Upload
annisa-pratiwi
View
232
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
economic
Citation preview
TUGAS
METODE PENELITAN
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT
ANNISA PRATIWI
0910512052
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga proposa ini dapat diselesaikan.
Penulisan proposal ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat. Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas
Metode Penelitian.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini, itu disebabkan oleh
segala keterbatasan penulis. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar pembuatan
proposal ini dapat menjadi lebih baik. Dan tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Dosen yang
telah membimbing penulis dalam pembuatan proposal ini.
Dalam penyusunan proposal ini penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan pembaca.
Padang, 21 Mei 2012
Annisa Pratiwi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..4
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………………..9
1.3 Tujuan………………………………………………………………………..10
1.4 Manfaat…………………………………………………………………...…10
1.5 Hipotesa……………………………………………………………………..11
1.6 Ruang Lingkup……………………………………………………………...11
BAB II KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI
2.1 Kerangka Teori……………………………………………………………...12
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi……………………………………...12
2.1.2 Peran dan Campur Tangan Pemerintah…………………………...14
2.1.3 Teori Pengeluaran Pemerintah…………………………………….15
2.1.3.1 Pengeluaran Pemerintah secara Mikro…………………..17
2.1.3.2 Pengeluaran Pemerintah secara Makro………………….17
2.1.4 Gambaran Umum APBN………………………………………….18
2.1.5 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah……………………………….20
2.2 Metodologi
2.2.1 Daerah Penelitian…………………………………………………22
2.2.2 Data dan Sumber Data…………………………………………...22
2.2.3 Teknik Pengumpulan Data…………………………………….....22
2.2.4 Metoda Analisa Data…………………………………………….23
2.2.5 Definisi Variabel…………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, menjaga kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga keseimbangan
neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang lebih adil dan merata. Melalui
pembangunan ini diharapkan akan terjadi peningkatan kemakmuran masyarakat secara bertahap
dan berkesinambungan, yaitu dengan cara meningkatkan konsumsinya.
Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, pemerintah mempunyai peranan yang
sangat penting. Peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan besar, yaitu: (1)
peranan alokasi, mengusahakan agar alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara
efisien; (2) peranan distribusi pendapatan atau kekayaan; dan (3) peranan stabilisasi
perekonomian (Mangkoesobroto, 2001)
Peranan stabilisasi perekonomian sangat penting dilakukan karena keadaan
perekonomian tidak selalu sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat.
Tingkat inflasi yang tinggi, pengangguran dan neraca pembayaran luar negeri yang terus
menerus defisit merupakan beberapa gejala ekonomi makro yang tidak dikehendaki bangsa
manapun di bumi ini. Oleh karena masalah tersebut secara langsung menyangkut variabel-
variabel ekonomi agregat dan hanya dapat diatasi dengan mengendalikan jalannya perekonomian
sebagai suatu keseluruhan, maka salah satu kebijakan yang diperlukan adalah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia ditunjukkan oleh besarnya
APBN yang diperlukan sebagai suatu pedoman sehingga kegiatan pemerintah itu dapat mencapai
hasil yang optimal dan dapat mengadakan pertimbangan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas
pemerintah. Kebijakan fiskal meliputi langkah-langkah pemerintah membuat perubahan dalam
bidang perpajakan dalam pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi
pengeluaran agrerat dalam perekonomian.
Sebagai negara berkembang, dimana peranan pemerintah dalam perekonomian relatif
besar, pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi Indonesia pada
umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat menciptakan berbagai prasarana yang
dibutuhkan dalam proses pembangunan, tetapi juga merupakan salah satu komponen dari
permintaan agregat yang kenaikannya akan mendorong produksi domestik.
Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran
mekanisme sistim pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada
gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan.
Sedangkan pengeluaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program-program
pembangunan yang anggarannya selalu disesuaikan dengan besarnya dana yang berhasil
dimobilisasi.
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan
pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu dan bagaimana proporsinya terhadap
penghasilan nasional. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula
pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Tapi hendaknya kita sadari bahwa proporsi
pengeluaran pemerintah terhadap penghasilan nasional bruto (GNP) adalah suatu ukuran yang
sangat kasar terhadap kegiatan peranan pemerintah dalam suatu perekonomian.
Sebagai gambaran, kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah seringkali bersifat virtual
dalam jangka pendek atau tidak dirasakan masyarakat karena aktivitas ekonomi dalam jangka
pendek relatif tidak berpengaruh, dan dalam jangka panjang, dimensi keadilan sosial ekonomi
dari buruknya aransemen kebijakan fiskal jelas akan membebani masyarakat dari berbagai sendi
kehidupan.
Persoalannya adalah bahwa rincian kebijakan yang ada di dalam APBN sering kali tidak
menunjukkan arah kebijakan dan menjadi program guideliness yang dapat memberikan peluang-
peluang stimulasi bagi aktivitas perekonomian dan sektor swasta. Sebagian besar dari komponen
kebijakan yang ada di dalamnya justru didominasi oleh unsur-unsur tidak produktif dan tidak
dinamis seperti, pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri serta penyisihan
anggaran untuk keperluan dan rekapitalisasi perbankan.
Alokasi anggaran tidak memberikan arah perubahan besar bagi terciptanya suatu nuansa
keadilan sebagai stimulasi pertumbuhan ekonomi, dan justru menunjukkan ketidakseriusan
pemerintah dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor vital dalam membangun suatu
bangsa yang maju dan beradab seperti pada sektor pendidikan, kesehatan, dan peningkatan
kualitas hidup seluruh bangsa Indonesia.
Dalam kondisi yang demikian pemerintah melalui kebijakan anggaran negara perlu
memberikan perlindungan dan memulihkan kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama yang
berpenghasilan rendah. Kebijakan dimaksud dilakukan dengan mengarahkan alokasi belanja
rutin yang ditujukan pada upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat,
sedangkan pengeluaran pembangunan diarahkan untuk program proyek prasarana sosial dan
program pemulihan kegiatan perekonomian nasional.
Sebelum era otonomi daerah diterapkan, sistem pemerintahan di Indonesia menganut
azas dekonsentrasi, desentralisasi, dan pembantuan (medebewind). Dengan demikian, sistem
anggaran di Indonesia juga mencerminkan ketiga azas tersebut di atas. Perencanaan dan
penganggaran dilakukan melalui pendekatan dan mekanisme perencanaan pembangunan dari
atas ke bawah (top down planning) dan dari bawah ke atas (bottom up planning). Perencanaan
pembangunan tahunan dituangkan dalam Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan) yang nilai
dananya dituangkan kedalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan mengacu kepada
GBHN.
Seperti yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah juga menuangkan
perencanaan pembangunan tahunan daerah (repetada) ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) pada setiap propinsi di Indonesia yang mengacu pada propedanya masing-
masing. APBN maupun APBD secara prinsip hampir sama yaitu berbentuk neraca yang
menggambarkan alokasi penerimaan dan pengeluaran baik secara rutin maupun pembangunan.
Kebijakan pemerintah daerah dapat tercermin dari pengalokasian pengeluaran pemerintah yang
memperhatikan prioritas pembangunannya, kebutuhannya, aspirasi masyarakat dan potensi yang
dimiliki masing-masing daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah bagi setiap daerah tingkat propinsi maupun kabupaten
diwujudkan oleh pemerintah pusat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang pelaksanaannya sendiri dimulai sejak bulan
Januari 2001. Penyelenggaraan otonomi daerah ini memuat dua aspek penting, yaitu
pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan maupun tugas pembangunan dan pengelolaan sumber-sumber
ekonomi yang meliputi penggalian sumber-sumber penerimaan dan pengalokasian pengeluaran
sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerahnya masing-masing.
Dari aspek ekonomi, kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan
kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan
membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat,
daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan. Kewenangan daerah melalui otonomi daerah diharapkan dapat memberikan
pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional
maupun global.
Sebelum berlakunya otonomi daerah, dana penyelenggaran pembangunan daerah selain
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagi hasil pajak/bukan pajak dan sisa lebih
perhitungan tahun lalu, pemerintah pusat memberikan sumbangan dan bantuan dalam bentuk
Subsidi Daerah Otonom (SDO) yang merupakan perimbangan keuangan dari pemerintah pusat
atas pembiayaan gaji dan tunjangan lainnya bagi pegawai negeri sipil di daerah. Subsidi lainnya
antara lain untuk biaya operasional rumah sakit daerah, biaya pra jabatan dan subsidi
pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah. Selain itu sebagai azas pemerataan pembangunan
di daerah pemerintah pusat mengalokasikan dana untuk pengeluaran pembangunan melalui
bantuan dana Inpres yang berbentuk block grant, yang meliputi Bantuan Pembangunan Daerah
Tingkat I, Daerah Tingkat II atau yang dikenal dengan Inpres Dati I dan Dati II. Selain dana
block grant tersebut pemerintah pusat juga memberikan dana specific grant antara lain untuk
pembangunan jalan dan jembatan yang biasa di kenal dengan BPJK (Bantuan Pembangunan
Jalan Dan Jembatan Kabupaten), BPJK (Jalan Dan Jembatan Propinsi). Sumber-sumber dana
yang berasal dari pemerintah pusat tersebut di atas masuk dalam penerimaan daerah dalam
APBD-nya masing-masing.
Sementara itu, pemerintah pusat melalui departemen / non-departemen yang terkait juga
memberikan bantuan langsung kepada daerah untuk pelaksanaan pembangunan dalam bentuk
proyek sektoral, misalnya sektor perhubungan, pertanian, pariwisata, dan lain lain. Bantuan ini
dikenal dengan istilah dana sektoral DIP (Daftar Isian Proyek) dari berbagai departemen / non-
departemen kepada pemerintah daerah. Jenis bantuan ini tidak dimasukkan dalam sebagai
sumber penerimaan daerah pada APBD Tingkat I maupun II, namun dampaknya sangat besar
dirasakan manfaatnya bagi masing-masing daerah tersebut.
Pengeluaran pemerintah (baik pusat maupun daerah) yang digambarkan pada APBN dan
APBD pada prinsipnya bertujuan untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan bagi pelayanan
masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengeluaran pemerintah Indonesia
seperti yang tercermin dalam APBN maupun APBD dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Diantara kedua jenis pengeluaran tersebut di atas, pengeluaran terbesar adalah berupa
pengeluaran rutin, yaitu sekitar 60% terhadap total pengeluaran sementara sekitar 40% dari total
pengeluaran digunakan untuk pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin meliputi belanja
pegawai, barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman beserta bunga dan subsidi yang mana
semua jenis pengeluaran tersebut sifatnya merupakan pengeluaran konsumsi. Sedangkan
pengeluaran pembangunan terbagi menurut sektor-sektor pembangunan yang lebih bersifat
sebagai akumulasi stok kapital. Kondisi tersebut di atas diharapkan dapat menjadi perhatian bagi
pemerintah untuk lebih meningkatkan alokasi pengeluaran pembangunan agar mampu
menstimulus pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah ini secara tidak langsung merupakan investasi pemerintah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Berkaitan dengan hal tersebut masalah pemilihan
prioritas pengeluaran pembangunan tersebut merupakan hal yang dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun rencana anggaran pembangunannya.
Sejalan dengan semakin luas dan jangkauan lingkup pembangunan di daerah maka
Pengeluaran Pemerintah baik berupa Pengeluaran Pembangunan maupun pengeluaran rutin
secara total terus meningkat. Total Pengeluaran Pemerintah meningkat sebesar 1,89 kali yaitu
dari 38165,4 juta rupiah pada awal Repelita V (1989/90) menjadi 72342,8 juta rupiah pada awal
Repelita VI (1994/95), bahkan Pengeluaran Pemerintah dari tahun ke tahun terus meningkat
hingga saat ini.
Masalah pengalokasian pengeluaran publik ini merupakan pilihan yang cukup sulit,
khususnya pada masa krisis yang tengah dialami oleh negara-negara asia yang mana pemerintah
harus menentukan komponen mana saja dari pengeluaran tersebut yang harus dikurangi atau
ditambah dalam menciptakan anggaran pembangunan yang efektif dan efisien, dengan
berlakunya sistem otonomi daerah, kabupaten dan propinsi memiliki wewenang untuk menyusun
anggaran terutama pengeluaran pembangunan menurut sektor yang kini pengalokasiannya
diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing daerah tersebut.
Perekonomian Sumatera Barat sampai saat ini masih didominasi oleh sektor pertanian
walaupun peranan sektor pertanian memperlihatkan kecendrungan yang menurun dari tahun ke
tahun. Peranan sektor pertanian rata-rata sekitar 29,2 % dalam periode 1990-1993, dan turun
menjadi 20,19 % pada pada awal krisis ekonomi pertengahan tahun 1997. Setelah krisis
ekonomi, peranan sektor pertanian cenderung meningkat dan mencapai 25,16 % dari total PDRB
pada tahun 2004.
Perkembangan di atas memperlihatkan bahwa peranan sektor pertanian masih tetap
dominan dan diperkirakan akan tetap menjadi penggerak perekonomian Sumatera Barat di masa
depan dimana sebagian besar penduduk Sumatera Barat menggantungkan kehidupannya pada
sektor ini. Karena itu, pembangunan sektor pertanian pada tahun 2006-2010 akan menjadi
prioritas pembangunan dalam kerangka pengembangan ekonomi Sumatera Barat.
Peranan sektor industri dalam perekonomian daerah selama 1990-1993 sekitar 12% dan
meningkat menjadi 14,97% pada tahun 1997. Sejak tahun 1998 peran sektor industri menurun
hingga menjadi 13,03 % pada tahun 2004. Dibandingkan dengan rata-rata nasional, peranan
sektor industri Sumatera Barat relatif kecil. Keadaan ini menunjukkan masih lemahnya peran
sektor industri dalam perekonomian daerah. Rendahnya pertumbuhan ekonomi sektor industri
(barang dan jasa) mencerminkan semakin beratnya tantangan dalam penyediaan lapangan kerja
di masa datang.
Penerimaan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat terus mengalami kenaikan setiap tahunnya
kecuali untuk periode masa krisis ekonomi, dan pengeluaran pemerintah juga mengalami hal yang sama.
Adanya surplus dari selisih besarnya penerimaan dengan pengeluaran yang diperoleh Pemerintah Propinsi
Sumatera Barat dapat dipergunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Barat.
1.2 Perumusan Masalah
Pengeluaran pemerintah memiliki hubungan yang kuat dengan pertumbuhan ekonomi,
terutama jenis pengeluaran pemerintah yang menyangkut pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi tidak dapat langsung
dirasakan dalam jangka pendek melainkan baru akan terasa dalam jangka panjang. Penelitian-
penelitian terdahulu telah menghasilkan berbagai kesimpulan yang berbeda atas hubungan
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan pengeluaran pemerintah
dengan pertumbuhan ekonomi tidak ada yang konsisten, bisa positif atau negatif.
Selama periode dua puluh tahun pertumbuhan ekonomi Sumatera mengalami kenaikan
dan penurunan. Padahal setiap tahunnya pengeluaran pemerintah Sumatera Barat selalu naik, jika
kita asumsikan meningkatnya pengeluaran juga menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi
maka naik turunnya pertumbuhan ekonomi Sumbar perlu diteliti, hal itu bisa terjadi mungkin
karena adanya inefisien dalam pembentukan anggaran pemerintah atau mungkin pengeluaran
pemerintah tidak terlalu signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Maka
dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah:
a) Bagaimana rancangan anggaran pengeluaran pemerintah daerah Sumatera Barat , apakah
sudah efisien dan efektif?
b) Apakah pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera
Barat?
c) Implikasi kebijakan apa saja yang perlu dilakukan agar naiknya belanja pemerintah juga
menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat?
1.3 Tujuan
a) Mengevaluasi rancangan anggaran pengeluaran pemerintah daerah Sumatera Barat,
apakah sudah efisien dan efektif
b) Mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi Sumatera Barat
c) Menyusun implikasi kebijakan yang perlu dilakukan agar naiknya belanja pemerintah
juga menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan kelak berguna bagi:
1. Pemerintah atau pembuat kebijakan, sebagai masukan dalam hal membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan Pengeluaran Rutin, Pengeluaran Pembangunan,
maupun Pertumbuhan Ekonomi.
2. Penulis, sebagai aplikasi dalam melakukan sebuah kajian ilmiah yang kelak diharapkan
bisa dipergunakan oleh penulis khususnya mengenai Pengeluaran Pemerintah maupun
mengenai Pertumbuhan Ekonomi
3. Peneliti / akademisi lainnya, sebagai masukan / rujukan dalam melakukan penelitian lain
yang berhubungan dengan Pengeluaran Pembangunan, Pengeluaran Rutin, Pertumbuhan
Ekonomi, dan Krisis Ekonomi
1.5 Hipotesa
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian karena
jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori.teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta.fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis dapat juga dipandang
sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini: Diduga pengeluaran pemerintah dalam
pembangunan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat.
1.6 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah
Sumatera Barat, laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat, dan data APBD.
BAB II
KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu : proses, output
per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu
gambaran ekonomi pada suatu saat. Simon Kuznet mendefenisikan pertumbuhan ekonomi suatu
negara sebagai “kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus
meningkat bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada kemajuan
teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya”.
Menurut Sadono Sukirno (1996: 33),pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki
definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang
terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi
biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain
yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan
pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil
melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan
ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen.
Model yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave (Todaro,2006) mengemukakan
hubungan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi
yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab
pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan,
prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi
pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal
landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan
pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini
banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan
barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu,
pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang
semakin rumit.
Musgrave (Musgrave,1989) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan,
investasi swasta dalam persentase terhadap GNP semakin besar dan persentase investasi
pemerintah dalam persentase terhadap GNP akan semakin kecil.
Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi,
aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk
aktivitas sosial.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi :
1. Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh
SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat
lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku
subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakanproses
pembangunan.
2. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan
proses pembangunannya. Namun demikian, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan
proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya
dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud
dinataranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan
laut.
3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya
percepatanproses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan
manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan
kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya
berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang
dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan
tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong
pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun
budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros,
KKN, dan sebagainya.
5. Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas
IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan
kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.
2.1.2 Peran dan Campur Tangan Pemerintah dalam Perekonomian
Ada tiga macam peran pemerintah dalam sebuah perekonomian:
1. Peranan alokasi, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi
yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.
Kegagalan pasar dan eksternalitas mengundang pemerintah untuk turut campur dalam
perekonomian.
2. Peranan distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumberdaya,
kesempatan dan hasil.hasil ekonomi secara adil dan wajar. Pemilikan sumber daya ,
kesempatan dan hasil.hasil ekonomi secara adil dan wajar. Pemilikan sumber daya dan
kesempatan ekonomi di setiap negeri sering tidak setara, baik di antara wilayah.wilayah
negara yang bersangkutan maupun diantara sektor.sektor ekonomi. Begitu pula dengan
kecenderungan pembagian hasil.hasilnya. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan
kesempatan ekonomi akan cenderung mengkonsentrasikan kekuatan dan kekuasaaan
ekonomi di tangan segelintir pihak tertentu.
3. Peran stabilitatif, yakni peran pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan
memulihkannya jika berada dalam keadaaan disequlibrium. Peranan ini bertolak dari
kenyataan objektif sering tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah
yang timbul, bahkan kadang.kadang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka
sendiri. Namun kadang kala ketidakberdayaan pihak swasta itu justru diciptakan sendiri
secara subjektif oleh pemerintah, dalam arti pemerintah secara apriori berpandangan
pihak swasta tidak mampu mengatasi masalahnya.
Ketiga macam peranan pemerintah tadi potensial menimbulkan kesulitan penyerasian atau
bahkan pertentangan kebijaksanaan. Sebagai contoh dalam kapasitas selaku stabilisator,
pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh dengan cara mengurangi
pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali sehingga tidak menambah memicu kenaikan
harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk lapisan masyarakat atau sektor yang
harus dibantu dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah
menjalankan peran distributifnya.
2.1.3 Teori Pengeluaran Pemerintah
Menurut William A. McEachern (2000) kebijakan fiskal menggunakan belanja
pemerintah, pembayaran transfer, pajak dan pinjaman untuk mempenaruhi variabel
makroekonomi seperi tenaga kerja, tingkat harga dan tingkat GDP. Alat kebijakan fiskal dapat
dipisahkan menjadi dua kategori yaitu kebijakan fiskal stabilisator dan diskrit.
Kebijakan fiskal penstabil otomatik atau disebut juga stabilisator terpasang menurut
Lipsey (1990) adalah berbagai kebijakan yang dapat menurunkan kecenderungan
membelanjakan marjinal dari pendapatan nasional, sehingga mengurangi angka multiplier.
Penstabil otomatik mengurangi besarnya fluktuasi pendapatan nasional yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan outonomous pada pengeluaran-pengeluaran seperti investasi. Selain itu,
perangkat ini akan bekerja tanpa pemerintah harus bereaksi dengan sengaja, terhadap setiap
perubahan pendapatan nasional pada waktu perubahan ini terjadi. Tiga bentuk penstabil otomatik
yang utama adalah sebagai berikut :
1. Pajak
Pajak langsung akan mengurangi besarnya fluktuasi pendapatandisposebel yang terkait
dengan setiap fluktuasi pendapatan nasional tertentu. Dengan demikian, pada kecenderungan
mengkonsumsi marginal tertentu dari pendapatan disposebel, pajak langsung mengurangi tingkat
kecenderungan membelanjakan marjinal dari pendapatan nasional.
2. Pengeluaran pemerintah
Pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah cenderung relatif stabil dalam
menghadapi variasi pendapatan nasional yang bersifat siklis. Banyak pengeluaran sudah disetujui
oleh peraturan sebelumnya, sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat dirubah oleh
pemerintah. Perubahan kecil tersebut dilakukan dengan sangat lambat. Sebaliknya, konsumsi dan
pengeluaran swasta untuk investasi cenderung bervariasi sejalan dengan pendapatan nasional.
Semakin besar peran pengeluaran pemerintah dalam suatu perekonomian, makin kecil kadar
ketidak-stabilan siklis pada seluruh pengeluaran. Meningkatnya peran pemerintah dalam
perekonomian dapat saja merugikan atau menguntungkan. Meskipun demikian, pengeluaran
pemerintah merupakan penstabil otomatik yang ampuh dalam perekonomian.
3. Transfer pemerintah
Transfer pemerintah contohnya berupai jaminan sosial, jaminan kesejahteraan dan kebijakan
bantuan pertanian. Pembayaran transfer yang berperan sebagai stabilisator terpasang cenderung
menstabilkan pengeluaran untuk konsumsi, dalam upaya menghadapi fluktuasi pendapatan
nasional.
Kebijakan fiskal yang kedua adalah kebijakan fiskal diskresioner, yaitu memberlakukan
perubahan pajak dan pengeluaran yang dirancang untuk mengimbangi senjang yang timbul. Agar
dapat melakukannya secara efektif, pemerintah secara periodik harus mengambil keputusan
untuk merubah kebijakan fiskal. Dalam proses mempertimbangkan kebijakan fiscal diskresioner,
perlu dipertimbangkan dua hal, yaitu kemudahan kebijakan fiscal untuk dirubah dan pandangan
rumah tangga dan perusahaan atas kebijakan fiskal pemerintah yang bersifat sementara atau
jangka panjang.
Stabilitas perekonomian dapat dicapai apabila pemerintah mampu melaksanakan kebijakan
fiskalnya dengan baik. Artinya pemerintah hanya mampu memelihara angkatan kerja tinggi
(pengangguran rendah), tingkat harga yang stabil, tingkat suku bunga yang wajar, dan
pertumbuhan ekonomi yang memadai. Jika perekonomian stabil maka pendapatan masyarakat
akan meningkat dan pengangguran menurun sehingga tercipta kesejahteraan sesuai dengan
harapan masyarakat (Soediyono,1992:92).
2.1.3.1 Pengeluaran pemerintah secara Mikro
Pengeluaran pemerintah secara mikro dimaksudkan untuk menyediakan barang publik
yang tidak dapat disediakan pihak swasta dan sebagai akibat adanya kegagalan pasar (Walter
Nicholson,2002). Menurut Guritno (1997) secara mikroekonomi teori perkembangan pemerintah
bertujuan untuk menganalisis faktor- faktor mengenai barang publik. Faktor-faktor permintaan
akan barang publik dan faktor-faktor persediaan barang publik akan berinteraksi dengan
penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui
anggaran belanja. Pengeluaran pemerintah untuk barang publik akan menstimulasi pengeluaran
untuk barang lain. Perkembangan pengeluaran pemerintah dipengaruhi faktor-faktor di bawah
ini:
1. Perubahan permintaan akan barang publik
2. Perubahan dari aktifitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan
dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
3. Perubahan kualitas barang publik
4. Perubahan harga faktor.faktor produksi
2.1.3.2 Pengeluaran pemerintah secara Makro
Teori makro mengenai perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi
yaitu Wagner dan pasangan ahli ekonomi Peacock dan Wiseman. Menurut sisi makroekonomi
yang dikemukakan Musgrave (1989) adalah untuk menganalisis ukuran pemerintahan sehingga
dapat terlihat transaksi anggaran, perusahaan publik dan kebijakan publik. Pengeluaran
pemerintah untuk sektor publik bersifat elastis terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak
pengeluaran pemerintah untuk sektor publik semakin banyak barang publik yang tersedia untuk
masyarakat.
Sejalan seperti yang dikatakan Musgrave, menurut Wagner (Guritno M, 1997) jika
pendapatan perkapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah akan meningkat.
Pengeluaran pemerintah yang semakin meningkat akan memacu adanya kegagalan pasar dan
eksternalitas. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada
suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya
dengan suatu teori yang disebut organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang
menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota
masyarakat lainnya.
Peacock dan Wiseman (Guritno,1993) mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan
perilaku perkembangan pengeluaran pemerintah. Pemerintah lebih cenderung menaikkan pajak
untuk membiayai anggarannya. Di sisi lain masyarakat memiliki keengganan untuk membayar
pajak, terlebih lagi jika pajak terus dinaikkan. Mempertimbangkan teori pemungutan suara
dimana masyarakat memiliki batas toleransi pembayaran pajak. Perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan
normal meningkatnya GNP akan menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar,
begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Akibat adanya keadaan tertentu yang mengharuskan pemerintah untuk memperbesar
pengeluarannya, maka pemerintah memanfaatkan pajak sebagai alternatif untuk peningkatan
penerimaan negara. Jika tarif pajak dinaikkan maka pengeluaran investasi dan konsumsi
masyarakat menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu
adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.
2.1.4 Gambaran Umum APBN
Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN dapat
didefinisikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
Sebagai anggaran negara APBN mempunyai berbagai fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Secara garis besar APBN terdiri atas 3 hal pokok, yaitu:
1. Anggaran Pendapatan dan Hibah
Pendapatan negara dan hibah ini dapat dibagi menjadi 2 hal, yaitu Penerimaan Dalam
Negeri dan Hibah. Penerimaan dalam negari terdiri dari Penerimaan perpajakan dan
Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang termasuk dalam kategori pajak dalam
negeri ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) migas dan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas Bumi dan Bangunan
(BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Sedangkan Pajak perdagangan internasional terdiri dari
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bersumber
dari penerimaan sumber daya alam baik migas maupun nonmigas, bagian laba BUMN, dan
PNBP lainnya.
2. Anggaran Belanja
Anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja untuk pemerintah pusat itu sendiri
dan transfer untuk daerah yang tercermin dalam dana perimbangan dan dana otonomi khusus
dan penyesuaian.
3. Anggaran Pembiayaan
Pembiayaan ini berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dari dalam negeri
bersumber dari perbankan dan nonperbankan. Pembiayan dari nonperbankan ini bisa berasal
dari privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, penjualan surat utang
negara, ataupun PMN dan dukungan infrastruktur. Sedangkan pembiayaan luar negeri berasal
dari pinjaman luar negeri baik program maupun proyek. Angka yang tercermin dalam APBN
merupakan pembiayaan netto, artinya nilai penarikan dikurangi pembayaran cicilan pokok
pinjaman.
Berdasarkan tiga hal pokok dalam APBN tersebut dapat terbentuk konsep defisit /surplus
anggaran dan keseimbangan primer. Anggaran dikatakan defisit apabila anggaran belanjanya
lebih besar daipada anggaran pendapatan, sebaliknya anggaran dikatakan surplus apabila
anggaran pendapatannya lebih besar daripada anggaran belanja. Angka keseimbangan primer
diperoleh dari Anggaran Pendapatan setelah dikurangi Anggaran belanja tanpa pembayaran
bunga.
2.1.5 Klasifikasi pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
1.1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi
dimasa yang akan datang.
2.2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.
3.3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.
4.4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas
Macam.macam pengeluaran pemerintah seperti:
1.1. Pengeluaran yang self liquiditng sebagian atau sepenuhnya, artinya pengeluaran
pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima
jasa.jasa/barang.barang yang bersangkutan. Misalnya, pengeluran untuk jasa-jasa
perusahaan pemerintah atau untuk proyek.proyek produktif
2.2. Pengeluaran yang reproduktif, artinya mewujudkan keuntungan. keuntungan ekonomi
bagi masyarakat yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain
akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluran untuk bidang
pertanian, pendidikan, dan pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta memicu
peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat.
3.3. Pengeluran yang tidak termasuk self liquiditing dan tidak reproduktif, yaitu pengeluaran
yang langsung menambahkan kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya
untuk bidang rekreasi, pendirian monumen dan sebagainya.
4.4. Pengeluaran yang merupakan penghematan dimasa akan datang, misalnya pengeluaran
untuk anak- anak yatim piatu, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pengeluaran pemerintah Indonesia
secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalm dua golongan yaitu pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos.pos pengeluaran
untuk membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari.hari meliputi belanja pegawai, belanja
barang : berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang) ; angsuran dan utang
pemerintah ; serta jumlah pengeluran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan maksudnya
adalah pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik ,
yang dibedakan atas pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.
Pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan mempunyai batasan yang tidak jelas.
Sebagai contoh , berbagai macam upah dan gaji tambahan yang menurut logika awam termasuk
pengeluaran rutin oleh pemerintah digolongkan sebagai pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran pemerintah juga dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sebagai
berikut:
1.1. Pembedaan antara Pengeluaran atau Belanja Rutin dan Pengeluaran atau Belanja
Pembangunan
a.a. Belanja rutin adalah belanja untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemrintah
sehari.hari. Belanja rutin terdiri atas Belanja Pegawai, yaitu untuk pembayaran gaji atau
upah pegawai termasuk gaji pokok dengan segala macam tunjangan. Belanja barang,
yaitu untuk pembelian barang.barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah
sehari.hari. Belanja pemeliharaan, yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau
kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik. Belanja perjalanan, yaitu untuk
perjalanan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan.
b.b. Belanja pembangunan, adalah pengeluaran untuk pembangunan baik pembangunan fisik
maupun pembangunan non fisikdpiritual
2.2. Pembedaan antara current account atau current expenditure dengan capital expenditure
atau capital account .
c.c. Current expenditure atau current budget (anggaran rutin), yaitu anggaran untuk
penyelenggaraan pemerintah sehari.hari termasuk belanja pegawai dan belanja barang
serta belanja pemeliharaan.
d.d. Capital expenditure atau capital budget (belanja pembangunan), yaitu rencana untuk
pembelian capital (tetap).
3. Pembedaan Obligatory Expenditure degnan Optional Expenditure antara Real
Expenditure dengan Transfer Expenditure dan antara Liquidated Expenditure dengan
Cash Expenditure.
e.e. Obligatory Expenditure atau pengeluaran wajib adalah pengeluaran yang bersifat wajib
harus dilakukan agar efektifitas pelaksanaan pemerintah dapat terselenggara
sebaik.baiknya.
f.f. Optional Expenditure atau pengeluaran opsional adalah pengeluaran yang dilakukan pada
saat tiba .tiba dibutuhkan.
g.g. Real Expenditure atau pengeluaran nyata adalah pengeluaran utnuk membeli barang dan
jasa.
h.h. Liquidated Expenditure adalah pengeluaran sebagaimana yang sudah diajukan dan
disetujui oleh DPR. Semula dalam RAPBN setelah mendapat pengesahan menjadi
APBN.
i.i. Transfer Expenditure adalah pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan mendapatkan
barang dan jasa , jadi tidak ada direct quid pro quo
j.j. Cash Expenditure adalah pengeluaran yang telah sungguh.sungguhdilaksanakan berupa
pembayaran.pembayan konkrit.
2.2 Metodologi
2.2.1 Daerah Penelitian
Penelitian ini memakai data daerah Sumatera Barat karena perekonomian di Sumbar
termasuk rendah dibandingkan dengan Propinsi tetangganya. Jadi, penulis ingin melihat
pengaruh pengeluaran pemerintah dalam pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumbar.
2.2.2 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan mempunyai sifat
berkala (time series). Data yang dipilih adalah data pengeluaran pemerintah serta pertumbuhan
ekonomi Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Departemen
Keuangan RI dan BPS.
2.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi
pustaka merupakan tehnik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi
dan lain . lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi dari Departemen Keuangan RI
dan Badan Pusat Statistik . Data yang diperoleh adalah data dalam bentuk tahunan untuk masing-
masing variabel.
2.2.4 Metoda Analisa Data
Teknik yang akan digunakan penulis dalam menganalisis data adalah analisis kuantitatif.
Data dianalisis memakai metode analisis regresi melalui SPSS.
2.2.5 Definisi Variabel
Penelitian ini menggunakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai variable dependen,
sedangkan sebagai variabel independen dalam penelitian ini yaitu pengeluaran pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, 2009, Defenisi Pertumbuhan ekonomi, www.putracenter.net, diakses tanggal 7 Maret
2012.
Ahmad, Rosyad, 2010, pengertian pertumbuhan ekonomi, www.elasq.wordpress.com, diakses
tanggal 7 Maret 2012.
Abaditataka, 2011, ekonomi, www.abaditataka, diakses tanggal 7 Maret 2012.
2009, Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, www.makalah-artikel-
online.blogspot.com, diakses tanggal 8 Maret 2012.
Admin, 2008, permasalahan pembangunan daerah, www.sumbarprov.go.id, diakses tanggal 8
Maret 2012.
Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.
Aliasuddin, 2008, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah, www.docstoc.com,
diakses tanggal 8 Maret 2012.
Suyono. Tinjauan tentang fungsi ekonomi pemerintah, http://www.pu.go.id, diakses tanggal 8
Maret 2012.
Masguh, 2012, gambaran umum APBN, www.kuliahhurahura.blogspot.com, diakses tanggal 10
Maret 2012.
Akmika, 2010, pengeluaran pemerintah, www.akmika.blog.uns.ac.id, diakses tanggal 11 Maret
2012.