47
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan Dalam melakukan analisis terhadap suatu kasus nyata, pemodelan seringkali diperlukan untuk membantu memecahkan kasus nyata itu. Starr dan Miller menyatakan, model adalah representasi dari suatu realita yang dipergunakan untuk menjelaskan, menggambarkan perilaku beberapa aspeknya. Jadi model merupakan penghampiran dart suatu sistem nyata yang biasanya sulit untuk dianalisis secara langsung. Pembuatan model diperlukan karena dapat digunakan untuk mendekati permasalahan yang kompleks itu, membuat abstraksi suatu realita sehingga lebih mudah dipahami dan dimengerti. Model tentu saja lebih sederhana namun demikian tetap mampu mewakili sistem nyata yang ada. Pendekatan dilakukan melalui analisis kepentingan modelnya. Model hanya memuat bagian-bagian tertentu yang penting saja yang merupakan sosok kunci sistem, model tidak akan menceritakan kenyataan yang ada secara detail. Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam pemodelan yaitu : 1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah Sebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka masalahnya itu sendiri harus sudah jelas, masalahnya harus sudah ditemukan dan dapat dirumuskan dengan teliti. Kecuali itu, dalam tahap ini juga perlu diketahui tujuan pemodelannya; melakukan identifikasi terhadap konstanta, parameter, variabel yang terkait sehingga dapat ditentukan mana yang sangat berpengaruh terhadap sistem dan mana yang sebaliknya. 2. Tahap Penyusunan Model Dalam tahap ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu : - Menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diketahui, data yang dikumpulkan secara khusus, intuisi dan refleksi. Bila diperlukan maka batasi dengan asumsi dan lakukan prediksi. - Menyusun model dengan memadukan semua hubungan ke dalam suatu sistem hubungan simbolik. Kemudian lakukan manipulasi simbolik.

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

6

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemodelan

Dalam melakukan analisis terhadap suatu kasus nyata, pemodelan seringkali

diperlukan untuk membantu memecahkan kasus nyata itu. Starr dan Miller menyatakan,

model adalah representasi dari suatu realita yang dipergunakan untuk menjelaskan,

menggambarkan perilaku beberapa aspeknya. Jadi model merupakan penghampiran dart

suatu sistem nyata yang biasanya sulit untuk dianalisis secara langsung.

Pembuatan model diperlukan karena dapat digunakan untuk mendekati

permasalahan yang kompleks itu, membuat abstraksi suatu realita sehingga lebih mudah

dipahami dan dimengerti. Model tentu saja lebih sederhana namun demikian tetap

mampu mewakili sistem nyata yang ada. Pendekatan dilakukan melalui analisis

kepentingan modelnya. Model hanya memuat bagian-bagian tertentu yang penting saja

yang merupakan sosok kunci sistem, model tidak akan menceritakan kenyataan yang ada

secara detail.

Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam pemodelan yaitu :

1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

Sebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka

masalahnya itu sendiri harus sudah jelas, masalahnya harus sudah ditemukan dan

dapat dirumuskan dengan teliti. Kecuali itu, dalam tahap ini juga perlu diketahui

tujuan pemodelannya; melakukan identifikasi terhadap konstanta, parameter,

variabel yang terkait sehingga dapat ditentukan mana yang sangat berpengaruh

terhadap sistem dan mana yang sebaliknya.

2. Tahap Penyusunan Model

Dalam tahap ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :

- Menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan prinsip-prinsip yang telah

diketahui, data yang dikumpulkan secara khusus, intuisi dan refleksi. Bila

diperlukan maka batasi dengan asumsi dan lakukan prediksi.

- Menyusun model dengan memadukan semua hubungan ke dalam suatu

sistem hubungan simbolik. Kemudian lakukan manipulasi simbolik.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

7

3. Tahap Validasi dan Verifikasi Model

Pada tahap ini kita menemukan pemecahan bagi model. Kemudian dilakukan

pengujian terhadap model yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan

keadaan dan data nyata. Lakukan pengecekan apakah model yang ada cukup

valid karena hasil yang didapatkan cocok dengan sistem nyatanya. Jika ternyata

bahwa model tidak benar maka harus kembali ke langkah sebelumnya

(penyusunan model) untuk melakukan perubahan dan perbaikan.

4. Tahap Implementasi Hasil

Tahap ini adalah melakukan implementasi lebih lanjut terhadap hasil yang telah

dicapai sehingga dapat dipergunakan untuk membantu dalam pengambilan

keputusan.

Tahap-tahap pemodelan di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir

seperti terlihat pada gambar 2.1.

Model matematik yang sering digunakan dalam membahas suatu metodologi

programa matematis mempunyai struktur tertentu. Struktur model matematik itu

meliputi bagian-bagian sebagai berikut :

1. Fungsi Tujuan Model, yaitu suatu fungsi yang digunakan sebagai indikator bagi

pencapaian tujuan. Umumnya, fungsi tujuan menghendaki hasil yang optimal

(maksimasi/minimasi) dari penyelesaian masalah yang dilingkupinya

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

8

Gambar 2.1 : Diagram Pemodelan

2. Variabel Keputusan Model, yaitu suatu faktor yang selalu berubah nilainya

sesuai dengan status sistemnya. Faktor ini sangat menentukan dalam

merealisasikan fungsi tujuan. Penentuan nilai yang tepat bagi variabel keputusan

akan memberikan hasil yang optimal bagi sistem. Variabel keputusan adalah

karakteristik utama bagi sistemnya.

3. Parameter Model, yaitu suatu besaran tetap yang dikaitkan dengan model, artinya

parameter hanya tetap nilainya untuk keadaan tertentu raja dan akan berubah bila

kondisi itu juga berubah.

4. Konstanta Model, yaitu suatu besaran tetap yang dikaitkan dengan sistem nyata,

artinya konstanta akan selalu tetap nilainya walaupun terjadi perubahan-

perubahan tertentu.

5. Fungsi Pembatas Model, yaitu kondisi yang membatasi usaha pencapaian tujuan.

Fungsi pembatas timbul karena ada keterbatasan-keterbatasan dalam sistem

Idantifikasi dan perumusan Masalah

Penyusunan Model

Valid?

Perubahan dan Perbaikan

Tidak

Ya

Implementasi Hasil

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

9

nyata, memperkuat kenyataan bahwa suatu sistem nyata bukanlah sistem ideal

seperti yang sering dibayangkan.

Suatu model dapat dikatakan baik bila memenuhi kriteria-kriteria berikut :

1. Kesesuaian dan kesederhanaan, yaitu model harus dapat merangkum unsur-unsur

yang ada dalam sistem nyatanya, model cukup merangkum unsur-unsur yang

pokok sesuai persoalan yang dihadapi.

2. Derajat generalisasi yang tinggi, yaitu semakin umum sifat suatu model maka

akan semakin baik model itu.

3. Jelas mekanismenya sehingga mudah dipelajari, dipecahkan dan dilihat ulang.

4. Potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Suatu model tidak boleh statis, harus

bisa dikembangkan sesuai perubahan yang terjadi.

5. Mempunyai kepekaan terhadap perubahan asumsi. Asumsi diberikan untuk

mempermudah pembentukan model, namun pada akhirnya seringkali

dikehendaki pemberian asumsi yang lebih longgar agar makin mendekati sistem

nyatanya, akibatnya model juga harus berubah supaya dapat menggambarkan

keadaan yang baru itu.

Pemodelan memang diperlukan terhadap sistem nyata yang rumit dan kompleks.

Namun karena sifatnya yang ingin mendekati sistem nyata itulah maka model yang

terbentuk juga harus terus dikendalikan dan disesuaikan sejalan dengan perubahan dan

perkembangan sistem nyatanya itu. Hal ini perlu karena akan dapat mengurangi

penyimpangan-penyimpangan yang timbul.

2.2 Peramalan

Dalam menghadapi ketidakpastian masa depan perlu dilakukan persiapan-

persiapan untuk menyongsongnya. Salah satu cara untuk persiapan itu adalah dengan

membuat perkiraan-perkiraan tentang masa depan tadi sehingga tampak jelas arah

persiapan yang diperlukan. Membuat perkiraan tentang masa depan memerlukan

bantuan dari alat/metode tertentu, misalnya metode-metode peramalan.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

10

2.2.1 Gambaran dan Peranan Peramalan

Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa atau

kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang (lead time)

ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Peramalan merupakan alat

bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien.

Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan.

Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktor-faktor

lingkungan, lalu, memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan sasaran dan

tujuan itu. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen

untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti. Peramalan menjadi

lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Ada beberapa langkah

yang perlu diperhatikan berkenaan dengan peramalan, yaitu: identifikasi dan defenisi

masalah peramalan, aplikasi serangkaian metode peramalan, pemilihan metode yang

tepat untuk suatu situasi, tertentu, dan dukungan bagi penerapan dan penggunaan metode

peramalan secara formal.

Dengan tersedianya sejumlah metode peramalan maka timbul persoalan

bagaimana memahami karakteristik dari suatu metode peramalan sehingga cocok dengan

situasi pengambilan keputusan yang dihadapi. Pemilihan metode peramalan harus

mempertimbangkan situasi peramalannya. Situasi peramalan sangat beragam tergantung

dari rentang waktu peramalan, faktor-faktor yang menentukan hasil sebenarnya, pola

data yang dimiliki dan berbagai aspek lainnya. Karena ada banyak metode peramalan,

maka dilakukan pengelompokkan dalam dua bagian besar yaitu metode kuantitatif dan

metode kualitatif atau teknologis. Metode kuantitatif meliputi deret berkala (time series)

& metode kausal (eksplanatoris), sedang metode kualitatif dibagi dalam metode

eksploratoris & metode normatif.

Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat kondisi berikut :

1. Tersedia informasi tentang masa lalu.

2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik.

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di

masa mendatang.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

11

Suatu dimensi tambahan untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif

adalah dengan memperhatikan model yang mendasarinya. Terdapat dua model

peramalan yang utama yaitu model deret berkala dan model regresi (kausal). Model

deret berkala menduga masa depan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel.

Metode peramalan deret berkala ini mencoba menemukan pola dalam deret data historis

dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Lain halnya dengan model

kausal, model ini mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu

hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari model kausal

ini adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk

meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas. Bila data yang diperlukan tersedia,

suatu hubungan peramalan dapat dihipotesiskan baik sebagai fungsi dari waktu atau

sebagai fungsi dari variabel bebas, kemudian diuji.

Metode peramalan kualitatif, di lain pihak, tidak memerlukan data yang serupa

dengan metode peramalan kuantitatif. Masukan yang diperlukan tergantung pada metode

tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan

pengetahuan yang telah didapat. Metode kualitatif dibagi dua, yaitu metode eksploratoris

dan metode normatif. Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan

penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan

bergerak ke arah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua

kemungkinan yang ada. Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi.,

analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang,

kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai atau tidak

berdasarkan kendala, sumberdaya yang tersedia.

Dalam perencanaan selalu melibatkan peramalan. Karenanya peramalan juga

perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Sejauh mana ketepatan, ruang lingkup,

horizon waktu, dan biaya yang diinginkan sangat menentukan pilihan metode

peramalan. Keterpaduan peramalan dengan perencanaan dan pengambilan keputusan

kiranya perlu terus dipertahankan.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

12

2.2.2 Regresi Sederhana (Simple Regression)

Dalam metode eksplanatoris dicoba untuk mengajukan variabel lain yang

berkaitan dengan rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang menyatakan

adanya saling ketergantungan fungsional diantara semua variabel itu. Untuk model

regresi sederhana hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabet tak bebas. Model

regresi berganda memiliki beberapa variabel bebas dengan satu variabet tak bebas,

sedangkan model-model ekonometrik mempunyai beberapa variabel bebas dengan

beberapa variabel tak bebas.

Dalam model regresi sederhana ini, tiap pengamatan menghasilkan pasangan

data X dan Y (X variabel bebas dan Y variabel tak bebas). Model ini berusaha

menemukan kesesuaian terbaik bagi suatu garis lurus melalui titik-titik yang

menggambarkan pasangan data X dan Y tadi.

2.2.2.1 Persamaan Regresi Sederhana

Persamaan regresi didapat melalui jumlah dari kuadrat setiap kemiringan deviasi

D2 terhadap titik dari setiap n data.

( )[ ]2212 ,...,,,∑ −≡ nii aaaxfyD

Agar D2 mencapai minimum, maka syarat yang harus dipenuhi adalah:

0)( 2

=∂

iaD

Misalnya f(a, b) adalah fungsi pendekatan persamaan garis dengan i = 1,2,3...n

untuk kondisi linear, maka:

abxbaf i +=),(

Jadi

[ ]∑=

+−≡n

iii bxaybaD

1

22 )(),(

[ ] 0)(2)(1

2

=+−−=∂

∂ ∑=

n

iii bxay

aD

[ ] 0)(2)(1

2

=+−−=∂

∂ ∑=

n

iiii xbxay

bD

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

13

Ini menuju ke persamaan

∑∑==

=+n

ii

n

ii yxbna

11

∑∑∑===

=+n

iii

n

ii

n

ii yxxbxa

11

2

1

dalam bentuk matriks

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

=⎥⎦

⎤⎢⎣

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

∑∑

=

=

==

=n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

ii

yx

y

ba

xx

xn

1

1

1

2

1

1

jadi

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

=⎥⎦

⎤⎢⎣

∑∑

=

=

==

=n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

ii

yx

y

xx

xn

ba

1

1

1

1

2

1

1

invers matriksnya adalah

⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

=⎥⎦

⎤⎢⎣

∑∑∑

∑∑∑∑

∑∑===

====

==

n

ii

n

ii

n

iii

n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

n

ii

n

ii

yxyxn

yxxxy

xxnba

111

111

2

12

11

2

1

jadi hasilnya

2

11

2

111

2

1

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

−=

∑∑

∑∑∑∑

==

====

n

ii

n

ii

n

iii

n

ii

n

ii

n

ii

xxn

yxxxya

2

1

2

11

2

xnx

yxxxy

n

ii

n

iii

n

ii

−⎟⎠

⎞⎜⎝

=

∑∑

=

==

2

11

2

111

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

−=

∑∑

∑∑∑

==

===

n

ii

n

ii

n

ii

n

ii

n

iii

xxn

yxyxnb

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

14

2

1

2

1

xnx

yxnyx

n

ii

n

iii

−⎟⎠

⎞⎜⎝

=

=

=

Jika kita nyatakan Y sebagai variabel tak bebas dan X sebagai variabel bebas

maka penggunaan model regresi sederhana dimaksudkan untuk menemukan persamaan

garis lurus:

Ŷ = a + bX (II-1)

sedemikian rupa sehingga untuk setiap nilai X tertentu, kesalahan kuadrat :

(Y – Ŷ)2 = e2 (II-2)

jika dijumlahkan akan menghasilkan total minimum. Kesalahan dinyatakan sebagai

panjang garis vertical dari titik tertentu ke garis (a + bX). Setelah nilai pengamatan Y

dimodelkan dalam bentuk suatu pola, maka :

Y = a + bX + e (II-3)

Y = Ŷ + e (II-4)

dengan Ŷ adalah penduga atau penaksir Y.

Dalam mendapatkan pemecahan kuadrat terkecil untuk persamaan (II-4), rumus-

rumus dari regresi sederhana adalah sebagai berikut:

- Penentuan koefisien kemiringan (slope), b :

( )( )( ) x

xy

VarCov

XXn

YXXYnb =

−=

∑∑∑∑∑

22 (II-5)

- Penentuan koefisien intersepsi, a :

nX

bnY

a ∑∑ −= (II-6)

dengan n adalah jumlah pengamatan.

2.2.2.2 Koefisien Kolerasi

Untuk mengetahui apakah antara variabel-variabel yang ada itu benar memiliki

hubungan, digunakan hasil perhitungan korelasi antara dua variabel. Koefisien korelasi

(r) adalah suatu ukuran asosiasi (linear) relative antara dua variabel. Nilai r adalah -1 ≤ r

≤ 1. Jika r = 0 atau mendekati nol, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

15

atau tidak terdapat hubungan sama sekali. Bila r = 1 atau mendekati positif satu, maka

korelasi antara dua variabel dikatakan positif dan sangat kuat. Dan nilai r = -1 atau

mendekati negatif satu mempunyai arti bahwa korelasi antara dua variabel tadi sangat

kuat tetapi negatif. Tanda (+) dan (-) pada koefisien korelasi memiliki arti yang khas.

Bila harga r positif maka korelasi antara dua variabel itu bersifat searah, artinya

kenaikan/penurunan nilai-nilai X terjadi bersama-sama dengan kenaikan/penurunan

nilai-nilai Y. Sebaliknya, jika r berharga negative maka kenaikan nilai-nilai X terjadi

bersama-sama dengan penurunan nilai-nilai Y, atau kebalikannya yaitu penurunan nilai

X akan terjadi bersama-sama dengan kenaikan nilai Y.

Perhitungan koefisien korelasi antara dua variabel dan Y yang dinotasikan

dengan rxy untuk n pasangan observasi (Xi ,Yi) dengan i = 1,2,3,...,n adalah :

Nilai rata-rata X = ∑=

=n

iiX

nX

1

1 (II-7)

Nilai rata-rata Y = ∑=

=n

iiY

nY

1

1 (II-8)

Kovarians antara X dan Y adalah :

( )( )∑=

−−=n

iiixy YYXX

nCov

1

1 (II-9)

Varians X = ( )∑=

=−==n

ixixxx SXX

nVarCov

1

221 (II-10)

Varians Y = ( )∑=

=−==n

iyiyyy SYY

nVarCov

1

221 (II-11)

Kolerasi antara X dan Y adalah :

yx

xy

y

x

yyxx

xyxy SS

Cov

VarVar

bCovCov

Covr === (II-12)

dengan xxx CovS = dan yyy CovS = adalah deviasi standart X dan Y.

Atau menggunakan rumus berikut :

( )( )( ) ( )2222 ∑∑∑∑

∑∑∑−−

−=

YYnXXn

YXXYnrxy (II-12a)

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

16

2.2.2.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) adalah korelasi kuadrat antara variabel tak bebas Y

dengan nilai taksirannya Ŷ. Koefisien determinasi akan selalu positif. Secara intuitif

dapat dikatakan bahwa R2 menyatakan proporsi varians pada Y yang dapat diterangkan

oleh X.

Variabel tak bebas Y mempunyai sejumlah variabelitas tertentu, yang

didefinisikan sebagai variansnya. Nilai-nilai taksiran Ŷ juga mempunyai sejumlah

varians tertentu. Rasio kedua varians tersebut adalah R2 :

nilaiYiansnilaiYnilaiiansnilaiR

−−

=var

ˆvar2

( )( )

2ˆ2

2ˆyy

i

i rYY

YY=

−=∑∑ (II-13)

Pada kasus regresi sederhana, deviasi total ( )YYi − dapat dijelaskan sebagai

berikut (lihat gambar 2.2) :

( ) ( ) ( )YYYYYY iiii −+−=− ˆˆ (II-14)

Gambar 2.2 : Pemecahan Deviasi Total pada Regresi Sederhana

X

Y

Y

( )YYi −

( )YYi −ˆ *

* iY

( )ii YY ˆ− bXaY +=ˆ

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

17

2.2.2.4 Uji-F Untuk Signifikansi Menyeluruh

Uji-F dapat dipergunakan untuk menguji signifikasi model regresi linear atau

untuk menjawab pertanyaan secara statistik: Apakah terdapat hubungan yang signifikan

antara X dan Y ?

Dalam uji-F ini kita membandingkan nilai F dari tabel (Ftabel) dengan nilai F dari

hasil perhitungan (Ftest). Nilai Ftest diperoleh dari perhitungan :

( )( )( )( )kn

YY

k

YY

Ftest

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −

=∑

2

2

ˆ1

ˆ

(II-15)

dimana, k : jumlah parameter (koefisien) pada persamaan regresi.

n : jumlah pengamatan (observasi).

Nilai F juga dapat dihitung dari koefisien determinasi, yaitu :

( )( )( )kn

RkR

Ftest

−−−

= 2

2

11

(II-16)

Dalam menentukan nilai Ftabel dengan α (kesalahan duga atau erorr of estimate)

tertentu dari tabel yang tersedia, perlu ditentukan derajad kebebasan untuk koreksi dari

pembilang dan penyebutnya. Di sini, derajad kebebasan pembilang (df1) adalah (k-1),

sedangkan derajad kebebasan pembilang (df2) adalah (n-k).

Penentuan signifikansi hubungan antara Y dan X dilakukan dengan

membandingkan nilai Ftest dan Ftabel. Jika nilai Ftabel < Ftest mala hubungan linier dari

kedua variabel itu sangat signifikan.

2.2.3 Regresi Berganda (Multiple Regression)

Model regresi berganda digunakan untuk menggambarkan hubungan variabel tak

bebas Y dengan dua atau lebih variabel bebas X1, X2, X3,...,Xn.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

18

2.2.3.1 Persamaan Regresi Berganda

Program komputer umumnya digunakan untuk menemukan bilai koefisien-

koefisien dari suatu model regresi berganda. Namun demikian, pengetahuan tentang apa

yang ada dibalik semua itu juga diperlukan. Berikut ini adalah bentuk pragmatis dari

model regresi berganda.

eXbXbXbbY kk +++++= ...22110

(II – 17)

dan untuk setiap pengamatan ke-i maka:

Yi = b0 + b1X1i + b2X2i + ... + bkXki + ei

(II – 18)

atau:

Yi = Ŷi + ei

(II – 19)

dengan komponen kesalahannya adalah:

ei = Yi + Ŷi

(II – 20)

dan metode kuadrat terkecil (least sqaure) digunakan untuk mendapatkan jumlah

kuadrat minimum dari bagian kesalahan tersebut, yaitu

Minimumkan ∑=

=n

iie

1

( )∑=

−=n

iii YY

1

( )∑=

−−−−=n

ikikii XbXbbY

1

2110 ... (II – 21)

Jika persamaan regresi umum dinyatakan dalam bentuk matriks berikut ini:

Y = Xb + e

(II – 22)

dengan, Y adalah matriks n x 1

X adalah matriks n x k

b adalah matriks k x 1

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

19

e adalah matriks n x 1

maka untuk memperoleh nilai b, minimumkan jumlah kuadrat deviasi:

( ) ( )∑ −′−=′= XbYXbYeeei2

(II – 23)

dengan ( )′−=′ XbYe adalah transpose e. Dengan demikian,

( )( )XbYXbYee −′′−′=′

XbXbYXbXbYYY ′′+′′−′−′=

XbXbYXbYY ′′+′′−′= 2

ini terjadi karena YXb ′′ adalah suatu saklar dan oleh karenanya sama dengan transpose-

nya ( )XbY ′ . Untuk mendapatkan nilai ee′ yang minimum maka diturunkan (diferensiasi)

terhadap b’ dan turunanya disamakan dengan nol.

022 =′+′−=′∂′∂ XbXYX

bee

(II – 24)

XbXYX ′=′

(II – 25)

dan,

( ) YXXXb ′′= −1

(II – 26)

dengan ( ) 1−′XX adalah invers (kebalikan) dari XX ′ .

2.2.3.2 Korelasi Berganda dan Koefisien Determinasi

Korelasi antara Y dan Ŷ dapat dihitung dengan persamaan (II – 12a). Kuadrat

korelasi ini disebut koefisien determinasi )( 2YYR . R sendiri disebut koefsien korelasi

berganda yang merupakan korelasi antara variabel tak bebas Y dengan taksiran Ŷ

berdasarkan variabel-variabel bebas berganda, dan sering ditulis dengan kXXYXR ...21

Dalam menghitung R2, sama seperti pada regresi sederhana, digunakan

persamaan (II-13). Namun jika ingin memperhitungkan pengaruh derajad kebebasan,

maka nilai R2 terkoreksi menjadi:

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

20

( ) ( )( )ndfkesalaha

dftotalRR 22 11 −−=

( ) ( )( )1

111 2

−−−

−−=kn

nR

(II – 27)

2.2.3.3 Uji –F Untuk Signifikan Menyeluruh

Sama seperti pada regresi sederhana. Nilai F dari persamaan (II – 15) dan (II -16)

hanya berubah derajad kebebasanya saja. Derajad kebebasan pembilang menjadi k,

sedangkan derajad penyebutnya menjadi ( )1+− kn . Oleh karena itu persamaan (II-15)

berubah menjadi:

( )

( )1

ˆ

ˆ

2

2

−−

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −

⎟⎠⎞⎜

⎝⎛ −

=∑

kn

YYk

YY

F

(II – 28)

sedangkan persamaan (II – 16) menjadi:

( )( )1

1 2

2

−−−

=

knR

kR

F

(II – 29 )

2.2.3.4 Pengujian Kesalahan Nilai Sisa (Residuals Error)

Penelaahan nilai sisa sangat penting untuk memutuskan kecocokan model

peramalan yang diberikan. Jika kesalahan secara esensial bersifat random maka model

tersebut mungkin baik. Jika kesalahan menunjukkan suatu pola tertentu berarti model

tersebut tidak memperhatikan semua informasi sistematis yang ada pada himpunan data.

Cara analisis kesalahan yang sering digunakan adalah menghitung statsistik Durbin-

Watson. Statistik Durbin-Watson dihitung dengan:

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

21

( )

=−−

=− n

tt

n

ttt

e

eeWD

1

2

2

21

(II-30)

Nilai statistik Durbin-Watson berkisar dari nol sampai empat dengan suatu nilai

pertengahan sebesar dua. Nilai terbaik bagi statistik Durbin-Watson adalah yang

mendekati dua karena berarti bahwa kesalahan bersifat random/acak atau dengan kata

lain model peramalan yang digunakan baik (tidak terdapat autokorelasi nilai sisa).

Grafik distribusi Durbin-Watson dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3: Grafik Distribusi Durbin-Watson

2.3 Program Linear

Masalah pemrograman secara umum dapat dijelaskan sebagai masalah

pengalokasian sumber daya yang terbatas dengan cara sebaik mungkin sehingga

diperoleh keuntungan yang maksimum atau ongkos yang minimum. Dalam

pemrograman itu, keputusan diambil dengan memilih dari beberapa alternatif yang ada.

Cara pengambilan keputusan yang demikian merupakan persoalan optimasi, yaitu suatu

persoalan yang ingin mendapatkan hasil maksimum atau minimum dengan

memperhatikan semua kendala yang ada.

Auto kolerasi Auto kolerasi

Tidak diketahui

Tidak diketahui

Tidak ada autokolerasi

D-WL D-WU

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

22

Program Linear adalah salah satu bentuk pemrogram yang dapat digunakan

untuk memcahkan masalah optimasi itu, sehingga program linear mempunyai dua

bentuk persoalan yaitu bentuk maksimasi dan bentuk minimasi. Sifat-sifat yang dimiliki

program linear adalah fungsi-fungsi yang menyatakan tujuan dan pembatasanya semua

bentuk fungsi linear. Fungsi-fungsi itu harus dipenuhi oleh jawaban-jawaban yang

diperoleh. Pembatas-pembatas ini dapat berbentuk persamaan atau ketidaksamaan linear

dengan variabel-variabel yang non-negatif.

Program linear adalah persoalan pemrograman yang memenuhi syarat-syarat

linearitas. Syarat-syarat itu adalah (phillips, hal.13):

1. Variabel keputusan yang digunakan tidak negatif (harus positif atau nol).

2. Kriteria pemilihan nilai terbaik dari variabel keputusan ditentukan oleh

suatu fungsi linear dari variabel keputusan itu. Fungsi yang

menggambarkan kriteria ini disebut fungsi tujuan (objective function)

3. Aturan operasi yang mengatur proses (langkahnya sumber daya dan

sumber dana) dapat digambarkan sebagai satu set persamaan atau

ketidasamaan linear. Set ini disebut kendala (constraint).

Prosedur pemecahan masalah pemrogram linear bersifat interatif, sehingga akan

menguntungkan jika digunakan bantuan komputer karena komputer dapat melakukan

dengan cepat tanpa banyak kesalahan.

2.3.1 Batasan Umum Program Linear

Program Linear dapat berbentuk persoalan maksimasi atau minimasi. Kendala-

kendalanya dapat berupa ketidaksamaan (≤, ≥) atau persamaan, dan variabelnya non-

negatif. Secara umum, model program linear dapat digambarkan sebagai berikut:

Bila terdapat m buah persamaan dan atau ketidaksamaan linear yang di dalamnya

memuat n buah variabel dan selanjutnya ingin dicari nilai dari variabel-variabel itu yang

memenuhi kondisi-kondisi seperti yang dinyatakan oleh fungsi tujuan dan kendalanya,

maka secara matematis persoalan itu dapat dirumuskan sebagai berikut:

Maksimasi/Minimasi : ∑=

=n

jjj XCZ

1

( II – 31)

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

23

dengan memperhatikan kendala:

( )∑=

≤=≥n

jijij BXA

1,,

( II – 32)

0≥jX

( II - 33)

untuk itu: i = 1,2,3, ...,m

j = 1,2,3, ...,m

Cj, Aij, Bi, adalah konstanta yang nilainya ditentukan oleh teknologi

permasalahan. Xj ialah variabel keputusan.

Masalah pemrograman linear adalah masalah alokasi sehingga perumusan di atas

secara fisik dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

Bj : jumlah sumber daya atau dana ke-i yang tersedia.

Aij : jumlah sumber daya atau dana ke-i yang dialokasikan pada kegiatan ke-j.

Cj : nilai dari kegiatan ke-j.

Harga-harga Xj yang memenuhi persamaan (II – 33) disebut jawaban (solution),

sedangkan bila memenuhi persamaan (II – 32) dan (II – 33) dinamakan jawaban fisibel

(feasibel solution). Apabila Jawaban fisibel ini memenuhi kondisi optimal yang

disyaratkan permasaan (II – 31) maka jawaban fisibel itu disebut sebagai jawaban fisibel

optimal (optimal feasibel solution).

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

24

Gambar 2.4 : Grafik Program Linear

2.3.2 Penyajian Persoalan Program Linear

Persoalan program linear dapat digambarkan dalam berbagai bentuk, misalnya

maksimaksi, minimaksi dengan kendala lebih besar, sama, atau lebih kecil. Untuk

memecahkan persoalan itu diperlukan suatu bentuk baku tertentu. Ada dua bentuk yang

biasa digunakan untuk menyajikan persoalan program linear, yaitu bentuk standar dan

bentuk kanonik.

1 Bentuk Kanonik

Bentuk ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. semua variabel keputusannya adalah non-negatif.

b. semua fungsi pembatas yang ada berjenis ketidaksamaan lebih kecil sama

dengan ( )≤ .

c. Fungsi tujuannya berjenis maksimasi.

Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Maksimasi : ∑=

=n

jjj XCZ

1

Kendala (constrain) : ( )∑=

≤=≥n

jijij BXA

1,,

Fungsi tujuan (objective function)

Jawaban fisibel optimal

Daerah Feasible

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

25

dengan memperhatikan pembatas:

ijij

n

j

BXA ≤∑=1

0≥jX

untuk: i = 1,2,3, ...,m

j = 1,2,3, ...,n

2 Bentuk standar

Bentuk ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. semua kendalanya berbentuk persamaan, kecuali kendala yang non-negatif.

b. Elemen ruas kanan tiap kendala adalah non-negatif

c. Semua variabel adalah non-negatif.

d. Fungsi tujuannya dapat berbentuk maksimasi maupun minimasi.

Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Maksimasi/minimasi:

∑=

=n

jjj XCZ

1

Dengan memperhatikan kendala:

jjij

n

jBXA =∑

=1

0, ≥jj BX

untuk: i = 1,2,3, ...,m

j = 1,2,3, ...,n

jika dalam persoalan ini kendalanya berupa ketidaksamaan maka ketidaksamaan

itu dapat dirubah menjadi persamaan dengan menambahkan/mengurangkan

variabel slack pada ruas kiri. Variabel slack ini juga non-negatif. Jika bentuk

ketidaksamaannya < maka variabel slack ditambahkan pada ruas kiri, jika

ketidaksamaannya > maka variabel slack harus dikurangi pada ruas kiri.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

26

2.3.3 Pemecahan Persoalan Program Linear

Menyelesaikan persoalan program linear selalu dikaitkan dengan mencari solusi

optimal bagi persoalan yang sama, yaitu solusi terbaik yang dapat dicapai dalam lingkup

batasan/kendala yang ada.

Beberapa metode dapat digunakan untuk menyelesaikan pemrograman linear.

Misalnya solusi grafis dan metode simpleks. Solusi grafis akan efektif jika persoalannya

memiliki variabel yang sedikit. Untuk persoalan dengan jumlah variabel banyak biasa

diselesaikan dengan metode simpleks.

Metode Simpleks adalah suatu metode yang secara sistematis dimulai dengan

suatu pemecahan dasar yang fisibel ke pemecahan dasar yang fisibel lainnya, ini

dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pengulangan terbatas hingga akhirnya

ditemukan hasil terbaiknya (maksimasi keuntungan atau minimasi ongkos). Jadi,

mencari solusi yang optimal bagi pemrogram linear, metode simpleks memerlukan dua

kondisi yaitu kondisi fisibelitas dan kondisi optimalitas.

2.4 Teorema Dualitas

Teorema ini merupakan salah satu konsep program linear yang ide dasarnya

adalah bahwa setiap program linear mempunyai suatu pemrograman linear yang

berkaitan disebut dual, sedemikian hingga solusi pada dualnya.

Jika dibandingkan, maka ada hubungan antara primal dan dual, yaitu:

1. Koefisien fungsi tujuan pada primal menjadi konstanta ruas kanan pada dual.

Sebaliknya, konstanta ruas kanan pada primal menjadi koefisien fungsi

tujuan pada dual.

2. Tanda ketidaksamaan pada pembatas menjadi terbalik, jika pada primal ≤

berubah menjadi ≥ pada dual.

3. Fungsi tujuan berubah bentuk, maksimasi pada primal akan berubah menjadi

minimasi pada dual.

4. Setiap kolom kendala pada primal berhubungan dengan baris kendala pada

dual. Sebaliknya, setiap baris kendala pada primal akan menjadi kolom

kendala pada dual.

5. Dual dari dual adalah primal.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

27

2.4.1 Bentuk Umum Persoalan Primal-Dual

Secara matematis, rumusan persoalan primal dan dual adalah sebagai berikut:

1. Bentuk Kanonik

Primal

Maksimasi :

∑=

=n

jjj XCZ

1

dengan memperhatikan:

∑=

≤m

iijij BXA

1

0≥iY

Bentuk primal tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk dual berikut:

Minimasi :

∑=

=m

iiiYBV

1

Dengan memperhatikan:

∑=

≥m

ijiij CYA

1

0≥iY

Untuk, i = 1,2,3, ...,m

j = 1,2,3, ...,n

2. Bentuk Standar

Primal,

Maksimasi/Minimasi :

∑=

=n

jjj XCZ

1

dengan memperhatikan:

∑=

=n

jijij BXA

1

0≥jX

Bentuk primal tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk dual berikut:

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

28

Minimasi/Maksimasi : ∑=

=m

iiiYBV

1

dengan memperhatikan :

( )∑=

≤≥m

ijiij CatauYA

1

,

Yi tidak bertanda (unrestricted in sign)

2.4.2 Beberapa Teorema Dualitas

Ada beberapa teorema dualitas yang perlu diperhatikan karena hubungan yang

sangat penting antara solusi dual dengan solusi primal. Teori-teori itu adalah:

1. Teorema Dualitas Lemah (Weak Duality Theorem)

Harga fungsi tujuan dari masalah maksimasi (primal) untuk setiap solusi fisibel

selalu lebih kecil atau sama dengan harga fungsi tujuan dari masalah minimasi

(dual).

Bukti:

Misalkan οX dan οY adalah vektor solusi fisibel bagi primal dan dual, maka

harus dibuktikan bahwa:

BYCX οο ≤

Karena οX fisibel bagi primal maka:

BAX ≤ο

0≥οX

(II – 34)

Karena οY fisibel bagi dual maka:

CAY ≥ο

0≥οY

(II – 35)

Jika ketidaksamaan (II – 34) dikalikan dengan οY , maka:

BYAXY οοο ≤

(II – 36)

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

29

Jika ketidaksamaan (II – 35) dikalikan dengan οX , maka:

οοο CXAXY ≥

(II – 37)

Eliminasi ketidaksamaan (II – 36) dan (II – 37) menghasilkan:

BYAXYCX οοοο ≤≤

atau:

BYCX οο ≤

dari Teorema Dualitas lemah ini, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan,

yaitu:

a. Harga fungsi tujuan primal maksimasi untuk setiap solusi fisibel primal

adalah batas bawah bagi harga fungsi tujuan dual minimasi. Sebaliknya,

harga fungsi tujuan dual minimasi untuk setiap solusi fisibel dual adalah

batas atas bagi harga fungsi tujuan primal maksimasi.

b. Jika masalah primal fisibel dan harga fungsi tujuannya tak terbatas maka

masalah dualnya menjadi tidak fisibel. Sebaliknya, jika masalah dual

fisibel dan harga fungsi tujuannya tak terbatas maka masalah primalnya

menjadi tidak fisibel.

c. Bila masalah primal fisibel dan dualnya tidak fisibel maka solusi primal

tidak terbatas. Sebaliknya, bila masalah dual fisibel dan primalnya tidak

fisibel maka solusi dual tidak terbatas.

2. Teori Kriteria Optimalitas (Optimality Criterion Theorem)

Jika solusi fisibel primal οX dan dual οY memberikan harga fungsi tujuan primal

dan dual yang sama, maka solusi fisibel tadi pada kenyataannya adalah solusi

optimal bagi primal dan dual itu.

Bukti:

Misalnya X adalah solusi fisibel yang lain bagi primal, maka menurut Teori

Dualitas Lemah berlaku demikian:

BYCX ο≤

Karena οο YCX = B maka juga οCXCX < . Dan menurut definisi οX adalah

solusi optimal primal, demikan pula dengan οY untuk dual.

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

30

3. Teorema Dualitas Utama (Main Duality Theorem)

Bila masalah primal dan dual semuanya fisibel, maka keduanya mempunyai

solusi optimal sedemikian hingga nilai optimal dari fungsi tujuan itu keduanya

sama.

Bukti:

Untuk masalah primal dan dual yang fisibel, berdasarkan kesimpulan dari

Theorema Dualitas lahan maka ada solusi optimal (maksimum) primal yang

menjadi batas bawah bagi dual, dan solusi optimal (minimum) dual yang menjadi

batas atas bagi primal. Ini berarti bahwa solusi maksimum primal juga menjadi

solusi minimum dual, atau dengan kata lain solusi optimal bagi primal dan dual

itu sama.

4. Teori Kelonggaran Komplimenter (Complementary Slackness Theorem)

Jika οX dan οY adalah solusi bagi primal dan dual, maka οX dan οY optimal bagi

primal dan dual jika dan hanya jika:

( ) ( )0

0=−+−

=−+−

οοοοοο

οοοο

AXYBYCXAXYAXBYXCAY

0=− οο CXBY

Bukti:

Misalkan U adalah vektor kolom yang terdiri dari variabel slack bagi persoalan

primal, dan V adalah vektor baris yang merupakan vektor slack bagi dual.

Karena οX dan οY adalah solusi fisibel, maka:

BUAX =+ οο ; 0, ≥οο UX

(II – 38)

CVAY =− οο ; 0, ≥οο VY

(II – 39)

dengan οU dan οV adalah harga vektor U dan V pada saat οX dan οY fisibel.

Jika ( II – 38) dikalikan dengan οY , maka:

BYUYAXY οοοοο =+

(II – 40)

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

31

Jika ( II – 39) dikalikan dengan οX , maka:

οοοοο CXXVAXY =−

(II – 41)

Setelah ( II – 41) dikurangkan pada ( II – 40), maka diperoleh:

οοοοοο CXBYXVUY −=+

(II – 42)

Untuk membuktikan Teorema Kelonggaran Komplimenter diatas maka harus:

0=+ οοοο XVUY

(II – 43)

Bagian I:

Diasumsikan οX dan οY adalah solusi optimal bagi primal dan dual, maka kita

harus membuktikan bahwa persamaan (II -43) adalah benar. Buktinya

demikian, karena οX dan οY optimal maka menurut Teorema Dualitas Utama,

BYCX οο = dan karenanya 0=− οο CXBY atau 0=+ οοοο XVUY .

Bagian II:

Diasumsikan persamaan (II – 43) benar dan kita harus membuktikan bahwa

οX dan οY adalah solusi optimal bagi primal dan dual. Buktinya demikian,

jika persamaan (II – 43) benar maka οο CXBY = , dan karenanya menurut

Teorema Kriteria Optimalitas οX dan οY adalah solusi Optimal bagi primal

dan dual.

2.4.3 Kondisi Kelonggaran Komplimenter (Complimentary Slackness Condition)

Persamaan ( II – 43) dapat disederhanakan menjadi:

0=jj XV οο , dengan j = 1,2,3, ...,n

( II – 44)

0=jjUY οο , dengan i = 1,2,3, ...,m

( II – 45)

Hal diatas dapat dilakukan karena:

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

32

1. 0,,, ≥οοοο YVUX sehingga 0≥οο XV dan 0≥οοUY

2. Bila jumlah semua variabel non-negatif diatas adalah nol maka tiap variabel juga

akan nol.

Persamaan (II – 44) dan (II – 45) disebut kondisi atau syarat kelonggaran

komplimenter. Dengan lebih jelas, syarat kelonggaran komplimenter dinyatakan sebagai

berikut:

1. Bila variabel primal jX ο positif, maka kendala dual yang berhubungan dengan

variabel primal tersebut akan dipenuhi sebagai suatu persamaan pada saat

optimum dicapai yaitu 0=jVο .

2. Bila kendala primal berbentuk ketidaksamaan pada saat optimum dicapai yaitu

0>iUο , maka variabel dual iYο yang berhubungan dengan kendala primal

tersebut harus nol pada saat optimum dicapai.

3. Bila variabel dual iYο positif, maka kendala primal yang berhubungan dengan

variabel dual tersebuat akan dipenuhi sebagai suatu persamaan pada saat

optimum dicapai yaitu 0=iUο .

4. Bila kendala dual berbentuk ketidaksamaan pada saat optimum dicapai yaitu

0>jVο , maka variabel primal jX ο yang berhubungan dengan kendala dual

tersebut harus sama dengan nol pada saat optimum dicapai.

Pemakaian dari kondisi kelonggaran komplimenter secara umum adalah:

1. Menentukan solusi optimal primal dari solusi optimal dual tertentu, dan

sebaliknya.

2. Memeriksa apakah solusi fisibel, optimal bagi persoalan primal. Misalnya, untuk

memeriksa apakah kendala primal merupakan ketidaksamaan pada titik

optimamnya, atau dengan kata lain, apakah semua sumberdaya yang tersedia

digunakan seluruhnya atau tidak.

3. Memeriksa sifat solusi optimal bagi primal dan dual.

2.5 Persoalan Transportasi

Model persoalan transportasi merupakan salah satu bentuk model program linear

yang khusus dikembangan untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

33

pengangkutan atau distribusi sejumlah komoditi dari berbagai titik sumber ke beberapa

titik tujuan. Yang dimaksud titik sumber adalah lokasi yang mensuplai komoditi itu

misalnya pabrik, kilang minyak, gudang, atau depot. Kriteria yang biasa digunakan

sebagai ukuran untuk memecahkan persoalannya adalah ongkos angkut, jarak angkut,

atau waktu angkut.

Beberapa asumsi dasar yang melandasi model persoalan transportasi adalah

sebagai berikut:

1. Jumlah komoditi yang tersedia dan lokasinya diketahui.

2. Jumlah komoditi yang diminta dan lokasi permintaannya diketahu.

3. Terdapat beberapa sumber dan tujuan. Komoditi akan dikirimkan melalui

jaringan transportasi yang ada dan memakai moda angkutan yang tersedia

dari titik-titik sumber ke titik-titik tujuan.

4. Besarnya ongkos pengangkutan per unit komoditi yang diangkut dari titik

sumber ke titik tujuan diketahui sehingga tujuan akhir untuk meminimumkan

total ongkos transportasi dapat dilakukan.

2.5.1 Formulasi Model

Jika dimisalkan terdapat m buah sumber dan n buah tujuan. Dan dalam hubungan

antara sumber dengan tujuan itu terdapat perumusan-perumusan sebagai berikut:

ijC : ongkos angkutan tiap unit komoditi dari sumber ke-i menuju tujuan ke-j.

ijX : jumlah komoditi yang dialokasikan/dipindahkan dari sumber ke-i menuju

tujuan ke-j.

Ai : jumlah komoditi yang dapat dialokasikan dari sumber ke-i (i = 1,2,3, ...,m)

Bj : jumlah komoditi yang diperlukan oleh tujuan ke-j (j = 1,2,3, ...,n)

Maka persoalan diatas dapat digambarkan sebagai berikut (lihat gambar 2.5):

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

34

Gambar 2.5: Modal Jaringan Transportasi dengan m Sumber dan n Tujuan

Secara sistematis model bagi persoalan transportasi dapat dinyatakan sebagai

berikut:

Minimasi : ∑∑==

=n

jijij

m

i

XCZ11

dengan memperhatikan:

∑=

=n

jiij AX

1

∑=

=m

ijij BX

1

0≥ijX , bagi semua i dan j

untuk, i = 1,2,3, ..., m

j = 1,2,3, ...,n

Keadaan diatas adalah model persoalan transportasi dengan jumlah suplai sama dengan

jumlah permintaan (balanced transportation model), dinyatakan:

∑ ∑= =

=m

i

n

iji BA

1 1

Dalam keadaan jumlah suplai tidak sama dengan jumlah permintaan maka model

transportasi menjadi:

.

.

.

1

2

m n

1 A1

A2

Am

B1

B2

Bn

Sumber Tujuan

.

.

.

C1 1 ; X1 1

Cm n ; Xm n

2

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

35

Minimasi : ∑∑==

=n

jijij

m

i

XCZ11

dengan memperhatikan :

∑=

≤n

jiij AX

1

∑=

≥m

ijij BX

1

0≥ijX

yang berarti bahwa jumlah komoditi yang dialokasikan ke pusat permintaan tidak

melampaui kemampuan sumbernya, dan jumlah komoditi yang diminta oleh pusat

permintaan tidak melebihi jumlah komoditi yang dialokasikan dari sumbernya.

Persoalan transportasi juga dapat disajikan dalam bentuk tabel seperti

diperlihatkan pada tabel 2.1.

Tujuan ke-j

1 2 ... n

Jumlah

Persediaan

1 11C

11X

12C

12X ...

inC

inX A1

2 21C

21X

22C

22X ...

nC2

nX 2 A2

... ... ... ... ...

...

S

u

m

b

e

r

ke-i M

miC

miX

2mC

2mX ...

mnC

mnX Am

Jumlah Permintaan B1 B2

... Bn ∑ ∑

= =

=m

i

n

jji BA

1 1

Tabel 2.1: Tabel Persoalan Transportasi

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

36

Dalam persoalan transportasi yang disajikan di atas, jumlah permintaan harus

sama dengan jumlah suplai, bila tidak sama maka harus ditambahkan sumber/tujuan

semu.

2.5.2 Pemecahan Persoalan Transportasi

Perhitungan untuk menyelesaikan persoalan transportasi dapat dilakukan dengan

bantuan beberapa metode, antara lain adalah:

1. Metode Simpleks

Metode Simpleks dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan transportasi

karena dapat disajikan dalam bentuk persoalan program linear. Dalam menyelesaikan

persoalan program linear dengan metode simpleks, pemecahan dimulai dengan suatu

solusi fisibel basis ke solusi fisibel basis lainnya. Proses pengulangan (interatif) ini

diteruskan dilakukan sampai suatu jumlah terbatas, yang disetiap langkahnya sampai

suatu jumlah terbatas, yang disetiap langkahnya nilai fungsi tujuan makin mendekati

nilai optimalitasnya dipenuhi.

Langkah-langkah yangdiperlukan dalam penggunaan metode Simpleks adalah

sebagai berikut (metode Simpleks dalam bentuk tabel):

Langkah 1: Memformulasikan Masalah

a. Membuat fungsi tujuan dan kendala bagi persoalan yang bersangkutan.

b. Semua kendala diubah ke dalam bentuk persamaan, dengan

menambahkan/mengurangkan variabel slack.

c. Memodifikasi fungsi tujuan dengan mengikutsertakan variabel slack

sesuai koefisieannya.

Langkah 2: Menemukan Solusi Fisibel Awal

Membuat solusi fisibel awal, hanya variabel slack yang termasuk dalam

variabel basis.

Langkah 3: Uji Optimalitas

Hitung harga jj ZC − (koefisisen ongkos relatif) untuk tiap kolom.

Untuk persoalan maksimasi, kondisi optimal dicapai jika semua koefisien

ongkos relatifnya bernilai nol atau negatif. Sedangkan untuk persoalan

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

37

minimasi, semua koefisien ongkos relatif harus bernilai nol atau positif untuk

mencapai solusi optimal.

Memperbaiki solusi fisibel (bila solusi belum optimal). Langkah-langkah

yang diperlukan untuk membuat solusi fisibel baru adalah:

1. Menentukan Kolom Kunci

Kolom kunci bagi persoalan maksimasi adalah kolom yang

memiliki koefisien ongkos relatif terbesar.Bagi persoalan

minimasi, kolom kuncinya adalah kolom yang memiliki

koefisien ongkos relatif negatif terbesar. Variabel yang ada di

kolom kunci ini kemudian menjadi variabel basis baru

menggantikan variabel basis lama yang keluar.

2. Bilangan-bilangan yang ada pada kolom ruas kanan dibagi

dengan bilangan-bilangan yang ada pada kolom kunci, hasil

bagi ini disebut rasio. Baris dengan nilai rasio terkecil disebut

baris kunci. Variabel yang ada pada baris kunci keluar dari

keanggotaan sebagai variabel basisi yang selanjutnya menjadi

variabel non-basis. Bilangan yang terletak pada perpotongan

antara baris kunci dan kolom kunci disebut bilangan kunci.

Kemudian semua bilangan yang ada di baris kunci dibagi

dengan bilangan kunci ini.

3. Merubah Baris non-kunci (Operasi pivat)

Untuk setiap baris non-kunci dapat diganti dengan cara

mengurangi bilangan pada baris yang lama dengan hasil kali

bilangan-bilangan pada baris kunci yang lama dengan rasio

kunci. Rasio kunci adalah hasil bagi bilangan pada baris yang

lama di dalam kolom kunci dengan bilangan kunci.

4. Isikan hasil-hasil di atas ke dalam tabel baru sebagai perbaikan

solusi fisibel.

Langkah 4: Mencari Solusi Optimal

Lakukan pengulangan langkah 3 di atas sampai solusi optimal tercapai

(kondisi optimalitas dipenuhi)

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

38

2. Metode Pendekatan Vogel

Metode pendekatan Vogel umumnya hanya memberikan solusi fisibel bagi

persoalan yang dihadapinya. Pencarian solusi optimal lebih lanjut dilakukan dengan

menggunakan metode lain, misalnya metode Stepping-stone.

Langkah-langkah dalam menggunakan metode pendekatan Vogel adalah sebagai

berikut:

Langkah 1: Mencari harga penalty dari setiap baris/kolom dengan cara mengurangkan

elemen ongkos terkecil kedua dari baris/kolom yang sama.

Langkah 2: Pilih baris/kolom yang memiliki harga penalty terbesar. Bila ada lebih dari

satu baris/kolom yang sama-sama memiliki harga penalty terbesar, maka

pilih salah satu.

Langkah 3 : Alokasi komoditi sebanyak-banyaknya pada alternatif yang memiliki

ongkos terkecil dalam baris/kolom terpilih sampai syarat-syarat kapasitas

yang ditetapkan dapat terpenuhi.

Langkah 4 : Hapus baris/kolom yang persediaan atau permintaannya sudah terpenuhi

secara bersamaan, maka hanya salah satu saja yang dihapus, sedangkan

baris/kolom yang lainnya itu ditetapkan sebagai sumber/tujuan kosong.

Sumber/tujuan ini selanjutnya tidak diikut sertakan lagi dalam perhitungan

harga penalty.

Langkah 5 : Ulangi langkah 1 sampai 4 hingga seluruh baris dan kolom terhapus. Jika

seluruhnya telah selesai maka semua komoditi juga telah dialokasikan dari

sumber ke tujuan yang ada. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sejumlah

suplai sama dengan jumlah permintaan, atau bila tidak harus dibuat

sumber/tujuan semua.

Langkah 6 : Hitung total ongkos angkut dengan menggunakan hasil perhitungan alokasi

di atas.

3. Algoritma Out of Kilter

Algoritma Out of Kilter merupakan metode yang digunakan untuk

menyelesaikan persoalan jaringan yang memiliki kapasitas terbatas pada setiap busurnya

(capacitated network). Persoalan transportasi dapat disajikan dalam bentuk jaringan

sehingga persoalan transportasi juga dapat diselesaikan dengan Algoritma Out of Kilter.

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

39

Pembahasan lebih lanjut dari Algoritma Out of Kilter ini akan dilakukan sendiri dalam

sub bab 2.7

2.6 Analisis Jaringan (Network Analysis)

Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi transportasi, model analisis

jaringan (network analisis) sering digunakan. Model-model analisis jaringan digunakan

untuk memecahkan kasus-kasus nyata itu. Kesederhanaan konsep yang dimiliki oleh

model analisis jaringan menjadikannya mudah untuk dipahami dan diterapkan. Analisis

jaringan bukanlah suatu teori terintegrasi yang rumit. Analisis jaringan bukanlah suatu

teori terintegrasi yang rumit. Analisis jaringan hanya merupakan pengembangan ide-ide

yang bervariasi, yang bertujuan memecahkan masalah nyata itu. Dalam memecahkan

kasus nyata tadi, analisis jaringan mampu memberikan solusi dari berbagai pendekatan.

Sebagai contoh adalah kasus pengiriman produk, cara pemecahan bagi masalah ini dapat

didekati dari berbagai tujuan, misalnya dari tujuan ingin memaksimumkan jumlah

produk yang diangkut, meminimumkan waktu angkut yang diperlukan, meminimumkan

ongkos angkutnya, atau yang lainnya. Analisis jaringan dapat memberikan solusi-solusi

itu sesuai yang diharapkan dari pembuatan penyelesaian masalah.

2.6.1 Gambaran Umum dan Notasi Jaringan

Sebuah jaringan biasanya dimodelkan dalam batasan grafis. Dalam grafik itu

jaringan merupakan kumpulan dari simpul (node) dan busur (arc). Simpul merupakan

pertemuan busur-busur. Contoh nyata yang dapat merepresentasikan simpul adalah

terminal, pusat pembagian aliran listrik, atau kantor pos pengolah surat. Busur

menggambarkan aliran yang terjadi antar simpul, ada hubungan ketergantungan yang

spesifik antara simpul-simpul itu. Contoh bagi busur ini adalah rute pesawat, jalan raya,

pipa air minum, dll. Jaringan digunakan untuk menggambarkan proses fisik (aliran)

berupa pemindahan komoditi dari satu simpul ke simpul lainnya. Simpul yang

menyediakan komoditi disebut simpul sumber, sedangkan simpul yang memerlukan

komoditi itu disebut simpul tujuan.

Dalam batasan garfis, sebuah jaringan dapat dinyatakan dalam notasi G = (N,A).

N merupakan kumpulan simpul N1, N2, N3, ..., Nn. A menyatakan kumpulan busur yang

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

40

menghubungkan simpul i dengan simpul j. Suatu busur dinyatakan dengan (i, j) untuk i

tidak sama j. Busur (i, j) adalah busur yang menghubungkan simpul ke-i dengan simpul

ke-j. Jumlah aliran yang melewati suatu busur seringkali dibatasi, dalam keadaan

demikian busur tadi dinyatakan berkapasitas. Ongkos pengiriman pada suatu busur

biasanya diberi simbol ijC . Ongkos di sini dapat mewakili ongkos pengiriman yang

sebenarnya, waktu kirim, jarak tempuh, atau yang lainnya.

Bagi suatu busur yang menghubungkan dua buah simpul, biasanya busur itu

digambarkan dengan arah tertentu. Busur dengan arah tertentu demikian disebut busur

berarah. Sebaliknya, busur yang tidak memiliki arah tertentu dinamakan busur tidak

berarah. Busur tidak berarah dapat dianggap sebagai dua buah busur berarah.

Dalam menentukan status suatu simpul, apakah simpul itu merupakan simpul

sumber atau simpul tujuan atau yang lainnya maka perlu dilakukan perhitungan terhadap

jumlah komoditi yang keluar masuk simpul itu. Bila iB menyatakan selisis antara

jumlah komoditi yang meninggalkan simpul dengan jumlah komoditi yang memasuki

simpul sama, maka suatu simpul dengan 0>iB adalah suatu simpul sumber. Simpul

dengan harga 0>iB merupakan simpul tujuan, dan simpul dengan 0=iB disebut

sebagai simpul peralihan <transshipment>.

Dalam penerapannya untuk suatu algoritma diasumsikan bahwa jaringan

mengandung satu simpul sumber dan satu simpul tujuan. Dengan demikian, jaringan

dapat dibentuk dengan membuat simpul super sumber (super source node) dan simpul

super tujuan (super sink node), dan kemudian menghubungkan simpul-simpul sumber

itu ke super sumber serta menghubungkan simpul-simpul tujuan ke simpul super tujuan

dengan busur-busur semu (lihat gambar 2.6)

Dalam analisis jaringan ada beberapa istilah yang biasa digunakan, yaitu (lihat

gambar 2.6):

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

41

Gambar 2.6: Simpul Super Sumber dan Simpul Super Tujuan

Gambar 2.7: Ilustrasi Jaringan

1. Lintasan (path), dari simpul i ke simpul j adalah urutan-urutan busur dengan

simpul awal suatu busur merupakan simpul akhir dari busur sebelumnya. Dalam

lintasan ini semua busur mengarah ke simpul j. Contoh dalam gambar 2.7 bagi

lintasan adalah busur (1, 2).

2. Rantai (chain), adalah lintasan yang sebagian busurnya tidak mengarah ke

simpul j. Contoh dalam gambar 2.7 bagi rantai adalah urutan busur (1, 2), (3, 2),

(3, 4), (4, 5).

3. Sirkuit (circuit),adalah suatu lintasan dalam simpul i sama dengan simpul j atau

merupakan lintasan tertutup. Contoh sirkuit dalam gambar 2.7 adalah urutan

busur (1, 2), (2, 3), (3, 1).

4. Lingkaran (cycle), adalah rantai tertutup, lintasan yang berawal pada simpul yang

sama dan berakhir juga pada simpul yang sama. Contoh lingkaran dalam gambar

2.7 adalah urutan busur (1, 2), (2, 4), (1, 3), (3, 4), (4, 5).

5. Pohon (tree), adalah suatu jaringan yang tidak memiliki siklus. Contoh pohon

dalam gambar 2.7 adalah urutan busur (1, 2), (3, 2), (2, 4), (4, 5).

Bila setiap busur pada jaringan mempunyai arah tertentu maka jaringan tersebut

dinamakan jaringan berarah. Bila sebaliknya, yaitu tidak mempunyai arah sama sekali

2

3

1 4 5

2 5 7

863

1

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

42

maka disebut jaringan tidak berubah. Busur berarah (i, j) berarti busur tersebut memiliki

arah dari i ke j.

Jaringan berkapasitas (capitated network) memiliki batas bawah (lower bound)

dan batas atas (upper bound) bagi aliran busurnya. Pembatasan kemampuan aliran

busur-busur ini memang diperlukan untuk menggambarkan kapasitas busur yang

sebenarnya.

2.6.2 Variabel dan Parameter Jaringan

Dalam analisis jaringan, karakteristik yang menjadi variabel adalah jumlah aliran

(flow) dari tiap busur. Variabel ini merupakan variabel keputusan yang sangat

mempengaruhi tercapainya hasil akhir (fungsi tujuan) bagi jaringan itu.

Parameter yang digunakan dalam analisis jaringan, untuk setiap busurnya adalah:

1. Ongkos, yang dapat berupa ongkos dalam arti sebenarnya, waktu, jarak atau

yang lainnya. Ongkos ini harus dikeluarkan untuk setiap unit komoditi yang

melewati suatu busur. Bagi tiap busur, besarnya ongkos tiap unit ini dapat

berbeda-beda.

2. Batas atas kapasitas, merupakan jumlah maksimum yang dapat dialirkan oleh

suatu busur.

3. Batas bawah kapasitas, merupakan jumlah minimum yang harus dialirkan oleh

suatu busur.

2.6.3 Aliran Fisibel Jaringan

Aliran ijX menggambarkan jumlah aliran pada busur yang menghubungkan

simpul ke-i dan simpul ke-j. Jika busur-busur dalam jaringan tersebut adalah busur-

busur yang berkapasitas maka aliran pada busur itu akan memiliki batas bawah ( ijL ) dan

batas atas ( )ijU . Aliran fisibel bagi busur itu harus memenuhi:

ijijij UXL ≤≤ , dan

∑ ∑ =−j k

ikiij BXX

(II – 46)

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

43

0>iB Jika simpul ke-i itu adalah simpul sumber

0<iB jika simpul ke-i itu adalah simpul tujuan

0=iB jika simpul ke-i itu adalah simpul perantara

iB adalah jumlah aliran yang keluar-masuk jaringan.

Persamaan (II – 46) di atas dinamakan konservasi aliran atau Hukum Kirchoff.

Dalam menyelesaikan persoalan jaringan dengan ongkos minimum digunakan

asumsi bahwa pada seluruh jaringan ∑ =i

iB 0 . Jika tak sama dengan nolmaka harus

ditambahkan simpul-simpul semu dengan ongkos busurnya nol.

2.7 Algoritma Out of Kilter

Algoritma Out of Kilter merupakan algoritma yang dikembangkan untuk dapat

menyelesaikan persoalan jaringan berkapasitas capacitated network. Jaringan

berkapasitas adalah suatu jaringan yang busur-busurnya memiliki keterbatasan

kemampuan, yaitu dibatasi oleh batas atas (maksimum) dan batas bawah (minimum).

Dengan keterbatasan kemampuan pada busur-busurnya itu, Algoritma Out of Kilter

mencari alternatif aliran jaringan pada busur-busur tadi yang menghasilkan total ongkos

pemindahan minimum.

Algoritma Out of Kilter menggunakan teori Dualitas dan kondisi

Complementary Slackness sebagai pendekatan. Algoritma Out of Kilter serupa dengan

algoritma primal-dual yang dimulai dengan solusi dual fisibel tetapi tidak memrlukan

primal fisibel. Dilakukan pengulangan antara persoalan primal dan dual hingga kondisi

optimalitas tercapai.

Jaringan kerja adalah kumpulan simpul dan busur yang menggambarkan proses

fisik berupa pemindahan atau distribusi. Sejumlah komoditi dari simpul satu ke simpul

yang lain. Jaringan kerja terbatas selalu dibatasi oleh batas atas dan batas bawah untuk

aliran busur-busurnya. Untuk selanjutnya dipergunakan beberapa notasi berikut:

:ijX jumlah aliran dari simpul ke-i menuju simpul ke-j.

:ijL batas bawah (minimum) aliran pada busur (i, j).

:ijU batas atas (maksimum) aliran pada busur (i, j).

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

44

:ijC ongkos pemindahan per unit aliran dari simpul ke-i menuju simpul ke-j.

Bila suatu jaringan G = (N, A) dengan N merupakan kumpulan simpul (m buah

simpul), A adalah kumpulan busur yang menghubungkan simpul-simpul itu. Busur-

busur itu memiliki batas atas ( )ijU dan batas bawah ( )ijL serta koefisien ongkos linear

.ijC Maka persoalan minimasi ongkos pemindahan pada jaringan kerja itu secara

matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Minimasi: ∑∑==

=m

jijij

m

i

XCZ11

dengan memperhatikan:

∑ ∑= =

=−m

j

m

kkiij XX

1 10 , untuk i = 1,2,3, ..., m

( II – 47)

ijij LX ≥ dan ijij UX ≤

( II – 48)

ijij UL ≤≤0 , untuk i,j = 1,2,3,..., m

Kendala (II – 47) merupakan pembatas konservasi aliran (concervation of flow

constraints). Kendala ini digunakan untuk menjamin bahwa jumlah aliran yang masuk

ke suatu simpul sama dengan jumlah aliran yang meninggalkan simpul yang

bersangkutan. Sedangkan kendala ( II – 48) disebut pembatas kapasitas busur (i, j).

Aliran yang memenuhi kendala ( II – 48) disebut aliran fisibel (solusi fisibel).

Diasumsikan juga bahwa ijU dan ijL adalah integer.

Bentuk persoalan primal minimasi di atas dapat diganti dengan bentuk

maksimasi berikut:

Maksimasi: ∑∑==

−=m

jijij

m

i

XCZ11

dengan memperhatikan:

∑ ∑= =

=−m

j

m

kkiij XX

1 10 , untuk semua Ni∈

ijij UX ≤ (kendala batas atas)

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

45

ijij LX −≤− (kendala batas bawah)

0≥ijX (kondala non-negatif)

Bila π adalah variabel dual yang berkaitan dengan pembatas konsevasi aliran

pada primal, ijα adalah variabel dual yang berhubungan dengan pematas atas primal

ijij UX ≤ dan ijβ menyatakan variabel dual yang berhubungan dengan pemtas bawah

primal ijij LX ≥ , maka formulasi matematis dual (perubahan dari primal) dari persoalan

aliran dengan ongkos minimum adalah:

Minimasi: ∑ ∑∑∑= ===

−=m

j

m

jijij

m

iijij

m

i

LUV1 111

βα

dengan memperhatikan:

ijijijji C−≥−+− βαππ

0, ≥ijij βα

π unrestricted in sign

untuk i, j = 1,2,3,..., m

2.7.1 Kondisi Optimalitas

Penyelesaian persoalan primal dan dual masing-masing optimal jika dan hanya

jika kedua penyelesaian primal dan dual itu fisibel.

Fisibelitas Primal:

∑ ∑= =

∈=−m

j

m

kkiij NiXXP

1 11 ,0: (konservasi aliran)

( ) AjiUXLP ijijijZ ∈≤≤ ,,: (pembatas kapasitas)

Fisibelitas Dual:

( ) AjiCD ijijijji ∈−≥−+− ,,:1 βαππ

0:2 ≥ijD α , ( ) Aji ∈,

0:3 ≥ijD β , ( ) Aji ∈,

Complementary Slackness:

jikaC :1 ijijijji C−>−+− βαππ maka 0=ijX

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

46

0:2 >ijjikaC α maka ijij UX =

0:3 >ijjikaC β maka ijij LX =

Formulasi Kondisi Optimalitas dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut

(untuk semua Ni∈ ):

I. Jika ijij C>−ππ maka 0>ijα dan ijij UX =

II. Jika ijij C<−ππ maka 0>ijβ dan ijij UX =

III. Jika ijij C=−ππ maka ijijij LXU ≥≥

dengan menetapkan:

IV. ( ){ }ijijij C−−= ππα ;0max

V. ( ){ }ijijij C++−= ππβ ;0max dan

VI. ∑ ∑= =

=−m

j

m

kkiij XX

1 10

Jika diasumsikan bahwa kondisi IV dan V terpenuhi dan dengan mendefinisikan

jiijij CCP ππ −+= , maka kondisi I, II, III dan VI dapat dinyatakan dalam bentuk

berikut:

Jikak :1 0<ijCP , maka ijij UX =

Jikak :2 0>ijCP , maka ijij LX =

Jikak :3 0=ijCP , maka ijijij UXL ≤≤

:4k konservasi aliran telah terpenuhi

Bila dua simpul i dan j dihubungkan oleh busur (i, j) dan busur itu memenuhi

kondisi optimalitas k1, k2 atau k3 maka busur (i, j) tadi ada dalam kondisi in kilter, jika

sebaliknya maka busur (i, j) dikatakan Out of Kilter. Solusi optimal dicapai jika semua

busur ada dalam kondisi in kilter dan kondisi k4 (pembatas konservasi aliran) terpenuhi.

Algoritma Out of Kilter pada dasarnya digunakan untuk menemukan varibel dual

iπ dan jumlah aliran ijX yang memenuhi kondisi optimalitas diatas. Algoritma ini

dimulai dengan inisialisasi terhadap nilai variabel dual iπ dan jumlah aliran ijX itu.

Dengan nilai iπ dan Xij tertentu, maka busur (i, j) akan berada pada salah satu status

seperti yang ditunjukkan oleh tabel 2.2.

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

47

Solusi optimal diperoleh jika semua busur ada dalam kondisi in kilter. Oleh

karena itu, pada busur yang masih Out of Kilter harus dilakukan perubahan nilai aliran

Xij dan atau variabel dual iπ -nya agar menjadi in kilter.

Kondisi No Status

Busur CPij Xij

Kilter Number

(Kij)

Keterangan

1 A CPij > 0 Xij = Lij 0 In Kilter

2 A1 CPij > 0 Xij < Lij |Xij - Lij| Out Kilter

3 A2 CPij > 0 Xij > Lij |Xij - Lij| Out Kilter

4 B CPij = 0 Lij ≤ Xij ≤ Uij 0 In Kilter

5 B1 CPij = 0 Xij < Lij |Xij - Lij| Out Kilter

6 B2 CPij = 0 Xij > Uij |Xij - Uij| Out Kilter

7 C CPij < 0 Xij = Uij 0 In Kilter

8 C1 CPij < 0 Xij < Uij |Xij - Uij| Out Kilter

9 C2 CPij < 0 Xij > Uij |Xij - Uij| Out Kilter

Tabel 2.2: Kemungkinan Status Suatu Busur (i, j)

Secara grafik, status suatu busur (i, j) dapat ditunjukkan pada gambar 2.8:

Gambar 2.8 : Grafik kemungkinan Status Busur (i,j)

Berdasarkan kemungkinan status busur (i,j) di atas maka kondisi optimal (in

kilter) dapat dicapai dengan menambah atau mengurangi aliran busur. Dalam mengubah

jumlah aliran busur tersebut harus dijaga agar syarat konservasi aliran tetap terpenuhi.

0

Lij

Xij

Uij

CPij

In Kilter

In KilterIn Kilter

Out of Kilter

Out of Kilter

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

48

Ada suatu ukuran jarak yang diperlukan untuk mencapai kondisi optimalitas. Ukuran

jarak ini disebut kilter number. Jelasnya, kilter number busur (i,j) yang dinyatakan

dengan ijK adalah perubahan aliran minimal yang diperlukan busur (i,j) untuk berubah

dari Out of Kilter menjadi in kilter. Harga kilter number selalu non-negatif ( 0≥ijK ).

Kilter number dari busur yang in kilter adalah nol, sedangkan yang Out of Kilter adalah

positif. Kilter number yang diperlukan oleh berbagai status busur untuk menjadi in kilter

dapat dilihat pada gambar 2.9:

Gambar 2.9 : Kilter Number yang diperlukan oleh berbagai Status Busur (i, j)

2.7.2 Langkah-langkah Pelabelan

Dalam mengubah aliran busur yang Out of Kilter ke aliran yang in kilter terdapat

suatu cara yang disebut dengan prosedur pelabelan (labeling procedure). Langkah-

langkah pelabelan itu adalah:

1. Bila busur (i, j) berada pada salah satu status berikut:

Status 1a , dengan 0>ijCP dan ijij LX < ;atau

Status 2b , dengan 0=ijCP dan ijij LX < ;atau

Status 3c , dengan 0<ijCP dan ijij UX < , maka busur (i, j) itu harus

dinaikkan alirannya agar menjadi in kilter. Berikan label ( )+iq j , pada simpul j,

yang berarti bahwa simpul j menerima tambahan aliran sebesar jq unit dari

simpul i. Jika busur (i, j) ada pada status 1a maka besarnya jq adalah ( )ijij XL − ,

*

*

*ijij UX −

ijij UX −

ijij UX −

ijij LX −

ijij LX − ijij LX −

*

0

Lij

Xij

Uij

*

*

CPij

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

49

dan jika busur (i, j) ada pada status 1b dan 1c maka besarnya jq adalah

( )ijij XU − .

2. Bila busur (i, j) berada pada salah satu status berikut:

Status 2a , dengan 0>ijCP dan ijij LX > ;atau

Status 2b , dengan 0=ijCP dan ijij UX > ;atau

Status 2c , dengan 0<ijCP dan ijij UX > , maka busur (i, j) itu harus

diturunkan alirannya agar menjadi in kilter. Berikan label ( )−jqi , pada simpul i,

yang berarti bahwa aliran yang berasal dari simpul i ke simpul j harus dikurangi

sebesar iq . Jika busur (i, j) ada pada status 2a dan 2b maka besarnya iq adalah

( )ijij LX − , dan jika busur (i, j) ada pada status 2c maka besarnya qi adalah

( )ijij UX − .

3. Bila busur berada pada salah satu status a, b atau c maka busur (i, j) itu ada

dalam kondisi in kilter, dan aliran busurnya tidak perlu di ubah lagi, kecuali pada

status b yang alirannya memungkinkan untuk dinaikkan atau diturunkan

sepanjang batas atas dan batas bawah yang ada tanpa mengubah busur itu ke

kondisi Out of Kilter.

Sebelum melakukan perubahan aliran pada busur (i, j) maka harus didapatkan

sebuah lintasan (path) dari simpul j ke simpul i yang berupa loop dengan busur (i, j) ada

di dalamnya. Hal ini perlu dilakukan agar konservasi aliran pada setiap simpulnya tidak

terganggu oleh perubahan aliran yang dilakukan itu.

Pada busur (i, j) yang masih Out of Kilter, simpul i dan simpul j diberi label

sesuai dengan prosedur perlabelan di atas. Setelah simpul i dan simpul j selesai diberi

label maka akan diperoleh suatu lintasan yang disebut dengan FAP (flow augmenting

path) dari simpul j ke simpul i sehingga perubahan aliran pada busur (i, j) dapat

dilakukan. Apabila prosedur labelisasinya gagal maka dilakukan perubahan harga

variabel dual π .

Ketika proses labelisasinya gagal, maka terdapat sejumlah simpul yang belum

diberi label dan sejumlah simpul pul yang telah diberi label. Non-breakthrough adalah

kejadian pada saat diperoleh kumpulan simpul yang sudah diberi label dan yang belum

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

50

diberi label. Sedangkan breakthrough adalah keadaan dengan semua simpul sudah diberi

label.

Misalnya dinyatakan bahwa A adalah kumpulan simpul yang telah diberi label.,

dan A menyatakan kumpulan simpul yang belum diberi label, amka ada dua kasus yang

berkaitan dengan hal di atas, yaitu:

Kasus I: B adalah kumpulan semua busur yang berasal dari simpul anggota A menuju

simpul anggota A dengan nilai 0>ijCP dan ijij LX ≥ .

Kasus II: B adalah kumpulan semua busur yang berasal dari simpul anggota A menuju

simpul anggota A dengan nilai 0<ijCP dan ijij LX ≥ .

Karena ijCP dapat dihitung setiap busur pada kumpulan B dan B , maka

perubahan variabel dual π dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. kasus I: untuk setiap 0>ijCP

Tetapkan [ ]xyCPB

min1 =δ jika ≠B ø ; lainnya ∞=1δ

2. kasus II: untuk setiap 0<ijCP

Tetapkan [ ]xyCPB

−=min

2δ jika ≠B ø ; lainnya ∞=2δ

3. Hitung [ ]21 ,min δδδ =

4. Ubah harga variabel dual kπ menjadi kπ , dengan menambahkan δ , yaitu:

kπ , jika Ak ∈

'kπ =

( )δπ +k , jika Ak ∈

Setelah didapatkan variabel dual baru. Iterasi dilanjutkan kembali ke prosedur

perlabelan sampai semua brosur (i, j) ada dalam keadaan in kilter (proses optimasi

tercapai).

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

51

2.7.3 Langkah-langkah Perhitungan Algoritma Out of Kilter

Dalam menyelesaikan persoalan jaringan berkapasitas (capacitated network)

dengan menggunakan algoritma Out of Kilter diperlukan langkah-langkah sebagai

berikut:

Langkah 1: Inisialisasi

Menetapkan aliran ijX dan variabel dual π yang memenuhi pembatas

konservasi aliran. Pilih yang menghasilkan busur in kilter sebanyak

mungkin.

Langkah 2: Memeriksa Optimalitas

Lakukan perhitungan terhadap harga ijCP dan ijK pada setiap busur (i, j).

Bila semua busur (i, j) memiliki harga 0=ijK (in kilter) maka STOP karena

solusi optimal telah diperoleh. Bila masih ada busur yang Out of Kilter

( )0>ijK maka lanjutkan ke langkah 3.

Langkah 3: Memeriksa Status Busur (i, j)

Lakukan pemeriksaan status terhadap busur (i, j) yang masih Out of Kilter.

Bila status busur (i, j) termasuk 21 ,ba atau 1c maka lanjutkan ke langkah 4.

bila status busur (i, j) termasuk za , zb , atau zc maka lanjutkan ke langkah 5.

Langkah 4: Menambah Aliran pada Busur (i, j)

Dengan menggunakan prosedur pelabelan, temukan lintasan dari simpul j ke

sumpul i sehingga aliran masih dapat dilewatkan dengan tidak menyebebakn

kondisi busur (i, j) tersebut makin Out of Kilter. Jika lintasan ditemukan

maka tambahkan sejumlah aliran pada busur (i, j), dan apabila busur (i, j)

sudah Out of Kilter maka kembali ke langkah 2. jika bususr (i, j) masih tetap

Out of Kilter maka ulangi kembali langkah 4 ini. Atau lanjutkan ke langkah

6 seandainya lintasan tidak ditemukan.

Langkah 5: Mengurangi Aliran pada Busur (i, j)

Dengan menggunakan prosedur pelabelan, temukan lintasan dari simpul i ke

simpul j sehingga aliran masih dapat dilewatkan dengan tidak mengakibatkan

kondisi busur (i, j) tersebut makin Out of Kilter. Jika lintasan ditemukan

maka kurangkan sejumlah aliran pada busur (i, j), dan apabila busur (i, j)

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemodelan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-3-00366-MTIF-Bab 2.pdfSebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka ... pengujian

52

sudah in kilter maka kembali ke langkah 2. jika bususr (i, j) masih tetap Out

of Kilter maka ulangi kembali langkah 5 ini. Atau lanjuktkan ke langkah 6

seandainya lintasan tidak ditemukan.

Langkah 6: Mengubah Harga Variabel Dual π

Lakukan perubahan terhadap harga variabel dual π . Hapuskan semua label

dan kembali ke langkah 2. bila nilai simpul ∞=δ , STOP. Tidak ada aliran

yang fisibel.

2.7.4 Penerapan Algoritma Out of Kilter

Dalam menyelesaikan persoalan jaringan dengan algoritma Out of Kilter

digunakan asumsi bahwa setiap busur berarah dalam jaringan mempunyai kapsitas

tertentu, atau mempunyai batas bawah dan batas atas bagi alirannya. Dalam pemakaian

algoritma Out of Kilter, ada dua langkah penting yang diperlukan untuk

memformulasikan masalah, yaitu:

1. Permasalahan diformulasikan dalam bentuk jaringan berkapasitas dengan

loop tertutup.

2. Insisialisasi harga varibel dual iπ dan jumlah aliran ijX sehingga pembatas

konservasi aliran terpenuhi.

Algoritma Out of Kilter dapat dipergunakan untuk menyelesaikan beberapa

persoalan jaringan berkapasitas, yaitu:

1. Persoalan transportasi (transportation problem)

2. Persoalan penugasan (assignment problem)

3. Persoalan ongkos minimum/aliran maksimum (minimum cost/maximum flow

problem)

4. Persoalan lintas terpendek (shortest-path tree problem)

5. Persoalan transshipment (transshipment problem)