15
BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Definisi Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GK) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibatnya adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung (Manurung, 2009). Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2009). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (O’donnell dan Carleton, 2005). Sementara gagal jantung kongestif (congestive heart failure) didefinisikan sebagai keadaan saat terjadibendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Pengertianini berbeda dengan kongesti sirkulasi yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibatbertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab di luar jantung, 3

BAB 2 GJ.docx

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB 2

TELAAH PUSTAKA

2.1. Definisi

Heart Failure (HF) atau gagal jantung (GK) adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibatnya adanya gangguan structural dan fungsional dari jantung (Manurung, 2009).

Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2009). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidakmampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Odonnell dan Carleton, 2005).

Sementara gagaljantung kongestif (congestive heart failure) didefinisikan sebagai keadaan saat terjadibendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya. Pengertianini berbeda dengan kongesti sirkulasi yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibatbertambahnya volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab di luar jantung, seperti akibat transfusi berlebihan atau anuria (Odonnell dan Carleton, 2005).

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantungkongenital maupun didapat. Mekanisme penyebab gagal jantung adalah peningkatanbeban awal, peningkatan beban akhir dan turunnya kontraktilitas miokardium. Sementarapenyebab utama dari gagal jantung belum diketahui dengan benar. Diperkirakandikarenakan oleh gangguan kontraktilitas miokardium akibat kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil (Odonnell dan Carleton, 2005).

2.2. Pembagian Gagal Jantung

Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik. Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan eko-Droppler. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya (Panggabean, 2009).

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja (Panggabean, 2009).

Ada 3 macam gangguan fungsi diastolic, yaitu:

Gangguan relaksasi

Pseudo-normal

Tipe restriktif

Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi peneybab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diatolik tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-dihidropiridin (Panggabean, 2009).

Low output dan High output Heart Failure Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikard. High out put HF ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan. Gagal Jantung Akut dan kronikContoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesi perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik (Panggabean, 2009).

Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea (Panggabean, 2009).

Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda (Panggabean, 2009).

2.3. Etiologi

Etiologi gagal jantung adalah penyakit yang mendasari timbulnya gagal jantung kongestif. Gagal jantung adalah diagnosis klinis namun supaya diagnosis lebih tepat digunakan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang banyak membantu ialah EKG, foto thorak dan ekhokardiografi. Pada penelitian ini penyakit jantung iskemik menjadi etiologi terbanyak 59,72%, hasil ini sesuai dengan penelitian dari The EuroHeart Failure Survey dan literatur yang menyebutkan bahwa penyakit jantung iskemik menjadi penyebab potensial pada sebagian besar kasus terjadinya gagal jantung. Di USA penyakit jantung iskemik merupakan penyebab lebih dari seperempat kematian dengan jumlah lebih kurang 500.000 tiap tahun. Kardiomiopati menjadi Kardiomiopati menjadi penyebab kedua terbanyak menurut literatur, hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana kardiomiopati menjadi etiologi terbanyak kedua setelah penyakit jantung iskemik sebesar 11,11% (Ewika dan Bachtiar, 2007).

Pada usia lanjut dan usia dewasa penyakit jantung iskemik menjadi etiologi terbanyak. Pada usia dewasa hasil ini sesuai dengan penelitian yang menyebutkan bahawa penyakit jantung iskemik menjadi etiologi terbanyak. Pada usia lanjut peningkatan ini kemungkinan disebabkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, dimana pengobatan sindroma koroner akut menjadi lebih baik. Hal ini meningkatkan survival rate sehingga prevalensi gagal jantung meningkat seiring bertambahnya usia (Ewika dan Bachtiar, 2007).

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantungkongenital maupun didapat. Mekanisme penyebab gagal jantung adalah peningkatanbeban awal, peningkatan beban akhir dan turunnya kontraktilitas miokardium. Sementara penyebab utama dari gagal jantung belum diketahui dengan benar. Diperkirakan dikarenakan oleh gangguan kontraktilitas miokardium akibat kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil (Odonnell dan Carleton, 2005).

2.4. Patogenesis

Penurunan kontraktilitas miokardium yang khas pada penyakit jantung iskemikakan menganggu kemampuan pengosongan ventrikel dengan efektif, meningkatkan volume residual sekuncup/ meningkatnya EDV sehingga terjadi peningkatakn tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Dengan meningkatnya LVEDP, terjadipeningkatan tekanan atrium kiri (LAP), dan diteruskan ke belakang ke dalam venapulmonalis, meningkatnya tekanan kapiler dan vena paru, terjadi transudasi cairan keintestitial sehingga terjadi edema paru. Tekanan arteri paru mungkin akan meningkatsehingga menimbulkan efema dan kongesti sistemik(Odonnell dan Carleton, 2005).

GJ sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperbesar oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung. Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang sistomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark, jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, endokarditis infektif. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya/underlying HD (Panggabean, 2009).

Gagal jantung mengacu pada ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh untuk pasikan dan pengeluaran zat-zat sisa. Satu atau kedua ventrikel dapat gagal memenuhi fungsinya. Apabila suatu ventrikel gagal memompa semua darah yang kembali kepadanya, vena di belakang ventrikel yang sakit tersebut akan tertimbun oleh darah. Gagal jantung dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, tetapi dua yang tersering adalah :

1. Kerusakan otot jantung akibat serangan jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung

2. Pemompaan terus menerus melawan peningkatan kronik afterload, seperti akibat stenosis katup semilunaris atau peningkatan tekanan darah berkepanjangan.

Obesitas memiliki hubungan yang erat dengan tingginya kejadian penyakit kardiovaskular. Obesitas dapat meningkatkan kadar trigliserid yang buruk untuk kesehatan jantung dan menurunkan kadar high density lipoprotein (HDL) yang bersifat kardioprotektif.2 Selain itu, seiring meningkatnya obesitas, meningkat juga angka hipertensi. Obesitas juga dapat menyebabkan disfungsi diastolik dan berhubungan dengan memburuknya fungsi sistolik (Nursalim dan Yuniadi, 2011).

2.5. Gejala dan Tanda

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah berat gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA) biasanya digunakan untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik (Odonnell dan Carleton, 2005).

Dypsnea,atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dipsnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dypsnea. Seperti juga spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dipsnea juga berkembang progresif. Dipsnea saat beraktifitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri (Odonnell dan Carleton, 2005).

Ortopnea, atau dipsnea saat berbaring terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah sirkulasi sentral. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vascular paru lebih lanjut. Dipsnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal Dypsnea, PND) atau mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dipsnea atau ortopnea (Odonnell dan Carleton, 2005).

Batuk non produktif , juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah cirri khas dari gagal jantung; ronkhi pada awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri (Odonnell dan Carleton, 2005).

Hemoptisis, dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi akibat distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi esophagus. dan disfagia atau sulit menelan (Odonnell dan Carleton, 2005).

Gejala ke belakang pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongestif vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis (JVP) yang mengalami pembendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi (Odonnell dan Carleton, 2005).

Meningkatnya CVP selama inspirasi dikenal dengan tanda Kussmaul. Dapat terjadi hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati karena peregangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus. Edema perifer, terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari. Dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat (Odonnell dan Carleton, 2005).

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan ascites atau edema anasarka (9) atau edema tubuh generalisata. Meskipun gejala dan tanda dan gejala penumbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang dijelaskan disini awalnya ditandai bertambahnya berat badan, yang jelas mencerminkan adanya rentensi natrium dan air (Odonnell dan Carleton, 2005).

Gagal memompa di jantung sebelah kiri bisa menyebabkan kepanikan, kekurangan udara, dypsnea, diaphoresis, krakels, sianosis, meningkatkan tekanan artery pulmonary dan ritme denyut S3. Gagal jantung sebelah kiri juga dapat berkontribusi kerusakan pada jantung sebelah kanan. Sedangkan kegagalan di sebelah kanan dapat menyebabkan edema dependent, vena jugularis meninggi, denyut tidak teratur, oliguria, disritmia, dan peningkatan tekanan darah pusat (Odonnell dan Carleton, 2005).

2.6. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi seperti terlihat pada bagan di bawah ini.Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.

Kriteria Major Paroksimal noktunal dispnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian tekanan vena jugularis Refluks hepatojugular

Kriteria Minor Edema ekstremitas Batuk malam hari Dispnea deffort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Takikardia (>120/menit.

Major atau minor Penurunan BB4.5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis Gagal Jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor (Panggabean, 2009).

2.7. Penatalaksanaan

Pada tahap simtomatik dimana sindrom GJ sudah terlihat jelas seperti cepat capek (fatik), sesak napas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegalia dan edema sudah jelas, maka diagnosis GJ mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri/LV dysfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide (Panggabean, 2009).

Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan (Panggabean, 2009).

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3.5 meq/L). Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini (Panggabean, 2009).

Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian.. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut (Panggabean, 2009).

3