Upload
truonghanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pemodelan
Dalam melakukan analisis terhadap suatu kasus nyata, pemodelan seringkali
diperlukan untuk membantu memecahkan kasus nyata itu. Starr dan Miller menyatakan,
model adalah representasi dari suatu realita yang dipergunakan untuk menjelaskan,
menggambarkan perilaku beberapa aspeknya. Jadi model merupakan penghampiran dart
suatu sistem nyata yang biasanya sulit untuk dianalisis secara langsung.
Pembuatan model diperlukan karena dapat digunakan untuk mendekati
permasalahan yang kompleks itu, membuat abstraksi suatu realita sehingga lebih mudah
dipahami dan dimengerti. Model tentu saja lebih sederhana namun demikian tetap
mampu mewakili sistem nyata yang ada. Pendekatan dilakukan melalui analisis
kepentingan modelnya. Model hanya memuat bagian-bagian tertentu yang penting saja
yang merupakan sosok kunci sistem, model tidak akan menceritakan kenyataan yang ada
secara detail.
Ada beberapa tahap yang harus dilalui dalam pemodelan yaitu :
1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sebelum membentuk model untuk menyelesaikan suatu masalah maka
masalahnya itu sendiri harus sudah jelas, masalahnya harus sudah ditemukan dan
dapat dirumuskan dengan teliti. Kecuali itu, dalam tahap ini juga perlu diketahui
tujuan pemodelannya; melakukan identifikasi terhadap konstanta, parameter,
variabel yang terkait sehingga dapat ditentukan mana yang sangat berpengaruh
terhadap sistem dan mana yang sebaliknya.
2. Tahap Penyusunan Model
Dalam tahap ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
- Menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan prinsip-prinsip yang telah
diketahui, data yang dikumpulkan secara khusus, intuisi dan refleksi. Bila
diperlukan maka batasi dengan asumsi dan lakukan prediksi.
- Menyusun model dengan memadukan semua hubungan ke dalam suatu
sistem hubungan simbolik. Kemudian lakukan manipulasi simbolik.
7
3. Tahap Validasi dan Verifikasi Model
Pada tahap ini kita menemukan pemecahan bagi model. Kemudian dilakukan
pengujian terhadap model yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan
keadaan dan data nyata. Lakukan pengecekan apakah model yang ada cukup
valid karena hasil yang didapatkan cocok dengan sistem nyatanya. Jika ternyata
bahwa model tidak benar maka harus kembali ke langkah sebelumnya
(penyusunan model) untuk melakukan perubahan dan perbaikan.
4. Tahap Implementasi Hasil
Tahap ini adalah melakukan implementasi lebih lanjut terhadap hasil yang telah
dicapai sehingga dapat dipergunakan untuk membantu dalam pengambilan
keputusan.
Tahap-tahap pemodelan di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram alir
seperti terlihat pada gambar 2.1.
Model matematik yang sering digunakan dalam membahas suatu metodologi
programa matematis mempunyai struktur tertentu. Struktur model matematik itu
meliputi bagian-bagian sebagai berikut :
1. Fungsi Tujuan Model, yaitu suatu fungsi yang digunakan sebagai indikator bagi
pencapaian tujuan. Umumnya, fungsi tujuan menghendaki hasil yang optimal
(maksimasi/minimasi) dari penyelesaian masalah yang dilingkupinya
8
Gambar 2.1 : Diagram Pemodelan
2. Variabel Keputusan Model, yaitu suatu faktor yang selalu berubah nilainya
sesuai dengan status sistemnya. Faktor ini sangat menentukan dalam
merealisasikan fungsi tujuan. Penentuan nilai yang tepat bagi variabel keputusan
akan memberikan hasil yang optimal bagi sistem. Variabel keputusan adalah
karakteristik utama bagi sistemnya.
3. Parameter Model, yaitu suatu besaran tetap yang dikaitkan dengan model, artinya
parameter hanya tetap nilainya untuk keadaan tertentu raja dan akan berubah bila
kondisi itu juga berubah.
4. Konstanta Model, yaitu suatu besaran tetap yang dikaitkan dengan sistem nyata,
artinya konstanta akan selalu tetap nilainya walaupun terjadi perubahan-
perubahan tertentu.
5. Fungsi Pembatas Model, yaitu kondisi yang membatasi usaha pencapaian tujuan.
Fungsi pembatas timbul karena ada keterbatasan-keterbatasan dalam sistem
Idantifikasi dan perumusan Masalah
Penyusunan Model
Valid?
Perubahan dan Perbaikan
Tidak
Ya
Implementasi Hasil
9
nyata, memperkuat kenyataan bahwa suatu sistem nyata bukanlah sistem ideal
seperti yang sering dibayangkan.
Suatu model dapat dikatakan baik bila memenuhi kriteria-kriteria berikut :
1. Kesesuaian dan kesederhanaan, yaitu model harus dapat merangkum unsur-unsur
yang ada dalam sistem nyatanya, model cukup merangkum unsur-unsur yang
pokok sesuai persoalan yang dihadapi.
2. Derajat generalisasi yang tinggi, yaitu semakin umum sifat suatu model maka
akan semakin baik model itu.
3. Jelas mekanismenya sehingga mudah dipelajari, dipecahkan dan dilihat ulang.
4. Potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Suatu model tidak boleh statis, harus
bisa dikembangkan sesuai perubahan yang terjadi.
5. Mempunyai kepekaan terhadap perubahan asumsi. Asumsi diberikan untuk
mempermudah pembentukan model, namun pada akhirnya seringkali
dikehendaki pemberian asumsi yang lebih longgar agar makin mendekati sistem
nyatanya, akibatnya model juga harus berubah supaya dapat menggambarkan
keadaan yang baru itu.
Pemodelan memang diperlukan terhadap sistem nyata yang rumit dan kompleks.
Namun karena sifatnya yang ingin mendekati sistem nyata itulah maka model yang
terbentuk juga harus terus dikendalikan dan disesuaikan sejalan dengan perubahan dan
perkembangan sistem nyatanya itu. Hal ini perlu karena akan dapat mengurangi
penyimpangan-penyimpangan yang timbul.
2.2 Peramalan
Dalam menghadapi ketidakpastian masa depan perlu dilakukan persiapan-
persiapan untuk menyongsongnya. Salah satu cara untuk persiapan itu adalah dengan
membuat perkiraan-perkiraan tentang masa depan tadi sehingga tampak jelas arah
persiapan yang diperlukan. Membuat perkiraan tentang masa depan memerlukan
bantuan dari alat/metode tertentu, misalnya metode-metode peramalan.
10
2.2.1 Gambaran dan Peranan Peramalan
Sering terdapat senjang waktu (time lag) antara kesadaran akan peristiwa atau
kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Adanya waktu tenggang (lead time)
ini merupakan alasan utama bagi perencanaan dan peramalan. Peramalan merupakan alat
bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien.
Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan.
Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktor-faktor
lingkungan, lalu, memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan sasaran dan
tujuan itu. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen
untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti. Peramalan menjadi
lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Ada beberapa langkah
yang perlu diperhatikan berkenaan dengan peramalan, yaitu: identifikasi dan defenisi
masalah peramalan, aplikasi serangkaian metode peramalan, pemilihan metode yang
tepat untuk suatu situasi, tertentu, dan dukungan bagi penerapan dan penggunaan metode
peramalan secara formal.
Dengan tersedianya sejumlah metode peramalan maka timbul persoalan
bagaimana memahami karakteristik dari suatu metode peramalan sehingga cocok dengan
situasi pengambilan keputusan yang dihadapi. Pemilihan metode peramalan harus
mempertimbangkan situasi peramalannya. Situasi peramalan sangat beragam tergantung
dari rentang waktu peramalan, faktor-faktor yang menentukan hasil sebenarnya, pola
data yang dimiliki dan berbagai aspek lainnya. Karena ada banyak metode peramalan,
maka dilakukan pengelompokkan dalam dua bagian besar yaitu metode kuantitatif dan
metode kualitatif atau teknologis. Metode kuantitatif meliputi deret berkala (time series)
& metode kausal (eksplanatoris), sedang metode kualitatif dibagi dalam metode
eksploratoris & metode normatif.
Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat kondisi berikut :
1. Tersedia informasi tentang masa lalu.
2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik.
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di
masa mendatang.
11
Suatu dimensi tambahan untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif
adalah dengan memperhatikan model yang mendasarinya. Terdapat dua model
peramalan yang utama yaitu model deret berkala dan model regresi (kausal). Model
deret berkala menduga masa depan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel.
Metode peramalan deret berkala ini mencoba menemukan pola dalam deret data historis
dan mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan. Lain halnya dengan model
kausal, model ini mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu
hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Maksud dari model kausal
ini adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk
meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas. Bila data yang diperlukan tersedia,
suatu hubungan peramalan dapat dihipotesiskan baik sebagai fungsi dari waktu atau
sebagai fungsi dari variabel bebas, kemudian diuji.
Metode peramalan kualitatif, di lain pihak, tidak memerlukan data yang serupa
dengan metode peramalan kuantitatif. Masukan yang diperlukan tergantung pada metode
tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan
pengetahuan yang telah didapat. Metode kualitatif dibagi dua, yaitu metode eksploratoris
dan metode normatif. Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan
penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan
bergerak ke arah masa depan secara heuristik, seringkali dengan melihat semua
kemungkinan yang ada. Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi.,
analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang,
kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai atau tidak
berdasarkan kendala, sumberdaya yang tersedia.
Dalam perencanaan selalu melibatkan peramalan. Karenanya peramalan juga
perlu mendapatkan perhatian yang memadai. Sejauh mana ketepatan, ruang lingkup,
horizon waktu, dan biaya yang diinginkan sangat menentukan pilihan metode
peramalan. Keterpaduan peramalan dengan perencanaan dan pengambilan keputusan
kiranya perlu terus dipertahankan.
12
2.2.2 Regresi Sederhana (Simple Regression)
Dalam metode eksplanatoris dicoba untuk mengajukan variabel lain yang
berkaitan dengan rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang menyatakan
adanya saling ketergantungan fungsional diantara semua variabel itu. Untuk model
regresi sederhana hanya terdapat satu variabel bebas dan satu variabet tak bebas. Model
regresi berganda memiliki beberapa variabel bebas dengan satu variabet tak bebas,
sedangkan model-model ekonometrik mempunyai beberapa variabel bebas dengan
beberapa variabel tak bebas.
Dalam model regresi sederhana ini, tiap pengamatan menghasilkan pasangan
data X dan Y (X variabel bebas dan Y variabel tak bebas). Model ini berusaha
menemukan kesesuaian terbaik bagi suatu garis lurus melalui titik-titik yang
menggambarkan pasangan data X dan Y tadi.
2.2.2.1 Persamaan Regresi Sederhana
Persamaan regresi didapat melalui jumlah dari kuadrat setiap kemiringan deviasi
D2 terhadap titik dari setiap n data.
( )[ ]2212 ,...,,,∑ −≡ nii aaaxfyD
Agar D2 mencapai minimum, maka syarat yang harus dipenuhi adalah:
0)( 2
=∂
∂
iaD
Misalnya f(a, b) adalah fungsi pendekatan persamaan garis dengan i = 1,2,3...n
untuk kondisi linear, maka:
abxbaf i +=),(
Jadi
[ ]∑=
+−≡n
iii bxaybaD
1
22 )(),(
[ ] 0)(2)(1
2
=+−−=∂
∂ ∑=
n
iii bxay
aD
[ ] 0)(2)(1
2
=+−−=∂
∂ ∑=
n
iiii xbxay
bD
13
Ini menuju ke persamaan
∑∑==
=+n
ii
n
ii yxbna
11
∑∑∑===
=+n
iii
n
ii
n
ii yxxbxa
11
2
1
dalam bentuk matriks
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
∑
∑
∑∑
∑
=
=
==
=n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
yx
y
ba
xx
xn
1
1
1
2
1
1
jadi
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
∑
∑
∑∑
∑
=
=
−
==
=n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
yx
y
xx
xn
ba
1
1
1
1
2
1
1
invers matriksnya adalah
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
∑∑∑
∑∑∑∑
∑∑===
====
==
n
ii
n
ii
n
iii
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
yxyxn
yxxxy
xxnba
111
111
2
12
11
2
1
jadi hasilnya
2
11
2
111
2
1
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
−=
∑∑
∑∑∑∑
==
====
n
ii
n
ii
n
iii
n
ii
n
ii
n
ii
xxn
yxxxya
2
1
2
11
2
xnx
yxxxy
n
ii
n
iii
n
ii
−
−⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
=
∑
∑∑
=
==
2
11
2
111
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
−=
∑∑
∑∑∑
==
===
n
ii
n
ii
n
ii
n
ii
n
iii
xxn
yxyxnb
14
2
1
2
1
xnx
yxnyx
n
ii
n
iii
−
−⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
=
∑
∑
=
=
Jika kita nyatakan Y sebagai variabel tak bebas dan X sebagai variabel bebas
maka penggunaan model regresi sederhana dimaksudkan untuk menemukan persamaan
garis lurus:
Ŷ = a + bX (II-1)
sedemikian rupa sehingga untuk setiap nilai X tertentu, kesalahan kuadrat :
(Y – Ŷ)2 = e2 (II-2)
jika dijumlahkan akan menghasilkan total minimum. Kesalahan dinyatakan sebagai
panjang garis vertical dari titik tertentu ke garis (a + bX). Setelah nilai pengamatan Y
dimodelkan dalam bentuk suatu pola, maka :
Y = a + bX + e (II-3)
Y = Ŷ + e (II-4)
dengan Ŷ adalah penduga atau penaksir Y.
Dalam mendapatkan pemecahan kuadrat terkecil untuk persamaan (II-4), rumus-
rumus dari regresi sederhana adalah sebagai berikut:
- Penentuan koefisien kemiringan (slope), b :
( )( )( ) x
xy
VarCov
XXn
YXXYnb =
−
−=
∑∑∑∑∑
22 (II-5)
- Penentuan koefisien intersepsi, a :
nX
bnY
a ∑∑ −= (II-6)
dengan n adalah jumlah pengamatan.
2.2.2.2 Koefisien Kolerasi
Untuk mengetahui apakah antara variabel-variabel yang ada itu benar memiliki
hubungan, digunakan hasil perhitungan korelasi antara dua variabel. Koefisien korelasi
(r) adalah suatu ukuran asosiasi (linear) relative antara dua variabel. Nilai r adalah -1 ≤ r
≤ 1. Jika r = 0 atau mendekati nol, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah
15
atau tidak terdapat hubungan sama sekali. Bila r = 1 atau mendekati positif satu, maka
korelasi antara dua variabel dikatakan positif dan sangat kuat. Dan nilai r = -1 atau
mendekati negatif satu mempunyai arti bahwa korelasi antara dua variabel tadi sangat
kuat tetapi negatif. Tanda (+) dan (-) pada koefisien korelasi memiliki arti yang khas.
Bila harga r positif maka korelasi antara dua variabel itu bersifat searah, artinya
kenaikan/penurunan nilai-nilai X terjadi bersama-sama dengan kenaikan/penurunan
nilai-nilai Y. Sebaliknya, jika r berharga negative maka kenaikan nilai-nilai X terjadi
bersama-sama dengan penurunan nilai-nilai Y, atau kebalikannya yaitu penurunan nilai
X akan terjadi bersama-sama dengan kenaikan nilai Y.
Perhitungan koefisien korelasi antara dua variabel dan Y yang dinotasikan
dengan rxy untuk n pasangan observasi (Xi ,Yi) dengan i = 1,2,3,...,n adalah :
Nilai rata-rata X = ∑=
=n
iiX
nX
1
1 (II-7)
Nilai rata-rata Y = ∑=
=n
iiY
nY
1
1 (II-8)
Kovarians antara X dan Y adalah :
( )( )∑=
−−=n
iiixy YYXX
nCov
1
1 (II-9)
Varians X = ( )∑=
=−==n
ixixxx SXX
nVarCov
1
221 (II-10)
Varians Y = ( )∑=
=−==n
iyiyyy SYY
nVarCov
1
221 (II-11)
Kolerasi antara X dan Y adalah :
yx
xy
y
x
yyxx
xyxy SS
Cov
VarVar
bCovCov
Covr === (II-12)
dengan xxx CovS = dan yyy CovS = adalah deviasi standart X dan Y.
Atau menggunakan rumus berikut :
( )( )( ) ( )2222 ∑∑∑∑
∑∑∑−−
−=
YYnXXn
YXXYnrxy (II-12a)
16
2.2.2.3 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) adalah korelasi kuadrat antara variabel tak bebas Y
dengan nilai taksirannya Ŷ. Koefisien determinasi akan selalu positif. Secara intuitif
dapat dikatakan bahwa R2 menyatakan proporsi varians pada Y yang dapat diterangkan
oleh X.
Variabel tak bebas Y mempunyai sejumlah variabelitas tertentu, yang
didefinisikan sebagai variansnya. Nilai-nilai taksiran Ŷ juga mempunyai sejumlah
varians tertentu. Rasio kedua varians tersebut adalah R2 :
nilaiYiansnilaiYnilaiiansnilaiR
−−
=var
ˆvar2
( )( )
2ˆ2
2ˆyy
i
i rYY
YY=
−
−=∑∑ (II-13)
Pada kasus regresi sederhana, deviasi total ( )YYi − dapat dijelaskan sebagai
berikut (lihat gambar 2.2) :
( ) ( ) ( )YYYYYY iiii −+−=− ˆˆ (II-14)
Gambar 2.2 : Pemecahan Deviasi Total pada Regresi Sederhana
X
Y
Y
( )YYi −
( )YYi −ˆ *
* iY
( )ii YY ˆ− bXaY +=ˆ
17
2.2.2.4 Uji-F Untuk Signifikansi Menyeluruh
Uji-F dapat dipergunakan untuk menguji signifikasi model regresi linear atau
untuk menjawab pertanyaan secara statistik: Apakah terdapat hubungan yang signifikan
antara X dan Y ?
Dalam uji-F ini kita membandingkan nilai F dari tabel (Ftabel) dengan nilai F dari
hasil perhitungan (Ftest). Nilai Ftest diperoleh dari perhitungan :
( )( )( )( )kn
YY
k
YY
Ftest
−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ −
−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ −
=∑
∑
2
2
ˆ1
ˆ
(II-15)
dimana, k : jumlah parameter (koefisien) pada persamaan regresi.
n : jumlah pengamatan (observasi).
Nilai F juga dapat dihitung dari koefisien determinasi, yaitu :
( )( )( )kn
RkR
Ftest
−−−
= 2
2
11
(II-16)
Dalam menentukan nilai Ftabel dengan α (kesalahan duga atau erorr of estimate)
tertentu dari tabel yang tersedia, perlu ditentukan derajad kebebasan untuk koreksi dari
pembilang dan penyebutnya. Di sini, derajad kebebasan pembilang (df1) adalah (k-1),
sedangkan derajad kebebasan pembilang (df2) adalah (n-k).
Penentuan signifikansi hubungan antara Y dan X dilakukan dengan
membandingkan nilai Ftest dan Ftabel. Jika nilai Ftabel < Ftest mala hubungan linier dari
kedua variabel itu sangat signifikan.
2.2.3 Regresi Berganda (Multiple Regression)
Model regresi berganda digunakan untuk menggambarkan hubungan variabel tak
bebas Y dengan dua atau lebih variabel bebas X1, X2, X3,...,Xn.
18
2.2.3.1 Persamaan Regresi Berganda
Program komputer umumnya digunakan untuk menemukan bilai koefisien-
koefisien dari suatu model regresi berganda. Namun demikian, pengetahuan tentang apa
yang ada dibalik semua itu juga diperlukan. Berikut ini adalah bentuk pragmatis dari
model regresi berganda.
eXbXbXbbY kk +++++= ...22110
(II – 17)
dan untuk setiap pengamatan ke-i maka:
Yi = b0 + b1X1i + b2X2i + ... + bkXki + ei
(II – 18)
atau:
Yi = Ŷi + ei
(II – 19)
dengan komponen kesalahannya adalah:
ei = Yi + Ŷi
(II – 20)
dan metode kuadrat terkecil (least sqaure) digunakan untuk mendapatkan jumlah
kuadrat minimum dari bagian kesalahan tersebut, yaitu
Minimumkan ∑=
=n
iie
1
2φ
( )∑=
−=n
iii YY
1
2ˆ
( )∑=
−−−−=n
ikikii XbXbbY
1
2110 ... (II – 21)
Jika persamaan regresi umum dinyatakan dalam bentuk matriks berikut ini:
Y = Xb + e
(II – 22)
dengan, Y adalah matriks n x 1
X adalah matriks n x k
b adalah matriks k x 1
19
e adalah matriks n x 1
maka untuk memperoleh nilai b, minimumkan jumlah kuadrat deviasi:
( ) ( )∑ −′−=′= XbYXbYeeei2
(II – 23)
dengan ( )′−=′ XbYe adalah transpose e. Dengan demikian,
( )( )XbYXbYee −′′−′=′
XbXbYXbXbYYY ′′+′′−′−′=
XbXbYXbYY ′′+′′−′= 2
ini terjadi karena YXb ′′ adalah suatu saklar dan oleh karenanya sama dengan transpose-
nya ( )XbY ′ . Untuk mendapatkan nilai ee′ yang minimum maka diturunkan (diferensiasi)
terhadap b’ dan turunanya disamakan dengan nol.
022 =′+′−=′∂′∂ XbXYX
bee
(II – 24)
XbXYX ′=′
(II – 25)
dan,
( ) YXXXb ′′= −1
(II – 26)
dengan ( ) 1−′XX adalah invers (kebalikan) dari XX ′ .
2.2.3.2 Korelasi Berganda dan Koefisien Determinasi
Korelasi antara Y dan Ŷ dapat dihitung dengan persamaan (II – 12a). Kuadrat
korelasi ini disebut koefisien determinasi )( 2YYR . R sendiri disebut koefsien korelasi
berganda yang merupakan korelasi antara variabel tak bebas Y dengan taksiran Ŷ
berdasarkan variabel-variabel bebas berganda, dan sering ditulis dengan kXXYXR ...21
Dalam menghitung R2, sama seperti pada regresi sederhana, digunakan
persamaan (II-13). Namun jika ingin memperhitungkan pengaruh derajad kebebasan,
maka nilai R2 terkoreksi menjadi:
20
( ) ( )( )ndfkesalaha
dftotalRR 22 11 −−=
( ) ( )( )1
111 2
−−−
−−=kn
nR
(II – 27)
2.2.3.3 Uji –F Untuk Signifikan Menyeluruh
Sama seperti pada regresi sederhana. Nilai F dari persamaan (II – 15) dan (II -16)
hanya berubah derajad kebebasanya saja. Derajad kebebasan pembilang menjadi k,
sedangkan derajad penyebutnya menjadi ( )1+− kn . Oleh karena itu persamaan (II-15)
berubah menjadi:
( )
( )1
ˆ
ˆ
2
2
−−
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ −
⎟⎠⎞⎜
⎝⎛ −
=∑
∑
kn
YYk
YY
F
(II – 28)
sedangkan persamaan (II – 16) menjadi:
( )( )1
1 2
2
−−−
=
knR
kR
F
(II – 29 )
2.2.3.4 Pengujian Kesalahan Nilai Sisa (Residuals Error)
Penelaahan nilai sisa sangat penting untuk memutuskan kecocokan model
peramalan yang diberikan. Jika kesalahan secara esensial bersifat random maka model
tersebut mungkin baik. Jika kesalahan menunjukkan suatu pola tertentu berarti model
tersebut tidak memperhatikan semua informasi sistematis yang ada pada himpunan data.
Cara analisis kesalahan yang sering digunakan adalah menghitung statsistik Durbin-
Watson. Statistik Durbin-Watson dihitung dengan:
21
( )
∑
∑
−
=−−
=− n
tt
n
ttt
e
eeWD
1
2
2
21
(II-30)
Nilai statistik Durbin-Watson berkisar dari nol sampai empat dengan suatu nilai
pertengahan sebesar dua. Nilai terbaik bagi statistik Durbin-Watson adalah yang
mendekati dua karena berarti bahwa kesalahan bersifat random/acak atau dengan kata
lain model peramalan yang digunakan baik (tidak terdapat autokorelasi nilai sisa).
Grafik distribusi Durbin-Watson dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3: Grafik Distribusi Durbin-Watson
2.3 Program Linear
Masalah pemrograman secara umum dapat dijelaskan sebagai masalah
pengalokasian sumber daya yang terbatas dengan cara sebaik mungkin sehingga
diperoleh keuntungan yang maksimum atau ongkos yang minimum. Dalam
pemrograman itu, keputusan diambil dengan memilih dari beberapa alternatif yang ada.
Cara pengambilan keputusan yang demikian merupakan persoalan optimasi, yaitu suatu
persoalan yang ingin mendapatkan hasil maksimum atau minimum dengan
memperhatikan semua kendala yang ada.
Auto kolerasi Auto kolerasi
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak ada autokolerasi
D-WL D-WU
22
Program Linear adalah salah satu bentuk pemrogram yang dapat digunakan
untuk memcahkan masalah optimasi itu, sehingga program linear mempunyai dua
bentuk persoalan yaitu bentuk maksimasi dan bentuk minimasi. Sifat-sifat yang dimiliki
program linear adalah fungsi-fungsi yang menyatakan tujuan dan pembatasanya semua
bentuk fungsi linear. Fungsi-fungsi itu harus dipenuhi oleh jawaban-jawaban yang
diperoleh. Pembatas-pembatas ini dapat berbentuk persamaan atau ketidaksamaan linear
dengan variabel-variabel yang non-negatif.
Program linear adalah persoalan pemrograman yang memenuhi syarat-syarat
linearitas. Syarat-syarat itu adalah (phillips, hal.13):
1. Variabel keputusan yang digunakan tidak negatif (harus positif atau nol).
2. Kriteria pemilihan nilai terbaik dari variabel keputusan ditentukan oleh
suatu fungsi linear dari variabel keputusan itu. Fungsi yang
menggambarkan kriteria ini disebut fungsi tujuan (objective function)
3. Aturan operasi yang mengatur proses (langkahnya sumber daya dan
sumber dana) dapat digambarkan sebagai satu set persamaan atau
ketidasamaan linear. Set ini disebut kendala (constraint).
Prosedur pemecahan masalah pemrogram linear bersifat interatif, sehingga akan
menguntungkan jika digunakan bantuan komputer karena komputer dapat melakukan
dengan cepat tanpa banyak kesalahan.
2.3.1 Batasan Umum Program Linear
Program Linear dapat berbentuk persoalan maksimasi atau minimasi. Kendala-
kendalanya dapat berupa ketidaksamaan (≤, ≥) atau persamaan, dan variabelnya non-
negatif. Secara umum, model program linear dapat digambarkan sebagai berikut:
Bila terdapat m buah persamaan dan atau ketidaksamaan linear yang di dalamnya
memuat n buah variabel dan selanjutnya ingin dicari nilai dari variabel-variabel itu yang
memenuhi kondisi-kondisi seperti yang dinyatakan oleh fungsi tujuan dan kendalanya,
maka secara matematis persoalan itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
Maksimasi/Minimasi : ∑=
=n
jjj XCZ
1
( II – 31)
23
dengan memperhatikan kendala:
( )∑=
≤=≥n
jijij BXA
1,,
( II – 32)
0≥jX
( II - 33)
untuk itu: i = 1,2,3, ...,m
j = 1,2,3, ...,m
Cj, Aij, Bi, adalah konstanta yang nilainya ditentukan oleh teknologi
permasalahan. Xj ialah variabel keputusan.
Masalah pemrograman linear adalah masalah alokasi sehingga perumusan di atas
secara fisik dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Bj : jumlah sumber daya atau dana ke-i yang tersedia.
Aij : jumlah sumber daya atau dana ke-i yang dialokasikan pada kegiatan ke-j.
Cj : nilai dari kegiatan ke-j.
Harga-harga Xj yang memenuhi persamaan (II – 33) disebut jawaban (solution),
sedangkan bila memenuhi persamaan (II – 32) dan (II – 33) dinamakan jawaban fisibel
(feasibel solution). Apabila Jawaban fisibel ini memenuhi kondisi optimal yang
disyaratkan permasaan (II – 31) maka jawaban fisibel itu disebut sebagai jawaban fisibel
optimal (optimal feasibel solution).
24
Gambar 2.4 : Grafik Program Linear
2.3.2 Penyajian Persoalan Program Linear
Persoalan program linear dapat digambarkan dalam berbagai bentuk, misalnya
maksimaksi, minimaksi dengan kendala lebih besar, sama, atau lebih kecil. Untuk
memecahkan persoalan itu diperlukan suatu bentuk baku tertentu. Ada dua bentuk yang
biasa digunakan untuk menyajikan persoalan program linear, yaitu bentuk standar dan
bentuk kanonik.
1 Bentuk Kanonik
Bentuk ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. semua variabel keputusannya adalah non-negatif.
b. semua fungsi pembatas yang ada berjenis ketidaksamaan lebih kecil sama
dengan ( )≤ .
c. Fungsi tujuannya berjenis maksimasi.
Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Maksimasi : ∑=
=n
jjj XCZ
1
Kendala (constrain) : ( )∑=
≤=≥n
jijij BXA
1,,
Fungsi tujuan (objective function)
Jawaban fisibel optimal
Daerah Feasible
25
dengan memperhatikan pembatas:
ijij
n
j
BXA ≤∑=1
0≥jX
untuk: i = 1,2,3, ...,m
j = 1,2,3, ...,n
2 Bentuk standar
Bentuk ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. semua kendalanya berbentuk persamaan, kecuali kendala yang non-negatif.
b. Elemen ruas kanan tiap kendala adalah non-negatif
c. Semua variabel adalah non-negatif.
d. Fungsi tujuannya dapat berbentuk maksimasi maupun minimasi.
Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Maksimasi/minimasi:
∑=
=n
jjj XCZ
1
Dengan memperhatikan kendala:
jjij
n
jBXA =∑
=1
0, ≥jj BX
untuk: i = 1,2,3, ...,m
j = 1,2,3, ...,n
jika dalam persoalan ini kendalanya berupa ketidaksamaan maka ketidaksamaan
itu dapat dirubah menjadi persamaan dengan menambahkan/mengurangkan
variabel slack pada ruas kiri. Variabel slack ini juga non-negatif. Jika bentuk
ketidaksamaannya < maka variabel slack ditambahkan pada ruas kiri, jika
ketidaksamaannya > maka variabel slack harus dikurangi pada ruas kiri.
26
2.3.3 Pemecahan Persoalan Program Linear
Menyelesaikan persoalan program linear selalu dikaitkan dengan mencari solusi
optimal bagi persoalan yang sama, yaitu solusi terbaik yang dapat dicapai dalam lingkup
batasan/kendala yang ada.
Beberapa metode dapat digunakan untuk menyelesaikan pemrograman linear.
Misalnya solusi grafis dan metode simpleks. Solusi grafis akan efektif jika persoalannya
memiliki variabel yang sedikit. Untuk persoalan dengan jumlah variabel banyak biasa
diselesaikan dengan metode simpleks.
Metode Simpleks adalah suatu metode yang secara sistematis dimulai dengan
suatu pemecahan dasar yang fisibel ke pemecahan dasar yang fisibel lainnya, ini
dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pengulangan terbatas hingga akhirnya
ditemukan hasil terbaiknya (maksimasi keuntungan atau minimasi ongkos). Jadi,
mencari solusi yang optimal bagi pemrogram linear, metode simpleks memerlukan dua
kondisi yaitu kondisi fisibelitas dan kondisi optimalitas.
2.4 Teorema Dualitas
Teorema ini merupakan salah satu konsep program linear yang ide dasarnya
adalah bahwa setiap program linear mempunyai suatu pemrograman linear yang
berkaitan disebut dual, sedemikian hingga solusi pada dualnya.
Jika dibandingkan, maka ada hubungan antara primal dan dual, yaitu:
1. Koefisien fungsi tujuan pada primal menjadi konstanta ruas kanan pada dual.
Sebaliknya, konstanta ruas kanan pada primal menjadi koefisien fungsi
tujuan pada dual.
2. Tanda ketidaksamaan pada pembatas menjadi terbalik, jika pada primal ≤
berubah menjadi ≥ pada dual.
3. Fungsi tujuan berubah bentuk, maksimasi pada primal akan berubah menjadi
minimasi pada dual.
4. Setiap kolom kendala pada primal berhubungan dengan baris kendala pada
dual. Sebaliknya, setiap baris kendala pada primal akan menjadi kolom
kendala pada dual.
5. Dual dari dual adalah primal.
27
2.4.1 Bentuk Umum Persoalan Primal-Dual
Secara matematis, rumusan persoalan primal dan dual adalah sebagai berikut:
1. Bentuk Kanonik
Primal
Maksimasi :
∑=
=n
jjj XCZ
1
dengan memperhatikan:
∑=
≤m
iijij BXA
1
0≥iY
Bentuk primal tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk dual berikut:
Minimasi :
∑=
=m
iiiYBV
1
Dengan memperhatikan:
∑=
≥m
ijiij CYA
1
0≥iY
Untuk, i = 1,2,3, ...,m
j = 1,2,3, ...,n
2. Bentuk Standar
Primal,
Maksimasi/Minimasi :
∑=
=n
jjj XCZ
1
dengan memperhatikan:
∑=
=n
jijij BXA
1
0≥jX
Bentuk primal tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk dual berikut:
28
Minimasi/Maksimasi : ∑=
=m
iiiYBV
1
dengan memperhatikan :
( )∑=
≤≥m
ijiij CatauYA
1
,
Yi tidak bertanda (unrestricted in sign)
2.4.2 Beberapa Teorema Dualitas
Ada beberapa teorema dualitas yang perlu diperhatikan karena hubungan yang
sangat penting antara solusi dual dengan solusi primal. Teori-teori itu adalah:
1. Teorema Dualitas Lemah (Weak Duality Theorem)
Harga fungsi tujuan dari masalah maksimasi (primal) untuk setiap solusi fisibel
selalu lebih kecil atau sama dengan harga fungsi tujuan dari masalah minimasi
(dual).
Bukti:
Misalkan οX dan οY adalah vektor solusi fisibel bagi primal dan dual, maka
harus dibuktikan bahwa:
BYCX οο ≤
Karena οX fisibel bagi primal maka:
BAX ≤ο
0≥οX
(II – 34)
Karena οY fisibel bagi dual maka:
CAY ≥ο
0≥οY
(II – 35)
Jika ketidaksamaan (II – 34) dikalikan dengan οY , maka:
BYAXY οοο ≤
(II – 36)
29
Jika ketidaksamaan (II – 35) dikalikan dengan οX , maka:
οοο CXAXY ≥
(II – 37)
Eliminasi ketidaksamaan (II – 36) dan (II – 37) menghasilkan:
BYAXYCX οοοο ≤≤
atau:
BYCX οο ≤
dari Teorema Dualitas lemah ini, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan,
yaitu:
a. Harga fungsi tujuan primal maksimasi untuk setiap solusi fisibel primal
adalah batas bawah bagi harga fungsi tujuan dual minimasi. Sebaliknya,
harga fungsi tujuan dual minimasi untuk setiap solusi fisibel dual adalah
batas atas bagi harga fungsi tujuan primal maksimasi.
b. Jika masalah primal fisibel dan harga fungsi tujuannya tak terbatas maka
masalah dualnya menjadi tidak fisibel. Sebaliknya, jika masalah dual
fisibel dan harga fungsi tujuannya tak terbatas maka masalah primalnya
menjadi tidak fisibel.
c. Bila masalah primal fisibel dan dualnya tidak fisibel maka solusi primal
tidak terbatas. Sebaliknya, bila masalah dual fisibel dan primalnya tidak
fisibel maka solusi dual tidak terbatas.
2. Teori Kriteria Optimalitas (Optimality Criterion Theorem)
Jika solusi fisibel primal οX dan dual οY memberikan harga fungsi tujuan primal
dan dual yang sama, maka solusi fisibel tadi pada kenyataannya adalah solusi
optimal bagi primal dan dual itu.
Bukti:
Misalnya X adalah solusi fisibel yang lain bagi primal, maka menurut Teori
Dualitas Lemah berlaku demikian:
BYCX ο≤
Karena οο YCX = B maka juga οCXCX < . Dan menurut definisi οX adalah
solusi optimal primal, demikan pula dengan οY untuk dual.
30
3. Teorema Dualitas Utama (Main Duality Theorem)
Bila masalah primal dan dual semuanya fisibel, maka keduanya mempunyai
solusi optimal sedemikian hingga nilai optimal dari fungsi tujuan itu keduanya
sama.
Bukti:
Untuk masalah primal dan dual yang fisibel, berdasarkan kesimpulan dari
Theorema Dualitas lahan maka ada solusi optimal (maksimum) primal yang
menjadi batas bawah bagi dual, dan solusi optimal (minimum) dual yang menjadi
batas atas bagi primal. Ini berarti bahwa solusi maksimum primal juga menjadi
solusi minimum dual, atau dengan kata lain solusi optimal bagi primal dan dual
itu sama.
4. Teori Kelonggaran Komplimenter (Complementary Slackness Theorem)
Jika οX dan οY adalah solusi bagi primal dan dual, maka οX dan οY optimal bagi
primal dan dual jika dan hanya jika:
( ) ( )0
0=−+−
=−+−
οοοοοο
οοοο
AXYBYCXAXYAXBYXCAY
0=− οο CXBY
Bukti:
Misalkan U adalah vektor kolom yang terdiri dari variabel slack bagi persoalan
primal, dan V adalah vektor baris yang merupakan vektor slack bagi dual.
Karena οX dan οY adalah solusi fisibel, maka:
BUAX =+ οο ; 0, ≥οο UX
(II – 38)
CVAY =− οο ; 0, ≥οο VY
(II – 39)
dengan οU dan οV adalah harga vektor U dan V pada saat οX dan οY fisibel.
Jika ( II – 38) dikalikan dengan οY , maka:
BYUYAXY οοοοο =+
(II – 40)
31
Jika ( II – 39) dikalikan dengan οX , maka:
οοοοο CXXVAXY =−
(II – 41)
Setelah ( II – 41) dikurangkan pada ( II – 40), maka diperoleh:
οοοοοο CXBYXVUY −=+
(II – 42)
Untuk membuktikan Teorema Kelonggaran Komplimenter diatas maka harus:
0=+ οοοο XVUY
(II – 43)
Bagian I:
Diasumsikan οX dan οY adalah solusi optimal bagi primal dan dual, maka kita
harus membuktikan bahwa persamaan (II -43) adalah benar. Buktinya
demikian, karena οX dan οY optimal maka menurut Teorema Dualitas Utama,
BYCX οο = dan karenanya 0=− οο CXBY atau 0=+ οοοο XVUY .
Bagian II:
Diasumsikan persamaan (II – 43) benar dan kita harus membuktikan bahwa
οX dan οY adalah solusi optimal bagi primal dan dual. Buktinya demikian,
jika persamaan (II – 43) benar maka οο CXBY = , dan karenanya menurut
Teorema Kriteria Optimalitas οX dan οY adalah solusi Optimal bagi primal
dan dual.
2.4.3 Kondisi Kelonggaran Komplimenter (Complimentary Slackness Condition)
Persamaan ( II – 43) dapat disederhanakan menjadi:
0=jj XV οο , dengan j = 1,2,3, ...,n
( II – 44)
0=jjUY οο , dengan i = 1,2,3, ...,m
( II – 45)
Hal diatas dapat dilakukan karena:
32
1. 0,,, ≥οοοο YVUX sehingga 0≥οο XV dan 0≥οοUY
2. Bila jumlah semua variabel non-negatif diatas adalah nol maka tiap variabel juga
akan nol.
Persamaan (II – 44) dan (II – 45) disebut kondisi atau syarat kelonggaran
komplimenter. Dengan lebih jelas, syarat kelonggaran komplimenter dinyatakan sebagai
berikut:
1. Bila variabel primal jX ο positif, maka kendala dual yang berhubungan dengan
variabel primal tersebut akan dipenuhi sebagai suatu persamaan pada saat
optimum dicapai yaitu 0=jVο .
2. Bila kendala primal berbentuk ketidaksamaan pada saat optimum dicapai yaitu
0>iUο , maka variabel dual iYο yang berhubungan dengan kendala primal
tersebut harus nol pada saat optimum dicapai.
3. Bila variabel dual iYο positif, maka kendala primal yang berhubungan dengan
variabel dual tersebuat akan dipenuhi sebagai suatu persamaan pada saat
optimum dicapai yaitu 0=iUο .
4. Bila kendala dual berbentuk ketidaksamaan pada saat optimum dicapai yaitu
0>jVο , maka variabel primal jX ο yang berhubungan dengan kendala dual
tersebut harus sama dengan nol pada saat optimum dicapai.
Pemakaian dari kondisi kelonggaran komplimenter secara umum adalah:
1. Menentukan solusi optimal primal dari solusi optimal dual tertentu, dan
sebaliknya.
2. Memeriksa apakah solusi fisibel, optimal bagi persoalan primal. Misalnya, untuk
memeriksa apakah kendala primal merupakan ketidaksamaan pada titik
optimamnya, atau dengan kata lain, apakah semua sumberdaya yang tersedia
digunakan seluruhnya atau tidak.
3. Memeriksa sifat solusi optimal bagi primal dan dual.
2.5 Persoalan Transportasi
Model persoalan transportasi merupakan salah satu bentuk model program linear
yang khusus dikembangan untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan
33
pengangkutan atau distribusi sejumlah komoditi dari berbagai titik sumber ke beberapa
titik tujuan. Yang dimaksud titik sumber adalah lokasi yang mensuplai komoditi itu
misalnya pabrik, kilang minyak, gudang, atau depot. Kriteria yang biasa digunakan
sebagai ukuran untuk memecahkan persoalannya adalah ongkos angkut, jarak angkut,
atau waktu angkut.
Beberapa asumsi dasar yang melandasi model persoalan transportasi adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah komoditi yang tersedia dan lokasinya diketahui.
2. Jumlah komoditi yang diminta dan lokasi permintaannya diketahu.
3. Terdapat beberapa sumber dan tujuan. Komoditi akan dikirimkan melalui
jaringan transportasi yang ada dan memakai moda angkutan yang tersedia
dari titik-titik sumber ke titik-titik tujuan.
4. Besarnya ongkos pengangkutan per unit komoditi yang diangkut dari titik
sumber ke titik tujuan diketahui sehingga tujuan akhir untuk meminimumkan
total ongkos transportasi dapat dilakukan.
2.5.1 Formulasi Model
Jika dimisalkan terdapat m buah sumber dan n buah tujuan. Dan dalam hubungan
antara sumber dengan tujuan itu terdapat perumusan-perumusan sebagai berikut:
ijC : ongkos angkutan tiap unit komoditi dari sumber ke-i menuju tujuan ke-j.
ijX : jumlah komoditi yang dialokasikan/dipindahkan dari sumber ke-i menuju
tujuan ke-j.
Ai : jumlah komoditi yang dapat dialokasikan dari sumber ke-i (i = 1,2,3, ...,m)
Bj : jumlah komoditi yang diperlukan oleh tujuan ke-j (j = 1,2,3, ...,n)
Maka persoalan diatas dapat digambarkan sebagai berikut (lihat gambar 2.5):
34
Gambar 2.5: Modal Jaringan Transportasi dengan m Sumber dan n Tujuan
Secara sistematis model bagi persoalan transportasi dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Minimasi : ∑∑==
=n
jijij
m
i
XCZ11
dengan memperhatikan:
∑=
=n
jiij AX
1
∑=
=m
ijij BX
1
0≥ijX , bagi semua i dan j
untuk, i = 1,2,3, ..., m
j = 1,2,3, ...,n
Keadaan diatas adalah model persoalan transportasi dengan jumlah suplai sama dengan
jumlah permintaan (balanced transportation model), dinyatakan:
∑ ∑= =
=m
i
n
iji BA
1 1
Dalam keadaan jumlah suplai tidak sama dengan jumlah permintaan maka model
transportasi menjadi:
.
.
.
1
2
m n
1 A1
A2
Am
B1
B2
Bn
Sumber Tujuan
.
.
.
C1 1 ; X1 1
Cm n ; Xm n
2
35
Minimasi : ∑∑==
=n
jijij
m
i
XCZ11
dengan memperhatikan :
∑=
≤n
jiij AX
1
∑=
≥m
ijij BX
1
0≥ijX
yang berarti bahwa jumlah komoditi yang dialokasikan ke pusat permintaan tidak
melampaui kemampuan sumbernya, dan jumlah komoditi yang diminta oleh pusat
permintaan tidak melebihi jumlah komoditi yang dialokasikan dari sumbernya.
Persoalan transportasi juga dapat disajikan dalam bentuk tabel seperti
diperlihatkan pada tabel 2.1.
Tujuan ke-j
1 2 ... n
Jumlah
Persediaan
1 11C
11X
12C
12X ...
inC
inX A1
2 21C
21X
22C
22X ...
nC2
nX 2 A2
... ... ... ... ...
...
S
u
m
b
e
r
ke-i M
miC
miX
2mC
2mX ...
mnC
mnX Am
Jumlah Permintaan B1 B2
... Bn ∑ ∑
= =
=m
i
n
jji BA
1 1
Tabel 2.1: Tabel Persoalan Transportasi
36
Dalam persoalan transportasi yang disajikan di atas, jumlah permintaan harus
sama dengan jumlah suplai, bila tidak sama maka harus ditambahkan sumber/tujuan
semu.
2.5.2 Pemecahan Persoalan Transportasi
Perhitungan untuk menyelesaikan persoalan transportasi dapat dilakukan dengan
bantuan beberapa metode, antara lain adalah:
1. Metode Simpleks
Metode Simpleks dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan transportasi
karena dapat disajikan dalam bentuk persoalan program linear. Dalam menyelesaikan
persoalan program linear dengan metode simpleks, pemecahan dimulai dengan suatu
solusi fisibel basis ke solusi fisibel basis lainnya. Proses pengulangan (interatif) ini
diteruskan dilakukan sampai suatu jumlah terbatas, yang disetiap langkahnya sampai
suatu jumlah terbatas, yang disetiap langkahnya nilai fungsi tujuan makin mendekati
nilai optimalitasnya dipenuhi.
Langkah-langkah yangdiperlukan dalam penggunaan metode Simpleks adalah
sebagai berikut (metode Simpleks dalam bentuk tabel):
Langkah 1: Memformulasikan Masalah
a. Membuat fungsi tujuan dan kendala bagi persoalan yang bersangkutan.
b. Semua kendala diubah ke dalam bentuk persamaan, dengan
menambahkan/mengurangkan variabel slack.
c. Memodifikasi fungsi tujuan dengan mengikutsertakan variabel slack
sesuai koefisieannya.
Langkah 2: Menemukan Solusi Fisibel Awal
Membuat solusi fisibel awal, hanya variabel slack yang termasuk dalam
variabel basis.
Langkah 3: Uji Optimalitas
Hitung harga jj ZC − (koefisisen ongkos relatif) untuk tiap kolom.
Untuk persoalan maksimasi, kondisi optimal dicapai jika semua koefisien
ongkos relatifnya bernilai nol atau negatif. Sedangkan untuk persoalan
37
minimasi, semua koefisien ongkos relatif harus bernilai nol atau positif untuk
mencapai solusi optimal.
Memperbaiki solusi fisibel (bila solusi belum optimal). Langkah-langkah
yang diperlukan untuk membuat solusi fisibel baru adalah:
1. Menentukan Kolom Kunci
Kolom kunci bagi persoalan maksimasi adalah kolom yang
memiliki koefisien ongkos relatif terbesar.Bagi persoalan
minimasi, kolom kuncinya adalah kolom yang memiliki
koefisien ongkos relatif negatif terbesar. Variabel yang ada di
kolom kunci ini kemudian menjadi variabel basis baru
menggantikan variabel basis lama yang keluar.
2. Bilangan-bilangan yang ada pada kolom ruas kanan dibagi
dengan bilangan-bilangan yang ada pada kolom kunci, hasil
bagi ini disebut rasio. Baris dengan nilai rasio terkecil disebut
baris kunci. Variabel yang ada pada baris kunci keluar dari
keanggotaan sebagai variabel basisi yang selanjutnya menjadi
variabel non-basis. Bilangan yang terletak pada perpotongan
antara baris kunci dan kolom kunci disebut bilangan kunci.
Kemudian semua bilangan yang ada di baris kunci dibagi
dengan bilangan kunci ini.
3. Merubah Baris non-kunci (Operasi pivat)
Untuk setiap baris non-kunci dapat diganti dengan cara
mengurangi bilangan pada baris yang lama dengan hasil kali
bilangan-bilangan pada baris kunci yang lama dengan rasio
kunci. Rasio kunci adalah hasil bagi bilangan pada baris yang
lama di dalam kolom kunci dengan bilangan kunci.
4. Isikan hasil-hasil di atas ke dalam tabel baru sebagai perbaikan
solusi fisibel.
Langkah 4: Mencari Solusi Optimal
Lakukan pengulangan langkah 3 di atas sampai solusi optimal tercapai
(kondisi optimalitas dipenuhi)
38
2. Metode Pendekatan Vogel
Metode pendekatan Vogel umumnya hanya memberikan solusi fisibel bagi
persoalan yang dihadapinya. Pencarian solusi optimal lebih lanjut dilakukan dengan
menggunakan metode lain, misalnya metode Stepping-stone.
Langkah-langkah dalam menggunakan metode pendekatan Vogel adalah sebagai
berikut:
Langkah 1: Mencari harga penalty dari setiap baris/kolom dengan cara mengurangkan
elemen ongkos terkecil kedua dari baris/kolom yang sama.
Langkah 2: Pilih baris/kolom yang memiliki harga penalty terbesar. Bila ada lebih dari
satu baris/kolom yang sama-sama memiliki harga penalty terbesar, maka
pilih salah satu.
Langkah 3 : Alokasi komoditi sebanyak-banyaknya pada alternatif yang memiliki
ongkos terkecil dalam baris/kolom terpilih sampai syarat-syarat kapasitas
yang ditetapkan dapat terpenuhi.
Langkah 4 : Hapus baris/kolom yang persediaan atau permintaannya sudah terpenuhi
secara bersamaan, maka hanya salah satu saja yang dihapus, sedangkan
baris/kolom yang lainnya itu ditetapkan sebagai sumber/tujuan kosong.
Sumber/tujuan ini selanjutnya tidak diikut sertakan lagi dalam perhitungan
harga penalty.
Langkah 5 : Ulangi langkah 1 sampai 4 hingga seluruh baris dan kolom terhapus. Jika
seluruhnya telah selesai maka semua komoditi juga telah dialokasikan dari
sumber ke tujuan yang ada. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sejumlah
suplai sama dengan jumlah permintaan, atau bila tidak harus dibuat
sumber/tujuan semua.
Langkah 6 : Hitung total ongkos angkut dengan menggunakan hasil perhitungan alokasi
di atas.
3. Algoritma Out of Kilter
Algoritma Out of Kilter merupakan metode yang digunakan untuk
menyelesaikan persoalan jaringan yang memiliki kapasitas terbatas pada setiap busurnya
(capacitated network). Persoalan transportasi dapat disajikan dalam bentuk jaringan
sehingga persoalan transportasi juga dapat diselesaikan dengan Algoritma Out of Kilter.
39
Pembahasan lebih lanjut dari Algoritma Out of Kilter ini akan dilakukan sendiri dalam
sub bab 2.7
2.6 Analisis Jaringan (Network Analysis)
Dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ekonomi transportasi, model analisis
jaringan (network analisis) sering digunakan. Model-model analisis jaringan digunakan
untuk memecahkan kasus-kasus nyata itu. Kesederhanaan konsep yang dimiliki oleh
model analisis jaringan menjadikannya mudah untuk dipahami dan diterapkan. Analisis
jaringan bukanlah suatu teori terintegrasi yang rumit. Analisis jaringan bukanlah suatu
teori terintegrasi yang rumit. Analisis jaringan hanya merupakan pengembangan ide-ide
yang bervariasi, yang bertujuan memecahkan masalah nyata itu. Dalam memecahkan
kasus nyata tadi, analisis jaringan mampu memberikan solusi dari berbagai pendekatan.
Sebagai contoh adalah kasus pengiriman produk, cara pemecahan bagi masalah ini dapat
didekati dari berbagai tujuan, misalnya dari tujuan ingin memaksimumkan jumlah
produk yang diangkut, meminimumkan waktu angkut yang diperlukan, meminimumkan
ongkos angkutnya, atau yang lainnya. Analisis jaringan dapat memberikan solusi-solusi
itu sesuai yang diharapkan dari pembuatan penyelesaian masalah.
2.6.1 Gambaran Umum dan Notasi Jaringan
Sebuah jaringan biasanya dimodelkan dalam batasan grafis. Dalam grafik itu
jaringan merupakan kumpulan dari simpul (node) dan busur (arc). Simpul merupakan
pertemuan busur-busur. Contoh nyata yang dapat merepresentasikan simpul adalah
terminal, pusat pembagian aliran listrik, atau kantor pos pengolah surat. Busur
menggambarkan aliran yang terjadi antar simpul, ada hubungan ketergantungan yang
spesifik antara simpul-simpul itu. Contoh bagi busur ini adalah rute pesawat, jalan raya,
pipa air minum, dll. Jaringan digunakan untuk menggambarkan proses fisik (aliran)
berupa pemindahan komoditi dari satu simpul ke simpul lainnya. Simpul yang
menyediakan komoditi disebut simpul sumber, sedangkan simpul yang memerlukan
komoditi itu disebut simpul tujuan.
Dalam batasan garfis, sebuah jaringan dapat dinyatakan dalam notasi G = (N,A).
N merupakan kumpulan simpul N1, N2, N3, ..., Nn. A menyatakan kumpulan busur yang
40
menghubungkan simpul i dengan simpul j. Suatu busur dinyatakan dengan (i, j) untuk i
tidak sama j. Busur (i, j) adalah busur yang menghubungkan simpul ke-i dengan simpul
ke-j. Jumlah aliran yang melewati suatu busur seringkali dibatasi, dalam keadaan
demikian busur tadi dinyatakan berkapasitas. Ongkos pengiriman pada suatu busur
biasanya diberi simbol ijC . Ongkos di sini dapat mewakili ongkos pengiriman yang
sebenarnya, waktu kirim, jarak tempuh, atau yang lainnya.
Bagi suatu busur yang menghubungkan dua buah simpul, biasanya busur itu
digambarkan dengan arah tertentu. Busur dengan arah tertentu demikian disebut busur
berarah. Sebaliknya, busur yang tidak memiliki arah tertentu dinamakan busur tidak
berarah. Busur tidak berarah dapat dianggap sebagai dua buah busur berarah.
Dalam menentukan status suatu simpul, apakah simpul itu merupakan simpul
sumber atau simpul tujuan atau yang lainnya maka perlu dilakukan perhitungan terhadap
jumlah komoditi yang keluar masuk simpul itu. Bila iB menyatakan selisis antara
jumlah komoditi yang meninggalkan simpul dengan jumlah komoditi yang memasuki
simpul sama, maka suatu simpul dengan 0>iB adalah suatu simpul sumber. Simpul
dengan harga 0>iB merupakan simpul tujuan, dan simpul dengan 0=iB disebut
sebagai simpul peralihan <transshipment>.
Dalam penerapannya untuk suatu algoritma diasumsikan bahwa jaringan
mengandung satu simpul sumber dan satu simpul tujuan. Dengan demikian, jaringan
dapat dibentuk dengan membuat simpul super sumber (super source node) dan simpul
super tujuan (super sink node), dan kemudian menghubungkan simpul-simpul sumber
itu ke super sumber serta menghubungkan simpul-simpul tujuan ke simpul super tujuan
dengan busur-busur semu (lihat gambar 2.6)
Dalam analisis jaringan ada beberapa istilah yang biasa digunakan, yaitu (lihat
gambar 2.6):
41
Gambar 2.6: Simpul Super Sumber dan Simpul Super Tujuan
Gambar 2.7: Ilustrasi Jaringan
1. Lintasan (path), dari simpul i ke simpul j adalah urutan-urutan busur dengan
simpul awal suatu busur merupakan simpul akhir dari busur sebelumnya. Dalam
lintasan ini semua busur mengarah ke simpul j. Contoh dalam gambar 2.7 bagi
lintasan adalah busur (1, 2).
2. Rantai (chain), adalah lintasan yang sebagian busurnya tidak mengarah ke
simpul j. Contoh dalam gambar 2.7 bagi rantai adalah urutan busur (1, 2), (3, 2),
(3, 4), (4, 5).
3. Sirkuit (circuit),adalah suatu lintasan dalam simpul i sama dengan simpul j atau
merupakan lintasan tertutup. Contoh sirkuit dalam gambar 2.7 adalah urutan
busur (1, 2), (2, 3), (3, 1).
4. Lingkaran (cycle), adalah rantai tertutup, lintasan yang berawal pada simpul yang
sama dan berakhir juga pada simpul yang sama. Contoh lingkaran dalam gambar
2.7 adalah urutan busur (1, 2), (2, 4), (1, 3), (3, 4), (4, 5).
5. Pohon (tree), adalah suatu jaringan yang tidak memiliki siklus. Contoh pohon
dalam gambar 2.7 adalah urutan busur (1, 2), (3, 2), (2, 4), (4, 5).
Bila setiap busur pada jaringan mempunyai arah tertentu maka jaringan tersebut
dinamakan jaringan berarah. Bila sebaliknya, yaitu tidak mempunyai arah sama sekali
2
3
1 4 5
2 5 7
863
1
42
maka disebut jaringan tidak berubah. Busur berarah (i, j) berarti busur tersebut memiliki
arah dari i ke j.
Jaringan berkapasitas (capitated network) memiliki batas bawah (lower bound)
dan batas atas (upper bound) bagi aliran busurnya. Pembatasan kemampuan aliran
busur-busur ini memang diperlukan untuk menggambarkan kapasitas busur yang
sebenarnya.
2.6.2 Variabel dan Parameter Jaringan
Dalam analisis jaringan, karakteristik yang menjadi variabel adalah jumlah aliran
(flow) dari tiap busur. Variabel ini merupakan variabel keputusan yang sangat
mempengaruhi tercapainya hasil akhir (fungsi tujuan) bagi jaringan itu.
Parameter yang digunakan dalam analisis jaringan, untuk setiap busurnya adalah:
1. Ongkos, yang dapat berupa ongkos dalam arti sebenarnya, waktu, jarak atau
yang lainnya. Ongkos ini harus dikeluarkan untuk setiap unit komoditi yang
melewati suatu busur. Bagi tiap busur, besarnya ongkos tiap unit ini dapat
berbeda-beda.
2. Batas atas kapasitas, merupakan jumlah maksimum yang dapat dialirkan oleh
suatu busur.
3. Batas bawah kapasitas, merupakan jumlah minimum yang harus dialirkan oleh
suatu busur.
2.6.3 Aliran Fisibel Jaringan
Aliran ijX menggambarkan jumlah aliran pada busur yang menghubungkan
simpul ke-i dan simpul ke-j. Jika busur-busur dalam jaringan tersebut adalah busur-
busur yang berkapasitas maka aliran pada busur itu akan memiliki batas bawah ( ijL ) dan
batas atas ( )ijU . Aliran fisibel bagi busur itu harus memenuhi:
ijijij UXL ≤≤ , dan
∑ ∑ =−j k
ikiij BXX
(II – 46)
43
0>iB Jika simpul ke-i itu adalah simpul sumber
0<iB jika simpul ke-i itu adalah simpul tujuan
0=iB jika simpul ke-i itu adalah simpul perantara
iB adalah jumlah aliran yang keluar-masuk jaringan.
Persamaan (II – 46) di atas dinamakan konservasi aliran atau Hukum Kirchoff.
Dalam menyelesaikan persoalan jaringan dengan ongkos minimum digunakan
asumsi bahwa pada seluruh jaringan ∑ =i
iB 0 . Jika tak sama dengan nolmaka harus
ditambahkan simpul-simpul semu dengan ongkos busurnya nol.
2.7 Algoritma Out of Kilter
Algoritma Out of Kilter merupakan algoritma yang dikembangkan untuk dapat
menyelesaikan persoalan jaringan berkapasitas capacitated network. Jaringan
berkapasitas adalah suatu jaringan yang busur-busurnya memiliki keterbatasan
kemampuan, yaitu dibatasi oleh batas atas (maksimum) dan batas bawah (minimum).
Dengan keterbatasan kemampuan pada busur-busurnya itu, Algoritma Out of Kilter
mencari alternatif aliran jaringan pada busur-busur tadi yang menghasilkan total ongkos
pemindahan minimum.
Algoritma Out of Kilter menggunakan teori Dualitas dan kondisi
Complementary Slackness sebagai pendekatan. Algoritma Out of Kilter serupa dengan
algoritma primal-dual yang dimulai dengan solusi dual fisibel tetapi tidak memrlukan
primal fisibel. Dilakukan pengulangan antara persoalan primal dan dual hingga kondisi
optimalitas tercapai.
Jaringan kerja adalah kumpulan simpul dan busur yang menggambarkan proses
fisik berupa pemindahan atau distribusi. Sejumlah komoditi dari simpul satu ke simpul
yang lain. Jaringan kerja terbatas selalu dibatasi oleh batas atas dan batas bawah untuk
aliran busur-busurnya. Untuk selanjutnya dipergunakan beberapa notasi berikut:
:ijX jumlah aliran dari simpul ke-i menuju simpul ke-j.
:ijL batas bawah (minimum) aliran pada busur (i, j).
:ijU batas atas (maksimum) aliran pada busur (i, j).
44
:ijC ongkos pemindahan per unit aliran dari simpul ke-i menuju simpul ke-j.
Bila suatu jaringan G = (N, A) dengan N merupakan kumpulan simpul (m buah
simpul), A adalah kumpulan busur yang menghubungkan simpul-simpul itu. Busur-
busur itu memiliki batas atas ( )ijU dan batas bawah ( )ijL serta koefisien ongkos linear
.ijC Maka persoalan minimasi ongkos pemindahan pada jaringan kerja itu secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
Minimasi: ∑∑==
=m
jijij
m
i
XCZ11
dengan memperhatikan:
∑ ∑= =
=−m
j
m
kkiij XX
1 10 , untuk i = 1,2,3, ..., m
( II – 47)
ijij LX ≥ dan ijij UX ≤
( II – 48)
ijij UL ≤≤0 , untuk i,j = 1,2,3,..., m
Kendala (II – 47) merupakan pembatas konservasi aliran (concervation of flow
constraints). Kendala ini digunakan untuk menjamin bahwa jumlah aliran yang masuk
ke suatu simpul sama dengan jumlah aliran yang meninggalkan simpul yang
bersangkutan. Sedangkan kendala ( II – 48) disebut pembatas kapasitas busur (i, j).
Aliran yang memenuhi kendala ( II – 48) disebut aliran fisibel (solusi fisibel).
Diasumsikan juga bahwa ijU dan ijL adalah integer.
Bentuk persoalan primal minimasi di atas dapat diganti dengan bentuk
maksimasi berikut:
Maksimasi: ∑∑==
−=m
jijij
m
i
XCZ11
dengan memperhatikan:
∑ ∑= =
=−m
j
m
kkiij XX
1 10 , untuk semua Ni∈
ijij UX ≤ (kendala batas atas)
45
ijij LX −≤− (kendala batas bawah)
0≥ijX (kondala non-negatif)
Bila π adalah variabel dual yang berkaitan dengan pembatas konsevasi aliran
pada primal, ijα adalah variabel dual yang berhubungan dengan pematas atas primal
ijij UX ≤ dan ijβ menyatakan variabel dual yang berhubungan dengan pemtas bawah
primal ijij LX ≥ , maka formulasi matematis dual (perubahan dari primal) dari persoalan
aliran dengan ongkos minimum adalah:
Minimasi: ∑ ∑∑∑= ===
−=m
j
m
jijij
m
iijij
m
i
LUV1 111
βα
dengan memperhatikan:
ijijijji C−≥−+− βαππ
0, ≥ijij βα
π unrestricted in sign
untuk i, j = 1,2,3,..., m
2.7.1 Kondisi Optimalitas
Penyelesaian persoalan primal dan dual masing-masing optimal jika dan hanya
jika kedua penyelesaian primal dan dual itu fisibel.
Fisibelitas Primal:
∑ ∑= =
∈=−m
j
m
kkiij NiXXP
1 11 ,0: (konservasi aliran)
( ) AjiUXLP ijijijZ ∈≤≤ ,,: (pembatas kapasitas)
Fisibelitas Dual:
( ) AjiCD ijijijji ∈−≥−+− ,,:1 βαππ
0:2 ≥ijD α , ( ) Aji ∈,
0:3 ≥ijD β , ( ) Aji ∈,
Complementary Slackness:
jikaC :1 ijijijji C−>−+− βαππ maka 0=ijX
46
0:2 >ijjikaC α maka ijij UX =
0:3 >ijjikaC β maka ijij LX =
Formulasi Kondisi Optimalitas dapat dinyatakan dengan hubungan sebagai berikut
(untuk semua Ni∈ ):
I. Jika ijij C>−ππ maka 0>ijα dan ijij UX =
II. Jika ijij C<−ππ maka 0>ijβ dan ijij UX =
III. Jika ijij C=−ππ maka ijijij LXU ≥≥
dengan menetapkan:
IV. ( ){ }ijijij C−−= ππα ;0max
V. ( ){ }ijijij C++−= ππβ ;0max dan
VI. ∑ ∑= =
=−m
j
m
kkiij XX
1 10
Jika diasumsikan bahwa kondisi IV dan V terpenuhi dan dengan mendefinisikan
jiijij CCP ππ −+= , maka kondisi I, II, III dan VI dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut:
Jikak :1 0<ijCP , maka ijij UX =
Jikak :2 0>ijCP , maka ijij LX =
Jikak :3 0=ijCP , maka ijijij UXL ≤≤
:4k konservasi aliran telah terpenuhi
Bila dua simpul i dan j dihubungkan oleh busur (i, j) dan busur itu memenuhi
kondisi optimalitas k1, k2 atau k3 maka busur (i, j) tadi ada dalam kondisi in kilter, jika
sebaliknya maka busur (i, j) dikatakan Out of Kilter. Solusi optimal dicapai jika semua
busur ada dalam kondisi in kilter dan kondisi k4 (pembatas konservasi aliran) terpenuhi.
Algoritma Out of Kilter pada dasarnya digunakan untuk menemukan varibel dual
iπ dan jumlah aliran ijX yang memenuhi kondisi optimalitas diatas. Algoritma ini
dimulai dengan inisialisasi terhadap nilai variabel dual iπ dan jumlah aliran ijX itu.
Dengan nilai iπ dan Xij tertentu, maka busur (i, j) akan berada pada salah satu status
seperti yang ditunjukkan oleh tabel 2.2.
47
Solusi optimal diperoleh jika semua busur ada dalam kondisi in kilter. Oleh
karena itu, pada busur yang masih Out of Kilter harus dilakukan perubahan nilai aliran
Xij dan atau variabel dual iπ -nya agar menjadi in kilter.
Kondisi No Status
Busur CPij Xij
Kilter Number
(Kij)
Keterangan
1 A CPij > 0 Xij = Lij 0 In Kilter
2 A1 CPij > 0 Xij < Lij |Xij - Lij| Out Kilter
3 A2 CPij > 0 Xij > Lij |Xij - Lij| Out Kilter
4 B CPij = 0 Lij ≤ Xij ≤ Uij 0 In Kilter
5 B1 CPij = 0 Xij < Lij |Xij - Lij| Out Kilter
6 B2 CPij = 0 Xij > Uij |Xij - Uij| Out Kilter
7 C CPij < 0 Xij = Uij 0 In Kilter
8 C1 CPij < 0 Xij < Uij |Xij - Uij| Out Kilter
9 C2 CPij < 0 Xij > Uij |Xij - Uij| Out Kilter
Tabel 2.2: Kemungkinan Status Suatu Busur (i, j)
Secara grafik, status suatu busur (i, j) dapat ditunjukkan pada gambar 2.8:
Gambar 2.8 : Grafik kemungkinan Status Busur (i,j)
Berdasarkan kemungkinan status busur (i,j) di atas maka kondisi optimal (in
kilter) dapat dicapai dengan menambah atau mengurangi aliran busur. Dalam mengubah
jumlah aliran busur tersebut harus dijaga agar syarat konservasi aliran tetap terpenuhi.
0
Lij
Xij
Uij
CPij
In Kilter
In KilterIn Kilter
Out of Kilter
Out of Kilter
48
Ada suatu ukuran jarak yang diperlukan untuk mencapai kondisi optimalitas. Ukuran
jarak ini disebut kilter number. Jelasnya, kilter number busur (i,j) yang dinyatakan
dengan ijK adalah perubahan aliran minimal yang diperlukan busur (i,j) untuk berubah
dari Out of Kilter menjadi in kilter. Harga kilter number selalu non-negatif ( 0≥ijK ).
Kilter number dari busur yang in kilter adalah nol, sedangkan yang Out of Kilter adalah
positif. Kilter number yang diperlukan oleh berbagai status busur untuk menjadi in kilter
dapat dilihat pada gambar 2.9:
Gambar 2.9 : Kilter Number yang diperlukan oleh berbagai Status Busur (i, j)
2.7.2 Langkah-langkah Pelabelan
Dalam mengubah aliran busur yang Out of Kilter ke aliran yang in kilter terdapat
suatu cara yang disebut dengan prosedur pelabelan (labeling procedure). Langkah-
langkah pelabelan itu adalah:
1. Bila busur (i, j) berada pada salah satu status berikut:
Status 1a , dengan 0>ijCP dan ijij LX < ;atau
Status 2b , dengan 0=ijCP dan ijij LX < ;atau
Status 3c , dengan 0<ijCP dan ijij UX < , maka busur (i, j) itu harus
dinaikkan alirannya agar menjadi in kilter. Berikan label ( )+iq j , pada simpul j,
yang berarti bahwa simpul j menerima tambahan aliran sebesar jq unit dari
simpul i. Jika busur (i, j) ada pada status 1a maka besarnya jq adalah ( )ijij XL − ,
*
*
*ijij UX −
ijij UX −
ijij UX −
ijij LX −
ijij LX − ijij LX −
*
0
Lij
Xij
Uij
*
*
CPij
49
dan jika busur (i, j) ada pada status 1b dan 1c maka besarnya jq adalah
( )ijij XU − .
2. Bila busur (i, j) berada pada salah satu status berikut:
Status 2a , dengan 0>ijCP dan ijij LX > ;atau
Status 2b , dengan 0=ijCP dan ijij UX > ;atau
Status 2c , dengan 0<ijCP dan ijij UX > , maka busur (i, j) itu harus
diturunkan alirannya agar menjadi in kilter. Berikan label ( )−jqi , pada simpul i,
yang berarti bahwa aliran yang berasal dari simpul i ke simpul j harus dikurangi
sebesar iq . Jika busur (i, j) ada pada status 2a dan 2b maka besarnya iq adalah
( )ijij LX − , dan jika busur (i, j) ada pada status 2c maka besarnya qi adalah
( )ijij UX − .
3. Bila busur berada pada salah satu status a, b atau c maka busur (i, j) itu ada
dalam kondisi in kilter, dan aliran busurnya tidak perlu di ubah lagi, kecuali pada
status b yang alirannya memungkinkan untuk dinaikkan atau diturunkan
sepanjang batas atas dan batas bawah yang ada tanpa mengubah busur itu ke
kondisi Out of Kilter.
Sebelum melakukan perubahan aliran pada busur (i, j) maka harus didapatkan
sebuah lintasan (path) dari simpul j ke simpul i yang berupa loop dengan busur (i, j) ada
di dalamnya. Hal ini perlu dilakukan agar konservasi aliran pada setiap simpulnya tidak
terganggu oleh perubahan aliran yang dilakukan itu.
Pada busur (i, j) yang masih Out of Kilter, simpul i dan simpul j diberi label
sesuai dengan prosedur perlabelan di atas. Setelah simpul i dan simpul j selesai diberi
label maka akan diperoleh suatu lintasan yang disebut dengan FAP (flow augmenting
path) dari simpul j ke simpul i sehingga perubahan aliran pada busur (i, j) dapat
dilakukan. Apabila prosedur labelisasinya gagal maka dilakukan perubahan harga
variabel dual π .
Ketika proses labelisasinya gagal, maka terdapat sejumlah simpul yang belum
diberi label dan sejumlah simpul pul yang telah diberi label. Non-breakthrough adalah
kejadian pada saat diperoleh kumpulan simpul yang sudah diberi label dan yang belum
50
diberi label. Sedangkan breakthrough adalah keadaan dengan semua simpul sudah diberi
label.
Misalnya dinyatakan bahwa A adalah kumpulan simpul yang telah diberi label.,
dan A menyatakan kumpulan simpul yang belum diberi label, amka ada dua kasus yang
berkaitan dengan hal di atas, yaitu:
Kasus I: B adalah kumpulan semua busur yang berasal dari simpul anggota A menuju
simpul anggota A dengan nilai 0>ijCP dan ijij LX ≥ .
Kasus II: B adalah kumpulan semua busur yang berasal dari simpul anggota A menuju
simpul anggota A dengan nilai 0<ijCP dan ijij LX ≥ .
Karena ijCP dapat dihitung setiap busur pada kumpulan B dan B , maka
perubahan variabel dual π dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. kasus I: untuk setiap 0>ijCP
Tetapkan [ ]xyCPB
min1 =δ jika ≠B ø ; lainnya ∞=1δ
2. kasus II: untuk setiap 0<ijCP
Tetapkan [ ]xyCPB
−=min
2δ jika ≠B ø ; lainnya ∞=2δ
3. Hitung [ ]21 ,min δδδ =
4. Ubah harga variabel dual kπ menjadi kπ , dengan menambahkan δ , yaitu:
kπ , jika Ak ∈
'kπ =
( )δπ +k , jika Ak ∈
Setelah didapatkan variabel dual baru. Iterasi dilanjutkan kembali ke prosedur
perlabelan sampai semua brosur (i, j) ada dalam keadaan in kilter (proses optimasi
tercapai).
51
2.7.3 Langkah-langkah Perhitungan Algoritma Out of Kilter
Dalam menyelesaikan persoalan jaringan berkapasitas (capacitated network)
dengan menggunakan algoritma Out of Kilter diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah 1: Inisialisasi
Menetapkan aliran ijX dan variabel dual π yang memenuhi pembatas
konservasi aliran. Pilih yang menghasilkan busur in kilter sebanyak
mungkin.
Langkah 2: Memeriksa Optimalitas
Lakukan perhitungan terhadap harga ijCP dan ijK pada setiap busur (i, j).
Bila semua busur (i, j) memiliki harga 0=ijK (in kilter) maka STOP karena
solusi optimal telah diperoleh. Bila masih ada busur yang Out of Kilter
( )0>ijK maka lanjutkan ke langkah 3.
Langkah 3: Memeriksa Status Busur (i, j)
Lakukan pemeriksaan status terhadap busur (i, j) yang masih Out of Kilter.
Bila status busur (i, j) termasuk 21 ,ba atau 1c maka lanjutkan ke langkah 4.
bila status busur (i, j) termasuk za , zb , atau zc maka lanjutkan ke langkah 5.
Langkah 4: Menambah Aliran pada Busur (i, j)
Dengan menggunakan prosedur pelabelan, temukan lintasan dari simpul j ke
sumpul i sehingga aliran masih dapat dilewatkan dengan tidak menyebebakn
kondisi busur (i, j) tersebut makin Out of Kilter. Jika lintasan ditemukan
maka tambahkan sejumlah aliran pada busur (i, j), dan apabila busur (i, j)
sudah Out of Kilter maka kembali ke langkah 2. jika bususr (i, j) masih tetap
Out of Kilter maka ulangi kembali langkah 4 ini. Atau lanjutkan ke langkah
6 seandainya lintasan tidak ditemukan.
Langkah 5: Mengurangi Aliran pada Busur (i, j)
Dengan menggunakan prosedur pelabelan, temukan lintasan dari simpul i ke
simpul j sehingga aliran masih dapat dilewatkan dengan tidak mengakibatkan
kondisi busur (i, j) tersebut makin Out of Kilter. Jika lintasan ditemukan
maka kurangkan sejumlah aliran pada busur (i, j), dan apabila busur (i, j)
52
sudah in kilter maka kembali ke langkah 2. jika bususr (i, j) masih tetap Out
of Kilter maka ulangi kembali langkah 5 ini. Atau lanjuktkan ke langkah 6
seandainya lintasan tidak ditemukan.
Langkah 6: Mengubah Harga Variabel Dual π
Lakukan perubahan terhadap harga variabel dual π . Hapuskan semua label
dan kembali ke langkah 2. bila nilai simpul ∞=δ , STOP. Tidak ada aliran
yang fisibel.
2.7.4 Penerapan Algoritma Out of Kilter
Dalam menyelesaikan persoalan jaringan dengan algoritma Out of Kilter
digunakan asumsi bahwa setiap busur berarah dalam jaringan mempunyai kapsitas
tertentu, atau mempunyai batas bawah dan batas atas bagi alirannya. Dalam pemakaian
algoritma Out of Kilter, ada dua langkah penting yang diperlukan untuk
memformulasikan masalah, yaitu:
1. Permasalahan diformulasikan dalam bentuk jaringan berkapasitas dengan
loop tertutup.
2. Insisialisasi harga varibel dual iπ dan jumlah aliran ijX sehingga pembatas
konservasi aliran terpenuhi.
Algoritma Out of Kilter dapat dipergunakan untuk menyelesaikan beberapa
persoalan jaringan berkapasitas, yaitu:
1. Persoalan transportasi (transportation problem)
2. Persoalan penugasan (assignment problem)
3. Persoalan ongkos minimum/aliran maksimum (minimum cost/maximum flow
problem)
4. Persoalan lintas terpendek (shortest-path tree problem)
5. Persoalan transshipment (transshipment problem)