123
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan semasa hidupnya, mulai dari janin sampai dewasa. Proses pertumbuhan dan perkembangan individu yang satu dengan yang lain tidak sama (bervariasi), tergantung dari faktor-faktor yang mendukungnya. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan. Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih 1

BAB 1,2,3 gabung

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang MasalahSetiap individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan semasa hidupnya, mulai dari janin sampai dewasa. Proses pertumbuhan dan perkembangan individu yang satu dengan yang lain tidak sama (bervariasi), tergantung dari faktor-faktor yang mendukungnya. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan. Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Dalam hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. (Adriana, Dian, 2011). Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Frankenburg dkk. (1981) melalui Denver Developmental Screening Test (DDST) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu, kepribadian/tingkah laku sosial (personal social), gerakan motor halus (fine motor adaptive), bahasa (language), dan pekembangan motorik kasar (gross motor). Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun, bila tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak. (Adriana, 2011).Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga hal ini perlu mendapatkan perhatian. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Sementara itu, lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak. (Adriana, 2011). Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang sering ditemukan oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan (Glascoe FP, 1992 Jun) di Amerika Serikat (AS) tentang perkembangan anak dengan Denver II dilakukan pada 104 anak-anak antara usia 3-72 bulan, ditemukan 17% dari anak-anak mengalami gangguan perkembangan. Kepedulian orangtua terhadap perkembangan anak serta diikuti pemeriksaan skrining perkembangan merupakan cara untuk mendeteksi masalah perkembangan secara dini dan selanjutnya dapat melakukan intervensi secara tepat. (Hartawan & Soetjiningsih, 2008).American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan skrining secara rutin dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel. Penelitian di Amerika Serikat (AS) mendapatkan hanya 23% dari 646 dokter spesialis anak melakukan skrining perkembangan dan Instrumen yang paling umum digunakan adalah Denver II. (Hartawan & Soetjiningsih, 2008).Berdasarkan sensus demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah tersebut 12,6 juta diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 7,2% anak usia 4-5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan personal sosial, dan sebanyak 10.700 orang (5,0%) orang mengalami masalah kecerdasan interpersonal. Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2012 di Provinsi Bali sebanyak 35.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang (37,1%) orang diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1054 orang (8,1%) anak usia 4-5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan personal sosial. (Dinkes Provinsi Bali, 2012).Undang-undang no 20 tahun 2003 yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan nasional tentang sistem pendidikan nasional mengatakan dengan tegas bahwa perlunya penanganan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ditujukan pada anak usia 0-6 tahun. Pendidikan Anak Usia Dini yang memberikan jasa pendidikan pada anak usia 0-6 tahun di Indonesia dapat diselenggarakan melalui jalur formal (Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal) dan jalur nonformal (Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan bentuk lainnya yang sederajat). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rista Apriana tahun 2009 mengatakan bahwa sebanyak 13 responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki IQ rata-rata (everage) mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%) tidak mengikuti program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah rata-rata (low normal) tidak mengikuti PAUD. Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan anak usia dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Penelitian diatas didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Maimon, dkk tahun 2013, dari hasil analisis diperoleh bahwa mengikuti kelompok bermain berpengaruh pada luaran. Dari 172 subyek, subyek dengan perkembangan advanced lebih banyak terdapat pada kelompok bermain 20,9%, sedangkan yang tidak mengikuti kelompok bermain 9,3%. Pencapaian perkembangan anak lebih baik pada kelompok anak yang mengikuti kelompok bermain dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti kelompok bermain (p=0,003). Maka ada hubungan kelompok bermain dengan pencapaian perkembangan anak dan bermanfaat untuk perkembangan anak. Dampak seorang balita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan akan menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan pada perkembangan konsep diri anak sehingga akan timbul gangguan mental dan perilaku bermasalah. (Sukmawati, 2014). Perilaku bermasalah anak pada aspek personal sosial menyangkut beberapa permasalahan yaitu pendiam, pemalu, minder, citra diri yang negatif, egois, sulit berteman (bersosialisasi), menolak realitas (suka membuat kegaduhan) bersikap kaku (tidak objektif) dan membenci guru tertentu. (Nirwana, et al., 2014). Untuk menghindari hal tersebut diatas maka perlu dilakukan stimulasi pada anak sejak dini. Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak yang datangnya dari luar individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu stimulasi yang dapat meningkatkan perkembangan personal sosial adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). (Sukmawati, 2014).Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menyediakan lingkungan yang kaya akan stimulasi, dimana dalam lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara tidak sengaja telah terjadi interaksi yang sangat intens antara anak didik, guru, dan orang tua. Pola interaksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan tumbuh kembang anak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, sehingga anak didik akan terjauh dari gangguan mental dan perilaku bermasalah. (Nirwana, et al., 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara terdapat anak usia prasekolah 244 anak. Peneliti melakukan observasi perkembangan pada 10 anak dengan menggunakan lembar Denver II, dimana 5 anak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan 5 lainnya tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diperoleh data perkembangan berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak yang lain. Data observasi pada 5 anak yang mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 4 diantaranya dengan perkembangan normal, hanya 1 dengan perkembangan suspect. Sedangkan pada 5 anak yang tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), terdapat 2 anak dengan hasil perkembangan suspect, 1 anak dengan perkembangan untestable, dan 2 anak dengan perkembangan normal.Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh PAUD terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja, Denpasar Utara guna mengetahui seberapa pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.

1.2 Rumusan Masalah PenelitianBerdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu: Apakah ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara?1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan umumSecara umum yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah Mengetahui Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara?1.3.2 Tujuan khusus1. Mengidentifikasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.2. Mengidentifikasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia prasekolah yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.3. Mengidentifikasi perbedaan tingkat perkembangan personal sosial anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.4. Menganalisis pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara. 1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Teoritis1. Bagi penelitiPenelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan anak mengenai hubungan PAUD terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.2. Bagi profesi keperawatanDiharapkan penelitian ini memberikan informasi bagi profesi keperawatan khususnya pada ranah keperawatan anak dalam pengukuran perkembangan personal sosial anak dengan menggunakan tes Denver II.1.4.2 Praktis1. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan bagi penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini supaya dalam pembelajaran tetap memperhatikan teori-teori tumbuh kembang anak prasekolah.2. Bagi peneliti lainSebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti perkembangan personal sosial anak.

1.5 Keaslian PenelitianBerdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah :1.5.1 Ridwan Fatoni (2010) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Pra Sekolah Di TK PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan metode survey analitik dengan pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional. Sampel yang digunakan 31 pasang ibu dan anak dengan analisa data menggunakan Chi Kuadrat. Hasil penelitian pola asuh dan perkembangan personal sosial menunjukkan kategori pola asuh otoritatif 51,6%, permisif 22,8%, otoriter 25,8%. Perkembangan personal sosial normal 51,6% dan terlambat 48,4%. Sebagian besar pola asuh ibu di TK PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta menggunakan pola asuh otoritatif (51,6%) dengan perkembangan personal sosial normal(51,6%). Maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pola asuh ibu dengan tingkat perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di TK PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta 2010. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel terikat sama-sama menggunakan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian. 1.5.2 Rista Apriana (2009) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah di Kelurahan Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik Semarang. Metode Penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan terhadap 54 responden dengan analisa data menggunakan uji Chi Square. Sebanyak 13 responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki IQ rata-rata (everage) mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%) tidak mengikuti program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah rata-rata (low normal) tidak mengikuti PAUD. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan anak usia dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan jumlah responden.1.5.3 Nirwana, La Ode Asfilayly, M.Askar (2014) dalam penelitian Hubungan keikutsertaan dalam Play Group terhadap tingkat perkembangan anak usia prasekolah di TK Aisyiyah Busthanul Athfal VI Antang Makassar. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel diperoleh dengan menggunakan purposive sampling dengan jumlah 39 responden. Hasilnya diolah menggunakan uji Chi-Square. Hasil bivariat menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam play group memiliki hubungan yang bermakna terhadap perkembangan personal sosial (p=0,003), perkembangan motorik kasar (p=0,029), perkembangan motorik halus (p=0,013), perkembangan bahasa (p=0,000), dan perkembangan anak secara umum (p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan jumlah responden.1.5.4 Adi Aprihantara (2012) dalam penelitian yang berjudul Hubungan PAUD dengan perkembangan bahasa anak usia prasekolah di Desa Sumerta Kaja. Penelitian ini merupakan deskriptif korelasional, Pengambilan sampel di sini dilakukan dengan cara non probability sampling dengan teknik purposive sampling, diperoleh sampel 30 anak dimana 15 anak yang mengikuti PAUD dan 15 yang tidak mengikuti PAUD. Menggunakan uji koefisien contingansy. Menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan PAUD dengan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil tingkat perkembangan bahasa pada anak yang mengikuti PAUD sebagian besar 66,7% (10 anak) memiliki skor advance, dan hanya 33,3% (lima anak) dengan skor normal. Sedangkan pada anak yang tidak mengikuti PAUD sebagian besar 53.3% (delapan anak) memiliki skor normal, 40% memiliki skor caution, pada responden yang tidak mengikuti PAUD juga terdapat skor delayed yaitu 6,7% (satu anak). Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan jumlah responden berjumlah 30 anak. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan variabel terikat yaitu perkembangan personal sosial.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Perkembangan Personal Sosial2.1.1 PengertianPerkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil proses pematangan atau maturitas. Perkembangan menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya, termasuk perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013). Melalui Denver Development Screening Test (DDST) mengemukakan untuk parameter perkembangan anak salah satunya adalah personal sosial (kepribadian / tingkah laku sosial).Sektor personal sosial adalah penyesuaian diri di masyarakat dan kebutuhan pribadi. Kemampuan personal sosial merupakan salah satu proses tumbuh kembang yang harus dilalui dalam kehidupan anak. Terjadinya gangguan dini pada proses tersebut akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan personal sosial terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek yang berhubungan dengan kemandirian anak, aspek bersosialisai, dan berinteraksi dengan lingkungan (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013). Perkembangan personal sosial anak adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju kedewasaan anak yang merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang yang akan hidup di tengah-tengah masyarakat. Melalui Denver Development Screening Test (DDST) mengemukakan untuk parameter perkembangan anak salah satunya adalah personal sosial (kepribadian/tingkah laku) yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan personal sosial anakPersonal sosial anak dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:1. Faktor genetik Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor genetika yang mempengaruhi perkembangan anak diantaranya adalah perbedaan ras, etnis atau bangsa, dan kelainan kromosom. Kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat menyebabkan gangguan pencapaian perkembangan bagi anak, misalnya anak dengan sindrom Down dan sindrom Turner. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).2. Faktor lingkunganLingkungan memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan personal sosial anak. Faktor lingkungan yang berpengaruh dalam perkembangan personal sosial meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. 1) Lingkungan fisik yaitu meliputi musim, iklim, kehidupan sehari-hari, dan status sosial ekonomi. Lingkungan yang kondusif akan menciptakan keadaan yang aman dan nyaman bagi anak untuk mengeksplorasi perkembangan personal sosialnya. (Potter & Perry, 2005).2) Lingkungan sosial yaitu meliputi;(1) Stimulasi Stimulasi dari lingkungan merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga akan mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai anak. Lingkungan yang kondusif akan mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang kurang mendukung akan mengakibatkan perkembangan anak dibawah potensi genetiknya.

(2) Motivasi belajarMotivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya perpustakaan, buku-buku yang menarik minat baca anak dan bermutu, suasana tempat belajar yang tenang, sekolah yang tidak terlalu jauh, serta sarana lainnya.(3) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar (reinforcement/reward and punishment)Bila anak berbuat benar, kita wajib memberi apresiasi , misalnya ciuman, pujian, belaian, tepuk tangan, dan sebagainya. Apresiasi tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah laku yang baik tersebut. Sementara itu, menghukum dengan cara yang wajar, bila anak berbuat salah, masih dibenarkan. Hukuman harus diberikan secara obyektif dengan disertai penjelasan pengertian dan maksud hukuman tersebut; bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan kepada anak, atau penganiayaan pada anak (abuse). Anak diharapkan tahu mana yang baik dan yang tidak baik, sehingga dapat timbul rasa percaya diri pada anak, yang penting untuk perkembangan kepribadiannya kelak.(4) Kelompok sebayaAnak memerlukan teman sebaya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak tersebut bergaul. Karena teman sebaya dapat mempengaruhi hal-hal baik dan yang tidak baik.(5) StresStres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya anak akan menarik diri, rendah diri, gagap, nafsu makan menurun dan bahkan bunuh diri.(6) Sekolah Dengan adanya wajib belajar 9 tahun, diharapkan setiap anak mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9 tahun. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan taraf hidup anak kelak. Saaat ini, yang masih menjadi masalah sosial adalah masih banyaknya anak yang terpaksa tidak sekolah karena harus membantu mencari nafkah untuk keluarganya. Selain itu perhatian pemerintah terhadap sarana, prasarana, dan mutu pendidikan dirasakan masih kurang.(7) Cinta dan kasih sayangSalah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya, agar kelak ia menjadi anak yang tidak sombong dan dapat memberikan kasih sayangnya pula. Sebaliknya, kasih sayang yang diberikan secara berlebihan, yang menjurus kearah memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, kurang bertanggung jawab, dan kurang bisa menerima kenyataan. (8) Kualitas interaksi anak dan orangtuaInteraksi timbal balik antara anak dan orangtua akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orangtuanya, sehingga komunikasi bisa timbal balik dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama. Kedekatan dan kepercayaan antara orangtua dan anak sangat penting. Interaksi tidak ditentukan oleh lama waktu anak bersama anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas interaksi tersebut. Kualitas interaksi adalah pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi. Hubungan yang menyenangkan dengan orang lain, terutama dengan anggota keluarganya, akan mendorong anak untuk mengembangkan kepribadian dan interaksi sosial dengan orang lain. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).3. Faktor keluarga dan adat istiadatFaktor keluarga dan adat istiadat yang mempengaruhi meliputi pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan ayah atau ibu, jumlah saudara, jenis dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian ayah atau ibu, pola pengasuhan, adat istiadat, norma, tabu, agama, urbanisasi, kehidupan politik yang mempengaruhi prioritas kebutuhan anak. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013). 2.1.3 Aspek-aspek perkembangan personal sosialMenurut Soetjiningsih (2005) dalam penelitian Sukmawati (2014) mengatakan, aspek personal sosial yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.2.1.4 Ciri-ciri perkembangan personal sosial anak prasekolahCiri-ciri perkembangan personal sosial anak usia prasekolah menurut Agusminto (2008) dalam (Sukmawati, 2014) adalah :1. Sangat antusias2. Lebih menyukai bekerja dengan dua atau tiga teman yang dipilih.3. Suka memakai baju orang tua atau orang lain. Dapat membereskan alat permainannya.4. Tidak menyukai bila dipegang tangannya.5. Menarik perhatian karena dipuji.6. Senang di rumah dekat dengan ibu.7. Ingin disuruh, penurut, suka membantu.8. Senang pergi ke sekolah.9. Gembira bila berangkat dan pulang sekolah.10. Kadang-kadang malu dan sukar untuk bicara.11. Bermain dengan kelompok dua atau lima orang12. Bekerjanya terpacu dengan anak lain. 2.1.5 Alat ukur perkembangan personal sosialPengukuran perkembangan personal sosial yang berhubungan dengan kemandirian anak, aspek bersosialisai, dan berinteraksi dengan lingkungan dapat diukur dengan Denver developmental Screening Test. Denver developmental Screening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun. Tes ini bukanlah tes diagnostic atau tes Intelligence Qutient (IQ). Dalam perkembangannnya DDST mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah Denver II yang merupakan hasil revisi dan standardisasi dari DDST dan DDST-R (Revised Denver Developmental Screening Test) oleh Frankenburg.2.1.5.1 Deskripsi Denver IIFormulir DDST terdiri atas satu lembar kertas dimana halaman depan berisi tentang tes dan halaman belakang berisi tentang petunjuk pelaksanaan. Pada halaman depan terdapat skala umur dalam bulan dan tahun pada garis horizontal atas dan bawah. Umur dimulai dari 0-6 tahun. Pada umur 0-2 bulan, jarak antara 2 tanda (garis tegak kecil) adalah 1 bulan. Setelah umur 24 bulan, jarak 2 tanda adalah 3 bulan.Pada halaman depan ada tiga tempat yang perlu diperhatikan yaitu : bagian kiri atas, bagian tengah, dan bagian pojok kanan bawah. Berikut ini penjelasan dari masing-masing bagian tersebut :1. Kiri atasPada bagian ini merupakan keterangan dari tugas perkembangan seluruh item yang digambarkan menjadi satu kotak persegi panjang, di dalam kotak tersebut terdapat neraca umur dan petunjuk pelaksanaan.1) Neraca umur Neraca umur yang menunjukkan angka 25, 50, 75, dan 90. Dari angka 25 sampai 75 kotak persegi panjang berwarna putih, dan dari 75 sampai 100 berwarna biru. Pembagian neraca umur ini menggambarkan bahwa 25%, 50%, 75%, 90% dari seluruh sampel standar anak normal yang dapat melaksanakan tugas tersebut.Sebagai contoh, item memakai baju memiliki makna berikut.(1) 25% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di umur 22 bulan.(2) 50% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di umur 24 bulan.(3) 75% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di umur 2 tahun 6 bulan.(4) 90% dari seluruh sampel anak dapat memakai baju di umur kurang dari 3 tahun yaitu 2 tahun 10 bulan.2) Petunjuk pelaksanaan Petunjuk pelaksanaan dibagi menjadi dua simbol, yaitu simbol angka dan huruf. Jika kotak persegi panjang (tugas pekembangan) berisi simbol (R) berarti tugas perkembangan tersebut dinilai dari laporan orang tua, jika simbol angka berarti tugas pekembangan tersebut dilakukan melalui sebuah tes/pertanyaan yang berada di belakang formulir Denver II, pertanyaan tersebut berjumlah 31 pertanyaan, pertanyaan yang diajukan sesuai dengan penomeran pada kotak persegi panjang. 2. Bagian tengah Pada bagian tengah berisi 125 item tugas perkembangan. Setiap tugas (kemampuan) digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal yang berurutan menurut umur dalam lembar Denver II. Tugas pekembangan disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam empat kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi :1) Kepribadian/ tingkah laku sosial (personal sosial)Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.2) Gerakan motor halus (fine motor adaptive)Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu serta melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Contohnya adalah kemampuan untuk menggambar, menulis, mencoret, melempar, menangkap bola, meronce manik-manik, memegang suatu benda, dan lain-lain.3) Bahasa (language)Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, apakah itu lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, pantomim, atau seni. Bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk paling efektif dalam komunikasi, juga paling penting dan paling banyak digunakan.4) Perkembangan motorik kasar (gross motor)Aspek yang berhubungan dengan perkembangan pergerakan dan sikap tubuh. Aktivitas motorik yang mencakup ketrampilan otot-otot besar seperti merangkak, berjalan, berlari, melompat, atau berenang. 3. Pojok kanan bawah Pada bagian pojok kanan bawah terdapat kotak kecil berisi tes perilaku. Tes perilaku ini dapat digunakan untuk membandingkan perilaku anak selama tes dengan perilaku sebenarnya.2.1.5.2 Penentuan umurMenentukan umur menggunakan patokan sebagai berikut.1. 1 bulan = 30-31 hari2. 1 tahun = 12 bulan 3. Umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah4. Umur lebih dari atau sama dengan 15 hari dibulatkan ke atas 5. Apabila anak lahir prematur maka dilakukan pengurangan umur, misalnya prematur 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.6. Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu, tidak dilakukan penyesuaian umur.Cara menghitung umur adalah sebagai berikut.1. Tulis tanggal, bulan, dan tahun dilaksankannya tes.2. Kurangi dengan cara bersusun dengan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran anak3. Jika jumlah hari dikurangi lebih besar, ambil jumlah hari yang sesuai dari angka bulan di depannya (misal Oktober 31 hari, November 30 hari).4. Hasilnya adalah umur anak dalam tahun, bulan, dan hari 5. Jika anak lahir prematur, lakukan penyesuaian prematuritas dengan cara mengurangi umur anak dengan jumlah minggu tersebut. Contoh 1.

Tabel 2.1Penentuan Umur tes Denver IITahunBulanHari

Tanggal Tes 20100728

Tanggal lahir-2009-05-09

Umur Anak010219

Premature 6 minggu-0-01-14

Penyesuaian umur anak010105

C

Co

Contoh 2 :Misalnya Budi lahir pada tanggal 23 mei 1992 dari kehamilan yang cukup bulan dan tes dilakukan tanggal 5 oktober 1994, maka perhitungannya sebagai berikut:Tabel 2.2Penentuan Umur tes Denver IITahunBulanHari

Tanggal Tes 19941005

Tanggal lahir19920523

Umur Anak020412

Umur Budi 2-4-12 = 2 tahun 4 bulan 12 hari, karena 12 hari adalah lebih kecil dari 15 hari maka dibulatkan ke bawah, sehingga umur Budi adalah 2 tahun 4 bulan. Kemudian garis umur ditarik vertikal pada formulir Denver II yang memotong kotak-kotak tugas perkembangan pada empat sektor. 2.1.5.3 Prosedur Denver IIProsedur Denver II dilakukan melalui 2 tahap, yaitu tahap pertama secara periodik dilakukan pada anak yang berumur 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. Tahap kedua dilakukan pada anak yang dicurigai mengalami hambatan perkembangan pada tahap I, kemudian dilakukan evaluasi diagnostik yang lengkap. Dalam pelaksanaan Denver II, Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.1. Perlu kerjasama aktif dari anak sebab anak harus merasa tenang, aman, senang, dan sehat.2. Harus terbina kerja sama yang baik antara kedua belah pihak.3. Tersedianya ruangan yang cukup luas, ventilasi baik, dan berikan kesan santai dan menyenangkan.4. Orang tua harus tahu tes ini bukan tes IQ melainkan tes untuk melihat perkembangan anak secara keseluruhan.5. Beri tahu orang tua bahwa anak tidak selalu dapat melaksanakan semua tugas yang diberikan.6. Item yang kurang memerlukan keaktifan anak sebaiknya didahulukan, misalnya sektor personal sosial, baru dilanjutkan sektor motorik halus.7. Item yang lebih mudah didahulukan, berikan pujian bila anak dapat menyelesaikan tugas dengan baik/kurang tepat agar anak tidak segan untuk menjalani tes berikutnya.8. Item dengan alat yang sama dilakukan secara berurutan agar efisien waktu.9. Hanya alat-alat yang akan digunakan saja yang diletakkan di atas meja.10. Pelaksanaan tes untuk semua sektor dimulai dari item yang terletak di sebelah kiri garis umur lalu dilanjutkan ke item di sebelah kanan garis umur.11. Jumlah item yang dinilai bergantung pada lama waktu yang tersedia, yang terpenting pelaksanaannya mengacu pada tujuan tes.2.1.5.4 Penilaian 1. Skoring penilaian item test1) L = Lulus/lewat = Passed/PAnak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi laporan (tepat/dapat dipercaya) bahwa anak dapat melakukannya.2) G = Gagal = Fail/FAnak tidak dapat melaksanakan item tugas dengan baik atau ibu/ pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan dengan baik.3) TaK = Tak ada Kesempatan = No opportunity/NOAnak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan. Skor ini hanya digunakan untuk item yang ada kode L/Laporan orang tua atau pengasuh anak. Misalnya pada anak retardasi mental/Down Sindrome.4) M = Menolak = Refusal/RAnak menolak melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya lelah, menangis, mengantuk.2. Interpretasi Nilai Penilaian per item 1) Penilaian lebih/Advanced (perkembangan anak lebih)(1) Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak di sebelah kanan garis umur(2) Nilai lebih diberikan jika anak dapat lulus/lewat dari item tes di sebelah kanan garis umur(3) Anak memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas perkembangan yang seharusnya dikuasai anak yang lebih tua dari umurnya.2) Penilaian OK atau normal (1) Gagal/menolak tugas pada item yang ada di kanan garis umur.(2) Kondisi ini wajar, karena item di sebelah kanan garis umur pada dasarnya merupakan tugas untuk anak yang lebih tua. Dengan demikian tidak menjadi masalah jika anak gagal atau menolak melakukan tugas tersebut karena masih banyak kesempatan bagi anak untuk melakukan tugas tersebut jika umurnya sudah mencukupi.(3) Lulus atau gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%. Jika anak lulus dianggap normal, jika gagal atau menolak juga dianggap masih normal.(4) Daerah putih menandakan sebanyak 25-75% anak di umur tersebut mampu (lulus) melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain masih terdapat sebagian anak di umur tersebut yang belum berhasil melakukannya.3) Penilaian Caution/peringatan(1) Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-90%(2) Tulis C di sebelah kanan kotak(3) Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 75-90% anak di umur tersebut sudah berhasil melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa melakukan tugas itu dengan baik.4) Penilaian Delayed/keterlambatanBila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.5) Penilaian Tidak ada Kesempatan(1) Pada item tes yang orang tua laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.(2) Item ini tidak perlu diinterpretasikan.3. Interpretasi Tes Denver II 1) Normal (1) Tidak ada delayed (keterlambatan).(2) Paling banyak 1 caution (peringatan).(3) Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.2) Suspect (1) Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).(2) Dan atau terdapat 1 atau lebih delayed (terlambat).(3) Dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution (peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/refusal.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan.3) Untestable (tidak dapat diuji)(1) Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).(2) Dan atau 2 atau lebih caution (peringatan).(3) Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan (refusal), bukan oleh kegagalan.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.2.2 Anak Usia Pra Sekolah2.2.1 PengertianBeberapa ahli menyebutkan bahwa anak usia prasekolah berlangsung pada usia tiga sampai lima tahun dan ada yang menyebutkan tiga sampai enam tahun. Patmonodewo 2008 mengatakan anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3-5 tahun. Menurut Wong dkk (dalam Prihantara, 2012) anak usia prasekolah berlangsung pada usia tiga sampai lima tahun.. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun. (Supartini, 2004). Menurut Potter & Perry (2005) Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun, dimana anak menyempurnakan penguasaan terhadap tubuh mereka dan merasa cemas menunggu awal pendidikan formal. Menurut Soetjiningsih & Gde Ranuh (2013) anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun. Anak usia pra sekolah adalah mereka yang biasa mengikuti program pra sekolah dan kinderganten (Taman Kanak-kanak) (Martinis dan Sabri, 2010). Umumnya di Indonesia anak yang mengikuti program penitipan anak, kelompok bermain atau Playgroup mereka yang berusia 3-4 tahun, sedangkan mereka yang mengikuti program taman kanak-kanak adalah anak usia 5-6 tahun. Kategori usia prasekolah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan definisi menurut Potter & Perry (2005) , Supartini (2004) dan Soetjiningsih dan Ranuh (2013) yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun.2.2.2 Ciri-ciri perkembangan anak prasekolahMasa prasekolah adalah masa belajar, tetapi bukan dalam dunia dua dimensi (pensil dan kertas) melainkan belajar pada dunia nyata, yaitu dunia tiga dimensi dimana masa prasekolah merupakan time for play. Pada masa ini, terjadi beberapa perkembangan yang menjadi ciri khas yang terdiri dari aspek fisik, sosial, emosi, dan kognitif. (Trisnawati, 2013). 1. Aspek fisik (Potter & Perry, 2005)1) Terjadi peningkatan koordinasi otot besar dan halus sehingga anak usia prasekolah umumnya sangat aktif dan menyukai kegiatan seperti berlari, berjalan naik dan turun dengan mudah dan belajar untuk melompat. Pada usia 6 tahun mereka biasanya dapat melompat dan melempar serta menangkap bola.2) Peningkatan keterampilan motorik halus membiarkan manipulasi yang kompleks. Mereka belajar untuk mencontoh lingkaran, silang, kotak, dan segitiga. Keterampilan ini membuat kemungkinan menulis huruf dan angka. Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak laki-laki apabila dia tidak terampil. Jauhkan dari sikap membandingkan lelaki-perempuan, juga dalam kompetensi keterampilan.2. Aspek sosial (Susanto, 2011)1) Perkembangan perilaku sosial anak ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.2) Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan angota-anggota keluarga lainnya. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.3) Dua atau tiga teman tidaklah cukup baginya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya demikian terdapat cukup teman untuk bermain, berolahraga serta memberikan kesenangan.4) Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman sebaya yang lebih luas daripada anak perempuan. Ia lebih senang bermain berkelompok daripada dengan satu atau dua anak. Sebaliknya, hubungan sosial anak anak perempuan lebih intensif dalam arti bahwa ia lebih senang bermain dengan satu atau dua anak daripada dengan kelompok.

3. Aspek emosional Anak usia prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya secara bebas dan terbuka, seperti menangis, tersenyum dan tertawa, ketakutan dan cemas, rasa iri, marah dan menyerang. (Soetjiningsih & Gde Ranuh, 2013).4. Aspek kognitifSelama tahap ini, anak mulai memiliki kecakapan motorik, proses berpikir anak-anak juga berkembang, meskipun mereka masih dianggap jauh dari logis. Proses berpikir menjadi internalisasi; tidak sistematis dan mengandalkan intuisi. Kemampuan simbolisasi meningkat. Kosakata anak juga diperluas dan dikembangkan selama tahap ini. Anak pada masa ini sering mengasumsikan bahwa setiap orang dan segala sesuatunya seperti mereka. Mereka hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang mereka sendiri. (Potter & Perry, 2005).2.3 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)2.3.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Martinis dan Sabri, 2010).Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling mendasar dan menempati kedudukan sebagai golden age dan sangat strategis dalam pengembangan sumber daya manusia. (Direktorat PAUD, 2005). Rentang anak usia dini dari lahir sampai usia enam tahun adalah usia kritis sekaligus strategis dalam proses pendidikan dan dapat mempengaruhi proses serta hasil pendidikan seseorang selanjutnya artinya pada periode ini merupakan periode kondusif untuk menumbuh kembangkan berbagai kemampuan, kecerdasan, bakat, kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosio-emosional dan spiritual. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) dapat diselenggarakan melalui nonformal, dan/atau informal (pasal 28 ayat 2). Pendidikan anak usia dini dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk lain yang sederajat yang selanjutnya dikategorikan sebagai satuan PAUD sejenis dimaksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan PAUD lainnya. (Gunarso, 2012).2.3.2 Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Secara alamiah, perkembangan anak berbeda-beda baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematangan emosi, kepribadian, kemandirian, jasmani dan sosialnya. Namun penelitian tentang otak menunjukkan bahwa jika anak dirangsang sejak dini, akan ditemukan potensi-potensi yang unggul dalam dirinya. Setiap anak unik, berbeda dan memiliki kemampuan tak terbatas dalam belajar (limitless capacity to learn) yang telah ada dalam dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan produktif, mandiri. Oleh karena itu, anak memerlukan program pendidikan yang mampu membuka kapasitas tersembunyi tersebut melalui pembelajaran yang bermakna sedini mungkin. Jika potensi pada diri anak tidak pernah direalisasikan, berarti anak telah kehilangan kesempatan dan momentum penting dalam hidupnya.Abraham Maslow telah menjelaskan tentang hierarki dari kebutuhan dasar manusia karena setiap individu itu berbeda, baik dilihat dari jenis kelamin, temperamen, ketertarikan, gaya belajar, pengalaman hidup, budaya, kebutuhannya. Maka setiap individu juga berbeda dalam hal kemandirian, konsep diri dan tingkat kemampuannya.Usia 4-6 tahun (TK) merupakan masa peka bagi anak, dimana anak mulai sensitive untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Pada masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan suasana belajar, strategi dan stimulus yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. 2.3.3. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Menurut Direktorat PPAUD dalam (Prihantara, 2012), program Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) diterapkan berdasarkan atas prinsip-prinsip berikut :1. Berorientasi pada kebutuhan anakKegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Pada dasarnya setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang sama, seperti kebutuhan fisik, rasa aman, dihargai, tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk diakui. Menurut Maslow kebutuhan anak yang sangat mendasar adalah kebutuhan fisik (rasa lapar dan haus). Kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan keamanan (merasa aman, terlindung dan bebas dari bahaya), dan kebutuhan rasa dimiliki dan disayang (berhubungan dengan orang lain, rasa diterima dan dimiliki). Anak tidak bisa belajar dengan baik apabila dia lapar, merasa tidak aman atau takut, lingkungan tidak sehat, tidak dihargai atau diacuhkan oleh pendidik atau temannya. Hukuman dan pujian tidak termasuk dari bagian kebutuhan anak, karenanya pendidik tidak menggunakan keduanya untuk mendisiplinkan atau menguatkan usaha yang ditunjukkan anak. 2. Berorientasi pada perkembangan anakPembelajaran untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia maupun dengan kebutuhan individual anak. Perkembangan anak mempunyai pola tertentu sesuai dengan garis waktu perkembangan. Setiap usia mempunyai tahap perkembangan yang berbeda, misalnya pada usia 3 tahun tidak sama dengan anak usia 4 tahun. Oleh karena itu pendidik harus memahami tahap perkembangan anak dan menyusun kegiatan sesuai dengan tahapan perkembangan untuk mendukung pencapaian tahap perkembangan yang lebih tinggi.3. Sesuai dengan keunikan setiap individuAnak merupakan individu yang unik, masing-masing mempunyai gaya belajar yang berbeda. Ada anak yang lebih mudah belajarnya dengan mendengarkan (auditori), ada yang dengan melihat (visual), dan ada yang harus dengan bergerak (kinestetik). Anak juga memiliki minat yang berbeda-beda terhadap alat/bahan yang dipelajari/digunakan, juga mempunyai temperamen yang berbeda, bahasa yang berbeda, cara merespon lingkungan serta kebiasaan yang berbeda. Pendidik seharusnya mempertimbangkan perbedaan individual anak, serta mengakui perbedaan tersebut sebagai kelebihan masing-masing anak. Untuk mendukung hal tersebut pendidik harus menggunakan cara yang beragam dalam membangun pengalaman anak, serta menyediakan ragam mainan yang cukup.

4. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain.Pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Melalui bermain anak belajar tentang: konsep-konsep matematika, sains, seni dan kreativitas, bahasa, sosial, dan lain-lain. Selama bermain, anak mendapatkan pengalaman untuk mengembangkan aspek-aspek/nilai-nilai moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni. Pembentukan kebiasaan yang baik seperti disiplin, sopan santun, dan lainnya dikenalkan melalui cara yang menyenangkan.5. Anak belajar melalui tahapan-tahapan :1) Anak belajar mulai dari hal-hal yang paling konkrit yang dapat dirasakan oleh inderanya (dilihat, diraba, dicium, dikecap, didengar) ke hal-hal yang bersifat imajinasi.2) Anak belajar dari konsep yang paling sederhana ke konsep yang lebih rumit, misalnya mula-mula anak memahami apel sebagai buah kesukaannya, kemudian anak memahami apel sebagai buah yang berguna untuk kesehatannya.3) Kemampuan komunikasi anak dimulai dengan menggunakan bahasa tubuh lalu berkembang menggunakan bahasa lisan.4) Anak memahami lingkungannya dimulai dari hal-hal yang terkait dengan dirinya sendiri, kemudian ke lingkungan dan orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, sampai kepada lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian pendidik harus menyediakan alat-alat mainan yang paling konkrit sampai alat mainan yang bisa digunakan sebagai pengganti benda sesungguhnya. Pendidik juga harus memahami bahasa tubuh anak dan membantu mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan bermain.6. Anak sebagai pembelajar aktifDalam proses pembelajaran, anak merupakan subjek/pelaku kegiatan dan pendidik merupakan fasilitator. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak ide, dan tidak bisa berdiam dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu pendidik harus menyediakan berbagai alat, memberi kesempatan anak untuk memainkan berbagai alat main dengan berbagai cara, dan memberikan waktu kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan caranya sendiri. Pendidik juga harus memahami dan tidak memaksakan anak untuk duduk diam tanpa aktifitas yang dilakukannya dalam waktu yang lama.7. Anak belajar melalui interaksi sosialPembelajaran anak melalui interaksi sosial baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada di lingkungannya. Salah satu cara anak belajar adalah dengan cara mengamati, meniru, dan melakukan. Orang dewasa dan teman-teman yang dekat dengan kehidupan anak merupakan obyek yang diamati dan ditiru anak. Melalui cara ini anak belajar cara bersikap, berkomunikasi, berempati, menghargai, atau pengetahuan dan keterampilan lainnya. Pendidik dan orang-orang dewasa di sekitar anak seharusnya peka dan menyadari bahwa dirinya sebagai model yang pantas untuk ditiru anak dalam berucap, bersikap, merespon anak dan orang lain, sehingga dapat membantu anak mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kematangan emosinya.8. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar.Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi anak. Dibedakan menjadi lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan fisik berupa penataan ruangan, penataan alat main, benda-benda, perubahan benda (daun muda-daun tua, daun kering, dst), cara kerja benda (bola didorong akan menggelinding, sedangkan kubus didorong akan menggeser). Lingkungan nonfisik berupa kebiasaan orang-orang sekitar, suasana belajar (keramahan pendidik, pendidik yang siap membantu, dst). Pendidik seharusnya menata lingkungan yang menarik, menciptakan suasana hubungan yang hangat antar pendidik, antar pendidik dan anak, dan anak dengan anak. Pendidik juga memfasilitasi anak untuk mendapatkan pengalaman belajar di dalam dan di luar ruangan secara seimbang dengan menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan anak. Pendidik juga mengenalkan kebiasaan baik, nilai-nilai agama dan moral di setiap kesempatan selama anak di lembaga dengan cara yang menyenangkan. 9. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasiPada dasarnya setiap anak memiliki potensi kreativitas yang sangat tinggi. Ketika anak diberi kesempatan untuk menggunakan berbagai bahan dalam kegiatan permainannya, maka anak akan dapat belajar tentang berbagai sifat dari bahan-bahan tersebut. Ijinkanlah anak bersentuhan dengan aneka bahan dengan berbagai bentuk, jenis, tekstur, ukuran, dll. Mereka dapat menciptakan produk-produk baru dengan inovasi mereka setelah bereksplorasi dengan berbagai bahan tersebut. Pendidik perlu menghargai setiap kreasi anak apapun bentuknya sebagai wujud karya kreatif mereka. Dengan kreativitas, nantinya anak akan dapat memiliki pribadi yang kreatif sehingga mereka dapat memecahkan masalah kehidupan dengan cara-cara yang kreatif. Ide-ide kreatif dan inovatif mereka dapat menunjang untuk menjadi seorang wirausaha yang dapat meningkatkan perekonomian negara.10. Mengembangkan kecakapan hidup anakKecakapan hidup merupakan suatu keterampilan yang perlu dimiliki anak melalui pengembangan karakter. Karakter yang baik dapat dikembangkan dan dipupuk sehingga menjadi modal bagi masa depannya kelak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menjadi mandiri, tekun, bekerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, dan mampu membangun hubungan dengan orang lain. Kecakapan hidup merupakan keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupannya kelak. Ini sangat menunjang seseorang agar kelak dapat menjadi orang yang berhasil. Untuk itu pendidik harus percaya bahwa anak mampu melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Pendidik juga harus mendukung kemampuan kecakapan hidup penataan lingkungan yang tepat, menyediakan kegiatan main yang beragama, serta menghargai apapun yang dihasilkan oleh anak.11. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan sekitarSumber dan media belajar untuk PAUD tidak terbatas pada alat dan media hasil pabrikan, tetapi dapat menggunakan berbagai bahan dan alat yang tersedia di lingkungan sepanjang tidak berbahaya bagi kesehatan anak. Air, tanah lempung, pasir, batu-batuan, kerang, daun-daunan, ranting, karton, botol-botol bekas, kain perca, baju bekas, sepatu bekas, dan banyak benda lainnya dapat dijadikan sebagai media belajar untuk mengenalkan banyak konsep (matematika, sains, sosial, bahasa, dan seni) dengan menggunakan bahan dan benda yang berada di sekitar anak belajar tentang menjaga lingkungan, pelestarian alam, dan lainnya. Sumber belajar juga tidak terbatas pada pendidik, tetapi orang-orang yang ada disekitarnya. Misalnya anak dapat belajar tentang tugas dan cara kerja petani, peternak, polisi, pak pos, petugas pemadam kebakaran, dan lainnya dengan cara mengunjungi tempat kerja mereka atau mendatangkan mereka ke lembaga PAUD untuk menunjukkan kepada anak bagaimana mereka bekerja.

12. Anak belajar sesuai dengan kondisi sosial budayanya PAUD merupakan wahana anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi dengan berdasarkan pada sosial budaya yang berlaku di lingkungan. Pendidik seharusnya mengenalkan budaya, kesenian, dolanan anak, baju daerah menjadi bagian dari setting dan pembelajaran baik secara regular maupun melalui kegiatan tertentu.13. Melibatkan peran serta orang tua Orang tua menjadi sumber informasi mengenai kebiasaan, kegemaran, ketidaksukaan anak, dan lain-lain yang diggunakan pendidik dalam penyusunan program pembelajaran. Orang tua juga dilibatkan dalam memberikan keberlangsungan pendidikan anak di rumah. Untuk itu seharusnya lembaga PAUD memiliki jadwal pertemuan orang tua secara rutin untuk berbagai informasi tentang kebiasaan anak, kemajuan, kesulitan, rencana kegiatan bersama anak dan orang tua, harapan-harapan orang tua untuk perbaikan program, dst. Dengan adanya program orang tua diharapkan stimulasi yang anak dapatkan di lembaga dan di rumah menjadi sejalan dan saling menguatkan.14. Stimulasi pendidikan bersifat menyuluruhSaat anak melakukan sesuatu, sesungguhnya ia sedang mengembangkan berbagai aspek perkembangan/kecerdasannya. Sebagai contoh saat anak makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosa kata tentang nama bahan makanan, jenis makanan, dsb), gerakan motorik halus (memegang sendok, membawa makanan ke mulut), kemampuan kognitif (membedakan jumlah makanan yang banyak dan sedikit), kemampuan sosial emosional ( duduk dengan tepat, saling berbagi, saling menghargai keinginan teman), dan aspek moral (berdoa sebelum dan sesudah makan). Program pembelajaran dan kegiatan anak yang dikembangkan pendidik seharusnya ditujukan untuk mencapai kematangan semua aspek perkembangan. Selama anak bermain pendidik juga harus mengamati kegiatan anak untuk mengetahui indikator-indikator yang telah dicapai anak di setiap perkembangannya.2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Menurut Penelitian yang dilakukan (Apriana, 2009) tentang Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Dengan Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah menyebutkan alasan-alasan orang tua mengikutsertakan anaknya dalam PAUD yaitu :1. Kesibukan orang tua dalam bekerja sehingga orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak akan informasi dan pembelajaran.2. Menambah kemampuan sosialisasi anak, mendapatkan sarana bermain yang lebih lengkap dan edukatif baik untuk kemampuan kognitif, motorik, ataupun pendidikan budi pekerti yang baik.Beberapa orang tua tidak mengikutsertakan anaknya dalam PAUD dengan alasan sebagai berikut :1. Anak berusia 3 tahun atau kurang, masih perlu memusatkan kegiatannya di rumah dengan orang tua dan keluarga lainnya.2. Anak dibawah usia 4 tahun belum dapat membedakan perilaku yang baik dan buruk. Anggapan seperti ini membuat orang tua takut membaurkan anaknya terlalu dalam dengan orang-orang yang baru dikenalnya, karena takut terpengaruh dengan hal-hal yang buruk. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi orang tua untuk mengikutsertakan anaknya dalam program PAUD masih kurang. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi orang tua untuk mengikutsertakan anaknya dalam program PAUD antara lain tingkat pengetahuan, kepribadian, sikap, cita-cita, lingkungan, kemampuan ekonomi, dsb.Menurut penelitian Adriasa (2010) dalam (Prihantara, 2012) faktor-faktor yang melatarbelakangi orang tua mengikutsertakan anak-anaknya ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yaitu :1. Kesibukan orang tua, karena orang tua bekerja maka anak dimasukkan ke PAUD2. Pemahaman orang tua terhadap pendidikan anak usia dini karena PAUD penting bagi perkembangan anak.3. Pertimbangan ekonomi keluarga, dibandingkan dengan jasa pengasuhan anak lain biaya lembaga PAUD relatif terjangkau.4. Dorongan dari orang-orang sekitar yang memberikan informasi bahwa PAUD berkualitas baik untuk anak.2.4 Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Martinis dan Sabri, 2010). Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar merupakan prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Lingkungan tersebut memberikan stimulasi pendidikan yang bersifat menyuluruh mencakup semua aspek perkembangan anak, salah satunya pekembangan personal sosial. (Direktorat PPAUD 2011).Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nirwana, et al., (2014) tentang Keikutsertaan Dalam Play Group Terhadap Tingkat Perkembangan Anak Usia Prasekolah, Hasil bivariat menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam play group memiliki hubungan yang bermakna terhadap perkembangan personal sosial (p=0,003), perkembangan motorik kasar (p=0,029), perkembangan motorik halus (p=0,013), perkembangan bahasa (p=0,000), dan perkembangan anak secara umum (p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara keikutsertaan dalam play group terhadap tingkat perkembangan anak. Maimon, et al., (2013) mengatakan bahwa anak yang mendapat stimulasi yang teratur dan terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang tidak/kurang mendapat stimulasi. Dengan demikian jelas bahwa stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Stimulasi sejak dini terhadap seluruh pancaindra akan membuat anak kaya pengalaman sensoris, seperti mendengar, melihat, meraba, menghirup dan mengecap. Hal ini akan menjadi bekal bagi perkembangan sel-sel otaknya. Semakin banyak dan sering stimulasi dilakukan, semakin besar peluang menjadikan anak cerdas. (Nirwana, et al., 2014).

2.5 Kerangka KonsepKerangka konsep adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep penelitian dijelaskan seperti Gambar 2.3.

Periode sensitive dalam menerima stimulasiAnak Usia Prasekolah (3-6 tahunPendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Lingkungan kaya stimulasi (kelompok bermain dan kelompok teman sebaya)Perkembangan Personal SosialKemampuan MandiriKemampuan BersosialisasiFaktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah :Faktor genetikFaktor lingkungan Faktor lingkungan fisikFaktor lingkungan sosialFaktor keluarga dan adat-istiadat

Keterangan : : Variabel diteliti: Variabel tidak diteliti: Alur pikirGambar 2.3Kerangka Konsep Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja2.6 HipotesisHipotesis dalam penelitian merupakan jawaban atau dugaan sementara penelitian atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam sebuah penelitian (Setiadi, 2007).Ha : Ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja.H0 : Tidak ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja.Hipotesis pada penelitian ini adalah ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Desain PenelitianJenis penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen dalam bentuk rancangan Static Group Comparison. Rancangan ini berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental, dalam rancangan ini kelompok eksperimental diberi perlakuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan diikuti dengan pengukuran perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah, dari hasil pengukuran yang didapat tersebut kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. (Nursalam, 2011). Peneliti melakukan penelitian ini untuk melihat Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah di Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. Rancangan ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

SubyekPerlakuanPost test

K-AIOI-A

K-B-OI-B

Time 1Time 2

Tabel 3.1Desain Penelitian Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah di Dangin Puri Kaja tahun 2015

Keterangan K-A: Subyek perlakuan K-B: Subyek kontrolI: Diberi perlakuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)OI-A: Pengukuran DDST perkembangan personal sosial (kelompok perlakuan)OI-B: Pengukuran DDST perkembangan personal sosial (kelompok kontrol)

3.1.1 PopulasiSemua anak prasekolah di Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari sebanyak 150 anak.Kriteria EksklusiKriteria InklusiTeknik SamplingNon Probability Purposive samplingSampel30 orang sesuai dengan kriteria inklusi15 sampel dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)15 sampel tanpa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Post test Observasi perkembangan personal sosial anak usia prasekolahPost test Observasi perkembangan personal sosial anak usia prasekolahTabulasi DataUji Normalitas Data(Saphiro Wilk)Analisa DataData Berdistribusi normal : Independent t testData tidak berdistribusi normal : Uji Mann WhitneyKerangka kerja

Gambar 3.1Kerangka Kerja Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosiak Anak Usia Prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. Dari lima Banjar yang ada, akan digunakan dua Banjar yaitu Banjar Tainsiat sebagai kelompok perlakuan dan Banjar Taman Sari sebagai kelompok kontrol. Pemilihan dua Banjar yang akan digunakan sebagai tempat penelitian agar mudah mengkoordinir pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan April sampai Mei 2015.3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi penelitianPopulasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi target pada penelitian ini adalah semua anak usia prasekolah yaitu 150 anak yang berada di Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari. Populasi terjangkau adalah 15 anak usia prasekolah yang berada di Banjar Tainsiat dan 15 anak usia prasekolah yang berada Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. (Nursalam, 2011). 3.3.2 Sampel penelitian Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo dalam Setiadi, 2007). Sampel dalam penelitian ini adalah 30 anak, meliputi 15 anak usia pra sekolah yang berada di Banjar Tainsiat dan 15 anak usia pra sekolah di Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. Menurut Murti (2006) menurut patokan umum yang dalam bahasa Inggris disebut rule of tumb, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500, untuk jumlah masing-masing kelompok antara 10 sampai dengan 20. (Sugiyono, 2012). Besar sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang, 15 orang untuk kelompok perlakuan yaitu anak usia prasekolah di Banjar Tainsiat dan 15 orang untuk kelompok kontrol yaitu anak usia prasekolah di Banjar Taman Sari. Dalam mengantisipasi kriteria eksklusi, disini peneliti menggunakan sampel cadangan yang didapat melalui rumus : (t-1) (r-1) 15 (Hidayat, 2009)Dimana :t=jumlah perlakuan (dalam penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan)r=jumlah ulangan atau kelompok perlakuanBerdasarkan pertimbangan tersebut, maka ulangan dari masing-masing perlakuan dapat dihitung dengan rumus diatas ;(t-1) (r-1) 15(2-1) (r-1) 151 (r-1) 15(r-1) 15/1r 15+1r 16Berdasarkan perhitungan rumus di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel cadangan dalam penelitian ini terdiri dari 16 sampel untuk control dan 16 sampel untuk perlakuan.Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:1. Kriteri inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1) Anak usia prasekolah berumur 3-6 tahun2) Anak usia prasekolah yang diizinkan menjadi responden penelitian 2. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek (sampel) yang tidak memenuhi kriteria inklus atau tidak layak diteliti menjadi sampel kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1) Anak prasekolah yang mengalami cacat mental dan fisik seperti gangguan pendengaran, down syndrome, bibir sumbing, dll.2) Anak prasekolah yang sedang sakit saat penelitian ini dilaksanakan.3) Tingkat kehadiran anak 75% di sekolah.3.3.3 Teknik pengambilan sampelSampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011). Pada penelitian ini sampel akan diambil dari populasi anak usia prasekolah yang berada di Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja kecamatan Denpasar Utara. Adapun teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah jenis nonprobability sampling yaitu purposive sampling disebut juga judgment sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. (Nursalam, 2011). 3.4 Variabel dan Definisi Operasional Variabel3.4.1 Variabel Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).

1. Variabel independen/ variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini variabel yang diduga sebagai faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan personal sosial anak usia pra sekolah adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jadi variabel bebas dari penelitian ini adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) .2. Variabel dependen/variabel terikatVariabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini variabel yang berubah karena pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini yaitu perkembangan personal sosial anak usia prasekolah, jadi variabel variabel terikat dari penelitian ini adalah perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.3.4.2 Definisi operasional variabelDefinisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. (Nursalam, 2011). Definisi operasional ini dibuat berdasarkan pemikiran peneliti seperti tabel dibawah ini

Tabel 3.2Definisi Operasional Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terhadap Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja.

VariabelDefinisi OperasionalCara pengukuran Alat UkurSkalaSkor

123456

Variabel bebas (Independent Variable) : Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Wawancara terstrukturChecklistNominal1. Mengikuti PAUD2. Tidak Mengikuti PAUD

Variabel terikat(Dependent Variable) : perkembangan personal sosial anak usia prasekolahNilai yang diperoleh dari hasil pengukuran perkembangan personal sosial menggunakan Denver II pada anak usia prasekolah yang telah mengikuti kriteria inklusi.Wawancara terstrukturPedoman Pelaksanaan Tes Denver IIOrdinal1. Unstable ((Tidak ada delayed(keterlambatan),paling banyak 1 caution (peringatan))2. Suspect (Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan), dan atau terdapat 1 atau lebih delayed (terlambat), dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution (peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/refusal)3. Normal (Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat), dan atau 2 atau lebih caution (peringatan), dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan (refusal), bukan oleh kegagalan)

3.5 Jenis dan cara pengumpulan data3.5.1 Jenis data yang dikumpulkanData yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer diperoleh dari sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi tentang perkembangan personal sosial anak usia prasekolah. Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran, pengamatan, survey dan lain-lain. (Setiadi, 2007). Data primer didapat dari melalui pedoman observasi melalui pedoman Denver II untuk mengetahui perkembangan personal sosial pada anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara. 3.5.2 Cara pengumpulan dataPengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011). Langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, antara lain:1. Mengirimkan surat permohonan ijin penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali yang ditandatangani oleh Pembantu Ketua 1 Program Studi Ilmu Keperawatan ditujukan kepada Gubernur Bali cq Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Provinsi Bali.2. Setelah mendapat surat rekomendasi dari Kesbang Pol dan Linmas Provinsi Bali kemudian peneliti membawa surat tersebut ke kantor Kesbang Pol dan Linmas Kotamadya Denpasar.3. Setelah diberikan surat ijin dari Kesbangpol dan Linmas Kotamadya Denpasar, dilanjutkan dengan melakukan pendekatan formal kepada Kepala Puskesmas I Denpasar Utara untuk mendapatkan ijin penelitian.4. Peneliti membawa surat ijin dari Kepala Puskesmas I Denpasar Utara ke Kepala Dusun/Banjar Tainsiat dan Banjar Taman Sari.5. Setelah mendapatkan ijin dari Kepala Dusun untuk melakukan penelitian, kemudian melalukan pendekatan formal pada Kepala Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) TK/PG Lokasari Banjar Tainsiat dan kader Posyandu balita Banjar Taman Sari, Desa Dangin Puri Kaja yang bertujuan untuk mencari alamat-alamat anak usia prasekolah di banjar tersebut. Kepala sekolah dan kader posyandu dapat meyakinkan warga bahwa memang benar penelitian ini sudah mendapatkan ijin dari tugas yang berwenang. 6. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti tidak melakukannya sendiri tetapi peneliti dibantu oleh duaorang peneliti pendamping. Dalam hal ini peneliti pendamping adalah teman peneliti. Peneliti pendamping membantu dalam melakukan wawancara pada orang tua anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jadi peneliti melakukan penyamaan persepsi dengan peneliti pendamping sebelum penelitian dilakukan. 7. Setelah mendapatkan ijin, peneliti langsung ke rumah warga populasi sasaran/target ditemani oleh peneliti pendamping.8. Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan kepada orangtua responden, jika anak yang peneliti temukan sesuai dengan kriteria inklusi. Peneliti memberikan informed consent (persetujuan) bahwa anaknya diijinkan menjadi subjek penelitian untuk ditandatangani oleh orang tua anak tersebut. Jika tidak sesuai dengan kriteria inklusi, peneliti menjelaskan lebih detail kepada orangtua anak tersebut mengenai aturan-aturan penelitian ini, jika orang tua tetap meminta untuk dilakukan pengukuran perkembangan personal sosial maka peneliti menyanggupinya tetapi tidak memberikan informed consent (persetujuan) bagimanapun hasilnya dijelaskan kepada orang tua namun tidak dicantumkan dalam penelitian.9. Anak yang sesuai kriteri inklusi sebanyak 30 anak terdiri dari 15 anak yang tidak mengikuti PAUD yang berasal dari Banjar Taman Sari dan 15 anak yang mengikuti PAUD berasal dari Banjar Tainsiat.10. Wawancara pada orang tua anak usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilakukan di TK/PG Lokasari yang terletak di Banjar Tainsiat. Peneliti dibantu peneliti pendamping melakukan wawancara pada orang tua dengan berpedoman pada tes Denver II untuk mengetahui perkembangan personal sosial. Selain itu, peneliti juga melihat persentase kehadiran pada anak usia prasekolah di TK/PG Lokasari Br. Tainsiat sehingga dapat memenuhi kriteria inklusi penelitian. Anak usia prasekolah yang mempunyai persentase kehadiran 75% selama 1 bulan, tidak akan dimasukkan ke dalam kriteria inklusi, sehingga peneliti harus mencari responden lain yang memenuhi syarat kriteria inklusi.11. Wawancara pada orang tua anak usia prasekolah yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilakukan dengan mengunjungi rumah responden yang terletak di lingkungan Br. Taman Sari. Peneliti dibantu peneliti pendamping melakukan wawancara pada orang tua dengan berpedoman pada tes Denver II untuk mengetahui perkembangan personal sosial. 12. Memberikan reinforcement positif berupa ucapan terima kasih atas kerja sama para responden yang telah bersedia diwawancarai dan menjawab pertanyaan.13. Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi dan dilakukan analisis data.3.5.3 Instrumen pengumpul dataInstrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam pengumpulan data (Nursalam, 2008). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :3.6.3.4 Formulir Denver II Denver Developmental Screening Test. Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun. Tes ini bukanlah tes diagnostic atau tes Intelligence Qutient (IQ). Dalam perkembangannnya DDST mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah Denver II yang merupakan hasil revisi dan standardisasi dari DDST dan DDST-R (Revised Denver Developmental Screening Test) oleh Frankenburg. Denver II lebih ditujukan untuk skrining, dengan cara membandingkan kemampuan perkembangan seorang anak dengan anak lain yang seumur. Denver II memiliki sensivitas yang tinggi, tetapi terdapat keterbatasan dalam spesifitas dan nilai prediktif. Terdapat tiga penilaian dalam tes Denver II, yaitu pertama skoring penilaian item tes, kedua interpretasi nilai per item tes, yang ketiga interpretasi tes Denver II. Berikut penjelasannya :1. Penilaian Skoring penilaian item test1) L = Lulus/lewat = Passed/P2) Anak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh memberi laporan (tepat/dapat dipercaya) bahwa anak dapat melakukannya.3) G = Gagal = Fail/FAnak tidak dapat melaksanakan item tugas dengan baik atau ibu/ pengasuh memberi laporan anak tidak dapat melakukan dengan baik.4) TaK = Tak ada Kesempatan = No opportunity/NOAnak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena ada hambatan. Skor ini hanya digunakan untuk item yang ada kode L/Laporan orang tua atau pengasuh anak. Misalnya pada anak retardasi mental/Down Sindrome.5) M = Menolak = Refusal/RAnak menolak melakukan tes oleh karena faktor sesaat, misalnya lelah, menangis, mengantuk.2. Interpretasi Nilai Penilaian per item 1) Penilaian lebih/Advanced (perkembangan anak lebih)(1) Apabila anak lulus pada uji coba item yang terletak di sebelah kanan garis umur(2) Nilai lebih diberikan jika anak dapat lulus/lewat dari item tes di sebelah kanan garis umur(3) Anak memiliki kelebihan karena dapat melakukan tugas perkembangan yang seharusnya dikuasai anak yang lebih tua dari umurnya.2) Penilaian OK atau normal (1) Gagal/menolak tugas pada item yang ada di kanan garis umur.(2) Kondisi ini wajar, karena item di sebelah kanan garis umur pada dasarnya merupakan tugas untuk anak yang lebih tua. Dengan demikian tidak menjadi masalah jika anak gagal atau menolak melakukan tugas tersebut karena masih banyak kesempatan bagi anak untuk melakukan tugas tersebut jika umurnya sudah mencukupi.(3) Lulus atau gagal atau menolak pada item dimana garis umur terletak di antara 25-75%. Jika anak lulus dianggap normal, jika gagal atau menolak juga dianggap masih normal.(4) Daerah putih menandakan sebanyak 25-75% anak di umur tersebut mampu (lulus) melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain masih terdapat sebagian anak di umur tersebut yang belum berhasil melakukannya.3) Penilaian Caution/peringatan(1) Gagal atau menolak pada item dalam garis umur yang berada di antara 75-90%(2) Tulis C di sebelah kanan kotak(3) Hasil riset menunjukkan bahwa sebanyak 75-90% anak di umur tersebut sudah berhasil melakukan tugas tersebut. Dengan kata lain, mayoritas anak sudah bisa melakukan tugas itu dengan baik.4) Penilaian Delayed/keterlambatanBila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.5) Penilaian Tidak ada Kesempatan(1) Pada item tes yang orang tua laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan untuk melakukan atau mencoba di skor sebagai TaK.(2) Item ini tidak perlu diinterpretasikan.3. Interpretasi Tes Denver II 1) Normal (1) Tidak ada delayed (keterlambatan).(2) Paling banyak 1 caution (peringatan).(3) Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol berikutnya.2) Suspect (1) Terdapat 2 atau lebih caution (peringatan).(2) Dan atau terdapat 1 atau lebih delayed (terlambat).(3) Dalam hal ini delayed (terlambat) dan caution (peringatan) harus disebabkan oleh kegagalan/fail, bukan oleh penolakan/refusal.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan faktor sesaat seperti rasa takut, sakit, atau kelelahan.3) Untestable (tidak dapat diuji)(1) Terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat).(2) Dan atau 2 atau lebih caution (peringatan).(3) Dalam hal ini delayed atau caution harus disebabkan oleh penolakan (refusal), bukan oleh kegagalan.(4) Lakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.3.6 Pengolahan dan Analisa Data3.6.1 Pengolahan DataPengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan. (Setiadi, 2007). Menurut Setiadi (2012), langkah-langkah pengolahan data yang akan dilakukan yaitu :1. EditingEditing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam editing adalah memeriksa kembali identitas responden pada lembar observasi, memeriksa lembar observasi apakah sudah terjawab dengan lengkap, memasukkan data yang penting atau diperlukan saja, mengumpulkan data ulang untuk melengkapi data yang kurang pada lembar observasi.2. Coding Coding merupakan proses mengelompokkan data sesuai dengan klasifikasinya dengan cara memberi kode tertentu. Kode untuk keikutsertaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada anak usia prasekolah :1) 1 : Mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)2) 2 : Tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)Kode untuk perkembangan personal sosial :1) 1 : Unstable 2) 2: Suspect 3) 3 : Normal Kode untuk jenis kelamin 1) 1 : Laki-laki2) 2 : PerempuanKode untuk umur anak usia prasekolah :1) 1 : 3-4 tahun2) 2 : 4-5 tahun3) 3 : 5-6 tahun 3. EntryKegiatan memasukkan data ke dalam media untuk memudahkan mencari apabila data itu diperlukan kembali. Biasanya data ini dimasukkan ke dalam disket atau program data base yang akan diolah dengan menggunakan computer, kemudian diolah menggunakan program SPSS for windows4. TabulasiMenyajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Semua data yang sudah didapat dikelompokkan yaitu data demografi, dan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah tanpa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 3.6.2 Analisis DataAdapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dari analisis univariat dan bivariat yang dijelaskan sebagai berikut :1. Analisis UnivariatAnalisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Nursalam, 2002). Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel sebagai informasi untuk mendeskripsikan semua variabel penelitian yaitu perkembangan sosial anak prasekolah pada kelompok kontrol dan perlakuan dengan menghitung sebaran tendensi sentral yang mencakup nilai rata-rata, nilai minimal, nilai maksimal, dan nilai standar deviasi.2. Analisis Bivariat Sebelum dilakukan uji analisis bivariat, pada data yang telah terkumpul dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk (sampel kurang dari 50 orang). Jika data dalam penelitian ini berdistribusi normal, maka dilakukan uji parametrik independent t test dan jika tidak berdistribusi normal dilakukan uji mann whitney. Hasil dari uji statistik ini dapat disimpulkan sebagai berikut :1) Jika nilai thitung atau Uhitung lebih besar dari ttabel atau Utabel atau p0,05, maka dikatakan Ho diterima atau dengan kata lain tidak ada perbedaan perkembangan sosial pada kelompok perlakuan dan kontrol3.7 Etika PenelitianDalam melaksanakan penelitian khusunya jika yang menjadi subjek penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia. Beberapa prinsip penelitian pada manusia yang harus dipahami antara lain :1. Prinsip manfaatDengan berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Prinsip ini dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak memberikan atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan antara aspek risiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik.

2. Prinsip menghormati manusiaManusia memiliki hak dan merupakan makhluk yang mulia yang harus dihormati, karena manusia berhak untuk menentukan pilihan antara mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.3. Prinsip keadilanPrinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia. Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.4. Informed Consent (lembar persetujuan)Setelah ijin diberikan, maka selanjutnya adalah melakukan pengumpulan sampel. Dalam menjaga etika penelitian, maka dalam penelitian ini menggunakan informed consent melalui pemberian lembar permohonan dan penandatangan lembar persetujuan jika yang bersangkutan bersedia menjadi responden. Responden yang telah bersedia digunakan sebagai sampel dijamin kerahasian data yang diberikan dengan tidak mencantumkan nama responden, tetapi hanya mencantumkan inisial responden. Informed consent merupakan lembar persetujuan untuk menjadi responden yang diedarkan sebelum melakukan penelitian pada subyek. Jika subyek bersedia diteliti maka subyek harus mencantumkan tanda tangan pada lembar persetujuan menjadi responden dengan terlebih dahulu membaca isinya dan jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak subyek.5. Anonimisty (tanpa nama)Anonymisty artinya menjaga kerahasiaan identitas subyek. Peneliti memberikan jaminan mengenai kerahasiaan identitas responden penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama subyek pada lembar observasi, tetapi hanya diberi kode tertentu.6. Confidentiality (kerahasiaan)Confidentiality berarti kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Data yang diperoleh dari responden hanya untuk dilaporkan atau disajikan dalam bentuk kelompok yang berhubungan dengan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D., 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. 1st penyunt. Jakarta: Salemba Medika.Apriana, R., 2009. Hubungan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dengan Perkembangan Kognitif Anak Prasekolah. Semarang :Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro. Fatoni, R., 2010. Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Personal Sosial Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Tk PDHI Banguntapan Bantul Yogyakarta:Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Glascoe FP, d., 1992 Jun. Department of Pediatrics, Vanderbilt University School of Medicine, Nashville, TN.. Accuracy of the Denver-II in developmental screening..Gunarso, R., 2012. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Program Percontohan (Kelompok Bermain dan Taman KanakKanak). Program Percontohan Ber Ugaq Paud (Kelompok Bermain & Taman Kanak-Kanak), pp. 1-7.Hartawan, I. N. B. & Soetjiningsih, I. G. A. W., 2008. Sari Pediatri. Karakteristik Tumbuh Kembang Anak Di Tempat Penitipan Anak Werdhi Kumara 1, Kodya Denpasar, pp. 134-135.Hidayat, A., 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. 1st ed. Jakarta: Salemba Medika.Maimon, E., Ismail, D. & Neni Sitaresmi, M., 2013. Hubungan Mengikuti Kelompok Bermain dan Perkembangan Anak. Sari Pediatri, Volume 15, pp. 233-236.Martinis dan Sabri, 2010. Pendidikan Anak Usia Dini. I ed. Jakarta: Gaung Persada Press.Nirwana, Asfilayly, L. O. & Askar.M, 2014. Keikutsertaan Dalam Play Group Terhadap Tingkat Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Journal of Pediatric Nursing, I(3), pp. 125-128.Notoatmojo dalam Setiadi, 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. 2nd ed. Jakarta: Salemba Medika.Potter & Perry, 2005. Fundamentals Of Nursing : Concepts, Process, and Practice. 4 ed. Jakarta: EGC.Prihantara, A., 2012. Hubungan PAUD Dengan Perkembangan Bahasa Anak Usia Prasekolah Di Desa Sumerta Kaja. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. pp. 12-13.Setiadi, 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. 1st ed. Yogyakarta: Graha Ilmu.Soetjiningsih & Gde Ranuh, I., 2013. Tumbuh Kembang Anak. 2 ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.Sugiyono, 2012. Statistik Untuk Penelitian. 21 ed. Bandung: Alfabeta.Sukmawati, M., 2014. Hubungan Stimulasi Interpersonal Intelligence Dengan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah. Denpasar : Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Wira Medika PPNI Bali.. Supartini, Y., 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. 1st ed. Jakarta: EGC.Susanto, A., 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. 1st ed. Jakarta: Prenada Media Group.Trisnawati, E., 2013. Hubungan Pemenuhan Gizi Seimbang Dengan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia.Jember: Program Studi Ilmu Keperwatan Universitas Jember..

77