Upload
doque
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tentang Rear Axle
Pada mobil dengan mesin di depan dan penggeraknya roda belakang, tenaga
putar dari poros output transmisi dipindahkan ke poros roda belakang dengan bantuan
poros gardan (propeller shaft). Setelah itu, akan diteruskan ke roda melalui rear axle.
Gambar 2.1.1. Sistem Penggerak Mobil
Axle shaft diklasifikasikan menjadi :
1. Axle Shaft Rigid
Tipe ini banyak digunakan pada kendaraan berskala menengah keatas dengan
muatan yang besar, juga pada kendaraan yang dirancang untuk medan – medan berat
karena mampu menahan beban yang berat.
12
Gambar 2.1.2. Rear Axle Tipe Rigid
2. Axle Shaft Independen
Tipe ini sering digunakan pada kendaraan kecil dan umumnya jenis sedan,
karena tipe ini disamping kontruksinya ringan juga mampu membuat sudut belok
lebih besar.
Gambar 2.1.3. Rear Axle Tipe Independen
2.1.1. Fungsi Rear Axle
Rear axle berfungsi untuk menyangga roda-roda bagian belakang kendaraan
terhadap beban dan meneruskan momen gerak yang berasal dari mesin ke roda-roda.
13
2.1.2. Standar Operasi Pemasangan Rear Axle
Pemasangan dan pengencangan baut-baut rear axle mempunyai teknik khusus
sehingga akan menjaga kualita dari sistem penggerak roda belakang. Proses
pengencangan baut rear axle sesuai dengan torsinya ini disebut proses 1G. paga
proses 1G, ketinggian rear axle yang akan dikencangkan bautnya menggunakan
torque wrench harus sama dengan ketinggian rear axle pada waktu roda menapak, dan
kendaraan tersebut tanpa beban (berat kosong). Hal ini sudah tercantum di dalam
standar operasi kerja pemasangan rear axle yang ada di bagian lampiran.
2.2. Peramalan
Salah satu tujuan dari analisa ekonomi dan analisa kegiatan usaha perusahaan
adalah melihat prospek situasi dan kondisi di masa yang akan datang. “Kegiatan
untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang adalah yang
disebut peramalan” (Sofjan Assauri, 1984:1). Dalam bukunya Perencanaan dan
Pengendalian Produksi, Arman Hakim Nasution menyebutkan bahwa “Peramalan
adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang
meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang
dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa” (Arman Hakim
Nasution, 2003:19).
Kegunaan peramalan menurut Sofjan Assauri adalah sebagai berikut:
a. Untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi di masa depan.
14
b. Untuk menentukan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau suatu kebutuhan
akan timbul sehingga dapat dipersiapkan kebijakan atau tindakan yang perlu
dilakukan.
c. Untuk pertimbangan dalam membuat keputusan. (Sofjan Assauri, 1984:2-3)
Perusahaan menggunakan 3 tipe forecast dalam merencanakan operasional di masa
mendatang, yaitu:
a. Forecast Ekonomi
Tentang siklus bisnis dengan meramalkan tingkat inflasi, pasokan uang,
mulainya perumahan, dan indikator perencanaan lainnya.
b. Forecast Teknologi
Tentang tingkat perkembangan teknologi yang dapat menghasilkan kelahiran
produk baru yang menarik, dan kebutuhan pabrik dan peralatan yang baru.
c. Forecast Permintaan
Proyeksi permintaan akan produk dan jasa perusahaan. Forecast ini yang juga
disebut Sales Forecast mendorong produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan dan
bertindak sebagai input bagi perencanaan keuangan, pemasaran, dan personal.
Forecast permintaan dapat mendorong pengambilan keputusan dalam banyak bidang
antara lain:
a. Di bidang Sumber Daya Manusia
Rekrutmen, pelatihan dan pemutusan hubungan kerja semuanya bergantung
pada peramalan permintaan.
b. Di bidang Kapasitas
15
Apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan, maka akan terjadi kekurangan
dalam bentuk tertundanya pengiriman, kehilangan pelanggan, dan kehilangan pangsa
pasar.
c. Di bidang Supply Chain Management (SCM) – Manajemen Rantai Pasok
Peramalan mengikuti tujuh langkah dasar yaitu:
1. Menetapkan kegunaan peramalan.
2. Memilih barang yang akan diramalkan.
3. Menentukan jangka waktu peramalan.
4. Memilih model peramalan.
5. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk membuat peramalan.
6. Membuat peramalan.
7. Validasi dan menerapkan hasilnya.
2.2.1. Peramalan Kuantitatif
Yang disebut peramalan kuantitatif yaitu peramalan didasarkan atas data
kuantitatif pada masa yang lalu. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila
terdapat tiga kondisi sebagai berikut:
- Adanya informasi tentang keadaan yang lain.
- Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data.
- Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang
akan datang. (Sofjan Assauri, 1984:4-5)
16
Pada dasarnya, metode peramalan kuantitatif ini dapat dibedakan atas:
a. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan
antara variable yang akan diperkirakan dengan variable lain yang mempengaruhinya,
yang bukan waktu, yang disebut metode korelasi atau sebab akibat (causal methods).
b. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan
antara variable waktu, yang merupakan deret waktu, atau time series. Sebuah time-
series memiliki 4 komponen yaitu trend, seasonality, cycles, dan random variation.
(Arman Hakim :35)
Trend (kecenderungan) merupakan sifat dari permintaan dimasa lalu terhadap waktu
terjadinya, apakah permintaan tersebut naik, turun atau konstan. Seasonality (pola
musiman) yaitu fluktuasi permintaan suatu produk dapat naik turun di sekitar garis
trend dan biasanya berulang setiap satuan waktunya. Cycles (siklus) yaitu pola data
yang terjadi setiap beberapa tahunan. Random Variation (variasi acak) yaitu titik
sebar pada data yang disebabkan kesempatan dan situasi yang tidak lazim. Variasi
acak ini diperlukan untuk menentukan persediaan pengaman untuk mengantisipasi
kekurangan persediaan bila terjadi lonjakan permintaan.
2.2.1.1. Metode Peramalan Rata-Rata Bergerak Ganda
Metode peramalan rata-rata bergerak ganda digunakan karena dapat mengatasi
trend yang ada. Pada metode ini suatu variasi dari prosedur rata-rata bergerak
diinginkan untuk mengatasi adanya trend secara lebih baik. Dasar metode ini adalah
menghitung rata-rata bergerak yang kedua. Rata-rata bergerak ganda ini merupakan
rata-rata bergerak dari rata-rata bergerak.
17
Prosedur peramalan rata-rata bergerak ganda meliputi tiga aspek:
1. Penggunaan rata-rata bergerak tunggal pada waktu t (ditulis St’).
2. Penyesuaian, yang merupakan perbedaan antara rata-rata bergerak tunggal
dan ganda pada waktu t (ditulis St’-St”).
3. Penyesuaian untuk kecenderungan dari periode t ke periode t+1 (atau ke
periode t+m jika ingin meramalkan m periode ke muka).
Prosedur rata-rata bergerak linier secara umum dapat diterangkan melalui persamaan
berikut:
St’= (Xt + Xt-1 + Xt-2 +… + Xt-N+1) / N
St’’= (S’t + S’t-1 + S’t-2 + … + S’t-N+1) / N
at = S’t+ (S’t-S’’t) = 2S’t - S’’t
bt = 2/(N-1) x (S’t-S’’t)
Ft = at + btm
Keterangan:
St’ = rata-rata bergerak tunggal pada waktu t
St’’ = rata-rata bergerak ganda pada waktu t
N = periode
Ft = peramalan pada waktu t
m = jumlah periode ke muka yang diramalkan
Metode rata-rata bergerak ganda dapat digunakan sebagai alat peramalan bila
data yang diobservasi adalah statis atau tidak banyak perubahannya. Keunggulan dari
metode ini adalah memungkinkan fleksibilitas atas jumlah N observasi yang
18
digunakan dalam metode ini dapat bervariasi antara 1 sampai dengan n. Rata-rata
bergerak ganda secara efektif meratakan dan menghaluskan fluktuasi pola data yang
ada. Semakin panjang periodenya, maka akan semakin rata kurvanya. Keunggulan
lain dari metode ini adalah dapat diterapkan pada data apapun juga, apakah data
sesuai dengan kurva matematik ataupun tidak.
Kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut (Arman Hakim :38) :
- Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan
data-data sebelumnya.
- Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama, padahal data terbaru
memiliki bobot lebih tinggi.
- Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpangan dan pemrosesan datanya.
2.2.1.2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda
Metode pemulusan eksponensial adalah suatu tipe teknik peramalan rata-rata
bergerak yang memberikan penimbangan terhadap data masa lalu secara eksponensial
sehingga data paling akhir mempunyai bobot atau timbangan paling besar dalam rata-
rata bergerak. Pemulusan eksponensial ganda dapat dihitung menggunakan tiga nilai
data dan satu nilai α. Pendekatan ini juga memberikan bobot yang semakin menurun
pada observasi masa lalu. Dengan alas an ini pemulusan eksponensial ganda lebih
disukai sebagai metode peramalan dalam berbagai kasus utama.
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial ganda adalah hamper sama
dengan rata-rata bergerak ganda, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda
ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsure trend. Perbedaan
19
antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan
tunggal dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai dalam implementasi
pemulusan eksponensial ganda adalah sebagai berikut:
St’= αXt + (1-α) S’t-1
St’’= αS’t + (1-α) S’’t-1
at = S’t+ (S’t-S’’t) = 2S’t - S’’t
bt = α/(α-1) x (S’t-S’’ t)
Ft = at + btm
Keterangan:
St’ = pemulusan eksponensial tunggal pada waktu t
St’’ = pemulusan eksponensial ganda pada waktu t
α = konstanta pemulusan (0<= α <= 1)
Ft = peramalan pada waktu t
m = jumlah periode ke muka yang diramalkan
Nilai-nilai α yang rendah akan menyebabkan jarak yang lebih lebar dengan
trend karena hal itu akan memberikan bobot yang lebih kecil pada permintaan yang
sekarang. Apabila nilai α rendah maka digunakan untuk permintaan suatu produk
yang relatif stabil tetapi variasi acaknya besar. Nilai-nilai α lebih tinggi akan lebih
berguna dmana perubaha-perubahan yang sesungguhnya cenderung terjadi karena
lebih responsif fluktuasi permintaan. Sebagai contoh nilai α tidak mungkin cocok
bagi industri barang-barang mode yang cepat. Pengenalan-pengenalan produk baru,
20
promosi, dan bahkan antisipasi terhadap resesi juga memerlukan penggunaan nilai-
nilai α yang lebih tinggi.
Metode ini mempunyai keunggulan secara nyata dengan mengurangi kesalahan
penyimpangan (storage) data, karena tidak dibutuhkannya lebih lama menyimpan
seluruh data historis. Namun ada beberapa masalah dalam penggunaan metode
exponential smooting. Salah satu masalah tersebut adalah dalam usaha untuk
mendapatkan besarnya nilai α. Nilai ini dapat diharapkan memperkecil
(meminimumkan) kesalahan kuadrat rata-rata atau means square error (MSE).
Masalahnya semudah seperti rata-rata, karena rata-rata menghasilkan minimalisasi
pada saat rata-rata dari sejumlah angka yang dapat dihitung. Sedangkan pada metode
exponential smoothing, minimum kesalahan kuadrat rata-rata (MSE) ditentukan
dengan cara coba-coba. Nilai α ditentukan dan digunakan, lalu kesalahan kuadrat
rata-rata (MSE) dihitung, dan kemudian nilai α yang lain dicoba. Setelah itu MSE
yang diperoleh diperbandingkan untuk mendapatkan besarnya nilai MSE yang
minimum. (Sofjan Assauri, 37-38).
2.2.1.3. Metode Peramalan Linear Regresi
Pada peramalan dengan metode linear regresi, ramalan disusun atas dasar pola
hubungan data yang relevan di masa lalu. (Sofjan Assauri, 1984:44). Model analisis
garis ini kecenderungan dipergunakan sebagai peramalan apabila pola historis data
actual permintaan menunjukkan adanya suatu kecenderungan naik dari waktu ke
waktu.
21
Ada tiga kondisi yang dibutuhkan untuk dapat mempergunakan metode regresi ini
(Sofjan Assauri, 1984:44), yaitu:
- adanya informasi tentang keadaan masa lalu
- informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk kata
- dapat diasumsikan bahwa pola hubungan yang ada dari data yang telah lalu
akan berkelanjutan di masa yang akan datang
Ada empat jenis pola data, yaitu sebagai berikut:
1. Pola horisontal atau stationary, bila nilai-nilai dari data observasi berfluktuasi
disekitar nilai konstan rata-rata. Dengan demikian dapat dikatakan pola ini sebagai
stationary pada rata-rata hitungannya (means). Misalnya pola jenis ini terdapat bila
suatu produk mempunyai jumlah penjualan yang tidak menaik atau menurun selama
beberapa waktu atau periode.
2. Pola seasional, bila suatu deret waktu dipengaruhi oleh faktor musiman (seperti
kuartalan, bulanan, mingguan, dan harian).
3. Pola siklus atau cyclical bila data observasi dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang yang berkaitan atau tergabung dengan siklus usaha (business cycle).
4. Pola trend bila ada pertambahan/kenaikan atau penurunan dari data observasi untuk
jangka panjang. Pola ini terlihat pada penjualan produk dari banyak perusahaan,
pendapatan domestik/nasional bruto (GDP/GNP), dan indikator ekonomi.
Pola hubungan dengan analisa regresi sederhana mengasumsikan bahwa
hubungan antara dua variable dapat dinyatakan dengan suatu garis lurus.
22
Notasi regresi sederhana yang merupakan pola garis lurus itu dinyatakan sebagai
berikut: (Assauri, 1984:55-56)
Yt = a + bX
Keterangan:
Y = Variable yang diramalkan
X = Variable waktu
N = Jumlah data
t = indeks waktu
b = slope dari garis kecenderungan (trend line), merupakan tingkat perubahan dalam
permintaan.
Perhitungan slope:
b = ( N ∑XY – (∑X) (∑Y) ) / ( N ∑X2 – (∑X)2 )
a = intercept
Perhitungan intercept:
a = (∑Y/N) – (b ∑X / N)
a dan b adalah parameter atau koefisien regresi
2.2.2. Analisis Kesalahan Peramalan (Arman Hakim Nasution: 30-31)
Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan
merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara has il peramalan dengan
permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada empat ukuran yang biasa digunakan, yaitu:
23
2.2.2.1. Rata-rata deviasi mutlak (Mean absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
dengan kenyataannya. Secara matematis MAD dirumuskan sebagai berikut:
MAD = ∑ I Xt – Ft / n I
Dimana:
Xt = permintaan aktual pada periode t
Ft = peramalan pada periode t
n = jumlah periode peramalan yang terlibat
2.2.2.2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE)
Secara matematis, MSE dirumuskan sebagai berikut:
MSE = ∑ (Xt – Ft)2 / n
2.2.2.3. Rata – rata kesalahan peramalan (Mean Forecast Error = MFE)
MFE sangat efektif untuk mengetahui kesalahn peramalan. Bila hasil peramalan
tidak bias, maka nilai MFE mendekati nol. MFE dirumuskan sebagai berikut:
MFE = ∑ (Xt – Ft) / n
2.2.2.4. Rata-rata Persentase Kesalahan Absolut (Mean Absolute Percentage
Error = MAPE)
MAPE memberikan persentase kesalahan tertinggi atau terendah antara
peramalan dan aktual permintaan selama periode tertentu. MAPE dirumuskan sebagai
berikut:
24
MAPE = (100/n) ∑ IXt – (Ft / Xt)I
MAD dan MAPE merupakan alat evaluasi teknik-teknik peramalan yang sering
digunakan untuk berbagai parameter. Semakin rendah nilai MAPE dan MAD maka,
peramalan semakin baik (mendekati data masa lalu). Tetapi nilai terendah (kecuali
nol) tidak memberikan indikasi seberapa baik metode peramalan yang digunakan
dibandingkan dengan metode lainnya (Hendra Kusuma, 1999:38)
2.3. Proyek dan Investasi
2.3.1. Pengertian Proyek dan Investasi
2.3.1.1. Pengertian Proyek
Menurut Ir. Dj. A. Simarmata, “proyek adalah satu keseluruhan aktivitas yang
dibutuhkan untuk membangun suatu sistem yang akan memberikan manfaat pada
masa mendatang, yang memerlukan sumber-sumber tertentu dan waktu
pelaksanaannya terbatas” (Ir. Dj. A. Simarmata, 1984:8).
Sedangkan menurut Iman Soeharto (1999:1), kegiatan proyek dapat diartikan
sebagai atu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas,
dengan alokasi sumbar daya tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk
atau deliverable yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas.
Dari pengertian diatas maka ciri pokok proyek adalah sebagai berikut:
- Bertujuan menghasilkan lingkup (deliverable) tertentu berupa produk akhir atau
hasil kerja akhir.
25
- Dalam proses mewujudkan lingkup di atas, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta
kriteria mutu.
- Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal
dan akhir ditentukan dengan jelas.
- Nonrutin, tidak berulang-ulang. Macam dan intensitas kegiatan berubah sepanjang
proyek berlangsung.
Proyek Penghematan Biaya
Menurut Murdifin Haming dan Salim Basalamah (2003:30), proyek
penghematan biaya adalah proyek yang ditujukan untuk memperbaiki proses
produksi atau proses bisnis dalam usaha menekan biaya usaha. Proyek ini merupakan
bagian dari proyek perusahaan (business sector project, profit motive project), yang
dibangun dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum dengan tujuan
untuk menghasilkan laba.
2.3.1.2. Pengertian investasi
Pengertian investasi menurut Brown dan Reilly, “Investment is the current
commitment of dollars (money) for a period of time in order to derive future
payments that will compensate the investor for (1) the time the funds are committed,
(2) the expected rate inflation, and (3) the uncertainty of the future payments” (Keith
C. Brown dan Frank K. Reilly, 2009:4).
Sedangkan Gitman (2000:332-334) menyatakan bahwa investasi (jangka
panjang) atau pengeluaran modal (capital expenditure) adalah komitmen untuk
mengeluarkan dana sejumlah tertentu pada saat sekarang untuk memungkinkan
26
perusahaan menerima manfaat di waktu yang akan datang, dua tahun atau lebih.
Lebih lanjut, Fitzgerald (1978:6) mengatakan bahwa investasi adalah aktifitas yang
berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk
mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan modal itu akan dihasilkan
aliran produk baru di masa yang akan datang.
Sedangkan pengertian investasi proyek menurut Siswanto Sutojo (2000:1)
adalah upaya menanamkan factor produksi langka pada proyek tertentu (baru atau
perluasan), pada lokasi tertentu, dalam jangka menengah atau panjang. Faktor
produksi langka itu dalam bentuk:
- Dana
- Kekayaan alam
- Tenaga ahli dan tenaga trampil, dan dalam hal tertentu
- Teknologi tingkat madya atau tingkat tinggi
Dihubungkan dengan jenis penggunaan dana, maka dana yang diperlukan dibedakan
atas:
- Dana investasi inisial (initial investment), yaitu dana investasi yang diperlukan
untuk mengadakan barang modal.
- Dana modal kerja (working capital), yaitu dana yang diperlukan untuk membiayai
aktifitas operasi sesudah proyek memasuki fase komersial.
Berdasarkan uraian di atas, ada dua macam pengeluaran proyek, yaitu:
- Pengeluaran modal (modal expenditure), yaitu pengeluaran untuk investasi inisial.
27
- Pengeluaran operasi untuk pendapatan (operating or revenue expenditure), yaitu
pengeluaran untuk modal kerja yang dibutuhkan untuk membiayai operasi sesudah
memasuki fase komersial.
2.4. Manajemen Resiko
2.4.1. Pengertian Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu supaya suatu
organisasi mempertimbangkan resiko yang dihadapi dalam setiap kegiatan organisasi
dalam mencapai tujuan organisasi (Hinsa Siahaan, 2007:22). Fokus manajemen
resiko adalah mengenal pasti resiko dan mengambil tindakan yang tepat terhadap
resiko. Tujuannya adalah secara terus menerus menciptakan/menambah nilai
maksimum kepada semua kegiatan organisasi. Kegiatan apapun yang dilakukan harus
menciptakan nilai tambah.
Dengan manajemen resiko diungkapkan pemahaman tentang adanya potensi resiko
upside dan downside dengan segala faktor-faktor yang dapat meningkatkan
kemungkinan keberhasilan dan mengurangi kemungkinan kegagalan dan
ketidakpastian pencapaian tujuan suatu organisasi secara keseluruhan.
2.4.2. Jenis-jenis Manajemen Resiko
Resiko yang ada dalam suatu organisasi berasal dari faktor internal dan eksternal.
Berikut ini dijelaskan jenis-jenis manajemen resiko menurut Hinsa Siahaan (2007:24-
18), yaitu sebagai berikut:
28
a. Resiko Keuangan
Potensi terjadi kerugian keuangan karena pemicunya dari luar organisasi diluar dari
kemampuan organisasi untuk mengendalikannya adalah:
- Resiko kerugian karena perubahan suku bunga
- Resiko kerugian karena perubahan nilai mata uang asing
- Resiko kerugian terhadap pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat
waktu
- Resiko yang dipicu ketidakmampuan internal organisasi menyediakan uang tunai.
b. Resiko Strategis
Beberapa resiko dalam jangka panjang pemicunya adalah murni perubahan yang
terjadi diluar organisasi, seperti:
- Resiko dari persaingan (kompetitor)
- Resiko karena perubahan selera pelanggan
- Resiko perubahan industri karena munculnya inovasi dan teknologi baru
- Resiko kerugian karena pergeseran permintaan pelanggan
- Resiko karena adanya integrasi (merger) dan akuisisi
Resiko yang murni dipengaruhi internal organisasi adalah:
- Resiko kegiatan riset yang diprakarsai internal organisasi
- Resiko kehilangan sumber daya manusia andalan organisasi
- Resiko kelemahan sistem informasi
Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal:
- Resiko perubahan peraturan (regulasi) baru
29
- Perubahan budaya dari luar
- Perubahan susunan direksi/dewan pengawas dari luar organisasi.
c. Resiko Operasional
Resiko yang murni dipengaruhi internal organisasi adalah:
- Resiko kerugian akibat pengendalian keuangan yang lemah karena kesalahan,
kelalaian, dalam pembukuan organisasi
Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal:
- Resiko perubahan peraturan (regulasi) baru
- Perubahan budaya dari luar
- Perubahan susunan direksi/dewan pengawas dari luar organisasi.
Resiko yang dua faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut:
- Resiko kegagalan dari rekruitmen yang menyebabkan sumbaer daya manusia tidak
produktif dan tidak efisien.
- Resiko kerugian karena adanya gangguan pada saluran pemasok bahan baku atau
saluran pengiriman hasil produksi.
d. Resiko yang Dipicu Kondisi Fisik dan Non Fisik
Resiko yang murni dipengaruhi faktor eksternal:
- Resiko adanya perubahan isi kontrak secara sepihak
- Resiko kejadian alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan, dsb.
- Perubahan perilaku pemasok bahan baku dari luar jangkauan pengendalian
organisasi.
- Resiko perubahan lingkungan hidup
30
Resiko yang dua faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut:
- Publik access : jalan mendapatkan informasi dari dan ke masyarakat luas
- Perubahan produktivitas karyawan yang menurun drastis
- Harta organisasi mungkin mengalami kemunduran daya tarik secara teknis maupun
secara ekonomis
- Perubahan kondisi barang atau jasa yang diproduksi
2.4.3. Proses Manajemen Resiko
Menurut Soeisno Djojosoedarso (2003:15), tahapan manajemen resiko dapat dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan terlebih dahulu objek/tujuan yang ingin dicapai melalui pengelolaan
resiko.
2. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian.
3. Mengevaluasi dan mengukur besarnya kerugian potensial, dimana yang dievaluasi
dan diukur adalah:
- Frekuensinya, yaitu besarnya kesempatan yang terjadi dalam suatu periode tertentu
- Kegawatan: besarnya kerugian yang mempengaruhi keuangan perusahaan
- Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas timbul
4. Mencari data atau kombinasi cara yang baik, paling tepat, dan paling ekonomis
untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Upaya tersebut antara lain:
- Menghindari kemungkinan terjadinya resiko
- Mengurangi kesempatan terjadinya resiko
- Memindahkan kerugian potensial kepada pihak lain (mengasuransikan)
31
- Menerima dan memikul kerugian yang timbul
5. Mengkoordinir dan mengimplementasikan keputusan yang diambil untuk
menaggulangi resiko
6. Mengadministrasi, memonitor dan mengevaluasi semua langkah atau strategi yang
telah diambil dalam menanggulangi resiko.
2.5. Kegunaan Studi Kelayakan
Karena dilanda berbagai macam hambatan, tidak semua proyek yang dibangun
atau diperluas dapat berjalan lancer dan menghasilkan manfaat yang diharapkan
investornya. Padahal proyek yang tidak beroperasi seperti mestinya, akan merugikan
berbagai pihak yang terkait antara lain pemilik proyek, penyedia dana, pemerintah
dan karyawan. Bagi para investor, kerugian tersebut dapat mencakup kerugian
financial maupun reputasi bisnis mereka. Bagi para penyandang dana, kerugian
tersebut dapat berbentuk ketidakmampuan investor debitur membayar kembali kredit
yang telah diberikan. Bagi pemerintah dan karyawan proyek juga akan ikut menderita
karena kegagalan proyek antara lain tidak dapat menerima pembayaran pajak
penghasilan, sedangkan karyawan dapat kehilangan pekerjaan mereka.
Untuk itu perlu dilakukannya studi kelayakan suatu proyek yang akan
dijalankan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan memperkecil resiko
kegagalan. Bagi investor, perusahaan dan calon mitra usaha yang lain, hasil studi
kelayakan proyek berfungsi sebagai bahan masukan untuk memutuskan apakah
mereka berani menanggung resiko investasi dana mereka. Hal yang sama bagi para
calon donor dan stakeholder. Bank, perusahaan leasing memerlukan laporan studi
32
kelayakan proyek untuk mendapatkan gambaran pertama tentang kemampuan proyek
mengembalikan kredit yang diterima.
Banyak proyek menggunakan berbagai macam kekayaan alam bernilai tinggi,
misalnya hasil hutan, perikanan laut, pertambangan, lahan perkebunan dan
sebagainya. Untuk menggunakan kekayaan alam itu, diperlukan ijin dari instansi
pemerintah yang bersangkutan, Bagi lembaga instansi pemerintah, laporan studi
kelayakan proyek diperlukan untuk mendapatkan gambaran apakah proyek yang akan
dibangun investor tertentu, dapatmengolah kekayaan alam yang akan dipercayakan
kepada mereka secara layak, sehingga tidak akan terjadi pemborosan atau
pengerusakan kekayaan milik bangsa itu.
Secara umum, menurut Murdifin Haming dan Salim Basalamah (2000:12) kegunaan
primer dari studi kelayakan adalah:
a. Memandu pemilik dana (investor) untuk mengoptimalkan penggunaan dana
yang dimilikinya.
b. Memperkecil resiko kegagalan investasi dan pada saat yang sama,
memperbesar peluang keberhasilan investasi yang bersangkutan.
c. Alternatif investasi teridentifikasi secara obyektif dan teruji secara
kuantitatif sehingga manajer puncak mudah mengambil keputusan investasi
yang obyektif.
d. Aspek terkait terungkap secara keseluruhan dan lengkap sehingga
penerimaan dan atau penolakan terhadap alternatif didasarkan atas
33
pertimbangan terhadap semua aspek proyek dan bukan hanya aspek finansial
saja.
2.6. Aspek Teknis
Salah satu aspek untuk menentukan kelayakan suatu proyek adalah aspek
teknis.
2.6.1. Penentuan Kapasitas Produksi Ekonomis
Yang dimaksud dengan kapasitas produksi paling ekonomis adalah jumlah
satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu, yang dipandang dari
berbagai macam pertimbangan, paling menguntungkan (Siswanto Sutojo, 2000:58).
Kapasitas produksi ekonomis harus dibedakan dengan kapasitas produksi teknis.
Kapasitas produksi teknis adalah kapasitas produksi yang sesuai dengan kemampuan
produksi peralatan produksi yang terpasang. Karena salah perhitungan investor, ada
kemungkinan kapasitas produksi teknis ternyata lebih kecil atau lebih besar dari
kapasitas produksi ekonomis. Kapasitas produksi teknis yang melebihi kapasitas
produksi ekonomis akan menimbulkan pemborosan.
Jumlah kapasitas produksi ekonomis proyek ditentukan berdasarkan beberapa
pertimbangan diantaranya:
- Perkiraan jumlah produk di masa yang akan datang
- Prospek pengadaan bahan baku dan bahan pembantu
- Standar umum kapasitas peralatan produksi
34
2.6.2. Tact time
Batasan umum tact time adalah: waktu yang “diinginkan” untuk membuat satu
unit keluaran produksi.
Berdasarkan sudut pandang pelanggan:
Tact time = Waktu operasi yang tersedia/ permintaan pelanggan
Berdasarkan sudut pandang operasi:
Tact time = Waktu operasi yang tersedia / ramalan permintaan
2.6.3. Waktu Siklus
Adalah penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di
tempat kerja yang bersangkutan. (Sutalaksana, 122)
2.6.4. Keseimbangan Lintas Perakitan (Line Balancing)
Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan produksi massal.
Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusat kerja, yang
selanjutnya disebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan
elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja
sedapat mungkin memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki
waktu dibawah siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu
menganggur. Namun, apabila stasiun kerja tersebut diatas waktu siklus idealnya maka
jalur produksi akan berhenti karena suatu stasiun kerja menyelesaikan siklus kerjanya
lebih lama dibandingkan stasiun kerja yang lain. Tujuan akhir dari keseimbangan
lintas adalah meminimalisasi waktu menganggur di tiap stasiun kerja, sehingga
35
dicapai efisiensi kerja yang lebih tinggi pada setiap stasiun kerja. (Arman Hakim :
149).
Data masukan yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan lintas
perakitan adalah sebagai berikut: (Arman Hakim : 151).
- Suatu jaringan kerja, yang menggambarkan urutan proses perakitan. Urutan proses
ini dimulai dan berakhir di suatu simpul.
- Data waktu Baku Pekerjaan tiap Operasi, yang diturunkan dari perhitungan waktu
baku pekerjaan operasi perakitan.
- Waktu siklus yang diinginkan
Waktu siklus yang diinginkan diperoleh dari kecepatan produksi yang diinginkan
untuk memenuhi permintaan sesuai dengan jam kerja yang tersedia.
Pengaruh penyeimbangan lintas pada perencanaan produksi (Arman Hakim : 167-
168).
Perencaan produksi dilakukan berdasarkan asumsi tingkat efisiensi 100%.
Namun penyusunan stasiun kerja yang akan menghasilkan tingkat efisiensi rata-rata
sebesar 100% akan sukar untuk dicapai. Dalam hal ini, penyeimbangan lintas
menghasilkan tingkat efisiensi lintasan produksi yang mempengaruhi perencanaan
produksi. Apabila tingkat efisiensi 95%, maka kapasitas produksi menjadi turun.
Tentunya hal ini akan berpengaruh pada total ongkos produksi yang harus ditanggung
oleh perusahaan. Oleh karena itu, penyeimbangan lintasan berfungsi sebagai koreksi
atau umpan balik terhadap kegiatan perencanaan produksi dan penentuan jumlah
tenaga kerja.
36
2.6.5. Penentuan Waktu Baku
2.6.5.1. Pengukuran Waktu dengan Jam Henti (stop watch)
Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti
(stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampaknya merupakan cara yang paling
banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang menyebabkan hal itu
adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai.
Ada tiga metode dalam menggunakan teknik jam henti, yaitu:
1. Countinous Timing (pengukuran yang terus berlanjut)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai ada saat awal elemen pekerjaan
pertama dilakukan dan tidak dihentikan sampai elemen pekerjaan itu selesai. Waktu
elemen secara individu diperoleh dengan pengukuran waktu selesai.
2. Repetitive / Snapback Timing (Pengukuran yang Berulang)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai pada saat elemen pekerjaan dimulai
dan berhenti saat akhir elemen ini, lalu kembalikan ke posisi awal (posisi nol),
demikian seterusnya. Jadi pengukuran ini berdasarkan elemen pekerjaan.
3. Accumulative Timing (Pengukuran Akumulatif)
Pengukuran akumulatif adalah suatu metode yang melibatkan dua atau tiga jam
henti. Disini, dua jam henti disusun di suatu holder dengan adanya hubungan secara
mekanik antar jam henti.
Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran:
1. Penetapan tujuan pengukuran
37
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan
harus ditetapkan lebih dulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal yang penting harus
diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran
tersebut.
2. Melakukan penelitian Pendahuluan
Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada
pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Untuk mendapatkan waktu yang
singkat, maka perbaikan cara kerja perlu dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan
cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah
penelitian pendahuluan. Apabila merupakan pekerjaan yang baru, maka yang
dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang
baik.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan
tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-
syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.
Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya diukur
dan pengukuran berada di dekatnya. Dan operatorpun harus menyadari sepenuhnya.
Inilah yang dimaksud bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
38
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
lagi latihan bagi operator jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan
yang biasa dilakukan operator tersebut. Yang dicari adalah waktu penyelesaian
pekerjaan secara wajar, bukan penyelesaian dari orang yang bekerja secara kaku
dengan berbagai kesalahan.
- Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan
Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan
gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur
waktunya. Waktu siklusnya merupakan jumlah dari waktu setiap elemen ini.
Pentingnya melakukan penguraian pekerjaan:
- Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.
- Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena
ketrampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-
gerakan kerjanya.
- Melakukan pembagian kerja menjadi elemen-elemen pekerjaan untuk memudahkan
mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja.
5. Menyiapkan Alat Pengukuran
Alat tersebut adalah: Jam henti (stop watch), lembaran-lembaran pengamatan, pena
atau pensil, papan pengamatan
Langkah-langkah melakukan pengukuran waktu:
39
Gambar 2.5.1. Langkah Menentukan Waktu Baku
2.6.5.1.1. Pengukuran pendahuluan
Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa
kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang
diinginkan (Sutalaksana, 1979:132). Tingkat ketelitian manunjukkan penyimpangan
maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (biasanya
dinyatakan dalam persen). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya
keyakinan bahwa hasilyang diperoleh memenuhi syarat penelitian (dinyatakan dalam
persen).
2.6.5.1.2. Uji Keseragaman Data
Pada proses ini, data-data yang sudah dikumpulkan dari hasil pengukuran
pendahuluan dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup. Setelah itu data-data dalam
subgrup tersebut diuji keseragamannya dengan memperhatikan apakah subgrup data
tersebut berada dalam batas kontrol.
Langkah dalam pengujian data sebagai berikut:
a. Kelompokkan ke dalam sub grup
40
Data pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup yang beranggotakan sama
dan dilakukan secara berurutan.
Tabel 2.6.1. Pengukuran Waktu Siklus
Pengukuran ke 1 2 3 4 5 6 7 8 n
Waktu siklus x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 xn
Tabel 2.6.2. Pengelompokan Waktu Siklus ke dalam Subgrup
Sub grup Waktu Penyelesaian Rata-rata Subgrup
1 X11 X12 X1
X13 X1n
2 X21 X22 X2
X23 X2n
…. ……………………………………. …
…………………………………….
k Xk1 Xk2 Xk
Xk3 Xkn
Jumlah Xi
Dimana:
Xij = Data ke-j, pada subgrup ke-i
k = Jumlah subgrup
n = Banyak data dalam subgroup
b. Menghitung rata-rata subgrup
41
=
c. Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgrup
=
d. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) sebenarnya dari waktu siklus
SD =
Dimana:
N = jumlah pengamatan yang dilakukan
X = waktu siklus yang teramati selama pengukuran yang telah dilakukan
e. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) dari distribusi harga rata-rata subgrup
=
f. Menentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB) dengan:
+ 3
‐ 3
g. Menentukan apakah harga rata-rata subgrup tersebut masuk ke dalam BKA dan
BKB. Batas kontrol ini merupakan batas apakah subgrup seragam atau tidak. Jika
tidak maka subgrup tersebut harus dibuang, setelah itu melakukan pengulangan dari
langkah di atas sehingga data benar-benar seragam.
42
2.6.5.1.3. Uji kecukupan data
Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah jumlah data yang diperoleh telah
cukup mewakili seluruh data yang ada, yang ada, untuk melakukan perhitungan
selanjutnya. Untuk menghitung banyaknya pengukuran yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan rumus: (Sutalaksana, 1979:134)
Dimana:
N’ = banyaknya data yang dibutuhkan
N = banyak data sebenarnya
Data dikatakan cukup apabila diperoleh N’ (jumlah data yang dibutuhkan) lebih
kecil dari N (jumlah data yang telah ada). Dan sebaliknya bila N’ lebih besar dari N,
maka perlu ditambahkan data lagi sebanyak N’-N (Barnes, 1980).
2.6.5.1.4. Menghitung Waktu Baku (Sutalaksana, 1979)
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-
tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan
pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga
memberikan waktu baku.
Cara mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut:
43
a. Hitung waktu siklus rata-rata
Ws = ∑Xi / N
Dimana:
Ws = waktu siklus rata-rata
Xi = Data pengukuran waktu siklus
N = Jumlah data
b. Hitung waktu normal
Wn = Ws x P
Dimana:
Wn = waktu normal
P = penyesuaian
Faktor penyesuaian ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator
bekerja dengan kecepatan yang tidak wajar sehingga hasilnya perlu disesuaikan untuk
mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja secara wajar,
maka faktor penyesuaiannya p = 1, Jika bekerjanya terlalu lambat, maka pengukur
harus member harga P<1, dan sebaliknya P>1 jika bekerja lebih cepat (Sutalaksana,
1979:138).
c. Hitung waktu baku
Waktu baku penyelesaian pekerjaan didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
Wb = Wn x (1+a)
Dimana:
44
a = kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan
oleh operator (Sutalaksana, 1979:149)
2.6.5.2. Faktor Penyesuaian
Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan
penampilan operator (kecepatan, tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur
sendiri tentang bekerja secara wajar (Sutalaksana, 1979:138).
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang dilakukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat cepatseolah diburu-buru waktu, atau karena menjumpai
kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti
ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat ataupun terlalu
lambatnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu yang
dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang
diselesaikan secara wajar.
Andaikata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan
menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan
inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata
silkus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan yang tidak wajar oleh
45
operator maka harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan
dengan melakukan penyesuaian.
Metode Shumard dalam Menentukan Faktor Penyesuaian
Metode ini memberika patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
performance kerja dimana setiap kelasnya mempunyai nilai sendiri-sendiri.
Tabel 2.6.3. Penyesuaian menurut Metode Shumard
Seseorang yang dipandang kerja
normal diberi nilai 60, dengan nama
performance kerja yang lain dibandingkan
untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila
performance seorang operator dinilai
excellent maka dia mendapat nilai 80, dan
karenanya faktor penyesuaian adalah
sebagai berikut: p = 80 / 60 = 1,33
Jika sebagai contoh waktu siklus rata-rata
adalah sama dengan 276, 4 detik, maka
waktu normalnya adalah: Wn = 276,4 x
1,33 = 376,6 detik
Kelas Penyesuaian
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good – 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
46
2.6.5.3. Faktor Kelonggaran
Suatu hal yang tidak mungkin bahwa seseorang bekerja terus-menerus bekerja
seharia tanpa gangguan. Karenanya setelah melakukan pengukuran dan mendapatkan
waktu normal, faktor kelonggaran perlu ditambahkan.
Terdapat tiga macam faktor kelonggaran, yaitu:
2.6.5.3.1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum
sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan
teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam
kerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak. Larangan
terhadap hal tersebut tidak saja merugikan pekerja karena bisa membuat sterss, tapi
juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak
akanbekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan produktivitasnya menurun
(Sutalaksana, 1979:149).
2.6.5.3.2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Rasa fatique (kelelahan) tercermin antara lain menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitanya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan
mencatat pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya
rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
47
Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilak
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari
normal dan ini akan menambah rasa fatique (Sutalaksana, 1979:150).
2.6.5.3.3. Kelonggaran yang tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti: mengobrol yang berlebihan
dan menganggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak dapat terhindarkan
karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.
Beberapa contoh hambatan yang tak terhindarkan:
- menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas
- melakukan penyesuaian mesin
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat
- Mengasah peralatan potong
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan khusus dari gudang
2.6.6 Tingkat Efisiensi Line
Faktor-faktor yang diperhatikan adalah (Elsayed, 1994):
a. Line Efficiency (Efisiensi Jalur)
Yaitu rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan
jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam presentase.
LE = (∑ Wbs / k x CT) x 100%
dimana:
LE = efisiensi jalur
48
Wbs = waktu baku stasiun
k = jumlah stasiun kerja
CT = cycle tyme (waktu siklus terpanjang)
b. Balance Delay
Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun atau dengan kata
lain jumlah antara balance delay dan line efficiency sama dengan 1 (satu).
BD = 1 – LE
c. Smoothness Index
Merupakan suatu index yang menunjukkan pencaran relatif dari suatu
keseimbangan jalur. Smoothness index sempurna jika nilainya 0 (nol) atau disebut
keseimbangan yang sempurna (perfect balance).
2.7. Aspek Finansial
2.7.1. Depresiasi Straight Line Method
Depresiasi adalah penurunan nilai suatu properti atau asset karena waktu dan
pemakaian (I Nyoman Pujawan, 2004: 193). Depresiasi suatu properti biasanya
disebabkan karena satu atau lebih faktor-faktor berikut:
- Kerusakan fisik akaibat pemakaian properti
- Kebutuhan produksi yang lebih baru dan lebih besar
- Penurunan kebutuhan produksi
- Properti menjadi usang karena perkembangan teknologi
49
- Penemuan fasilitas yang menghasilkan produk lebih baik dengan ongkos yang lebih
rendah dan tingkat keselamatan yang lebih memadai.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu asset bisa didepresiasi:
- Harus digunakan untuk keperluan bisnis atau memperoleh penghasilan.
- Umur ekonomisnya bisa dihitung.
- Umur ekonomisnya lebih dari satu tahun.
- Harus merupakan sesuatu yang digunakan, sesuatu yang menjadi usang, atau
sesuatu yang nilainya menurun karena sebab-sebab alamiah.
Depresiasi timbul dari perkiraan umur asset yang terbatas dan keperluan usaha
untuk mengganti asset tersebut. Beban depresiasi tahunan dikurangkan dari
keuntungan (pendapatan kena pajak) sebelum menghitung pajak pendapatan.
Depresiasi hanya dihitung untuk analisis sebelum pajak, dan tidak mewakili
arus kas yang sebebnarnya. Tetapi penghematan pajak yang dihasilkan dari depresiasi
membuat depresiasi perlu dipelajari dalam ekonomi teknik.
Metode paling sederhana yang paling banyak dipakai untuk menghitung
depresiasi adalah metode garis lurus (Straight Line Depreciation), dengan rumus
sebagai berikut:
Dt = (P-S)/N
Dimana:
Dt = besarnya depresiasi pada tahun ke-t
P = ongkos awal dari asset yang bersangkutan
S = nilai sisa dari asset tersebut
50
N = masa pakai (umur) dari asset tersebut dinyatakan dalam tahun
2.7.2. Kriteria perhitungan kelayakan proyek
Penentuan kelayakan proyek dari aspek finansial dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode perhitungan. Beberapa metode tersebut adalah
sebagai berikut:
2.7.2.1. Metode Periode Pengembalian (Payback Period)
Pada dasarnya, periode pengembalian (Payback Period) adalah jumlah periode
(tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan (menutup) ongkos investasi awal
dengan tingkat pengembalian tertentu. Perhitungannya dilakukan berdasar aliran kas
baik tahunan maupun yang merupakan nilai sisa. Untuk mendapatkan periode
pengembalian pada suatu tingkat pengembalian (rate of return) tertentu digunakan
model formula berikut:
Dimana At adalah aliran kas yang terjadi pada periode t dan N’ adalah periode
pengembalian yang akan dihitung. Apabila At sama dari satu periode ke periode yang
lain (deret seragam) maka persamaan di atas dapat dinyatakan berdasarkan factor
P/A sebagai berikut:
51
Apabila suatu alternatif memiliki masa pakai ekonomis lebih besar dari periode
pengembalian (N’) maka alternatif tersebut layak untuk diterima. Sebaliknya, bila N’
lebih besar dari estimasi masa pakai suatu alat atau umur suatu investasi maka
investasi atau alat tersebut tidak layak diterima karena tidak akan cukup waktu untuk
mengembalikan modal yang dipakai sebagai biaya awal dari investasi tersebut.
Dalam prakteknya, kalangan industri seringkali menghitung nilai N’ dengan
mengabaikan nilai uang dari waktu, atau mengasumsikan bahwa i=0%. Dengan
asumsi ini maka persamaan (4.22) akan berubah menjadi:
Dengan asumsi i=0% maka metode ini memiliki dua kelemahan yaitu:
1. Mengabaikan konsep nilai uang dari waktu.
2. Semua aliran kas yang terjadi setelah N’ diabaikan.
Namun demikian metode ini cukup populer digunakan dikalangan industry
karena kemudahan perhitungannya dan kesederhanaan konsepnya. Apabila dua
alternatif dibandingkan dengan metode payback period dan harus dipilih satu
diantarnya maka kesalahan dari kelemahan nomor dua mudah terjadi. Hal ini karena
orang akan berasumsi bahwa investasi yang nilai N’-nya lebih kecil adalah lebih baik.
Sementara itu, aliran kas yang terjadi setelah N’ tidak dipertimbangkan. Akhirnya
seringkali alternative yang sebenarnya memiliki N’ lebih besar dan memiliki aliran
kas yang cukup menguntungkan setelah N’ tidak terpilih. Untuk menghindari
52
kesalahan yang seperti ini sebaiknya digunakan metode nilai sekarang atau nilai deret
seragam (A) dan metode payback period hanya dijadikan alat bantu analisis.
2.7.2.2. Metode Nilai Sekarang (Present Worth Method)
Pada metode ini semua aliran kas dikonversikan menjadi nilai sekarang (P) dan
dijumlahkan sehingga P yang diperoleh mencerminkan nilai netto dari keseluruhan
aliran kas yang terjadi selama horizon perencanaan. Tingkat bunga yang dipakai
untuk melakukan konversi adalah MARR (Minimum Attractive Rate of Return).
Secara sistematis nilai sekarang dari suatu aliran kas dapat
dinyatakan sebagai berikut:
atau PW = PV = At (1/(1+i)t)
Dimana:
P(i) = nilai sekarang dari keseluruhan aliran kas pada tingkat bunga i%
At = aliran kas pada akhir periode t
i = MARR
N = horizon perencanaan (periode)
Nilai sekarang daari suatu alternatif investasi adalah suatu ukuran mengenai
seberapa banyak uang yang mampu dibayarkan oleh suatu perusahaan atau pribadi
untuk investasi tadi, melebihi biayanya (Ekonomi Teknik, Degarmo). Atau,
dinyatakan secara berbeda, suatu nilai sekarang yang positif pada suatu proyek
investasi adalah jumlah laba diatas jumlah minimum yang diharapkan oleh investor
ataupu perusahaan. Diasumsikan bahwa hasil yang diperoleh dari proyek itu dapat
53
dipakai untuk keperluan lain yang menghasilkan bunga pada tingkat yang sama
dengan MARR.
Alternatif yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai netto P paling
tinggi. Tapi apabila alternatif yang dibandingkan hanya memiliki ongkos maka yang
dipilih adalah yang menghasilkan ongkos (nilai sekarang) yang paling rendah.
2.7.2.3. Metode Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return)
Metode tingkat pengembalian internal (IRR = internal rate of return) adalah
metode tingkat pengembalian (rate of return) yang paling luas yang digunakan untuk
menjalankan analisis ekonomi teknik. Metode ini juga sering disebut dengan nama
lain seperti metode investor (investor’s method), metode arus kas terdiskonto
(discounted cash flow method), dan indeks kemampulabaan (profitability index).
Disebut IRR apabila diasumsikan bahwa setiap hasil yang diperoleh langsung
diinvestasikan kembali dengan tingkat ROR yang sama.
Apabila kita melakukan suatu investasi maka ada saat tertentu dimana terjadi
keseimbangan antara semua pengeluaran yang terjadi keseimbangan antara semua
pengeluaran yang terjadi dengan semua pendapatan yang diperoleh dari investasi
tersebut. Untuk investasi tunggal, IRR tidak positif kecuali: (1) baik penerimaan atau
Metode IRR memberi solusi untuk tingkat bunga yang menunjukkan persamaan
ekivalen dari nilai kas masuk (penerimaan atau penghematan) pada nilai ekivalen arus
kas keluar (pembayaran, termasuk biaya investasi). Dengan kata lain, IRR adalah
suatu tingkat penghasilan yang mengakibatkan nilai NPW (net present worth) dari
suatu investasi sama dengan nol. Secara sistematis hal ini dapat dinyatakan:
54
dimana:
NPW = net present worth
Ft = aliran kas pada periode t
N = umur proyek atau investasi
i* = nilai IRR dari proyek atau investasi tersebut
Karena Ft pada persamaan di atas bisa bernilai positif maupun negatif maka
persamaan IRR dapat juga dinyatakan:
NPW = PWR – PWE = 0
Atau
Dimana:
PWR = nilai present worth dari semua pemasukan (aliran kas positif)
PWE = nilai present worth dari semua pengeluaran (aliran kas negatif)
Rt = penerimaan netto yang terjadi pada periode ke-t
Et = pengeluaran netto yang terjadi pada periode ke-t, termasuk investasi awal (P)
Suatu investasi dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila IRR yang
dihasilkan lebih besar atau sama dengan MARR.