Upload
hatu
View
222
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Perkembangan Balanced Scorecard
Mulyadi (2007:5) menjelaskan kemunculan konsep Balanced Scorecard
dimulai dari studi yang dilakukan oleh David P. Norton dan Robert S. Kaplan. Hasil
studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard -
Measures that Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Januari-
Februari 1992). Studi ini didorong atas kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran
kinerja keuangan yang dimaanfaatkan oleh perusahaan untuk mengukur kinerja
eksekutif tidak lagi memadai. Melalui hasil studi tersebut disimpulkan bahwa untuk
mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan suatu alat pengukuran yang
komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, konsumen, bisnis
internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pengukuran ini disebut Balanced
Scorecard yang dipandang cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif dalam
mewujudkan kinerja melalui keempat perspektif sehingga keberhasilan keuangan
yang diwujudkan perusahaan memiliki kesinambungan.
Pada tahun 1996, Kaplan dan Norton mengembangkan konsep Balanced
Scorecard yang telah mereka bangun. Dalam studi ini dikemukakan bahwa Balanced
Scorecard dapat dikembangkan sebagai sistem manajemen strategi dan tidak lagi
hanya berfungsi sebagai sistem pengukuran kinerja. Pemanfaatan Balanced
Scorecard pada sistem perencanaan strategi sebagai alat untuk menerjemahkan misi,
visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai, dan strategi perusahaan ke dalam sasaran-sasaran
strategi dengan empat atribut komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Hasil
penelitian itu mereka terbitkan dalam sebuah artikel di majalah Harvard Business
Review edisi Januari-Februari 1996 dengan judul “Using Balanced Scorecard as A
Strategic Management System” (Mulyadi 2007:8).
Kemudian di tahun 2001 dan 2004, Kaplan dan Norton menerbitkan buku
mereka berikutnya yang berjudul Strategy Focus Organization dan Strategy Map:
Converting Intangible Assets into Tangible Outcomes. Dalam kedua buku tersebut
dijelaskan bagaimana Balanced Scorecard dapat berperan dalam menetapkan suatu
proses selangkah demi selangkah untuk menciptakan suatu organisasi yang berfokus
pada strategi dan sistem manajemen strategi yang mengubah aset tak berwujud yang
dimiliki perusahaan menjadi outcomer. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
12
Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan dari sekedar pengukuran
kinerja, namun mempunyai makna yang bersifat tersirat sebagai kerangka berpikir
(framework of thinking) dalam pengembangan peta strategi (strategy map).
Selain dapat dimanfaatkan oleh eksekutif untuk mengelola perusahaan,
Balanced Scorecard dapat juga dimanfaatkan oleh seluruh personel perusaahaan
(manajemen dan karyawan). Balanced Scorecard mulai dikembangkan untuk
mengintegrasikan dua sistem yaitu sistem manajemen strategi dan sistem
pengelolaan kinerja personel. Dengan teknologi informasi, Balanced Scorecard
dapat dikomunikasikan ke seluruh personel dan memudahkan koordinasi dalam
mewujudkan berbagai sasaran strategi perusahaan yang telah ditetapkan (Mulyadi
2007:12).
2.1.1. Balanced Scorecard dan Sistem Pengukuran Kinerja Bisnis
Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:23) mendefinisikan pengukuran kinerja
sebagai tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam
rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian dapat
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian-
penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Dalam lingkungan persaingan bisnis yang kian turbulen, proses pengambilan
keputusan manajemen perlu didukung dengan sistem tolak ukur kinerja terintegrasi,
di mana secara internal konsisten dengan visi, misi, dan strategi perusahaan disertai
kemampuan umpan balik yang semakin cepat, serempak, dan simultan. Untuk
menanggapi peluang dan ancaman dalam persaingan yang sengit, tolak ukur yang
hanya mampu melaporkan secara agregatif hasil antara (result terminal) dari output
akuntansi manajemen tradisional atau dari sisi keuangan yang bersifat
accountability-based jelas sudah tidak memadai karena memiliki banyak kelemahan
antara lain (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:28):
• Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja perusahaan
bisa mendorong manajer untuk mengambil tindakan jangka pendek dengan
mengorbankan kepentingan jangka panjang.
• Diabaikannya aspek pengukuran non finansial dan intangible assets pada
umumnya, baik dari sumber internal maupun eksternal akan memberikan
13
suatu pandangan yang keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa
sekarang terlebih lagi di masa datang.
• Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan kurang mampu
sepenuhnya untuk menuntun perusahaan ke arah tujuan perusahaan.
Balanced Scorecard berusaha menutupi kelemahan aspek keuangan yang
lazim digunakan sebagai indikator tunggal pengukuran kinerja perusahaan. Indikator
keuangan menyediakan evaluasi atas kinerja lampau perusahaan namun kurang
mampu menggambarkan mekanisme value creation yang bergantung pada intangible
assets. Untuk itu indikator keuangan dikenal sebagai lag indicator dan Balanced
Scorecard berusaha memasukan unsur lead indicator untuk menyempurnakan suatu
sistem pengukuran kinerja yang ingin dicapai. Ditambahkan menurut Mulyadi
(2007:224) dalam sistem pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard
akan lebih diarahkan perhatian dan usaha pada tujuan-tujuan strategi di perspektif
non finansial seperti pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Hal tersebut dikarenakan di perspektif non finansial tersebut pemacu
sesungguhnya (the real driver) kinerja keuangan perusahaan itu berada.
Selain itu pemilihan ukuran-ukuran dalam pengukuran kinerja yang tepat dan
berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan strategi perusahaan adalah sangat penting
dan menentukan. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan yang hanya sekedar
melaksanakan pengukuran kinerja dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung
dengan tujuan-tujuan strategi yang dimiliki perusahaan (Gaspersz, 2005:68). Dengan
adanya kaitanya dengan tujuan-tujuan strategi, seperti diungkapkan oleh Lynch dan
Cross dalam Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:29) manfaat yang akan di dapat
perusahaan dari sistem pengukuran kinerja tersebut adalah:
• Menulusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat kepada pelangganya dan membuat seluruh orang
dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada
pelanggan.
• Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
• Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
14
• Membuat suatu tujuan strategi yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
• Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategi
Manajemen strategi didefinisikan oleh David (2013:35) sebagai seni dan ilmu
untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Sebagaimana yang
tersirat dalam definisi tersebut, manajemen strategi berfokus pada upaya
mengintegrasikan manajemen pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau
operasi, penelitian, dan pengembangan, serta sistem informasi untuk mencapai
keberhasilan suatu organisasi.
Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap yaitu formulasi atau
perancangan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi (David, 2013:35)
Tahapan manajamen strategi tersebut digambarkan melalui model komprehensif
manajemen strategi yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 A Comprehensive Strategic-Management Model
Sumber: David, 2013:44
Ketiga tahapan manajemen strategi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
• Formulasi atau perencanaan strategi mencakup mengembangkan visi dan
misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan,
15
menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka
panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang
akan dilaksanakan.
• Implementasi strategi mewajibkan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan
sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan.
Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung
strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan
sistem informasi, serta menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja
organisasi.
• Evaluasi strategi adalah alat utama yang digunakan manajer untuk
mendapatkan informasi mengenai keberhasilan strategi yang dijalankan.
Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah meninjau ulang faktor eksternal
dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja, dan
mengambil tindakan korektif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kaplan dan Norton,
diketahui bahwa hanya 10% dari perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang
berhasil dalam melakukan tahapan implementasi strategi. Dalam studi tersebut
ditemukan bahwa ada empat hal yang dapat menghambat eksekusi strategi antara
lain (Luis dan Biromo, 2013:9):
• Hambatan pada visi.
Hanya 5% dari total pegawai yang mengetahui dan memahami visi organisasi
tempat mereka bekerja. Hal ini dapat terjadi antara lain karena:
a) Kurangnya sosialisasi dari visi yang telah dibangun.
b) Visi dan misi organisasi dirasakan terlalu bersifat ambigu oleh para
pegawai.
c) Strategi yang dibuat kerap kali terlalu panjang lebar atau sangat detail,
dan dibuat dalam bentuk kalimat yang kurang membumi, tidak
menggunakan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dicerna.
• Hambatan pada pelaku.
Hanya 25% dari para manajer yang insentifnya dikaitkan dengan strategi.
Untuk memotivasi pegawai, seharusnya strategi perlu dikaitkan dengan
insentif yang bisa diterima pegawai. Hal ini disebabkan seluruh pegawai
16
perusahaan di semua jenjang dalam struktur organisasi merupakan pelaku
visi, misi, dan strategi yang telah dibangun.
• Hambatan pada manajemen.
Terdapat 85% dari tim manajemen eksekutif yang menghabiskan waktunya
kurang dari satu jam per bulan untuk membahas strategi. Hal ini dapat terjadi
antara lain karena:
a) Manajemen tidak mempunyai waktu untuk membahas strategi
perusahaan.
b) Pembahasan pun hanya berfokus pada hal-hal seperti keuangan,
penjualan, dan persediaan.
c) Seringkali hal-hal tak berwujud luput dari perhatian dan pembicaraan
mereka.
• Hambatan pada sumber daya.
Sebanyak 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran dengan strategi
mereka. Dengan demikian, strategi yang telah ditetapkan tidak didukung
dengan anggaran yang memadai.
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:16) masing-masing hambatan
dalam implementasi strategi tersebut dapat ditanggulangi dengan mengintegrasikan
Balanced Scorecard dalam sebuah sistem manajemen strategi yang baru.
Sebagaimana telah diuraikan, tahapan manajemen strategi memiliki tiga tahapan dan
sistem Balanced Scorecard memiliki peran yang signifikan baik pada tahapan
formulasi strategi, implementasi strategi, maupun evaluasi strategi. Sistem Balanced
Scorecard juga berperan memperluas ukuran kinerja baik dalam tahap implementasi
maupun evaluasi pemantauan. Seperti diungkapkan oleh Umar (2005:172) peran-
peran tersebut antara lain:
• Peran dalam perumusan strategi
Tahap perumusan strategi dilakukan dengan berbagai macam analisis. Sistem
Balanced Scorecard hendaknya berperan untuk memperluas perspektif yang
dicakup, misalnya pada analisis SWOT dalam menentukan grand strategy.
Selanjutnya, dalam menentukan sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan strateginya
pun diterjemahkan ke dalam empat perspektif dan untuk mencapai hal
tersebut ditetapkan suatu inisiatif strategi.
• Peran dalam implementasi strategi
17
Dalam tahap penyusunan program, inisiatif strategi yang komprehensif
kemudian dijabarkan ke dalam program-program jangka panjang dan sumber
daya yang diperlukan dalam program tersebut. Selain itu penggunaan konsep
Balanced Scorecard akan menjadikan sasaran strategi bersifat komprehensif
sehingga dapat memotivasi personel untuk mencari berbagai inisiatif dalam
mewujudkan sasaran strategi.
• Peran dalam evaluasi strategi
Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja personel tersebut
dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam anggaran dan target
dalam perencanaan strategi. Hasil perbandingan antara hasil pengukuran
kinerja dan target anggaran digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka
pendek sedangkan perbandingan antara hasil pengukuran kinerja dan target
dalam perencanaan strategi digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka
panjang.
2.1.3. Organisasi yang Berfokus pada Strategi dan Strategy Map
Menurut Makhijani dan Creelman (2012:20) terdapat lima prinsip khusus
untuk menciptakan suatu organisasi yang berfokus pada strategi. Prinsip-prinsip
tersebut muncul dari pengamatan mereka atas intervensi yang diluncurkan oleh para
praktisi Balanced Scorecard yang paling berhasil.
.
Gambar 2.2 Prinsip Organisasi yang Berfokus kepada Strategi
Sumber: Makhijani dan Creelman, 2012: 20
18
Pada Gambar 2.2 menunjukan prinsip-prinsip tersebut yang antara lain:
• Memobilisasi perubahan melalui kepemimpinan eksekutif.
Hampir di setiap implementasi Balanced Scorecard yang berhasil,
pendukung dari eksekutif yang paling senior (secara khusus CEO) telah
menjadi pusat dari keberhasilan tersebut.
• Menerjemahkan strategi pada istilah organisasi.
Dengan menerjemahkan strategi ke dalam arsitektur logis dari suatu strategy
map dan Balanced Scorecard, organisasi menciptakan titik refrensi yang
sama sehingga dapat dipahami untuk semua orang di suatu organisasi.
• Menyelaraskan organisasi dengan strategi.
Sinergi adalah tujuan paling akhir dari rancangan organisasi. Organisasi
terdiri dari sejumlah sektor, unit bisnis, dan departemen terspesialisasi,
masing-masing dengan strateginya sendiri. Agar kinerja organisasi menjadi
lebih dari sekedar jumlah bagian-bagiannya, strategi individu harus
dihubungkan dan diintegrasikan.
• Menjadikan strategi pekerjaan sehari-hari setiap orang.
Strategi harus dipindahkan dari ruang dewan direksi dan komisaris ke dalam
kantor ataupun pabrik sehingga strategi menjadi suatu proses hidup yang
dinamis, di mana semua orang di dalam organisasi memahami dan bergerak
menuju implementasi.
• Menjadikan strategi suatu proses berkelanjutan.
Menempatkan Balanced Scorecard pada inti dari sistem manajemen
organisasi melibatkan penciptaan hubungan dari strategi ke anggaran dan
meminta proses pembelajaran yang tegas.
Sedangkan strategy map merupakan suatu gambaran yang memberikan
representasi atas berbagai bentuk tindakan yang harus dilaksanakan dengan baik
untuk mencapai keberhasilan dalam pengimplementasiaan strategi. Strategy map
terdiri dari berbagai sasaran dari sebuah kinerja yang mencakup keempat perspektif
dalam Balanced Scorecard dan saling berhubungan untuk menceritakan strategi yang
dimiliki organisasi secara keseluruhan (Niven, 2014:27). Melalui strategy map,
fungsi Balanced Scorecard tidak hanya digambarkan sebagai sistem manajemen
strategi dan pengukuran kinerja melainkan sebagai sebuah alat komunikasi yang
efektif bagi karyawan dan stakeholder untuk merekam perjalanan organisasi.
19
Menurut Kaplan dan Norton sebuah strategy map menyediakan sebuah
framework untuk menggambarkan bagaimana strategi menghubungkan intangible
assets menjadi sebuah proses penciptaan nilai. Kaplan dan Norton (2004:10)
menjelaskan beberapa prinsip mendasar dalam sebuah strategy map antara lain :
• Strategi menyeimbangkan hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Titik awal dalam menceritakan strategi adalah menyeimbangkan dan
mengartikulasi tujuan keuangan jangka pendek seperti cost reduction dan
peningkatan produktivitas dengan tujuan jangka panjang seperti pertumbuhan
pendapatan.
• Strategi didasarkan pada differensiasi dalam costumer value proposition.
Memberikan kepuasan terhadap konsumen merupakan sumber penting dalam
penciptaan nilai secara berkelanjutan. Untuk itu strategi memerlukan sebuah
artikulasi dari target konsumen dalam sebuah segmen dan value proposition
untuk mencapai tujuan tersebut.
• Nilai diciptakan melalui sebuah proses internal bisnis.
Perspektif keuangan dan konsumen merupakan hasil pencapaian dalam
sebuah strategy map maupun Balanced Scorecard. Kedua hal tersebut dapat
dicapai melalui sebuah proses bisnis internal yang memberikan gambaran dan
merupakan sarana pendukung yang membantu organisasi dalam
mengimplementasikan strategi.
• Strategi terdiri dari proses yang bersifat simultan dan saling terkait.
Berbagai tindakan dalam proses bisnis internal seperti proses operasi, inovasi
atau manajemen konsumen memberikan manfaat tersendiri pada outcome
sebuah organisasi. Oleh karena itu strategi diharapkan dapat memberikan
keseimbangan dari tindakan-tindakan tersebut untuk menciptakan
pertumbuhan pendapatan dan penciptaan nilai bagi konsumen.
• Penyelarasan strategi menentukan nilai dari sebuah intangible assets.
Perspektif terakhir dalam Balanced Scorecard adalah pembelajaran dan
pertumbuhan yang menggambarkan intangible assets seperti sumber daya,
manusia maupun teknologi informasi memiliki peran tersendiri dalam
penciptaan nilai, karena kedua faktor tersebut memiliki kemampuan dalam
mengimplementasikan strategi yang dimiliki organisasi.
20
2.2. Konsep Balanced Scorecard
Pengertian Balanced Scorecard dapat diambil berdasarkan kata-kata yang
terkandung yaitu “balanced” dan “scorecard”. Scorecard atau kartu skor dapat
diartikan sebagai kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang
atau kelompok juga untuk mencatat rencana skor yang hendak diwujudkannya. Pada
tahap berikutnya seorang atau kelompok ini akan dievaluasi kinerjanya dengan
membandingkan antara apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah direncanakan.
(Umar, 2005:168). Balanced atau seimbang berarti terdapat keseimbangan di antara
sekian banyak elemen yang digunakan dalam pengukuran kinerja. Keseimbangan
tersebut meliputi (Luis dan Biromo, 2013:19):
a. Keseimbangan antara ukuran keuangan dan ukuran non keuangan.
b. Keseimbangan antara ukuran internal dari proses bisnis yang penting,
inovasi, serta pembelajaran dan pertumbuhan dan ukuran eksternal untuk
pemegang saham dan pelanggan.
c. Keseimbangan antara ukuran outcome yang merupakan hasil dari kinerja
masa lampau dan ukuran yang mendorong kinerja masa depan.
d. Keseimbangan antara ukuran yang bersifat objektif atas outcome dan ukuran
yang bersifat subjektif atas pendorong kinerja.
2.2.1 Pengertian Balanced Scorecard
Berikut disampaikan beberapa definisi tentang Balanced Scorecard menurut
beberapa ahli:
• Balanced scorecard adalah suatu set ukuran yang memungkinkan manajer
senior mendapatkan pandangan bisnis yang cepat tetapi menyeluruh termasuk
ukuran keuangan yang memuat hasil program yang telah dilaksanakan untuk
melengkapi ukuran keuangan dan ukuran operasional tentang kepuasan
pelanggan, proses internal dan inovasi serta ukuran operasi dari aktivitas
perbaikan organisasi yang merupakan pemacau kinerja keuangan di masa
depan (Kaplan dan Norton dalam Rangkuti 2014:203).
• Balanced scorecard adalah sebuah sistem yang terintegrasi yang
menggambarkan dan menerjemahkan strategi melalui suatu hubungan antara
sasaran, kinerja, ukuran, target, dan inisiatif strategi ke dalam empat
perspektif yang berimbang yaitu pelanggan, proses internal, keuangan, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard bertindak sebagai
21
sistem pengukuran, manajemen strategi, dan sebuah alat komunikasi (Niven,
2014:14)
• Balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur
kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta melibatkan faktor internal
dan eksternal. Karena itu diperlukan pengukuran komprehensif yang
mencakup empat perspektif yaitu keuangan, konsumen, proses bisnis dan
internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. (Rangkuti, 2014: 4)
• Balanced scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan
pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Melalui mekanisme
sebab-akibat, perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan
oleh tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver.
(Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:8)
Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa
Balanced scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja, alat komunikasi
dan sistem manajemen strategi dengan menggabungkan berbagai ukuran perspektif
finansial dan perspektif non finansial (pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan) yang kemudian saling terhubung dalam hubungan
sebab akibat di antara sasaran-sasaran strategi pada setiap perspektif.
2.2.2. Alasan Organisasi Menggunakan Balanced Scorecard
Menurut Mulyadi (2007:20) kebutuhan organisasi untuk
mengimplementasikan Balanced Scorecard disebabkan oleh beberapa faktor:
• Lingkungan bisnis yang sangat kompetitif dan turbulen.
Kondisi lingkungan bisnis tersebut menuntut kemampuan organisasi untuk:
a) Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability.
b) Membangun dan secara berkelanjutan memperbaharui peta perjalanan
untuk mewujudkan masa depan perusahaan.
c) Menempuh langkah-langkah strategis dalam membangun masa depan
organisasi.
d) Mengerahkan dan memusatkan kemampuan dan komitmen seluruh
personel dalam membangun masa depan organisasi.
22
• Sistem manajemen yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis.
Beberapa karakteristik ketidaksesuaian adalah sebagai berikut:
a) Sistem manajamen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran
sebagai alat perencanaan masa depan organisasi sehingga tidak terdapat
kekoherenan antara rencana jangka panjang dan rencana laba jangka
pendek.
b) Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara
optimal seluruh sumber daya personel dalam membangun masa depan
organisasi.
• Sistem pengelolaan kinerja personel tidak selaras dengan sistem manajemen
strategi.
Berkaitan dengan hal tersebut pada umumnya sistem pengukuran kinerja
perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki keterbatasan antara lain:
a) Basis yang digunakan untuk pemberian penghargaan adalah posisi yaitu
posisi seseorang dalam jenjang organisasi bukan berdasarkan kinerja.
b) Job description digunakan sebagai basis untuk menentukan kinerja
personel, padahal job description merupakan pekerjaan personel, bukan
kinerja personel.
2.2.3. Keunggulan Balanced Scorecard
Keunggulan konsep Balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategi
adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategis
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2007:14):
• Komprehensif.
Balanced scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategi dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan,
meluas ke tiga perspektif yang lain, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategi ke
perspektif non finansial menghasilkan manfaat sebagai berikut:
a) Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan
berkesinambungan.
b) Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang
kompleks.
• Koheren.
23
Balanced scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan
sebab-akibat di antara berbagai sasaran strategi yang dihasilkan dalam
perencanaan strategi. Setiap sasaran strategi yang ditetapkan dalam perspektif
non keuangan harus mempunyai hubungan sebab akibat dengan sasaran
keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekoherenan juga
berarti dibangunnya suatu hubungan sebab-akibat antara keluaran yang
dihasilkan sistem perumusan strategi dan keluaran yang dihasilkan sistem
perencanaan strategi. Sasaran strategi yang dirumuskan dalam sistem
perencanaan strategi merupakan terjemahan visi, tujuan, dan strategi yang
dihasilkan melalui sistem perumusan strategi.
• Berimbang.
Keseimbangan sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategi penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan.
Keseimbangan yang perlu diwujudkan perusahaan tersebut meliputi
shareholde value, costumer capital, proses yang produktif dan cost effective
serta modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi.
• Terukur.
Keterukuran sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategi yang dihasilkan oleh
sistem tersebut. Hal tersebut dilandasari oleh premis berikut “If we are
measure it, we can manage it, If we are manage it, we can achieve it”.
2.3. Penyusunan Balanced Scorecard
Menurut Rangkuti (2014:93) terdapat beberapa tahapan dalam merancang
Balanced Scorecard antara lain:
1. Merumuskan visi, misi, strategi, dan tujuan perusahaan.
Tahapan ini menjadi landasan utama dalam menentukan perspektif.
2. Menentukan perspektif.
Perspektif yang dipilih harus dapat mencerminkan strategi perusahaan.
3. Merumuskan sasaran strategis (objectives).
Menerjemahkan strategi ke dalam setiap perspektif yang berupa sasaran
strategi pada setiap perspektif. Sasaran strategi tersebut harus dapat
mendukung penciptaan visi, misi, nilai, tujuan, dan strategi perusahaan. Yang
24
kemudian dilanjutkan dengan pembuatan strategy map atau dapat dilakukan
setelah tahap 4.
4. Menentukan ukuran strategi (measures).
Sasaran-sasaran strategi yang telah dirumuskan melalui strategi perlu
diterapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua ukuran yang perlu ditentukan
untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategi yaitu ukuran hasil
(lag indicator) dan ukuran pemacu (lead indicator).
5. Menentukan target.
Target merupakan pernyataan kuantitatif kinerja yang hendak dicapai dalam
kurun waktu tertentu di masa mendatang untuk mewujudkan sasaran strategi
dalam setiap perspektif.
6. Merumuskan inisiatif strategis.
Inisiatif strategi merupakan pelaksanaan program yang bersifat strategis
untuk mewujudkan sasaran strategi pada setiap perspektif. Hal ini
dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif berupa langkah
besar yang akan dilaksanakan di masa depan dan yang akan membantu
pencapaian target.
7. Implementasi Balanced Scorecard.
Balanced Scorecard diimplementasikan atau tepatnya diturunkan setiap level
dalam perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar perusahaan
mendapatkan hasil kinerja yang berlipat ganda.
2.3.1. Visi, Misi, dan Strategi
Menurut Niven (2014:95) visi, misi, dan strategi merupakan sebuah building
blocks atau kerangka utama dalam pembuatan sebuah Balanced Scorecard.
2.3.1.1 Visi
Visi merupakan suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang
ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang (Gaspersz, 2005:4). Menurut
David (2013:75) pernyataan visi dibuat untuk menjawab pertanyaan, sebenarnya kita
mau menjadi apa atau hasil seperti apa yang ingin kita raih di masa depan.
Pernyataan visi yang baik dapat memberikan landasan untuk mengembangkan
pernyataan misi yang komprehensif.
Seperti yang diungkapkan oleh Niven (2014:106) untuk menciptakan sebuah
pernyataan visi yang efektif terdapat beberapa persyaratan di dalamnya antara lain:
25
• Quantitative and time bound.
Pernyataan visi diharapkan dapat mengikutsertakan beberapa ukuran yang
bersifat numerik dan terikat dengan waktu.
• Concise.
Pernyataan visi yang baik adalah yang mampu menarik perhatian orang,
bukan suatu retorika, sederhana, dan mudah diingat.
• Appeals to all stakeholders.
Pernyataan visi yang berfokus pada satu kelompok saja dengan
mengorbankan pihak lain tidak akan mendapatkan dukungan dari konsituen
yang terkait di dalamnya. Visi harus mengaitkan berbagai pihak yang
memiliki peran dalam keberhasilan perusahaan.
• Consistent with mission.
Pernyataan visi menggambarkan masa depan yang dinginkan, mengarah pada
pencapaian misi, serta harus memastikan keduanya selaras.
• Verifiable.
Pernyataan visi dibuat untuk mengukur pencapaian perusahaan terhadap visi
tersebut.
• Feasible.
Pernyataan visi terbentuk berdasarkan kenyataan yang berasal dari
pemahaman yang jelas tentang bisnis, perubahan pasar, pesaing, serta tren
yang sedang dihadapi.
• Inspirational.
Pernyataan visi harus menjadi inspirasi bagi setiap karyawan untuk menjalin
komitmen emosional untuk mencapai tujuan. Sehingga pernyataan visi
perusahaan dapat dimengerti, fokus kepada pemahaman yang mendalam
tentang bisnis, dan bermakna bagi semua yang terlibat dalam perusahaan.
2.3.1.2 Misi
Menurut David, (2013:75) pernyataan misi dibuat untuk menjawab
pertanyaan mengenai apakah bisnis kita. Pernyataan misi merupakan unsur yang
penting dalam perancangan tujuan dan formulasi strategi. Misi juga dapat
disimpulkan sebagai penjabaran secara tertulis mengenai makna visi yang terkesan
sulit dimengerti agar seluruh bagian-bagian dalam perusahaan memiliki pemahaman
dan kejelasan (Umar, 2005:6). Pernyataan misi umumnya mengandung filosofi bisnis
dari para pengambil keputusan strategi perusahaan, menyiratkan citra yang ingin
26
dipancarkan perusahaan, mencerminkan konsep diri perusahaan, dan
mengindikasikan bidang produk atau jasa utama perusahaan, serta kebutuhan utama
pelanggan yang akan dipenuhi oleh perusahaan.
Menurut Niven, (2014:97) untuk menciptakan sebuah pernyataan visi yang
efektif terdapat beberapa persyaratan di dalamnya antara lain:
• Simple and clear.
Misi harus mencerminkan area di mana suatu bisnis tersebut berjalan dan
terdapat fokus pada tujuan yang akan dicapai.
• Inspire change.
Misi harus menginspirasi terjadinya perubahan dalam suatu organisasi. Misi
harus mendorong perusahaan untuk maju, merangsang perubahan, dan
pertumbuhan yang positif.
• Long term in nature.
Misi ditetapkan untuk jangka waktu yang lama. Berbeda dengan strategi yang
dapat berubah-ubah, misi menjadi salah satu fondasi bagi perusahaan untuk
pengambilan keputusan di masa depan.
• Easily understood and communicated.
Misi perusahaan harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti semua orang. Dengan hal tersebut misi akan lebih mudah
dikomunikasikan kepada pihak internal perusahaan sehingga memberikan
motivasi bagi mereka dalam mencapai tujuan organisasi.
2.3.1.3 Strategi
Menurut Luis dan Biromo, (2013:52) strategi merupakan serangkaian
aktivitas yang dilakukan secara berbeda dibandingkan dengan pesaing untuk
memberikan nilai tambah bagi pelanggan. Dengan strategi yang tepat, seluruh
sumber daya perusahaan dikerahkan menjadi kekuatan yang luar biasa, sehingga
akan menjanjikan pencapaian visi perusahaan (Mulyadi, 2007:148). Ditambahkan
menurut Gaspersz (2005:8) strategi sendiri pada umumnya dikembangkan pada
tingkat atas organisasi tetapi dilaksanakan oleh tingkat bawah organisasi.
Menurut Mulyadi (2007:148) perumusan strategi dan penerjemahan strategi
ke dalam langkah-langkah operasional dipenuhi dengan rangkaian pengambilan
keputusan strategis. Suatu keputusan dikatakan sebagai keputusan strategis jika
memenuhi syarat sebagai berikut:
27
• Keputusan strategis berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mendasar seperti
visi, misi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi pilihan untuk
mewujudkan visi perusahaan.
• Keputusan tersebut melibatkan beberapa bagian perusahaan atau keseluruhan
komponen perusahaan. Oleh karena itu biasanya hanya manajemen puncak
yang memiliki perspektif luas dan wewenang yang diperluas untuk
pengambilan keputusan strategi.
• Keputusaan tersebut menghasilkan perolehan dan pengalokasiaan sumber
daya yang besar baik modal manusia, keuangan, informasi, dan fisik.
• Keputusan tersebut berdampak jangka panjang pada masa depan perusahaan.
Oleh karena perumusan strategi terdiri dari serangkaian keputusan strategis
yang memiliki karakteristik seperti diuraikan di atas maka perumusan strategi
memerlukan keterlibatan banyak personel dari berbagai disiplin ilmu dan
pengetahuan, pengumpulan informasi relevan untuk basis pengambilan keputusan
dan pemikiran mendalam untuk mempertimbangkan berbagai informasi yang dipakai
sebagai basis pemilihan.
Gambar 2.3 Balanced Scorecard sebagai Alat Manajemen Strategi untuk
Menerjemahkan Visi dan Misi
Sumber: Rangkuti, 2014: 215
Berdasarkan penjelasan konsep visi, misi, dan strategi, pada Gambar 2.3 di
atas tampak bahwa Balanced Scorecard dimulai dari visi, misi, dan strategi
perusahaan, dimana dari sini berbagai faktor kesuksesan penting didefinisikan.
Kemudian ukuran-ukuran kinerja dibangun sebagai alat untuk menetapkan target dan
28
mengukur kinerja dalam area kritis tujuan-tujuan strategi. Dengan demikian
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja manajemen atau
sistem manajemen strategi yang diturunkan dari visi, misi, dan strategi serta
merefleksikan aspek terpenting dalam suatu bisnis melalui keempat perspektif
tersebut (Gaspersz, 2005:9).
2.3.2. Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif yang berbeda dari
suatu aktivitas perusahaan yang dapat dievaluasi oleh manajemen sebagai berikut:
• Perspektif keuangan – Bagaimana kita memuaskan pemegang saham?
• Perspektif pelanggan – Bagaimana kita memuaskan pelanggan?
• Perspektif proses bisnis internal – Apa proses yang layak diunggulkan untuk
mencapai kesuksesan perusahaan?
• Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan– Bagaimana kita mempertahankan
keberlangsungan kemampuan terhadap perubahan dan peningkatan?
2.3.2.1 Perspektif Keuangan
Menurut Gaspersz (2005:39) pembentukan suatu Balanced Scorecard
seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan tujuan keuangan dengan
strategi korporasi. Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukan apakah
perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi
keuntungan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut perspektif keuangan menjadi fokus
akhir tujuan dan ukuran di semua perspektif lainnya. Setiap ukuran terpilih harus
merupakan bagian dari hubungan sebab akibat yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja keuangan.
Gambar 2.4 Keterkaitan Hubungan-Sebab Akibat dalam Perspektif Keuangan
Sumber: Gaspersz, 2005: 39
29
Pada Gambar 2.4 dapat dijelaskan hubungan sebab-akibat dari setiap strategi
berikut:
• Sasaran strategi peningkatan pangsa pasar (perluasan pasar) dan peningkatan
nilai bagi pelanggan akan meningkatkan penerimaan melalui penjualan
produk perusahaan.
• Sasaran strategi peningkatan efektivitas biaya (cost effectiveness
improvement) dan peningkatan utilisasi aset, akan mengakibatkan
peningkatan produktivitas perusahaan.
• Sasaran strategi peningkatan penerimaan (penjualan produk) dan peningkatan
produktivitas perusahaan akan mengakibatkan peningkatan nilai bagi
pemegang saham.
Pengukuran dalam perspektif keuangan juga mempertimbangkan adanya
tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan
memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun akan
berbeda pula (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:31):
• Growth.
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan di mana perusahaan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan
terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan
arus kas yang negatif dengan tingkat pengembaliaan modal yang rendah.
Tolak ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini misalnya tingkat pertumbuhan
pendapatan atau penjualan pada segmen pasar yang telah ditargetkan.
• Sustain.
Tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan menginvestasikan tingkat pengembalian terbaik. Dalam
tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada dan
mengembangkannya sedangkan investasi yang umumnya diarahkan untuk
menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan
perbaikan operasional. Tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap ini
misalnya berupa ROI, ROCE, dan EVA.
• Harvest.
Tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi di
tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
30
maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk
pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Tolak ukur yang umumnya adalah
memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
2.3.2.2 Perspektif Pelanggan
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2005:33) filosofi manajemen terkini
telah menunjukan peningkatkan pengakuan atas pentingnya costumer focus dan
costumer satisfaction. Perspektif ini umumnya merupakan leading indicator. Jadi
jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah
pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif
pelanggan sendiri memiliki dua kelompok pengukuran yaitu costumer core
measurement dan costumer value proposition
Gambar 2.5 Costumer Core Measurement
Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2007:35
Berdasarkan Gambar 2.5 kelompok pengukuran ini terdiri dari beberapa
ukuran:
• Pangsa pasar.
Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas
keseluruhan pasar yang ada yang meliputi antara lain jumlah pelanggan,
jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
• Retensi pelanggan.
Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan
dengan konsumen.
• Akuisisi pelanggan.
31
Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru
atau memenangkan bisnis baru.
• Tingkat kepuasan pelanggan.
Menaksir tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru
atau memenangkan bisnis baru.
• Tingkat profitabilitas pelanggan.
Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi
biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
Costumer value proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada
core value proposition yang didasarkan pada beberapa atribut sebagai berikut:
• Atribut-atribut produk atau jasa.
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan
memiliki prefrensi yang ditawarkan. Perusahaan harus mengidentifikasikan
apa yang yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.
• Hubungan dengan pelanggan.
Meliputi hubungan dengan pelanggan terhadap proses pembeliaan produk
atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Hal tersebut umumnya dipengaruhi
oleh tingkat responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan.
• Citra dan reputasi.
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen
untuk berhubungan dengan perusahaan. Memabangun citra dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.3.2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal pada Balanced Scorecard, manajer
harus mengidentifikasi proses-proses yang paling kritis untuk mencapai tujuan
peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai
bagi pemegang saham (perspektif keuangan). Perspektif ini memungkinkan manajer
untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk maupun
jasa yang mereka tawarkan telah sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Yang
umumnya digunakan pada perspektif ini adalah model rantai nilai proses yang terdiri
dari tiga komponen utama seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6 (Yuwono,
Sukarno, dan Ichsan, 2004:36).
32
Gambar 2.6 Perspektif Proses Bisnis Internal
Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004:41
Dalam model rantai nilai tersebut terdapat tiga proses antara lain:
• Proses inovasi.
Proses inovasi dapat dilakukan melalui riset pasar untuk mengidentifikasi
ukuran pasar dan prefrensi atau kebutuhan pelanggan secara spesifik
sehingga perusahaan mampu menciptakan dan menawawarkan produk / jasa
yang sesuai kebutuhan pelanggan dan pasar.
• Proses operasional.
Proses ini merupakan proses identifikasi sumber-sumber pemborosan dalam
proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat dalam
proses operasional itu sendiri demi meningkatkan efisiensi produk,
meningkatkan kualitas produk, dan proses, serta memperpendek waktu siklus.
• Proses pelayanan.
Proses ini berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti pelayanan
purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan dalam
kesempatan pertama secara cepat, dan melakukan tindak lanjut secara
proaktif, dan tepat waktu.
2.3.2.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dan terakhir dalam Balanced Scorecard adalah
mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran yang mengendalikan pembelajaran dan
pertumbuhan organisasi. Menurut Gaspersz (2005:61) tujuan-tujuan yang ditetapkan
dalam perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal memberikan
informasi mengenai di mana organisasi harus unggul dalam mencapai terobosan
kinerja. Sedangkan tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
memberikan infrastruktur yang memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga
perspektif tersebut tercapai. Tujuan-tujuan dalam perspektif pembelajaran dan
33
pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai keunggulan outcome ketiga
perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal.
Gambar 2.7 Kerangka Kerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Sumber: Yuwono, Sukarno, dan Ichsan, 2004: 40
Pada Gambar 2.7, terdapat beberapa kategori yang sangat penting dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang meliputi:
• Kompetensi karyawan.
Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajemen selama
beberapa tahun terakhir adalah menyangkut filosofi bagaimana para pegawai
menyumbangkan segenap kemampuan untuk organisasi. Untuk itu,
perencanaan dan upaya implementasi skill dan kompetensi pegawai yang
menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.
• Infrastruktur teknologi.
Walaupun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian
tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik.
Dengan kemampuan informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkat
manajemen, dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat
dipenuhi.
• Iklim untuk bertindak.
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang
berkesinambungan terhadap upaya pembarian motivasi dan inisiatif yang
sebesar-besarnya bagi pegawai.
34
2.3.3. Merumuskan Sasaran Strategi (Objective)
Menurut Rangkuti (2014:57) dalam konsep Balanced Scorecard dikenal dua
konsep yang berhubungan dengan strategi yaitu tujuan strategi / theme dan sasaran
strategi (objective). Tujuan strategi adalah pernyataan tentang apa yang akan
diwujudkan sebagai penjabaran visi dan misi organisasi. Tujuan strategi tersebut
akan dijabarkan ke dalam empat perspektif sesuai dengan konsep Balanced
Scorecard yang berkaitan dengan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, proses
bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Dapat disimpulkan tujuan strategi menunjukan bagaimana tindakan-tindakan
yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi. Tujuan strategi merupakan
gambaran kegiatan yang harus dilakukan suatu organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan
strategi harus dinyatakan dalam bentuk SMART yaitu spesifik, dapat diukur
(measureable), dapat dicapai (attainable), berorientasi pada hasil (realistic), serta
memiliki batas waktu pencapaian (timely) (Rangkuti, 2014:57).
Penetapan tujuan strategi harus dibedakan dari penetapan sasaran (objective).
Tujuan strategi adalah pernyataan tentang apa yang ingin dituju suatu organisasi,
seperti meningkatkan pendapatan, seperti meningkatkan pendapatan, meningkatkan
laba bersih, melindungi dari pesaing, meningkatkan kualitas, dan diversifikasi
produk. Semua pernyataan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi
organisasi. Sedangkan sasaran bersifat lebih rinci dan mengandung langkah-langkah
yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan strategi. Jadi sasaran dibuat lebih rinci dan
terukur untuk mencapai tujuan strategi.
Dengan demikian sasaran harus lebih spesifik dan kuantitatif, bisa diukur dan
dievaluasi. Sasaran harus mendukung tujuan strategi yang ingin dicapai, realistis, dan
tetap menggambarkan tantangan yang berat untuk merebut peluang. Visi, misi,
strategi, tujuan dan sasaran harus saling terkait dan memiliki alur yang jelas dan
terstruktur.
2.3.4. Menentukan Ukuran Kinerja
Alat untuk mengukur sasaran strategi terdiri atas dua ukuran, yaitu tolak ukur
hasil (lag indicator) dan tolak ukur pemacu kinerja (lead indicator). Kedua tolak
ukur ini merupakan bagian dari key performance indicator atau sering disebut KPI.
Sasaran merupakan tonggak pencapaian (milestones) yang harus dilalui dalam
35
mencapai visi organisasi. Oleh karena itu, setiap tujuan strategi perlu ditentukan
paling tidak satu sasaran yang dikuantifkasikan serta jangka waktu yang dibutuhkan
untuk mewujudkannya (Rangkuti, 2014:58).
Menurut Gaspersz (2005:73) dalam Balanced Scorecard umumnya
menggunakan ukuran-ukuran generik tertentu, misalnya ROI dan EVA pada
perspektif keuangan, kemudian kepuasan dan retensi pada perspektif pelanggan,
kualitas dan waktu tanggap yang digunakan pada perspektif proses bisnis internal
serta kepuasan karyawan pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran
generik tersebut cenderung merupakan ukuran outcome yang merefleksikan sasaran
umum dari strategi dan struktur sepanjang proses industri atau lingkup perusahaan.
Beberapa ukuran outcome generik ini menjadi lag indicators.
Pada sisi lain, pengendali kinerja (performance drivers atau lead indicators)
cenderung menjadi unik untuk suatu bisnis tertentu. Pengendali kinerja
merefleksikan keunikan strategi unit bisnis, misalnya pengendali keuangan dari
profitabilitas, segmen pasar untuk berkompetisi, dan tujuan-tujuan proses tertentu
beserta pembelajaran dan pertumbuhan yang akan menyerahkan nilai tambah kepada
pelanggan dan segmen pasar.
Suatu Balanced Scorecard yang baik harus memiliki kombinasi ukuran-
ukuran outcome dan pengendali kinerja. Ukuran lag saja tanpa pengendali kinerja
tidak akan mengkomunikasikan bagaimana outcome itu dicapai atau diperoleh. Juga
tidak memberikan indikasi awal apakah strategi yang sedang diterapkan itu akan
berhasil. Sebaliknya kinerja saja tanpa ukuran outcome hanya memungkinkan unit-
unit bisnis mencapai tingkat operasional jangka pendek. Dengan demikian, Balanced
Scorecard yang disusun selayaknya memiliki kombinasi pengukuran outcome
(lagging indicator) dan pengendali kinerja (leading indicator) yang telah disesuaikan
dengan tujuan strategi unit bisnis.
2.3.5. Strategy Map
Menurut Luis dan Biromo (2013:52) strategy map merupakan suatu paparan
keterkaitan antara sejumlah sasaran strategi dalam bentuk hubungan sebab akibat
yang menjelaskan perjalanan strategi organisasi. Prinsip ini sangat penting bagi
Balanced Scorecard karena prinsip inilah yang membedakan Balanced Scorecard
dengan konsep-konsep pengukuran kerja lain (Yuwono, Sukarno, dan Ichsan,
2004:19).
36
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:19) dengan prinsip ini
Balanced Scorecard mampu menjabarkan sasaran dan ukuran pada masing-masing
perspektif dengan baik dalam satu kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton,
sebuah strategi adalah seperangkat hipotesis dalam model hubungan sebab akibat,
yaitu suatu hubungan yang diekspresikan melalui kaitan antara pernyataan if-then
seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.8. Melalui model hubungan sebab akibat ini
pula, suatu strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sebelum, selama,
dan sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap sekumpulan scorecard dapat dilakukan
dengan mudah karena tiap relasi dan hubungan kausalitas dapat diuji secara rinci.
Gambar 2.8 Cause and Effect
Sumber: Niven, 2014:15
Berdasarkan prinsip strategy map oleh Kaplan dan Norton pada pembahasan
sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 2.8 dijelaskan sebuah hubungan sebab akibat
dimulai dari perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dan berujung pada perspektif
keuangan. Pada gambar tersebut digambarkan bahwa peningkatan pelatihan bagi
karyawan dapat memberikan dampak tersendiri pada proses bisnis internal yaitu
dengan menurunya waktu produksi. Waktu produksi yang singkat pada proses bisnis
akan memberikan loyalitas kepada pelanggan pada perspektif konsumen. Hal
tersebut terjadi karena pelanggan merasa puas karena tidak memerlukan waktu
tunggu yang lama. Dengan meningkatnya loyalitas pelanggan akan berdampak pada
pertumbuhan pendapatan pada perspektif keuangan.
2.3.6. Menentukan Target
Pengukuran saja tidaklah cukup. Karena itu dibutuhkan target untuk setiap
ukuran dalam Balanced Scorecard. Target-target kinerja didesain dan ditetapkan
37
untuk menjangkau dan mendorong organisasi agar dapat mencapai sasaran-sasaran
strateginya. Penetapan target dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal seperti
realistis, memperhatikan aspek kemampuan sumber daya manusia, dapat dipahami
oleh semua orang, dapat diukur, dapat dicapai melalui program-program tindakan,
serta dapat diterima sebagai tugas dan tanggung jawab bersama untuk mencapai
target tersebut. Dengan demikian, target harus disepakati bersama antara manajemen
dan orang-orang atau tim yang bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi
(Gaspersz, 2005:89).
Menurut Yuwono, Sukarno, dan Ichsan (2004:79), penetapan strategi
dibedakan menjadi tiga kelompok:
• Model-based, historical, dan negotiated.
Target ditetapkan berdasarkan suatu model tertentu dan diterapkan pada suatu
aktivitas yang bersifat terprogram, di mana ada hubungan sebab akibat
langsung antara input dan output. Model time dan motion studies diterapkan
terhadap pekerja, historical target diturunkan langsung dari kinerja yang
dicapai dalam periode sebelumnya, sedangkan negotiated target diperoleh
dari hasil negosiasi antara atasan dan bawahan.
• Internal dan eksternal.
Target juga didasarkan pada kondisi internal maupun eksternal perusahaan.
Penetapan target berdasarkan model time dan motion studies sebagaimana
telah disebutkan merupakan kelompok target yang didasarkan pada kondisi
internal perusahaan. Benchmarking adalah contoh yang popular untuk
penetapan target yang didasarkan pada kondisi eksternal perusahaan.
• Fixed dan flexible.
Target juga bisa dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu fixed dan flexible.
Target yang bersifat tetap adalah target yang tidak berubah untuk suatu
jangka waktu tertentu sedangkan target yang bersifat fleksibel adalah target
yang disesuaikan dengan suatu perubahan kondisi lingkungan perusahaan.
2.3.7. Inisiatif Strategi
Di samping mengidentifikasian sasaran strategi, pemilihan inisiatif strategi
juga merupakan komponen penting dari sebuah konsep Balanced Scorecard. Inisiatif
dianggap jauh lebih penting daripada ukuran yang sebenarnya hanya merupakan
mekanisme untuk memonitor kemajuan terhadap tujuan maupun sasaran strategi.
38
Menurut Kaplan dan Norton strategy map, Balanced Scorecard, dan program aksi
(inisiatif dan anggaran) sebagai tiga komponen yang tak terpisahkan. Salah seorang
praktisi Balanced Scorecard menggambarkan inisiatif strategi merupakan suatu
program aksi di mana sumber daya dialokasikan untuk mendorong perbaikan kinerja
(Makhijani dan Creelman, 2012:138)
Ditambahkan menurut Gaspersz (2005:92) apabila target-target kinerja pada
setiap perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan telah ditetapkan, manajer dapat menilai apakah inisiatif (program) yang
ada sekarang akan mampu membantu mencapai target-target ambisius ini atau
diperlukan inisiatif-inisiatif baru untuk peningkatan kinerja perlu ditetapkan. Pada
saat ini, banyak organisasi mempunyai beberapa pendekatan terhadap pelaksanaan
inisiatif namun inisiatif tersebut seringkali tidak dikaitkan secara langsung untuk
mencapai target-target peningkatan sesuai dengan tujuan maupun sasaran strategi.
Dengan demikian upaya yang dikelola secara bebas dan disponsori oleh berbagai
pihak dalam organisasi itu tidak memberikan hasil-hasil peningkatan kinerja yang
memuaskan. Berkaitan dengan kenyataan ini, program Balanced Scorecard dapat
menjadi pedoman yang mengaitkan beberapa program peningkatan kinerja yang ada
sehingga menjadi terfokus pada pencapaian tujuan maupun sasaran strategi
organisasi, ukuran, dan target yang berkaitan langsung dengan visi, misi, dan strategi
perusahaan.
2.3.8. Cascading Process
Cascading merupakan suatu proses penyusunan di setiap jenjang organisasi
oleh manajer jenjang organisasi yang bersangkutan, dengan menggunakan Balanced
Scorecard jenjang organisasi yang lebih tinggi sebagai basis. Pada hakikatnya proses
tersebut merupakan proses pengubahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan
strategi perusahaan menjadi shared mission, shared vision, shared belief, shared
values, dan shared strategy dalam setiap personel perusahaan melalui operational
behavior (Mulyadi, 2004:256).
Dengan proses cascading dimaksudkan bahwa sasaran strategi di tingkat
perusahaan dipecah lebih detail dan dijabarkan di tingkat divisi, bahkan sampai
tingkat individu, dengan keterkaitan yang jelas. Dengan demikian akan terjadi
keselarasan antara strategi di tingkat perusahaan dan strategi di tingkat divisi, bahkan
di tingkat individu. Keselarasan ini penting sekali karena yang melaksanakan
39
strategi-strategi itu adalah divisi-divisi yang terkait, dan akhirnya individu-individu
di dalam divisi tersebut. Penurunan dan penyelarasan di sini dimaksudkan untuk
membagi tanggung jawab atas sejumlah strategi yang ada di tingkat perusahaan.
Tentunya pembagian tanggung jawab itu disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi
dari divisi yang bersangkutan (Luis dan Biromo, 2013:54)
Selain itu dalam proses cascading juga ditentukan oleh tipe struktur
organisasi yaitu struktur organisasi dengan satu entitas dan struktur organisasi
korporat dengan berbagai entitas. Dalam tipe struktur organisasi dengan satu entitas,
perusahaan mengelola satu macam bisnis dan hanya memiliki satu entitas yang
bertanggung jawab untuk melakukan pelaporan keuangan. Sedangkan pada struktur
organisasi dengan berbagai entitas, perusahaan mengelola berbagai macam bisnis
yang tidak berhubungan satu dengan lainnya dan memiliki berbagai entitas yang
bertanggung jawab untuk melakukan pelaporan keuangan kepada korporat (Mulyadi,
2007:257).
Cascading dilaksanakan berdasarkan lima prinsip berikut ini:
• Cascading dilakukan oleh manajer yang lebih rendah atas tujuan strategi
jenjang organisasi yang lebih tinggi.
• Cascading bertujuan ganda yaitu untuk membangun organisasi yang kohesif
dan untuk membangun komitmen karyawan dalam mewujudkan sasaran-
sasaran strategi perusahaan.
• Kata kunci yang digunakan dalam proses cascading adalah pengaruh yaitu
kemampuan seseorang untuk menghasilkan dampak. Melalui proses
cascading manajer jenjang organisasi lebih rendah dan karyawan diberi
kesempatan untuk memilih sasaran dan inisiatif strategi yang memberikan
kontribusi signifikan terhadap pencapaian tujuan strategi perusahaan secara
keseluruhan.
• Menuntut setiap personel untuk memberikan kontribusi signifikan dalam
meuwujudkan sasaran-sasaran strategi perusahaan secara keseluruhan.
• Organisasi dapat menciptakan nilai dengan cara mengkombinasikan berbagai
keahlian seluruh karyawan dari berbagai fungsi dalam organisasi, oleh karena
itu, setiap kelompok karyawan akan memfokuskan keahliannya ke sasaran
strategi yang menjadikan mereka dapat menghasilkan dampak signifikan.
40
2.4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pemahaman konsep dalam landasan teori, kerangka pemikiran
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis