Upload
dinhmien
View
232
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 32
Penggunaan Pupuk Organik Cair Sebagai Pemacu Tumbuhnya
Plankton Untuk Kelangsungan Dan Pertumbuhan Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Endah Sih Prihatini *), Kismiyati **), dan Gunanti Mahasri **) * Program Studi Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan
** Bioteknologi Perikanan dan Kelautan, Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik cair terhadap kelimpahan
plankton pada media pemeliharaan udang vannamei, kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang vannamei.
Metode penelitian adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).Bahan uji yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair yang terbuat dari fermentasi susu, gula tetes (mollases), pupuk urea,
pupuk TSP dan ragi. Perlakuan yang digunakan adalah dosis pupuk organik cair yang berbeda yaitu ; perlakuan A (0
ppm), B (0,001 ppm), C (0,002 ppm), D (0,003 ppm) dan
E (0,00 5 ppm) masing-masing perlakuan diulang sebanyak empat kali. Analisis data menggunakan Analisis Varian
(ANAVA) dan untuk mengetahui perlakuan terbaik dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik cair berpengaruh nyata pada kelimpahan
plankton pada media pemeliharaan udang vannamei dan kelangsungan hidup udang vannamei. Penggunaan pupuk
organik cair tidak berpengaruh nyata pada laju pertumbuhan harian udang vannamei dan pertumbuhan mutlak panjang
tubuh udang vannamei. Perlakuan penggunaan pupuk organik cair dosis 0,005 ppm meningkatkan kelimpahan plankton
sebesar 6172,5 sel/liter dan kelangsungan hidup sebesar 82,5%.
Kata kunci : Pupuk organik cair, Plankton, Kelangsungan hidup, Pertumbuhan, Udang vannamei.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang merupakan komoditi yang makin menonjol dalam budidaya di tambak antara lain mempunyai
kandungan protein dan nilai ekonomis yang tinggi di pasaran dalam negeri dan luar negeri. Udang vannamei lebih tahan
terhadap penyakit, responsif terhadap pakan. (Wyban and Sweeney, 1991).
Menurut data Statistik Departemen Kelautan dan Perikanan (2011) pada tahun 2010 produksi udang Indonesia
mengalami penurunan 10,61 % dari 661868 ton menjadi 591.647 ton. Penurunan produksi tersebut disebabkan penyakit
Infection Myonecrosis Virus (IMNV) dan meningkatnya pencemaran dan kerusakan pada tambak akibat sisa pakan
yang berlebihan dan pemakaian bahan kimia pupuk dan pestisida.
Keberhasilan budidaya udang ditentukan adanya ketersediaan pakan yang cukup baik secara kualitatif maupun
kuantitatif akan mempercepat kelangsungan dan pertumbuhan. Pakan udang dibedakan menjadi dua yaitu pakan buatan
dan pakan alami . Pakan alami adalah makanan alami yang tumbuh di alam dan dapat melimpah di dalam perairan
setelah mendapat pemupukan (Djariyah , 1995).
Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur hara makro dan mikro yang ditambahkan dalam perairan untuk
pertumbuhan plankton (Hardjowigeno, 1987). .
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan udang adalah pakan. Adanya plankton dalam
perairan bermanfaat sebagai pakan alami bagi udang Fitoplankton dapat menyerap senyawa yang berbahaya bagi udang
antara lain: NH3 , NO2- mengakibatkan kualitas air menjadi baik (Effendi, 1980). Pupuk organik cair mempunyai
kandungan keseimbangan unsur makro dan unsur mikro yang diperlukan untuk tumbuhnya plankton (Maclean et
al, 1989). Pupuk organik cair ini terbuat dari fermentasi susu, pupuk urea, pupuk TSP, gula tetes (molasses) dan ragi .
Menurut Marlina (2009) salah satu species ragi adalah saccharomyces cereviceae berbentuk oval bersifat fermentatif
yaitu melakukan fermentasi yang memecah glukosa menjadi karbondioksida dan alkohol. Karbondioksida, air, klorofil
dan sinar matahari diperlukan fotosintesis fitoplankton. Berdasarkan latar belakang, maka perlu dilaksanakan penelitian
tentang penggunaan pupuk organik sebagai perangsang tumbuhnya plankton untuk kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Rumusan masalah Dari latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pemberian pupuk organik cair berpengaruh terhadap kelimpahan plankton pada media pemeliharaan udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) ?
2. Apakah pemberian pupuk organik cair berpengaruh pada kelangsungan hidup udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) ?
3. Apakah pemberian pupuk organik cair berpengaruh pada pertumbuhan udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
?
Tujuan penelitian
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 33
Penelitian ini bertujuan antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik cair terhadap kelimpahan plankton pada media air
pemeliharaan udang vannamei (litopenaeus vannamei)
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik cair terhadap kelangsungan hidup udang vannamei
(Litopenaeus vannamei)
3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk organik cair terhadap pertumbuhan udang vannamei (Litopenaeus
vannamei)
Manfaat penelitian adalah :
1. Manfaat teoritis adalah sebagai masukan atau sumbangan pada bidang ilmu budidaya bahwa penggunaan pupuk
organik cair terutama menumbuhkan pakan alami , meningkatkan kelangsungan , pertumbuhan dan kualitas air
udang vannamei. (Litopenaeus vannamei)
2. Manfaat praktis sebagai informasi kepada masyarakat bahwa penggunaan pupuk organik cair ini bisa digunakan
aplikasi di tammedia untuk meningkatkan kesuburan perairan, meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas
air.
II. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 26 Oktober - 25 Nopember 2012. Tempat penelitian dilakukan di
laboratorium kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan.
Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pupuk organik cair. Pupuk organik cair terbuat dari fermentasi susu,
gula tetes (molasses), pupuk dan ragi. Sumber air yang digunakan berasal dari air tambak di Lamongan. Pakan udang
yang digunakan adalah pellet dengan kandungan protein 30 %.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ember volume 40 liter sebanyak 20 buah, akuarium. blower,
timbangan analitik, penggaris dan benang. Termometer, DO meter, pH meter. Refraktometer, pipet, gelas ukur, corong,
kertas saring, test kit untuk mengukur NH3 alkalinitas dan CO2, mikroskop, plankton net. Sedgewich rafter untuk
menghitung plankton.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Rancangan Acak Lengkap (Sastrosupadi, 1973 dan
Sujana 1985).
Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dan empat kali ulangan yaitu :
A. Pemberian pupuk organik cair dengan jumlah 0 ppm
B. Pemberian pupuk organik cair dengan jumlah 0,001 ppm
C. Pemberian pupuk organik cair dengan jumlah 0,002 ppm
D. Pemberian pupuk organik cair dengan jumlah 0,003 ppm
E. Pemberian pupuk organik cair dengan jumlah 0,005 ppm
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei) pada stadia post
larva 13 dengan berat 0,06 – 0,076 gram per ekor yang berasal berasal dari Paciran Lamongan. Sujana (1985) sebagian
dari populasi disebut sampel.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 34
Variabel penelitian
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah dosis pupuk organik cair (x) sedang variabel terikat (y)
adalah kelimpahan plankton pada media air pemeliharaan udang vannamei, kelangsungan hidup dan pertumbuhan berat
udang vannamei. sebagai parameter utama.
Prosedur penelitian
Pembuatan pupuk organik cair
Proses pembuatan pupuk organik cair meliputi :. Air sebanyak 72 l dipanaskan sampai mendidih dicampur
tetes tebu (molasses) 22,5 l diaduk hingga rata, dimasukkan dalam panci atau fermentor ditambahkan pupuk urea 70
g, pupuk TSP sebanyak 14 g sebelumnya digerus sampai halus, susu 70 g dan ragi 28 g diberi air hangat secukupnya
hingga berbusa, fermentor ditutup rapat selama 66 jam atau 2,5 hari. Selama proses fermentasi akan timbul gelembung
udara CO2. Salah satu tanda fermentasi selesai tidak terlihat gelembung udara (Paturan et al, 1982).
Persiapan media air pemeliharaan udang vannamei
Dalam penelitian ini digunakan 20 media dan diisi 20 liter air yang diletakkan secara acak. Sebelum dilakukan
penelitian, media disterilisasikan dengan larutan khlorin 150 ppm. Media air dikeringkan selama 10 jam. Hal ini
bertujuan agar khlorin habis menguap. Pemasangan aerasi ini penting sekali sebagai sumber oksigen dan sirkulasi air.
Pelaksanaan penelitian
Larva udang uji yang berukuran 0,06 – 0,076 gram/ekor masing – masing dengan kepadatan 10 ekor/media
dipelihara selama satu bulan. Pengukuran berat dengan timbangan analitik dilakukan 5 kali selama penelitian dengan
selang 7 hari. Pengukuran kualitas air dilakukan 11 kali. Kualitas air yang diukur adalah suhu, kekeruhan, salinitas,
oksigen terlarut, pH, NH3, alkalinitas dan CO2.
Pemberian pupuk organik cair sesuai dengan perlakuan : A (0 ppm), B (0.001 ppm), C (0,002 ppm), D
(0,003 ppm), dan E (0,005 ppm). Pada awal dan akhir pemeliharaan udang vannamei diadakan pengamatan plankton
dari masing – masing perlakuan.
Pengumpulan Data
Parameter penelitian ini dikelompokan menjadi 2 yaitu parameter utama dan parameter penunjang.
A.Parameter Utama
Kelimpahan Plankton pada Media Air Pemeliharaan Udang Vannamei.
Untuk identifikasi plankton adalah mengambil sampel dengan plankton net. Hasil penyaringan sampel
plankton dimasukkan dalam botol sampel 10 ml dan diberi formalin 4 %. Selanjutnya sampel plankton dibawa ke
laboratorium untuk diamati dengan mikroskop. Jenis plankton yang ditemukan, diamati dan dicatat. Plankton
diidentifikasi dengan menggunakan acuan dari Davis (1955), Sachlan (1982).
Penentuan jumlah/kelimpahan plankton adalah mengambil air sampel pada botol penampung sampel plankton
sebanyak 1 ml . Perhitungan kelimpahan plankton dengan menggunakan sedgewich rafter yang terlebih dahulu
dibersihkan dan dikeringkan dulu dengan kertas tissue kemudian air sampel diteteskan menggunakan pipet tetes sampai
penuh, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
Menghitung jumlah plankton menurut Romimohtarto dan Juwono (2006), Isnantyo dan Kurniastuty (1995) dengan
rumus :
N = ExVxm
Dxsxn
Keterangan :
N = Jumlah sel/liter.
n = Jumlah sel yang dihitung pada seluruh lapang pandang sel.
m = Jumlah tetes contoh yang diperiksa (1 ml).
s = Volume contoh dengan pengawetnya (10 ml).
D = Luas gelas penutup (1000 mm2).
E = Luas total yang diamati (1000 mm2).
V = Volume air tersaring (10 liter).
2. Kelangsungan Hidup Udang Vannamei
Pengamatan kelangsungan hidup udang vannamei dilakukan dengan menghitung kematian vannamei selama
penelitian (Nejad et al, 2006). Kemudian dihitung dengan rumus :
SR = 0N
Nt X 100 %
Keterangan :
SR : Kelangsungan hidup udang (ekor).
Nt : Jumlah udang akhir penelitian (ekor).
No : Jumlah udang awal penelitian.
3. Pertumbuhan berat udang vannamei.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 35
Salah satu parameter pertumbuhan adalah laju pertumbuhan harian. Laju pertumbuhan harian udang vannamei
diketahui dengan melakukan pengukuran bobot udang pada awal dan akhir percobaan. Laju pertumbuhan spesifik
(SGR) menurut Abdullah (1984) dihitung dengan menggunakan rumus:
a = persen 10010
w
wt
Dimana:
a : Laju Pertumbuhan Harian individu.
wo : Berat awal rata – rata (gram).
wt : Berat akhir rata-rata (gram).
T : Selang waktu pengamatan (hari).
Pertumbuhan mutlak panjang tubuh menurut Abdullah (1984) dihitung dengan rumus :
h = ht – ho
h : pertumbuhan mutlak panjang tubuh udang vannamei.
ht : Rata-rata panjang tubuh udang vannamei pada akhir penelitian.
ho : Rata-rata panjang tubuh udang vannamei pada awal penelitian.
B. Parameter Penunjang
Parameter penunjang yang diamati adalah suhu, kekeruhan, salinitas, pH, oksigen terlarut, NH3, alkalinitas dan CO2.
Analisis Data
Data yang diamati meliputi kelimpahan plankton media air pemeliharaan udang vannamei, kelangsungan
hidup dan pertumbuhan udang vannamei. Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis varian (ANAVA) dengan
selang kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah perlakuan memberikan pengaruh. Data selanjutnya dianalisis
menggunakan uji lanjutan yaitu uji jarak berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (
Kusriningrum, 2008).
III.HASIL PENELITIAN
1. Jenis dan Kelimpahan Plankton Pada Media Air Pemeliharaan Udang Vannamei
Penelitian mengenai penggunaan pupuk organic cair sebagai pemacu tubuhnya plankton untuk kelangsungan
dan pertumbuhan udang vannamei diperoleh hasil beberapa data antara lain adalah : Jenis dan kelimpahan plankton
pada media air pemeliharaan udang vannamei sebelum dilakukan penelitian (table 1).
Tabel 1. Jenis dan Kelimpahan Plankton pada Media Air Pemeliharaan UdangVannamei sebelum dilakukan
penelitian.
No Species Devisio/Kelompok Jumlah (Sel/ liter)
1 Anabaena sp Cyanophyta 595
2 Oscillatoria sp Cyanophyta 505
3 Tetraselmis sp Chlorophyta 486
4 chlorella sp Chlorophyta 514
5 Navicula sp Chrysophyta 408
6 Alonella sp Arthropoda 192
7 Diapthomus spp Arthropoda 363
8 Melosira Chrysophyta 237
9 protococcus sp Chlorophyta 315
10 Gyrosigma Chrysophyta 250
11 Scenedesmus sp Chlorophyta 135
Jumlah 4.000
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 36
No Sp Divisio/Phyllum PERLAKUAN
A B C D E
1 Chlorella sp Chlorophyta 502 602 635 637 676
2 Tetraselmis sp Chlorophyta 496 588 623 648 673
3 Protococcus sp Chlorophyta 485 466 582 585 585
4 Cosmarium sp Chrysophyta - 234 441 443 445
5 Diapthomus sp Arthropoda 325 545 585 587 590
6 Navicula sp Chrysophyta 345 455 470 475 476
7 Melosira sp Chrysophyta 200 514 520 525 526
8 Scenedesmus sp Chlorophyta 355 450 485 538 541
9 Dunaliella Sp Chlorophyta - 395 575 582 592
10 Alonella Sp Arthropoda 182 275 285 287 289
11 Gyrosigma Chrysophyta 218 412 425 428 430
12 Anabaena Sp Cyanophyta 872 240 210 200 165
13 Oacillatoria Cyanophyta 818 387 252 208 185
Jumlah 4798 5563 6088 6143 6173
Jenis dan kelimpahan plankton pada media air pemeliharaan udang vannamei sesudah penelitian (tabel 2).
Tabel 2. Jenis dan kelimpahan plankton pada media air pemeliharaan udang vannamei sesudah penelitian.
Penelitian penggunaan pupuk organik cair terhadap kelimpahan plankton padamedia air pemeliharaan udang
vannamei selama satu bulan, hasil analisis varians (ANAVA) masing –masing perlakuan menunjukkan perbedaan yang
nyata (P< 0,05) terhadap kelimpahan plankton pada media air pemeliharaan udang vannamei. Hasil uji jarak berganda
menunjukkan rata- rata kelimpahan plankton tertinggi 6172,5 sel/liter pada media pemeliharaan udang vannamei adalah
perlakuan E (0.005 ppm). Perlakuan terendah terdapat pada perlakuan A (0 ppm) dengan rata-rata kelimpahan plankton
sebesar 4797,5 sel/liter. Perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C, D dan E. Perlakuan B berbeda nyata dengan
perlakuan C, D , E dan A. Perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D dan E tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan A dan B.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Rata- rata Kelimpahan Plankton pada media Air Pemeliharaan Udang Vannamei dengan
Perlakuan Pemberian Dosis Pupuk Organik Cair (ppm).
Dosis pemberian pupuk
organik cair (ppm)
Rata-rata kelimpahan plankton
(sel/liter)
A (0 ) 4797,5c ± 297,8
B (0,001) 5562,5b ± 412,3
C (0,002) 6087,5a ± 306,5
D (0,003) 6142,5a ± 330,87
E (0,005) 6172,5a ± 619,35
Keterangan : Huruf superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
Perlakuan A = Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 0 ppm
Perlakuan B = Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 0,001 ppm
Perlakuan C = Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 0,002 ppm
Perlakuan D = Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 0,003 ppm
Perlakuan E = Pemberian pupuk organik cair dengan dosis 0,005 ppm
Kelangsungan Hidup Udang Vannamei
Hasil analisis varian (ANAVA) penggunaan pupuk cair organik terhadap kelangsungan hidup udang vannamei
menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap kelangsungan
hidup udang vannamei. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup udang vannamei
tertinggi terdapat pada perlakuan (82,50 %), kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan A ( 62,50 %).
Perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C, D dan E. Perlakuan B, C, D dan E tidak berbeda nyata atau sama.
Hasil analisis varian (ANAVA) pengaruh dosis pupuk organik cair terhadap kelangsungan hidup udang vannamei yang
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan dapat dilihat pada tabel 4.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 37
Table 4. Pengamatan Rata-rata Kelangsungan Hidup Udang Vannamei (%) pada Perlakuan Penggunaan Dosis
Pupuk Organik Cair (ppm).
Penggunaan dosis pupuk organik
cair (ppm)
Rata-rata kelangsungan hidup udang
vannamei (%)
A (0) 62,5b ± 5,0000
B (0,001) 72,5a
± 5,7735
C (0,002) 77,5a
± 5,0000
D (0,003) 80,0a
± 0,0000
E (0,005) 82,5a
± 5,0000
Keterangan : huruf Superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05).
Pertumbuhan Udang vannamei baik Laju Pertumbuhan Harian dan Pertumbuhan mutlak panjang tubuh.
Hasil analisis varian (ANAVA) penggunaan pupuk cair organik terhadap laju pertumbuhan harian udang
vannamei menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap
laju pertumbuhan harian udang vannamei (tabel 5) dan pertumbuhan mutlak panjang tubuh udang vannmei (tabel 6).
Table 5. Pengamatan Rata- rata Laju Pertumbuhan Harian Udang Vannamei (%) Pada Perlakuan Penggunaan
Dosis Pupuk Organik Cair (ppm).
Penggunaan dosis pupuk organik
cair (ppm)
Rata-rata laju pertumbuhan harian
udang vannamei (%)
A (0) 4,286a ± 0,7333
B (0,001) 4,487a
± 0,5659
C (0,002) 4,8603a
± 0,2584
D (0,003) 4,8775a
± 0,2627
E (0,005) 4,9655a
± 0,0469
Keterangan : huruf Superscript pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05)
Table 6. Pengamatan Rata-rata Pertumbuhan Mutlak Panjang Tubuh Udang Vannamei(cm) Pada Perlakuan
Penggunaan Dosis Pupuk Organik Cair (ppm)
Penggunaan dosis pupuk organik
cair (ppm)
Rata-rata pertumbuhan mutlak
panjang tubuh udang vannamei (cm)
A (0) 3,2175a ± 0,5131
B (0,001) 3,5300a
± 0,3174
C (0,002) 3,8125a
± 0,6412
D (0,003) 4,0500a
± 0,5014
E (0,005) 3,9200a ± 0,5972
Keterangan : huruf Superscript pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P >0.05 ppm).
IV.PEMBAHASAN
1. Jenis dan Kelimpahan Plankton pada Media Air Pemeliharaan Udang Vannamei
Penambahan pupuk organik cair terhadap rata – rata kelimpahan plankton pada media air pemeliharaan udang
vannamei menunjukkan hasil kelimpahan plankton yang berbeda nyata pada masing – masing perlakuan. Hasil tersebut
membuktikan bahwa pupuk organik cair mempunyai potensi sebagai pupuk. Pada dasarnya pupuk organik cair
mengandung makronutrien dan mikronutrien yang dapat menjadi nutrien untuk tumbuhnya plankton.
Kandungan unsur makro pada pupuk organik cair misal nitrogen lebih kecil dari kebutuhan minimum unsur
hara makro yang diperlukan untuk pertumbuhan plankton sebesar 0,35 ppm (Sachlan, 1985). Sedangkan kandungan
unsur mikro masih dalam batas layak untuk pertumbuhan plankton kecuali pada unsur hara boron lebih besar dari batas
minimum kebutuhan pertumbuhan plankton sebesar 0,435 ppm. Menurut Hardjowigeno (1987) Kebutuhan maksimum
unsur mikro tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Hasil fermentasi ragi pupuk organik cair tidak bersifat racun sesuai
pendapat Paturan et al (1982) bahwa hasil fermentasi ragi menghasilkan nutrien yang sesuai kondisi yang ramah
lingkungan.
Pembuatan pupuk organik cair berasal dari fermentasi susu, pupuk urea, pupuk TSP, gula tetes (mollases) dan
ragi (Saccharomyces cereviceae). Ragi yang hidup dapat memproduksi enzim amilase, lipase dan protease yang dapat
merubah molekul kompleks menjadi molekul sederhana dan membantu proses pencernaan zat makanan dalam organ
pencernaan (Shin, 1996)
Penambahan dosis pupuk organik cair dapat meningkatkan kelimpahan plankton disebabkan karena adanya
proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan mikroba dekomposer (Saccharomyces cereviceae) dan bakteri yang
terdapat dalam pupuk organik cair untuk mencukupi kebutuhan unsur hara di perairan yang dibutuhkan plankton.
Didukung pendapat Soedibya dan Siregar (2007) bahwa mikroba seperti bakteri dan jamur sangat efektif dalam
mendegradasi senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dalam menyediakan nutrisi esensiel.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 38
Hasil penelitian pada perlakuan E (0,005 ppm) meningkatkan plankton sebesar 6,172,5 sel/ml, hasil ini lebih
kecil dibanding dengan kebutuhan plankton untuk budidaya udang vannamei berkisar antara 6.700 – 11.300 sel/liter
(Taufik ,1988). Hal ini disebabkan pupuk organik cair bukan merupakan pupuk utama tetapi sebagai pelengkap atau
supplement untuk menumbuhkan plankton.
Kelangsungan Hidup Udang Vannamei Kelangsungan hidup udang vannamei sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidupnya. Kondisi
lingkungan yang menurun menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan pada udang dan pada kondisi ekstrim akan
menyebabkan kematian pada udang yang dipelihara. Pengukuran kekeruhan berkisar antara 32,3 – 39,7 cm hal ini
sesuai dengan pendapat Taufik (1988) bahwa kekeruhan air yang baik untuk pertumbuhan plankton berkisar antara 30 –
40 cm. Jenis plankton yang dominan pada penelitian adalah Tetraselmis sp dan Chlorella sp, adanya plankton tersebut
menjadi pakan alami untuk udang. Hal itu sesuai dengan pendapat Sachlan (1982) pakan alami yang baik untuk udang
antara lain adalah Tetraselmis sp, Chlrorella sp dan Dunaliella sp. Warna air penelitian adalah hijau muda, hal itu
sesuai pendapat Mintardjo et al (1989) warna air hijau muda adalah dominan chlorophyta dalam hal ini Tetraselmis sp,
Chlorella sp. Protococcus sp, Scenedesmus sp, Cosmarium sp dan Dunaliella sp. Penggunaan pupuk organik cair dalam
perairan sangat penting bagi pertumbuhan plankton. Pupuk dapat meningkatkan kadar bahan nutrien zat hara yang
diperlukan untuk tumbuhnya plankton. Tumbuhnya plankton ditentukan oleh beberapa faktor antara lain adalah sinar
matahari, suhu, kadar garam, sifat tanah dan unsur hara sebagai nutrien untuk makanan plankton (Sarief, 1989).
Penggunaan pupuk organik cair akan menambah kelimpahan plankton dan mampu memperbaiki kondisi lingkungan
perairan. Plankton dalam perairan akan memanfaatkan NH3 dan CO2 dan menyumbangkan O2 melalui proses
fotosintesis. Pupuk organik cair berasal dari fermentasi ragi. Fermentasi akan menghasilkan mikroba yang nantinya
akan mendegradasi zat komplek menjadi zat sederhana salah satunya adalah NO3-, PO3.
Pertumbuhan Udang vannamei baik Laju Pertumbuhan Harian dan pertumbuhan mutlak panjang tubuh
Hasil analisis varian (ANAVA) masing-masing perlakuan menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata (P >
0,05). Hal ini disebabkan pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh langsung terhadap laju pertumbuhan harian
udang vannamei. Hal itu sesuai dengan pernyataan Sarief (1989) bahwa pemberian pupuk pada perairan tidak langsung
berpengaruh pada pertumbuhan, pupuk yang ada dalam perairan akan menjadi nutrien untuk tumbuhnya fitoplankton,
fitoplakton dimakan zooplankton yang nantinya dimakan udang vannamei. Perlakuan dengan pemberian pupuk organik
cair akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa pemberian pupuk organik cair. Hal itu
disebabkan pemberian pupuk organik cair akan meningkatkan kelimpahan plankton, yang akan menjadi pakan
tambahan untuk udang vannamei.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
1. Pemberian pupuk organik cair berpengaruh terhadap kelimpahan plankton pada media air pemeliharan udang
vannamei. Semakin tinggi dosis pupuk organik cair semakin meningkat kelimpahan plankton.
2. Pemberian pupuk organik cair berpengaruh terhadap kelangsungan hidup udang vannamei. Semakin tinggi dosis
pupuk organik cair semakin meningkat kelangsungan hidup udang vannamei.
3. Pemberian pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan udang vannamei baik laju pertumbuhan
harian dan pertumbuhan mutlak panjang tubuh.
Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan pupuk organik cair dengan dosis 0,005 ppm pada
kolam/tammedia secara langsung sehingga faktor lingkungan khususnya pengaruh tanah dapat diketahui.
2. Penggunaan pupuk organik cair dengan dosis 0,005 ppm diharapkan petani bisa meningkatkan kualitas air dan
produksi ikan dan udang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. A.,1984. Pengaruh taraf pemberian makanan dan kualitas ransum terhadap retensi energi dan protein ikan
mas(Cyprinus carpio L) karya ilmiah Program Pasca Sarjana, Fakultas Perkanan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor 52 Hal.
Davis, C.C.,1955, The Marin And Freshwater Plankton, Michigan , State University Press, USA. pp : 15 - 20
Direktorat Jendral Perikanan dan Kelautan, 2011, Pusat Data Statistik dan Informasi , Direktorat Jendral Perikanan dan
Kelautan, Departemen Perikanan dan Kelautan, Jakarta , 10 hal.
Djariyah, A.S. ,1995. Pakan Alami Ikan, Kanisius, Yogyakarta hal 7 – 10
Effendi, M.I.,1980. Biologi Perikanan, Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. 163 hal
Hardjowigeno, S.,1987, Ilmu Tanah, PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta
Isnantyo, A. dan Kurniastuty, 1995. Tehnik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton , Kanisius, Yokyakarta. hal 34 – 85.
Kusriningrum, R,. 2008, Perancangan Percobaan, University Airlangga Press, Surabaya.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 39
Maclean , M.H.,K.J. Ang Janet, H. Brown, and K. Jannay, 1989. The Effect Organic Fertilizer and Formulated In Pound
Culture of The Freshwater Prawn Macrobrachium rosenbergii (deman) prawn production, Journal Aquaculture,
20 (4): 399 – 406.
Marlina, 2009 , Biokonversi Limbah Industri Peternakan, J. Ilmu Ternak, 2 (1) : 104 - 107
Nazir, M., 1988, Metode Penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta hal 115 – 125
Nejad,S.Z.,M.N.Rezaei,G.A.Takami,D.L.Loveltt,A.R. Mirvaghefi, M. Shakouri, 2006, The Effect Baccillus spp
Bacteria used as Probiotics On Digestive Enzyme Activity, Survival and Growth In The Indian White Shrimp
Fenneropenaeus indicus. Aquaculture. 252 : 516 -624
Paturan, J., K.A. Gray and LS. Zhao. 1982. By Product of The Cane Sugar Industry for Ethanol Fermentation, J. Chem.
Biol. 3 (1) : 25 - 32
Rohmimohtarto, K. Dan S. Juwono, 2006. Biologi Laut.Penerbit Djambatan, Jakarta hal : 343 - 350
Sachlan, M. 1982. Planktonology. Fakultas Perikanan dan Peternakan Universitas Diponegoro Semarang . 182 hal
Sastrosupadi, A., 1973. Statistik Percobaan, Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Malang hal 50 – 60
Sarief, 1989, Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian, Pustaka Buana, Bandung, 197 hal
Shin, T.H., 1996 , Practical Uses o Yeast Cultur (CYC – 100) in Swine Chemical, co LTD, Poultry and Ruminan,
Rations, ChoonyA Ang Seoul Korea
Sudjono. 1985. Desain dan Analisiss Eksperimen. Penerbit Tarsito Bandung. hal 76 – 85
Soedibya, P.H.T dan A.S. Siregar, 2007, Evaluasi Penggunaan Pupuk Biostimulan Sebagai Upaya Pengkayaan Pakan
Alami Dan Percepatan Tumbuh Ikan Gurami (Oshphronemus gouramy) in Hatchery Pond. J. Ichthyos , 7 (1) :
37 -44
Taufik,A. 1988, Peubah Penting Mutu Air Tammedia Udang, Seminar budidaya udang intensif, Panca Utama Human
Resourses Development, Jepara. Hal 1 – 19
Wyban, J..A. and J.N.Sweeney, 1991, Intensif Shrimp Production Technology, The Oceanic Institut Shrimp Manual
Honolulu. 158 pp.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 40
Analisis Margin Dan Efisiensi Pemasaran Rumput Laut Di Desa Palasa
Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep (MarketingMarginAnalysisAndEfficiencyIn TheVillage OfSeaweed Palasa, Sumenep District)
Dona Wahyuning Laily SP.MP *)
*)
Program Studi Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dengan judul analisis margin dan efisiensi pemasaran rumput laut di Kabupaten
Sumenep untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran, jumlah margin dan keuntungan, serta efisiensi pemasaran yang
diperoleh masing-masing lembaga pemasaran. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara kepada petani
rumput laut. Populasi penelitian ini adalah petani rumput laut daerah pesisir, pengumpul rumput laut, eksportir maupun
industri rumput laut yang ada di daerah Jawa Timur. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menentukan
sampel petani (simple random sampling), sampel pedagang ditentukan secara purposive, yaitu dengan memilih
pedagang yang menyalurkan rumput laut dari Kabupaten Sumenep. Hasil penelitian menunjukkan, bahwapola
distribusinya atau penyalurannya rumput laut di Desa Talasa, Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep ada dua macam
saluran yaitu pertama dari petani ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang besar dan terakhir ke eksportir.
Kedua dari petani ke pedagang pengumpul, dan terakhir ke eksportir;usaha rumput laut yang dilakukan di desa
mandalle kecamatan mandalle menunjukkan bahwa margin pada saluran I sama saja dengan margin pada saluran II dan
keuntungan yang diperoleh pada saluran I lebih kecil dari pada saluran II;saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien
daripada saluran yang panjang (saluran I).
Kata Kunci : Margin, Efisiensi, Rumput laut.
ABSTRACT
The research has been donewith the titleMarginandMarketing EfficiencyAnalysisof seaweedin the Palasa
Villages, Sumenepregion, inPangkeptoknow marketingchannels, number ofmarginsand profits, as well as marketing
efficiency from marketing agencies. Data were collected throught observation and interviewwithseaweed farmers. The
population consist of coastal seaweed farmers, seaweedcollectors, exportersandseaweedindustryin Esat Java. Selection
ofthe sample(respondents) was conductedby determiningthe samplefarmers(simple random sampling). A
purposivesample oftraders were determinedby selectingachannelmerchantof Sumenep region seaweed. The results
showedthat the pattern ofdistributionof seaweed in Sumenep region were a) from farmerstotraders, wholesalers andthen
to theexporter. b) fromfarmerstotraders, and then to the exporter. Marginsonchannel I the same as channelIIwith
themarginsandprofits earnedonchannel I was smaller thanchannelII; shortchannel(channelII) was moreefficient thana
longchannel(channel I).
Keywords: Margin, Efficiency, Seaweed.
I. PENDAHULUAN
Sumberdaya kelautan berperan penting dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah dan nasional untuk
meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya kelautan tersebut
mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat
dimanfaatkan dengan biaya eksplorasi yang murah sehingga mampu menciptakan kapsitas penawaran yang kompetitif.
Di sisi lain kebutuhan pasar yang semakin besar karena kecenderungan permintaan global yang semakin meningkat.
Indonesia menjadi salah satu penghasil utama rumput laut dan mampu memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan
pasaran dunia. Matadagangan bernilai ekonomi tinggi itu terus diintensifkan pengembangannya dengan sasaran mampu
menghasilkan 1,9 juta ton pada 2009. Indonesia memiliki potensi pengembangan rumput laut seluas 1.110.900 hektar,
hingga saat ini baru dimanfaatkan seluas 222.180 hektar atau sekitar 20 % (Anggadiredja, 2007). Oleh karena itu,
rumput laut sebagai salah satu komoditas perdagangan dunia, telah banyak dikembangkan di daerah oleh masyarakat
petani, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatera, Jawa dan daerah lainnya.
Jawa Timur menyimpan potensi sumberdaya kelautan, baik hayati maupun non hayati yang cukup menjanjikan
untuk dikelola. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga nasional jika dikelola dan dimanfaatkan secara
arif dan bijaksana. Salah satu komoditas marikultuer yang sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program
pengembangan ekonomi pesisir di Jawa Timur saat ini adalah rumput laut.
Dalam pembangunan wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan
pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan non
migas yang mempunyai prospek yang cukup baik karena mudah dibudidayakan dan mempunyai kegunaan yang sangat
luas yaitu untuk bahan makanan, industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil, industri kulit, obat-obatan dan lain-
lain.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 41
Jawa Timur merupakan provinsi penyumbang terbesar produksi rumput laut nasional. Peningkatan produksi
tercapai karena lahan yang luas untuk pengembangan rumput laut di daerah ini, yakni 250 ribu hektare. Prospek rumput
laut sangat cerah dikarenakan kebutuhan pasar dunia akan rumput laut mencapai 300 ribu ton per tahun (Tribun timur,
Edisi : 17 Juli 2008 ). Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur (2008) produksi rumput laut
nasional mencapai 1.728.475 ton basah pada tahun 2007 lalu atau setara 172.847,5 ton kering. Sementara produksi
rumput laut Jawa Timur telah mencapai 670.740 ton basah atau setara dengan 63.074 ton kering (36,5%). Usaha untuk
meningkatkan produksi rumput laut sangat memungkinkan dapat dicapai, karena daerah Jawa Timur dinilai memiliki
potensi sumberdaya perikanan pantai yang cukup besar, teknologi budidaya dan pasca panen mudah dilaksanakan serta
tidak membutuhkan modal yang besar.
Desa palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur
yang potensial untuk pengembangan rumput laut. Luas wilayah laut mencapai 28.000 Km2, dan lahan yang berpotensi
untuk budidaya rumput laut yang seluas 23.000 Ha (Nur, 2007). Dijelaskan, setiap tahun biasanya produksi rumput laut
Kabupaten Sumenep semakin meningkat tajam. Dari tahun 2006 sebanyak 47.789 ton kering ekspor, 2007 sebanyak
63.393 ton kering eksport dan tahun 2008 mencapai 71.250 ton kering ekspor. Dan dipastikan untuk produksi tahun
2009 ini akan meningkat lagi dari tahun sebelumnya. ( Ren, Adjie ).
Kegiatan budidaya rumput laut yang semakin berkembang di Desa Palasa, Kecamatan Talango Kabupaten
Sumenep, sehingga produksi rumput laut juga ikut meningkat. Peningkatan jumlah produksi tersebut mendorong
terlaksananya kegiatan pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran.
Kondisi harga yang sanagat berfluktuasi, yang menimbulkan ketidak pastian pendapatan yang diperoleh petani
dan lembaga pemasaran yang terlibat, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang
memadai untuk mengetahui margin, kentungan dan tingkat efisiensi pemasaran yang diperoleh pada tiap lembaga.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk saluran pemasaran rumput laut di Desa Palasa, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep.
2. Berapa jumlah margin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pesaran
3. Berapa persen tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran rumput laut di Kabupaten Sumenep
2. Untuk mengetahui jumlah margin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran
3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasar
Manfaaat Penelitian
Luaran yang dapat diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang margin, keuntungan
dan tingkat efisiensi yang diperoleh setiap labaga pemasaran rumput laut. Sekaligus dapat dijadikan pedoman oleh
pemerintah dalam membuat kebijakan tentang kegiatan usaha rumput laut di Kabupaten Sumenep.
III. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Palasa, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data, sebagai berikut :
1. Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses penyelenggaran kegiatan pada
obyek penelitian.
2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada petani dan pedangang rumput laut.
Teknik Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah petani rumput laut daerah pesisir, pengumpul rumput laut, eksportir
maupun industri Rumput Laut yang ada di daerah Jawa Timur. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan
menentukan sampel petani (simple random sampling), Sampel pedagang ditentukan secara purposive, yaitu dengan
memilih pedagang yang menyalurkan rumput laut dari Desa Palasa. Teknik pengumpulan data primer melalui
observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada petani rumput laut, pedagang pengumpul, pengusaha
rumput laut/eksportir, industri rumput laut.
Sedangkan teknik pengumpulan data sekunder adalah studi kepustakaan melalui dokumen, terbitan, ataupun
publikasi dari instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan perdagangan, Dinas perikanan, Kadin , Badan Pusat
Statistik serta publikasi dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan lain-lain.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 42
Jenis dan sumber data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari, (1) identitas
responden (umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman bertani atau berdagang rumput laut), (2)
Bentuk saluran pemasaran rumput laut (lembaga yang dilalui dalam memasarkan rumput laut), (3) Margin dan
keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran (harga beli, harga jual dan jumlah rumput laut yang dijual setiap
lembaga pemasaran, biaya yang dikeluarjkan setiap lembaga), (4) Tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing
lembaga pemasaran (harga beli, harga jual (eceran) dan biaya yang dikelurkn.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kantor-kantor atau instansi terkait yang erat kaitannya
dengan penelitian ini. Kantor-kantor yang dijadikan sumber data adalah Dinas Kelautan/perikan, Biro Pusat Statistik,
Kantor Kecamatan dan Kantor Kabupaten setempat. Adapun jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah : keadaan
umum wilayah, jumlah petani rumput laut , jumlah produksi rumput laut, jumlah penduduk keselutruhan, jumlah petani
rumput laut
Analisis Data
Data akan dianalisis berdasarkan rumus sebagai berikut :
1. Untuk menghitung jumlah margin pemasaran yang diperoleh pada masing- masing lembaga pemasaran, digunakan
rumus sebagai berikut :
M = Hp – Hb .................... ( Hanafiah dan Saefuddin, 1986 )
Dimana M = Margin Pemasaran
Hb = Harga Pembelian
Hp = Harga Penjualan
2. Untuk menghitung persentase margin, digunakan rumus :
%M = M/HE x 100 % ( Hanafiah dan Saefuddin, 1986 )
Dimana %M = Presentase Margin
HE = Harga Eceran
M = Margin
3. Untuk mengetahui jumlah keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus
sebagai berikut :
Π = M – Bp (Adiwilaga, 1996)
Dimana Π = Keuntungan Lembaga Pemasaran
M = Margin Pemasaran
Bp = Biaya Penjualan
4. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran rumput laut pada masing-masing lembaga pemasaran, digunakan
rumus sebagai berikut :
Eps = x 100 % (Soekartawi, 2002)
Dimana Eps = Efisiensi Pemasaran
Bp = Biaya Pemasaran
HE = Harga Eceran
Kriteria : - Eps < 5 % Efisien
- EEp > 5 % tidak Efisien
Definisi Opersional Variabel
1. Petani Rumput Laut, adalah individu ataupun kelompok orang yang melakukan budidaya rumput laut.
2. Pedagang pengumpul adalah mereka yang memiliki modal kerja- aktif membeli dan mengumpulkan rumput laut
dari petani rumput laut.
3. Pedagang besar adalah individu atau badan yang membeli rumput laut dari pedagang pengumpul
4. Eksportir adalah orang atau perusahaan yang melakukan pemasaran rumput laut ke Luar Negeri, baik dalam bentuk
bahan baku, setengah jadi dan lain-lain
5. Biaya pemasaran adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh lembaga dalam memasaran rumput laut
6. Margin pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan harga beli rumput laut yang dilakuan oleh suatu lembaga
pemasaran.
7. Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara biaya pemasaran dengan total nilai penjualan rumput laut yang
dinyatakan dalam bentuk persen.
8. Keuntungan pemasaran adalah selisi dari margin yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan pada setiap lembaga
pemasaran.
9. Rantai pemasaran adalah lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran rumput laut dari petani rumput
laut sampai kepada eksportir rumput laut.
Bp
HE
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 43
10. Lembaga pemasaran adalah individu atau badan yang melaksanakan kegiatan pemasaran rumput laut, misalnya
produsen (petani rumput laut, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendapatan Petani Rumput Laut
Petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut berupaya semaksimal mungkin dengan harapan bisa
memperoleh produksi yang tinggi dan mempunyai nilai jual dengan harga yang layak sehingga bisa memperoleh
pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan juga untuk penambahan modal dalam
penambahan jumlah bentangan.
Tabel 1. Jumlah Produksi, Penerimaan Kotor, Pembiayaan, dan Keuntungan/Pendapatan Petani Rumput Laut di Desa
Palasa.
No.
Resp
Jumlah Bentangan Biaya
(Rp)
Penerimaan Kotor
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
A B C D E = (D – C)
1 300 5.400.000 7.000.000 1.600.000
2 250 4.685.000 5.600.000 915.000
3 150 3.465.000 4.950.000 1.485.000
4 500 9.000.000 11.250.000 2.250.000
5 100 1.600.000 2.400.000 800.000
6 100 2.265.000 3.000.000 735.000
7 250 4.835.000 6.600.000 1.765.000
8 100 2.200.000 3.000.000 800.000
9 50 900.000 1.200.000 300.000
10 90 1.580.000 2.500.000 920.000
11 150 3.700.000 5.000.000 1.300.000
12 100 1.200.000 2.000.000 800.000
13 120 2.640.000 3.500.000 860.000
14 100 1.494.000 2.000.000 506.000
15 300 4.600.000 6.000.000 1.400.000
16 300 4.600.000 6.000.000 1.400.000
17 300 5.400.000 7.000.000 1.600.000
18 80 1.560.000 2.500.000 940.000
19 200 3.700.000 4.800.000 1.100.000
20 700 15.550.000 17.600.000 2.050.000
Jumlah 80.374.000 103.900.000 23.526.000
Rata-rata 4.018.700 5.195.000 1.176.300
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Pendapatan petani sebagai pengelola agribisnis diperoleh dari total nilai output dikurangi total nilai input yang
dipakai dalam proses produksi, sedangkan untuk menghitung pendapatan keluarga petani diperoleh dari pendapatan
petani sebagai pengelola ditambah unsur biaya yang menjadi pendapatan atau sumbangan keluarga kepada produksi,
diantaranya sewa tanah milik sendiri, bunga modal milik sendiri, dan jasa tenaga kerja kelurga petani (Sobirin, 1993
dalam Saununu, 2007). Kenyataan yang didapati dalam penelitian di lapangan, dimana kebanyakan petani rumput laut
di Desa Palasa belum memberikan nilai biaya terhadap jasa tenaga kerja diri sendiri maupun bagi keluarga petani.
Tabel 1 menunjukkan bahwa petani rumput laut di Desa Palasa sebanyak 20 orang memperoleh pendapatan
sebanyak Rp. 23.526.000,- per siklus atau pendapatan rata-rata sebesar Rp. 1.176.300,-. Pendapatan terendah diperoleh
sebesar Rp. 300.000,- sedangkan pendapatan tertinggi diperoleh sebesar Rp. 2.250.000,-. Berdasarkan hasil penelitian
pada petani rumput laut, dapat dikatakan usaha budidaya rumput laut mampu memperoleh keuntungan atau pendapatan
bagi petani di Desa Palasa.
Sementara untuk perhitungan R/C Ratio, maka diperoleh nilai sebesar 1,3. Dengan demikian, usaha budidaya
rumput laut di Desa Palasa layak untuk dikembangkan.
Lembaga Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottinii
Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottinii di Desa Palasa
Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep adalah :
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 44
Produsen (petani)
Produsen adalah petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut di sekitar pantai (pesisir). Lahan yang
digunakan untuk membudidayakan rumput laut adalah laut lepas yang dikuasai oleh Negara, jadi petani hanya memiliki
hak guna pakai.
Batas lahan yang digunakan sesuai dengan jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh tiap-tiap petani dan
penguasaan lahan tersebut tidak dimiliki secara permanen tetapi hanya dikuasai sepanjang mereka melakukan kegiatan
budidaya.
Produksi rumput laut yang dipanen sebagian dijadikan sebagai bibit kembali dan sebagian dikeringkan untuk
dijual kepada pedagang. Pengeringan rumput laut dilakukan di atas rumah panggung yang telah dibuat di atas laut.
Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 4 hari apabila kondisi cuaca cerah.
Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli langsung kepada petani yang ada di Desa Palasa.
Umumnya rumput laut yang dibeli adalah rumput laut yang telah dikeringkan oleh produsen atau petani rumput laut
yang telah dikemas dengan menggunakan karung yang berisi rata-rata 60-80 kg rumput laut. Pedagang pengumpul
membeli rumput laut kering pada petani dengan harga antara Rp. 6000 – Rp. 9000 per kg.
Pedagang Besar
Pedagang Besar adalah pedagang yang membeli rumput laut dari pedagang pengumpul yang umumnya berada
di Sumenep. Pedagang besar memiliki modal yang besar sehingga mereka dapat menampung sementara rumput laut
untuk menunggu harga yang cocok atau harga yang lebih tinggi.
Eksportir
Eksportir adalah pedagang yang membeli rumput laut dari pedagang besar dan selanjutnya dijual ke luar
negeri.. Eksportir sebagai lembaga pemasaran melakukan kontrol kualitas yang paling ketat untuk memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh konsumen luar negeri. Syarat-syarat yang biasa ditetapkan oleh pembeli adalah
rumput laut dengan kadar air 35 % dan bebas dari benda-benda asing misanya pasir, batu, kayu, dan sebagainya.
Saluran Pemasaran Rumput Laut
Saluran pemasaran rumput laut yang ada di Desa Palasa melalui beberapa lembaga diantaranya
petani/produsen rumput laut, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir. Adapun pola distribusi atau
penyaluran rumput laut dapat dilihat pada gambarberikut.
Gambar 1. Saluran Pemasaran Rumput Laut dari Petani di Desa Palasa
Gambar 1. Saluran Pemasaran dari Petani Rumput Laut di Desa Palasa Kecamatan Palango Kabupaten Sumenep
Gambar tersebut menunjukkan bahwa pemasaran rumput laut mulai dari petani samapai diekspor melaui dua
saluran yaitu 1) petani menjual kepada pedagang pengumpul, selanjutnya melalui pedagang besar dan terakhir
Petani/Produsen
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Eksportir
Petani/Produsen
Pedagang Pengumpul
Eksportir
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 45
disalurkan kepada pengusaha ekpor. 2) petani menjual kepada pedagang pengumpul dan selanjutnya tidak lagi melalui
pedagang besar, tetapi langsung di bawa kepada pengusaha ekspor.
Margin dan Keuntungan Lembaga Pemasaran
Margin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran yang menyalurkan rumput laut
dari Desa Mandalle dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saluran I, margin yang diperoleh oleh pedagang besar lebih besar jika
dibandingkan dengan magin yang diperoleh oleh pedagang pengumpul. Total rata-rata margin yang diperoleh oleh
lembaga pemasaran rumput laut sebesar 750 rupiah per kg. Pada saluran II, margin yang diperoleh oleh pedagang
pengumpul sebesar 750 rupiah per kg. Pedagang pengumbul pada saluran II ini langsung menjual kepada padagang
ekspor.
Tabel. 2. Margin dan Keuntungan Pemasaran Rumpt Laut setiap Lembaga Pemasaran di Desa Palasa Kecamatan
Talango Kabupaten Sumenep
Lembaga Pemasaran
Rata-rata Margin (Rp/Kg) Keuntungan (Rp/kg)
Saluran I Saluran II Saluran I Saluran II
Pedagang Pengumpul 200 750 118 529
Pedagang Besar 550 378
Jumlah 750 750 496 529
Sumber : Data Primer setelah diolah
Margin pemasaran yang diperoleh oleh ke dua saluran tersebut sama saja jumlahnya yaitu 750 rupiah per kg.
Hal ini menunjukkan bahwa pedagang ekpor tidak membedakan harga antara pedagang besar dengan pedagang
pengumpul.
Jika dilihat dari keuntungan yang diperole oleh lembaga pemasaran yang menangani ruput laut dari Desa
Mandalle bahwa pada saluran I, pedagang besar juga memperoleh keuntungn yang lebih besar jika dibandinkan dengan
pedagang pengumpul. Jumlah keuntungan yang diperoleh oleh saluran I tersebut sebesar 496 rupiah per kg. Jumlah
keuntungan yang diperoleh pada saluran II sebesar 529 rupiah per kg. Hal ini menunjukkan bahwa saluran II (saluran
yang pendek) lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan saluran I (saluran yang lebih panjang)
Efisiensi Pemasaran
Efisisiensi pemasaran yang diperoleh pada tiap lembaga dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Efisiensi Pemasaran Rumput Laut di Desa Palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep
Lembaga Pemasaran
Efisiensi Pemasaran (%)
Keterangan Saluran I Saluran II
Pedagang Pengumpul 0,9 2,3 I & II Efisien
Pedagang Besar 1,8 Efisien
Jumlah 1,3 2,3 Efisien
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada saluran I, pedagang pengumpul lebih efisien jika dibandingkan dengan
pedagang besar. Jumlah efisiensi yang diperoleh oleh lembaga pemasaran rumput laut pada saluran I sebesar 2,7 %..
Pada saluran II, jumlah efisiensi yang diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar 2,3 %. Hal ini menunjukkan
bahwa saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien daripada saluran yang panjang (Saluran I)
V. KESIMPULAN
1. Pola distribusinya atau penyalurannya rumput laut di Desa Palasa Kecamatan Talango ada dua macam saluran
yaitu pertama dari petani ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang besar dan terakhir ke eksportir. Kedua
dari petani ke pedagang pengumpul, dan terakhir ke eksportir.
2. Usaha rumput laut yang dilakukan di Desa Palasa Kecamatan Talango menunjukkan bahwa margin pada saluran I
sama saja dengan margin pada saluran II dan keuntungan yang diperoleh pada saluran I lebih kecil dari pada
saluran II. p
3. Saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien daripada saluran yang panjang (Saluran I)
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni Bandung. Bandung
Anggadiredja, J.T. 2007. Potential and Prospect of Indonesia Seaweed Industry Development. The Indonesia Agency
for the Assessment and Application of Technology – Indonesia Seaweed Society. Jakarta.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 46
Assauri. 1987. Prinsip Margin Pemasaran. Erlangga, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2007. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan.
Makassar.
Downey, W.B and Ericson 1992. Manajemen Agribisnis Penerbit Erlangga. Jakarta.
Hanafiah, dan Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Kotler P. 1991. Prinsip Pemasaran. Edisis Bahasa Indonesia. Jakarta.
Mubyarto. 1998. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Yakarta
Nur, S. 2007. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pangkep Di Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor
Perikanan dan Perkebunan Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Daerah. Disampaikan Pada Seminar
Dalam Rangka Dies Natalis Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Sabtu, 17 Pebruari 2007.
Rahardi, dkk. 1993. Manajemen Produksi Perikanan, Erlangga. Yakarta
Sa’id, E.G dan Intan A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia . Jakarta.
Saununu, P C. 2007. Analisis Pengembangan Agribisnis Jagung di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Saefuddin, A,M. 1995. Harga Margin Pemasaran. Universitas Kelautan Bogor. Bogor.
Soekartawi. 1993. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
. 1995. Linear Programming Teori dan Aplikasinya, Khusus dalam Bidang Pertanian. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Soekartawi, DR. 1998. Prinsip Dasar Manajemen Pemasran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali Pres. Yogyakarta.
Soekartawi, DR. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasran Hasil-hasil Pertanian. PT. Raja Grafindo. Jakarta.
Stanton, W.J. 1993. Prinsip Pemasaran Edisi Ketujuh. Penerbit Erlangga. Surabaya.
Swastha. 1991. Saluran Pemasaran (Konsep dan Strategi) Analisis Kuantitatif, BPFE Yogyakarta.
1993. Pengantar Bisnis Modern. Liberty. Yogyakarta.
Tribun Timur. Edisi Kamis, 17 Juli 2008. Potensi Rumput Laut.
Ujung Pandang Ekspres. Edisi : 29 Oktober 2008. Produksi Rumput Laut 1.728.475 Ton.
Vincent, G. 1999. Ekonomi Manajerial. Gramedia, Jakarta.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 47
Pencitraan Visual Kawasan (Peta Kognitif, Karakter Visual)
Pada Pemukiman Arab di Ampel, Surabaya
Hammam Rofiqi Agustapraja *)
*)
Dosen Teknik Sipil Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Kawasan Ampeldenta adalah sebuah kawasan di Kota Tua Surabaya, Yang merupakan perkampungan arab, yang
dikenal berkat adanya Masjid Agung Ampel. Kawasan Ampel dibatasi oleh tiga koridor, yaitu Koridor KH Mas
Mansyur, Nyamplungan, dan Danakarya. Kawasan ini di bangun oleh Raden Achmad Rachmatulloh, dia adalah
seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat. Sebagai seorang yang pandai
dengan ilmu-limu agama, dia dipercaya Raja Majapahit untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya
(dulu namanya Ampel Dento). Dia pun memimpin sebuah dakwah di Surabaya, namun karena terkendala tempat,
Raden berinisiatif bersama masyarakat sekitar membangun sebuah masjid pada tahun 1421 M, untuk media dakwahnya.
Ditempat tersebutlah, Raden Achmad yang kini dikenal sebagai Sunan Ampel menghabiskan masa hidupanya di masjid
itu. Hingga akhirnya pada tahun 1481 meninggal dunia, dan makamnya pun terletak disebelah kanan depan masjid
Ampel.
Kata Kunci : Pencitraan Visual, Karakter, pemukiman
A. Pendahuluan
Peta Kognitif kawasan Ampel, Surabaya
Pengertian dari Peta Kognitif adalah
Kognisi lingkungan adalah proses pemikiran seseorang tentang lingkungan, cara yang digunakan individu
untuk mengolah informasi dan mengatur pengetahuannya mengenai karakteristik lingkungannya. Pemikiran
seseorang tentang lingkungan terbentuk pertama kali ketika seseorang berada pada situasi atau lingkungan
baru, dimana muncul respon-respon: afeksi, orientasi, kategorisasi, sitemisasi, manipulasi, dan penandaan
(encoding) .
Peta kognisi adalah representasi mental seseorang atas pemahamannya mengenal hubungan spasial antar
objek-objek dalam lingkungan.
(Lynch, 1960). Peta kognitif menggambarkan suatu lingkungan berdasarkan lima elemen pembentuk lingkungan yaitu
paths (jalur), edge (batas), nodes (titik temu) districs (wilayah) dan landmark (tengeran/tetenger).
Kawasan pemukiman arab di Ampel Surabaya ini sangat padat bahkan jalan-jalannya pun sempit dan banyak sekali
gang-gang kecil, untuk bias membuat peta kognisi, Kami melakukan wawancara secara acak terhadap warga setempat
(gambar terlampir), bahwa rata-rata landmark/ tetenger yang paling diingat dari wilayah ini adalah Masjid Sunan
Ampel, Makam Sunan Ampel, dan salah satu koridor jalan di kawasan ini yaitu di Jalan Ampel Suci, yang terdapat
pusat perdagangan barang-barang kebutuhan beribadah bagi orang islam dan barang-barang dari timur tengah lainnya.
B. Karakter Visual Kawasan
Dalam konteks kawasan bersejarah: KARAKTER terbentuk dari proses atau sejarah yang panjang. KARAKTER
adalah kualitas-kualitas yang terbentuk dari gabungan topografi dan lingkungan binaan, geologi dan bahan
bangunan tradisional, pola jalan serta batas-batas kawasan masa lampau. Menurut literature karakter suatu kawasan
dapat dibagi menjadi 9 aspek antara lain:
1. Keistimewaan pembangunannya
Menurut sejarahnya Kawasan Ampel dibangun oleh Raden Achmad Rachmatulloh (Sunan Ampel) sebagai
hadiah dari Dipati Hangro, Raja Majapahit. Mendirikan Masjid, menyebarkan agama Islam yang kemudian
berkembang menjadi sebuah kawasan Islami dan pada Abad ke 17 M, terjadi Imigrasi besar-besaran bangsa Arab di
Indonesia. Mereka tinggal di kantong-kantong pemukiman kota-kota pantai Jawa seperti Cirebon, Pekalongan,
Tegal, Semarang, Gresik, Surabaya, Bangil dan sebagainya. Di antara mereka juga tinggal di kota pedalaman seperti
Solo dan Yogyakarta. Sebagian kecil dari mereka bahkan ada yang tinggal di Maluku Utara, seperti Ternate, Tidore,
dan juga di NTT dan Timor (dulu Timor-Tomur). Rata-rata mereka datang tanpa istri, kemudian kawin dengan
warga setempat dan beranak-pinak.
Keistimewaan pembangunan kawasan ini berasal dari seorang wali yang kemudian berkembang menjadi
sebuah kawasan yang padat seperti sekarang ini
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 48
2. Iklim setempat -Iklim di kawasan tersebut seperti kondisi iklim tropis di Indonesia lain, Panas dan lembab, Sehingga bangunan disini
mempunyai bukaan yang lebar dan banyak sebagai ventilasi
3. Tata letak spasial dan masa bangunan secara unik
-kondisi pemukiman di kawasan ini termasuk pemukiman padat,
-dengan jalan yang sempit hanya + 5 m.
-bangunan mayoritas bertingkat, dengan lantai 1 diperuntukan aktiitas perdagangan
4. Kawasan / tempat terkait memori
-Makam Sunan Ampel
Tempat ini adalah sebagai magnet utama dari kawasan ini, karena pengunjung dating ke kawasan ini untuk berziarah ke
makam Sunan Ampel.
Gambar 1. Masjid Sunan Ampel
Gambar 2. Rumah di kawasan ampel
Gambar 3. Kondisi pemukiman di kawasan Ampel
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 49
-Masjid Sunan Ampel
Masjid sunan Ampel merupakan salah satu magnet utama, karena masjid ini memiliki nilai sejarah yang bernilai dan
merupakan pusat kegiatan keagamaan pada kawasan ini. masjid peninggalan dari Sunan Ampel dan memiliki gaya
arsitektural yang unik,
-Koridor Jalan Ampel Suci
Koridor ini menjadi pusat perdagangan di kawasan Ampel, yang menjual berbgai macam kebutuhan beribadah, maupun
segala sesuatu yang behubungan dengan arab, misal pakaian, minyak wangi, makanan dll
5. Tata letak bangunan penting
Bangunan terpenting adalah Masjid yang berada di area makam Sunan Ampel, Masjid sunan Ampel berada di tengah
(pusat) dari pemukiman ampel tersebut, sehingga masjid ini tak nampak dari jalan utama.
Gambar 4. Makam Sunan Ampel
Gambar 5.Masjid Sunan Ampel dan situasi di dalamnya
Gambar 6. Gerbang masuk pasar di koridor Ampel Suci
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 50
6. Sistem social
Sistem sosial masyarakatnya seperti pada masayarakat umum, tidak mengenal adanya bangsawan, tetapi mereka
menghormati para alim ulama.
komposisi penduduk adalah mayoritas keturunan arab (hadramaut-yaman selatan), jawa dan madura
Mayoritas penduduknya berdagang
7. Aktivitas Kawasan
-Setiap harinya banyak dikunjungi peziarah ke makam Sunan Ampel
-Aktivitas sholat berjamaah dan pengajian yang dilakukan sehabis magrib dilakukan di dalam masjid
-Aktivitas perdagangan setiap hari dilakukan di gang-gang sempit yang menuju masjid dikawasan tersebut
8. bahan bangunan setempat (lokal), dan suasana lingkungan
Bahan bangunan lokal yang digunakan pada kawasan itu, untuk rumah penduduk, sudah bercampur dan sulit untuk
dideteksi bahan lokalnya, sedangkan pada masjid bahan bangunan lokal terdapat pada tiang-tiang soko guru yang
berjumlah 16 tiang dari kayu jati, masing-masing panjangnya 17 meter dengan diameter 60 centimeter.
9. Kualitas lingkungan
Gambar 7.Posisi makam dan masjid pada kawasan
Gambar 8.Suasana kawasan yang ramai akan peziarah
Gambar 9. Penggunaan bahan baku local pada struktur masjid
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 51
Kualitas lingkungan pada kawasan tersebut tergolong bersih, dan kebersihan tersebut dilakukan swadaya oleh
masayrakat
C. Kesimpulan
• Masjid, area makam, dan koridor ampel suci adalah titik yang paling diingat oleh orang.
• Citra kawasan ampel tersebut terdapat pada area makam termasuk masjid didalamnya dan koridor jalan sebagai
area perdagangan khas timur tengah
• Jalan yang sempit dan banyak bangunan tua merupakan salah satu karakter dari kawasan tersebut
• Masyarakat kawasan ini mendapatkan berkah dari makam sunan AMpel Karena peziarah yang tidak pernah
berhenti datang.
Daftar pustaka
www.arkeolog.web.id
Hafner, Robert W. 1983 ”hindu Javanese : Tengger Tradition and Islam. Princeton : Princeton University Press.
Indah Rakhmawati, Antariksa, Ismu Rini Dwi Ari, 2006. Studi Pelestarian Kawasan Ampel Kota Surabaya,
JURNAL TEKNIK Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Volume XIII, No. 2, Agustus, hlm. 115-127. ISSN: 0854-
2139.
Jaya dinata, Johara T. 1992. Tata Guna tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan Dan Wilayah. Bandung ITB
Tuan, Yi Fu. 1997. Space and Place, the Perpektive of Experience Minneapolis : Edward Arnold
Yudohusodo, Siswono, dkk, 1991 “ Rumah Untuk Seluruh Rakyat” Jakarta
Gambar 10. Kondisi lingkungan di salah satu gang di kawasan ini
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 52
Margin Pemasaran Komoditas Ikan Patin
di Desa Kedungwangi dan Desa Nogojatisari
Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan
Wachidatus Sa’adah *)
*) Dosen Program Studi Agrobisnis Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI
Salah satu upaya pembangunan usaha perikanan dalam mengantisipasi penurunan hasil tangkapan dari perairan
umum adalah melakukan pengembangan usaha budidaya perikanan secara berkesinambungan. Tujuan penelitian Untuk
mengetahui peningkatan margin pemasaran komoditas ikan patin di Desa Kedungwangi dan NogoJatisari.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi observasi, wawancara
dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini adalah Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga ditingkat
konsumen Rp 15.000,00 per kg, sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 2.500 Margin terbesar terjadi pada
lembaga pemasaran ditingkat pedagang pengumpul, yaitu sebesar Rp 1.000,00 per kg ikan patin, sementara untuk
pedagang pasar dan pengecer hanya sebesar Rp 500,00 per kg ikan. Namun keuntungan yang diterima pedagang pasar
dan pengecer lebih kecil dari pedagang pengumpul. Untuk Nilai marketing margin pada tingkat pedagang pengumpul
4% dengan fisherman share 96% nilai marketing margin di tingkat pendagang pasar 11% dengan fisherman shere 89%
dan nilai marketing margin di tingkat pedagan pengecer 14% dengan fisherman share 86% bila dilihat nilai marketing
margin dan fisherman share pada setiap rantai pemasaran maka diperoleh nilai fisherman share lebih besar dari nilai
marketing margin. dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan patin dari Kecamatan Sambeng pada setiap
pendagang perantara sudah efesien begitu juga pemasaran ikan patin sampai konsumen sudah efisien karena nilai
fisherman share lebih besar dari nilai margin.
Untuk mendapatkan hasil penjualan yang tinggi , disarankan kepada petani untuk menjual langsung kependagang
pengecer, tidak hanya kepada pengumpul saja. Apabila hasil ikan patin yang dipanen dalam jumlah yang banyak maka
stok/persediaan ikan patin untuk dikirim ke Kabupaten Lamongan dan kedaerah pemasaran lainnya.
Kunci: Margin Pemasaran, Ikan Patin
I.PENDAHULUAN
Salah satu upaya pembangunan usaha perikanan dalam mengantisipasi penurunan hasil tangkapan dari perairan
umum adalah melakukan pengembangan usaha budidaya perikanan secara berkesinambungan. Usaha ini sangat
diharapkan dapat lebih berperan serta dalam menyediakan bahan makanan yang berprotein dan bernilai gizi yang tinggi,
peningkatan peluang kerja dan mendorong kesejahteraan masyarakat serta pendapatan negara melalui kegiatan ekspor
komoditi perikanan telah banyak petani ikan yang membuka usaha budidaya ikan patin siam meskipun hanya dalam
skala tertentu Keberhasilan usaha ikan patin sangat ditentukan oleh input yang berkualitas yang diperoleh dari proses
produksi yang baik pula. Kualitas dan kuantitas benih ikan sangat menentukan output ikan patin yang akan dihasilkan.
Mengingat pentingnya kegiatan pemasaran bagi petani ikan, maka masalah pemasaran harus diperhatikan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Permasalahan yang sering dijumpai dalam pemasaran ikan patin yaitu
masalah sistem jual beli ikan yang tidak cash. Kondisi seperti ini tentu berakibat kepetani ikan itu sendiri terutama
mereka harus menambah biaya pakan kalau seandainya pedagang tersebut terlambat membeli ikan yang sudah
selayaknya dipanen.
Hasil panen ikan dibeli oleh padagang pengempul yang ada di sekitar Lamongan, namun pemasaran selama ini
hanya dipasarkan dipasar lokal. Akibat supplay ikan patin yang banyak dari lamongan menyebabkan pasar lokal
kelebihan daya tampung, sehingga ada pemikiran bagi pedagang pengumpul untuk memasarkan ikan patin ke kabupaten
Jombang. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana margin pemasaran komoditas ikan patin di Desa
Kedungwangi dan Nogojatisari
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 53
II. METODE PENELITIAN
Objek penelitian yang menjadi sumber data penelitian adalah para petani ikan dan pendagang ikan di Desa
Nogojatisari Dan Desa Kedungwangi Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan, dan penelitian ini dilakukan pada
bulan Januari 2013. yang diteliti kasur margin pemasaran komonditas ikan patin Desa Kedungwangi dan Nogojatisari,
Kecamatan Sambeng, KabupatenLamongan.
Data dikumpulkan dengan teknik wawancara langsung pada responden yang berpedoman pada daftar
pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu dengan prosedur penelitian Purposive Sampling. Data
yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
Data yang terkumpul dilapangan ditabulasikan dalam suatu daftar tabel yang kemudian di analisis secara
deskriptif untuk menggambarkan keadaan dari tujuan penelitian. Untuk mengetahui biaya produksi atau biaya
pemasaran dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran dicari dengan rumus sebagai berikut:
a. Biaya produksi yang dikeluarkan petani ikan di tentukan dengan rumus
BP = BV + BT
Dimana BP = Biaya produksi,
BV = Biaya variable
BT = Biaya tetap.
b. Keuntungan yang diperolah patani ikan ditentukan dengan rumus
K = P – BP
Dimana K = Keuntungan,
P =Penerimaan
BP = Biaya produksi
c. Marketing margin dihitung dengan menggunakan rumus
𝑀𝑀 = 𝐻𝐾 − 𝐻𝑃
𝐻𝐾𝑥 100%
Dimana :
MM = Marketing margin
HK = Harga di konsumen
HP = Harga diprodusen
d. Fisherman share ditentukan dengan rumus
𝐹𝑆 = 𝐻𝑃
𝐻𝐾𝑥 100%
Dimana FS = Fisherman share,
HP = Harga di produsen,
HK =Harga di konsumen
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 54
e. Efisiensi pemasaran ditentukan dengan cara membandingkan nilai marketing margin dengan fisherman share,
dengan ketentuan bila marketing margin lebih kecil dari fisherman share maka pemasaran dikatakan masih efisien,
dan sebaliknya tidak efisien bila marketing margin lebih besar dari fisherman share.
III. PEMBAHASAN
1. Produksi Ikan Patin
produksi ikan hasil budidaya di Kecamatan Sambeng tercatat sebanyak yang terdiri dari beberpa jenis ikan, antara
lain ikan patin, gurami, lele, dan ikan nila. Namun jenis ikan yang banyak dibudidayakan petani ikan adalah ikan karena
benih ikan jenis ini mudah di dapat.
Tabel 1 Luas kolam, Padat tebar, Mortalitas, dan Tingkat kelangsungan hidup (SR %)ikan Patin
Resp Unit
Kolam
Luas Kolam
(m2)
Padat Tebar
(Ekor/m2) Mortalitas (%) (SR % )
1
2
2
2
1
4
3
600
300
200
750
430
3750
1875
2500
2344
1792
20
10
10
20
5
80
90
90
80
95
Jumlah 12 1752 4380 65 435
Rata-
rata
6 876 2190 32,5 217,5
Data Primer, 2013
Dari 2 responden patani ikan patin yang menjadi sampel yang memilki luas kolam mulai dari 200 meter
persegi hingga 750 meter persegi dengan rata-rata 3.398 meterpersegi menghasil tingkat kelansungan hidup ikan
patin sebanyak 217,5%. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan bila petani dapat menekan mortalitas ikan
selama pemeliharaan yang mortalitasnya mencapai 20% dari jumlah benih yang di tebar ke kolam, danmemberi
pakan yang cukup sertaberkualitas. Pakan yang diberikan petani ikan ke ikan peliharaan
berupa pakan pellet, tapi karena harga pakan cukup tinggi maka dalam pemberian pakan petani tidak sepenuhnya
menggunakan pelletsehingga pertumbuhan ikan menjadi pertumbuhan ikan menjadi lambat dan masa panen pun
tertunda sampai 8 bulan atau 9 bulan pemeliharaan.
Sementara masalah yang dihadapi petani ikan dalam menjalankan usahanya adalah masalah dana
operasional untuk memulai pemeliharaan ikan setelah panen, karena petani baru bisa mendapatkan uang hasil
penjualan ikan setelah 1-2 minggu ikan terjual, sehingga yang seharusnya petani dapat langsung menebar benih
ikan yang baru terpaksa menundanya sampai ada dana untuk musim pemeliharaan berikutnya.
2. Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Ikan
Keuntungan merupakan hal yang menjadi tujuan bagi setiap pengusaha, dan begitu pula bagi seorang
petani ikan yang membudidayakan ikan patin dalam kolam serta para pedagang yang memasarkan ikan hasil
budidaya. Besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh setiap pengusaha sangat tergantung pada besarnya
penerimaan yang diterima dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha yang dilakukan. Untuk
petani ikan besarnya keuntungan ditentukan oleh jumlah nilai penjualan ikan dikurangi biaya produksi yang
dikeluarkan selama periode pemeliharaan. Sedangkan untuk pedagang ikan besarnya keuntungan yang diperoleh
ditentukan oleh nilai penjualan dikurangi dengan biaya pemasaran selama proses pemasaran.
3. Biaya Produksi dan Keuntungan Petani Ikan
Untuk mengetahui berapa besar biaya dan keuntungan yang diperoleh petani pembudidaya ikan patin di
Kecamatan Sambeng Tabel 2 memberikan gambaran.
Jurnal Ilmu Eksakta,Vol 1 No.1 Maret 2013| 55
Keuntungan petani ikan terendah diperoleh Di Desa Kedungwangi sebesar Rp 1.988.000 dan tertinggi
diperoleh Desa Nogojatisari sebesar Rp 19.470.000 dengan rata-rata keuntungan sebesar Rp 20.315.000 atau
sekitar Rp 1.550 per kg ikan. Keuntungan sebesar itu bukan merupakan keuntungan yang diterima tepat untuk
masa 7 bulan pemeliharaan.Keuntungan yang diterima petani cukup yaitu sekitar Rp 1.550,- per kg ikan yang
dihasilkan. Keuntungan ini merupakan keuntungan atas biaya aktual (nyata) saja yang dikeluarkan petani,
sedangkan biaya tidak nyata belum diperhitungkan sebagai biaya Secara rata-rata biaya aktual yang dikeluarkan
petani ikan untuk menghasilkan 1 kg ikan patin diperkirakan sebesar Rp 6.100 yang meliputi biaya pembelian
benih ikan, pakan, kapur, bahan pembasmi hama penyakit (putas). Biaya terbesar dikeluarkan berupa biaya
pembelian pakan yaitu hampir 80% sedangkan pembelian bibit hanya sekitar 10% dan sisanya untuk keperluan
pembelian yang lain.
Tabel 2 Biaya produksi, Penerimaan dan Keuntungan Budidaya Ikan Patin Dalam Kolam
Responden Luas Kolam
(m2)
Biaya
Produksi
(Rp 000)
Penerimaan
(Rp 000)
Keuntungan
(Rp 000)
1
2
600
300
200
750
430
18.030
17.750
16.800
18.100
18.440
37.500
21.093
28.125
22.504
20.428
19.470
3.343
11.325
4.404
1.988
Jumlah 40.730
Rata-rata 20.315
Data Primer, 2013
Jurnal Ilmu Eksakta, Vol 1 No 1 Maret 2013 56
Universitas Islam Lamongan | ISSN : 2302-3791
Efisiensi Pemasaran Ikan Patin
Untuk mengetahui suatusistem pemasaran komoditi (ikanpatin) apakah masih efisien atausudah tidak efisien lagi,
maka kitaharus ketahui berapa besar nilaimarketing margin dan nilaifisherman share dari komoditi
yangdipasarkan.Marketing margin adalahperbedaan harga pada tingkatprodusen dengan harga ditingkatkonsumen.
Marketing margin terdiridari komponen biaya pemasaran dankeuntungan yang diterima olehpedagang. Artinya
besarnyamarketing magin tidak hanyaditentukan oleh keuntungan yangdiambil pedagang, tapi juga ditentukan oleh
biaya yang dikeluarkan pedagang yang bersangkutan. Biasanya pedagang dalam menetapkan harga penjualan yang
dapat memberikan sejumlah keuntungan tertentu baginya didasarkan atas harga pokok penjualan. Dalam hal ini
jumlah pengeluaran pedagang dalam arti biaya pemasaran merupakan komponen yang sangat menentukan besarnya
marketing margin.
Tabel 3 Harga Beli dan Harga Jual Ikan Patin Serta Perbedaan Harga Pada Masing-masing Lembaga Pemasaran
No Lembaga
Pemasaran
Harga Beli
(Rp/ kg)
Harga Jual
(Rp/ kg) Margin (Rp)
1
2
3
4
5
Petani Ikan
Pengumpul
Pedagang pasar
Pengecer
konsumen
-
12.500
13.500
14.000
15.500
12.500
13.500
14.000
15.500
-
-
1000,00
500,00
1500,00
-
Data Primer, 2013
Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga di tingkat konsumen Rp 15.500,00 per kg,
sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 3.000 Margin terbesar terjadi pada lembaga pemasaran ditingkat
pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 1.500,00 per kg ikan patin, sementara untukpedagang pengumpul hanya sebesar
Rp1000,00 per kg ikan dan untuk pedagang pasar sebesar Rp 500,00per kg ikan. Namun keuntungan yang diterima
pedagang pasar lebih kecil dari pedagang pengumpul. jadi Rendahnya tingkat keuntungan yang diterima pedagang
pasar disebabkan karena pedagang
Tabel 4 Marketing Margin dan Fisherman Share Pemasaran Ikan Patin
No. Harga Jual (Rp/ kg) Marketing
Margin (%)
Fisherman
Share (%)
1 Patani Ikan
12.500,00
Pengumpul
13.000 4 96
2 Patani Ikan
12.500,00
Pedagang pasar
14.000 11 89
3 Patani Ikan
12.500,00
Pengecer
15.500 20 80
Data Primer, 2013
Bila dilihat nilai marketing margin dan nilai fisherman sharenya, yang mana nilai marketing margin lebih
kecil dari nilai fisherman sharenya. Ini menunjukan bahwa pemasaran ikan patin asal Kecamatan Sambeng tujuan
pemasaran Kabupaten Lamongan masih efisien. Lebih lanjut pada tabel terlihat nilai marketing margin setiap
tingkatan menunjukkan semakin besar bila rantai pemasaran semakin panjang, sementara fisherman sharenya akan
semakin kecil. Ini menunjukkan besarnya nilai marketing margin dan nilai fisherman share ada kaitannya dengan
panjang rantai pemasaran. Semakin panjang rantai pemasaran yang harus dilalaui suatu komoditi untuk sampai ke
konsumen maka akan semakin besar nilai marketing margin dan semakin kecil nilai fisherman share, dan ini artinya
Jurnal Ilmu Eksakta, Vol 1 No 1 Maret 2013 57
Universitas Islam Lamongan | ISSN : 2302-3791
harga yang diterima produsen akan semakin lebih rendah dari harga yang dibayar konsumen atau harga yang harus
dibayar konsumen akan jauh lebih tinggi dari harga yang diterimaprodusen. Suatu sistem pemasaran sudah dikatakan
tidak efisien lagi bila nilai marketing magin lebih besar dari nilai fisherman sharenya, karena pada kondisi ini harga
yang harus dibayar konsumen sudah diatas 50% dari harga jual produsen sehingga pada kondisi ini hanya
pedaganglah yang menikmati keuntungan dari sistem pemasaran ini, sedangkan produsen dan konsumen sudah
dirugikan. Petani dirugikan karena keuntungan yang diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh pedagang,
sedangkan konsumen dirugikan karena harus membayar jauh lebih mahal dari harga yang sewajarnya.
Hal ini sesuai dengan Hanafiah (1983) yang menyatakan perbedaan nilai marketing margin dengan fisherman
share dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan kosumen. Semakin jauh jarak dari produsen ke konsumen maka
semakin besar nilai marketing margin dan nilai fisherman share semakin kecil, selain itu perbedaan nilai ini juga
disebabkaan oleh biaya pengangkutan.
IV.KESIMPULAN
Pemasaran ikan patin dari kecamatan Sambeng sampai konsumen berjalan dengan lancar. lembaga
pemasaran yang berperan yaitu petani, pengumpul, pedagang pasar, dan pedagang pengecer.
Keuntungan bersih antara petani ikan patin, pedagang pengumpul, pedagang pasar, dan pedagang pengecer
berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul lebih besar dibanding
pedagang pasar dan pedagang pengecer .
1. Harga ikan patin ditingkat produsen Rp 12.500 per kg sedangkan harga ditingkat konsumen Rp 15.500,00 per
kg, sehingga diperoleh marketing margin sebesar Rp 3.000 Margin terbesar terjadi pada lembaga pemasaran
ditingkat pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 1.500,00 per kg ikan patin, sementara untuk pedagang pengumpu
hanya sebesar Rp 1000,00 per kg ikan dan untuk pedagang pasar sebesar Rp 500,00 per kg ikan.
2. Nilai marketing margin pada tingkat pedagang pengumpul 4% dengan fisherman share 96% nilai marketing
margin di tingkat pedagang pasar 11% dengan fisherman shere 89% dan nilai marketing margin di tingkat
pedagang pengecer 20% dengan fisherman share 80% bila dilihat nilai marketing margin dan fisherman share
pada setiap rantai pemasaran maka diperoleh nilai fisherman share lebih besar dari nilai marketing margin.
3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemasaran ikan patin dari Kecamatan Sambeng pada setiap pedagang
perantara sudah efesien begitu juga pemasaran ikan patin sampai konsumen sudah efisien karena nilai fisherman
share lebih besar dari nilai margin.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bina Aksara. Jakarta
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia. Jakarta.
Asyari, dkk, 1992. Makalah Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Sangkar di Kolam dengan Kepadata
ikan yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor
Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi aksara, Jakarta.
Effendi, H. 2007. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya danLingkunganPerairan. Kanisius. Yogyakarta
Hanafiah, AM dan AM. Saefuddin, 1986. Tataniaga Hasil
Kamaluddin., 2009. Biaya dan Jenis-Jenis Pemasaran. http://www.deptan.go.id
Khairuman dan Dodi S. 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Agro Media. Jakarta.
Kordik, M.G.H.2005. Budidaya Ikan Patin, Biologi, Pembenihan dan Pembesaran. Yayasan Pustaka Nusantara.
Yogyakarta.
Marzuki, 1986. Riset Pemasaran. http:/ dianblogspot.com. Diakses pada tanggal 26 mei 2012.
Rahmat. 2010. http//kepadatan ikan khusus_patin.com diakses pada tanggal 01 Januari 2011 pukul 08.00 WIB.
Sudioyono, A., 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah,Malang.