29,41  15  89.370 5.  Tamansari  28,52  8  52.161 6.  Kawalu  41,12  10  72.759 7.  Mangkubumi  23,68  8  70.683 8.  Indihiang  30,10  13  82.213 

Jumlah Total  171,56  69  551.072 

Page 59: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

25

Tabel 3.6 Sentra Industri Kerajinan di Kota Tasikmalaya  

 Sumber : Potensi Industri dan Perdagangan Kota Tasikmalaya tahun 2006 

Dari keseluruhan  industri yang ada di Kota Tasikmalaya, yang  termasuk kedalam  industri kerajinan unggulan adalah industri kerajinan bordir, kerajinan anyaman mendong, kerajinan anyaman bambu, kerajinan  alas kaki/kelom geulis, kerajinan meubel, kerajinan batik, dan kerajinan payung geulis. 

Selain industri kerajinan, di Kota Tasikmalaya juga terdapat objek dan daya tarik wisata lain yang  berupa wisata  budaya,  alam maupun  ziarah.  Adapun  beberapa  objek wisata  yang terdapat di Kota Tasikmalaya dapat dilihat pada tabel 3.7 di halaman berikut. 

Sentra Industri   Jumlah  Lokasi Sentra Bordir  32  Kec. Kawalu, Tawang, Cihideung, Cibeureum, 

Indihiang, Mangkubumi Sentra Kelom Geulis  18  Kec. Mangkubumi, Cihideung, Tamansari, 

Cibeureum Sentra Kerajinan Mendong  12  Kec. Cibeurum, Tamansari Sentra Kerajinan Bambu  5  Kec. Tawang, Indihiang, Tamansari Sentra Konveksi  13  Kec. Cibeureum, Tawang, Cipedes, Tamansari Sentra Kerajinan Payung  1  Kec. Indihiang Sentra Batik  2  Kec. Indihiang, Cipedes Sentra Kerajinan Pandan  1  Kec. Kawalu Sentra Meubel  7  Kec. Tamansari, Tawang, Cipedes, Cibeureum Sentra Makanan  22  Tersebar di setiap kecamatan Sentra Bata Merah   9  Kec. Kawalu, Indihiang, Tamansari Sentra Boneka  1  Kec. Mangkubumi Sentra Kerajinan Logam  3  Kec. Cihideung, Cibeureum, Cipedes Sentra Kerajinan Kulit  6  Kec. Cipedes, Indihiang 

Jumlah  133   

Page 60: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

26

Tabel 3.7 Sebaran Objek Wisata di Kota Tasikmalaya yang Termasuk Dalam                                                

Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan  

 

Sumber : Kota Tasikmalaya dalam Angka, 2004 dan 2005   Buku Saku “Ada Apa di Kota Tasik”, 2007 

 

Daya Tarik Wisata Kota Tasikmalaya 

WISATA KRIA 

a. Sentra Industri Bordir 

Bordir memang  sudah menjadi  industri perdagangan di wilayah Tasikmalaya, bahkan sudah  menjadi  daya  tarik  wisata.  Banyak  wisatawan  yang  sengaja  datang  ke Tasikmalaya untuk melihat sekaligus berbelanja bordir khas Tasik. Produk kerajinan ini juga  sudah menembus  pasar  ekspor. Negara‐negara  yang  telah menjadi  pasar  bordir Tasik di antaranya adalah Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Arab Saudi, Mesir, dan negara‐negara Timur Tengah, Australia, Kanada, AS, Prancis, New Zealand, Inggris, dan  Jerman. Meluasnya  pasar  bordir  Tasik  tidak  terlepas  dari  harganya  yang  relatif murah, namun kualitasnya cukup bagus dan bisa diandalkan. 

Sentra industri bordir Tasikmalaya tersebar di 6 kecamatan dan telah mampu menyerap tenaga  kerja  sebanyak  10.713  orang  yang  tersebar  di  1.123  unit  usaha.  Ke‐6  (enam) kecamatan  itu  adalah Kecamatan Kawalu,  Tawang, Cihideung, Cibeureum,  Indihiang dan Mangkubumi. Di  antara  ke‐6  kecamatan  itu,  daerah  yang  paling  dikenal  sebagai sentra  industri bordir adalah Kecamatan Kawalu.  Industri bordir di Kota Tasikmalaya memiliki nilai produksi total sekitar 442,5 milyar rupiah. 

Nama  Lokasi Situ Gede  Kec. Mangkubumi Taman Rekreasi Mangkubumi Indah  Kec. Mangkubumi Taman Rekreasi Mutiara Sukamulya /Aboh  Kec. Inhidiang Taman Rekreasi Karang Resik  Perbatasan dengan Kab. Tasikmalaya Kolam Renang Asia  Kec. Cihideung Kolam Renang Gelora Sukapura  Kec. Cihideung Makam Syech Abdul Ghorib  Kec. Kawalu Makam Syech Abdul Muchyi  Gunung Gede Kec. Kawalu Makam Eyang Prabudilaya  Kec. Mangkubumi Makam Dalem Sakarembong  Kec. Indihiang Makam Embah Jalari  Kec. Tamansari Petilasan Purbasari  Kec. Cibeureum Hutan Wisata  Kec. Kawalu Situs Lingga dan Yoni  Sukamaju Kidul, Kec. Indihiang Situ Cibeureum  Kec. Tamansari Situ Rusdi  Kec. Tamansari Situ Malingping  Kec. Tamansari Situ Bojong  Kec. Tamansari Situ Cipajaran  Kec. Tamansari Situ Cicangri  Kec. Tamansari 

Page 61: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

27

Jenis  produk  bordir  bermacam‐macam,  salah  satunya  adalah  pakaian.  Permintaan produk bordir berupa pakaian  senantiasa mengalami peningkatan  terutama menjelang perayaan  hari  besar  umat  Islam  yaitu  pada  Idul  Fitri  dan  Idul  Adha.  Sebaliknya, permintaan produk bordir  jenis  lainnya  relatif  stabil  tidak  terlalu  terpengaruh dengan hari‐hari besar Islam, misalnya produk berupa bedcover, penunjang alat makan dan lain‐lain. Hingga  saat  ini  sebagian  besar  produk  bordir  yang  dihasilkan  ditujukan  untuk memenuhi permintaan konsumen  luar negeri,  hanya  sekitar  40% produksi  bordir  saja yang ditujukan untuk konsumen dalam negeri.  

Sumber  daya  lokal  yang  digunakan  dalam  bidang  usaha  bordir  adalah  tenaga  kerja. Sedangkan  bahan  baku  utama  usaha  bordir  yang  berupa  kain  dan  benang  masih diperoleh  dari  luar  daerah  atau  di‐import  dari  luar  negeri.  Dengan  demikian  bidang usaha bordir pada dasarnya kurang mengakar pada sumber daya lokal. Kekuatan bidang usaha  bordir  terletak  pada  ketersediaan  tenaga  kerja  yang  cukup  murah,  namun memiliki  keterampilan  yang  bisa  diarahkan  pada  selera  pasar.  Bidang  usaha  yang kurang mengakar pada sumberdaya lokal sangat riskan, dan rentan terhadap goncangan ekonomi global. Namun demikian, karena upah  tenaga kerja yang masih relatif rendah dibanding dengan upah yang berlaku dalam tatanan ekonomi global, maka usaha bordir masih dapat mengimbangi nilai bahan baku impor tersebut. 

 

b. Industri Kerajinan Bambu 

Industri  kerajinan  bambu  merupakan  kegiatan  padat  karya,  seperti  halnya  industri kerajinan  lain  yang  telah  diuraikan  sebelumnya.  Industri  ini mampu menyerap  lebih banyak tenaga kerja untuk setiap satu satuan investasi. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan  Kabupaten  Tasikmalaya,  industri  kerajinan  bambu  mampu  menyerap tenaga kerja sebanyak 632 orang yang tergabung dalam 75 unit usaha dan memiliki nilai produksi sekitar 4,98 milyar rupiah. 

Kurang  lebih  20%  produk  kerajinan  bambu  adalah  produk  untuk  pemenuhan permintaan ekspor. Sasaran pasar konsumen  luar negeri adalah para peminat kerajinan bambu dari negara  Jepang,  Italia,  Jerman dan Hongaria.  Jenis produk kerajinan bambu yang  diminati  oleh  konsumen‐konsumen  tersebut  antara  lain  adalah  aneka  kerajinan bambu yang memiliki  fungsi  seperti,  tempat buah, kue, baki  lamaran maupun  tempat sampah.  

Sistem penjualannya adalah pembeli dari daerah Tasikmalaya sendiri maupun dari luar daerah  sendiri  yang  datang  langsung  kepada  pengrajin.  Pembeli  tersebut  umumnya membeli  produk  kerajinan  bambu  untuk  dijual  kembali  kepada  konsumen  lainnya. Sebagian besar pembeli datang dari kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Di samping itu  ada  pembeli  yang  datang  dari  daerah wisata, misalnya  pembeli  dari  Bali. Untuk memenuhi permintaan konsumen  luar negeri dilakukan kerjasama pemasaran dengan para  eksportir  kerajinan,  khususnya  yang  tergabung  dalam  Asosiasi  Handycraft Indonesia cabang Tasikmalaya dan beberapa eksportir lain yang berlokasi di Cirebon. 

  

Page 62: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

28

c. Industri Kerajinan Kelom Geulis 

Kelom geulis yaitu sandal kayu wanita merupakan produk andalan Kota Tasikmalaya. Kelom geulis ini tidak hanya diminati oleh konsumen dalam negeri saja, tetapi juga oleh konsumen luar negeri, khususnya wisatawan mancanegara. Kelom geulis telah menjadi salah satu komoditi ekspor dari Kota dan Kabupaten Tasikmalaya yang telah menembus pasar  Asia  Tenggara,  Panama,  Korea,  Jepang,  Afrika,  Timur  Tengah,  dan  sebagian wilayah Eropa. 

Gambar 3.8 Kerajinan Kelom Geulis 

 

Kini,  jumlah unit usaha kerajinan kelom geulis ada 419 unit dengan 4.657  tenaga kerja. Kelom geulis, sandal khas Tasik yang berasal dari kayu damar atau albazzia ini termasuk primadona kria yang cukup diandalkan. Komoditas  ini telah ditekuni masyarakat sejak tahun  enam puluhan dan  sempat mengalami puncaknya dua puluh  tahun  kemudian, atau  sekitar  tahun  1980‐an.  Wilayah  perajin  sandal  kayu  di  Tasikmalaya  meliputi Kecamatan  Mangkubumi,  Cibeureum,  Tamansari,  dan  Cihideung.  Hasil  penjualan sandal kayu produk Tasikmalaya dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2006 nilai total produksinya tercatat sekitar 156,7 milyar rupiah.  

 

d. Industri Payung Geulis 

Umumnya orang membayangkan bahwa payung diciptakan untuk menaungi kita dari terpaan gerimis dan hujan. Tapi tidak dengan payung geulis, payung yang  jadi produk kebanggaan dan salah satu simbol Kota Tasikmalaya ini pantang terkena gerimis apalagi hujan.  Mengapa  demikian,  karena  payung  ini  menggunakan  lapisan  penutup  yang terbuat dari kertas. Tetapi, payung geulis punya peran yang  lebih membuatnya sangat dihargai.  Payung  geulis  pada masa  lalu  adalah  salah  satu  kelengkapan mode mojang Tasik. Mojang Tasik yang cantik berkebaya tak akan sempurna kecantikannya bila tidak menggenggam payung jenis ini untuk melindungi wajah ayunya dari sengatan matahari yang terik. Jadilah payung ini dikenal dengan istilah payung geulis yang berarti payung yang membuat penampilan tambah geulis atau cantik.  

Keunikan  lain  dari  payung  geulis  adalah  adanya  lukisan  bunga  maupun  ornamen berwarna‐warni  pada  lapisan  penutupnya.  Lukisan  ini  kerjakan  secara  manual  oleh tangan‐tangan terampil mojang Tasik ataupun ibu rumah tangga yang mengekspresikan kekreativitasannya dalam membentuk  aneka bunga. Payung geulis dibuat dari bahan‐bahan  seperti  kertas  atau  kain  kanvas,  kayu,  benang,  serta  keperluan  untuk melukis 

Page 63: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

29

seperti cat warna‐warni dan kuas beraneka ukuran. Pada tahun 2006 tercatat ada 4 unit usaha  payung  geulis  dengan  pekerja  yang  berjumlah  37  orang  dengan  nilai  total produksi sekitar 332,8  juta rupiah. Industri kerajinan payung  ini terpusat di satu sentra yang ada di Kecamatan Indihiang. 

 

e. Industri Batik Tasik 

Batik bukan saja diproduksi di Pekalongan, Surakarta ataupun di Yogyakarta saja. Batik juga  diciptakan  di  sejumlah  kawasan  Jawa  Barat,  salah  satunya  adalah  Kota Tasikmalaya. Pada masa kejayaannya, batik Tasik telah membuat kota ini dijuluki pusat industri batik di selatan Jawa Barat.  

Sama dengan  produksi di wilayah  lainnya,  batik Tasik dikerjakan dengan dua  teknik yakni dengan teknik cetak dan teknik tulis (handmade). Untuk batik tulis, nilainya cukup tinggi  sehingga mampu menjadi  cenderamata yang bergengsi. Untuk produksi massal menggunakan teknik cetak agar lebih hemat baik dari segi biaya dan waktu. 

Industri Batik Tasik  yang memiliki motif  yang  khas  kini  tengah menggeliat. Ada dua sentra  batik  di  Kota  Tasikmalaya,  yakni  industri  batik  di  Kecamatan  Cipedes  dan Indihiang.  Berdasarkan  data  tahun  2006,  tidak  kurang  dari  30  unit  industri  kecil  dan menengah yang menekuni  industri batik dan mampu menyerap  tenaga kerja sebanyak 446 orang, serta dapat menciptakan hasil produksi senilai sekitar 10,22 milyar rupiah. 

   

f. Industri Mebel Kayu 

Satu  lagi  industri Kota Tasikmalaya  yang  berpotensi untuk menjadi produk unggulan adalah  industri  pengolahan  kayu.  Ini  terlihat  dari  mudahnya  menjumpai  toko‐toko mebel  yang  menjajakan  aneka  perangkat  furniture,  mulai  dari  meja  dan  kursi  tamu hingga  tempat  tidur.  Industri  mebel  kayu  memang  sedang  tumbuh  pesat  di  Kota Tasikmalaya, selain karena adanya pasar dari keluarga muda  juga karena ketersediaan bahan baku yang cukup memadai di sekitar wilayah Kota Tasikmalaya. 

Kawasan  yang menjadi  sentra  industri  pengolahan  kayu  di Kota  Tasikmalaya  adalah Kecamatan Tamansari, Tawang, Cipedes dan Cibeureum. Berdasarkan data  tahun 2006 ada 224 unit unit usaha  industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang  industri pengolahan kayu ini. Industri ini menyerap tenaga kerja sebanyak 1.463 orang dan telah menciptakan hasil produksi senilai 44,37 milyar rupiah. 

Namun demikian,  industri mebel  kini  tengah menghadapi  tantangan  serius,  terutama dengan  semakin  dibatasinya  bahan  baku  kayu.  Kebijakan  pelestarian  alam,  terutama perlindungan  hutan menyebabkan  pasokan  bahan  baku  kayu menjadi  tidak  semudah tahun‐tahun sebelumnya. Karenanya industri kayu olahan di Kota Tasikmalaya pun kini tengah didorong untuk memproduksi kayu olahan yang hemat bahan baku namun tetap bernilai tambah tinggi. 

   

Page 64: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

30

g. Industri Kerajinan Mendong  

Di Kota Tasikmalaya  juga  terdapat  industri kerajinan anyaman mendong. Berdasarkan data tahun 2006, jumlah unit usaha yang bergerak di industri kerajinan mendong ini ada 165  unit  dengan  2.055  orang  tenaga  kerja.  Kerajinan  mendong  sendiri  di  Kota Tasikmalaya telah memiliki nilai total produksi sekitar 34,18 milyar rupiah.  

 

WISATA KULINER 

a. Industri Makanan Ringan Olahan 

Selain wisata kria, Kota Tasikmalaya memiliki potensi  industri yang  lain yaitu  industri makanan. Selama ini Kota Tasikmalaya sudah dikenal dengan beraneka ragam makanan olahan, misalnya saja, opak, rangginang, wajit, dodol, ladu, kue tambang, kuping gajah, kue kering, kue  sus, kue  tar, kue  lapis, kue bibika, kue pia, kue bawang, kue aci, kue terigu, kue uceng, sukro, cangro, uniko, cistik,  kerupuk, tahu, tempe, telur gabus, bolu, agar‐agar,  cincau,  tepung  hankue,  kacang  telur, manisan  belimbing,  lapis  legit,  kalua jeruk, kembang gula, kolontong, pastel, kacang kanali, asinan, lontong, keripik singkong, mie bumbu, roti tawar, roti manis, mie basah, chiki, mie jujut, mie gulung, dan telor asin. Daftar makanan ini bisa semakin panjang mengingat masyarakat Tasik yang kreatif dan dikenal suka jajanan. 

Sebagai  sebuah  industri  tentu  saja  industri makanan  sangat mendominasi,  tak kurang dari 338 unit usaha yang bergerak dalam  industri makanan  ini, belum  termasuk yang ditangani  secara perorangan dan  sebagai  industri  rumahan.  Jumlah  tenaga  kerja  yang diserapnya pun cukup besar, yaitu mencapai 2.147 orang dan telah mampu menciptakan hasil produksi senilai  Rp. 49,23 milyar (data tahun 2002). 

 

WISATA ZIARAH 

a. Makam Syech Abdul Muchyi 

Setiap bulan Mulud, Rajab dan Sapar, ribuan orang seringkali melakukan wisata ziarah ke makam keramat Waliyulloh  Syech Abdul Muchyi yang berada di Desa Pamijahan, Kecamatan  Bantarkalong  atau  sekitar  60  km  dari  pusat  Kota  Tasikmalaya.  Ribuan peziarah  itu  berasal  dari  berbagai  kota  di  Pulau  Jawa, Madura,  dan  Sumatera.  Syech Abdul Muhyi adalah seorang waliyulloh (wali) yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat bagian selatan, walaupun syiarnya  juga menyebar  luas ke berbagai kota di Pulau Jawa dan Madura bahkan hingga ke mancanegara. 

Makam keramat Syech Abdul Muchyi cukup menarik untuk dikunjungi para peziarah. Termasuk  di  dalamnya  adalah  Goa  Saparwadi  karena  merupakan  bagian  yang  tak terpisahkan  dari  peninggalan  sejarah  Syech  Abdul  Muchyi  di  dalam  melaksanakan pendidikan  dan  penyebaran  agama  Islam.  Sebagai  bukti  keberadaan  waliyulloh  di Pamijahan, di dalam goa  tersebut ada ruangan‐ruangan seperti masjid  lengkap dengan mihrob  (pemimbaran),  tempat penyimpanan kitab suci Alquran,  Jabal Kopiah, padaringan (tempat  penyimpanan  beras)  dan  lainnya.  Selain  itu,  ada  pula  Cikahuripan,  berupa representasi air zam‐zam yang dilengkapi dengan bebatuan stalagtit dan stalagmit yang 

Page 65: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

31

cukup  indah. Konon  salah  satu  ruangan  goa memiliki  jalan  tembus menuju Cirebon, Surabaya, dan kota suci Mekkah. 

Untuk  dapat  mengunjungi  lokasi  ini,  para  peziarah  dapat  memasuki  kompleks pemakaman  keramat  Syech  Abdul  Muchyi  dengan  terlebih  dahulu  melapor  kepada kuncen  (juru kunci) untuk kemudian dicatat pada buku  tamu peziarah. Setelah selesai berziarah,  para  pengunjung  dapat  membeli  beraneka  ragam  cenderamata  berupa kerajinan tangan maupun makanan dan minuman tradisional khas Pamijahan dan Kota Tasikmalaya. 

 

b. Makam Syech Abdul Ghorib 

Makam Syech Abdul Ghorib  terletak di Kampung Cibeas, Kelurahan Gunung Tandala, Kecamatan  Kawalu.  Untuk  mencapai  lokasi  ini  pengunjung  dari  pusat  kota  dapat membawa kendaraan pribadi atau naik angkutan umum No. 03 lalu diteruskan dengan berjalan  kaki  atau  naik  ojeg  sejauh  kurang  lebih  300  meter.  Syech  Abdul  Ghorib merupakan  tokoh penyebar agama  Islam di wilayah  ini. Lokasi makamnya merupakan kompleks  pemakaman  dengan  9  makam  lainnya.  Lokasi  ini  dijaga  oleh  juru  kunci (kuncen)  turun  temurun, kini kuncen yang menjaga  lokasi makam merupakan kuncen ketujuh.  

Di bagian utara kompleks pemakaman ini ada sebuah sumur dengan diameter 1,5 meter yang  dikelilingi  oleh  tiga  pohon  besar.  Penduduk  sekitar  memberi  nama  sumur  ini dengan  Sumur  Sempur,  karena  salah  satu  pohon  yang  menaunginya  adalah  pohon sempur. Di dekat  sumur  ini  terdapat  sebuah batu datar yang konon dijadikan  tempat sembahyang. Pada bagian  selatan kompleks pemakaman  terdapat  sebuah  sungai kecil dengan nama Sungai Cibeas, diberi nama demikian karena dulu sungai ini memiliki air berwarna putih seperti cucian beras. Sarana dan prasana yang terdapat di lokasi ini yaitu lokasi parkir, terdapat jalan setapak dan penghijauan yang rapi dan tertata dengan baik. 

 

WISATA ALAM 

a. Situ Gede 

Situ  Gede merupakan  sebuah  danau  yang  berlokasi  di  Kelurahan Mangkubumi  dan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi  atau  sekitar  5 Km  dari  pusat  kota  Tasikmalaya. Situ ini memiliki luas sekitar 47 Ha dengan kondisi alam yang dikelilingi oleh bukit dan kawasan hijau. Di tengah Situ Gede terdapat daratan dengan luas kurang lebih 1 Ha atau yang dikenal dengan nama Nusa Gede. Di Nusa Gede  tersebut  terdapat makam Eyang Prabudilaya yang sering dijadikan sebagai tujuan berziarah. Selain berziarah, wisatawan yang  datang  dapat  berlakukan  beragam  aktivitas, mulai  dari  berekreasi, mengelilingi danau  dengan  rakit  atau  perahu  bermotor,  memancing  atau  hanya  sekedar  duduk bersantai sambil menikmati panorama Situ Gede yang indah.  

Akses jalan menuju Situ Gede sudah cukup baik hingga ke tepi danaunya. Selain dengan kendaraan  pribadi,  objek  wisata  ini  dapat  dicapai  dengan  kendaraan  umum menggunakan  angkutan kota no.  04 dan  turun di Nagrog yang kemudian dilanjutkan 

Page 66: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

32

dengan berjalan kaki sekitar 600 meter atau naik ojeg. Sarana dan prasarana yang ada di Situ Gede  antara  lain  adalah  tempat parkir, kedai penjual makanan dan  cenderamata, shelter  yang  berupa  saung,  penyewaan  rakit  dan  perahu  motor,  serta  lokasi pemancingan. Untuk masuk dan berekreasi ke Situ Gede, pengunjung harus membayar retribusi sebesar Rp. 4.000/orang untuk orang dewasa dan Rp. 2.000/orang untuk anak usia  5  sampai  17  tahun.  Pemanfaatan  fasilitas  lain  berupa  kegiatan  memancing, menyewa rakit, dan lain sebagainya juga ditarik biaya retribusi yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 5 tahun 2007. 

 

Permasalahan dan Isu‐Isu Strategis Pengembangan Kepariwisataan di Kota Tasikmalaya 

Terkait dengan Rencana Strategis  (Renstra) Kota Tasikmalaya  tahun 2002 – 2007,   Rencana Tata Ruang Wilayah  (RTRW) Kota Tasikmalaya  tahun 2003 – 2013, serta hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pengerjaan studi, terdapat beberapa permasalahan   dan isu strategis yang terkait dengan objek wisata alam dan budaya di Kota Tasikmalaya, yaitu: 

‐ Permasalahan 

Pengelolaan objek wisata yang belum baik dan belum adanya sistem  jaringan informasi yang memadai. 

Sistem penyajian paket wisata yang masih memerlukan pembinaan dari pihak terkait 

Permasalahan  persaingan  teknologi  industri  kerajinan,  khususnya  dengan  negara  lain (misalnya: kerajinan bordir Korea). 

Pengemasan produk. 

Penatan tempat/showroom pengrajin yang layak. 

 

‐ Isu‐isu Strategis 

Pembinaan dan pemberdayaan industri kerajinan tangan. 

Pemeliharaan dan pengembangan kesenian lokal sebagai kekayaan nasional. 

Pengembangan  budaya  sebagai  pengikat  semangat  kedaerahan  dalam  kerangka kebangsaan. 

Ketergantungan  terhadap  bahan  baku dan  sistem pemasaran  terkait dengan  kerajinan cenderamata. 

Lemahnya  daya  saing  produksi  industri  kecil  dan  menengah,  terbatasnya  modal, teknologi dan keterampilan. 

Masih rendahnya kualitas dan desain produk. 

Kurangnya  investor yang bersedia menanamkan modalnya di daerah‐daerah wisata di Kota Tasikmalaya. 

Penataan dan pengembangan kawasan pariwisata. 

Belum  adanya  kesadaran  bahwa  pariwisata  dapat  menjadi  aset  ekonomi  yang menguntungkan. 

Page 67: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

33

B. Kabupaten Tasikmalaya 

Sejak dikeluarkannya Undang‐Undang Nomor  10 Tahun  2001  tentang pembentukan Kota Tasikmalaya,  maka  pada  tanggal  23  Juni  2001  Kabupaten  Tasikmalaya  berdiri  sendiri menjadi daerah otonom. Wilayah Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari 39 kecamatan dan 348 desa/kelurahan. Pusat pemerintahannya kini berada di Kecamatan Singaparna. 

Secara geografis, Kabupaten Tasikmalaya berada pada 107°56ʹ  ‐ 108°8ʹ BT dan 7°10ʹ  ‐ 7°49ʹ LS, tepatnya di bagian tenggara Provinsi Jawa Barat atau kurang lebih 308 km dari Kota Jakarta.  Sebagian besar wilayah Kabupaten Tasikmalaya beriklim pegunungan dan dataran rendah dengan  curah  hujan  rata‐rata  2.000  –  3.000 mm  per  tahunnya. Adapun  batasan wilayah Kabupaten Tasikmalaya, mencakup: 

‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Majalengka. 

‐ Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Garut. 

‐ Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. 

‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ciamis. 

Kabupaten  Tasikmalaya  memiliki  luas  keseluruhan  administratif  sebesar  256.756.969  Ha dengan  jumlah  penduduk  pada  tahun  2005  mencapai  1.645.971  jiwa  dengan  kepadatan penduduk sekitar 642 jiwa/km².  

Perekonomian  Tasikmalaya  umumnya  bertumpu  pada  sektor  pertanian,  peternakan,  dan perikanan, selain  juga bertumpu pada sektor pertambangan seperti pasir Galunggung yang memiliki  kualitas  cukup  baik  bagi  bahan  bangunan,  industri,  dan  perdagangan.  Sama dengan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya  juga dikenal dengan  industri kerajinan tangannya yang khas. Produk yang dihasilkan juga sama, seperti anyaman mendong, bordir, alas  kaki/kelom  geulis,  kerajinan  payung,  kerajinan  bambu,  payung  kertas  dan  lain sebagainya.  Berdasarkan  data  dari  Dinas  Koperasi,  Perindustrian  dan  Perdagangan Kabupaten  Tasikmalaya,  produk  kerajinan  telah  diekspor  ke  negara  Jepang,  Australia, Brunei,  Saudi  Arabia, Malaysia,  Korea,  Spanyol  dan  Amerika  Serikat  dengan  total  nilai ekspor pada tahun 2006 mencapai US$ 1,48 juta.   

Selain  industri  kerajinan,  di  Kabupaten  Tasikmalaya  juga  terdapat  objek  dan  daya  tarik wisata  lain  yang  berupa  wisata  budaya,  alam  maupun  ziarah.  Adapun  beberapa  objek tersebut yang termasuk ke dalam kawasan studi ini dapat dilihat pada tabel 3.8 di halaman berikut. 

Page 68: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

34

Tabel 3.8 Sebaran Objek Wisata Kabupaten Tasikmalaya yang Termasuk dalam  Kawasan Wisata Kria dan 

Budaya Priangan  

 

Sumber : Informasi Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya, 2007    

Daya Tarik Wisata Kabupaten Tasikmalaya 

WISATA KRIA 

a. Kerajinan Anyaman Rajapolah 

Pusat Kerajinan Rajapolah berada di  jalur utama  lintas  selatan  tepatnya di  Jalan Raya Bandung‐Tasikmalaya yang melalui Malangbong. Lokasi ini berjarak sekitar 15 kilometer dari  pusat  Kota  Tasikmalaya,  atau  sekitar  85  kilometer  dari  Kota  Bandung.  Bagi pengendara kendaraan dari timur ke barat (atau sebaliknya) yang melintasi jalur selatan melalui wilayah Tasikmalaya pasti akan melewati Rajapolah. Walaupun kini sekitar tiga kilometer sebelum pusat kerajinan Rajapolah dari arah barat telah dibangun jalan layang, namun  tetap  saja  para  pengendara meluangkan waktu  untuk  dapat  singgah  di  pusat kerajinan ini. 

Daerah  Rajapolah  amat  terkenal  dengan  kerajinan  anyaman,  seperti  misalnya  tikar, anyaman dari bambu, perabotan  rumah  tangga, dan  sebagainya.  Industri kecil  lainnya yang  juga menarik  yaitu Payung Tasik, Kelom Geulis, dan Batik Tulis. Komoditas  ini mampu menyerap  tenaga kerja  cukup banyak dan mempunyai  ciri khas khusus yang tidak dimiliki oleh daerah  lain, sehingga mempunyai peluang positif untuk dapat terus dikembangkan. Untuk memasarkan hasil produksi tersebut, Kecamatan Rajapolah sejak tahun 1989  telah dicanangkan  sebagai Pusat Pemasaran Kerajinan Rakyat Tasikmalaya dan juga dibangun Pusat Kerajinan Rajapolah. Akibat dari perkembangannya,  Rajapolah kemudian menjadi  salah  satu  penopang  utama Anggaran  Pendapatan  Belanja Daerah (APBD) Tasikmalaya.  

        

Nama  Lokasi Kawasan Wisata Gunung Galunggung  Kec. Sukaratu Masjid Kuno Manonjaya  Kec. Manonjaya Situs Gimbal  Kec. Manonjaya Situs Cilangkap  Kec. Manonjaya Situs Kabuyutan  Kec. Cineam Kadaleman Nagaratengah  Kec. Cineam Prasasti Geger Hanjuang  Kec. Leuwisari Curug Ciparay  Kec. Cigalontong Kampung Naga  Kec. Neglasari 

Page 69: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

35

Gambar 3.9 Beragam Kerajinan Kria yang Diperdagangkan di Rajapolah 

  

Di  Pusat  Kerajinan  Rajapolah  itu  terdapat  sekitar  102  buah  toko  yang  berderet  di sepanjang  jalan  raya  Bandung‐Tasikmalaya.  Beberapa  toko  lainnya  berada  di  Pusat Promosi  dan  Pemasaran  Kerajinan  Tasikmalaya.  Toko‐toko  itu  berada  di  dua  desa berbeda. Toko  yang  berada di Kampung Kaum Kulon  berada di Desa Manggungjaya sedangkan toko di Kampung Kaum Wetan dan Pasar Kaler termasuk ke dalam wilayah Desa  Rajapolah. Hampir  setiap  toko  di  Pusat Kerajinan Rajapolah  dilengkapi  dengan studio atau bengkel kerajinan, hingga setiap pembeli yang datang dapat melihat proses pembuatan kerajinan  secara  langsung.  Selain berjualan, para pemilik  toko  itu pun  tak jarang merangkap menjadi  pemasok  atau  supplier  kerajinan  khas  Tasikmalaya  ini  ke berbagai wilayah, bahkan hingga ke luar negeri. 

 

b. Industri Kerajinan Mendong  

Produk  kerajinan  anyaman  mendong  telah  ditetapkan  sebagai  komoditas  khas Kabupaten Tasikmalaya berdasarkan SK Bupati Tasikmalaya No. 522.4/189‐LH/94 Tahun 1994  tentang  Penetapan  Flora  dan  Fauna  Kompetitif  dan  Komparatif  yang  mampu menyumbangkan  impact  point  terhadap  pertumbuhan  ekonomi.  Produk  kerajinan anyaman mendong antara  lain berupa  topi,  tikar,  tas, boks, dan  lain‐lain sesuai dengan pesanan konsumen. Seperti halnya produk kerajinan lainnya, produk kerajinan anyaman mendong ditekuni oleh masyarakat luas, sehingga setiap upaya pengembangannya akan membawa dampak multiplier  luas  terhadap perekonomian masyarakat. Sentra produksi mendong  tersebar  di  12  desa  yang  meliputi  4  wilayah  kecamatan  yaitu  Kecamatan Cineam, Karangnunggal, Manonjaya, dan Salopa. 

Produk kerajinan anyaman mendong merupakan jenis kerajinan yang sedang mengalami peningkatan permintaan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dari dalam negeri terutama dari kota‐kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali, sedangkan dari luar  negeri  permintaan  datang  dari  negara  Jepang,  Belanda, Australia,  Timur  Tengah dan Malaysia. Berdasarkan data  tahun  1999  total produksi  anyaman mendong  adalah 

Page 70: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

36

sebesar 6.636.600 satuan produk dengan total nilai mencapai Rp. 49.245.300.000. padahal, dari total produksi tersebut baru sekitar 10%‐nya saja yang diekspor.  

Gambar 3.10 Salah Satu Produk Kerajinan Mendong  

 

Kendala yang paling dirasakan dalam bidang usaha kerajinan mendong ini adalah bahan baku yang  tidak mencukupi untuk memenuhi keseluruhan pesanan. Untuk mengatasi kebutuhan bahan baku tersebut, para pengrajin medong mencari bahan baku hingga ke daerah  Jawa  Tengah  dan  Jawa  Timur.  Akibat  kesulitan  bahan  baku  ini,  produksi mendong baru bisa mencukupi kebutuhan kurang lebih 15% dari total pesanan. Apabila kesulitan  bahan  baku  ini  berlangsung  terus‐menerus maka  akan mengakibatkan  tidak terpenuhinya  skala  ekonomis  apabila  harus  memasarkan  produk  tersebut  ke  manca negara. 

Padahal wilayah Kabupaten Tasikmalaya memiliki  sumber  air yang  cukup, bahkan di beberapa  tempat dapat dikatakan melimpah. Fakta  ini merupakan kondisi yang  cocok dalam  pengembangan  tanaman  mendong  untuk  kemudian  menjadi  bahan  baku kerajinan. Habitat tanaman mendong adalah lahan basah seperti sawah atau rawa‐rawa. Karakteristik  tanaman mendong  sesuai  dengan  agroklimat  sebagian  zona  dataran  di wilayah  Kabupaten  Tasikmalaya.  Pengembangan  tanaman  mendong  masih memungkinkan  di  Tasikmalaya,  namun  harus  dilakukan  secara  selektif  yaitu  pada lahan‐lahan berawa yang kurang produktif untuk tanaman padi. 

 

c. Industri Kerajinan Pandan 

Usaha  kerajinan  pandan  hampir  sama  dengan  usaha  kerajinan mendong,  sama‐sama sudah ditekuni sejak lama oleh sebagian penduduk secara turun temurun, khususnya di sekitar lokasi sentra produksinya. Kegiatan proses produksi kerajinan pandan dikerjakan dengan menggunakan alat sederhana sehingga sangat mudah dikerjakan oleh siapapun termasuk  ibu‐ibu  rumah  tangga.  Pengadaan  sarana  produksi  dan  bahan  baku  usaha kerajinan pandan diupayakan  sendiri oleh para pengrajin. Bahan baku dan penunjang industri  kerajinan  pandan  yang  biasa  digunakan  oleh  para  pengrajin  yaitu  anyaman pandan, kain, benang jahit, kancing dari batok kelapa, lem, zat warna/pengkilap, pernis, resluiting,  tambang dan karton. Lokasi sentra produksi kerajinan pandan  terletak di 11 (sebelas) desa yang berada di 5  (lima) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Rajapolah, 

Page 71: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

37

Cibalong,  Cikalong,  Cipatujah  dan  Pagerageung.  Sentra  produksi  terbesar  dari  usaha kerajinan pandan ini ada di Kecamatan Rajapolah. 

Pemasaran hasil kerajinan pandan terbilang tidak sulit, karena pada umumnya pembeli datang  sendiri  ketempat  pengrajin.  Pembeli  yang  datang  ke  tempat  pengrajin  adalah pedagang, baik pedagang besar maupun kecil, atau konsumen secara langsung. Pembeli  umumnya  berasal  dari  Tasikmalaya  dan  daerah  lain  terutama  dari  kota  besar  seperti Jakarta, Bandung maupun Bali. Barang kerajinan yang dibeli di Tasikmalaya  terkadang dijadikan barang cenderamata dengan dijual lagi di daerah pariwisata lain. Tidak sedikit barang  kerajinan  pandan  Tasikmalaya  yang  dijual  di  pasar  seni  di wilayah  Bali  yang kemudian  dianggap  cenderamata  khas  Bali.  Biasanya  pembeli  dari  daerah  pariwisata untuk  dipasarkan  kembali  agak  sedikit  mengubah  tampilan  kerajinan  pandan  ini, misalnya dengan tambahan finishing. Sementara itu pembeli dari luar negeri kebanyakan datang dari negara Jepang, Amerika, Singapura dan Eropa.  

Kebanyakan  produk  tas  anyaman  pandan  dan  produk  setengah  jadi  diminati  oleh konsumen  dari  Jepang  dan  Eropa,  sementara  konsumen  dalam  negeri  tidak  begitu banyak  berminat  terhadap  jenis  produk  tersebut.  Konsumen  Eropa,  terutama  Italia menggunakan  produk  anyaman  pandan  setengah  jadi  untuk  bahan  pendukung  sol sepatu, sedangkan pembeli dari Jerman mengggunakan produk setengah  jadi  ini untuk bahan  pendukung  interior  mobil.  Produk‐produk  yang  terbuat  dari  bahan  dasar anyaman pandan ini banyak diminati oleh konsumen mancanegara karena memiliki sifat produk yang mudah didaur ulang dan ramah lingkungan, sehingga sampah produk ini nantinya tidak mengganggu lingkungan hidup. 

Adanya  peningkatan  permintaan  terhadap  produk  kerajinan  pandan  ini  membuat ketersediaan bahan baku yang ada di Tasikmalaya tidak mencukupi lagi, sehingga harus mendatangkan bahan baku dari luar daerah seperti Pangandaran, Ciamis, Gombong dan Kebumen. Melihat  kondisi  ini,  sebenarnya masih  terbuka  peluang  yang  sangat  besar untuk memanfaatkan  lahan yang kurang produktif untuk menjadi  lahan budidaya bagi tanaman  pandan.  Kendala  lain  yaitu  walaupun  usaha  kerajinan  pandan  ini  telah memiliki  dukungan  sumber  daya  yang  terampil  dan  berpengalaman,  namun  para pengrajin umumnya adalah keluarga petani yang memanfaatkan waktu senggangnya di saat tidak menggarap sawah. Alhasil pada saat masa tanam atau panen banyak pengrajin yang tidak dapat bekerja karena mengutamakan menggarap sawahnya terlebih dahulu. Jika  hal  ini  terus  menerus  terjadi,  maka  akan  mengganggu  keberlanjutan  produksi kerajinan pandan secara keseluruhan. 

 

d. Wisata Kria Nagaratengah 

Berada  di  bawah  Kompepar  Kabuyutan  Nagaratengah,  wilayah  Nagaratengah merupakan  salah  satu desa pengrajin yang  ada di Kabupaten Tasikmalaya. Salah  satu hasil produksinya adalah kerajinan dari batang  salak yang dikembangkan oleh  sarjana desain interior ITB asal Cineam. Kerajinan ini memanfaatkan batang salak yang banyak terdapat  di  wilayah  Cineam.  Wilayah  Cineam  sendiri  dikenal  dengan  banyaknya perkebunan  salak yang dimiliki oleh warganya. Adanya  inovasi kerajinan dari batang salak  ini  membuat  masyarakat  Cineam  memiliki  alternatif  pekerjaan  lain  selain 

Page 72: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

38

berkebun. Produk  yang dihasilkan  antara  lain berupa  taplak meja,  tatakan piring dan gelas,  tas wanita dan  lain sebagainya. Prospek kerajinan  ini di masa mendatang sangat baik dan bisa menjadi pelopor daerah  lain untuk mengembangkan produk  ini. Hanya saja  produksi  kerajinan  dari  batang  salak  ini  masih  tergolong  sedikit  dan  masih disesuaikan dengan permintaan saja.  

Selain kerajinan dari batang salak di Kecamatan Cineam juga terdapat kerajinan lainnya, antara  lain,  kerajinan  anyaman  bambu  yang  dikombinasikan  dengan  rotan  dari Desa Ciampanan, pembuatan peralatan gamelan dari Desa Cineam, pembuatan  calung dari Desa Rajadatu, serta kerajinan pahatan kayu dan batu dari Desa Nagaratengah. Jumlah produk  yang   dihasilkan  juga masih  relatif  terbatas dan  terkadang hanya disesuaikan dengan pesanan saja.  

 

WISATA KULINER 

a. Makanan Tradisional  

Selain  industri  kerajinan,  di  Kabupaten  Tasikmalaya  juga  terdapat  beberapa  industri makanan  tradisional,  khususnya  makanan  ringan.  Beberapa  industri  makanan tradisional  itu antara  lain, dodol sirsak yang berpusat di Kecamatan Singaparna, dodol susu yang berpusat di Kecamatan Pagerageung, gula aren yang berpusat di Kecamatan Salopa, gula kelapa dan gulampo yang berpusat di Kecamatan Cikalong,  serta keripik pisang  dan  sale  pisang  yang  berpusat  di  Kecamatan  Cipatujah.  Umumnya makanan ringan  tersebut  diproduksi  pada  industri  kecil  dan  rumah  tangga.  Pemasaran  utama makanan  ini  dilakukan  di  Rajapolah  bersama  dengan  hasil  dari  industri  kerajinan lainnya.  Selain  itu  makanan  buatan  Kabupaten  Tasikmalaya  ini  juga  dipasarkan  di wilayah/kabupaten sekitarnya, bahkan hingga ke Bandung dan Jakarta.  

 

WISATA BUDAYA  

a. Masjid Agung Manonjaya 

Masjid  Agung  Manonjaya  terletak  di  Desa  Manonjaya,  Kecamatan  Manonjaya,  atau sekitar  12  Km  dari  pusat  Kota  Tasikmalaya.  Masjid  dengan  gabungan  arsitektur tradisional dan arsitektur klasik Eropa ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh undang‐undang kepurbakalaan Badan Arkeologi Nasional. Masjid ini dibangun pada  tahun  1832 dan memiliki  keterkaitan  erat dengan  sejarah Kerajaan Sukapura serta sejarah berdirinya wilayah Tasikmalaya. Arsitek yang merencanakan dan membangun masjid ini adalah Patih Raden Tumenggung Danuningrat, tepat  pada masa pemerintahan Bupati Sukapura yang ke‐8  (delapan). Hingga saat  ini Masjid Manonjaya masih  terawat  dengan  baik  dan  masih  berfungsi  sebagaimana  layaknya  sebuah bangunan masjid.  

     

Page 73: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

39

WISATA BUDAYA KAMPUNG TRADISIONAL 

a. Kampung Naga 

Objek  wisata  ini  cukup  banyak  dikunjungi  wisatawan  baik  wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara karena letaknya yang strategis yaitu di jalur Tasikmalaya‐Bandung melalui Garut. Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal ± 1,5 ha dengan lebih kurang 325 penduduk dari 100 keluarga yang hingga saat ini masih memegang teguh adat istiadatnya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di bagian Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat yang di  dalamnya  terdapat  makam  para  leluhur  masyarakat  Kampung  Naga.  Di  sebelah selatan dibatasi oleh sawah‐sawah penduduk, dan di sebelah utara serta  timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Secara administratif, Kampung Naga temasuk ke dalam wilayah Kampung Legok Dage, Desa  Neglasari,  Kecamatan  Salawu.  Umumnya  penduduk  Kampung  Naga  memiliki mata pencaharian dari pertanian  sawah dan  ladang atau membuat kerajinan anyaman dari bambu. 

Gambar 3.11 Kampung Naga 

 

Ketaatan  terhadap  adat  dicerminkan  dalam  tatanan  masyarakat  dan  karakter  fisik permukiman  tradisional Priangan yang khas. Daya  tarik objek wisata Kampung Naga terletak  pada  kehidupan  yang  unik  dari  komunitas  yang  terletak  di  Kampung Naga tersebut.  Kehidupan  mereka  dapat  berbaur  dengan  masyarakat  modern,  beragama Islam, tetapi masih kuat memelihara adat istiadat leluhurnya, seperti misalnya berbagai upacara adat, upacara hari‐hari besar  Islam, contohnya upacara bulan Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang). Proses ini dimulai dengan mandi di Sungai Ciwulan dan wisatawan boleh mengikuti acara tersebut dengan syarat harus patuh pada aturan disana. Upacara‐upacara yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga  lainnya  ialah Upacara Menyepi, Upacara Hajat Sasih, dan Upacara Perkawinan. 

Di  bidang  kesenian  masyarakat  Kampung  Naga  memiliki  pantangan  mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, pertunjukan musik dangdut, pencak silat, dan kesenian yang  lain yang mempergunakan alat musik sejenis gong. Hanya kesenian yang merupakan warisan  leluhur masyarakat Kampung Naga,  yaitu  terbangan,  angklung,  beluk,  dan  rengkong  yang  boleh  dipertunjukkan  di 

Page 74: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

40

dalam wilayah Kampung Naga. Namun demikian, warga Kampung Naga diperbolehkan untuk  menyaksikan  pertunjukan  wayang  atau  kesenian  lainnya  asal  pertunjukan tersebut berada di luar wilayah Kampung Naga. 

Rumah  yang  terdapat  di  Kampung  Naga  tidak  boleh  lebih  dan  kurang  dari  108 bangunan  baru,  selain  bangunan  mesjid  dan  tempat  pertemuan  penduduk.  Semua bangunan di Kampung Naga memiliki tipologi arsitektur yang sama baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan) dan lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagai penutup bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu  (bilik) dengan pintu dan  jendela bangunan yang  terbuat dari serat rotan. Orientasi bangunan di Kampung Naga seluruhnya menghadap ke Utara atau  Selatan.  Adanya  tumpukan  batu  yang  tersusun  rapi  dibeberapa  tempat  dengan ketinggian  berbeda  dan  penggunaan  bahan  alami  dalam  tatanan  bangunan maupun lingkungan merupakan ciri khas Perkampungan Naga. 

Di  sepanjang  jalan  menuju  Kampung  Naga  banyak  toko‐toko  yang  menyediakan berbagai macam cenderamata hasil kerajinan  tangan warga Kampung Naga dan warga Tasikmalaya pada umumnya dengan harga yang sangat murah dan dengan pilihan yang beraneka  ragam.  Cenderamata  khas  buatan warga  Kampung Naga  juga  dapat  dibeli langsung  di  rumah  penduduk  yang  memproduksinya.  Beberapa  penduduk  bahkan membuat display khusus cenderamata di bagian depan rumahnya.  

 

WISATA ALAM 

a. Kawasan Wisata Gunung Galunggung 

Gunung Galunggung merupakan gunung api yang menjadi  icon pariwisata Kabupaten Tasikmalaya. Gunung  dengan  ketinggian  2.167 m  dpl  ini  dapat  dicapai melalui  jalan beraspal dengan menggunakan kendaraan roda empat dan atau roda dua. Jarak tempuh ke lokasi ini adalah sekitar 17 km dari pusat Kota Tasikmalaya. Objek wisata ini berupa kawasan wana wisata Kawah Gunung Galunggung  dengan luas 5 ha, termasuk kedalam RPH Cisayong, BKPH Tasikmalaya, KPH Tasikmalaya. Secara administratif wilayah  ini termasuk  kedalam  Desa  Linggajati,  Kecamatan  Indihiang,  Kabupaten  Tasikmalaya. Kawasan wana wisata ini terletak pada ketinggian 1.250 m dpl ini memiliki suhu udara rata‐rata sekitar 250  C.  

Aktivitas wisata yang ditawarkan antara lain daya tarik wana wisata di areal seluas 120 ha  yang  mencakup  kawah  Gunung  Galunggung.  Objek  lainnya  adalah  keindahan panorama  hutan  lindung,  pemandian  air  dari  sumber  air  panas  pegunungan  dengan kandungan belerang yang bermanfaat untuk pengobatan dan kesehatan  (cure  tourism). Perum  Perhutani  membangun Wana Wisata  Cipanas  Galunggung  sejak  tahun  1988. Wisatawan yang datang ke objek wisata  ini dapat melakukan berbagai aktivitas seperti mandi, berendam dan berenang air panas, hiking, camping, maupun sekedar berekreasi sambil menikmati pemandangan alam pegunungan. 

Kawah  yang  begitu  luas  dan  indah  tentu  saja  menjadi  daya  tarik  tersendiri  bagi wisatawan.  Salah  satu  keunikan  Gunung  Galunggung  adalah  danau  yang  terdapat dalam  kawah,  airnya dingin  serta  tidak  tercium  bau  belerang  dan  ini merupakan  hal 

Page 75: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

41

yang berbeda dari gunung‐gunung berapi  lainnya. Pada saat cuaca yang cerah disertai awan putih, wisatawan dapat menyaksikan keajaiban alam  lainnya yaitu sungai‐sungai yang turun dari bukit Gunung Galunggung yang terlihat seolah‐olah dari langit. Lubang kepundan ini memang menjadi daya tarik kuat sehingga wisatawan umumnya tak puas hanya  sekadar mandi  air panas. Potensi wisata Gunung Galunggung dapat dan  telah dikembangkan sebagai kawasan wisata. 

Fasilitas  yang  ada  di  kawasan  ini  berupa  pemandian  air  panas,  sepeda  air,  toko cenderamata & kios pedagang, mushola, tempat parkir dan gardu keamanan. Pemandian air  panas  (Cipanas) memiliki  luas  kurang  lebih  sekitar  3  hektar  dan  telah  dilengkapi dengan fasilitas kolam renang, kamar mandi dan bak rendam air panas, serta bangunan untuk pemandian sebanyak 12 (dua belas) pancuran.  

Umumnya  pengunjung  objek  wisata  Galunggung  adalah  wisatawan  lokal/domestik, khususnya  yang  datang  dari  wilayah  Priangan  Timur.  Kedatangan mereka  biasanya memanfaatkan hari  libur nasional  atau pada  akhir pekan, biasanya hari Minggu. Peak season kedatangan pengunjung terjadi setahun sekali, yakni sebelum puasa (munggahan) dan setelah Lebaran. Kunjungan wisatawan dari mancanegara masih dibawah hitungan 100  orang  rata‐rata  per  tahun.  Rata‐rata wisatawan  dalam maupun  luar  negeri  yang berkunjung ke Gunung Galunggung berjumlah 213.382 orang per‐tahun.  

 

Permasalahan  dan  Isu‐Isu  Strategis  Pengembangan  Kepariwisataan  di  Kabupaten Tasikmalaya 

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah  (RTRW) Kabupaten Tasikmalaya  tahun  2004  – 2014  dan  berdasarkan  hasil  Focus  Group Disscussion  (FGD)  yang  diadakan  dalam  rangka pengerjaan,  terdapat  beberapa  permasalahan  maupun  isu  strategis  yang  terkait  dengan objek wisata alam dan budaya di Kabupaten Tasikmalaya, diantaranya: 

‐ Permasalahan 

Adanya  beberapa  kawasan  rawan  bencana,  diantaranya  kemungkinan  meletusnya Gunung  Galunggung,  bencana  banjir  khususnya  di  wilayah  sekitar  sungai, kemungkinan  tsunami  di  pesisir  pantai  selatan  dan  longsor  pada  wilayah  dengan kondisi fisik kurang baik, khususnya di bagian selatan Kabupaten Tasikmalaya. 

Masih  perlunya  sarana  dan  prasarana  transportasi,  sistem  komunikasi,  promosi  yang baik, pengelolaan dan pemeliharaan  objek wisata  sesuai dengan  karakteristik masing‐masing potensi daya tarik wisata. 

Masih kurangnya modal/dana dan tempat/bengkel industri kerajinan. 

Akses jalan yang buruk di beberapa lokasi daya tarik. 

Rendahnya riset sebagai dasar program 

Bahan baku kerajinan yang terkadang kurang. 

‐ Isu‐isu Strategis 

Mitigasi bencana di kawasan‐kawasan tertentu. 

Page 76: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

42

Kualitas pengemasan cenderamata sebagai daya tarik wisata. 

Hubungan antar pengrajin. 

Produk pariwisata yang saling terkait dan menunjang satu sama lain. 

 

3.1.3  Wilayah Ciamis 

Sebelum otonomi daerah, Kabupaten Ciamis bersatu dengan Kota Banjar, namun  sejak 11 Desember 2002 wilayah Kabupaten Ciamis merupakan daerah otonom yang berdiri sendiri. Wilayah Kabupaten Ciamis terdiri dari 36 kecamatan dan 339 desa/kelurahan dengan pusat pemerintahan yang berada di Kota Ciamis.  

Secara geografis, Kabupaten Ciamis terletak pada 108°20ʹ ‐ 108°40ʹ BT dan 7°40ʹ20” LS, tepatnya di bagian  tenggara Provinsi  Jawa Barat  atau  sekitar  112 Km dari Kota Bandung. Adapun batasan wilayah Kabupaten Ciamis, mencakup: 

‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. 

‐ Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya. 

‐ Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. 

‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah. 

Kabupaten  Ciamis  memiliki  luas  keseluruhan  administratif  sebesar  248.763  Ha  dengan jumlah penduduk pada  tahun 2005 mencapai 1.457.146  jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 586 jiwa/km².  

Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis berupa pegunungan dan dataran  tinggi, kecuali di  perbatasan  dengan  Jawa  Tengah  bagian  selatan,  serta  sebagian wilayah  pesisir  pantai selatan. Kabupaten  Ciamis memiliki garis pantai yang mencapai 91 Km dan terbentang di 6 kecamatan.  Pantai  selatan  Ciamis  bagian  timur  berupa  teluk,  diantaranya  Teluk Pangandaran, Teluk Parigi, dan Teluk Pananjung. Kondisi alam Kabupaten Ciamis membuat wilayah  ini  kaya  akan  potensi  pertanian,  perikanan,  dan  pariwisata  alam. Khusus  untuk sektor  pariwisata,  unggulan  dari  Kabupaten  Ciamis  adalah  keindahan  pantai  dan peninggalan  sejarah Kerajaan Galuh. Adapun  beberapa  objek dan daya  tarik wisata  yang berada dalam kawasan studi ini, meliputi: 

Tabel 3.9 Sebaran Objek Wisata Kabupaten Ciamis yang Termasuk dalam  Kawasan Wisata Kria dan Budaya 

Priangan   

 

      Sumber : Petunjuk Pariwisata Kabupaten Ciamis, 2007 

Nama  Lokasi Karangkamulyan  Kec. Cijeungjing Situs Gunung Susuru  Kec. Cijeungjing Kampung Kuta  Kec. Tambaksari Urug Kasang  Kec. Tambaksari Astana Gede  Kec. Kawali Situ Lengkong Panjalu  Kec. Panjalu Curug Tujuh  Kec. Panjalu 

Page 77: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

43

Daya Tarik Wisata Kabupaten Ciamis 

WISATA KRIA 

a. Industri Kerajinan Kaligrafi 

Warga  Desa  Padamulya,  Kecamatan  Cihaurbeuti,  Kabupaten  Ciamis,  sudah  lama menggeluti  berbagai  kerajinan  tangan, mulai  dari  kipas  hias  ukuran  besar,  anyaman bambu untuk kebutuhan  rumah  tangga, hingga kaligrafi. Sebagian dari hasil kerajinan itu sejak tahun 1993 telah mampu tembus ke pasar  luar negeri. Keterampilan membuat kerajinan ini sudah sejak lama diperoleh secara turun temurun.   Sudah sejak lama Desa Padamulya menjadi  sentra kerajinan, namun karena  tidak memiliki pasar  atau  tempat khusus untuk menjualnya, maka sebagian besar kerajinan dari Padamulya dipasarkan di wilayah Rajapolah.  

Perkembangan kerajinan kaligrafi di wilayah ini didukung oleh bahan baku, yaitu pohon bambu yang relatif mudah ditemui. Kemudahan bahan baku ini semakin mempermudah usaha masyarakat dalam menjalankan usahanya.  

 

WISATA KULINER 

a. Galendo 

Jawa  Barat  dikenal  sebagai  daerah  yang  kaya  akan  makanan  tradisional,  terutama makanan ringannya. Salah satunya adalah galendo (gelendo) Ciamis. Penganan berwarna merah yang terbuat dari ampas pembuatan minyak kelapa  itu memang  identik dengan wilayah Ciamis. Meski penganan sejenis sudah banyak bermunculan di sejumlah daerah lain,  galendo Ciamis  tetap punya keistimewaan  tersendiri di  lidah konsumen. Uniknya galendo  khas Ciamis,  kini memiliki  banyak  varian  rasa,  seperti  cokelat,  stroberi, nanas dan lain sebagainya. Makanan ringan ini umumnya dipasarkan ke kota atau kabupaten lain  di  sekitar  Kabupaten  Ciamis,  bahkan  hingga  ke  Jakarta.  Kini  galendo  selain dipasarkan  di  toko  oleh‐oleh  juga  sudah  banyak  tersedia  di  sejumlah  supermarket ataupun toko serba ada dan dalam kemasaran yang menawan.  

b. Selai Pisang 

Banyak daerah menghasilkan panganan ringan berupa selai pisang ini, salah satunya ada di Kabupaten Ciamis. Bedanya selai pisang khas Ciamis berupa selai pisang yang telah digulung ataupun variasi bentuk  lainnya. Namanya pun  tak kalah unik, misalnya  saja selai pisang  lidah, selai pisang kipas dan  lain sebagainya. Selai pisang khas Ciamis  ini banyak  diproduksi  di  Kecamatan  Cijeungjing  dan  sudah  cukup  dapat  diandalkan menjadi  komoditas  ekspor.  Selain  dipasarkan  di  dalam  negeri,  khususnya  di wilayah Jawa Barat, selai pisang  ini  juga  telah diekspor ke negara‐negara ASEAN dan Amerika Serikat. 

 

WISATA BUDAYA 

a. Cagar Budaya Astana Gede 

Cagar budaya Astana Gede  terletak di Desa Kawali, Kecamatan Kawali yang berjarak kurang  lebih 21 km dari arah utara Kota Ciamis. Di sini  terdapat beberapa buah batu 

Page 78: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

44

bertulis (prasasti) yang merupakan cikal bakal bukti keberadaan Kerajaan Sunda yang dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kencana. Salah  satu dari batu bertulis  tersebut bertuliskan ʺMahayunan Ayunan Kadatuanʺ yang kemudian dijadikan sebagai motto juang Kabupaten Ciamis. Selain batu‐batu prasasti tersebut terdapat pula peninggalan lainnya yaitu: 

- Seperangkat batu disolit, yakni batu tempat pelantikan raja yang disebut Palangka. - Batu telapak kaki dan tangan dengan garis retak‐retak menggambarkan kekuasaan 

dan penanggalan (kalender). - Tiga buah batu menhir: Batu Panyandaan, Batu Panyandangan, Batu Pamuruyan 

(alat untuk bercermin). 

 b. Cagar Budaya Karangkamulyan – Cijeungjing  

Cagar  Budaya  Karangkamulyan  merupakan  peninggalan  dari  pusat  Kerajaan  Galuh Pusaka yang dikukuhkan oleh Sang Hyang Parmanadikusumah. Lokasi cagar budaya ini terletak di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, atau  lebih kurang sekitar 16 km dari Kota Ciamis menuju ke arah  timur. Fasilitas yang ada di  lokasi  ini antara  lain adalah lapangan parkir, kios‐kios makanan serta cenderamata, rest area, masjid dan toilet.  

Gambar 3.12 Salah Satu Batu di Situs Karang Kamulyan 

  

Di situs ini kita juga dapat melihat tempat‐tempat bekas peninggalan dari legenda Ciung Wanara  yang  merupakan  salah  seorang  putera  Sang  Hyang  Permanadikusumah. Peninggalan‐peninggalan tersebut antara lain: 

- Batu  Pangcalikan  yaitu merupakan  bekas  singgasana  yang  juga  berfungsi  sebagai tempat bermusyawarah Raja. 

- Penyambungan  ayam,  tempat  Ciung  Wanara  menyabung  ayam  dengan  Bondan Sarati. 

- Sanghyang Bedil. - Lambang Peribadatan. - Sumber Air Citeguh dan Cirahayu. - Makam Adipati Panaekan. - Pamangkonan. - Batu Anyandaan. 

Page 79: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

45

- Patimuan. - Leuwi Sipatahunan yang merupakan tempat bayi Ciung Wanara dibuang di Sungai 

Citanduy. 

c. Situ Lengkong – Panjalu 

Objek wisata  ini  terletak  di Desa  Panjalu,  Kecamatan  Panjalu  yang  berjarak  kurang lebih  41  km  dari  Kota  Ciamis  ke  arah  utara.  Situ  Lengkong  Panjalu  merupakan perpaduan antara objek wisata alam dan objek wisata budaya. Di objek wisata ini kita bisa menyaksikan  indahnya  danau  (situ)  yang  berhawa  sejuk  dengan  sebuah  pulau terdapat  di  tengahnya  (nusa)  yang  dikenal  dengan  nama Nusa  Larang.  Luas  danau tersebut  sekitar  70 Ha dan pulau Nusa Larang yang  ada  tengah‐tengahnya memiliki luas sekitar 9,25 Ha.  

Gambar 3.13 Situ Lengkong 

  

Di  Nusa  Larang  terdapat  Makam  Hariang  Kencana  yang  merupakan  putra  dari Hariang  Borosngora,  yaitu  Raja  Panjalu  yang  membuat  Situ  Lengkong  pada  masa beliau memerintah di Kerajaan Panjalu. Untuk menghormati  jasa para leluhur Panjalu, maka hingga saat  ini warga keturunan Panjalu biasa melaksanakan semacam upacara adat  yang  disebut  Nyangku.  Acara  ini  dilaksanakan  pada  tiap‐tiap  bulan  Maulud dengan  cara  membersihkan  benda‐benda  pusaka  yang  disimpan  di  sebuah  tempat khusus  yang disebut Bumi Alit. Bumi alit ini termasuk dalam salah satu museum kecil yang  ada  di Kabupaten Ciamis  dan memiliki  koleksi  berjumlah9  buah  yang  berupa sebuah pedang cis, 2 (dua) buah pedang biasa, 3 (tiga) buah keris, sebuah naskah, serta sebuah baju kebesaran peninggalan Raja Panjalu.  

Kegiatan wisata yang bisa wisatawan di  lokasi  ini antara  lain, berperahu mengelilingi Nusa  Larang, memancing,  berkemah,  berekreasi,  atau  hanya  sekedar  duduk‐duduk santai sembari melihat keindahan danau.  

 d. Urug Kasang 

Urug  kasang  berupa  lokasi  dimana  telah  ditemukannya  fosil‐fosil  purba.  Lokasi  ini berada di Desa Tambaksari, Kecamatan Tambaksari yang berada ke arah timur laut Kota 

Page 80: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

46

Ciamis. Fosil‐fosil yang ditemukan di lokasi ini diperkirakan berasal dari sekitar 700.000 sampai dengan 2 juta tahun yang lalu.  

Di lokasi ini terdapat sebuah museum kecil yang diberi nama Museum Fosil Tambaksari. Museum  ini memiliki  21  benda  koleksi  yang  terdiri  dari  4  (empat)  bagian  fosil  gajah purba, 2 (dua) bagian fosil rusa purba, 3 (tiga) bagian fosil kerbau purba, 6 (enam)  jenis fosil kerang laut, dan 3 (tiga) jenis keramik.  

 e. Situs Gunung Susuru 

Lokasi  situs  ini  terletak  di  Desa  Kertabumi,  Kecamatan  Cijeungjing.  Situs  Gunung Susuru  ini merupakan peninggalan  cagar budaya berupa punden berundak dari masa Kerajaan Hindu  (klasik).  Luas  situs  ini  kurang  lebih  7 Ha  yang  berada  diantara  dua sungai, yaitu Sungai Cimuntur dan Sungai Cileueur. Pada lokasi ini juga terdapat 3 (tiga) buah gua, sebuah sumur batu, 3 (tiga) buah dolmen, 3 (tiga) buah altar dan peninggalan lainnya  seperti  manik‐manik,  keramik,  senjata,  batu  pipisan,  batu  peluru,  dan  lain sebagainya.  

 

WISATA BUDAYA KAMPUNG TRADISIONAL 

a. Kampung Kuta 

Kampung  Kuta  secara  administratif  berada  di  wilayah  Kecamatan  Tambaksari, Kabupaten  Ciamis,  tepatnya  di  Desa  Karangpaningal  dan  ditetapkan  sebagai  sebuah Dusun yaitu Dusun Kuta. Untuk menuju ke  lokasi  ini  jarak yang harus ditempuh dari kota Kabupaten Ciamis berjarak  sekitar 34 km menuju ke arah utara. Secara geografis, Kampung  Kuta  letaknya  terpisah  dengan  kampung  lain  yang  ada  di  Desa Karangpaninggal,  karena  berada di  suatu  lembah  yang dikelilingi  tebing‐tebing  tegak lurus yang sekaligus menjadi batasan wilayah dengan kampung lainnya. Sebagai daerah yang berada di lembah, Kampung Kuta merupakan daerah yang subur.  

Amanat leluhurnya yang masih tetap dipertahankan di Kampung Kuta ini, antara lain:  1. Rumah panggung harus beratap rumbia atau ijuk (tidak boleh permanen). 2. Bentuk rumah persegi dan tidak boleh berbentuk sikon. 3. Penduduk yang meninggal harus dimakamkan di luar Kampung Kuta. 4. Dilarang ke tempat keramat selama hari Senin dan Jumat. 5. Tidak boleh menggunakan pakaian yang serba hitam. 

Karena  ketaatannya  memegang  teguh  adat  dan  aturan  termasuk  dalam  menjaga kelestarian lingkungannya, pada tahun 2002, Kampung Kuta memperoleh penghargaan untuk kategori penyelamat lingkungan. 

 

WISATA ALAM 

a. Curug Tujuh Cibolang 

Objek wisata ini diberi nama Curug Tujuh Cibolang karena mempunyai 7 (tujuh) buah air terjun (curug) yang terdapat pada sebuah bukit di kaki Gunung Sawal. Luas keseluruhan 

Page 81: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

47

Wana Wisata  Curug  Cibolang  ini  adalah  sekitar  20 Ha  yang  terletak  di  RPH  Panjalu BKPH Ciamis. Lokasi  tepatnya  terletak di Desa Sandingtaman, Kecamatan Panjalu, atau lebih  kurang  35  km  arah utara Kota Ciamis. Wana wisata  ini  terletak pada  ketinggian antara  800  –  900 m dpl, dengan  konfigurasi  lahan  umumnya  bergunung. Kawasan  ini mempunyai suhu udara rata‐rata antara 18 – 170 C. 

Lokasi Curug Tujuh Cibolang  ini berjarak  sekitar 5 km dari Kecamatan Panjalu, 31 km  dari Kabupaten Ciamis dan  112 km dari Kota Bandung. Kondisi  jalan pada umumnya beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Sarana  transportasi umum yang ada hanya ojek. Untuk menuju objek wisata ini dapat menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat atau mountain bike bagi yang mempunyai hobi olahraga bersepeda.  Jika menggunakan  kendaraan umum, dapat  berangkat dari Terminal Ciamis menggunakan angkutan  dengan  jurusan Kawali  Panjalu,  atau  langsung  dari  Bandung menggunakan angkutan jurusan Ciamis via Panjalu.  

Sebagian besar lokasi di wana wisata Curug Tujuh Cibolang terdiri dari hutan tanaman pinus.  Sumber  air  yang  ada  di wilayah  ini  berupa mata  air  dan  sungai  yang  saat  ini dimanfaatkan  dengan  cara  membuat  instalasi  penampungan  untuk  kepentingan  air bersih  dan  MCK.  Kita  dapat  menikmati  keindahan  dan  keasrian  ketujuh  air  terjun tersebut  dengan  cara mengitari  bukit, menapaki  jalan  setapak mulai  dari  kaki  bukit sampai ke puncak bukit dan berjalan memutar kembali. Potensi visual lansekap menuju lokasi air terjun ini cukup menarik dengan pemandangan alam berupa panorama hutan dan pegunungan. 

Wana  wisata  ini  umumnya  digunakan  untuk  wisata  harian  dan  wisata  berkemah. Kegiatan wisata harian yang dapat dilakukan adalah mandi di air  terjun, piknik,  jalan santai,  hiking,  trekking dan melihat adu binatang,  sedangkan untuk kegiatan berkemah tersedia sebuah kompleks perkemahan seluas kurang lebih 2 Ha. 

 

Permasalahan dan Isu‐Isu Strategis Pengembangan Kepariwisataan di Kabupaten Ciamis 

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah  (RTRW) Kabupaten Ciamis  tahun  2004  –  2013 serta  berdasarkan  hasil  Focus  Group Disscussion  (FGD)  terangkum  permasalahan  dan  isu strategis  yang  terkait  dengan  objek  wisata  alam  dan  budaya  Kabupaten  Ciamis,  yang mencakup: 

‐ Permasalahan 

Perkembangan  pembangunan  fisik  di  bagian  utara  kabupaten  pada  areal  yang seharusnya untuk kawasan lindung dan kawasan penyangga. 

Pengembangan  bandar udara Nusawiru di Cijulang  yang  berfungsi untuk menunjang kepariwisataan  dan  pengembangan  wilayah  Kabupaten  Ciamis  bagian  selatan  yang kurang termanfaatkan dengan optimal. 

Kawasan  yang  memiliki  peranan  khusus  berupa  fungsi  lindung,  sejarah  dan kepariwisataan yaitu kawasan cagar budaya Situ Panjalu, kawasan Karangkamulyan di Kecamatan  Cijeungjing,  serta  kawasan  Kampung  Kuta.  Namun  dalam pengembangannya belum optimal. 

Page 82: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

48

Sarana aksesibilitas yang sebagian masih dalam kondisi buruk. 

Sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan yang belum memadai. 

 

‐ Isu‐isu Strategis 

Perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian kurang terserap oleh sektor industri dan pariwisata.  Dengan  demikian  sektor  industri  dan  pariwisata  di  Kabupaten  Ciamis memiliki  laju  peryumbuhan  nilai  tambah  yang  tidak  seimbang  dibandingkan  dengan laju kesempatan kerjanya.  

Pengembangan  kawasan  pariwisata  berada  di  bagian  selatan  kabupaten,  yaitu  di wilayah Pangandaran, Cijulang Parigi dan Cimerak, sekaligus merupakan ketimpangan dengan wilayah Ciamis bagian utara. 

 

3.1.4   Wilayah Banjar 

Pembentukan Kota Banjar tidak terlepas dari perkembangan Kabupaten Ciamis. Pada tahun 1992, Banjar menjadi Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 1991 tentang Pembentukan Banjar Kota Administratif yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri  pada  tanggal  2  Maret  1992.  Seiring  dengan  otonomi  daerah,  sejak  tanggal  11 Desember  2002 wilayah  Banjar  ditetapkan menjadi  kota  yang  otonom  dan  terpisah  dari Kabupaten  Ciamis.  Secara  administratif  Kota  Banjar  terdiri  dari  4  kecamatan,  yaitu Kecamatan  Pataruman,  Banjar,  Purwaharja,  dan  Langensari,  serta  terdiri  dari  24 desa/kelurahan.  

Secara geografis, Kota Banjar terletak pada 108°26ʹ ‐ 108°40ʹ BT dan 07°19ʹ ‐ 07°26ʹ LS, tepatnya di bagian  tenggara  Provinsi  Jawa  Barat  atau  sekitar  3  jam  perjalanan  berkendara  dari Kota Bandung. Adapun batasan wilayah Kota Banjar, mencakup: 

‐ Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cisaga Kabupaten Ciamis. 

‐ Sebelah  barat  berbatasan  dengan  Kecamatan  Cimaragas  dan  Kecamatan  Cijeungjing Kabupaten Ciamis. 

‐ Sebelah  selatan  berbatasan  dengan  Kecamatan  Lakbok  dan  Kecamatan  Pamarican Kabupaten Ciamis. 

‐ Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah 

Kabupaten  Ciamis memiliki  luas  keseluruhan  administratif  sebesar  13.197,23 Ha  dengan jumlah  penduduk  pada  tahun  2006 mencapai  168.912  jiwa  dengan  kepadatan  penduduk sekitar 1.477,67 jiwa/km². 

Kota  Banjar merupakan wilayah  dengan  ketinggian  antara  20  sampai  dengan  500 m  dpl yang beriklim  tropis. Tingkat kesuburan  tanah di Kota Banjar umumnya  tergolong sedang (baik).  Sektor  pertanian merupakan  sektor  yang memegang  peranan  cukup  besar  dalam perekonomian  Kota  Banjar,  karena  sebagian  besar  penduduk  Kota  Banjar  masih menggantungkan  mata  pencaharian  pada  sektor  ini.  Selain  itu  sektor  industri  dan 

Page 83: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

49

perdagangan  juga  menjadi  sektor  penting  di  kota  ini.  Berdasarkan  data  dari  Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kota Banjar, sektor industri di kota  ini  berjumlah  1.517  unit  usaha  dengan  6.897  tenaga  kerja  dan  telah  menghasilkan investasi  sebesar  20,97 milyar  rupiah.  Sedangkan  sektor perdagangan  sendiri  jumlah unit usaha ada 947 yang menyerap 3.272  tenaga kerja dan  telah menghasilkan  investasi sebesar 52,52 milyar rupiah. Sektor industri yang cukup berkembang adalah industri kerajinan dan makanan olahan. Dari data tersebut sebelumnya industri kerajinan memiliki 117 unit usaha yang menyerap  1.305  tenaga  kerja  dan memiliki  nilai  investasi  sebesar  358,5  juta  rupiah. Adapun komoditi unggulan dari sektor  industri dan perdagangan di Kota banjar  ini dapat dilihat pada tabel di halaman berikut. 

Tabel 3.10 Komoditi Unggulan Kota Banjar   

 Sumber : http://www.banjar‐jabar.go.id/  

Sementara  itu  sektor  pariwisata  saat  ini  belum menjadi  sektor  andalan  bagi Kota  Banjar. Namun demikian di wilayah ini terdapat beberapa objek dan daya tarik yang cukup sering 

No.  Komoditi  Jumlah Unit Usaha  Kapasitas/Tahun  Lokasi 1.  Bordir/konveksi 

‐ Kaos, baju koko, celana pendek 

‐ Busana muslim, kebaya 

5 kelompok  44,3 potong  Banjar, Pataruman 

2.  Tikar mendong  2 unit usaha,  30 plasma 

960 kodi  Langensari 

3.  Meubel  43 unit usaha  372.074 buah  Banjar, Pataruman,  Purwaharja dan Langensari 

4.  Anyaman bambu  2 sentra,           65 unit usaha 

780 pasang  Langensari, Neglasari 

5.  Industri kerajinan bambu/kayu  1 unit usaha  1.080.000 buah  Banjar, Neglasari 6.  Kerajinan 

‐ Miniatur alat musik ‐ Sanggar burung ‐ Ukiran tunggul kayu  

 4 unit usaha 1 unit usaha 2 unit usaha 

 1.200 set 96 buah 

 Pataruman, Neglasari, dan Purwaharja 

7.  Industri makanan olahan ‐ Sale pisang ‐ Keripik pisang, singkong ‐ Rangginang ‐ Makanan ringan  

 20 unit usaha 15 unit usaha 25 unit usaha 6 unit usaha 

 440 ton 53,2 ton 80 ton 

72 bungkus 

 Pataruman, Langensari Pataruman Purwaharja Banjar 

8.  Air minum dalam kemasan  1 unit usaha  35.800 galon  Banjar 9.  Gula kelapa  602 unit usaha  1.200 ton  Langensari  10.  Industri logam alat rumah 

tangga 1 unit usaha  6.300 kodi  Langensari 

11.  Bata merah  400 unit usaha  17.863 buah  Pananjung, Karangpucung, dan Langensari 

12.  Kambing PE  1.350 ekor  200 liter/hari  Langensari 13.  Beras organik  998,7 Ha  20 ton  Koptan Banjar 14.  Kentang hitam  356,7 Ha  68 ton  Langensari 

Page 84: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

50

dikunjungi, khususnya oleh wisatawan lokal dan regional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut. 

 Tabel 3.11 Sebaran Objek Wisata di Kota Banjar yang Termasuk Dalam                                                          

Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan   

  

 

      Sumber : Petunjuk Pariwisata Kabupaten Ciamis, 2007 

 

Daya Tarik Wisata Kota Banjar 

WISATA KRIA 

a. Miniatur Alat Musik 

Kota  Banjar  memiliki  komoditi  unggulan  berupa  kerajinan  tangan  dari  kayu  yaitu miniatur  alat musik.  Kerajinan  ini  berpusat  di  Kecamatan  Pataruman, Neglasari  dan Purwaharja.  Kerajinan miniatur  alat musik  saat  ini  terdiri  dari  4  unit  usaha  dengan kapasitas  total  rata‐rata per‐tahun  sebesar 1.200  set produk miniatur alat musik. Pasar dari usaha kerajinan miniatur alat musik  ini masih  terbatas pada pasar  lokal,  terutama kota  atau  kabupaten  di  sekitar  Kota  Banjar,  seperti  Tasikmalaya,  Garut,  Ciamis  dan Bandung.  

b. Sangkar Burung 

Produk kria lainnya yang diproduksi oleh Kota Banjar adalah kerajinan sangkar burung. Kerajinan sangkar burung ini terbuat dari kayu. Sama halnya dengan kerajinan miniatur alat musik, kerajinan sangkar burung  ini berpusat di Kecamatan Pataruman, Neglasari dan  Purwaharja.  Kerajinan  sangkar  burung  pada  saat  ini  terdiri  dari  1  unit  usaha, dengan total kapasitas rata‐rata per‐tahun sebanyak 96 buah sangkar burung. Pasar dari usaha  kerajinan  sarang  burung  adalah  pasar  lokal  wilayah  Jawa  Barat,  khususnya wilayah kabupaten dan kota di sekitar Kota Banjar.  

WISATA KULINER 

a. Sale Pisang 

Sale  pisang, merupakan  jenis makanan  ringan  umum  yang  terbuat  dari  bahan  dasar pisang. Hampir setiap daerah memiliki makanan khas berupa sale pisang ini, tetapi sale pisang  produksi  Kota  Banjar  memiliki  citarasa  yang  khas  dan  berbeda  dengan  sale pisang yang ada di tempat lain. Produksi sale pisang ini banyak terdapat di Kecamatan Pataruman dan Langen. Saat ini, produksi industri makanan ringan sale pisang yang ada 

Nama  Lokasi  Luas Situ Mustika  Desa Purwaharja, 

Kecamatan Purwaharja 2,5 Ha 

Pulo Majeti/Rawa Onom  Desa Purwaharja, Kecamatan Purwaharja 

2 Ha 

Kokoplak  Desa Mulyasari, Kecamatan Pataruman 

1 Ha 

Terowongan  Desa Binangun, Kecamatan Pataruman 

 

Page 85: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

51

di Kota Banjar berjumlah sekitar 20 unit usaha yang setiap tahunnya menghasilkan total produksi kurang lebih sekitar 440 ton sale pisang. Hasil dari industri ini didistribusikan ke wilayah  Tasikmalaya,  Garut,  Banjar  dan  Ciamis  untuk  kemudian  dijual  di  sentra makanan tradisional atau toko oleh‐oleh. 

 b. Keripik Pisang dan Singkong 

Banyaknya sumber daya berupa bahan baku buah pisang dan singkong menjadi suatu peluang bernilai ekonomi bagi masyakarat Kota Banjar. Dengan kreativitas dan keuletan warga  Kecamatan  Pataruman,  buah  pisang  dan  singkong  diubah  menjadi  makanan olahan khas Banjar yaitu keripik pisang dan singkong. Pada saat  ini  industri makanan ringan  olahan  berupa  keripik  pisang  dan  singkong  berjumlah  sekitar  15  unit  usaha, dengan  total  produksi  yang  dihasilkan  per‐tahunnya  sebanyak  kurang  lebih  53,2  ton. Keripik  pisang  dan  singkong  ini  umumnya  dipasarkan    ke  wilayah  Tasikmalaya, Bandung, Ciamis, Banjar dan Garut untuk dijual di sentra makanan tradisional ataupun toko oleh‐oleh. 

 

WISATA ALAM 

a. Situ Mustika 

Situ Mustika adalah daya tarik wisata alam yang berupa danau dan berlokasi di Dusun Katapang, Desa Purwaharja, Kecamatan Purwaharja. Kawasan Situ Mustika ini memiliki luas area 2,5 Ha yang merupakan milik PT. Perhutani. Lokasi ini memiliki jarak sekitar 1 Km  dari  pusat  Kota  Banjar.  Situ  Mustika  merupakan  situ  atau  danau  buatan  yang awalnya berfungsi sebagai penampungan air pada kawasan hutan jati.  

Aktivitas  pariwisata  yang  dapat  dilakukan  oleh  wisatawan  antara  lain  adalah memancing,  berperahu,  berekreasi,  bersepeda  air,  serta  berkemah.  Biasanya  lokasi  ini dipadati  pengunjung  pada  akhir  pekan  atau  hari  libur.  Untuk  masuk  ke  objek  ini wisatawan  yang  datang  ditarik  retribusi  sebesar  Rp.  2.500/orang.  Hingga  saat  ini wisatawan  yang  datang  seluruhnya  merupakan  wisatawan  nusantara  (wisnus). Berdasarkan  data  tahun  2005,  jumlah wisnus  yang  datang  ke  Situ Mustika  sebanyak 1.575  orang,  sedangkan  pada  tahun  2006, wisnus  yang  datang  sebanyak  1.560  orang.  Sarana dan prasarana yang ada di kawasan ini mencakup pintu gerbang yang berfungsi sebagai loket karcis, tempat parkir dan fasilitas toilet yang kurang terawat. 

 

WISATA BUDAYA 

a. Situs Pulo Majeti 

Situs  Pulo  Majeti  berlokasi  di  Dusun  Siluman  Baru,  Desa  Purwaharja,  Kecamatan Purwaharja. Lokasi ini berjarak sekitar 4 Km dari pusat Kota Banjar. Kawasan Situs Pulo Majeti memiliki  luas  lahan  sekitar  2 Ha  dengan  status  kepemilikan  oleh masyarakat. Wisatawan  yang  banyak  datang  ke  situs  ini  seluruhnya  adalah wisatawan  nusantara (wisnus). Berdasarkan data  tahun 2005,  jumlah wisnus yang berkunjung ke Situs Pulo Majeti berjumlah 117 orang. 

Page 86: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

52

 b. Situs Kokoplak 

Situs Kokoplak  terletak  di Dusun  Pananjung, Desa Mulyasari, Kecamatan  Pataruman atau sekitar 2 Km dari pusat Kota Banjar. Kawasan ini memiliki luas kurang lebih 1 Ha yang  statusnya  masih  merupakan  tanah  milik  masyarakat. Wisatawan  yang  banyak datang ke situs  ini seluruhnya adalah wisatawan nusantara  (wisnus). Berdasarkan data tahun  2005 dari Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kota Banjar,  jumlah wisnus  yang berkunjung ke Situs Kokoplak ini berjumlah 265 orang. 

 c. Wisata Seni Budaya Calang/Reog Tumaritis Batulawang 

Wisata  seni  budaya  Calang  atau  lebih  dikenal  dengan  sebutan  Reog  Tumaritis Batulawang ini merupakan pertunjukan kesenian khas Kota Banjar. Kesenian ini banyak diminati oleh masyarakat Banjar dan biasanya ditampilkan pada event‐event   atau acara tertentu.  

 

Permasalahan dan Isu‐Isu Strategis Pengembangan Kepariwisataan di Kota Banjar 

Terkait  dengan  pengembangan  objek  wisat  alam  dan  budaya  di  Kota  Banjar  terdapat beberapa permasalahan dan isu strategis, yang mencakup: 

‐ Permasalahan 

Objek  dan  daya  tarik  wisata  yang  ada  belum  dimanfaatkan  secara  optimal  untuk menunjang pengembangan wisata kria dan budaya Priangan, padahal banyak daya tarik yang potensial. 

Sarana  dan  prasarana  di  objek  dan  daya  tarik  wisata  masih  kurang.  Fasilitas  yang sekarang tersedia pun banyak yang kurang terawat dengan baik. 

 ‐ Isu Strategis 

Pariwisata belum menjadi sektor andalan bagi Kota Banjar. 

Potensi  sektor  pendukung  (misalnya:  sektor  pertanian)  belum  dimanfaatkan  secara optimal untuk menunjang pariwisata Kota Banjar. 

 

3.1.5   Potensi Wisata Gunung Api 

Wilayah  Priangan  yang meliputi  gunung‐gunung  utama  di  Jawa  Barat memang  terkenal dengan puncak kerucut gunung apinya. Wilayah Priangan yang meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, dikelilingi oleh gunung‐gunung api, baik yang aktif, istirahat, maupun yang sudah tidak aktif.  

Tabel  3.12  berikut  ini menunjukkan  beberapa  gunung  api  dan  kemungkinan  daya  tarik wisata yang dapat dikembangkan. 

Page 87: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

53

Tabel 3.12 Gunung Api di Wilayah Priangan dan Kemungkinan Daya Tarik Wisata yang Dapat 

Dikembangkan 

No.  Nama Gunung Api  Daerah  Daya Tarik Wisata 1  Guntur  Kab. Garut  Mata  air panas di  kaki Gunung Guntur 

(Cipanas),  hiking  ke  puncak/kawah  7 jam  perjalanan  melewati  beberapa fenomena  seperti  air  terjun,  aliran  lava, dan  aktivitas  kawah.  Perlu  dirancang pencapaian  di  puncak  ketika  matahari terbit 

2  Papandayan  Kab. Garut  Hiking  ke  berbagai kawah  yang muncul setelah  letusan  tahun  2002;  pengamatan aktivitas  kawah utama maupun  kawah‐kawah  penghasil  belerang.  Camping  di beberapa  puncak  yang  agak  jauh  dari kawah  aktif  seperti  di  Tegal Alun‐alun. Penjelajahan  hingga menembus  ke  arah perkebunan  teh  Sedep  dan Malabar  di Kabupaten Bandung. Catatan:  gunung  api  aktif.  Sewaktu‐waktu  ditutup.  Perlu  pengetahuan tentang perilaku gunung api 

3  Cikuray  Kab. Garut  Hiking  ke  puncak  untuk  mendapatkan suasana  matahari  terbit.  Memandang laut selatan dari puncak 

4  Kamojang  dan Darajat 

Kab. Garut  Aktivitas panas bumi (pembangkit listrik tenaga  geotermal  /  PLTG).  Beberapa tempat  bisa  dikembangkan  spa (berendam dalam mata air panas/hangat) 

5  Situ Cangkuang  Kab. Garut  Danau  sisa‐sisa  dari  hasil  letusan  G. Guntur purba. 

6  Galunggung  Kab. Tasikmalaya  Pengamatan kawah baru setelah  letusan tahun  1982  dengan  mendaki  620  anak tangga. Penjelajahan beberapa puncak di sekitar  kawah,  dan  fenomena  di  kaki gunung  api  seperti  Perbukitan  Sepuluh Ribu atau mata air panas 

7  Situ Gede  Kota Tasikmalaya  Seperti  juga  Situ  Cangkuang  di  Garut, Situ Gede  adalah danau yang  terbentuk setelah  letusan  purbakala  dari  Gunung Galunggung,  bersamaan  dengan terbentuknya Perbukitan Sepuluh Ribu.  

8  Sawal  Kabupaten Ciamis  Perlu disurvei kemungkinan jalur hiking ke  puncak  Gunung  Sawal,  gunung  api yang sudah tidak aktif lagi. 

 

Sesuai dengan  tema KWU Priangan yaitu kria dan budaya, pengembangan wisata gunung api  dapat  dikaitkan  dengan  tema  utama,  karena  produk  budaya masyarakat  gunung  api tentunya  akan  menghasilkan  sutau  budaya  yang  khas.  Sebagai  contoh,  selain  volcano‐

Page 88: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

54

trekking  ke  puncak‐puncak  gunung  api,  juga  dapat  dirancang  penjelajahan  situs‐situs purbakala yang berada di kaki atau lereng tengah gunung api. Mengapa situs ada di tempat itu, dari bahan batu apa  situs dibangun, adakah kaitannya dengan  letusan gunung api di masa  lalu,  hingga  aktivitas  upacara  adat  yang mungkin  terkait  dengan  gunung  api,  bisa dikembangkan. 

Rekomendasi  terbaik untuk wisata gunung api ketika aksesibitas dan  fasilitas pendukung belum  layak mendekati objek kawah, adalah dengan mengembangkan wisata gunung api aktif.  Contohnya  adalah  volcano‐trekking  dengan  pemandu  handal  dalam  beberapa  grup kecil, jika dikemas dengan baik, akan menghasilkan suatu daya tarik wisata yang potensial. 

 3.2    Fasilitas Pendukung Kepariwisataan  3.2.1  Akomodasi 

Sebagai  pendukung  kegiatan  berwisata,  sarana  akomodasi  memegang  peranan  penting, khususnya  untuk  wisatawan  yang  datang  dari  luar  daerah.  Selain  menunjang  kegiatan pariwisata itu, keberadaan sarana akomodasi juga akan berpengaruh bagi pendapatan sektor pariwisata khususnya, dan pendapatan daerah pada umumnya. Jumlah hotel berbintang di masing‐masing  kabupaten/kota  yang  termasuk  dalam  KWU  Kria  dan  Budaya  Priangan sebanyak 8 hotel, 331 jumlah kamar dan 542 tempat tidur. Jumlah hotel di Kabupaten Garut sebanyak  5  buah,  dengan  176  jumlah  kamar  dan  360  jumlah  tempat  tidur,  Kabupaten Tasikmalaya  tidak  memiliki  hotel  berbintang,  Kabupaten  Ciamis  memiliki  1  buah  hotel berbintang dengan  jumlah kamar sebanyak 69 dan  jumlah  tempat  tidur sebanyak 59 buah, Kota Tasikmalaya memiliki 2 hotel berbintang dengan  jumlah kamar 86 buah dan  jumlah tempat tidur 123 buah, sedangkan Kota Banjar tidak memiliki hotel berbintang. Untuk data selengkapnnya tercantum dalam tabel 3.13, 3.14 dan 3.15 berikut ini.  

 Tabel 3.13 

Jumlah Hotel Berbintang  di Kabupaten/Kota yang Wilayahnya Termasuk dalam KWU Kria & Budaya Priangan Tahun 2006 

Nama Kota/Kab  Jumlah Hotel Bintang 

Jumlah Kamar 

Jumlah  Tempat Tidur 

Kab. Garut  5  176  360 Kab. Tasikmalaya  0  0  0 Kab. Ciamis  1  69  59 Kota Tasikmalaya  2  86  123 Kota Banjar  0  0  0 

Jumlah  8  331  542       Sumber :Hasil Kompilasi Data,  2007 

 

Page 89: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

55

Tabel 3.14 Jumlah Akomodasi Lainnya  

di Kabupaten/Kota yang Wilyahnya termasuk dalam KWU Kria  & Budaya Priangan Tahun 2005 

Akomodasi (Menurut Jumlah Kamar) <10  10‐24  25‐40  41‐100 Nama Kota/Kab 

Unit  Kamar  Unit  Kamar  Unit  Kamar  Unit  Kamar 

Kab. Garut  50  322  30  506  5  222  2  107 

Kab. Tasikmalaya  3  21  3  71  ‐  ‐  ‐  ‐ 

Ciamis  105  713  86  1.535  1  69  10  726 

Kota Tasikmalaya  3  20  12  242  1  101  3  203 

Kota Banjar  1  9  6  133  ‐  ‐  ‐  ‐ 

Jumlah  162  1085  137  2.487  7  392  15  1036             Sumber : Jawa Barat dalam Angka 2006, BPS 

 

Tabel 3.15 Jumlah Pondok Wisata  

di Kabupaten/Kota yang Wilayahnya Termasuk ke Dalam KWU Kria & Budaya Priangan Tahun 2006 

Nama Kota/Kab  Jumlah  Pondok Wisata 

Jumlah Kamar 

Jumlah Tempat Tidur 

Kab. Garut  1  20  40 Kab. Tasikmalaya  1  60  60 Kab. Ciamis  ‐  ‐  ‐ Kota Tasikmalaya  ‐  ‐  ‐ Kota Banjar  ‐  ‐  ‐ 

Jumlah  2  80  100                        Sumber : Hasil Kompilasi Data, 2007  

Tingkat ketersediaan  sarana  akomodasi di  tiap‐tiap kabupaten/kota yang  termasuk dalam KWU  Kria  dan  Budaya  Priangan  berbeda‐beda.  Kabupaten  Garut  memiliki  sarana akomodasi  yang  lebih  lengkap dibandingkan  kabupaten/  kota  lainnya.  Sarana  akomodasi yang  ada  di KWU Kria  dan  Budaya  Priangan memiliki  beragam  variasi  jika  dilihat  dari jenis/kelas  dari  hotel  bintang  4  hingga melati  1,  sehingga  cukup menunjang  kebutuhan wisatawan akan  tempat menginap dari berbagai kalangan. Akan  tetapi  terdapat beberapa permasalahan antara lain masalah sumber daya manusia dan manajemen pengelolaan hotel. Banyak  tenaga kerja di  fasilitas akomodasi yang belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai  operasional  hotel.  Pihak manajemen  hotel  juga  belum  seluruhnya menerapkan sistem pelayanan yang profesional yang  sesuai dengan SOP  (Standard Operating Procedure) hotel,  sehingga  seringkali  ada  keluhan  dari  wisatawan  baik  mancanegara  maupun nusantara. 

 3.2.2  Restoran dan Rumah Makan 

Restoran dan rumah makan termasuk ke dalam fasilitas pendukung sarana pariwisata dalam suatu  kawasan  wisata.  Rincian  restoran  yang  terdapat  dalam  wilayah  studi,  mencakup 

Page 90: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

56

Kabupaten Garut yang memiliki 1 buah restoran dengan jumlah kursi sebanyak 10 buah dan jumlah  kursi  sebanyak  50  buah,  Kabupaten  Tasikmalaya  dan  Kabupaten  Ciamis  tidak memiliki restoran, Kota Tasikmalaya terdapat 6 buah restoran dengan jumlah meja 88 buah, dan  jumlah kursi  417 buah,  sedangkan di Kota Banjar  terdapat  3  restoran dengan  jumlah meja sebanyak 42 buah dan jumlah kursi sebanyak 168 buah. Untuk lebih jelasnya mengenai data  jumlah dan  lokasi  restoran dan  rumah makan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dapat dilihat pada tabel 3.16 di bawah ini. 

Tabel 3.16 Jumlah Restoran di Kabupaten/Kota yang Termasuk ke Dalam KWU Kria & Budaya Priangan 

Tahun 2006 

Kabupaten/Kota  Jumlah Restoran 

Jumlah Meja 

Jumlah Kursi 

Kabupaten Garut  4  75  446 Kabupaten Tasikmalaya  ‐  ‐  ‐ Kabupaten Ciamis  ‐  ‐  ‐ Kota Tasikmalaya  10  132  635 Kota Banjar  3  42  168 

               Sumber: Hasil Kompilasi Data, 2007  

Jumlah rumah makan di Kabupaten Garut sebanyak 81 rumah makan dengan  jumlah meja 748 buah dan  jumlah kursi 3447 buah, Kabupaten Tasikmalaya memiliki 48  rumah makan dengan  jumlah meja sebanyak 499 buah dan  jumlah kursi 1.800 buah, di Kabupaten Ciamis terdapat 188 rumah makan dengan jumlah meja 946 buah dan jumlah kursi 3.943 buah, Kota Tasikmalaya terdapat 49 rumah makan dengan jumlah meja 253 buah dan jumlah kursi 1691 buah, dan Kota Banjar memiliki 12 rumah makan dengan jumlah meja sebanyak 94 buah dan jumlah kursi 410 buah. Sementara cafetaria hanya terdapat di Kabupaten Garut, sebanyak 1 buah dengan jumlah meja sebanyak 94 buah dan kursi 50 buah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.17 berikut ini. 

Tabel 3.17 Jumlah Rumah Makan di Kabupaten/Kota yang Termasuk  

KWU Kria & Budaya Priangan Tahun 2006 

Kabupaten/Kota  Jumlah  Rumah Makan 

Jumlah Meja 

Jumlah Kursi 

Kabupaten Garut  81  748  3.447 Kabupaten Tasikmalaya  48  499  1.800 Kabupaten Ciamis  188  946  3.943 Kota Tasikmalaya  107  1.015  3.708 Kota Banjar  12  94  410 

                  Sumber: Hasil Kompilasi Data,  2007  

Secara umum rumah makan yang ada di Kawasan Kria dan Budaya Priangan sudah cukup baik  dalam  mengakomodir  kebutuhan  wisatawan.  Jumlahnya  mencukupi  dan  mudah ditemui di mana  saja. Hanya  saja variasi makanannya hanya  terbatas pada  jenis masakan Sunda, Padang, dan aneka masakan Indonesia lainnya. Hal ini dapat menyulitkan terutama bagi wisatawan mancanegara yang  tidak menyukai masakan  Indonesia. Tenaga kerja yang 

Page 91: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

57

bekerja pada restoran dan rumah makan belum seluruhnya memiliki pengetahuan  tentang pelayanan dikarenakan tingkat pendidikan yang belum mencukupi. 

3.2.3 Biro Perjalanan Wisata 

Biro Perjalanan Wisata (BPW) termasuk ke dalam salah satu fasilitas pendukung pariwisata, yang dapat mempermudah suatu perjalanan wisata. Namun biro perjalanan wisata yang ada di  kawasan  ini  jumlahnya  masih  terbatas.  Umumnya  wisatawan  memakai  jasa  biro perjalanan wisata yang ada di  luar kota seperti Bandung dan  Jakarta. Keberadaannya pun hanya  ada  di  Kota  Tasikmalaya,  Kabupaten  Garut  dan  Kabupaten  Ciamis,  sehingga menyulitkan akses wisatawan khususnya yang berada diluar kota/kabupaten tersebut untuk menggunakan  jasa usaha perjalanan wisata. Data mengenai  jumlah biro perjalanan wisata dapat dilihat pada tabel 3.18 di bawah ini. 

Tabel 3.18 Data Usaha Perjalanan Wisata di Kabupaten/Kota yang Termasuk Dalam  

KWU Kria & Budaya Priangan Tahun 2006 

Kabupaten/Kota BPW 

Kabupaten Garut  2 Kabupaten Tasikmalaya  ‐ Kabupaten Ciamis  2 Kota Tasikmalaya  3 Kota Banjar  ‐ 

                                       Sumber: Hasil Kompilasi Data,  2007 

3.2.4  Sarana Wisata 

Sarana wisata  lainnya  yang menunjang  kegiatan  pariwisata  antara  lain mencakup  usaha angkutan  wisata,  kolam  pemancingan,  kolam  renang  dan  rumah  billiard.  Permasalahan yang dihadapi oleh sarana wisata di Kawasan Wisata Unggulan Kria dan Budaya Priangan adalah  keterbatasan  jumlah  dan  sebaran  yang  tidak merata,  karena  hanya  terbatas  pada kota/kabupaten  tertentu. Permasalahan  lainnya yang  ada  yaitu menyangkut  sumber daya manusia  dan  manajemen  pengelolaan.  Data  mengenai  jumlah  dan  jenis  sarana  wisata lainnya di kawasan dapat dilihat pada tabel 3.19 berikut. 

Tabel 3.19 Data Sarana Wisata Lainnya di Kabupaten/Kota yang Termasuk Dalam  

KWU Kria & Budaya Priangan Tahun 2005 

Sarana Wisata Lainnya Kabupaten/Kota  Usaha Angkutan 

Wisata Kolam 

Pemancingan Kolam Renang 

Rumah Billiard 

Kabupaten Garut    ‐  11  10  2 Kabupaten Tasikmalaya  ‐  2  2  ‐ Kabupaten Ciamis  ‐  ‐  ‐  ‐ Kota Tasikmalaya  2  6  4  3 Kota Banjar  ‐  ‐  2  ‐ 

      Sumber: Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat Dalam Angka 2005 

Page 92: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

58

 3.2.5  Transportasi dan Infrastruktur 

A. Jaringan Jalan 

Perhubungan darat merupakan kebutuhan sarana dan prasarana transportasi yang penting untuk  memperlancar  kegiatan  pariwisata.  Dengan  makin  meningkatnya  usaha pembangunan di bidang pariwisata maka menuntut peningkatan pembangunan prasarana transportasi seperti jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk terutama wisatawan, dan memperlancar  lalu  lintas  penumpang  dari  satu  daerah  ke  daerah  lain.  Di  samping  itu, perhubungan  darat  memiliki  peranan  yang  cukup  besar  karena  kontribusinya  untuk menembus  isolasi  ke  suatu  daerah  tujuan wisata  terkait  pengembangan  objek wisata  di kawasan wisata. 

Di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan,  peranan  transportasi  cukup  dominan terutama untuk memudahkan para wisatawan untuk mencapai daerah tujuan objek wisata. Selain itu, transportasi sangat dibutuhkan untuk melayani kebutuhan masyarakat terutama menggerakkan perekonomian di pedesaan. 

Tabel 3.20 Panjang Jalan Kabupaten/Kota Menurut Kelas                                                                       

di Kawasan Kria dan Budaya Priangan (Km) Tahun 2005 

KelasKabupaten/Kota I II  III IIIA IIIB IIIC  Tidak  Jumlah

Kab/Reg.             

1  G a r u t   ‐    30,080   64,810   1,044,920   ‐   ‐           1,080    1,140,890 

2  Tasikmalaya   ‐    ‐    ‐   ‐   ‐   ‐    1,051,850    1,051,850 

3  C i a m i s   ‐    ‐    ‐      188,300      572,200        10,500    ‐       771,000 Jumlah  ‐   30,080  64,810   1,233,220      572,200       10,500     1,052,930    2,963,740 Kota/City 

4  Tasikmalaya   ‐    ‐    ‐   ‐   ‐   ‐   644,406  644,406 

5  Banjar  38,730    ‐    ‐   ‐   ‐   ‐    ‐    38 730Jumlah Kota  38,730   ‐  ‐            ‐          ‐          ‐           683,136 

KWU Priangan (2005) 

38,730   30,080  64,810   1,233,220      572,200       10,500     1,697,336    3,646,876 

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2006  

Dari seluruh jalan yang ada di Kawasan Priangan, secara umum berada dalam kondisi baik dan  sedang.  Hanya  sebagian  kecil  yang  berada  dalam  kondisi  rusak  dan  rusak  berat. Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Jawa Barat, panjang jalan di Jawa Barat pada akhir tahun 2005 adalah 21.717 km.  Jika dirinci menurut  jenis permukaan  jalan maka  sepanjang 17.661  km  atau  sebesar  81,32%  sudah  beraspal,  2.587  km  atau  11,91%  berkerikil,  sisanya sepanjang 901,015 km atau sebesar 4,15% masih batu dan belum dirinci. Dari seluruh  jalan yang ada di Jawa Barat, hanya 8.357,55 km (38,48%) dalam kondisi baik, sepanjang 6.388,82 km (29,42%) dalam kondisi sedang sedangkan sisanya sepanjang 6.970,73 km (32,09%) dalam kondisi rusak dan rusak berat.  

Page 93: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

59

Sedangkan kondisinya  secara umum,  seperti dilaporkan  oleh Bapeda Provinsi  Jawa Barat (2006)1, kondisi  jaringan  jalan di Provinsi  Jawa Barat  terdapat 32,59% panjang  jalan dalam kondisi buruk. Jaringan jalan yang berada dalam kondisi buruk ini sebagian besar berada di wilayah  Jawa  Barat  bagian  Selatan.  Jaringan  jalan  yang  berada  dalam  kondisi  mantap (34,51%) berada dalam wilayah perkotaan. 

Hampir  43%  ruas  yang  sebagian  besar  berada  di  wilayah  Jawa  Barat  bagian  Selatan mempunyai  tingkat LHR yang rendah. Oleh karena  itu kecepatan rata‐rata sistem  jaringan jalan di Jawa Barat masih cukup tinggi yaitu 44,19 km/jam. Mobilitas jalan juga buruk akibat dari hambatan  samping yang  tinggi. Beberapa  jaringan  jalan provinsi  ini melalui pasar di ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten. Pengembangan wilayah di kanan kiri  jalan provinsi  juga kurang dijaga  sehingga mengurangi  fungsi mobilitas dan kecepatan operasi jaringan jalan provinsi. 

Berdasarkan  informasi  ini  dapat  disimpulkan  bahwa  terdapat  permasalahan  dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi secara umum adalah: 

• Kurangnya pemeliharaan  jaringan  jalan di daerah KWU Priangan untuk memperlancar mobilitas wisatawan serta meningkatkan aksesibilitas ke objek dan daya tarik wisata. 

• Perlunya  peningkatan  jaringan  jalan  akses  menuju  kawasan  wisata  sehingga memudahkan wisatawan mencapai objek dan daya tarik wisata. 

• Kurang tersedianya papan informasi menuju lokasi objek dan daya tarik wisata sehingga wisatawan  yang  belum mengetahui  secara  jelas  lokasi  tujuannya mendapat  kesulitan dalam menentukan arah perjalanan. 

• Kondisi  pelayanan  angkutan  umum  yang masih  perlu  ditingkatkan  dalam melayani kebutuhan wisatawan untuk menuju lokasi objek dan daya tarik wisata. 

 B. Infrastruktur 

Selain  transportasi,  infrastruktur  juga  tidak  kalah  pentingnya  dalam  pengembangan kepariwisataan  daerah.  Pengembangan  pariwisata  tanpa  didukung  ketersediaan infrastruktur  yang  baik  akan  sulit  untuk  berkembang. Masih  banyak  juga  daerah  tujuan wisata yang belum memiliki jaringan air bersih. Hal ini perlu dicermati agar kawasan wisata memiliki  infrastruktur  air  bersih  yang  memadai  sehingga  dapat  memenuhi  kebutuhan wisatawan  dan  masyarakat  akan  air  bersih  di  lokasi  wisata  yang  mereka  kunjungi. Diperlukan  kordinasi  yang  baik  dalam  mengembangkan  jaringan  air  bersih  ke  daerah‐daerah tujuan wisata. 

Kebutuhan  terhadap  penyediaan  fasilitas  air  bersih  dan  sanitasi  di  kawasan  wisata merupakan salah satu bentuk  layanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kenyamanan wisatawan. Masih  terdapat  kesulitan  untuk menemukan  fasilitas  toilet  yang memadai  di beberapa  objek wisata. Hal  ini memerlukan  komitmen pengelola  objek wisata  agar dapat menyediakan dan memelihara fasilitas toilet dan air bersih di kawasan yang dikelolanya.  1 Studi Penyusunan Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah Jawa Barat, Laporan Akhir, Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2006   

Page 94: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

60

Dalam mengembangkan  jaringan air bersih diperlukan kajian mengenai analisis kebutuhan air bersih dan kajian sumber air bersihnya. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga dalam pengembangannya dapat diterapkan  strategi yang  tepat untuk pengembangannya dengan menggunakan sumberdaya seefisien mungkin. 

Selain jaringan infrastruktur yang telah disebutkan diatas, kebutuhan jaringan infrastruktur telekomunikasi  juga merupakan  salah  satu kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang pelayanan daerah  tujuan wisata daerah. Telekomunikasi  sebagai  sarana  komunikasi  yang paling  efektif  telah  menjangkau  keseluruhan  wilayah  KWU  Priangan.  Jaringan  telepon sudah  tersedia  di  kota‐kota  dan  daerah  sekitarnya  bahkan  jaringan  telepon  selular  juga sudah menjangkau kawasan ini. Hal ini memudahkan wisatawan untuk menghubungi objek dan  daya  tarik  wisata  untuk  memperoleh  informasi  yang  mereka  butuhkan.  Hal  ini termasuk pemenuhan terhadap kebutuhan berkomunikasi. 

Permasalahan  yang  muncul  di  bidang  telekomunikasi,  secara  umum,  cenderung  untuk pemeliharaan  dan  peningkatan  layanan  daerah  jangkauan  telekomunikasi,  baik telekomunikasi telepon maupun telepon selular. Untuk  itu diperlukan  juga pengembangan jaringan  infrastruktur  telekomunikasi  ini  ke  daerah‐daerah  tujuan wisata  untuk melayani kebutuhan komunikasi para pengunjung. 

Untuk dapat mengembangkan  jaringan  infrastruktur  ini  secara  terpadu diperlukan  kajian dan penyusunan  strategi pengembangannya  yang melibatkan  sektor‐sektor  terkait. Kajian bersama dan terpadu ini dapat mengoptimalkan sumberdaya yang ada sehingga kebutuhan jaringan  infrastruktur  ini dapat  terpenuhi  sesuai dengan  target pengembangan yang  telah disusun sebelumnya. Keberhasilan penyediaan  jaringan  infrastruktur yang memadai dapat membantu  dan  mendorong  pengembangan  industri  pariwisata  daerah  secara  langsung maupun tidak langsung. 

3.2.6  Potensi dan Permasalahan Fasilitas Pendukung  

Bagian  berikut  akan membahas  lebih  detil mengenai  potensi  dan  permasalahan  fasilitas pendukung  pariwisata  di  Kabupaten  Garut,  Kabupaten  Tasikmalaya,  Kabupaten  Ciamis, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. 

Kabupaten Garut 

A.  Akomodasi 

Fasilitas  akomodasi  di  Kabupaten  Garut  memiliki  jumlah  yang  relatif  lebih  banyak dibandingkan dengan kabupaten/kota  lain di Kawasan Wisata Unggulan Kria dan Budaya Priangan dengan jenis/ kelas bervariasi dari kelas melati 1, melati 2 dan melati 3 hingga hotel bintang 2, bintang 3 dan bintang 4. Pada kawasan ini terdapat 14 hotel melati I, 4 hotel melati II, dan melati III sebanyak 6 hotel, sedangkan hotel bintang II sebanyak 1 hotel, hotel bintang III  sebanyak  3 hotel dan hotel bintang  IV hanya  ada  satu hotel.  Jumlah  total keseluruhan sarana akomodasi di Kabupaten Garut  sebanyak 29 hotel. Lebih  lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.21 berikut. 

  

Page 95: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

61

 Tabel 3.21 

Sarana Akomodasi di Kabupaten Garut Tahun 2006  

Kelas/Jenis Sarana Akomodasi  Jumlah  Melati I  14 Melati II  4 Melati III  6 Bintang II  3 Bintang III  1 Bintang IV  1 Jumlah  29 

                 Sumber: garut.go.id, (31 Juli 2007) 

 

Jumlah wisatawan yang menginap di hotel berbintang di Kabupaten Garut pada tahun 2001 sebanyak  19.923  orang,  terdiri  dari  wisatawan  mancanegara  sebanyak  1.226  orang  dan wisatawan nusantara yang jumlahnya jauh lebih banyak yaitu 18.697 orang. Pada tahun 2002 mengalami penurunan jumlah wisatawan sebesar 12,10%, dengan rincian jumlah wisatawan mancanegara  sebanyak  562  orang  yang menurun  dari  tahun  sebelumnya  sebesar  54,15%, dan  jumlah wisatawan nusantara  sebanyak 16.950 orang atau menurun  sekitar 9,34% dari jumlah tahun 2001. Pada tahun 2003 total wisatawan menurun kembali menjadi 9.551 orang atau menurun  sekitar  45,46% dibanding  tahun  2002, dan  jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara menurun masing‐masing 61,92% dan 44,91% dari tahun 2002.  

Pada tahun 2004 terjadi sedikit kenaikan  jumlah wisatawan sebesar 27,41%, dengan  jumlah wisatawan mancanegara naik sebesar 63,85% dan wisatawan nusantara 23,99%. Pada tahun 2005  jumlah  wisatawan  meningkat  lagi  sebesar  85,12%  dari  jumlah  tahun  sebelumnya, jumlah wisatawan mancanegara naik sekitar 6,75% dan wisatawan nusantara sebesar 86,80% dari  tahun 2004, sedangkan pada  tahun 2006  jumlah wisatawan mancanegara naik sebesar 44,94% dibandingkan wisatawan usantara yang mengalami penurunan  jumlah dari  tahun sebelumnya  sebesar  307,11%.  Selengkapnya  mengenai  perbandingan  jumlah  wisatawan mancanegara dan wisatawan  nusantara pada  hotel  berbintang di Kabupaten Garut dapat dilihat pada tabel 3.22 berikut. 

Tabel 3.22 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang Menginap di Hotel Berbintang di 

Kabupaten Garut Pada Tahun 2001‐2006 (orang) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005  2006 Wisman  1.226  562  214  592  632  1.148 Wisnus  18.697  16.950  9.337  11.577  21.626  5.312 Jumlah  19.923  17.512  9.551  12.169  22.258  6.460 

         Sumber: Hasil Kompilasi Data, 2007  

Jumlah wisatawan  yang menginap  di  hotel  non‐bintang  di Kabupaten Garut  pada  tahun 2001  sebanyak  86.849  orang,  dengan  perincian  wisatawan  mancanegara  sebanyak  1.741 orang  dan  jumlah  wisatawan  nusantara  sebanyak  85.108  orang.  Jumlah  wisatawan mengalami  kenaikan  142,87%  pada  tahun  2002,  dengan  rincian  jumlah  wisatawan 

Page 96: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

62

mancanegara  naik  sebesar  0,28%  dan  wisatawan  nusantara  sebesar  145,79%  dari  tahun sebelumnya.   Penurunan drastis dialami pada  tahun 2003 menjadi   909   orang wisatawan mancanegara  atau  turun dengan  persentase  sebesar  47,93%  sedangkan  jumlah wisatawan nusantara naik sebesar 46,11% dari tahun 2002.  

Tahun 2004 wisatawan mancanegara menurun  lagi sebanyak 79 orang atau sebesar 91,30% sedangkan jumlah wisatawan nusantara naik menjadi 337.918 atau 10,55% dari tahun 2004 . Pada  tahun  2005  jumlah  wisatawan  mancanegara  naik  menjadi  160  orang  atau  sebesar 102,53%  dari  tahun  2004,  sedangkan  jumlah  wisatawan  nusantara  mengalami  kenaikan sebesar  19,04%  dibandingkan  tahun  2004,  tahun  2006  jumlah  wisatawan  mancanegara nmengalami kenaikan  sebesar  71,32% dari  tahun  sebelumnya hingga mencapai  angka  558 orang  wisatawan  mancanegara,  sedangkan  jumlah  wisatawan  nusantara  mengalami penurunan sebesar 626% menjadi 37.679 wisatawan nusantara. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.23 di bawah ini. 

Tabel 3.23 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara yang Menginap pada                 

Hotel Non‐Bintang di Kabupaten Garut pada Tahun 2001‐2006 (orang) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005  2006 Wisman  1.741  1.746  909  79  160  558 Wisnus  85.108  209.187  305.646  337.918  273.550  37.679 Jumlah  86.849  210.933  306.555  337.997  273.710  38.237 

  Sumber: Hasil Kompilasi Data, 2007  

Rata‐rata  lama  menginap  wisatawan  mancanegara  pada  hotel  berbintang  di  Kabupaten Garut pada tahun 2001 rata‐rata selama 1,73 hari dan wisatawan nusantara rata‐rata selama 1,08  hari.  Pada  tahun  2002  rata‐rata  lama menginap wisatawan mancanegara  pada  hotel berbintang di Kabupaten Garut  selama 1,54 hari atau menurun  sebesar 10,98%  sedangkan wisatawan nusantara selama 1,12 hari naik sebesar 3,70% dari tahun 2001. Tahun 2003 rata‐rata menginap wisatawan mancanegara selama 3,18 hari naik dari tahun sebelumnya sebesar 106,49%dan wisatawan nusantara 1,21 hari naik dari tahun 2002 sebesar 8,03%. Pada tahun 2004  selama  1,85  hari  atau  menurun  sebesar  41,82  hari  dan  wisatawan  nusantara  juga menurun  sebesar    4,95%  dari  tahun  sebelumnya.  Rata‐rata  lama  menginap  wisatawan mancanegara pada tahun 2005 selama 2,82 hari atau naik sebesar 52,43% dan rata‐rata lama menginap wisatawan nusantara selama 1,17 hari atau naik dengan persentase sebesar 1,73%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.24 berikut. 

Tabel 3.24 Rata‐rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara yang Menginap 

pada Hotel Berbintang di Kabupaten Garut Pada Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 

Wisman   1,73  1,54  3,18  1,85  2,82 Wisnus   1,08  1,12  1,21  1,15  1,17 Rata‐rata  1,40  1,33  2,19  1,3  1,99 Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat 

Page 97: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

63

 

Rata‐rata  lama menginap wisatawan mancanegara  pada  hotel  non‐bintang  di Kabupaten Garut pada tahun 2001 rata‐rata selama 6,69 hari dan wisatawan nusantara rata‐rata selama 1,10  hari.  Pada  tahun  2002  rata‐rata  lama menginap wisatawan mancanegara  pada  hotel berbintang di Kabupaten Garut  selama 1,05 hari atau menurun  sebesar 84,30%  sedangkan wisatawan nusantara selama 1,23 hari naik sebesar 11,81% dari tahun 2001. Tahun 2003 rata‐rata menginap wisatawan mancanegara selama 6,38 hari naik dari tahun sebelumnya sebesar 507,61%dan wisatawan nusantara 1,04 hari menurun dari  tahun 2002 sebesar 15,44%. Pada tahun  2004  selama 3,97 hari  atau menurun  sebesar  37,77% dan wisatawan nusantara naik sebesar   6,73% dari  tahun  sebelumnya. Rata‐rata  lama menginap wisatawan mancanegara pada  tahun  2005  selama  5,61  hari  atau  naik  sebesar  41,30% dan  rata‐rata  lama menginap wisatawan  nusantara  selama  1,07  hari  atau  turun  dengan  persentase  sebesar  3,60%  dari tahun sebelumnya. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.25 berikut. 

Tabel 3.25 Rata‐rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Non‐

Bintang di Kabupaten Garut pada Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 

Wisman   6,69  1,05  6,38  3,97  5,61 Wisnus   1,10  1,23  1,04  1,11  1,07 Rata‐rata  3,89  1,14  3,71  2,54  3,34 

          Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat 

 

 Potensi dan Permasalahan 

Fasilitas  akomodasi  di Kabupaten Garut memiliki  variasi  yang  cukup  banyak,  dari  hotel kelas bintang 4 hingga kelas melati 1. Bahkan ada salah satu hotel yang justru menjadi daya tarik wisata, karena memiliki keunikan tersendiri. Banyak wisatawan yang datang ke hotel tersebut sekedar untuk berkunjung dan menikmati kesejukan dan ketenangan suasana, atau datang  untuk  menikmati  suasana  dan  pelayanan.  Permasalahan  yang  ada  di  dalam pengelolaan  fasilitas  akomodasi  di Kabupaten Garut  lebih  kepada masalah  sumber  daya manusia,  tingkat  pendidikan  tenaga  kerja  yang  masih  kurang,  serta  sebagian  besar akomodasi  di  Kabupaten  Garut  belum  memiliki  manajemen  pengelolaan  yang  baik. Menurunnya  jumlah wisatawan  yang menginap di  hotel disebabkan  oleh  berbagai  faktor seperti  bencana  alam  dan  tingkat  keamanan.  Pada  tahun  2003  jumlah  wisatawan  yang menginap  di  hotel  berbintang  di Kabupaten Garut menurun  drastis  dibandingkan  tahun sebelumnya dikarenakan aktifnya Gunung Papandayan.  

 B. Restoran dan Rumah Makan 

Saat  ini menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut tahun 2006 jumlah  rumah makan di Kabupaten Garut  sekitar  81 buah  rumah makan, dengan  jumlah meja  sebanyak  748  buah,  3.447  buah  kursi  dengan  jumlah  tenaga  kerja  yang  bekerja sebanyak 648 orang. Restoran di Kabupaten Garut pada saat  ini berjumlah 4 buah dengan 

Page 98: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

64

jumlah meja  sebanyak  75  buah  dan  jumlah  kursi  senabyak  446  buah  kursi. Untuk  lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.26 dan tabel 3.27 berikut.        

Tabel 3.26 Data Jumlah Rumah Makan di Kabupaten Garut Tahun 2006 

Jumlah  Rumah Makan 

Jumlah Meja  Jumlah Kursi  Jumlah Tenaga Kerja 

81  748  3.447  648                    Sumber : Data Statistik Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut 2006 

    

Tabel 3.27 Daftar Restoran di Kabupaten Garut Tahun 2006 

Jumlah Nama Restoran Meja  Kursi 

Graha Intan Balarea  10  50 Roemah Doeloe  22  132 Pujasega  39  224 Sederhana  4  40 Jumlah   75  446 

       Sumber : Data Statistik  Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut  2006  

Potensi dan Permasalahan  

Keberadaan restoran/rumah makan di Kabupaten Garut memegang peranan penting dalam rangka menyediakan jasa untuk keperluan wisatawan. Pada umumnya restoran dan rumah makan  didirikan  atas  dasar  pertimbangan  ketersediaan  konsumen  baik  konsumen wisatawan maupun  penduduk  lokal. Kecenderungan  yang  ada dalam  keberadaan  rumah makan dan restoran  lebih merupakan respon atas banyaknya pembeli. Karena  itu  restoran yang  ada  pada  umumnya  terdapat  di  pusat‐pusat  keramaian. Namun  berdasarkan  hasil survei memperlihatkan di berbagai objek wisata di Kabupaten Garut  terdapat warung nasi atau  rumah  makan  kecil  yang  pemiliknya  adalah  masyarakat  setempat,  namun pengelolaannya masih kurang profesional dan jenis makanannya kurang variatif.  

 

Kabupaten Tasikmalaya 

A. Akomodasi 

Data mengenai  daftar  dan  jumlah  hotel  yang  terdapat  di Kabupaten  Tasikmalaya  untuk sementara berdasarkan data dari BPS  Jawa Barat. Kabupaten Tasikmalaya memiliki 5 unit hotel  non  bintang,  diantaranya  1  hotel melati  I  dengan  jumlah  kamar  sebanyak  16  dan jumlah tempat tidur sebanyak 77 buah, 3 hotel melati II dengan  jumlah kamar sebanyak 46 dan  jumlah  tempat  tidur 67 buah, dan 1 hotel melati 3 dengan  jumlah kamar sebanyak 26 dan tempat tidur sebanyak 46 buah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.28 berikut. 

 

 

Page 99: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

65

 

Tabel 3.28 Daftar Beberapa Hotel Non‐Bintang di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2005 

Kelas/Jenis  Jumlah Hotel 

Jumlah Kamar 

Jumlah Tempat Tidur 

Melati I  1  16  77 Melati II  3  46  67 Melati III  1  26  46 

Jumlah  5  149  129 Sumber: Data Statistik Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya 2006 

 

 Banyaknya  wisatawan  mancanegara  dan  nusantara  yang  menginap  di  akomodasi  non‐bintang pada  tahun  2006  triwulan  I berjumlah  9  orang dan  3.017  orang, pada  triwulan  II jumlah  wisatawan  mancanegara  yang  menginap  di  akomodasi  jumlahnya  tetap  yaitu sebanyak 9 orang sedangkan jumlah wisatawan nusantara meningkat sebanyak 30,82% atau sebanyak  3947  orang wisatawan,  triwulan  III  jumlah wisatawan mancanegara mengalami penurunan sebesar 22,22% menjadi sebanyak 7 orang wisatawan mancanegara dan  jumlah wisatawan nusantara mengalami kenaikan sebesar 7,6% menjadi 4.226 wisatawan, dan pada triwulan IV jumlah wisatawan mancanegara tidak mengalami kenaikan maupun penurunan sedangkan  wisatawan  nusantara  jumlahnya  mengalami  penurunan  dari  triwulan sebelumnya menjadi  3.705  orang wisatawan.  Selengkapnya  dapat  dilihat  pada  tabel  3.29 berikut. 

Tabel 3.29 Data Kunjungan Wisatawan ke Akomodasi di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2006 

Jenis Wisatawan 

Triwulan I  

Triwulan II  

Triwulan III 

Triwulan IV  

Wisman  9  9  7  7 Wisnus   3.017  3.947  4.226  3.705 

Jumlah  3.026  3.956  4.233  3.712 Sumber: Data Statistik Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya 2006 

 

Rata‐rata  menginap  wisatawan  mancanegara  pada  hotel  non‐bintang  di  Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001 selama 4,94 hari dan wisatawan nusantara menginap rata‐rata selama 1,45 hari. Sedangkan pada  tahun 2002  rata‐rata menginap wisatawan mancanegara selama  1,15  hari  berkurang  sebesar  76,72%  dan  rata‐rata  lama  menginap  wisatawan nusantara pada  tahun 2002 berkurang 2,06% dari  tahun sebelumnya. Tahun 2003  rata‐rata lama menginap  wisatawan mancanegara  bertambah  selama  7,21  hari  dengan  persentase 526,95%. Tahun 2004 rata‐rata lama menginap wisatawan nusantara bertambah menjadi 1,09 hari  atau  sebesar  6,86%  dan  berkurang  lagi  sebesar  1,00  hari  atau  sebesar  8,25%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.30 berikut. 

    

Page 100: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

66

 Tabel 3.30 

Rata‐Rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Non‐Bintang di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 

Wisman  4.94  1,15  7,21  ‐  ‐ Wisnus   1,45  1,42  1,02  1,09  1,00 Rata‐rata  3,19  1,28  4,11  0,54  0,5 

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Potensi dan Permasalahan 

Kabupaten  Tasikmalaya memiliki  fasilitas  akomodasi  yang  cukup memadai,  tetapi  hanya terbatas  pada  hotel  dengan  kelas  melati,  dengan  jumlah  kamar  yang  masih  terbatas. Keterbatasan  jumlah  hotel  menjadi  suatu  kendala  bagi  wisatawan  yang  datang  ke Kabupaten  Tasikmalaya,  khususnya  bagi  yang mengunjungi  objek  dan  daya  tarik wisata yang  ada  di  wilayah  tersebut.  Letak  hotel  yang  ada  sebagian  besar  berada  di  Kota Tasikmalaya, kondisi  ini membuat wisatawan yang datang  lebih memilih menginap untuk di Kota Tasikmalaya. 

 B. Restoran dan Rumah Makan 

Fasilitas rumah makan di Kabupaten Tasikmalaya tersebar di beberapa kecamatan, sebaran paling besar terdapat di sepanjang Jalan Raya Jamanis di Kecamatan Rajapolah, karena Jalan Raya Jamanis merupakan jalan utama yang menghubungkan antara satu kabupaten dengan kabupaten  lainnya,  sedangkan  sisanya  tersebar merata,  di  Kecamatan  Ciawi  sebanyak  4 buah, di Kecamatan Salawu sebanyak 2 buah, di Kecamatan Singaparna sebanyak 2 buah, dan Kecamatan Manonjaya  sebanyak  1  buah.  Lebih  lengkapnya  dapat  dilihat  pada  tabel berikut ini. 

Tabel 3.31 Data Rumah Makan di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2006 

Kecamatan  Jumlah  Rumah Makan 

Rajapolah  12 Ciawi   4 Salawu   2 Singaparna   2 Manonjaya  1 Jumlah  21 

Sumber: Buku Informasi Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya 2006  

Potensi dan Permasalahan  

Adanya  rumah  makan  di  Kabupaten  Tasikmalaya  cukup  membantu  dalam  menunjang kegiatan  kepariwisataan  di  Kabupaten  Tasikmalaya,  hanya  saja  kendala  yang  ada restoran/rumah makan yang  ada di Kabupaten Tasikmalaya masih kurang variatif, hanya 

Page 101: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

67

terbatas pada penyediaan masakan Sunda dan  Indonesia. Sebagian besar  rumah makan di Kabupaten Tasikmalaya merupakan usaha kecil yang dimiliki oleh masyarakat setempat. 

  Kota Tasikmalaya 

A.  Akomodasi 

Kota Tasikmalaya sebagai pusat dari Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan memiliki fasilitas‐fasilitas pendukung kegiatan pariwisata yang  memadai. Untuk fasilitas akomodasi, Kota Tasikmalaya memiliki  jumlah dan  jenis hotel  yang  variatif.  Jumlah hotel di  kota  ini sebanyak 32 buah dari kelas bintang 3 sebanyak 1 hotel dengan jumlah kamar 106 buah dan jumlah tempat tidur 92; bintang 1 sebanyak 1 hotel dengan  jumlah kamar sebanyak 25 dan jumlah  tempat  tidur  sebanyak 31, hingga melati 1  sebanyak 5 hotel dengan  jumlah kamar 106 buah dan jumlah tempat tidur 160,melati 2 sebanyak 13 hotel dengan jumlah kamar 310 dan  jumlah tempat tidur 479,dan melati 3 sebanyak 12 hotel dengan  jumlah kamar 400 dan jumlah tempat tidur 679.  

Adapun  data  hotel  yang  berada  di  Kota  Tasikmalaya  berdasarkan  jenis  kelasnya  dapat dilihat pada tabel 3.32 berikut. 

Tabel 3.32 Jumlah Akomodasi di Kota Tasikmalaya Tahun 2006 

Kelas/Jenis  Jumlah Hotel 

Jumlah Kamar 

Jumlah Tempat Tidur 

Melati I  5  106  160 Melati II  13  310  479 Melati III  12  400  679 Bintang I  1  25  31 Bintang III  1  61  92 Jumlah  32  902  1.441 

                                     Sumber : Hasil Kompilasi Data, 2007  

Banyaknya  wisatawan  mancanegara  yang  menginap  di  hotel  berbintang  di  Kota Tasikmalaya  pada  tahun  2003  sebanyak  478  orang  sedangkan  wisatawan  nusantara sebanyak  12.670  orang.  Pada  tahun  berikutnya  2004  jumlah  wisatawan  mancanegara bertambah  sebanyak 72,17% menjadi 823 orang  sedangkan wisatawan nusantara menurun sebesar 4,65% menjadi 12.080 orang.  

Tahun  2005 wisatawan mancanegara menurun  jumlahnya  sebanyak  15,18% menjadi  698 orang  sedangkan wisatawan  nusantara  naik  sebesar  7,29% menjadi  12.961  orang.  Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.33 di berikut. 

 

 

 

 

 

Page 102: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

68

 

Tabel 3.33 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Berbintang di Kota 

Tasikmalaya Tahun 2003‐2005 (orang) 

Tahun Jenis Wisatawan  2003  2004  2005 

Wisman   478  823  698 Wisnus   12.670  12.080  12.961 Jumlah  13.148  12.903  13.659 

Sumber : Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Banyaknya wisatawan nusantara yang menginap di hotel non‐bintang di Kota Tasikmalaya pada  tahun  2003  sebanyak  478  orang  dan  wisatawan  nusantara  sebanyak  12.670  orang. Tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 72,17% menjadi 823 untuk wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara mengalami penurunan menjadi 12.080 orang. Tahun 2005  jumlah wisatawan  mancanegara  menurun  menjadi  698  orang  sedangkan  wisatawan  nusantara menurun menjadi 12.961 orang, tahun 2006  jumlah wisatwan mancanegara yang menginap di hotel non‐bintang mengalami penurunan  sebanyak 673 wisatawan sehingga menjadi 25 orang  wisatawan  mancanegara  dan  wisatawan  nusantara  justru  mengalami  kenaikan sebesar 3,92% dari tahun sebelumnya 2005. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.34 di bawah ini. 

  

Tabel 3.34 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Mancanegara pada Hotel Non‐Bintang  

di Kota Tasikmalaya Tahun 2003‐2006 (orang)  

    

                      Sumber: Hasil Kompilasi Data,  2007 

 Rata‐rata  lama  menginap  wisatawan  mancanegara  pada  hotel  berbintang  di  Kota Tasikmalaya  tahun 2003 rata‐rata selama 1,19 hari sedangkan wisatawan nusantara selama 1,05 hari. Tahun 2004 rata‐rata lama menginap wisatawan mancanegara selama 1,81 hari dan wisatawan nusantara  selama  1,10 hari. Tahun  2005 wisatawan mancanegara menginap di hotel  berbintang  di  Kota  Tasikmalaya  rata‐rata  selama  1,33  hari  sedangkan  wisatawan nusantara rata‐rata selama 1,01 hari. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.35 berikut. 

      

Tahun Jenis Wisatawan  2003  2004  2005  2006 

Wisman   478  823  698  25 Wisnus   12.670  12.080  12.961  21.323 Jumlah  13.148  12.903  13.659  21.348 

Page 103: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

69

 Tabel 3.35 

Rata‐Rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Berbintang di Kota Tasikmalaya Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2003  2004  2005 

Wisman  1,19  1,81  1,33 Wisnus   1,05  1,10  1,01 Rata‐rata  1,12  1,45  1,17 

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Rata‐rata  lama  menginap  wisatawan  mancanegara  pada  hotel  non‐bintang  di  Kota Tasikmalaya  tahun  2003  rata‐rata  selama  8,56  hari  dan wisatawan  nusantara  selama  1,08 hari. Tahun 2004 rata‐rata lama menginap wisatawan mancanegara berkurang sebesar 1,51% dari tahun 2003 dan wisatawan nusantara bertambahsebesar 1,85%. Sedangkan pada tahun 2005  rata‐rata  lama  menginap  wisatawan  mancanegara  merkurang  sebesar  35,82%  dari tahun  sebelumnya menjadi  selama 5,41 hari dan wisatawan nusantara bertambah menjadi 1,21 hari. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.36 berikut. 

Tabel 3.36 Rata‐Rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada  

Hotel Non‐Bintang di Kota Tasikmalaya Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2003  2004  2005 

Wisman  8,56  8,43  5,41 Wisnus   1,08  1,10  1,21 Rata‐rata  4,82  4,76  3,31 

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Potensi dan Permasalahan 

Secara umum  fasilitas hotel di Kota Tasikmalaya  sudah  cukup memadai. Dengan  adanya hotel  bintang  3  dan  bintang  2  yang  mendukung  kegiatan  kepariwisataan  di  Kota Tasikmalaya, sebagai pusat Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

B. Restoran dan rumah makan 

Fasilitas  rumah makan  dan  restoran  di  Kota  Tasikmalaya memiliki  cukup  keberagaman, menurut Data Statistik pariwIsata dan Kebudayaan Kota Tasikmalaya pada saat  ini  jumlah rumah makan di kota tasikmalaya adalah sebanyak 107 rumah makan dengan  jumlah meja sebanyak  1015  buah  dan  jumlah  kursi  3708  buah,  sedangkan  untuk  restoran  di  Kota Tasikmalaya berjumlah 10 restoran dengan  total  jumlah meja sebanyak 227 buah meja dan 1104 buah kursi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.37 dan tabel 3.28 berikut.        

     

Page 104: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

70

 Tabel 3.37 

Daftar Rumah Makan di Kota Tasikmalaya Tahun 2006 

Jumlah  Rumah Makan 

Jumlah meja  Jumlah kursi 

107  1015  3708       Sumber : Data Statistik Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tasikmalaya 2006 

    

Tabel 3.38 Daftar Restoran di Kota Tasikmalaya Tahun 2006 

Jumlah Nama Restoran Meja  Kursi 

Tasik  6  24 Hobby  6  50 Cahaya  12  72 Crown Coffe Shop  4  40 Ramayana  25  125 Nyiur Indah  7  42 Batara Nusantara  15  60 Sari Alam  5  52 Lingga Jaya  17  64 Movie Resto Mangkubumi  15  50 

Jumlah  227  1104 Sumber : Data Statistik Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tasikmalaya  2006 

 

Potensi dan Permasalahan  

Adanya restoran/rumah makan di Kota Tasikmalaya menjadi media penyediaan jasa kuliner untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Restoran dan  rumah makan di Kota Tasikmalaya  dikelola  oleh  masyarakat  setempat,  sampai  saat  ini  yang  menjadi  permasalahan  adalah sistem pengelolaan dan manajemen  restoran dan  rumah makan masih kurang profesional serta  jenis makanannya  kurang  variatif  dan  kapasitas  restoran  dan  rumah makan  dalam menampung pengunjung dirasakan masih kurang.  

C. Usaha Perjalanan Wisata 

Kota  Tasikmalaya  memiliki  4  buah  usaha  perjalanan  wisata,  dimana  jenis  dari  usaha perjalanan wisata adalah BPW , dengan jumlah total tenaga kerja sebanyak 27 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.39 dibawah ini. 

       

Page 105: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

71

 Tabel 3.39 

Data Usaha Perjalanan Wisata di Kota Tasikmalaya Tahun 2006  

Nama usaha perjalanan wisata 

Jenis usaha perjalanan 

Total tenaga kerja 

Cipaganti travel  BPW  17 Al‐amin  BPW  4 Sukapura holydays  BPW  6 

    Sumber : Data Statistik Pariwisata  dan Kebudayaan Kota Tasikmalaya 2006  

 

Potensi dan permasalahan 

Biro Perjalanan Wisata (BPW) termasuk ke dalam salah satu fasilitas pendukung pariwisata, yang  dapat mempermudah  suatu  perjalanan wisata. Umumnya wisatawan memakai  jasa biro perjalanan wisata yang ada di luar kota seperti Bandung dan Jakarta daripada memakai jasa biro perjalanan yang ada di Kota Tasikmalaya. 

 

Kabupaten Ciamis 

A.  Akomodasi 

Untuk menunjang kepariwisataan di Kabupaten Ciamis terdapat 1 unit hotel berbintang dan 95  unit  hotel  non  bintang,  jumlah  pondok  wisata  sebanyak  40  buah  dan  akomodasi lainnya/cottage sebanyak 6 buah. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.40 berikut. 

Tabel 3.40 Data Sarana Akomodasi di Kabupaten Ciamis (selain di Kawasan Pangandaran) Tahun 2006 

Kelas/Jenis  Jumlah Hotel Bintang  1 Hotel Melati  95 Pondok Wisata/Wisma  40 Lainnya/Cottage  6 Jumlah  142 

              Sumber : Hasil Kompilasi Data, 2007  

Banyaknya wisatawan mancanegara dan nusantara yang menginap di hotel berbintang di Kabupaten  Ciamis  pada  tahun  2001  sebanyak  10.937  orang,  dengan  jumlah  wisatawan mancanegara  sebanyak  1011  orang  dan wisatawan  nusantara  sebanyak  9962  orang.  Pada tahun  2002  mengalami  penurunan  jumlah  mengalami  menjadi  522  orang  wisatawan mancanegara atau  turun  sebesar 48,36% dari  tahun  sebelumnya dan wisatawan nusantara turun menjadi 9723 atau  sebesar 2,39%. Tahun 2003  jumlah wisatawan mancanegara yang menginap  di  hotel  sebanyak  654  orang  atau  naik  sebesar  25,28%  sedangkan  wisatawan nusantara mengalami penurunan  jumlah kembali menjadi  9158 orang  atau  sebesar  5,81%. Tahun  2004  sebanyak  399  orang wisatawan mancanegara  turun  sebesar  39%  dan  jumlah 

Page 106: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

72

wisatawan  nusantara menurun  sebesar  15,9.  Tahun  2005  sebanyak  312  orang wisatawan mancanegara  dengan  penurunan  persentase  sebesar  21,8%  dan  wisatawan  mancanegara juga menurun sebesar 19,25%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.41 berikut 

Tabel 3.41 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Berbintang  

di Kabupaten Ciamis Tahun 2001‐2005 (Termasuk Pangandaran) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 Wisman  1.011  522  654  399  312 Wisnus   9.962  9.723  9.158  7.701  6.218 Jumlah  10.973  10.245  9.812  8.100  6.530 

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Banyaknya wisatawan mancanegara yang menginap di hotel non‐bintang pada  tahun 2001 sebanyak 6112 orang dan  jumlah wisatawan nusantara  sebesar 232.214 orang. Pada  tahun 2002 jumlah wisatawan mancanegara naik menjadi 7696 orang atau naik sebesar 25,91% dan jumlah wisatawan nusantara  juga naik menjadi sebesar 703.133 orang atau sebesar 202,79% dari  tahun  2001.  Tahun  2003  jumlah  wisatawan  mancanegara  yang  menginap  di  hotel menurun  menjadi  sebanyak  7189  orang  atau  6,58%  sedangkan  wisatawan  nusantara jumlahnya naik menjadi 1.116.970 orang atau 58,85%. Tahun 2004 menurun menjadi   2102 orang   wisatawan mancanegara  atau  70,76%  dan wisatawan  nusantara menurun  sebesar 7,32% dari tahun sebelumnya 2003. Tahun 2005 jumlah wisatawan mancanegara naik sebesar 84,39% dibandingkan tahun 2004 sedangkan wisatawan nusantara menurun sebesar 186,7% dari jumlah tahun 2004. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.42 berikut. 

Tabel 3.42 Banyaknya Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada Hotel Non‐Bintang  

di Kabupaten Ciamis Tahun 2001‐2005 (orang) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 Wisman  6112  7.696  7.189  2.102  3.876 Wisnus   232.214  703.133  1.116.970  1.035.110  841.817 Jumlah  238.326  710.829  1.124.159  1.037.212  845.693 Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Rata‐rata menginap wisatawan mancanegara  pada  hotel  berbintang di Kabupaten Ciamis pada tahun 2001 selama 2,52 hari dan wisatawan nusantara menginap rata‐rata selama 1,90 hari. Tahun  2002  rata‐rata menginap wisatawan mancanegara  selama  1,80 hari berkurang sebesar 28,5% dan rata‐rata menginap wisatawan nusantara berkurang sebesar 41,05% dari tahun sebelumnya 2001. Tahun 2003 rata‐rata menginap wisatawan mancanegara bertambah sebesar  40,96%  dan wisatawan  nusantara  bertambah  sebesar  36,60%  dibandingkan  tahun 2002.  

Tahun  2004  rata‐rata menginap wisatawan mancanegara  bertambah  sebesar  40,96%  dari tahun  sebelumnya  sedangkan  rata‐rata  lama  menginap  wisatawan  nusantara  menurun sebesar 10,45%. Tahun 2005 rata‐rata menginap wisatawan mancanegara berkurang menjadi 

Page 107: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

73

1,52 hari dan wisatawan nusantara bertambah menjadi 1,42 hari. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.43 berikut. 

 Tabel 3.43 

Rata‐rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara pada Hotel Berbintang  di Kabupaten Ciamis Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 Wisman  2,52  1,80  2,27  3,20  1,52 Wisnus   1,90  1,12  1,53  1,37  1,42 Rata‐rata   2,21  1,46  1,88  2,28  1,47 

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  

Rata‐rata menginap wisatawan mancanegara pada hotel non‐bintang di Kabupaten Ciamis pada  tahun  2001  selama  4,33 hari dan wisatawan nusantara  selama 1,09 hari. Tahun  2002 rata‐rata menginap wisatawan mancanegara berkurang menjadi 1,10 hari dengan persentase penurunan  sebesar  74,59%  sedangkan wisatawan  nusantara  bertambah menjadi  1,35  hari atau  sebesar  23,85%  dibandingkan  tahun  sebelumnya.  Tahun  2003  ratarata  menginap wisatawan  mancanegara  bertambah  sebesar  400%  dan  wisatawan  nusantara  berkurang sebesar  23,70%. Tahun  2004  rata‐rata  lama menginap wisatawan mancanegara pada hotel non‐bintang berkurang sebesar 60,72% dan wisatawan nusantara bertambah sebesar 6,79% dari tahun sebelumnya 2003. Tahun 2005 rata‐rata lama menginap wisatawan mancanegara bertambah  sebesar  7,40% dan wisatawan nusantara berkurang hari nya  sebesar  0,9% dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.44 di bawah ini. 

Tabel 3.44 Rata‐rata Lama Menginap Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara pada  

Hotel Non‐Bintang di Kabupaten Ciamis Tahun 2001‐2005 (hari) 

Tahun Jenis Wisatawan  2001  2002  2003  2004  2005 

Wisman  4,33  1,10  5,50  2,16  2,32 Wisnus   1,09  1,35  1,03  1,10  1,09 Rata‐rata  2,71  1,22  3,26  1,63  1,70  

Sumber: Statistik Hotel dan Akomodasi Lainnya di Jawa Barat Tahun 2001‐2005, BPS Jawa Barat  Arus kunjungan wisatawan ke objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Ciamis  pada tahun 2003  jumlah wisatawan mancanegara yang datang berkisar  sekitar 4.206 orang  sedangkan wisatawan  nusantara  jumlahnya  mencapai  1.416.450  orang.  Pada  tahun  2004  jumlah wisatawan  mancanegara  mengalami  penurunan  sebesar  169,9%  dari  tahun  sebelumnya menjadi  1.558  orang  wisatawan  mancanegara  dan  wisatawan  nusantara  mengalami kenaikan  jumlah  dengan  persentase  sebesar  2,83%,  tahun  2005 merupakan  tahun  dengan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara terbesar dibandingkan dengan tahun 2004 dan 2003,  pencapaian  jumlah  kedatangan  wisatawan  mancanegara  menacapai    80,51%, sedangkan  pada  tahun  2005  jumlah  wisatawan  nusantara  berbanding  terbalik  dengan wisatawan mancanegara,  jumlah  wisatawan  nusantara  yang  datang  ke  Objek  dan  Daya Tarik Wisata di Kabupaten Ciamis menjadi 990.076 orang wisatawan, tahun 2006 merupakan tahun dengan jumlah kunjungan wisatawan terkecil dibandingkan dengan tahun 2003, 2004, 

Page 108: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

74

dan  2005,  jumlah  wisatawan  mancanegara  menurun  sebesar  207,34%  dan  wisatawan nusantara menurun sebesar 70,75%. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.45 dibawah ini. 

   

Tabel 3.45 Arus Kunjungan Wisatawan ke Objek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Ciamis  

Tahun 2003‐2006  

Tahun Wisatawan 2003  2004  2005  2006 

Wisman   4.206  1.558  7.997  2.602 Wisnus  1.416.450  1.457.784  990.076  579.837 Jumlah  1.420.656  1.459.342  998.073  582.439 

             Sumber : Hasil Kompilasi Data, 2007 

Potensi dan Permasalahan 

Kabupaten Ciamis memiliki  fasilitas akomodasi yang  cukup memadai,  tetapi  jumlah yang besar tersebut terkonsentrasi di Kawasan Pangandaran. Fasilitas akomodasi yang terdapat di Kota  Ciamis,  jauh  lebih  sedikit  jumlahnya.  Umumnya  wisatawan  yang  berkunjung  ke kabupaten  ini  memang  sebagian  besar  mengunjungi  Kawasan  Pangandaran  dan  juga menginap disana. 

 B. Restoran dan Rumah Makan 

Di Kabupaten Ciamis terdapat 11 restoran dan rumah makan yang tersebar di Ciamis Utara yang  termasuk  ke  dalam Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan.  Lebih  lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.46 berikut ini. 

  

Tabel 3.46 Daftar Beberapa Restoran dan Rumah Makan di Kabupaten Ciamis Tahun 2006 

Nama Restoran/Rumah Makan  Alamat Nikmat  Jl. Ahmad Yani Ciamis Saung Pujaseda  Jl. Ahmad Yani Ciamis Samudra  Jl. Jenderal Sudirman Ciamis Ampera  Jl. Jenderal Sudirman Ciamis Mustika Saung Kuring  Jl. Raya Gunung Cupu Ciamis Gunung Cupu  Jl. Raya Gunung Cupu Ciamis Mergosari  Jl. Raya Pamalayan Ciamis Simpang Raya  Jl. Jenderal Sudirman Ciamis Manjabal 1  Jl. Raya Gunung Cupu Ciamis Manjabal 2  Jl. Raya Gunung Cupu Ciamis Panorama Elok  Jalan Raya Banjar‐Ciamis Ciamis 

                         Sumber: Ciamis Tourism Guide Book 2006  

 

Page 109: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

75

 

Potensi dan Permasalahan 

Keberadaan  rumah  makan  di  Kabupaten  Ciamis  cukup  membantu  dalam  menunjang kegiatan  kepariwisataan  di  kabupaten  ini,  hanya  saja  kendala  yang  ada  restoran/rumah makan  yang  ada  di  Kabupaten  Ciamis  masih  kurang  variatif  jenis  makanannya,  dan pengelolaannya masih belum profesional. 

 

Kota Banjar 

A.  Akomodasi 

Untuk menunjang kegiatan kepariwisataan terdapat 9 buah hotel non bintang di Kota Banjar dengan perincian: hotel melati I sebanyak 3 hotel dengan jumlah kamar sebanyak 46 dan 85 tempat tidur, hotel melati II sebanyak 5 hotel dengan  jumlah kamar sebanyak 92 buah dan 178 buah tempat tidur, dan hotel melati III sebanyak 1 hotel dengan  jumlah kamar 21 buah dan 42  tempat  tidur. Data selengkapnya mengenai hotel dan  fasilitas wisata  lainnya dapat dilihat pada tabel 3.47 dibawah ini. 

Tabel 3.47 Daftar Beberapa Hotel di Kota Banjar Tahun 2005 

Jenis/Kelas  Jumlah Hotel 

Jumlah Kamar 

Jumlah Tempat Tidur 

Melati I  3  46  85 Melati II  5  92  178 Melati III  1  21  42 Jumlah  9  159  305 

Sumber: Kebudayaan dan  Pariwisata Jawa Barat Dalam Angka 2005  

Jumlah wisatawan  yang  datang  ke  akomodasi  di Kota  Banjar  pada  tahun  2005  sebanyak 11.776  orang.  Jumlah  tersebut  sama dengan  jumlah wisatawan  nusantara  yang datang  ke akomodasi di Kota Banjar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.48 di bawah ini 

Tabel 3.48 Data Kunjungan Wisatawan ke Akomodasi di Kota Banjar Tahun 2005 (orang) 

Jenis Wisatawan  Tahun 2005 Wisman  ‐ Wisnus   11.776 Jumlah  11.776 

Sumber : Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat Dalam Angka 2005  

B. Restoran dan Rumah Makan 

Jumlah rumah makan di Kota Banjar sebanyak 18 buah  tersebar di Kecamatan Purwaharja sebanyak 6 rumah makan, Kecamatan Pataruman sebanyak 3 buah, dan Kecamatan Banjar Kota sebanyak 9 buah. Dapat dilihat pada tabel 3.49 berikut ini. 

Page 110: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

76

  

Tabel 3.49 Data Rumah Makan di Kota Banjar tahun 2006 

Kecamatan  Jumlah  Rumah Makan 

Purwaharja  6 Pataruman  3 Banjar Kota  9 

Jumlah  18 Sumber: Kebudayaan dan  Pariwisata Kota Banjar Dalam Angka 2006 

 

Potensi dan Permasalahan  

Adanya  rumah  makan  di  Kota  Banjar  cukup  membantu  dalam  menunjang  kegiatan kepariwisataan  di  Kota  Banjar,  jumlahnya  cukup  banyak,  tetapi  kendala  yang  ada restoran/rumah makan yang ada di Kota Banjar masih kurang variatif dengan pengelolaanya yang masih sederhana. 

 

3.3    Pasar Wisatawan 

3.3.1  Potensi Pasar Wisatawan Nusantara  

Potensi pasar wisatawan nusantara Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan  tak dapat dilepaskan  dari  jumlah  dan  perkembangan  penduduk  Kota  Tasikmalaya,  Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis,  dan Kota  Banjar,  serta  lebih  luas  lagi penduduk  Provinsi  Jawa  Barat.  Menurut  data  statistik  tahun  2006,  jumlah  penduduk kabupaten/kota yang termasuk dalam Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan, sebagai sumber pasar wisatawan nusantara terdekat, adalah sebesar 4.003.874  jiwa, sekitar 10% dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat pada tahun yang sama.  

Sumber pasar wisatawan nusantara berikutnya adalah penduduk di daerah‐daerah sekitar Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya,  seperti  Kota  Bandung,  Kabupaten  Bandung,  dan Kabupaten Sumedang. Selain tingkat aksesibilitasnya tinggi (jarak tempuh pendek, kualitas prasarana  jalan  baik,    angkutan  umum  tersedia),  penduduk  daerah  tersebut  memiliki kecenderungan bepergian yang  tinggi,  terutama penduduk Kota Bandung, serta daya  tarik wisata  yang  dimiliki  daerahnya memiliki  karakteristik  yang  berbeda  dengan  daya  tarik wisata  di  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan.  Penduduk  di  daerah  Jawa  Barat lainnya,  juga  merupakan  potensi  pasar  yang  harus  dapat  dimanfaatkan  oleh  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Hal  ini  hendaknya  dapat  ditangkap  sebagai  potensi  pasar  yang  dapat  memacu perkembangan kepariwisataan kawasan karena pariwisata merupakan salah satu penggerak perekonomian  daerah  di  era  otonomi  dan  mendorong  penciptaan  manfaat  serta pendukung  bagi  usaha  perekonomian masyarakat. Untuk  lebih  jelasnya  lihat  tabel  3.50 berikut. 

Page 111: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

77

Tabel 3.50 Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 

Provinsi / Kabupaten  Jumlah Penduduk Jawa Barat:  39.960.869 ‐ Kabupaten Bogor  4.100.934 ‐ Kabupaten Sukabumi  2.224.993 ‐ Kabupaten Cianjur  2.098.644 ‐ Kabupaten Bandung  4.263.934 ‐ Kabupaten Garut  2.321.070 ‐ Kabupaten Tasikmalaya  1.693.479 ‐ Kabupaten Ciamis  1.542.661 ‐ Kabupaten Kuningan  1.096.848 ‐ Kabupaten Cirebon  2.107.918 ‐ Kabupaten Majalengka  1.191.490 ‐ Kabupaten Sumedang  1.067.361 ‐ Kabupaten Indramayu  1.760.286 ‐ Kabupaten Subang  1.421.973 ‐ Kabupaten Purwakarta  770.660 ‐ Kabupaten Karawang  1.985.574 ‐ Kabupaten Bekasi  1.953.380 ‐ Kota Bogor  844.778 ‐ Kota Sukabumi  287.760 ‐ Kota Bandung  2.315.895 ‐ Kota Cirebon  281.089 ‐ Kota Bekasi  1.994.850 ‐ Kota Depok  1.373.860 ‐ Kota Cimahi  493.689 ‐ Kota Tasikmalaya  594.158 ‐ Kota Banjar  173.576 

         Sumber: Jawa Barat dalam Angka Tahun 2006, www.bps.go.id  

Selain  penduduk,  wisatawan  nusantara  yang  melakukan  perjalanan  wisata  di  Kota Tasikmalaya,  Kabupaten  Tasikmalaya,  Kabupaten  Garut,  Kabupaten  Ciamis,  dan  Kota Banjar, pada saat ini juga dapat menggambarkan seberapa besar pasar wisatawan nusantara yang  dapat  dijaring  oleh  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan.  Pada  tahun  2005, kabupaten/kota yang termasuk dalam Kawasan Wisata Kria dan Budaya mampu menjaring wisatawan  sebanyak 3.892.729 orang, atau  sekitar 16,5% dari  jumlah wisatawan nusantara Jawa Barat.  

Berdasarkan  data  statistik  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Jawa  Barat  dalam  Angka  2005, jumlah  kunjungan  wisatawan  nusantara  yang  menginap  dan  jumlah  wisatawan  yang berkunjung  ke  objek wisata  di Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan  dapat  dilihat pada tabel 3.51 dan 3.52 di bawah ini.  

    

Page 112: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

78

Tabel 3.51 Jumlah Wisnus yang Menginap di KW Kria dan Budaya Priangan Th 2005 

No  Kabupaten/Kota  Jumlah Wisnus di Akomodasi 

1  Kab. Garut  252.401 2  Kab. Tasikmalaya  8.947 3  Kab. Ciamis  214.868 4  Kota Tasikmalaya  146.103 5  Kota Banjar  11.776   Jumlah  634.095   Jumlah Total Prov. 

Jawa Barat 5.398.510 

Sumber: Data Statistik Kebudayaan dan Pariwisata, Jabar dalam Angka 2005    

Tabel  di  atas  memperlihatkan  bahwa  Kabupaten  Garut  merupakan  daerah  yang  paling banyak dikunjungi wisatawan, baik yang menginap (sebanyak 252.401  jiwa atau 4,67% dari jumlah  keseluruhan wisnus  yang  berkunjung  ke  Provinsi  Jabar,)  diikuti  oleh  Kabupaten Ciamis dengan  jumlah wisatawan  yang menginap  sebanyak  214.868  jiwa  atau  3,98% dari jumlah  keseluruhan.  Kabupaten  Tasikmalaya  merupakan  daerah  yang  paling  sedikit menerima  wisatawan  yang  menginap  di  akomodasi  (9.052  jiwa  atau  sekitar  0,16%  dari jumlah keseluruhan).  

 

Tabel 3.52 Jumlah Wisnus yang Berkunjung ke Objek Wisata di KW Kria dan Budaya Priangan Tahun 2005  

No  Kabupaten/Kota  Jumlah Wisnus ke Objek Wisata 

1  Kab. Garut  1.264.549 2  Kab. Tasikmalaya  644.903 3  Kab. Ciamis  1.160.401 4  Kota Tasikmalaya  186.824 5  Kota Banjar  1.957 

  Jumlah  3.258.634   Jumlah total Prov. 

Jawa Barat 16.890.316 

Sumber: Data Statistik Kebudayaan dan Pariwisata, Jabar dalam Angka 2005  

3.3.2  Potensi Pasar Wisatawan Mancanegara  

Pada  tahun 2005, kabupaten/kota yang  termasuk dalam Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan  hanya  berhasil menjaring wisatawan mancanegara  sebanyak  38.833  orang  atau sekitar 6,7% dari jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Jawa Barat. Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya  Priangan  harus  dapat memanfaatkan  secara  optimal wisatawan mancanegara yang mengunjungi kabupaten/kota  lain di  Jawa Barat sebagai sumber utama pasar  wisatawan  mancanegara  bagi  kawasannya.  Jumlah  wisatawan  mancanegara  yang 

Page 113: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

79

berkunjung ke kabupaten/kota di Provinsi  Jawa Barat pada  tahun 2005 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.  

Sementara  itu,  berdasarkan  data  statistik  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Jawa  Barat  dalam Angka tahun 2005,  jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang menginap dan  jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dapat dilihat di tabel 3.53 bawah ini.  

Tabel 3.53 Jumlah Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Objek Wisata di KW Kria dan Budaya 

Priangan Tahun 2005 

No  Kabupaten/Kota  Jumlah Wisman ke Objek Wisata 

1  Kab. Garut  4.951 2  Kab. Tasikmalaya  6.303 3  Kab. Ciamis  15.870 4  Kota Tasikmalaya  0 5  Kota Banjar  0 

  Jumlah  27.124   Jumlah Total Prov. Jawa Barat  207.953 

Sumber: Data Statistik Kebudayaan dan Pariwisata, Jabar dalam Angka 2005  

Dari tabel di atas terlihat bahwa Kabupaten Ciamis merupakan daerah yang paling banyak dikunjungi  oleh wisatawan mancanegara,  yaitu  sebanyak  15.870  jiwa. Hal  ini  disebabkan oleh berkembangnya berbagai produk dan aktivitas wisata pantai dan laut.  

Berdasarkan data  jumlah wisatawan nusantara maupun mancanegara yang berkunjung ke Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan pada tahun 2005, Kabupaten Garut merupakan destinasi  pariwisata  yang  paling  banyak  diminati  wisatawan,  baik  yang  menginap  di akomodasi maupun yang berkunjung ke objek wisata.  

Tabel 3.54 Jumlah Wisatawan Nusantara dan Mancanegara  

di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan Tahun 2005 

Sumber: Data Statistik Kebudayaan dan Pariwisata Jabar dalam Angka 2005  

 

 

No  Kabupaten/Kota  Jumlah Total Wisatawan di Akomodasi  

Jumlah Total Wisatawan ke Objek Wisata  

1  Kab. Garut  256.742  1.269.500 2  Kab. Tasikmalaya  9.052  651.206 3  Kab. Ciamis  221.388  1.176.271 4  Kota Tasikmalaya  146.846  186.824 5  Kota Banjar  11.776  1.957 

  Jumlah  645.804  3.285.758 

Page 114: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

80

Kesimpulan yang dapat ditarik dari tabel di atas adalah sebagai berikut:  

‐  Walaupun  beberapa daerah  seperti Kabupaten Garut dan Kabupaten Ciamis memiliki jumlah  kunjungan wisatawan  di  atas  rata‐rata  kunjungan wisatawan  yang  datang  ke Jawa Barat, akan tetapi tingkat kunjungan wisatawan ke daerah lain di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan masih  relatif  rendah. Hal  ini disebabkan oleh ketimpangan atau  kesenjangan  antara  kualitas  dan  kuantitas  produk  wisata  (atraksi,  amenitas, aksesibilitas) di setiap daerah.  

‐ Kunjungan wisatawan ke daya tarik wisata yang relatif kecil (1.957  jiwa) ke Kabupaten Banjar, disebabkan oleh kurangnya atraksi wisata yang tersedia di daerah ini, baik dari segi  jumlah maupun kualitas. Saat ini, Situ Mustika merupakan satu‐satunya daya tarik wisata  unggulan  di  Kabupaten  Banjar.  Daya  tarik wisata  ini  pun  lebih menekankan karakter  alam dengan motivasi wisatawan  yang  lebih ditujukan untuk  berekreasi dan bersenang‐senang. Sementara itu situs budaya seperti Pulo Majeti walaupun mempunyai potensi yang berkaitan  erat dengan  sejarah dan budaya Sunda belum digarap  sebagai objek wisata unggulan.  

- Hal  yang  sama  terjadi  pada  Kota  Tasikmalaya.  Minimnya  objek  wisata  unggulan mengakibatkan  kurangnya  jumlah wisatawan  yang  berkunjung  ke  daya  tarik wisata. Sementara  itu, relatif besarnya  jumlah wisatawan yang menginap  (146.846  jiwa) di Kota Tasikmalaya  disebabkan  oleh  ketersediaan  fasilitas  penunjang  kepariwisataan (akomodasi,  restoran,  mall,  toko,  wartel,  warnet,  dan  lain‐lain)  yang  tinggi,  baik kuantitas  maupun  kualitas.  Hal  ini  ditunjang  oleh  fungsinya  sebagai  kota  transit mendukung pembangunan fasilitas penunjang.  

- Kunjungan wisatawan ke Kabupaten Tasikmalaya yang  cukup  tinggi ditunjang  oleh keberadaan  daya  tarik wisata Gunung Galunggung, Kampung Naga, Gua  Pamijahan, Pantai Cipatujah, serta sentra kerajinan Rajapolah dan Indihiang.  

- Besarnya  arus  kunjungan  wisatawan  nusantara  ke  Kabupaten  Garut,  baik  yang menginap  maupun  yang  hanya  mengunjungi  daya  tarik  wisata  disebabkan  oleh keanekaragaman dan keunikan daya  tarik wisata dan  fasilitas pendukung, baik dalam segi  keragaman  karakteristik  daya  tarik  wisata  (misal  Cipanas,  Situ  dan  Candi Cangkuang,  Kampung  Pulo,  Situ  Ciburuy),  serta  industri  kreatifnya  (industri  kulit, makanan/kuliner, jeruk garut, domba garut, dan lain‐lain). 

- Besarnya arus kunjungan wisatawan ke  Kabupaten Ciamis disebabkan oleh keberadaan daya  tarik  wisata  alam  bernuansa  pantai  dan  laut  yang  cukup  terkenal  di  mata wisatawan nusantara, yaitu Pantai Pangandaran, Batu Hiu, Cikaras, yang disokong oleh  ODTW  pendukung  Cukang  Taneuh.  Jaraknya  yang  relatif  jauh  dari  kota‐kota  pusat pelayanan di  Jawa Barat membuat wisatawan  lebih memilih untuk menginap sehingga menimbulkan maraknya pengembangan akomodasi di Pangandaran.  

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mengamati karakteristik wisatawan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan  tak dapat dilepaskan dari karakteristik wisatawan yang datang  ke  Provinsi  Jabar. Karakteristik  ini mencakup  jumlah  dan  karakteristik  sosio‐eko‐demografis wisatawan dan karakteristik perjalanan. Termasuk ke dalam karakteristik sosio‐

Page 115: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

81

demografis  adalah  jenis  kelamin,  kelompok usia,  asal  tempat  tinggal,  tingkat pendidikan, pekerjaan;  sedang  termasuk  ke dalam  karakteristik perjalanan  adalah maksud perjalanan, lama tinggal, waktu kunjungan, motivasi, moda transportasi yang digunakan, dan lain‐lain.  

Berikut adalah  identifikasi mengenai pasar utama wisatawan  (Jawa Barat dan DKI  Jakarta) dan  pasar  potensial  wisatawan  (Banten,  Jawa  Tengah,  Lampung)  yang  melakukan perjalanan  ke  Jawa  Barat.  Lima  penyumbang  kunjungan wisatawan  nusantara  teratas  ini secara  lebih  lanjut  diidentifikasi  dan  dianalisis  untuk menghasilkan  proyeksi  kebutuhan wisata  seperti  apa  yang  disesuaikan  dengan  karakteristik wisatawan  (lihat  tabel  3.55  di halaman berikut). 

Page 116: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

82

Tabel 3.55 Karakteristik Wisatawan Nusantara yang Berkunjung ke Provinsi Jabar 

Karakteristik  Jawa Barat  DKI Jakarta  Banten  Jawa Tengah  Lampung Jenis kelamin   • Dominasi pria 

(52,64%) • Dominasi pria (56,44%) 

• Dominasi pria (54,95%) 

• Dominasi pria (54,63%) 

• Dominasi pria (64,82%) 

Kelompok umur  • 25‐34 (26,83%) • 15‐24 ( 18.21%) 

• 25‐34 (22,32%) • 35‐44 ( 21,81%) 

• 25‐34 (24,20%) • 35‐44 ( 21, 67%) 

• 25‐34 (23,87%) • 35‐44 ( 20,09%) 

• 35‐44 (23,82%)  •  15‐24 (20,41%) 

Pekerjaan  • Pegawai swasta (26,83%) 

• Pelajar/mahasiswa (16.78%) 

• Pegawai swasta (21,53%) 

• Pelajar/mahasiswa (15,74%) 

• Pegawai swasta (23,51%) 

• Pelajar/mahasiswa (14,93% 

• Pegawai swasta (24,06%) 

• Pelajar/mahasiswa (21,32%) 

• Pegawai swasta (19,32%) • Pegawai pemerintah (17,58%) 

Pengaturan kunjungan 

• Dengan keluarga (31,67%) 

• Sendiri (24,18% 

• Dengan keluarga ( • Sendiri ( 

• Dengan keluarga (27,30%) 

• Sendiri (25,37%) 

• Dengan keluarga (24,35%) 

• Sendiri (23,66%) 

• Sendiri (26,63%) • Rombongan  (24,81%) 

Motivasi kunjungan  • Lainnya (32,81%) • Berlibur (21,44%) 

• Mengunjungi keluarga (45,36%) 

• Bisnis/pekerjaan (15,24%) 

• Mengunjungi keluarga (31,32%) 

• Berlibur(23,38%) 

• Mengunjungi keluarga (35,16%) 

• Berlibur (21,05%) 

• Bisnis (26,05%) • Mengunjungi teman/keluarga (24,31%) 

Moda transportasi  • Kendaraan pribadi (48,1%)  

• Bus (41,5%)  

• Bus (53,67%) • Kereta api (28,61%) 

• Bus (78,52%) • Kendaraan pribadi (21,48%) 

• Bus (46,35%) • Kereta api (40,02%) 

• Kapal laut (51,19%) • Bus (36,66%)  

Rata‐rata lama tinggal 

• 2,35 hari  • 2,44 hari  • 2,19 hari  • 3,25 hari  • 3,12 hari 

Frekuensi  • Repeater (86,18%)  • Repeater (73,58%) • First timer(21,55%)  

• Repeater (76.36%) • First timer (19,21%)  

• First timer (49,30%) • Repeater (45,32%) 

• First timer (44,53%) • Repeater (44,82%) 

Pembelanjaan  • Angkutan (24,56%) • Akomodasi (21,65%) 

• Angkutan (25,58%) • Akomodasi (19,76%) 

• Angkutan (26,37%) • Akomodasi (21,12%) 

• Angkutan (26,97%) • Akomodasi (22,69%) 

• Angkutan (29,78%) • Akomodasi ( 22,43%) 

Sumber: Riset Pasar Wisatawan Jabar,  Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Pemasaran 2003 

Page 117: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

83

Potensi dan permasalahan dalam menyikapi karakteristik wisatawan yang dapat ditelaah adalah sebagai berikut: 

Potensi 

- Dominasi  wisnus  kelompok  umur  usia  produktif  (25‐34  tahun)  yang  mengunjungi Provinsi  Jabar  dapat  dicermati  sebagai  potensi  dalam  pengembangan  produk  wisata berjenis  wisata  outdoor,  rekreasi  dan  belanja,  serta  spa  dan  health.  Hal  ini  tak  dapat dilepaskan dari gaya hidup  (lifestyle) masyarakat urban masa kini serta kecenderungan wisatawan sekarang ini. 

- Karakter  pola  kunjungan  wisatawan  bersifat  repeater  atau  berulang  menghasilkan kesempatan  berupa  peningkatan  kualitas  pelayanan  dan  optimalisasi  pengembangan berbagai produk wisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

- Secara  keseluruhan,  rata‐rata menginap  atau  length  of  stay  para wisatawan  nusantara adalah  2  ‐3  hari. Hal  ini  dapat  dimanfaatkan  untuk mengembangkan  semacam  jalur wisata yang mengaitkan antara satu daya tarik wisata dengan lainnya (tourism destination linkage).  

- Anggaran  terbesar  para  wisatawan  dialokasikan  untuk  transportasi,  akomodasi,  dan belanja.  Aspek  terakhir  hendaknya  menjadi  salah  satu  peluang  dalam  peningkatan produk wisata kria dan budaya misalnya cenderamata, pakaian, dan makanan.  

 

Permasalahan 

- Belum adanya paket dan pola perjalanan wisata yang mengintegrasikan berbagai daerah di  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan menyebabkan  terbatasnya  kunjungan wisatawan. 

- Belum  optimalnya  pengembangan  berbagai  daya  tarik  wisata,  sarana  dan  prasarana pendukung  pariwisata menghasilkan  keterbatasan  kunjungan wisatawan  ke Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

- Belum dilakukannya  riset pasar detil, khusus untuk Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan sehingga karakteristik dan kebutuhan wisatawan  terhadap produk pariwisata di  kawasan wisata unggulan  ini  belum  teridentifikasi. Riset pasar  ini perlu dilakukan dalam pengembangan produk pariwisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

- Keterbatasan  informasi,  promosi,  dan  pengemasan  produk  wisata  yang  diterima wisatawan  sehingga  mereka  kurang  berminat  untuk  berkunjung  ke  berbagai  objek wisata kria dan budaya. 

 

3.4    Sumber Daya Manusia 

Sumber daya manusia  (SDM) merupakan  salah  satu  aspek penting dalam pengembangan kepariwisataan  daerah,  di mana  kesuksesan  pengembangannya,  baik  dalam  segi  produk 

Page 118: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

84

maupun  pelayanan  bergantung  kepada  kualitas  SDM  yang  berkecimpung  dalam kepariwisataan. Untuk  lebih mengetahui potensi dan permasalahan SDM yang  terdapat di KW Kria dan Budaya Priangan, terlebih dahulu kita lihat karakteristik SDM di kawasan ini.   

Tabel 3.56 Jumlah Penduduk Usia Produktif di KW Kria dan Budaya Priangan Tahun 2005 

 

 

 

 

                                       Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS        

Berdasarkan  tabel di  atas,  jumlah  penduduk  usia  produktif di Kawasan Wisata Kria dan Budaya  Priangan  berjumlah  4.056.638  jiwa  atau  sekitar  64,14%  dari  keseluruhan  jumlah penduduk  berusia  produktif  di  kawasan  ini.  Kabupaten  Garut  mempunyai  jumlah penduduk usia produktif  terbanyak, yaitu 1.421.245 atau  sekitar 35,03% dari keseluruhan. Kabupaten  Tasikmalaya menduduki  urutan  kedua  yaitu  1.096.743  jiwa  atau  27,03%  dari jumlah keseluruhan. Sebaliknya Kota Banjar mempunyai  jumlah penduduk usia produktif paling sedikit, yaitu 113.238 jiwa atau 2,79% dari jumlah keseluruhan.  

Sementara  itu  jumlah  penduduk  yang  bekerja  pada  sektor  pariwisata,  khususnya  pada bidang  perhotelan  dapat  dilihat  pada  tabel  di  bawah  ini,  dimana  Kabupaten  Garut merupakan daerah terbesar yang mempekerjakan SDM di berbagai hotel bintang, yaitu 218 jiwa atau 59,72% dari  jumlah keseluruhan, diikuti oleh Kota Banjar  sebanyak 77  jiwa atau sebanyak 21,1% dari jumlah keseluruhan. 

Tabel 3.57 Jumlah Tenaga Kerja di Hotel Bintang 

No  Daerah  Jumlah Penduduk yang Bekerja di Hotel Bintang 

1  Kab. Garut  218 2  Kab. Tasikmalaya  ‐ 3  Kab. Ciamis  70 4  Kota Tasikmalaya  ‐ 5  Kota Banjar  77   Jumlah  365 orang 

                                  Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2006, BPS 

Dengan melihat  pada  gambaran  di  atas, maka  dapat  ditelaah  potensi  dan  permasalahan aspek SDM di KWU Priangan berikut ini. 

 

No  Daerah  Jumlah Penduduk Usia Produktif 

1  Kab. Garut  1.421.245 2  Kab. Tasikmalaya  1.096.743 3  Kab. Ciamis  1.027.024 4  Kota Tasikmalaya  398.388 5  Kota Banjar  113.238 

  Jumlah  4.056.638 

Page 119: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

85

Potensi: 

• Jumlah penduduk usia produktif yang mendominasi  jumlah keseluruhan penduduk di KWU  Priangan  (64,14%)  dapat  dilihat  sebagai  potensi  bagi  penyediaaan  tenaga  kerja yang  berlimpah.  Hal  ini  tentunya  harus  ditunjang  dengan  perkuatan  kualitas  SDM, misalnya dengan adanya program pelatihan dan pembinaan tenaga kerja. 

• Sifat  masyarakat  yang  kreatif  dan  berdaya  usaha  tinggi  menghasilkan  peluang  bagi pengembangan  produk  kria  dan  budaya.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  tumbuh  dan berkembangnya  berbagai  sentra  kerajinan  dan  industri  kria  dan    budaya  di  berbagai tempat di KWU Priangan dengan menonjolkan ciri khas dan lokaliatas masing‐masing. 

• Pesatnya  kemajuan  teknologi  mengakibatnya  cepatnya  akses  informasi  yang  dapat diterima oleh pengusaha wisata (baik dari internet, tv, radio, koran, dan telekomunikasi),  sehingga  dapat  meningkatkan  efektivitas  dan  efisiensi  pengelolaan  usaha kepariwisataan.  

 

Permasalahan: 

• Terbatasnya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada instansi pemerintahan, dalam hal ini yang  terkait  dengan  kepariwisataan, misalnya  Kota  Banjar. Minimnya  personil  yang berbanding  terbalik  dengan  tingginya    beban/load  pekerjaan  berpotensi  untuk  dapat menghasilkan  terbatasnya  pencapaian  target  dalam  pengembangan  kepariwisataan daerah. 

• Terbatasnya  jumlah  dan  keterlibatan  organisasi  masyarakat  yang  diharapkan  dapat menjadi  generator  pengembangan  kepariwisataan  berbasis  masyarakat    (tourism community development). Walaupun pada beberapa daerah  sudah  terdapat KOMPEPAR (Kelompok Penggerak Pariwisata),  akan  tetapi  hal  ini  belum menunjukkan  hasil  yang signifikan bagi pengembangan kepariwisataan KWU Priangan. 

• Persepsi  masyarakat  terhadap  kegiatan  wisata  tidak  selamanya  baik.  Hal  ini  dapat dilihat  dari  penolakan  terhadap  pengembangan wisata  di  kawasan‐kawasan  tertentu. Harus diperhatikan pengembangan pariwisata yang menghormati nilai‐nilai lokal.  

• Kurangnya  kesadaran masyarakat  terhadap  pariwisata, misalnya  terbatasnya  kualitas pelayanan yang diberikan dan kurangnya  kebersihan yang  terdapat di berbagai  objek wisata. Kualitas ini menjadi tolok ukur kenyamanan wisatawan. 

• Minimnya pelatihan dan pendidikan mengenai pengembangan keahlian usaha kria dan budaya  pada  masyarakat.  Hal  ini  dapat  mengakibatkan  stagnasi  produk  dengan ketiadaan  terobosan  atau  inovasi produk‐produk baru. Akibatnya daya  jual menurun, karena  ketidakmampuan pengusaha untuk mengembangkan daya  saingnya di  bidang usaha pariwisata.  

• Hal yang sama  terjadi pada ketidakmerataan akses  informasi  (baik dari  internet, radio, tv,  koran,dll)  yang  diterima  para  pelaku  usaha  pariwisata  yang  mengakibatkan keterbatasan inovasi serta kegagalan dalam menangkap pangsa pasar.  

Page 120: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

86

• Terbatasnya  jumlah  guide  atau pemandu  baik  lokal maupun  regional  yang memenuhi syarat,  yaitu  penguasaan  interpretasi  dan  bahasa.  Hal  ini  dapat  menghasilkan dangkalnya muatan interpretasi terhadap produk‐produk wisata. 

• Guide  pada  umumnya merupakan  tenaga  kerja  BPW  yang  sebagian  besar  terdapat  di kota‐kota besar di  luar wilayah KWU Priangan, misalnya Bandung, Jakarta, dll. Hal  ini menghasilkan  terbatasnya kesempatan bagi penduduk setempat untuk berkarir sebagai guide. Hal  ini diperkuat oleh karakteristik kunjungan wisatawan yang bersifat  repeater atau  berulang  (lihat  Tabel Karakteristik Wisatawan  yang Datang  Berkunjung  ke  Jawa Barat),  dimana  karakteristik  wisatawan  seperti  ini  umumnya  lebih  mempercayakan perjalanan mereka kepada pemandu dan BPW yang mereka sudah kenal sebelumnya.  

• Terdapatnya kecenderungan krisis SDM dalam pengembangan industri kria dan budaya, contohnya  kurangnya  regenerasi  pekerja,  karena  banyak  generasi muda  yang  kurang tertarik  untuk  bergelut  dalam  bidang  kria  dan  budaya  (misal  Batik Garutan). Hal  ini mengakibatkan dapat mengakibatkan penciutan  jumlah usaha yang bergerak di bidang kria dan budaya. 

• Perlunya  standarisasi  kompetensi  SDM  pariwisata  diantaranya  disebabkan  oleh minimnya ketersediaan lembaga pendidikan yang terkait dengan pariwisata. 

 

3.5    Kelembagaan Pendukung 

Pengembangan kepariwisataan yang berhasil bergantung kepada  faktor  institusi  /lembaga pendukung. Beberapa hal yang termasuk diantaranya adalah  aspek tugas pokok dan fungsi kelembagaan (tupoksi) instansi‐instansi terkait serta aspek kebijakan. 

A. Tupoksi  

Berikut adalah penjabaran mengenai tugas pokok dan fungsi berbagai  instansi yang terkait dengan pengembangan pariwisata kria dan budaya. 

1.  Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Garut 

• Melaksanakan pembinaan dan pengembangan  kebudayaan daerah di tk. kab/kota. 

• Melaksanakan pendataan informasi kebudayaan daerah 

• Melaksanakan kerjasama kebudayaan dan memberikan izin kegiatan kebudayaan 

• Melaksanakan pembinaan dan pengembangan SDM 

• Melaksanakan penelitian dan pembinaan pengembangan nilai‐nilai budaya lainnya 

• Melaksanakan perlindungan, pemeliharaan dan penyebarluasan seni 

• Melaksanakan pemanfaatan seni bagi kepentingan industri budaya  

• Mengusulkan karya industri budaya untuk dipatenkan 

Page 121: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

87

• Menyiapkan data pendukung zoning  

• Melaksanakan studi kelayakan dan studi teknis lokasi benda cagar budaya 

• Melaksanakan  penyelamatan,  pengamanan,  pemeliharaan,  pemugaran,  dan penelitian benda cagar budaya yang berskala kebudayaan 

• Melaksanakan pengelolaan benda cagar budaya berskala kabupaten/kota 

• Melaksanakan studi AMDAL dalam pemanfaatan benda cagar budaya 

• Melaksanakan bimbingan dan penyebaran  informasi dalam meningkatkan apresiasi dan peran serta masyarakat terhadap pelestarian benda cagar budaya 

• Melaksanakan operasionalisasi laboratorium konservasi kebudayaan 

• Menerima permohonan kepemilikan benda cagar budaya dari pemilik 

• Melaksanakan pencarian cagar budaya 

• Melaksanakan pendaftaran benda cagar budaya 

• Melaksanakan pemanfaatan benda cagar budaya 

• Melaksanakan penelitian dan penelaahan sastra daerah 

• Melaksanakan penelitian arkeologi dan melaksanakan hasil pemanfaatannya 

• Bekerja sama dengan instansi lain dalam penelitian arkeologi 

• Menetapkan  kebijakan  kendali  mutu  dalam  penyelenggarakan  kebudayaan  di kabupaten (termasuk supervisi, pelaporan, evaluasi dan monitoring) 

• Melaksanakan  bantuan  hukum  dan  peraturan  perundang‐undangan  di  bidang kebudayaan pada skala kabupaten/kota 

• Menetapkan ketatausahaan dan ketatalaksanaan kebudayaan di kabupaten/kota 

• Mendayagunakan program teknologi komunikasi dan  informasi untuk perencanaan dan pengelolaan kebudayaan di kabupaten/kota 

• Menetapkan inventarisasi potensi objek dan kawasan wisata 

• Mengatur dan mengelola objek dan daya tarik wisata 

• Memberikan perizinan berbagai usaha pariwisata 

• Melaksanakan/membuat sertifikasi dan memberikan izin operasi pariwisata 

• Membina kegiatan promosi pariwisata tingkat kabupaten 

Page 122: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

88

• Melaksanakan kerjasama internasional di bidang pariwisata 

• Menyelenggarakan  pungutan/retribusi  objek  wisata  dan  kawasan  wisata  dan penyetoran hasilnya untuk kas daerah. 

• Melaksanakan pelatihan teknis aparat 

• Menerbitkan  penggandaan  buku  petunjuk  peraturan  perundang‐undangan kepariwisataan 

• Melaksanakan koordinasi pengembangan wisata dengan Provinsi 

• Menyelenggarakan kampanye sadar wisata 

 

2.  Bappeda Kota Banjar 

• Menyelenggarakan penjaringan aspirasi rakyat 

• Menghimpun  kebijakan  dinas/badan/lembaga  dan  satuan  organisasi  lain  dalam lingkungan pemerintah kota serta instansi propinsi atau pusat di daerah 

• Menyelaraskan  aspirasi  rakyat  dengan  kebijakan  dalam  lingkungan dinas/badan/lembaga dan satuan organisasi  lain dalam  lingkungan pemerintaj kota serta instansi provinsi dan atau pusat di daerah  

• Mengkoordinasikan rencana tata ruang dalam lingkup makro 

• Mengkoordinasikan  penyusunan  Renstra,  arah  kebijakan  umum  dan  penyusunan RAPBD 

• Memonitor  dan  mengevaluasi  pelaksanaan  kebijakan  perencanaan  dan pembangunan daerah 

• Memonitor  dan  mengevaluasi  pelaksanaan  kebijakan  perencanaan  dan pembangunan daerah 

• Memberikan pelayanan informasi, kebijakan perencanaan dan pembangunan daerah. 

• Mengkoordinasi penelitian dan pengembangan perencanaan daerah 

• Memfasilitasi dan menjadi mediator pengembagan perencanaan daerah 

• Menyusun perencanaan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, fisik dan prasarana 

• Mengadakan analisis permasalahan di bidang ekonomi, sosial budaya dan fisik serta menyusun langkah‐langkah kebijaksanaan pemecahannya. 

• Mengkoordinasikan dan menilai kelayakan usulan‐usulan program  

 

Page 123: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

89

 

3.  Disperindag Kota Banjar 

• Melaksanakan penyusunan petunjuk teknis bidang industri 

• Melaksanakan  fasilitasi  dan  bimbingan  teknis  pengembangan  sarana,  usaha  dan produksi,  pemberian  dan  rekomendasi  teknis,  serta  kerjasama  anatr  lembaga, termasuk pemantauan dan evaluasi 

• Menyusun program pengembangan usaha industri 

• Menyusun  petunjuk  teknis,  bimbingan  teknis  dan  memfasilitasi  pengembangan sarana,  usaha  dan  produksi,  termasuk  pencegahan  dan  pemantauan  pencemaran limbah industri 

• Mengadakan bimbingan  teknologi peningkatan mutu produksi, pengawasan mutu, verifikasi produk dan inovasi teknologi industri 

• Pemantauan  dan  evaluasi  perkembangan  usaha  industri  serta  peningkatan  kerja sama dengan usaha industri lainnya.  

• Memfasilitasi pelayanan perijinan bidang industri hasil pertanian dan kehutanan 

• Menyusun program pengembangan usaha perdagangan 

• Menyusun  petunjuk  teknis mengenai  petunjuk  usaha,  pengadaan  dan  penyaluran barang dan jasa 

• Memberikan  rekomendasi  teknis  perijinan  bidang  usaha  perdagangan  (SIUP, TDP,TDG, SIUPM) 

• Memfasilitasi masalah‐masalah perlindungan konsumen 

• Memberikan rekomendasi bagi ijin usaha perdagangan 

• Membina dan memfasilitasi pengembangan usaha dan promosi hasil produksi 

• Pengendalian dan evaluasi kegiatan promosi dan penanaman modal 

• Penyusunan rencana kegiatan PMD dan promosi PMA/PMDN 

• Memberikan fasilitas investasi daerah 

• Penyajian data statistik perindustrian, perdagangan dan penanaman modal 

 

4.  Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Banjar 

• Menetapkan kebijakan operasional di bidang koperasi dan usaha kecil menengah 

Page 124: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

90

• Mengkoordinasikan dan meningkatkan keterpaduan rencana strategis dan program kerja pembangunan di bidang KUKM 

• Memfasilitasi manajemen, kelembagaan, dan sumber daya KUKM  

• Meningkatkan  dan  mengoptimalisasikan  prosedur  manajemen  di  bidang kelembagaan dan usaha koperasi 

• Menyusun standar operasional dan prosedur manajemen di bidang kelembagaan dan usaha koperasi 

• Melaksanakan penyusunan bahan fasilitasi dibidang KUKM 

• Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait 

• Melaksanakan penyusunan Renstra di bidang KUKM 

 

B. Kebijakan  

Beberapa  kebijakan  berupa  peraturan  maupun  dokumen‐dokumen  lain  yang  telah ditetapkan  untuk  menunjang  pengembangan  pariwisata  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut: 

Tingkat Nasional dan Provinsi 

• UU No. 34/2004 tentang Pemerintahan Daerah. 

• UU No.33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah 

• UU No. 9/1990 tentang kepariwisataan. 

• UU no.24/1992 tentang penataan ruang 

• PP No. 67/1996 tentang penyelenggaraan kepariwisataan.  

• PP No.32/1998 tentang pengembangan dan pembinaan usaha kecil 

• PP No. 44/1997 tentang kemitraan usaha 

• Renstra  Kebudayaan  dan  Pariwisata  Tahun  2000‐2004  tentang  target  pembangunan kepariwisataan Indonesia. 

• Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 

• Peraturan Gubernur Jabar No. 48/2006 tentang RIPPDA Propinsi Jawa Barat 2007‐2013 

• Peraturan  Daerah  Propinsi  Jawa  Barat  No.3/2002  tentang  pengelolaan  lingkungan geologi. 

Page 125: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

91

 

 

Tingkat Daerah 

1.  Kabupaten Garut: 

• Peraturan Daerah No.24/2000 tentang visi Kabupaten Garut. 

• Peraturan Daerah No.  25/2000  tentang Pola Dasar Pembangunan Kabupaten Garut Tahun 2001‐2006 

• Peraturan  Daerah  No.  23/2001  tentang  Rencana  Induk  Pengembangan  Pariwisata Daerah Kabupaten Garut Tahun 2001‐2010 

• Peraturan Daerah No. 13/2005 tentang retribusi pelayanan izin usaha kepariwisataan 

• Peraturan  Daerah  No.  14/2005  tentang  retribusi  pelayanan  tempat  dan  sarana rekreasi 

 

2.  Kabupaten Ciamis 

• Peraturan Daerah No.  3/1999 mengenai  Rencana  Tata  Ruang Wilayah  Kabupaten Ciamis 

• Peraturan Daerah No. 24/2002 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Ciamis  

 

3.  Kabupaten Tasikmalaya 

• Undang‐undang No.10/2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya 

• Peraturan  Daerah  No.  17/2006  tentang  Rencana  Pembangunan  Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006‐2010 

• Peraturan  Daerah  No.02/2005  tentang  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Kabupaten Tasikmalaya 

 

4.  Kota Tasikmalaya 

• Undang‐undang No.10/2001 tentang pembentukan Kota Tasikmalaya 

• Keputusan  Walikota  Tasikmalaya  No.14/2003  tentang  tugas  pokok,  fungsi,  dan rincian tugas unit Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya  

 

5.  Kota Banjar 

• Undang‐undang No.27/2002 tentang pembentukan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat 

Page 126: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

92

• Peraturan  Daerah  No.47/2004  tentang  Rencana  Stratejik  Pemerintah  Kota  Banjar Tahun 2004‐2009 

• Peraturan  Daerah  No.01/2004  tentang  Rencana  Umum  Tata  Ruang  Wilayah Pengembangan Kota Banjar 

• Keputusan  Walikota  Banjar  No.  230/Kpts.90‐Huk/V/2004  tentang  tugas  pokok, fungsi, dan tata kerja unsur organisasi Badan Perencanaan Daerah Kota Banjar 

• Peraturan Walikota  Banjar No.20/2007  tentang  tugas  pokok,  fungsi,  dan  tata  kerja unsur  organisasi  Dinas  Perindustrian,  Perdagangan  dan  Penanaman Modal  Kota Banjar   

• Peraturan Walikota  Banjar No.16/2007  tentang  tugas  pokok,  fungsi,  dan  tata  kerja unsur organisasi Kantor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Banjar 

 

Mengacu kepada gambaran di atas, maka potensi dan permasalahan mengenai kelembagaan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut: 

Potensi: 

• Adanya  keberadaan  lembaga  pembina  kepariwisataan  di  tiap‐tiap  daerah  yang berwenang  terhadap  perencanaan,  pengelolaan,  dan  pengendalian  pariwisata  daerah. Kondisi  ini mempermudah kerjasama pengembangan pariwisata Kawasan Wisata Kria dan Budaya. 

• Adanya keberadaan asosiasi profesi pariwisata di daerah  tertentu yang mempermudah pengembangan kepariwisataan daerah. 

• Keberadaan  KOMPEPAR  sebagai  penggerak  pariwisata  yang  mewadahi  berbagai lembaga kesenian masyarakat di berbagai daerah. 

• Adanya  rencana dalam meningkatkan perijinan usaha pariwisata melalui perijinan satu atap dalam menciptakan kemudahan dan meningkatkan iklim investasi usaha pariwisata melalui pelayanan prima. 

• Adanya kerjasama dalam kegiatan pengembangan pariwisata dengan instansi/organisasi di  luar  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan,  yaitu  Dinas  Kebudayaan  dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. 

• Peluang  untuk  mengadakan  kerjasama  dan  koordinasi  antar  pelaku  usaha kepariwisataan dalam pengembangan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

• Adanya  berbagai  peraturan  terkait  baik  dalam  skala  nasional  maupun  lokal  yang mendukung pengembangan kepariwisataan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

• Walaupun pariwisata belum merupakan prioritas utama dalam pengembangan daerah, akan tetapi kontribusi pariwisata berpotensi dalam meningkatkan perkembangan sektor ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.  

Page 127: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

93

• Tersedianya RIPPDA pada masing‐masing daerah.  

• Adanya  peluang  bagi  pengembangan  website  terpadu  yang  menyediakan  informasi produk‐produk  wisata,  informasi  investasi  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan,  serta  peraturan‐peraturan  yang  terkait  dengan  kepariwisataan  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Permasalahan: 

• Lembaga/institusi pembuat kebijakan kepariwisataan belum didukung oleh SDM yang profesional. 

• Belum adanya perangkat aparat pelaksana di kawasan objek dan daya tarik wisata yang tersebar di wilayah KWU Priangan 

• Belum  tersedianya  atau  kurang  berfungsinya  asosiasi  profesi  pariwisata  di  sebagian daerah,  seperti HPI,  PHRI,  ASITA,  ASPINDO.  Perlu  didirikan  pembentukan  asosiasi profesi  terpadu    yang membawahi  pengembangan Kawasan Wisata Kria  dan  Budaya Priangan dengan memanfaatkan bentuk asosiasi yang sudah ada dan adanya kejelasan kerjasama. 

• Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan operasional. 

• Pelaksanaan kegiatan promosi belum sepenuhnya didasarkan kepada  rencana strategis dan program pemasaran yang jelas. 

• Terbatasnya  penggunaaan  sistem  informasi  pemasaran  dan  sistem pengendalian/pengawasan. 

• Terbatasnya  basis  data  bagi  pelaku  pariwisata,  yaitu  wisatawan,  peneliti/akademisi, investor,  dan  instansi  terkait  bagi  kepentingan  analisis  kepariwisataan,  penanaman investasi, dan koordinasi antar stakeholders.  

• Belum  terbentuknya  pola  kemitraan  yang  jelas  antara  stakeholders  pariwisata  (instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha wisata). 

• Kurang membuka  peluang  terhadap  investor  dengan  jaminan  kepastian  hukum  dan kemudahan perizinan. 

• Adanya  eksploitasi  terhadap  kehidupan  masyarakat  adat  yang  kerap  diwujudkan melalui  pungutan  yang  ditarik  oleh  Pemerintah  Daerah  seringkali  mengakibatkan masalah.  

• RIPPDA  yang  sudah  ada  pada  masing‐masing  daerah  hendaknya  mengacu  kepada RIPPDA  Provinsi  Jabar  dalam  upaya  menyamakan  persepsi  pembangunan  dan perencanaan pariwisata Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan.  

  

Page 128: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

94

  

3.6    Positioning  Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan 

Positioning  mempunyai  peran  penting  dalam  meningkatkan  daya  tarik  suatu  kawasan pariwisata  yang dimunculkan  lewat  points  of  differentiation  yang membedakannya dengan daerah tujuan wisata lainnya. Dalam positioning ini akan dibahas potensi dan permasalahan kawasan serta isu‐isu strategis dalam Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

3.6.1 Potensi dan Permasalahan Kawasan 

Potensi dan permasalahan yang terdapat di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan ini melihat berbagai aspek yang mempengaruhi keunggulan dan kelemahan kawasan terhadap kondisi kepariwisataan dalam skala regional (Jawa Barat) dan nasional (Indonesia).  

Kawasan Wisata Kria dan Budaya dalam RIPPDA Provinsi Jawa Barat 

Dalam RIPPDA Provinsi Jabar tahun 2007‐2013, Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan yang telah ditetapkan sebagai kawasan wisata unggulan yang mengedepankan sumber daya alam  dan  budaya  tradisional  Priangan  dengan  sub  tema wisata  gunung  api.  Dibanding KWU lain, kawasan yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis,  Kota  Tasikmalaya  dan  Kota  Banjar  ini merupakan  kawasan wisata  yang  paling mewakili unsur tradisional Jawa Barat, di mana wisatawan yang berkunjung ke Jawa Barat akan mendapatkan gambaran tentang budaya masyarakat Sunda, khususnya yang menetap di  dataran  tinggi.  Produk wisata  ini  dikembangkan  untuk menciptakan  keragaman  daya tarik  wisata  Jawa  Barat  sehingga  berdaya  saing  dan  memperkuat  daya  tarik  provinsi, khususnya dalam tingkat nasional. 

Potensi wisata  di  kawasan  Priangan  ini  didukung  oleh  kondisi  infrastruktur  yang  cukup baik, karena dilalui  jalan utama  lintas  tengah provinsi yang melintang dari barat ke  timur. Potensi pasar wisatawan di kawasan ini pada umumnya adalah wisatawan nusantara lokal dan  regional,  serta  wisatawan  minat  khusus.  Untuk  memperluas  pasar,  diperlukan keberadaan  pusat‐pusat  interpretasi  dan  informasi  serta  sarana  prasarana  penunjang pariwisata.  

Permasalahan  utama  yang  dihadapi  dalam  pengembangan wisata  di  kawasan  ini  adalah aspek pemasaran, sumber daya manusia, dan kelembagaan, dimana kekurangsiapan dalam menangkap  pasar  potensial  dan  keterbatasan  pemasaran,  terbatasnya  jumlah  SDM  yang berkualitas, serta masih belum jelasnya tugas dan wewenang berbagai instansi terkait dalam kepariwisataan. 

Pemanfaatan Ruang bagi Pariwisata dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi  Jawa Barat 2010 

Rencana  Tata  Ruang Wilayah  (RTRW)  Provinsi  Jawa  Barat  sebagai  petunjuk  operasional yang dapat memberikan kejelasan dalam pelaksanaan teknis, kelembagaan serta mekanisme dan  prosedur  pelaksanaan  pemanfaatan  ruang  turut  memberikan  arahan  dalam 

Page 129: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

95

pengembangan  kepariwisataan.  Program‐program  yang  diarahkan  bagi  aspek  pariwisata termasuk ke dalam program struktur kota yang dijabarkan melalui program pengembangan kawasan andalan.  

Program pengembangan pariwisata dirinci melalui kegiatan: 1) penataan kawasan wisata, 2) promosi  pariwisata  dan  pengembangan  tempat  wisata,  3)  pengembangan  produk agroindustri, serta 4) pengembangan agro estate. 

Program‐program  lain yang dapat mendukung pengembangan kepariwisataan khususnya di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut: 

• Program  pengembangan  sistem  kota‐kota,  diantaranya  pengembangan  PKW  (pusat kegiatan wilayah) Tasikmalaya dengan kegiatan sebagai berikut:  

- peningkatan terminal tipe C menjadi tipe B di Kota Tasikmalaya. 

- pembangunan sarana sentra industri kecil di Rajapolah, Tasikmalaya; 

- peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan. 

- peningkatan pasar induk regional di Tasikmalaya. 

- peningkatan pelabuhan udara sekunder di Cibeureum, Tasikmalaya. 

• Program pengembangan infrastruktur wilayah, diantaranya dengan: 

- peningkatan  ruas  jalan kolektor primer yang berfungsi  sebagai penghubung antara PKW  dan  PKL,  yaitu  ruas  jalan  Nagrek  ‐  Garut  ‐  Pameungpeuk,  Tasikmalaya  – Cipatujah. 

- pembangunan terminal tipe B di setiap PKW, dalam hal ini Kota Tasikmalaya 

- Program  pengembangan  jaringan  energi  listrik  dan  telekomunikasi,  diantaranya dengan pembangunan  instalasi  baru,  yaitu  Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)  Tasikmalaya  ‐  Depok,  dan  Interbus  Transformer  (IBT)  Jatibarang (Kabupaten Garut). 

Kontribusi Pariwisata dalam Perekonomian Regional 

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling diandalkan dalam perekonomian Jawa Barat. Berikut ini adalah tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub usaha lapangan terkait pariwisata pada tahun 2004‐2005. 

       

Page 130: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

96

  

Tabel 3.58 Produk Domestik Regional Bruto Sublapangan Usaha Terkait Pariwisata di Jawa Barat  

Tahun 2004‐2005 Berdasarkan Harga Berlaku  Tahun 2004  Tahun 2005 Sub Lapangan Usaha Rupiah 

(milyar rp) Rupiah 

(milyar rp) Hotel  1.168,87  1.633,10 Restoran  8.878,96  9.816,66 Jasa hiburan dan rekreasi  200,45  221,01 

Jumlah  10.248,28  11.670,77 PDRB dengan Migas  305.305,61  387.353,14 

Persentase %  3.36%  3.01%                                  Sumber: Jawa Barat dalam Angka, 2006   

   Tabel 3.54 sebelumnya memperlihatkan bahwa walaupun terdapat peningkatan pemasukan pada sublapangan   usaha  terkait pariwisata yang disumbangkan oleh hotel, restoran, serta jasa hiburan dan rekreasi, akan tetapi kontribusinya terhadap PDRB Jawa Barat menurun yaitu  dari  3,36%  menjadi  3,10%.  Hal  ini  patut  menjadi  masukan  dalam  pengembangan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan sehingga pariwisata dapat dijadikan alat untuk meningkatkan perekonomian daerah sekaligus mensejahterakan masyarakatnya. 

 3.6.2 Isu‐Isu Strategis Pengembangan Wisata Kria dan Budaya 

Beberapa  isu strategis yang dapat diangkat dalam pengembangan wisata kria dan budaya adalah sebagai berikut: 

1. Penciptaan  suasana  kria  dan  budaya  Priangan  di  seluruh  kawasan  yang  dapat dirasakan oleh pengunjung maupun masyarakat yang bermukim di kawasan ini.  

Isu  ini  berkaitan  dengan  identitas,  citra  atau  image  kawasan  yang  hendak  diangkat dalam pengembangan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. Kurang optimalnya penciptaan  suasana  kria  dan  budaya  Priangan  yang  terbentuk  dari  fisik  (berupa dimensi ruang kota), aktivitas  (mencakup pergerakan dan pola perilaku masyarakat), maupun arti  (persepsi,  arti, asosiasi) dapat membentuk heterogenisasi persepsi yang dapat membingungkan wisatawan. Mereka merupakan pihak yang tidak mempunyai akses  dalam mengembangkan wawasan  dan  pengetahuan mengenai  identitas  suatu kawasan.  

2. Diversifikasi kria berbahan baku  lokal, berkualitas  internasional, yang perlu  terus dilakukan dengan menggali potensi yang dimiliki, dan  tetap mengacu pada  standar internasional. 

Keragaman  produk  kria  dan  budaya  sangat  diperlukan  dalam meningkatkan  daya saing perekonomian daerah. Permintaan pasar yang semakin berkembang dan variatif memungkinkan  terjadinya  peluang  dalam  menangkap  pangsa  pasar  melalui 

Page 131: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

97

penciptaan  dan  kreasi  produk.  Penciptaan  produk  ini  harus  dibarengi  dengan pemakaian  bahan  baku  lokal,  yang  memanfaatkan  seluruh  material  dari  wilayah sendiri.  Hal  ini  dapat  meminimasi  leakage  atau  kebocoran  nilai  ekonomi  dalam perekonomian  daerah.  Terakhir  produk  kria  harus  dibarengi  dengan  kualitas  yang mengacu  pada  standar  internasional,  sehingga  mempunyai  daya  saing  tinggi  dan kompetitif dalam percaturan pasar internasional. 

3. Pelestarian  budaya  dan  produk  kria  Priangan,  agar  tetap  eksis  dan  terjaga keasliannya, dan  tidak mudah ditiru oleh pihak  lain, dan diakui  sebagai kria daerah lain.  

Isu pelestarian budaya dan produk kria berhubungan dengan nilai‐nilai otentik yang memperlihatkan identitas/jati diri suatu masyarakat. Hal ini membutuhkan perkuatan nilai‐nilai  budaya  yang  khas  yang memperlihatkan  lokal  genius  (genius  loci)  suatu kawasan agar tetap berkelanjutan.  

4. Komitmen pengambil kebijakan, yang seringkali tidak jelas, dan berubah‐ubah. 

Isu  ini merupakan hal yang  sangat penting dalam menentukan  arah pengembangan kepariwisataan  daerah.  Suatu  komitmen  diperoleh melalui  kesepakatan  dan  arahan yang  spesifik,  jelas,  terukur,  realistis,  serta mempunyai batasan waktu  tertentu  (time‐bound), sehingga dapat menghasilkan suatu sistem yang berbasis kuat. Pada akhirnya pergantian dalam jabatan struktural para pengambil kebijakan tidak akan berpengaruh terhadap  penerapan  berbagai  kebijakan,  dalam  hal  ini  yang  berhubungan  dengan pengembangan pariwisata.  

5. Pembagian  peran  antardaerah, maupun  koordinasi  antarpublik‐privat  yang  perlu diperjelas dan ditingkatkan. 

Isu  ini  membahas  pentingnya  koordinasi  dan  kerjasama  antar  stakeholders kepariwisataan  yang  ditunjukkan  melalui  pembagian  tugas  dan  fungsi  berbagai instansi maupun pihak terkait lainnya sehingga dapat meminimasi ketumpangtindihan kebijakan pengelolaan pariwisata daerah.  

6. Pemberdayaan masyarakat lokal, yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.  

Isu ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata yang dapat menghasilkan  pemerataan  pendapatan  ekonomi,  dimana  kegiatan  pariwisata didukung, dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat.  

7. Mitigasi  bencana  yang  perlu  diperhatikan  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan. 

Berkaitan dengan kondisi fisik wilayah yang rentan terhadap bencana geologi (seperti letusan  gunung  berapi,  gempa,  longsor),  maka  isu  mitigasi  bencana  harus mendapatkan perhatian khusus sebagai upaya bagi keselamatan para wisatawan dan penduduk  setempat. Di dalamnya mencakup pemantauan dan penyelidikan gunung api  dalam  rangka  peringatan  dini,  inventarisasi  dan  pemetaan,  serta sosialisasi/penyuluhan dalam upaya penyebarluasan informasi bencana geologi. 

Page 132: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat III   ‐ Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

98

Isu‐isu  strategis  tersebut  di  atas  akan menjadi  pertimbangan  dalam  penyusunan  arahan pengembangan kepariwisataan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Page 133: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

BAB 4 

AAARRRAAAHHHAAANNN   PPPEEENNNGGGEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNN   PPPAAARRRIIIWWWIIISSSAAATTTAAA   KKKAAAWWWAAASSSAAANNN   

    Bab berikut akan menguraikan konsep dan arahan pengembangan kawasan yang mencakup rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pengembangan, yang menjadi salah satu dasar dalam merumuskan  kebijakan  dan  strategi  pengembangan  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan.   4.1 Visi dan Misi Pengembangan 

Sebagai  salah  satu  kawasan  wisata  unggulan  Provinsi  Jawa  Barat,  visi  dan  misi pengembangan pariwisata Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan mengacu kepada visi pengembangan pariwisata  Jawa Barat yang  tercantum dalam RIPPDA Provinsi  Jawa Barat 2006,  yaitu  “Terwujudnya  pariwisata  Jawa  Barat  yang mengangkat  harkat  dan martabat, serta  meningkatkan  kesejahteraan  sosial,  budaya,  dan  ekonomi  masyarakat  dalam lingkungan yang berkelanjutan”.  

Selain  itu,  beberapa  isu  strategis utama pengembangan wisata  kria dan  budaya Priangan juga menjadi  landasan bagi pengembangan kepariwisataan di kawasan wisata  ini.  Isu‐isu strategis utama tersebut adalah: 

- Penciptaan  suasana  kria  dan  budaya  priangan  di  seluruh  kawasan  yang  dapat dirasakan oleh pengunjung maupun masyarakat yang bermukim di kawasan ini. 

- Diversifikasi  kria  berbahan  baku  lokal,  berkualitas  internasional,  yang  perlu  terus dilakukan  dengan menggali  potensi  yang  dimiliki,  dan  tetap mengacu  pada  standar internasional. 

- Pelestarian budaya dan produk kria Priangan, agar tetap eksis dan terjaga keasliannya, serta tidak mudah ditiru oleh pihak lain dan diakui sebagai kria daerah lain.  

- Komitmen pengambil kebijakan di bidang kepariwisataan, yang seringkali tidak  jelas dan berubah‐ubah. 

- Pembagian  peran  antardaerah,  maupun  koordinasi  antarpublik‐privat  yang  perlu diperjelas dan ditingkatkan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan. 

- Pemberdayaan  masyarakat  lokal  di  bidang  kepariwisataan,  yang  ditujukan  bagi kesejahteraan masyarakat.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

1

Page 134: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

- Mitigasi  bencana  yang  perlu  diperhatikan  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan. 

Isu‐isu  tersebut  merupakan  isu  yang  saling  terkait  dan  harus  dipecahkan  bersama. Penciptaan  suasana kria dan  budaya di Kawasan Priangan perlu didukung  oleh berbagai kondisi yang saling menunjang. Penggalian produk kria baru sekaligus pelestarian terhadap budaya  Priangan  diharapkan  dapat  memantapkan  tema  utama  kawasan  ini,  sekaligus menjadikannya  tetap  eksis,  unik,  khas  dan  berdaya  saing.  Tentunya  ini  semua  perlu dukungan yang menerus dari pengambil kebijakan, melalui pembagian peran antardaerah yang  tercakup  dalam  kawasan  ini,  dan  koordinasi  antara  seluruh  stakeholder. Masyarakat lokal  pun  perlu  diberdayakan  agar  turut  berpartisiapsi  dalam  pengembangan kepariwisataan di kawasan, dengan menjadi subjek pembangunan, dan tidak hanya sebagai objek.  

Pencermatan  terhadap kondisi  lingkungan melalui mitigasi bencana yang  terkelola dengan baik diharapkan akan dapat mewujudkan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan yang unggul. Pengembangan pariwisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan selain itu  diharapkan memberi  kontribusi  dalam mencapai  pembangunan wilayah  Priangan  secara khusus dan Provinsi Jawa Barat secara umum.  

Oleh karena itu, rumusan visi pengembangan pariwisata Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut: 

“Terwujudnya  destinasi wisata  kria  dan  budaya  Priangan  yang  berdaya saing, lestari, dan menyejahterakan masyarakat”. 

  Dengan demikian misi pengembangan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan adalah sebagai berikut: 

‐ Meningkatkan kualitas dan daya  saing produk kria, melalui pelatihan, penelitian, dan pemasaran produk kria. 

‐ Mengusung jati diri/budaya Priangan yang mengangkat harkat, martabat, dan nilai‐nilai luhur masyarakat Priangan. 

‐ Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal secara luas. 

‐ Mengembangkan  kelembagaan  antara  industri  kria,  koperasi,  UKM  berazaskan  kerja sama yang saling menguntungkan antara semua stakeholders. 

‐ Menjaga keberlanjutan lingkungan (alam dan budaya Sunda), termasuk keselamatan dan mitigasi bencana. 

4.2 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Kawasan 

Tujuan  dan  sasaran  pengembangan  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan dirumuskan sebagai berikut: 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

2

Page 135: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Melakukan penataan  (perencanaan dan pengelolaan) objek dan daya  tarik wisata kria dan budaya agar lebih produktif, unggul, dan berdaya saing tinggi. 

Sasaran: 

- Tersusunnya  rencana  pengembangan  objek  dan  daya  tarik wisata  kria,  budaya, gunung  api,  yang mengimplementasikan  pendekatan  pengembangan  pariwisata berkelanjutan. 

- Tersusunnya manajemen  pengelolaan  objek  dan  daya  tarik wisata  kria,  budaya, gunung api yang efektif dan terpadu. 

- Tersedianya kebutuhan fasilitas pariwisata yang mendukung tema kawasan. 

‐   Terciptanya kerja sama lintassektoral dan lintasdaerah dalam pengembangan objek wisata kria dan budaya Priangan, serta objek wisata gunung api. 

Mengembangkan  kegiatan  pariwisata  yang  berkaitan  dengan  berbagai  potensi  dan peluang  kepariwisataan  di  kawasan  (kria,  budaya,  gunung  api)  sehingga  dapat dimanfaatkan  secara  optimal  oleh  seluruh  masyarakat,  pelaku  bisnis,  maupun pemerintah setempat. 

Sasaran: 

- Terintegrasinya kegiatan industri kria/kerajinan dengan kegiatan pariwisata. 

- Terciptanya produk‐produk pariwisata baru yang menunjang tema wisata kria dan budaya Priangan. 

- Meningkatnya peran sektor pariwisata di Kawasan Priangan dalam pembangunan wilayah. 

Meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat  lokal  secara merata, baik kuantitas maupun kualitasnya. 

Sasaran: 

- Berkembangnya usaha kecil dan menengah  lokal  sebagai pendukung wisata kria dan budaya Priangan.  

- Meningkatnya proporsi manfaat ekonomi langsung dari berbagai keuntungan dan pengembangan pariwisata di tingkat lokal/objek wisata. 

- Meningkatnya  pemberdayaan  dan  partisipasi  masyarakat  serta  kemitraan  di tingkat  daerah,  termasuk  dalam  upaya  mengembangkan  dan  memperkuat pariwisata berbasis masyarakat. 

Meningkatkan  pengendalian  dan  pemeliharaan  lingkungan  pariwisata  untuk menciptakan keseimbangan dalam berbagai aspek, guna  terwujudnya kualitas produk kria dan budaya Priangan. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

3

Page 136: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Sasaran: 

- Tersosialisasikannya  berbagai  aspek dan dampak pengembangan pariwisata  kria dan budaya ke masyarakat setempat. 

- Berubahnya  persepsi  bahwa  pariwisata  itu  berskala  besar,  mewah,  dan  pekat maksiat,  menjadi  persepsi  positif,  bahwa  pariwisata  itu  bisa  berskala  kecil, sederhana, tetapi indah dan bersih. 

- Terlestarikannya  lingkungan dan budaya Priangan yang  serasi dengan nilai‐nilai sosial budaya masyarakat dan kearifan lokal. 

Memperkuat tema budaya Priangan dan kria khas lokal yang bernilai strategis, untuk mendorong  pertumbuhan  kunjungan  dan  lama  tinggal  serta  tingkat  pengeluaran wisatawan ke kawasan secara khusus, maupun ke Provinsi Jawa Barat pada umumnya.  

Sasaran: 

- Terciptanya  citra  kria  dan  budaya  Priangan, melalui  pengembangan wisata  kria dan budaya Priangan. 

- Berkembangnya potensi alam pegunungan, sebagai daya tarik wisata pendukung. 

- Terpromosikannya  kegiatan  dan  produk  kria/kerajinan  khas  Priangan  secara nasional dan internasional. 

- Diterapkannya budaya Priangan di lingkungan sekitar objek wisata. 

4.3 Kebijakan  dan  Strategi  Pengembangan  Kawasan  Wisata  Kria  dan Budaya Priangan 

Kebijakan  pengembangan  pariwisata  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan didasarkan pada pertimbangan: 

- Potensi dan permasalahan  kepariwisataan di  kawasan dari  berbagai  aspek  khususnya pengembangan produk wisata yang terkait dengan tema utama kawasan, kondisi pasar wisatawan,  transportasi dan  infrastruktur,  serta  aspek  SDM dan  kelembagaan,  seperti yang dijelaskan pada bab 3. 

- Isu‐isu  strategis  pengembangan  pariwisata  di  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya Priangan, yang dijabarkan pada subbab 3.7. 

- Konsep pengembangan, visi, misi,  tujuan dan sasaran pengembangan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan yang dirumuskan pada subbab 4.1 dan 4.2. 

Kebijakan pengembangan pariwisata yang dirumuskan mencakup kebijakan pengembangan perwilayahan,  pengembangan  produk  wisata,  pengembangan  transportasi  dan infrastruktur, pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan  SDM, pengembangan 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

4

Page 137: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

kelembagaan,  serta  pengembangan  investasi  untuk  lingkup  Kawasan  Wisata  Kria  dan Budaya Priangan. 

4.3.1 Pengembangan Perwilayahan 

Perwilayahan setiap KWU provinsi akan terdiri dari destinasi‐destinasi dengan luasan yang lebih kecil, yang merupakan kumpulan (cluster) dari berbagai objek dan daya tarik wisata yang  menjadi  unggulan  maupun  pendukung  KWU  tersebut.  Dengan  demikian,  di Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan,  setiap  destinasinya merupakan  cluster  dari objek dan daya tarik wisata kria, dan atau budaya, dan atau wisata gunung api. 

Lebih  lanjut,  antarcluster  di  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan memiliki  suatu hirarki, yang menggambarkan pusat, yaitu pusat KWU, dalam hal ini Kota Tasikmalaya, dan destinasi pendukungnya. Selain  itu, perlu direncanakan aksesibilitas antarcluster  tersebut sesuai dengan keterkaitannya,  termasuk dengan pusat KWU, dengan pintu gerbang KWU tersebut, dengan objek dan daya  tarik wisata pendukung, maupun dengan KWU Provinsi Jabar lainnya. 

Di  masing‐masing  cluster  pun  perlu  direncanakan  fasilitas  yang  perlu  tersedia,  sesuai dengan hirarki dan fungsi cluster tersebut dalam lingkup Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Kebijakan : 

Pengembangan beberapa  cluster daya  tarik wisata di dalam Kawasan Wisata Kria dan Budaya  Priangan  berdasarkan  kedekatan  karakteristik  produk  pariwisata  dan perwilayahannya.  

Pengembangan struktur perwilayahan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan yang menghubungkan  antara  satu  cluster  dengan  cluster  lain,  cluster‐cluster  dengan  pusat kawasan maupun dengan pintu gerbang kawasan, secara terpadu. 

Pengembangan  berbagai  aktivitas  yang mendukung  tema  produk  utama  kawasan  di dalam cluster sebagai generator kegiatan kepariwisataan. 

Integrasi antara kebijakan ketataruangan baik di level makro, meso, maupun mikro.  

Strategi pengembangan: 

Mengembangkan  cluster‐cluster daya  tarik wisata  yang menunjukkan  keragaman daya tarik  wisata  kria  dan  budaya  sebagai  destinasi  pariwisata  dalam  Kawasan  Kria  dan Budaya Priangan. 

Menentukan  hirarki  antardestinasi  dan  fungsinya  masing‐masing  dalam  menunjang tema produk utama kawasan. 

Menentukan  entry  point  dan  keterhubungan  antardestinasi,  antarobjek  wisata pendukung tema utama, maupun antarobjek wisata lainnya. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

5

Page 138: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Meningkatkan  keterhubungan  destinasi  dalam  Kawasan  Kria  dan  Budaya  Priangan dengan pusat  kawasan dan pintu  gerbang  kawasan melalui pengembangan  jalur‐jalur beraksesibilitas tinggi. 

Klaster Wisata Kria dan Budaya Priangan 

Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Priangan  terbagi  ke  dalam  beberapa  klaster  yang mempunyai  kekhasan  tema.  Tema  utama  ini  mengaksentuasi  ditunjang  oleh  tema‐tema pendukung yang bersifat memperkuat  tema utama. Aksentuasi  tema  sendiri didasari oleh potensi  yang  terdapat  dalam  kawasan.  Secara  lebih  jelasnya  dapat  dilihat  dalam  tabel  di bawah ini. 

 

Tabel 4.1 Klaster KWU Kria dan Budaya Priangan 

 

Klaster  Daya Tarik Utama  Daya Tarik  Pendukung 

Pusat Pelayanan 

Klaster Garut  

• Wisata gunung api Guntur‐Kamojang 

• Wisata gunung api Papandayan 

• Wisata budaya Cangkuang (Situ & Candi Cangkuang, Kampung Pulo) 

• Wisata Kria dan Budaya Kota Garut (kerajinan kulit, batik tulis) 

• Kuliner • Atraksi kesenian • Wisata alam Situ 

Bagendit • Kerajinan 

sangkar burung  

Kota Garut 

Klaster Tasik  

• Wisata gunung api Galunggung‐Talagabodas 

• Wisata budaya Kampung Naga 

• Wisata kria dan budaya Tasik  (batik tasik, bordir, payung, kerajinan bambu, kelom geulis, mendong, mebel kayu) 

• Kria dan budaya Rajapolah (anyaman, pandan) 

• Kuliner • Atraksi kesenian • Kerajinan bordir • Batik tasik • Situ Gede  • Bordir Kawalu • Wisata kria NegaraTengah 

• Kerajinan kaligrafi 

 

Kota Tasik 

Klaster Ciamis‐Banjar  

• Wisata Kria (bordir, mendong, miniatur alat musik, sangkar burung)  

• Wisata Budaya Astana Gede 

• Wisata Budaya Kampung Kuta 

• Kuliner • Wisata alam (Situ mustika) • Wisata budaya (situs pulo majeti, kokoplak, Karangkamulyan)

• Atraksi Kesenian (reog tumaritis) 

Kota Ciamis  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

6

Page 139: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

7

Klaster  Daya Tarik Utama  Daya Tarik  Pendukung 

Pusat Pelayanan 

• Wisata alam (Curug Tujuh, G. Haruman) 

 

Lebih lanjut, mengenai pembagian klaster dapat dilihat pada peta 4.1 di halaman berikut ini. 

 

4.3.2 Pengembangan Produk Wisata  

Produk wisata  dapat  diartikan  sebagai  rangkaian  komponen‐komponen  pariwisata  yang memberikan pengalaman perjalanan bagi wisatawan sejak ia meninggalkan rumah hingga kembali ke rumahnya. Komponen‐komponen tersebut meliputi objek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana transportasi, akomodasi, restoran atau rumah makan, sarana informasi dan telekomunikasi, dan komponen amenitas lainnya.  

Pengalaman  perjalanan  dan  berwisata  di  Kawasan  Wisata  Unggulan  Kria  dan  Budaya Priangan, difokuskan pada kria dan budaya sebagai tema utama serta gunung api, sebagai tema  pendukung.  Fokus  tema  yang  didasarkan  pada  potensi  unggulan  daerah, dikembangkan untuk membangun citra budaya dan suasana Priangan, melalui pengemasan produk  wisata  dan  komponen  pariwisata  yang  terkait,  seperti  sarana  dan  prasarana transportasi dan fasilitas pendukung pariwisata (akomodasi, restoran atau rumah makan).  

Pengembangan produk wisata yang berkualitas, berkelanjutan dan berbasis masyarakat juga menjadi perhatian. Sejalan dengan hal  tersebut, penting untuk dilaksanakan suatu rencana mitigasi bencana, upaya pelestarian (preservasi, konservasi) alam dan pusaka budaya yang melibatkan masyarakat setempat. 

Kebijakan : 

Pengembangan produk wisata kria dan budaya Priangan diarahkan untuk memperkuat tema utama kawasan dan memberikan manfaat bagi  lingkungan  fisik,  sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. 

Pengembangan  produk  wisata  gunung  api  diarahkan  untuk  memperkuat  tema pendukung kawasan dengan tetap memperhatikan upaya mitigasi bencana. 

Pengembangan  objek  dan  daya  tarik  wisata  lain  di  dalam  kawasan,  baik  untuk mendukung tema wisata kria dan budaya Priangan maupun wisata gunung api. 

Pengembangan  produk  wisata  ditujukan  untuk  mendukung  upaya  konservasi, preservasi,  dan  rehabilitasi  serta  pemberdayaan  masyarakat  di  Kawasan  Priangan.

Page 140: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

khir

angan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    a Kria dan Budaya Priangan

8

Gambar 4.1 Peta Klaster Kawasan Wisata Unggulan Kria dan Budaya Priangan 

Laporan A

Penyusunan Action Plan PengembKawasan Wisat

 

Page 141: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

 

Pengembangan kualitas produk wisata kria dan budaya Priangan yang khas, unik dan berdaya saing. 

Strategi pengembangan: 

Memperkuat  tema utama  kawasan  yaitu wisata  kria dan  budaya melalui diversifikasi dan pengembangan objek dan daya tarik wisata kria dan budaya. 

Memprioritaskan pengembangan produk wisata kria dan budaya Priangan yang dapat memberikan  manfaat  langsung  kepada  masyarakat,  baik  manfaat  ekonomi  maupun manfaat sosial budaya. 

Meningkatkan upaya preservasi  terhadap produk wisata kria dan budaya yang  sudah langka. 

Memperkuat  tema pendukung kawasan yaitu wisata gunung  api yang  terkait dengan setting wilayah pegunungan Priangan. 

Mengembangkan  produk  wisata  gunung  api  sebagai  salah  satu  upaya  konservasi lingkungan alam pegunungan. 

Meningkatkan kualitas produk wisata kria dan budaya Priangan dengan standar kualitas nasional dan internasional.  

Memunculkan  brand  identity  kawasan  wisata  kria  dan  budaya  Priangan  melalui pengembangan  brand  image  yang  didukung  oleh  seleksi  dan  aksentuasi  produk,  serta slogan dan simbolisasi. 

Meningkatkan kualitas kenyamanan dan keamanan di kawasan wisata kria dan budaya Priangan, baik dari faktor fisik maupun psikologis. 

Meningkatkan standar kualitas pelayanan dalam usaha pariwisata. 

Mengembangkan nilai‐nilai lokal dalam pengembangan produk wisata kria dan budaya Priangan. 

Meningkatkan  kualitas  ruang/spasial  melalui  penonjolan  karakter  desain  arsitektural yang berciri khas kawasan wisata kria dan budaya Priangan. 

4.3.3 Pengembangan Transportasi dan Infrastruktur 

Pengembangan atau perbaikan sistem  transportasi dan  infrastruktur pada dasarnya adalah upaya  untuk  mengevaluasi  kondisi  eksisting  yang  dilanjutkan  dengan  pengembangan jaringan  transportasi dan  infrastruktur sesuai dengan karakteristik wilayah,  jenis angkutan dan  pola  pergerakannya.  Pengembangan  skenario  jaringan  transportasi  didasarkan  pada pemikiran‐pemikiran perbaikan sistem transportasi.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

9

Page 142: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Pengembangan  sistem  transportasi  untuk  mendukung  sektor  pariwisata  merupakan  hal penting  yang  harus  mengikutsertakan  rencana  pengembangan  pariwisata  di  kawasan. Dalam  perencanaannya,  jaringan  transportasi  dapat  digunakan  untuk  menumbuhkan demand  (creating  demand)  dan/atau  melayani  demand  (servicing  demand)  terhadap pengembangan suatu kawasan wisata.  

Pengembangan  infrastruktur  dipandang  sebagai  peluang  untuk  menjangkau  pasar  yang sangat  potensial  baik  untuk  pemasaran  produk  secara  langsung  maupun  tak  langsung. Kebijakan  diperlukan  sebagai  jaminan  pelayan  prima  yang  efektif,  efisien,  dan  murah kepada  masyarakat  maupun  kepada  investor  yang  ingin  menanamkan  modalnya  di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Kebijakan: 

Pengembangan sistem transportasi kawasan untuk mendukung wisata kria dan budaya Priangan, serta wisata gunung api.  

Peningkatan efisiensi kinerja jaringan transportasi eksisting dan skenario pengembangan transportasi di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan, melalui pembenahan sarana dan  prasarana  infrastruktur  yang  ada,  baik  kuantitas  maupun  kualitasnya  dalam menunjang pariwisata. 

Mendorong pembangunan  infrastruktur  kawasan, dengan pemerintah  sebagai pemain utama,  serta  peningkatan  pelibatan  swasta  dan  masyarakat  dalam  pembangunan infrastruktur pendukung wisata kria, budaya, dan wisata gunung api di kawasan. 

Pendekatan  terpadu dalam pembangunan  infrastruktur mulai dari perencanaan hingga pelayanannya  kepada  masyarakat,  yang  bersinergi  antarsektor,  daerah,  maupun wilayah. 

Strategi pengembangan: 

Mengoptimalkan  sarana dan prasarana  transportasi maupun  infrastruktur di kawasan, dengan penggunaan sumberdaya seefisien mungkin. 

Mengevaluasi  efisiensi  kinerja  jaringan  transportasi  dan  infrastruktur  eksisting  di kawasan dan perumusan skenario pengembangannya. 

Pembenahan  sarana  dan  prasarana  infrastruktur wilayah,  khususnya  yang  berada  di objek dan daya tarik wisata sehingga sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 

4.3.4 Pengembangan Pasar dan Pemasaran 

Aspek pasar wisatawan menentukan pengembangan dari produk wisata yang ditawarkan suatu kawasan wisata. Diperlukan pemahaman  tentang karakteristik pasar, baik kuantitas maupun  kualitasnya,  untuk  kemudian  menjadi  pertimbangan  dalam  mengemas  produk wisata, dan strategi pemasaran serta teknik promodi yang akan dilakukan. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

10

Page 143: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Kebijakan: 

Pengembangan  segmen  pasar wisatawan  rekreasi  dan  budaya  sebagai  segmen  pasar potensial, serta segmen pasar wisatawan minat khusus gunung api sebagai segmen pasar baru. 

Pengembangan strategi pemasaran yang sesuai untuk pasar wisatawan rekreasi, budaya, dan minat khusus gunung api. 

Pengembangan  pendekatan  pemasaran  pariwisata  terpadu  dengan  kawasan  wisata unggulan lainnya, secara efektif dan efisien. 

Strategi pengembangan: 

Mempertahankan  dan  memperkuat  segmen  pasar  wisatawan  utama  saat  ini,  yaitu wisatawan nusantara  lokal dan  regional untuk  kegiatan  rekreasi,  khususnya Bandung dan  wilayah  Jawa  Barat  timur,  serta  wisatawan  nusantara  dan  mancanegara  yang melalui jalur Jawa Tengah/Timur menuju Lampung/DKI Jakarta (overland tourists).  

Mengembangkan  segmen  baru  pasar  wisatawan  sesuai  dengan  arah  pengembangan produk pariwisata di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan yang bertema utama kria dan budaya, serta tema pendukung wisata gunung api. 

Memperluas  segmen pasar wisatawan  rekreasi dengan menangkap potensi pasar dari kota‐kota besar di sekitar Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan. 

Mengembangkan segmen pasar wisatawan minat khusus budaya, termasuk kria, kuliner, dan belanja, serta wisatawan minat khusus wisata gunung api. 

Memanfaatkan  segmen  pasar  wisata  minat  khusus  dan  budaya  di  KWU  lainnya, khususnya  KWU  Perkotaan  dan  Pendidikan  Bandung,  KWU  Minat  Khusus  Jabar Selatan, dan KWU Budaya Pesisir Cirebon, dan destinasi pariwisata budaya  lainnya di Indonesia (Yogyakarta, Bali). 

Memasarkan produk wisata kawasan dengan tema kria dan budaya Priangan, dan atau wisata gunung api dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. 

Memasarkan produk wisata kria dan budaya Priangan dalam kerangka konsep Tourism, Trade, and Investment (TTI), khususnya dengan industri kerajinan kecil dan menengah. 

Memasarkan produk wisata kria dan budaya Priangan terpadu dengan KWU Jawa Barat lainnya. 

Mengembangkan riset terpadu dalam pengembangan pasar wisatawan untuk membidik pasar wisatawan utama, sekunder dan lainnya. 

Mengembangkan berbagai  teknik promosi  (direct marketing,  iklan,  sales  promotion,  travel trade) secara tepat guna dan tepat sasaran. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

11

Page 144: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

4.3.5 Pengembangan Sumber Daya Manusia 

Sumber  daya  manusia  (SDM)  adalah  salah  satu  unsur  penting  dalam  pengembangan destinasi pariwisata, yang meliputi aparat pemerintah,  industri swasta, hingga masyarakat lokal.  

Kebijakan: 

Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, terutama di daerah tertinggal, baik profesional maupun tenaga trampil. 

Peningkatan kualitas pelayanan pariwisata khususnya SDM yang berhadapan langsung dengan wisatawan. 

Pemberdayaan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata di daerahnya.  

Peningkatan pemahaman, pengetahuan, kesadaran seluruh pelaku pariwisata (termasuk masyarakat) terhadap pariwisata. 

Strategi pengembangan: 

• Mengembangkan  skill  transfer melalui  berbagai  pelatihan/training  yang ditujukan  bagi peningkatan kualitas SDM di bidang kepariwisataan. 

• Mengembangkan  dan  meningkatkan  kualitas  lembaga  pendidikan  kepariwisataan  di kawasan. 

• Memperbanyak    jumlah SDM yang berkualitas sehingga meningkatkan pengembangan kepariwisataan di kawasan. 

• Mengadakan  standarisasi  kompetensi  SDM  di  bidang  kepariwisataan  yang menghasilkan sertifikasi keahlian tertentu. 

• Meningkatkan upaya pembinaan kepariwisataan kepada masyarakat pelaku pariwisata dan masyarakat yang tinggal di sekitar daya tarik wisata Kria dan Budaya Priangan. 

• Meningkatkan upaya pendampingan kepada masyarakat pelaku pariwisata dari proses perencanaan, pengelolaan, sampai pemasaran produk kria dan budayanya. 

4.3.6 Pengembangan Kelembagaan 

Pengembangan  pariwisata  yang  cenderung  rumit  tidak  dapat  hanya  diemban  oleh  satu institusi saja, misalnya oleh Dinas Pariwisata. Diperlukan   kerjasama dan koordinasi antar sektor, baik publik maupun privat, yang terbuka dan efisien, serta didukung oleh SDM yang mumpuni.   

Pengembangan  kelembagaan  kepariwisataan  kawasan  mencakup  efisiensi  kelembagaan pariwisata,  peningkatan  koordinasi  dan  konsolidasi  antarlembaga,  serta  peningkatan kemitraan  antara  institusi/lembaga.  Dukungan  kelembagaan  dengan  demikian,  sangat 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

12

Page 145: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

diperlukan untuk memastikan bahwa kebijakan, strategi maupun program pengembangan yang dirumuskan dapat dilaksanakan dengan baik dan  sesuai dengan  tujuan dan  sasaran masing‐masing program. 

Kebijakan: 

Peningkatan koordinasi dan konsolidasi antarlembaga dan antarwilayah kabupaten/kota di  Jawa  Barat,  maupun  dengan  provinsi  lain/nasional/internasional  melalui  lembaga terkait pariwisata dan budaya, termasuk komitmen dari para pengambil keputusan yang terkait dengan pariwisata. 

Pengembangan  kelembagaan,  sistem  dan  penyederhanaan  prosedur  perijinan  untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. 

Peningkatan  kemitraan  antara  institusi/lembaga  yang  terkait  dengan  pengembangan wisata kria dan budaya maupun wisata gunung api di kawasan Priangan. 

Pengembangan  kelembagaan  dalam  hal  perpajakan  dan  retribusi  yang  terkait  dengan pengembangan  wisata  kria  dan  budaya  maupun  wisata  gunung  api  di  kawasan Priangan. 

Pengembangan  kelembagaan  dalam  pemasaran  dan  promosi wisata  kria  dan  budaya serta wisata gunung api di kawasan Priangan. 

 

Strategi Pengembangan: 

• Mengembangkan tourism information system dan e‐government yang dapat mempermudah pengelolaan kepariwisataaan kawasan. 

• Mengembangkan  tugas,  fungsi  dan wewenang  kelembagaan  terkait  baik  dalam  skala makro, meso dan mikro  secara  integratif  agar  tidak  terjadi  ketumpangtindihan dalam menyusun kebijakan. 

• Mengembangkan  asosiasi  profesi  kepariwisataan  serta memperkuat  peran  dan  fungsi lembaga masyarakat yang bergerak di bidang kepariwisataan seperti KOMPEPAR. 

• Mengembangkan  sarana  dan  prasarana  operasional  sebagai  penunjang  kegiatan kelembagaan. 

• Menerapkan  instrumen  kebijakan  berupa  insentif  dan  disinsetif  seperti  pajak  dan regulasi yang mendukung pengembangan kepariwisataan. 

• Meningkatkan  hubungan  kemitraan  yang  bernuansa  pembinaan  dan  saling menguntungkan  antara  pelaku  pariwisata,  baik  pemerintah,  swasta,  maupun masyarakat. 

 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

13

Page 146: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

4.3.7 Pengembangan Investasi 

Berbagai  program  yang  dirumuskan  perlu  untuk  diimplementasikan  sehingga  menjadi berwujud  dan menunjang  pembangunan  kepariwisataan.  Diperlukan  investasi  baik  oleh pemerintah dan khususnya pihak swasta dalam menunjang pengembangan wisata kria dan budaya di Priangan. 

Kebijakan: 

Promosi  terpadu  investasi  pariwisata  di Kawasan  Priangan  dan  Jawa  Barat, maupun Indonesia dan mancanegara, dengan promosi sektor‐sektor  lainnya, khususnya  industri kerajinan. 

Penyederhanaan/pemberian kemudahan/insentif bagi  investor yang  ingin menanamkan modalnya di bidang kepariwisataan maupun industri kerajinan berbahan baku lokal dan atau yang terkait di kawasan Priangan. 

Peningkatan  investasi  sarana  dan  prasarana  wisata  maupun  industri  kerajinan  oleh swasta dan masyarakat, khususnya di lokasi‐lokasi yang menjadi daya tarik wisata kria dan budaya serta daya tarik wisata gunung api. 

Strategi Pengembangan: 

Peningkatan  kerjasama  promosi  investasi  dengan  sektor  lain  di  wilayah  Priangan, khususnya  industri  kerajinan,  industri  makanan  dll,  maupun  di  Jawa  Barat  atau nasional. 

Mengembangkan sistem dan prosedur pengembangan investasi terpadu dengan sektor‐sektor terkait di kawasan Wisata Kria dan Budaya.  

Mengembangkan kelembagaan pengelola  investasi di kawasan wisata kria dan budaya Priangan. 

Menerapkan kebijakan yang mendorong masuknya arus  investasi ke kawasan kria dan budaya Priangan. 

Mengembangkan  business  plan  yang  kuat  dalam  mengembangkan  dan  mengelola kepariwisataan kawasan wisata kria dan budaya Priangan.  

Mengembangkan kemitraan yang kokoh antara berbagai stakeholders terkait. 

Mengembangkan website  atau  data  base  yang  dapat memberikan  informasi mengenai potensi berinvestasi di kawasan wisata kria dan budaya Priangan yang ditujukan bagi para investor.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat IV  ‐    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

14

Page 147: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

P

BAB 5 

PPRRROOOGGGRRRAAAMMM   PPPEEENNNGGGEEEMMMBBBAAANNNGGGAAANNN   KKKEEEPPPAAARRRIIIWWWIIISSSAAATTTAAAAAANNN   

 

 

 

Dalam  penyusunan  program  pengembangan  kepariwisataan  di  Kawasan  Kria  dan Budaya Priangan, perlu ditinjau kembali pengertian kria yang digunakan dalam studi ini, serta  permasalahan  maupun  isu‐isu  strategis  yang  dihadapi  dalam  pengembangan kepariwisataan di kawasan Priangan. Hal  tersebut merupakan  salah satu pertimbangan dalam merumuskan program yang sesuai dengan arahan, visi, misi maupun  tujuan dan sasaran pengembangannya. 

Kria dan Karakteristiknya 

Kria  dapat  didefinisikan  sebagai  ”seni  dari  rakyat  untuk  rakyat,  berupa  karya  yang anonim, dikerjakan melalui  tangan,  tidak mahal, berakar dari benda yang digunakan secara  massal  dan  fungsional  dalam  kehidupan  sehari‐hari,  dan  merupakan representasi wilayah tempat benda tersebut diproduksi” (ICCROM, 2002). Di sini, kria tidak hanya dipahami sebagai ’barang’ atau ’benda’ hasil budidaya manusia, tetapi juga sebagai proses pembelajaran, proses ekonomi, dan proses kreatif.  

Merujuk pada definisi tersebut, dalam studi ini kria bukan hanya berupa kerajinan tangan maupun  proses  pembuatannya  tetapi  lebih  dari  itu,  kria  berakar  pada  latar  belakang suatu  komunitas, misalnya  struktur masyarakat,  nilai‐nilai  sosial  budaya,  dan  sejarah. Lebih  lanjut, kria dapat dirinci  sebagai  suatu proses, memiliki dimensi yang  signifikan (dimensi  sosial,  religius,  dan  budaya)  serta  memiliki  keterkaitan  dengan  ruang  dan lingkungan secara dinamis, seperti dijelaskan pada Gambar 5.1 berikut.   

          

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 1    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 148: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

                

Gamb  5.1 Karakteristik Kria: Proses, Dimensi, dan Konteks

Keterkaitan  masyarakat  Sunda  dengan  lingkungan  alam‐budaya  (cultural  landscape) ditunjukkan pula melalui kerajinan lokal yang kini berkembang ke arah industri kria. Hal ini menjadi dasar bagi pembentukan Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dengan tema utama produk‐produk unggulan/baran ‐barang kria serta potensi budaya; dan tema pendukung adalah wisata gunung api dan fenomenanya.  

Permasalahan  Pengembangan  Kepariwisataan  di  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya 

ar

 

g

Priangan 

Beberapa  permasalahan  pengembang isataan  di  kawasan  ini  menyangkut pengembangan  da   infrastruktur, pasar  wisatawan,  sumber  daya  manusia,  serta  kelembagaan  pendukung,  yang  dapat dirangkum sebagai berikut. 

n daya tarik wisata. 

Belum maksimalnya upaya dalam menciptakan  rasa aman bagi pengunjung, karena 

nya kemampuan manajerial di dalam pengelolaan dan pemanfaatan produk‐

an  kepariwya  tarik wisata,  fasilitas  pendukung,  transportasi  dan

A. Daya Tarik Wisata 

Belum adanya apresiasi pengembangan yang memadai  terhadap keunikan dan citra kawasan sebagai kawasan wisata kria dan budaya Priangan. 

Belum terintegrasinya komplementaritas antarobjek da

pada beberapa lokasi objek wisata masih terjadi tindakan kejahatan dan pemerasan. 

Lemahproduk wisata, padahal pilihan objek wisata semakin beragam dan berkualitas. 

Pariwisata masih  berada pada  aspek  nonrasional dan  tidak pada  apresiasi  budaya, kesejarahan, dan pengemasan dalam hubungan dengan nilai‐nilai kesejamanan. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 2    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 149: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

an  akan  AMDAL  atau  bahkan  tidak  ada  AMDAL  sama  sekali, 

elalui  riset 

 

frastruktur,  seperti  jaringan  jalan,  listrik, 

  wisata  yang  sudah  ada  dan 

dan stakeholder lainnya. 

B. Fasilitas Pendukung

‐ A

Beb  manusia dan manaje   yang  belum 

emen hotel ng  sesuai 

n da  keluhan dari 

Restoran dan Rumah Makan 

di  Kawasan  Kria  dan  Budaya  Priangan  sudah cukup  baik  dalam  mengakomodir  kebutuhan  wisatawan.  Jumlahnya  mencukupi  dan 

i di mana saja. Hanya saja variasi makanannya hanya  terbatas pada  jenis masakan  Sunda,  Padang,  dan  aneka  masakan  Indonesia  lainnya.  Hal  ini  dapat 

Kurangnya  perhatipadahal  ini merupakan  salah  satu  syarat  sebelum  suatu  sumber  daya  alam  akan dikembangkan menjadi objek wisata alam. 

Kurangnya  penelitian  akan  kebutuhan  suatu  objek wisata,  khususnya mpasar baik secara regional, nasional maupun global. 

Kurangnya  keterkaitan  antarobjek wisata  yang  satu  dengan  yang  lainnya,  baik  di dalam lingkup kabupaten sendiri maupun dengan kabupaten sekitarnya.  

Kurangnya pemahaman dan perhatian akan  tata guna  lahan maupun  tata  ruang disekitar kawasan objek dan daya tarik wisata. 

Kurangnya apresiasi masyarakat terhadap seni budaya di daerahnya sendiri. 

Kurangnya  perhatian  akan  sarana  dan  prasarana  pada  objek  wisata  baik  dalam perencanaan, implementasi maupun operasional dan perawatan di lapangan. 

Kurang memadainya  jaringan pelayanan  indrainase, dan telekomunikasi. 

Kurangnya  diversifikasi  produk  dan  daya  tarikberkembang, sehingga dikhawatirkan akan membuat wisatawan jenuh. 

Kurang menariknya pengemasan dan pemasaran hasil/produk kria.  

Kurangnya pemeliharaan dan penataan sektor pembinaan seni tradisional.  

Kurangnya koordinasi dengan pelaku wisata 

Kurangnya kesiapan dalam mitigasi bencana, khususnya bencana gunung api

 

   Kepariwisataan 

komodasi 

erapa permasalahan terkait akomodasi antara  lain adalah sumber dayamen  pengelolaan  hotel.  Banyak  tenaga  kerja  di  fasilitas  akomodasi

memiliki pengetahuan yang cukup mengenai operasional hotel. Pihak manajjuga  belum  seluruhnya  menerapkan  sistem  pelayanan  yang  profesional  yade gan  SOP  (Standard Operating Procedure)  hotel,  sehingga  seringkali  awisatawan baik mancanegara maupun nusantara. 

‐ 

Secara  umum  rumah makan  yang  ada 

mudah ditemu

menyulitkan  terutama  bagi  wisatawan  mancanegara  yang  tidak  menyukai  masakan Indonesia. Tenaga kerja yang bekerja pada restoran dan rumah makan belum seluruhnya memiliki  pengetahuan  tentang  pelayanan dikarenakan  tingkat  pendidikan  yang  belum mencukupi. 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 3    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 150: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Terbatasnya biro perjalanan wisata yang ada di kawasan. Keberadaannya pun hanya ada dan  Ciamis,  sehingga  menyulitkan  akses  wisatawan 

khususnya yang berada diluar kota/kabupaten  tersebut untuk menggunakan  jasa usaha 

pat  penjualan  lebih  mahal  dibandingkan  jika  membeli  cenderamata  di pusatnya. 

C. Transportasi dan Infrastruktur 

ke objek dan daya tarik wisata. 

 peningkatan jaringan jalan akses menuju kawasan wisata sehingga 

 dalam menentukan arah perjalanan. 

umum  yang  perlu  ditingkatkan  dalam  melayani  untuk menuju lokasi objek dan daya tarik wisata. 

r u umumadalah:

mnikasi,  baik 

 telepon maupun telepon selular.  

 

‐ Biro Perjalanan Wisata 

di  Kota  Tasikmalaya,  Garut 

perjalanan wisata.Umumnya wisatawan  memakai jasa biro perjalanan wisata yang ada di luar kota seperti Bandung dan Jakarta.  

‐ Toko cenderamata 

Permasalahan  yang  dihadapi  terkait  dengan  cenderamata  yaitu  jumlah  dan  sebaran sentra cenderamata yang terbatas, serta harga cenderamata yang belum standar. Biasanya harga  di  tem

‐ Transportasi 

Permasalahan dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi secara umum adalah: 

• Kondisi    jaringan  jalan  di  daerah  KWU  Priangan  yang  perlu  dipelihara  untuk memperlancar mobilitas wisatawan 

• Masih dibutuhkanmeningkatkan aksesibilitas objek dan daya tarik wisata. 

• Kurang  tersedianya  papan  informasi  menuju  lokasi  objek  dan  daya  tarik  wisata sehingga wisatawan yang belum mengetahui secara  jelas lokasi tujuannya mendapat kesulitan

• Kondisi  pelayanan  angkutan kebutuhan wisatawan

‐ Infrastruktur 

Pe masalahan  dalam  penyediaan  sarana  dan  prasarana  infrastrukt r  secara    

• Penyediaan sarana air bersih dan fasilitas toilet di objek dan daya tarik wisata masih dirasakan masih kurang. 

• Pemeliharaan  kebersihan  dan  pengelolaan  sampah  di  lokasi  wisata  untuk meningkatkan  kebersihan  objek  dan  daya  tarik  wisata  serta  meningkatkan kenyamanan wisatawan.  

• Permasalahan yang  uncul di bidang  telekomunikasi,  secara umum  terkait dengan pemeliharaan  dan  peningkatan  layanan  daerah  jangkauan  telekomutelekomunikasi

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 4    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 151: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

- ngan wisatawan,  terkait  dengan  belum  adanya  paket  dan jalur perjalanan wisata yang mengintegrasikan berbagai daerah di Kawasan Wisata 

,  

- Belum dilakukannya riset pasar detil, khusus untuk Kawasan Wisata Kria dan Budaya 

isata  di  Kawasan Wisata  Kria  dan Budaya Priangan. 

- Keterbatasan  informasi,  promosi,  dan  pengemasan  produk  wisata  yang  diterima ga mereka  kurang  berminat  untuk  berkunjung  ke  berbagai  objek 

 S

Per

• Terbatasnya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada instansi pemerintahan, dalam hal 

i

• h dan keterlibatan  organisasi masyarakat yang diharapkan dapat menjadi  generator  pengembangan  kepariwisataan  berbasis  masyarakat  (tourism 

i pengembangan kepariwisataan KWU Priangan. 

 kegiatan wisata tidak semuanya sama dan baik. Hal ini   terhadap  pengembangan wisata  di  kawasan‐kawasan 

k

•   kria 

a a

D. Pasar Wisatawan 

Permasalahan umum dalam aspek pasar wisatawan adalah sebagai berikut: 

Masih  terbatasnya  kunju

Kria  dan  Budaya  Priangan   serta  belum  optimalnya  pengembangan berbagai  daya tarik wisata, sarana dan prasarana pendukung pariwisata. 

Priangan  sehingga  karakteristik  dan  kebutuhan  wisatawan  terhadap  produk pariwisata di kawasan wisata unggulan ini belum teridentifikasi. Riset pasar ini perlu dilakukan  dalam  pengembangan  produk  pariw

wisatawan  sehingwisata kria dan budaya. 

E. umber Daya Manusia 

masalahan umum dalam aspek sumber daya manusia adalah sebagai berikut: 

ini yang terkait dengan kepariwisataan. Minimnya personil yang berbanding terbalik dengan  t ngginya  beban/load  pekerjaan  berpotensi  untuk  dapat  menghasilkan terbatasnya pencapaian target dalam pengembangan kepariwisataan daerah. 

Terbatasnya  jumla

community  development).  Walaupun  pada  beberapa  daerah  sudah  terdapat KOMPEPAR  (Kelompok  Penggerak  Pariwisata),  tetapi  hal  ini  belum menunjukkan hasil yang signifikan bag

• Persepsi masyarakat terhadapdapat  dilihat  dari  penolakantertentu.  

• Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pariwisata, sehingga terbatasnya kualitas pelayanan yang diberikan dan kurangnya kebersihan yang terdapat di berbagai objek wisata. Kualitas ini menjadi tolo  ukur kenyamanan wisatawan. 

Minimnya pelatihan dan pendidikan mengenai pengembangan  keahlian usahadan budaya pada masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan stagnasi produk dengan ketiadaan  terobosan  atau  inovasi  produk‐produk  baru. Daya  jual menurun,  karena ketidakmampuan pengusaha untuk mengembangkan day  saingny  di bidang usaha pariwisata.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 5    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 152: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

ta kegagalan dalam menangkap pangsa pasar.  

 

 Lembaga

Permasalah

• Lembaga/institusi  pembuat  kebijakan  kepariwisataan  belum  didukung  oleh  SDM 

• Belum  tersedianya  atau  belum  berfungsinya  asosiasi profesi pariwisata di  sebagian 

• Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kegiatan operasional. 

a bagi pelaku pariwisata, yaitu wisatawan, peneliti/akademisi, nanaman 

• pelaku usaha wisata). 

tah  Daerah  seringkali mengakibatkan 

dan Budaya Priangan.  

• Ketidakmerataan  akses  informasi  (baik dari  internet,  radio,  tv, koran, dan  lain‐lain) yang  diterima  para  pelaku  usaha  pariwisata  yang  mengakibatkan  keterbatasan inovasi ser

• Terbatasnya jumlah guide atau pemandu baik lokal maupun regional yang memenuhi syarat,  yaitu  penguasaan  interpretasi  dan  bahasa.  Hal  ini  dapat  menghasilkan dangkalnya muatan interpretasi terhadap produk‐produk wisata.

• Terdapatnya  kecenderungan  krisis  SDM  dalam  pengembangan  industri  kria  dan budaya, contohnya kurangnya regenerasi pekerja, karena banyak generasi muda yang kurang tertarik untuk bergelut dalam bidang kria dan budaya (misal Batik Garutan). Hal  ini dapat mengakibatkan penciutan  jumlah usaha yang bergerak di bidang kria dan budaya. 

• Minimnya  ketersediaan  lembaga pendidikan  yang  terkait dengan pariwisata  akibat belum adanya standarisasi kompetensi SDM pariwisata. 

F.  Pendukung 

an umum dalam aspek lembaga pendukung adalah sebagai berikut: 

yang profesional. 

Belum  adanya perangkat  aparat pelaksana di kawasan objek dan daya  tarik wisata yang tersebar di wilayah KWU Priangan 

daerah, seperti HPI, PHRI, ASITA, ASPINDO.  

• Terbatasnya basis datinvestor,  dan  instansi  terkait  bagi  kepentingan  analisis  kepariwisataan,  peinvestasi, dan koordinasi antar stakeholders.  

Belum terbentuknya pola kemitraan yang jelas antara stakeholders pariwisata (instansi terkait, masyarakat,

Kurang membuka peluang  terhadap  investor dengan  jaminan kepastian hukum dan kemudahan perizinan. 

• Adanya  eksploitasi  terhadap  kehidupan masyarakat  adat  yang  kerap  diwujudkan melalui  pungutan  yang  ditarik  oleh  Pemerinmasalah.  

• RIPPDA yang  sudah  ada pada masing‐masing daerah hendaknya mengacu kepada RIPPDA  Provinsi  Jabar  dalam  upaya  menyamakan  persepsi  pembangunan  dan perencanaan pariwisata Kawasan Wisata Kria 

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 6    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 153: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Isu‐isu  Strategis  Pengembangan  Kepariwisataan  Kawasan Wisata  Kria  dan  Budaya 

 

Priangan 

Adapun  isu‐isu  strategis dalam pengembangan wisata kria dan budaya  adalah  sebagai 

1. an  suasana  kria  dan  budaya  Priangan  di  seluruh  kawasan  yang  dapat dirasakan oleh pengunjung maupun masyarakat yang bermukim di kawasan ini.  

angan.  Kurang optimalnya penciptaan suasana kria dan budaya Priangan yang terbentuk dari fisik (berupa  dimensi  ruang  kota),  aktivitas  (mencakup  pergerakan  dan  pola  perilaku masyarakat),  maupun  arti  (makna,  asosiasi)  dapat  membentuk  heterogenisasi 

2. Diversifikasi  kria  berbahan  baku  lokal,  berkualitas  internasional,  yang  perlu 

ngacu pada standar internasional. 

at 

3. , dan diakui sebagai kria daerah 

iri  suatu masyarakat. Hal  ini membutuhkan   genius

4.

at penting dalam menentukan arah pengembangan kepariwisataan daerah. Suatu komitmen diperoleh melalui kesepakatan dan arahan 

ya pergantian dalam  jabatan struktural para pengambil kebijakan tidak akan 

berikut: 

Pencipta

Isu  ini berkaitan dengan  identitas, citra atau  image kawasan yang hendak diangkat dalam  pengembangan  Kawasan  Wisata  Kria  dan  Budaya  Pri

persepsi yang dapat membingungkan wisatawan.  

terus  dilakukan  dengan  menggali  potensi  yang  dimiliki  kawasan,  dan  tetap me

Penciptaan produk kria  ini harus dibarengi dengan pemakaian bahan baku  lokal, yang  memanfaatkan  seluruh  material  dari  wilayah  sendiri.  Hal  ini  dapmeminimasi  leakage  atau  kebocoran  nilai  ekonomi  dalam  perekonomian  daerah. Penciptaan produk kria  juga harus dibarengi dengan kualitas yang mengacu pada standar internasional, sehingga mempunyai daya saing tinggi dan kompetitif dalam percaturan pasar internasional. 

Pelestarian  budaya  dan  produk  kria  Priangan,  agar  tetap  eksis  dan  terjaga keasliannya, dan tidak mudah ditiru oleh pihak lainlain.  

Isu  pelestarian  budaya  dan  produk  kria  berhubungan  dengan  nilai‐nilai  otentik yang memperlihatkan  identitas/jati  dperkuatan nilai‐nilai budaya yang khas yang memperlihatkan  lokal genius  (  loci) suatu kawasan agar tetap berkelanjutan.  

Komitmen  pengambil  kebijakan  untuk  mendukung  pengembangan  pariwisata, yang seringkali tidak jelas, dan berubah‐ubah. 

Isu ini merupakan hal yang sang

yang spesifik, jelas, terukur, realistis, serta mempunyai batasan waktu tertentu (time‐bound),  sehingga  dapat  menghasilkan  suatu  sistem  yang  berbasis  kuat.  Pada akhirnberpengaruh  terhadap  penerapan  berbagai  kebijakan,  dalam  hal  ini  yang berhubungan dengan pengembangan pariwisata.  

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 7    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 154: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

5.

 pariwisata. 

mbagian  tugas  dan  fungsi  berbagai instansi  maupun  pihak  terkait  lainnya  sehingga  dapat  meminimasi 

6.

g  omi, dimana kegiatan pariwisata 

didukung, dikembangkan, dan dikelola oleh masyarakat.  

7. ata Kria  dan  Budaya Priangan. 

e a, ,  etan  para wisatawan 

dan  penduduk  setempat. Di  dalamnya mencakup  pemantauan  dan  penyelidikan 

n  dalam  upaya  penyebarluasan  informasi  bencana  geologi yang sangat lintas sektoral, dan bukan hanya kewenangan sektor pariwisata. 

Struk

Pembagian peran antardaerah, maupun koordinasi antarpublik‐privat yang perlu diperjelas dan ditingkatkan untuk mendukung

Isu  ini  membahas  pentingnya  koordinasi  dan  kerjasama  antar  stakeholders kepariwisataan  yang  ditunjukkan melalui  pe

ketumpangtindihan kebijakan pengelolaan pariwisata daerah.  

Pemberdayaan masyarakat  lokal,  yang  ditujukan  bagi  kesejahteraan masyarakat melalui pariwisata.  

Isu  ini  berkaitan  dengan  partisipasi masyarakat  dalam  ke iatan  pariwisata yang dapat menghasilkan pemerataan pendapatan ekon

Mitigasi  bencana  yang  perlu  diperhatikan  di Kawasan Wis

Berkaitan  dengan  kondisi  fisik  wilayah  yang  rentan  terhadap  bencana  geologi (seperti  l tusan gunung berapi, gemp   longsor) maka  isu mitigasi b ncana harus mendapatkan  perhatian  khusus  sebagai  upaya  bagi  keselama

gunung  api  dalam  rangka  peringatan  dini,  inventarisasi  dan  pemetaan,  serta sosialisasi/penyuluha

tur Program Pengembangan Kawasan Kria dan Budaya  

Seperti yang telah disampaikan, penyusunan program pengembangan di kawasan Wisata Kri dan  Budaya  Priangan  didasarkan  pada  pertimbangan  berbagai  potensi  dan 

asalahan,  termasua 

perm k  isu‐isu strategis yang dihadapi kawasan dalam pengembangan produsebag LebihkawaPrianpengpengemban

 diharapkan dapat 

k wisata kria dan budaya sebagai produk unggulan utama, dan wisata gunung api ai produk pendukung. 

 lanjut, penentuan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan kepariwisataan di san menjadi payung bagi kebijakan dan strategi pengembangan pariwisata di KWU gan  untuk  aspek‐aspek  pengembangan  perwilayahan,  pengembangan  produk, embangan  pasar  dan  pemasaran,  pengembangan  transportasi  dan  infrastruktur, 

gan SDM dan kelembagaan, serta pengembangan investasi.  Dengan pertimbangan tersebut program pengembangan yang disusunmengatasi  permasalahan maupun  isu‐isu  strategis  yang  ada,  sekaligus memanfaatkan dan menguatkan potensi yang dimiliki.  Program yang dirumuskan akan memiliki prioritas pelaksanaan,  sesuai dengan sasaran program  utama  pengembangan  kawasan  ini  untuk  5  tahun  pertama,  yaitu  sebagai erikut.  b

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 8    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 155: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

ahun ke‐3  :  Mantapnya  citra  kria  dan  budaya  priangan  di  kawasan,  yang  didukung  oleh 

riwisata  kria  dan  budaya  yang  mengusung  jati diri/budaya Priangan   

 

 

 

erdasarkan  sasaran  program  tersebut  di  atas, maka  struktur  program  pengembangan awasan Kria dan Budaya Priangan dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. 

     

Tahun ke‐1  :  Inventarisir  potensi  dan  network  kria  dan  budaya  Priangan  yang  didukung kesiapan sarana dan prasarana pendukung 

Tahun ke‐2  :  Terintegrasinya tema produk wisata kria dan budaya Priangan dgn produk wisata pendukung lainnya (gunung api) 

Tkesiapan seluruh stakeholders 

Tahun ke‐4  :  Berkembangnya  kegiatan  pa

Tahun ke‐5  :  Terwujudnya pengelolaan wisata kria dan budaya Priangan yang lebih produktif, unggul, dan berdaya saing tinggi secara berkelanjutan 

  

 

 

 

Bk

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 9    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 156: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

Tabel 5.1 

       

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 10    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan

Page 157: BAB 1 PENDAHULUAN - disparbud.jabarprov.go.id Wisata... · Laporan Akhir kepada penyusunan kajian yang dapat menjadi pedoman pengembangan pariwisata yang implementatif dan terintegrasi

Laporan Akhir

eperti yang  terlihat pada gambar di atas,  struktur program  terbagi ke dalam 11 aspek ang merupakan rincian dari struktur program pengembangan produk kria dan gunung 

r  tersebut,  maka  uraian  rumusan  program  pengembangan kepariwisataan di Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan dapat dilihat pada Tabel 

 

  Syapi;  struktur  program  pengembangan  transportasi,  infrastruktur  dan  amenitas;  serta struktur  program  kelembagaan. Dalam  struktur  di  atas  terlihat  bahwa masing‐masing mempunyai bobot prioritas pengembangan yang berbeda, yang  terbagi ke dalam empat prioritas,  yaitu  prioritas  utama,  kedua,  ketiga,  dan  keempat  yang  harus  dijaga kesinambungannya. 

Berdasarkan  struktu

5.xx di halaman berikut.

Penyusunan Action Plan Pengembangan Kepariwisataan Jawa Barat V  ‐ 11    Kawasan Wisata Kria dan Budaya Priangan