Upload
dongoc
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, pp.4-5), Human Resource (HR)
Management the design of formal system in an organization to ensure effective and effecient
use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia
merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk
memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan
organisasi.
Human Resource Management (HRM) the policies and practices involved in carrying
out the ”people” or human resource aspects of management position, including recruiting,
screening, training, rewarding, and appraising. (Dessler2003, p.2)
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp.4-6):
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses organisasi
dalam mencapai tujuan. Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah
berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkan dalam bentuk
rencana kerja. Tujuan tidak dicapai tanpa adanya sumber yang diperlukan, termasuk sumber
daya manusia. MSDM harus merupakan bagian dari proses yang menentukan apa yang
diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan manusia, bagaimana memperolehnya,
dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-
proses manajemen yang lain.
Sumber : Cushway, MSDM (2002, p.5)
Gambar 2.1 Letak MSDM Dalam Hubungannya Dengan Aktivitas Organisasi
2.1.1. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp.6-7) tujuan dari MSDM bervariasi antara
satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi,
yang mencakup hal-hal berikut:
• Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna
memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan
berkinerja tinggi, serta dilengkapin dengan sarana untuk menghadapi
perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjanya.
• Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang
diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi.
• Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan,
terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM.
• Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer
lini dalam mencapai tujuan mereka.
• Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk
memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi.
• Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen
organisasi.
• Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan
SDM.
2.1.2 Aktivitas Utama Manajemen Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Cushway (2002, pp.7-9) MSDM adalah kegiatan
mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber-sumber, dalam hal ini adalah manusia.
Mendapatkan Sumber Daya
Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai
sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kualitas, tipe, dan kualitas.
Mengelola Sumber Daya
Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai
tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut akan tinggal
cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan kinerja yang baik selama
mereka disana. Sala satunya adalah:
• Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang
tujuan organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat
menarik dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya.
Pemutusan Sumber Daya
Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasannya
bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak pelatihan,
pemecatan, redundasi, dan sebagainya.
2.2 Pengertian Wirausaha (enterpreneur) dan Kewirausahaan
Dalam Hendro dan Widhianto (2006, p.16), bila diperjemahkan secara literatur,
entrepreneur itu berasal ”between taker” atau ”go between” yang artinya orang yang berani
memutuskan dan mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya
mempunyai manfaat dan risiko berbeda. Entrepreneur itu adalah seorang yang berusaha
berpikir beda.
Dalam Hendro dan Widhianto (2006, p.16), Entrepreneurship berubah makna dari
sekadar mengambil resiko menjadi menjual manfaat untuk menukar risiko yang akan terjadi.
Bila manfaat sebuah pekerjaan itu lebih besar dari resiko yang ditawarkan kepada orang lain
yang akan mendanainya, maka itulah suatu makna menjadi entrepreneur.
Wirausaha, menurut Frinces (2004, p.11) adalah mereka yang selalu bekerja keras
dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan
kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor
keunggulan.
Menurut Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuehl dalam bukunya Entrepreneurship
(1999) sebagaimana dikutip oleh Hendro dan Widhianto (2006, p.21) , kewirausahaan adalah
suatu usaha kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa
dinikmati oleh orang banyak.
Kewirausahaan (entrepreneurship) menurut Hisrich (2005, pp.8-9), yaitu process of
creating something new and assuming the risk and rewards, yaitu merujuk pada suatu
proses penciptaan sesuatu yang baru dan mengambil risiko dan hasil upah. Sedangkan
wirausaha (entrepreneur), adalah individual who takes risks and starts something new, yaitu
seorang pribadi yang berani untuk mengambil risiko dan memulai sesuatu yang baru.
Istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa
Inggris. Kata entrepreneurship sendiri sebenarnya berawal dari bahasa Perancis, yaitu
“entreprende” yang mengandung arti petualang, pencipta dana pengelola usaha (Lupiyoadi,
2004, p.1).
Jadi dari pengertian entrepreneur di atas dapat disimpulkan bahwa entrepreneur
adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengambil resiko dan mengelola sesuatu yang
ada didalam dirinya untuk dimanfaat dan ditingkatkan agar dapat memperoleh suatu value
bagi dirinya ataupun orang banyak.
Definisi ini menekankan empat aspek dasar; aspek yang pertama,
kewirausahaan melibatkan proses penciptaan, yaitu menciptakan suatu nilai yang
baru. Penciptaan harus memiliki nilai, baik bagi wirausaha maupun bagi pihak – pihak lain
yang baginya nilai tersebut diciptakan. Pihak - pihak tersebut misalnya (1) pasar dari pembeli
pihak perusahaan yang melakukan inovasi bisnis, (2) pihak administrasi rumah sakit yang
menggunakan prosedur dan program perangkat lunak yang baru, (3) para mahasiswa yang
mempelajari studi mengenai kewirausahaan, atau (4) pelanggan jasa yang baru yang
diberikan oleh organisasi nonprofit. Yang kedua, kewirausahaan menuntut
pengorbanan waktu dan usaha, karena untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
menerapkannya, diperlukan sejumlah waktu dan usaha. Aspek yang ketiga adalah dapat
mengasumsikan risiko. Risiko ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, tergantung pada
bidang usaha yang ditekuni, tetapi risiko ini terutama terkait dengan masalah finansial,
psikologi dan sosial. Aspek keempat melibatkan penghargaan (reward) dalam
menjadi seorang wirausaha. Penghargaan yang paling utama dalam hal ini adalah
adanya kemandirian, kebebasan (independence), yang diikuti dengan kepuasan pribadi
(personal satisfaction). Uang juga dapat diperhitungkan sebagai penghargaan, di mana
terkadang uang juga dapat dijadikan indikator kesuksesan seorang wirausaha.
Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005, p.xv), kewirausahaan
(entrepreneurship) dapat diartikan melalui 3 kata berikut: destiny, courage, action. Ketiga
kata tersebut merupakan kata-kata yang penting dalam membangun sikap dan perilaku
wirausaha dalam diri seseorang. Destiny berarti takdir, yang sebenarnya lebih merupakan
tujuan hidup kita, bukan nasib. Tujuan dan misi hidup kita adalah fondasi awal untuk
menjadi seorang wirausaha yang sukses. Dengan memiliki tujuan hidup (life purpose) yang
jelas, kita dapat memiliki semangat (spirit) dan sikap mental (attitude) yang diperlukan
dalam membangun sebuah usaha yang dapat memberi nilai tambah dalam kehidupan kita.
Keberanian (courage) untuk memulai dan menghadapi tantangan adalah sikap awal yang
kita perlukan. Dalam kewirausahaan, keberanian untuk mulai dan mengambil risiko adalah
syarat mutlak. Impian dan cita-cita yang besar, kemudian ditambah dengan kreativitas yang
diwujudkan dengan keberanian untuk mencoba dan melakukan (action) langkah pertama
adalah awal kesuksesan seorang wirausaha sejati.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.3), wirausaha adalah orang yang
menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai
keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi peluang dan menggabungkan
sumber daya yang diperlukan untuk mendirikannya.
2.2.1 Profil, Karakteristik, Jiwa Wirausaha
Gambaran atau pengertian tentang jiwa wirausaha, dapat diperoleh dengan melihat
uraian ciri – ciri, profil, karakteristik khusus yang melekat pada diri wirausaha, yaitu:
Menurut Suparman (Alma, 2001, p.17), ciri – ciri seorang wirausaha antara lain yaitu
sebagai berikut:
• Berpikir teliti dan berpandangan kreatif dengan imajinasi konstruktif,
• Memiliki sikap mental untuk menyerap dan menciptakan kesempatan,
• Membiasakan diri bersikap mental positif untuk maju dan selalu bergairah dalam
setiap pekerjaan,
• Mempunyai insiatif,
• Membiasakan membangun disiplin diri,
• Menguasai salesmanship (kemampuan jual), memiliki kepemimpinan dan mampu
memperhitungkan risiko,
• Ulet, tekun, terarah, jujur dan bertanggung jawab,
• Berwatak maju, cerdik dan percaya pada diri sendiri.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp.3-7), profil seorang wirausaha dapat
digambarkan sebagai berikut:
• Menyukai tanggung jawab
Wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil perusahaan
tempat mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan sumber – sumber
daya mereka sendiri dan menggunakan sumber – sumber daya tersebut untuk mencapai
cita – cita yang telah ditetapkan sendiri.
• Lebih menyukai risiko menengah
Wirausaha bukanlah seorang pengambil risiko liar, melainkan seseorang yang
mengambil risiko yang diperhitungkan. Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat
pemahaman risiko pribadinya. Cita – cita mungkin tampak tinggi - bahkan mungkin
mustahil tercapai - menurut orang lain, tetapi wirausaha melihat situasi itu dari sudut
pandang yang berbeda dan percaya bahwa sasaran mereka masuk akal dan dapat
tercapai. Mereka biasanya melihat peluang di daerah yang sesuai dengan pengetahuan,
latar belakang, dan pengalamannya yang akan meningkatkan kemungkinan
keberhasilannya.
• Keyakinan atas kemampuan mereka untuk berhasil
Wirausaha umumnya memiliki banyak keyakinan atas kemampuan mereka untuk
berhasil. Mereka cenderung optimis terhadap peluang keberhasilan dan optimisme
mereka biasanya berdasarkan kenyataan. Salah satu penelitian dari National Federation
of Independent Business (NFIB) menyatakan bahwa sepertiga dari wirausaha menilai
peluang berhasil mereka 100%. Tingkat optimisme yang tinggi kiranya dapat
menjelaskan mengapa kebanyakan wirausaha yang berhasil pernah gagal dalam bisnis –
kadang – kadang lebih dari sekali – sebelum akhirnya berhasil.
• Hasrat untuk mendapatkan umpan balik langsung
Wirausaha ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja dan terus - menerus
mencari pengukuhan. Tricia Fox, pendiri Fox Day School, Inc., menyatakan, “Saya
senang menjadi seorang yang bebas dan berhasil. Tidak ada umpan balik yang sebaik
bisnis milik Anda sendiri.”
• Tingkat energi yang tinggi
Wirausaha lebih enerjik dibandingkan orang kebanyakan. Energi ini merupakan
faktor penentu mengingat luar biasanya usaha yang diperlukan untuk mendirikan suatu
perusahaan. Kerja keras dalam waktu yang lama merupakan sesuatu yang biasa.
• Orientasi ke depan
Wirausaha memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke
depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan
lebih mempersoalkan apa yang akan dikerjakan esok. Bila manajer tradisional
memperhatikan pengelolaan sumber daya yang ada, wirausaha lebih tertarik mencari
dan memanfaatkan peluang.
• Keterampilan mengorganisasi
Membangun sebuah perusahaan “dari nol” dapat dibayangkan seperti
menghubungkan potong – potongan sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui
cara mengumpulkan orang – orang yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas.
Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk
mengubah pandangan ke depan menjadi kenyataan.
• Menilai prestasi lebih tinggi dari uang
Salah satu kesalahmengertian yang paling umum mengenai wirausaha adalah
anggapan bahwa mereka sepenuhnya terdorong oleh keinginan menghasilkan uang.
Sebaliknya, prestasi tampak sebagai motivasi utama para wirausaha; uang hanyalah cara
untuk “menghitung skor” pencapaian sasaran atau simbol prestasi. Seorang peneliti
bisnis mengatakan, “Yang membuat wirausaha bergerak maju lebih kompleks - dan lebih
luhur – dari sekedar uang. Kewirausahaan lebih mengenai menjalankan sendiri apa yang
diinginkan. Tentang sesuatu yang tampaknya tidak mungkin.”
Sedangkan kompetensi - kompetensi yang merupakan karakteristik dari wirausaha
yang berhasil yaitu:
o Proaktif:
1. Inisiatif, yaitu: melakukan sesuatu sebelum diminta atau terdesak oleh
keadaan.
2. Asertif, yaitu: menghadapi masalah secara langsung dengan orang lain.
Meminta orang lain mengerjakan apa yang harus mereka lakukan.
o Berorientasi prestasi :
1. Melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu: menangkap peluang
khusus untuk memulai bisnis baru, mencari bantuan keuangan, lahan ruang
kerja dan bimbingan.
2. Orientasi efisiensi, yaitu: mencari dan menemukan cara untuk mengerjakan
sesuatu dengan lebih cepat atau dengan lebih sedikit biaya.
3. Perhatian pada pekerjaan dengan mutu tinggi, yaitu: keinginan untuk
menghasilkan atau menjual produk atau jasa dengan mutu tinggi.
4. Perencanaan yang sistematis, yaitu: menguraikan pekerjaan yang besar
menjadi tugas-tugas atau sasaran-sasaran kecil, mengantisipasi hambatan,
menilai alternatif.
5. Pemantauan, yaitu: mengembangkan atau menggunakan prosedur untuk
memastikan bahwa pekerjaan dapat diselesaikan atau sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan.
o Komitmen pada orang lain:
1. Komitmen terhadap pekerjaan, yaitu: melakukan pengorbanan pribadi
atau bisnis yang luar biasa untuk menyelesaikan pekerjaan, menyingsingkan
lengan baju bersama karyawan dan bekerja di tempat karyawan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
2. Menyadari pentingnya dasar - dasar hubungan bisnis, yaitu:
melakukan tindakan agar tetap dekat dengan pelanggan, memandang hubungan
pribadi sebagai sumber daya bisnis, menempatkan jasa baik jangka panjang di
atas keuntungan jangka pendek.
Sedangkan menurut Hendro dan Widhianto (2006, pp.54-55), yang membedakan
seorang entrepreneur dengan orang biasa atau orang lain adalah bahwa seorang
entrepreneur ialah seorang yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Pandai mengelola ketakutannya
Seorang smart and good entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk
membangkitkan keberanian dan kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu risiko
(Risk Manager, bukan Risk Taker).
2. Mempunyai “iris mata” yang berbeda dengan yang lain
Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan,
perubahan, diri sendiri, lingkungan, tren dan kejadian) untuk memunculkan
kreativitasnya agar tercipta ide - ide, gagasan, konsep dan impiannya, lalu mencoba
untuk meningkatkan nilai (added value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa
entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda
dengan orang lain.
3. Pemasar sejati atau penjual yang ulung
Skill akan mempermudah dalam membangun bisnis, mengakselerasi kecepatan
pertumbuhan bisnis, dan mengurangi ketergantungan modal yang besar.
4. Melawan arus dan menyukai tantangan baru
Seorang smart and good entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus
tengah, orang atau terperangkap di dalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia
selalu tidak bisa diam, berpikir dan terus berpikir. Dia adalah seorang “creative and smart
worker”.
5. High determination (mempunyai keteguhan hati yang tinggi)
Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa
saja adalah dalam hal durability, firm, dan determination. Keteguhan hati membuat
orang berbeda di dalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang
yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin
berusaha untuk mencari jalan keluar atau pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung
dari perjalanan.
Sebetulnya orang-orang tersebut tidak akan gagal, tetapi:
Kehilangan langkah selanjutnya.
Bahwa itu bukanlah jalan yang harus kita lakukan atau ambil – cobalah
mundur dan melihat dari sisi lain (dari atas, sebagai penonton, atau dari
samping) sehingga kita akan menemukan jalan lain yang menolong kita
untuk berubah lebih baik lagi.
Bahwa persiapan kita untuk mengantisipasi risiko tidak sebanding dengan
yang terjadi (tidak “proaktif”).
Itu adalah rintangan. Apa yang kita anggap sebagai sebuah kegagalan
adalah sebuah rintangan. Kita diberi sinyal bahwa hal itu bukanlah jalan
yang baik bagi kita.
Kita kehabisan “napas”, dalam arti bingung atau kekurangan modal.
6. Tidak menerima apa yang ada di depannya dan selalu mencari yang
terbaik (perfectionist)
Seorang smart and good entrepreneur diharapkan mampu memberikan apa yang
lebih baik lagi pada pelanggan. Seorang yang perfeksionis itu seperti pisau bermata dua.
Yang pertama ialah bahwa ia berdampak untuk berusaha mencapai yang terbaik dan
memberikan yang terbaik. Dan yang kedua, ia berdampak buruk bagi dirinya sendiri bila
ia tidak mampu menanggung senjata kesempurnaan dirinya dan pikirannya sehingga
berakibat fatal, seperti frustasi dan putus asa karena idealisme yang mengubur
impiannya. Wirausaha yang baik harus mengubah hal itu menjadi kekuatannya.
Selain itu, menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.56), ada beberapa ciri yang
biasanya ada dalam diri seorang entrepreneur yang telah sukses, yaitu:
• Mempunyai impian - impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita –
cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya
yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa terwujud (power
of dream).
• Mempunyai empat karakter dasar kekuatan emosional yang saling mendukung
untuk sukses:
Sumber : Hendro dan Widhianto (2006, p.56)
Gambar 2.2 Karakter Dasar Kekuatan Emosional Wirausaha Sukses
• Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan apa yang didapat (High
Achiever)
• Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator)
• Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bahwa dia bisa (power of
mind)
• Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas tinggi
• Risk manager, not just a risk taker.
• Memiliki strong emotional attachment (kekuatan emosional)
• Seorang problem solver
• Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller)
• Ia mudah bosan dan sulit diatur
• Seorang kreator ulung.
Sedangkan menurut Prijosaksono dan Bawono (2005, pp.15-19), seorang wirausaha
sejati memiliki sikap fokus dan sikap disiplin dalam berwirausaha.
Ada beberapa alasan mengapa seorang wirausaha harus fokus, yaitu sebagai
berikut:
- Pertama, dengan fokus seorang wirausaha dapat melihat dengan lebih jelas dan
tujuan atau sasaran yang hendak dicapainya.
- Kedua, dengan lebih fokus, seorang wirausaha dapat melihat peluang – peluang
yang ada di sekitarnya. Bila kita mempunyai impian dan sasaran – sasaran dalam
membangun bisnis kita dan fokus terhadap impian itu, akan muncul banyak peluang
yang dapat kita lihat. Apa yang menjadi fokus, itulah yang akan selalu terlihat.
- Ketiga, dengan fokus, persepsi terhadap masalah, kegagalan yang dihadapi dalam
membangun bisnis akan berubah. Jika kita fokus pada impian atau tujuan akhir kita,
maka persepsi kita terhadap hal – hal tersebut akan menjadi positif.
- Keempat, fokus memberi kita energi untuk bergerak lebih tinggi.
- Kelima, fokus dapat meningkatkan daya juang terhadap kegagalan dan kesulitan
dalam membangun bisnis.
Di sisi lain, keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya
untuk terus – menerus membangun kebiasaan – kebiasaan yang dapat senantiasa
memperbaiki dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan
inovasi terus – menerus, kebiasaan untuk mengakumulasi aset, kebiasaan untuk memberikan
pelayanan yang terbaik pada pelanggan, kebiasaan untuk terus belajar dan mengembangkan
diri dan sebagainya.
Untuk menjadi entrepreneur yang sukses, kita harus belajar untuk disiplin dalam
segala hal. Dimulai dengan membangun kebiasaan – kebiasaan yang dapat memperbaiki diri
kita maupun kebiasaan – kebiasaan yang dapat memperbaiki kinerja bisnis kita.
Berdasarkan uraian – uraian yang telah dikemukakan tentang karakteristik jiwa
wirausaha, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wirausaha akan memiliki sejumlah
karakteristik khusus seperti :
• Mampu menciptakan kesempatan usaha, dapat memanfaatkan
kesempatan usaha yang ada, serta lebih menyukai kerja mandiri
dibandingkan bekerja pada orang lain.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.54), seorang smart and good
entrepreneur cenderung tidak suka mengikuti arus tengah, orang atau terperangkap
didalam kehidupan yang monoton (sempurna). Dia selalu tidak bisa diam, berpikir dan
terus berpikir. Dia adalah seorang “creative and smart worker”.
Seorang wirausaha yang sejati juga memiliki “iris mata” yang berbeda dari
orang lain. Iris mata adalah cara seseorang memandang sesuatu (masalah, kesulitan,
perubahan, diri sendiri, lingkungan, tren dan kejadian) untuk memunculkan
kreativitasnya agar tercipta ide - ide, gagasan, konsep dan mimpinya, lalu mencoba
untuk meningkatkan nilai (added value). Jadi, seorang yang mempunyai jiwa
entrepreneur yang kuat itu mempunyai pola pandang akan sesuatu yang berbeda
dengan orang lain.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.7), salah satu karakteristik dalam
wirausaha yang berhasil adalah memiliki kompetensi orientasi prestasi, yaitu diantaranya
mampu melihat dan bertindak berdasarkan peluang, yaitu: menangkap peluang
khusus untuk memulai bisnis baru, mencari bantuan keuangan, lahan ruang kerja dan
bimbingan.
Wirausaha memiliki orientasi ke depan. Mereka mempunyai indera
yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu
mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan
apa yang akan dikerjakan esok. Bila manajer tradisional memperhatikan pengelolaan
sumber daya yang ada, wirausaha lebih tertarik mencari dan memanfaatkan peluang
(Zimmerer dan Scarborough, 2004, p.5).
• Menyadari perlu kerja keras agar berhasil, membiasakan untuk disiplin diri
dalam kehidupan, selalu melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung
jawab serta selalu mengerjakan segala hal dengan baik, teliti, dan tekun.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, pp.55-56), wirausaha yang sukses
mempunyai impian – impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi
cita – cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan
emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa
terwujud (power of dream).
Perbedaan seorang entrepreneur sejati dengan entrepreneur yang biasa-biasa
saja adalah dalam hal durability, firm, dan determination. Keteguhan hati membuat
orang berbeda di dalam memandang suatu kegagalan. Kegagalan adalah persepsi orang
yang merasa buntu dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan cenderung tidak ingin
berusaha untuk mencari jalan keluar/pemecahannya. Kegagalan bukanlah ujung dari
perjalanan.
Mereka mengejar peluang dengan disiplin yang ketat. Umumnya
wirausaha tidak hanya bersiap untuk peluang yang kecil, namun mereka langsung
mengambil tindakan terhadap peluang-peluang yang belum tergali. Mereka sering
mengkaji ulang koleksi ide-ide mereka, tetapi mereka merealisasikannya hanya ketika hal
itu diperlukan. Mereka melakukan investasi hanya jika arena suatu kompetisi menarik
mereka dan peluang yang ada sudah matang.
Mereka juga fokus pada pelaksanaan, khususnya yang bersifat adaptif.
Orang dengan kerangka berpikir wirausaha akan memilih melaksanakan apa yang telah
mereka tetapkan daripada menganalisis ide baru yang menghancurkan. Adaptasi yang
mereka lakukan dengan mengubah arah kerja sesuai dengan peluang yang nyata dan
mengambil langkah terbaik untuk merealisasikannya. (Lupiyoadi, 2004, p.22)
Keunggulan seorang entrepreneur sejati terletak dari kedisiplinannya untuk
terus – menerus membangun kebiasaan – kebiasaan yang dapat senantiasa memperbaiki
dan mengembangkan bisnisnya, baik itu kebiasaan untuk melakukan inovasi terus –
menerus, kebiasaan untuk mengakumulasi aset, kebiasaan untuk memberikan pelayanan
yang terbaik pada pelanggan, kebiasaan untuk terus belajar dan mengembangkan diri
dan sebagainya. (Prijosaksono dan Bawono, 2005, p.23).
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, pp.5-7), hambatan, rintangan,
dan kekalahan, umumnya tidak menghalangi para wirausaha, yang secara keras
kepala menggapai tujuan mereka. “Wirausaha adalah orang yang menikmati permainan
bisnisnya dan tidak pernah menyerah – tidak peduli seberapa berat keadaan,“ tutur
seorang peneliti.
Salah satu karakteristik dalam wirausaha yang berhasil adalah memiliki
kompetensi komitmen pada orang lain, yaitu diantaranya komitmen terhadap
pekerjaan, yaitu: melakukan pengorbanan pribadi atau bisnis yang luar biasa untuk
menyelesaikan pekerjaan, menyingsingkan lengan baju bersama karyawan dan bekerja
di tempat karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Meluncurkan sebuah perusahaan agar berhasil membutuhkan komitmen
penuh dari wirausaha. Pendiri bisnis sering membenamkan diri sepenuhnya dalam
bisnis mereka. Seorang pakar mengemukakan “Wirausaha pada umumnya harus
melewati rintangan yang mengecilkan hati pada tahap – tahap awal.” Ini memerlukan
komitmen. “Saya menyamakan komitmen dengan kemampuan bertahan.” kata seorang
konsultan.
Di sisi lain, wirausaha merasa bertanggung jawab secara pribadi atas hasil
perusahaan tempat mereka terlibat. Mereka lebih menyukai dapat mengendalikan
sumber – sumber daya mereka sendiri dan menggunakan sumber – sumber daya
tersebut untuk mencapai cita – cita yang telah ditetapkan sendiri.
• Memiliki jiwa kepemimpinan
Hal ini terkait dengan keterampilan mengorganisasi. Membangun sebuah
perusahaan “dari nol” dapat dibayangkan seperti menghubungkan potong – potongan
sebuah gambar besar. Para wirausaha mengetahui cara mengumpulkan orang – orang
yang tepat untuk menyelesaikan suatu tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan
secara efektif memungkinkan para wirausaha untuk mengubah pandangan ke depan
menjadi kenyataan. (Zimmerer dan Scarborough, 2004, p.5).
Hal ini juga terkait dengan hal bagaimana mereka mengikutsertakan energi
setiap orang yang berada dalam jangkauan mereka. Kebiasaan wirausaha
diantaranya adalah melibatkan banyak orang baik dari dalam maupun luar organisasi
untuk mewujudkan peluang mereka. Mereka memilih membuat dan menyebarkan
jaringan kerja daripada mengerjakannya sendiri. Mereka memberdayakan berbagai
potensi intelektual dan sumber daya manusia untuk membantu mereka meraih tujuan
sebaik mungkin (Lupiyoadi, 2004, p.22).
• Mampu mempertimbangkan risiko, serta selalu mempertimbangkan faktor
penghambat maupun penunjang dalam mengambil keputusan
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p.4), wirausaha bukanlah seorang
pengambil risiko liar, melainkan seseorang yang mengambil risiko yang diperhitungkan.
Wirausaha melihat suatu bisnis dengan tingkat pemahaman risiko pribadinya. Cita – cita
mungkin tampak tinggi - bahkan mungkin mustahil tercapai - menurut orang lain, tetapi
wirausaha melihat situasi itu dari sudut pandang yang berbeda dan percaya bahwa
sasaran mereka masuk akal dan dapat tercapai. Mereka biasanya melihat peluang di
daerah yang sesuai dengan pengetahuan, latar belakang, dan pengalamannya yang akan
meningkatkan kemungkinan keberhasilannya.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.54), seorang smart and good
entrepreneur pandai mengelola ketakutannya untuk membangkitkan keberanian dan
kepercayaan dirinya dalam menghadapi suatu risiko. Mereka adalah risk manager, bukan
risk taker.
2.2.2 Level-Level Enterpreneur dan Unsur Entrepreneur Yang Sukses
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.44), level demi level dari entrepreneur,
yaitu:
1. Level “zero” – Unemployee
Di dalam Rich Dap Poor Dad karangan Robert T. Kyosaki bahwa level ini merupakan
level yang paling minimal (zero atau risk free). Ada usaha untuk naik ke level 1,
tetapi tidak kunjung bisa karena tidak adanya “selling point”.
2. Level 1 – Employee (Litttle Risk)
Entrepreneur level 1 ini yaitu employee, maka bisa mempunyai visi jauh ke depan.
Risiko yang besar ditanggung oleh pemilik perusahaan.
3. Level 2 – Self Business (Self Employee)
Pada level ini, ciri-ciri entrepreneur sejati sudah mulai muncul, yaitu mempunyai visi
yang tidak ingin diatur, tidak mudah puas diri dan seseorang “high achiever”.
4. Level 3 – Businessman (Business Owner)
Pada level ini, bisnisman sedikit mempunyai jiwa “challenging” yang kuat, sehingga
ia benar-benar ingin menjadi bos dari sebuah tim atau sistem. Lebih komplet dan
mendekati “perfect organization leader”.
5. Level 4 – Investor (Truly Speculative Businessman)
Pada level ini, faktor kalkulasi yang spekulatif untuk menentukan bisnisnya, tetapi
penuh dengan perhitungan (professional) atau menjurus ke gambling (gambler).
Level ini (investor) bisa dicapai oleh level-level yang lain tanpa melalui level 1, 2 dan
3.
Menurut Hendro dan Widhianto (2006, p.21), setiap wirausahawan yang sukses memiliki
empat unsur pokok, yaitu:
1. Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill)
- dalam membaca peluang
- dalam berinovasi
- dalam mengelola
- dalam menjual
2. Keberanian (hubungannya dengan EQ dan mental)
- dalam mengatasi ketakutan
- dalam mengendalikan resiko
- untuk keluar dari zona kenyamanan
3. Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri)
- persistence (ulet), pantang menyerah
- determinasi (teguh akan keyakinannya)
- kekuatan akan pikiran (power of mind) bahwa Anda juga bisa
4. Kreativitas yang dapat menghasilkan inspirasi sebagai ide untuk
menentukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan
experiences)
Seorang enterpreneur harus bisa melihat suatu peluang atau kesempatan dari
perspektif yang berbeda dari orang lain atau yang tidak dipikirkan oleh orang lain yang
kemudian dapat diwujudkan menjadi value.
Dalam Hendro dan Widhianto (2006, p.21), Enterpreneur yang berhasil adalah
entrepreneur yang mampu bertahan dengan segala keterbatasan, memanfaatkan, dan
meningkatkannya untuk memasarkan (tidak hanya menjual) peluang tersebut dengan baik
serta terus menciptakan reputasi yang membuat perusahaan itu bisa berkembang.
2.3 Pengertian Kepemimpinan dan Pemimpin
Menurut Siagian sebagaimana dikutip oleh Gouzali (1995, p.211) menyebutkan
bahwa kepemimpinan merupakan inti manajemen, karena kepemimpinan adalah motor
penggerak bagi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam lainnya.
Menurut Prajudi Amosudirdjo dalam bukunya “Beberapa Pandangan Umum
tentang Pengambilan Keputusan (Decision Making)” sebagaimana dikutip oleh Gouzali (1995,
p.212) mengatakan bahwa kepemimpinan itu dapat:
a. Dianggap sebagai penyebab kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang
dalam organisasi.
b. Dianggap sebagai seni, kesanggupan atau teknik membuat orang-orang mengikuti
atau menaati apa yang dikehendakinya.
c. Dirumuskan sebagai kepribadian seseorang yang ingin dicontoh oleh orang lain
(bawahannya).
d. Disebut sebagai pemberi pengaruh terhadap orang-orang tertentu, sehingga mereka
bersedia mengubah sikap dan pandangnya dalam suatu organisasi atau perusahaan.
e. Dianggap sebagai suatu bentuk persuasive, seni membina kelompok dengan
melakukan motivasi yang tepat agar mereka mau bekerjasama dalam pencapaian
tujuan organisasi.
f. Dipandang sebagai suatu sarana untuk membuat orang-orang mau bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Arep dan Tanjung (2003, p.93) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat
yang berbeda-beda menuju pencapaian tertentu.
Sedangkan menurut Davis sebagaimana dikutip oleh Amirullah dan Budiyono (2004,
p.245) kepemimpinan adalah kemampuan untuk membujuk orang lain dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara antusias.
Dari pengertian kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang (baik dalam organisasi atau tidak)
untuk mempengaruhi dan membujuk orang-orang yang ada dalam lingkungannya, agar
mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam buku Kartini Kartono (2006, pp.38-39) pemimpin mempunyai bermacam-
macam pengertian. Beberapa definisi tersebut antara lain:
1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,
khususnya di satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau
beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang memiliki satu atau beberapa
kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan
kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan
untuk mengarahkan dan membimbing bawahan.
2. Menurut Henry Pratt Fairchild yang dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.38)
menyatakan bahwa pemimpin dalam arti luas ialah seorang yang memimpin dengan
jalan memprakasai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan,
mengorganisasikan atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise,
kekuasaan atau posisi. Dalam arti sempit, pemimpin ialah seorang yang
membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas persuasifnya, dan
akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
3. Menurut John Gage Allee yang dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.39) menyatakan
bahwa ”Leader ... a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah
pemandu, penunjuk, penuntun, komandan).
Seorang pemimpin yang baik, adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri
tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan
dan menyerahkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai
dengan kebijaksanaan yang telah digariskan.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin
adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi
dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinny, untuk melakukan usaha bersama
mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu.
2.3.1 Jenis-Jenis Pemimpin
Jenis-jenis pemimpin dalam Kartini Kartono (2006, p.9):
1. Pemimpin Formal
Adalah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk sebagai pemimpin,
berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memegang suatu jabatan
dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan
dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.
2. Pemimpin Informal
Adalah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai pemimpin,
namun karena memiliki sejumlah kualitas maka mencapai kedudukan sebagai orang
yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau
masyarakat.
2.3.2 Sifat-Sifat Pemimpin
Menurut Ordway Tead dalam tulisannya yang dikutip oleh Kartini Kartono (2006,
p.44) mengemukakan 10 sifat pemimpin, yaitu:
1) Energi jasmaniah dan mental (physical and nervous energy)
2) Kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction)
3) Antusiasme (enthusiasm; semangat, kegairahan, kegembiraan yang besar)
4) Keramahan dan kecintaan (Friendliness and affection)
5) Integritas (Integrity, keutuhan, kejujuran, ketulusan hati)
6) Penguasaan teknis (technical mastery)
7) Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness)
8) Kecerdasan (intelligence)
9) Keterampilan mengajar (teaching skill)
10) Kepercayaan (faith)
Sedangkan menurut George R. Terry dalam bukunya ”Principles of Management”
yang dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.47) menuliskan 10 sifat pemimpin yang unggul,
yaitu:
1) Kekuatan, kekuatan badaniah dan rohaniah
2) Stabilitas emosi
3) Pengetahuan tentang relasi insani
4) Kejujuran
5) Objektif
6) Dorongan pribadi
7) Keterampilan berkomunikasi
8) Kemampuan mengajar
9) Keterampilan sosial
10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial
2.3.3 Peran Kepemimpinan
Menurut R. Achmad Rustandi dalam bukunya Gaya Kepemimpinan yang mengutip
pendapat Henry Mintzberg sebagaimana dikutip oleh Gouzali (1995, p.214) mengemukakan
berbagai macam peranan kepemimpinannya, yaitu:
a. Peran Antar Manusia
Peran antar manusia itu akan meliputi:
1. Peran selaku tokoh. Peran ini menyebabkan setiap pemimpin merupakan
kewajiban untuk melakukan kegiatan yang bersifat seremonial (upacara), seperti
meresmikan proyek-proyek, membuka upacara-upacara resmi, menyematkan
tanda jasa dan sebagainya.
2. Peran selaku pimpinan. Peran ini, menyebabkan seorang pemimpin
bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan para bawahannya,
memotivasi dan meningkatkan semangat kerja serta berusaha menyelaraskan
kebutuhan bawahan dengan kepentingan perusahaan.
3. Peran selaku penghubung. Peran ini akan menimbulkan kewajiban pada
seorang pemimpin untuk melakukan hubungan dengan atasan, teman sejawat
dan bawahan, serta dengan orang-orang di luar perusahaannya.
b. Peran Informatif
Peran informatif yang dilakukan oleh seorang pemimpin maksudnya, adalah peran
seorang pemimpin dalam menerima dan mengirimkan informasi dalam rangka
hubungan yang dijalankan dengan lingkungan sekitarnya. Peran informatif ini akan
meliputi:
Peran sebagai pemantau (monitor), berarti bahwa ia selaku pemimpin selalu
memantau informasi dari berbagai arah untuk kepentingan unit kerja yang
dipimpinnya.
Peran selaku penyebar (distributor), berarti ia kadang-kadang perlu memberi
informasi yang peru diketahui oleh bawahannya (intern).
Peran selaku PUREL (public relation = hubungan masyarakat), karena ia
kadang-kadang perlu pula memberi informasi kepada pihak-pihak luar (ekstern)
tentang perkembangan unit kerjanya, macam program yang akan dilaksanakan
dan sebagainya.
c. Peran Pembuatan Keputusan
Peran selaku pembuat keputusan, maksudnya bahwa seorang pemimpin mempunyai
kewajiban melakukan pengambilan keputusan untuk kelancaran mekanisme unit
kerjanya. Keputusan yang diambil tentu saja berdasarkan informasi atau masukan
(input) yang ada atau sudah dimilikinya selaku pemegang peran informatif.
Peran seorang pemimpin selaku pengambil keputusan meliputi:
Peran selaku wiraswastawan (entrepreneur), maksudnya seorang pemimpin
itu haruslah memiliki jiwa wiraswasta (bisnis) dalam memajukan unit kerjanya.
Ia mempunyai inisiatif dan terobosan-terobosan baru untuk pengembangan diri
dan unit kerjanya.
Peran selaku penanggung resiko, maksudnya bahwa seorang pemimpin
waktu mengambil keputusan, pelaksanaan keputusan itu belum tentu benar dan
tepat 100% seperti apa yang diinginkan. Untuk itu si pemimpin harus berani
menanggung risiko (penyimpangan) tersebut, dan berusaha untuk
menanggulanginya.
Peran selaku pembagi sumber daya, berarti si pimpinan itu berkewajiban
melakukan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab di antara para
bawahannya. Dalam keadaan sumber daya yang sangat terbatas itu si pimpinan
haruslah pandai-pandai membaginya di antara semua orang, mendelegasikan
wewenang, membina bawahan agar mereka berkemampuan dalam
melaksanakan tugas lebih efisien dan efektif.
Peran selaku perunding, maksudnya seorang pemimpin akan menggunakan
banyak waktunya untuk melakukan pendekatan (lobying) baik ke dalam maupun
dengan pihak luar. Semua ini dilakukan untuk kelancaran tugas yang
diembannya sebagai pemimpin.
2.3.4 Gaya Kepemimpinan
Menurut Kartini Kartono (2006, p.27) gaya kepemimpinan “sebagai suatu pola
prilaku manajemen profesional yang dirancang untuk memadukan minat dan usaha pribadi
serta organisasi untuk mencapai tujuan” , ada 3 macam kepemimpinan:
1. Kepemimpinan Authoritarian (Authocratic)
pemimpin mengutamakan kekuatan dari posisi formalnya:
a. Kurang memperhatikan kebutuhan bawahan
b. Lebih menciptakan penyelesaian tugas
c. Semua aktivitas ditentukan oleh atasan
d. Komunikasi hanya satu arah → kebawah saja
2. Kepemimpinan Partisipaty (Democratie)
a. Melibatkan bawahan dalam perencanaan / pengambilan keputusan
b. Lebih memperhatikan kepada bawahan → mencapai tujuan organisasi
c. Menekankan 2 hal → bawahan dan tugas
3. Kepemimpinan Laisser – Faire
merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan yang pertama:
a. Disini pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri
b. Manajer hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum
c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan dan mencapai tujuan
dalam segala hal yang mereka anggap cocok.
Menurut W.J Reddin dalam artikelnya What Kind of Manager, dan dikutip oleh
Wahjosumidjo (Dept. P. & K., Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai, 1982) sebagaimana
dikutip oleh Kartini Kartono (2006, p.34), menentukan watak tipe dan tipe pemimpin atas
tiga pola dasar, yaitu:
Berorientasi pada tugas (task orientation)
Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation)
Berorientasi hasil yang efektif (effectivess orientation)
Berdasarkan penonjolan ketiga orientasi tersebut, dapat ditentukan depalan tipe
kepemimpinan, yaitu:
• Tipe deserter (pembelot)
Sifatnya: bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa
loyalitas dan ketaatan.
• Tipe birokrat
Sifatnya: correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma.
• Tipe misionaris (missionary)
Sifatnya: terbuka, penolong, ramah-tamah.
• Tipe developer (pembangun)
Sifatnya: kreatif, dinamis, inovatif, memberikan wewenang dengan baik,
menaruhkan kepercayaan pada bawahan.
• Tipe otokrat
Sifatnya: keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong.
• Benevolent autocrat (otokrat yang bijak)
Sifatnya: lancar, tertib, ahli dalam mengorganisasikan.
• Tipe compromiser (kompromis)
Sifatnya: tidak punya pendirian, berpikir pendek dan sempit, tidak mempunyai
keputusan.
• Tipe eksekutif
Sifatnya: bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi, tekun.
Ada sekelompok sarjana yang membagikan tipe kepemimpinan dikutip oleh Kartini
Kartono (2006, p.80) sebagai berikut:
1. Tipe Karismatis
Tipe ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk
mempengaruhi orang lain, sehingga pengikut sangat banyak jumlahnya.
2. Tipe Paternalistis dan Maternalistis
Tipe kepemipinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki sikap terlalu melindungi (overly protective).
b. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang belum dewasa.
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri, untuk berinisiatif, untuk mengembangkan imajinasi dan
daya kreativitas mereka sendiri.
Untuk tipe kepemimpinan maternalistis, mirip dengan tipe paternalistis. Hanya
perbedaanya pada sikap yang terlalu over-protective atau terlalu melindungi yang
lebih menonjol disertai kasih sayang yang berlebihan.
3. Tipe Militeristis
Tipe yang bersifat kemiliteran. Dengan sifat-sifatnya antara lain:
a. Lebih banyak memerintah kepada bawahannya, menggunakan kekerasan,
sangat otoriter, kaku dan kurang bijaksana.
b. Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan.
c. Sangat menyenangi formalitas, disiplin keras.
d. Tidak menghendaki kritik, saran, usulan dari bawahannya.
e. Komunikasi hanya berlangsung satu arah.
4. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan tipe ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak
harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal,
berambisi untuk merajai situasi dan keadaan, setiap perintah dan kebijakan yang
ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya, bawahan tidak pernah diberi
infomasi secara detail.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe ini, pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam suatu kegiatan
kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahannya sendiri. Merupakan pemimpin simbol dan biasanya tidak memiliki
ketrampilan teknis. Pemimpin yang tidak memiliki kewibawaan, tidak dapat
mengontrol bawahannya, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak dapat
menciptakan suasana kerja yang kondusif dan koorporatif.
6. Tipe Populistis
Kepemimpinan tipe ini merupakan kepemimpinan yang dapat membangun solidaritas
rakyat. Kepemimpinan ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat tradisional,
lebih mengutamakan nasionalisme.
7. Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe ini adalah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-
tugas administrasi secara efektif.
8. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, memberikan bimbingan yang
efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan dengan bawahan,
kerjasama yang baik, rasa tanggung jawab internal. Kekuatan kepemimpinan
demokratis terletak pada partisipasi aktif dari semua orang dalam kelompok.
Kepemimpinan demokratis dapat berjalan lancar, walaupun terdapat gejala-gejala
sebagai berikut:
Organisasi tetap berjalan lancar walaupun pimpinan tidak ada ditempat.
Otoritas sepenuhnya didelegasikan ke bawah, dan masing-masing orang
menyadari tugas serta kewajibannya.
Pada umumnya mengutamakan kesejahteraan dan kelancaran kerja sama
dari setiap orang dalam kelompok.
Pemimpin demokratis sebagai katalisator untuk mempercepat dinamisme
dan kerjasama demi pencapai tujuan organisasi.
2.3.5 Tugas Kepemimpinan Dalam Manajeman SDM
Tugas-tugas kepemimpinan dalam manajemen kepemimpinan cukup banyak, tetapi
ada beberapa tugas-tugas penting yang akan dikemukakan (Saydam 1996, p.233) yaitu :
1. Kepemimpinan Sebagai Konselor
Konselor merupakan tugas seorang pemimpin dalam suatu unit kerja, dengan
membantu atau menolong SDM untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
dalam melakukan yang dibebankan kepadanya. Dengan pemberian konseling
pada SDM diharapkan karyawan yang bersangkutan akan dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Seorang pemimpin SDM biasanya merupakan orang
pertama yang menjadi tempat bertanya bagi karyawan.
2. Tugas Sebagai Instruktur
Seorang pemimpin pada peringkat manapun ia berada, sebenarnya pada
jabatannya itu melekat sebagai tugas instruktur, atau sebagai pengajar yang
baik terhadap SDM yang ada dibawahnya, sehingga pelaksanaan tugas yang
dibebankan pada bawahan dapat menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3. Tugas Memimpin Rapat
Seorang pemimpin pada peringkat manapun, pada suatu waktu perlu
mengadakan rapat dan memimpinnya. Seorang pemimpin rapat merupakan
motor kehidupan suatu rapat. Apakah rapat akan berhasil atau tidak sangat
ditentukan oleh pemimpin rapat itu sendiri. Oleh sebab itu, peran seorang
pemimpin rapat adalah membimbing dan menggerakkan kelompok peserta rapat
untuk mencapai sasaran yang tepat dan berguna.
4. Tugas Mengambil Keputusan
Seorang pemimpin dalam tugasnya selalu berhadapan dengan pengambilan
keputusan. Pemimpin tidak bisa menghindar, karena tugas inilah yang
membedakan dengan karyawan biasa. Untuk itu seorang pemimpin mempunyai
keberanian dalam mengambil keputusan yang tepat.
5. Tugas Mendelegasikan Wewenang
Seorang pemimpin yang bijaksana harus mendelegasikan sebagian tugas dan
wewenangnya kepada bawahannya. Pendelegasian ini diperlukan, agar jalannya
organisasi tidak mengalami kemacetan dan terhindar dari unsur birokratis
(penyelesaian yang bertele-tele dan lama). Dalam pendelegasian ini tanggung
jawab dipikul bersama antara yang mendelegasikan dan yang menerima
delegasi. Penerapan pendelegasian biasanya dilakukan oleh seorang pemimpin
kepada bawahannya yang terdekat.
2.4 Pengertian Manajemen Kinerja dan Kinerja
Manajemen kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.1) adalah keseluruhan
kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk
kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Sistem manajemen kinerja yang dikutip oleh Robert dan John (2006, p.377) terdiri
atas proses untuk mengidentifikasi, mendorong, mengukur, mengevaluasi, meningkatkan
dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan.
Menurut Mangkunegara (2000, p.67) kinerja berasal dari kata job performace atau
actual performance yang artinya hasil kerja secara kualitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja (performance) yang dikutip oleh Robert dan John (2006, p.378) adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
Kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.1) adalah tingkat pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu.
Dari pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu
hasil kerja yang dilakukan oleh invidivu ataupun organisasi dalam menyelesaikan suatu tugas
atau pekerjaan.
2.4.1 Pengertian Kinerja Individu
Menurut Soeprihanto (1996, p.7), kinerja seorang karyawan pada dasarnya adalah
hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya
standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama.
Kinerja individu yang dikutip oleh Payaman (2005, p.10), adalah kemampuan dan
keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor:
• Kemampuan dan keterampilan kerja
• Motivasi dan etos kerja
Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat digolongkan,
yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
Sumber : Payaman, Manajemen dan Evaluasi Kinerja (2005, p.14)
Gambar 2.3 Model Kinerja Individual
2.4.2 Elemen Kinerja dan Model Perencanaan Kinerja
Menurut Robert dan John (2006, p.378) kinerja yang umumnya untuk kebanyakan
pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:
Kuantitas dari hasil
Kualitasdari hasil
Ketepatan waktu dari hasil
Kehadiran
Kemampuan bekerjasama
Dimensi lain dari kinerja di luar beberapa yang umum ini dapat diterapkan pada
berbagai pekerjaan. Kriteria pekerjaan atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan
mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut.
Perencanaan kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.18) adalah proses
penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja setiap
orang. Rencana kinerja terdiri dari 3 komponen:
1) Uraian jabatan atau uraian tugas (job discription)
2) Sasaran kinerja
3) Rencana tindakan kinerja
Disamping uraian jabatan, hasil analisis jabatan perlu juga menggambarkan:
• Sasaran yang harus dicapai dengan melakukan kegiatan yang dimaksud,
• Standar pencapaian atau standar prestasi kerja
• Tingkat kesulitan untuk mencapai sasaran
• Persyaratan kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar mampu
melakukan kegiatan dimaksud
• Tahapan proses dan penjadwalan kegiatan yang akan dilakukan
• Imbalan yang layak bagi orang yang menduduki jabatan dimaksud.
2.4.3 Pembinaan Kinerja
Peningkatan kinerja dapat dilakukan antara lain dengan:
• Mendorong pekerja memahami uraian tugas dan uraian jabatannya, serta
memahami tanggung jawabnya
• Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai
• Membantu pekerja memahami bagaimana melakuakan pekerjaan dengan
menggunakan alat-alat kerja yang sesuai
• Memberdayakan pekerjaan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan dan
pelatihan, rotasi penugasan, dan lain-lain.
• Menumbuhkan motivasi dan etos kerja
• Menciptakan iklim kerja yang kondusif
2.4.4 Evaluasi Kinerja
Evaluasi kerja yang dikutip oleh Payaman (2005, p.20) adalah satu sistem dan cara
penilaian pecapaian hasil kerja suatu perusahaan atau organisasi dan penilaian pencapaian
hasil kerja setiap individu yang bekerja didalam dan untuk perusahaan tersebut.
Evaluasi kinerja terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
• Mengumpulkan dan menyeleksi informasi
• Mendeskripsikan dan menginterpretasikan data
• Mengembangkan dan mengkaji informasi
• Menarik kesimpulan.
2.5 Pengertian Path Analysis
Path analysis yang dikenal dengan analisis jalur yang diartikan oleh Bohrnstedt (1975
dalam Kusnendi, 2005:1) yang dikutip oleh Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007,
p.1) adalah “a technique for estimating the effect’s a set of independent variables has on a
dependent variable from a set of observed correlations, given a set of hypothesized causal
asymetric relation among the variables” . sedangkan tujuan utama dari path analysis adalah
a method of measuring the direct influence along each separate part in such a system and
thus of finding the degree to which variation of a give effect is determined by each particular
cause. The method depend on the combination of knowledge og the degree of correlation
among the variables in a system with such knowledge as may possessed of the causal
relation (Maruyama,1998:16).
Jadi model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat
variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen).
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.115), Teknik
analisis jalur akan digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar
variabel X1, X2 terhadap Y.
Al Rasyid dalam Sitepu (1994:24) yang dikutip oleh Riduwan dan Engkos Achmad
Kuncoro (2007, p.115) mengatakan bahwa dalam penelitian sosial tidak semata-mata hanya
mengungkapkan hubungan variabel sebagai terjemahan statistik dari hubungan antara
variabel alami, tetapi terfokus pada upaya untuk mengungkapkan hubungan kausal antar
variabel.
2.5.1 Asumsi-Asumsi Path Analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.2), asumsi
yang mendasari path analysis adalah:
1. Hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif dan bersifat normal
2. Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas yang
berbalik
3. Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan ratio
4. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk
memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel
5. Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan
reliable)
6. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan
teori-teori dan konsep yang relevan artinya model teori yang dikaji atau diuji
dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan
hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
2.5.2 Langkah-Langkah Pengujian Path Analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, pp.116-118),
ada beberapa langkah pengujian part analysis yaitu sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis dalam persamaan struktural
Struktur: 121 21 ερρρ yyxyx XXY ++=
2. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefisien regresi
a. Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan
rumuskan persamaan strukturalnya yang sesuai hipotesis yang diajukan.
Hipotesis: Naik turunnya variabel endogen (Y) dipengaruhi secara signifikan
oleh variabel eksogen (X1 dan X2).
b. Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan.
Hitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan:
Persamaan regresi ganda: 12211 ε+++= XbXbaY
Pada dasarnya koefisien jalur (path) adalah koefisien regresi yang
distandarkan yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis data yang telah diset
dalam angka bakuatau Z-score (data yang diset dengan nilai rata-rata = 0 dan
standar deviasi = 1). Koefisien jalur yang distandarkan (standardized path
coefficient) digunakan utnuk menjelaskan besarnya pengaruh (bukan memprediksi)
variabel bebas (eksogen) terhadap variabel lain yang diberlakukan sebagai variabel
terikat (endogen).
Koefisien part ditunjukkan oleh output yang dinamakan Coefficient yang
dinyatakan sebagai Standardized Coefficient atau dikenal dengan nilai Beta. Jika ada
diagram jalur sederhana mengandung satu unsur hubungan antara variabel eksogen
dengan variabel endogen, maka koefisien part-nya adalah sama dengan koefisien
korelasi r sederhana.
3. Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan)
a. Kaidah pengujian signifikansi secara manual: Menggunakan Tabel F
)1()1(2
2
YXk
YXk
RkRknF
−−−
=
Keterangan:
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel eksogen
squareYXk RR =2
Jika tabelhitung FF ≥ , maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya signifikan
Jika tabelhitung FF ≤ , maka Ho diterima yang artinya tidak signifikan
Dengan taraf signifikan 05.0)( =α
Carilah nilai F tabel menggunakan Tabel F dengan rumus:
F tabel = ( )( ) ( ){ } { })12(),1)(1(1,1 −−==−−−==− knvkvkndkkdk atauFF αα
Cara mencari F tabel: nilai (dk=k) atau v1 disebut nilai pembilang
nilai (dk=n-k-1) atau v2 disebut nilai penyebut
b. Kaidah pengujian signifikansi: Program SPSS
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau
[ ]Sig≤05.0 , maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig
atau [ ]Sig≥05.0 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
4. Menghitung koefisien jalur secara individu
Secara individual uji statistik yang digunakan uji t yang dihitung dengan
rumus (Schumacker & Lomax, 1996:44. Kusnendi, 2005:12)
)1(; −−== kndkse
tkp
kk
ρ
Keterangan:
Statistik 1Xseρ diperoleh dari hasil komputasi pada SPSS utnuk analisis regresi
setelah data ordinal ditransformasikan ke interval.
Selajutnya untuk mengetahui signifikansi analisi jalur bandingan antara nilai
probabilitas 0.05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan
sebagai berikut:
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau
[ ]Sig≤05.0 , maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau
[ ]Sig≥05.0 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
5. Meringkas dan menyimpulkan
2.6 Pengertian Korelasi
Korelasi adalah asosiasi (hubungan) antara variabel-variabel yang diminat, apakah
data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel-variabel
dalam populasi asal sampel, jika ada hubungan, seberapa kuat hubungan antara variabel
tersebut. Keeratan hubungan itu dinyatakan dengan nama koefisien korelasi atau bisa
disebut korelasi saja. Perlu dicatat bahwa dalam korelasi itu kita belum menentukan dengan
pasti variabel independent dan dependent-nya seperti yang kita lakukan dalam analisis
regresi. (modul praktikum lab statistik manajemen, universitas Bina Nusantara 2006, p.23).
Korelasi digunakan untuk mengetahui erat tidaknya hubungan antar variabel. Apabila
ternyata hasil analisis menunjukkan hubungan yang cukup erat, maka analisis dilanjutkan ke
analisis regresi sebagai alat meramalkan (forecasting) yang sangat berguna untuk
perencanaan. Analisis korelasi yang mencakup dua variabel X dan Y disebut analisis korelasi
linear sederhana. Sedangkan yang mencakup lebih dari dua variabel disebut analisis korelasi
linear berganda.
Hubungan dua variabel ada yang positif dan ada yang negatif. Hubungan x dan y
dikatakan positif apabila kenaikan (penurunan) X pada umumnya diikuti oleh kenaikan
(penurunan) Y, dan sebaliknya jika dikatakan negatif kalau kedua variabel tersebut
mengalami kenaikan (penurunan) secara tidak bersamaan. Korelasi positif yang tinggi antara
kedua peubah terjadi bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan
kemiringan positif, jika kemiringannya negarif maka terjadi korelasi negatif yang tinggi.
Kuat dan tidaknya hubungan antara X dan Y, apabila hubungan X dan Y dapat
dengan fungsi linear (paling tidak mendekati). Nilai koefisien korelasi ini paling sedikit -1 dan
paling besar 1. jadi jika r = koefisien korelasi, nilai r dapat dinyatakan sebagai berikut: -1 ≤
r ≤ 1. Artinya kalau r = 1 hubungannya sempurna dan positif (mendekati 1, hubungan
sangat kuat dan positif, jika r = -1 hubungannya sempurna dan negatif (mendekati -1,
hubungan sangat kuat dan negatif, jika r = 0, hubungannya lemah sekali.
2.6.1 Korelasi Sederhana dan Berganda
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, pp.61-62),
Korelasi Pearson Product Moment (PPM) digunakan untuk mengetahui derajat hubungan
antara variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent).
Rumus yang digunakan Korelasi PPM (sederhana):
}{ { }2222 )(..)(.
)).(()(
YYnXXn
YXXYnrXY∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga
( )11 +≤≤− r . Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak
ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat.
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.62), arti harga r akan
dikonsultasikan dengan Tabel interpretasi Nilai r sebagai berikut:
Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.80 – 1.000 Sangat Kuat
0.60 – 0.799 Kuat
0.40 – 0.599 Cukup Kuat
0.20 – 0.399 Rendah
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
Sumber : Riduan (2005:136)
Besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus
koefisien diterminan sebagai berikut:
KP = %1002 ×r
Dimana: KP = Nilai Koefisien Diterminan
r = Nilai Koefisien Korelasi
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.62),
pengujian signifikansi yang berfungsi apabila peneliti ingin mencari makna generalisasi dari
hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi PPM tersebut diuji dengan Uji
Signifikasi sebagai berikut.
Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y
Dasar Pengambilan Keputusan:
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas sig atau
[ ]Sig≤05.0 , maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan.
Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas sig atau
[ ]Sig≥05.0 , maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007, p.63), Analisa
Korelasi Ganda berfungsi untuk mencari besarnya hubungan antara dua variabel bebas (X)
atau lebih secara simultan (bersama-sama) dengan variabel terikat (Y). Rumus Korelasi
Ganda sebagai berikut:
2.12
2.1.2.1.22
.12
.2.1 1)).().((2
XX
XXyXYXYXYX
YXX rrrrrr
R−
−+=
Selanjutnya, untuk mengetahui signifikasi Korelasi Ganda bandingkan antara
probabilitas 0.05 dengan probabilitas Sig sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel 1X dan 2X dengan variabel Y
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara variabel 1X dan 2X dengan variabel Y
2.7 Uji Validitas dan Reliabilitas
2.7.1 Uji Validitas
Menurut Simamora (2004, pp.58-59), validitas merupakan suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Dengan kata lain, mampu memperoleh
data yang tepat dari variabel yang diteliti. Misalnya, meteran dapat mengukur tinggi badan
dengan tepat (dalam hal ini tinggi badan adalah variabel penelitian).
Dalam menyusun kuesioner, pertanyaan yang ingin diajukan perlu dipastikan. Untuk
menentukannya, sebelumnya harus sudah jelas variabel apa yang diukur. Variabel masih bisa
dipecah menjadi subvariabel atau indikator. Apabila penyusunannya dilakukan sesuai
prosedur, sebenarnya kuesioner telah memenuhi validitas logis. Oleh karena itu validitas logis
sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam memahami masalah penelitian,
mengembangkan variabel penelitian, serta menyusun kuesioner.
Validitas logis belum memiliki bukti empiris. Sebuah kuesioner yang disusun secara
hati – hati dan dapat dipertimbangkan valid logis, ada baiknya diuji untuk mengetahui
validitas empirisnya.
Untuk menguji tingkat validitas empiris instrumen, peneliti dapat melakukan try – out
dengan memakai responden terbatas dahulu. Dari try – out ini, ada dua macam validitas
sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal.
a. Validitas Eksternal
Validitas instrumen dapat dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen
tersebut sesuai dengan data atau informasi lain mengenai variabel yang diteliti.
Menurut Umar (2005, p.185), validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh
dengan cara mengkorelasikan alat pengukur baru dengan tolak ukur eksternal, yang
berupa alat ukur yang sudah valid.
b. Validitas Internal
Menurut Simamora (2004, pp.59-60), validitas internal dapat dicapai apabila
terdapat kesesuaian antara bagian – bagian kuesioner dengan kuesioner secara
keseluruhan. Dengan kata lain, apabila setiap bagian di dalam kuesioner mendukung
“misi” kuesioner secara keseluruhan, yaitu mengungkap variabel penelitian yang
telah ditentukan sebelumnya. Bagian kuesioner dapat berupa butir – butir
pertanyaan secara sendiri – sendiri, dapat pula berupa faktor, yaitu kumpulan
beberapa butir yang memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan kenyataan ini, maka
dikenal adanya validitas butir dan validitas faktor.
Dalam penelitian ini akan digunakan uji validitas internal dengan menggunakan
teknik validitas butir. Teknik ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir – butir
pertanyaan (sebagai variabel X) dengan skor total (sebagai variabel Y).
Menurut Masrun (1979) sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2005, p.124),
syarat suatu pertanyaan dianggap valid adalah bila korelasi antara butir dengan skor
total lebih dari 0,3. Jadi bila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3
maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
2.7.2 Uji Reliabilitas
Menurut Umar (2005, p.194), reliabilitas adalah suatu angka indeks yang
menunjukkan suatu konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur suatu gejala yang
sama. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil
pengukuran yang konsisten.
Menurut Simamora (2004, pp.63-69) reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner.
Kuesioner yang reliabel adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang – ulang
kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Asumsinya, tidak terdapat
perubahan psikologis pada responden. Ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal
dan reliabilitas internal.
a. Reliabilitas Eksternal
Secara garis besar, reliabilitas eksternal adalah reliabilitas yang diperoleh
dengan membandingkan hasil dua kelompok data. Ada dua jenis cara untuk menguji
reliabilitas eksternal, yaitu teknik paralel dan teknik ulang.
b. Reliabilitas Internal
Reliabilitas internal diperoleh dengan menganalisis data yang berasal dari satu
kali pengujian kuesioner. Adapun teknik reliabilitas internal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik Alpha.
Menurut Simamora (2004, pp.77-78), teknik reliabilitas dengan menggunakan
teknik Alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas kuesioner dengan kategorisasi
jawaban selain 0 dan 1. Misalnya dari 1 sampai 5, 1 sampai 7, - 3 sampai 3, dan
seterusnya.
Teknik Alpha dilakukan dengan menghitung varians tiap butir pertanyaan dan
varians total dari pertanyaan – pertanyaan. Selanjutnya varians butir dan varians
total tersebut dimasukkan ke dalam rumus Alpha :
r11 = ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
−∑
2
2
11 t
b
kk
σσ
Keterangan :
r11 = reliabilitas kuesioner
k = banyaknya butir pertanyaan
∑ 2bσ = jumlah varians butir
2tσ = varians total
Langkah berikutnya adalah membandingkan angka tersebut dengan r product
moment (r tabel).
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
- Bila rhasil (r11) > r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.
- Bila rhasil (r11) < r tabel maka kuesioner tersebut dinyatakan tidak reliabel.
2.8 Menguji Normalitas Data dan Varians
Menurut Singgih Santoso (2007, pp.152-155), dalam melakukan kegiatan statistik
inferensi, ada dua hal yang harus diuji terlebih dahulu:
a. Apakah beberapa sampel yang telah diambil berasal dari populasi yang sama
(populasi data berdistribusi normal)?
b. Apakah sampel-sampel tersebut mempunyai varians yang sama?
Dengan kata lain, uji normalitas data dan uji varians adalah hal yang lazim sebelum sebuah
metode statistik diterapkan. Uji normalitas dan kesamaan varians sebuah sampel data
dilakukan dengan bantuan alat uji SHAPIRO-WILK, LILLIEFORS atau KOLMOGOROV-
SMIRNOV , serta gambar NORMAL PROBABILITY PLOTS.
Menurut Singgih Santoso (2007, p.154), dalam menjelaskan output test of normality,
ada pedoman pengambilan keputusan:
Nilai Sig. Atau signifikansi atau nilai probabiltias < 0.05, Distribusi adalah tidak
normal.
Nilai Sig. Atau signifikansi atau nilai probabiltias > 0.05, Distribusi adalah normal.
Dalam menjelaskan output test of homogenity of varians, ada pedoman pengambilan
keputusan:
Nilai Sig. Atau signifikansi atau nilai probabiltias < 0.05, data berasal dari populasi-
populasi yang mempunyai varians tidak sama.
Nilai Sig. Atau signifikansi atau nilai probabiltias > 0.05, data berasal dari populasi-
populasi yang mempunyai varians sama.
Selain itu, pada gambar Q-Q Plot terlihat ada garis lurus dari kiri ke kanan atas. Garis
itu berasal dari nilai z. Jika suatu distibusi data normal, maka data akan tersebar di sekeliling
garis.
Menurut Uyanto (2006, pp.35-36) asumsi normalitas merupakan prasyarat dari
prosedur statistik inferensial. Ada beberapa cara untuk mengeksplorasi asumsi normalitas ini
antara lain: Uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-
Smirnov). Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Lilliefors
(Kolmogorov-Smirnov). Uji normalitas ini terdapat dalam prosedur SPSS Exprole, selain itu
juga akan ditampilkan secara grafis normal probability plot dan detrended normal plot
Normal Probability Plot
Dalam Normal Probability Plot, setiap nilai data yang diamati dipasangkan dengan
nilai harapannya (expected value) dari distribusi normal. Jika sampel data berasal dari
populasi yang terdistribusi normal, maka titik-titik nilai data akan terletak kurang lebih dalam
suatu garis lurus.
Deterended Normal Plot
Dalam Deterended Normal Plot yang digambarkan adalah simpangan dari nilai data
terhadap garis lurus. Jika sampel data berasal dari suatu populasi yang terdistribusi normal,
maka titik-titik nilai data tidak akan membentuk pola tertentu dan akan terkumpul disekitar
garis mendatar yang melalui titik nol.
Bentuk hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut :
Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho
berdasarkan P-value adalah sebagai berikut:
Jika P-value < α, maka Ho ditolak.
Jika P-value ≥ α, maka Ho diterima.
Dalam program SPSS digunakan istilah Significance (yang disingkat Sig.) untuk P-
value; dengan kata lain P-value = Sig.
2.8.1 Langkah-Langkah Pengujian Normalitas Data dan Varians Dengan SPSS
Menurut Singgih Santoso (2007, pp.152-153), ada beberapa langkah pengujian
normalitas data dan varians dengan bantuan SPSS antara lain:
Buka lembar kerja/file Deskriptif.
Menu Analyze→Descriptive Statistic→Explore..... Tampak di layar kotak
dialog EXPLORE.
o Pengisian:
- Dependent List, masukan variabel yang di uji
- Factor List, masukan variabel yang menjadi faktor dari variabel yang di uji
Pilih Plots
Untuk keseragaman, pilihan diisi:
o Pada Boxplot adalah pilihan None atau tidak akan dibuat Boxplot.
o Pada Descriptive, tidak ada yang dipilih, atau Stem and Leaf di deselect.
o Pilih Normality Plots with tests. Pilihan ini untuk membuat gambar uji
normalitas.
o Pada pilihan Spread vs Level with Levene Test, pilih Power estimation
untuk menguji kesamaan varians.
Tekan continue untuk kembali ke kotak dialog sebelumnya.
Pada bagian Displays, pilih Both yang berarti, baik statistics maupun Plots akan
digunakan.
Tekan OK jika semua pengisian telah selesai.
2.9 Hipotesis
Menurut Ronny Kountur (2005, pp.109-111), hipotesis merupakan istilah yang lazim
digunakan dalam prosedur ilmiah.
Sesuatu dikatakan ilmiah apabila prosedur membuat kesimpulan mengikuti prosedur
prosedur ilmiah. Prosedur ilmiah dimulai dengan identifikasi masalah, kemudian mencoba
mencari jawaban (sementara) atas permasalahan tersebut dengan membuat hipotesis,
kemudian menguji hipotesis tersebut dan berdasarkan hasil pengujian lalu dibuat
kesimpulan.
Sumber: Ronny Kountur, Statistik Praktis (2005, p.110)
Gambar 2.4 Prosedur Ilmiah
Apabila timbul permasalah, maka akan mencoba mencari jawabannya dan jawaban
tersebut dapat diperoleh dari teori-teori yang sudah ada yang dapat diperoleh dari laporan
hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan atau dari buku-buku teks. Berdasarkan teori-
teori yang ada, terutama dari hasil-hasil penelitian yang berhubungan, kemudian peneliti
dapat membuat jawaban sementara. Jawaban sementara ini masih berupa dugaan atau
solusi dari permasalahan tersebut. Jawaban sementara atau dugaan inilah disebut dengan
hipotesis. Dengan kata lain, hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban
dari suatu permasalahan.
2.9.1 Pernyataan Hipotesis
Ronny Kountur (2005, pp.111-113), hipotesis pada umumnya dinyatakan dalam
bentuk:
Hipotesis nol, dan
Hipotesis alternatif
Hipotesis nol atau dikenal pula dengan istilah null hypothesis yang diberi simbol
H o adalah penyataan hipotesis yang menunjukkan tidak ada perubahan sedangkan hipotesis
alternatif atau dikenal pula dengan istilah alternative hypothesis yang diberi simbol H a adalah
penyataan hipotesis yang menunjukkan hasil yang diharapkan. Hipotesis merupakan jawaban
sementara yang diharapkan peneliti dinyatakan dalam bentuk hipotesis alternatif. Itu
sebabnya, hipotesis alternatif kadang-kadang disebut disebut pula research hypothesis yang
diberi simbol H 1 .
Kegunaan dari hipotesis perlu dinyatakan dalam dua bentuk sekaligus, yaitu dalam
bentuk hipotesis nol dan hipotesis alternatif adalah yang akan diuji oleh statistik adalah
hipotesis nol sedangkan yang diharapkan oleh peneliti adalah hipotesis alternatif, itu
sebabnya keduanya harus dinyatakan.
Hipotesis diuji dengan teknik statitik, apabila hasil pengujian statistik menunjukkan
bahwa hipotesis ditolak, maka yang dimaksud ditolak di sini adalah hipotesis nolnya. Jika
hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis alternatif secara otomatis diterima dan sebaliknya. Jika
hipotesis nol diterima maka hipotesis alternatif ditolak. Tentu yang diharapkan oleh peneliti
adalah supaya hipotesis nol ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif yang merupakan
dugaan peneliti bisa diterima. Namun, tidak harus dipaksakan hipotesis nol ditolak. Jika
memang setelah diuji dengan statistik tenyata harus diterima, maka hipotesis nolnya harus
diterima.
Menurut J. Supranto (2001, pp.179-196), pengujian hipotesis tentang B (= koefisien
regresi) sama dengan pengujian tentang ρ (= koefisien korelasi).
Pada umumnya, hipotesis dirumuskan sebagai berikut:
ooo BBBH (: = mewakili nilai B yang tertentu, sesuai dengan hipotesis)
(kalau pendapat mengatakan bahwa X tidak mempengaruhi Y, maka B o = 0)
1. H o : B > B o (kalau B o > 0, berarti pengaruh X terhadap Y positif)
2. H o : B < B o (kalau B o < 0, berarti pengaruh X terhadap Y negatif)
3. H o : B ≠ B o (kalau B o ≠ 0, berarti X mempengaruhi Y)
b
oo S
Bbt
−=
Kalau B o = 0 => == ob
o tSbt , nilai observasi.
mengikuti fungsi t dengan derajat kebebasan (n – 2)
S2
22
,)( 2222
22
2 −
−=
−=
−=⇒= ∑∑∑
∑ nxby
ne
SS
xBbt
x
S iiie
e
ioo
i
eb
pengujian hipotesis dilakukan sebagai berikut:
1. kalau t o > t oHiα ditolak dan kalau t o ≤ t oHiα
tidak ditolak.
2. kalau t o < - t oHiα ditolak dan kalau t o −≥ t oHiα
tidak ditolak.
3. kalau t o < - t2α atau kalau t o > - t
2α , H o ditolak dan kalau - t
2α ≤ t o ≤ t
2α
H o tidak ditolak.
ot
Nilai t iα t
2α dapat diperoleh dari tabel t dengan menggunakan nilai α dan derajat
kebebasan (n – 2).
Selanjutnya untuk menguji hipotesis tentang parameter A, perumusannya adalah sebagai
berikut:
H oo AA =:
1. H oo AA >:
2. H oo AA <:
3. H oo AA ≠:
∑∑−
=−
=2
2)(
ie
io
a
oo
XS
xnAa
SAa
t
Dalam kasus sampel kecil, Z diganti t.
t = e
i
b S
xBb
SBb ∑−=
−2)(
2.10 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran